analisis implementasi kebijakan pemekaran daerah di

13
SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmu- ilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015 -132- ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMEKARAN DAERAH DI KABUPATEN MAMUJU UTARA Syamsuddin Maldun Dosen Administrasi Publik PPs Universitas “45” Makassar E-mail: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis dan menjelaskan tahapan implementasi kebijakan pemekaran daerah, dan (2) Menganalisis dan menjelaskan faktor-faktor yang mendukung implementasi kebijakan pemekaran daerah, dalam rangka mendukung integrasi nasional di Kabupaten Mamuju Utara Provinsi Sulawesi Barat. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksploratif menggunakan pendekatan analisis kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui; observasi, wawancara, dan dokumen. Informan penelitian meliputi; Asisten I, Asisten II, Asisten III, Panitia Persiapan Pembentukan Kabupaten (PPPK), Kepala Badan Pusat Statistik, Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Kepala Kantor Perpustakaan, Kearsipan, dan Dokumen, Kepala Bagian Organisasi dan Kepegawaian, Kepala Bagian Umum Sekretariat DPRD, anggota Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB), pimpinan Dharma Wanita, dosen, mahasiswa, serta tokoh masyarakat. Sedangakan analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Teknik analisis data adalah analisis interaktif: (1) Data collection, (2) Data reduction, (3) Data Display, dan (4) Conclusion/ verification. Hal ini dimaksudkan untuk dapat memberikan deskripsi secara sistematis, faktual dan aktual terhadap obyek yang diteliti. Hasil penelitian menunjukan bahwa; (1) Tahapan implementasi kebijakan pemekaran daerah Kabupaten Mamuju Utara telah dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang pemekaran daerah seperti; pembentukan perangkat pemerintahan daerah, penyusunan visi dan misi, penyusunan strategi pembangunan daerah, dan penyusunan program-program pembangunan daerah, dan (2) Faktor-faktor yang mendukung implementasi kebijakan pemekaran daerah adalah adanya sumber daya alam, penanaman modal (investasi), infrastruktur transportasi dan komunikasi, keterbukaan terhadap pihak luar, dan dukungan publik (masyarakat). Kata Kunci: Implementasi Kebijakan, Pemekaran Daerah, Integrasi Nasional.

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMEKARAN DAERAH DI

SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015” Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015

-132-

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMEKARAN DAERAH DI KABUPATEN MAMUJU UTARA

Syamsuddin Maldun Dosen Administrasi Publik PPs Universitas “45” Makassar

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis dan menjelaskan tahapan implementasi kebijakan pemekaran daerah, dan (2) Menganalisis dan menjelaskan faktor-faktor yang mendukung implementasi kebijakan pemekaran daerah, dalam rangka mendukung integrasi nasional di Kabupaten Mamuju Utara Provinsi Sulawesi Barat. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksploratif menggunakan pendekatan analisis kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui; observasi, wawancara, dan dokumen. Informan penelitian meliputi; Asisten I, Asisten II, Asisten III, Panitia Persiapan Pembentukan Kabupaten (PPPK), Kepala Badan Pusat Statistik, Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Kepala Kantor Perpustakaan, Kearsipan, dan Dokumen, Kepala Bagian Organisasi dan Kepegawaian, Kepala Bagian Umum Sekretariat DPRD, anggota Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB), pimpinan Dharma Wanita, dosen, mahasiswa, serta tokoh masyarakat. Sedangakan analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Teknik analisis data adalah analisis interaktif: (1) Data collection, (2) Data reduction, (3) Data Display, dan (4) Conclusion/ verification. Hal ini dimaksudkan untuk dapat memberikan deskripsi secara sistematis, faktual dan aktual terhadap obyek yang diteliti. Hasil penelitian menunjukan bahwa; (1) Tahapan implementasi kebijakan pemekaran daerah Kabupaten Mamuju Utara telah dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan yang mengatur tentang pemekaran daerah seperti; pembentukan perangkat pemerintahan daerah, penyusunan visi dan misi, penyusunan strategi pembangunan daerah, dan penyusunan program-program pembangunan daerah, dan (2) Faktor-faktor yang mendukung implementasi kebijakan pemekaran daerah adalah adanya sumber daya alam, penanaman modal (investasi), infrastruktur transportasi dan komunikasi, keterbukaan terhadap pihak luar, dan dukungan publik (masyarakat).

Kata Kunci: Implementasi Kebijakan, Pemekaran Daerah, Integrasi Nasional.

Page 2: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMEKARAN DAERAH DI

SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015” Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015

-133-

PENDAHULUAN Sebelum lahirnya gerakan reformasi tahun 1998, kekuasaan pemerintah

pusat Negara Kesatuan Republik Indonesia di bawah kendali rezim (penguasa) Orde Baru sangat dominan, karena kepemimpinan otoriter, kebijakan pembangunan yang sentralistik, serta menempatkan pemerintah daerah hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Keadaan tersebut oleh Malley (dalam Dwiyanto, 2004) dikatakan sebagai; suatu upaya mewujudkan kekuasaan sentripetal, yakni kekuasaan yang sangat berat sebelah, terlalu memihak kepentingan pemerintah pusat dan kurang memperhatikan kepentingan pemerintah daerah.

