bab02_fotokimia

24
BAB II F O T O K I M I A Deskripsi Singkat Fotokimia adalah fenomena yang mengkaitkan reaksi kimia dengan cahaya. Bisa reaksi kimia yang mengahasilkan cahaya atau sebaliknya cahaya yang menghasilkan reaksi kimia. Pada bagian ini, kita akan membahas hukum Planck, tingkat energi elektronik, vibrasi, rotasi, dan magnetik pada molekul serta perbedaan jenis spektroskopi yang dipakai untuk mempelajari transisi molekul. Dengan memahami materi ini secara baik diharapkan mahasiswa dapat memiliki wawasan berpikir yang baik tentang fenomena fotokimia Kompetensi Dasar Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan fenomena fotokimia Indikator 1. menjelaskan dan menghitung energi cahaya dengan menggunakan hukum Planck 2. menjelaskan dan menentukan tingkat energi elektronik, vibrasi, dan rotasi pada molekul 3. menjelaskan tentang unsur-unsur spektroskopi 4. menjelaskan tentang fluoresensi dan fosforensi 5. menjelaskan tentang reaksi fotokimia 6. menjelaskan tentang hubungan antara senyawa kloroflourokarbon (CFC) dengan peristiwa lubang ozon pada atmosfir kita 2.1. Pendahuluan Banyak reaksi kimia yang diawali atau dipengaruhi oleh cahaya. Suatu contoh adalah reaksi: H 2 (g) + Cl 2 (g) 2HCl (g) . Reaksi ini tentu saja sangat umum secara termodinamika dengan H o = - 184,6 kJ/mol dan G o = -191 kJ/mol. Meski demikian, H 2 dan Cl 2 tidak akan bereaksi dalam gelap. Reaksi tersebut akan sangat cepat dan bisa meledak jika ada cahaya. Cahaya seharusnya memiliki energi minimum untuk dapat memecahkan ikatan Cl – Cl yang merupakan reaksi inisiasi: Cl 2 (g) + hv 2Cl Tanasale : Jurusan Kimia FMIPA Unpatti 13

Upload: akbarsujiwa

Post on 31-Jan-2016

32 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

VCDXV X

TRANSCRIPT

Page 1: Bab02_Fotokimia

BAB IIF O T O K I M I A

Deskripsi SingkatFotokimia adalah fenomena yang mengkaitkan reaksi kimia dengan cahaya. Bisa reaksi

kimia yang mengahasilkan cahaya atau sebaliknya cahaya yang menghasilkan reaksi kimia. Pada bagian ini, kita akan membahas hukum Planck, tingkat energi elektronik, vibrasi, rotasi, dan magnetik pada molekul serta perbedaan jenis spektroskopi yang dipakai untuk mempelajari transisi molekul.

Dengan memahami materi ini secara baik diharapkan mahasiswa dapat memiliki wawasan berpikir yang baik tentang fenomena fotokimia

Kompetensi DasarSetelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan fenomena fotokimia

Indikator1. menjelaskan dan menghitung energi cahaya dengan menggunakan hukum Planck2. menjelaskan dan menentukan tingkat energi elektronik, vibrasi, dan rotasi pada molekul3. menjelaskan tentang unsur-unsur spektroskopi4. menjelaskan tentang fluoresensi dan fosforensi5. menjelaskan tentang reaksi fotokimia6. menjelaskan tentang hubungan antara senyawa kloroflourokarbon (CFC) dengan peristiwa

lubang ozon pada atmosfir kita

2.1. PendahuluanBanyak reaksi kimia yang diawali atau dipengaruhi oleh cahaya. Suatu contoh adalah reaksi:

H2 (g) + Cl2 (g) 2HCl (g). Reaksi ini tentu saja sangat umum secara termodinamika dengan Ho = - 184,6 kJ/mol dan Go

= -191 kJ/mol. Meski demikian, H2 dan Cl2 tidak akan bereaksi dalam gelap. Reaksi tersebut akan sangat cepat dan bisa meledak jika ada cahaya.

Cahaya seharusnya memiliki energi minimum untuk dapat memecahkan ikatan Cl – Cl yang merupakan reaksi inisiasi:

Cl2 (g) + hv 2ClEnergi ikatan dari ikatan Cl – Cl adalah 242 kJ/mol. Jadi energi yang dibutuhkan untuk memecahkan satu ikatan Cl – Cl adalah 242 000 J / 6,02 x 1023 = 4,02 x 10-19 J. Kuantum cahaya yang paling sedikit pada energi ini menurut hukum Planck adalah:

E = h. ν .... (2.1)c = v .... (2.2)

dengan c = 3,00 x 108 m det-1 dan h = 6,626 x 10-34 J det, kami menemukan bahwa frekwensi dari cahaya kuantum, v, adalah:

dan panjang gelombang, , adalah:

Cahaya dari panjang gelombang lebih pendek (energi lebih besar) juga akan dapat memecahkan ikatan Cl – Cl. Reaksi inisiasi fotokimia memicu reaksi H2 + Cl HCl + H. Ini mengarah ke reaksi rantai yang prosesnya cepat seperti yang akan dijelaskan kemudian.Contoh:Hitunglah panjang gelombang maksimum dari suatu foton yang dapat memecahkan ikatan Br – Br jika energi ikatan Br – Br- adalah 193 kJ/mol. (Jawaban: 620 nm)

Tanasale : Jurusan Kimia FMIPA Unpatti 13

Page 2: Bab02_Fotokimia

Buku Ajar Kimia Fisika 2 : Fotokimia

Pertanyaan: Jika cahaya tampak dapat memecahkan ikatan Br2, kenapa Br2 stabil pada siang hari?Jawaban: Karena terjadi reaksi terminasi 2Br Br2.

Perhitungan-perhitungan ini menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk memecahkan ikatan kimia. Itu untuk mengeluarkan elektron dalam molekul seluruhnya dari keadaan dasar ke tingkat energi disosiasi. Akan tetapi, molekul, seperti juga atom, memiliki keadaan tereksitasi yang merupakan energi intermediate dan tidak menuju disosiasi.

