bab iv situasi kebahasaan guyub tutur masyarakat … iv v vi... · jika dalam situasi resmi, ......

194
1 BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT BALI DI PARIGI, SULAWESI TENGAH Guyub tutur masyarakat Bali di Parigi, selain mengenal bahasa Bali juga mengenal bahasa Indonesia, Jawa, Bugis, dan Kaili. Bahasa tersebut digunakan sesuai dengan konteks sosial. Bahasa Bali yang digunakan oleh guyub tutur masyarakat Bali di Parigi masih mengenal tingkatan-tingkatan bahasa yang disebut dengan istilah sor- singgih basa. Namun, penggunaannya tidak seketat di Bali. Pengunaan sor-singih basa di Bali disesuaikan dengan konteks pembicaraan. Artinya, komponen- komponen tutur, seperti yang dikemukakan J.A. Fishman masih berlaku sebagai berikut: who speaks „siapa bicara‟; what language „bahasa apa‟; to whom „kepada siapa‟; dan when „kapan‟. Istilah-istilah sosiolinguistik yang dikemukakan oleh J.A. Fishman dapat direalisasikan sebagai berikut: who speaks maksudnya siapa yang berbicara, apakah secara adat/tradisional tergolong kasta Brahmana atau Sudra; what language, maksudnya bahasa apa yang dipergunakan jika berinteraksi verbal dengan mitra wicara, apakah BBH atau BBL; to whom, maksudnya kepada siapa bahasa itu ditujukan, apakah orang dari kalangan pejabat atau petani; dan when, maksudnya kapan bahasa itu digunakan, apakah dalam situasi resmi atau takresmi. Jika dalam situasi resmi, BB yang digunakan adalah BBH. Jika dalam situasi takresmi, BB yang digunakan adalah BBL. Bagi guyub tutur masyarakat Bali di Parigi, penggunaan sor-singgih basa tersebut agak longgar; artinya, tidak seketat pemakaian sor-singgih basa di Bali.

Upload: donhu

Post on 10-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

1

BAB IV

SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT BALI

DI PARIGI, SULAWESI TENGAH

Guyub tutur masyarakat Bali di Parigi, selain mengenal bahasa Bali juga

mengenal bahasa Indonesia, Jawa, Bugis, dan Kaili. Bahasa tersebut digunakan

sesuai dengan konteks sosial.

Bahasa Bali yang digunakan oleh guyub tutur masyarakat Bali di Parigi

masih mengenal tingkatan-tingkatan bahasa yang disebut dengan istilah sor-

singgih basa. Namun, penggunaannya tidak seketat di Bali. Pengunaan sor-singih

basa di Bali disesuaikan dengan konteks pembicaraan. Artinya, komponen-

komponen tutur, seperti yang dikemukakan J.A. Fishman masih berlaku sebagai

berikut: who speaks „siapa bicara‟; what language „bahasa apa‟; to whom „kepada

siapa‟; dan when „kapan‟.

Istilah-istilah sosiolinguistik yang dikemukakan oleh J.A. Fishman dapat

direalisasikan sebagai berikut: who speaks maksudnya siapa yang berbicara,

apakah secara adat/tradisional tergolong kasta Brahmana atau Sudra; what

language, maksudnya bahasa apa yang dipergunakan jika berinteraksi verbal

dengan mitra wicara, apakah BBH atau BBL; to whom, maksudnya kepada siapa

bahasa itu ditujukan, apakah orang dari kalangan pejabat atau petani; dan when,

maksudnya kapan bahasa itu digunakan, apakah dalam situasi resmi atau takresmi.

Jika dalam situasi resmi, BB yang digunakan adalah BBH. Jika dalam situasi

takresmi, BB yang digunakan adalah BBL.

Bagi guyub tutur masyarakat Bali di Parigi, penggunaan sor-singgih basa

tersebut agak longgar; artinya, tidak seketat pemakaian sor-singgih basa di Bali.

Page 2: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

2

Bahkan, pada saat penelitian berlangsung ditemukan seorang informan

menggunakan BBL ketika berinteraksi verbal dengan mitra wicara yang berasal

dari kasta lebih tinggi. Tanpa diduga-duga informan tersebut berujar, “Yen

ngomong dini da ba menika-meniki. Anake dini nak sing bisa basa halus” (Kalau

berbicara di sini tidak usah berbahasa halus. Orang di sini tidak bisa berbahasa

halus). Menghadapi peristiwa tutur yang demikian, peneliti terkejut. Apalagi

informan tersebut berusia sekitar 60 tahun dan lebih tua dari mitra wicaranya.

Padahal, mitra wicara tersebut menggunakan BBH untuk menghormati orang

yang lebih tua. Peristiwa tutur yang demikian sangat jarang ditemukan pada etnis

Bali di daerah asal.

Seperti diketahui, penggunaan variasi bahasa Bali, baik bahasa Bali halus

maupun lumrah, disesuaikan dengan konteks sosial. Konteks sosial yang

dimaksud dapat berupa usia, pekerjaan, status, sistem kasta, topik pembicaraan,

dan lain-lain. Penggunaan variasi bahasa tersebut berkaitan dengan istilah

bilingualisme.

4.1 Hubungan antara Variasi Bahasa dan Bilingualisme

Agar menjadi lebih jelas, perlu juga diketahui hubungan antara variasi

bahasa dan bilingualisme. Istilah bilingualisme (Inggris : bilingualism) dalam

bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan. Berdasarkan istilahnya secara

harfiah, yang dimaksud bilingualisme adalah penggunaan dua bahasa atau dua

kode bahasa. Dari segi sosiolinguistik, bilingualisme diartikan sebagai

Page 3: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

3

penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang

lain secara bergantian (Mackey,1960:12; Fishman,1975:73).

Bloomfield dalam bukunya yang berjudul Language (1933:56)

menyatakan bahwa bilingualisme adalah kemampuan seorang penutur untuk

menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya. Artinya, seseorang disebut

bilingual apabila dapat menggunakan B1 dan B2 dengan derajat yang sama

baiknya. Konsep Bloomfield mengenai bilingualisme banyak dipertanyakan orang

sebab (1) bagaimana mengukur kemampuan yang sama dari seseorang terhadap

dua buah bahasa yang digunakannya, (2) mungkinkah ada seorang penutur yang

dapat menggunakan B2-nya sama baiknya dengan B1-nya. Oleh karena itu, konsep

Bloomfield tentang bilingualisme ini pun banyak dimodifikasi orang. Robert Lado

(1964:214) menyatakan bahwa bilingualisme adalah kemampuan menggunakan

bahasa oleh seseorang dengan sama baik atau hampir sama baiknya. Apa yang

dimaksudkan oleh Lado adalah penguasaan terhadap kedua bahasa itu tidak perlu

sama baiknya, kurang pun boleh. Menurut Haugen (1961), “Tahu akan dua

bahasa atau lebih berarti bilingual.” Selanjutnya, Haugen menambahkan bahwa

seorang bilingual tidak perlu secara aktif menggunakan kedua bahasa itu, tetapi

cukup kalau bisa memahaminya saja.

4.2 Masyarakat Bali dalam Situasi Kedwibahasaan atau Keanekabahasaan

Guyub tutur masyarakat Bali di Parigi dapat digolongkan sebagai

masyarakat dwibahasawan atau multibahasawan. Hal ini dapat dibuktikan bahwa

masyarakat Bali di Parigi, selain mengenal BB sebagai bahasa ibu, juga mengenal

Page 4: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

4

BI sebagai bahasa kedua. Bahkan, selain mengenal BB dan BI, warga Bali di

Parigi juga mengenal bahasa Kaili dan bahasa Jawa. Hal ini dapat dibuktikan dari

seorang informan yang kebetulan menjabat sebagai kepala desa di Desa Mertasari,

yaitu I Made Karyanto. Berdasarkan pengamatannya, warga Bali di Desa

Mertasari, Kecamatan Parigi di samping menguasai BB juga menguasai BK dan

BJ. Menurut I Made Karyanto, “Warga Bali di sini jika bertemu dengan warga

Bali akan menggunakan bahasa Bali; jika bertemu dengan warga Kaili akan

menggunakan bahasa Kaili; dan jika bertemu dengan warga Jawa akan

menggunakan bahasa Jawa”. Terbukti dalam penelitian ini ditemukan tuturan

berbahasa Kaili pada data 16 dan 29, berbahasa Bugis pada data 11, dan berbahasa

Jawa pada data 12.

Hal tersebut diperkuat juga oleh seorang informan di Kantor Limas

Parimo. Menurut informan tersebut, “Kebanyakan warga Bali yang lahir di sini

sudah bisa berbahasa Kaili, sedangkan penguasaan bahasa Bali kebanyakan

terbatas pada bahasa Bali lumrah, jarang warga Bali yang bisa menggunakan

bahasa Bali halus.”

Berdasarkan pembicaraan para informan tersebut, dapat dikatakan bahwa

warga Bali di Parigi termasuk masyarakat yang dwibahasawan atau

multibahasawan. Sehubungan dengan situasi kebahasaan yang demikian, pada

kesempatan ini tidak ada salahnya diuraikan secara singkat tentang fungsi BB dan

BI yang dipergunakan oleh warga Bali di ketiga desa yang ada di Kecamatan

Parigi dan Parigi Selatan.

Page 5: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

5

4.3 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Bali

Merujuk pada pandangan Halim (1976:145), kedudukan bahasa daerah,

termasuk bahasa Bali, berfungsi (1) sebagai alat komunikasi intradaerah, (2)

sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah, (3) sebagai lambang identitas

daerah, dan (4) sebagai lambang kebanggaan daerah.

Sebagai alat komunikasi intradaerah, BB masih tetap menjalankan

fungsinya, baik pada ranah pekerjaan, kekariban, agama, kesenian, maupun

keluarga. Namun, penggunaan BB pada ranah-ranah tersebut ada juga yang

dicampur dengan BI. Hal ini dapat dimaklumi sebab warga Bali di Parigi sudah

lama hidup berbaur dengan etnis-etnis non-Bali, seperti suku Kaili, Bugis, Jawa,

dan Manado.

Sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah, BB belum menjalankan

fungsinya secara maksimal sebab bahasa daerah yang dipergunakan sebagai

bahasa pengantar di sekolah-sekolah adalah BK sebagai bahasa lokal. Penggunaan

BB biasanya disisipkan pada pelajaran agama di pura/pasraman oleh guru agama

Hindu.

Sebagai lambang identitas daerah, BB masih eksis menjalankan fungsinya.

Tidak jarang identitas seseorang dapat diketahui melalui bahasa yang digunakan.

Demikian juga penggunaan BB di Parigi. Dengan mendengar BB yang diujarkan

seseorang, akan diketahui bahwa orang bersangkutan adalah penutur Bali. Hal ini

sesuai dengan ungkapan yang sering didengar, “Bahasa menunjukkan bangsa.”

Artinya, dengan melihat/mendengar bahasanya akan diketahui identitas seseorang.

Page 6: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

6

Sebagai lambang kebanggaan daerah, BB masih tetap menjalankan

fungsinya. Artinya, warga Bali di Parigi masih tetap menggunakan BB ketika

berbicara dengan sesama etnis. Dengan perkataan lain, warga Bali di Parigi

merasa bangga jika BB digunakan berbicara dengan sesama etnis Bali. Tentu rasa

bangga warga Bali akan keberadaan BB akan mendorong kebertahanan BB di luar

daerah asalnya.

4.4 Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia

Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi

sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat

pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda latar belakang sosial budaya

dan bahasanya, dan (4) alat penghubung antardaerah dan antarbudaya (Halim,

1976:145).

Sebagai lambang kebanggaan nasional, BI telah menjalankan fungsinya

dengan baik. Artinya, setiap warga Indonesia takterkecuali warga Bali di Parigi

merasa bangga memiliki BI sebagai bahasa nasional. Hal ini dapat dibuktikan

adanya penggunaan BI di kantor-kantor pemerintahan, sekolah-sekolah, tata

usaha, dan sebagainya.

Sebagai lambang identitas nasional, BI juga telah menjalankan fungsinya

dengan baik. Dengan bahasa Indonesia itulah, warga Bali di Parigi menunjukkan

kebangsaannya dan membedakannya dengan bangsa-bangsa lain. Selain itu,

unsur-unsur BI juga memiliki sifat-sifat khas yang tidak terdapat pada bangsa lain.

Page 7: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

7

Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa BI merupakan identitas bangsa

Indonesia.

Sebagai alat pemersatu bangsa, BI telah membuktikan kehadirannya di

tengah-tengah masyarakat, khususnya guyub tutur masyarakat Bali di Parigi.

Tidak sedikit penutur mengalihkan bahasanya dari bahasa daerah ke bahasa

Indonesia ketika komunikasi berlangsung. Hal itu tampak saat komunikasi terjadi

antara etnis Bali dan etnis Kaili ataupun antara etnis Bali dan etnis Bugis.

Sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya, BI juga telah

dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Artinya, jika kebudayaan suatu daerah

ingin dikenal oleh suku bangsa lain, BI dapat digunakan sebagai sarana

komunikasi. Dengan bahasa Indonesia, kebudayaan tiap-tiap daerah dapat

diperkenalkan. Dengan perkataan lain, peranan BI tidak boleh diabaikan dalam

menembus batas-batas kedaerahan. Apalagi dalam upaya memperkenalkan

kebudayaan suku bangsa satu kepada suku bangsa yang lain. Artinya, jika

kebudayaan Bali ingin dikenal oleh etnis Kaili atau etnis Bugis, BI dapat

digunakan sebagai sarana komunikasi.

Page 8: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

8

BAB V

PILIHAN BAHASA GUYUB TUTUR MASYARAKAT BALI DI PARIGI,

SULAWESI TENGAH

5.1 Penggunaan Bahasa dalam Ranah Pekerjaan (Kelompok Usia Dewasa)

Manusia sebagai makhluk individu dapat diartikan sebagai diri pribadi

atau perorangan. Sebagai diri pribadi manusia perlu bekerja untuk makan dan

untuk memenuhi kebutuhannya manusia perlu berinteraksi dengan manusia

lainnya di dalam masyarakat.

Dengan demikian, kehidupan manusia dalam masyarakat pada hakikatnya

berperan dalam dua hal, yaitu manusia sebagai individu dan makhluk sosial.

Sebagai makhluk individu, manusia dituntut mampu bekerja sama, berinteraksi,

dan saling berlomba melakukan perubahan untuk mencukupi kebutuhan sendiri.

Dalam kenyataannya manusia tidak mungkin dapat hidup sendiri untuk

mencukupi kebutuhan. Dia memerlukan bantuan manusia lain. Dengan perkataan

lain, setiap manusia cenderung untuk berinteraksi, berkomunikasi, dan

bersosialisasi dengan manusia lainnya. Dengan demikian, manusia selain berperan

sebagai makhluk individu, juga berperan sebagai makhluk sosial.

Untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya diperlukan sarana bahasa.

Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat, seperti

halnya guyub tutur masyarakat Bali di Parigi.

Masyarakat Bali di Parigi sebagian besar memiliki mata pencaharian

sebagai petani. Selebihnya ada juga yang bekerja sebagai pedagang, buruh,

peternak, pegawai negeri, nelayan, sopir, pengusaha, dan TNI/POLRI. Hal ini

diperkuat oleh seorang informan yang sempat memberikan data sebagai berikut.

Page 9: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

9

Data 1

“Kalau tentang mata pencaharian masyarakat kita di Parigi niki (ini)

bervariasi. Jadi, ada yang petani sawah, petani kebun, nelayan, dan

dagang. Saya melihat dari keseharian, masyarakat kita yang ada di Parigi

ini, khusus untuk di pertanian itu yang lebih banyak mendominasi adalah

teman-teman Bali dan teman-teman Bugis. Kalau teman-teman Kaili itu

lebih banyak meniru ke teman-teman Bali dan Bugis tentang cara

bercocok tanam atau mengerjakan lahan pertanian, kenten (begitu).

Dengan ketekunannya teman-teman Bali merasakan bagaimana susahnya

untuk mencari lahan pertanian. Ketika berada di Parigi dan melihat lahan

begitu luas, semangat kerjanya luar biasa.”

Pekerjaan yang ditekuni oleh guyub tutur masyarakat Bali di Parigi

berimplikasi terhadap penggunaan bahasa pada saat pekerjaan itu berlangsung.

Penggunaan bahasa tersebut dapat dilihat pada uraian berikut.

5.1.1 Penggunaan bahasa antaretnis

Implikasi dari pekerjaan terhadap penggunaan bahasa yang dimaksudkan

itu dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini.

Tabel 5.1

Penggunaan Bahasa Antaretnis ketika Memetik Coklat dan Istirahat

(Kelompok Usia Dewasa)

No. Kegiatan BB BI BK BBg

1 Bahasa yang dipakai saat memetik

coklat jika ada penutur bahasa Kaili

8% 80% 12% -

2 Bahasa yang dipakai saat memetik

coklat jika ada penutur bahasa Bugis

3% 91% - 6%

3 Bahasa yang dipakai saat istirahat

memetik coklat jika ada peserta

berpenutur bahasa Kaili

7% 83% 10% -

4 Bahasa yang dipakai saat istirahat

memetik coklat jika ada peserta

berpenutur bahasa Bugis

5% 90% - 5%

Jika diperhatikan tabel 5.1, tampak adanya variasi penggunaan bahasa

pada ranah pekerjaan, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan penutur saat

memetik coklat dan istirahat. Bahasa yang dipakai etnis Bali ketika bertemu

Page 10: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

10

dengan etnis Kaili pada saat memetik coklat sebagian besar menggunakan BI,

yaitu 80%, BB 8%, dan BK 12%. Demikian juga ketika istirahat kerja. Persentase

pemakaian BI tetap mendominasi pemakaian BB dan BK.

Persentase pemakaian BI yang sangat dominan membuktikan bahwa BI

telah menjalankan fungsinya sebagai bahasa nasional. Hal ini sesuai dengan salah

satu fungsi BI dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, yaitu alat pemersatu

berbagai-bagai masyarakat yang berbeda latar belakang sosial budaya dan suku

bangsanya.

Selain menggunakan BK, etnis Bali di Parigi juga menggunakan BBg

ketika berinteraksi dengan etnis Bugis. Hal ini dapat juga dilihat pada tabel 5.1.

Pada tabel tersebut, tampak etnis Bali menggunakan BBg sebanyak 6%, BI 91%,

dan BB 3% ketika sedang memetik coklat bersama dengan etnis Bugis. Demikian

juga saat istirahat. Etnis Bali menggunakan BBg sebanyak 5%, BI 90%, dan BB

5%.

Penggunaan BK dan BBg saat memetik coklat ataupun beristirahat

sangatlah wajar mengingat banyak juga etnis Bugis selain etnis Kaili berdomisili

di Parigi. Jadi, warga Bali di Parigi sudah terbiasa menggunakan BK dan BBg.

Hal ini diperkuat oleh pernyataan seorang informan, Ibu Ni Luh Masri (35 tahun),

seorang pegawai negeri.

Data 2

“Tiang nak dini lahir. Jadi, tiang sing bisa basa Bali alus. Yen ketemu

orang Bali dipakai basa Bali biasa (tidak alus), yen ketemu orang Kaili

pakai basa Kaili, yen ketemu orang Bugis pakai basa Bugis, gitu.”

Page 11: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

11

„Saya lahir di sini. Jadi, saya tidak bisa BBH. Kalau bertemu orang Bali

dipakai bahasa Bali biasa (tidak halus). Kalau bertemu orang Kaili dipakai

bahasa BK, kalau bertemu orang Bugis dipakai BBg, begitu.‟

Penggunaan bahasa Kaili, bahasa Bugis, bahasa Bali, dan bahasa

Indonesia dapat juga ditemukan dalam interaksi verbal, seperti tampak pada tabel

di bawah ini.

Tabel 5.2

Penggunaan Bahasa Antaretnis ketika Jual-Beli Hasil Pertanian

No. Kegiatan BB BI BK BBg

5 Bahasa yang dipakai dalam menjual

hasil pertanian/perkebunan kepada

pembeli berpenutur bahasa Kaili

3% 85% 12% -

6 Bahasa yang dipakai dalam menjual

hasil pertanian/perkebunan kepada

pembeli yang berpenutur bahasa Bugis

3% 91% - 6%

Tabel 5.2 menggambarkan bahwa pemakaian bahasa bervariasi ketika

etnis Bali berkomunikasi dengan etnis non-Bali. Ketika interaksi jual-beli

berlangsung, etnis Bali sebagian besar menggunakan BI, yaitu sebanyak 85%,

penggunaan BB sebanyak 3%, dan penggunaan BK sebanyak 12%.

Penggunaan bahasa yang bervariasi tersebut sangatlah wajar mengingat

etnis Bali di Parigi tergolong masyarakat dwibahasawan/multibahasawan. Artinya,

masyarakat Bali di Parigi selain menguasai bahasa Bali, juga menguasai bahasa

Kaili, Bugis, dan Indonesia.

Selanjutnya, diuraikan penggunaan bahasa etnis Bali ketika berinteraksi

verbal dengan penyuluh pertanian/perkebunan. Seperti diketahui, penyuluh

pertanian/perkebunan sangat memegang peranan penting dalam usaha

meningkatkan tarap kehidupan para petani di Parigi, seperti bersawah dan

Page 12: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

12

berkebun coklat. Bagaimanakah pemakaian bahasa etnis Bali ketika berinteraksi

verbal dengan etnis lain perhatikan tabel di bawah ini.

Tabel 5.3

Penggunaan Bahasa Antaretnis ketika Penyuluhan

Pertanian/Perkebunan Berlangsung

No. Kegiatan BB BI BK BBg

7 Bahasa yang dipakai jika berbicara

dengan penyuluh pertanian/perkebunan

yang berpenutur bahasa Kaili

3% 91% 6% -

8 Bahasa yang dipakai jika berbicara

dengan penyuluh pertanian/perkebunan

yang berpenutur bahasa Bugis

3% 97% - -

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa etnis Bali ketika berinteraksi verbal dengan

penyuluh pertanian/perkebunan didominasi oleh penggunaan BI sebanyak 91%,

sedangkan pemakaian BB dan BK masing-masing sebanyak 3% dan 6%.

Demikian juga pada pertanyaan 8, pemakaian BI tetap dominan ketika etnis Bali

berinteraksi verbal dengan etnis non-Bali, yaitu 97%, dan pemakaian BB

sebanyak 3%.

Pemakaian bahasa Indonesia oleh sebagian besar etnis Bali ketika

berbicara dengan penyuluh perkebunan sangatlah wajar mengingat interaksi

terjadi antaretnis. Selain itu, memang situasi menghendaki demikian. Maksudnya,

penyuluhan pertanian/perkebunan yang dilakukan oleh petugas terhadap para

petani memang dalam situasi formal. Dalam situasi formal, pada umumnya

dipergunakan bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia. Apalagi peserta

penyuluhan diikuti oleh beragam etnis. Hal ini tentu sangat memungkinkan

dipergunakannya bahasa Indonesia.

Page 13: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

13

Rekapitulasi penggunaan bahasa antaretnis pada ranah pekerjaan dapat

dilihat pada diagram di bawah ini.

4,9%2%

4%

89,1%

BB

BI

BK

BBg

Diagram 5.1

Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Antaretnis pada Ranah Pekerjaan

5.1.2 Penggunaan bahasa intraetnis

Penggunaan bahasa sesama etnis Bali berbeda dengan penggunaan bahasa

antaretnis. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya: (1) Masyarakat

Bali cenderung mempertahankan identitas dirinya sebagai warga Bali. Oleh

karena itu, mereka menggunakan BB ketika interaksi verbal berlangsung; (2)

Masyarakat Bali merasa bangga menggunakan BB ketika bertemu dengan sesama

warga Bali. Hal ini secara tidak langsung memupuk rasa solidaritas yang tinggi;

(3) Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, bahasa daerah perlu dijaga

kelestariannya. Oleh karena itu, warga Bali merasa wajib menggunakan BB ketika

bertemu dengan sesama etnis Bali; dan (4) Bahasa Bali merupakan bagian

kebudayaan Bali. Oleh karena itu, BB perlu dipelihara sebaik-baiknya. Hal ini

sesuai dengan unsur-unsur kebudayaan yang terdiri atas: (1) agama, (2) ilmu

Page 14: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

14

pengetahuan, (3) teknologi, (4) ekonomi, (5) organisasi sosial, (6) bahasa, dan (7)

kesenian.

Bahasa sebagai salah satu unsur kebudayaan menunjukkan bahwa setiap

masyarakat hendaknya berkewajiban mendukung suatu kebudayaan yang

memiliki simbol-simbol bunyi dan intonasi serta isyarat yang digunakan untuk

menyampaikan suatu maksud kepada seseorang atau khalayak untuk dipahami dan

dilaksanakan.

Bahasa Bali sebagai salah satu unsur kebudayaan dipergunakan juga dalam

ranah pekerjaan, seperti tampak pada tabel berikut.

Tabel 5.4

Penggunaan Bahasa Intraetnis ketika Memetik Coklat dan Istirahat

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

9 Bahasa yang dipakai jika

berbicara dengan penutur

bahasa Bali saat memetik

coklat

88% - - - 12%

10 Bahasa yang dipakai jika

berbicara dengan penutur

bahasa Bali saat beristirahat

memetik coklat

88% - - - 12%

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa etnis Bali di Parigi sangat setia dan

mempunyai loyalitas yang tinggi terhadap pemakaian BB, yaitu sebanyak 88%.

Hanya 12% responden menggunakan BI di samping BB. Hal ini membuktikan

bahwa masyarakat Bali di Parigi masih bertahan penguasaan bahasa Balinya

meskipun sudah lama meninggalkan daerah asalnya, yaitu Bali. Dengan perkataan

lain, waga Bali di Parigi, Sulawesi Tengah, masih mempertahankan penggunaan

BB sebagai salah satu unsur kebudayaan Bali.

Page 15: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

15

Pemakaian bahasa berikutnya sehubungan dengan ranah pekerjaan dapat

dilihat pada uraian berikut.

Tabel 5.5

Penggunaan Bahasa Intraetnis ketika Interaksi Jual-Beli

Hasil Pertanian/ Perkebunan

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

11 Bahasa yang dipakai saat

menjual hasil pertanian/

perkebunan kepada pembeli

yang berpenutur bahasa Bali.

88% - - - 12%

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa pemakaian BB tetap memiliki penutur yang

lebih dominan dibandingkan dengan penutur BI. Terbukti 88% penutur sesama

etnis Bali menggunakan BB ketika menjual hasil pertanian/perkebunannya. Hanya

12% penutur sesama etnis Bali menggunakan BI selain BB ketika interaksi jual-

beli berlangsung.

Tabel 5.6

Penggunaan Bahasa Antaretnis ketika Aktivitas Berlangsung

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

12 Bahasa yang dipakai saat

Saudara sedang bekerja

kemudian disapa oleh kenalan

Saudara yang berpenutur

bahasa Kaili.

3% 88% 9% - -

13 Bahasa yang dipakai saat

Saudara sedang bekerja

kemudian disapa oleh kenalan

Saudara yang berpenutur

bahasa Bugis.

3% 94% - 3% -

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa bahasa yang dipakai saat responden sedang

bekerja kemudian disapa oleh kenalannya yang berpenutur BK adalah BI, yaitu

sebanyak 88%. Pemakaian bahasa yang dominan ini sangat beralasan sebab mitra

Page 16: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

16

wicara berasal dari etnis lain, yaitu etnis Kaili. Walaupun demikian, ada juga

warga Bali menggunakan BB sebanyak 3% dan BK sebanyak 9%.

Demikian juga pertanyaan 13. Di sini responden sebagian besar menjawab

dengan menggunakan BI ketika berinteraksi dengan etnis Bugis. Perbedaannya

tampak dengan jelas. Sebanyak 94% responden memilih menggunakan BI,

sebanyak 3% responden memilih menggunakan BB, dan sebanyak 3% responden

memilih menggunakan BBg ketika berinteraksi dengan etnis Bugis. Hal ini sesuai

dengan fungsi BI yang menyatakan bahwa BI berfungsi sebagai alat perhubungan

antarbudaya dan antardaerah.

Tabel 5.7

Penggunaan Bahasa Intraetnis Bali ketika Aktivitas Berlangsung

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

14 Bahasa yang dipakai saat

Saudara sedang bekerja

kemudian disapa oleh kenalan

yang berpenutur bahasa Bali

88% - - - 12%

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa pemakaian bahasa Bali tetap dominan

dibandingkan dengan pemakaian bahasa Indonesia. Sebagian besar warga Bali

menggunakan BB ketika disapa oleh kenalan yang berpenutur BB. Dalam hal ini,

BB 88% digunakan oleh warga Bali dan hanya 12% warga Bali menggunakan BI.

Warga Bali cenderung menggunakan BB agar tidak dianggap sombong jika

menggunakan bahasa selain BB. Kadang-kadang ada juga budaya sombong

ditunjukkan warga masyarakat dengan tidak menggunakan BB ketika berinteraksi

sosial dengan sesama etnis Bali. Namun, berdasarkan data pada tabel 5.7, budaya

tersebut tidak tampak. Terbukti bahwa pemakaian BB selalu lebih dominan

dipergunakan oleh warga Bali ketika berinteraksi sosial dengan sesama etnis.

Page 17: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

17

Tabel 5.8

Penggunaan Bahasa Intraetnis Bali ketika

Penyuluhan Pertanian/Perkebunan Berlangsung

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

15 Bahasa yang dipakai jika

berbicara kepada penyuluh

pertanian/perkebunan yang

berpenutur bahasa Bali

41% 50% - - 9%

Tabel 5.8 menunjukkan bahwa pemakaian bahasa Indonesia lebih dominan

dibandingkan dengan pemakaian bahasa Bali dan bahasa Bali/bahasa Indonesia.

Dari segi persentase ditemukan sebanyak 41% penggunaan BB, 50% penggunaan

BI, dan 9% penggunaan bahasa campur antara BB dan BI.

Dominannya penggunaan bahasa Indonesia sangatlah wajar mengingat

situasinya formal/resmi. Selain itu, topik yang dibicarakan juga bersifat teknis.

Jadi, dipandang perlu pada situasi yang demikian dipergunakan BI. Apalagi dalam

pembicaraan tersebut banyak muncul istilah pertanian, seperti pupuk, rabuk,

hama, dan produksi.