Kekuasaan rezim Orde Baru yang begitu dominan, otoriter, sentralistik, birokratis, dan sentripetal tersebut mendorong beberapa daerah di Indonesia, terutama daerah yang memiliki kekayaan sumberdaya alam seperti; Aceh, Riau, serta Papua melakukan suatu perlawanan senjata dalam bentuk gerakan separatis (perjuangan memisahkan diri) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Lahirnya gerakan separatis tersebut disebabkan pemerintah daerah merasa diperlakukan tidak adil atau diskriminatif oleh pemerintah pusat, Agustono (2005) dan Argama (2005). Selain itu, menurut hasil penelitian Moehtadi (2002) dan Arman (2004) menunjukan; di beberapa daerah terdapat berbagai fenomena kehidupan sosial budaya dan ekonomi yang menciptakan bom waktu, dan kemudian setelah reformasi meletus dalam berbagai bentuk konflik horizontal dengan motif atau sentimen suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA), dan ketidakadilan sosial, ekonomi, budaya, serta politik seperti kasus-kasus; Sampit, Sambas, Banyuwangi, Ambon, Aceh, Irian Jaya dan Poso.

Perubahan lain yang sangat fundamental adalah adanya kebijakan politik melakukan amandemen terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang kemudian dijadikan sebagai landasan yuridis konstitusional dalam membangun paradigma baru sistem ketatanegaraan dan pemerintahan di Indonesia. Dalam sistem pemerintahan, khususnya mengenai pemerintah daerah, pemerintah melakukan reformasi pada aspek hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah melalui Undang-Undang Nomor: 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dimana pemerintah daerah memperoleh tugas dan kewenangan yang lebih luas dalam melaksanakan urusan pemerintahan serta tidak lagi sepenuhnya bergantung kepada pemerintah pusat.

Namun demikian, lahirnya Undang-Undang 23 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, merupakan amandemen dari Undang-Undang Nomor: 22 Tahun 1999, sebagai pengganti Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 1974, tidak saja berdampak pada perkembangan demokrasi di Indonesia, tetapi juga menimbulkan berbagai kondisi ketidakstabilan (instabilitas) politik yang dapat mengancam integrasi nasional akibat praduga yang berbeda terhadap pelaksanaan otonomi daerah. Perbedaan praduga ini kemudian dimanfaatkan oleh kelompok kepentingan atau elit politik penentang pemerintah untuk mengejar kepentingan politik masing-masing. Akibatnya terjadi perbenturan kepentingan politik antara kelompok pro status quo, kelompok reformis, dan kelompok elit yang merasa terpinggirkan (declasse).

Page 3: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMEKARAN DAERAH DI

SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015” Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015

-134-

Hasil penelitian Argama (2005) dan Irtanto (2008) menunjukan bahwa perbenturan kepentingan politik sebagaimana dijelaskan di atas melahirkan konflik vertikal di tingkat pusat yang melibatkan partai dan elit politik dengan tujuan saling mendiskreditkan melalui isu-isu; penegakkan supremasi hukum dan Hak Asasi Manusia, demokratisasi, desentralisasi, otonomi daerah, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, Nepotisme dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat. Sedangkan di tingkat daerah melahirkan berbagai konflik horizontal akibat adanya berbagai rivalitas politik antar elit lokal terutama elit yang declasse (terpinggirkan). Rivalitas politik tersebut terjadi akibat perbedaan persepsi dan kepentingan antar kekuatan politik dalam merebut sumber-sumber kekuasaan di tingkat lokal.

Berbagai strategi perjuangan dilakukan oleh para aktor atau elit politik lokal untuk memperjuangkan argumennya dalam upaya pemekaran daerah seperti: (1) lobi politik yang bertujuan untuk membuat pencitraan bahwa mereka perduli terhadap pelayanan dan kesejahteraan publik dan (2) mobilisasi massa, melalui pembentukkan opini publik untuk meyakinkan masyarakat bahwa dengan pemekaran daerah kesejahteraan masyarakat akan meningkat (Paskarina & Mariana, 2008).

Pada sisi lain, tuntutan dan desakan masyarakat yang sangat kuat seiring dengan perkembangan reformasi adalah; pemerintah membuka kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh elemen dan unsur masyarakat untuk memprogramkan serta ikut mengawasi pelaksanaan pembangunan nasional. Esensi pembangunan partisipatif menurut Nasrun (2007) adalah; pembangunan yang dilaksanakan dengan: (1) Meng-optimalkan pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen, (2) Mengaktualkan perilaku kepublikan (transparansi, konsistensi, akuntabilitas, kepastian hukum), dan (3) Ber-orientasi pada peningkatan Kemandirian, Kredibilitas, Kemitraaan, dan Keunggulan.

Sehubungan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, Syaukani dkk., (2005) menyatakan; pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dapat menciptakan pemerintahan yang demokratis dan stabilitas politik di tingkat lokal yang kemudian mempengaruhi stabilitas politik nasional. Sedangkan Sharpe (dalam Syaukani dkk., 2005) menyatakan bahwa; sesungguhnya stabilitas politik nasional pada dasarnya berawal dari stabilitas politik pada tingkat daerah (lokal).

