bab iv teknik produksi tanaman -...
TRANSCRIPT
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR
JARINGAN TANAMAN
BAB IV TEKNIK PRODUKSI TANAMAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA
KEPENDIDIKAN 2017
1
BAB V. TEKNIK PRODUKSI TANAMAN Kompetensi Inti : Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola piker keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) : 1. Menyiapkan lahan produksi 2. Membibitkan tanaman 3. Menghitung kebutuhan benih 4. Melakukan penanaman, pengairan, pemupukan 5. Melakukan pengendalian hama dan penyakit tanaman 6. Mengendalikan gulma 7. Memberikan perlakuan khusus pada kegiatan produksi 8. Melakukan panen dan penangan hasil panen Uraian Materi
A. Menyiapkan lahan produksi Dalam proses produksi tanaman, pekerjaan menyiapkan lahan meliputi kegiatan
pengolahan tanah, pembuatan bedengan, dan saluran drainase, serta lubang tanam.
Namun demikian, tidak selalu lahan produksi tanaman dilengkapi dengan bedengan dan
saluran drainase, serta lubang tanam. Keadaan tersebut disesuaikan jenis tanaman,
pertimbangan kemudahan pengelolaan, dan efisiensi ekomis persiapan lahan.
Mengolah tanah bermakna mengelola tanah agar struktur tanah berubah menjadi
gembur. Pengolahan tanah berarti membalik lapisan tanah bawah ke permukaan tanah
agar ada pertukaran udara, peresapan air, dan memudahkan masuknya sinar matahari.
Dari proses ini tanah akan berubah menjadi gembur. Tanah nan gembur akan
memudahkan akar tanaman masuk ke dalam tanah dan menyerap unsur hara.
Pengolahan tanah secara umum adalah menciptakan kondisi tanah yang paling sesuai
untuk pertumbuhan tanaman dengan usaha yang seminimun mungki. Namun demikian,
secara rinci pengolahan tanah mampu :
1. Menciptakan struktur tanah yang dibutuhkan untuk persemaian atau tempat
tumbuh benih. Tanah yang padat diolah sampai menjadi gembur sehingga
2
mempercepat infiltrasi a-h, berkemampuan baik menahan curah hujan
memperbaiki aerasi dan memudahkan perkembangan akar.
2. Peningkatan kecepatan infiltrasi akan menurunkan runoff dan mengurangi bahaya
erosi.
3. Menghambat atau mematikan tumbuhan pengganggu.
4. Membenamkan tumbuhan-tumbuhan atau sampah-sampah yang ada diatas tanah
kedalam tanah, sehingga menambah kesuburan tanah.
5. Membunuh serangga, larva, atau telur-telur serangga melalui perubahan tempat
tinggal dan terik matahari.
Pengolahan tanah sendiri memiliki tiga bentuk.
1. Tanpa Olah Tanah (TOT). Bentuk ini ialah nan paling sederhana sebab tanah tak perlu
diolah. Bentuk ini diterapkan pada tanah nan sudah gembur dengan menerapkan
Herbisida Polaris dengan takaran 3-4 ton/ha. Setelah itu tanah dibiarkan selama satu
minggu dan bisa ditanami.
2. Olah Tanah Minimum (OTM). Bentuk ini dilakukan dengan mencangkul tanah pada
barisan nan akan ditanami dengan lebar 40 cm.Tanah dicangkul sedalam 15-20 cm
agar bisa menghancurkan bongkahan tanah nan besar. Biasanya bentuk ini diterapkan
pada tanah bertekstur ringan nan tak memberikan disparitas hasil dibandingkan
pengolahan tanah secara sempurna.
3. Olah Tanah Paripurna (OTS). Pengolahan tanah dilakukan sebanyak tiga kali dengan
menggunakan traktor sampai kedalaman mata bajak 30 cm. Tujuannya buat membalik
tanah agar terjadi sirkulasi udara buat pertumbuhan akar tanaman. Setelah itu tiga
hari kemudian dilakukan pencangkulan dan penggaruan agar tanah menjadi rata.
Dengan perkembangan teknologi persiapan lahan tanam dapat dilakukan secara fisik
(cangkul dan mesin), kimia (herbisida), bahkan biologis (tanaman penutup tanah).
Maksud dan tujuan persiapan lahan tanam tetap dapat tercapai, yaitu menciptakan
kondisi tanah yang paling sesuai untuk pertumbuhan tanaman dengan usaha yang
seminimun mungki.