Rekapitulasi penggunaan bahasa intraetnis pada ranah pekerjaan dapat

dilihat pada diagram di bawah ini.

11,4%

78,6%

10%BB

BB/BI

BI

Diagram 5.2

Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Intraretnis pada Ranah Pekerjaan

Page 18: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

18

5.2 Penggunaan Bahasa dalam Ranah Kekariban

Dalam kehidupan bermasyarakat, seperti halnya di Parigi, tiap-tiap

individu memiliki peranan masing-masing. Ada individu yang berperan sebagai

orang tua, adik, kakak, sahabat, dan sebagainya. Tiap-tiap peranan yang dimiliki

oleh individu sangat berpengaruh terhadap bahasa yang digunakan. Individu yang

berperan sebagai ayah akan memiliki bahasa yang berbeda dengan individu yang

berperan sebagai anak. Individu yang berperan sebagai kakak akan memiliki

bahasa yang berbeda dengan individu yang berperan sebagai adik. Individu yang

berperan sebagai guru tentu akan memiliki bahasa yang berbeda jika

dibandingkan dengan individu yang berperan sebagai siswa. Demikian juga

individu yang berperan sebagai teman karib akan memiliki bahasa yang berbeda

dengan individu yang berperan sebagai atasan. Konkretnya dapat dilihat pada

uraian berikut.

Tabel 5.9

Penggunaan Bahasa Antaretnis dalam Surat-menyurat

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

16 Bahasa yang dipakai dalam

surat-surat pribadi kepada

rekan yang berpenutur bahasa

Kaili

3% 85% 12% - -

17 Bahasa yang dipakai dalam

surat-surat pribadi kepada

rekan yang berpenutur bahasa

Bugis

3% 91% - 6% -

Tabel 5.9 menunjukkan adanya pemakaian bahasa Indonesia, bahasa Bali,

bahasa Kaili, dan bahasa Bugis oleh etnis Bali ketika berinteraksi sosial dengan

etnis lain, khususnya etnis Kaili dan etnis Bugis. Secara lengkap dapat

digambarkan bahwa etnis Bali menggunakan BI sebanyak 85%, BB sebanyak 3%,

Page 19: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

19

dan BK sebanyak 12% ketika berinteraksi dengan etnis Kaili melalui surat-surat

pribadi. Pemakaian BI tetap mendominasi peristiwa tutur tersebut. Kemudian

disusul pemakaian BK, dan pemakaian BB. Penggunaan BI lebih dominan pada

peristiwa tutur tersebut wajar sebab etnis Bali berinteraksi dengan etnis lain, yaitu

etnis Kaili.

Demikian juga penggunaan bahasa dalam surat-surat pribadi etnis Bali

terhadap etnis Bugis. Penggunaan BI juga mendominasi peristiwa tutur tersebut.

Etnis Bali sebanyak 91% menggunakan BI ketika berinteraksi dengan etnis Bugis

dalam surat-surat pribadi. Kemudian disusul oleh penggunaan BBg sebanyak 6%

dan penggunaan BB sebanyak 3%.

Penggunaan bahasa antaretnis ketika aktivitas berlangsung dapat dilihat

pada uraian di bawah ini.

Tabel 5.10

Penggunaan Bahasa Antaretnis ketika Aktivitas Berlangsung

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

18 Anda berbicara dengan teman

memakai bahasa Bali.

Kemudian datang teman lain

yang berpenutur bahasa

Kaili/Bugis. Anda (a) tetap

menggunakan bahasa Bali,

(b) beralih ke bahasa

Kaili/Bugis, dan (c) beralih

ke bahasa Indonesia

3% 97% - - -

Tabel 5.10 menunjukkan bahwa warga Bali pada awalnya menggunakan

bahasa Bali ketika berbicara dengan sesama etnis, tiba-tiba beralih ke bahasa

Indonesia setelah datang temannya yang berpenutur non-Bali. Hal ini sengaja

dilakukan oleh etnis Bali untuk menghormati datangnya penutur lain yang tidak

Page 20: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

20

dapat berbahasa Bali. Pengalihan kode tersebut sengaja dilakukan oleh etnis Bali

karena hadirnya orang ketiga. Dengan demikian, alih kode tersebut dapat

dikatakan memiliki fungsi sosial. Alangkah tidak etisnya warga Bali tetap

menggunakan bahasa Bali meskipun datang orang ketiga yang tidak paham

berbahasa Bali. Dalam kenyataannya jawaban responden ada juga yang tetap

menggunakan BB meskipun datang orang ketiga. Hal ini disebabkan oleh

ketidakmampuan responden berbahasa Indonesia dan dapat juga disebabkan oleh

kesetiaannya yang terlalu tinggi terhadap BB. Oleh karena itu, responden tersebut

tetap menggunakan BB meskipun datang orang ketiga yang berasal dari etnis lain.

Namun, fenomena bahasa yang demikian hanya sebagian kecil karena yang

menggunakan BB hanya sebanyak 3%. Selebihnya, sebanyak 97% responden

beralih ke BI dari BB.

Rekapitulasi penggunaan bahasa antaretnis pada ranah kekariban dapat

dilihat pada diagram di bawah ini.

91%

3%2%

4%

BB

BI

BK

BBg

Diagram 5.3

Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Antaretnis pada Ranah Kekariban

Selanjutnya, penggunaan bahasa intraetnis Bali dalam surat-menyurat,

perhatikan tabel di bawah ini.

Page 21: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

21

Tabel 5.11

Penggunaan Bahasa Intraetnis Bali dalam Surat-menyurat

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

19 Bahasa yang dipakai dalam

surat-surat pribadi kepada

rekan yang berpenutur bahasa

Bali

62% 18% - - 20%

Tabel 5.11 menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Bali lebih dominan

dibandingkan dengan penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa campur BB/BI.

Secara lengkap jumlah persentase pemakaian BB sebanyak 62%, pemakaian BI

sebanyak 18%, dan pemakaian bahasa campur BB/BI sebanyak 20%.

Dominannya penggunaan BB, seperti tampak pada tabel 5.11 disebabkan oleh

faktor loyalitas yang tinggi warga Bali terhadap keberadaan BB. Selain itu, warga

Bali ingin menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi terhadap sesama etnis Bali.

Apalagi mereka menganggap BB sebagai salah satu cara untuk mengakrabkan

mereka dalam kehidupan bermasyarakat.

Penggunaan bahasa pada ranah kekariban dapat juga dilihat pada

percakapan dua orang kerabat sebagai berikut.

Data 3

Latar : Teras rumah

Topik : Pertemuan warga

Partisipan : Dua orang sahabat berusia sebaya

(O1) : (1) Abaang be bakar nyang dasa ukud, bayah ditu!

„Bawakan ikan bakar sepuluh ekor saja, bayar di situ!‟

(O2) : (2) Bayah ditu keto?

„Bayar di situ begitu?‟

: (3) Ane ngadaang pertemuanne nake mayah.

„Yang mengadakan pertemuannya seharusnya membayar.‟

(O1) : (4) Yeh, saya kan minta sama adik, gimana ini?

„Wah, saya kan minta pada adik, bagaimana ini?‟

Page 22: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

22

(O2) : (5) Kenkenne, ada apa ne?

„Bagaimana ini, ada apa?‟

(O1) : (6) Sing ja ada engken.

„Tidak ada apa.‟

: (7) Cuma anu saja.

: (8) Kebetulan anune

„Kebetulan ada sesuatu ini.‟

(O2) : (9) Nyen ento?

„Siapa itu?‟

(O1) : (10) Ada bos baru ini dari Palu.

„Ada bos baru dari Palu?‟

: (11) Kalau memang anu.

„Kalau memang begitu.‟

: (12) Apang iraga pituru kenal.

„Supaya kita saling kenal.‟

(O2) : (13) Sip, sip, oke!

„Ya, ya saya setuju.‟

Jika diperhatikan secara cermat peristiwa tutur pada data 3, tampak sekali

terjadi fenomena campur kode yang dilakukan oleh partisipan. Kebetulan

situasinya memang informal. Artinya, peristiwa tutur tersebut terjadi di sebuah

rumah dan sangat memungkinkan terjadinya fenomena campur kode. Apalagi

partisipan merupakan dua sahabat yang sangat akrab. Hal ini dapat dilihat dari

bahasa yang digunakan partisipan.

Pada awalnya O1 menggunakan BBL yang disisipi oleh unsur-unsur

bahasa Indonesia, seperti tampak pada K1, Abaang be bakar nyang dasa ukud,

bayah ditu! „Bawakan ikan bakar sepuluh ekor, bayar di situ!‟ Unsur /bakar/

sebagai kosakata bahasa Indonesia digunakan oleh O1 ketika berbahasa Bali.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa O1 sudah melakukan campur kode

ketika menggunakan BB. Artinya, seorang penutur yang dalam berbahasa Bali

menyelipkan serpihan-serpihan bahasa Indonesia dapat dikatakan telah melakukan

campur kode.

Page 23: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

23

Fenomena campur kode pada data 3 dapat juga ditemukan pada tuturan O2,

khususnya K3, Ane ngadaang pertemuanne nake mayah „Yang mengadakan

pertemuan seharusnya membayar.‟ Unsur /pertemuanne/ „pertemuannya‟ pada

hakikatnya merupakan campuran antara unsur {temu}, {per-an}, dan {-ne}.

Artinya, bentuk asal {temu} dan konfiks {per-an} dalam BI bercampur dengan

klitik {ne} dalam bahasa Bali. Bentuk {ne} dalam BB berpadanan dengan bentuk

{-nya} dalam BI. Oleh karena itu, O2 pada K3 dapat dikatakan telah menyisipkan

serpihan-serpihan BI ke dalam pemakaian BB sehingga mengakibatkan terjadinya

fenomena campur kode.

Berdasarkan pilihan kata yang digunakan, baik oleh O1 maupun O2, pada

data 3 tampak sekali kedua penutur tersebut merupakan teman akrab. Banyak

kosakata yang dipilih tidak lengkap unsurnya, seperti kata /sing/ pada K6 yang

merupakan singkatan kata /tusing/ „tidak‟. Demikian juga kata /engken/. Kata

tersebut merupakan singkatan dari kata /ngengken/ „mengapa‟. Kata /ne/ juga

merupakan singkatan dari kata /ene/ „ini‟ pada K5.

Pemakaian bahasa pada ranah kekariban tidak menutup kemungkinan

terjadinya fenomena alih kode selain campur kode. Baik fenomena campur kode

maupun alih kode, pada umumnya terjadi pada situasi informal. Artinya, pada

situasi formal jarang terjadi fenomena alih kode dan campur kode.

Fenomena alih kode dapat juga ditemukan pada data 3. Fenomena tersebut

dilakukan oleh dua penutur BB yang merupakan sehabat karib. Pada awalnya O1

menggunakan bahasa Bali campur (BBC) pada K1, K4, K8, K12. Namun, begitu

pembicaraan sampai pada K10, O1 beralih kode ke BI, Ada bos baru ini dari Palu.

Page 24: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

24

Peralihan kode yang dilakukan oleh O1 disebabkan oleh keinginan untuk

memperjelas tuturan sebelumnya. Hal ini dilakukan karena mitra wicara

sebelumnya tidak paham permintaan O1. Terbukti dari tuturan O2 yang kurang

paham terhadap tuturan O1, seperti tampak pada beberapa kalimat tanya yang

diajukan. Misalnya, K2, Bayah ditu keto? „Bayar di situ begitu?‟ Kemudian, K5,

Kenkenne, ada apa ne? „Bagaimana ini, ada apa?‟ dan Nyen ento? „Siapa itu?‟

Namun, begitu O1 beralih kode dari BB ke BI pada K10 barulah O2 paham tuturan

O1. Terbukti dari respons yang dilakukan O2 pada K13, Sip, Sip, oke! „Ya, ya saya

setuju!‟

Rekapitulasi penggunaan bahasa intraetnis pada ranah kekariban dapat

dilihat pada diagram di bawah ini.

18%

62%

20%

BB

BI

BB/BI

Diagram 5.4

Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Intraetnis pada Ranah Kekariban

5.3 Penggunaan Bahasa dalam Ranah Agama

Agama merupakan salah satu unsur yang terdapat dalam tujuh komponen

kebudayaan. Komponen pokok yang terdapat dalam setiap agama meliputi umat

beragama, sistem keyakinan, sistem peribadatan, dan emosional keagamaan.

Page 25: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

25

Masyarakat Parigi selain memeluk agama Hindu, ada juga umat yang

memeluk agama Kristen, Katolik, Islam, dan Budha. Bahkan, salah satu desa yang

ada di Parigi Selatan, yaitu Desa Sumbersari, yang merupakan lokasi penelitian,

jumlah penduduk yang beragama Hindu sebanyak 85 orang, Islam 1042 orang,

Kristen 990 orang, dan Katolik 9 orang. Kehidupan masyarakat di Parigi,

meskipun dihuni oleh umat yang berbeda-beda agama, kehidupan mereka sangat

rukun dan damai.

Bagaimana sebenarnya kehidupan antarumat beragama di Parigi berikut

dapat dikemukakan pendapat seorang informan yang kebetulan berprofesi sebagai

guru SMP Negeri 1 Parigi, yaitu Bapak Nyoman Sukawan.

Data 4

“… ya selama tiang idup di Sulawesi atau Parigi selamane sing ada

terjadi bentrokanlah antarsuku. Selalu damailah. Ya, dini biasane amen

ada kegiatan kerja bakti di jalan, di balai desa biasane gotong royong

makejang keluar megae, baik nak Bali, Bugis, Kaili, makejang gotong

royong kerja bakti.”

„… ya selama saya hidup di Sulawesi atau Parigi selama itu tidak ada

terjadi bentrokan antarsuku. Selalu damai. Ya di sini biasanya kalau ada

kegiatan kerja bakti di jalan, di balai desa biasanya gotong royong semua

keluar bekerja, baik orang Bali, Bugis, Kaili, semua gotong royong kerja

bakti.‟

Data 4 menunjukkan bahwa hubungan antarumat beragama di Parigi

sangat baik. Terbukti adanya kerja bakti atau gotong royong yang dilakukan

secara bersama-sama oleh umat yang berasal dari berbagai suku.

Dengan terjadinya rasa solidaritas antarumat beragama yang begitu tinggi

tentu membawa efek positif terhadap bahasa yang digunakan dalam berinteraksi

di masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Page 26: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

26

Tabel 5.12

Penggunaan Bahasa dengan Etnis Kaili dalam Kegiatan Keagamaan

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

20 Bahasa yang dipakai jika

bertanya kepada umat yang

berpenutur bahasa Kaili

3% 91% 6% - -

21 Bahasa yang dipakai jika

memberi ceramah kepada

umat yang berpenutur bahasa

Kaili

3% 91% 6% - -

Tabel 5.12 menunjukkan bahwa etnis Bali ketika bertanya kepada umat

yang berpenutur BK lebih banyak menggunakan BI, yaitu 91%. Dominannya

pemakaian BI dalam peristiwa tutur tersebut sangatlah wajar sebab penutur lebih

menguasai BI dibandingkan dengan BK. Pada hakikatnya memang BI yang

dipelajari terlebih dahulu oleh penutur setelah menguasai bahasa pertama, yaitu

BB.

Demikian juga pertanyaan 21. Ketika memberikan ceramah keagamaan

kepada etnis Kaili, penutur lebih banyak menggunakan BI dibandingkan dengan

BK dan BB. Secara lengkap jumlah persentase pemakaian bahasa tersebut adalah

BI sebanyak 91%, BK sebanyak 6%, dan BB sebanyak 3%. Alasan penutur

menggunakan BI jelas sesuai dengan fungsi BI sebagai bahasa nasional, yaitu

sebagai alat penghubung antarsuku, antarbudaya, dan antardaerah.

Penggunaan bahasa dengan etnis Bugis dalam kegiatan keagamaan dapat

dilihat pada uraian di bawah ini.

Page 27: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

27

Tabel 5.13

Penggunaan Bahasa dengan Etnis Bugis dalam Kegiatan Keagamaan

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

22 Bahasa yang dipakai jika

bertanya kepada umat yang

berpenutur bahasa Bugis

3% 94% - 3% -

23 Bahasa yang dipakai dalam

memberikan ceramah

keagamaan kepada umat yang

berpenutur bahasa Bugis

3% 97% - - -

Tabel 5.13 menunjukkan bahwa penutur, ketika bertanya kepada umat

yang berpenutur BBg, sebagian besar ia menggunakan BI, yaitu sebanyak 94%.

Hanya 3% responden menjawab dengan menggunakan BB dan sebanyak 3% pula

responden menjawab dengan menggunakan BBg. Hal ini membuktikan bahwa BI

sebagai bahasa nasional sangat berperan ketika interaksi ditujukan kepada etnis

lain.

Demikian juga pertanyaan 23. Pemakaian bahasa Indonesia tetap lebih

dominan jika dibandingkan dengan pemakaian bahasa Bali. Dominannya

pemakaian BI tentu disebabkan mitra wicara yang berasal dari etnis lain, yaitu

etnis Bugis.

Rekapitulasi penggunaan bahasa antaretnis pada ranah agama dapat dilihat

pada diagram di bawah ini.

Page 28: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

28

93,25%

3%0,75%

3%

BB

BI

BK

BBg

Diagram 5.5

Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Antaretnis pada Ranah Agama

Selanjutnya, penggunaan bahasa intraetnis Bali dalam kegiatan keagamaan

dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.14

Penggunaan Bahasa Intraetnis Bali dalam Kegiatan Keagamaan

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI BS

24 Bahasa yang dipakai

penceramah agama Hindu

jika berbicara dengan

umat yang berpenutur

bahasa Bali

3% 41% - - 56% -

25 Bahasa yang dipakai bila

melakukan Trisandhya

- - - - - 100%

26 Bahasa yang dipakai saat

Darma Wacana di pura

- 62% - - 38% -

Tabel 5.14 menunjukkan bahwa bahasa yang dipakai penceramah agama

Hindu ketika berinteraksi dengan sesama etnis Bali lebih dominan BB yang

dicampur dengan BI, yaitu sebanyak 56%. Penggunaan BB sebanyak 3% dan

penggunaan BI sebanyak 41%. Hal ini membuktikan bahwa pemakaian BB tetap

dipertahankan dalam peristiwa tutur meskipun kadang-kadang diselingi dengan

pemakaian BI. Pemakaian BB yang hanya 3% membuktikan bahwa etnis Bali di

Parigi sudah tergolong masyarakat yang dwibahasawan. Artinya, etnis Bali ketika

Page 29: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

29

berinteraksi sudah terpengaruh oleh pemakaian BI sebagai bahasa nasional.

Peristiwa ini diperkuat lagi dengan pemakaian BI sebanyak 41%. Artinya, selain

BB, etnis Bali di Parigi juga telah menguasai BI sebagai sarana komunikasi

sesama etnis.

Bahasa yang dipakai saat melakukan Trisandhya sebanyak 100%

responden menjawab bahasa Sanskerta. Apa yang terlihat di Parigi sama halnya

dengan penutur Bali di daerah asal, yaitu selalu menggunakan bahasa Sanskerta

ketika melakukan Trisandhya. Artinya, budaya di daerah asal terbawa juga ke

daerah Parigi yang berada di luar Bali.

Khusus mengenai penggunaan bahasa oleh pendarma wacana di pura-pura

ternyata tabel 5.14 menunjukkan adanya pemakaian BI lebih dominan

dibandingkan dengan pemakaian bahasa lainnya, yaitu sebanyak 62%.

Penggunaan BI oleh pendarma wacana tidak menutup kemungkinan disebabkan

oleh umat yang beragama Hindu tidak semua dari etnis Bali. Ada juga umat

Hindu yang berasal dari etnis Kaili dan etnis Bugis. Untuk menghormati umat

yang beraneka ragam etnis itulah dipergunakan BI ketika darma wacana

berlangsung. Meskipun demikian, ada juga pendarma wacana menggunakan BB

dan BI secara silih berganti. Namun, jumlah persentasenya di bawah pemakaian

BI, yaitu sebanyak 38%. Artinya, pemakaian BB sama sekali tidak ditinggalkan

oleh pendarma wacana ketika interaksi verbal berlangsung.

Penggunaan bahasa intraetnis Bali dalam kegiatan keagamaan lainnya

dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Page 30: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

30

Tabel 5.15

Penggunaan Bahasa Intraetnis Bali dalam Kegiatan Keagamaan Lainnya

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

27 Bahasa yang dipakai bila

mengumumkan berita

keagamaan kepada umat yang

berpenutur bahasa Bali

- 21% - - 79%

28 Bahasa yang dipakai bila

berurusan dengan pengurus

pura yang berpenutur bahasa

Bali

21% 29% - - 50%

29 Bahasa yang dipakai

penceramah agama Hindu

kepada umat yang berpenutur

bahasa Bali dan umat yang

berpenutur bahasa non-Bali

- 65% - - 35%

Tabel 5.15 menunjukkan bahwa bahasa yang dipakai jika mengumumkan

berita keagamaan kepada penutur BB adalah BI sebanyak 21% dan BB yang

dicampur dengan BI sebanyak 79%. Dengan melihat perbandingan pemakaian

bahasa tersebut, dapat dikatakan bahwa pemakaian BB yang dicampur dengan BI

menempati posisi lebih dominan dibandingkan dengan pemakaian BI. Artinya,

etnis Bali di Parigi tetap mempertahankan bahasa ibunya sebagai sarana interaksi

sosial di masyarakat.

Demikian juga pertanyaan 28. Bahasa yang dipakai jika berurusan dengan

pengurus pura yang berpenutur BB adalah BI sebanyak 29% dan BB yang

dicampur dengan BI sebanyak 50%. Jika dibandingkan dengan pemakaian BB,

ternyata pemakaian BI lebih dominan, yaitu sebanyak 29%, sedangkan pemakaian

BB hanya 21%. Kurangnya pemakaian BB disebabkan oleh penutur yang

menganggap pemakaian BI lebih demokratis. Maksudnya, ada beberapa penutur

etnis Bali kurang menguasai tingkatan-tingkatan BB yang dikenal dengan istilah

Page 31: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

31

“sor-singgih basa.” Oleh karena itu, dipilih BI yang justru tidak mengenal

tingkatan-tingkatan bahasa.

Khusus pertanyaan 29, tampak pemakaian bahasa Indonesia mendominasi

pemakaian BB yang dicampur dengan bahasa Indonesia. Secara lengkap

pemakaian BI sebanyak 65%, sedangkan pemakaian BB yang dicampur dengan

BI sebanyak 35%. Dominannya pemakaian BI oleh penceramah agama Hindu

terhadap penutur BB dan non-Bali sangat wajar sebab tidak semua peserta

ceramah dapat berbahasa Bali. Peserta ceramah beraneka ragam etnis, yaitu Bali,

Kaili, Bugis, dan Jawa. Oleh karena itu, pemakaian BI dianggap lebih tepat

dijadikan sarana interaksi sosial.

Rekapitulasi penggunaan bahasa intraetnis pada ranah agama dapat dilihat

pada diagram di bawah ini.

36,3%

4%16,7%

43%

BB

BI

BB/BI

BS

Diagram 5.6

Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Intraetnis pada Ranah Agama

5.4 Penggunaan Bahasa dalam Ranah Kesenian

Kesenian merupakan salah satu unsur dari tujuh unsur kebudayaan yang

ada. Kesenian pada dasarnya dimiliki oleh setiap masyarakat untuk

Page 32: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

32

mengungkapkan rasa seni berupa simbol-simbol pernyataan rasa senang dan susah

(suka duka). Kesenian biasanya diperuntukkan bagi umum ataupun diri sendiri

dengan mengambil berbagai bentuk, seperti ukiran, gambar, teater, pentas, dan

gerak/tari.

Masyarakat Bali di Parigi pun tidak lepas dari unsur kesenian tersebut.

Bahkan, seni magamel, seni tari bukan saja datang dari warga Bali yang memang

menekuni rasa seni tersebut, melainkan dapat juga diperoleh melalui kaset, CD

yang banyak beredar untuk melengkapi kesenian Bali di Parigi. Ketika upacara-

upacara keagamaan diadakan, seperti upacara potong gigi, ngaben selalu dibarengi

dengan diputarnya kaset yang berupa seni tetabuhan. Bahkan, akhir-akhir ini

setiap bulan Purnama-Tilem selalu diikuti dengan gamelan ketika umat memedek

di Pura. Suasana yang demikian membuat umat seolah-olah berada di Bali.

Sehubungan dengan maraknya seni tari, tetabuhan, dan sebagainya tentu

berdampak juga terhadap pilihan bahasa yang digunakan oleh warga Bali di

Parigi. Sehubungan dengan itu, berikut diuraikan tentang penggunaan bahasa

dalam ranah kesenian.

Tabel 5.16

Penggunaan Bahasa ketika Etnis Bali Latihan Seni

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

30 Bahasa yang dipakai dalam

latihan menari

67% 15% - - 18%

31 Bahasa yang dipakai dalam

latihan matembang

97% - - - 3%

32 Bahasa yang dipakai dalam

latihan magamel

94% - - - 6%

Tabel 5.16 menunjukkan bahwa pemakaian BB dalam latihan menari,

latihan matembang, dan latihan magamel lebih dominan dibandingkan dengan

Page 33: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

33

pemakaian bahasa lainnya. Pemakaian BB dalam latihan menari sebanyak 67%,

pemakaian BI sebanyak 15%, dan pemakaian BB yang dicampur dengan BI

sebanyak 18%. Pemakaian BB dalam latihan matembang sebanyak 97% dan

pemakaian BB yang dicampur dengan BI sebanyak 3%. Kemudian pemakaian BB

dalam latihan magamel sebanyak 94% dan pemakaian BI yang dicampur dengan

BI sebanyak 6%.

Berdasarkan perbandingan frekuensi pemakaian bahasa pada tabel 5.16,

dapat disimpulkan bahwa pemakaian BB lebih dominan dipergunakan oleh warga

Bali di Parigi dalam latihan menari, matembang, dan magamel. Hal ini

membuktikan bahwa warga Bali di Parigi masih memiliki loyalitas yang tinggi

terhadap pemakaian BB di bidang kesenian.

Penggunaan bahasa ketika pentas seni dapat dilihat pada tabel di bawah

ini.

Tabel 5.17

Penggunaan Bahasa ketika Pentas Seni

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

33 Bahasa yang dipakai dalam

pentas tari

88% - - - 12%

34 Bahasa yang dipakai dalam

pentas matembang

88% - - - 12%

35 Bahasa yang dipakai dalam

pentas magamel

88% - - - 12%

Tabel 5.17 menunjukkan bahwa pemakaian BB tetap dominan

dibandingkan dengan pemakaian bahasa lainnya. Secara lengkap bahasa yang

dipergunakan dalam pentas tari sebanyak 88%, pentas matembang sebanyak 88%,

dan pentas magamel juga sebanyak 88%. Sementara itu, pemakaian BB yang

dicampur BI masing-masing sebanyak 12%. Berdasarkan perbandingan

Page 34: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

34

pemakaian bahasa tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemakaian BB tetap

menunjukkan identitasnya sebagai bahasa ibu bagi sebagian besar warga Bali di

Parigi.

Rekapitulasi penggunaan bahasa intraetnis pada ranah kesenian dapat

dilihat pada diagram di bawah ini.

10,5%

87%

2,5%

BB

BI

BB/BI

Diagram 5.7

Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Intraetnis pada Ranah Kesenian

5.5 Penggunaan Bahasa dalam Ranah Keluarga

Bahasa dipergunakan oleh seseorang sangat tergantung pada peran yang

dimilikinya. Misalnya, pemakaian bahasa dalam keluarga cenderung melihat

peran yang diemban oleh tiap-tiap individu dalam keluarga yang bersangkutan.

Peran seorang anak tentu memiliki pilihan-pilihan bahasa jika berbicara dengan

ayah atau kakak. Demikian juga jika seseorang yang berperan sebagai ayah tentu

memiliki banyak pilihan bahasa yang digunakan ketika berbicara dengan

ibu/anak.

Untuk mengetahui sejauh mana pilihan bahasa itu dilakukan oleh penutur,

perhatikan tabel berikut.

Page 35: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

35

Tabel 5.18

Penggunaan Bahasa dalam Kehidupan Sehari-hari di Rumah

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

36 Bahasa yang dipakai di

rumah bila berbicara dengan

istri tentang hal-hal biasa

80% 10% - - 10%

37 Bahasa yang dipakai di

rumah bila berbicara dengan

suami tentang hal-hal yang

biasa

70% 15% - - 15%

38 Bahasa yang dipakai bila

berbicara dengan bapak di

rumah

85% 15% - - -

39 Bahasa yang dipakai bila

berbicara dengan ibu di

rumah

79% 15% - - 6%

Tabel 5.18 menunjukkan bahwa pemakaian BB dalam kehidupan sehari-

hari di rumah sangat dominan dibandingkan dengan pemakaian bahasa lainnya.

Secara lengkap bahasa yang dipakai bila berbicara dengan istri di rumah adalah

BB sebanyak 80%, BI sebanyak 10%, dan BB yang dicampur dengan BI sebanyak

10%. Dalam hal ini, suami dalam berinteraksi verbal dengan istri di rumah

sebagian besar menggunakan BB dibandingkan dengan BI dan BB yang dicampur

dengan BI. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa suami memiliki loyalitas

yang tinggi terhadap keberadaan BB.

Demikian juga pertanyaan 37, bahasa yang dipakai oleh istri terhadap

suami sebagian besar BB, yaitu sebanyak 70%. Selebihnya, pemakaian BI

sebanyak 15% dan pemakaian BB yang dicampur dengan BI sebanyak 15%.

Dengan melihat perbandingan angka frekuensi pemakaian bahasa tersebut, tampak

pemakaian BB oleh istri mendominasi pemakaian BI dan BB yang dicampur

dengan BI.

Page 36: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

36

Pemakaian bahasa pada pertanyaan 38 pun demikian. Pemakaian BB tetap

lebih dominan jika dibandingkan dengan pemakaian BI. Secara lengkap bahasa

yang dipakai oleh anak bila berbicara dengan bapak di rumah adalah BB sebanyak

85%, sedangkan pemakaian BI hanya mencapai 15%. Dengan melihat

perbandingan pemakaian BB dan BI tersebut berarti bahwa keberadaan BB

sebagai sarana komunikasi di Parigi tetap eksis walaupun warga Bali di Parigi

telah lama meninggalkan daerah asal bahasa tersebut.