2.2. Tingkat Energi Rotasi, Vibrasi dan Elektronik pada MolekulElektron pada atom menempati tingkat energi. Untuk kasus yang sederhana, seperti atom

hidrogen (Gambar 2.1) , tingkat energi elektroniknya diberikan oleh persamaan:

....

(2.3)dengan n = 1, 2, 3, 4, …, ~ dan RH = konstanta Rydberg:

….

(2.4)dengan m = massa elektron, e = muatan elektron, o = permitivitas pada ruang vakum. Faktor (1/4o)2 adalah fkator konversi SI pada hukum Coulomb. Dengan demikian nilai konstanta Rydberg adalah RH = 109 677 cm-1 = 10 967 700 m-1.

Gambar 2.1. Tingkat Energi Atom Hidrogen

Ketika elektron berubah bilangan kuantum utama n, energi terabsorpsi (n = +) atau terpancarkan (n = -). Transisi elektronik memiliki energi normal pada daerah UV/Vis pada spektrum elektromagnetik. Sebagai contoh, garis emisi pada spektrum atom H menunjukkan transisi dari n = 3 ke n = 2 memiliki energi:

dan panjang gelombang:

Energi ionisasi untuk n = 1 n = ~ adalah:

Tanasale : Jurusan Kimia FMIPA Unpatti

14

Page 3: Bab02_Fotokimia

Buku Ajar Kimia Fisika 2 : Fotokimia

atau (2,18 x 10-18 J) (6,02 x 1023/1 mol) = 1,31 x 106 J/mol = 1310 kJ/mol

2.2.1. Tingkat Energi Elektronik dan Transisi Elektronik pada MolekulElektron valensi pada molekul menempati orbital molekul. Perhitungan mekanika kuantum

energi dari orbital molekul pada molekul masih sangat sulit tetapi untuk molekul-molekul sederhana, energi dapat diperkirakan secara “ab initio” dengan tingkat ketepatan yang cukup tinggi. Secara kualitatif, kami mengasumsi bahwa orbital molekul dapat dibangun dengan mengkombinasikan orbital-orbital atom dari atom-atom pada suatu molekul. Sebagai contoh energi orbital molekul diatomik pada periode kedua (Gambar 2.2.). Seperti hal atom, elektron valensi akan mengisi orbital mulai dari energi yang paling rendah, pada elektron dimulai dari keadaan dasar.

(a) (b)

Gambar 2.2. Tingkat Energi Orbital Molekul (a) O2 dan (b) Diatomik Periode 2

Transisi elektronik molekul terjadi ketika elektron valensi berpindah dari orbital paling rendah yang ada ke orbital yang lebih tinggi. Pada molekul seperti halnya atom, transisi elektronik menyerap atau memancarkan cahaya pada daerah UV/Vis pada spektrum yang memberi munculnya warna senyawa (Catatan: Senyawa “putih” atau “tidak berwarna” akan mentransisi hanya pada daerah UV, yang tidak bisa dilihat oleh mata manusia).

Keadaan elektronik dengan semua elektron berpasangan pada spin maka spin total, S = 0 yang disebut keadaan singlet (S). Jika ada dua elektron tidak berpasangan (spin totalnya S=1), kita menyebutnya keadaan triplet (T). Keadaan dasar O2 adalah keadaan triplet. Keadaan triplet yang tereksitasi memiliki waktu hidup panjang (molekul tidak dapat dengan mudah jatuh kembali ke keadaan dasar karena “aturan seleksi” mekanika kuantum yang menyatakan bahwa pada transisi elektronik, spin total tidak diijinkan atau diperbolehkan untuk berubah). Jika energi orbital molekul (OM) lebih rendah (lebih negatif) dari orbital atom (OA)-nya, kami menyebutkannya “orbital ikatan”. Dan jika energi OM lebih tinggi dari OA, kami menyebutkannya “orbital antiikatan”. Sebagai contoh OM untuk elektron (diberikan dari elektron-p) dari benzena (C6H6) (Gambar 2.3). Perhatikan bahwa keadaan dasar untuk anion benzena-2 dan kation benzena+2

adalah keadaan triplet. Tentu saja kedua-dua ion tersebut tidak lazim tetapi dapat diamati pada fase gas dalam spektroskopi massa atau fotoelektron. Pada spektroskopi elektronik molekul, kita jarang mengamati adsorpsi atau garis emisi yang tajam, spektra elektronik kita karakterisasi dengan tampilan ikatan-ikatan spektral. Salah satu alasan untuk ini adalah aturan vibrasi molekul.

Tanasale : Jurusan Kimia FMIPA Unpatti

15

Page 4: Bab02_Fotokimia

Buku Ajar Kimia Fisika 2 : Fotokimia

Gambar 2.3. Orbital Molekul Elektron π dari Benzena

2.2.2. Tingkat Energi Vibrasi dan Transisi VibrasiPosisi atom-atom pada molekul tidaklah diam, molekul tidak pernah tenang. Vibrasi

mengakibatkan perubahan-perubahan jarak antara atom. Sebagai akibatnya energi potensial meningkat. Kasus sederhana adalah untuk molekul diatomik yang berperilaku sebagai “getaran harmonik”. Disebut harmonik karena gaya untuk menormalkan sebanding dengan perubahan pada panjang ikatan dari nilai kesetimbangan seperti pada hukum Hooke:

F = - k ( – ) …. (2.5)

Jika energi , kita mendapatkan:

E = 0,5 k ( – )2 …. (2.6)

Fungsi ini adalah parabola dengan minimum ada pada panjang kesetimbangan (( = )). Mekanika kuantum menceritakan bahwa energi vibrasi adalah terkuantisasi yang berarti hanya vibrasi tertentu yang mungkin dan konsekuensinya hanya energi vibrasi tertentu yang mungkin. Ekspresi dari energi vibrasi adalah:

....

(2.7)di mana v = bilangan kuantum vibrasi dan

= (k/m)0,5 ; suatu frekwensi vibrasi (det-1)Kita mencatat bahwa untuk v = 0, kita tetap memiliki energi “zero-point” Eo = (h/4) sebagai tingkat energi terendah. Keadaan-keadaan vibrasi sama dengan berada pada jarak yang sama sebesar:

....

