bab vii-keesaan gereja

Upload: putrirahmimaharani

Post on 09-Mar-2016

269 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

DFDGZ

TRANSCRIPT

Secara etimologis Kata Kahaal (bhs. Ibrani dalam Perjanjian Lama) artinya kerumunan massa (perkumpulan orang-orang). Oleh sebab itu, kata ini juga dipakai untuk kerumunan orang-orang di pasar, di tempat pertemuan-pertemuan sosial masyarakat lainnya.

KEESAAN GEREJAPENGERTIAN OIKUMENE DAN MAKNA KEESAAN GEREJA

Istilah Oikumene (Yunani) berasal dari kata oikos artinya rumah dan kata monos artinya satu. Maka secara harafiah oikumene artinya satu rumah, tetapi secara defenitif oikumene berarti dunia yang didiami. 11.Pemahaman Oikumene sebagai seluruh duniaIstilah Oikumene pertama kali muncul dalam Alkitab, terdapat dalam Lukas 2:1, pada masa kelahiran Yesus, ketika kaisar Agustus mengeluarkan surat perintah, menyuruh mendaftarkan semua orang di seluruh dunia. Kata seluruh dunia yang menunjuk seluruh kerajaan Romawi diterjemahkan dengan kata Oikumene.

Kemudian dalam Kis. 17:6, orang-orang Kristen dituduh sebagai kelompok yang mengacaukan seluruh dunia. Kata seluruh dunia di sini diterjemahkan dari kata Oikumene.Dari hal ini, dipahami, bahwa seluruh dunia adalah kerajaan Romawi, dan seluruh Romawilah yang dianggap sebagai seluruh dunia yang didiami manusia. Jadi keesaan (kesatuan) seluruh oikumene yang didiami manusia berada di bawah kekuasaan Romawi.2. Pemahaman Oikumene yang menunjuk kepada keseluruhan gereja.

Dalam konteks pemberitaan Injil (tugas penginjilan sebagaimana dituliskan dalam Mat. 24:14 Dan Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia...Kata seluruh dunia yang berasal dari terjemahan Oikumene memberi pemahaman seluruh dunia menujunjuk kepada GEREJA. Hal ini terjadi dengan diadakannya konsili-konsili (sidang-sidang/sinode) gereja yang dihadiri oleh seluruh gereja yang ada di bawah kekuasaan Romawi. Dari penjelasan itu, kita dapat mengerti bahwa, pada awalnya kata OIKUMENE dipakai untuk menyebut seluruh dunia yang didiami manusia, yang dapa jaman Perjanjian Baru dipakai untuk mengungkapkan seluruh gereja.

Dengan demikian, di dalam dunia hanya ada SATU GEREJA, atau SATU GEREJA di dalam SATU DUNIA yang didiami seluruh manusia.

Dengan demikian, orang Kristen yang percaya kepada Yesus Kristus harus percaya bahwa di dalam dunia yang satu ini, berdiri hanya satu GEREJA ESA . Seluruh gereja yang esa untuk seluruh dunia yang didiami oleh manusia.Perlu diingat, bahwa dalam Perjanjian Baru, terdapat banyak gereja atau jemaat-jemaat. Ada jemaat di Roma, Korintus, galatia, Filipi, Kapadokia, Pontus, Prigia, dll. Namun jemaat-jemaat tersebut, jangan dipahami sebagai penampakan perpecahan gereja, melainkan tetap dalam konteks keesaan, karena keanekaan gereja pada jaman Perjanjian baru berbeda dengan keanekaan gereja pada saat ini. Karena keanekaan gereja pada jaman itu bukan merupakan hasil perpecahan, melainkan karena adanya penyebaran anggota jemaat sebagai hasil penginjilan para rasul. Jadi sangat berbeda dengan keadaan gereja saat ini, yang sebagian besar merupakan hasil perpecahan yang muncul karena masalah organisatoris dan sebagian karena masalah dogma (ajaran).

Tentang perpecahan gereja jaman sekarang, banyak hal yang dilakukan oleh pelaku-pelaku organisasi gereja untuk melegitimasinya dengan berbagai argumentasi. Namun apapun alasannya, perpecahan gereja oleh karena kepentingan pribadi atau kelompok adalah dosa di hadapan Tuhan. Karena tidak seorangpun berhak dan dapat ditolerir untuk memecah gereja yang ADALAH SEBAGAI PENAMPAKAN TUBUH KRISTUS.

