bangunan atas gelagar induk beton bertulang
TRANSCRIPT
BANGUNAN ATAS GELAGAR INDUK BETON BERTULANGMENJADI GELAGAR INDUK BAJA PROFIL PADA
JEMBATAN SUNGAI BELIMBINGBENTANG 17 M DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan berkembangnya taraf hidup yang ditunjang oleh
pesatnya perkembangan ekonomi dan teknologi, tuntutan sarana
transportasi terus meningkat baik segi kualitas maupun kuantitas. Hal
tersebut berkaitan dengan meningkatnya mobilitas manusia dan barang
yang dituntut cepat, aman dan nyaman.
Jembatan jalan raya adalah merupakan suatu konstruksi yang
dibangun guna menghubungkan jalan yang terputus akibat adanya
sesuatu penghalang yang terletak lebih rendah dari jembatan tersebut.
Penghalang dapat berupa sungai, selat, danau, rawa-rawa, lembah, jalan,
saluran irigasi dan lain sebagainya. Sehingga dengan dibangunnya
jembatan akan memperlancar arus lalu lintas dan penopang
berkembangnya daerah setelah jembatan tersebut.
Prasarana perhubungan khususnya jembatan mempunyai arti
penting bagi suatu negara. Jembatan memegang kedudukan dan peranan
dalam berbagai bidang, antara lain bidang ekonomi, sosial, politik,
hankam dan budaya. Oleh karena itu, keadaan jembatan merupakan
salah satu barometer bagi kemajuan ekonomi suatu negara.
Mengingat akan fungsi, serta kebutuhan prasarana perhubungan
darat yang lebih baik dan lancar, maka pemerintah melalui Dinas
Pekerjaan Umum Tingkat I Nusa Tenggara Barat menganggap perlu untuk
membangun jembatan Sungai Belimbing yang terletak di perbatasan desa
Rempung – Anjani Kabupaten Lombok Timur.
Adapun perencanaan jembatan Sungai Belimbing dilakukan dengan
menggunakan sistem balok komposit yakni dengan penggabungan balok
profil baja dengan pelat beton bertulang.
Mengacu pada kondisi tersebut, maka pada skripsi ini dilakukan
suatu perencanaan bangunan atas dengan sistem balok komposit dan
tetap menggunakan kondisi pembebanan dan kelasifikasi yang berlaku di
Indonesia. Adapun judul dari kajian pada skripsi ini adalah “Pengaruh pola
pembebanan dan dimensi gelagar induk terhadap defleksi pada jembatan
sungai belimbing di perbatasan desa Rempung-Anjani dengan panjang
bentang 17 m”
B. Maksud dan Tujuan
Penyusunan skripsi ini diilhami oleh fenomena di lapangan bahwa
pada jembatan sungai Belimbing di desa Rempung-Anjani terjadi lendutan
berlebihan pada gelagar induknya, sehingga struktur di atasnyapun
mengalami penurunan yang signifikan.
Berdasarkan kenyataan tersebut d iatas, skripsi ini disusun dengan
maksud dan tujuan antara lain :
1. Memperoleh suatu struktur yang lebih kaku dan lebih kuat dari pada
balok dan pelat yang sama tetapi tidak bekerja sebagai struktur komposit.
2. Memeriksa dan mengadakan suatu evaluasi terhadap perancangan teknis
dari jembatan Belimbing.
3. Untuk dijadikan acuan atau referensi dalam perancangan dan analisa
terhadap pembangunan jembatan jalan raya dengan struktur komposit di
masa yang akan datang.
C. Lingkup Bahasan
Sesuai dengan uraian di atas, maka perencanaan dititikberatkan
pada analisis bangunan atas komposit dengan balok sederhana
berdasarkan kriteria Bina Marga, yang meliputi:
1. Perhitungan lantai kendaraan dan trotoir.
2. Perhitungan perencanaan gelagar induk dengan menggunakan sistem
balok konvensional/balok beton (kondisi awal).
3. Perhitungan gelagar induk dengan menggunakan sistem balok komposit
(alternatif).
D. Sistematika Penyusunan
Mengenai sistematika penyusunan skripsi ini adalah :
BAB I : Pendahuluan
Terdiri dari : latar belakang, maksud dan tujuan, lingkup bahasan dan
sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori
Meliputi : umum, dasar-dasar perencanaan, analisis pembebanan, gelagar
BAB III : Perhitungan Konstruksi
Berisi antara lain perhitungan konstruksi kondisi awal dan perhitungan
konstruksi alternatif
BAB IV : Pembahasan
BAB V : Penutup
Terdiri atas kesimpulan dan saran-saran.
II. LANDASAN TEORI
A. Umum
A.1. Balok Sederhana
Balok yang digunakan untuk mentransfer beban vertikal, dengan
elemen struktur horisontal diletakkan sederhana di atas dua elemen
sturktur vertikal merupakan struktur dasar yang digunakan arsitek sejak
dulu. Pada sistem tersebut, secara sederahana balok digunakan sebagai
elemen penting dalam struktur. Meskipun dianggap sederhana dalam hal
sturktur, balok mempunyai karakteristik internal yang lebih rumit dalam
meikul beban dibandingkan dengan jenis elemen sturktur lainnya.
Galileo Galilei telah mengemukakan teori kekuatan bahan dengan
memecahkan masalah lentur secara sistematis. Masalah lentur yang
dimaksud adalha studi mengenai tegangan dan deformasi yang timbul
pada elemen yang mengalami aksi gaya yang umumnya tegak lurus pada
sumbu elemen, sehingga salahs satu tepi serat mengalami perpanjangan
dan tepi serat lainnya mengalami perpendekan. Dar konsep tersebut
maka dapat diambil suatu prinsip umum balok sederhana yang antara lain
:
a. Tegangan dan Deformasi Pada Penampang Melintang
Setiap penampang melintang balok, aksi dari beban menimbulkan
pola deformasi yang menyebabkan adanya serat balok yang memanjang
dan ada yang memendek. Deformasi itu berubah secar alinier atau hampir
linier dair perpanjangan maksimum ke perpendekan maksimum yang
keduanya terletak pada serat-serat tepi. Dengan demikian, ada serat di
daerah tengah balok yang tidak terjadi perpanjangan maupun
perpendekan, daerah tersebut dinamakan sumbu netral.
Besarnya tegangan yang timbul pada balok akibat beban
mempunyai hubungan dengan deformasi. Bila balok tersebut terbuat dari
material elastis linier, maka tegangan yang timbul akibat lentur akan
berbanding langsung dengan deformasi yang ada. DengAn demikian pada
balok tersebut, tegangan akibat beban akan maksimum pada serat terluar
balok dan mengecil secara linier menuju nol pada sumbu netral.
b. Distribusi Gaya Pada Balok
Prinsip dasar untuk mencari distribusi gaya geser dan momen
adalha keseimbangan bagian balok yang ditinjau, antara gaya geser
eksternal (VE) dengan gaya geser internal (VR) dan momen eksternal (ME)
dengan momen internal (MR). Jadi distribusi momen dan geser dapat
diperoleh dengan meninjau keseimbangan bagian-bagian yang berbeda
pada struktur dan menghitung momen serta geser untuk setiap potongan
tersebut.
c. Tegangan Lentur
Besar tegangan lentur (b) yang ada pada suatu titik bergantung
pada momen eksternal (M) pada penampang. Besar b juga sebanding
dengan jarak (y) lokasi titik yang ditinjau ke sumbu netral balok.
Tegangan lentur (b) berbanding terbalik dengan besaran momen inersia
(I) yang bergantung pada ukuran dan bentuk balok itu sendiri. Apabila
ukuran balok bertambah, maka tegangan pada suatu titik dari balok akan
berkurang untuk suatu harga I.
Karena tegangan lentur (b) berbanding langsung dengan momen
(M) dan berbanding langsung dengan parameter lokasi (y) serta
berbanding terbalik dengan besaran I, maka tegangan tersebut dapat
ditulis sebagai :
..........................................................................(2.1)
d. Tegangan Geser
Gaya resultan dari tegangan geser balok yaitu gaya geser internal
(VR), sama besar tetapi berlawanan arah dengan gaya geser eksternal
(VE). Agar keseimbangan horisontal terpenuhi, maka tegangan lentur pada
muka kiri penampang yang mempunyai resultan ke kiri harus diimbangi
oleh suatu gaya internal yang berlawanan arah (ke kanan).
Dengan demikian tegangan geser horisontal dapat dirumuskan
sebagai berikut :
..........................................................................(2.2)
dengan :
fh = Tegangan geser horisontal
V = Gaya geser vertikal pada penampang
Q = Statis momen terhadap sumbu netral
I = Momen inersia penampang melintang
b = lebar dimana lapisan horisotnal balok ditinjau.
A.2. Balok Komposit
Salah satu aplikasi umum terjadinya aksi komposit antara dua
material pada struktur adalah antara balok baja dan plat beton di bagia
natasnya. Berbagai tipe dari balok baja dapat bekerja secara komposit
dengan plat beton. Aksi tersebut antara lain didapat dengan menyelimuti
keseluruhan baja itu dengan beton. Dengan menyelimuti hanya sebagian
kecil dari baja, setiap sayap dari profil, atau dengan menyelimuti
penghubung antara baja dan beton untuk menyediakan transfer geser
antara kedau bahan tersebut seperti yang umum dilakukan.