(2.8)dengan k disebut konstanta gaya yang bersatuan N m-1 atau kg det-2. Transisi vibrasi juga terkuantisasi dan untuk molekul diatomik diatur dengan aturan seleksi v = 1. Karena pada osilator harmonik murni semua tingkat energi berjarak sama, kita seharusnya hanya melihat absorpsi atau puncak emisi pada E = (h/2). Pada kebanyakan molekul, energi ini berada pada daerah IR pada spektrum elektromagnetik. Akan tetapi, untuk cahaya yang diabsorpsi atau dipancarkan, haruslah terjadi perubahan dipol elektrik. Untuk alasan ini, transisi vibrasi pada molekul diatomik homonuklear tidak dapat diamati pada spektroskopi IR vibrasi murni. Kita menyebutnya IR-takaktif. Vibrasi tidak simetri pada molekul poliatomik dapat diamati pada spektrum IR. Frekwensi vibrasi IR berkisar Ir-dekat (1000 nm atau 10 000 cm -1), daerah IR-normal (5000 – 500 cm-1) sampai IR-jauh (500 – 100 cm-1) yang masuk daerah mikromave. Tingkat vibrasi berada di atas transisi elektronik seperti yang didiskusikan pada bagian 2.3.

Tanasale : Jurusan Kimia FMIPA Unpatti

16

Page 5: Bab02_Fotokimia

Buku Ajar Kimia Fisika 2 : Fotokimia

2.2.3. Tingkat Energi Rotasi dan Transisi RotasiFrekwensi rotasi suatu molekul yang ditentukan juga oleh mekanika kuantum dan subjek

yang terkuantitasikan. Tingkat energi rotasi adalah berada di atas tingkat energi vibrasi. Secara umum energi rotasi rendah. Penyelesaian dari persamaan Schrodinger untuk energi rotasi suatu rotor liner adalah:

ER = J(J+1) hcB .... (2.9)di mana J = 0, 1, 2, … yang merupakan bilangan kuantum rotasi dan

….

(2.10)I adalah momen inersia yang didefinisikan sebagai dan B adalah konstanta rotasi.

Karena jarak antar tingkatan meningkat dengan meningkatnya J, transisi rotasi (J=J) berada di atas frekwensi vibrasi sebagai deret garis yang meluas garis vibrasi yang diamati.

Spektra rotasi murni sangat jauh dari IR 10 –200 cm -1. Sebagai contoh ekstasi mikrowave H2O yang adalah eksitasi rotasi murni.Catatan: IR-sangat jauh berarti sangat panjang dan energi per kuantum sangat rendah.

2.3. Unsur-unsur SpektroskopiTingkat-tingkat energi atom atau molekul dipelajari dengan menentukan absorpsi atau emisi

dari radiasi elektromagnetik (“cahaya”) pada frekwensi karakteristik. Kita berbicara spektroskopi optik ketika kita mengukur absorpsi atau emis pada ketiadaan medan magnet. Kita membedakannya sebagai spektroskopi UV, Vis, IR dan Raman. Spketroskopi Raman adalah bentuk khusus dari spektroskopi vibrasi di mana cahaya dihamburkan oleh molekul yang memiliki panjang gelombang tambahan akibat eksitasi vibrasi.

Spektroskopi UV/Vis. Secara normal mengukur transisi elektronik pada atom atau molekul. Warna materi disebabkan oleh transisi elektronik. Kisaran spektra normalnya adalah 200 – 1000 nmSpektroskopi IR. Mengukur transisi vibrasi murni. Kisaran spektra normalnya antara 1000 – 50 000 nm atau 10 000 – 200 cm-1. Spektroskopi IR secara rutin digunakan untuk analisis kualitatif molekul organik karena setiap ikatan kimia bervibrasi dengan frekwensi karakteristik.Spektroskopi Raman dikhususkan dan merupakan bentuk komplemen dari spektroskopi IR (vibrasi).

Contoh spektra UV/Vis dari klorofil (senyawa yang memberi warna hijau pada tanaman) dan IR dari suatu asam amino kompleks yang mengandung beberapa gugus fungsi dengan pita absorpsi IR karakteristik dapat dilihat pada Gambar 2.4 dan Gambar 2.5.

Catatan: Untuk contoh bahwa warna hijau pada klorofil disebabkan oleh absorpsi pada cahaya biru dan merah. Perlu dicatat juga bahwa konversi (dasar pada cara pengukuran yang dilakukan beberapa tahun lalu) pada dasar grafik ketika spektra IR memiliki garis dasar pada bagian atas grafik.

Warna λ (nm) ν (1014 Hz) E (kJ mol-1)Inframerah > 1000 < 3,0 < 120Merah 700 4,3 170Kuning 580 5,2 210Biru 470 6,4 250Ultraungu <300 >10 >400

Gambar 2.4. Spektrum UV-Vis Klorofil dan Tabel Karakteristik Warna

Tanasale : Jurusan Kimia FMIPA Unpatti

17

Page 6: Bab02_Fotokimia

Buku Ajar Kimia Fisika 2 : Fotokimia

Gambar 2.5. Spektrum IR Asam Amino

2.4. Absorpsi, Intensitas dan Koefisien AbsorpsiKetika cahaya melewati suatu materi yang menyerap cahaya maka intensitas (I)-nya akan

menurun. Kita asumsikan bahwa sejumlah cahaya teradsopsi sebesar dI sebanding dengan intensitas I dan panjang jejak cahaya dx. Secara matematis dinyatakan sebagai:

dI = - I dx ….. (2.11)Jika materi berupa larutan yang berwarna maka dI juga akan sebanding dengan konsentrasi zat terlarut [S] atau:

dI = - I [S] dx ….. (2.12)Bentuk ini dikenal sebagai kasus hukum laju reaksi orde satu dengan penyelesaian:

jika x = 0 maka I = Io sehingga konstanta = ln Io. Dengan demikian penyelesaian akhirnya:

atau jika x = l yaitu panjang kuvet maka

….. (2.13)

Persamaan (2.13) dikenal sebagai hukum Lambert-Beer.Karena alasan sejarah (waktu lampau sebelum perhitungan menggunakan ln sebagai dasar), kita mendefinisikan koefisien ekstrinksi molar () sebagai:

….. (2.14)

Jika log x = ln x / ln 10 maka kita lihat bahwa = ln 10 = 2,303 . Untuk , kita lebih umum menggunakan satuan L mol-1 cm-1.

