bagian kedua rancangan undang-undang republik … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan...

76
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ... TENTANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH Jakarta, 2013

Upload: buidan

Post on 28-May-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

DEWAN PERWAKILAN DAERAHREPUBLIK INDONESIA

BAGIAN KEDUA

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG

DEWAN PERWAKILAN DAERAH

Jakarta, 2013

Page 2: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

1

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR ... TAHUN …

TENTANG

DEWAN PERWAKILAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa dalam melaksanakan kedaulatan rakyat untuk

memperjuangkan aspirasi daerah dan rakyat, perlu penataan

kembali kedudukan Dewan Perwakilan Daerah sesuai

amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945;

b. bahwa putusan Mahkamah Konstitusi pada perkara Nomor

92/PUU-X/2012 tanggal 27 Maret 2013 telah

mengembalikan peran dan fungsi legislasi Dewan Perwakilan

Daerah dan hubungannya dengan Dewan Perwakilan Rakyat

sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

c. bahwa Pasal 22C Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan susunan dan

kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan

undang-undang;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a, huruf b, huruf c, perlu membentuk Undang-

Undang tentang Dewan Perwakilan Daerah;

Mengingat: Pasal 22C, Pasal 22D, Pasal 22E Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal

23 Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal 23E Ayat (2), Pasal 23F Ayat

(1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945;

Page 3: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

2

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat, selanjutnya disingkat MPR, adalah

Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Dewan Perwakilan Rakyat, selanjutnya disingkat DPR, adalah Dewan

Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Dewan Perwakilan Daerah, selanjutnya disingkat DPD, adalah Dewan

Perwakilan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

4. Program Legislasi Nasional, selanjutnya disebut Prolegnas adalah instrumen

perencanaam program pembentukan undang-undang yang disusun secara

terencana, terpadu, dan sistematis.

5. Badan Legislasi Dewan Perwakilan Daerah, selanjutnya disingkat Baleg DPD

adalah alat kelengkapan DPD yang yang bersifat tetap yang menjalankan

tugas penyusunan, pembahasan Prolegnas dan rancangan undang-undang

serta pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi

rancangan undang-undang.

6. Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum provinsi, dan Komisi

Pemilihan Umum kabupaten/kota, selanjutnya disebut KPU, KPU provinsi,

dan KPU kabupaten/kota adalah KPU, KPU provinsi, dan KPU

Page 4: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

3

kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai

penyelenggara pemilihan umum.

7. Badan Pemeriksa Keuangan, selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga

negara yang bertugas memeriksa pengelolaan dan pertanggungjawaban

keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

8. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disingkat APBN,

adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang ditetapkan

dengan undang-undang.

9. Hari adalah hari kerja.

BAB II

SUSUNAN DAN KEDUDUKAN

Pasal 2

DPD terdiri dari wakil daerah provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum.

Pasal 3

DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai

lembaga negara.

BAB III

Bagian Kesatu

Fungsi

Pasal 4

DPD mempunyai fungsi:

a. legislasi;

b. anggaran;

c. pengawasan;

d. pertimbangan; dan

e. perwakilan.

Page 5: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

4

Bagian Kedua

Tugas dan Wewenang

Pasal 5

(1) DPD mempunyai tugas dan wewenang:

a. mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan

dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan

dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan

perimbangan keuangan pusat dan daerah;

b. membahas rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud huruf a

bersama DPR dan/atau Presiden sebelum diambil persetujuan

bersama antara DPR dan Presiden;

c. menerima rancangan undang-undang dari DPR dan Presiden yang

berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,

pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,

pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,

serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan

daerah;

d. membahas rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud

huruf c ;

e. memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-

undang tentang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan

dengan pajak, pendidikan, dan agama;

f. dapat memberikan pertimbangan dan pendapat atas rancangan

undang-undang yang sedang dibahas oleh DPR sesuai dengan

kebutuhan dan kepentingan daerah;

g. melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai

otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan

daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam,

dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak,

pendidikan, dan agama;

h. menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang

Page 6: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

5

mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan

penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan

sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan

undang-undang APBN, pajak, pendidikan, dan agama kepada DPR;

i. menerima hasil pemeriksaan atas keuangan negara dari BPK sebagai

bahan membuat pertimbangan kepada DPR tentang rancangan

undang-undang yang berkaitan dengan APBN;

j. memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota

BPK, untuk ditindak lanjuti;

k. menyusun, membahas bersama-sama dengan DPR dan Presiden serta

ikut memutuskan Prolegnas yang berkaitan dengan otonomi daerah,

pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan

pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya

ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah;

l. mengajukan rancangan undang-undang tentang pencabutan

peraturan pemerintah pengganti undang-undang kepada DPR dalam

hal rancangan undang-undang berkaitan otonomi daerah,

pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan

pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya

ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah;

m. membahas rancangan undang-undang tentang Pencabutan Peraturan

Pemerintah pengganti Undang-Undang dalam hal rancangan undang-

undang berkaitan dengan otonomi daerah, pembentukan, pemekaran

dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan

sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta

perimbangan keuangan pusat dan daerah sebelum diambil

persetujuan bersama antara DPR dan Presiden;

n. menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi

masyarakat dan daerah; dan

o. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam Undang-

Undang.

(2) Dalam menjalankan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), DPD dapat melakukan rapat dengan pemerintah daerah, DPRD,

lembaga atau badan-badan lainnya dan unsur masyarakat di daerah

pemilihannya.

Page 7: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

6

Pasal 6

(1) DPD dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya berhak meminta

pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat

untuk memberikan keterangan tentang suatu hal yang perlu ditangani

demi kepentingan bangsa dan negara.

(2) Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga

masyarakat wajib memenuhi permintaan DPD sebagaimana dimaksud pada

ayat (1).

(3) Setiap pejabat negara, pejabat pemeritah, badan hukum atau warga

masyarakat yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) dilakukan panggilan paksa sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(4) Dalam hal panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

bersangkutan dapat disandera paling lama 30 (tiga puluh) hari sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Dalam hal pejabat yang disandera sebagaiman dimaksud pada ayat (4)

habis masa jabatannya atau berhenti dari jabatannya, yang bersangkutan

dilepas dari penyanderaan demi hukum.

(6) DPD dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya berhak memberikan

rekomendasi kepada pejabat Negara, pejabat pemerintah, badan hukum,

warga negara, atau penduduk melalui mekanisme Sidang Kerja, Sidang

Dengar Pendapat Umum, Panitia Khusus, yang dibentuk oleh DPD demi

kepentingan bangsa dan Negara.

Pasal 7

(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 5, DPD menyusun anggaran yang dituangkan dalam program dan

kegiatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Dalam menyusun program dan kegiatan DPD sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), untuk memenuhi kebutuhannya, DPD dapat menyusun

standar biaya khusus dan mengajukannya kepada Pemerintah untuk

dibahas bersama.

(3) Pengelolaan anggaran DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal DPD di bawah pengawasan Badan

Page 8: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

7

Urusan Rumah Tangga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

(4) DPD menetapkan pertanggungjawaban pengelolaan anggaran DPD dalam

Peraturan DPD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) DPD membuat laporan pengelolaan anggaran sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) setiap tahun anggaran.

(6) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipublikasikan melalui

media massa pusat dan daerah.

(7) Anggaran DPD dibebankan pada mata anggaran tersendiri dalam

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Pasal 8

Ketentuan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang DPD sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7 diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata

tertib.

BAB IV

KEANGGOTAAN

Pasal 9

(1) Anggota DPD dari setiap provinsi ditetapkan sebanyak 5 (lima) orang.

(2) Jumlah anggota DPD tidak lebih dari 1/3 (satu pertiga) jumlah anggota

DPR.

(3) Keanggotaan DPD diresmikan dengan keputusan Presiden.

(4) Anggota DPD dalam menjalankan tugasnya berdomisili di daerah

pemilihannya dan mempunyai kantor di ibu kota provinsi daerah

pemilihannya.

(5) Masa jabatan anggota DPD adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat

anggota DPD yang baru mengucapkan sumpah/janji.

Pasal 10

(1) Anggota DPD sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji

secara bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam

Page 9: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

8

sidang paripurna DPD.

(2) Anggota DPD yang berhalangan mengucapkan sumpah/janji bersama-sama

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengucapkan sumpah/janji yang

dipandu oleh pimpinan DPD.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengucapan sumpah/janji

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan

DPD tentang tata tertib.

Pasal 11

Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sebagai berikut:

“Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:

bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota/ketua/wakil

ketua Dewan Perwakilan Daerah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,

sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dengan berpedoman pada

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguh-

sungguh, demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan

kepentingan bangsa, negara, dan daerah daripada kepentingan pribadi,

seseorang, dan golongan;

bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi daerah yang saya wakili untuk

mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Pasal 12

(1) Di provinsi yang dibentuk setelah pelaksanaan pemilihan umum tidak

diadakan pemilihan anggota DPD sampai dengan pemilihan umum

berikutnya.

(2) Anggota DPD di provinsi induk juga mewakili provinsi yang dibentuk

setelah pemilihan umum.

Page 10: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

9

BAB V

HAK DPD

Pasal 13

(1) DPD mempunyai hak:

a. interpelasi;

b. angket; dan

c. menyatakan pendapat.

(2) Hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah hak

DPD untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan

pemerintah yang penting, strategis serta berdampak luas pada kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

(3) Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah

melakukan penyidikan dan pengawasan kepada pemerintah atas

pelaksanaan suatu undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,

hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta

penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya

ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan

pusat dan daerah.

(4) Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c

adalah hak DPD untuk menyatakan pendapat untuk:

a. pembahasan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi

daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran

serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber

daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan

keuangan pusat dan daerah;

b. tindak lanjut hak interpelasi dan/atau hak angket; dan

c. penundaan pembahasan rancangan rancangan undang-undang yang

berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,

pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan

sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang

berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam hal

DPD menilai prosedur pembahasan rancangan undang-undang tersebut

tidak sesuai dengan asas-asas pembentukan undang-undang atau

Page 11: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

10

substansi dan rancangan undang-undang tersebut merugikan

kepentingan daerah.

BAB VI

HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA

Bagian Kesatu

Hak Anggota

Paragraf 1

Hak Mengajukan Usul

Rancangan undang-undang

Pasal 14

(1) Anggota DPD mempunyai hak mengajukan usul rancangan undang-undang

yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,

pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan

sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan

dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

(2) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan usul rancangan undang-undang

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan

DPD tentang tata tertib.

Paragraf 2

Hak Mengajukan Pertanyaan

Pasal 15

(1) Anggota DPD mempunyai hak mengajukan pertanyaan.

(2) Dalam hal pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan

kepada Presiden, pertanyaan tersebut disusun secara tertulis, singkat, dan

jelas serta disampaikan kepada pimpinan DPD.

Page 12: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

11

(3) Apabila diperlukan, pimpinan DPD dapat meminta penjelasan kepada

anggota DPD yang mengajukan pertanyaan.

(4) Pimpinan DPD meneruskan pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) kepada Presiden dan meminta agar Presiden dan memberikan jawaban.

(5) Sebelum disampaikan kepada Presiden, pertanyaan sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) tidak dapat diumumkan.