Studi awal untuk menyelidiki aksi komposit antara baja dengan
beton mulai dilakukan oleh Mc. Kay, 1923. Dijelaskan bahwa untuk balok
yang diselimuti ikatan tergantung pada interaksi antara baja dengan
beton. Seorang peneliti lain Viest, 1960, pada laporan hasil penelitiannya
mencatat bahwa faktor pening pada aksi komposit adalah ikatan antara
beton dan baja. Sejak seorang perencana mulai meletakkan plat beton di
atas balok baja, ia harus mulai mempelajari perilaku dari penghubung
geser (shear connector). Penghubung geser ini dibutuhkan untuk
menghasilkan interaksi antara plat beton dengan profil baja.
a. Aksi Komposit
Pada pengembangan konsep dari kekakuan komposit, mula-mula
dipertimbangkan balok non komposit (Gambar 2.1). Jika gesekan antara
plat beton dan balok baja diabaikan, balok dan plat masing-masing
menahan sebagian beban. Ketika plat berubah bentuk karena beban-
beban vertikal, permukaan yang bawah mengalami tarik dan bertambah
panjang, sedangkan permukana yang atas mengalami tekanan yang
memendek. Karena gesekan diabaikan maka hanya gaya dalam vertikal
yang bekerja antara plat dan balok.
Gambar 2.1. Defleksi Balok dan Komposit
Ketika sistem berlaku seperti komposit (Gambar 2.2), tidak ada
gelincir yang terjadi antar aplat dan balok. Gaya geser ke arah horisontal
mulai dikembangkan ketika bekerja di permukaan bawah menekan dan
memendeknya dan bila bekerja di permukaan atas memanjangkannya.
Gambar 2.2. Defleksi Balok Komposit
Dengan suatu penggambaran dari distribusi regangan yang terjadi
ketika tidak ada interaksi antara plat beton dengan balok baja (Gambar
2.3), dapat dilihat bahwa momen yang dapat ditahan sama dengan :
M = Mplat + Mbalok ...............................................(2.3)
Gambar 2.3. Distribusi Regangan Tanpa Interaksi
B. Dasar-Dasar Perancangan
B.1. Pembebanan
Macam pembebanan yang bekerja pada struktur jembatan
merupakan unsur penting dalam perencanaan jematan jalan raya, jalan
rel maupn jenis jembatan lainnya. Untuk jembatan jalan raya, acuan yang
digunakan untuk menghitung beban yang bekerja adalah berdasarkan
Pedoman Peraturan Pembebanan Jembatan Jalan Raya tahun 1987
(PDPJJR, 1987) serta klasifikasi jalan yang masuk ke dalam jembatan
tersebut. Adapun macam bebas yang perlu dihitung untuk jembatan
adalah seperti yang diuraikan berikut ini :
A. Beban Primer
Beban primer adalah beban yang merupakan beban utama dalam
perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan.
1. Beban Mati
Merupakan beban yang berasal dari berat struktur yang harus
diperkirakan terlebih dahulu, bersama dengan seluruh peralatan atau
bangunan lainnya yang bersifat permanen.
Beban mati dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a. Beban Lantai Kendaraan
Untuk jembatan jalan raya beban lantai kendaraan terdiri atas :
aspal, air hujan, berat kerb. Trotoar, tiang sandaran, aspal perkerasan
pada trotoar, besi siku pada tepi trotoar, dan sebagainya.
b. Beban Struktur Utama
Beban yang merupakan struktur utama dari jembatan, seperti
gelagar jembatan, rangka utama, tambatan angin, alat penyambung, dll.
2. Beban Hidup
Beban hidup adalah semua beban yang berasal dari berat
kendaraan-kendaraan yang bergerak/lalu lintas dan atau berat orang-
orang yang berjalan yang dianggap bekerja pada struktur jembatan.
Beban hidup dapat dikategorikan menjadi beberapa macam, antara
lain :
a. Beban T
Yaitu merupakan beban terpusat, yang digunakan untuk
menghitung kekuatan lantai kendaraan atau sistem lantai kendaraan.
Beban T merupakan beban yang berupa kendaraan truk yang mempunyai
beban roda ganda (dual wheel load) sebesar 10 ton dan dianggap akan
menyebar ke bawah dengan sudut 45° memanjang pelat lantai
kendaraan. Susunan dan kedudukan beban T adalah seperti gambar di
bawah ini.
Gambar 2.6. Susunan dan Kedudukan Beban T
Dengan :
a1 = a2 = 30 cm
b1 = 12,50 cm
b2 = 50,00 cm
Ms = muatan rencana sumbu = 20 ton
b. Beban D
Yaitu merupakan beban yang diperlukan dalam perhitungan
kekuatan gelagar-gelagar, baik gelagar memanjang maupun gelagar
melintang. Adapun jalur lalu lintas jembatan jalan raya mempunyai lebar
minimum sebesar 2,75 meter dan lebar maksimum 3,75 meter.
Beban D atau disebut juga beban jalur adalah susunan beban pada
setiap jalur lalu lintas yang terdiri atas beban terbagi rata sebesar “q” ton
per meter panjang per jalur, dan beban garis “p” ton per jalur lalu lintas
tersebut.
Beban D tersebut adalah sebagaimana gambar berikut:
Gambar 2.7. Sketsa beban D
Besar muatan terbagi rata q ditentukan sebagai berikut:
q = 2,2 t/m’, untuk L < 30 cm..........................................(2.5)
q = 2,2 t/m’ - (L – 30) t/m’, untuk 30 < L < 60 m...........(2.6)
q = 1,1 (L + ) t/m’, untuk L > 60 m.................................(2.7)
dengan :
L = panjang bentang jembatan dalam meter
t/m’ = ton per meter panjang, per jalur
Dalam penggunaan muatan D tersebut pada jembatan berlaku
ketentuan bahwa, apabila jembatan mempunyai lebar lantai kendaraan
lebih dari 5,5 m muatan D sepenuhnya hanya berlaku padal ebar jalur 5,5
m, sedangkan lebar selebihnya dibebani 50% dari muatan D tersebut
(lihat gambar 2.8). Muatan D tersebut harus diletakkan sedemikian rupa
sehingga menghasilkan pengaruh yang terbesar.
Gambar 2.8. Ketentuan penggunaan beban D
Jadi, beban D per meter lebar jembatan menjadi sebagai berikut :
Beban terbagi rata ..........................................................(2.8)
Beban garis .....................................................................(2.9)
Angka pembagi 2,75 meter di atas selalu tetap dan tidak tergantung
pada lebar jalur lalu lintas.
Beban D tersebut harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga
menghasilkan pengaruh maksimum dengan pedoman sebagai berikut:
Dalam menghitung momen-momen maksimum akibat beban hidup
(beban terbagi rata q dan beban garis p) pada gelagar menerus di atas
beberapa perletakan digunakan ketentuan-ketentuan berikut ini:
Satu beban garis untuk momen positif yang menghasilkan pengaruh
maksimum.
Dua beban garis untuk momen negatif yang menghasilkan pengaruh
maksimum.
Dalam menghitung momen maksimum positif akibat beban hidup
(beban terbagi rata q dan beban garis p) pada gelagar di atas dua
perletakan digunakan beban terbagi rata q sepanjang bentang gelagar
dan satu beban garis p.
Dalam menghitung reaksi perletakan pada pangkal jembatan dan
pilar perlu diperhatikan jumlah jalur lalu lintas.
3. Beban Kejut
Muatan ini diperhitungkan untuk pengaruh-pengaruh akibat
getaran-getaran dan pengaruh-pengaruh dinamis lainnya. Tegangan-
tegangan akibat beban garis P harus dikalikan dengan koefisien kejut
yang akan memberikan hasil maksimum, sedangkan beban merata q dan
beban T tidak dikalikan dengan koefisien kejut.
Adapun koefisien kejut dirumuskan sebagai berikut :
...........................................................(2.10)
dengan :
K = koefisien kejut
L = panjang bentang
4. Gaya Akibat Tekanan Tanah
Bagian bangunan jembatan yang menahan tanah harus
direncanakan dapat menahan tekanan tanah sesuai ketentuan-ketentuan
dan rumus-rumus yang ada.
B. Beban Sekunder
1. Beban Angin
Pengaruh muatan angin sebesar 150 kg/m pada jembatan ditinjau
berdasarkan bekerjanya muatan angin horisontal terbagi rata pada bidang
vertikal jembatan dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan.
Jumlah luas bidang vertikal bangunan atas jembatan yang dianggap
terkena angin ditetapkan sebesar suatu prosentase tertentu terhadap luas
bagian-bagian sisi jembatan dan luas bidang vertikal muatan hidup.
Bidang vertikal muatan hidup ditetapkan sebagai suatu permukaan
bidang vertikal yang mempunyai tinggi menerus sebesar 2 m di atas
lantai kendaraan. Dalam menghitung luas bagian-bagian sisi jembatan
yang terkena angin dapat digunakan ketentuan sebagai berikut:
a. Kendaraan Tanpa Muatan Hidup
Untuk jembatan gelagar penuh diambil sebesar 100% luas bidang sisi
jembatan yang langsung terkena angin, ditambah 50% luas bidang sisi
lainnya.
b. Keadaan dengan muatan hidup
Untuk jembatan diambil sebesar 30% luas bidang menurut (a), untuk
beban hidup diambil sebesar 100% luas bidang sisi yang langsung terkena
angin.
2. Gaya Rem dan Traksi
Pengaruh gaya-gaya dalam arah memanjagn jembatan akibat gaya
rem harus ditinjau. Pengaruh ini harus diperhitungkan sebesar 5% dari
beban D tanpa koefisien kejut, bekerja ke arah sumbu memanjang
jembatan dan berlaku untuk kedua jurusan lalu lintas. Gaya rem teresbut
dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik
tangpak setinggi 1,80 meter di atas permukaan lantai kendaraan.
3. Gaya Akibat Perbedaan Suhu
Peninjauan diadakan terhadap timbulnya tegangan-tegangan
struktural oleh karena adanya perubahan bentuk akibat perbedana suhu.
Perbedaan suhu ditetapkan sesuai dengan data perkembangan suhu
setempat.
Pada umumnya, perbedaan suhu tersebut dapat dihitung dengan
mengambil perbedaan suhu, untuk:
a. Bangunan baja
Perbedaan suhu maksimum dan minumum sebesar 30°C
Perbedaan suhu antara bagian-bagian jmbatan diambil sebesar 15°C
b. Bangunan beton
Perbedaan suhu maksimum dan minimum sebesar 15°C. perbedaan suhu
antara bagian-bagian jembatan < 10°C, tergantung dimensi penampang.