Contoh:Koefisien adsorpsi dari ion permanganat (MnO4

-) pada 560 nm adalah 80 L mol-1 cm-1. Berapa persen cahaya masuk yang diserap oleh larutan 0,001 M jika panjang sel 10 cm?Penyelesaian:

Atau yang diteruskan 0,158 x 100% sedangkan yang diserap 84,2%.

Tanasale : Jurusan Kimia FMIPA Unpatti

18

Page 7: Bab02_Fotokimia

Buku Ajar Kimia Fisika 2 : Fotokimia

Absorbans (A) didefinisikan sebagai . Jadi, suatu larutan dengan absorbans

1 memiliki nilai Io/I = 10 atau I = 0,1 Io yang berarti cahaya 90% diserap. Sering digunakan transmitan (T) sebagai T = (I/Io) = 10-A. Jadi, macam-macam kuantitas yang digunakan dapat diringkas sebagai berikut:

atau

atau A = 2 – log T(%)

Spektrometer UV/Vis seperti Spec-20 dikalibrasi untuk membaca satuan absorbans (A, tidak ada satuan), biasanya pada skala 0 – 2 (A = 2 berarti hanya 1%, 0,1 x 0,1, dari cahaya yang diteruskan) atau skala transmitan (T), biasanya dibaca sebagai %T. Dengan kata lain, skala-T memberi I sebagai % Io.

Contoh:Suatu larutan hemoglobin 2 x 10-3 M pada kuvet 5 cm memiliki transmitan T = 91%. Hitung koefisien ekstinksi molar ()!Penyelesaian:

A = 2 – log T= 2 – log (91) = 0,041

A = l [S]0,041 = (5 cm) (2 x 10-3 mol L-1)

= 4,10 L mol-1 cm-1

2.5. Spektroskopi Magnetik: NMR dan ESRDua bentuk yang relatif baru dari spektroskopi adalah menggunakan transisi antara tingkat

energi dengan perbedaan bilangan kuantum magnetik. Spektroskopi resonansi magnetik inti (NMR = nuclear magnetic resonance) menggunakan medan magnetik eksternal yang besar untuk “menghilangkan degenerasi” (= membuat perbedaan tingkat energi) dari tingkat-tingkat energi magnetik inti. Spektroskopi resonansi spin elektron (ESR = electron spin resonance) tetapi sering juga disebut resonansi paramagnetik elektron (EPR = electron paramagnetic resonance) menggunakan suatu medan yang kecil untuk menciptakan perbedaan antara tingkat energi dari bilangan kuantum spin suatu elektron tak-berpasangan pada molekul. ESR telah menetapkan bidang studi yang lebih khusus, terutama yang menarik para peneliti tetapi NMR sekarang merupakan teknik yang digunakan luas pada semua bidang kimia, biokimia dan bahkan biologi dan farmasi.

Inti tertentu memiliki momen magnetik bersih yang dapat dibandingkan untuk magnet berputar dan ini yang disebut “spin inti”. Spin inti juga diturunkan dengan bilangan kuatum yaitu spin single dapat memiliki S = +1/2 atau S = -1/2. Secara normal dapat dibedakan antara spin “naik” (S = +1/2, ) dan spin “turun” (S = -1/2, ). Tanpa medan eksternal, tidak ada perbedaan energi untuk spin “naik” atau spin “turun”. Akan tetapi jika medan eksternal diterapkan, spin “naik” akan memiliki energi yang lebih rendah dari spin “turun” (Gambar 2.6). Inti akan mencoba untuk tetap pada keadaan energi rendah atau tidak dapat dieksitasi ke keadaan lebih tinggi dari radiasi elektromagnetik.

Tanasale : Jurusan Kimia FMIPA Unpatti

19

Page 8: Bab02_Fotokimia

Buku Ajar Kimia Fisika 2 : Fotokimia

Gambar 2.6. Pengaruh medan magnet eksternal terhadap spin inti

Frekwensi suatu kuanta dibutuhkan untuk eksitasi inti dari S = +1/2 ke S = -1/2 yang bergantung pada kuat medan:

hv = g v B ..... (2.15)di mana v adalah frekwensi radiasi eksitasi, g adalah faktor spesifik untuk inti, v adalah magneton inti yang pada dasarnya suatu satuan faktor konversi dan B adalah kekuatan medan magnetik eksternal. v disebut sebagai frekwensi resonansi. Makin besar B, makin besar v. Spektrometer modern memiliki frekwensi resonansi 200, 300, 500 dan 600 MHz serta yang sangat besar 750 MHz. Semua spektrometer NMR membutuhkan helium cair yang merupakan suatu elektromagnetik superkonduktor. Makin besar medan magnetik, makin baik resolusi spektrometer. Kegunaan teknik ini dalam penyelesaian masalah kimia dan biologi dari fakta yang ada bahwa inti memiliki frekwensi resonansi yang muncul kecil tetapi tetap bergantung secara spesifik terhadap kehadiran atom lain di sekitarnya. Ketergantungan frekwensi pada lingkungan molekul disebut “pergeseran kimia”.

Proton (inti 1H) memiliki spin ½ dan pergeseran kimia antara 0 – 10 ppm (part per million). Pergeseran kimia 1 ppm artinya bahwa dibandingkan dengan frekwensi pembanding adalah 10-6. Suatu perbedaan minimal yang tidak dengan mudah diukur dengan peralatan elektronik moderen. Inti yang lain dengan S = ½ adalah 13C, suatu isotop alamiah karbon (kelimpahan 1%). Kisaran pergeseran kimia untuk 13C adalah sangat tinggi, antara 0 – 300 ppm yang mengakibatkan NMR 13C sangat berguna untuk menidentifikasi molekul walaupun sensitivitas rendah akibat rendahnya kelimpahan alamiahnya. Contoh spektrum NMR 1H untuk etanol dalam pelarut protik digambarkan seperti pada Gambar 2.7. Resonansi proton CH3 ada pada pergeseran kimia = 1 ppm, proton CH2 pada 3 ppm dan pada pelarut protik proton OH dapat muncul di sekitar 4 ppm. Tentu saja tidak semua molekul yang memiliki spektrum NMR dapat dengan mudah ditafsirkan. Ringkasan kisaran pergeseran kimia untuk 1H dan 13C diberikan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.7. Spektrum Pergesesan Kimia Etanol pada NMR-1H