(6) Jawaban terhadap pertanyaan anggota DPD sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) disampaikan secara lisan atau tertulis oleh Presiden.

(7) Dalam Sidang Paripurna DPD selanjutnya Presiden menyampaikan

jawaban terhadap pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(8) Penyampaian jawaban Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat

diwakilkan kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Paragraf 3

Hak Menyampaikan Usul dan Pendapat

Pasal 16

(1) Anggota DPD berhak menyampaikan usul dan pendapat mengenai suatu

hal, baik yang sedang dibicarakan maupun yang tidak dibicarakan dalam

rapat.

(2) Penyampaian usul dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan dengan memperhatikan tata krama, senioritas Anggota DPD,

etika moral, sopan santun dan kepatutan sebagai wakil daerah.

(3) Tata cara penyampaian usul dan pendapat sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata tertib.

Paragraf 4

Hak Memilih dan Dipilih

Pasal 17

(1) Anggota DPD mempunyai hak memilih dan dipilih untuk menduduki

jabatan tertentu pada alat kelengkapan DPD.

(2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan hak memilih dan dipilih

Page 13: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

12

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan

DPD tentang tata tertib.

Paragraf 5

Hak Membela Diri

Pasal 18

(1) Anggota DPD yang diduga melakukan pelanggaran sumpah/janji, kode

etik, dan/atau tidak melaksanakan kewajiban sebagai anggota diberi

kesempatan untuk membela diri dan/atau memberikan keterangan kepada

Badan Kehormatan.

(2) Ketentuan mengenai tata cara membela diri dan/atau memberikan

keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam

Peraturan DPD tentang tata beracara Badan Kehormatan.

Paragraf 6

Hak Imunitas

Pasal 19

(1) Anggota DPD mempunyai hak imunitas.

(2) Anggota DPD tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan,

pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan

maupun tertulis di dalam sidang atau rapat DPD ataupun di luar sidang

atau rapat DPD yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang

DPD.

(3) Anggota DPD tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan,

pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik di dalam

sidang atau rapat DPD maupun di luar sidang atau rapat DPD yang

berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPD.

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal

anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati

dalam sidang tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang dimaksud

dalam ketentuan mengenai rahasia negara sesuai dengan ketentuan

Page 14: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

13

peraturan perundang-undangan.

Paragraf 7

Hak Protokoler

Pasal 20

(1) Pimpinan dan Anggota DPD mempunyai hak protokoler.

(2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan hak protokoler sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Paragraf 8

Hak Keuangan dan Administratif

Pasal 21

(1) Pimpinan dan anggota DPD mempunyai hak keuangan dan administratif.

(2) Hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPD sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) disusun oleh Pimpinan DPD dan diatur sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 9

Hak Mengusulkan dan Memperjuangkan Program Pembangunan dan

Keuangan Daerah

Pasal 22

(1) Anggota DPD mempunyai hak mengusulkan dan memperjuangkan

program pembangunan dan keuangan daerah.

(2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan hak mengusulkan dan

memperjuangkan program pembangunan dan keuangan daerah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan

DPD tentang tata tertib.

Page 15: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

14

Bagian Kedua

Kewajiban Anggota

Pasal 23

Anggota DPD mempunyai kewajiban:

a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;

b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 dan menaati peraturan perundang-undangan;

c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan

Negara Kesatuan Republik Indonesia;

d. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok,

golongan, dan daerah;

e. menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara;

f. menaati tata tertib dan kode etik;

g. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain;

h. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat dan

daerah;

i. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada

masyarakat di daerah yang diwakilinya; dan

j. mengelola dan mempertanggungjawabkan keuangan serta administrasinya

secara mandiri.

BAB VII

TATA TERTIB DAN KODE ETIK

Bagian Kesatu

Tata Tertib

Pasal 24

(1) Tata tertib DPD ditetapkan oleh DPD dengan berpedoman pada ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Page 16: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

15

(2) Tata tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku di lingkungan

internal DPD.

(3) Tata tertib DPD paling sedikit memuat ketentuan tentang:

a. pengucapan sumpah/janji;

b. pemilihan dan penetapan pimpinan;

c. pemberhentian dan penggantian pimpinan;

d. jenis dan penyelenggaraan persidangan atau rapat;

e. pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang lembaga, serta hak dan

kewajiban anggota;

f. penggantian antarwaktu anggota;

g. pembentukan, susunan, tugas dan wewenang alat kelengkapan;

h. pengambilan keputusan;

i. pelaksanaan konsultasi antara legislatif dan eksekutif;

j. penerimaan pengaduan dan penyaluran aspirasi masyarakat;

k. pengaturan protokoler;

l. pelaksanaan tugas kelompok pakar/ahli; dan

m. mekanisme keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan

fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.

Bagian Kedua

Kode Etik

Pasal 25

DPD menyusun kode etik yang berisi norma yang wajib dipatuhi oleh setiap

anggota selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan,

citra, dan kredibilitas DPD.

Page 17: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

16

BAB VIII

LARANGAN DAN SANKSI

Bagian Kesatu

Larangan

Pasal 26

(1) Anggota DPD dilarang merangkap jabatan sebagai:

a. pejabat negara lainnya;

b. hakim pada badan peradilan; atau

c. pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian

Negara Republik Indonesia, pegawai pada badan usaha milik negara,

badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya

bersumber dari APBN/APBD.

(2) Anggota DPD dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural

pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat

atau pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya

dengan tugas dan wewenang DPD serta hak sebagai anggota DPD.

(3) Anggota DPD dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta

dilarang menerima gratifikasi.

Bagian Kedua

Sanksi

Pasal 27

(1) Anggota DPD yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 26 dikenai sanksi berdasarkan keputusan Badan Kehormatan.

(2) Anggota DPD yang terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 26 ayat (1) dan/atau ayat (2) dikenai sanksi pemberhentian

sebagai anggota DPD.

(3) Anggota DPD yang terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 26 ayat (3) berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pemberhentian sebagai

Page 18: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

17

anggota DPD.

Pasal 28

Jenis sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) berupa:

a. teguran lisan;

b. teguran tertulis; dan/atau

c. diberhentikan dari pimpinan pada alat kelengkapan.

Pasal 29

Setiap orang, kelompok, atau organisasi dapat mengajukan pengaduan kepada

Badan Kehormatan DPD dalam hal memiliki bukti yang cukup bahwa terdapat

anggota DPD yang tidak melaksanakan salah satu kewajiban atau lebih

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan/atau melanggar ketentuan

larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.

Pasal 30

Ketentuan mengenai tata cara pengaduan masyarakat dan penjatuhan sanksi

diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata beracara Badan

Kehormatan.

BAB IX

PEMBERHENTIAN ANTARWAKTU, PENGGANTIAN ANTARWAKTU, DAN

PEMBERHENTIAN SEMENTARA

Bagian Kesatu

Pemberhentian Antarwaktu

Pasal 31

(1) Anggota DPD berhenti antarwaktu karena:

a. meninggal dunia;

b. mengundurkan diri; atau

Page 19: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

18

c. diberhentikan.

(2) Anggota DPD diberhentikan antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf c, apabila:

a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau

berhalangan tetap sebagai anggota DPD selama 3 (tiga) bulan berturut-

turut tanpa keterangan apa pun;

b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPD;

c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana

yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

d. tidak menghadiri sidang paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan

DPD yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali

berturut-turut tanpa alasan yang sah;

e. tidak memenuhi syarat sebagai calon anggota DPD sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum;

dan/atau

f. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang ini.

Pasal 32

(1) Pemberhentian anggota DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat

(1) huruf a dan huruf b serta pada ayat (2) huruf c diusulkan oleh

pimpinan DPD yang diumumkan dalam sidang paripurna.

(2) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak usul pimpinan DPD diumumkan dalam

sidang paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan DPD

menyampaikan usul pemberhentian anggota DPD kepada Presiden untuk

memperoleh peresmian pemberhentian.

(3) Presiden meresmikan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya usul pemberhentian

anggota DPD dari pimpinan DPD.

Pasal 33

(1) Pemberhentian anggota DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat

Page 20: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

19

(2) huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, dan huruf f, dilakukan setelah

adanya hasil penyelidikan dan verifikasi yang dituangkan dalam keputusan

Badan Kehormatan DPD atas pengaduan dari pimpinan DPD, masyarakat

dan/atau pemilih.

(2) Keputusan Badan Kehormatan DPD mengenai pemberhentian anggota DPD

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan oleh Badan Kehormatan

kepada sidang paripurna.

(3) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak keputusan Badan Kehormatan DPD yang

telah dilaporkan dalam sidang paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat

(2), pimpinan DPD menyampaikan keputusan Badan Kehormatan DPD

kepada Presiden untuk memperoleh peresmian pemberhentian.

(4) Presiden meresmikan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

paling lama 14 (empat belas) hari hari sejak diterimanya usulan

pemberhentian anggota DPD dari pimpinan DPD.

Pasal 34

(1) Dalam hal pelaksanaan penyelidikan dan verifikasi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 33 ayat (1), Badan Kehormatan DPD dapat meminta bantuan

dari ahli independen.

(2) Ketentuan mengenai tata cara penyelidikan, verifikasi, dan pengambilan

keputusan oleh Badan Kehormatan DPD diatur lebih lanjut dalam

Peraturan DPD tentang tata beracara Badan Kehormatan.

Bagian Kedua

Penggantian Antarwaktu

Pasal 35

(1) Anggota DPD yang berhenti antarwaktu sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 31 ayat (1) digantikan oleh calon anggota DPD yang memperoleh

suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan

suara calon anggota DPD dari provinsi yang sama.

(2) Dalam hal calon anggota DPD yang memperoleh suara terbanyak urutan

berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara calon anggota DPD

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meninggal dunia, mengundurkan

Page 21: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

20

diri, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPD, anggota

DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digantikan oleh calon anggota

DPD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya.

(3) Masa jabatan anggota DPD pengganti antarwaktu melanjutkan sisa masa

jabatan anggota DPD yang digantikannya.

Pasal 36

(1) Pimpinan DPD menyampaikan nama anggota DPD yang diberhentikan

antarwaktu dan meminta nama calon pengganti antarwaktu kepada KPU.

(2) KPU menyampaikan nama calon pengganti antarwaktu berdasarkan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2)

kepada pimpinan DPD paling lambat 5 (lima) hari sejak diterimanya surat

pimpinan DPD.

(3) Paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima nama calon pengganti

antarwaktu dari KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pimpinan DPD

menyampaikan nama anggota DPD yang diberhentikan dan nama calon

pengganti antarwaktu kepada Presiden.

(4) Paling lambat 14 (empat belas) hari sejak menerima nama anggota DPD

yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu dari pimpinan

DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Presiden meresmikan

pemberhentian dan pengangkatannya dengan keputusan Presiden.

(5) Sebelum memangku jabatannya, anggota DPD pengganti antarwaktu

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengucapkan sumpah/janji yang

pengucapannya dipandu oleh pimpinan DPD, dengan tata cara dan teks

sumpah/janji sebagaimana diatur dalam Pasal 10 dan Pasal 11.