4. Gaya Rangkak dan Susut
Pengaruh rangkak dan susut antara bahan beton dan baja terhadap
struktur, apabila tidak ada ketentuan lain dapat dianggap senilai dengan
gaya yang timbul akibat turunnya suhu sebesar 15°C.
5. Gaya Akibat Gempa Bumi
Perlu diperhitungkan dalam perancangan jembatan yang dibangun
pada daerah-daerah yang terdapat kemungkinan adanya pengaruh
gempa. Pengaruh ini merupakan suatu gaya horisontal yang bekerja pada
titik berat struktur atau bagian struktur dalam arah yang paling kritis.
Gaya gempa ditentukan dengan rumus :
K = E.G.................................................................(2.11)
Dengan :
K = gaya horisontal akibat gempa
E = Koefisien gempa, yang tergantung pada jenis pondasi dan letak
geografis.
G = Muatan mati struktur/bagian struktur yang ditinjau.
6. Gaya Akibat Gesekan Pada Tumpuan-Tumpuan Bergerak
Jembatan harus pula ditinjau terhadap gaya yang timbul akibat
gesekan pada tumpuan-tumpuan bergerak, karena adanya pemuaian dan
penyusutan dari jembatan akibat perbedaan suhu atau akibat-akibat lain.
gaya gesek yang timbul hanya ditinjau akibat beban mati saja, sedang
besarnya ditentukan berdasarkan koefisien gesek pada tumpuan yang
bersangkutan dengan nilai sebagai berikut :
a. Tumpuan rol baja
- Dengan satu atau dua rol................................................0,01
- Dengan tiga atau lebih rol...............................................0,05
b. Tumpuan gesekan
- Antara baja dengan campuran tembaga keras dan baja.0,15
- Antara baja dengan baja atau besi tuang........................0,25
- Antara karet dengan baja atau beton...................0,15 – 0,18
Tumpuan-tumpuan khusus harus disesuaikan dengan persyaratna
spesifikasi dari pabrik material yang bersangkutan atau didasarkan atas
hasil percobaan dan mendapat persetujuan dari pihak yang berwenang.
C. Beban Khusus
1. Gaya Sentrifugal
Peninjauan ini hanya untuk struktur yang terletak pada daerah
tikungan. Konstruksi jembatan yang ada pada tikungan harus
diperhitungkan terhadap suatu gaya horisontal radial yang dianggap
bekerja pada tinggi 1,80 meter di atas lantai kendaraan.
2. Beban dan Gaya Selama Pelaksanaan
Gaya-gaya khusus yang mungkin timbul dalam masa pelaksanaan
pembangunan jembatan, harus ditinjau dan besarnya dihitung sesuai
dengan cara pelaksanaan pekerjaan yang digunakan.
B.2. Penyebaran Gaya
A. Beban Mati
1. Beban Mati Primer
Beban mati yang digunakan dalam perhitungan kekuatan gelagar-
gelagar (baik gelagar tengah maupun gelagar pinggir) adalah berat
sendiri pelat dan sistem lainnya yang dipikul langsung oleh masing-
masing gelagar tersebut.
2. Beban Mati Sekunder
Beban mati sekunder yaitu termasuk kerb, trotoir, tiang sandaran
dan lain-lain yang dipasang setelah pelat dicor dan dapat dianggap
terbagi rata di semua gelagar.
B. Beban Hidup
1. Beban T
Dalam menghitung kekuatan lantai akibat beban T dianggap bahwa
beban tersebut menyebar ke bawah dengan sudut 45° sampai ke tengah-
tengah tebal pelat lantai kendaraan.
2. Beban D
Dalam menghitung momen dan gaya lintang dianggap bahwa
gelagar-gelagar mempunyai jarak dan kekuatan yang sama atau hampir
sama, sehingga penyebaran beban D melalui lantai kendaraan ke gelagar-
gelagar harus dihitung dengan cara sebagai berikut :
Gelagar tengah
Beban hidup yang diterima oleh gelagar tengah adalah sebagai
berikut :
Beban merata ...............................................(2.12)
Beban garis ..................................................(2.13)
Dengan :
a = faktor distribusi
= 0.75, bila kekuatan gelagar melintag diperhitungkan
= 1.00, bila kekuatan gelagar melintang tidak diperhitungkan.
s = jarak gelagar yang berdekatan dalam meter, diukur dari sumbu
ke sumbu
Gelagar Pinggir
Beban hidup yang diterima oleh gelagar pinggir adalah beban hidup
tanpa memperhitungkan faktor distribusi (a=1.00). Akan tetapi
bagaimanapun juga gelagar pinggir harus direncanakan minimum sama
kuat dengan gelagar tengah. Dengan demikian beban hidup yang diterima
setiap gelagar pinggir adalah :
Beban merata ................................................................(2,14)
Beban garis ...................................................................(2,15)
Dengan :
s’ = lebar pengaruh beban hidup dalam meter
B.3. Kombinasi Pembebanan
Konstruksi jembatan beserta bagian-bagiannya harus ditinjau
terhadap kombinasi pembebanan dan gaya yang mungkin bekerja. Sesuai
dengan sifat-sifat serta kemungkinan pada setiap beban, tegangan yang
digunakan dalam pemeriksana kekuatan konstruksi yang bersangkutan
dinaikkan terhadap tegangan yang diijinkan sesuai dengan keadaan
elastis.
Tegangan yang digunakan dinyatakan dalam prosen terhadap
tegangan yang diijinkan sesuai kombinasi pembebanan dan gaya dapat
dilihat pada tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Kombinasi Pembebanan
Kombinasi pembebanan dan gaya Tegangan *)
I. M + (H + K) + Ta +Tu
II. M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm
III. Kombinasi I + Rm + Gg + A + SR + TM + S
IV. M + Gh + Tag + Gg + Tu
V. M + Pl
VI. M + (H + K) + Ta + S + Tg
100%
125%
140%
150%
130%
150%
*) tegangan yang digunakan terhadap tegangan ijin keadaan elastis
Dengan :
M = beban mati
(H + K) = beban hidup dengan faktor kejut
Ta = gaya tekanan tanah
Tu = gaya angkat
Ah = gaya akibat aliran dan hanyutan
A = beban angin
Gg = gaya gesek pada tumpuan bergerak
SR = gaya akibat susut dan rangkak
Tm = gaya akibat perubahan suhu
Rm = gaya akibat rem
S = gaya sentripugal
Gh = gaya horisontal ekuivalen akibat gempa bumi
Tag = gaya tekanan tanah akibat gempa bumi
Ahg = gaya akibat aliran dan hanyutan pada waktu gempa
Pl = gaya-gaya pada saat pelaksanaan
Tb = gaya tumbuk
B.4. Analisis dan Desain Balok Beton Bertulang
A. Kondisi Regangan Seimbang
Definisi regangan seimbang pada suatu penampang merupakan
suatu kondisi dimana tulangan tarik mencapai tegangan leleh yang
disyaratkan (fy) pada saat yang bersamaan beton mencapai regangan
batas sebesar 0,003.
Untuk menjamin bahwa pola keruntuhan secara daktail dapat
tercapai, maka diadakan batasan maksimum rasio tulangan sebesar 0,75
dari Pb.
Berikut ini diberikan harga Pb, Pmaks dan Pmin dari penampang
persegi.
Pb = ..............................................................................(2.16)
Pmaks = 0,75 Pb................................................................(2.17)
Pmin = .............................................................................(2.18)
dengan : P = rasio tulangan
Apabila jumlah batas tulangan tersebut dapat dipenuhi akan
memberikan jaminan bahwa keruntuhan daktail dapat berlangsung
dengan diawali melelehnya tulangan tarik dan keruntuhan getas dapat
dihindari.
Batas minimum penulangan tersebut diperlukan untuk lebih
menjamin struktur tidak hancur tiba-tiba seperti yang terjadi pada
struktur tanpa tulangan.
B. Balok Bertulangan Rangkap
Analisa balok bertulangan rangkap pada dasarnya sama dengan
balok bertulangan tunggal (tarik) hanya ada satu tambahan anggapan
yang penting yakni bahwa tegangan tulangan tekan f’s merupakan fungsi
dari regangnya tepat pada titik berat tulangan tekan.
Gambar 2.9. Diagram tegangan regangan balok bertulang rangkap
Untuk mempermudah dan memahami analisis penampang balok
bertulang rangkap, berikut diberikan langkah-langkah perhitungannya.
1. Anggap semua tulangan telah leleh, fs = f’s = fy dan As = As’
2. Hitung tinggi blok tekan a, dengan persamaan :
3. Tentukan letak garis netral c
4. Dengan menggunakan diagram tegangan regangan, periksa tulangan
tekan maupun tulangan tarik untuk membuktikan anggapan awal benar.
Dengan menganggap s > y yang berarti tulangan tarik telah leleh, akan
timbul salah satu dari dua kondisi berikut :
a. Kondisi I
’s > y, menunjukkan bahwa anggapan awal adalah benar dan tulangan
tekan telah leleh.
b. Kondisi II
’s < y yang berarti bahwa anggapan awal salah dan tulangan tekan
belum leleh.