Berdasarkan hasil penelitian dan pernyataan para pakar di atas, jelas menunjukan banyak praktek pemekaran Provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia diwarnai oleh; adanya reaksi pro (setuju) dan kontra (tidak setuju) dan tarik-menarik kepentingan antara kelompok elit. Kondisi ini menyebabkan terjadinya distabilisasi dan eskalasi konflik horizontal dan suhu politik di tingkat lokal, seperti kasus Mambi pada pemekaran Kabupaten Mamasa dan kasus Atambua di Nusa Tanggara Timur (NTT). Konflik horizontal yang terjadi dalam pemekaran daerah disebabkan oleh adanya ancaman dari masing-masing kelompok yang setuju dan tidak setuju, serta adanya mobilisasi massa dengan sentimen kesukuan bahkan ancaman pembunuhan (Agustono, 2005), dan fenomena pemekaran daerah seperti ini dapat menyebabkan lahirnya berbagai konflik horizontal di tingkat lokal

Page 4: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMEKARAN DAERAH DI

SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015” Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015

-135-

yang dapat mengancam stabilitas kehidupan dan integrasi nasional (Argama, 2005).

Berlakunya Undang-Undang Nomor: 32 tahun 2004 yang telah disempurnakan oleh Undang-Undang Nomor: 12 Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah Nomor: 78 Tahun 2007, maka usulan pemekaran Provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia melalui tahapan yang sangat berat dan ketat. Setiap usulan pemekaran daerah harus memenuhi persyaratan administratif, teknis, dan fisik kewilayahan, didukung oleh kemampuan sumber daya manusia dan sumberdaya alam, serta melalui proses visitasi dan legislasi. Akibatnya banyak usulan pemekaran Provinsi, kabupaten, dan kota yang mengalami berbagai hambatan sehingga belum disetujui oleh pemerintah, seperti usulan; pemekaran Provinsi Kalimantan Utara, pemekaran Kabupaten Luwuk Banggai menjadi Provinsi Sulawesi Timur, Provinsi Tapanuli Selatan, dan Provinsi Papua Barat Daya, Nugraha (2008), serta beberapa usulan pemekaran Kabupaten di Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Maluku Utara.

Banyak daerah pemekaran baru di Indonesia yang gagal mengimplemen-tasikan kebijakan di bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya sesuai tuntutan dan harapan masyarakat. Pada umumnya daerah pemekaran baru gagal dalam: (1) Membangun struktur dan infrastruktur politik, (2) Memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dan menjalankan pemerintahan demokratis, (3) Meningkatkan PAD dan PDRB, (4) Meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, (5) Mengurangi kesenjangan sosial budaya, dan (6) Pengembangan nilai-nilai budaya masyarakat lokal. Kondisi ini menyebabkan terjadinya berbagai konflik horizontal yang tidak hanya mengganggu stabilitas kehidupan bermasyarakat, tetapi juga mengancam integrasi nasional, Bappenas (2007).

Realitas pemekaran Kabupaten Mamuju Utara tidak terlepas dari reaksi pro kontra serta adanya berbagai konflik vertikal dan horizontal yang terjadi sejak tahun 1970-an sampai tahun 2000-an yang bersumber pada masalah-masalah: (1) Politik, seperti; kebijakan politik dan pembangunan di Kabupaten Luwu Utara, kepentingan elit-elit politik lokal, konflik kepentingan antara elit pusat dan lokal, akses elit-elit politik lokal mengalami kemandekan, serta penegakan hukum yang tidak tegas terutama dalam menyelesaikan berbagai konflik pertahanan, (2) Ekonomi, seperti; penguasaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang tidak adil, adanya kesenjangan ekonomi, terbatasnya lapangan kerja, serta masalah rendahnya pendapatan perkapita, (3) Sosial budaya seperti; konflik pertanahan, sengketa antara para migran dan penduduk asli, kerukunan hidup antara umat beragama, dan (4) Pengembangan seni dan budaya lokal kurang diperhatikan oleh pemerintah daerah (Anonim, 2003).

Masalah pokok yang dikaji dalam penelitian ini, dirumuskan sebagai berikut: (1) Bagaimana tahapan imple-mentasi kebijakan pemekaran daerah? dan (2) Faktor-faktor apa yang mendukung implementasi kebijakan pemekaran daerah?

Urgensi penelit ian ini adalah sebagai sumber data dan informasi, bahan masukan dalam rangka melaksanakan Pemekaran Kabupaten Mamuju Utara Provinsi Sulawesi Barat yang berpedoman pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang telah disempurnakan oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah Nomor: 129 Tahun 2000. Kabupaten Mamuju Utara Provinsi

Page 5: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMEKARAN DAERAH DI

SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015” Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015

-136-

Sulawesi Barat dibentuk pada bulan Januari 2003 melalui Undang-Undang Nomor: 7 Tahun 2003, sebelumnya merupakan bahagian dari Kabupaten Mamuju. Kabupaten Mamuju Utara dengan luas wilayah 6.994,88 km², yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan jumlah penduduk sebanyak 219.202, serta memilki potensi sumberdaya alam yang beraneka ragam, BPS (2007), dipilih sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan: (1) Struktur masyarakatnya sangat heterogen dari segi suku, etnik, budaya dan adat istiadat, agama, bahasa, asal daerah, serta latar belakang sosial ekonomi, dan (2) Pemekaran daerah Kabupaten Mamuju Utara secara optimal memenuhi berbagai persyaratan administratif, teknis, serta fisik kewilayahan sebagaimana di atur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor: 129 Tahun 2000. METODE PENELITIAN Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah tergolong jenis penelitian eksploratif, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Hal ini dimaksudkan untuk dapat memberikan deskripsi secara sistematis, faktual dan aktual terhadap obyek yang diteliti. Menurut Sugiyono (2005: 1).