Tanasale : Jurusan Kimia FMIPA Unpatti

20

Page 9: Bab02_Fotokimia

Buku Ajar Kimia Fisika 2 : Fotokimia

Gambar 2.8. Ringkasan Kisaran Pergeseran Kimia untuk 1H dan 13C pada NMR

Spektrometer NMR moderen memiliki sejumlah komponen yang tiap bagian mengikuti perkembangan teknologi yang membuat spektroskopi NMR sebagai teknik yang sangat dibutuhkan. Tidak hanya teknologi yang canggih tetapi sensitivitas dan elektronik yang kompleks juga dibutuhkan untuk menghasilkan produk yang berguna untuk spektrometer bermedan tinggi. Sebagai tambahan, spektrometer baru dirangkaikan dengan akuisisi data kompleks dan sistem penanganan data yang menggunakan software komputer yang dikembangkan secara spesifik untuk NMR. Hanya 3 perusahanan yang menyediakan permintaan pasar dunia untuk teknologi ini yaitu Bruker (Jerman) dan Varian (AS) sebagai pemimpin serta JEOL (Jepang) yang berusaha keras untuk menyaingi Bruker dan Varian.

2.6. Spektra Absorpsi dan Pancaran: Fluoresensi dan FosforensiKetika suatu foton cahaya (UV, Vis atau IR) diserap oleh suatu molekul, apakah yang terjadi

dengan energi? Molekul tereksitasi ke keadaan elektronik atau vibrasi yang lebih tinggi tetapi segera akan kembali ke keadaan dasar. Pada kebanyakan kasus, kembalinya molekul itu ke keadaan dasar tidak melibatkan pancaran foton tetapi terlibat dengan proses tumbukan atau vibrasi yang lain di mana terjadi saling bertukar energi dengan keadaan sekitarnya. Kita menyebutnya dengan “transisi non-radioaktif”. Meski demikian, beberapa molekul dapat memancarkan kembali (re-emit) foton. Proses ini disebut luminesensi. Jika luminesensinya cepat (dalam skala nanodetik) disebut fluoresensi sedangkan jika dipancarkannya lambat dalam skala milidetik atau lebih disebut fosforensi.

Fluoresensi melibatkan proses yang oleh kuantum cahaya yang terserap mengeksitasi elektron-elektron dalam molekul ke keadaan elektronik lebih tinggi pada spin yang sama. Karena tingkat energi vibrasi lebih tinggi dari energi elektronik maka molekul tereksitasi secara normal akan berada pada tingkat vibrasi yang lebih tinggi. Seperti yang ditampilkan pada Gambar 2.9 bahwa molekul tereksitasi akan jatuh kembali ke keadaan tereksitasi dengan v = 0 oleh peluruhan tidak radiasi kemudian diikuti oleh pancaran foton ketika molekul kembali ke keadaan dasar elektroniknya. Pada proses ini bilangan kuantum spin tidak berubah sehingga semua transisi ini diperbolehkan oleh aturan seleksi mekanika kuantum dan pancaran cahayanya cepat. Skala waktu normal untuk fluoresensi adalah dalam skala nanodetik (10-9 detik).

Karena pancaran dari keadaan elektron tereksitasi v = 0 (disebut S1 atau singlet 1) ke keadaan vibrasi di keadaan dasar (disebut S0 atau singlet 0) maka energi yang dipancarkan foton selalu kurang dari energi foton yang diserap. Jika energi kecil maka berdasarkan hukum Planck (E = h), frekwensi juga akan kecil tetapi panjang gelombang (= c / ) akan besar. Kita menyebutkan spektrum fluoresensi relatif “pergeseran merah” terhadap spektrum absorpsi (Gambar 2.10).

Spektroskopi fluoresensi merupakan teknik yang berguna karena memiliki sensitivitas yang sangat tinggi dan spektranya spesifik untuk tiap molekul. Karena foton dipancarkan ke segala arah maka fluoresensi dapat diamati dari berkas cahaya yang datang yang mengarah ke sensitivitasnya yang tinggi.

Tanasale : Jurusan Kimia FMIPA Unpatti

21

Page 10: Bab02_Fotokimia

Buku Ajar Kimia Fisika 2 : Fotokimia

Gambar 2.9. Diagram Terjadinya Fluoresensi

Gambar 2.10. Pergeseran Merah Relatif Spektrum Fluoresensi terhadap Spketrum Absorpsi

Komplikasi tambahan dapat disebabkan oleh adanya tingkat tereksitasi energi yang rendah dengan spin tertinggi. Sebagai contoh adalah suatu tingkat elektronik triplet (ingat aturan Hund, spin pararel memiliki energi rendah). Meskipun transisi S T dilarang oleh aturan seleksi mekanika kuantum, peluruhan non-radioaktif (misalnya karena tumbukan) boleh membawa molekul masuk ke keadaan triplet yang terletak di bagian terbawah. Dari sini, sulit untuk molekul kembali ke keadaan dasar S0 dan proses ini bisa memakan waktu lama pada skala molekuler yaitu skala mikrodetik, milidetik bahkan detik (walaupun sangat jarang terjadi). Pancaran yang lambat ini dari T1 S0 dinamakan fosforesensi. “Diagram Jablonski” yang diberikan pada Gambar 2.11 untuk memberi kemudahan dan secara skematik menjelaskan keadaan energi (elektronik S0, S1 dan T1) dan keadaan energi yang melebihi energi vibrasi. Transisi tidak radiasi yaitu S1 T1 dinamakan lintas inter sistem (inter system crossing = ISC). Peluruhan lain yang mungkin adalah konversi internal (internal conversion = IC) dari keadaan S1 dengan v = 0 ke keadaan vibrasi tinggi S0 yang mengarah ke proses peluruhan tak radiasi.