Kondisi I
5. Hitung kapasitas momen teoritis Mn1 dan Mn2
Mn1 = As’.fy (d-d’)
Mn2 = As.fy (d-1/2 a)
Mn = Mn1 + Mn2
6. Mr = Mn
7. Periksalah syarat dektilitas
Paktual < 0,75 Pb
Kondisi II
5. Cari nilai C dari persamaan berikut :
(0,85 f’C.B.1) C2 + (600 As’ – As.fy) C – 600 As’.d’ = 0
6. Hitung tegangan pada tulangan tekan
7. Carilah nilai dari persamaan :
a = 1.c
8. Menghitung gaya tekan baik akibat tulangan tekan (Cs) maupun beton Cc
Cc = 0,85 f’c.b.a
Cs = As’.f’s
Kemudian diperiksa dengan menghitung gaya tarik T
T = As.Fy
T = Cc + Cs
9. Menghitung kuat momen tahanan ideal untuk masing-masing kopel:
Mn1 = Cc (d-1/2 a)
Mn2 = Cs (d – d’)
Mn = Mn1 + Mn2
10. Hitunglah momen rencana Mr
Mr = Mn
11. Pemeriksaan daktilitas
As – A’s < 0,75 As,b atau
P – P’ < 0,75 Pb
C. Balok T
Dalam merencanakan balok T, langkah awal disarankan untuk
menentukan apakah balok tersebut berperilaku sebagai balok T persegi
ataukah balok T murni. Apabila ditentukan sebagai balok T persegi, maka
prosedur perencanaan sama dengan perencanaan balok persegi
bertulangan tarik. Sedangkan balok T murni perencanaan dilakukan
dengan perkiraan diikuti dengan analisa.
Lebar efektif balok T diambil nilai terkecil dari :
dengan :
L = panjang bentang balok (mm)
bw = lebar badan balok (mm)
hf = tebal flens (mm)
d = jarak antara dua balok berdekatan dari sumbu ke sumbu (mm)
Gambar 2.10. Balok T sebagai sistem lantai
Adapun langkah-langkah perencanaan balok T :
1. Menghitung Mu
2. Tentukan tinggi efektif d
3. Tentukan lebar efektif be
4. Hitunglah momen rencana Mr
Mr = 0,85 f’c.b.hf (d-½ hf)
5. Apabila Mr > Mu, balok berperilaku sebagai balok T persegi dengan lebar
b.
Apabila Mr < Mu, balok berperilaku sebagai balok T murni.
6. Menghitung Kperlu
7. Dari tabel lampiran tentukan nilai P berdasarkan Kperlu
8. Menghitung Asperlu
Asperlu = P.b.d
9. Periksa daktual > dteoritis
10. Pemeriksaan daktilitas
Asmaks > Asaktual
Apabila sebagai balok T murni, langkah penyelesaian adalah sebagai
berikut :
6. Tentukan Z = d – ½ hf
7. Hitunglah As
8. Pilihlah tulangan tarik.
9. Tentukan tinggi efektif aktual daktual, dan lakukan analisis balok.
D. Kuat Geser Balok
Perencanaan geser untuk komponen struktur didasarkan anggapan
bahwa beton menahan sebagian gaya geser, sedangkan kelebihannya
dilimpahkan kepada tulangan geser.
Kemampuan beton menahan geser ditentukan dengan persamaan :
Vc = 1/6 Vf’c.bw.a................................................(2.19)
dengan :
f’c = mutu beton (MPa)
bw = lebar balok (mm)
d = tinggi efektif (mm)
Apabila gaya geser yang bekerja Vu lebih besar dari kapasitas geser
balok Vc, maka diperlukan tulangan geser. Apabila gaya geser yang
bekerja di sembarang tempat lebih besar dari ½ Vc, maka dipasang
tulangan geser minimum yang disyaratkan.
Pada Sk-SNI T-15-1991-03 pasal 3.4.1, dinyatakan bahwa dasar
perencanaan tulangan geser adalah :
Vu < Vc...............................................................(2.20)
dimana :
Vu = Vc + Vs........................................................(2.21)
sehingga :
Vu = Vc + Vs........................................................(2.22)
Dengan :
Vu = kuat geser rencana
Vc = kuat geser sumbangan beton
Vs = kuat geser sumbangan tulangan beser
Kuat geser nominal yang dapat disediakan tulangan geser Vs, dapat
dihitung dengan persamaan :
.............................................................................(2.23)
dengan :
Av = luas tulangan geser (mm2)
Fv = mutu baja tulangan geser (MPa)
S = jarak sengkang/tulang geser (mm)
B.5. Lendutan
Menurut Salman, CG (1991) lendutan maksimum akibat beban mati
dan beban hidup harus lebih kecil dari L, atau menurut persamaan :
f = L......................................................................(2.24)
Sedangkan lendutan yang terjadi dapat dicari dengan persamaan :
.............................................................................(2.25)
dengan :
f = lendutan maksimum (cm)
f’ = lendutan yang terjadi (cm)
B.6. Analisis dan Desain Balok Profil Baja
A. Tegangan Yang Diijinkan Untuk Beton
Berdasarkan standar spesifikasi untuk jembatan jalan raya tipe
balok gabungan, tegangan ygan diijinkan untuk lantai beton dengan
tulangan biasa dapat dilihat pada Tabel 2.2. Bahan untuk lantai beton
yang dipergunakan harus memenuhi 28 > 200 kg/cm2.
Tabel 2.2. Tegangan Yang Diijinkan Untuk Lantai Beton Dengan Tulangan
Biasa
No Macam TeganganTegangan Yang Diijinkan Pada
28 Hari 28 (kg/cm2)1. Tekan2. Tarik :
a. Karena bebanb. Tegangan permanen
(karena beban mati, susut rangkak, pratekan beton pada ujung-ujung balok)
c. Tegangan selama pelaksanaan termasuk tegangan karena pengubahan tegangan.
10
0
-5
3. Geser 104. Lekat 85. Tahanan dukung pada
pasak60
6. Tahanan dukung untuk batang melingkar
100
B. Tegangan Yang Diijinkan Untuk Balok Baja
Tegangan yang diijinkan untuk balok baja dan besi beton
disesuaikan dengan peraturan-peraturan yang ada di Indonesia.
C. Peningkatan Tegangan Yang Diijinkan Dalam Baja
Bila tegangan yang diijinkan ditingkatkan berhubung ditinjaunya
macam-macam beban sekunder atau beban khusus, maka peningkatan
tegangan yang diijinkan tidak boleh melebihi sebagian yang tertera dalam
Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Peningkatan Tegangan Yang Diijinkan Dalam Baja
No Keadaan PembebananUntuk Serat
Tepi Balok Baja Dalam Daerah
Kenaikan Dalam & Pada Balok GabunganMomen Positif
Momen Negatif
1 Tegangan selama pelaksanaan (sementara)
Tekanan
Tarikan
25
25
25
25
2 Tegangan karena beban utama, efek susut dan rangka pada beton
Tekanan
Tarikan
15
5
0
0
3 Tegangan karena beban utama, efek susust dan perbedaan temperatur antara beton dan balok baja
Tekanan
Tarikan
30
20
15
15
D. Keamanan Terhadap Leleh Balok Gabungan
Untuk keadaan yang paling tidak menguntungkan dari kombinasi 2
kali tegangan hidup termasuk kejut, 1,3 kali tegangan mati dan tegangan
karena rangkak beton dan pratekan tegangan pada serat-serat tepi dari
baja tidak boleh melampaui tegangan leleh baja dan tegangan karena
rangkak beton dan pratekan, tegangan leleh baja serat-serat tepi beton
tidak boleh melampaui 3/5 kali 28, dimana n sesuai dengan perbandingan
modulus elastisitas baja terhadap beton (dipakai 10). Atau dalam
persamaan :
2 (H + K) + 1,3 M + SR = 3/5 28
E. Lendutan
Balok gabungan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga
lendutan maksimum karena beban hidup (tidak termasuk kejut) tidak
melampaui 1/500 kali panjang bentang teoritis.
F. Momen Batas Pada Daerah Momen Positif
a. Kondisi I : Garis netral terletak di dalam plat beton.
Gambar 3.1. Diagram Regangan-Tegangan Balok Komposit Dengan Letak Garis Netral Pada Plat beton.
Persamaan umum :
Cc + Cr = T..........................................................(2.26)
dengan :
Cc = kuat tekan pada pelat beton
Cr = kuat tekan pada tulangan pelat beton
T = gaya tarik pada profil baja
Dimana :
Cc = 0,85 f’c.be.1.c............................................(2.27)
Cr = Ar.fsy...........................................................(2.28)
T = As.fy..............................................................(2.29)
f’c = mutu beton (MPa)
bE .......................................= lebar efektif pelat beton (mm)
1 = 0,85 untuk mutu beton f’c < 30 MPa
................= 0,85 – 0,008 (f’c – 30) untuk f’c 30 – 55 MPa
............................= 0,65 untuk mutu beton f’c > 55 MPa
c = letak garis netral
Ar = luas tulangan tekan pada pelat beton (mm2)
As = luas baja profil
Fsy............................= tegangan leleh tulangan tekan (MPa)
Fy = tegangan leleh baja profil (MPa)
Sehingga :
Cc = T - Cr
0,85.fc’ . bE. 1 . c = AS . fy – Ar . fsy...................................... (2.30)
Momen terhadap garis kerja c, menghasilkan
Mu = AS . fy (dS – 0,5 1 . c) – Ar . fsy {(0,5 1 . c) – p}(2.31)
Bila pengaruh dari tulangan plat diabaikan :
............................................................................(2.32)
Mu = AS . fy (dS – 0,5 1 . c)....................................(2.33)
b. Kondisi II : Garis netral terletak di laur plat beton
Strain Diagram Stress diagram
Gambar 3.2. Diagram Regangan-Tegangan Balok Komposit Dengan Letak Garis Netral Pada Baja
Persamaan Umum :
Cc = Gaya tekan pada plat beton
= ................................................0,85 . fC’ . bE . 1 . t (2.34)
Cr = Gaya tekan pada tulangan plat beton
= Ar . fsy
Untuk mempermudah perhitungan, pertama-tama seluruh profil
baja dianggap mengalami tarikan sehingga melelh. Kemudian untuk tetap
memenuhi syarat keseimbangan, maka sebagian luasan baja yang
sebenarnya mengalami tekanan dianggap tertekan sebesar dua kali
tegangan lelehnya.
