bangunan atas gelagar induk beton bertulang

99
BANGUNAN ATAS GELAGAR INDUK BETON BERTULANG MENJADI GELAGAR INDUK BAJA PROFIL PADA JEMBATAN SUNGAI BELIMBING BENTANG 17 M DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR

Upload: alifira

Post on 17-Jan-2016

29 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Gelagar Induk Beton

TRANSCRIPT

Page 1: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

BANGUNAN ATAS GELAGAR INDUK BETON BERTULANGMENJADI GELAGAR INDUK BAJA PROFIL PADA

JEMBATAN SUNGAI BELIMBINGBENTANG 17 M DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR

      

Page 2: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

I.        PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya taraf hidup yang ditunjang oleh

pesatnya perkembangan ekonomi dan teknologi, tuntutan sarana

transportasi terus meningkat baik segi kualitas maupun kuantitas. Hal

tersebut berkaitan dengan meningkatnya mobilitas manusia dan barang

yang dituntut cepat, aman dan nyaman.

Jembatan jalan raya adalah merupakan suatu konstruksi yang

dibangun guna menghubungkan jalan yang terputus akibat adanya

sesuatu penghalang yang terletak lebih rendah dari jembatan tersebut.

Penghalang dapat berupa sungai, selat, danau, rawa-rawa, lembah, jalan,

saluran irigasi dan lain sebagainya. Sehingga dengan dibangunnya

jembatan akan memperlancar arus lalu lintas dan penopang

berkembangnya daerah setelah jembatan tersebut.

Prasarana perhubungan khususnya jembatan mempunyai arti

penting bagi suatu negara. Jembatan memegang kedudukan dan peranan

dalam berbagai bidang, antara lain bidang ekonomi, sosial, politik,

hankam dan budaya. Oleh karena itu, keadaan jembatan merupakan

salah satu barometer bagi kemajuan ekonomi suatu negara.

Mengingat akan fungsi, serta kebutuhan prasarana perhubungan

darat yang lebih baik dan lancar, maka pemerintah melalui Dinas

Pekerjaan Umum Tingkat I Nusa Tenggara Barat menganggap perlu untuk

membangun jembatan Sungai Belimbing yang terletak di perbatasan desa

Rempung – Anjani Kabupaten Lombok Timur.

Page 3: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Adapun perencanaan jembatan Sungai Belimbing dilakukan dengan

menggunakan sistem balok komposit yakni dengan penggabungan balok

profil baja dengan pelat beton bertulang.

Mengacu pada kondisi tersebut, maka pada skripsi ini dilakukan

suatu perencanaan bangunan atas dengan sistem balok komposit dan

tetap menggunakan kondisi pembebanan dan kelasifikasi yang berlaku di

Indonesia. Adapun judul dari kajian pada skripsi ini adalah “Pengaruh pola

pembebanan dan dimensi gelagar induk terhadap defleksi pada jembatan

sungai belimbing di perbatasan desa Rempung-Anjani dengan panjang

bentang 17 m”

B.     Maksud dan Tujuan

Penyusunan skripsi ini diilhami oleh fenomena di lapangan bahwa

pada jembatan sungai Belimbing di desa Rempung-Anjani terjadi lendutan

berlebihan pada gelagar induknya, sehingga struktur di atasnyapun

mengalami penurunan yang signifikan.

Berdasarkan kenyataan tersebut d iatas, skripsi ini disusun dengan

maksud dan tujuan antara lain :

1.      Memperoleh suatu struktur yang lebih kaku dan lebih kuat dari pada

balok dan pelat yang sama tetapi tidak bekerja sebagai struktur komposit.

2.      Memeriksa dan mengadakan suatu evaluasi terhadap perancangan teknis

dari jembatan Belimbing.

3.      Untuk dijadikan acuan atau referensi dalam perancangan dan analisa

terhadap pembangunan jembatan jalan raya dengan struktur komposit di

masa yang akan datang.

Page 4: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

C.    Lingkup Bahasan

Sesuai dengan uraian di atas, maka perencanaan dititikberatkan

pada analisis bangunan atas komposit dengan balok sederhana

berdasarkan kriteria Bina Marga, yang meliputi:

1.      Perhitungan lantai kendaraan dan trotoir.

2.      Perhitungan perencanaan gelagar induk dengan menggunakan sistem

balok konvensional/balok beton (kondisi awal).

3.      Perhitungan gelagar induk dengan menggunakan sistem balok komposit

(alternatif).

D.    Sistematika Penyusunan

Mengenai sistematika penyusunan skripsi ini adalah :

BAB I : Pendahuluan

Terdiri dari : latar belakang, maksud dan tujuan, lingkup bahasan dan

sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Meliputi : umum, dasar-dasar perencanaan, analisis pembebanan, gelagar

BAB III : Perhitungan Konstruksi

Berisi antara lain perhitungan konstruksi kondisi awal dan perhitungan

konstruksi alternatif

BAB IV : Pembahasan

BAB V : Penutup

Terdiri atas kesimpulan dan saran-saran.

Page 5: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang
Page 6: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

II. LANDASAN TEORI

A.    Umum

A.1. Balok Sederhana

Balok yang digunakan untuk mentransfer beban vertikal, dengan

elemen struktur horisontal diletakkan sederhana di atas dua elemen

sturktur vertikal merupakan struktur dasar yang digunakan arsitek sejak

dulu. Pada sistem tersebut, secara sederahana balok digunakan sebagai

elemen penting dalam struktur. Meskipun dianggap sederhana dalam hal

sturktur, balok mempunyai karakteristik internal yang lebih rumit dalam

meikul beban dibandingkan dengan jenis elemen sturktur lainnya.

Galileo Galilei telah mengemukakan teori kekuatan bahan dengan

memecahkan masalah lentur secara sistematis. Masalah lentur yang

dimaksud adalha studi mengenai tegangan dan deformasi yang timbul

pada elemen yang mengalami aksi gaya yang umumnya tegak lurus pada

sumbu elemen, sehingga salahs satu tepi serat mengalami perpanjangan

dan tepi serat lainnya mengalami perpendekan. Dar konsep tersebut

maka dapat diambil suatu prinsip umum balok sederhana yang antara lain

:

a.      Tegangan dan Deformasi Pada Penampang Melintang

Setiap penampang melintang balok, aksi dari beban menimbulkan

pola deformasi yang menyebabkan adanya serat balok yang memanjang

dan ada yang memendek. Deformasi itu berubah secar alinier atau hampir

linier dair perpanjangan maksimum ke perpendekan maksimum yang

keduanya terletak pada serat-serat tepi. Dengan demikian, ada serat di

Page 7: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

daerah tengah balok yang tidak terjadi perpanjangan maupun

perpendekan, daerah tersebut dinamakan sumbu netral.

Besarnya tegangan yang timbul pada balok akibat beban

mempunyai hubungan dengan deformasi. Bila balok tersebut terbuat dari

material elastis linier, maka tegangan yang timbul akibat lentur akan

berbanding langsung dengan deformasi yang ada. DengAn demikian pada

balok tersebut, tegangan akibat beban akan maksimum pada serat terluar

balok dan mengecil secara linier menuju nol pada sumbu netral.

b.      Distribusi Gaya Pada Balok

Prinsip dasar untuk mencari distribusi gaya geser dan momen

adalha keseimbangan bagian balok yang ditinjau, antara gaya geser

eksternal (VE) dengan gaya geser internal (VR) dan momen eksternal (ME)

dengan momen internal (MR). Jadi distribusi momen dan geser dapat

diperoleh dengan meninjau keseimbangan bagian-bagian yang berbeda

pada struktur dan menghitung momen serta geser untuk setiap potongan

tersebut.

c.       Tegangan Lentur

Besar tegangan lentur (b) yang ada pada suatu titik bergantung

pada momen eksternal (M) pada penampang. Besar b juga sebanding

dengan jarak (y) lokasi titik yang ditinjau ke sumbu netral balok.

Tegangan lentur (b) berbanding terbalik dengan besaran momen inersia

(I) yang bergantung pada ukuran dan bentuk balok itu sendiri. Apabila

ukuran balok bertambah, maka tegangan pada suatu titik dari balok akan

berkurang untuk suatu harga I.

Page 8: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Karena tegangan lentur (b) berbanding langsung dengan momen

(M) dan berbanding langsung dengan parameter lokasi (y) serta

berbanding terbalik dengan besaran I, maka tegangan tersebut dapat

ditulis sebagai :

..........................................................................(2.1)

d.      Tegangan Geser

Gaya resultan dari tegangan geser balok yaitu gaya geser internal

(VR), sama besar tetapi berlawanan arah dengan gaya geser eksternal

(VE). Agar keseimbangan horisontal terpenuhi, maka tegangan lentur pada

muka kiri penampang yang mempunyai resultan ke kiri harus diimbangi

oleh suatu gaya internal yang berlawanan arah (ke kanan).

Dengan demikian tegangan geser horisontal dapat dirumuskan

sebagai berikut :

..........................................................................(2.2)

dengan :

fh = Tegangan geser horisontal

V = Gaya geser vertikal pada penampang

Q = Statis momen terhadap sumbu netral

I = Momen inersia penampang melintang

b = lebar dimana lapisan horisotnal balok ditinjau.

Page 9: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

A.2. Balok Komposit

Salah satu aplikasi umum terjadinya aksi komposit antara dua

material pada struktur adalah antara balok baja dan plat beton di bagia

natasnya. Berbagai tipe dari balok baja dapat bekerja secara komposit

dengan plat beton. Aksi tersebut antara lain didapat dengan menyelimuti

keseluruhan baja itu dengan beton. Dengan menyelimuti hanya sebagian

kecil dari baja, setiap sayap dari profil, atau dengan menyelimuti

penghubung antara baja dan beton untuk menyediakan transfer geser

antara kedau bahan tersebut seperti yang umum dilakukan.