(6) Penggantian antarwaktu anggota DPD tidak dilaksanakan apabila sisa

masa jabatan anggota DPD yang digantikan kurang dari 6 (enam) bulan.

Page 22: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

21

Bagian Ketiga

Pemberhentian Sementara

Pasal 37

(1) Anggota DPD diberhentikan sementara karena:

a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam

dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; atau

b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus.

(2) Dalam hal anggota DPD dinyatakan terbukti bersalah karena melakukan

tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b

berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum

tetap, anggota DPD yang bersangkutan diberhentikan sebagai anggota

DPD.

(3) Dalam hal anggota DPD dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak

pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b

berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum

tetap, anggota DPD yang bersangkutan diaktifkan.

(4) Anggota DPD yang diberhentikan sementara, tetap mendapatkan hak

keuangan tertentu.

(5) Ketentuan mengenai tata cara pemberhentian sementara diatur lebih

lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata tertib.

BAB X

PENYIDIKAN

Pasal 38

(1) Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap

anggota DPD yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat

persetujuan tertulis dari Presiden.

(2) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

diberikan oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari

terhitung sejak diterimanya permohonan, proses pemanggilan dan

permintaan keterangan untuk penyidikan sebagaimana dimaksud pada

Page 23: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

22

ayat (1) dapat dilakukan.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila

anggota DPD:

a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana;

b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan

pidana mati atau pidana seumur hidup atau tindak pidana kejahatan

terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti

permulaan yang cukup; dan/atau

c. disangka melakukan tindak pidana khusus.

BAB XI

ALAT KELENGKAPAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 39

(1) Alat kelengkapan DPD terdiri atas:

a. pimpinan;

b. Badan Musyawarah;

c. komisi;

d. Baleg DPD;

e. Badan Urusan Rumah Tangga;

f. Badan Kehormatan;

g. Badan Akuntabilitas Publik;

h. Badan Hubungan Antar Lembaga;

i. panitia khusus; dan

j. alat kelengkapan lain yang diperlukan bersifat sementara dan dibentuk

oleh Sidang Paripurna DPD.

(2) Dalam menjalankan tugasnya, alat kelengkapan dibantu oleh unit

pendukung yang tugasnya diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD

tentang tata tertib.

Page 24: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

23

Bagian Kedua

Pimpinan

Pasal 40

(1) Pimpinan DPD terdiri atas 1 (satu) orang Ketua dan 4 (empat) orang wakil

ketua yang dipilih dari dan oleh Anggota DPD dalam Sidang Paripurna

DPD.

(2) Dalam hal pimpinan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum

terbentuk, DPD dipimpin oleh pimpinan sementara DPD.

(3) Pimpinan sementara DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri

atas 1 (satu) orang ketua sementara dan 1 (satu) orang wakil ketua

sementara.

(4) Pimpinan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diambil dari

anggota yang memperoleh prosentase perolehan suara di provinsi masing-

masing paling banyak nomor 1 (satu) dan nomor 2 (dua).

(5) Ketua dan wakil ketua DPD diresmikan dengan Keputusan DPD.

(6) Pimpinan DPD sebelum memangku jabatannya mengucapkan

sumpah/janji yang teksnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 yang

dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.

(7) Ketentuan mengenai tata cara pemilihan pimpinan DPD diatur lebih lanjut

dalam Peraturan DPD tentang tata tertib.

Pasal 41

(1) Pimpinan DPD bertugas:

a. memimpin sidang DPD dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil

keputusan;

b. menyusun rencana kerja pimpinan;

c. menjadi juru bicara DPD;

d. melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPD;

e. mengadakan konsultasi dengan Presiden dan pimpinan lembaga negara

lainnya sesuai dengan keputusan DPD;

f. mewakili DPD di pengadilan;

Page 25: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

24

g. melaksanakan keputusan DPD berkenaan dengan penetapan sanksi

atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan;

h. menetapkan arah dan kebijakan umum anggaran DPD;

i. melakukan koordinasi dalam upaya menyinergikan pelaksanaan agenda

dan materi kegiatan dari alat kelengkapan DPD

j. menyusun rencana anggaran DPD bersama Badan Urusan Rumah

Tangga yang pengesahannya dilakukan dalam rapat paripurna; dan

k. menyampaikan laporan kinerja dalam �iding paripurna DPD yang

khusus diadakan untuk itu.

(2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan tugas pimpinan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang

tata tertib.

Bagian Ketiga

Badan Musyawarah

Pasal 42

(1) Badan Musyawarah dibentuk oleh DPD dan merupakan alat kelengkapan

DPD yang bersifat tetap.

(2) Badan Musyawarah sebelum melaksanakan tugasnya dapat membentuk

panitia kerja.

Pasal 43

(1) DPD menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Musyawarah pada

permulaan masa keanggotaan DPD, permulaan tahun sidang atau pada

setiap masa sidang.

(2) Badan Musyawarah dipimpin oleh pimpinan Badan Musyawarah.

Pasal 44

(1) Badan Musyawarah bertugas:

a. menetapkan agenda DPD untuk 1 (satu) tahun sidang, 1 (satu) masa

persidangan, atau sebagian dari suatu masa sidang, perkiraan waktu

Page 26: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

25

penyelesaian suatu masalah, dan jangka waktu penyelesaian rancangan

undang-undang, dengan tidak mengurangi kewenangan Sidang

paripurna untuk mengubahnya;

b. memberikan pendapat kepada pimpinan DPD dalam menentukan garis

kebijakan yang menyangkut pelaksanaan tugas dan wewenang DPD;

c. meminta dan/atau memberikan kesempatan kepada alat kelengkapan

DPD yang lain untuk memberikan keterangan/penjelasan mengenai

pelaksanaan tugas masing-masing;

d. mengatur lebih lanjut penanganan suatu masalah dalam hal undang-

undang mengharuskan pemerintah oleh pihak lain melakukan

konsultasi atau koordinasi dengan DPD;

e. menentukan pelaksanaan tugas DPD lain yang diatur dalam undang-

undang oleh alat kelengkapan DPD; dan

f. melaksanakan tugas lain yang diserahkan oleh sidang paripurna kepada

Badan Musyawarah.

(2) Badan Musyawarah tidak dapat mengubah keputusan atas suatu

rancangan undang-undang atau pelaksanaan tugas DPD lainnya oleh alat

kelengkapan DPD.

(3) Badan Musyawarah menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan

tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya disampaikan kepada

Badan Urusan Rumah Tangga.

Bagian Keempat

Komisi

Pasal 45

(1) Komisi dibentuk oleh DPD dan merupakan alat kelengkapan DPD yang

bersifat tetap.

(2) Komisi dalam melaksanakan tugasnya dapat membentuk panitia kerja.

Pasal 46

(1) Keanggotaan komisi ditetapkan oleh sidang paripurna DPD pada permulaan

masa kegiatan DPD dan pada setiap permulaan tahun sidang, kecuali pada

Page 27: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

26

permulaan tahun sidang terakhir dari masa keanggotaan DPD.

(2) Komisi dipimpin oleh pimpinan komisi.

Pasal 47

(1) Tugas Komisi dalam pengajuan rancangan undang-undang adalah

mengadakan persiapan dan pembahasan rancangan undang-undang

tertentu.

(2) Tugas Komisi dalam pembahasan rancangan undang-undang yang berasal

dari DPR atau Presiden adalah melakukan pembahasan serta menyusun

pandangan dan pendapat DPD.

(3) Tugas Komisi dalam pemberian pertimbangan adalah:

a. melakukan pembahasan dan penyusunan pertimbangan DPD mengenai

rancangan undang-undang tentang APBN dan rancangan undang-

undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama; dan

b. menyusun pertimbangan DPD terhadap calon anggota BPK yang

diajukan DPR.

(4) Tugas Komisi di bidang pengawasan adalah:

a. melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang bidang

tertentu; dan

b. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK.

(5) Komisi menentukan tindak lanjut hasil pelaksanaan tugas Komisi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4).

(6) Keputusan dan/atau kesimpulan hasil rapat kerja komisi atau rapat kerja

gabungan komisi bersifat mengikat antara DPD dan Pemerintah serta wajib

dilaksanakan oleh Pemerintah.

(7) Komisi membuat laporan kinerja pada akhir masa keanggotaan DPD, baik

yang sudah maupun yang belum terselesaikan untuk dapat digunakan

sebagai bahan oleh komisi pada masa keanggotaan berikutnya.

(8) Komisi menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya

sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya disampaikan kepada Panitia

Urusan Rumah Tangga.

Page 28: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

27

Pasal 48

Ketentuan mengenai tata cara pembentukan dan mekanisme kerja komisi

diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata tertib.

Bagian Kelima

Baleg DPD

Pasal 49

(1) Baleg DPD dibentuk oleh DPD dan merupakan alat kelengkapan DPD yang

bersifat tetap.

(2) Baleg DPD dalam melaksanakan tugasnya dapat membentuk panitia kerja.

Pasal 50

(1) DPD menetapkan susunan dan keanggotaan Baleg DPD pada permulaan

masa keanggotaan DPD dan permulaan tahun sidang, atau pada setiap

masa sidang.

(2) Baleg DPD dipimpin oleh pimpinan Baleg DPD.

Pasal 51

Baleg DPD bertugas:

a. menyusun program legislasi nasional DPD yang memuat daftar urutan dan

prioritas rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 1 (satu) masa

keanggotaan dan untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPD;

b. mengoordinasikan proses penyusunan rancangan undang-undang yang

pembahasannya melibatkan lebih dari 1 (satu) komisi;

c. menyiapkan dan menyusun naskah akademik rancangan undang-undang;

d. menyiapkan rancangan undang-undang usul DPD berdasarkan program

prioritas yang telah ditetapkan;

e. melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi

rancangan undang-undang yang diajukan anggota, komisi, gabungan

komisi, atau masyarakat dan daerah sebelum rancangan undang-undang

tersebut disampaikan kepada pimpinan DPD;

Page 29: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

28

f. memberikan pertimbangan terhadap rancangan undang-undang yang

diajukan oleh anggota DPD diluar prioritas perancangan undang-undang

tahun berjalan atau diluar rancangan undang-undang yang terdaftar dalam

program legislasi nasional;

g. melakukan pembahasan, pengubahan, dan/atau penyempurnaan

rancangan undang-undang yang secara khusus ditugaskan oleh sidang

paripurna DPD;

h. menyusun melakukan evaluasi, dan penyempurnaan Peraturan DPD;

i. menentukan penanganan suatu rancangan undang-undang oleh alat

kelengkapan DPD;

j. mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan

materi muatan rancangan undang-undang melalui koordinasi dengan

komisi dan/atau panitia khusus;

k. melakukan sosialisasi program legislasi nasional;

l. melakukan sosialisasi undang-undang;

m. mengusulkan kepada Badan Musyawarah hal yang dipandang perlu untuk

dimasukkan dalam acara DPD;

n. membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah di bidang perundang-

undangan pada akhir masa keanggotaan DPD untuk dapat digunakan oleh

Baleg DPD pada masa keanggotaan berikutnya; dan

o. Baleg DPD menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya

sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya disampaikan kepada Badan

Urusan Rumah Tangga.