T = AS . fy
CS = 2 . A’S . fy......................................................(2.35)
dengan :
A’S = Luasan baja yang mengalami tekanan
= ..................................................................................(2.36)
maka diambil :
1 = 1,00
Bila profil baja yang digunakan untuk penampang I dengan tebal
flens T, dan lebar flens B serta tebal bagian yang konstan W, maka
kejadian ini dapat dibagi menjadi dua bagian :
1. Garis netral pada saat hancur berada dalam flens atas dari profil :
(2.37)
Untuk :
(t + g) < c (t + g + T)
Momen terhadap garis kerja c dengan mengabaikan pengaruh tulangan.
Mu = T (dS – 0,5t) – CS (0,5 t + g + )........................(2.38)
Mu = AS . fy (ds – 0,5 t) – 2A’S . fy (0,5 t + g + 0,5 d’S)(2.39)
2. Garis netral pada saat hancur berada pada badan profil baja
c = t + g + T ().........................................................(2.40)
Untuk : A’S > B . T
Dimana :
r = jari-jari radius pada pertemuan badan dan profil (tabel profil)
Momen terhadap garis kerja c, dengan mengabaikan pengaruh tulangan
plat adalah :
Mu = [ AS . fy (ds – 0,5t) – 2B . T. f7 (0,5t + g + o,5T]
- [2fy (A’S – B.T – 0,4292 . r2) ]
- [ 0,4292 . r2 . 2fy (0,5t + g + T + 0,223r)](2.41)
G. Momen Batas Pada Daerah Momen Negatif
Garis Netral Jatuh Pada Balok
Pada kebanyakan balok komposit, garis netral jatuh pada badan di
daerah momen negatif. Untuk garis netral jatuh di luar balok, luas dari
tulangan plat (Ar) harus lebih besar daripada luasan balok baja (AS), hal ini
merupakana keadaan yang tidak diinginkan.
Untuk menyederhanakan penurunan rumusnya, diagram tegangan
dimodifikasi dengan menambahkan gaya yang sama tetapi berlawanan
arahnya di luasan balok yang menahan tekan.
Gambar 3.3. Diagram Regangan-Tegangan Balok Komposit Akibat Moment
Negatif
Ambil A’S = Luasan baja yang tertekan
Persamaan dari gaya-gaya yang bekerja :
C = AS . fy.............................................................(2.42)
T = 2 A’S . fy.........................................................(2.43)
TrO = Ar . fsy.........................................................(2.44)
Dari persamaan keseimbangna gaya memberikan :
C = T + Tr............................................................(2.45)
A’S = ...................................................................(2.46)
Tiga kedudukan garis netral harus dipertimbangkan (asumsi balok
komposit terdiri atas sayap atas dengan lebar B, dan tebal T, serta tebal
badan t)
a) Garis netral terletak pada badan
A’S = B . T + t (c– (T + g + t) ).....................................(2.47)
c = (T + g + t) + ...........................................(2.48)
b) Garis netral terletak pada sayap
A’S = B (c – (g + t) )......................................................(2.49)
c = (g + t) + .................................................................(2.50)
c) Garis netral antara plat dan sayap baja
A’S = 0
Jadi, AS . fy = Ar . fsy........................................................(2.51)
Dan letak garis netral dapat dicari dari diagram regangan.
Momen penulangan plat menjadi :
Mu = AS . fy (ds – c) 2 A’S . fy (t + g + dS’ – c).................(2.52)
Dimana :
dS’ = Jarak dari sayap atas balok baja ke pusat A’S
H. Lebar Efektif
Untuk menghitung sifat penampang efektif secara praktis, konsep
lebar efektif perlu diterapkan. Analisis lebar efektif melibatkan penerapan
teori elastisitas plat, dengan memakai balok menerus yang tak terhingga
panjangnya pada tumpuan yang berjarak sama dan sayap yang lebar tak
terhingga dengan tebal yang relatif kecil terhadap tinggi ekuifalen sama
seperti yang dipikul oleh sistem yang sesungguhnya.
Suatu sistem komposit dari balok baja dan plat beton dapat
dianggap sebagai serangkaian balok T bersayap lebar yang saling
berhubungan. Lebar sayap dari balok T inilah disebut lebar efektif. Untuk
menentukan lebar efektif dapat dibuat suatu rumusan pendekatan atas
dasar percobaan-percobaan dengan analisa teori.
Berdasarkan Standar Spesifikasi untuk Jembatan Jalan Raya Tipe
Balok Gabungan, lebar efektif sayap (bE) adalah harga terendah yang
dihitung dengan persamaan berikut :
Gambar 2.6. Lebar Efektif
bE < L / 4
bE < bo (untuk jaran antara balok yang sama)
bE < B + 16 tS
Diketahui :
L = Bentang profil baja
bo = Jarak as antara profil baja
B = Lebar sayap profil baja
bE = Lebar efektif
be = Setengah lebar efektif dikurangi lebar sayap profil baja
I. Alat Penghubung Geser
Gaya geser horisontal yang timbul antara plat beton dan balok baja
selama pembebanan harus ditahan agar penampang komposit bekerja
secara monolit walaupun lekatan yang timbul antara plat beton dan plat
baja mungkin cukup besar, lekatan ini tidak dapat diandalkan untuk
memberi interaksi yang diperlukan. Sebagai gantinya, alat penghubung
geser mekanis yang disambung ke puncak balok harus diberikan.
Alat penghubung geser harus cukup kaku untuk menghasilkan
interaksi penuh. Hal ini akan memerlukan pengaku yang sangat tegar.
Dalam konsep kekuatan batas, setiap alat penghubung geser pada
momen lentur batas akan memikul bagian yang sama besar dari gaya
tekan maksimum total yang timbul pada plat beton. Hal ini berarti alat
penghubung geser diperlukan untuk memindahkan gaya tekan yang
timbul pada plat beton di tengah bentang ke balok baja dalam jarak ½ L,
karena tidak ada gaya tekan yang timbul pada plat beton diujung bentang
yang momennya nol. Gaya tekan yang harus ditahan tersebut tidak dapat
lebih besar daripada gaya tekan yang dapat ditahan oleh beton, yaitu :
Cmax = 0,85 . fc’ . bE . tS ........................................(2.55)
atau jika gaya tarik batas di dasar plat lebih kecil dari Cmax, maka
Tmax = AS . fy.........................................................(2.54)
maka, jika suatu alat penyambung yang diberikan mempunyai kapasita
batas qult, jumlah total alat penghubugn geser yang diberikan (N) antara
titik-titik tempat terjadinya momen maksimum dan titik-titik tempat
terjadinya momen nol adalah :
............................................................................(2.55)
Dari kedua harga ini diambil yang paling kecil dengan pendekatan
kekuatan batas, jumlah total penghubung geser yang diperlukan tersebut
dibagi-bagikan sepanjang daerah antara titik momen maksimum dan
momen nol.
B.7. Pembagian Kelas Jembatan
Menurut standar Bina Marga, pengambilan kelas jembatan
berdasarkan pada kelas jalan yang akan dihubungkan dan juga
berdasarkan atas jumlah arus lalu lintas yang lewat pada jalur tersebut.
Disamping itu juga diperhatikan faktor kenaikan jumlah lalu lintas selama
umur pemakaian jalan.
Macam muatan kelas jalan :
Muatan jembatan kelas I
Muatan jembatan kelas II
Muatan jembatan kelas III
Disamping itu, salah satu kriteria dalam pembagian kelas jembatan
adalah menurut ukuran dari jembatan yang bersangkutan. Adapun
pembagian kelas jembatan menurut ukurannya disusun dalam tabel
berikut.
Tabel 2.2. Pembagian Kelas Jembatan Menurut Ukurannya
Lebar Lebar Lebar Muatan yang Jumlah
jalurLalu
lintas(m)
Trotoir(m)
Total(m)
Dipergunakan
balok utama(bh)
Type kompositKelas – I
7,00 m 2 x 1,00 m
9,92 m 100% muatan T
100% muatan DSpec No.
12/70
6
Type kompositKelas – II
6,00 m 2 x 0,50 m
7,92 m 70% muatan T
70% muatan D
Spec No. 12/70
5
Type kompositKelas – III
3,50 m 2 x 0,50 m
5,42 m 50% muatan T
50% muatan D
Spec No. 12/70
3
Muatan masing-masing kelas jembatan tersebut terdiri atas:
Kelas I, 100% muatan T dan 100% muatan D.
Kelas II, 70% muatan T dan 70% muatan D.
Kelas III, 505 muatan T dan 50% muatan D.
Dan lebar bidang kontak, antara roda dengan pelat lantai kendaraan
untuk masing-masing kelas adalah sebagai berikut:
Muatan kelas I : a1 = 30 cm, b1 = 12,5 cm, b2 = 50 cm
Muatan kelas II : a1 = 14 cm, b1 = 9 cm, b2 = 35 cm
Muatan kelas III : a1 = 10 cm, b1 = 6 cm, b2 = 25 cm
IV. PEMBAHASAN
Penulisan skripsi ini merupakan solusi alternatif dalam
menyelesaikan persoalan yang terjadi pada jembatan Sungai Belimbing
yakni terjadi lendutan yang berlebihan pada gelagar induknya. Solusi
alternatif yang ditawarkan penulis adalah penggantian gelagar induk
beton bertulang menjadi gelagar induk profil baja. Dengan demikian,
secara tidak langsung penulis mencoba untuk mengganti sistem pada
jembatan Sungai Belimbing yaitu dari sistem jembatan beton bertulang
(konvensional) menjadi jembatan sistem balok komposit.
Jembatan sistem komposit yang ditawarkan merupakan
perubahan/penggantian pada balok gelagarnya saja, sedangkan struktur
yang lain misalnya struktur bangunan bawah ataupun struktur pelat lantai
kendaraan dan struktur-struktur lain di atasnya dianggap tetap. Sehingga
dengan demikian pembebanan pada balok baja profil identik dengan
pembebanan pada sistem sebelumnya.
Asumsi lain yang digunakan adalah mutu beton, mutu baja dan
jumlah gelagar tetap seperti semula atau memakai data sebelumnya.