B. Membibitkan tanaman
3
Pembibitan tanaman secara umum dibedakan pada 2 tahap kegiatan, yaitu pesemaian
dan pembibitan. Pesemaian dimulai dari mengecambahkan benih (biji) tumbuh menjadi
tanaman kecil (semai) yang sempurna, sedangkan pembibitan adalah menanam semai
hingga menjadi tanaman (bibit) yang siap ditanam di lahan penanaman.
Persemaian merupakan kegiatan awal produksi tanaman di lapangan dan merupakan
kunci pertama di dalam upaya mencapai keberhasilan penanaman. Walaupun
penanaman benih ke lapangan dapat dilakukan secara langsung akan tetapi hanya untuk
biji-biji (benih) yang berukuran besar dan jumlah persediaannya melimpah. Meskipun
ukuran benih besar tetapi kalau jumlahnya terbatas, maka benih tersebut seyogyanya
disemaikan terlebih dahulu.
Pesemaian umumnya dilakukan dengan pertimbangan, biji berukuran kecil, langka,
jumlah terbatas, lama berkecambah, peka terhadap cekaman lingkungan, bernilai mahal,
perawatan intensif, dalam partai besar, dan mudah dikelola, serta dapat menghasilkan
pertumbuhan bibit yang seragam.
Pembibitan tanaman dilakukan bertujuan meliputi :
1. Menciptakan lingkungan pertumbuhan bagi bibit secara maksimal
2. Mengoptimalkan pemeliharaan bibit.
3. Mengkondisikan agar bibit mudah beradaptasi pada lingkungan sesungguhnya
4. Menyiapkan bibit penggati tanaman yang mati setelah ditanam
Pembibitan dapat dilakukan pada tempat yang permanen atau sementara. Pembibitan
juga dapat menggunakan wadah atau langsung di tanah. Lokasi pembibitan yang perlu
mendapat perhatian adalah dekat dengan sumber air, mudah diawasi, dan dekat dengan
lahan pertanaman, kecuali untuk usaha agrobisnis pembibitan skala besar.
C. Menghitung kebutuhan benih Pengetahuan prihal perhitungan kebutuhan benih sebagai bahan tanam dalam suatu
proses produksi tanaman merupakan hal penting. Dasar perhitungan kebutuhan benih
untuk suatu pertanaman, yaitu luas lahan pertanaman, jarak tanam, daya tumbuh benih,
4
benih cadangan untuk sulaman, dan kerusakan atau kematian benih akibat hama dan
penyakit.
Studi kasus cara perhitungan kebutuhan benih yang ditanam tanpa menggunakan
bedengan dan dalam suatu bedengan sebagai berikut;
1. Kebutuhan penih padi setiap hektar lahan :
Diketahui : 1 ha lahan (100mx100 m) = 10.000m2
Jika jarak tanam 25cm x25 cm = 0,0625m2,
3 tanam/rumpun,
bobot 1000 butir padi 27 gram,
daya tumbuh 90%,
kerusakan 15%, cadangan 30%
Maka Kebutuhan (10.000m2/0,0625m2 x 3 )/1000 x 27 gram
Benih padi/ha 480.000/1000 x 27 g = 12,960 g = 13 kg, jika 90% tumbuh
100/90 x 13 kg = 14,44 kg, jika rusak 15%
100/85 x 14,44 kg = 16,98 = 17 kg, jika cadangan 30%
Jadi kebutuhan benih 100/70 x 17 kg = 24,28 kg
Rekomendasi 25 kg benih/ha
2. Kebutuhan Benih Kedele
Diketahui : 1 ha lahan (100x100 m) = 10.000m2
Jika jarak tanam 50x50 cm = 0,25m2,
3 tanam/lubang,
bobot 1000 butir padi 78 gram,
daya tumbuh 90%,
kerusakan 15%, cadangan 20%
Kedele ditanam menggunakan bedengan
Ukuran bedengan 1x20 m
Jarak antarbedengan 50 cm.