Fluoresensi dapat digunakan sebagai teknik sidik jari karena pengenalan dan pengidentifikasi molekul yang tidak dikenal. Akan tetapi aplikasinya yang paling populer adalah sebagai detektor pada kromatografi cairan karena sensitivitanya yang sangat menguntungkan. Ketika molekul terdeteksi pada HPLC tidak dengan sendirinya akan berfluoresensi tetapi menggunakan prosedur derivikasi sebelum masuk kolom pemisahan. Pada prosedur ini, suatu senyawa kimia yang berfluoresensi dicantelkan ke analat non-fluoresensi dengan reaksi kimia sederhana seperti reaksi esterifikasi. Kita menyebutkan senyawa kimia tersebut sebagai label fluoresensi. Molekul yang telah dilabelkan tersebut dapat dideteksi secara terpisah dari label yang tidak bereaksi karena senyawa-senyawa tersebut telah dipisahkan pada kolom pemisah. Sekali lagi suatu keuntungan besar dari metode deteksi fluoresensi dibandingkan dengan absorpsi UV adalah sensitivitasnya yang sangat tinggi. Kita menyebutkanya panjang gelombang eksitasi (normalnya 300 – 400 nm) dari cahaya yang datang dan panjang gelombang pancaran (400 – 600 nm) dari cahaya yang dipancarkan. Tidak hanya berkas cahaya yang datang dan deteksi cahaya dari panjang gelombang yang berbeda tetapi mereka dapat juga menggunakan sudut relatif untuk masing-masing cahaya tersebut. Biasanya sudutnya 90o.

Tanasale : Jurusan Kimia FMIPA Unpatti

22

Page 11: Bab02_Fotokimia

Buku Ajar Kimia Fisika 2 : Fotokimia

Gambar 2.11. Diagram Jablonski untuk Naftalena

2.7. Reaksi FotokimiaKetika suatu reaksi yang diawali dengan penyerapan cahaya, kita sebut sebagi reaksi

fotokimia. Reaksi halogenasi dari alkena adalah salah satu contoh tetapi proses fotosintesis secara keseluruhan didasari pada penyerapan cahaya merah dan biru dengan klorofil merupakan reaksi fotokimia yang mengarah untuk pembuatan karbohidrat dari CO2 dan H2O.Hukum Einstein ekivalen fotokimia menyatakan bahwa tiap foton terserap memberi peningkatan proses fotokimia pada satu molekul. Sebagai contoh: satu foton satu molekul. Kita telah menggunakan prinsip ini ketika kita menghitung energi foton yang dibutuhkan untuk memecahkan ikatan Cl – Cl. Sepanjang satu molekul menyerap 1 foton tidak berarti tiap foton terserap akan menghasilkan hasil final yang berbeda dari reaktan. Kita definisikan hasil kuantum () sebagai jumlah molekul reaktan yang secara nyata membentuk produk per foton terserap.

..... (2.16)

Jika tidak banyak molekul tereksitasi secara nyata menjadi produk maka < 1. Akan tetapi, pada beberapa kasus bisa lebih dari 1. Sebagai contoh untuk reaksi fotokimia memiliki mekanisme reaksi:

HI + h H + IH + HI H2 + II + I I2 2HI + H2 + I2

Kita dapat melihat bahwa untuk proses ini = 2.Reaksi rantai seperti halogenasi alkena atau reaksi H2 + Cl2 dapat mempunyai >> 1. Kita

menganggap h sebagai reaktan kimia pada reaksi (1) dan juga menggunakan mol foton terabsorpsi sebagai satuan konsentrasi. Satu einstein adalah 1 mol foton.

Contoh:Suatu lampu uap raksa 100 W biasa digunakan pada reaksi fotokimia. Lampu tersebut memancarkan cahaya UV pada 253,7 nm. Jika semua cahaya yang dipancarkan akan diserap dengan efisien kuantum 0,35 oleh etena dari reaksi dekomposisi etilena dengan H2, berapa asetilena yang dihasilkan dalam 1 jam?Penyelesaian:Berdasarkan hukum Einstein dan definisi dapat dikatakan untuk reaksi:

C2H4 + h C2H2 + H2 0,35 mol C2H2 akan dihasilkan untuk tiap mol foton yang diserap. Jika semua cahaya yang dipancarkan oleh lampu diserap, kita dapat memancarkan jumlah C2H2 yang dihasilkan dengan menghitung jumlah foton yang dipancarkan.

1 watt = 1 J det-1 atau 1 J = 1 watt det100 watt dalam 1 jam = 100 J det-1 x 3600 det = 3,6 x 105 J

Tanasale : Jurusan Kimia FMIPA Unpatti

23

Page 12: Bab02_Fotokimia

Buku Ajar Kimia Fisika 2 : Fotokimia

1 foton dengan = 253,7 nm = 2,537 x 10-7 m memiliki energi:

Jadi jumlah foton yang dipancarkan selama 1 jam:

dan kuantitas dari C2H2 yang dihasilkan:mol C2H2 = x Ia = (0,35) (4,54 x 1023) = 1,61 x 1023 molekul C2H2 atau

2.8. Topik Khusus: Klorofluorkarbon dan Lubang OzonKlorofluorkarbon (Chlorofluorcarbon atau CFC) secara luas digunakan pada bahan-bahan

yang secara total terdiri dari karbon terhalogenasi. Yang paling umum digunakan adalah CCl2F2

dengan merek dagang Freon-12. Zat ini digunakan secara khusus pada refrigeran pada sistem pendinginan (seperti AC, lemari es, dll). Kegunaannya diperoleh dari fakta bahwa transisi cair-uap pada suhu dan tekanan yang sesuai dengan operasi pada suhu ruang dan karena ikatan C-X kuat sehingga membuat molekulnya secara kimia inert dan tidak dapat terbakar.

Karena CFC inert dan tidak beracun, selama bertahun-tahun CFC telah digunakan sebagai propelen pada tabung penyemprot (seperti hair-spray, shaving cream, parfum dll) dan sebagai zat pembusa pada produksi pembusa polimer (seperti busa polistirena dan poliuretan). Akan tetapi, sekitar 30 tahun yang lalu, dilaporkan pada makalah ilmiah bahwa CFC terrnyata tidak inert seperti yang dipikirkan sebelumnya. Pada tahun 1974, Rowland dan Molina, ahli kinetika kimia dari Univercity of California di Riverside (AS), menyatakan bahwa radikal Cl pada lapisan stratosfir merusak lapisan ozon (O3) yang menyebabkan meningkatnya radiasi UV pada permukaan bumi. Sebelum didiskusikan tentang hipotesis Rowland dan Molina, pertama-tama kita diskusikan mengapa O3 ada di atmosfir dan mengapa kehadirannya sangat penting untuk kehidupan di bumi.