(2) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai Pusat

Perancangan kegiatan penyusunan rancangan undang-undang DPD, Baleg

DPD mempunyai tugas:

a. memberikan pendapat dan pertimbangan atas permintaan daerah

tentang berbagai kebijakan hukum dan tentang masalah hukum yang

berkaitan dengan kepentingan daerah dan kepentingan umum;

b. memberikan masukan yang objektif kepada pimpinan, pemerintah

daerah, dan masyarakat mengenai pelaksanaan pembangunan hukum

dan saran-saran lain yang berkaitan dengan penyusunan rancangan

undang-undang di DPD; dan

c. mengkoordinasikan secara substansi dan fungsional pusat

Page 30: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

29

perancangan dan pusat legislasi DPD.

(3) Ketentuan mengenai pusat perancangan dan pusat legislasi DPD

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diatur lebih lanjut dalam

Peraturan DPD tentang tata tertib.

Pasal 52

Ketentuan mengenai tata cara pembentukan dan mekanisme kerja Baleg DPD

diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata tertib.

Bagian Keenam

Badan Urusan Rumah Tangga

Pasal 53

(1) Badan Urusan Rumah Tangga dibentuk oleh DPD dan merupakan alat

kelengkapan DPD yang bersifat tetap.

(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Urusan Rumah Tangga dapat

membentuk panitia kerja.

Pasal 54

(1) DPD menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Urusan Rumah Tangga

pada permulaan masa keanggotaan DPD, permulaan tahun sidang atau

pada setiap masa sidang.

(2) Badan Urusan Rumah Tangga dipimpin oleh pimpinan Badan Urusan

Rumah Tangga.

Pasal 55

Badan Urusan Rumah Tangga bertugas:

a. menyusun kebijakan kerumahtanggaan DPD dengan memperhatikan usulan

rancangan anggaran yang disampaikan alat kelengkapan DPD;

b. menyampaikan hasil rumusan kebijakan kerumahtanggaan DPD

sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam rapat paripurna untuk

ditetapkan sebagai kebijakan kerumahtanggaan DPD;

Page 31: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

30

c. memberi tugas kepada Sekretaris jenderal DPD untuk melaksanakan

kebijakan kerumahtanggaan DPD ;

d. melakukan pengawasan terhadap Sekretariat Jenderal DPD dalam

pelaksanaan kebijakan kerumahtanggaan DPR sebagaimana dimaksud

dalam huruf a, termasuk pelaksanaan dan pengelolaan anggaran DPD;

e. melakukan koordinasi dengan alat kelengkapan DPR dan alat kelengkapan

MPR yang berhubungan dengan masalah kerumahtanggaan DPD, DPR, dan

MPR yang ditugaskan oleh pimpinan DPD berdasarkan hasil rapat Badan

Musyawarah;

f. menyampaikan hasil keputusan dan kebijakan PURT kepada setiap anggota

DPD; dan

g. menyampaikan laporan kinerja dalam rapat paripurna DPD yang khusus

diadakan untuk itu.

Pasal 56

Badan Urusan Rumah Tangga menyusun rancangan anggaran untuk

pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan.

Pasal 57

Ketentuan mengenai tata cara pembentukan, susunan, tugas, wewenang dan

mekanisme kerja PURT diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata

tertib.

Bagian Ketujuh

Badan Kehormatan

Pasal 58

(1) Badan Kehormatan dibentuk oleh DPD dan merupakan alat kelengkapan

DPD yang bersifat tetap.

(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Kehormatan dapat membentuk

panitia kerja.

Page 32: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

31

Pasal 59

(1) DPD menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Kehormatan pada

permulaan masa keanggotaan DPD, permulaan tahun sidang atau pada

setiap masa sidang.

(2) Badan Kehormatan dipimpin oleh pimpinan Badan Kehormatan.

Pasal 60

(1) Badan Kehormatan bertugas melakukan penyelidikan dan verifikasi atas

pengaduan terhadap anggota karena:

a. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal

23;

b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau

berhalangan tetap sebagai anggota DPD selama 3 (tiga) bulan

berturut-turut tanpa keterangan apa pun;

c. tidak menghadiri sidang paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan

DPD yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali

berturut-turut tanpa alasan yang sah;

d. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPD sesuai dengan

peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum;

dan/atau

e. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang ini.

(2) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Kehormatan

melakukan evaluasi dan penyempurnaan Peraturan DPD tentang kode

etik DPD dan Peraturan DPD tentang tata beracara Badan Kehormatan.

(3) Badan Kehormatan berwenang memanggil pihak terkait dan melakukan

kerja sama dengan lembaga lain.

(4) Badan Kehormatan membuat laporan kinerja pada akhir masa

keanggotaan.

(3) Badan Kehormatan menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan

tugasnya sesuai dengan kebutuhan, yang selanjutnya disampaikan

kepada Badan Urusan Rumah Tangga.

Page 33: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

32

Pasal 61

Ketentuan mengenai mekanisme pelaksanaan tugas dan wewenang Badan

Kehormatan diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata beracara

Badan Kehormatan.

Bagian Kedelapan

Badan Akuntabilitas Publik

Pasal 62

(1) Badan Akuntabilitas Publik dibentuk oleh DPD dan merupakan alat

kelengkapan DPD yang bersifat tetap.

(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Akuntabilitas Publik dapat

membentuk panitia kerja.

Pasal 63

(1) DPD menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Akuntabilitas Publik

pada permulaan masa keanggotaan DPD, permulaan tahun sidang atau

pada setiap masa sidang.

(2) Badan Akuntabilitas Publik dipimpin oleh pimpinan Badan Akuntabilitas

Publik.

Pasal 64

(1) Badan Akuntabilitas Publik bertugas:

a. melakukan penelaahan dan menindaklanjuti temuan BPK yang

berindikasi kerugian negara secara melawan hukum; dan

b. menampung dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait

dugaan korupsi dan malaadministrasi dalam pelayanan publik.

(2) Dalam rangka melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

Badan Akuntabilitas Publik dapat:

a. menerima hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada DPD;

b. menerima masukan dari komisi/alat kelengkapan lainnya dan Anggota

termasuk laporan/pengaduan masyarakat terkait dugaan korupsi dan

malaadministrasi;

Page 34: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

33

c. meminta penjelasan kepada Pemerintah, pemerintah daerah, dan

lembaga lain terkait laporan/pengaduan sebagaimana dimaksud pada

huruf a dan huruf b;

d. membina kerjasama dan mengadakan pertemuan kerjasama dengan

BPK, Komisi Pemberantasan Korupsi, Ombudsman, dan lembaga

penegak hukum serta pihak lain yang terkait dengan pelaksanaan

tugasnya;

e. menyampaikan saran/pendapat kepada instansi terkait sebagai tindak

lanjut hasil penelaahan terhadap temuan dan laporan/pengaduan yang

mengandung indikasi tindak pidana korupsi/malaadministrasi terkait

dengan kepentingan masyarakat/daerah; dan/atau

f. mengikutsertakan Anggota dari provinsi yang bersangkutan dalam

melakukan penelaahan dan menindaklanjuti temuan di daerahnya.

(5) Badan Akuntabilitas Publik menyusun rancangan anggaran untuk

pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya

disampaikan kepada Badan Urusan Rumah Tangga.

Pasal 65

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1),

Badan Akuntabilitas Publik dapat dibantu oleh akuntan, ahli, analis keuangan,

dan/atau peneliti.

Pasal 66

Ketentuan mengenai tata cara pembentukan, susunan, tugas, wewenang dan

mekanisme kerja Badan Akuntabilitas Publik diatur lebih lanjut dalam

Peraturan DPD tentang tata tertib.

Bagian Kesembilan

Page 35: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

34

Badan Hubungan Antar Lembaga

Pasal 67

(1) Badan Hubungan Antar Lembaga dibentuk oleh DPD dan merupakan alat

kelengkapan DPD yang bersifat tetap.

(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Hubungan Antar Lembaga dapat

membentuk panitia kerja.

Pasal 68

(1) DPD menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Hubungan Antar

Lembaga pada permulaan masa keanggotaan DPD, permulaan tahun

sidang atau pada setiap masa sidang.

(2) Badan Hubungan Antar Lembaga dipimpin oleh pimpinan Badan

Hubungan Antar Lembaga.

Pasal 69

(1) Badan Hubungan Antar Lembaga bertugas:

a. membina, mengembangkan, dan meningkatkan hubungan persahabatan

dan kerja sama antara DPD dan parlemen negara lain, baik secara

bilateral maupun multilateral, termasuk organisasi internasional yang

menghimpun parlemen dan/atau anggota parlemen negara lain;

b. menerima kunjungan delegasi parlemen negara lain yang menjadi tamu

DPD;

c. mengoordinasikan kunjungan kerja alat kelengkapan DPD ke luar negeri;

dan

d. memberikan saran atau usul kepada pimpinan DPD tentang masalah

kerja sama antarparlemen.

(2) Badan Hubungan Antar Lembaga membuat laporan kinerja pada akhir

masa keanggotaan baik yang sudah maupun yang belum terselesaikan

untuk dapat digunakan sebagai bahan oleh BHAL pada masa keanggotaan

berikutnya.

(3) Badan Hubungan Antar Lembaga menyusun rancangan anggaran untuk

pelaksanaan tugasnya sesuai dengan kebutuhan, yang selanjutnya

Page 36: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

35

disampaikan kepada Badan Urusan Rumah Tangga.

Pasal 70

Ketentuan mengenai tata cara pembentukan, susunan, tugas, wewenang dan

mekanisme kerja Badan Hubungan Antar Lembaga diatur lebih lanjut dalam

Peraturan DPD tentang tata tertib.

Bagian Kesepuluh

Panitia Khusus

Pasal 71

(1) Panitia khusus Lembaga dibentuk oleh DPD dan merupakan alat

kelengkapan DPD yang bersifat tetap.

(2) Dalam melaksanakan tugasnya, panitia khusus dapat membentuk panitia

kerja.

Pasal 72

(1) DPD menetapkan susunan dan keanggotaan panitia khusus pada

permulaan masa keanggotaan DPD, permulaan tahun sidang atau pada

setiap masa sidang.

(2) Panitia khusus dipimpin oleh pimpinan panitia khusus.

Pasal 73

(1) Panitia khusus bertugas melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu

tertentu yang ditetapkan oleh sidang paripurna.

(2) Panitia khusus bertanggung jawab kepada DPD.

(3) Panitia khusus dibubarkan oleh DPD setelah jangka waktu penugasannya

berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesai.

(4) Sidang paripurna menetapkan tindak lanjut hasil kerja panitia khusus.

(5) Panitia khusus menggunakan anggaran untuk pelaksanaan tugasnya

sesuai dengan kebutuhan yang diajukan kepada pimpinan DPD.

Page 37: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

36

Pasal 74

Ketentuan mengenai tata cara pembentukan, susunan, tugas, wewenang dan

mekanisme kerja panitia khusus diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD

tentang tata tertib.

BAB XII

PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG DPD

Bagian Kesatu

Penyusunan Prolegnas

(1) Perencanaan penyusunan rancangan undang-undang di lingkungan DPD

dilakukan dalam Prolegnas DPD.