Bahasa yang dipergunakan oleh anak terhadap ibu meliputi tiga bahasa,

yaitu BB, BI, dan campuran antara BB dan BI. Namun, dilihat dari frekuensi

pemakaiannya, pemakaian BB tetap mendominasi pemakaian BI dan BB yang

dicampur dengan BI. Secara lengkap bahasa yang dipakai oleh anak terhadap ibu

di rumah adalah BB sebanyak 79%, BI sebanyak 15%, dan BB yang dicampur

dengan BI sebanyak 6%. Berdasarkan perbandingan frekuensi pemakaian bahasa

tersebut dapat dikatakan bahwa bahasa yang dipakai oleh anak terhadap ibunya

tetap bertahan, yakni BB.

Penggunaan bahasa kepada bapak berdasarkan topik dapat dilihat pada

tabel di bawah ini.

Tabel 5.19

Penggunaan Bahasa kepada Bapak Berdasarkan Topik

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

40 Bahasa yang dipakai bila

berbicara dengan bapak saat

membicarakan topik agama

di rumah

85% 12% - - 3%

41 Bahasa yang dipakai bila

berbicara dengan bapak saat

membicarakan topik

pendidikan di rumah

56% 29% - - 15%

Page 37: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

37

42 Bahasa yang dipakai bila

berbicara dengan bapak saat

membicarakan topik

kesehatan di rumah

79% 12% - - 9%

43 Bahasa yang dipakai bila

berbicara dengan bapak saat

membicarakan topik sehari-

hari di rumah

79% 12% - - 9%

Tabel 5.19 menunjukkan bahwa pemakaian BB tetap dominan

dibandingkan dengan pemakaian BI dan BB yang dicampur dengan BI. Hal ini

membuktikan bahwa keberadaan BB di Parigi tetap terpelihara dengan baik oleh

pemakainya. Secara lengkap pemakaian bahasa, seperti tampak pada tabel 5.19

sangat bervariasi. Pada pertanyaan 40, tentang pemakaian bahasa oleh seorang

anak terhadap bapaknya, ternyata pemakaian BB sebanyak 85%, pemakaian BI

sebanyak 12%, dan pemakaian BB yang dicampur dengan BI sebanyak 3%.

Pertanyaan 41 juga memperlihatkan pemakaian bahasa yang bervariasi.

Bahasa yang dipakai bila berbicara dengan bapak saat membicarakan topik

pendidikan sebagian besar adalah BB, yaitu sebanyak 56% disusul pemakaian BI

sebanyak 29%, dan pemakaian BB dicampur dengan BI sebanyak 15%. Artinya,

pemakaian BB tetap lebih dominan dibandingkan dengan pemakaian bahasa

lainnya.

Pertanyaan 42 juga menunjukkan pemakaian BB lebih dominan daripada

pemakaian BI dan BB yang dicampur dengan BI. Hal ini terbukti dari frekuensi

responden yang memberikan jawaban pemakaian BB sebanyak 79%, BI sebanyak

12%, dan BB yang dicampur dengan BI sebanyak 9% ketika berbicara dengan

bapak saat membicarakan topik kesehatan.

Page 38: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

38

Pemakaian BB yang dominan juga ditemukan ketika anak berbicara

dengan bapaknya saat membicarakan topik kehidupan sehari-hari di rumah. Hasil

secara lengkap, pemakaian BB sebanyak 79%, BI sebanyak 12%, dan pemakaian

BB yang dicampur dengan BI sebanyak 9%.

Berdasarkan topik yang dibicarakan ternyata pemakaian BB mendominasi

pemakaian bahasa lainnya. Pembicaraan tentang topik agama, pendidikan,

kesehatan, dan kehidupan sehari-hari secara tidak langsung sangat memengaruhi

kebertahanan BB di wilayah Parigi. Hasil secara lengkap, frekuensi pemakaian

BB, 85% untuk topik agama, 56% untuk topik pendidikan, 79% untuk topik

kesehatan, dan 79% untuk topik dalam kehidupan sehari-hari.

Penggunaan bahasa kepada anak berdasarkan topik dapat dilihat pada tabel

di bawah ini.

Tabel 5.20

Penggunaan Bahasa kepada Anak Berdasarkan Topik

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

44 Bahasa yang dipakai bila

berbicara dengan anak saat

membicarakan topik agama

di rumah

79% 12% - - 9%

45 Bahasa yang dipakai bila

berbicara dengan anak saat

membicarakan topik

pendidikan di rumah

42% 29% - - 29%

46 Bahasa yang dipakai bila

berbicara dengan anak saat

membicarakan topik

kesehatan di rumah

58% 21% - - 21%

47 Bahasa yang dipakai jika

berbicara dengan anak saat

membicarakan topik

kehidupan sehari-hari di

rumah

62% 21% - - 17%

Page 39: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

39

Tabel 5.20 menunjukkan bahwa bahasa yang dipakai bila bapak berbicara

dengan anak saat membicarakan topik agama sebanyak 79% bahasa Bali, 12% BI,

dan 9% BB yang dicampur dengan BI. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

pemakaian BB tetap lebih dominan dibandingkan dengan pemakaian BI dan BB

yang dicampur dengan BI.

Jawaban responden terhadap pertanyaan 45 juga lebih dominan pemakaian

BB dibandingkan dengan pemakaian BI dan BB yang dicampur dengan BI. Hasil

secara lengkap, jawaban responden terhadap pertanyaan 45 adalah pemakaian BB

sebanyak 42%, BI 29%, dan BB yang dicampur dengan BI sebanyak 29%. Hal ini

membuktikan bahwa bahasa yang dipergunakan oleh bapak terhadap anaknya saat

membicarakan topik pendidikan lebih sering menggunakan BB.

Demikian halnya dengan pertanyaan 46, jawaban responden lebih dominan

menggunakan BB ketika bapak membicarakan topik kesehatan kepada anaknya.

Hasil secara lengkap, pemakaian BB sebanyak 58%, BI sebanyak 21%, dan BB

yang dicampur dengan BI sebanyak 21%.

Pemakaian BB secara dominan juga tampak saat bapak berbicara dengan

anak tentang kehidupan sehari-hari. Hasil secara lengkap, pemakaian BB

sebanyak 62%, BI sebanyak 21%, dan bahasa Bali yang dicampur dengan BI

sebanyak 17%. Dilihat dari frekuensi pemakaian bahasa tersebut, tampaknya

pemakaian BB selalu dominan dibandingkan dengan pemakaian bahasa lainnya.

Hal ini tidak saja tertuju pada pembicaraan tentang topik agama, tetapi topik

pendidikan, kesehatan, dan kehidupan sehari-hari tetap pemakaian BB lebih

menonjol jika dibandingkan dengan pemakaian BI dan BB yang dicampur dengan

Page 40: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

40

BI. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemakaian BB tetap

dipertahankan dalam ranah keluarga.

Rekapitulasi penggunaan bahasa intraetnis pada ranah keluarga dapat

dilihat pada diagram di bawah ini.

17%

71%

12%

BB

BI

BB/BI

Diagram 5.8

Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Intraetnis pada Ranah Keluarga

5.6 Penggunaan Bahasa dalam Ranah Pekerjaan (Kelompok Usia Remaja)

5.6.1 Penggunaan bahasa antaretnis

Penggunaan bahasa antaretnis ketika memetik coklat dan istirahat dapat

dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.21

Penggunaan Bahasa Antaretnis ketika Memetik Coklat dan Istirahat

(Kelompok Usia Remaja)

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

1. Bahasa yang dipakai saat

memetik coklat jika ada

penutur bahasa Kaili

- 91% - - 9%

2. Bahasa yang dipakai saat

memetik coklat jika ada

penutur bahasa Bugis

- 95% - - 5%

3. Bahasa yang dipakai saat

istirahat memetik coklat jika

ada peserta berpenutur bahasa

Kaili

- 97% - - 3%

Page 41: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

41

4. Bahasa yang dipakai saat

istirahat memetik coklat jika

ada peserta berpenutur bahasa

Bugis

- 92% - - 8%

Tabel 5.21 menunjukkan terjadinya penggunaan bahasa yang bervariasi

pada ranah pekerjaan. Penggunaan bahasa yang bervariasi itu dilakukan oleh

golongan remaja antaretnis ketika memetik coklat dan istirahat. Sebagian besar

bahasa yang digunakan oleh etnis Bali ketika berkomunikasi dengan etnis Kaili

adalah BI. Secara lengkap persentasenya adalah penggunaan BI sebanyak 91%

dan penggunaan BB yang dicampur dengan BI sebanyak 9%. Bahasa itu

digunakan saat memetik coklat, sedangkan pada saat istirahat sebagian besar etnis

Bali menggunakan BI, yaitu sebanyak 97% dan BB/BI sebanyak 3%.

Pada saat memetik coklat sebagian besar etnis Bali menggunakan BI, yaitu

sebanyak 95% dan BB/BI 5%, sedangkan pada saat istirahat sebagian besar etnis

Bali menggunakan BI, yaitu sebanyak 92% dan BB/BI sebanyak 8%. Bahasa itu

digunakan oleh etnis Bali ketika berkomunikasi dengan etnis Bugis.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penggunaan BI tetap dominan

dibandingkan dengan penggunaan bahasa lainnya. Hal tersebut sangat wajar sebab

komunikasi antaretnis pada umumnya menggunakan BI sebagai bahasa nasional.

Penggunaan bahasa antaretnis ketika jual-beli hasil pertanian dapat dilihat

pada tabel di bawah ini.

Page 42: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

42

Tabel 5.22

Penggunaan Bahasa Antaretnis ketika Jual-Beli Hasil Pertanian

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

5. Bahasa yang dipakai dalam

menjual hasil

pertanian/perkebunan kepada

pembeli berpenutur bahasa

Kaili

- 92% - - 8%

6. Bahasa yang dipakai dalam

menjual hasil

pertanian/perkebunan kepada

pembeli berpenutur bahasa

Bugis

- 94% - - 6%

Ketika etnis Bali berkomunikasi dengan etnis Kaili, penggunaan BI sangat

dominan. Hal ini tampak pada tabel 5.22 yang menunjukkan bahwa pemakaian BI

92% dan pemakaian BB/BI 8%.

Demikian juga ketika etnis Bali berkomunikasi dengan etnis Bugis.

Pemakaian BI tetap lebih dominan dibandingkan dengan pemakaian bahasa

lainnya. Hasil secara lengkap pemakaian BI sebanyak 94% dan pemakaian BB/BI

sebanyak 6%.

Penggunaan bahasa antaretnis ketika penyuluhan pertanian/perkebunan

berlangsung dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.23

Penggunaan Bahasa Antaretnis ketika

Penyuluhan Pertanian/Perkebunan Berlangsung

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

7. Bahasa yang dipakai jika

berbicara dengan penyuluh

pertanian/perkebunan yang

berpenutur bahasa Kaili

- 96% - - 4%

8. Bahasa yang dipakai jika

berbicara dengan penyuluh

pertanian/perkebunan yang

berpenutur bahasa Bugis

- 90% - - 10%

Page 43: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

43

Jika diperhatikan secara cermat tabel 5.23, penggunaan BI menempati

persentase lebih dominan dibandingkan dengan penggunaan bahasa lainnya. Hal

ini dapat dibuktikan ketika etnis Bali berbicara dengan penyuluh

pertanian/perkebunan yang berpenutur BK. Hasilnya adalah penggunaan BI

sebanyak 96% dan penggunaan BB/BI sebanyak 4%.

Demikian juga ketika etnis Bali berkomunikasi dengan etnis Bugis.

Penggunaan BI tetap menempati posisi lebih dominan dibandingkan dengan

penggunaan bahasa lainnya. Secara lengkap hasilnya adalah penggunaan BI

sebanyak 90% dan penggunaan BB/BI sebanyak 10%.

Rekapitulasi penggunaan bahasa antaretnis pada ranah pekerjaan dapat

dilihat pada diagram di bawah ini.

6,6%

93,4%

BI

BB/BI

Diagram 5.9

Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Antaretnis pada Ranah Pekerjaan

(Kelompok Usia Remaja)

5.6.2 Penggunaan bahasa intraetnis

Penggunaan bahasa intraetnis ketika memetik coklat dan istirahat dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.

Page 44: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

44

Tabel 5.24

Penggunaan Bahasa Intraetnis ketika Memetik Coklat dan Istirahat

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

9. Bahasa yang dipakai jika

berbicara dengan penutur

bahasa Bali saat memetik

coklat

76% 6% - - 18%

10. Bahasa yang dipakai jika

berbicara dengan penutur

bahasa Bali saat beristirahat

memetik coklat

64% 12% - - 24%

Penggunaan bahasa Bali di wilayah Parigi ternyata masih dipertahankan.

Hal ini dapat dilihat ketika sesama etnis Bali berkomunikasi saat memetik coklat,

seperti tampak pada tabel 5.24. Hasilnya adalah penggunaan BB sebanyak 76%,

penggunaan BI sebanyak 6%, dan penggunaan BB/BI sebanyak 18%.

Demikian halnya pada saat istirahat. Penggunaan BB tetap lebih dominan

dibandingkan dengan penggunaan bahasa lainnya. Secara lengkap hasilnya adalah

penggunaan BB sebanyak 64%, penggunaan BI sebanyak 12%, dan penggunaan

BB/BI sebanyak 24%.

Dominannya penggunaan BB, baik saat memetik coklat maupun

beristirahat, membuktikan bahwa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi memiliki

loyalitas yang tinggi terhadap pemakaian BB. Hal ini perlu disyukuri sebab BB

merupakan salah satu identitas yang melekat pada etnis Bali.

Penggunaan bahasa intraetnis ketika interaksi jual-beli hasil

pertanian/perkebunan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Page 45: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

45

Tabel 5.25

Penggunaan Bahasa Intraetnis ketika Interaksi Jual-Beli

Hasil Pertanian/Perkebunan

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

11. Bahasa yang dipakai saat

menjual hasil

pertanian/perkebunan kepada

pembeli yang berpenutur

bahasa Bali

70% 18% - - 12%

Penggunaan BB antarsesama etnis Bali tetap mendominasi penggunaan

bahasa lainnya. Penggunaan BB tersebut dapat dilihat pada tabel 5.25. Hasilnya

adalah 70% responden memilih penggunaan BB, 18% responden memilih

penggunaan BI, 12% responden memilih penggunaan BB/BI.

Penggunaan bahasa antaretnis ketika aktivitas berlangsung dapat dilihat

pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.26

Penggunaan Bahasa Antaretnis ketika Aktivitas Berlangsung

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

12. Bahasa yang dipakai saat

Saudara sedang bekerja

kemudian disapa oleh kenalan

Saudara yang berpenutur

bahasa Kaili

- 94% 6% - -

13. Bahasa yang dipakai saat

Saudara sedang bekerja

kemudian disapa oleh kenalan

Saudara yang berpenutur

bahasa Bugis

- 94% - - 6%

Tabel 5.26 menunjukkan bahwa penggunaan BI lebih dominan

dibandingkan dengan penggunaan bahasa lainnya. Guyub tutur masyarakat Bali

cenderung menggunakan BI ketika berkomunikasi dengan etnis Kaili, yaitu

sebanyak 94%, sedangkan penggunaan BK sebanyak 6%.

Page 46: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

46

Demikian juga penggunaan bahasa oleh guyub tutur masyarakat Bali

ketika sedang bekerja disapa oleh kenalan yang berpenutur BBg. Mereka tetap

lebih dominan menggunakan BI dibandingkan dengan bahasa lainnya. Secara

lengkap persentase penggunaannya adalah 94% BI dan 6% BB yang dicampur

dengan BI.

Penggunaan bahasa intraetnis Bali ketika aktivitas berlangsung dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.27

Penggunaan Bahasa Intraetnis Bali ketika Aktivitas Berlangsung

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

14. Bahasa yang dipakai saat

Saudara sedang bekerja

kemudian disapa oleh kenalan

yang berpenutur bahasa Bali

82% - - - 18%

Jika diperhatikan secara saksama tabel di atas, persentase penggunaan BB

lebih dominan dibandingkan dengan penggunaan bahasa lainnya. Dominannya

penggunaan BB membuktikan bahwa rasa solidaritas guyub tutur masyarakat Bali

di Parigi tetap terjalin meskipun berada di luar asal mereka, yaitu Bali. Secara

lengkap hasilnya adalah 82% penggunaan BB dan 18% penggunaan BB/BI.

Penggunaan bahasa intraetnis Bali ketika penyuluhan pertanian/

perkebunan berlangsung dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.28

Penggunaan Bahasa Intraetnis Bali ketika

Penyuluhan Pertanian/Perkebunan

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

15. Bahasa yang dipakai jika

berbicara kepada penyuluh

pertanian/perkebunan yang

berpenutur bahasa Bali

58% 24% - - 18%

Page 47: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

47

Tabel 5.28 menunjukkan bahwa penggunaan BB lebih dominan

dibandingkan dengan bahasa lainnya. Dalam hal ini, responden sebanyak 58%

memilih BB ketika berbicara dengan penyuluh pertanian yang berpenutur BB,

sebanyak 24% memilih BI, dan sebanyak 18% memilih BB/BI.

Rekapitulasi penggunaan bahasa intraetnis pada ranah pekerjaan dapat

dilihat pada diagram di bawah ini.

18%

70%

12%

BB

BB/BI

BI

Diagram 5.10

Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Intraetnis pada Ranah Pekerjaan

5.7 Penggunaan Bahasa dalam Ranah Kekariban

Penggunaan bahasa antaretnis dalam surat-menyurat dapat dilihat pada

tabel di bawah ini.

Tabel 5.29

Penggunaan Bahasa Antaretnis dalam Surat-menyurat

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

16. Bahasa yang dipakai dalam

surat-surat pribadi kepada

rekan yang berpenutur bahasa

Kaili

- 100% - - -

17. Bahasa yang dipakai dalam

surat-surat pribadi kepada

rekan yang berpenutur bahasa

Bugis

- 100% - - -

Page 48: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

48

Tabel 5.29 menunjukkan bahwa pemakaian BI sangat dominan

dibandingkan dengan pemakaian bahasa lainnya. Fenomena kebahasaan yang

demikian membuktikan bahwa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi tergolong

masyarakat bilingual. Tampak sekali mereka tanpa mengalami kesulitan

menggunakan BI ketika berkomunikasi dengan etnis Kaili dan Bugis. Hal ini

dapat dilihat dari hasil jawaban responden yang sebanyak 100% memilih

menggunakan BI ketika berkomunikasi lewat surat-surat pribadi, baik kepada

etnis Kaili maupun etnis Bugis.

Penggunaan bahasa antaretnis ketika aktivitas berlangsung dapat dilihat

pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.30

Penggunaan Bahasa Antaretnis ketika Aktivitas Berlangsung

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

18. Anda berbicara dengan teman

memakai bahasa Bali.

Kemudian datang teman yang

berpenutur bahasa

Kaili/Bugis. Anda (a) tetap

menggunakan bahasa Bali, (b)

beralih ke bahasa Kaili/Bugis,

dan (e) beralih ke bahasa

Indonesia.

6% 94% - - -

Selain menggunakan BB, guyub tutur masyarakat Bali di Parigi juga

menggunakan BI ketika berkomunikasi dengan etnis Kaili dan Bugis. Hal ini

terbukti saat guyub tutur masyarakat Bali berbicara dengan sesamanya

menggunakan BB. Namun, ketika datang etnis Kaili/Bugis, guyub tutur

masyarakat Bali tersebut selain menggunakan BB juga menggunakan BI. Secara

Page 49: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

49

lengkap hasil jawaban responden adalah sebanyak 94% memilih menggunakan BI

dan sebanyak 6% memilih menggunakan BB.

Rekapitulasi penggunaan bahasa antaretnis pada ranah kekariban dapat

dilihat pada diagram di bawah ini.

98%

2%

BB

BI

Diagram 5.11

Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Antaretnis pada Ranah Kekariban

Penggunaan bahasa intraetnis Bali dalam surat-menyurat dapat dilihat

pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.31

Penggunaan Bahasa Intraetnis Bali dalam Surat-menyurat

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

19. Bahasa yang dipakai dalam

surat-surat pribadi kepada

rekan yang berpenutur bahasa

Bali

59% 23% - - 18%

Tabel 5.31 menunjukkan bahwa penggunaan bahasa intraetnis Bali dalam

surat-menyurat didominasi oleh penggunaan BB. Dominannya penggunaan BB

oleh warga sesama etnis Bali menunjukkan bahwa mereka memiliki rasa bangga

yang tinggi terhadap BB. Secara lengkap hasil jawaban responden adalah

Page 50: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

50

sebanyak 59% memilih menggunakan BB, sebanyak 23% memilih menggunakan

BI, dan sebanyak 18% memilih menggunakan BB yang dicampur dengan BI.

Rekapitulasi penggunaan bahasa intraetnis pada ranah kekariban dapat

dilihat pada diagram di bawah ini.

23%

59%

18%

BB

BI

BB/BI

Diagram 5.12

Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Intraetnis pada Ranah Kekariban

5.8 Penggunaan Bahasa dalam Ranah Agama

Penggunaan bahasa dengan etnis Kaili dalam kegiatan keagamaan dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.32

Penggunaan Bahasa dengan Etnis Kaili dalam Kegiatan Keagamaan

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

20. Bahasa yang dipakai jika

bertanya kepada umat yang

berpenutur bahasa Kaili

- 100% - - -

21. Bahasa yang dipakai jika

memberi ceramah kepada

umat yang berpenutur bahasa

Kaili

- 94% 6%- - -

Page 51: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

51

Tabel 5.32 menunjukkan bahwa etnis Bali ketika bertanya kepada umat

yang berpenutur BK sebanyak 100% menggunakan BI. Mereka sama sekali tidak

menggunakan bahasa lain selain BI. Hal ini membuktikan bahwa BI telah

menjalankan fungsinya dengan baik, yaitu sebagai alat pemersatu berbagai suku di

Indonesia.

Demikian pula ketika etnis Bali memberikan ceramah kepada umat yang

berpenutur BK. Sebagian besar etnis Bali menggunakan BI dan hanya sebagian

kecil menggunakan BK. Secara lengkap hasil jawaban responden adalah sebanyak

94% etnis Bali menggunakan BI dan sebanyak 6% etnis Bali menggunakan BK.

Penggunaan bahasa dengan etnis Bugis dalam kegiatan keagamaan dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.33

Penggunaan Bahasa dengan Etnis Bugis dalam Kegiatan Keagamaan

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

22. Bahasa yang dipakai jika

bertanya kepada umat yang

berpenutur bahasa Bugis

- 94% - 6% -

23. Bahasa yang dipakai dalam

memberikan ceramah

keagamaan kepada umat yang

berpenutur bahasa Bugis

- 94% - 6% -

Tabel 5.33 menunjukkan bahwa sebagian besar etnis Bali menggunakan

BI ketika bertanya kepada umat yang berpenutur BBg. Demikian pula ketika etnis

Bali memberikan ceramah keagamaan kepada umat yang berpenutur BBg. Mereka

sebagian besar menggunakan BI dan hanya sebagian kecil menggunakan bahasa

Bugis. Secara lengkap hasilnya adalah sebanyak 94% etnis Bali menggunakan BI

dan hanya 6% etnis Bali menggunakan BBg.

Page 52: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

52

Rekapitulasi penggunaan bahasa antaretnis pada ranah agama dapat dilihat

pada diagram di bawah ini.

1,5%

95,5%

3%

BI

BK

BBg

Diagram 5.13

Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Antaretnis pada Ranah Agama

Penggunaan bahasa intraetnis dalam kegiatan keagamaan dapat dilihat

pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.34

Penggunaan Bahasa Intraetnis dalam Kegiatan Keagamaan

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI BS

24.

25.

26.

Bahasa yang dipakai

penceramah agama Hindu jika

berbicara dengan umat yang

berpenutur bahasa Bali

Bahasa yang dipakai bila

melakukan Trisandhya

Bahasa yang dipakai saat

Dharma Wacana di pura

59%

-

12%

6%

-

23%

-

-

-

-

-

-

35%

-

65%

-

100%

-

Tabel 5.34 menunjukkan bahwa bahasa yang dipergunakan oleh

penceramah agama Hindu ketika berbicara dengan umat yang berpenutur BB

adalah mayoritas BB. Hasil secara lengkap adalah sebanyak 59% etnis Bali

menggunakan BB. Selebihnya, sebanyak 6% etnis Bali menggunakan BI dan

sebanyak 35% etnis Bali menggunakan BB yang dicampur dengan BI.

Page 53: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

53

Khususnya untuk pelaksanaan Trisandhya, etnis Bali mayoritas

menggunakan BS. Hal ini tidak ada bedanya dengan pelaksanaan Trisandhya di

Bali yang sebagian besar warganya menggunakan BS. Artinya, sebanyak 100%

warga Bali di Parigi menggunakan BS pada saat melakukan Trisandhya.

Bahasa yang dipergunakan warga Bali di Parigi saat berdarma wacana

sangat bervariasi, yaitu sebanyak 23% menggunakan BI, 12% menggunakan BI,

dan 65% menggunakan BB yang dicampur dengan BI. Dengan perkataan lain,

penggunaan BB yang dicampur dengan BI lebih dominan dibandingkan dengan

penggunaan bahasa lainnya.

Penggunaan bahasa intraetnis Bali dalam kegiatan agama lainnya dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.35

Penggunaan Bahasa Intraetnis Bali dalam Kegiatan Agama Lainnya

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

27. Bahasa yang dipakai bila

mengumumkan berita

keagamaan kepada umat yang

berpenutur bahasa Bali

65% 6% - - 29%

28. Bahasa yang dipakai bila

berurusan dengan pengurus

pura yang berpenutur bahasa

Bali

71% 12% - - 17%

29. Bahasa yang dipakai

penceramah agama Hindu

kepada umat yang berpenutur

bahasa Bali dan umat yang

berpenutur bahasa non-Bali

17% 65% - - 18%

Bahasa yang digunakan oleh warga Bali ketika mengumumkan berita

keagamaan kepada umat yang berpenutur BB sangat bervariasi. Hal ini dapat

dilihat pada tabel 5.35. Pada tabel tersebut warga Bali lebih dominan memilih

Page 54: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

54

menggunakan BB dibandingkan dengan bahasa lainnya. Secara lengkap hasilnya

adalah penggunaan BB sebanyak 65%, penggunaan BI sebanyak 6%, dan

penggunaan BB yang dicampur dengan BI sebanyak 29%.

Demikian pula bahasa yang dipakai ketika berurusan dengan pengurus

pura yang berpenutur BB. Sebagian besar umat memilih menggunakan BB

dibandingkan dengan bahasa lainnya. Secara lengkap hasilnya adalah 71% warga

Bali memilih menggunakan BB, 12% warga memilih menggunakan BI, dan 17%

warga Bali memilih menggunakan BB yang dicampur dengan BI.

Pertanyaan 29 pada tabel 5.35 menunjukkan bahwa penggunaan BI lebih

dominan dibandingkan dengan penggunaan bahasa lainnya. Secara lengkap

hasilnya adalah penggunaan BI sebanyak 65%, penggunaan BB sebanyak 17%,

dan penggunaan BB yang dicampur dengan BI sebanyak 18%. Dominannya

penggunaan BI dibandingkan dengan bahasa lainnya sangat wajar sebab peserta

ceramah selain umat Bali juga dihadiri oleh umat non-Bali.

Rekapitulasi penggunaan bahasa intraetnis pada ranah agama dapat dilihat

pada diagram di bawah ini.

19%

37%

27%

17%

BBBIBSBB/BI

Diagram 5.14

Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Intraetnis pada Ranah Agama

Page 55: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

55

5.9 Penggunaan Bahasa dalam Ranah Kesenian

Penggunaan bahasa ketika etnis Bali latihan seni dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.

Tabel 5.36

Penggunaan Bahasa ketika Etnis Bali Latihan Seni

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

30. Bahasa yang dipakai dalam

latihan menari

53% 29% - - 18%

31. Bahasa yang dipakai dalam

latihan matembang

76% 12% - - 12%

32. Bahasa yang dipakai dalam

latihan magamel

70% 24% - - 6%

Tabel 5.36 menunjukkan bahwa pemakaian BB lebih dominan

dibandingkan dengan pemakaian bahasa lainnya. Jawaban responden

menggambarkan bahwa bahasa yang dipakai dalam latihan seni adalah 53% BB,

29% BI, dan 18% BB yang dicampur dengan BI. Dalam latihan matembang,

warga Bali pun lebih dominan memilih menggunakan BB dibandingkan dengan

bahasa lainnya. Hasilnya adalah 76% responden memilih menggunakan BB, 12%

responden memilih menggunakan BI, dan 12% responden memilih menggunakan

BB yang dicampur dengan BI. Bahasa yang dipakai dalam latihan matembang pun

demikian. Sebanyak 70% responden menggunakan BB, sebanyak 24% responden

menggunakan BI, dan sebanyak 6% responden menggunakan BB yang dicampur

dengan BI.

Penggunaan bahasa ketika pentas seni dapat dilihat pada tabel di bawah

ini.

Page 56: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

56

Tabel 5.37

Penggunaan Bahasa ketika Pentas Seni

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

33. Bahasa yang dipakai dalam

pentas tari

64% 24% - - 12%

34. Bahasa yang dipakai dalam

pentas matembang

76% 12% - - 12%

35. Bahasa yang dipakai dalam

pentas magamel

70% 18% - - 12%

Bahasa yang dipergunakan dalam pentas tari, matembang, dan magamel

sangat bervariasi. Sebagian besar warga Bali di Parigi menggunakan BB saat

pentas seni. Hasil jawaban responden dapat dilihat pada tabel 5.37. Sebanyak 64%

responden menggunakan BB dalam pentas tari, sebanyak 24% responden

menggunakan BI, dan sebanyak 12% responden menggunakan BB yang dicampur

dengan BI. Bahasa yang dipakai dalam matembang pun demikian. Sebanyak 76%

responden menggunakan BB, sebanyak 12% responden menggunakan BI, dan

sebanyak 12% menggunakan BB yang dicampur BI. Bahasa yang dipakai dalam

pentas magamel bervariasi juga. Hasilnya, sebanyak 70% responden

menggunakan BB, sebanyak 18% responden menggunakan BI, dan sebanyak 12%

menggunakan BB yang dicampur dengan BI.