Deskripsi Fokus Penelitian a. Tahapan implementasi kebijakan pemekaran daerah dengan indikator: (1) Pem-

bentukan perangkat pemerintahan daerah, (2) Penyusunan visi dan misi kabupaten, (3) Penyusunan strategi pembangunan daerah, serta (4) Penyusunan program-program pembangunan daerah.

b. Faktor pendukung implementasi kebijakan pemekaran daerah dengan indikator: (1) kapasitas sumber daya alam, (2) penanaman modal (investasi), (3) infra-struktur transportasi dan komunikasi, (4) keterbukaan terhadap pihak luar, dan (5) dukungan publik (masyarakat).

c. Wujud implementasi kebijakan pemekaran daerah dengan indikator adalah: (1) Dibidang politik dengan prediktor meliputi: (a) pembangunan struktur dan infrastruktur politik, (b) transparansi dan akuntabilitas pemerintahan, (c) pening-katkan peran dan partisipasi aktif masyarakat, (d) kebebasan berpolitik dan berorganisasi, (e) penegakan supremasi hukum dan hak asasi manusia (HAM), serta (f) stabilitas politik. (2) Dibidang ekonomi dengan prediktor meliputi: (a) percepatan pembangunan struktur dan infrastruktur ekonomi, (b) pengelolaan potensi sumber daya alam, (c) peningkatan lapangan kerja, (d) peningkatan pendapatan perkapita, (e) produk domestik regional bruto (PDRB), serta (f) pendapatan asli daerah (PAD). (3) Dibidang sosial budaya dengan prediktor meliputi: (a) pembinaan kerukunan hidup antar warga masyarakat, (b) berku-rangnya kesenjangan sosial budaya, (c) peningkatan kualitas pendidikan, (d) kemampuan penataan wilayah dan pemberdayaan kelompok masyarakat terpencil, (e) pengembangan nilai-nilai budaya masyarakat lokal, dan (f) pe-manfaatan kearifan lokal dalam menyelesaikan berbagai masalah.

Page 6: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMEKARAN DAERAH DI

SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015” Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015

-137-

Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri. Peneliti sebagai instrumen

penelitian menggunakan beberapa alat kelengkapan yang meliputi: (a) Pedoman wawancara, (b) Lembar observasi, dan (c) Catatan dokumen.

Teknik Pengumpulan dan Pengabsahan Data

Menurut Moleong (2000) teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian kualitatif sebagai berikut: (a) Kredibilitas (credibility), (b) Transferabilitas (transferability), (c) Kebergantungan (dependability), dan (d) Konfirmabilitas (confir-mability).

Analisis Data Penelitian

Gagasan Miles dan Huberman (1992) bahwa proses analisis data sebagai berikut: (a) Data collection (koleksi data) (b) Data reduction (reduksi data), (c) Data Display (penyajian data), dan (d) Conclusion/ verification (verifikasi dan penarikan kesimpulan).

PEMBAHASAN

Kabupaten Mamuju Utara merupakan salah satu kabupaten baru di Sulawesi Barat yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Mamuju. Proses visitasi dan legislasi usulan pembentukan Kabupaten Mamuju Utara mengacu pada persyaratan -persyaratan pembentukan kabupaten baru yang telah diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Undang Nomor: 22 Tahun 1999 dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor: 129 Tahun 2000, yaitu; kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Setelah mempertimbangkan berbagai persyaratan yang menjadi dasar usulan pemekaran daerah Kabupaten Mamuju Utara, akhirnya Pemerintah Republik Indonesia menyetujui pembentukan Kabupaten Mamuju Utara melalui Undang-Undang Nomor: 7 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Mamuju Utara. Tahapan implementasi kebijakan pemekaran daerah

Berdasarkan hasil penelitian dilapangan diketahui bahwa secara empiris, tuntutan dan dukungan terhadap pembentukan Kabupaten Mamuju Utara dipelopori oleh Ikatan Kerukunan Keluarga Pasangkayu (IKPAS), tokoh masyarakat dan mahasiswa telah berlangsung sejak tahun 1998 dan dilanjutkan pada tahun 2002 setelah DPRD Gotong Royong Kabupaten Mamuju mengeluarkan suatu Resolusi yang meminta kepada Pemerintah Pusat Republik Indonesia melalui Departemen Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah untuk membagi Daerah Tingkat II Mamuju menjadi 5 (lima) Daerah Tingkat II yaitu; Daerah Tingkat II Mamuju, Daerah Tingkat II Majeme, Daerah Tingkat II Polewali Mandar, Daerah Tingkat II Mamuju Utara, dan Daerah Tingkat II Mamasa. Kabupaten Mamuju Utara Provinsi Sulawesi Barat dibentuk pada bulan Januari 2003 melalui Undang-Undang Nomor: 7 Tahun 2003, sebelumnya merupakan bahagian dari Kabupaten Mamuju. Kabupaten Mamuju Utara dengan luas wilayah 6.994,88 km², yang

Page 7: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMEKARAN DAERAH DI

SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015” Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015

-138-

terdiri dari 11 Kecamatan dengan jumlah penduduk sebanyak 219.202, serta memilki potensi sumberdaya alam yang beraneka ragam, BPS (2007).