Maka :
5
1. Jumlah bedengan 10.000m2/(1m+0,5m)x20m = 333,34 bedengan
2. Jumlah lubang/bedeng 20 m2/0.25 m2 = 80 lubang
3. Jumlah benih/ha 80 x 3 x 333,34 = 80.004 benih, jika bobot 1000, 78 g
80.004/1000 x 78 g = 6,24 kg, jika 90% tumbuh
100/90 x 6,24 kg = 6,934 kg, jika rusak 15%
100/85 x 6,934 kg = 8,15 kg, jika cadangan 20%
Jadi Kebutuhan benih 100/80 x 8,15 kg = 10,87 kg dibulatkan 11 kg.
Rekomendasi 10-15 kg benih/ha
D. Melakukan penanaman, pengairan, pemupukan Penanaman adalah kegiatan memindahkan bibit dari tempat penyemaian ke lahan
pertanaman atau membenamkan benih (biji) secara langsung di lahan pertanaman
dengan tujuan memperoleh hasil tanaman yang di budidayakan. Proses pemindahan ini
tidak boleh dilakukan dengan sembarangan, perlu adanya metode agar tanaman dapat
belangsung hidup di media dan lingkuanganya yang baru.
Dalam penanaman benih atau bibit yang perlu mendapati perhatian adalah sistem
tanaman dan jarak tanam, kedalaman tanam, waktu tanam, dan cara tanam. Sistem
tanaman dan jarak tanam perlu diperhatikan karena berhubungan dengan jumlah
populasi tanaman dalam satuan luasan tertentu.
Kedalaman tanam dalam hubungannya dengan ketersediaan air di awal pertumbuhan
benih atau bibit yang ditanam, selain penyebab kerebahan pada bibit yang ditanam
terlalu tinggi apabila penanaman terlalu dangkal. Kedalaman tanam juga sangat
dipengaruhi kondisi musim pada saat tanam. Pada musim kemarau, sebaiknya
penanaman benih atau bibit lebih dalam dibandingkan pada musim penghujan.
Waktu tanam yang perlu mendapatkan perhatian adalah konsisi cuaca dan kondisi turgor
tanaman. Benih atau bibit dapat ditanam pada kondisi tidak terlalu panas dan turgor
tanaman pada kondisi optimal. Dengan demikian, penanaman dapat dilakukan pada pagi
atau sore hari.
6
Cara tanam berhubungan dengan penggunaan alat atau tanpa alat tanam yang akan
berpengaruh terhadap keseragaman dan keteraturan dalam hal jarak tanam dan
kedalaman tanam. Cara tanam juga berpengaruh terhadap efisiensi waktu kerja sehingga
penanaman dapat diselesaikan lebih cepat.
Dalam budidaya padi sistem Hazton, hal yang paling berbeda adalah metode ini dalam
penanaman padi menggunakan 20-30 bibit perlubang tanam dan umur bibit relatif tua
(25-35 hss). Mungkin ini tak lazim jika dibandingkan dengan metode SRI (dengan 1 bibit)
ataupun cara konvensional yang menggunakan 3 s/d 5 bibit perlubang tanam.
Diharapkan dengan menggunakan bibit yang banyak akan menjadi indukan yang
produktif, tanpa harus konsentrasi pada pembentukan anakan lagi.
Proses budidaya tanaman padi sistem hazton ini dilakukan oleh beberapa petani di
daerah Banyumas Jawa Tengah. Apabila dibandingkan dengan sistem SRI dan sistem
konvensional dapat dirinci sebagai berikut :
PERLAKUAN HAZTON SRI KONVENSIONAL
Jumlah bibit /tanam 20-30 1-2 3-6 Umur tanam 25-35 hss 5-10 hss 20-30 hss
Jarak tanam 20-25 cm 30-50 cm 20-22 cm
Kebutuhan benih/ ha 125 kg 5 kg 25 kg
Pupuk organik tidak harus harus tidak harus Pupuk kimia Urea 150 Ponska 300 sedikit Urea 150 ponska 150
Pengairan biasa berselang biasa
anakan produktif 24-40 40-50 12-24
Serangan keong tahan tidak tahan sedang
Penyakit daun Tidak tahan Lebih tahan sedang
Serangan hama tinggi rendah relatif
Umur panen Lebih cepat biasa bisa Produksi / ha 8,2 ton 10 ton 5-7 ton
Dalam sektor pertanian, disamping tanah, air merupakan faktor yang ikut menentukan
naik turunnya produksi tanaman. Kekurangan air, kelebihan air atau pembagian air yang
tidak merata mengakibatkan merosotnya hasil produksi. Tindakan untuk menguasai air
dalam tanah dengan cara mengatur air dalam tanah.