(2) Prolegnas DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan skala

prioritas program penyusunan rancangan undang-undang DPD untuk

selanjutnya dibahas dan ditetapkan bersama DPR dan Presiden.

Pasal 76

Dalam penyusunan Prolegnas DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75

penyusunan daftar rancangan undang-undang adalah:

a. perintah UUD 1945;

b. perintah Ketetapan MPR;

c. peritah undang-undang lainnya;

d. sistem perencanaan pembangunan nasional;

e. rencana pembangunan jangka panjang;

f. rencana pembangunan jangka menengah;

g. rencana strategis DPD; dan

h. aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat.

Pasal 77

(1) DPD menyusun Prolegnas DPD untuk jangka menengah dan tahunan

berdasarkan skala prioritas penyusunan rancangan undang-undang.

Page 38: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

37

(2) Penyusunan Prolegnas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dikoordinasikan oleh Baleg DPD dengan alat kelengkapan DPD yang lain.

Pasal 78

(1) Prolegnas untuk jangka menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77

ayat (1) merupakan Prolegnas jangka waktu 5 (lima) tahun untuk 1 (satu)

masa keanggotaan.

(2) Prolegnas jangka menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:

a. gambaran umum hukum nasional;

b. arah dan kebijakan pembangunan hukum pusat–daerah untuk 5 (lima)

tahun masa keanggotaan DPD.

c. judul rancangan undang-undang beserta keterangan mengenai

konsepsi rancangan undang-undang meliputi:

1. latar belakang dan tujuan penyusunan;

2. sasaran yang ingin diwujudkan; dan

3. jangkauan serta arah pengaturan.

(3) Prolegnas prioritas tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1)

merupakan Prolegnas jangka menengah yang disusun setiap tahun.

(4) Tata cara penyusunan Prolegnas DPD diatur lebih lanjut dengan Peraturan

DPD.

Bagian Kedua

RUU dari DPD

Pasal 79

(1) Penyusunan rancangan undang-undang di lingkungan DPD dilakukan

berdasarkan Prolegnas.

(2) Selain rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

DPD dalam keadaan tertentu dapat mengajukan rancangan undang-undang

diluar Prolegnas.

(3) Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup:

a. untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana

Page 39: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

38

alam; dan

b. keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional.

(4) Usul rancangan undang-undang dapat berasal dari anggota paling sedikit

20 (dua puluh) anggota, Baleg DPD, komisi, gabungan komisi dan/atau

panitia khusus.

(5) Usul rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dilakukan harmonisasi, pembulatan, dan pemantapan konsepsi oleh Baleg

DPD.

(6) Usul rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

disampaikan kepada sidang paripurna DPD melalui pimpinan.

(7) Sidang Paripurna memutuskan usul rancangan undang-undang menjadi

rancangan undang-undang.

(8) Keputusan Sidang Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berupa:

a. menyetujui; atau

b. menolak.

(9) Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (6)

disampaikan kepada DPR dan Presiden untuk dibahas bersama.

Pasal 80

Tata cara mempersiapkan rancangan undang-undang dari DPD diatur lebih

lanjut dalam Peraturan DPD.

Pasal 81

(1) Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat

(9) beserta penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik,

disampaikan secara tertulis kepada pimpinan DPR dan kepada Presiden

dengan surat pengantar dari pimpinan DPD.

(2) Surat pengantar pimpinan DPD menyebut juga alat kelengkapan yang

mewakili DPD dalam melakukan pembahasan rancangan undang-undang

tersebut sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 82

(1) Pembahasan rancangan undang-undang oleh komisi, gabungan komisi,

Page 40: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

39

panitia khusus atau Baleg DPD diselesaikan dalam 2 (dua) kali masa

sidang dan dapat diperpanjang hanya untuk 1 (satu) kali masa sidang.

(2) Dalam hal pembahasan rancangan undang-undang yang dilakukan oleh

komisi/gabungan komisi atau panitia khusus telah melampaui ketentuan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembahasan rancangan undang-

undang dimaksud dilanjutkan oleh Baleg DPD.

(3) Rancangan undang-undang yang telah melampaui masa pembahasan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diserahkan pimpinan komisi,

pimpinan gabungan komisi, atau pimpinan pansus kepada pimpinan DPD

untuk diteruskan kepada pimpinan Baleg DPD.

(4) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan paling lambat

10 (sepuluh) hari pada masa sidang berikutnya.

(5) Pembahasan rancangan undang-undang yang dilanjutkan oleh Baleg DPD

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselesaikan dalam 1 (satu) kali masa

sidang dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali masa sidang.

(6) Rancangan undang-undang yang pembahasannya dilanjutkan oleh Baleg

DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hanya melanjutkan substansi

yang belum mendapat persetujuan.

(7) Dalam hal pembahasan rancangan undang-undang yang dilanjutkan oleh

Baleg DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak selesai, rancangan

undang-undang diserahkan ke Badan Musyawarah untuk dilaporkan

dalam sidang paripurna.

Bagian Ketiga

Penyusunan Pandangan DPD atas RUU dari DPR

Pasal 83

(1) Rancangan undang-undang yang telah disiapkan oleh DPR disampaikan

dengan surat DPR kepada Presiden dan kepada Pimpinan DPD untuk

rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,

hubungan pusat daerah, pembentukan dan pemekaran daerah serta

penggabungan daerah, pengelolaan sumnber daya alam dan sumber daya

ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Page 41: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

40

(2) Pimpinan DPD setelah menerima rancangan udang-undang dari DPR

dan/atau pandangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

memberitahukan adanya usul rancangan undang-undang tersebut kepada

anggota DPD dan hubungannya kepada seluruh anggota dalam sidang

paripurna.

(3) DPD menugasi komisi atau Baleg DPD sesuai lingkup tugasnya untuk

membahs RUU sebagimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu

30 (tiga puluh) hari terhiting sejak surat pimpinan DPD diterima.

Bagian Keempat

Penyusunan Pandangan DPD atas RUU dari Presiden

Pasal 84

(1) Rancangan undang-undang yang bersal dari Presiden diajukan dengan

surat Presiden kepada Pimpinan DPR dan Pimpinan DPD untuk

rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,

hubungan pusat daerah, pembentukan dan pemekaran daerah serta

penggabungan daerah, pengelolaan sumnber daya alam dan sumber daya

ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.

(2) Pimpinan DPD setelah menerima rancangan udang-undang dari DPR

dan/atau pandangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

memberitahukan adanya usul rancangan undang-undang tersebut kepada

anggota DPD dan hubungannya kepada seluruh anggota dalam sidang

paripurna.

(3) DPD menugasi komisi atau Baleg DPD sesuai lingkup tugasnya untuk

membahas rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhiting sejak surat pimpinan

DPD diterima.

Page 42: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

41

Bagian Kelima

Pengajuan RUU tentang

Pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Pasal 85

(1) Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang diajukan oleh DPD dalam hal rancangan

undang-undang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat

daerah, pembentukan dan pemekaran daerah serta penggabungan daerah,

pengelolaan sumnber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta

perimbangan keuangan pusat dan daerah.

(2) Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pencabutan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang dilakukan seperti pembahasan

rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82.

Bagian Keenam

Pertimbangan terhadap Rancangan Undang-Undang

Pasal 86

(1) DPD memberikan pertimbangan terhadap rancangan undang-undang yang

berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e kepada DPR.

(2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diputuskan dalam

Sidang Paripurna DPD.

(3) Keputusan Sidang Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

berupa:

a. menyetujui; atau

b. menolak.

Pasal 87

(1) DPD memberikan pertimbangan terhadap rancangan undang-undang

tentang APBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf f

kepada DPR.

(2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diputuskan dalam

Page 43: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

42

Sidang Paripurna DPD.

(3) Keputusan Sidang Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:

a. menyetujui; atau

b. menolak.

Pasal 88

(1) Pertimbangan DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (1)

berkaitan dengan fiskal daerah dan dana transfer ke daerah.

(2) Tata cara pembahasan dan penyusunan pertimbangan DPD terhadap

rancangan undang-undang APBN diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD

tentang tata tertib.

Bagian Ketujuh

Pertimbangan terhadap Calon Anggota BPK

Pasal 89

(1) DPD memberikan pertimbangan kepada DPR mengenai calon anggota

BPK.

(2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diputuskan dalam

sidang paripurna DPD.

(3) Keputusan sidang paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:

a. menyetujui; atau

b. menolak.

(3) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara

tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR paling lambat 3 (tiga)

hari sebelum pelaksanaan pemilihan anggota BPK.

(4) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan dalam

sidang paripurna DPD.

(5) Ketentuan mengenai pemberian pertimbangan diatur lebih lanjut dalam

Peraturan DPD tentang tata tertib.

Page 44: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

43

Bagian Kedelapan

Penyampaian Hasil Pengawasan

Pasal 90

(1) DPD menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf h kepada DPR sebagai

bahan pertimbangan.

(2) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diputuskan dalam

sidang paripurna DPD.

(3) Keputusan Sidang Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

berupa:

a. menyetujui; atau

b. menolak.

(3) Ketentuan mengenai penyampaian hasil pengawasan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang

tata tertib.

Bagian Kesembilan

Pembahasan Hasil Pemeriksaan BPK

Pasal 91

(1) DPD menerima hasil pemeriksaan keuangan negara yang disampaikan oleh

pimpinan BPK kepada pimpinan DPD dalam acara yang khusus diadakan

untuk itu.

(2) DPD menugasi komisi untuk membahas hasil pemeriksaan keuangan

negara oleh BPK setelah BPK menyampaikan penjelasan.

(3) Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diputuskan dalam

sidang paripurna DPD.

(4) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada DPR

dengan surat pengantar dari pimpinan DPD untuk dijadikan bahan

pertimbangan bagi DPR.

(5) Ketentuan mengenai pembahasan hasil pemeriksaan keuangan negara oleh

BPK diatur lebih lanjut dalam Peraturan DPD tentang tata tertib.

Page 45: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

44

BAB XIII

HUBUNGAN KERJA DPR-DPD

Bagian Kesatu

Penyusunan Prolegnas

Pasal 92

(1) Penyusunan Prolegnas dilaksanakan oleh DPR, DPD, dan Pemerintah.

(2) Penyusunan Prolegnas sebagimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan

oleh Badan Legislasi DPR.

Pasal 93

(1) Pembahasan Prolegnas jangka menengah dilakukan oleh Badan Legislasi

DPR, Baleg DPD, dan menteri yang bidang tugasnya berkaitan dengan

budang hukum dan peraturan perundang-undangan.

(2) Pembahasan Prolegnas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

melalui:

a. rapat kerja

b. rapat panitia kerja; dan/atau

c. rapat tim perumus.

Pasal 94

(1) Rapat kerja sebagaimana dimaksud Pasal 93 ayat (2) huruf a dilakukan

dengan kegiatan sebagai berikut:

a. pengantar pimpinan Badan Legislasi DPR;

b. sambutan menteri;

c. sambutan Baleg DPD;

d. pembahasan daftar inventarisasi usulan Prolegnas;

e. pengambilan keputusan.

(2) Dalam pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Pimpinan

Badan Legislasi DPR menyampaikan usulan Prolegnas dari DPR.