Studi awal untuk menyelidiki aksi komposit antara baja dengan

beton mulai dilakukan oleh Mc. Kay, 1923. Dijelaskan bahwa untuk balok

yang diselimuti ikatan tergantung pada interaksi antara baja dengan

beton. Seorang peneliti lain Viest, 1960, pada laporan hasil penelitiannya

mencatat bahwa faktor pening pada aksi komposit adalah ikatan antara

beton dan baja. Sejak seorang perencana mulai meletakkan plat beton di

atas balok baja, ia harus mulai mempelajari perilaku dari penghubung

geser (shear connector). Penghubung geser ini dibutuhkan untuk

menghasilkan interaksi antara plat beton dengan profil baja.

a.      Aksi Komposit

Pada pengembangan konsep dari kekakuan komposit, mula-mula

dipertimbangkan balok non komposit (Gambar 2.1). Jika gesekan antara

plat beton dan balok baja diabaikan, balok dan plat masing-masing

menahan sebagian beban. Ketika plat berubah bentuk karena beban-

beban vertikal, permukaan yang bawah mengalami tarik dan bertambah

panjang, sedangkan permukana yang atas mengalami tekanan yang

Page 10: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

memendek. Karena gesekan diabaikan maka hanya gaya dalam vertikal

yang bekerja antara plat dan balok.

Gambar 2.1. Defleksi Balok dan Komposit

Ketika sistem berlaku seperti komposit (Gambar 2.2), tidak ada

gelincir yang terjadi antar aplat dan balok. Gaya geser ke arah horisontal

mulai dikembangkan ketika bekerja di permukaan bawah menekan dan

memendeknya dan bila bekerja di permukaan atas memanjangkannya.

Gambar 2.2. Defleksi Balok Komposit

Dengan suatu penggambaran dari distribusi regangan yang terjadi

ketika tidak ada interaksi antara plat beton dengan balok baja (Gambar

2.3), dapat dilihat bahwa momen yang dapat ditahan sama dengan :

M = Mplat + Mbalok ...............................................(2.3)

Gambar 2.3. Distribusi Regangan Tanpa Interaksi

B.     Dasar-Dasar Perancangan

B.1. Pembebanan

Macam pembebanan yang bekerja pada struktur jembatan

merupakan unsur penting dalam perencanaan jematan jalan raya, jalan

rel maupn jenis jembatan lainnya. Untuk jembatan jalan raya, acuan yang

digunakan untuk menghitung beban yang bekerja adalah berdasarkan

Pedoman Peraturan Pembebanan Jembatan Jalan Raya tahun 1987

(PDPJJR, 1987) serta klasifikasi jalan yang masuk ke dalam jembatan

tersebut. Adapun macam bebas yang perlu dihitung untuk jembatan

adalah seperti yang diuraikan berikut ini :

A. Beban Primer

Page 11: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Beban primer adalah beban yang merupakan beban utama dalam

perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan.

Page 12: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

1. Beban Mati

Merupakan beban yang berasal dari berat struktur yang harus

diperkirakan terlebih dahulu, bersama dengan seluruh peralatan atau

bangunan lainnya yang bersifat permanen.

Beban mati dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

a. Beban Lantai Kendaraan

Untuk jembatan jalan raya beban lantai kendaraan terdiri atas :

aspal, air hujan, berat kerb. Trotoar, tiang sandaran, aspal perkerasan

pada trotoar, besi siku pada tepi trotoar, dan sebagainya.

b. Beban Struktur Utama

Beban yang merupakan struktur utama dari jembatan, seperti

gelagar jembatan, rangka utama, tambatan angin, alat penyambung, dll.

2. Beban Hidup

Beban hidup adalah semua beban yang berasal dari berat

kendaraan-kendaraan yang bergerak/lalu lintas dan atau berat orang-

orang yang berjalan yang dianggap bekerja pada struktur jembatan.

Beban hidup dapat dikategorikan menjadi beberapa macam, antara

lain :

a.       Beban T

Yaitu merupakan beban terpusat, yang digunakan untuk

menghitung kekuatan lantai kendaraan atau sistem lantai kendaraan.

Page 13: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Beban T merupakan beban yang berupa kendaraan truk yang mempunyai

beban roda ganda (dual wheel load) sebesar 10 ton dan dianggap akan

menyebar ke bawah dengan sudut 45° memanjang pelat lantai

kendaraan. Susunan dan kedudukan beban T adalah seperti gambar di

bawah ini.

Gambar 2.6. Susunan dan Kedudukan Beban T

Dengan :

a1 = a2 = 30 cm

b1 = 12,50 cm

b2 = 50,00 cm

Ms = muatan rencana sumbu = 20 ton

b.      Beban D

Yaitu merupakan beban yang diperlukan dalam perhitungan

kekuatan gelagar-gelagar, baik gelagar memanjang maupun gelagar

melintang. Adapun jalur lalu lintas jembatan jalan raya mempunyai lebar

minimum sebesar 2,75 meter dan lebar maksimum 3,75 meter.

Beban D atau disebut juga beban jalur adalah susunan beban pada

setiap jalur lalu lintas yang terdiri atas beban terbagi rata sebesar “q” ton

per meter panjang per jalur, dan beban garis “p” ton per jalur lalu lintas

tersebut.

Beban D tersebut adalah sebagaimana gambar berikut:

Gambar 2.7. Sketsa beban D

Besar muatan terbagi rata q ditentukan sebagai berikut:

q = 2,2 t/m’, untuk L < 30 cm..........................................(2.5)

q = 2,2 t/m’ - (L – 30) t/m’, untuk 30 < L < 60 m...........(2.6)

Page 14: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

q = 1,1 (L + ) t/m’, untuk L > 60 m.................................(2.7)

dengan :

L = panjang bentang jembatan dalam meter

t/m’ = ton per meter panjang, per jalur

Dalam penggunaan muatan D tersebut pada jembatan berlaku

ketentuan bahwa, apabila jembatan mempunyai lebar lantai kendaraan

lebih dari 5,5 m muatan D sepenuhnya hanya berlaku padal ebar jalur 5,5

m, sedangkan lebar selebihnya dibebani 50% dari muatan D tersebut

(lihat gambar 2.8). Muatan D tersebut harus diletakkan sedemikian rupa

sehingga menghasilkan pengaruh yang terbesar.

Gambar 2.8. Ketentuan penggunaan beban D

Jadi, beban D per meter lebar jembatan menjadi sebagai berikut :

Beban terbagi rata ..........................................................(2.8)

Beban garis .....................................................................(2.9)

Angka pembagi 2,75 meter di atas selalu tetap dan tidak tergantung

pada lebar jalur lalu lintas.

Beban D tersebut harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga

menghasilkan pengaruh maksimum dengan pedoman sebagai berikut:

Dalam menghitung momen-momen maksimum akibat beban hidup

(beban terbagi rata q dan beban garis p) pada gelagar menerus di atas

beberapa perletakan digunakan ketentuan-ketentuan berikut ini:

Satu beban garis untuk momen positif yang menghasilkan pengaruh

maksimum.

Dua beban garis untuk momen negatif yang menghasilkan pengaruh

maksimum.

Page 15: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Dalam menghitung momen maksimum positif akibat beban hidup

(beban terbagi rata q dan beban garis p) pada gelagar di atas dua

perletakan digunakan beban terbagi rata q sepanjang bentang gelagar

dan satu beban garis p.

Dalam menghitung reaksi perletakan pada pangkal jembatan dan

pilar perlu diperhatikan jumlah jalur lalu lintas.

3. Beban Kejut

Muatan ini diperhitungkan untuk pengaruh-pengaruh akibat

getaran-getaran dan pengaruh-pengaruh dinamis lainnya. Tegangan-

tegangan akibat beban garis P harus dikalikan dengan koefisien kejut

yang akan memberikan hasil maksimum, sedangkan beban merata q dan

beban T tidak dikalikan dengan koefisien kejut.

Adapun koefisien kejut dirumuskan sebagai berikut :

...........................................................(2.10)

dengan :

K = koefisien kejut

L = panjang bentang

4. Gaya Akibat Tekanan Tanah

Bagian bangunan jembatan yang menahan tanah harus

direncanakan dapat menahan tekanan tanah sesuai ketentuan-ketentuan

dan rumus-rumus yang ada.

Page 16: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

B. Beban Sekunder

1. Beban Angin

Pengaruh muatan angin sebesar 150 kg/m pada jembatan ditinjau

berdasarkan bekerjanya muatan angin horisontal terbagi rata pada bidang

vertikal jembatan dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan.

Jumlah luas bidang vertikal bangunan atas jembatan yang dianggap

terkena angin ditetapkan sebesar suatu prosentase tertentu terhadap luas

bagian-bagian sisi jembatan dan luas bidang vertikal muatan hidup.

Bidang vertikal muatan hidup ditetapkan sebagai suatu permukaan

bidang vertikal yang mempunyai tinggi menerus sebesar 2 m di atas

lantai kendaraan. Dalam menghitung luas bagian-bagian sisi jembatan

yang terkena angin dapat digunakan ketentuan sebagai berikut:

a.       Kendaraan Tanpa Muatan Hidup

Untuk jembatan gelagar penuh diambil sebesar 100% luas bidang sisi

jembatan yang langsung terkena angin, ditambah 50% luas bidang sisi

lainnya.

b.      Keadaan dengan muatan hidup

Untuk jembatan diambil sebesar 30% luas bidang menurut (a), untuk

beban hidup diambil sebesar 100% luas bidang sisi yang langsung terkena

angin.

2. Gaya Rem dan Traksi

Page 17: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Pengaruh gaya-gaya dalam arah memanjagn jembatan akibat gaya

rem harus ditinjau. Pengaruh ini harus diperhitungkan sebesar 5% dari

beban D tanpa koefisien kejut, bekerja ke arah sumbu memanjang

jembatan dan berlaku untuk kedua jurusan lalu lintas. Gaya rem teresbut

dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik

tangpak setinggi 1,80 meter di atas permukaan lantai kendaraan.

3. Gaya Akibat Perbedaan Suhu

Peninjauan diadakan terhadap timbulnya tegangan-tegangan

struktural oleh karena adanya perubahan bentuk akibat perbedana suhu.

Perbedaan suhu ditetapkan sesuai dengan data perkembangan suhu

setempat.

Pada umumnya, perbedaan suhu tersebut dapat dihitung dengan

mengambil perbedaan suhu, untuk:

a.       Bangunan baja

Perbedaan suhu maksimum dan minumum sebesar 30°C

Perbedaan suhu antara bagian-bagian jmbatan diambil sebesar 15°C

b.      Bangunan beton

Perbedaan suhu maksimum dan minimum sebesar 15°C. perbedaan suhu

antara bagian-bagian jembatan < 10°C, tergantung dimensi penampang.