Rekapitulasi penggunaan bahasa intraetnis pada ranah kesenian dapat

dilihat pada diagram di bawah ini.

Page 57: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

57

20%

68%

12%

BB

BI

BB/BI

Diagram 5.15

Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Intraetnis pada Ranah Kesenian

5.10 Penggunaan Bahasa dalam Ranah Keluarga

Penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari di rumah dapat dilihat

pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.38

Penggunaan Bahasa dalam Kehidupan Sehari-hari di Rumah

No. Kegiatan BB BI BK BBg BB/BI

36. Bahasa yang dipakai di rumah

bila berbicara dengan istri

tentang hal-hal biasa

- - - - -

37. Bahasa yang dipakai di rumah

bila berbicara dengan suami

tentang hal-hal yang biasa

- - - - -

38. Bahasa yang dipakai di rumah

bila berbicara dengan bapak di

rumah

47% 29% - - 24%

39. Bahasa yang dipakai di rumah

bila berbicara dengan ibu di

rumah

47% 29% - - 24%

Bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari didominasi oleh

pemakaian BB. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.38. Secara lengkap hasilnya

adalah sebanyak 47% responden memilih menggunakan BB ketika berbicara

Page 58: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

58

dengan bapak di rumah, sebanyak 29% responden memilih menggunakan BI, dan

sebanyak 24% memilih menggunakan BB yang dicampur dengan BI.

Demikian juga saat berbicara dengan ibu di rumah. Sebagian besar

responden memilih menggunakan BB, yaitu sebanyak 47%, selebihnya pemakaian

BI sebanyak 29%, dan pemakaian BB yang dicampur dengan BI sebanyak 24%.

Penggunaan bahasa kepada bapak berdasarkan topik dapat dilihat pada

tabel di bawah ini.

Tabel 5.39

Penggunaan Bahasa kepada Bapak Berdasarkan Topik

No. Kegiatan BB BI BK BBq BB/BI

40. Bahasa yang dipakai bila

berbicara dengan bapak saat

membicarakan topik agama

59% 29% - - 12%

41. Bahasa yang dipakai bila

berbicara dengan bapak saat

membicarakan topik

pendidikan di rumah

53% 29% - - 18%

42. Bahasa yang dipakai bila

berbicara dengan bapak saat

membicarakan topik

kesehatan di rumah

52% 24% - - 24%

43. Bahasa yang dipakai bila

berbicara dengan bapak saat

membicarakan topik sehari-

hari di rumah

59% 29% 12%

Penggunaan bahasa yang bervariasi masih mewarnai penggunaan bahasa

berdasarkan topik. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.39. Secara lengkap hasilnya

adalah 59% responden memilih BB saat berbicara tentang topik agama, 29%

responden memilih BI, dan 12% responden memilih BB yang dicampur dengan

BI.

Page 59: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

59

Pertanyaan 41 pun demikian. Sebanyak 53% responden memilih BB saat

berbicara tentang topik pendidikan, sebanyak 29% responden memilih BI, dan

sebanyak 18% responden memilih BB yang dicampur dengan BI.

Demikian juga ketika warga Bali berbicara tentang topik kesehatan.

Sebanyak 52% responden memilih BB saat berbicara tentang topik kesehatan.

Sebanyak 24% responden memilih BI, dan sebanyak 24% responden memilih BB

yang dicampur dengan BI. Pertanyaan 43 juga menunjukkan pemakaian BB lebih

dominan dibandingkan dengan pemakaian bahasa lainnya.

Rekapitulasi penggunaan bahasa intraetnis pada ranah keluarga dapat

dilihat pada diagram di bawah ini.

28%53%

19%

BB

BI

BB/BI

Diagram 5.16

Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Intraetnis pada Ranah Keluarga

Seperti diketahui jumlah instrumen, baik pada ranah pekerjaan, kekariban,

maupun agama berbeda. Namun, jumlah responden yang menjawab pertanyaan

tetap sama. Khusus, instrumen pada ranah kesenian dan keluarga tidak melibatkan

etnis lain karena kegiatan yang dilakukan pada ranah tersebut untuk mengetahui

penggunaan bahasa etnis Bali di luar daerah asalnya, yaitu Bali.

Page 60: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

60

BAB VI

ALIH KODE GUYUB TUTUR MASYARAKAT BALI DI PARIGI,

SULAWESI TENGAH

6.1 Alih Kode dalam Peristiwa Tutur

Pada hakikatnya tidak setiap individu mampu berkomunikasi hanya

dengan satu ragam bahasa. Apalagi dalam masyarakat terdapat beraneka ragam

masalah. Hal ini mengakibatkan setiap individu memerlukan ragam-ragam bahasa

yang tepat mengenai sasaran. Artinya, ragam bahasa apa yang dipergunakan

dalam berkomunikasi sangat bergantung pada konteks sosial yang melingkupi

peristiwa tutur tersebut.

Sehubungan dengan itu, tidak menutup kemungkinan suatu saat seseorang

menggunakan satu ragam tertentu, tetapi pada saat yang lain menggunakan ragam

bahasa yang berbeda. Misalnya, ketika seseorang bertemu dengan mitra wicara

yang berkasta lebih tinggi, ragam bahasa yang dipergunakan adalah ragam bahasa

Bali halus. Namun, ketika bertemu dengan seseorang yang berkasta lebih rendah,

ragam bahasa yang dipergunakan adalah ragam BBL. Ada juga penutur ketika

berkomunikasi tidak memperhatikan sistem kasta mitra wicaranya, tetapi

cenderung melihatnya dari segi usia. Artinya, jika penutur berkomunikasi dengan

mitra wicara yang lebih tua usianya, ragam bahasa yang dipergunakan adalah

ragam BBH. Namun, ketika mitra wicaranya berusia lebih muda, ragam bahasa

yang dipergunakan pun berubah dengan menggunakan bahasa Bali ragam lumrah.

Artinya, di sini penutur/partisipan telah melakukan alih kode dari ragam BBL ke

ragam BBH, atau sebaliknya, dari bahasa Bali ragam halus ke bahasa Bali ragam

Page 61: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

61

lumrah. Terjadinya peristiwa alih kode tersebut tampaknya sangat berkaitan

dengan konteks sosial.

6.2 Kaitan Alih Kode dengan Konteks Sosial

Topik mengenai kaitan alih kode dengan konteks sosial perlu dibahas

sebab alih kode sangat bergantung pada konteks sosial. Konteks sosial yang

dimaksud, baik dalam bentuk situasi resmi maupun takresmi.

Bahasa dalam situasi resmi adalah ragam bahasa yang dipakai (1) dalam

tulis menulis resmi, misalnya dalam perundang-undangan, dokumen tertulis, surat

yang berlaku di kalangan pemerintahan, dan (2) dalam pertemuan resmi, misalnya

rapat, kuliah, ceramah. Ragam bahasa yang dipakai dalam situasi takresmi,

misalnya ragam bahasa yang dipakai oleh orang yang tawar-menawar di pasar.

Tidak mungkin dalam situasi seperti itu lahir kalimat, “Perkenankan saya untuk

bertanya, berapakah harga kangkung ini seikat?”, “Izinkanlah saya menawar

kangkung Bapak yang saya muliakan.” Kalau kalimat ini digunakan, tentu penjual

kangkung tadi heran dan barang kali tidak mengerti apa yang dikatakan pembeli.

Mengapa dia tidak mengerti? Dia tidak mengerti karena bahasa tersebut kurang

tepat. Bahasa itu terlalu tinggi. Bahasa yang digunakan hendaknya sesuai dengan

situasi (Pateda, 1994:70).

Berdasarkan tingkat keformalannya, Martin Joos (1967), dalam bukunya

The Five Clock, membagi variasi bahasa atas lima macam gaya, yaitu gaya atau

ragam beku (frozen), gaya atau ragam resmi (formal), gaya atau ragam usaha

Page 62: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

62

(konsultatif), gaya atau ragam santai (casual), dan gaya atau ragam akrab

(intimate).

Ragam beku adalah ragam bahasa yang paling formal yang digunakan

dalam situasi khidmat dan upacara-upacara resmi, misalnya dalam upacara

kenegaraan, khotbah di masjid, kitab undang-undang dan surat-surat keputusan.

Sebuah ragam disebut ragam beku karena pola dan kaidahnya ditetapkan secara

mantap dan tidak boleh diubah.

Ragam resmi atau formal adalah variasi yang digunakan dalam rapat dinas,

surat-menyurat dinas, ceramah keagamaan, buku-buku pelajaran, dan sebagainya.

Pola dan kaidah ragam resmi sudah ditetapkan secara mantap sebagai suatu

standar. Ragam resmi ini pada dasarnya sama dengan ragam bahasa baku atau

standar yang hanya digunakan dalam situasi resmi dan tidak dalam situasi tidak

resmi.

Ragam usaha atau ragam konsultatif adalah variasi bahasa yang lazim

digunakan dalam pembicaraan biasa di sekolah-sekolah, rapat-rapat atau

pembicaraan yang berorientasi pada hasil atau produksi. Dapat juga dikatakan

bahwa ragam usaha adalah ragam bahasa yang paling operasional.

Ragam santai atau ragam kasual adalah variasi bahasa yang digunakan

dalam situasi tidak resmi. Ragam santai cenderung digunakan untuk berbincang-

bincang dengan keluarga atau teman karib pada waktu istirahat, berolah raga,

berekreasi, dan sebagainya.

Ragam akrab atau ragam intim adalah variasi bahasa yang biasa digunakan

oleh para penutur yang hubungannya sudah akrab, seperti antarkeluarga,

Page 63: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

63

antarteman yang sudah akrab, dan sebagainya. Ragam ini ditandai dengan

penggunaan bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek, dan dengan artikulasi

yang tidak jelas. Hal ini terjadi karena di antara partisipan sudah ada saling

pengertian dan memiliki pengetahuan yang sama.

Dari lima macam gaya yang dikemukakan oleh Martin Joos, penelitian ini

lebih terfokus pada tiga gaya saja, yaitu gaya atau ragam resmi (formal), gaya atau

ragam tidak resmi (nonformal), dan gaya akrab. Ketiga gaya tersebut dapat dilihat

pada data 6, data 7, dan data 3.

6.2.1 Alih kode dalam situasi resmi

Seperti diketahui, alih kode dalam situasi resmi pada umumnya terjadi di

sekolah, rapat dinas, surat menyurat dinas, ceramah keagamaan, dan buku-buku

pelajaran. Berikut dikemukakan fenomena alih kode dalam situasi resmi.

Data 6

Latar : Kantor Kepala Desa

Topik : Keberadaan Mahasiswa

Partisipan : Tamu (01)

Kepala Desa (02)

(01) : (1) … Ada mahasiswa deriki, Pak?

„… Ada mahasiswa di sini, Pak?‟

(02) : (2) Kalau mahasiswa ada dan sudah sarjana banyak.

: (3) Kalau di dusun III ini termasuk paling lambat pendidikannya.

: (4) Sekarang ada sekitar 4 barang kali pegawainya.

: (5) Di dusun I di Pancasari sekitar 15 sudah jadi pegawai.

: (6) Sehingga kemarin di ulang tahun desa terjadi kesenjangan, ada

seorang warga berkata.

: (7) Beh, cang sing ngelah guru, nyen orain cang jani senam, nyak sing

milu senam.

„Wah, saya tidak punya guru, siapa diberi tahu sekarang senam,

tidak mau ikut senam.‟

: (8) Nah, sekarang sudah ada pemerataan.

: (9) Dusun III ini sekarang paling banyak mahasiswanya.

Page 64: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

64

Pembicaraan dimulai oleh O1 dengan menggunakan BI yang dicampur

dengan BBH, seperti tampak pada K1, Ada mahasiswa deriki, Pak? „Ada

mahasiswa di sini, Pak?‟ Kemudian, O2 meresponsnya dengan menggunakan BI,

seperti tampak pada K2, Kalau mahasiswa ada dan sudah sarjana banyak. Hal ini

sesuai dengan kaidah sosiolinguistik bahwa siapa pun yang diajak berbicara pada

umumnya mengikuti konteks yang melingkupi peristiwa tutur. Kebetulan konteks

yang melingkupi peristiwa tutur itu resmi, O2 meresponsnya dengan

menggunakan BI, seperti tampak pada K2, K3, K4, K5, K6, K8, dan K9.

Berhubung situasinya resmi dan tempatnya di Kantor Kepala Desa, bahasa

yang digunakan sebagian besar bahasa Indonesia. Bentuk-bentuk kalimat yang

digunakan panjang-panjang dan lengkap, seperti tampak pada data 6. Kalimat 1,

Ada mahasiswa deriki, Pak?; kalimat 2, Kalau mahasiswa ada dan sudah sarjana

banyak; kalimat 3, Kalau di dusun III ini termasuk paling lambat pendidikannya;

kalimat 4, Sekarang ada sekitar 4 barang kali pegawainya; kalimat 5, Di dusun I

di Pancasari sekitar 15 sudah menjadi pegawai; kalimat 6, Sehingga kemarin di

ulang tahun desa terjadi kesenjangan, ada seorang warga berkata….; dan

seterusnya.

Peralihan kode terjadi ketika pembicaraan sampai K7, Beh, cang sing

ngelah guru, nyen orain cang jani senam, nyak sing milu senam „Wah, saya tidak

punya guru, siapa saya suruh sekarang senam, tidak mau ikut senam.‟ Alih kode

tersebut dilakukan oleh O2 dari BI pada K6 ke BB pada K7. Peralihan kode

tersebut disebabkan oleh keinginan O2 mengutip pembicaraan orang lain, seperti

tampak pada K7.

Page 65: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

65

Peralihan kode juga terjadi dari BB pada K7 ke BI pada K8. Alih kode

tersebut dilakukan oleh O2 setelah selesai mengutip pembicaraan orang lain.

Maksudnya, O2 kembali menggunakan BI setelah menggunakan BB. Hal ini

dilakukan oleh O2 karena memang situasinya masih formal.

6.2.2 Alih kode dalam situasi takresmi

Dalam situasi takresmi, bahasa yang digunakan oleh partisipan ditandai

dengan bentuk-bentuk tuturan yag pendek, latar pada umumnya di warung kopi,

pinggir jalan, teras rumah, dan sebagainya. Agar lebih jelas, berikut dikemukakan

contoh alih kode dalam situasi takresmi.

Data 7

Latar : Rumah I Made Karyanto

Topik : Pekerjaan

Partisipan : Tamu (01)

Tuan Rumah (02)

(01) : (1) … Pak ke sawah, apa ke ladang?

(02) : (2) Ke sawah.

: (3) Ada bedik, ukuran 5 are.

„Ada sedikit, ukuran 5 are.‟

(01) : (4) Coklat banyak punya, Pak?

(02) : (5) Sing ngelah apa tiang.

„Tidak punya apa saya.‟

: (6) Pidan ngelah carik.

„Dahulu punya sawah.‟

: (7) Nu idup bapane, bapane ngelah.

„Masih hidup bapaknya, bapaknya punya.‟

: (8) Tapi sing tawang ada utangne.

„Tetapi tidak tahu ada hutangnya.‟

: (9) Adepa terus.

„Dijual terus.‟

Ciri-ciri bahasa yang digunakan pada data 7 menunjukkan bahwa peristiwa

tutur itu terjadi dalam situasi takresmi. Sebagian besar bahasa yang digunakan

Page 66: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

66

dalam peristiwa tutur tersebut adalah bahasa Bali, seperti tampak pada K3, K5, K6,

K7, dan K8. Bahasa Bali yang digunakan pun tergolong BBL. Penggunaan bahasa

Indonesia hanya terdapat pada K1 dan K4. Selain itu, beberapa kalimat yang

digunakan tidak lengkap, seperti K2, Ke sawah. Kalimat tersebut hanya memiliki

satu fungsi, yaitu keterangan tempat. Demikian juga K9, Adapa terus „Dijual

terus.‟ Kalimat 9 hanya memiliki satu fungsi, yaitu predikat. Bahkan, ada kalimat

yang disingkat, seperti tampak pada K8, Tapi sing tawang ada utangne. „Tetapi

tidak tahu ada hutangnya.‟.

Bentuk /tapi/ pada K8 seharusnya diubah menjadi /tetapi/. Bentuk /sing/

pada hakikatnya merupakan singkatan dari kata /tusing/ „tidak‟. Namun, karena

peristiwa tutur tersebut terjadi dalam situasi takresmi, penggunaan kalimat itu

dibenarkan dalam sosiolinguistik. Dalam sosiolinguistik tidak ada tuturan yang

benar atau salah. Semua tuturan selalu berkaitan dengan situasi tempat peristiwa

tutur itu berlangsung.

Alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K3, Ada bedik, ukuran 5

are. „Ada sedikit, ukuran 5 are.‟ Alih kode itu tergolong alih kode intrakalimat.

Maksudnya, alih kode tersebut terjadi antarklausa dalam sebuah kalimat. Klausa

pertama menggunakan BB, yaitu # ada bedik # „ada sedikit‟ dan klausa kedua

menggunakan BI, yaitu # ukuran 5 are #.

6.2.3 Alih kode dalam situasi akrab

Makna sebuah tuturan dapat dilihat dari bahasa yang digunakan,

situasi/tempat berlangsungnya peristiwa tutur, dan kedekatan partisipan. Makna

yang demikian terdapat pada data berikut.

Page 67: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

67

Data 3

(O1) : (4) Yeh, saya kan minta sama adik, gimana ini?

„Wah, saya kan minta pada adik, bagaimana ini?‟

(O2) : (5) Kenkenne, ada apa ne?

„Bagaimana ini, ada apa?‟

(O1) : (6) Sing ja ada engken.

„Tidak ada apa.‟

: (7) Cuma anu saja.

: (8) Kebetulan anune

„Kebetulan ada sesuatu ini.‟

(O2) : (9) Nyen ento?

„Siapa itu?‟

(O1) : (10) Ada bos baru ini dari Palu.

„Ada bos baru dari Palu‟

: (11) Kalau memang anu.

„Kalau memang begitu.‟

: (12) Apang iraga pituru kenal.

„Supaya kita saling kenal.‟

(O2) : (13) Sip, sip, oke!

„Ya, ya saya setuju!‟

Kutipan beberapa tuturan pada data 3 menggunakan BBC, BB, BI, dan

bahasa Inggris. Penggunaan BBC dapat dilihat pada K4, K8, dan K12. Penggunaan

BB dapat dilihat pada K5, K6, dan K9. Penggunaan BI dapat dilihat pada pada K7,

K10, dan bahasa Inggris dapat dilihat pada pada K13. Penggunaan keempat bahasa

itu wajar karena situasinya takresmi.

Peralihan kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K13, Sip, sip, oke!

„Ya, ya saya setuju.‟ Alih kode itu dilakukan oleh O2 dari BB pada K9, Nyen ento?

„Siapa itu?‟ ke bahasa Inggris pada K13, Sip, sip, oke! „Ya, ya saya setuju.‟ Alih

kode itu dilakukan oleh O2 untuk menunjukkan keakraban mereka sebagai

sahabat. Apalagi keduanya sama-sama berasal dari etnis Bali.

Makna alih kode tampak ketika terjadi peralihan kode dari bahasa Bali ke

bahasa Inggris. Dengan melihat bahasa yang digunakan pada K13, tampak sekali

Page 68: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

68

adanya kedekatan di antara mereka. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

tuturan yang terdapat pada K13 bermakna akrab.

Alih kode yang bermakna akrab lainnya dapat dilihat pada data berikut.

Data 16

(01) : (1) Jumei mokuya?

Datang baapa?

„Untuk apa datang kemari?‟

(02) : (2) Datang basiara.

Datang pesiar.

„Silaturahmi.‟

(01) : (3) Impia komi narata?

„Kapan kamu datang?‟

(02) : (4) Tadi.

(01) : (5) Mapia manjili?

„Kapan pulang?‟

(02) : (6) Hari Minggu.

(01) : (7) “Ri Palu riva komiu?”

Di Palu di mana kamu?

„Kamu di mananya di Palu?‟

(02) : (8) Jalan Thamrin.

Beberapa tuturan pada data 16 menggunakan BK, BI/BK, dan BI.

Penggunaan bahasa Kaili dapat dilihat pada K1, K3, K5, dan K7. Penggunaan

BI/BK dapat dilihat pada K2, sedangkan penggunaan BI dapat dilihat pada K4, K6,

dan K8.

Jika diperhatikan secara saksama, sebagian besar bahasa Kaili digunakan

oleh O1 yang berasal dari etnis Bali, sedangkan O2 yang berasal dari etnis Kaili-

Bugis sebagian besar menggunakan BI. Hal ini tentu sangat mengejutkan. Hal ini

disebabkan oleh hubungan di antara mereka yang sangat akrab.

Alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K4, Tadi. Alih kode itu

dilakukan oleh O2 dari BK/BI pada K2 ke BI pada K4. Peralihan kode disebabkan

Page 69: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

69

oleh pengetahuan O2 yang kurang menguasai bahasa Kaili. Walaupun demikian,

tampak adanya keakraban di antara mereka ketika komunikasi berlangsung.

Dengan melihat bahasa yang digunakan, baik oleh O1 maupun O2, tampak

sekali terjadinya keakraban di antara mereka. Penggunaan bahasa yang berbeda

tidak mengurangi rasa keakraban yang ditunjukkan oleh O1 dan O2. Dengan

demikian, tuturan di atas, terutama tuturan pada alih kode, dapat dikatakan

memiliki makna akrab.

6.3 Macam-macam Alih Kode dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur

Masyarakat Bali di Parigi

Sebelum berbicara lebih lanjut tentang macam-macam alih kode, pada

kesempatan ini dikemukakan pembagian alih kode menurut para pakar

sosiolinguistik. Bloom dan Gumperz membagi alih kode menjadi dua bagian,

yaitu: (1) alih kode metaforis dan (2) alih kode situasional. Selanjutnya, Jendra

melihat pembagian alih kode dari beberapa segi: (1) alih kode berdasarkan

kekerabatan bahasa, (2) alih kode berdasarkan variasi lingual, (3) alih kode

berdasarkan penguasaan bahasa, (4) alih kode berdasarkan kelengkapan tutur, dan

(5) alih kode berdasarkan ruang lingkup peralihan.

Selain kedua pakar tersebut, Suwito membedakan alih kode atas dua

macam, yaitu: (1) alih kode internal dan (2) alih kode eksternal. Alih kode internal

adalah alih kode yang terjadi antarbahasa sendiri, sedangkan alih kode eksternal

adalah alih kode yang terjadi antara bahasa sendiri dan bahasa asing.

Page 70: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

70

Jika diperhatikan secara cermat, pembagian alih kode tersebut selain

memiliki perbedaan juga memiliki persamaan. Persamaannya dapat dilihat pada

aspek kekerabatan bahasa. Jika Jendra membagi alih kode berdasarkan

kekerabatan bahasa menjadi alih kode ke dalam dan ke luar, Suwito membaginya

menjadi alih kode internal dan alih kode eksternal. Perbedaannya hanya pada

istilah, sementara kandungan isinya sama.

Poplack (dalam Romaine, 1995:122) membagi alih kode dengan melihat

dari distribusinya dalam kalimat. Poplack membagi alih kode menjadi tiga bagian,

yaitu: (1) alih kode dalam bentuk tag, yaitu alih kode yang terjadi pada akhir

kalimat. Alih kode ini pada dasarnya untuk menegaskan tuturan, baik pada bahasa

yang sama maupun berbeda, (2) alih kode interkalimat, yaitu alih kode yang

terjadi pada antarkalimat, dan (3) alih kode intrakalimat, yaitu alih kode yang

terjadi di dalam suatu kalimat.

Sehubungan dengan pembagian alih kode di atas, penelitian ini terfokus

pada pembagian alih kode yang dikemukakan oleh Jendra. Penjelasan mengenai

pembagian alih kode tersebut dapat dilihat pada uraian berikut.

6.3.1 Alih kode berdasarkan kekerabatan bahasa

Berdasarkan kekerabatan bahasa, alih kode dapat dibedakan menjadi dua

macam, yaitu: (1) alih kode ke dalam (internal code-switching) dan (2) alih kode

ke luar (external code-switching) (Jendra, 2007:160). Penjelasan tentang alih kode

ke dalam dan alih kode ke luar dapat dilihat pada uraian berikut.

Page 71: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

71

6.3.1.1 Alih kode ke dalam (internal code-switching)

Alih kode ke dalam adalah alih kode yang terjadi pada bahasa-bahasa yang

serumpun. Artinya, alih kode tersebut dapat terjadi antara bahasa Bali dan Jawa,

bahasa Bali dan Indonesia, bahasa Kaili dan bahasa Bali, dan sebagainya.

Kaberadaan alih kode ke dalam dapat dilihat pada beberapa tuturan yang terdapat

pada data berikut.

Data 8

Latar : Warung kopi

Topik : Keamanan desa

Partisipan : Pembeli (01)

Penjual (02)

(01) : (1) Aman-aman gen dini Pak?

„Aman-aman saja di sini Pak?‟

(02) : (2) Sampai jani sejak tiang dini sing ja ada kerusuhan.

„Sampai sekarang sejak saya di sini tidak pernah ada kerusuhan.‟

(01) : (3) Tiang, dengar dulu kan ada kerusuhan Poso, malahan ada jilid 1,

2, dan 3. Dini sing ja kenapa-kenapa?

„Saya dengar dulu kan ada kerusuhan Poso, malahan ada jilid 1, 2,

dan 3. Di sini tidak apa-apa?‟

(02) : (4) Sing dini aman.

„Tidak di sini aman.‟

: (5) Kehidupan antarsuku dini baik.

„Kehidupan antarsuku di sini baik.‟

: (6) Yang penting iraga sing mengganggu penduduk asli dini.

„Yang penting kita tidak mengganggu penduduk asli di sini.‟

: (7) Seperti pepatah, ‘di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung.

: (8) Artinya, di mana pun kita berada harus bisa menyesuaikan diri.

: (9) Cara pitutur Baline, apang ngikutin desa, kala, patra, sing keto

Pak?

„Seperti ungkapan Bali-nya, supaya mengikuti desa, kala, patra,

kan begitu Pak?‟

Pada awalnya O1 menggunakan BBC, seperti tampak pada K1, Aman-

aman gen dini Pak? „Aman-aman saja di sini Pak?‟ Kemudian direspons oleh O2

Page 72: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

72

dengan menggunakan BBC juga untuk mengimbangi bahasa yang digunakan oleh

O1.

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K7, Seperti

pepatah, di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung. Alih kode itu dilakukan

oleh O2 dari BBC pada K6, Yang penting iraga sing mengganggu penduduk asli

dini „Yang penting kita tidak mengganggu penduduk asli di sini‟ ke BI pada K7.

Alih kode itu terjadi karena O2 ingin mengutip sebuah pepatah dalam bahasa

Indonesia.

Jika diperhatikan secara saksama, peralihan kode tersebut terjadi antara

BBC pada K6 dan BI pada K7. Oleh karena itu, fenomena alih kode tersebut dapat

digolongkan sebagai alih kode ke dalam (internal code-switching), yaitu peralihan

kode yang terjadi antarbahasa serumpun.

6.3.1.2 Alih kode ke luar (external code-switching)

Alih kode ke luar (external code-switching) adalah alih kode yang terjadi

pada bahasa-bahasa yang tidak serumpun. Bahasa-bahasa yang tidak serumpun

dapat juga diartikan sebagai bahasa-bahasa yang tidak sekerabat, seperti bahasa

Inggris, Belanda, Jepang, Jerman, dan sebagainya. Alih kode yang bersifat ke luar

ditemukan juga dalam penelitian ini.

6.3.2 Alih kode berdasarkan variasi lingual

Berdasarkan variasi lingual, alih kode dapat dibedakan menjadi: (1) alih

kode yang berpola dari bahasa Bali ke bahasa Indonesia, (2) alih kode yang

berpola dari bahasa Bali ke bahasa Inggris, (3) alih kode yang berpola dari bahasa

Page 73: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

73

Bali ke bahasa Kaili, dan (4) alih kode yang berpola dari bahasa Bali ke bahasa

Bugis. Penjelasan mengenai pola-pola alih kode tersebut dapat dilihat pada uraian

berikut.

6.3.2.1 Alih kode yang berpola dari bahasa Bali ke bahasa Indonesia

Alih kode yang berpola dari bahasa Bali ke bahasa Indonesia dapat dilihat

pada data berikut.

Data 9

Latar : Pasar Inpres Tagunung Parigi

Topik : Harga telur

Partisipan : Sahabat Ketut Sukawati (01)

Ketut Sukawati, pedagang (02)

Pembeli, etnis Kaili (03)

(01) : (1) Ba ada atiban medagang, Bu?

„Sudah ada setahun berjualan, Bu?‟

(02) : (2) Tiang ba lebih dua puluh tahunan.

„Saya sudah lebih dua puluh tahun.‟

(01) : (3) Dua puluh tahunan deriki?

„Dua puluh tahun di sini?‟

(02) : (4) Tiang men tahun tujuh tiga deriki, kudang tahun ampun?

„Saya sudah tahun tujuh tiga di sini, berapa tahun sudah?‟

(03) : (5) Berapa telurnya? (datang 03)

(02) : (6) Empat, lima ribu.

: (7) Deriki tahun tujuh tiga.

„Di sini tahun tujuh tiga.‟

: (8) Nenek, bapak, ba sing nu dini, kasihan!

„Nenek, bapak, sudah tidak ada di sini, kasihan!‟

Jika diperhatikan secara saksama, sebagian besar data 9 menggunakan

BBC. Hal ini terlihat jelas pada K1, K2, K3, K4, K7, dan K8. Hanya sebagian kecil

data 9 menggunakan BI, yaitu K5 dan K6. Penggunaan BBC pada data 9 sangat

wajar karena situasinya memang santai dan berlokasi di sebuah pasar tradisional.

