bahan yang banyak kekurangannya
DESCRIPTION
aaaaaaaaaaaaaaTRANSCRIPT
1. Manifestasi klinis Leptospirosis
Gambaran klinis leptospirosis dibagi atas 3 fase yaitu : fase leptospiremia, fase imun dan
fase penyembuhan.
a. Fase Leptospiremia Demam mendadak tinggi sampai menggigil disertai sakit kepala,
nyeri otot, hiperaestesia pada kulit, mual muntah, diare, bradikardi relatif, ikterus,
injeksi silier mata. Fase ini berlangsung 4-9 hari dan berakhir dengan menghilangnya
gejala klinis untuk sementara.
b. Fase Imun Dengan terbentuknya IgM dalam sirkulasi darah, sehingga gambaran klinis
bervariasi dari demam tidak terlalu tinggi, gangguan fungsi ginjal dan hati, serta
gangguan hemostatis dengan manifestasi perdarahan spontan.
c. Fase Penyembuhan Fase ini terjadi pada minggu ke 2 - 4 dengan patogenesis yang
belum jelas. Gejala klinis pada penelitian ditemukan berupa demam dengan atau tanpa
muntah, nyeri otot, ikterik, sakit kepala, batuk, hepatomegali, perdarahan dan
menggigil serta splenomegali.
Menurut berat ringannya, leptospirosis dibagi menjadi ringan dan berat, tetapi untuk
pendekatan diagnosis klinis dan penanganannya, para ahli lebih senang membagi penyakit ini
menjadi leptospirosis anikterik (non ikterik) dan leptospirosis ikterik.
1) Leptospirosis anikterik Onset leptospirosis ini mendadak dan ditandai dengan demam
ringan atau tinggi yang umumnya bersifat remiten, nyeri kepala dan menggigil serta
mialgia. Nyeri kepala bisa berat, mirip yang terjadi pada infeksi dengue, disertai nyeri
retro-orbital dan photopobia. Nyeri otot terutama di daerah betis, punggung dan paha.
Nyeri ini diduga akibat kerusakan otot sehingga creatinin phosphokinase pada
sebagian besar kasus akan meningkat, dan pemeriksaan cretinin phosphokinase ini
dapat untuk membantu diagnosis klinis leptospirosis. Akibat nyeri betis yang
menyolok ini, pasien kadangkadang mengeluh sukar berjalan. Mual, muntah dan
anoreksia dilaporkan oleh sebagian besar pasien. Pemeriksaan fisik yang khas adalah
conjunctival suffusion dan nyeri tekan di daerah betis. Limpadenopati, splenomegali,
hepatomegali dan rash macupapular bisa ditemukan, meskipun jarang. Kelainan mata
berupa uveitis dan iridosiklis dapat dijumpai pada pasien leptospirosis anikterik
maupun ikterik. Gambaran klinik terpenting leptospirosis anikterik adalah meningitis
aseptik yang tidak spesifik sehingga sering terlewatkan diagnosisnya.
Dalam fase leptospiremia, bakteri leptospira bisa ditemukan di dalam cairan
serebrospinal, tetapi dalam minggu kedua bakteri ini menghilang setelah munculnya
antibodi ( fase imun ).
Pasien dengan Leptospirosis anikterik pada umumnya tidak berobat karena
keluhannya bisa sangat ringan. Pada sebagian pasien, penyakit ini dapat sembuh
sendiri ( self - limited ) dan biasanya gejala kliniknya akan menghilang dalam waktu
2-3 minggu. Karena gambaran kliniknya mirip penyakit-penyakit demam akut lain,
maka pada setiap kasus dengan keluhan demam, leptospirosis anikterik harus
dipikirkan sebagai salah satu diagnosis bandingnya, apalagi yang di daerah endemik.
Leptospirosis anikterik merupakan penyebab utama Fever of unknown origin di
beberapa negara Asia seperti Thailand dan Malaysia. Diagnosis banding leptospirosis
anikterik harus mencakup penyakit-penyakit infeksi virus seperti influenza, HIV
serocon version, infeksi dengue, infeksi hanta virus, hepatitis virus, infeksi
mononukleosis dan juga infeksi bakterial atau parasitik seperti demam tifoid,
bruselosis, riketsiosis dan malaria.
2) Leptospirosis ikterik Ikterus umumnya dianggap sebagai indikator utama leptospirosis
berat. Gagal ginjal akut, ikterus dan manifestasi perdarahan merupakan gambaran
klinik khas penyakit Weil. Pada leptospirosis ikterik, demam dapat persisten sehingga
fase imun menjadi tidak jelas atau nampak overlapping dengan fase leptospiremia.