Sketsa potongan melintang dari jembatan sistem komposit yang
ditawarkan dapat dilihat pada gambar 4.1. di bawah ini :
Gambar 4.1 Sketsta potongan melintang jembatanA. Pembebanan Gelagar
a. Gelagar Tengah
a.1. Beton Mati
1) Beban mati merata q
Beban mati ditinjau per meter panjang gelagar memanjang
- Berat sendiri pelat lantai kendaraan = 875,00 kg/m
- Berat lapisan perkerasan (aspal) = 192,50 kg/m
- Berat genangan air hujan = 87,50 kg/m
- Berat kerb = 93,75 kg/m
- Berat trotoir = 308,00 kg/m
- Berat pipa sandaran = 15,52 kg/m
- Berat tiang sandaran = 118,50 kg/m
- Berat sendiri balok bajak profil(untuk pendekatan berat profil sesungguhnya diasumsikan 15 x L kg/m2) = 15 x 17 m = 255,00 kg/m
q = 1945,77 kg/m
- Berat lain-lain = 5% x q = 97,29 kg/m
qtotal = 2043,06 kg/m
2) Beban mati terpusat q
- Berat diafragma
(Asumsi dipakai profil WF 8 x 5 ¼) = q x s
= 25,3 x 1,75
= 44,275 kg
a.2. Beban Hidup
1) Beban hidup merata q
Beban hidup merata q sama dengan beban hidup pada gelagar tengah
kondisi awal, yaitu:
2) Beban hidup garis (P’)
Beban hidup garis P sama dengan beban hidup garis pada gelagar tengah
kondisi awal, yaitu:
Beban hidup dengan koefisien kejut Pk’ adalah :
Pk’ = 7636,364 x 1,299
= 9919,636 kg
b. Gelagar Pinggir
b.1. Beban Mati
1) Beban mati merata q
Beban mati merata ditinjau permeter panjang gelagar memanjang terdiri
atas:
- Berat sendiri pelat lantai kendaraan = 737,500 kg/m
- Berat perkerasan aspal = 41,250 kg/m
- Berat genangan air hujan = 73,750 kg/m
- Berat kerb = 93,750 kg/m
- Berat trotoir = 308,000 kg/m
- Berat pipa sandaran = 15,520 kg/m
- Berat tiang sandaran = 118,500 kg/m
- Berat sendiri balok bajak profil(untuk pendekatan berat profil sesungguhnya Diasumsikan 15 x L kg/m2) = 15 x 17 m = 255,000 kg/m
q = 1643,270 kg/m
- Berat lain-lain = 5% x q = 82,164 kg/m
qtotal = 1725,434 kg/m
2) Beban mati terpusat P
- Berat diafragma
(Asumsi memakai profil WF 8 x 5 ¼) = q x 0,5 s
= 25,3 x 0,5 (1,75)
= 22,139 kg
b.2. Beban Hidup
1) Beban hidup merata q
Beban hidup merata pada gelagar pinggir sama dengan beban hidup
merata gelagar pinggir pada kondisi awal yaitu:
2) Beban hidup garis P
Beban hidup garis sama dengan beban hidup garis pada gelagar pinggir
kondisi awal yaitu:
P = 1200 kg
K = 1,299
Beban hidup garis P’ tanpa koefisien kejut adalah :
Beban hidup garis dengan koefisien kejut Pk’ adalah:
Pk’ = 2945,455 x 1,299
= 3926,146 kg
Akan tetapi bagaimanapun juga gelagar pinggir harus direcanakan
minimum sama kuat dengan gelagar tengah. Maka, dalam perencanaan
didasarkan pada pembebanan gelagar tengah.
B. Dimensi Balok Induk
Perkiraan dimensi balok induk dapat dilakukan pendekatan dengan
menggunakan pembebanan dengan beban mati.
Diketahui :
Beban mati merata q = 2043,06 kg/m
Beban mati terpusat P = 44,275 kg
Sketsa balok induk dengan pola pembebanan tersebut dapat dilihat pada
gambar 4.2. berikut.
Gambar 4.2. Sketsa pembebanan balok induk
Reaksi Perletakan
RA = RB = 0,5 (q.L + 5.P)
= 0,5 ((2043,06 x 17) + (5 x 44,275))
= 17476,698 kg
Momen Lentur
Mx = RA.x – 0,5.q.x2 – P1.x – P2 (x-4,25)
Mmaks = d = 0
RA – q.x – P1 – P2 = 0
17476,698 0 2043,06x – 44,275 - 44,275 = 0
x = 8,5
Mmaks = 17476,698 x 8,5 – 0,5 x 2043,06 x 8,52 – 44,275 x 8,5 – 44,275 (8,5 –
4,25)
= 74181,884 kgm
= 7418188,4 kgcm
Modulus tampang Wx yang dibutuhkan balok profil adalah :
Dicoba profil WF 27 x 14 dengan data dan sketsa sebagai berikut :
A = 694 mm
B = 358 mm
t1 = 18,42 mm
t2 = 30,23 mm
h = 633,54 mm
As = 336,1 cm2
q = 263,4 kg/m
Ix = 280100 cm4
Wx = 8077 cm3
Gambar 4.3. Penampang profil rencana
Momen nominal Mn dari penampang profil adalah :
Sedangkan Momen rencana Mr yang dapat ditahan profil adalah :
C. Dimensi Diafragma
Diafragma direncakan memakai profil WF juga, yaitu profil WF 8
x 5¼. Dalam perencanaan diafragma digunakan beban angin yang
bekerja setinggi gelagar induk dengan besar V = 150 kg/m2. Panjang
bentang gelagar adalah s = 1,75 m. Sketsa diafragma dapat digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 4.4. Sketsta diafragma
Adapun data-data tentang profil WF 8 x 5¼ sebagai diafragma adalah
sebagai berikut :
A = 203 mm As = 32,3 cm2
B = 133 mm Ix = 234 cm4
t1 = 5,84 mm Wx = 231,1 cm3
t2 = 7,82 mm ix = 8,53 cm
q = 25,3 kg/m
Jarak diafragma Y = 4,25 m
q = 150 x 4,25
= 637, 5 kg/m
Gaya tekan akibat angin P = 0,5 (637,5 x 0,694)
= 221,213 kg
Nilai kelangsingan batang tekan λ adalah :
Dan nilai kelangsingan batas g adalah :
Dan perbandingan kelangsingan batang tekan dengan kelangsingan batas
s adalah :
Faktor tekuk untuk batang tekan sedang adalah :
Tegangan yang terjadi adalah :
D. Pemeriksaan Penampang Komposit
Oleh karena gelagar tengah lebih menentukan daripada gelagar
pinggir, maka pemeriksaan terhadap penampang komposit dilakukan
terhadap gelagar tengah. Sedangkan lebar efektif be tetap menggunakan
lebar efek sebelumnya yaitu be = 1,75 m.
Pembebanan Gelagar
a. Beban mati
1. Beban mati merata q
Beban mati ditinjau permeter panjang gelagar memanjang
- Berat sendiri pelat lantai kendaraan = 875,00 kg/m’
- Berat lapisan perkerasan aspal = 192,50 kg/m’
- Berat genangan air hujan = 87,50 kg/m’
- Berat kerb = 93,75 kg/m’
- Berat trotoir =308,00 kg/m
- Berat pipa sandaran = 15,52 kg/m
- Berat tiang sandaran =118,50 kg/m
- Berat sendiri balok baja profil = 263,4 kg/m
q = 1954,170 kg/m
- Berat lain-lain = 50% q = 97,709 kg/m +
qtotal = 2051,879 kg/m
2. Beban mati terpusat P
Berat diafragma = q x s
= 25,3 x 1,75
= 44,275 kg
b. Beban hidup
1. Beban hidup merata q
Beban hdiup merata q sama dengan beban hidup pada gelagar tengah
kondisi awal, yaitu:
2. Beban hidup garis P
Beban hidup garis P sama dengan beban hidup garis pada gelagar tengah
kondisi awal, yaitu:
Beban hidup dengan koefisen kejut Pk’ adalah :
Pk’ = 7636,364 x 1,299
= 9919,636 kg
E. Statistika Beban Primer
a. Statistika beban mati
Gambar 4.5. Pembebanan akibat beban mati
Reaksi perletakan
RA = RB = 0,5 ((2051,879 x 17) + (5 x 44,275))
= 17551,659 kg
Momen lentur
Momen maksimum terletak pada tengah bentang yaitu 8,5 m
Mmaks = RA.x – 0,5q.x2 - P1.x – P2 (x – 4,25)
= 17551,659 x 8,5 – 0,5 x 2051,879 x 8,52 – 44,275 x 8,5 –
44,275 x 4,25
= 74500,466 kgm
b. Statistika beban hidup
Gambar 4.6. Pembebanan akibat beban hidup
Reaksi perletakan
RA = RB = 0,5 ((1400 x 17) + (9919,636))
= 16859,818 kg
Momen lentur
Mmaks = RA.x – 0,5q.x2
= 16859,818 x 8,5 – 0,5 x 1400 x 8152
= 92732,453kgm
F. Statistika Beban Sekunder
a. Beban Angin (A)
1. Beban angin pada jembatan
h = hprofil + hpelat + htrotoir
= 0,694 + 0,20 + 0,25
= 1,144 m
Besar gaya akibat angin pada bidang jembatan adalah :
A1 = 50% x 150 x 1,144
= 85,80 kg/m
(dianggap bekerja merata sepanjang
gelagar memanjang)
2. Beban angin pada muatan hidup (kendaraan)
Beban angin pada kendaraan dapat dilukiskan sebagaimana dalam
gambar berikut:
Gambar 4.7. Sketsa beban angin pada jembatan
Besar gaya akibat angin pada kendaraan :
A2 = 1250 kg/m2 x 2m
= 300 kg/m
(dianggap sebagai beban merata yang bekerja
sepanjang gelagar memanjang)
q = q1+ q2
= 182,977 kg/m
Gambar 4.8. Sketsa beban angin
Reaksi perletakan
RA = RB = 0,5 (182,977 x 17)
= 1555,305 kg
Bidang Momen
Mmaks = x 182,977 x 172
= 661,044 kgm
b. Beban Akibat Perbedaan Suhu (Tm)
Diketahui :
Luas penampang balok profil As = 336,1 cm2
Perbedaan suhu maksimum-minimum bagian jembatan Δt = 15°C
Koefisien muai panjang = 12x10-6/°C
Modulus elastistias E = 2,1x106 kg/cm2
Besar gaya akibat perbedaan suhu Tm adalah :
Tm = E x x t x As
= 2,1x106 x 12x10-6 x 15 x 336,1
= 127045,800 kg
Gambar 4.9. Sketsa gaya akibat perbedaan suhu
Lengan momen pada pembebanan akibat perbedaan suhu adalah jarak
masing-masing sumbu kedua bahan yaitu balok profil dengan pelat lantai
kendaraan, yaitu:
h = 0,5 (hbalok + hpelat)
= 0,5 (20 + 69,4)
= 44,7 cm
Momen akibat perbedaan suhu MTm adalah :
MTm = Tm x h
= 127045,8 x 0,447 m
= 56789,473 kgm
c. Beban Akibat Pengaruh Susut dan Rangkak (SR)
Gaya dan momen akibat pengaruh susut dan rangkak disebabkan oleh
termasuk pengaruh temperatur. Oleh karena itu besar gaya dan momen
akibat susut dan rangkak disamakan dengan gaya dan momen akibat
perbedaan suhu.