(3) Dalam sambutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, menteri

Page 46: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

45

menyampaikan usulan Prolegnas dari pemerintah.

(4) Dalam sambutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Baleg DPD

menyampaikan usulan Prolegnas dari DPD.

(5) Dalam membahas inventarisasi usulan Prolegnas sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf d, Badan Legislasi DPR, Baleg DPD, dan menteri

terlebih dahulu menyepakati jumlah rancangan undang-undang yang akan

dimasukan dalam daftar Prolegnas jangka menengah.

(6) Untuk membahas lebih lanjut Prolegnas jangka menengah, rapat kerja

membentuk panitia kerja.

(7) Panitia kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat membentuk tim

perumus.

(8) Hasil kerja panitia kerja dilaporkan dalam rapat kerja.

(9) Dalam rapat kerja sebagimana dimaksud pada ayat (8), Badan Legislasi

DPR, Baleg DPD, bersama menteri mengambil keputusan setelah terlebih

dahulu dilakukan:

a. pembacaan daftar Prolegnas;

b. penyampaian pendapatBadan Legislasi DPR;

c. penyampaian pendapat Baleg DPD; dan

d. penyampaian pendapat dari pemerintah.

Pasal 95

Prolegnas sebagimana dimaksud dalam Pasal 92 menjadi dasar penyampaian

rancangan undang-undang dari DPR, DPD, atau Presiden.

Bagian Kedua

Pembahasan Rancangan Undang-Undang dari DPD

Pasal 96

(1) Rancangan undang-undang dari DPD diajukan dengan surat dari

Pimpinan DPD kepada Pimpinan DPR dan Presiden.

(2) DPR mulai membahas rancangan undang-undang sebagimana dimaksud

pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari

Page 47: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

46

terhitung sejak surat Pimpinan DPD diterima.

(3) Pimpinan DPR memberitahukan kepada Pimpinan DPD 30 (tiga puluh

hari) sebelum pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimulai.

(4) Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas rancangan

undang-undang bersama DPR dalam jangka waktu paling lama 60 (enam

puluh) hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima.

Pasal 97

(1) Tindak lanjut pembahasan rancangan undang-undang yang berasal dari

DPR, DPD, atau Presiden dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan.

(2) 2 (dua) tingkat pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. Tingkat I dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan

Legislasi DPR, rapat Badan Anggaran, atau rapat panitia khusus.

b. Tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR.

Pasal 98

(1) Pembicaraan tingkat I dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:

a. pengantar musyawarah;

b. pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah; dan

c. penyampaian pendapat mini.

(2) Dalam pengantar musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

a:

a. DPR memberikan penjelasan serta Presiden menyampaikan pandangan

apabila rancangan undang-undang yang berasal di DPR, yang berkaitan

dengan otonomi daerah, hubungan pusat daerah, pembentukan dan

pemekaran daerah serta penggabungan daerah, pengelolaan sumnber

daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan

keuangan pusat dan daerah;

b. DPD memberikan penjelasan serta Presiden menyampaikan pandangan

apabila RUU bersala dari DPD; dan

c. Presiden memberikan penjelasan serta DPR dan DPD memberikan

pandangan apabila rancangan undang-undang berasal dari Presiden,

yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat daerah,

Page 48: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

47

pembentukan dan pemekaran daerah serta penggabungan daerah,

pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta

perimbangan keuangan pusat dan daerah.

(3) Daftar Inventarisasi Masalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

diajukan oleh DPD dalam hal rancangan undang-undang yang berasal dari

Presiden atau DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat

daerah, pembentukan dan pemekaran daerah serta penggabungan daerah,

pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta

perimbangan keuangan pusat dan daerah.

(4) Penyampaian pendapat mini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c

disampaikan oleh DPD pada akhir pembicaraan tingkat I.

Pasal 99

(1) Rancangan undang-undang dapat ditarik kembali sebelum dibahas

bersama oleh DPR, Presiden, dan oleh DPD dalam hal rancangan undang-

undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat daerah,

pembentukan dan pemekaran daerah serta penggabungan daerah,

pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta

perimbangan keuangan pusat dan daerah;

(2) Rancangan undang-undang yang sedang dibahas hanya dapat ditarik

kembali berdasarkan persetujuan bersama DPR, Presiden, dan DPD dalam

hal rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,

hubungan pusat daerah, pembentukan dan pemekaran daerah serta

penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya

ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Page 49: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

48

Bagian Ketiga

Pembahasan Rancangan Undang-Undang dari DPR dan Presiden

Paragraf 1

Pembahasan Rancangan Undang-Undang dari DPR

Pasal 100

(1) Rancangan undang-undang dari DPR disampaikan dengan surat pimpinan

DPR kepada Presiden dan kepada Pimpinan DPD untuk rancangan

undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat

daerah, pembentukan dan pemekaran daerah serta penggabungan daerah,

pengelolaan sumnber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta

perimbangan keuangan pusat dan daerah;

(2) DPD menugasi alat kelengkapan DPD yan mewakili untuk membahas

rancangan undang-undang bersama DPR dalam jangka waktu paling lama

60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima.

(3) Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas rancangan

undang-undang bersama DPR dalam jangka waktu paling lama 60 (enam

puluh) hari terhitung sejak surat pimpinan diterima.

(4) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengkordinasikan persiapan

pembahasan dengan menteri yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang hukum.

Paragraf 2

Pembahasan Rancangan Undang-Undang dari Presiden

Pasal 101

(1) Pembahasan rancangan undang-undang dari Presiden diajukan dengan

surat Presiden kepada Pimpinan DPR dan kepada Pimpinan DPD untuk

rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,

hubungan pusat daerah, pembentukan dan pemekaran daerah serta

penggabungan daerah, pengelolaan sumnber daya alam dan sumber daya

ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Page 50: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

49

(2) Surat Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat penunjukan

menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan

rancangan undang-undang bersama DPR.

(3) DPR mulai membahsa rancangan undang-undang sebagimana dimaksud

pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari

terhitung sejak surat Presiden diterima.

(4) Pimpinan DPR memberitahukan kepada Pimpinan DPD 30 (tiga puluh)

hari terhitung sejak surat Presiden diterima.

(5) Untuk keperluan pembahasan rancangan undang-undang di DPR, menteri

atau pimpinan lembaga pemrakarsa memperbanyak naskah rancangan

undang-undang tersebut dfalam jumlah yang diperlukan.

Pasal 102

Dalam pembicaraan tingkat II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (2)

huruf b, DPD menyampaikan pandangannya sebelum pengambilan keputusan

atau DPR dan Presiden.

Pasal 103

Apabila dalam suatu masa sidang, DPD dan Presiden menyampaikan

rancangan undang-undang mengenai materi yang sama, untuk yang dibahas

adalah RUU yang disampaikan oleh DPD, sedangkan rancangan undang-

undang yang disampaikan Presiden digunakan sebagai bahan untuk

dipersandingkan

Bagian Keempat

Pertimbangan DPD Kepada DPR

Pasal 104

(1) DPR menerima dan menindaklanjuti pertimbangan tertulis terhadap

rancangan undang-undang tentang APBN dan rancangan undang-undang

yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama yang disampaikan

oleh DPD sebelum memasuki tahap pembahasan antara DPR dan

Presiden.

Page 51: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

50

(2) Apabila rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

berasal dari Presiden, pimpinan DPR setelah menerima surat Presiden

menyampaikan surat kepada pimpinan DPD agar DPD memberikan

pertimbangannya.

(3) Apabila rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

berasal dari DPR, Pimpinan DPR menyampaikan surat kepada pimpinan

DPD agar DPD memberikan pertimbangannya.

(4) Pertimbangan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)

disampaikan secara tertulis melalui pimpinan DPR paling lambat 30 (tiga

puluh) hari sejak diterimanya surat dari pimpinan DPR, kecuali rancangan

undang-undang tentang APBN disampaikan paling lambat 14 (empat belas)

hari sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden.

(5) Pada rapat paripurna berikutnya, pimpinan DPR memberitahukan kepada

anggota DPR perihal diterimanya pertimbangan DPD atas rancangan

undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan meneruskannya

kepada panitia musyawarah untuk diteruskan kepada alat kelengkapan

yang akan membahasnya.

Bagian Kelima

Pemberian Pertimbangan terhadap

Calon Anggota BPK

Pasal 105

(1) Pertimbangan DPD kepada DPR disampaikan secara tertulis oleh pimpinan

DPD kepada pimpinan DPR paling lambat 3 (tiga) hari sebelum

pelaksanaan pemilihan anggota BPK.

(2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam

Rapat Paripurna DPR.

(3) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijadikan bahan

pembahasan DPR dalam menetukan calon Anggota BPK.

(4) Terhadap pertimbangan DPD yang tidak diterima oleh DPR, DPR

memberikan penjelasan.

Page 52: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

51

Bagian Keenam

Penyampaian Hasil Pengawasan

Pasal 106

(1) DPD menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 kepada DPR sebagai bahan

pertimbangan.

(2) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diputuskan dalam

sidang paripurna DPD.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyampaian hasil pengawasan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan DPD tentang

tata tertib.

Pasal 107

(1) Demi menjaga keutuhan NKRI dalam hal DPR melaksanakan fungsi

pengawasan yang mengakibatkan menuju kepada pemakzulan Presiden

dan/atau wakil Presiden, DPR mempertibangkan sungguh-sungguh

pendapat DPD.

(2) Pandangan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan

kepada DPR 14 (empat belas) hari sebelum DPR memutuskan bahwa

Presiden dan/atau wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum

ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau

Wakil Presiden.

BAB XIV

PERSIDANGAN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Bagian Kesatu

Persidangan

Pasal 108

(1) Tahun sidang DPD dimulai pada tanggal 16 Agustus dan diakhiri pada

Page 53: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

52

tanggal 15 Agustus tahun berikutnya, dan apabila tanggal 16 Agustus

jatuh pada hari libur, pembukaan tahun sidang dilakukan pada hari kerja

sebelumnya.

(2) Khusus pada awal masa jabatan keanggotaan, tahun sidang DPD dimulai

pada saat pengucapan sumpah/janji anggota.

(3) Kegiatan DPD meliputi sidang DPD di ibu kota negara serta rapat di daerah

dan tempat lain sesuai dengan penugasan DPD.

(4) Sidang DPD di ibu kota negara dalam hal pengajuan dan pembahasan

rancangan undang-undang mengikuti masa sidang DPR.

(5) Sebelum pembukaan tahun sidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

anggota DPD dan anggota DPR mendengarkan pidato kenegaraan Presiden

dalam sidang bersama yang diselenggarakan oleh DPD atau DPR secara

bergantian.

Pasal 109

(1) Semua sidang di DPD pada dasarnya bersifat terbuka, kecuali sidang

tertentu yang dinyatakan tertutup.

(2) Jadwal sidang DPD disusun dengan mencermikkan pelaksanaan fungsi

DPD.

Pasal 110

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara persidangan dan rapat DPD diatur

dalam Peraturan DPD tentang tata tertib

Bagian Kedua

Pengambilan Keputusan

Pasal 111

(1) Pengambilan keputusan dalam rapat/sidang DPD pada dasarnya

dilakukan dengan cara musyawarah untuk mufakat.