Usulan pembentukan Kabupaten Mamuju Utara mengalami tantangan dan hambatan pada tahun 1987 dan tahun 1993 akibat adanya konflik vertikal dan horizontal, yaitu antara masyarakat dengan pemerintah, dan antara masyarakat dan masyarakat.

Pada masa Orde Reformasi, usulan pembentukan Kabupaten Mamuju Utara secara intensif dilakukan dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor: 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor: 129 tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Proses pengusulan tersebut terlaksana dengan baik akibat semakin kuatnya tuntutan dan dukungan masyarakat Mamuju Utara serta proses visitasi dan legislasi yang lancar baik di tingkat DPRD dan Pemerintah Kabupaten Mamuju, DPRD dan Pemerintah Propinsi Sulawesi Barat, serta di tingkat DPR dan Pemerintah Republik Indonesia.

Secara formal, pembentukan Kabupaten Mamuju Utara ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor: 7 Tahun 2003, yang sekaligus menjadi dasar hukum bagi tahapan implementasi kebijakan pemekaran daerah Kabupaten Mamuju Utara, seperti; pembentukan perangkat pemerintahan daerah, penyusunan visi dan misi kabupaten Mamuju Utara, penyusunan strategi pembangunan daerah, dan penyusunan program-program pembangunan daerah.

Berdasarkan hasil penelitian dilapangan diketahui bahwa pembentukan perangkat pemerintahan daerah terlaksana dengan baik karena; pejabat Bupati merupakan tokoh masyarakat sekaligus anggota Panitia Khusus pembentukan Kabupaten Mamuju Utara, serta memiliki kapabilitas untuk memimpin Mamuju Utara. Serah terima fisik operasional pemerintahan dan pengalihan aset-aset pemerintahan daerah juga terlaksana dengan baik akibat adanya kesamaan persepsi, sikap, dan kepentingan kedua pemerintah daerah. Pembentukan organisasi pemerintahan dan pengisian jabatan dilaksanakan berdasarkan kepentingan dan kebutuhan daerah, serta sesuai kapabilitas dan kompetensi yang dimiliki oleh calon pejabat. Sedangkan pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Mamuju Utara dilaksanakan berdasarkan peraturan-perundangan yang mengatur pemilihan anggota Legislatif dan pemilihan Kepala Daerah.

Secara teoritis, rumusan visi, misi, dan strategi pembangunan daerah Kabupaten Mamuju Utara didasarkan pada konsep pembangunan yang berbasis pada kemandirian atau keunggulan lokal dengan memanfaatkan secara optimal seluruh potensi dan sumberdaya yang dimiliki oleh masyarakat dan Kabupaten Mamuju Utara seperti; konstelasi geografis yang sangat strategis dan keanekaragaman sumber daya alam.

Visi, misi, dan strategi pembangunan daerah sebagaimana dikemukakan di atas, dirumuskan secara jelas dan tegas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah I (RPJM I) dan telah dilaksanakan sesuai dengan perioritas, sasaran, dan tujuan yang ingin dicapai, baik pembangunan fisik maupun non fisik. Hal ini didukung oleh fakta dan data yang ada dilapangan. Hasil observasi dan kajian terhadap dokumen menunjukan bahwa; visi dan misi kabupaten dapat

Page 8: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMEKARAN DAERAH DI

SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015” Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015

-139-

direalisasikan, dan strategi pembangunan pada RPJM I yang memprioritaskan pembangunan fisik dapat direalisasikan oleh Pemerintah Daerah.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, jelas menunjukan bahwa; secara formal dan teoritis tahapan implementasi kebijakan pemekaran daerah Kabupaten Mamuju Utara memenuhi persyaratan konstitusi, karena telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur pemekaran daerah, dan visi, misi, serta strategi pembangunan daerah telah dilaksanakan berdasarkan teori dan konsep pembangunan yang dirumuskan oleh para ahli kebijakan pembangunan. Faktor-faktor yang mendukung implementasi kebijakan pemekaran daerah

Berdasarkan hasil penelitian, secara empiris diketahui bahwa fakta-fakta yang mendukung implementasi kebijakan pemekaran daerah adalah; adanya sumberdaya alam yang potensial, penanaman modal dibidang pertambangan, perkebunan, perikanan, dan pariwisata, pembangunan infrastruktur transportasi dan komunikasi, keterbukaan terhadap pihak luar sehingga memungkinkan hubungan dan kerjasama dengan kabupaten dan kota lain, serta adanya dukungan publik yang sangat kuat karena memiliki persepsi yang sama dalam mendukung visi, misi, dan pembangunan Kabupaten Mamuju Utara .

Secara teoritis, keberhasilan atau kegagalan suatu implementasi kebijakan termasuk implementasi kebijakan pemekaran daerah ditentukan oleh kemampuan para aktor atau pelaksana kebijakan dalam memanfaatkan dan mengelola secara optimal berbagai faktor pendukung, serta adanya kesadaran terhadap environmental constraint (norma, struktur, unit organisasi, prosedur, dan sanksi) dan adanya kemauan dan partisipasi bersama untuk melakukan collective designing.