Lapisan Ozon

Stratosfir didefinisikan sebagai daerah atmosfir bumi pada ketinggian antara 10 – 150 km. Pada daerah ini, suhu relatif konstan yaitu sekitar 200 K dan tekanan yang semakin menurun yaitu dari 100 mmHg pada 10 km sampai 1 mmHg pada 150 km. Radiasi yang menyinari bumi dari matahari mengandung cahaya UV pada semua panjang gelombang termasuk radiasi UV-hampa yang berenergi tinggi dengan panjang gelombang kurang dari 200 nm. Pada atmosfir bagian atas dari lapisan stratosfir (mesosfir dan termosfir), radiasi berenergi ini disaring keluar dengan reaksi seperti berikut:

N2 + h 2N (maks = 125 nm) …….(2.17)

O2 + h 2O (maks = 160 nm) …….(2.18)

Reaksi ini terjadi dengan baik di atas lapisan stratosfir yang secara bersamaan dengan sejumlah proses reaksi lain terjadi pada daerah UV-tak hampa ( 200 nm) memasuki stratosfir. Meskipun cahaya UV dengan yang lebih besar dari 200 nm juga akan dapat memasuki stratosfir tetapi ada keuntungan pada kehidupan manusia karena ada mekanisme pencegah lainnya.

Pada stratosfir, atom oksigen yang dihasilkan dari reaksi di atas dapat bereaksi dengan O 2

untuk membentuk ozon:O + O2 O3 ……. (2.19)

Reaksi ini tidak mencapai pembentukan ozon jika energi ikatan yang dilepaskan tidak dapat didisipasi dan membuat molekul O3 pecah kembali. Meski demikian, pada stratosfir keberadaan molekul-molekul lain cukup sehingga selama tumbukan dengan molekul O3 yang baru dibentuk

Tanasale : Jurusan Kimia FMIPA Unpatti

24

Page 13: Bab02_Fotokimia

Buku Ajar Kimia Fisika 2 : Fotokimia

dapat membawa kelebihan energi tersebut. Kita menyebutnya sebagai “reaksi badan ketiga” (third body reaction) di mana M adalah “badan ketiga” yang inert dan membawa kelebihan energi dengan meninggalkan keadaan tereksitasi M*.

O + O2 + M O3 + M* ……. (2.20)Proses ini mengakibatkan pembentukan ozon pada stratosfir. Konsentrasi ozon tidak berlanjut naik karena radiasi UV dapat balik menghancurkan molekul O3.

O3 + h O2 + O (maks = 320 nm) ……. (2.21)Radikal O kembali disingkirkan dengan reaksi dengan O3 :

O + O3 2O2 ……. (2.22)Reaksi (2.20), (2.21) dan (2.22) menuju pada keadaan kesetimbangan untuk konsentrasi ozon hanya pada stratosfir. Pada ketinggian yang lebih tinggi lagi, radiasi UV terlalu kuat dan reaksi (2.20) terlalu lambat sedangkan pada ketinggian yang lebih rendah tidak ada radikal O. Dengan bahasa sehari-hari, kita berbicara tentang lapisan ozon yang secara nyata terdistribusi ke seluruh stratosfir pada ketinggian 10 – 150 km dengan konsentrasi rendah. Pada kenyataannya, jika kita tekan semua ozone yang ada pada stratosfir menjadi lapisan tunggal pada 1 atm, lapisan tersebut hanya berketebalan beberapa sentimeter saja. Sekalipun begitu, jumlah ozon yang kecil ini sangat penting untuk kehidupan di atas bumi seperti yang kita ketahui. Reaksi (2.21) cukup efisiensi di mana secara nyata semua radiasi UV dengan lebih pendek (sekitar 320 nm) disaring keluar dari radiasi matahari dan hanya meloloskan cahaya UV berenergi rendah, radiasi cahaya tampak dan IR untuk mencapai permukaan bumi.

Aturan Klor dan CFC

Sebelum dipelajari oleh Rowland dan Molina, Crutzen (Jerman) yang bekerja pada Max Planck Institute for Chemistry di Mainz (Jerman) telah mengusulkan bahwa senyawa nitrogen seperti NO (suatu radikal) dan NO2 menyebabkan kerusakan O3 dengan reaksi:

O3 + h O2 + O ……. (2.23)NO2 + O NO + O2 ……. (2.24)NO + O NO 2 ……. (2.25)

Selama reaksi (2.23) selalu berlangsung, reaksi (2.24) dan (2.25) sebagai proses rantai yang membuat efisiensi kuantum atau hasil kuantum () jauh lebih besar dari 1 ( >> 1). Nitrogen oksida selalu ada pada stratosfir tetapi sekarang Rowland dan Molina mengusulkan bahwa penambahan radikal Cl dapat mengganggu kesetimbangan yang mudah berubah pada konsentrasi O3 dengan adanya jalur tambahan untuk reaksi rantai:

Cl + O3 ClOC + O2 ……. (2.26)ClO + O Cl + O2 …….

(2.27) O3 + O 2O2

Sekali lagi, reaksi (2.26) dan (2.27) merupakan langkah perpanjangan pada suatu reaksi rantai yang melibatgandakan efisiensi kuantum reaksi (2.23). Dapat diduga sebuah radikal Cl selama reaksi rantai (2.26) dan (2.27) dapat merusak sebanyak 100 000 molekul O 3. Akan tetapi, dari mana asalnya radikal Cl? Rowland dan Molina memiliki jawaban atas pertanyaan tersebut walau pun tidak lazim dan berimplikasi sangat luas serta terus menjadi topik perdebatan dan langkah politik sampai sekarang.