Ada tidaknya fase imun juga dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah bakteri
leptospira yang menginfeksi, status imunologik dan nutrisi penderita serta
kecepatanmemperoleh terapi yang tepat. Leptospirosis adalah penyebab tersering
gagal ginjal akut.
Tanto C. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius; 2014. h: 726-7
2. Demam Berdarah
1) Demam Dengue
Demam dengue adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak dan remaja atau
orang dewasa dengan tanda-tanda klinis berupa demam, nyeri otot dan/atau nyeri
sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam, dan limfadenopati, demam
bifasik, sakit kepalayang hebat, nyeri pada pergerakan bola mata gangguan rasa
mengecap, trombositopeniaringan, dan petekie spontan.
Kriteria klinis DD, adalah :
a. Suhu badan yang tiba-tiba meninggi
b. Demam yang berlangsung hanya beberapa hari
c. Kurva demam yang menyerupai pelana kuda
d. Nyeri tekan terutama di otot-otot dan persendian
e. Adanya ruam-ruam pada kulit
f. Leukopenia
2) Demam berdarah dengue
Demam berdarah dengue atau Dengue Haemorrhagic Fever ialah penyakit yang
terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi,
yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama.
Kriteria Klinis DBD, adalah :
a. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2-7 hari, kemudian turun secara lisis.
Demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, malaise, nyeri pada
punggung, tulang persendian, dan kepala
b. Manifestasi perdarahan, seperti uji turniket positif, petekie, purpura, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan melena
c. Pembesaran hati dan nyeri tekan tanpa ikterus
d. Dengan/tanpa renjatan. Renjatan yang terjadi pada saat demam biasanya
mempunyai prognosis yang buruk
e. Kenaikan nilai Ht/hemokonsentrasi, yaitu sedikitnya 20%
Grandahusada S., Ilahude HD. Pribadi W. 2009. Parasitologi Kedokteran. Jakarta :
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
3. Dosis Parasetamol
Parasetamol tersedia sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500 mg atau sirup yang
mengandung 120 mg/5 ml. Selain itu parasetamol terdapat sebagai sediaan kombinasi
tetap, dalam bentuk tablet maupun cairan. Dosis parasetamol untuk dewasa 300 mg-1 g
per kali, dengan maksimum 4 g per hari; untuk anak 6-12 tahun : 150-300 mg/kali,
dengan maksimum 1,2 g/hari. Untuk anak 1-6 tahun : 60-120 mg/kali dan bayi dibawah 1
tahun : 60 mg/kali; pada keduanya dibeikan maksimum 6 kali sehari.
Farmakologi dan Terapan. Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007. p.239
Tambahan
Hepatitis A
I. DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI
Hepatitis Infeksiosa merupakan infeksi hati yang disebabkan oleh virus hepatitis A.
Distribusi virus hepatitis A terdapat di seluruh dunia: endemisitas tinggi di negara
berkembang. Transmisi enterik (fekal-oral) predominan diantara anggota keluarga. Kejadian
luar biasa dihubungkan dengan sumber umum yang digunakan bersama seperti makanan
terkontaminasi dan sumber air. Faktor risiko lain, meliputi prilaku seks oral-anal, pemakaian
IVDU dan berpergian ke negara berkembang. Prevalensi berkorelasi dengan standar sanitasi
dan ukuran rumah tinggal.
II. ETIOLOGI
Hepatitis A akut disebabkan oleh virus hepatitis A. Digolongkan dalam picornavirus,
subklasifikasi hepatovirus dengan diameter 27-28 nm, bentuk kubus simetrik, untai tunggal
(single stranded), molekul RNA linier, 7,5 kb.
Pada manusia terdiri atas satu serotipe, tiga atau lebih genotipe. Mengandung lokasi
netralisasi imunodominan tunggal. Mengandung tiga atau empat polipeptida virion di
kapsomer. Replikasi di sitoplasma hepatosit yang terinfeksi, tidak terdapat bukti yang nyata
adanya replikasi di usus. Menyebar pada primata non manusia dan galus sel manusia. Virus
Hepatitis A diekskresikan di tinja oleh orang yang terinfeksi selama 1-2 minggu sebelum dan
1 minggu setelah awitan penyakit.