(2) Apabila cara pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

tidak terpenuhi, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

Page 54: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

53

Pasal 112

(1) Setiap rapat atau sidang DPD dapat mengambil keputusan apabila

memenuhi kuorum.

(2) Kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi apabila rapat

dihadiri oleh lebih dari ½ (satu perdua) jumlah anggota rapat atau sidang.

(3) Apabila kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi,

rapat atau sidang ditunda paling banyak 2 (dua) kali dengan tenggang

waktu masing-masing tidak lebih dari 24 (dua puluh empat) jam.

(4) Setelah 2 (dua) kali penundaan, kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) belum juga terpenuhi, cara penyelesaiannya diserahkan kepada

pimpinan DPD.

Pasal 113

Setiap keputusan rapat atau sidang DPD, baik berdasarkan musyawarah

untuk mufakat maupun berdasarkan suara terbanyak, menjadi perhatian

semua pihak yang terkait.

Pasal 114

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan keputusan diatur

dalam Peraturan DPD tentang tata tertib.

BAB XV

SISTEM PENDUKUNG

Bagian Kesatu

Sistem Pendukung DPD

Organisasi

Pasal 115

(1) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang DPD,

dibentuk Sekretariat Jenderal DPD yang susunan organisasi dan tata

kerjanya diatur dengan peraturan Presiden atas usul DPD.

Page 55: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

54

(2) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang DPD

dibentuk badan fungsional/keahlian yang ditetapkan dengan Peraturan DPD

setelah dikonsultasikan dengan Pemerintah.

(3) Badan fungsional/keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara

fungsional bertanggung jawab kepada DPD dan secara administratif

berada di bawah Sekretariat Jenderal DPD dan diatur dalam Peraturan

DPD.

(4) Pimpinan DPD melalui alat kelengkapan melakukan koordinasi dalam

rangka pengelolaan sarana dan prasarana dalam kawasan gedung

perkantoran DPD.

Bagian Kedua

Pimpinan Organisasi

Pasal 116

(1) Sekretariat Jenderal DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116,

dipimpin oleh seorang Sektretaris Jenderal yang diusulkan oleh Pimpinan

DPD sebanyak 3 (tiga) orang kepada Presiden.

(2) Sekretaris Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada dasarnya

berasal dari pegawai negeri sipil profesional yang memenuhi syarat sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Sebelum mengajukan usul nama calon Sektretaris Jenderal sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pimpinan DPD harus berkonsultasi

dengan Pemerintah.

(4) Usul nama calon Sekretaris Jenderal DPD sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) ditetapkan dengan keputusan pimpinan DPD untuk diangkat

dengan Keputusan Presiden.

(5) Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretaris Jenderal DPD bertanggung

jawab kepada pimpinan DPD.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan dan tata cara

pertanggungjawaban Sekretaris Jenderal diatur dengan Peraturan DPD.

Page 56: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

55

Bagian Ketiga

Pegawai

Pasal 117

(1) Pegawai Sekretariat Jenderal DPD dan badan keahlian DPD, serta

Sekretariat Jenderal DPD terdiri atas pegawai negeri sipil dan pegawai

dengan perjanjian tertentu.

(2) Pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) direkrut oleh

Sekretaris Jenderal DPD setelah berkoordinasi dan mendapatkan

persetujuan pimpinan DPD.

(3) Ketentuan mengenai manajemen kepegawaian DPD diatur dengan

Peraturan DPD.

Bagian Keempat

Kelompok Pakar atau Tim Ahli

Pasal 118

(1) Dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang DPD dibentuk

kelompok pakar atau tim ahli yang diperbantukan terutama kepada

anggota dan alat kelengkapan.

(2) Kelompok pakar atau tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diangkat dan diberhentikan dengan keputusan Sekretaris Jenderal DPD

sesuai dengan kebutuhan atas usul anggota.

BAB XVI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 119

Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling

lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 120

Dengan berlakunya Undang-Undang ini, Undang-Undang Nomor 27 Tahun

Page 57: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

56

2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5034), sepanjang yang mengatur DPD

dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 121

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-

Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik

Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 2014

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 2014

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR …

Page 58: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

57

PENJELASAN ATAS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR ... TAHUN 2013

TENTANG

DEWAN PERWAKILAN DAERAH

I. UMUM

Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan bahwa Negara Republik Indonesia

adalah negara yang berkedaulatan rakyat yang dalam pelaksanaannya

menganut prinsip kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan

dalam permusyawaratan/ perwakilan.

Menurut Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 ditegaskan bahwa kedaulatan berada

di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD 1945. Sehubungan

dengan hal itu, maka dalam implementasinya prinsip kedaulatan rakyat

antara lain direpresentasikan oleh lembaga MPR, DPR, dan DPD.

Untuk melaksanakan kedaulatan rakyat atas dasar kerakyatan yang

dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan

perlu diwujudkan lembaga permusyawaratan rakyat, lembaga perwakilan

rakyat, dan lembaga perwakilan daerah.

Keberadaan DPD sebagai lembaga perwakilan daerah perlu diatur dalam

undang-undang tersendiri sebagaimana diperintahkan Pasal 22C bahwa

susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan udang-

undang.

Kewenangan DPD sebagai lembaga perwakilan daerah diatur dalam Pasal

22D UUD 1945.

“Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan

Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,

hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemerkaran serta

penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya

ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan

pusat dan daerah.”

Dalam Pasal 22D ayat (2) UUD 1945 selanjutnya ditentukan:

“Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang

Page 59: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

58

yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,

pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber

daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan

pusat dan daerah serta memberikan pertimbangan kepada Dewan

Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan

pajak, pendidikan, dan agama.”

Selain kewenangan di bidang legislatif yang dikemukakan diatas, DPD

memiliki kewenangan di bidang pengawasan. Kewenangan DPD di bidang

pengawasan diatur dalam Pasal 22D ayat (3) UUD 1945 yang menentukan:

“Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas

pelaksaanan undang-undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan,

pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,

pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,

pelaksanaan anggaran dan pendapatan dan belanja negara, pajak,

pendidikan, dan agama serta menyanpaikan hasil pengawasannya itu

kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk

ditindaklanjuti.”

Akar masalah DPD selama ini adalah kewenangannya yang lemah sebagai

sebuah lembaga representasi Daerah. Permasalahan menjadi kompleks

karena Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945)

memberikan kewenangan yang terbatas kepada DPD sehingga DPD tidak

dapat menjalankan fungsi sebagai lembaga perwakilan secara maksimal.

Tidak mengherankan, bila bicara tentang relasi DPR dan DPD, tidak akan

lepas dari permasalahan kewenangan DPD yang lemah dibandingkan DPR.

Keberadaan DPD adalah untuk mewakili kepentingan rakyat dalam konteks

kedaerahan dan dengan orientasi kepentingan daerah. Menurut Sri

Soemantri DPD merupakan lembaga negara yang anggotanya mewakili

rakyat di masing-masing provinsi.

Jika melihat pada susunan dan kedudukan DPD sebagimana diatur dalam

UUD 1945, kedudukan DPD tidak sejajar dengan DPR. DPD tidak

sepenuhnya memegang kekuasaan legislasi, pengawasan, dan anggaran

sebagaimana yang dimiliki oleh DPR sebagai lembaga legislatif atau

parlemen.

Konstruksi susunan parlemen jika dikaitkan dengan MPR menimbulkan

pertanyaan apakah dapat dikatakan bahwa kekuasaan legislatif yang

diwakili oleh MPR sama halnya dengan kongres di Amerika Serikat? Atau

justru MPR, DPR, DPD merupakan lembaga-lembaga perwakilan yang

Page 60: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

59

berdiri sendiri sehingga konsttuksinya menjadi 3 kamar (trikameral).

Berdasarkan norma Pasal 22D UUD 1945 dan ditambah dengan sulitnya

menjadi anggota DPD, Stephen Sherlock (2005) memberikan penilaian

menarik. Bagi peneliti Australian National University ini, DPD

merupakan contoh yang tidak lazim dalam praktik lembaga perwakilan

rakyat dengan sistem bikameral karena merupakan kombinasi dari

lembaga dengan kewenagan yang amat terbatas dan legitimacy tinggi

(represents the odd combination of limited powers and high legitimacy).

Kombinasi ini, tambah Sherlock, merupakan contoh yang tidak lazim dalam

praktik sistem bikameral manapun di dunia.

Kondisi yang demikian mendorong DPD untuk mengajukan permohonan uji

materi ke MK terkait dengan norma-norma dalam UU Nomor 27 Tahuh

2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) dan UU Nomor 12

Tahun 2011 tentang Pementukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3)

yang terkait dengan fungsi legislasi DPD.

MK pun menafsirkan konstitusi mengenai kedudukan dan kewenangan

konstitusional DPD dalam fungsi legislasi. Pertama, DPD berposisi sama

dengan DPR dan Presiden dalam mengajukan RUU berkaitan otonomi

daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta

penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya

ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan

pusat dan daerah. Menempatkan RUU dari DPD sebagai RUU usul DPD,

kemudian dibahas Badan legislasi DPR, dan menjadi RUU dari DPR,

mereduksi kewenangan DPD mengajukan RUU.

Kedua, DPD sebagai lembaga negara berhak dan/atau memiliki wewenang

yang sama dengan DPR dan Presiden dalam membahas RUU terkait

daerah. Menurut MK, DPD berhak ikut membahas RUU berkaitan

daerah, bersama DPR dan Presiden. pembahasan RUU harus

melibatkan DPD sejak memulai pembahasan pada Tingkat I oleh komisi

atau panitia khusus DPR, yaitu sejak menyampaikan pengantar

musyawarah, mengajukan, dan membahas Daftar inventaris Masalah (DiM)

serta menyampaikan pendapat mini sebagai tahap akhir dalam

pembahasan di Tingkat I. Kemudian DPD menyampaikan pendapat pada

pembahasan Tingkat II dalam rapat paripurna DPR sampai dengan sebelum

tahap persetujuan.

Ketiga, terkait apakah DPD berwenang menyetujui RUU,MK menegaskan

konstitusi menentukan jelas bahwa DPD hanya berwenang ikut membahas

Page 61: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

60

RUU yang berkaitan dengan daerah, tidak ikut serta pada pemberian

persetujuan akhir yang lazimnya dilakukan pada rapat paripurna DPR

pembahasan Tingkat II. Artinya, DPD dapat saja ikut membahas dan

memberi pendapat pada saat rapat paripurna DPR yang membahas RUU

pada Tingkat II tetapi tidak memiliki hak memberi persetujuan terhadap

RUU yang bersangkutan. persetujuan terhadap RUU untuk menjadi UU,

menurut konstitusi hanya DPR dan Presiden.

Kempat, penyusunan Prolegnas sebagai instrumen perencanaan program

pembentukan UU merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hak

dan/atau kewenangan untuk mengajukan RUU yang dimiliki DPD. Apabila

DPD tidak terlibat atau tidak ikut serta menentukan Prolegnas, maka

sangat mungkin DPD tidak dapat melaksanakan wewenangnya untuk

mengajukan RUU. Undang-Undang yang tidak melibatkan DPD dalam

penyusunan Prolegnas telah mereduksi kewenangan DPD.