4. Gaya Rangkak dan Susut

Pengaruh rangkak dan susut antara bahan beton dan baja terhadap

struktur, apabila tidak ada ketentuan lain dapat dianggap senilai dengan

gaya yang timbul akibat turunnya suhu sebesar 15°C.

Page 18: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

5. Gaya Akibat Gempa Bumi

Perlu diperhitungkan dalam perancangan jembatan yang dibangun

pada daerah-daerah yang terdapat kemungkinan adanya pengaruh

gempa. Pengaruh ini merupakan suatu gaya horisontal yang bekerja pada

titik berat struktur atau bagian struktur dalam arah yang paling kritis.

Gaya gempa ditentukan dengan rumus :

K = E.G.................................................................(2.11)

Dengan :

K = gaya horisontal akibat gempa

E = Koefisien gempa, yang tergantung pada jenis pondasi dan letak

geografis.

G = Muatan mati struktur/bagian struktur yang ditinjau.

6. Gaya Akibat Gesekan Pada Tumpuan-Tumpuan Bergerak

Jembatan harus pula ditinjau terhadap gaya yang timbul akibat

gesekan pada tumpuan-tumpuan bergerak, karena adanya pemuaian dan

penyusutan dari jembatan akibat perbedaan suhu atau akibat-akibat lain.

gaya gesek yang timbul hanya ditinjau akibat beban mati saja, sedang

besarnya ditentukan berdasarkan koefisien gesek pada tumpuan yang

bersangkutan dengan nilai sebagai berikut :

a.       Tumpuan rol baja

-          Dengan satu atau dua rol................................................0,01

-          Dengan tiga atau lebih rol...............................................0,05

b.      Tumpuan gesekan

Page 19: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

-          Antara baja dengan campuran tembaga keras dan baja.0,15

-          Antara baja dengan baja atau besi tuang........................0,25

-          Antara karet dengan baja atau beton...................0,15 – 0,18

Tumpuan-tumpuan khusus harus disesuaikan dengan persyaratna

spesifikasi dari pabrik material yang bersangkutan atau didasarkan atas

hasil percobaan dan mendapat persetujuan dari pihak yang berwenang.

C. Beban Khusus

1. Gaya Sentrifugal

Peninjauan ini hanya untuk struktur yang terletak pada daerah

tikungan. Konstruksi jembatan yang ada pada tikungan harus

diperhitungkan terhadap suatu gaya horisontal radial yang dianggap

bekerja pada tinggi 1,80 meter di atas lantai kendaraan.

2. Beban dan Gaya Selama Pelaksanaan

Gaya-gaya khusus yang mungkin timbul dalam masa pelaksanaan

pembangunan jembatan, harus ditinjau dan besarnya dihitung sesuai

dengan cara pelaksanaan pekerjaan yang digunakan.

B.2. Penyebaran Gaya

A. Beban Mati

1.      Beban Mati Primer

Beban mati yang digunakan dalam perhitungan kekuatan gelagar-

gelagar (baik gelagar tengah maupun gelagar pinggir) adalah berat

Page 20: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

sendiri pelat dan sistem lainnya yang dipikul langsung oleh masing-

masing gelagar tersebut.

2.      Beban Mati Sekunder

Beban mati sekunder yaitu termasuk kerb, trotoir, tiang sandaran

dan lain-lain yang dipasang setelah pelat dicor dan dapat dianggap

terbagi rata di semua gelagar.

B. Beban Hidup

1.      Beban T

Dalam menghitung kekuatan lantai akibat beban T dianggap bahwa

beban tersebut menyebar ke bawah dengan sudut 45° sampai ke tengah-

tengah tebal pelat lantai kendaraan.

2.      Beban D

Dalam menghitung momen dan gaya lintang dianggap bahwa

gelagar-gelagar mempunyai jarak dan kekuatan yang sama atau hampir

sama, sehingga penyebaran beban D melalui lantai kendaraan ke gelagar-

gelagar harus dihitung dengan cara sebagai berikut :

Gelagar tengah

Beban hidup yang diterima oleh gelagar tengah adalah sebagai

berikut :

Beban merata ...............................................(2.12)

Beban garis ..................................................(2.13)

Dengan :

Page 21: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

a = faktor distribusi

= 0.75, bila kekuatan gelagar melintag diperhitungkan

= 1.00, bila kekuatan gelagar melintang tidak diperhitungkan.

s = jarak gelagar yang berdekatan dalam meter, diukur dari sumbu

ke sumbu

Page 22: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Gelagar Pinggir

Beban hidup yang diterima oleh gelagar pinggir adalah beban hidup

tanpa memperhitungkan faktor distribusi (a=1.00). Akan tetapi

bagaimanapun juga gelagar pinggir harus direncanakan minimum sama

kuat dengan gelagar tengah. Dengan demikian beban hidup yang diterima

setiap gelagar pinggir adalah :

Beban merata ................................................................(2,14)

Beban garis ...................................................................(2,15)

Dengan :

s’ = lebar pengaruh beban hidup dalam meter

B.3. Kombinasi Pembebanan

Konstruksi jembatan beserta bagian-bagiannya harus ditinjau

terhadap kombinasi pembebanan dan gaya yang mungkin bekerja. Sesuai

dengan sifat-sifat serta kemungkinan pada setiap beban, tegangan yang

digunakan dalam pemeriksana kekuatan konstruksi yang bersangkutan

dinaikkan terhadap tegangan yang diijinkan sesuai dengan keadaan

elastis.

Tegangan yang digunakan dinyatakan dalam prosen terhadap

tegangan yang diijinkan sesuai kombinasi pembebanan dan gaya dapat

dilihat pada tabel 2.1 berikut.

Page 23: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Tabel 2.1 Kombinasi Pembebanan

Kombinasi pembebanan dan gaya Tegangan *)

I.        M + (H + K) + Ta +Tu

II.     M + Ta + Ah + Gg + A + SR + Tm

III.  Kombinasi I + Rm + Gg + A + SR + TM + S

IV.  M + Gh + Tag + Gg + Tu

V.     M + Pl

VI.  M + (H + K) + Ta + S + Tg

100%

125%

140%

150%

130%

150%

*) tegangan yang digunakan terhadap tegangan ijin keadaan elastis

Dengan :

M = beban mati

(H + K) = beban hidup dengan faktor kejut

Ta = gaya tekanan tanah

Tu = gaya angkat

Ah = gaya akibat aliran dan hanyutan

A = beban angin

Gg = gaya gesek pada tumpuan bergerak

SR = gaya akibat susut dan rangkak

Tm = gaya akibat perubahan suhu

Rm = gaya akibat rem

S = gaya sentripugal

Gh = gaya horisontal ekuivalen akibat gempa bumi

Tag = gaya tekanan tanah akibat gempa bumi

Ahg = gaya akibat aliran dan hanyutan pada waktu gempa

Pl = gaya-gaya pada saat pelaksanaan

Tb = gaya tumbuk

B.4. Analisis dan Desain Balok Beton Bertulang

A.    Kondisi Regangan Seimbang

Page 24: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Definisi regangan seimbang pada suatu penampang merupakan

suatu kondisi dimana tulangan tarik mencapai tegangan leleh yang

disyaratkan (fy) pada saat yang bersamaan beton mencapai regangan

batas sebesar 0,003.

Untuk menjamin bahwa pola keruntuhan secara daktail dapat

tercapai, maka diadakan batasan maksimum rasio tulangan sebesar 0,75

dari Pb.

Berikut ini diberikan harga Pb, Pmaks dan Pmin dari penampang

persegi.

Pb = ..............................................................................(2.16)

Pmaks = 0,75 Pb................................................................(2.17)

Pmin = .............................................................................(2.18)

dengan : P = rasio tulangan

Apabila jumlah batas tulangan tersebut dapat dipenuhi akan

memberikan jaminan bahwa keruntuhan daktail dapat berlangsung

dengan diawali melelehnya tulangan tarik dan keruntuhan getas dapat

dihindari.

Batas minimum penulangan tersebut diperlukan untuk lebih

menjamin struktur tidak hancur tiba-tiba seperti yang terjadi pada

struktur tanpa tulangan.

B.     Balok Bertulangan Rangkap

Analisa balok bertulangan rangkap pada dasarnya sama dengan

balok bertulangan tunggal (tarik) hanya ada satu tambahan anggapan

yang penting yakni bahwa tegangan tulangan tekan f’s merupakan fungsi

dari regangnya tepat pada titik berat tulangan tekan.

Page 25: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Gambar 2.9. Diagram tegangan regangan balok bertulang rangkap

Untuk mempermudah dan memahami analisis penampang balok

bertulang rangkap, berikut diberikan langkah-langkah perhitungannya.

1.      Anggap semua tulangan telah leleh, fs = f’s = fy dan As = As’

2.      Hitung tinggi blok tekan a, dengan persamaan :

3.      Tentukan letak garis netral c

4.      Dengan menggunakan diagram tegangan regangan, periksa tulangan

tekan maupun tulangan tarik untuk membuktikan anggapan awal benar.

Dengan menganggap s > y yang berarti tulangan tarik telah leleh, akan

timbul salah satu dari dua kondisi berikut :

a.       Kondisi I

’s > y, menunjukkan bahwa anggapan awal adalah benar dan tulangan

tekan telah leleh.

b.      Kondisi II

’s < y yang berarti bahwa anggapan awal salah dan tulangan tekan

belum leleh.