Page 74: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

74

Peralihan kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K6, Empat, lima

ribu. Alih kode itu dilakukan oleh O2 dari BBC pada K4, Tiang men tahun tujuh

tiga deriki, kudang tahun ampun? „Saya sudah tahun tujuh tiga di sini, berapa

tahun sudah?‟, ke BI pada K6.

Berhubung peralihan kode tersebut dari BBC ke BI, peralihan kode itu

dapat dikatakan berpola dari bahasa Bali ke bahasa Indonesia. Penyebab alih kode

adalah kehadiran O3 yang berasal dari etnis Kaili. Apalagi, O3 memulai

pembicaraannya dengan menggunakan BI, seperti tampak pada K5, Berapa

telurnya?

6.3.2.2 Alih kode yang berpola dari bahasa Bali ke bahasa Inggris

Alih kode yang berpola dari bahasa Bali ke bahasa Inggris dapat dilihat

pada data berikut.

Data 3

(O1) : (4) Yeh, saya kan minta sama adik, gimana ini?

„Wah, saya kan minta pada adik, bagaimana ini?‟

(O2) : (5) Kenkenne, ada apa ne?

„Bagaimana ini, ada apa?‟

(O1) : (6) Sing ja ada engken.

„Tidak ada apa.‟

: (7) Cuma anu saja.

: (8) Kebetulan anune

„Kebetulan ada sesuatu ini.‟

(O2) : (9) Nyen ento?

„Siapa itu?‟

(O1) : (10) Ada bos baru ini dari Palu.

„Ada bos baru dari Palu‟

: (11) Kalau memang anu.

„Kalau memang begitu.‟

: (12) Apang iraga pituru kenal.

„Supaya kita saling kenal.‟

(O2) : (13) Sip, sip, oke!

„Ya, ya saya setuju!‟

Page 75: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

75

Beberapa tuturan pada data 3 menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan

oleh O1 dan O2 cukup bervariasi. Pada awalnya, O1 menggunakan BBC, seperti

tampak pada K4, Yeh, saya kan minta sama adik, gimana ini? „Wah, saya kan

minta pada adik, bagaimana ini?‟ Tuturan O1 direspons oleh O2 dengan

menggunakan BB pada K5, Kenkenne, ada apa ne? „Bagaimana ini, ada apa?‟

Selain BBC dan BB, tuturan di atas juga menggunakan bahasa Inggris.

Penggunaan bahasa Inggris oleh O2 semata-mata karena kedekatannya dengan O1

sebagai sahabat karib.

Jika diperhatikan dengan cermat data di atas, sebagian besar O1

menggunakan BBC, sedangkan O2 sebagian besar menggunakan BB dalam

tuturannya. Peralihan kode terjadi karena pembicaraan sampai pada K13, Sip, sip,

oke! „Ya, ya saya setuju!‟ Alih kode itu dilakukan oleh O2 sekadar agar dirinya

dianggap terpelajar. Oleh karena itu, O2 beralih kode dari BB pada K9, Nyen ento?

„Siapa itu?‟ ke bahasa Inggris, pada K13. Berhubung peralihan kode itu terjadi dari

bahasa Bali ke bahasa Inggris, alih kode itu dapat dikatakan berpola dari bahasa

Bali ke bahasa Inggris.

6.3.2.3 Alih kode yang berpola dari bahasa Bali ke bahasa Kaili

Alih kode yang berpola dari bahasa Bali ke bahasa Kaili dapat dilihat pada

data berikut.

Data 10

Latar : Pasar Parigi

Topik : Harga minyak kelapa

Partisipan : Tetangga, etnis Bali (01)

Pedagang, etnis Bali (02)

Pembeli, etnis Kaili (03)

Page 76: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

76

(O1) : (1) … Anggona kue, nggih?

„… Dipakai kue, ya?‟

(O2) : (2) Nggih.

„Ya.‟

: (3) Apa le?

„Cari apa?‟

(O3) : (4) Minyak kelapa, berapa? (datang O3)

(O2) : (5) Minyak, tujuh ribu, tujuh ribu.

: (6) Ari, isi dulu minyak itu Nak!

: (7) Ada di jiriken itu.

Beberapa tuturan pada data 10 menggunakan bentuk-bentuk kalimat yang

bervariasi. Ada kalimat yang dibentuk dengan satu kata pada K2, Nggih. „Ya‟; ada

kalimat yang dibentuk dengan dua kata pada K3, Apa le? „Cari apa?‟; ada kalimat

yang dibentuk dengan tiga kata pada K1, … Anggona kue, nggih? „… Dipakai kue,

ya‟; ada kalimat yang dibentuk dengan empat kata pada K7, Ada di jiriken itu; ada

kalimat yang dibentuk dengan lima kata pada K5, Minyak, tujuh ribu, tujuh ribu.

Bahkan, ada kalimat yang dibentuk dengan enam kata pada K6, Ari, isi dulu

minyak itu Nak!

Penggunaan bentuk-bentuk kalimat yang bervariasi itu sangat wajar karena

peristiwa tutur itu berlangung dalam situasi santai. Dalam situasi santai tidak

tertutup kemungkinan digunakan juga bahasa yang bervariasi, seperti halnya data

10. Jika dilihat secara cermat, bahasa yang digunakan adalah BB pada K1, K2; BK

pada K3; dan BI pada K4, K5, K6, dan K7.

Peralihan kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K3, Apa le? „Cari

apa?‟ Alih kode itu dilakukan oleh O2 dari BB pada K2 ke BK pada K3. Peralihan

kode disebabkan oleh kehadiran O3. Berhubung peralihan kode terjadi dari BB ke

BK, alih kode itu dapat dikatakan berpola dari bahasa Bali ke bahasa Kaili.

Page 77: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

77

6.3.2.4 Alih kode yang berpola dari bahasa Bali ke bahasa Bugis

Alih kode yang berpola dari bahasa Bali ke bahasa Bugis dapat dilihat

pada data berikut.

Data 11

Latar : Ruang tamu

Topik : Bahasa Kaili

Partisipan : Ketut Somanadi, etnis Bali (01)

Tetangga, etnis Bali (02)

Nukbah, etnis Kaili (03)

(O1) : (1) … Tapi kalau bahasa Kaili Pak, di situ bilang, ‘Sema sanga miu?

„… Tapi kalau bahasa Kailinya Pak, di situ mengatakan „Siapa

namamu?‟

: (2) Sakuya muni umuru miu?

„Berapa umurmu?‟

: (3) Sakuya muni ana miu?

„Berapa juga anakmu?‟

: (4) Keto, anak berturut-turut to.

„Begitu, orang berturut-turut itu.‟

: (5) Nakuya komiu?

„Sedang apa kamu?‟

: (6) Keto ba, nak berturut-turut to

„Begitu sudah, orang berturut-turut itu.‟

(O2) : (7) Berturut-turut, oh!

(O3) : (8) Degaga harapang.

„Tidak ada harapan.‟

(O1) : (9) Degaga harapang.

„Tidak ada harapan.‟

Data 11 menunjukkan bahwa di Parigi ada seorang warga etnis Bali yang

sangat menguasai BK. Bahkan, O1 berusaha mengajarkan BK kepada tetangganya

yang kebetulan berasal dari etnis Bali juga. Hal ini juga terlihat dari komunikasi

yang dilakukan oleh O1 terhadap O2.

Pada awalnya O1 menggunakan BI yang dicampur dengan bahasa Kaili

ketika berbicara dengan O2. Dari caranya berbicara tampak O1 sangat antusias

mengajarkan BK pada O2. Hal ini tampak pada K1, K2, K3, K4, K5, dan K6.

Page 78: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

78

Selanjutnya, O2 meresponsnya dengan menggunakan BI pada K7, Berturut-turut,

oh!

Peralihan kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K9, Degaga

harapang „Tidak ada harapan.‟ Alih kode itu dilakukan oleh O1 dari BBC pada K6

Keto ba, nak berturut-turut to „Begitu sudah, orang berturut-turut itu‟ ke bahasa

Bugis pada K9. Hal ini sengaja dilakukan oleh O1 untuk merahasiakan sesuatu.

Berhubung peralihan kode terjadi dari bahasa Bali ke bahasa Bugis, alih kode itu

dapat dikatakan berpola dari bahasa Bali ke bahasa Bugis.

6.3.3 Alih kode berdasarkan kelengkapan tutur

Berdasarkan kelengkapan tutur, alih kode dapat dibedakan menjadi dua

macam, yaitu (1) alih kode dari tuturan yang lengkap ke yang tidak lengkap, dan

(2) alih kode dari tuturan yang tidak lengkap ke yang lengkap. Kedua macam alih

kode tersebut dapat dilihat pada uraian berikut.

6.3.3.1 Alih kode dari tuturan yang lengkap ke tuturan yang taklengkap

Alih kode dari tuturan yang lengkap ke tuturan yang taklengkap dapat

dilihat pada data berikut.

Data 12

Latar : Ruang tamu

Topik : Keluarga

Partisipan : Ketut Somanadi, etnis Bali (01)

Abdul Samad, etnis Jawa (02)

Nukbah, etnis Kaili (03)

(01) : (1) Selamat malam!

(02) : (2) Malam!

(01) : (3) Piye to kabare?

„Bagaimana kabarnya?‟

Page 79: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

79

(02) : (4) Kabare ya apik ae to.

„Kabarnya ya baik-baik saja.‟

(01) : (5) Anake Mas ning Sulawesi piro?

„Anaknya Bapak di Sulawesi berapa?‟

(02) : (6) Papatlah.

„Empatlah.‟

(01) : (7) Ning Bali ora enek?

„Di Bali tidak ada?‟

(02) : (8) Ora enek.

„Tidak ada.‟

: (9) Ning kene wong tuane kabeh.

„Di sini orang tuanya semua.‟

(03) : (10) Bojone wong Sulawesi.

„Istrinya orang Sulawesi.‟

(01) : (11) Mas anake tanggal piro ning anu berangkate?

„Pak, anaknya tanggal berapa berangkat?‟

(02) : (12) Tanggal telu September.

„Tanggal tiga September.‟

(01) : (13) September.

(02) : (14) Iyo.

„Ya.‟

(01) : (15) Jadi, karo sopo ning kono?

„Jadi, dengan siapa di sana?‟

(02) : (16) Kontingen Sulawesi Tengah.

Pada awalnya, O1 memulai pembicaraan dengan menggunakan BI, seperti

tampak pada K1, Selamat malam! Tuturan O1 direspons oleh O2 dengan

menggunakan BI, seperti tampak pada K2, Malam! Pada umumnya dalam suatu

peristiwa tutur O2 mengikuti bahasa yang digunakan oleh O1. Jika O1 memulainya

dengan menggunakan BI, O2 pun meresponsnya dengan menggunakan BI.

Demikian pula tuturan pada K3 dan K4. Jika O1 menggunakan bahasa

Jawa, seperti tampak pada K3, Piye to kabare? „Bagaimana kabarnya?‟, O2 pun

meresponsnya dengan menggunakan bahasa Jawa pada K4, Kabare ya apik ae to

„Kabarnya ya baik-baik saja.‟ Tuturan pada kalimat berikutnya pun demikian,

seperti tampak pada K5, K6, K7, K8, K9, K10, K11, K12, K14, dan K15.

Page 80: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

80

Fenomena alih kode terjadi dari BJ pada K11, Mas anake tanggal piro ning

anu berangkate? „Pak, anaknya tanggal berapa berangkat?‟ ke BI pada K13,

September. Alih kode tersebut menggunakan tuturan lengkap dan taklengkap.

Tuturan lengkapnya menggunakan BJ, sedangkan tuturan taklengkapnya

menggunakan BI, seperti tampak pada K11 dan K13. Tuturan lengkap maksudnya

unsur-unsur yang membentuk klausa tersebut lengkap, misalnya ada unsur S, P,

O, dan K, sedangkan tuturan taklengkap maksudnya unsur-unsur yang

membentuk klausa tersebut taklengkap, misalnya hanya ada unsur S atau P.

6.3.3.2 Alih kode dari tuturan yang taklengkap ke tuturan yang lengkap

Alih kode dari tuturan yang taklengkap ke tuturan yang lengkap dapat

dilihat pada data berikut.

Data 12

(01) : (7) Ning Bali ora enek?

„Di Bali tidak ada?‟

(02) : (8) Ora enek.

„Tidak ada.‟

: (9) Ning kene wong tuane kabeh.

„Di sini orang tuanya semua.‟

(03) : (10) Bojone wong Sulawesi.

„Istrinya orang Sulawesi.‟

(01) : (11) Mas anake tanggal piro ning anu berangkate?

„Pak, anaknya tanggal berapa berangkat?‟

(02) : (12) Tanggal telu September.

„Tanggal tiga September.‟

(01) : (13) September.

(02) : (14) Iyo.

„Ya.‟

(01) : (15) Jadi, karo sopo ning kono?

„Jadi, dengan siapa di sana?‟

(02) : (16) Kontingen Sulawesi Tengah.

Page 81: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

81

Beberapa tuturan pada data 12 dimulai dengan menggunakan bahasa Jawa

pada K7, K8, K9, K10, K11, K14, dan K15. Hanya K12 menggunakan bahasa Jawa

dicampur dengan BI. Selebihnya, tuturan tersebut menggunakan BI, seperti

tampak pada K13 dan K16.

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K15, Jadi,

karo sopo ning kono? „Jadi, dengan siapa di sana?‟ Peralihan kode dilakukan oleh

O1 dari BI pada K13, September, ke BJ pada K15. Dengan kata lain, peralihan kode

dilakukan oleh O1 dari tuturan taklengkap pada K13 ke tuturan lengkap K15.

6.3.4 Alih kode berdasarkan ruang lingkup peralihan

Berdasarkan ruang lingkup peralihan, alih kode dibedakan menjadi dua

macam, yaitu (1) alih kode interkalimat (intersentential switching) dan (2) alih

kode intrakalimat (intrasentential switching). Kedua macam alih kode tersebut

dapat dilihat pada uraian berikut.

6.3.4.1 Alih kode interkalimat (intersentential switching)

Alih kode interkalimat dapat dilihat pada data berikut.

Data 8.

(01) : (1) Aman-aman gen dini Pak?

„Aman-aman saja di sini Pak?‟

(02) : (2) Sampai jani sejak tiang dini sing ja ada kerusuhan.

„Sampai sekarang sejak saya di sini tidak pernah ada kerusuhan.‟

(01) : (3) Tiang, dengar dulu kan ada kerusuhan Poso, malahan ada jilid 1,

2, dan 3. Dini sing ja kenapa-kenapa?

„Saya dengar dulu kan ada kerusuhan Poso, malahan ada jilid 1, 2,

dan 3. Di sini tidak apa-apa?‟

(02) : (4) Sing dini aman.

„Tidak di sini aman.‟

: (5) Kehidupan antarsuku dini baik.

„Kehidupan antarsuku di sini baik.‟

Page 82: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

82

: (6) Yang penting iraga sing mengganggu penduduk asli dini.

„Yang penting kita tidak mengganggu penduduk asli di sini.‟

: (7) Seperti pepatah, ‘di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung.

Fenomena alih kode selain bersifat intrakalimat, ada juga yang bersifat

interkalimat. Alih kode interkalimat adalah alih kode yang terjadi antara kalimat

satu dan kalimat lainnya. Alih kode interkalimat dapat dilihat pada data 8.

Pada awalnya, O1 bertutur dengan menggunakan BBC dan direspons oleh

O2 dengan menggunakan BBC juga, seperti tampak pada K1 Aman-aman gen dini

Pak? „Aman-aman saja di sini Pak?‟ dan K2, Sampai jani sejak tiang dini sing ja

ada kerusuhan. „Sampai sekarang sejak saya di sini tidak pernah ada kerusuhan.‟

Penggunaan BBC oleh O2 tiada lain untuk mengimbangi tuturan O1 yang memulai

pembicaraan dengan menggunakan BBC. Bahasa Bali campur adalah bahasa Bali

yang dalam penggunaannya dicampur dengan bahasa lain, yaitu bahasa Indonesia.

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K7, Seperti

pepatah, di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung. Alih kode itu dilakukan

oleh O2 dari BBC pada K6, Yang penting iraga sing mengganggu penduduk asli

dini „Yang penting kita tidak mengganggu penduduk asli di sini.‟ ke BI pada K7.

Peralihan kode terjadi antara kalimat satu dan kalimat lainnya sehingga dapat

digolongkan sebagai alih kode interkalimat.

6.3.4.2 Alih kode intrakalimat (intrasentential switching)

Alih kode intrakalimat dapat dilihat pada data berikut.

Data 7

(01) : (1) … Pak ke sawah, apa ke ladang?

(02) : (2) Ke sawah.

: (3) Ada bedik, ukuran 5 are.

„Ada sedikit, ukuran 5 are.‟

Page 83: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

83

(01) : (4) Coklat banyak punya, Pak?

(02) : (5) Sing ngelah apa tiang.

„Tidak punya apa saya.‟

: (6) Pidan ngelah carik.

„Dahulu punya sawah.‟

: (7) Nu idup bapane, bapane ngelah.

„Masih hidup bapaknya, bapaknya punya.‟

: (8) Tapi sing tawang ada utangne.

„Tetapi tidak tahu ada hutangnya.‟

: (9) Adepa terus.

„Dijual terus.‟

Pada awalnya, O1 memulai pembicaraan dengan menggunakan BI pada

K1, … Pak ke sawah, apa ke ladang? Kemudian, O2 meresponsnya dengan

menggunakan BI juga, seperti tampak pada K2, Ke sawah. Tuturan O2 direspons

lagi oleh O1 dengan menggunakan BI pada K4, Coklat banyak punya, Pak?

Alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K3, Ada bedik, ukuran 5

are „Ada sedikit, ukuran 5 are.‟ Alih kode yang dilakukan oleh O2 terjadi pada

antarklausa dalam sebuah kalimat. Maksudnya, klausa pertama menggunakan BB

dan klausa kedua menggunakan BI, seperti tampak pada K3. Berhubung fenomena

alih kode terjadi pada antarklausa dalam sebuah kalimat, alih kode yang demikian

disebut alih kode intrakalimat (intrasentential switching).

6.3.5 Alih kode menurut Bloom dan Gumperz

Bloom dan Gumperz (1972) membedakan alih kode situasional

(situational code-switching) dan alih kode metaforis (metaphorical code-

switching). Penjelasan kedua alih kode tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah

ini.

Page 84: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

84

6.3.5.1 Alih kode situasional

Alih kode situasional terjadi ketika perubahan bahasa menyertai perubahan

topik/partisipan atau setiap kali situasi komunikasi berubah. Bloom dan Gumperz

mencontohkan di dalam sebuah percakapan, para guru bahasa Navajo biasanya

berbicara bahasa Inggris, tetapi beralih ke bahasa Navajo untuk membicarakan

keluarga mereka. Mereka bisa juga secara situasional beralih ke dalam bahasa

Inggris apabila terdapat orang non-Navajo yang mendengarkan percakapan itu

sehingga pendatang baru itu tidak dikesampingkan.

Alih style bisa juga berubah secara situasional dalam percakapan, mungkin

ketika pesapa beralih dari wanita ke pria atau dari orang dewasa ke anak-anak atau

dengan peralihan dalam topik sosial ke topik kerja. Agar lebih jelas hal ini dapat

dilihat pada uraian berikut.

6.3.5.1.1 Alih kode situasional dalam bentuk alih bahasa

Alih kode situasional dalam bentuk alih bahasa dapat dilihat pada data

berikut.

Data 9

(01) : (3) Dua puluh tahunan deriki?

„Dua puluh tahun di sini?‟

(02) : (4) Tiang men tahun tujuh tiga deriki, kudang tahun ampun?

„Saya sudah tahun tujuh tiga di sini, berapa tahun sudah?‟

(03) : (5) Berapa telurnya? (datang 03)

(02) : (6) Empat, lima ribu.

: (7) Deriki tahun tujuh tiga.

„Di sini tahun tujuh tiga.‟

: (8) Nenek, bapak, ba sing nu dini, kasihan!.

„Nenek, bapak, sudah tidak ada di sini, kasihan!‟

Page 85: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

85

Pembicaraan dimulai oleh O1 dengan menggunakan BBC, seperti tampak

pada K3, Dua puluh tahunan deriki? „Dua puluh tahun di sini?‟ Tuturan O1 pun

direspons oleh O2 pada K4, Tiang men tahun tujuh tiga deriki, kudang tahun

ampun? „Saya sudah tahun tujuh tiga di sini, berapa tahun sudah?‟

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K6, Empat,

lima ribu. Alih kode itu terjadi karena situasinya berubah. Maksudnya, topik

pembicaraannya berubah dari topik tentang kehidupan rumah tangga ke topik

harga telur. Perubahan topik pembicaraan inilah yang menyebabkan terjadinya

peralihan kode dari BBC pada K4, ke BI pada K6. Peralihan kode itu dapat

digolongkan sebagai alih kode situasional dalam bentuk alih bahasa.

6.3.5.1.2 Alih kode situasional dalam bentuk alih style

Selain alih kode situasional dalam bentuk alih bahasa, penelitian ini juga

menemukan alih kode dalam bentuk alih style. Alih kode yang demikian dapat

dilihat pada data berikut.

Data 5

(01) : (4) Ada rezeki kita terima, syukur.

: (5) Ada yang dimasak, syukur.

: (6) Jadi manusia tidak pernah syukur, wah.

(02) : (7) Bahaya!

(01) : (8) Saya tidak sarjana, tapi saya hanya belajar otodidak, baca buku,

mendengar orang bijak, kalau diskusi kita catat.

(03) : (9) Tiang pamit, nggih? (datang 03)

„Saya permisi ya?‟

(01) : (10) Mai wa, kenken bapanne seger?

„Kemari Bibi, bagaimana bapaknya sehat?‟

(03) : (11) Keto dogen ba, nak rematik.

„Begitu saja sudah, orang rematik.‟

(12) Sing taen kija-kija, jumah dogen.

„Tidak pernah ke mana-mana, di rumah saja.‟

Page 86: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

86

Pada awalnya, O1 menggunakan BI ketika berbicara dengan O2. Hal ini

dapat dilihat pada K4, K5, dan K6. Kemudian, O2 pun meresponsnya dengan

menggunakan BI pada K7, Bahaya!

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K10, Mai wa,

kenken bapanne seger? „Kemari Bibi, bagaimana bapaknya sehat?‟ Peralihan

kode itu dilakukan oleh O1 dari BI pada K8, Saya tidak sarjana, tapi saya hanya

belajar otodidak, baca buku, mendengar orang bijak, kalau diskusi kita catat. ke

BB pada K10, Mai wa, kenken bapanne seger? „Kemari Bibi, bagaimana bapaknya

sehat?‟ Alih kode itu dilakukan karena hadirnya O3 dalam pembicaraan.

Alih kode pada hakikatnya dilakukan juga oleh O3 dari BBH pada K9,

Tiang pamit, nggih? „Saya permisi ya?‟ ke BBL pada K11, Keto dogen ba, nak

rematik. „Begitu saja sudah, orang rematik.‟ dan K12, Sing taen kija-kija, jumah

dogen „Tidak pernah ke mana-mana, di rumah saja.‟ Alih kode dilakukan oleh O3

untuk mengimbangi penggunaaan bahasa O1 yang menggunakan BBL. Berhubung

alih kode itu terjadi dari BBH ke BBL, fenomena bahasa tersebut dapat

digolongkan sebagai alih kode situasional dalam bentuk alih style.

6.3.5.2 Alih kode metaforis

Alih kode metaforis terjadi di dalam satu situasi, tetapi menambah makna

pada komponen tuturan, seperti hubungan peran yang dinyatakan. Alih kode

metaforis dalam kenyataannya dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu (1) alih kode

metaforis dalam bentuk alih bahasa, dan (2) alih kode metaforis dalam bentuk alih

style. Kedua bentuk alih kode metaforis tersebut dapat dilihat pada uraian berikut.

Page 87: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

87

6.3.5.2.1 Alih kode metaforis dalam bentuk alih bahasa

Alih kode metaforis dalam bentuk alih bahasa dapat dilihat pada data

berikut.

Data 13

Latar : Pasar

Topik : Harga kaset

Partisipan : Baso, etnis Bugis (01)

Ketut Nadi, atnis Bali (02)

(01) : (1) Kuda besik ne, Pak?

„Berapa satu ini, Pak?‟

(02) : (2) Sembilan belas, oh ne!

„Sembilan belas, oh ini!‟

(01) : (3) Kaset dangdut, dangdut.

(02) : (4) Oh, dangdut… sembilan belas.

(01) : (5) Sing dadi tawahin?

„Tidak boleh ditawar?‟

(02) : (6) Memang harga pas.

(01) : (7) Baang kuang bedik, nah?

„Berikan kurang sedikit, ya?‟

(02) : (8) Sudah pas hargane, sing dadi kuang.

„Sudah pas harganya, tidak boleh kurang.‟

(01) : (9) Nyemak dua ne!

„Ngambil dua ini.‟

(02) : (10) Nyemak dua?

„Ngambil dua?‟

: (11) Nah, potong bin siu-siu.

„Ya, potong lagi seribu-seribu‟

: (12) Tiga puluh enam dadine.

„Tiga puluh enam jadinya.‟

Pada awalnya, O1 menggunakan BBC pada K1, Kuda besik ne, Pak?

„Berapa satu ini, Pak?‟ Lalu direspons oleh O2 dengan menggunakan BBC juga,

seperti pada K2, Sembilan belas, oh ne! „Sembilan belas, oh ini!‟

Alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K4, Oh, dangdut…

sembilan belas. Peralihan kode itu dilakukan oleh O2 dari BBC pada K2 ke BI

Page 88: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

88

pada K4. Tuturan pada K4 menunjukkan bahwa O2 menggunakan bentuk metaforis

ketika berbicara dengan O1.

Alih kode pada data 13 dapat digolongkan sebagai alih kode metafora

dalam bentuk alih bahasa. Mengapa demikian? Pertama, tuturan yang terdapat

pada K4 tidak dapat diartikan kata per kata. Kedua, peralihan kode itu memiliki

makna tambahan.

6.3.5.2.2 Alih kode metaforis dalam bentuk alih style

Alih kode metaforis dalam bentuk alih style dapat dilihat pada data berikut.

Data 14

Latar : Dapur

Topik : Masak-memasak

Partisipan : Sahabat istri (01)

Istri (02)

Suami (03)

(01) : (1) … Orang masak itu tertekan!

: (2) Kita, ibu rumah tangga, mikir besok apa lagi?

(02) : (3) Ya, membosankan besok apa lagi?

(03) : (4) Jukut undis sambalnya sambal undis.

„Sayur undis sambalnya sambal undis.‟

(02) : (5) Ya saya kadang-kadang bertengkar cuma masalah makanan.

: (6) Saya bilang, Bli saya tidak sanggup.

„Saya katakan, Kak saya tidak sanggup.‟

: (7) Eh, eh gara-gara uyah-sera bisa cerai.

„Eh, eh gara-gara garam-terasi bisa cerai.‟

Pembicaraan dimulai oleh O1 dengan menggunakan BI. Tuturan O1

direspons oleh O2 dengan menggunakan BI juga pada K3, Ya, membosankan

besok apa lagi?

Alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K7, Eh, eh gara-gara

uyah-sera bisa cerai „Eh, eh gara-gara garam-terasi bisa cerai‟ Peralihan kode ini

Page 89: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

89

dilakukan oleh O2 dari BI pada K5, Ya, saya kadang-kadang bertengkar cuma

masalah makanan, ke BBC pada K7. Peralihan kode tersebut dapat digolongkan

sebagai alih kode metaforis dalam bentuk alih style. Maksudnya, tuturan pada K7

bukan dalam arti yang sebenarnya. Buktinya, meskipun tuturan pada K7 itu

disampaikan dalam peristiwa tutur, pasangan suami istri itu tetap utuh, harmonis,

dan tidak cerai.

Secara lengkap macam-macam alih kode tersebut dapat dilihat pada bagan

di bawah ini.

Macam-macam

Alih Kode

AK → Kekerabatan Bahasa

1. AK ke Dalam

2. AK ke Luar

AK → Variasi Lingual

1. AK BB → BI

2. AK BB → BIng.

3. AK BB → BK

4. AK BB → BBg

AK → Kelengkapan Tutur

1. AK Tutur Lengkap → Tutur Taklengkap

2. AK Tutur Taklengkap → Tutur Lengkap

AK → Ruang Lingkup Peralihan

1. AK Interkalimat

2. AK Intrakalimat

AK → Bloom dan Gumperz

1. AK Situasional

2. AK Metaforis

Bagan 6.1

Macam-macam Alih Kode Penggunaan Bahasa Guyub Tutur

Masyarakat Bali di Parigi

Page 90: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

90

6.4 Fungsi Alih Kode dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur Masyarakat

Bali di Parigi

Sebagai bahan perbandingan, pada kesempatan ini dikemukakan fungsi

alih kode dari para pakar sosiolinguistik; di antaranya: Gumperz, Wardhaugh,

Ibrahim, dan Chaer. Menurut Gumperz, alih kode memiliki enam fungsi, yaitu: (1)

untuk mengutip, (2) untuk mengkhususkan orang yang dituju, (3) untuk

menyampaikan seruan, (4) untuk mengulangi pernyataan, (5) untuk membatasi

pesan, dan (6) untuk personalisasi. Wardhaugh mengemukakan tiga fungsi alih

kode, yaitu: (1) untuk mengungkapkan rasa persahabatan, (2) keakraban, dan (3)

solidaritas pada seseorang atau mitra wicara, sementara Ibrahim mengemukakan

lima fungsi alih kode, yaitu: (1) sebagai penghalus atau penguat permintaan atau

perintah, (2) meninggikan intensitas, (3) untuk efek humor, (4) merasakan

sesuatu, dan (5) sebagai strategi perbaikan ketika para penutur menyadari bahwa

mereka telah menggunakan kode yang tidak benar.

Selain ketiga pakar tersebut, Chaer dan Agustina mengemukakan tiga

fungsi alih kode. Ketiga fungsi alih kode tersebut, yaitu: (1) untuk mendapatkan

keuntungan atau manfaat, (2) untuk menjalani rasa keakraban dan rasa kesamaan,

untuk mengimbangi kemampuan mitra wicara, dan (3) untuk memudahkan suatu

urusan dan persoalan.