Dari berbagai literatur yang membahas tentang implementasi kebijakan ditemukan bahwa para ahli kebijakan mengemukakan secara jelas faktor-faktor pendukung implementasi kebijakan, antara lain; komunikasi antar organisasi para pelaksana, sikap pelaksana kebijakan, sumber daya, isi dan konteks kebijakan, lingkungan yang mempengaruhi kebijakan, perpaduan antara sumber-sumber yang diperlukan, ruang lingkup kebijakan, jaringan aktor, partisipasi masyarakat, dan dukungan publik (masyarakat).

Dalam implementasi kebijakan pemekaran daerah Kabupaten Mamuju Utara, faktor sumber daya terutama sumber daya alam, penanaman modal (investasi), serta infrastruktur transportasi dan komunikasi merupakan pendukung implementasi kebijakan. Kabupaten Mamuju Utara memiliki sumber daya alam yang sangat potensial disektor pertambangan, pertanian, perkebunan, perikanan, dan pariwisata sehingga banyak investor yang telah menanamkan modal. Melalui eksploitasi dan eksplorasi sumber daya alam, pemerintah daerah dapat menghasilkan finansial (keuangan) yang cukup memadai untuk mendukung atau membiayai pembangunan infrastruktur transportasi dan komunikasi, serta membiayai seluruh aktivitas implementasi kebijakan diberbagai bidang pembangunan. Hal ini menurut Hoogwood dan Gunn merupakan kemampuan pelaksana kebijakan dalam memadukan sumber-sumber yang diperlukan dan kemampuan dalam menganalisis hubungan kausalitas dalam implementasi kebijakan.

Page 9: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMEKARAN DAERAH DI

SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015” Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015

-140-

Selain itu, faktor keterbukaan terhadap pihak luar dan dukungan publik (masyarakat) sangat mendukung implementasi kebijakan pemekaran daerah. Pemerintah daerah Kabupaten Mamuju Utara melakukan berbagai hubungan dan kerjasama dengan kabupaten dan kota serta perguruan tinggi lain di Indonesia. Hal ini menurut Grindle merupakan wujud dari analisis kepentingan-kepentingan dan strategi aktor untuk mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Menurut Mazmanian dan Sabatier hubungan dan kerjasama tersebut merupakan upaya mendayagunakan wewenang yang dimiliki untuk menstruktur proses implementasi melalui akses formal dari luar.

Dukungan publik (masyarakat) merupakan salah satu faktor penting yang mendukung implementasi kebijakan pemekaran daerah Kabupaten Mamuju Utara. Kemampuan pemerintah daerah merealisasikan cita-cita dan tujuan pemekaran daerah serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan daerah melahirkan adanya dukungan publik yang sangat kuat terhadap para pelaksana kebijakan seperti dikemukakan oleh Elmore (1979), Hjern dan O’Porter

(1981). Kemampuan pemerintah daerah Kabupaten Mamuju Utara dalam

mengelola dan mengoptimalkan seluruh faktor pendukung implementasi kebijakan pemekaran daerah menunjukan bahwa: a. Pemerintah daerah dapat melaksanakan dengan baik teori klasik tentang

negara, yaitu; mengoptimalkan peran pemerintah dalam pembangunan, termasuk peran meningkatkan kesejahteraan masyarakar.

b. Pemerintah daerah dapat mengarahkan sikap dan kemampuan para pelaksana, terutama dalam memahami isi dan konteks kebijakan, meningkatkan partisipasi aktif masyarakat, serta menciptakan komunikasi antar organisasi pelaksana kebijakan sebagaimana dikemukakan oleh Mazmanian dan Sabatier, Van Metter dan Van Horn (1975).

c. Pemerintah daerah dapat mengoptimalkan seluruh sumber daya terutama sumber daya alam serta memadukan sumber-sumber yang diperlukan dalam implementasi kebijakan sebagaimana dikemukakan oleh Edward III (1980), Grindle (1980), serta Hoogwood dan Gunn (1986).

Wujud Implementasi Kebijakan Pemekaran Daerah

Kebijakan pemekaran daerah (territorial reform) yang dilaksanakan di berbagai negara di dunia sesungguhnya merupakan derivasi (akibat langsung) dari hasil analisis terhadap konstelasi geografi negara tersebut dalam kaitannya dengan kepentingan nasional, yang oleh Eaton (1986) dikatakan sebagai upaya strategi pengembangan wilayah atau regionalitas. Berdasarkan konsep tersebut maka tujuan pemekaran daerah adalah untuk; pengelolaan atau penataan wilayah negara, pembentukan dan pemeliharaan kesadaran kelompok masyarakat (nasionalisme), serta memperkuat integrasi nasional seperti dikemukakan oleh Sack (1986), Kuper dan Kuper (2000).

Sama seperti tujuan pemekaran daerah di negara lain, pemekaran daerah di Indonesia juga bertujuan untuk; memperpendek rentang kendali administrasi pemerintahan, mempercepat perkembangan demokrasi, meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, mempertahankan integrasi nasional dan

Page 10: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMEKARAN DAERAH DI

SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015” Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015

-141-

kelangsungan hidup bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor: 22 Tahun 1999 maupun Undang-Undang Nomor: 32 Tahun 2004.