Kondisi I

5.      Hitung kapasitas momen teoritis Mn1 dan Mn2

Mn1 = As’.fy (d-d’)

Mn2 = As.fy (d-1/2 a)

Mn = Mn1 + Mn2

6.      Mr = Mn

7.      Periksalah syarat dektilitas

Paktual < 0,75 Pb

Kondisi II

Page 26: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

5. Cari nilai C dari persamaan berikut :

(0,85 f’C.B.1) C2 + (600 As’ – As.fy) C – 600 As’.d’ = 0

6. Hitung tegangan pada tulangan tekan

7. Carilah nilai dari persamaan :

a = 1.c

8.      Menghitung gaya tekan baik akibat tulangan tekan (Cs) maupun beton Cc

Cc = 0,85 f’c.b.a

Cs = As’.f’s

Kemudian diperiksa dengan menghitung gaya tarik T

T = As.Fy

T = Cc + Cs

9.      Menghitung kuat momen tahanan ideal untuk masing-masing kopel:

Mn1 = Cc (d-1/2 a)

Mn2 = Cs (d – d’)

Mn = Mn1 + Mn2

10.  Hitunglah momen rencana Mr

Mr = Mn

11.  Pemeriksaan daktilitas

As – A’s < 0,75 As,b atau

P – P’ < 0,75 Pb

C.    Balok T

Dalam merencanakan balok T, langkah awal disarankan untuk

menentukan apakah balok tersebut berperilaku sebagai balok T persegi

Page 27: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

ataukah balok T murni. Apabila ditentukan sebagai balok T persegi, maka

prosedur perencanaan sama dengan perencanaan balok persegi

bertulangan tarik. Sedangkan balok T murni perencanaan dilakukan

dengan perkiraan diikuti dengan analisa.

Lebar efektif balok T diambil nilai terkecil dari :

dengan :

L = panjang bentang balok (mm)

bw = lebar badan balok (mm)

hf = tebal flens (mm)

d = jarak antara dua balok berdekatan dari sumbu ke sumbu (mm)

Gambar 2.10. Balok T sebagai sistem lantai

Adapun langkah-langkah perencanaan balok T :

1.      Menghitung Mu

2.      Tentukan tinggi efektif d

3.      Tentukan lebar efektif be

4.      Hitunglah momen rencana Mr

Mr = 0,85 f’c.b.hf (d-½ hf)

5.      Apabila Mr > Mu, balok berperilaku sebagai balok T persegi dengan lebar

b.

Apabila Mr < Mu, balok berperilaku sebagai balok T murni.

6.      Menghitung Kperlu

7.      Dari tabel lampiran tentukan nilai P berdasarkan Kperlu

8.      Menghitung Asperlu

Asperlu = P.b.d

9.      Periksa daktual > dteoritis

Page 28: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

10.  Pemeriksaan daktilitas

Asmaks > Asaktual

Apabila sebagai balok T murni, langkah penyelesaian adalah sebagai

berikut :

6. Tentukan Z = d – ½ hf

7. Hitunglah As

8. Pilihlah tulangan tarik.

9. Tentukan tinggi efektif aktual daktual, dan lakukan analisis balok.

D.    Kuat Geser Balok

Perencanaan geser untuk komponen struktur didasarkan anggapan

bahwa beton menahan sebagian gaya geser, sedangkan kelebihannya

dilimpahkan kepada tulangan geser.

Kemampuan beton menahan geser ditentukan dengan persamaan :

Vc = 1/6 Vf’c.bw.a................................................(2.19)

dengan :

f’c = mutu beton (MPa)

bw = lebar balok (mm)

d = tinggi efektif (mm)

Apabila gaya geser yang bekerja Vu lebih besar dari kapasitas geser

balok Vc, maka diperlukan tulangan geser. Apabila gaya geser yang

bekerja di sembarang tempat lebih besar dari ½ Vc, maka dipasang

tulangan geser minimum yang disyaratkan.

Page 29: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Pada Sk-SNI T-15-1991-03 pasal 3.4.1, dinyatakan bahwa dasar

perencanaan tulangan geser adalah :

Vu < Vc...............................................................(2.20)

dimana :

Vu = Vc + Vs........................................................(2.21)

sehingga :

Vu = Vc + Vs........................................................(2.22)

Dengan :

Vu = kuat geser rencana

Vc = kuat geser sumbangan beton

Vs = kuat geser sumbangan tulangan beser

Kuat geser nominal yang dapat disediakan tulangan geser Vs, dapat

dihitung dengan persamaan :

.............................................................................(2.23)

dengan :

Av = luas tulangan geser (mm2)

Fv = mutu baja tulangan geser (MPa)

S = jarak sengkang/tulang geser (mm)

B.5. Lendutan

Menurut Salman, CG (1991) lendutan maksimum akibat beban mati

dan beban hidup harus lebih kecil dari L, atau menurut persamaan :

f = L......................................................................(2.24)

Sedangkan lendutan yang terjadi dapat dicari dengan persamaan :

.............................................................................(2.25)

dengan :

Page 30: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

f = lendutan maksimum (cm)

f’ = lendutan yang terjadi (cm)

B.6. Analisis dan Desain Balok Profil Baja

A.    Tegangan Yang Diijinkan Untuk Beton

Berdasarkan standar spesifikasi untuk jembatan jalan raya tipe

balok gabungan, tegangan ygan diijinkan untuk lantai beton dengan

tulangan biasa dapat dilihat pada Tabel 2.2. Bahan untuk lantai beton

yang dipergunakan harus memenuhi 28 > 200 kg/cm2.

Tabel 2.2. Tegangan Yang Diijinkan Untuk Lantai Beton Dengan Tulangan

Biasa

No Macam TeganganTegangan Yang Diijinkan Pada

28 Hari 28 (kg/cm2)1. Tekan2. Tarik :

a.       Karena bebanb.      Tegangan permanen

(karena beban mati, susut rangkak, pratekan beton pada ujung-ujung balok)

c.       Tegangan selama pelaksanaan termasuk tegangan karena pengubahan tegangan.

10

0

-5

3. Geser 104. Lekat 85. Tahanan dukung pada

pasak60

6. Tahanan dukung untuk batang melingkar

100

B.     Tegangan Yang Diijinkan Untuk Balok Baja

Tegangan yang diijinkan untuk balok baja dan besi beton

disesuaikan dengan peraturan-peraturan yang ada di Indonesia.

C.    Peningkatan Tegangan Yang Diijinkan Dalam Baja

Page 31: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Bila tegangan yang diijinkan ditingkatkan berhubung ditinjaunya

macam-macam beban sekunder atau beban khusus, maka peningkatan

tegangan yang diijinkan tidak boleh melebihi sebagian yang tertera dalam

Tabel 2.3.

Page 32: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Tabel 2.3. Peningkatan Tegangan Yang Diijinkan Dalam Baja

No Keadaan PembebananUntuk Serat

Tepi Balok Baja Dalam Daerah

Kenaikan Dalam & Pada Balok GabunganMomen Positif

Momen Negatif

1 Tegangan selama pelaksanaan (sementara)

Tekanan

Tarikan

25

25

25

25

2 Tegangan karena beban utama, efek susut dan rangka pada beton

Tekanan

Tarikan

15

5

0

0

3 Tegangan karena beban utama, efek susust dan perbedaan temperatur antara beton dan balok baja

Tekanan

Tarikan

30

20

15

15

D.    Keamanan Terhadap Leleh Balok Gabungan

Untuk keadaan yang paling tidak menguntungkan dari kombinasi 2

kali tegangan hidup termasuk kejut, 1,3 kali tegangan mati dan tegangan

karena rangkak beton dan pratekan tegangan pada serat-serat tepi dari

baja tidak boleh melampaui tegangan leleh baja dan tegangan karena

rangkak beton dan pratekan, tegangan leleh baja serat-serat tepi beton

tidak boleh melampaui 3/5 kali 28, dimana n sesuai dengan perbandingan

modulus elastisitas baja terhadap beton (dipakai 10). Atau dalam

persamaan :

2 (H + K) + 1,3 M + SR = 3/5 28

E.     Lendutan

Balok gabungan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga

lendutan maksimum karena beban hidup (tidak termasuk kejut) tidak

melampaui 1/500 kali panjang bentang teoritis.

F.     Momen Batas Pada Daerah Momen Positif

Page 33: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

a.       Kondisi I : Garis netral terletak di dalam plat beton.

Gambar 3.1. Diagram Regangan-Tegangan Balok Komposit Dengan Letak Garis Netral Pada Plat beton.

Persamaan umum :

Cc + Cr = T..........................................................(2.26)

dengan :

Cc = kuat tekan pada pelat beton

Cr = kuat tekan pada tulangan pelat beton

T = gaya tarik pada profil baja

Dimana :

Cc = 0,85 f’c.be.1.c............................................(2.27)

Cr = Ar.fsy...........................................................(2.28)

T = As.fy..............................................................(2.29)

f’c = mutu beton (MPa)

bE .......................................= lebar efektif pelat beton (mm)

1 = 0,85 untuk mutu beton f’c < 30 MPa

................= 0,85 – 0,008 (f’c – 30) untuk f’c 30 – 55 MPa

............................= 0,65 untuk mutu beton f’c > 55 MPa

c = letak garis netral

Ar = luas tulangan tekan pada pelat beton (mm2)

As = luas baja profil

Fsy............................= tegangan leleh tulangan tekan (MPa)

Fy = tegangan leleh baja profil (MPa)

Sehingga :

Cc = T - Cr

Page 34: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

0,85.fc’ . bE. 1 . c = AS . fy – Ar . fsy...................................... (2.30)

Momen terhadap garis kerja c, menghasilkan

Mu = AS . fy (dS – 0,5 1 . c) – Ar . fsy {(0,5 1 . c) – p}(2.31)

Bila pengaruh dari tulangan plat diabaikan :

............................................................................(2.32)

Mu = AS . fy (dS – 0,5 1 . c)....................................(2.33)

Page 35: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

b.      Kondisi II : Garis netral terletak di laur plat beton

Strain Diagram Stress diagram

Gambar 3.2. Diagram Regangan-Tegangan Balok Komposit Dengan Letak Garis Netral Pada Baja

Persamaan Umum :

Cc = Gaya tekan pada plat beton

= ................................................0,85 . fC’ . bE . 1 . t (2.34)

Cr = Gaya tekan pada tulangan plat beton

= Ar . fsy

Untuk mempermudah perhitungan, pertama-tama seluruh profil

baja dianggap mengalami tarikan sehingga melelh. Kemudian untuk tetap

memenuhi syarat keseimbangan, maka sebagian luasan baja yang

sebenarnya mengalami tekanan dianggap tertekan sebesar dua kali

tegangan lelehnya.