Setelah dicermati dengan baik, ternyata pandangan para pakar sosio-

linguistik tentang fungsi alih kode cukup beragam. Meskipun demikian,

pandangan mereka memiliki persamaan juga, terutama pandangan dari

Wardhaugh dan Chaer. Pandangan mereka sama-sama memperlihatkan bahwa

Page 91: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

91

alih kode memiliki fungsi untuk mengungkapkan rasa persahabatan dan

keakraban.

Sehubungan dengan fungsi alih kode, penelitian ini menemukan 10 fungsi

alih kode. Penjelasannya dapat dilihat pada uraian berikut.

6.4.1 Fungsi alih kode untuk menawar sesuatu

Fungsi alih kode untuk menawar sesuatu dapat dilihat pada data berikut.

Data 15

Latar : Pasar

Topik : Harga kaca mata

Partisipan : Gusli, etnis Bugis (01)

Wy. Netra, etnis Bali (02)

(01) : (1) Mai Pak cingakin!

„Mari Pak dilihat!‟

: (2) Kaca mata napi?

„Kaca mata apa?‟

(02) : (3) Kaca mata ne luung.

„Kaca mata yang bagus.‟

(01) : (4) Anggon menek motor.

„Pakai sepeda motor.‟

: (5) Nah, ne luung Pak.

„Nah, yang ini bagus Pak.‟

: (6) Petenge yen mejalan sing kena abu.

„Malamnya kalau berjalan tidak kena debu.‟

: (7) Tes tes gen, tes malu.

„Tes tes saja, tes dulu.‟

: (8) Mudah-mudahan masi hargane to.

„Murah-murah juga harganya itu‟

(02) : (9) Maal ne maal?

„Mahal ini mahal?‟

(01) : (10) Mudah masi.

„Murah juga‟

: (11) Ngajak timpal kene dadi sing maal-maal.

„Dengan teman begini tidak boleh mahal-mahal‟

(02) : (12) Nyak ganteng ba?

„Mau ganteng sudah?‟

(01) : (13) Beh, nyak ganteng, cara artis apa adane, Rano Karno.

„Wah, tampan juga, seperti apa namanya, Rano Karno.‟

Page 92: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

92

(02) : (14) Kuda ne Pak?

„Berapa ini Pak?‟

(01) : (15) Niki jak timpal gen pak nah.

„Ini sama teman saja, Pak ya.‟

: (16) Terus terang biasane tiang ngadep ji selae.

„Terus terang biasanya saya menjual dengan harga dua puluh lima‟

(02) : (17) Selae?

„Dua puluh lima?‟

(01) : (18) Nah jani baang duang dasa jak timpal.

„Ya sekarang diberi dua puluh sama teman.‟

(02) : (19) Untuk menghindari debu.

(01) : (20) Nggih.

„Ya.‟

: (21) Kaca mata kan untuk sehat, untuk penampilan.

Peristiwa tutur ini terjadi di sebuah pasar. Di pasar itu ada seorang

pedagang kaca mata dari etnis Bugis yang sangat menguasai BB. Bahkan, tuturan

yang disampaikan saat berjualan sebagian besar menggunakan BB. Pembicaraan

dimulai oleh O1 dengan menggunakan BB, seperti tampak pada K1, Mai Pak

cingakin! „Mari Pak dilihat!‟; K2, Kaca mata napi? „Kaca mata apa?‟. Tuturan O1

direspons oleh O2 pada K3, Kaca mata ne luung „Kaca mata yang bagus.‟

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K19, Untuk

menghindari debu. Alih kode itu dilakukan oleh O2 dari BB pada K17, Selae?

„Dua puluh lima?‟ (maksudnya, dua puluh lima ribu), ke BI pada K19. Oleh karena

itu, penggunaan BI pada K19 dapat dikatakan memiliki fungsi untuk menawar

sesuatu. Dengan kata lain, bahasa yang digunakan oleh O2 untuk menawar

sesuatu.

Fungsi alih kode yang demikian dapat pula dilihat pada data berikut.

Data 13

(01) : (1) Kuda besik ne, Pak?

„Berapa satu ini, Pak?‟

(02) : (2) Sembilan belas, oh ne!

„Sembilan belas, oh ini!‟

Page 93: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

93

(01) : (3) Kaset dangdut, dangdut.

(02) : (4) Oh, dangdut… sembilan belas.

(01) : (5) Sing dadi tawahin?

„Tidak boleh ditawar?‟

(02) : (6) Memang harga pas.

(01) : (7) Baang kuang bedik, nah?

„Berikan kurang sedikit, ya?‟

(02) : (8) Sudah pas hargane, sing dadi kuang.

„Sudah pas harganya, tidak boleh kurang.‟

(01) : (9) Nyemak dua ne!

„Ngambil dua ini.‟

(02) : (10) Nyemak dua?

„Ngambil dua?‟

Beberapa tuturan pada data 13 menggunakan BBC, BB, dan BI.

Penggunaan BBC dapat dilihat pada K2 dan K8. Penggunaan BB dapat dilihat

pada K5, K7, K9, dan K10, sedangkan penggunaan BI dapat dilihat pada K3, K4,

dan K6.

Alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K8, Sudah pas hargane,

sing dadi kuang „Sudah pas harganya, tidak boleh kurang.‟ Alih kode itu

dilakukan oleh O2 dari BI pada K6, Memang harga pas, ke BBC pada K8.

Berhubung alih kode itu mengakibatkan harga barang tidak boleh kurang,

fenomena bahasa itu dapat dikatakan memiliki fungsi untuk menawar sesuatu.

Maksudnya, tuturan pada K8 itulah menyebabkan O1 tetap membeli barang yang

diinginkan.

6.4.2 Fungsi alih kode sebagai personal

Seseorang menggunakan bahasa untuk mencurahkan perasaan dan pikiran

disebut fungsi personal. Fungsi ini dapat dilihat pada data berikut.

Page 94: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

94

Data 10

(O1) : (1) … Anggona kue, nggih

„… Dipakai kue, ya‟

(O2) : (2) Nggih.

„Ya.‟

: (3) Apa le?

„Cari apa?‟

(O3) : (4) Minyak kelapa, berapa? (datang O3)

(O2) : (5) Minyak, tujuh ribu, tujuh ribu.

: (6) Ari, isi dulu minyak itu Nak!

Beberapa tuturan pada data 10 menggunakan BBC pada K1, BB pada K2,

BK pada K3, BI pada K4, K5, dan K6. Penggunaan bahasa yang bervariasi itu

sangat wajar karena situasinya memang menghendaki demikian, yaitu situasi

takresmi.

Alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K3, Apa le? „Cari apa?‟.

Alih kode itu dilakukan oleh O2 dari BB pada K2 ke BK pada K3. Penyebabnya

tiada lain karena hadirnya O3 yang berasal dari etnis Kaili. Penggunaan BK oleh

O2 ternyata tidak diimbangi oleh O3. Bahkan, O3 meresponsnya dengan

menggunakan BI, seperti tampak pada K4, Minyak kelapa, berapa? Tidak

menutup kemungkinan O3 menggunakan BI karena dirinya merasa sedang

berbicara dengan etnis lain. Oleh karena itu, O3 menggunakan BI sebagai alat

komunikasi antaretnis. Berhubung O3 tidak terpancing menggunakan BK, O2 pun

beralih kode dari BK pada K3 ke BI pada K5. Alih kode itu semata-mata untuk

mengimbangi penggunaan BI oleh O3.

Fungsi personal tampak ketika pembicaraan sampai pada K3 Apa le? „Cari

apa?‟ Tuturan O2 pada K3 jelas merupakan ungkapan perasaan untuk mengetahui

apa yang dicari oleh mitra wicara, yaitu O3. Oleh karena itu, bahasa dalam alih

kode itu dapat dikatakan memiliki fungsi personal.

Page 95: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

95

Fungsi personal lainnya dapat dilihat pada data berikut.

Data 16

(01) : (1) Jumei mokuya?

„Untuk apa datang kemari?‟

(02) : (2) Datang basiara.

„Datang pesiar.‟

(01) : (3) Impia komi narata?

„Kapan kamu datang?‟

(02) : (4) Tadi.

(01) : (5) Mapia manjili?

„Kapan pulang?‟

(02) : (6) Hari Minggu.

(01) : (7) Ri Palu riva komiu?

„Kamu di mananya di Palu?‟

(02) : (8) Jalan Thamrin.

Kutipan beberapa tuturan yang terdapat pada data 16 menggunakan BK

pada K1, K3, K5, dan K7; BC pada K2, dan BI pada K4, K6, dan K8. Penggunaan

bahasa yang bervariasi sangat wajar karena situasinya takresmi dan dilakukan

oleh dua sahabat karib.

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K4, Tadi.

Alih kode itu dilakukan oleh O2 dari bahasa Kaili yang dicampur dengan BI pada

K2 ke BI pada K4. Fungsi bahasa dalam alih kode tersebut adalah keinginan O2

menggunakan bahasa untuk mencurahkan perasaan dan pikirannya kepada mitra

wicara. Sehubungan dengan itu, bahasa yang digunakan oleh O1 dapat dikatakan

memiliki fungsi personal.

6.4.3 Fungsi alih kode untuk memperoleh pengetahuan

Bahasa yang digunakan oleh seseorang cenderung untuk memperoleh

suatu pengetahuan. Fungsi alih kode ini pada hakikatnya sering dipergunakan oleh

Page 96: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

96

orang dalam bentuk pertanyaan yang menuntut jawaban. Fungsi tersebut dapat

dilihat pada data berikut.

Data 10

(O1) : (1) … Anggona kue, nggih

„… Dipakai kue, ya‟

(O2) : (2) Nggih.

„Ya.‟

: (3) Apa le?

„Cari apa?‟

(O3) : (4) Minyak kelapa, berapa? (datang O3)

(O2) : (5) Minyak, tujuh ribu, tujuh ribu.

Kutipan beberapa tuturan yang terdapat pada data 10 menggunakan BBC

pada K1, BB pada K2, BK pada K3, dan BI pada K4 dan K5. Penggunaan bahasa

yang bervariasi itu disebabkan oleh situasinya memang takresmi.

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K3, Apa le?

„Cari apa?‟ Peralihan kode tersebut dilakukan oleh O2 dari BB pada K2 ke BK

pada K3. Penyebab terjadinya alih kode tersebut karena kehadiran O3 yang berasal

dari etnis Kaili. Oleh karena itu, O2 menggunakan BK, seperti tampak pada K3.

Berhubung tuturan pada K3 berupa kalimat tanya yang menuntut suatu

jawaban, alih kode tersebut dapat dikatakan memiliki fungsi untuk memperoleh

pengetahuan. Maksudnya, dari pertanyaan tersebut seseorang akan memperoleh

suatu pengetahuan.

Fungsi alih kode untuk memperoleh pengetahuan lainnya dapat dilihat

pada data berikut.

Data 12

(01) : (1) Selamat malam!

(02) : (2) Malam!

(01) : (3) Piye to kabare?

„Bagaimana kabarnya?‟

Page 97: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

97

(02) : (4) Kabare ya apik ae to.

„Kabarnya ya baik-baik saja.‟

(01) : (5) Anake Mas ning Sulawesi piro?

„Anaknya Bapak di Sulawesi berapa?‟

(02) : (6) Papatlah.

„Empatlah.‟

(01) : (7) Ning Bali ora enek?

„Di Bali tidak ada?‟

(02) : (8) Ora enek.

„Tidak ada.‟

: (9) Ning kene wong tuane kabeh.

„Di sini orang tuanya semua.‟

(03) : (10) Bojone wong Sulawesi.

„Istrinya orang Sulawesi.‟

Kutipan beberapa tuturan pada K12 menggunakan BI pada K1, K2 dan

bahasa Jawa pada K3, K4, K5, K6, K7, K8, K9, dan K10. Penggunaan bahasa yang

bervariasi itu wajar karena situasinya takresmi.

Pada awalnya, O1 menggunakan BI, seperti tampak pada K1, Selamat

malam! Kemudian, O2 merespons dengan menggunakan BI juga pada K2, Malam!

Penggunaan BJ oleh O1 dilakukan setelah bertemu dengan O2 yang berasal dari

etnis Jawa. Berhubung O1 tidak mengalami kesulitan berbahasa Jawa, O2 pun

mengimbanginya dengan menggunakan bahasa Jawa. Bahkan, tuturan berikutnya,

baik O1 maupun O2, selalu menggunakan bahasa Jawa, seperti tampak pada K3,

K4, K5, K6, K7, K8, K9, dan K10.

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K3, Piye to

kabare? „Bagaimana kabarnya?‟ Alih kode itu dilakukan oleh O1 dari BI ke

bahasa Jawa. Penyebabnya tiada lain karena O1 mengetahui bahwa O2 berasal dari

etnis Jawa.

Peralihan kode juga dilakukan oleh O2 untuk mengimbangi bahasa yang

dilakukan oleh O1, yaitu bahasa Jawa. Alih kode itu dilakukan oleh O2 dari BI

Page 98: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

98

pada K2 ke bahasa Jawa pada K4, Kabare ya apik ae to. „Kabarnya ya baik-baik

saja.‟

Fungsi alih kode tampak ketika pembicaraan sampai pada K3, Piye to

kabare? „Bagaimana kabarnya?‟ Pertanyaan itu tentu mengharapkan suatu

jawaban, seperti tampak pada K4, Kabare ya apik ae to „Kabarnya ya baik-baik

saja.‟ Dengan demikian, pertanyaan yang terdapat pada K3 dapat dikatakan

memiliki fungsi untuk memperoleh pengetahuan.

6.4.4 Fungsi alih kode untuk berimajinatif

Fungsi imajinatif berkaitan dengan penggunaan bahasa untuk

mengungkapkan imajinasi seseorang dan gambaran-gambaran tentang discovery

seseorang yang tidak sesuai dengan realitas. Fungsi imajinatif ini dapat dilihat

pada data berikut.

Data 8

(02) : (4) Sing dini aman.

„Tidak di sini aman.‟

: (5) Kehidupan antarsuku dini baik.

„Kehidupan antarsuku di sini baik.‟

: (6) Yang penting iraga sing mengganggu penduduk asli dini.

„Yang penting kita tidak mengganggu penduduk asli di sini.

: (7) Seperti pepatah, ‘di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung.

: (8) Artinya, di mana pun kita berada harus bisa menyesuaikan diri.

Beberapa tuturan yang terdapat pada data 8 menggunakan BBC pada K4,

K5, K6, dan BI pada K7 dan K8. Penggunaan BBC dan BI pada data 8 sangat wajar

karena situasinya takresmi. Bahkan, sebagian besar bahasa yang digunakan pada

data 8 adalah BBC.

Page 99: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

99

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K7, Seperti

pepatah, di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung. Peralihan kode tersebut

dilakukan oleh O2 dari BBC pada K6, Yang penting iraga sing mengganggu

penduduk asli dini „Yang penting kita tidak mengganggu penduduk asli di sini,‟

ke BI pada K7. Alih kode yang dilakukan oleh O2 disebabkan oleh keinginan O2

mengutip sebuah pepatah, seperti tampak pada K7.

Fungsi imajinatif tampak ketika pembicaraan sampai pada K7. Dalam hal

ini, O2 berkeinginan mengutip pepatah, seperti tampak pada K7. Berhubung

kutipan tersebut tidak sesuai dengan realitas, alih kode itu dapat dikatakan

memiliki fungsi imajinatif. Maksudnya, penggunaan bahasa untuk

mengungkapkan imajinasi seseorang dan gambaran-gambaran tentang discovery

seseorang yang tidak sesuai dengan realitas.

Fungsi imajinatif lainnya dapat dilihat pada data berikut.

Data 14

(01) : (1) … Orang masak itu tertekan!

: (2) Kita, ibu rumah tangga, mikir besok apa lagi?

(02) : (3) Ya, membosankan besok apa lagi?

(03) : (4) Jukut undis sambalnya sambal undis.

„Sayur undis sambalnya sambal undis.‟

(02) : (5) Ya saya kadang-kadang bertengkar cuma masalah makanan.

: (6) Saya bilang, Bli saya tidak sanggup.

„Saya katakan, Kak saya tidak sanggup.‟

: (7) Eh, eh gara-gara uyah-sera bisa cerai.

„Eh, eh gara-gara garam-terasi bisa cerai‟

Beberapa tuturan pada data 14 menggunakan BI dan BBC. Penggunaan BI

dapat dilihat pada K1, K2, K3, dan K5, dan penggunaan BBC dapat dilihat pada K4,

K6, dan K7. Penggunaan bahasa yang bervariasi tersebut sangat wajar karena

situasi yang takresmi.

Page 100: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

100

Alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K7, Eh, eh gara-gara

uyah-sera bisa cerai „Eh, eh gara-gara garam-terasi bisa cerai‟ Peralihan kode itu

dilakukan oleh O2 dari BI pada K5, Ya saya kadang-kadang bertengkar cuma

masalah makanan, ke BBC pada K7. Alih kode itu disebabkan oleh keinginan O2

mengutip pepatah dalam bahasa Bali.

Fungsi imajinatif tampak pada K7, Eh, eh gara-gara uyah-sera bisa cerai.

„Eh, eh gara-gara garam-terasi bisa cerai‟ Berhubung tuturan tersebut hanya

berupa pepatah dan tidak memiliki arti yang sebenarnya, fenomena bahasa

tersebut dapat dikatakan memiliki fungsi imajinatif.

6.4.5 Fungsi alih kode untuk menggambarkan suatu pemikiran atau

wawasan

Fungsi alih kode untuk menggambarkan suatu pemikiran atau wawasan

dapat dilihat data berikut.

Data 17

Latar : Halaman rumah

Topik : Tugas Pradah

Partisipan : Tetangga (01)

Tuan rumah (02)

Ketua adat (03)

(01) : (1) … Berarti secara tidak langsung ikut juga melestarikan ajeg Bali

Pak Tut ya.

(02) : (2) Ya secara tidak langsung tujuannya untuk ngajegang Bali

sebenarnya, ten kenten?

„Ya secara tidak langsung tujuannya untuk mengajegkan Bali

sebenarnya, kan begitu?‟

: (3) Pradah yang tiang tahu paling mendasar ya merupakan beban

orang tua, ten kenten?

„Pradah yang saya tahu paling mendasar ya merupakan beban

orang tua, kan begitu?‟

(01) : (4) Nggih.

(03) : (5) Pradah itu termasuk tulang punggungnya dari umat.

Page 101: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

101

Beberapa tuturan yang terdapat pada data 17 menggunakan BBC pada K2,

K3; BB pada K4; dan BI pada K1 dan K5. Penggunaan beberapa bahasa tersebut

dipengaruhi oleh situasi peristiwa tutur yang tergolong situasi takresmi. Oleh

karena itu, partisipan menggunakan BBC, BB, dan BI, seperti tampak pada data

17.

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K5. Alih kode

itu disebabkan oleh keinginan O3 memperjelas keterangan yang dipaparkan oleh

O2 pada K2 dan K3. Dengan demikian, muncullah tuturan, seperti tampak pada K5,

Pradah itu termasuk tulang punggungnya dari umat.

Penjelasan yang terdapat pada K5 tersebut dapat dikatakan memiliki fungsi

untuk menggambarkan pikiran atau wawasan kepada orang lain. Maksudnya,

penggunaan alih kode itu untuk menggambarkan pemikiran atau wawasan serta

penyampaiannya kepada orang lain.

Fungsi alih kode untuk menggambarkan suatu pikiran atau wawasan

lainnya dapat dilihat pada data berikut.

Data 8

(02) : (4) Sing dini aman.

„Tidak di sini aman.‟

: (5) Kehidupan antarsuku dini baik.

„Kehidupan antarsuku di sini baik.‟

: (6) Yang penting iraga sing mengganggu penduduk asli dini.

„Yang penting kita tidak mengganggu penduduk asli di sini.

: (7) Seperti pepatah, ‘di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung.

: (8) Artinya, di mana pun kita berada harus bisa menyesuaikan diri.

Pembicaraan di atas dimulai dengan menggunakan BBC pada K4, K5, dan

K6. Penggunaan BI hanya terdapat pada K7 dan K8. Penggunaan BBC dan BI pada

Page 102: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

102

data 8 sangat wajar karena situasi yang melingkupi peristiwa tutur itu adalah

situasi takresmi.

Alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K7 dan K8. Alih kode

itu dilakukan oleh O2 dari BBC pada K6, Yang penting iraga sing mengganggu

penduduk asli dini „Yang penting kita tidak mengganggu penduduk asli di sini‟.

ke BI pada K7, Seperti pepatah, ‘di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung.

Sehubungan dengan fenomena alih kode tersebut, penjelasan yang terdapat

pada K7 dapat dikatakan memiliki fungsi untuk menggambarkan suatu pikiran

atau wawasan. Maksudnya, penggunaan bahasa untuk menggambarkan pemikiran

dan wawasan serta penyampaiannya kepada orang lain.

6.4.6 Fungsi alih kode untuk menunjukkan rasa sosial

Fungsi alih kode untuk menunjukkan rasa sosial dapat dilihat pada data

berikut.

Data 10

(O1) : (1) … Anggona kue, nggih

„… Dipakai kue, ya‟

(O2) : (2) Nggih.

„Ya.‟

: (3) Apa le?

„Cari apa?‟

(O3) : (4) Minyak kelapa, berapa? (datang O3)

(O2) : (5) Minyak, tujuh ribu, tujuh ribu.

Beberapa tuturan yang terdapat pada data 10 menggunakan BBC, BB, BK,

dan BI. Penggunaan BBC dapat dilihat pada K1, penggunaan BB dapat dilihat

pada K2, penggunaan BK dapat dilihat pada K3, dan penggunaan BI dapat dilihat

Page 103: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

103

pada K4 dan K5. Penggunaan bahasa yang demikian wajar karena situasinya

takresmi.

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K3, Apa le?

„Cari apa?‟ Peralihan kode itu dilakukan oleh O2 dari BB pada K2, Nggih „Ya.‟ ke

BK pada K3, Apa le? „Cari apa?‟ Peralihan kode itu dilakukan oleh O2 dari BB

pada K2, Nggih. „Ya,‟ ke BK pada K3 , Apa le? „Cari apa?‟ Peralihan kode itu

disebabkan oleh kehadiran O3 dalam peristiwa tutur. Kebetulan O3 berasal dari

etnis Kaili dan tidak bisa berbahasa Bali. Alangkah tidak etisnya jika O2 tetap

berbahasa Bali.

Peralihan kode yang dilakukan oleh O2 sangat tepat. Dalam peristiwa tutur

tersebut O2 bermaksud menghormati hadirnya orang ketiga yang ikut terlibat

dalam pembicaraan. Oleh karena itu, peralihan kode yang dilakukan oleh O2 pada

data 10 dapat dikatakan memiliki fungsi sosial.

Contoh alih kode yang berfungsi sosial lainnya dapat dilihat pada data

berikut.

Data 5

(01) : (4) Ada rezeki kita terima, syukur.

: (5) Ada yang dimasak, syukur.

: (6) Jadi manusia tidak pernah syukur, wah.

(02) : (7) Bahaya!

(01) : (8) Saya tidak sarjana, tapi saya hanya belajar otodidak, baca buku,

mendengar orang bijak, kalau diskusi kita catat.

(03) : (9) Tiang pamit, nggih? (datang 03)

„Saya permisi ya?‟

(01) : (10) Mai wa, kenken bapanne seger?

„Kemari Bibi, bagaimana bapaknya sehat?‟

(03) : (11) Keto dogen ba, nak rematik.

„Begitu saja sudah, orang rematik.‟

(12) Sing taen kija-kija, jumah dogen.

„Tidak pernah ke mana-mana, di rumah saja.‟

Page 104: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

104

Pembicaraan di atas dimulai dengan menggunakan BI pada K4. Kemudian,

pembicaraan juga diikuti dengan menggunakan BI, seperti tampak pada K5, K6,

K7, dan K8. Penggunaan BB muncul ketika pembicaraan sampai pada K9, K10, K11,

dan K12.

Peralihan kode dari BI ke BB terjadi saat kehadiran O3. Dalam hal ini O3

memulai pembicaraan dengan menggunakan BB, seperti tampak pada K9, Tiang

pamit, nggih? „Saya permisi ya?‟ Akhirnya, O1 pun terpengaruh oleh bahasa yang

digunakan oleh O3, yaitu BB. Dengan demikian, terjadilah alih kode dari BI ke

BB. Alih kode tersebut dilakukan oleh O1.

Berhubung dilakukan setelah kehadiran O3, tuturan dalam alih kode itu

dapat dikatakan memiliki fungsi sosial. Maksudnya, peralihan kode yang

dilakukan oleh O1 semata-mata untuk menghormati hadirnya O3. Apalagi O3

memulai pembicaraannya dengan menggunakan BB. Secara tidak langsung O1

pun beralih kode untuk mengimbangi bahasa yang digunakan oleh O3.

6.4.7 Fungsi alih kode untuk merahasiakan sesuatu

Dalam kehidupan berbahasa, seorang penutur kadang-kadang sengaja

beralih kode untuk merahasiakan sesuatu dari orang lain. Maksudnya, ada sesuatu

yang harus disembunyikan dari orang lain. Peristiwa tutur yang demikian dapat

dilihat pada data berikut.

Data 11

(O1) : (3) Sakuya muni ana miu?

„Berapa juga anakmu?‟

: (4) Keto, anak berturut-turut to.

„Begitu, orang berturut-turut itu.‟

Page 105: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

105

: (5) Nakuya komiu?

„Sedang apa kamu?‟

: (6) Keto ba, nak berturut-turut to

„Begitu sudah, orang berturut-turut itu.‟

(O2) : (7) Berturut-turut, oh!

(O3) : (8) Degaga harapang.

„Tidak ada harapan.‟

(O1) : (9) Degaga harapang.

„Tidak ada harapan.‟

Beberapa tuturan yang terdapat pada data 11 menggunakan BK, seperti

tampak pada K3 dan K5. Selain BK, beberapa tuturan pada data 11 juga

menggunakan BBg pada K8 dan K9 serta BBC pada K6, K4, dan BI pada K7.

Penggunaan bahasa pada peristiwa tersebut berlangsung dalam situasi takresmi.

Pada awalnya, O1 menggunakan BK pada K3 dan BBC pada K4 dan K6.

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K9, Degaga

harapang „Tidak ada harapan.‟ Alih kode itu dilakukan oleh O1 dengan maksud

merahasiakan sesuatu. Untuk itulah digunakan BBg, seperti tampak pada K9.

Makna alih kode tampak ketika pembicaraan sampai pada K9, Degaga

harapang „Tidak ada harapan.‟ Tuturan ini disampaikan oleh O1 agar O2 sebagai

mitra wicara tidak memahaminya. Oleh karena itu, tuturan pada K9 dapat

dikatakan berfungsi untuk merahasiakan sesuatu.

6.4.8 Fungsi alih kode untuk menunjukkan sikap akrab

Fungsi sebuah tuturan dapat dilihat dari bahasa yang digunakan,

situasi/tempat berlangsungnya peristiwa tutur, dan kedekatan partisipan. Fungsi

yang demikian terdapat pada data berikut.

Page 106: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

106

Data 3

(O1) : (4) Yeh, saya kan minta sama adik, gimana ini?

„Wah, saya kan minta pada adik, bagaimana ini?‟

(O2) : (5) Kenkenne, ada apa ne?

„Bagaimana ini, ada apa?‟

(O1) : (6) Sing ja ada engken.

„Tidak ada apa.‟

: (7) Cuma anu saja.

: (8) Kebetulan anune

„Kebetulan ada sesuatu ini.‟

(O2) : (9) Nyen ento?

„Siapa itu?‟

(O1) : (10) Ada bos baru ini dari Palu.

„Ada bos baru dari Palu.‟

: (11) Kalau memang anu.

„Kalau memang begitu.‟

: (12) Apang iraga pituru kenal.

„Supaya kita saling kenal.‟

(O2) : (13) Sip, sip, oke!

„Ya, ya saya setuju!‟

Kutipan beberapa tuturan pada data 3 menggunakan BBC, BB, BI, dan

bahasa Inggris. Penggunaan BBC dapat dilihat pada K4, K8, dan K12. Penggunaan

BB dapat dilihat pada K5, K6, dan K9. Penggunaan BI dapat dilihat pada pada K7,

K10, dan bahasa Inggris dapat dilihat pada pada K13. Penggunaan keempat bahasa

itu wajar karena situasinya takresmi.

Peralihan kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K13, Sip, sip, oke!

„Ya, ya saya setuju.‟ Alih kode itu dilakukan oleh O2 dari BB pada K9, Nyen ento?

„Siapa itu?‟ ke bahasa Inggris pada K13, Sip, sip, oke! „Ya, ya saya setuju!‟ Alih

kode itu dilakukan oleh O2 untuk menunjukkan keakraban mereka sebagai

sahabat. Apalagi keduanya sama-sama berasal dari etnis Bali.

Fungsi alih kode tampak ketika terjadi peralihan kode dari bahasa Bali ke

bahasa Inggris. Dengan melihat bahasa yang digunakan pada K13, tampak sekali

Page 107: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

107

adanya kedekatan di antara mereka. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

tuturan yang terdapat pada K13 berfungsi akrab.

6.4.9 Fungsi alih kode untuk menunjukkan sikap toleransi

Alih kode dapat juga terjadi akibat keinginan partisipan menunjukkan rasa

toleransi yang tinggi terhadap etnis lain. Keinginan tersebut tentu membawa hal

positif bagi kehidupan antaretnis di masyarakat. Fungsi alih kode yang demikian

dapat dilihat pada data berikut.

Data 12

(01) : (1) Selamat malam!

(02) : (2) Malam!

(01) : (3) Piye to kabare?

„Bagaimana kabarnya?‟

(02) : (4) Kabare ya apik ae to.

„Kabarnya ya baik-baik saja.‟

(01) : (5) Anake Mas ning Sulawesi piro?

„Anaknya Bapak di Sulawesi berapa?‟

(02) : (6) Papatlah.

„Empatlah.‟

(01) : (7) Ning Bali ora enek?

„Di Bali tidak ada?‟

(02) : (8) Ora enek.

„Tidak ada.‟

: (9) Ning kene wong tuane kabeh.

„Di sini orang tuanya semua.‟

(03) : (10) Bojone wong Sulawesi.