Sehubungan dengan tujuan pemekaran daerah sebagaimana dikemukakan di atas, maka dalam implementasi kebijakan pemekaran daerah Kabupaten Mamuju Utara, pemerintah daerah telah melaksanakan berbagai kebijakan pembangunan dibidang politik, ekonomi, serta sosial budaya yang tidak hanya mampu memperpendek rentang kendali administrasi pemerintahan, mempercepat perkembangan demokrasi, meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga mampu menciptakan group feeling (solidaritas kelompok atau solidaritas sosial) sebagaimana ditegaskan oleh Ibn Khaldun dalam “Muqaddimah”

seperti; persatuan, kesatuan, toleransi, dan kerjasama seluruh unsur dan elemen masyarakat yang menjadi syarat bagi terwujudnya integrasi nasional.

Adapun indikator atau parameter yang mendukung terwujudnya integrasi nasional di Kabupaten Mamuju Utara adalah: (1) adanya stabilitas kehidupan dalam bermasyarakat, (2) tidak adanya konflik (kekerasan) fisik, sosial, serta psikologis sehingga masyarakat merasa aman melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, (3) tumbuhnya rasa kebersamaan dan keadilan, serta (4) adanya kerjasama dan toleransi antar suku, agama, golongan, dan asal daerah.

Selanjutnya, untuk mewujudkan stabilitas kehidupan bermasyarakat serta mencegah lahirnya konflik horizontal yang disebabkan oleh adanya kecemburuan sosial dan ekonomi, maka pemerintah daerah mengakomodir berbagai tuntutan dan kepentingan masyarakat maupun elit-elit lokal, memberi peluang dan kesempatan yang sama kepada seluruh warga masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam guna meningkatkan taraf hidup, serta meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, terutama pelayanan kependudukan, kesehatan, serta pendidikan tanpa adanya pengecualian.

Pada sisi lain, pemerintah daerah Kabupaten Mamuju Utara melaksanakan berbagai kebijakan dan kegiatan yang mendorong tumbuhnya rasa kebersamaan dan keadilan, serta kerjasama dan toleransi antar suku, agama, golongan, dan asal daerah. Kebijakan dan kegiatan tersebut adalah; pengembangan seni budaya tradisional masing-masing warga masyarakat yang berbeda asal daerah, melakukan asimilasi dan akulturasi budaya, termasuk perkawinan lintas suku dan asal daerah, tabliq akbar yang dihadiri oleh berbagai umat beragama, perayaan hari-hari besar agama, pesta danau, pesta panen, serta kagiatan-kegiatan yang dilakukan pada setiap hari-hari besar nasional.

Secara teoritis, keberhasilan implementasi kebijakan pemekaran daerah Kabupaten Mamuju Utara dalam mendukung integrasi nasional disebabkan oleh karena; para pelaksana kebijakan mampu menggunakan pendekatan implementasi kebijakan yang tepat dan efektif, yaitu memadukan pendekatan yang berpusat pada negara/ pemerintah (top down) dan pendekatan yang berpusat pada masyarakat (bottom up). Pendekatan top down yang dipengaruhi oleh pendekatan struktural fungsional Talkott Parson menekankan peranan penting negara atau pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakan untuk proses penyatuan (integrasi) elemen-elemen masyarakat ke dalam wilayah yurisdiksi dan kontrol negara.

Page 11: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMEKARAN DAERAH DI

SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015” Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015

-142-

Sedangkan pendekatan yang berpusat pada masyarakat (bottom up), yang dipelopori R William Lidle melihat persoalan integrasi nasional sebagai masalah integrasi horizontal antar warga masyarakat dan integrasi vertikal elit massa. Integrasi merupakan suatu kebersamaan, baik kebersamaan secara horizontal antara warga masyarakat maupun secara vertikal antara negara dan masyarakat atau antara pemerintah dan rakyat.

KESIMPULAN 1. Tahapan implementasi kebijakan pemekaran daerah Kabupaten Mamuju Utara

telah dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor: 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor: 129 Tahun 2000 dan memenuhi persyaratan administratif, teknis, serta fisik kewilayahan.

2. Faktor-faktor yang mendukung implementasi kebijakan pemekaran daerah Kabupaten Mamuju Utara adalah; sumber daya alam, penanaman modal (investasi), infrastruktur transportasi dan komunikasi, keterbukaan terhadap pihak luar, dan dukungan publik (masyarakat).

3. Implementasi kebijakan pemekaran daerah mendukung integrasi nasional di Kabupaten Mamuju Utara, karena: (a) terwujudnya stabilitas kehidupan bermasyarakat, (b) adanya kemudahan memperoleh pelayanan publik, (c) meningkatnya kualitas pelayanan publik, dan (d) terwujudnya integrasi dalam kehidupan bermasyarakat.

SARAN 1. Dalam penyusunan RPJM II (periode 2010-2015), pemerintah daerah perlu

memprioritaskan pembangunan sarana dan prasarana fisik seperti; jaringan listrik dan telepon, pusat pelayanan masyarakat, objek dan paket wisata, serta jalan dan jembatan yang menghubungkan antar desa dan desa dengan kecamatan guna membuka keterisolasian daerah (wilayah) dan mendukung akselarasi pertumbuhan ekonomi dan perdagangan.