T = AS . fy

CS = 2 . A’S . fy......................................................(2.35)

dengan :

A’S = Luasan baja yang mengalami tekanan

= ..................................................................................(2.36)

maka diambil :

1 = 1,00

Bila profil baja yang digunakan untuk penampang I dengan tebal

flens T, dan lebar flens B serta tebal bagian yang konstan W, maka

kejadian ini dapat dibagi menjadi dua bagian :

1.      Garis netral pada saat hancur berada dalam flens atas dari profil :

Page 36: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

(2.37)

Untuk :

(t + g) < c (t + g + T)

Momen terhadap garis kerja c dengan mengabaikan pengaruh tulangan.

Mu = T (dS – 0,5t) – CS (0,5 t + g + )........................(2.38)

Mu = AS . fy (ds – 0,5 t) – 2A’S . fy (0,5 t + g + 0,5 d’S)(2.39)

2.      Garis netral pada saat hancur berada pada badan profil baja

c = t + g + T ().........................................................(2.40)

Untuk : A’S > B . T

Dimana :

r = jari-jari radius pada pertemuan badan dan profil (tabel profil)

Page 37: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Momen terhadap garis kerja c, dengan mengabaikan pengaruh tulangan

plat adalah :

Mu = [ AS . fy (ds – 0,5t) – 2B . T. f7 (0,5t + g + o,5T]

- [2fy (A’S – B.T – 0,4292 . r2) ]

- [ 0,4292 . r2 . 2fy (0,5t + g + T + 0,223r)](2.41)

G.    Momen Batas Pada Daerah Momen Negatif

Garis Netral Jatuh Pada Balok

Pada kebanyakan balok komposit, garis netral jatuh pada badan di

daerah momen negatif. Untuk garis netral jatuh di luar balok, luas dari

tulangan plat (Ar) harus lebih besar daripada luasan balok baja (AS), hal ini

merupakana keadaan yang tidak diinginkan.

Untuk menyederhanakan penurunan rumusnya, diagram tegangan

dimodifikasi dengan menambahkan gaya yang sama tetapi berlawanan

arahnya di luasan balok yang menahan tekan.

Gambar 3.3. Diagram Regangan-Tegangan Balok Komposit Akibat Moment

Negatif

Ambil A’S = Luasan baja yang tertekan

Persamaan dari gaya-gaya yang bekerja :

C = AS . fy.............................................................(2.42)

T = 2 A’S . fy.........................................................(2.43)

TrO = Ar . fsy.........................................................(2.44)

Dari persamaan keseimbangna gaya memberikan :

C = T + Tr............................................................(2.45)

A’S = ...................................................................(2.46)

Page 38: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Tiga kedudukan garis netral harus dipertimbangkan (asumsi balok

komposit terdiri atas sayap atas dengan lebar B, dan tebal T, serta tebal

badan t)

a)      Garis netral terletak pada badan

A’S = B . T + t (c– (T + g + t) ).....................................(2.47)

c = (T + g + t) + ...........................................(2.48)

b)      Garis netral terletak pada sayap

A’S = B (c – (g + t) )......................................................(2.49)

c = (g + t) + .................................................................(2.50)

c)      Garis netral antara plat dan sayap baja

A’S = 0

Jadi, AS . fy = Ar . fsy........................................................(2.51)

Dan letak garis netral dapat dicari dari diagram regangan.

Page 39: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Momen penulangan plat menjadi :

Mu = AS . fy (ds – c) 2 A’S . fy (t + g + dS’ – c).................(2.52)

Dimana :

dS’ = Jarak dari sayap atas balok baja ke pusat A’S

H.    Lebar Efektif

Untuk menghitung sifat penampang efektif secara praktis, konsep

lebar efektif perlu diterapkan. Analisis lebar efektif melibatkan penerapan

teori elastisitas plat, dengan memakai balok menerus yang tak terhingga

panjangnya pada tumpuan yang berjarak sama dan sayap yang lebar tak

terhingga dengan tebal yang relatif kecil terhadap tinggi ekuifalen sama

seperti yang dipikul oleh sistem yang sesungguhnya.

Suatu sistem komposit dari balok baja dan plat beton dapat

dianggap sebagai serangkaian balok T bersayap lebar yang saling

berhubungan. Lebar sayap dari balok T inilah disebut lebar efektif. Untuk

menentukan lebar efektif dapat dibuat suatu rumusan pendekatan atas

dasar percobaan-percobaan dengan analisa teori.

Berdasarkan Standar Spesifikasi untuk Jembatan Jalan Raya Tipe

Balok Gabungan, lebar efektif sayap (bE) adalah harga terendah yang

dihitung dengan persamaan berikut :

Gambar 2.6. Lebar Efektif

bE < L / 4

bE < bo (untuk jaran antara balok yang sama)

bE < B + 16 tS

Diketahui :

L = Bentang profil baja

Page 40: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

bo = Jarak as antara profil baja

B = Lebar sayap profil baja

bE = Lebar efektif

be = Setengah lebar efektif dikurangi lebar sayap profil baja

I.       Alat Penghubung Geser

Gaya geser horisontal yang timbul antara plat beton dan balok baja

selama pembebanan harus ditahan agar penampang komposit bekerja

secara monolit walaupun lekatan yang timbul antara plat beton dan plat

baja mungkin cukup besar, lekatan ini tidak dapat diandalkan untuk

memberi interaksi yang diperlukan. Sebagai gantinya, alat penghubung

geser mekanis yang disambung ke puncak balok harus diberikan.

Alat penghubung geser harus cukup kaku untuk menghasilkan

interaksi penuh. Hal ini akan memerlukan pengaku yang sangat tegar.

Dalam konsep kekuatan batas, setiap alat penghubung geser pada

momen lentur batas akan memikul bagian yang sama besar dari gaya

tekan maksimum total yang timbul pada plat beton. Hal ini berarti alat

penghubung geser diperlukan untuk memindahkan gaya tekan yang

timbul pada plat beton di tengah bentang ke balok baja dalam jarak ½ L,

karena tidak ada gaya tekan yang timbul pada plat beton diujung bentang

yang momennya nol. Gaya tekan yang harus ditahan tersebut tidak dapat

lebih besar daripada gaya tekan yang dapat ditahan oleh beton, yaitu :

Cmax = 0,85 . fc’ . bE . tS ........................................(2.55)

atau jika gaya tarik batas di dasar plat lebih kecil dari Cmax, maka

Tmax = AS . fy.........................................................(2.54)

Page 41: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

maka, jika suatu alat penyambung yang diberikan mempunyai kapasita

batas qult, jumlah total alat penghubugn geser yang diberikan (N) antara

titik-titik tempat terjadinya momen maksimum dan titik-titik tempat

terjadinya momen nol adalah :

............................................................................(2.55)

Dari kedua harga ini diambil yang paling kecil dengan pendekatan

kekuatan batas, jumlah total penghubung geser yang diperlukan tersebut

dibagi-bagikan sepanjang daerah antara titik momen maksimum dan

momen nol.

B.7. Pembagian Kelas Jembatan

Menurut standar Bina Marga, pengambilan kelas jembatan

berdasarkan pada kelas jalan yang akan dihubungkan dan juga

berdasarkan atas jumlah arus lalu lintas yang lewat pada jalur tersebut.

Disamping itu juga diperhatikan faktor kenaikan jumlah lalu lintas selama

umur pemakaian jalan.

Macam muatan kelas jalan :

Muatan jembatan kelas I

Muatan jembatan kelas II

Muatan jembatan kelas III

Disamping itu, salah satu kriteria dalam pembagian kelas jembatan

adalah menurut ukuran dari jembatan yang bersangkutan. Adapun

pembagian kelas jembatan menurut ukurannya disusun dalam tabel

berikut.

Tabel 2.2. Pembagian Kelas Jembatan Menurut Ukurannya

Lebar Lebar Lebar Muatan yang Jumlah

Page 42: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

jalurLalu

lintas(m)

Trotoir(m)

Total(m)

Dipergunakan

balok utama(bh)

Type kompositKelas – I

7,00 m 2 x 1,00 m

9,92 m 100% muatan T

100% muatan DSpec No.

12/70

6

Type kompositKelas – II

6,00 m 2 x 0,50 m

7,92 m 70% muatan T

70% muatan D

Spec No. 12/70

5

Type kompositKelas – III

3,50 m 2 x 0,50 m

5,42 m 50% muatan T

50% muatan D

Spec No. 12/70

3

Muatan masing-masing kelas jembatan tersebut terdiri atas:

Kelas I, 100% muatan T dan 100% muatan D.

Kelas II, 70% muatan T dan 70% muatan D.

Kelas III, 505 muatan T dan 50% muatan D.

Dan lebar bidang kontak, antara roda dengan pelat lantai kendaraan

untuk masing-masing kelas adalah sebagai berikut:

Muatan kelas I : a1 = 30 cm, b1 = 12,5 cm, b2 = 50 cm

Muatan kelas II : a1 = 14 cm, b1 = 9 cm, b2 = 35 cm

Muatan kelas III : a1 = 10 cm, b1 = 6 cm, b2 = 25 cm

Page 43: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

IV.   PEMBAHASAN

Penulisan skripsi ini merupakan solusi alternatif dalam

menyelesaikan persoalan yang terjadi pada jembatan Sungai Belimbing

yakni terjadi lendutan yang berlebihan pada gelagar induknya. Solusi

alternatif yang ditawarkan penulis adalah penggantian gelagar induk

beton bertulang menjadi gelagar induk profil baja. Dengan demikian,

secara tidak langsung penulis mencoba untuk mengganti sistem pada

jembatan Sungai Belimbing yaitu dari sistem jembatan beton bertulang

(konvensional) menjadi jembatan sistem balok komposit.

Jembatan sistem komposit yang ditawarkan merupakan

perubahan/penggantian pada balok gelagarnya saja, sedangkan struktur

yang lain misalnya struktur bangunan bawah ataupun struktur pelat lantai

kendaraan dan struktur-struktur lain di atasnya dianggap tetap. Sehingga

dengan demikian pembebanan pada balok baja profil identik dengan

pembebanan pada sistem sebelumnya.

Asumsi lain yang digunakan adalah mutu beton, mutu baja dan

jumlah gelagar tetap seperti semula atau memakai data sebelumnya.