III. PATOGENESIS
Secara patologi infeksi hepatitis akut terdiri atas infiltrasi panlobuler dengan sel
mononukleus, nekrosis sel hati, hiperplasia sel kupffer, dan berbagai macam derajat
kolestatis. Terdapat regenerasi sel hati, seperti yang dibuktikan oleh banyaknya gambaran
mitosis, sel multinukleus, dan pembentukan “rosette”/“pseudoasiner”. Infiltrasi mononukleus
terutama terdiri atas limfosit kecil, meskipun sel plasma dan eosinofil kadang-kadang
tampak.
Infeksi virus hepatitis A memiliki masa inkubasi 15-50 hari dengan rata-rata 30 hari. Saat
fase inkubasi virus belum menyebabkan gejala. Kemudian fase prodromal, merupakan
manifestasi dari viremia. Kemudian fase ikterik, merupakan manifestasi dari inflamasi pada
hepar yang menyebabkan kerusakan sel parenkim, sel hati dan duktus empedu intrahepatik.
Kerusakan tersebut dapat menyebabkan obstruksi dan gangguan konjugasi bilirubin.
Peningkatan bilirubin direk yang kemudian dapat menyebabkan keluhan ikterik dan jika larut
dalam air menyebabkan urin gelap.
IV. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis hepatitis virus sangat bervariasi mulai dari infeksi asimtomatik tanpa
kuning sampai yang sangat berat, yaitu hepatitis fulminan yang dapat menimbulkan kematian
hanya dalam beberapa hari. Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap, yaitu:
1. Fase Inkubasi
Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala. Fase ini berbeda-beda
lamanya untuk tiap virus hepatitis. Panjang fase ini tergantung pada dosis inokulum yang
ditularkan, makin besar dosis inokulum, makin pendek fase inkubasi ini. Masa inkubasi
virus hepatitis A 15-50 hari dengan rata-rata 30 hari.
2. Fase Proodormal (Pra Ikterik)
Fase diantara timbulnya keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus. Awitannya dapat
singkat atau insidious ditandai dengan demam, malaise umum, mudah lelah, mialgia,
atralgia, gejala flu, faringitis, batuk, sakit kepala. Terdapat juga keluhan gastrointerstinal
anoreksia, mual dan muntah. Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran
kanan atas atau epigastrium, kadang diperberat dengan aktivitas.
3. Fase Ikterus
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan munculnya
gejala prodromal. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi. Setelah timbul ikterus
jarang terjadi perburukan gejala prodormal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis yang
nyata.
Gambar 2.1. Sklera ikterik
4. Fase Konvalesen (Penyembuhan)
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi hepatomegali dan
abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan sudah lebih sehat dan kembalinya
nafsu makan. Keadaan akut biasanya membaik dalam 2-3 minggu. Pada hepatitis A
perbaikan klinis dan laboratorium lengkap terjadi dalam 9 minggu.
V. LABORATORIUM
Berikut merupakan cara untuk mendiagnosis hepatitis virus akut:
Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan:
IgM anti HAV dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan setelahnya. AntiHAV
yang positif tanpa IgM anti HAV mengindikasikan infeksi lampau.
Gambaran biokimia yang utama adalah peningkatan konsentrasi serum alanin
aminotransferase dan aspartat aminotransferase dengan puncak yang bervariasi dari
500 – 5000 UI
Konsentrasi serum bilirubin jarang melebihi 10 mg/dl
Konsentrasi serum alkali fosfatase dapat normal atau meningkat sedikit
Masa protrombin normal atau meningkat 1-3 detik
Konsentrasi serum albumin normal atau menurun sedikit
Hapusan darah tepi normal atau leukopenia ringan dengan atau tanpa limfositosis
ringan
VI. KOMPLIKASI
Terdapat tiga komplikasi dari infeksi virus hepatitis akut.
1. Gagal hati akut (Acute Liver Failure)
Ditemukan adanya perubahan status mental atau ensefalopati berupa letargi, mengantuk,
koma, perubahan pola tidur, perubahan kepribadian; edema serebral (biasanya tanpa
edema papil); koagulopati (pemanjangan masa protrombin); gagal organ multipel (ARD,
aritmia jantung, sindrom hepatorenal, asidosis metabolik, sepsis, perdarahan
gastrointestinal, hipotensi); asites (dapat anasarka); pemeriksaan fisik serial didapatkan
hati yang mengecil.
2. Hepatitis dengan Kolestasis
Kunins sangat menonjol dan menetap selama beberapa bulan sebelum terjadinya
perbaikan yang komplit. Pruritus mononjol dan pada beberapa pasien terjadi anoreksia
dan diare yang presisten.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan konsentrasi bilirubin serum total melebihi 20
mg/dl. Kadar aminotransaminase dapat kembali normal walaupun kolestasis masih
menetap. Konsentrasi alkasi fosfatase serum meningkat secara bervariasi.