7
Dalam budidaya tanaman padi sistem basah (sawah) pengaturan sistim pengairan
merupakan kunci keberhasilan produksi padi. Kebutuhan air tanaman padi sebenarnya
tidak terlalui banyak, tetapi pengaturan air dalam lahan juga berhubungan dengan
pengendalian gulma, hama, dan penyakit tular tanah yang umum menyerang tanaman
padi.
Kebutuhan air tanaman padi dipengaruhi pada fase pertumbuhan tanaman. Pada awal
pertumbuhan air dibutuhkan dalam jumlah relatif sedikit, tetapi untuk pengendalian
terhadap hama dan penyakit dan untuk mengurang persainagn dengan pertumbuhan
gulma maka sawah harus tergenang. Kebutuhan air padi mulai meningkat dalam fase
pembentukan anakan sampai pertumbuhan jumlah anakan maksimal pada umur 15-45
hst, atau tergantung varietas, kemudian relatif sedikit dan tetap, tetapi karena jumlah
anakan cukup banyak maka kebutuhan air untuk evapotranspirasi juga cukup besar
dibandingkan awal pertumbuhan. Memasuki fase pembungaan kebutuhan air tanaman
padi akan meningkat sampai pengisian biji. Pada fase penuaan kebutuhan air terus
berkurang, bahkan memerlukan kondisi kering agar padi secat masak (tua) dan tidak
mudah rebah.
Memasuki fase pembungaan kebutuhan air tanaman padi akan meningkat sampai
pengisian biji. Pada fase inilah merupakan titik kritis dalam produksi padi. Apabila pada
fase pembungaan sampai pengisian biji tanaman padi kekurangan air maka proses
penyerbukan terhambat, bulir padi yang terbentuk dalam pengisian bulir terhambat maka
bulir berisi akan lebih sedikit dan bobot bulir juga lebih ringan dimana jumlah bulir hampa
akan meningkat. Dengan demikian, produksi padi secara kuantitas dan kualitas akan
menurun.
Kelestarian lahan dan keberlanjutan produksi tanaman dalam memperoleh hasil yang
relatif tinggi diperlukan suplai unsur hara sejumlah unsur hara yang terkuras dari tanah
akibat panen tanaman secara intensif. Pemupukan adalah kegiatan pemberian unsur
8
hara kedalam tanah, atau ketanaman (pupuk daun) baik dalam bentuk organik maupun
anorganik.
Menurut kebutuhan tanaman unsur-unsur hara penting dapat digolongkan menjadi :
unsur-hara makro dan unsure hara mikro. Unsur hara makro dibutuhkan dalam jumlah
relative lebih banyak yaitu : Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N), Phospor
(P), Potasium (K), Sulfat (S), Magnesium (Mg) dan Kalsium (Ca) sedangkan unsur hara
mikro ada 7 unsur yaitu : Iron (Fe), Boron (B), Copper (Cu), Zince (Zn), Molydenum (Mo)
dan Chlorine (Cl).
Unsur-unsur penting yang dibutuhkan tanaman tersebut di atas berasal dari sumber yang
berbeda-beda. Unsur-unsur hara C,H dan O berasal dari atmosfir atau air, sedang unsur-
unsur hara lainnya berasal dari mineral tanah bahan oranik. Pada umumnya tanah-tanah
pertanian di Indonesia kekurangan unsur-unsur N, P, dan K dan kebutuhan tanaman pada
ketiga unsur hara tersebut relatif tinggi. Oleh karena itu pemupukan di Indonesia (bahkan
di dunia) umumnya menggunakan unsur-unsur yang mengandung ketiga unsur hara
tersebut.
Rekomenasi pemupukan suatu komoditas secara ideal melalui perhitungan yang relatif
rumit berdasarkan hasil analisis tanah dimana jenis tanaman tersebut ditanam, analisis
jaringan tanaman (penggunaan unsur hara yang oleh tanaman), dan pertimbangan
efisiensi ketersediaan unsur hara ditanah serta efisiensi pengambilan unsur hara oleh
tanaman dan tingkat hasil yang diharapkan.
Dalam budidaya tanaman padi di atas jumlah pupuk anorganik yang harus diberikan
(rekomenasi) setiap hektar sebesar 150 kg Urea dan 300 kg Ponska, sedangkan dosis
pupuk organik tidak dianggap perlu. Ponska adalah pupuk majemuk yang mengandung
unsur hara N, P, dan K dengan perbandingan (15:15:15). Artinya pupuk Ponska
mengandung 15% N, 15% P, dan 15% K.