„Istrinya orang Sulawesi.‟

(01) : (11) Mas anake tanggal piro ning anu berangkate?

„Pak, anaknya tanggal berapa berangkat?‟

(02) : (12) Tanggal telu September.

„Tanggal tiga September.‟

(01) : (13) September.

(02) : (14) Iyo.

„Ya.‟

(01) : (15) Jadi, karo sopo ning kono?

„Jadi, dengan siapa di sana?‟

(02) : (16) Kontingen Sulawesi Tengah.

Page 108: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

108

Percakapan di atas diawali dengan menggunakan BI. Selanjutnya, tuturan

O1 direspons oleh O2 dengan menggunakan BI juga. Memang dalam

sosiolinguistik pada umumnya O2 mengikuti bahasa yang digunakan oleh O1.

Percakapan berlanjut dengan menggunakan bahasa Jawa, baik oleh O1 maupun

oleh O2. Bahkan, O3 pun ikut menggunakan bahasa Jawa, seperti tampak pada

K10, Bojone wong Sulawesi „Istrinya orang Sulawesi.‟

Penggunaan bahasa Jawa, baik oleh O1 maupun O3 dimaksudkan untuk

menunjukkan rasa toleransinya yang tinggi terhadap mitra wicara, yaitu O2. Untuk

itulah, mereka melakukan konvergensi bahasa. Ternyata O2 meresponsnya dengan

menggunakan BJ juga, seperti tampak pada K8, K9, K12, dan K14.

Jika diperhatikan secara saksama percakapan di atas, tuturan O2 dominan

menggunakan BJ, seperti tampak pada K8, K9, K12, dan K14. Hanya satu tuturan

menggunakan BI, yaitu K16, Kontingen Sulawesi Tengah.

Meskipun sebagian besar tuturannya menggunakan BJ, bukan berarti O2

telah melakukan divergensi bahasa. Dominannya penggunaan BJ oleh O2 semata-

mata untuk mengimbangi tuturan O1 yang menggunakan bahasa Jawa.

Alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K3. Alih kode itu

dilakukan oleh O1 untuk menunjukkan rasa toleransinya yang tinggi terhadap O2.

Kebetulan O2 berasal dari etnis Jawa.

Fungsi alih kode berikutnya dapat dilihat pada data di bawah ini.

Data 13

(01) : (1) Kuda besik ne, Pak?

„Berapa satu ini, Pak?‟

(02) : (2) Sembilan belas, oh ne!

„Sembilan belas, oh ini!‟

Page 109: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

109

(01) : (3) Kaset dangdut, dangdut.

(02) : (4) Oh, dangdut… sembilan belas.

(01) : (5) Sing dadi tawahin?

„Tidak boleh ditawar?‟

(02) : (6) Memang harga pas.

(01) : (7) Baang kuang bedik, nah?

„Berikan kurang sedikit, ya?‟

(02) : (8) Sudah pas hargane, sing dadi kuang.

„Sudah pas harganya, tidak boleh kurang.‟

(01) : (9) Nyemak dua ne!

„Ngambil dua ini.‟

(02) : (10) Nyemak dua?

„Ngambil dua?‟

Data di atas dimulai dengan menggunakan BB. Bahasa itu digunakan oleh

O1 yang berasal dari etnis Bugis. Bahkan, sebagian besar bahasa yang digunakan

oleh O1 adalah BB, seperti tampak pada K1, K5, K7, dan K9. Hanya K3

menggunakan BI.

Penggunaan BB oleh O1 tentu memiliki maksud tertentu. Selain bertujuan

agar dapat menawar harga barang, tidak menutup kemungkinan O1 bertujuan

untuk menunjukkan rasa toleransi yang tinggi terhadap mitra wicara, yaitu O2.

Dengan kata lain, rasa toleransi O1 ditunjukkan dengan melakukan konvergensi

bahasa.

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K3, Kaset

dangdut, dangdut. Alih kode itu dilakukan oleh O1 dari BB pada K1, Kuda besik

ne, Pak? „Berapa satu ini, Pak?‟ ke BI pada K3. Alih kode itu selain dilakukan

dari BB ke BI, juga dilakukan oleh O1 dari BI ke BB, seperti tampak pada K3 dan

K5. Alih kode itu dilakukan oleh O1 karena berkeinginan untuk menunjukkan rasa

toleransinya kepada O2. Rasa toleransi itu diwujudkan dengan menggunakan BB.

Padahal diketahui bahwa O1 berasal dari etnis Bugis.

Page 110: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

110

6.4.10 Fungsi alih kode untuk mengutip pembicaraan orang lain

Fungsi alih kode dapat juga terjadi karena O2 ingin mengutip pembicaraan

orang lain. Fungsi alih kode tersebut dapat dilihat pada data berikut.

Data 8

(02) : (4) Sing dini aman.

„Tidak di sini aman.‟

: (5) Kehidupan antarsuku dini baik.

„Kehidupan antarsuku di sini baik.‟

: (6) Yang penting iraga sing mengganggu penduduk asli dini.

„Yang penting kita tidak mengganggu penduduk asli di sini.‟

: (7) Seperti pepatah, ‘di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung.

: (8) Artinya, di mana pun kita berada harus bisa menyesuaikan diri.

Pada awalnya, O2 menggunakan BBC, seperti tampak pada K4, Sing dini

aman „Tidak di sini aman.‟ Penggunaan BBC tersebut wajar karena situasinya

takresmi.

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K7, Seperti

pepatah, di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung. Alih kode itu dilakukan

oleh O2 dari BBC pada K6, Yang penting iraga sing mengganggu penduduk asli

dini „Yang penting kita tidak mengganggu penduduk asli di sini,‟ ke BI pada K7.

Alih kode itu terjadi karena O2 ingin mengutip pepatah dalam bahasa Indonesia.

Fungsi alih kode yang lainnya dapat dilihat pada data berikut.

Data 20

Latar : Rumah I Ketut Keles

Topik : Kesehatan

Partisipan : Tamu (01)

Ketut Keles (02)

(01) : (1) … Sakit yang dominan, sakit paling keras napi?

„… Sakit yang dominan, sakit paling keras apa?‟

(02) : (2) Pertama, tiang ngilu bangkiang tiange.

„Pertama, saya nyeri di pinggang.‟

Page 111: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

111

: (3) Kalau majalan abedik ngentah ngilu ento juk bah?

„Kalau berjalan sedikit nyeri itu kambuh langsung jatuh.‟

: (4) Maubad-maubad ilang ngilun bangkiang tiange ento.

„Setelah berobat, nyeri di pinggang saya hilang‟

: (5) Batis tiange dini semutan.

„Kaki saya di sini keram.‟

: (6) Beh alih tiang doktere.

„Wah, saya cari dokternya.‟

: (7) Aduh, keracunan obat ini Pak, jangan dimakan obat itu.

Pembicaraan dimulai oleh O1 dengan menggunakan BBC pada K1.

Tuturan O1 direspon oleh O2 dengan menggunakan BBC juga, seperti tampak

pada K2, Pertama, tiang ngilu bangkiang tiange. „Pertama, saya nyeri di

pinggang.‟ Tuturan O2 pun dilanjutkan dengan menggunakan BBC pada K3, BB

pada K4, K5, dan K6 serta BI pada K7, Aduh, keracunan obat ini Pak, jangan

dimakan obat itu.

Alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K7. Alih kode itu

dilakukan oleh O2 dari BBC pada K6, Beh alih tiang doktere „Wah, saya cari

dokternya.‟ ke BI pada K7, Aduh, keracunan obat ini Pak, jangan dimakan obat

itu. Alih kode itu disebabkan oleh keinginan O2 mengutip pembicaraan orang lain,

seperti tampak pada K7. Dalam hal ini, O2 mengutip tuturan dokter ketika sedang

melakukan pengobatan.

Fungsi alih kode dalam penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di

Parigi dapat dilihat pada bagan di bawah ini.

Page 112: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

112

Fungsi AK

Fungsi alih kode sebagai personal

Fungsi alih kode untuk memperoleh pengetahuan

Fungsi alih kode untuk berimajinatif

Fungsi alih kode untuk menggambarkan suatu pemikiran atau wawasan

Fungsi alih kode untuk menunjukkan rasa sosial

Fungsi alih kode untuk merahasiakan sesuatu

Fungsi alih kode untuk menawar sesuatu

Fungsi alih kode untuk menunjukkan sikap akrab

Fungsi alih kode untuk menunjukkan toleransi

Fungsi alih kode untuk mengutip pembicaraan orang lain

Bagan 6.2

Fungsi Alih Kode dalam Penggunaan Bahasa

Guyub Tutur Masyarakat Bali di Parigi

6.5 Makna Alih Kode dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur Masyarakat

Bali di Parigi

Untuk menganalisis makna suatu tuturan, konteks pemakaian tuturan

sangat memegang peranan penting. Tanpa melibatkan konteks pemakaian bahasa,

makna suatu tuturan belum dapat ditentukan secara pasti.

Lyons (1995:643) membedakan tiga jenis makna, yaitu: (1) makna kata,

(2) makna kalimat, dan (3) makna tuturan. Makna kata berkaitan dengan makna

leksikal, yaitu makna kata, seperti yang terdapat dalam kamus. Makna kalimat

Page 113: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

113

adalah makna yang bergantung pada struktur kata sebuah kalimat. Artinya, jika

dua buah kalimat dibentuk oleh kata-kata yang sama, tetapi memiliki struktur kata

yang berbeda, makna kedua kalimat itu berbeda. Perbedaan makna kedua kalimat

itu sangat bergantung pada susunan/urutan kata yang membentuk kalimat

bersangkutan. Makna tuturan adalah makna yang bergantung pada konteks

pemakaiannya. Konteks di sini dapat bersifat linguistik dan nonlinguistik.

Konteks linguistik berkaitan dengan kata-kata, baik yang mendahului maupun

yang mengikuti suatu tuturan, sedangkan konteks nonlinguistik berkaitan dengan

unsur-unsur di luar bahasa, seperti topik, tempat, dan partisipan.

Selain Lyons, Sibarani (1992:41) mengemukakan bahwa makna atau pesan

dapat dipahami dengan mempelajari aturan atau kaidah bahasa dan

menghubungkannya dengan konteks pemakaian bahasa. Konteks pemakaian

bahasa tersebut dapat bersifat linguistik dan nonlinguistik. Konteks linguistik

berkaitan dengan kata-kata atau kalimat, baik yang mendahului maupun yang

mengikuti suatu tuturan, sedangkan konteks nonlinguistik berkaitan dengan unsur-

unsur di luar bahasa, seperti latar, partisipan, dan topik.

Sesungguhnya, sebagian besar tuturan dapat dipahami berdasarkan

konteks situasi. Dengan konteks situasi, makna-makna apa saja yang terkandung

dari pembicaraan seseorang dapat diperkirakan. Situasi terjadinya interaksi verbal

memberi pelibat banyak sekali informasi tentang makna yang disampaikan oleh

penutur.

Halliday (1978:11) menyebutkan bahwa … the semantic system that is of

primary concern in a sociolinguistics contect. Artinya, dalam menentukan

Page 114: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

114

komponen semantis bahasa, ada tiga unsur yang tidak dapat dipisahkan. Ketiga

unsur itu meliputi: (1) ideasional, yaitu isi pesan yang ingin disampaikan, (2)

interpersonal, yaitu makna yang hadir bagi pemeran di dalam peristiwa tutur, dan

(3) tekstual, yaitu bentuk kebahasaan serta konteks tuturan yang

mempresentasikan serta menunjang terwujudkan makna tuturan.

Berdasarkan penjelasan tentang makna tuturan di atas, teori makna yang

dikemukakan oleh Halliday dianggap paling tepat dipakai dalam penelitian ini.

Halliday lebih menekankan pada analisis makna yang tidak terlepas dari situasi

tuturan dan konteks pemakaian tuturan.

6.5.1 Alih kode yang bermakna sosial

Komunikasi yang terjadi antara individu satu dan individu lainnya

cenderung memiliki makna sosial. Makna sosial ini pada umumnya terjadi ketika

komunikasi sedang berlangsung. Hal ini dapat dilihat pada data berikut.

Data 10

(O1) : (1) … Anggona kue, nggih

„… Dipakai kue, ya‟

(O2) : (2) Nggih.

„Ya.‟

: (3) Apa le?

„Cari apa?‟

(O3) : (4) Minyak kelapa, berapa? (datang O3)

(O2) : (5) Minyak, tujuh ribu, tujuh ribu.

Beberapa tuturan yang terdapat pada data 10 menggunakan BBC, BB, BK,

dan BI. Penggunaan BBC dapat dilihat pada K1, penggunaan BB dapat dilihat

pada K2, penggunaan BK dapat dilihat pada K3, dan penggunaan BI dapat dilihat

Page 115: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

115

pada K4 dan K5. Penggunaan bahasa yang demikian wajar karena situasinya

takresmi.

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K3, Apa le?

„Cari apa?‟ Peralihan kode itu dilakukan oleh O2 dari BB pada K2, Nggih „Ya.‟ ke

BK pada K3, Apa le? „Cari apa?‟ Peralihan kode itu dilakukan oleh O2 dari BB

pada K2, Nggih „Ya,‟ ke BK pada K3, Apa le? „Cari apa?‟ Peralihan kode itu

disebabkan oleh kehadiran O3 dalam peristiwa tutur. Kebetulan O3 berasal dari

etnis Kaili dan tidak bisa berbahasa Bali. Alangkah tidak etisnya jika O2 tetap

berbahasa Bali.

Peralihan kode yang dilakukan oleh O2 sangat tepat. Dalam peristiwa tutur

tersebut O2 bermaksud menghormati hadirnya orang ketiga yang ikut terlibat

dalam pembicaraan. Oleh karena itu, peralihan kode yang dilakukan oleh O2 pada

data 10 dapat dikatakan memiliki makna sosial.

Contoh alih kode yang bermakna sosial lainnya dapat dilihat pada data

berikut.

Data 5

(01) : (4) Ada rezeki kita terima, syukur.

: (5) Ada yang dimasak, syukur.

: (6) Jadi manusia tidak pernah syukur, wah.

(02) : (7) Bahaya!

(01) : (8) Saya tidak sarjana, tapi saya hanya belajar otodidak, baca buku,

mendengar orang bijak, kalau diskusi kita catat.

(03) : (9) Tiang pamit, nggih? (datang 03)

„Saya permisi ya?‟

(01) : (10) Mai wa, kenken bapanne seger?

„Kemari Bibi, bagaimana bapaknya sehat?‟

(03) : (11) Keto dogen ba, nak rematik.

„Begitu saja sudah, orang rematik.‟

(12) Sing taen kija-kija, jumah dogen.

„Tidak pernah ke mana-mana, di rumah saja.‟

Page 116: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

116

Pembicaraan di atas dimulai dengan menggunakan BI pada K4. Kemudian,

pembicaraan juga diikuti dengan menggunakan BI, seperti tampak pada K5, K6,

K7, dan K8. Penggunaan BB muncul ketika pembicaraan sampai pada K9, K10, K11,

dan K12.

Peralihan kode dari BI ke BB terjadi saat kehadiran O3. Dalam hal ini O3

memulai pembicaraan dengan menggunakan BB, seperti tampak pada K9, Tiang

pamit, nggih? „Saya permisi ya?‟ Akhirnya, O1 pun terpengaruh oleh bahasa yang

digunakan O3, yaitu BB. Dengan demikian, terjadilah alih kode dari BI ke BB.

Alih kode tersebut dilakukan oleh O1.

Berhubung dilakukan setelah kehadiran O3, tuturan dalam alih kode itu

dapat dikatakan memiliki makna sosial. Maksudnya, peralihan kode yang

dilakukan oleh O1 semata-mata untuk menghormati hadirnya O3. Apalagi O3

memulai pembicaraannya dengan menggunakan BB. Secara tidak langsung O1

pun beralih kode untuk mengimbangi bahasa yang digunakan oleh O3.

6.5.2 Alih kode yang bermakna metaforis

Tidak menutup kemungkinan ketika komunikasi berlangsung, individu

menggunakan bahasa yang bermakna metaforis. Metafora adalah penggunaan

bahasa bukan dalam arti yang sebenarnya. Alih kode yang bermakna metaforis ini

dapat dilihat pada data berikut.

Data 8

(02) : (4) Sing dini aman.

„Tidak di sini aman.‟

: (5) Kehidupan antarsuku dini baik.

„Kehidupan antarsuku di sini baik.‟

Page 117: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

117

: (6) Yang penting iraga sing mengganggu penduduk asli dini.

„Yang penting kita tidak mengganggu penduduk asli di sini.

: (7) Seperti pepatah, di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung.

: (8) Artinya, di mana pun kita berada harus bisa menyesuaikan diri.

Beberapa tuturan pada data 8 menggunakan BBC dan BI. Penggunaan

BBC dapat dilihat pada K4, K5, dan K6, sedangkan penggunaan BI dapat dilihat

pada K7 dan K8. Penggunaan BBC dan BI pada data 8 dipengaruhi oleh situasi

takresmi peristiwa tutur yang bersangkutan.

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K7, Seperti

pepatah di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung. Alih kode itu dilakukan

oleh O2 dari BBC pada K6, Yang penting iraga sing mengganggu penduduk asli

dini „Yang penting kita tidak mengganggu penduduk asli di sini,‟ ke BI pada K7.

Alih kode itu terjadi karena O2 ingin mengutip sebuah pepatah dalam bahasa

Indonesia.

Alih kode yang bermakna metaforis tampak ketika pembicaraan sampai

pada K7, Seperti pepatah di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung.

Berhubung arti ungkapan itu bukan dalam arti yang sebenarnya, alih kode itu

dapat dikatakan memiliki makna metaforis.

Contoh alih kode yang bermakna metaforis lainnya dapat dilihat pada data

berikut.

Data 13

(01) : (1) Kuda besik ne, Pak?

„Berapa satu ini, Pak?‟

(02) : (2) Sembilan belas, oh ne!

„Sembilan belas, oh ini!‟

(01) : (3) Kaset dangdut, dangdut.

(02) : (4) Oh, dangdut… sembilan belas.

Page 118: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

118

(01) : (5) Sing dadi tawahin?

„Tidak boleh ditawar?‟

(02) : (6) Memang harga pas.

(01) : (7) Baang kuang bedik, nah?

„Berikan kurang sedikit, ya?‟

(02) : (8) Sudah pas hargane, sing dadi kuang.

„Sudah pas harganya, tidak boleh kurang.‟

(01) : (9) Nyemak dua ne!

„Ngambil dua ini.‟

(02) : (10) Nyemak dua?

„Ngambil dua?‟

Beberapa tuturan pada data 13 menggunakan BB, BBC, dan BI.

Penggunaan BB dapat dilihat pada K1, K5, K7, K9, dan K10. Penggunaan BBC

dapat dilihat pada K2 dan K8. Penggunaan BI dapat dilihat pada K3, K4, dan K6.

Penggunaan BB, BBC, dan BI pada data 13 disebabkan oleh situasi yang

memengaruhi peristiwa tutur itu, yaitu situasi takresmi.

Dalam tuturan di atas terjadi alih kode dari BBC pada K2 ke BI pada K4.

Peralihan kode itu dilakukan oleh O2 untuk mengikuti penggunaan BI oleh O1

pada K3, Kaset dangdut, dangdut. Dengan kata lain, alih kode itu disebabkan oleh

tuturan sebelumnya yang menggunakan BI pada K3.

Makna alih kode tampak ketika pembicaraan sampai pada K4, Oh,

dangdut… sembilan belas. Tuturan pada K4 pada hakikatnya bukan mengandung

arti sebenarnya, melainkan sebagai ungkapan sangat singkat yang dilakukan O2.

Jadi, frasa //sembilan belas// pada K4 bukan berarti sebagai penjumlahan bilangan

/sepuluh/ dan /sembilan/, melainkan sebagai harga sebuah kaset sebesar

Rp 19.000,00. Oleh karena itu, peralihan kode yang dilakukan oleh O2 dari K2 ke

K4 dapat dikatakan bermakna metaforis.

Page 119: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

119

6.5.3 Alih kode yang bermakna merendahkan diri

Bahasa pada hakikatnya merupakan gambaran atau cerminan dari

pemakainya. Seseorang yang memiliki karakter keras/pemarah biasanya dapat

dilihat dari bahasa yang digunakan. Sebaliknya, seseorang yang berkarakter

lembut/kalem dapat juga dilihat dari bahasa yang digunakan.

Agar uraian di atas menjadi lebih jelas, berikut dikemukakan alih kode

yang bermakna merendahkan diri.

Data 18

Latar : Teras rumah

Topik : Pekerjaan

Partisipan : Gede Putrana (etnis Bali) (01)

Pak Nyoman Sukawan (etnis Bali) (02)

(01) : (1) Pak Nyoman selain pegawai negeri, napi saja yang dikerjakan di

rumah, apakah di kebun atau di sawah?

„Pak Nyoman selain pegawai negeri, apa saja yang dikerjakan di

rumah, apakah di kebun atau di sawah‟.

: (2) Kalau kebun biasanya napi yang ditanam?

„Kalau kebun biasanya apa yang ditanam?‟

(02) : (3) Tiang selain pegawai negeri, tiang masi megae kebun.

„Saya selain pegawai negeri, saya juga bekerja kebun.‟

: (4) Kebun itu ada ditanam coklat.

: (5) Ya lumayanlah jani penghasilan coklat.

„Ya lumayanlah sekarang penghasilan coklat.‟

: (6) Biasanya satu bulan maan satu juta.

„Biasanya satu bulan dapat satu juta.‟

: (7) Tergantung hasil.

: (8) Yen hasilne luung, liu maan.

„Kalau hasilnya bagus, banyak dapat.‟

: (9) Yen hasilne sing luung, bedik maan.

„Kalau hasilnya tidak bagus, sedikit dapat.‟

: (10) Cukup untuk tambah-tambah ongkos dapur.

Pembicaraan dimulai oleh O1 dengan menggunakan BBC, seperti tampak

pada K1 dan K2. Tuturan O1 pun direspons oleh O2 dengan menggunakan BBC

Page 120: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

120

pada K3, K5, K6, K8, dan K9. Penggunaan BBC dan BI oleh O1 dan O2 tidak

menjadi masalah karena situasinya memang tidak resmi.

Alih kode terjadi ketika pembicaraan pada K10, Cukup untuk tambah-

tambah ongkos dapur. Peralihan kode tersebut dilakukan oleh O2 dari BBC pada

K9, Yen hasilne sing luung, bedik maan. „Kalau hasilnya tidak bagus, sedikit

dapat,‟ ke BI pada K10.

Dengan melihat tuturan O2 pada K10 dapat dikatakan bahwa tuturan

tersebut bermakna merendahkan diri. Makna tersebut tercermin pada K10, Cukup

untuk tambah-tambah ongkos dapur. Padahal, jika dilihat dari tuturan

sebelumnya, yaitu pada K5 dan K6, penghasilan O2 dari menanam coklat cukup

lumayan. Namun, jika tuturan pada K5 dan K6 dihubungkan dengan tuturan pada

K10, sangat bertolak belakang. Oleh karena itu, tuturan O2 pada K10 dapat

dikatakan sebagai tuturan yang bermakna merendahkan diri.

6.5.4 Alih kode yang bermakna janji

Dalam suatu peristiwa tutur, seorang partisipan bisa saja melakukan

perjanjian/kesepakatan tentang suatu kegiatan. Kegiatan tersebut dapat berupa

kerja proyek, berburu binatang, olah raga, dan sebagainya. Untuk memperjelas

uraian tersebut, dapat dilihat pada data berikut.

Data 3

(O1) : (4) Yeh, saya kan minta sama adik, gimana ini?

„Wah, saya kan minta pada adik, bagaimana ini?‟

(O2) : (5) Kenkenne, ada apa ne?

„Bagaimana ini, ada apa?‟

(O1) : (6) Sing ja ada engken.

„Tidak ada apa.‟

: (7) Cuma anu saja.

Page 121: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

121

: (8) Kebetulan anune

„Kebetulan ada sesuatu ini.‟

(O2) : (9) Nyen ento?

„Siapa itu?‟

(O1) : (10) Ada bos baru ini dari Palu.

„Ada bos baru dari Palu.‟

: (11) Kalau memang anu.

„Kalau memang begitu.‟

: (12) Apang iraga pituru kenal.

„Supaya kita saling kenal.‟

(O2) : (13) Sip, sip, oke!

„Ya, ya saya setuju!‟

Beberapa tuturan pada data 3 menggunakan BBC, BB, BI, dan bahasa

Inggris. Penggunaan BBC dapat dilihat pada K4, K8, dan K12, penggunaan BB

dapat dilihat pada K5, K6, dan K9, penggunaan BI dapat dilihat pada K7, K10, dan

penggunaan bahasa Inggris dapat dilihat pada K13. Penggunaan bahasa yang

bervariasi tersebut sangat wajar karena memang situasinya takresmi.

Dalam situasi takresmi, penggunaan bahasa cenderung berbentuk kalimat-

kalimat pendek. Hal ini dapat dilihat pada K9, Nyen ento? „Siapa itu?‟; K13, Sip,

sip, oke! „Ya, ya saya setuju!‟

Alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K13, Sip, sip, oke! „Ya,

ya saya setuju!‟ Peralihan kode itu dilakukan oleh O2 dari BB pada K9, Nyen ento?

„Siapa itu?‟, ke bahasa Inggris pada K13, Sip, sip, oke! „Ya, ya saya setuju!‟ Alih

kode itu dilakukan karena suatu perjanjian antara O1 dan O2.

Makna alih kode tampak ketika tuturan sampai pada K13, Sip, sip, oke!

„Ya, ya saya setuju!‟ yang menunjukkan adanya kesepakatan antara O1 dan O2.

Dengan demikian, tuturan yang terdapat pada K13 dapat dikatakan memiliki

makna perjanjian.

Page 122: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

122

6.5.5 Alih kode yang bermakna kejelasan suatu topik

Walaupun seorang penutur sudah berusaha menyampaikan pesan sejelas-

jelasnya, tidak menutup kemungkinan mitra wicara kurang memahaminya dengan

baik. Banyak faktor yang menyebabkan seorang pendengar kurang memahami

pesan yang disampaikan oleh penutur. Misalnya, bisa karena faktor alat pendengar

yang kurang sempurna, bisa karena faktor bahasa, dan bisa juga karena faktor

topik/pokok pembicaraan.

Agar menjadi lebih jelas, dapat dilihat pada data berikut.

Data 8

(02) : (4) Sing dini aman.

„Tidak di sini aman.‟

: (5) Kehidupan antarsuku dini baik.

„Kehidupan antarsuku di sini baik.‟

: (6) Yang penting iraga sing mengganggu penduduk asli dini.

„Yang penting kita tidak mengganggu penduduk asli di sini.

: (7) Seperti pepatah, ‘di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung.

: (8) Artinya, di mana pun kita berada harus bisa menyesuaikan diri.

Ada dua bahasa yang dipergunakan pada data 8, yaitu BBC pada K4, K5,

K6, dan BI pada K7 dan K8. Penggunaan BBC ternyata lebih dominan

dibandingkan dengan penggunaan BI. Hal ini disebabkan oleh situasi yang

memengaruhi peristiwa tutur itu situasi takresmi.

Alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K7, Seperti pepatah, di

mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung. Peralihan kode itu dilakukan oleh O2

dari BBC pada K6 ke BI pada K7 dan K8. Penyebabnya adalah keinginan O2 untuk

menjelaskan pokok pembicaraan yang dibahas.

Makna alih kode tampak ketika pembicaraan sampai pada K7, Seperti

pepatah, ‘di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung. Maksudnya, di mana

Page 123: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

123

pun kita berada harus bisa menyesuaikan diri. Dengan demikian, alih kode yang

terdapat pada data 8 dapat dikatakan bermakna kejelasan suatu topik.

Alih kode yang bermakna kejelasan suatu topik lainnya dapat dilihat pada

data berikut.

Data 19

Latar : Ruang Tamu

Topik : Keberadaan Pradah

Partisipan : Gede Somantara (01)

Ketut Budhanita (02)

(01) : (1) Kira-kira apa saja tugasnya Pradah nika Pak Tut?

„Kira-kira apa saja tugas Pradah itu Pak Tut?‟

(02) : (2) Nah, nika, tugas Pradah nika kan, artinya (1) kan jelas nama

Pradah nika kan pemuda.

„Nah, itu tugas Pradah itu kan, artinya (1) kan jelas nama Pradah itu

kan pemuda.‟

: (3) Jadi, artinya membantu meringankan beban orang tua, ten kenten?

„Jadi, artinya membantu meringankan beban orang tua, kan begitu.‟

: (4) Seperti ada kegiatan apa anak-anak muda yang berperan, misalnya

mekiis anak-anak muda yang mempersiapkan tempatnya.

(01) : (5) Berarti secara tidak langsung ikut juga melestarikan ajeg Bali, Pak

Tut ya.

(02) : (6) Ya secara tidak langsung itu sudah tujuannya untuk ngajegang Bali

sebenarnya, ten kenten.

„Ya secara tidak langsung itu sudah tujuannya untuk melestarikan

ajeg Bali sebenarnya, kan begitu.‟

Beberapa tuturan yang terdapat pada data 19 menggunakan BI yang

dicampur dengan BB, seperti tampak pada K1, K2, K3, K4, dan K6. Penggunaan BI

hanya terdapat pada K5, Berarti secara tidak langsung ikut juga melestarikan ajeg

Bali, Pak Tut ya. Penggunaan bahasa Indonesia yang dicampur dengan BB

ternyata lebih dominan dibandingkan dengan penggunaan BI. Hal ini disebabkan

oleh partisipan yang telah lama meninggalkan daerah asal, yaitu Bali. Walaupun

Page 124: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

124

demikian, bahasa Bali yang dikenal sebagai bahasa ibu partisipan tidak pernah

ditinggalkan, seperti tampak pada K1, K2, K3, K4, dan K6.

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K5, Berarti

secara tidak langsung ikut juga melestarikan ajeg Bali, Pak Tut, ya. Peralihan

kode itu dilakukan oleh O1 dari BI yang dicampur dengan BB pada K1 ke BI pada

K5. Alih kode itu disebabkan oleh keinginan O1 untuk memberikan penekanan

pada topik pembicaraan.