Sketsa potongan melintang dari jembatan sistem komposit yang

ditawarkan dapat dilihat pada gambar 4.1. di bawah ini :

Gambar 4.1 Sketsta potongan melintang jembatanA.    Pembebanan Gelagar

a. Gelagar Tengah

a.1. Beton Mati

1)        Beban mati merata q

Beban mati ditinjau per meter panjang gelagar memanjang

Page 44: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

-          Berat sendiri pelat lantai kendaraan = 875,00 kg/m

-          Berat lapisan perkerasan (aspal) = 192,50 kg/m

-          Berat genangan air hujan = 87,50 kg/m

-          Berat kerb = 93,75 kg/m

-          Berat trotoir = 308,00 kg/m

-          Berat pipa sandaran = 15,52 kg/m

-          Berat tiang sandaran = 118,50 kg/m

-          Berat sendiri balok bajak profil(untuk pendekatan berat profil sesungguhnya diasumsikan 15 x L kg/m2) = 15 x 17 m = 255,00 kg/m

q = 1945,77 kg/m

-          Berat lain-lain = 5% x q = 97,29 kg/m

qtotal = 2043,06 kg/m

2)        Beban mati terpusat q

-          Berat diafragma

(Asumsi dipakai profil WF 8 x 5 ¼) = q x s

= 25,3 x 1,75

= 44,275 kg

a.2. Beban Hidup

1)      Beban hidup merata q

Beban hidup merata q sama dengan beban hidup pada gelagar tengah

kondisi awal, yaitu:

2)      Beban hidup garis (P’)

Page 45: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Beban hidup garis P sama dengan beban hidup garis pada gelagar tengah

kondisi awal, yaitu:

Beban hidup dengan koefisien kejut Pk’ adalah :

Pk’ = 7636,364 x 1,299

= 9919,636 kg

b. Gelagar Pinggir

b.1. Beban Mati

1)      Beban mati merata q

Beban mati merata ditinjau permeter panjang gelagar memanjang terdiri

atas:

-          Berat sendiri pelat lantai kendaraan = 737,500 kg/m

-          Berat perkerasan aspal = 41,250 kg/m

-          Berat genangan air hujan = 73,750 kg/m

-          Berat kerb = 93,750 kg/m

-          Berat trotoir = 308,000 kg/m

-          Berat pipa sandaran = 15,520 kg/m

-          Berat tiang sandaran = 118,500 kg/m

-          Berat sendiri balok bajak profil(untuk pendekatan berat profil sesungguhnya Diasumsikan 15 x L kg/m2) = 15 x 17 m = 255,000 kg/m

q = 1643,270 kg/m

-          Berat lain-lain = 5% x q = 82,164 kg/m

qtotal = 1725,434 kg/m

2)      Beban mati terpusat P

-          Berat diafragma

Page 46: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

(Asumsi memakai profil WF 8 x 5 ¼) = q x 0,5 s

= 25,3 x 0,5 (1,75)

= 22,139 kg

b.2. Beban Hidup

1)      Beban hidup merata q

Beban hidup merata pada gelagar pinggir sama dengan beban hidup

merata gelagar pinggir pada kondisi awal yaitu:

2)      Beban hidup garis P

Beban hidup garis sama dengan beban hidup garis pada gelagar pinggir

kondisi awal yaitu:

P = 1200 kg

K = 1,299

Beban hidup garis P’ tanpa koefisien kejut adalah :

Beban hidup garis dengan koefisien kejut Pk’ adalah:

Pk’ = 2945,455 x 1,299

= 3926,146 kg

Akan tetapi bagaimanapun juga gelagar pinggir harus direcanakan

minimum sama kuat dengan gelagar tengah. Maka, dalam perencanaan

didasarkan pada pembebanan gelagar tengah.

B.     Dimensi Balok Induk

Perkiraan dimensi balok induk dapat dilakukan pendekatan dengan

menggunakan pembebanan dengan beban mati.

Page 47: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Diketahui :

Beban mati merata q = 2043,06 kg/m

Beban mati terpusat P = 44,275 kg

Sketsa balok induk dengan pola pembebanan tersebut dapat dilihat pada

gambar 4.2. berikut.

Gambar 4.2. Sketsa pembebanan balok induk

Reaksi Perletakan

RA = RB = 0,5 (q.L + 5.P)

= 0,5 ((2043,06 x 17) + (5 x 44,275))

= 17476,698 kg

Momen Lentur

Mx = RA.x – 0,5.q.x2 – P1.x – P2 (x-4,25)

Mmaks = d = 0

RA – q.x – P1 – P2 = 0

17476,698 0 2043,06x – 44,275 - 44,275 = 0

x = 8,5

Mmaks = 17476,698 x 8,5 – 0,5 x 2043,06 x 8,52 – 44,275 x 8,5 – 44,275 (8,5 –

4,25)

= 74181,884 kgm

= 7418188,4 kgcm

Modulus tampang Wx yang dibutuhkan balok profil adalah :

Page 48: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Dicoba profil WF 27 x 14 dengan data dan sketsa sebagai berikut :

A = 694 mm

B = 358 mm

t1 = 18,42 mm

t2 = 30,23 mm

h = 633,54 mm

As = 336,1 cm2

q = 263,4 kg/m

Ix = 280100 cm4

Wx = 8077 cm3

Gambar 4.3. Penampang profil rencana

Momen nominal Mn dari penampang profil adalah :

Sedangkan Momen rencana Mr yang dapat ditahan profil adalah :

C.    Dimensi Diafragma

Diafragma direncakan memakai profil WF juga, yaitu profil WF 8

x 5¼. Dalam perencanaan diafragma digunakan beban angin yang

bekerja setinggi gelagar induk dengan besar V = 150 kg/m2. Panjang

bentang gelagar adalah s = 1,75 m. Sketsa diafragma dapat digambarkan

sebagai berikut :

Gambar 4.4. Sketsta diafragma

Adapun data-data tentang profil WF 8 x 5¼ sebagai diafragma adalah

sebagai berikut :

Page 49: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

A = 203 mm As = 32,3 cm2

B = 133 mm Ix = 234 cm4

t1 = 5,84 mm Wx = 231,1 cm3

t2 = 7,82 mm ix = 8,53 cm

q = 25,3 kg/m

Jarak diafragma Y = 4,25 m

q = 150 x 4,25

= 637, 5 kg/m

Gaya tekan akibat angin P = 0,5 (637,5 x 0,694)

= 221,213 kg

Nilai kelangsingan batang tekan λ adalah :

Dan nilai kelangsingan batas g adalah :

Dan perbandingan kelangsingan batang tekan dengan kelangsingan batas

s adalah :

Faktor tekuk untuk batang tekan sedang adalah :

Tegangan yang terjadi adalah :

D.    Pemeriksaan Penampang Komposit

Oleh karena gelagar tengah lebih menentukan daripada gelagar

pinggir, maka pemeriksaan terhadap penampang komposit dilakukan

Page 50: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

terhadap gelagar tengah. Sedangkan lebar efektif be tetap menggunakan

lebar efek sebelumnya yaitu be = 1,75 m.

Pembebanan Gelagar

a.       Beban mati

1.      Beban mati merata q

Beban mati ditinjau permeter panjang gelagar memanjang

-          Berat sendiri pelat lantai kendaraan = 875,00 kg/m’

-          Berat lapisan perkerasan aspal = 192,50 kg/m’

-          Berat genangan air hujan = 87,50 kg/m’

-          Berat kerb = 93,75 kg/m’

-          Berat trotoir =308,00 kg/m

-          Berat pipa sandaran = 15,52 kg/m

-          Berat tiang sandaran =118,50 kg/m

-          Berat sendiri balok baja profil = 263,4 kg/m

q = 1954,170 kg/m

-          Berat lain-lain = 50% q = 97,709 kg/m +

qtotal = 2051,879 kg/m

2.      Beban mati terpusat P

Berat diafragma = q x s

= 25,3 x 1,75

= 44,275 kg

b.      Beban hidup

1.      Beban hidup merata q

Beban hdiup merata q sama dengan beban hidup pada gelagar tengah

kondisi awal, yaitu:

Page 51: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

2.      Beban hidup garis P

Beban hidup garis P sama dengan beban hidup garis pada gelagar tengah

kondisi awal, yaitu:

Beban hidup dengan koefisen kejut Pk’ adalah :

Pk’ = 7636,364 x 1,299

= 9919,636 kg

E.     Statistika Beban Primer

a.       Statistika beban mati

Gambar 4.5. Pembebanan akibat beban mati

Reaksi perletakan

RA = RB = 0,5 ((2051,879 x 17) + (5 x 44,275))

= 17551,659 kg

Momen lentur

Momen maksimum terletak pada tengah bentang yaitu 8,5 m

Mmaks = RA.x – 0,5q.x2 - P1.x – P2 (x – 4,25)

= 17551,659 x 8,5 – 0,5 x 2051,879 x 8,52 – 44,275 x 8,5 –

44,275 x 4,25

= 74500,466 kgm

b.      Statistika beban hidup

Page 52: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Gambar 4.6. Pembebanan akibat beban hidup

Reaksi perletakan

RA = RB = 0,5 ((1400 x 17) + (9919,636))

= 16859,818 kg

Momen lentur

Mmaks = RA.x – 0,5q.x2

= 16859,818 x 8,5 – 0,5 x 1400 x 8152

= 92732,453kgm

F.     Statistika Beban Sekunder

a.       Beban Angin (A)

1.      Beban angin pada jembatan

h = hprofil + hpelat + htrotoir

= 0,694 + 0,20 + 0,25

= 1,144 m

Besar gaya akibat angin pada bidang jembatan adalah :

A1 = 50% x 150 x 1,144

= 85,80 kg/m

(dianggap bekerja merata sepanjang

gelagar memanjang)

2.      Beban angin pada muatan hidup (kendaraan)

Beban angin pada kendaraan dapat dilukiskan sebagaimana dalam

gambar berikut:

Gambar 4.7. Sketsa beban angin pada jembatan

Page 53: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Besar gaya akibat angin pada kendaraan :

A2 = 1250 kg/m2 x 2m

= 300 kg/m

(dianggap sebagai beban merata yang bekerja

sepanjang gelagar memanjang)

q = q1+ q2

= 182,977 kg/m

Gambar 4.8. Sketsa beban angin

Reaksi perletakan

RA = RB = 0,5 (182,977 x 17)

= 1555,305 kg

Bidang Momen

Mmaks = x 182,977 x 172

= 661,044 kgm

b.      Beban Akibat Perbedaan Suhu (Tm)

Diketahui :

Luas penampang balok profil As = 336,1 cm2

Perbedaan suhu maksimum-minimum bagian jembatan Δt = 15°C

Koefisien muai panjang = 12x10-6/°C

Modulus elastistias E = 2,1x106 kg/cm2

Besar gaya akibat perbedaan suhu Tm adalah :

Tm = E x x t x As

= 2,1x106 x 12x10-6 x 15 x 336,1

Page 54: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

= 127045,800 kg

Gambar 4.9. Sketsa gaya akibat perbedaan suhu

Lengan momen pada pembebanan akibat perbedaan suhu adalah jarak

masing-masing sumbu kedua bahan yaitu balok profil dengan pelat lantai

kendaraan, yaitu:

h = 0,5 (hbalok + hpelat)

= 0,5 (20 + 69,4)

= 44,7 cm

Momen akibat perbedaan suhu MTm adalah :

MTm = Tm x h

= 127045,8 x 0,447 m

= 56789,473 kgm

c.       Beban Akibat Pengaruh Susut dan Rangkak (SR)

Gaya dan momen akibat pengaruh susut dan rangkak disebabkan oleh

termasuk pengaruh temperatur. Oleh karena itu besar gaya dan momen

akibat susut dan rangkak disamakan dengan gaya dan momen akibat

perbedaan suhu.