2. Pemerintah daerah Kabupaten Mamuju Utara perlu melakukan revisi kontrak kerjasama saling menguntungkan (win-win solution) dengan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor: 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

3. Mengingat potensi dan cadangan sumber daya alam Kabupaten Mamuju Utara cukup besar, maka dalam eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam perlu: (a) memperhatikan keselamatan dan kelestarian lingkungan hidup, (b) memberi kesempatan kepada tenaga kerja lokal untuk bekerja diberbagai perusahaan asing, (c) menggalang kerjasama dengan para investor lokal, nasional, maupun internasional, dan (d) meningkatkan distribusi dan subsidi kepada kelompok; usaha kecil dan menengah, petani dan nelayan, masyarakat miskin, serta bantuan beasiswa kepada pelajar dan mahasiswa.

4. Dalam rangka pembinaan dan pengembangan integrasi nasional yang kondusif bagi pelaksanaan pembangunan, maka pemerintah daerah perlu menyelesaikan kompleksitas permasalahan yang dapat melahirkan konflik vertikal dan horizontal dalam masyarakat Mamuju Utara yang sangat heterogen dari aspek; etnik, suku, adat istiadat, bahasa, agama, dan asal daerah, seperti sentimen

Page 12: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMEKARAN DAERAH DI

SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015” Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015

-143-

suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) serta sengketa pertanahan. Apabila hal ini dapat dilakukan dengan baik, dapat menciptakan solidaritas sosial seperti; persatuan, kesatuan, toleransi, dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, sekaligus menjadi perekat integrasi nasional secara utuh dan berkesinambungan (sustainable).

DAFTAR PUSTAKA Agustono, Budi, 2005. Otonomi Daerah dan Dinamika Politik Lokal: Studi Kasus

di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, dalam Desentralisasi Globalisasi dan Demokrasi Lokal, editor Jamil Gunawan. Jakarta: LP3ES.

Argama, Rizky, 2005. Pemberlakuan Otonomi Daerah dan Fenomena Pemekaran Wilayah di Indonesia: Online. (http://argama.files.wordpress.com/ 2007/08/.pdf). Diakses tanggal 17 April 2007.

Bappenas, 2007. Evaluasi Pemekaran Daerah, Jakarta: Laporan Hasil Penelitian. Dwiyanto, Agus, dkk, 2004. Dua Tahun Setelah Otonomi Daerah: Pengamatan

Kritis terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia: Online. (http://www. infid.org/newinvid/files/desentralisasi.pdf). Diakses tanggal 19 April 2007.

Dye, Thomas R., 1982. Understanding Public Policy, Sevent edition. Englewood Cliffs, Prentice Hall, Inc.

Easton, David, 1980. The Political System, dalam Agustino, Leo. 2006. Politik dan Kebijakan Publik. Bandung: AIPI Bandung – Puslit KP2W Lemlit Unpad.

Edwards III, George C., 1980, Implementing Public Policy, Wasihington D.C: Congressional Quarterly Press.

Grindle, Marilee S., 1980. Implementation as A Pilitical and Administrative Process, Princetone University Press.

Hogwood, Brian W, and Lewis A.Gunn. 1986. Policy Analysis For The Real World, Oxford University Press.

Keban, Yeremias T., 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, (Cet. Pertama), Yogyakarta: Gava Media.

Meter, Van and Van Horn. 1975. The Policy Implementation Process: A Conceptual Framework. Amsterdam: Van Meter and Van Horn Administration & Society.

Miles, M. B. dan Huberman, M., 1992. Analisis Data Kualitatif, Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi, Jakarta: UI Press.

Moehtadi, Fathoni, 2002. “Konflik Poso: Suatu Anatomi,” dalam Jurnal Dinamika Masyarakat, Vol. 1 No. 1 Juli 2002.

Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mustopadidjaja, AR., (2007). Tantangan Abad 21: Memantapkan Basis Pengetahuan Dalam Bangunan Disiplin, Sistem dan Kinerja Administrasi, Dipresentasikan pada Seminar dan Lokakarya Nasional Reformasi Pendidikan Tinggi Ilmu Administrasi Abad 21 di Malang tanggal 14 - 16 Mei 2007.

Nasution, M. Nur. 2004. Manajemen jasa Terpadu, Bogor: Ghalia Indonesia.

Page 13: ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMEKARAN DAERAH DI

SEMINAR NASIONAL “Revolusi Mental dan Kemandirian Bangsa Melalui Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial dalam Menghadapi MEA 2015” Kerjasama: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia Hotel Singgasana, Makassar, 28-29 Nopember 2015

-144-

Peterson, S.A., 2003. Public Policy. Dalam Encyclopedia of Public Administration and Public Policy. Diedit oleh Jack Rabin. New York: N. Y.: Marcel Dekker.

Quinn, George, 2003. Coming apart and staying together at the centre: debate over provincial status in Java and Madura, in Edward Aspinall and Gred Fealy (ed.). Local Power and Politics in Indonesia: Decentralization and Democratisation. Indonesia Update Series. Singapore: Institut of Southeast Asian Studies.

Syaukani, HR., dkk, 2005. Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, (Cet. Ke Enam), Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wahab, Solichin Abdul. 1997. Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

Winarno, 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. (Cet. Ketiga), Yogyakarta: Media Pressindo.