Tuhan Yesus sendiri berdoa bagi kesatuan Gereja yang digambarkan sebagaimana kesatuan antara Bapa di dalam Anak dan Anak di dalam Bapa (Ut Omnes Umum Sint-lih. Yoh. 17:20-21). Kesatuan yang dimaksud di sini adalah kesatuan yang dapat dirasakan, dilihat dan diteliti oleh dunia, bukan bersifat mistis atau yang rohani (band. 2 Kor. 3:2). Hal ini pulalah yang menganulir pernyataan bahwa kesatuan gereja hanya terwujud pada akhir jaman. Doa Tuhan Yesus dalam Yoh. 17:20-21, sejatinya harus diwujudkan sekarang di dunia ini dan dapat dilihat oleh dunia DENGAN MENIADAKAN PERPECAHAN Lalu mengapa hal itu belum dicapai?Itu disebabkan oleh belum adanya perubahan sikap di seluruh gereja yang berkonflik.

Oleh sebab itu, Doa Tuhan Yesus yang dimaksuda dalam Yoh. 17:20-21, harus dipahami sebagai perintah yang menghendaki kesatuan gereja dalam arti satu kawanan domba dengan satu gembala (yaitu Yesus sendiri). Doa Yesus tersebut, berhubungan dengan penderitaan yang dialamiNya untuk MEMPERDAMAIKAN (MEMPERSATUKAN KEMBALI) manusia dengan Allah melalui kematianNya di kayu salib.Sebagai Kesimpulan: Jika Pengorbanan Kristus benar-benar nyata dalam usaha memperdamaikan dunia sehingga menjadi satu adanya, maka demikian juga gereja harus benar-benar nyata dalam keesaan yang real, sebagai wujud nyata kesatuan antara Allah dengan manusia yang sudah dipersatukan oleh Tuhan Yesus. Melalui pengorbananNya di kayu salib.II. SEJARAH GERAKAN OIKUMENEUpaya mempersatukan gereja yang disebut dengan Gerakan Oikumene terus dilakukan oleh orang-orang yang merindukan kesatuan gereja-gereja yang terpisah-pisah.

Latar belakang upaya ini adalah perwujudan tanggung jawab orang-orang Kristen untuk menegakkan kesatuan gereja dalam konteks satu baptisan, satu iman dan satu pengharapan (band. Efesus 4:3-5 Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera: satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan.)Hal ini tentunya didorong oleh pemahaman yang benar akan makna kesatuan dan pengutusan gereja seperti yang terdapat dalam Doa Tuhan Yesus (Yoh 17). Dari Doa Tuhan Yesus tersebut, mereka memahami bahwa kesatuan yang dimaksud bukanlah kesatuan lahiriah dan bukan juga kesatuan organisatoris, melainkan kesatuan seperti yang terdapat pada kesatuan anatara Anak dan Bapa.

Sejak timbulnya perpecahan gereja upaya mempersatukan gereja sudah diprakarsai. Perpesahan yang pertama terjadi tahun 1054-antara gereja Barat dengan gereja Timur. Perpecahan yang kedua pada tahun 1500-an, yang disebut gerakan reformasi, yang akhirnya munculnya aliran protestan oleh para reformator, yang kemudian di antara reformator muncul juga perpecahan). Para tokoh reformator sebenarnya tidak berencana mendirikan gereja baru, namun demi kebenaran yang mereka pahami, perpecahan harus terjadi dengan mendirikan gereja Protestan. Perjuangan gerakan oikumene, terus berlanjut sampai abad 19 yang ditandai dengan pendirian lembaga-lembaga yang menerjemahkan Alkitab ke dalam berbagai bahasa, mengirim missionaris-missionaris untuk pekabaran Injil.