Kelima, memberikan pertimbangan tidak sama dengan bobot kewenangan

DPD untuk ikut membahas RUU. Artinya, DPD namun memberikan

pertimbangan tanpa ikut serta dalam pembahasan. Merupakan

kewenangan DPR dan Presiden untuk menyetujui atau tidak menyetujui

pertimbangan DPD sebagian atau seluruhnya. Hal terpenting adalah

adanya kewajiban dari DPR dan Presiden untuk meminta pertimbangan

DPD atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan,

dan agama.

Dengan putusan ini, segala bentuk reduksi kewenangan DPD, baik dalam

norma maupun praktik, tak dibolehkan lagi. Umpama DPR masih

‘menganulir’ keberadaan DPD, maka DPR dapat digolongkan telah

melakukan perbuatan melawan hukum. Dan demi hukum, produk legislasi

terkait yang dihasilkan dari perbuatan melawan hukum tersebut harus

dinyatakan batal sejak semula (ab initio).

Berdasarkan hal-hal tersebut, dalam rangka penataan kelembagaan

parlemen Indonesia terutama sekali untuk mendorong sistem

keparlemenan Indonesia ka arah yang lebih baik perlu peraturan dan

penyempurnaan UU MD3. Undang-Undang tersebut diharapkan dapat

meningkatkan peran dan tanggungjawab lembaga permusyawaratan

rakyat, lembaga perwakilan rakyat, dan lenmba perwakilan daerah dalam

tugas dan wewenangnya serta mengembangkan mekanisme check and

balances atar lembaga legislatif dan eksekutif serta meningkatkan kualitas,

produktivitas, dan kinerja anggota lembaga permusyawatan rakyat,

Page 62: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

61

lembaga perwakilan rakyat, lembaga perwakilan daerah demi mewujudkan

keadilan dan kesejahteraan rakyat.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Yang dimaksud dengan fungsi perwakilan adalah bahwa DPD

merupakan wakil daerah sehingga keseluruhan tugas dan

wewenang DPD harus mencerminkan aspirasi daerah.

Pasal 5

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Page 63: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

62

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Cukup jelas.

Huruf j

Cukup jelas.

Huruf k

Penyusunan Prolegnas sebagai instrumen perencanaan program

pembentukan undang-undang merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari hak/dan/atau kewenangan untuk mengajukan RUU

yang dimiliki oleh DPD.

Huruf l

Cukup jelas.

Huruf m

Cukup jelas.

Huruf l

Cukup jelas.

Huruf m

Cukup jelas.

Huruf n

Cukup jelas

Huruf o

Page 64: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

63

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Ayat (1)

Untuk mendukung efektifitas pelaksanaan tugas dan wewenangnya

kepada DPD, perlu disediakan anggaran yang mencukupi sesuai

dengan kemampuan keuangan negara.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “pertanggungjawaban pengelolaan anggaran

DPD” adalah format dan prosedur pengelolaan anggaran.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Laporan DPD “dipublikasikan” sebagai bentuk pertanggungjawaban

moral dan politis Anggota kepada masyarakat dan daerah yang

diwakili.

Yang dimaksud dengan media massa pusat adalah media massa yang

ada di Jakarta.

Yang dimaksud dengan media massa di daerah adalah media massa

di daerah pemilihan.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Page 65: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

64

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Pada waktu pengucapan sumpah/janji lazimnya dipakai frasa tertentu

sesuai dengan agama masing-masing, misalnya untuk penganut agama

Islam didahului dengan frasa “Demi Allah”, untuk penganut agama

Protestan dan Katolik diakhiri dengan frasa “Semoga Tuhan menolong

saya”, untuk penganut agama Budha didahului dengan frasa “Demi

Hyang Adi Budha”, dan untuk penganut agama Hindu didahului dengan

frasa “Om Atah Paramawisesa”. Pada hakikatnya, sumpah/janji adalah

tekad untuk memperjuangkan aspirasi daerah yang diwakilinya dengan

memegang teguh Pancasila dan menegakkan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-

undangan yang mengandung konsekuensi berupa kewajiban dan

tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota DPD.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Ayat (1)

Page 66: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

65

Hak anggota DPD untuk mendapatkan keleluasaan menyampaikan

usul dan pendapat baik kepada pemerintah maupun kepada DPD

sehingga ada jaminan kemandirian sesuai dengan panggilan hati

nurani serta kredibilitasnya. Oleh karena itu, setiap anggota DPD

tidak dapat diarahkan oleh siapa pun di dalam proses pengambilan

keputusan.

Ayat (2)

Yang dimaksud penyampaian usul dan pendapat dilaksanakan

dengan memperhatikan senioritas Anggota DPD adalah anggota DPD

yang masa jabatannya lebih lama diberi kesempatan terlebih dahulu

untuk menyampaikan usul dan pendapatnya dengan tujuan dapat

memberikan informasi yang lebih komprehensif berdasarkan

pengalamannya selama menjabat sebagai anggota DPD. Dengan

demikian praktik-praktik baik (bencmarking) yang terjadi dapat

ditransformasikan kepada anggota lainnya. Senioritas tersebut tidak

mengurangi prinsip kolektif kolegial dan persamaan hak dan

kewajiban antar anggota DPD.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “hak protokoler” adalah hak anggota DPD

untuk memperoleh penghormatan berkenaan dengan jabatannya baik

dalam acara kenegaraan atau dalam acara resmi maupun dalam

melaksanakan tugasnya

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 21

Page 67: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

66

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Kepentingan kelompok, golongan, dan daerah dalam ketentuan ini

termasuk kepentingan daerah yang diwakili, agama, ras, dan suku.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Pemberian pertanggungjawaban secara moral dan politis

disampaikan kepada masyarakat dan pemilih di daerah yang

diwakilinya pada masa sidang melalui perjuangan politik yang

menyangkut kepentingan daerah yang diwakilinya, serta di luar

masa sidang melalui pertemuan-pertemuan dengan konstituen dan

masyarakat di daerah yang diwakilinya.

Huruf j

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Page 68: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

67

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Ayat (1)

Huruf a

Pernyataan meninggal dunia dibuktikan dengan surat

keterangan dokter dan/atau pejabat yang berwenang.

Huruf b

Pernyataan mengundurkan diri dibuat secara tertulis di atas

kertas yang bermeterai sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “tidak dapat melaksanakan tugas secara

berkelanjutan atau berhalangan tetap” adalah menderita sakit

yang mengakibatkan baik fisik maupun mental tidak berfungsi

secara normal yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter

yang berwenang, tidak diketahui keberadaannya, dan/atau tidak

hadir dalam rapat tanpa keterangan apa pun selama 3 (tiga)

bulan berturut-turut.

Page 69: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

68

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Page 70: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

69

Yang dimaksud dengan “hak keuangan tertentu” adalah hak

keuangan yang meliputi gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan

pangan, tunjangan jabatan, dan uang paket.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39

Cukup jelas.

Pasal 40

Cukup jelas.

Pasal 41

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Dalam mewakili DPD di pengadilan, pimpinan dapat menunjuk

kuasa hukum.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Page 71: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

70

Cukup jelas.

Huruf j

Cukup jelas.

Huruf k

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 42

Cukup jelas.

Pasal 43

Cukup jelas.

Pasal 44

Cukup jelas.

Pasal 45

Cukup jelas.

Pasal 46

Cukup jelas.

Pasal 47

Cukup jelas.

Pasal 48

Cukup jelas.

Pasal 49

Cukup jelas.

Pasal 50

Cukup jelas.

Pasal 51

Cukup jelas.

Pasal 52

Cukup jelas.

Pasal 53

Cukup jelas.

Page 72: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

71

Pasal 54

Cukup jelas.

Pasal 55

Cukup jelas.

Pasal 56

Cukup jelas.

Pasal 57

Cukup jelas.

Pasal 58

Cukup jelas.

Pasal 59

Cukup jelas.

Pasal 60

Cukup jelas.

Pasal 61

Cukup jelas.

Pasal 62

Cukup jelas.

Pasal 63

Cukup jelas.

Pasal 64

Cukup jelas.

Pasal 65

Cukup jelas

Pasal 66

Cukup jelas.

Pasal 67

Cukup jelas.

Pasal 68

Cukup jelas.

Pasal 69

Page 73: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

72

Cukup jelas.

Pasal 70

Cukup jelas.

Pasal 71

Cukup jelas.

Pasal 72

Cukup jelas.

Pasal 73

Cukup jelas.

Pasal 74

Cukup jelas.

Pasal 75

Cukup jelas.

Pasal 76

Cukup jelas.

Pasal 77

Cukup jelas.

Pasal 78

Cukup jelas.

Pasal 79

Cukup jelas.

Pasal 80

Cukup jelas.

Pasal 81

Cukup jelas.

Pasal 82

Cukup jelas.

Pasal 83

Cukup jelas.

Pasal 84

Cukup jelas.

Page 74: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

73

Pasal 85

Cukup jelas.

Pasal 86

Cukup jelas.

Pasal 87

Cukup jelas.

Pasal 88

Perlunya pendapat pertimbangan DPD karena menurut UUD 1945 DPD

memiliki kewenangan terbatas dalam pengawasan serta secara

konstitusional dan konsepsional keberadaan DPD yang mewakili daerah

karena merupakan salah satu unsur perekat NKRI dalam melaksanakan

kedaulatan rakyat.

Pasal 89

Cukup jelas.

Pasal 90

Cukup jelas.

Pasal 91

Cukup jelas.

Pasal 92

Cukup jelas.

Pasal 93

Cukup jelas.

Pasal 94

Cukup jelas.

Pasal 95

Cukup jelas.

Pasal 96

Cukup jelas.

Pasal 97

Cukup jelas.

Pasal 98

Cukup jelas.

Page 75: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

74

Pasal 99

Cukup jelas.

Pasal 100

Cukup jelas.

Pasal 101

Cukup jelas.

Pasal 102

Cukup jelas.

Pasal 103

Cukup jelas.

Pasal 104

Cukup jelas.

Pasal 105

Cukup jelas.

Pasal 106

Cukup jelas.

Pasal 107

Cukup jelas.

Pasal 108

Cukup jelas.

Pasal 109

Cukup jelas.

Pasal 110

Cukup jelas.

Pasal 111

Cukup jelas.

Pasal 112

Cukup jelas.

Pasal 113

Page 76: BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK … filedengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya

75

Cukup jelas.

Pasal 114

Cukup jelas.

Pasal 115

Cukup jelas.

Pasal 116

Cukup jelas.

Pasal 117

Cukup jelas.

Pasal 118

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “kelompok pakar atau tim ahli” adalah

sekelompok orang yang mempunyai kemampuan dalam disiplin ilmu

tertentu untuk membantu alat kelengkapan dalam pelaksanaan fungsi

serta tugas dan wewenang DPD. Kelompok pakar atau tim ahli bertugas

mengumpulkan data dan menganalisis berbagai masalah yang

berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPD. Penugasan

kelompok pakar atau tim ahli disesuaikan dengan kebutuhan DPD.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 119

Cukup jelas.

Pasal 120

Cukup jelas.

Pasal 121

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014

NOMOR …