SR = 127045,8 kg

MSR = 56789,473 kg

d.      Beban Rem dan Traksi (Rm)

Pengaruh gaya rem dan traksi diperhitungkan sebesar 5% dari beban D

tanpa faktor kejut yang memenuhi semua jalur lalu lintas yang ada.

Rm = 50% ((1400 x 17) + (7636,364))

= 1571,818 kg

Page 55: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Bekerja setinggi 1,80 m di atas lantai kendaraan dan dianggap bekerja

sepanjang jalur lalu lintas yang ada.

MRM = Rm x e

= 1571,818 x 2,45

= 3850,954 kgm

Sketsa pembebanan rem dan traksi dapat dilihat kembali pada gambar

3.13 pada kondisi awal.

e.       Beban Akibat Gempa Bumi (Gh)

Diketahui :

Beban mati merata q = 2051,879 x 17 = 34881,945 kg

Beban mati terpusat P = 44,275 x 5 = 221,375 +

QT = 35103,320 kg

Koefisien geser dasar C = 0,18 (lampiran)

Faktor keutamaan I = 1 (lampiran)

Faktor bahan S = 1 (lampiran)

Maka :

Gaya akibat gempat Gh adalah :

Gh = C.I.S.QT

= 0,18 x 1 x 1 x 35103,320

= 6318,598 kg

Lengan momen akibat gempa adalah segaris dengan sumbu balok profil.

Maka momen akibat gaya gempa MGh adalah :

MGh = Gh x 0,5 (hbalok)

= 6318,598 x 0,5 (0,694)

=2192,554 kgm

Page 56: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

f.       Gaya Akibat Gesek pada Tumpuan Bergerak (Gg)

Diketahui :

Koefisien gesek g = 0,05 (tumpuan dengan tiga atau lebih rol)

Maka, gaya gesek pada tumpuan bergerak adalah :

Gg = g x QT

= 0,05 x 35103,320

= 1755,166 kg

Sedangkan momennya adalah :

MGg= Gg x 0,5 (hbalok)

= 1755,166 x 0,5 (0,694)

= 609,043 kgm

G.    Kombinasi Gaya Lintang dan Momen Lentur

Dalam perencanaan alternatif ini kombinasi gaya lintang dan

momen dilakukan dengan persamaan yang sama seperti pada

perencanaan awal yang berdasarkan pada Buku Pedoman Perencanaan

Pembebanan Jembatan Jalan Raya (PPPJJR 1987).

Hasil dari kombinasi momen tersebut adalah sebagai berikut :

Kombinasi I = 167233,919 kgm

Kombinasi II = 156238,799 kgm

Kombinasi III = 208487,790 kgm

Kombinasi IV = 51534,709 kgm

Sedangkan kombinasi gaya lintang diperoleh :

Kombinasi I = 3411,477 kg

Kombinasi II = 219962,984 kg

Kombinasi III = 209560,976 kg

Page 57: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Kombinasi IV = 17083,615 kg

Dari hasil kombinasi momen dan gaya lintang tersebut diperoleh

momen dan gaya lintang yang menentukan, berturut-turut adalah :

Momen diperoleh dari kombinasi III = 208487,790 kgm

Gaya lintang diperoleh dari kombinasi II = 219962,984 kg

H.    Pemeriksaan Kapasitas Momen Penampang Komposit

Telah diketahui bahwa balok baja profil dan pelat lantai bekerja

sama membentuk sistem balok komposit. Balok komposit yang dimaksud

dianggap memiliki penampang balok T dengan lebar efektif bE. Skesta

penampang dan diagram gaya pada balok T tersebut dapat dilukiskan

berturut pada gambar 4.10 dan 4.11 berikut ini.

Gambar 4.10. Lebar efektif pada balok komposit

Gambar 4.11. Diagram tegangan-regangan penampang komposit

Lebar efektif penampang adalah nilai terkecil dari persamaan berikut :

Page 58: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

(menentukan)

Jadi lebar efektif bE berpenampang seperti di atas adalah bE = 175 cm.

Gaya tekan pada pelat lantai kendaraan CC adalah :

CC = 0,85 x f’c x bE x t

= 0,85 x 20 x 1750 x 200

= 5950000 N

= 595000 kg

Gaya tekan pada tulangan tekan (tulangan pelat arah memanjang adalah

tulangan tekan pada sistem balok komposit dengan lebar efektif bE)

sebesar :

Cr = As’ x fy

Diketahui :

Tulangan memanjang pelat lantai dua lapis masing-masing =

12-100

As’ = 4071,6 mm2

Maka :

Cr = 40,716 x 2400

Page 59: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

= 97718,4 kg

Gaya tarik pada baja profil T adalah :

T = As x fy

= 336,1 x 2400

= 806640 kg

Sehinga, luasan baja profil yang mengalami gaya tekan As’ adalah :

Letak garis netral c dapat ditentukan sebagai :

Gaya tekan pada baja profil Cs adalah :

Cs = 2 x As’ x fy

= 2 x 23,734 x 2400

= 113923,2 kg

Kontrol keseimbangan gaya :

T – Cc – Cr – Cs = 0

806640 – 595000 – 97718,4 – 113923,2 = 0

-1,6 = 0

-1,6 0................(OK)

Kapasitas momen nominal penampang komposit Mn adalah :

Page 60: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Sedangkan kapasitas momen rencana Mr penampang diperoleh :

Mr = Mn

= 0,8 Mn

= 27903802,70 kgcm

= 279038,028 kgm > 208487,79 kgcm

Mr > Mu (OK)

Dengan nilai momen rencana lebih besar daripada momen perlu (Mr >

Mu), maka penampang komposit mampu melawan beban yang bekerja.

I.       Kontrol Kemampuan Profil

a.      Pemeriksaan Penampang Profil

1.     

2.     

Oleh karena profil memenuhi dua persamana di atas, maka profil

merupakan penampang tidak berubah bentuk.

b.      Kontrol Terhadap Tegangan Kip kip

Pada perletakan dianggap tidak ada pengaku samping, maka :

Page 61: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Tegangan di tengah bentang (akibat momen maksimum) maks adalah :

>

Maka diperlukan pengaku samping/penegar pada perletakan A dan B.

Kontrol ulang setelah pengaku samping terpasang

c1 = 1090,152

c2 = 1,323 x 106

Jadi, balok profil memerlukan sokongan lateral yang selanjutnya dipasang

dengan jarak 4,25 meter.

Page 62: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Diagram momen kombinasi yang memiliki pengaruh terbesar (kombinasi

III) dapat dilukiskan seperti pada gambar berikut:

Gambar 4.12. Diagram momen kombinasi III dengan sketsa penempatan sokongan lateral

Page 63: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Tinjau batang C – D

Dimana :

Oleh karena * negatif, maka * diambil 0, maka :

C3 = c2 = 0,63 E/

= 826,875

Karena 250 < c1 < c3, maka :

Momen di tengah bentang C – D (MF) adalah :

MF = 195131,083 kgm

Page 64: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Maka tegangan di tengah bentang tersebut cd adalah :

.......................................... >

(Tidak aman)

Antara tegangan di tengah bentang C – D dengan tegangan ijin kip

terdapat selisih sebesar :

Yang berarti bahwa penampang profil tidak mampu melawan gaya kip.

Akan tetapi profil tersebut tetap digunakan dengan asumsi selisih

tegangan disalurkan pada saat pelat lantai yang secara praktis berfungsi

juga sebagai sokongan lateral.

Sehingga penampang profil aman dari bahaya kip setelah dipasang

sokongan lateral walaupun pada setiap jarak 4,25 cm.

J.      Pemeriksaan Lendutan

Lendutan ditinjau terhadap muatan sesungguhnya yang bekerja

pada penampang komposit. Panjang bentang L adalah jarak antara

momen-momen yang mempunyai nilai nol.

Lendutan maksimum yang diijinkan maks adalah :

Page 65: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Momen inersia Ix penampang komposit

Gambar 4.13. Penampang balok komposit

Titik berat gabungan sejajar sumbu Y adalah :

Momen inersia total Ix adalah :

Ix = Ix1 + Ix2

= 1009486,141 cm4

a.      Lendutan akibat momen lentur

Page 66: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

1)      Akibat muatan mati

L = 17 m = 1700 cm

q = 2051,879 kg/m = 20,519 kg/cm

P = 5 x 44,275 kg = 221,375 kg

Ix = 1009486,141 cm4

E = 2,1 x 106 kg/cm2

2)      Akibat muatan hidup

q = 1400 kg/m = 14 kg/cm

Pk = 9919,636 kg

Page 67: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

b.      Lendutan akibat gaya lintang

G = modulus geser

Lendutan akibat gaya lintang diperoleh menurut persamaan :

Oleh karena gaya yang bekerja dua macam yakni beban merata dan

beban terpusat, maka momen maksimum Mmaks juga terdiri dari dua

macam yaitu momen maksimum akibat beban merata dan momen

maksimum akibat beban terpusat.