9
Apabila pupuk majemuk (Ponska) akan diganti dengan pemberian pupuk tunggal berupa
Urea (45%N), SP36 (36% P), dan KCl (60% K) maka dapat dikonversikan sebagai berikut :
Diketahui : 300 kg Ponska (15:15:15). kandungan N, P, dan K = 15/100 x 300 =45 kg N,
P, dan K sama
Konversi : Pupuk Urea (100/45) x 45 kg = 100 kg
Pupuk SP36 = (100/36) x 45 kg = 125 kg
Pupuk KCl = (100/60) x 45 kg = 75 kg
Jadi : Rekomenasi pemupukan padi tiap hektar di atas dengan pupuk tunggal :
Urea 250 kg, SP36 125 kg, dan KCl 75 kg
E. Melakukan pengendalian hama dan penyakit tanaman
Pengendalian hama dan penyakit pada proses produksi tanaman merupakan tindakan
meminimalkan tingkat populasi hama dan penyebarannya penyakit tanaman. Diketahui
bahwa dalam proses produksi pertanian, manusia merubah kondisi ekologi sehingga
keseimbangan ekosistem terganggu. Oleh karena itu, pengendalian hama dan penyakit
seharusnya dilakukan dengan pendekatan ekologi.
Hama dan penyakit merupakan cekaman biotis yang dapat mengurangi hasil dan bahkan
dapat menyebabkan gagal panen. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil panen yang
optimum dalam budidaya tanaman, perlu dilakukan usaha pengendalian hama dan
penyakit secara terpadu (PHT). Pengendalian Hama Terpadu merupakan pendekatan
pengendalian ekologi sehingga pengendalian dilakukan agar tidak terlalu mengganggu
keseimbangan alami dan tidak menimbukan kerugian lebih besar.
PHT merupakan paduan beberapa cara pengendalian yang dirancang berdasarkan hasil
monitoring populasi hama dan penyakit serta tingkat kerusakan tanaman sehingga
penggunaan teknologi pengendalian dapat ditetapkan, meliputi :
1. Teknik Agronomi
Pengendalian melalui pengolahan tanah, irigasi, pemberoan (istrirahatkan lahan),
pergiliran jenis tanaman, penggunaan varietas atau kultivar unggul yang resisten,
10
tanam serentak, pengaturan jarak tanam, pemupukan yang berimbang (makro dan
mikro).
2. Teknik Fisik dan Mekanik
Pengendalian melalui penggunaan lampu perangkap, penggunaan metilat
lem/perekat, gelombang suara, boneka sawah, pengambilan secara manual, serta
pemasangan perangkap (pagar) untuk pengusiran hama.
3. Teknik Pengendalian Hayati (Biologis)
Pengendalian melalui penggunaan tanaman perangkap, musuh alami (parasit
(pembunuh), predator (pemangsa), menggunakan bahan-bahan alami yang ramah
lingkungan baik yang berasal dari tanaman (tembakau, daun jarak) maupun dari
hewan (ikan karnivora di sawah).
4. Teknik Pengendalian Kimiawi
Pengendalian menggunakan bahan kimia (pestisida). Teknik penanggulangan secara
kimia tetap digunakan, jika semua teknik pengendalian non kimiawi tidak mampu
mengurangi tingkat populasi hama dan penyakit sampai ambang ekonomi.
Pengendalian hama dan penyakit menggunakan pestisida merupakan tindakan terakhir
dan harus memperhatikan efektifitas dengan mempertimbangkan: Tepat jenis, tepat
dosis, tepat konsentrasi, tepat waktu, tepat cara, tepat sasaran (6T).
F. Mengendalikan gulma
Gulma merupakan tanaman lain yang tumbuh pada areal dimana budidaya tanaman.
dilakukan. Gulma yang tumbuh di lahan pertanaman secara garis besar dapat
dikelompokkan berupa rumput-rumputan, teki-tekian, dan rumput berdaun lebar serta
pakis-pakisan. Kehadiran gulma yang tumbuh di tanah secara alami akan mengalami
suksesi menuju keseimbangan alam dimana setiap tanah akan ditumbuhi oleh tanaman
yang sesuai dengan syarat tumbuhnya.