SR = 127045,8 kg
MSR = 56789,473 kg
d. Beban Rem dan Traksi (Rm)
Pengaruh gaya rem dan traksi diperhitungkan sebesar 5% dari beban D
tanpa faktor kejut yang memenuhi semua jalur lalu lintas yang ada.
Rm = 50% ((1400 x 17) + (7636,364))
= 1571,818 kg
Bekerja setinggi 1,80 m di atas lantai kendaraan dan dianggap bekerja
sepanjang jalur lalu lintas yang ada.
MRM = Rm x e
= 1571,818 x 2,45
= 3850,954 kgm
Sketsa pembebanan rem dan traksi dapat dilihat kembali pada gambar
3.13 pada kondisi awal.
e. Beban Akibat Gempa Bumi (Gh)
Diketahui :
Beban mati merata q = 2051,879 x 17 = 34881,945 kg
Beban mati terpusat P = 44,275 x 5 = 221,375 +
QT = 35103,320 kg
Koefisien geser dasar C = 0,18 (lampiran)
Faktor keutamaan I = 1 (lampiran)
Faktor bahan S = 1 (lampiran)
Maka :
Gaya akibat gempat Gh adalah :
Gh = C.I.S.QT
= 0,18 x 1 x 1 x 35103,320
= 6318,598 kg
Lengan momen akibat gempa adalah segaris dengan sumbu balok profil.
Maka momen akibat gaya gempa MGh adalah :
MGh = Gh x 0,5 (hbalok)
= 6318,598 x 0,5 (0,694)
=2192,554 kgm
f. Gaya Akibat Gesek pada Tumpuan Bergerak (Gg)
Diketahui :
Koefisien gesek g = 0,05 (tumpuan dengan tiga atau lebih rol)
Maka, gaya gesek pada tumpuan bergerak adalah :
Gg = g x QT
= 0,05 x 35103,320
= 1755,166 kg
Sedangkan momennya adalah :
MGg= Gg x 0,5 (hbalok)
= 1755,166 x 0,5 (0,694)
= 609,043 kgm
G. Kombinasi Gaya Lintang dan Momen Lentur
Dalam perencanaan alternatif ini kombinasi gaya lintang dan
momen dilakukan dengan persamaan yang sama seperti pada
perencanaan awal yang berdasarkan pada Buku Pedoman Perencanaan
Pembebanan Jembatan Jalan Raya (PPPJJR 1987).
Hasil dari kombinasi momen tersebut adalah sebagai berikut :
Kombinasi I = 167233,919 kgm
Kombinasi II = 156238,799 kgm
Kombinasi III = 208487,790 kgm
Kombinasi IV = 51534,709 kgm
Sedangkan kombinasi gaya lintang diperoleh :
Kombinasi I = 3411,477 kg
Kombinasi II = 219962,984 kg
Kombinasi III = 209560,976 kg
Kombinasi IV = 17083,615 kg
Dari hasil kombinasi momen dan gaya lintang tersebut diperoleh
momen dan gaya lintang yang menentukan, berturut-turut adalah :
Momen diperoleh dari kombinasi III = 208487,790 kgm
Gaya lintang diperoleh dari kombinasi II = 219962,984 kg
H. Pemeriksaan Kapasitas Momen Penampang Komposit
Telah diketahui bahwa balok baja profil dan pelat lantai bekerja
sama membentuk sistem balok komposit. Balok komposit yang dimaksud
dianggap memiliki penampang balok T dengan lebar efektif bE. Skesta
penampang dan diagram gaya pada balok T tersebut dapat dilukiskan
berturut pada gambar 4.10 dan 4.11 berikut ini.
Gambar 4.10. Lebar efektif pada balok komposit
Gambar 4.11. Diagram tegangan-regangan penampang komposit
Lebar efektif penampang adalah nilai terkecil dari persamaan berikut :
(menentukan)
Jadi lebar efektif bE berpenampang seperti di atas adalah bE = 175 cm.
Gaya tekan pada pelat lantai kendaraan CC adalah :
CC = 0,85 x f’c x bE x t
= 0,85 x 20 x 1750 x 200
= 5950000 N
= 595000 kg
Gaya tekan pada tulangan tekan (tulangan pelat arah memanjang adalah
tulangan tekan pada sistem balok komposit dengan lebar efektif bE)
sebesar :
Cr = As’ x fy
Diketahui :
Tulangan memanjang pelat lantai dua lapis masing-masing =
12-100
As’ = 4071,6 mm2
Maka :
Cr = 40,716 x 2400
= 97718,4 kg
Gaya tarik pada baja profil T adalah :
T = As x fy
= 336,1 x 2400
= 806640 kg
Sehinga, luasan baja profil yang mengalami gaya tekan As’ adalah :
Letak garis netral c dapat ditentukan sebagai :
Gaya tekan pada baja profil Cs adalah :
Cs = 2 x As’ x fy
= 2 x 23,734 x 2400
= 113923,2 kg
Kontrol keseimbangan gaya :
T – Cc – Cr – Cs = 0
806640 – 595000 – 97718,4 – 113923,2 = 0
-1,6 = 0
-1,6 0................(OK)
Kapasitas momen nominal penampang komposit Mn adalah :
Sedangkan kapasitas momen rencana Mr penampang diperoleh :
Mr = Mn
= 0,8 Mn
= 27903802,70 kgcm
= 279038,028 kgm > 208487,79 kgcm
Mr > Mu (OK)
Dengan nilai momen rencana lebih besar daripada momen perlu (Mr >
Mu), maka penampang komposit mampu melawan beban yang bekerja.
I. Kontrol Kemampuan Profil
a. Pemeriksaan Penampang Profil
1.
2.
Oleh karena profil memenuhi dua persamana di atas, maka profil
merupakan penampang tidak berubah bentuk.
b. Kontrol Terhadap Tegangan Kip kip
Pada perletakan dianggap tidak ada pengaku samping, maka :
Tegangan di tengah bentang (akibat momen maksimum) maks adalah :
>
Maka diperlukan pengaku samping/penegar pada perletakan A dan B.
Kontrol ulang setelah pengaku samping terpasang
c1 = 1090,152
c2 = 1,323 x 106
Jadi, balok profil memerlukan sokongan lateral yang selanjutnya dipasang
dengan jarak 4,25 meter.
Diagram momen kombinasi yang memiliki pengaruh terbesar (kombinasi
III) dapat dilukiskan seperti pada gambar berikut:
Gambar 4.12. Diagram momen kombinasi III dengan sketsa penempatan sokongan lateral
Tinjau batang C – D
Dimana :
Oleh karena * negatif, maka * diambil 0, maka :
C3 = c2 = 0,63 E/
= 826,875
Karena 250 < c1 < c3, maka :
Momen di tengah bentang C – D (MF) adalah :
MF = 195131,083 kgm
Maka tegangan di tengah bentang tersebut cd adalah :
.......................................... >
(Tidak aman)
Antara tegangan di tengah bentang C – D dengan tegangan ijin kip
terdapat selisih sebesar :
Yang berarti bahwa penampang profil tidak mampu melawan gaya kip.
Akan tetapi profil tersebut tetap digunakan dengan asumsi selisih
tegangan disalurkan pada saat pelat lantai yang secara praktis berfungsi
juga sebagai sokongan lateral.
Sehingga penampang profil aman dari bahaya kip setelah dipasang
sokongan lateral walaupun pada setiap jarak 4,25 cm.
J. Pemeriksaan Lendutan
Lendutan ditinjau terhadap muatan sesungguhnya yang bekerja
pada penampang komposit. Panjang bentang L adalah jarak antara
momen-momen yang mempunyai nilai nol.
Lendutan maksimum yang diijinkan maks adalah :
Momen inersia Ix penampang komposit
Gambar 4.13. Penampang balok komposit
Titik berat gabungan sejajar sumbu Y adalah :
Momen inersia total Ix adalah :
Ix = Ix1 + Ix2
= 1009486,141 cm4
a. Lendutan akibat momen lentur
1) Akibat muatan mati
L = 17 m = 1700 cm
q = 2051,879 kg/m = 20,519 kg/cm
P = 5 x 44,275 kg = 221,375 kg
Ix = 1009486,141 cm4
E = 2,1 x 106 kg/cm2
2) Akibat muatan hidup
q = 1400 kg/m = 14 kg/cm
Pk = 9919,636 kg
b. Lendutan akibat gaya lintang
G = modulus geser
Lendutan akibat gaya lintang diperoleh menurut persamaan :
Oleh karena gaya yang bekerja dua macam yakni beban merata dan
beban terpusat, maka momen maksimum Mmaks juga terdiri dari dua
macam yaitu momen maksimum akibat beban merata dan momen
maksimum akibat beban terpusat.