3. Hepatitis Relaps
Kemunculan kembali gejala dan peningkatan enzim hati setelah beberapa minggu sampai
beberapa bulan setelah perbaikan. Mungkin didapatkan artritis , vaskulitis dan
krioglobulinemia.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan meningkatan konsentrasi aminotransferase
dan bilirubin. Konsentrasi puncak dapat melebihi konsentrasi pada saat infeksi awal.
VII.DIAGNOSIS BANDING
Penyakit hati akibat obat atau toksin
Hepatitis iskemik
Hepatitis autoimun
Hepatitis alkoholik
Obstruksi akut traktus biliaris
VIII. TATALAKSANA
Tatalaksana untuk hepatitis virus akut dapat dilakukan dalam rawat jalan, kecuali pasien
dengan mual atau anoreksia berat. Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tatalaksana:
1. Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat
Tidak ada rekomendasi diet khusus
Makan pagi dengan porsi yang cukup besar merupakan makanan yang paling baik
ditoleransi
Menghindari konsumsi alkohol selama fase akut
2. Aktivitas fisik yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari
3. Pembatasan aktivitas sehari-hari tergantung dari derajat kelelahan dan malaise
Jika terjadi komplikasi gagal hati akut makan perlu diperlu dilakukan perawatan di
Rumah sakit yang menyediakan program transplantasi hati, segera setelah diagnosis
ditegakkan. Belum ada terapi yang efektif untuk gagal hati akut. Tujuan perawatan adalah:
Monitoring kontinu dan terapi suportif
Mempertahankan fungsi vital
Pempersiapkan transplantasi hati bila tidak terdapat perbaikan
Jika terjadi komplikasi hepatitis kolestasis, progesivitas penyakit dapat dipersingkat
dengan pemberian prednison jangka pendet atau asam ursodioksikolat. Gejala pruritus dapat
dikontrol dengan kolestiramin.
IX. PENCEGAHAN
Pencegahan pada virus hepatitis A dengan imunoprofilaksis, dibedakan menjadi dua jenis:
1. Imunoprofilaksis sebelum paparan
a. Vaksin HAV yang dilemahkan
Efektifitas tinggi (angka proteksi 94-100%)
Sangat imunogenik (hampir 100% pada subyek sehat)
Antibodi protektif terbentuk dalam 15 hari pada 85-90% subjek
Aman, toleransi baik
Efektifitas protektif selama 20-50 tahun
Efek samping utama adalah nyeri di tempat penyuntikan
b. Dosis dan jadwal vaksin HAV
Usia > 19 tahun 2 dosis 1440 Unit Elisa, dengan interval 6-12 bulan
Usia < 2 tahun 3 dosis 360 Unit Elisa, dengan waktu 0, 1 dan 6-12 bulan atau 2
dosis 720 Unit Elisa, dengan waktu 0 dan 6-12 bulan
c. Indikasi vaksinasi
Pengunjung ke daerah risiko tinggi
Homoseksual dan biseksual
IVDU
Anak dan dewasa muda pada daerah yang pernah mengalami kejadian luar biasa
Anak pada daerah dimana angka kejadian HAV lebih tinggi dari angka nasional
Pasien yang rentan dengan penyakit hati kronik
Pekerjaan laboratorium yang menangani HAV
Pramusaji
Pekerja pada bagian pembuangan air
2. Imunoprofilaksis pasca paparan
Keberhasilan vaksin HAV pada pasca paparan belum jelas
Keberhasilan imunoglobulin sudah nyata akan tetapi tidak sempurna
Dosis 0,02 ml/kg, suntikan pada daerah deltoid segera setelah paparan
Toleransi baik, nyeri pada daerah suntikan
Indikasi: kontak erat dan kontak dalam rumah tangga dengan infeksi HAV akut
1. Sanityoso Andri. Hepatitis Virus Akut. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Editor Sudoyo AW, dkk. Edisi 4. Jakarta: FKUI; 2007. Hal 427-32.
2. Ismail Dasnan, Alwi Idrus, dkk. Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam.
Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Interna Publishing; 2009. Hal 319.
3. Rusmi. Hepatologi: Hepatitis A. Dalam Panduan praktis ilmu penyakit dalam.
Halim M. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2008. Hal 368.
4. Sabatine MS. Pocket notebook, pocket medicine. Edisi 3. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2004. Hal 3-16.