Pada awal pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan (fase vegetatif) tanaman masih
kecil sehingga masih cukup ruang bagi gulma untuk tumbuh dan berkembang. Setelah
melewati fase dimana permukaan tanah tertutup oleh kanopi tanaman utama, maka
11
pengendalian gulma sudah tidak terlalu penting, karena tanaman utama dapat menekan
pertumbuhan gulma dan dampak penurunan hasil sudah tidak terlalu berarti.
Dalam pengendalian gulma yang menyebabkan penurunan hasil akibat penggunaan
faktor tumbuh (ruang, air, dan unsur hara) maka agar pengendalian gulma efektif perlu
kiranya mengetahui fase kritis perkembangan gulma.
Berikut fase awal kritis pengendalian gulma pada budidaya tanaman padi.
1. Umur 1-2 minggu : Pengendalian gulma yang dapat dilakukan dengan cara
pengolahan tanah sedalam 15-20 dengan penggenangan.
2. Umur 2-3 minggu : Pengendalian gulma dengan cara dicabut dengan tangan,
kored, atau dengan gosrok. Teknik manual ini membutuhkan tenaga kerja dan
waktu yang relatif lama namun lebih ramah lingkungan.
Pengendalian gulma selain dengan teknik pengolahan, penggenangan dan secara manual,
cara yang lebih praktis dan efisien dalam penggunaan tenaga kerja adalah secara kimia
(aplikasi herbisida. Namun dalam penggunaan herbisida ini harus memperhatikan jenis
gulma, jenis herbisida, waktu, dan cara aplikasinya.
G. Memberikan perlakuan khusus pada kegiatan produksi Mulsa adalah bahan penutup permukaan tanah yang diaplikasikan dalam budidaya
tanaman. Mulsa dapat berupa serasah, sekam, serbuk gergaji, batu krikil, kertas, atau
plastik. Penggunaan mulsa plastik pada budidaya tanaman hortikultura telah banyak
dilakukan oleh petani di seluruh Indonesia. Penggunaan mulsa plastik hitam perak telah
memberikan banyak keuntungan dan manfaat bagi tanaman.
Berikut ini beberapa manfaat dan keuntungan menggunakan mulsa plastik hitam perak
pada budidaya tanaman ;
1. Menghemat tenaga penyiangan, mulsa plastik berfungsi menghambat
pertumbuhan gulma yang tumbuh di bedengan sekitar tanaman sehingga tenaga
12
dan biaya penyiangan jauh lebih hemat. Penyiangan hanya dilakukan pada gulma
yang tumbuh diparit antarbedengan.
2. Menjaga kelembaban tanah, mulsa plastik berfungsi untuk menjaga kelembaban
tanah tetap stabil. Di musim kemarau tanah tidak mudah kering, sedangkan
dimusim hujan tanah tidak terlalu basah dan lembab.
3. Meningkatkan produksi tanaman, efek dari penggunaan mulsa plastik pada lahan
budidaya adalah meningkatnya suhu tanah. Peningkatan suhu tanah dapat
memacu pertumbuhan tanaman dan tanaman manjadi lebih subur, efeknya
produksi tanaman akan meningkat.
4. Mempercepat masa panen, selain memacu pertumbuhan tanaman peningkatan
suhu tanah dapat mempercepat masa panen. Hasil penelitian menunjukkan
tanaman yang dibudidayakan menggunaan mulsa plastik masa panennya lebih
cepat 7 – 14 hari.
5. Mencegah hama tanaman, warna perak mulsa plastik akan memantulkan cahaya
matahari kedaun-daun tanaman. Pantulan cahaya matahari tersebut dapat
membuat hama yang menempel dibawah permukaan daun tidak nyaman,
terutama tungau.
6. Mencegah penyakit tanaman, pada musim hujan mulsa plastik berguna untuk
menjaga agar tanah tidak terlalu lembab dan becek sehingga penyakit yang
disebabkan oleh jamur dan bakteri dapat ditekan. Tanah yang terlalu lembab dan
becek dapat memacu perkembangbiakan jamur dan bakteri penyebab penyakit
pada tanaman.
7. Mengurangi penguapan, evaporasi atau penguapan menyebabkan tanah cepat
mengering karena kehilangan air. Dengan menutup tanah menggunakan mulsa
plastik evaporasi dapat diminimalisir. Penggunaan mulsa plastik pada sistem irigasi
tetes dapat meningkatkan efektifitas penggunaan air, karena air lebih banyak
diserap oleh akar tanaman dan sedikit yang menguap keudara.