Dikalangan generasi muda juga tidak ketinggalan, yang ditandai dengan pembentukan Asosiasi Pemuda Kristen (YMCA=Young Man Christian Association) pada tahun 1885 dan Asosiasi Pemudi Kristen (YWCA=Young Women Christian Association) pada tahun 1893. Kemudian pada tahun 1895 terbentuk Federasi Mahasiswa Kristen sedunia yang memiliki cabang di seluruh dunia. Salah satunya di Indonesia dengan nama GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia). Gerakan Mahasiswa Kristen di Dunia diberi motto Ut Omnes Unum Sint yang artinya Supaya mereka menjadi satu adanya (mengacu kepada Doa Tuhan Yesus dalam Yoh. 17).Tujuan Gerakan Oikumene adalah untuk mengakhiri perpecahan yang sudah berlarut-larut dikalangan gereja. Mulai dari perpecahan antara gereja di Eropah Barat dengan Eropah Timur tahun 1054, perpecahan di dalam gereja Katolik, dengan munculnya gereja Protestan melalui gerakan reformasi, kemudian perpecahan gereja-gereja di daerah-daerah hasil penginjilan, seperti di Afrika, di Asia (termasuk Indonesia) yang ditandai dengan munculnya denominasi-denominasi gereja (gereja Anglikan, gereja Baptis, gereja Protestan Lutheran, gereja Protestan Calvinis, gereja Advent, dll).Pada tahun 1910, di Edinburg (Scotland) para tokot-tokoh oikumene mengadakan Konferensi Pekabaran Injil, sebagai cikal bakal terbentuknya Dewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD) di Amsterdam Belanda pada tahun 1948

Bersamaan dengan itu, gerakan oikumene di Indonesia berbaur dan membentuk Dewan Gereja-gereja di Indonesia pada 25 Mei 1950 yang dirintis oleh Dr. J. Leimena, Dr. Sutan Gunung Mulia Harahap, Pdt. Rumambi, Pdt. Marantika, dan Dr. T.B. Simatupang. Tokoh-tokoh ini, selain berpartisipasi dalam gerakan kebangsaan, mereka juga ambil bagian dalam gerakan oikumene .Dewan Gereja-Gereja di Indonesia (DGI), kemudian pada tahun 1984 berubah nama menjadi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) yang dipimpin oleh Pdt. Dr. Soritua A.E. Nababan, LID).

Perlu diingat, bahwa pada tahun 1926, pemuda Kristen Indonesia juga membentuk perkumpulan (organisasi) Mahasisawa kristen dengan nama Christelijke Studendten Vereeniging (CSV).3. PANGGILAN KEESAAN PADA MASA KINIGerakan Oikumene yang berperan untuk menghubungkan Gereja yang terpecah supaya bersatu kembali terus bekerja dengan harapan agar semua gereja saling mendukung di dalam hidup pelayanannya masing-masing. Hal ini menjadi tugas hakiki orang kristen di masa kini baik sebagai individu maupun kelompok mengingat kesatuan gereja erat hubungannya dengan iman orang-orang percaya. Karenanya, kesatuan yang terwujud di dalam gereja-gereja adalah perwujudan keatuan Kristus dengan orang-orang percaya. Itulah sebabnya, upaya penyatuan ini menjadi tugas panggilan kita semua. Jadi ini bukan tugas gereja secara organisatoris, atau hanya tugas pimpinan gereja saja.Salah satu cara untuk membangkitkan semangat tugas usaha penyetuan gereja tesebut, adalah dengan menyadari bahwa KESATUAN GEREJA BUKAN HANYA MERUPAKAN SUATU ANUGERAH ALLAH yang diberikan kepada gerejanya: Satu Tuhan, Satu Iman, dan Satu baptisan (Ef. 4:5), melainkan adalah suatu tugas dan tanggungjawab yang di dalamnya orang percaya harus ambil bagian dan berperan aktif untuk mencapai kesatuan dimaksud. Lihat Efesus 4:3 Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera:. Dengan demikian peran serta umat Tuhan sangat diharapkan sebagai wujudnyata panggilan Kristus bagi umatNya.

Gereja harus hidup dan bertumbuh melalui kesatuan orang-orang percaya di dalam Kristus secara konkrit. Hidup dan bertumbuh, tidak hanya dalam kalangan orang-orang percaya dalam satu tempat atau gereja, tetapi juga harus nyata dengan orang-orang lain.

Dengan demikian usaha oikumene untuk menampakkan kesatuan gereja yang sudah terlanjur terpecah-pecah menjadi tugas semua orang percaya, yang mengasihi Yesus sebagai Raja Gereja.