1) Lendutan akibat beban mati
2) Lendutan akibat beban hidup
Lendutan total yaitu lendutan akibat momen lentur dan gaya lintang, baik
itu pengaruh beban mati maupun beban hidup, merata ataupun terpusat,
dapat diketahui, yaitu sebesar :
total = d1 + d2 + d3 + d4
= 1,063 + 1,197 + 0,079 + 0,098
= 2,437 cm < mak ..................................(OK)
K. Perencanaan Penghubung Geser (Shear Connector)
Sebagaimana diketahui bahwa balok komposit adalah balok
yang tersusun atas dua jenis bahan berbeda yang disatukan sedemikian
sehingga menjadi satu kesatuan yang monolit. Kekuatan dari dua buah
bahan tersebut tergantung dari kekuatan terhadap gaya geser yang
terjadi diantara kedua sisi bahan yang saling berhubungan yang mana
akibat beban akan terjadi lendutan pada masing-masing balok. Lendutan
ini akan berkurang kalau dua bahan yang disatukan tadi monolit, artinya
gaya geser ditahan oleh alat penyambung atau pemersatu kedua balok
yang disebut penyambung geser (shear connector).
Pada jembatan Sungai Belimbing, dengan perencanaan sistem
balok komposit ini direncanakan akan memakai penghubung geser (shear
connector) jenis stud berkepala.
Stud berkepala yang dimaksud dengan spesifikasi:
Diamter stud d = 1” = 25,4 mm
Tinggi stud H = 15 cm = 150 mm
Diperoleh perbandingan :
Untuk stud dengan > 4, maka kapasitas geser batas qult untuk satu buah
stud, adalah :
Dengan :
Maka :
Dari pemeriksaan penampang komposit diperoleh :
Gaya horisontal H (tekan)
- Gaya tekan pada beton Cc sebesar : Cc = 595000 kg
= 5950 kN
- Gaya tekan pada tulagn tekan sebesar : Cr = 97718,4 kg
= 977,184 kN
- Gaya tekan pada baja profil sebesar : Cs = 113923,2 kg
= 1139,232 kN
Gaya horisontal tekan total diperoleh :
Cc + Cr + Cs = 5950 + 977,184 + 1139,232
= 8066,416 kN
Gaya horisontal tarik pada baja profil sebesar :
T = 806640 kg
= 8066,4 kN < 8066,416 kN
Oleh karena gaya horisontal tarik lebih kecil daripada gaya horisontal
tekan, maka dalam menghitung jumlah penghubung geser dipakai gaya
horisontal tarik.
Jumlah total penghubung geser pada setengah bentang jembatan adalah :
Gaya geser antara pelat beton dan baja profil (Sr) adalah :
Diketahui :
Vu = Dmaks = 219962,984 kg
Q = bE x ts x (c – ts)
= 175 x 20 x (20,663 – 20)
= 2320,5 cm3
Ix = 1009486,141 cm4
Maka :
Jarak yang diperlukan antara penghubung gser Pr adalah :
Kontrol jumlah penghubung geser :
Panjang setengah bentang jembatan adalah 850 cm
Maka, jumlah penghubung geser adalah :
..........(OK)
Penempatan penghubung geser sesuai gambar berikut.
Gambar 4.14. Denah penempatan penghubung geser
L. Perencanaan Perletakan
a. Perletakan gelinding (rol)
Diketahui :
Gaya lintang yang menentukan adalah gaya lintang hasil kombinasi 1
yaitu sebesar :
Du = Dmaks = 48037,7 kg
= 480377 N
Maka, luas penampang bidang tumpuan At adalah :
Panjang rol L dibuat :
L = Bprofil + 5 cm
= 35,8 + 5 cm
= 40,8 cm
Lebar tumpuan b dibuat :
Tebal pelat duduk s adalah :
s1 = s = 6 cm
Diameter rol d4 adalah :
Diketahui :
= tegangan kontak
untuk Fe – 6 baja tempa adalah 9500 kg/cm2
Maka :
d5 diambil misalkan 2,5 cm
Maka :
d3 = d4 + 2 (d5)
= 10 + 2 (2,5)
= 15 cm
Gambar 4.1.5 Sketsa tumpuan rol
b. Perletakan engsel
h = ½ (s + s1 + d4)
= ½ (6 + 6 + 10)
= 11 cm
Dari tabel Muller-Breslau (lampiran) diperoleh :
Dengan :
Misalkan :
q = jumlah rusuk
= 2 buah
Maka :
Diameter engsel d1 adalah :
Gambar 4.16. Sketsa tumpuan engsel
M. Perencanaan Penegar (Stiffeners)
Diketahui bahwa pada perletakan balok profil memerlukan pengaku
samping (stiffereners) untuk menjamin balok profil mampu melawan gaya
lintang yang terjadi.
Gaya lintang yang menentukan adalah hasil kombinasi II yaitu sebesar ;
Dmaks = 219962,984 kg
Kapasitas profil melawan gaya lintang adalah sebesar :
Dengan :
c’ = panjang penyebaran gaya lintang
= lebar perletakan b
d’ = jarak dari bagian yang lurus pada badan profil sampai sisi luar
dari flens.
Gambar 4.17. Detail profil WF 27x14
Maka :
D = 1,842 (30 + 5,203) 1600
= 103750,282 kg < Dmaks
Gaya lintang sisa yang tidak bisa dilawan penampang adalah sebesar :
Dsisa = Dmaks – D
= 219962,984 – 103750,282
= 116212,702 kg
Maka, luas penampang penegar minimum yang diperlukan adalah :
Dicoba memakai penegar dengan lebar b = 30 cm
Maka, tebal pelat penegar adalah sebesar :
Pelat penegar tersebut dipasang pada kedua sisi badan profil, sehingga
masing-masing sisi badan profil mendapat penegar dengan lebar :
Gambar 4.18. Penampang profil dengan penegar
Pemeriksaan terhadap Tekuk
Kedua pelat penegar bersama flens dan badan profil bekerja
sama sebagai kolom. Lebar pelat badan yang dianggap bekerja sama
dengan penegar adalah sama dengan lebar perletakan yaitu sebesar 30
cm, seperti yang ditunjukkan potongan A-A pada gambar di atas. Maka
momen inersia penampang profil sekarang menjadi : (dengan
mengabaikan flens di luar penegar).
Luas penampang A1’ sekarang menjadi :
Dan jari-jari inersia arah sumbu x ix menjadi :
Panjang tekuk Lk adalah sama dengan h profil yaitu :
Lk = A – 2 (t2)
= 69,4 – 2 (3,023)
= 63,354 cm
Angka kelangsingan penampang tersebut sebagai kolom adalah :
Perbandingan kelangsingan kolom (penampang) terhadap kelangsingan
batas adalah :
Jadi, penampang adalah aman terhadap tekuk.
Dengan demikian kapasitas dukung penampang sebagai lomok dapat
diketahui, yaitu :
.........(OK)
Jadi, penampang mampu melawan gaya lintang setelah dipasang penegar
samping pada kedua sisinya.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil analisa dan pembahasan di atas, dapat diambil
beberapa kesimpulan, antara lain :
a. Pada struktur jembatan sistem konvensional (kondisi awal)
1. Dimensi/ukuran diafragma b x h = 500 x 600 mm2, adalah terlalu besar
dan tidak sesuai dengan beban yang akan diterima. Sehingga
perencanaan diafragma tidak ekonomis (boros).
- Ukuran balok induk beton (Gelagar memanjang) dengan dimensi b x h =
450 x 1100 mm2, adalah terlalu kecil. Balok induk tersebut memang
mampu melawan momen akibat beban yang bekerja akan tetapi oleh
karena ukuran terlalu kecil, maka inersianya pun kecil sehingga
menyebabkan lendutan yang terlalu besar.
b. Pada struktur sistem komposit (alternatif)
1. Diafragma direncanakan dengan profil WF 8x5¼ dengan data-data
sebagai berikut :
A = 203 mm
B = 133 mm
t1 = 5,84 mm
t2 = 7,82 mm
Profil tersebut mampu melawan beban yang bekerja dan relatif ekonomis.
2. Gelagar induk direncanakan menggunakan profil WF 27x14 dengan data-
data sebagai berikut :
A = 694 mm
B = 358 mm
t1 = 18,42 mm
t2 = 30,23 mm
Kapasitas momen rencana penampang komposit Mr = 279038,028 kgm,
sedangkan momen batas yang dibutuhkan Mu = 208487,79 kg (Mr > Mu).
Maka, penampang komposit mampu melawan beban yang bekerja.
3. Lendutan yang terjadi lebih kecil dari lendutan maksimum yang
disyaratkan. Lendutan maksimum yang disyaratkan sebesar :
Sedangkan lendutan total yang terjadi adalah :
= 1 + 2 + 3 + 4
= 1,063 + 1,197 + 0,079 + 0,098
= 2,437 cm < maks
Jadi, secara teoritis perencanaan alternatif jembatan Belimbing dengan
sistem komposit adalah aman dan memenuhi kriteria-kriteria yang
disyaratkan.
B. Saran
Dalam merencanakan bangunan sipil pada umumnya dan
bangunan jembatan khususnya, hendaknya dilakukan berdasarkan
standar dan atau spesifikasi yang telah disyaratkan. Sehingga, dengan
demikian perencanaan tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara
teoritis maupun praktek.
Perencanaan yang menyimpang dari standar yang telah
disyaratkan dapat digunakan apabila secara matematis atau teoritis
mendekati keadaan sebenarnya di lapangan dan itupun harus dilakukan
pengujian laboratorium terlebih dahulu dan mendapat persetujuan dari
pengawas ahli