8. Mencegah erosi, penggunaan mulsa plastik dapat mencegah erosi tanah karena air
hujan terutama pada lahan miring.
9. Mencegah kehilangan pupuk, penggunaan mulsa plastik dapat mencegah
tercucinya hara pada pupuk dan tanah karena air hujan. Guyuran air hujan
13
tertahan oleh mulsa plastik sehingga hara atau nutrisi tidak akan hilang tercuci
oleh air hujan.
Kekurangan Penggunaan Mulsa Plastik
Meskipun memiliki banyak manfaat dan keuntungan menggunakan mulsa plastik, namun
disisi lain mulsa plastik juga memiliki kekurangan. Berikut ini beberapa kelemahan atau
kekurangan mulsa plastik ;
1. Mencemari lingkungan, mulsa plastik terbuat dari bahan plastik yang sulit terurai
dan akan menjadi limbah yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Oleh
sebab itu, setelah masa pemakaian habis atau setelah mulsa tidak dapat
digunakan lagi sebaiknya sisa-sisa mulsa plastik segera dikumpulkan dan dibakar.
2. Biaya produksi lebih tinggi, harga mulsa plastik yang terus naik dapat
meningkatkan biaya produksi, ditambah lagi biaya pemasangan dan pembuatan
lubang.
3. Waktu persiapan lahan lebih lama, pemasangan mulsa plastil dan pembuatan
lubang akan memakan waktu relatif lama, apalagi budidaya dilakukan secara luas
serta membutuhkan tenaga pengerjaan lebih banyak.
H. Melakukan panen dan penangan hasil panen
Panen merupakan pekerjaan akhir dari budidaya tanaman (bercocok tanam), tapi
merupakan awal dari pekerjaan pascapanen, yaitu melakukaan persiapan untuk
pengemasan, penyimpanan dan pemasaran. Penen adalah kegiatan pemungutan
(pemetikan) hasil tanaman dari sawah ladang atau kebun. Definisi pascapanen menurut
pasal 31 UU No.12/1992, adalah “suatu kegiatan yang meliputi pembersihan,
pengupasan, sortasi, pengawetan, pengemasan, penyimpanan, standarisasi mutu, dan
transportasi hasil budidaya pertanian.
Panen hasil suatu tanaman dalam bidang pertanian dapat dilakukan berdasarkan umur,
atau akumulasi suhu harian selama budidaya. Namun demikian, pada jenis tanaman dan
kondisi lapangan yang berbeda-beda maka selain umur, tanda fisik, kimia, atau fisiologis
produk yang akan dipanen dapat dijadikan indikator dalam panen.
14
Mengingat indikator dalam panen relatif cukup banyak maka dapat ditetapkan
berdasarkan kriteria panen berdasarkan tanda;
Fisik (bobot, warna, Ukuran, bentuk, volume, kepadatan/kekerasan,
kegetasan/kerenyahan)
Kimia (kadar gula, total asam, minyak, total padatan terlarut).
Biologis (tingkat respirasi, senesen (mudah gugur/rontok)
Penanganan pascapanen adalah tindakan yang disiapkan atau dilakukan pada tahapan
pasca produk tanaman dipanen agar produk pertanian siap dan aman digunakan oleh
konsumen dan atau diolah lebih lanjut oleh industry.
Kegiatan pascapanen untuk setiap komoditas pertanian (buah, sayur, biji, rempah dan
obat), akan berbeda-beda, terutama tindakan awal pascapanen berupa pembersihan
(pencucian, pemotongan, perompesan daun, pembersihan dari kotoran,
perontokan/pemipilan, pengupasan). Kegiatan pascapanen berupa sortasi dan
pengkelasan (gradding) juga hanya dilakukan untuk produk buah dan sayuran, untuk biji-
bijian sortasi dengan pengayakan atau penampian (traser) untuk memperoleh biji
seragam dan bernas sedangkan pengkelasan jarang dilakukan.
Pengemasan merupakan kegiatan pascapanen yang umum dilakukan untuk semua
komoditas pertanian. Umumnya pengemasan dilakukan dengan tujuan menjaga mutu
produk agar tetap prima (segar, kering, dan tidak tercemar), memudahkan translokasi dan
penyimpanan, bahkan dapat memperbaiki estetika penyajian produk.