1)      Lendutan akibat beban mati

2)      Lendutan akibat beban hidup

Page 68: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Lendutan total yaitu lendutan akibat momen lentur dan gaya lintang, baik

itu pengaruh beban mati maupun beban hidup, merata ataupun terpusat,

dapat diketahui, yaitu sebesar :

total = d1 + d2 + d3 + d4

= 1,063 + 1,197 + 0,079 + 0,098

= 2,437 cm < mak ..................................(OK)

K.    Perencanaan Penghubung Geser (Shear Connector)

Sebagaimana diketahui bahwa balok komposit adalah balok

yang tersusun atas dua jenis bahan berbeda yang disatukan sedemikian

sehingga menjadi satu kesatuan yang monolit. Kekuatan dari dua buah

bahan tersebut tergantung dari kekuatan terhadap gaya geser yang

terjadi diantara kedua sisi bahan yang saling berhubungan yang mana

akibat beban akan terjadi lendutan pada masing-masing balok. Lendutan

ini akan berkurang kalau dua bahan yang disatukan tadi monolit, artinya

gaya geser ditahan oleh alat penyambung atau pemersatu kedua balok

yang disebut penyambung geser (shear connector).

Pada jembatan Sungai Belimbing, dengan perencanaan sistem

balok komposit ini direncanakan akan memakai penghubung geser (shear

connector) jenis stud berkepala.

Stud berkepala yang dimaksud dengan spesifikasi:

Diamter stud d = 1” = 25,4 mm

Tinggi stud H = 15 cm = 150 mm

Diperoleh perbandingan :

Page 69: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Untuk stud dengan > 4, maka kapasitas geser batas qult untuk satu buah

stud, adalah :

Dengan :

Maka :

Dari pemeriksaan penampang komposit diperoleh :

Gaya horisontal H (tekan)

-          Gaya tekan pada beton Cc sebesar : Cc = 595000 kg

= 5950 kN

-          Gaya tekan pada tulagn tekan sebesar : Cr = 97718,4 kg

= 977,184 kN

-          Gaya tekan pada baja profil sebesar : Cs = 113923,2 kg

= 1139,232 kN

Gaya horisontal tekan total diperoleh :

Cc + Cr + Cs = 5950 + 977,184 + 1139,232

= 8066,416 kN

Gaya horisontal tarik pada baja profil sebesar :

T = 806640 kg

Page 70: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

= 8066,4 kN < 8066,416 kN

Oleh karena gaya horisontal tarik lebih kecil daripada gaya horisontal

tekan, maka dalam menghitung jumlah penghubung geser dipakai gaya

horisontal tarik.

Jumlah total penghubung geser pada setengah bentang jembatan adalah :

Gaya geser antara pelat beton dan baja profil (Sr) adalah :

Diketahui :

Vu = Dmaks = 219962,984 kg

Q = bE x ts x (c – ts)

= 175 x 20 x (20,663 – 20)

= 2320,5 cm3

Ix = 1009486,141 cm4

Maka :

Jarak yang diperlukan antara penghubung gser Pr adalah :

Page 71: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Kontrol jumlah penghubung geser :

Panjang setengah bentang jembatan adalah 850 cm

Maka, jumlah penghubung geser adalah :

..........(OK)

Penempatan penghubung geser sesuai gambar berikut.

Gambar 4.14. Denah penempatan penghubung geser

Page 72: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

L.     Perencanaan Perletakan

a.      Perletakan gelinding (rol)

Diketahui :

Gaya lintang yang menentukan adalah gaya lintang hasil kombinasi 1

yaitu sebesar :

Du = Dmaks = 48037,7 kg

= 480377 N

Maka, luas penampang bidang tumpuan At adalah :

Panjang rol L dibuat :

L = Bprofil + 5 cm

= 35,8 + 5 cm

= 40,8 cm

Lebar tumpuan b dibuat :

Tebal pelat duduk s adalah :

Page 73: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

s1 = s = 6 cm

Diameter rol d4 adalah :

Diketahui :

= tegangan kontak

untuk Fe – 6 baja tempa adalah 9500 kg/cm2

Maka :

d5 diambil misalkan 2,5 cm

Maka :

d3 = d4 + 2 (d5)

= 10 + 2 (2,5)

= 15 cm

Page 74: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Gambar 4.1.5 Sketsa tumpuan rol

b.      Perletakan engsel

h = ½ (s + s1 + d4)

= ½ (6 + 6 + 10)

= 11 cm

Dari tabel Muller-Breslau (lampiran) diperoleh :

Dengan :

Misalkan :

Page 75: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

q = jumlah rusuk

= 2 buah

Maka :

Diameter engsel d1 adalah :

Page 76: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Gambar 4.16. Sketsa tumpuan engsel

M.   Perencanaan Penegar (Stiffeners)

Diketahui bahwa pada perletakan balok profil memerlukan pengaku

samping (stiffereners) untuk menjamin balok profil mampu melawan gaya

lintang yang terjadi.

Gaya lintang yang menentukan adalah hasil kombinasi II yaitu sebesar ;

Dmaks = 219962,984 kg

Kapasitas profil melawan gaya lintang adalah sebesar :

Dengan :

c’ = panjang penyebaran gaya lintang

= lebar perletakan b

d’ = jarak dari bagian yang lurus pada badan profil sampai sisi luar

dari flens.

Page 77: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Gambar 4.17. Detail profil WF 27x14

Maka :

D = 1,842 (30 + 5,203) 1600

= 103750,282 kg < Dmaks

Gaya lintang sisa yang tidak bisa dilawan penampang adalah sebesar :

Dsisa = Dmaks – D

= 219962,984 – 103750,282

= 116212,702 kg

Maka, luas penampang penegar minimum yang diperlukan adalah :

Dicoba memakai penegar dengan lebar b = 30 cm

Maka, tebal pelat penegar adalah sebesar :

Page 78: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Pelat penegar tersebut dipasang pada kedua sisi badan profil, sehingga

masing-masing sisi badan profil mendapat penegar dengan lebar :

Gambar 4.18. Penampang profil dengan penegar

Pemeriksaan terhadap Tekuk

Kedua pelat penegar bersama flens dan badan profil bekerja

sama sebagai kolom. Lebar pelat badan yang dianggap bekerja sama

dengan penegar adalah sama dengan lebar perletakan yaitu sebesar 30

cm, seperti yang ditunjukkan potongan A-A pada gambar di atas. Maka

momen inersia penampang profil sekarang menjadi : (dengan

mengabaikan flens di luar penegar).

Luas penampang A1’ sekarang menjadi :

Page 79: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

Dan jari-jari inersia arah sumbu x ix menjadi :

Panjang tekuk Lk adalah sama dengan h profil yaitu :

Lk = A – 2 (t2)

= 69,4 – 2 (3,023)

= 63,354 cm

Angka kelangsingan penampang tersebut sebagai kolom adalah :

Perbandingan kelangsingan kolom (penampang) terhadap kelangsingan

batas adalah :

Jadi, penampang adalah aman terhadap tekuk.

Dengan demikian kapasitas dukung penampang sebagai lomok dapat

diketahui, yaitu :

Page 80: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

.........(OK)

Jadi, penampang mampu melawan gaya lintang setelah dipasang penegar

samping pada kedua sisinya.

Page 81: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

V.      PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dari hasil analisa dan pembahasan di atas, dapat diambil

beberapa kesimpulan, antara lain :

a.      Pada struktur jembatan sistem konvensional (kondisi awal)

1.      Dimensi/ukuran diafragma b x h = 500 x 600 mm2, adalah terlalu besar

dan tidak sesuai dengan beban yang akan diterima. Sehingga

perencanaan diafragma tidak ekonomis (boros).

-          Ukuran balok induk beton (Gelagar memanjang) dengan dimensi b x h =

450 x 1100 mm2, adalah terlalu kecil. Balok induk tersebut memang

mampu melawan momen akibat beban yang bekerja akan tetapi oleh

karena ukuran terlalu kecil, maka inersianya pun kecil sehingga

menyebabkan lendutan yang terlalu besar.

b.      Pada struktur sistem komposit (alternatif)

1.      Diafragma direncanakan dengan profil WF 8x5¼ dengan data-data

sebagai berikut :

A = 203 mm

B = 133 mm

t1 = 5,84 mm

t2 = 7,82 mm

Profil tersebut mampu melawan beban yang bekerja dan relatif ekonomis.

2.      Gelagar induk direncanakan menggunakan profil WF 27x14 dengan data-

data sebagai berikut :

Page 82: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

A = 694 mm

B = 358 mm

t1 = 18,42 mm

t2 = 30,23 mm

Kapasitas momen rencana penampang komposit Mr = 279038,028 kgm,

sedangkan momen batas yang dibutuhkan Mu = 208487,79 kg (Mr > Mu).

Maka, penampang komposit mampu melawan beban yang bekerja.

3.      Lendutan yang terjadi lebih kecil dari lendutan maksimum yang

disyaratkan. Lendutan maksimum yang disyaratkan sebesar :

Sedangkan lendutan total yang terjadi adalah :

= 1 + 2 + 3 + 4

= 1,063 + 1,197 + 0,079 + 0,098

= 2,437 cm < maks

Jadi, secara teoritis perencanaan alternatif jembatan Belimbing dengan

sistem komposit adalah aman dan memenuhi kriteria-kriteria yang

disyaratkan.

Page 83: Bangunan Atas Gelagar Induk Beton Bertulang

B.     Saran

Dalam merencanakan bangunan sipil pada umumnya dan

bangunan jembatan khususnya, hendaknya dilakukan berdasarkan

standar dan atau spesifikasi yang telah disyaratkan. Sehingga, dengan

demikian perencanaan tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara

teoritis maupun praktek.

Perencanaan yang menyimpang dari standar yang telah

disyaratkan dapat digunakan apabila secara matematis atau teoritis

mendekati keadaan sebenarnya di lapangan dan itupun harus dilakukan

pengujian laboratorium terlebih dahulu dan mendapat persetujuan dari

pengawas ahli