Tidak ada sumber alamiah untuk klor pada lapisan atas atmosfir sehingga Rowland dan Molina beralasan bahwa klor berasal dari sumber yang berhubungan dengan bumi. Sumber tersebut memiliki molekul yang sangat stabil yang tetap utuh di bawah radiasi cahaya tampak dan UV berenergi rendah dari matahari yang berdifusi ke atas pada troposfir (lapisan atmosfir di bawah stratosfir). Suatu proses yang dapat terjadi lebih dari satu tahun. Hanya molekul-molekul yang cukup stabil selama proses ini adalah CFC yang sangat sering digunakan (produksi maksimum dunia pada awal 1970-an sekitar 500 000 ton per tahun dan pada 1990 meningkat menjadi 1 000 000 ton per tahun). Saat mencapai stratosfir, radiasi UV yang lebih kuat dapat memecahkan ikatan lemah C-Cl (energi ikatan C-Cl adalah 338 kJ/mol dan C-F adalah 484 kJ/mol). Tersedianya radikal Cl mengawali reaksi rantai (2.26) dan (2.27). Hasil dari jalur

Tanasale : Jurusan Kimia FMIPA Unpatti

25

Page 14: Bab02_Fotokimia

Buku Ajar Kimia Fisika 2 : Fotokimia

reaksi tambahan untuk penguraian O3 ini dapat merusak kesetimbangan yang mudah berubah pada reaksi (2.18), (2.20), (2.21) dan (2.22) serta makin menurunnya konsentrasi kesetimbangan ozon.

Perusahaan manufaktur yang menghasilkan CFC dan banyak penggunanya dalam berbagai aplikasi, mobil, refregeran industri dan manufaktur elektronik (untuk membersih papan rangkaian) cepat menanggapi hal ini. Semua kemungkinan metode digunakan untuk mendiskreditkan hasil penelitian Rowland dan Molina, mulai dari membiayai penelitian untuk menyanggah hasil penelitian (tidak berhasil) sampai intervensi politik. Akan tetapi, dunia mulai waspada ketika mulai menipisnya lapisan ozon di atas Antartika yang dilaporkan pada tahun 1980-an. Alasan untuk menemukan efek tersebut di atas Kutub Selatan telah dipergunakan sebagai fakta bahwa radikal Cl terperangkap dalam pembentukan molekular pada kristal es saat musim salju yang kemudian dilepaskan ketika radiasi matahari mengenai kembali kristal es tersebut.

Selama tahun 1980-an, banyak ilmuwan bahkan politikus menjadi yakin bahwa hipotesis Rowland-Molina benar dan konsensus politik seluruh dunia untuk alam yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk mengarah ke Protokol Montreal tahun 1987 yang menyetujui produksi CFC akan hilang pada tahun 1998 di seluruh bumi (kesepakatan awal tahun 1996 tetapi ini tidak mungkin karena pengganti CFC belum ditemukan).

Banyak tanggapan nyata yang ada, seperti Dupont Chemical Company (produsen CFC terbesar di dunia) yang mengurangi setengah produksinya pada tahun 1992, mungkin merupakan suatu langkah besar bagi perusahaan privat dalam menanggapi minat masyarakat.

Tahun 1974, Rowland seorang Guru Besar Kimia (khususnya Kimia Atmosfir) pada University of California (Riverside, AS) dan Molina (berkebangsaan Meksiko), seorang peserta post-doctoral (peneliti yang telah selesai studi S3 tetapi mendapat pengalaman penelitian tambahan). Sekarang ini, Molina telah menjadi Guru Besar Ilmu Lingkungan pada Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Boston (AS), Rowland tetap di University of California dan Crutzen sebagai Direktur pada Max Planck Institute di Mainz (Jerman). Crutzen, Molina dan Rowland secara bersama-sama telah menerima Hadiah Nobel Kimia pada tahun 1995, lebih dari 20 tahun setelah mereka mempublikasi hasil penelitian mereka. Pada catatan dari The Royal Swedish Academy of Sciences tertulis:

“By explanning the chemical mechanism that affect the thickness of the ozone layer, the three researchers have contributed to our salvation from a global enviroment problem that could have catastrophic consequences”.

Selanjutnya Bagaimana?

Protokol Montreal telah memulai untuk menunjukkan efek CFC. Produksi CFC di seluruh dunia pada tahun 1994 tinggal setengah dari produksi pada tahun 1970. Semua negara barat tidak memproduksi CFC lagi. Produksi CFC akhir-akhir ini berasal dari Rusia dan negara-negara Asia, khususnya RRC dan India. Sayangnya, beberapa negara yang sedang berkembang menyatakan bahwa mereka harus terus memproduksi CFC karena mereka tidak mempunyai alternatif cairan refregeran yang tersedia. Tercatat bahwa tidak ada lagi di dunia ini yang menggunakan CFC sebagai propelan kaleng penyemprot atau zat pembusa untuk busa plastik. Semuanya menjadi mahal jika menggunakannya. Kaleng penyemprot sekarang menggunakan gas butena sebagai propelan.

Pada negara-negara barat, CFC sekarang telah didaur ulang. Ini berarti bahwa ketersediaannya akhir-akhir ini akan ada di udara selama beberapa tahun ke depan. Sebagai gantinya, HCFC (seperti molekul CHCl2CClF2) telah diusulkan dan telah diproduksi serta digunakan secara komersil. Molekul-molekul ini ada yang kurang stabil dan akan terurai sebelum mencapai stratosfir.

Meski demikian, perdebatan politik mengenai CFC tetap berlangsung. Pada forum perdebatan Timur-Barat di mana negara-negara yang sedang berkembang menyatakan bahwa mereka tetap akan terus menggunakan CFC karena masalah lapisan ozon sekarang ini disebabkan oleh negara-negara maju. Penjualan CFC secara ilegal khususnya dari Rusia dan RRC ke negara-negara barat telah dilaporkan. Negara-negara sedang berkembang (paling tidak beberapa dari mereka) menyatakan bahwa mereka tetap akan terus memproduksi dan

Tanasale : Jurusan Kimia FMIPA Unpatti

26

Page 15: Bab02_Fotokimia

Buku Ajar Kimia Fisika 2 : Fotokimia

menggunakan CFC sampai mereka mencapai tingkat kemajuan ekonomi seperti negara-negara maju. Bagaimana pendapat Anda?

Tanasale : Jurusan Kimia FMIPA Unpatti

27