Dilihat dari bahasa yang digunakan, peralihan kode pada data 19 dapat

dikatakan bermakna kejelasan suatu topik. Makna alih kode tersebut dapat dilihat

pada K5, Berarti secara tidak langsung ikut juga melestarikan ejeg Bali, Pak Tut

ya. Tuturan pada K5 dengan tegas menunjukkan bahwa O1 berkeinginan

menjelaskan topik yang dibicarakan.

6.5.6 Alih kode yang bermakna akrab

Makna sebuah tuturan dapat dilihat dari bahasa yang digunakan,

situasi/tempat berlangsungnya peristiwa tutur, dan kedekatan partisipan. Makna

yang demikian terdapat pada data berikut.

Data 3

(O1) : (4) Yeh, saya kan minta sama adik, gimana ini?

„Wah, saya kan minta pada adik, bagaimana ini?‟

(O2) : (5) Kenkenne, ada apa ne?

„Bagaimana ini, ada apa?‟

(O1) : (6) Sing ja ada engken.

„Tidak ada apa.‟

: (7) Cuma anu saja.

: (8) Kebetulan anune

„Kebetulan ada sesuatu ini.‟

(O2) : (9) Nyen ento?

„Siapa itu?‟

Page 125: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

125

(O1) : (10) Ada bos baru ini dari Palu.

„Ada bos baru dari Palu‟

: (11) Kalau memang anu.

„Kalau memang begitu.‟

: (12) Apang iraga pituru kenal.

„Supaya kita saling kenal.‟

(O2) : (13) Sip, sip, oke!

„Ya, ya saya setuju!‟

Kutipan beberapa tuturan pada data 3 menggunakan BBC, BB, BI, dan

bahasa Inggris. Penggunaan BBC dapat dilihat pada K4, K8, dan K12. Penggunaan

BB dapat dilihat pada K5, K6, dan K9. Penggunaan BI dapat dilihat pada pada K7,

K10, dan bahasa Inggris dapat dilihat pada pada K13. Penggunaan keempat bahasa

itu wajar karena situasinya takresmi.

Peralihan kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K13, Sip, sip, oke!

„Ya, ya saya setuju.‟ Alih kode itu dilakukan oleh O2 dari BB pada K9, Nyen ento?

„Siapa itu?‟ ke bahasa Inggris pada K13, Sip, sip, oke! „Ya, ya saya setuju!‟ Alih

kode itu dilakukan oleh O2 untuk menunjukkan keakraban mereka sebagai

sahabat. Apalagi keduanya sama-sama berasal dari etnis Bali.

Makna alih kode tampak ketika terjadi peralihan kode dari bahasa Bali ke

bahasa Inggris. Dengan melihat bahasa yang digunakan pada K13, tampak sekali

adanya kedekatan di antara mereka. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

tuturan yang terdapat pada K13 bermakna akrab.

Alih kode yang bermakna akrab lainnya dapat dilihat pada data berikut.

Data 16

(01) : (1) Jumei mokuya?

„Untuk apa datang kemari?‟

(02) : (2) Datang basiara.

„Datang pesiar.‟

Page 126: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

126

(01) : (3) Impia komi narata?

„Kapan kamu datang?‟

(02) : (4) Tadi.

(01) : (5) Mapia manjili?

„Kapan pulang?‟

(02) : (6) Hari Minggu.

(01) : (7) “Ri Palu riva komiu?”

„Kamu di mananya di Palu?‟

(02) : (8) Jalan Thamrin.

Beberapa tuturan pada data 16 menggunakan BK, BI/BK, dan BI.

Penggunaan bahasa Kaili dapat dilihat pada K1, K3, K5, dan K7. Penggunaan

BI/BK dapat dilihat pada K2, sedangkan penggunaan BI dapat dilihat pada K4, K6,

dan K8.

Jika diperhatikan secara saksama, sebagian besar bahasa Kaili digunakan

oleh O1 yang berasal dari etnis Bali, sedangkan O2 yang berasal dari etnis Kaili-

Bugis sebagian besar menggunakan BI. Hal ini tentu sangat mengejutkan. Hal ini

disebabkan oleh hubungan di antara mereka yang sangat akrab.

Alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K4, Tadi. Alih kode itu

dilakukan oleh O2 dari BK/BI pada K2 ke BI pada K4. Peralihan kode disebabkan

oleh pengetahuan O2 yang kurang menguasai bahasa Kaili. Walaupun demikian,

tampak adanya keakraban di antara mereka ketika komunikasi berlangsung.

Dengan melihat bahasa yang digunakan, baik oleh O1 maupun O2, tampak

sekali terjadinya keakraban di antara mereka. Penggunaan bahasa yang berbeda

tidak mengurangi rasa keakraban yang ditunjukkan oleh O1 dan O2. Dengan

demikian, tuturan di atas, terutama tuturan pada alih kode, dapat dikatakan

memiliki makna akrab.

Page 127: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

127

6.5.7 Alih kode yang bermakna rahasia

Dalam kehidupan berbahasa, seorang penutur kadang-kadang sengaja

beralih kode untuk merahasiakan sesuatu dari orang lain. Maksudnya, ada sesuatu

yang harus disembunyikan dari orang lain. Peristiwa tutur yang demikian dapat

dilihat pada data berikut.

Data 11

(O1) : (3) Sakuya muni ana miu?

„Berapa juga anakmu?‟

: (4) Keto, anak berturut-turut to.

„Begitu, orang berturut-turut itu.‟

: (5) Nakuya komiu?

„Sedang apa kamu?‟

: (6) Keto ba, nak berturut-turut to

„Begitu sudah, orang berturut-turut itu.‟

(O2) : (7) Berturut-turut, oh!

(O3) : (8) Degaga harapang.

„Tidak ada harapan.‟

(O1) : (9) Degaga harapang.

„Tidak ada harapan.‟

Beberapa tuturan yang terdapat pada data 11 menggunakan BK, seperti

tampak pada K3 dan K5. Selain BK, beberapa tuturan pada data 11 juga

menggunakan BBg pada K8 dan K9 serta BBC pada K6, K4, dan BI pada K7.

Penggunaan bahasa pada peristiwa tersebut berlangsung dalam situasi takresmi.

Pada awalnya, O1 menggunakan BK pada K3 dan BBC pada K4 dan K6.

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K9, Degaga

harapang „Tidak ada harapan.‟ Alih kode itu dilakukan oleh O1 dengan maksud

merahasiakan sesuatu. Untuk itulah digunakan BBg, seperti tampak pada K9.

Makna alih kode tampak ketika pembicaraan sampai pada K9, Degaga

harapang „Tidak ada harapan.‟ Tuturan ini disampaikan oleh O1 agar O2 sebagai

Page 128: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

128

mitra wicara tidak memahaminya. Oleh karena itu, tuturan pada K9 dapat

dikatakan bermakna rahasia.

Makna alih kode secara lengkap dapat dilihat pada bagan di bawah

ini.

Makna Alih Kode

AK Bermakna Metaforis

AK Bermakna Merendahkan Diri

AK Bermakna Janji

AK Bermakna Kejelasan Topik

AK Bermakna Akrab

AK Bermakna Rahasia

AK Bermakna Sosial

Bagan 6.3

Makna Alih Kode dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur

Masyarakat Bali di Parigi

6.6 Sebab-sebab Terjadinya Alih Kode dalam Penggunaan Bahasa Guyub

Tutur Masyarakat Bali di Parigi

Guyub tutur masyarakat Bali di Parigi termasuk masyarakat bilingual atau

multilingual. Masyarakat Bali di Parigi selain menguasai bahasa Bali, juga

menguasai bahasa Kaili, bahasa Bugis, dan bahasa Indonesia. Peristiwa bahasa

yang demikian cenderung memunculkan fenomena alih kode (AK).

Page 129: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

129

Munculnya fenomena alih kode selain ketersediaan bahasa yang bersifat

bilingual pada masyarakat Bali di Parigi, juga karena faktor hubungan

antarpartisipan, latar, situasi, topik pembicaraan, dan sebagainya. Faktor-faktor

tersebut pada umumnya terdapat dalam suatu peristiwa tutur.

Sehubungan dengan sebab-sebab terjadinya alih kode, Grosjean

(1982:150) mengemukakan 10 alasan seseorang untuk beralih kode. Kesepuluh

alasan itu adalah: (1) mengisi kebutuhan linguistis, (2) menggunakan bahasa

terakhir yang digunakan, (3) mengutip tuturan seseorang, (4) mengkhususkan

panggilan, (5) mengkualifikasi pesan, (6) mengkhususkan keterlibatan pembicara,

(7) menandai dan menekankan identitas kelompok, (8) mengungkapkan

kerahasian, kemarahan, dan kebosanan, (9) mengeluarkan seseorang dari

pembicaraan atau percakapan, dan (10) mengubah peran pembicara. Evin Tripp

(dalam Grosjean, 1982:127) mengemukakan empat faktor utama sebagai

penyebab terjadinya fenomena alih kode, yaitu: (1) latar (tempat dan waktu) serta

situasi, (2) partisipan dalam berinteraksi verbal, (3) topik, dan (4) fungsi interaksi.

Selain Grosjean dan Evin Tripp, penyebab alih kode juga dikemukakan

oleh para pakar lainnya. Menurut Fishman (1972:243), penyebab alih kode

meliputi: (1) pembicara, (2) pendengar, (3) perubahan situasi dengan hadirnya

orang ketiga, (4) perubahan ragam formal ke informal atau sebaliknya, dan (5)

perubahan topik pembicaraan, sementara Pateda (1987) mengemukakan beberapa

faktor penyebab terjadinya alih kode, yaitu: (1) selipan dari mitra wicara, (2)

pembicara teringat pada hal-hal yang perlu dirahasiakan, (3) salah bicara, (4)

rangsangan lain yang menarik perhatian, dan (5) hal-hal yang sudah direncanakan.

Page 130: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

130

Kemudian, Jendra (2007:161) mengemukakan lima faktor penyebab terjadinya

alih kode, yaitu: (1) peserta pembicaraan, (2) bahasa, (3) situasi, (4) efek humor,

dan (5) pokok pembicaraan.

Dari beberapa pandangan para pakar tersebut ternyata selain memiliki

perbedaan, penyebab alih kode juga memiliki persamaan. Persamaannya dapat

dilihat pada pandangan Fishman dan Jendra. Kedua pakar tersebut sama-sama

melihat faktor penyebab alih kode dari segi pembicara dan situasi.

Penelitian ini menemukan 15 penyebab terjadinya alih kode.

Penjelasannya dapat dilihat pada uraian berikut.

6.6.1 Alih kode karena faktor pembicara (O1)

6.6.1.1 O1 ingin memberikan penekanan pada topik pembicaraan

Alih kode juga terjadi karena O1 ingin memberikan penekanan pada topik

pembicaraan. Hal ini dapat dilihat pada data berikut.

Data 19

(01) : (1) Kira-kira apa saja tugasnya Pradah nika Pak Tut?

„Kira-kira apa saja tugas Pradah itu Pak Tut?‟

(02) : (2) Nah, nika, tugas Pradah nika kan, artinya (1) kan jelas nama

Pradah nika kan pemuda.

„Nah, itu tugas Pradah itu kan, artinya (1) kan jelas nama Pradah itu

kan pemuda.‟

: (3) Jadi, artinya membantu meringankan beban orang tua, ten kenten?

„Jadi, artinya membantu meringankan beban orang tua, kan begitu.‟

: (4) Seperti ada kegiatan apa anak-anak muda yang berperan, misalnya

mekiis anak-anak muda yang mempersiapkan tempatnya.

(01) : (5) Berarti secara tidak langsung ikut juga melestarikan ajeg Bali, Pak

Tut ya

(02) : (6) Ya secara tidak langsung itu sudah tujuannya untuk ngajegang Bali

sebenarnya, ten kenten.

„Ya secara tidak langsung itu sudah tujuannya untuk melestarikan

ajeg Bali sebenarnya, kan begitu.‟

Page 131: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

131

Pada awalnya, O1 menggunakan BI yang dicampur dengan BB pada K1,

Kira-kira apa saja tugasnya Pradah nika Pak Tut? „Kira-kira apa saja tugasnya

Pradah itu Pak Tut?‟ Tuturan O1 direspons oleh O2 dengan menggunakan BI

dicampur dengan BB, seperti tampak pada K2, Nah, nika, tugas Pradah nika kan,

artinya (1) kan jelas nama Pradah nika kan pemuda „Nah, itu tugas Pradah itu

kan, artinya (1) kan jelas nama Pradah itu kan pemuda.‟

Fenomena alih kode terjadi dari BI yang bercampur dengan BB pada K1 ke

BI pada K5, Berarti secara tidak langsung ikut juga melestarikan ajeg Bali, Pak

Tut ya. Alih kode itu disebabkan oleh keinginan O1 untuk memberikan penekanan

pada topik pembicaraan.

6.6.1.2 O1 bermaksud lebih akrab

Fenomena alih kode juga bisa terjadi agar situasi lebih akrab. Keakraban

ini dapat dilihat dari tempat dan kosakata yang dipergunakan oleh partisipan

dalam sebuah peristiwa tutur. Fenomena alih kode yang demikian dapat dilihat

pada data berikut.

Data 3

(O1) : (4) Yeh, saya kan minta sama adik, gimana ini?

„Wah, saya kan minta pada adik, bagaimana ini?‟

(O2) : (5) Kenkenne, ada apa ne?

„Bagaimana ini, ada apa?‟

(O1) : (6) Sing ja ada engken.

„Tidak ada apa.‟

: (7) Cuma anu saja.

: (8) Kebetulan anune

„Kebetulan ada sesuatu ini.‟

(O2) : (9) Nyen ento?

„Siapa itu?‟

Page 132: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

132

(O1) : (10) Ada bos baru ini dari Palu.

„Ada bos baru dari Palu.‟

: (11) Kalau memang anu.

„Kalau memang begitu.‟

: (12) Apang iraga pituru kenal.

„Supaya kita saling kenal.‟

(O2) : (13) Sip, sip, oke!

„Ya, ya saya setuju!‟

Dilihat dari bahasa yang digunakan, data 3 merupakan peristiwa tutur yang

sangat sederhana bahasanya. Pada awalnya, tuturan dimulai oleh O1 dengan

menggunakan BBC pada K4. Kemudian direspons oleh O2 dengan menggunakan

BB seperti tampak pada K5, Kenkenne, ada apa ne? „Bagaimana ini, ada apa?‟

Dengan melihat tuturan yang terdapat pada K4, Yeh, saya kan minta sama

adik, gimana ini? „Wah, saya kan minta pada adik, bagaimana ini?‟, tampak sekali

adanya rasa akrab antara O1 dan O2. Apalagi percakapan itu sebagian besar

menggunakan BB, seperti tampak pada K5, K6, K9, dan K12.

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K13, Sip, sip,

oke! „Ya, ya saya setuju.‟ Alih kode itu dilakukan oleh O2 dari BB, Nyen ento?

„Siapa itu?‟ ke bahasa Inggris pada K13. Penyebabnya tiada lain agar suasananya

semakin akrab.

6.6.1.3 O1 bermaksud merahasiakan sesuatu

Fenomena alih kode untuk merahasiakan sesuatu sering terjadi saat

transaksi jual-beli barang, baik di pasar, toko, maupun di kios-kios kecil. Hal itu

dilakukan agar harga barang yang ditawarkan kepada pembeli tidak diketahui.

Penyebab alih kode yang demikian dapat dilihat pada data berikut.

Page 133: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

133

Data 11

(O1) : (3) Sakuya muni ana miu?

„Berapa juga anakmu?‟

: (4) Keto, anak berturut-turut to.

„Begitu, orang berturut-turut itu.‟

: (5) Nakuya komiu?

„Sedang apa kamu?‟

: (6) Keto ba, nak berturut-turut to

„Begitu sudah, orang berturut-turut itu.‟

(O2) : (7) Berturut-turut, oh!

(O3) : (8) Degaga harapang.

„Tidak ada harapan.‟

(O1) : (9) Degaga harapang.

„Tidak ada harapan.‟

Merahasiakan sesuatu kepada orang lain sering terjadi dalam kehidupan

bermasyarakat. Hal itu memang perlu dilakukan agar orang lain tidak mengetahui

apa yang dibicarakan oleh penutur, seperti halnya peristiwa tutur pada data 11.

Pada awalnya, O1 menggunakan BK karena topiknya tentang bahasa Kaili.

Pemahaman tentang bahasa Kaili ini tampak dari tuturan yang disampaikan O1

pada K4, Keto, anak berturut-turut to „Begitu, orang berturut-turut itu.‟ Kemudian

O1 lagi menggunakan BK, seperti tampak pada kalimat Nakuya komiu? „Sedang

apa kamu?‟ dan seterusnya.

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K9, Degaga

harapang. „Tidak ada harapan.‟ Alih kode itu dilakukan oleh O1 dari BBC pada

K6, Keto ba, nak berturut-turut to „Begitu sudah, orang berturut-turut itu,‟ ke BBg

pada K9, Degaga harapang „Tidak ada harapan.‟ Alih kode itu dilakukan karena

O1 ingin merahasiakan sesuatu kepada O2. Oleh karena itu, O1 menggunakan BBg

pada K9.

Page 134: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

134

6.6.1.4 O1 terpengaruh oleh ucapan O2

Fenomena alih kode dapat juga terjadi sebagai akibat O1 terpengaruh oleh

ucapan mitra wicara (O2). Dalam hal ini, O1 ingin lebih dekat dengan O2. Oleh

karena itu, O1 berusaha menggunakan gaya bahasa yang digunakan oleh O2

sehingga terjadilah fenomena AK. Alih kode yang demikian dapat dilihat pada

data berikut.

Data 12

(01) : (7) Ning Bali ora enek?

„Di Bali tidak ada?‟

(02) : (8) Ora enek.

„Tidak ada.‟

: (9) Ning kene wong tuane kabeh.

„Di sini orang tuanya semua.‟

(03) : (10) Bojone wong Sulawesi.

„Istrinya orang Sulawesi.‟

(01) : (11) Mas anake tanggal piro ning anu berangkate?.

„Pak, anaknya tanggal berapa berangkat?‟

(02) : (12) Tanggal telu September.

„Tanggal tiga September.‟

(01) : (13) September.

(02) : (14) Iyo.

„Ya.‟

(01) : (15) Jadi, karo sopo ning kono?

„Jadi, dengan siapa di sana?‟

(02) : (16) Kontingen Sulawesi Tengah.

Pada awalnya, O1 menggunakan bahasa Jawa, seperti tampak pada K7,

Ning Bali ora enek? „Di Bali tidak ada?‟ Kemudian, O2 pun meresponsnya

dengan menggunakan BJ pada K8 dan K9.

Yang menarik dari tuturan di atas adalah pengaruh bahasa yang digunakan

oleh O2 pada K12, Tanggal telu September „Tanggal tiga September.‟ Karena ada

kata /September/ pada K12 itu, O1 beralih kode dari BJ pada K11, Mas anake

tanggal piro ning anu berangkate? „Pak, anaknya tanggal berapa berangkat?‟, ke

Page 135: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

135

BI pada K13, September. Dengan kata lain, peralihan kode yang dilakukan oleh O1

disebabkan oleh tuturan yang dilakukan oleh O2 pada K12.

6.6.1.5 O1 ingin merendahkan diri

Fenomena alih kode dapat juga terjadi ketika seseorang berkeinginan

merendahkan diri. Alih kode yang demikian dapat dilihat pada data berikut.

Data 18

(02) : (3) Tiang selain pegawai negeri, tiang masi megae kebun.

„Saya selain pegawai negeri, saya juga bekerja kebun.‟

: (4) Kebun itu ada ditanam coklat.

: (5) Ya lumayanlah jani penghasilan coklat.

„Ya lumayanlah sekarang penghasilan coklat.‟

: (6) Biasanya satu bulan maan satu juta.

„Biasanya satu bulan dapat satu juta.‟

: (7) Tergantung hasil.

: (8) Yen hasilne luung, liu maan.

„Kalau hasilnya bagus, banyak dapat.‟

: (9) Yen hasilne sing luung, bedik maan.

„Kalau hasilnya tidak bagus, sedikit dapat.‟

: (10) Cukup untuk tambah-tambah ongkos dapur.

Beberapa tuturan pada data 18 menggunakan BBC dan BI. Penggunaan

BBC dapat dilihat pada K3, K5, K6, K8, dan K9. Penggunaan BI dapat dilihat pada

K4, K7, dan K10. Penggunaan BBC dan BI pada peristiwa tutur tersebut sangat

wajar karena situasinya tergolong situasi takresmi.

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K10, Cukup

untuk tambah-tambah ongkos dapur. Alih kode itu dilakukan oleh O2 dari BBC

pada K9 ke BI pada K10. Alih kode terjadi karena keinginan O2 untuk

merendahkan diri. Padahal, tuturan sebelumnya O2 mengatakan seperti terlihat

pada K6, Biasanya satu bulan maan satu juta. „Biasanya satu bulan dapat satu

juta.‟

Page 136: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

136

6.6.2 Alih kode karena faktor mitra wicara (O2)

6.6.2.1 O2 ingin menunjukkan bahwa dirinya terpelajar

Fenomena alih kode dapat juga terjadi karena O2 ingin menunjukkan

bahwa dirinya terpelajar/cendekiawan. Oleh karena itu, O2 berusaha

menggunakan bahasa Inggris ketika terlibat pembicaraan dengan O1. Padahal, O1

hanya menggunakan bahasa Bali lumrah. Penyebab alih kode tersebut dapat

dilihat pada data berikut.

Data 3

(O1) : (4) Yeh, saya kan minta sama adik, gimana ini?

„Wah, saya kan minta pada adik, bagaimana ini?‟

(O2) : (5) Kenkenne, ada apa ne?

„Bagaimana ini, ada apa?‟

(O1) : (6) Sing ja ada engken.

„Tidak ada apa.‟

: (7) Cuma anu saja.

: (8) Kebetulan anune

„Kebetulan ada sesuatu ini.‟

(O2) : (9) Nyen ento?

„Siapa itu?‟

(O1) : (10) Ada bos baru ini dari Palu.

„Ada bos baru dari Palu.‟

: (11) Kalau memang anu.

„Kalau memang begitu.‟

: (12) Apang iraga pituru kenal.

„Supaya kita saling kenal.‟

(O2) : (13) Sip, sip, oke!

„Ya, ya saya setuju!‟

Pada awalnya, O1 menggunakan BBC, seperti tampak pada K4.

Selanjutnya, O2 meresponsnya dengan menggunakan BB pada K5. Penggunaan

dua bahasa tersebut sangat wajar karena situasinya memang takresmi.

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K13, Sip, sip,

oke „Ya, ya saya setuju!‟ Alih kode yang dilakukan oleh O1 semata-mata agar

Page 137: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

137

dirinya dianggap terpelajar karena situasi sebenarnya tidak mengharuskan O2

menggunakan bahasa Inggris. Apalagi O1 dalam peristiwa tutur tersebut tidak

menggunakan bahasa Inggris, tetapi menggunakan BBC, BB, dan BI, seperti

tampak pada K4, K6, K7, K8, K11, dan K12.

6.6.2.2 O2 ingin mengutip pembicaraan

Fenomena alih kode dapat juga terjadi karena O2 ingin mengutip

pembicaraan orang lain yang tidak hadir dalam peristiwa tutur. Meskipun

partisipan tidak hadir dalam peristiwa tutur, tuturannya tetap digunakan untuk

memperkuat pembicaraan yang sedang terjadi. Penyebab alih kode tersebut dapat

dilihat pada data berikut.

Data 8

(02) : (4) Sing dini aman.

„Tidak di sini aman.‟

: (5) Kehidupan antarsuku dini baik.

„Kehidupan antarsuku di sini baik.‟

: (6) Yang penting iraga sing mengganggu penduduk asli dini.

„Yang penting kita tidak mengganggu penduduk asli di sini.‟

: (7) Seperti pepatah, ‘di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung.

: (8) Artinya, di mana pun kita berada harus bisa menyesuaikan diri.

Pada awalnya, O2 menggunakan BBC, seperti tampak pada K4, Sing dini

aman „Tidak di sini aman.‟ Penggunaan BBC tersebut wajar karena situasinya

takresmi.

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K7, Seperti

pepatah, di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung. Alih kode itu dilakukan

oleh O2 dari BBC pada K6, Yang penting iraga sing mengganggu penduduk asli

dini „Yang penting kita tidak mengganggu penduduk asli di sini,‟ ke BI pada K7.

Alih kode itu terjadi karena O2 ingin mengutip pepatah dalam bahasa Indonesia.

Page 138: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

138

Penyebab alih kode lainnya dapat dilihat pada data berikut.

Data 20

Latar : Rumah I Ketut Keles

Topik : Kesehatan

Partisipan : Tamu (01)

Ketut Keles (02)

(01) : (1) … Sakit yang dominan, sakit paling keras napi?

„… Sakit yang dominan, sakit paling keras apa?‟

(02) : (2) Pertama, tiang ngilu bangkiang tiange.

„Pertama, saya nyeri di pinggang.‟

: (3) Kalau majalan abedik ngentah ngilu ento juk bah?

„Kalau berjalan sedikit nyeri itu kambuh langsung jatuh.‟

: (4) Maubad-maubad ilang ngilun bangkiang tiange ento.

„Setelah berobat, nyeri di pinggang saya hilang‟

: (5) Batis tiange dini semutan.

„Kaki saya di sini keram.‟

: (6) Beh alih tiang doktere.

„Wah, saya cari dokternya.‟

: (7) Aduh, keracunan obat ini Pak, jangan dimakan obat itu.

Pembicaraan dimulai oleh O1 dengan menggunakan BBC pada K1.

Tuturan O1 direspons oleh O2 dengan menggunakan BBC juga, seperti tampak

pada K2, Pertama, tiang ngilu bangkiang tiange „Pertama, saya nyeri di

pinggang.‟ Tuturan O2 pun dilanjutkan dengan menggunakan BBC pada K3, BB

pada K4, K5, dan K6 serta BI pada K7, Aduh, keracunan obat ini Pak, jangan

dimakan obat itu.

Alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K7. Alih kode itu

dilakukan oleh O2 dari BBC pada K6, Beh alih tiang doktere „Wah, saya cari

dokternya.‟ ke BI pada K7, Aduh, keracunan obat ini Pak, jangan dimakan obat

itu.

Page 139: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

139

Alih kode itu disebabkan oleh keinginan O2 mengutip pembicaraan orang

lain, seperti tampak pada K7. Dalam hal ini, O2 mengutip tuturan dokter ketika

sedang melakukan pengobatan.

6.6.2.3 O2 ingin memperjelas keterangan yang telah dipaparkan

Tidak semua berita/informasi yang disampaikan oleh penutur dalam

interaksi sosial dapat dengan mudah dipahami oleh mitra wicara. Kadang-kadang

ada juga mitra wicara yang sangat lambat memahami suatu tuturan. Oleh karena

itu, diperlukan suatu penjelasan yang lebih dalam. Akibatnya, peristiwa tutur itu

akan memunculkan suatu fenomena alih kode. Fenomena alih kode tersebut dapat

dilihat pada data berikut.

Data 17

(01) : (1) … Berarti secara tidak langsung ikut juga melestarikan ajeg Bali

Pak Tut ya.

(02) : (2) Ya secara tidak langsung tujuannya untuk ngajegang Bali

sebenarnya, ten kenten?

„Ya secara tidak langsung tujuannya untuk mengajegkan Bali

sebenarnya, kan begitu?‟

: (3) Pradah yang tiang tahu paling mendasar ya merupakan beban

orang tua, ten kenten?

„Pradah yang saya tahu paling mendasar ya merupakan beban

orang tua, kan begitu?‟

(01) : (4) Nggih.

(03) : (5) Pradah itu termasuk tulang punggungnya dari umat.

Pada awalnya, O1 menggunakan BI, seperti tampak pada K1, … Berarti

secara tidak langsung ikut juga melestarikan ajeg Bali Pak Tut ya. Kemudian,

direspons oleh O2 dengan menggunakan BBC, seperti tampak pada K2, Ya secara

tidak langsung tujuannya untuk ngajegang Bali sebenarnya, ten kenten? „Ya

secara tidak langsung tujuan untuk mengajegkan Bali sebenarnya, kan begitu?‟

Page 140: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

140

Fenomena alih kode terjadi dari BBC pada K3 ke BI pada K5. Alih kode itu

terjadi untuk memperjelas keterangan yang telah dipaparkan oleh O2 pada K2 dan

K3 sehingga muncullah tuturan, seperti tampak pada K5, Pradah itu termasuk

tulang punggungnya dari umat, yang tampak dengan jelas pada bentuk tulang

punggung.

6.6.3 Alih kode karena kehadiran O3

Kehadiran orang ketiga (O3) sering menimbulkan terjadinya alih kode.

Seperti diketahui, dalam suatu peristiwa, partisipan biasanya tidak selalu terdiri

atas dua orang. Tidak menutup kemungkinan, ketika interaksi berlangsung, tiba-

tiba datang O3 ikut terlibat dalam suatu pembicaraan yang mengakibatkan

terjadinya fenomena alih kode. Fenomena tersebut dapat dilihat pada data berikut.

Data 9

(01) : (3) Dua puluh tahunan deriki?

„Dua puluh tahun di sini?‟

(02) : (4) Tiang men tahun tujuh tiga deriki, kudang tahun ampun?

„Saya sudah tahun tujuh tiga di sini, berapa tahun sudah?‟

(03) : (5) Berapa telurnya? (datang 03)

(02) : (6) Empat, lima ribu.

: (7) Deriki tahun tujuh tiga.

„Di sini tahun tujuh tiga.‟

: (8) Nenek, bapak, ba sing nu dini, kasihan!.

„Nenek, bapak, sudah tidak ada di sini, kasihan!‟

Ada dua bahasa yang digunakan pada data 9, yaitu BBC dan BI.

Penggunaan BBC dapat dilihat pada K3, K4, K7, dan K8, sedangkan penggunaan

BI dapat dilihat pada K5 dan K6. Penggunaan BBC ternyata lebih dominan

daripada penggunaan BI.

Page 141: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

141

Alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K6, Empat, lima ribu.

Alih kode tersebut dilakukan oleh O2 dari BBC pada K4, Tiang men tahun tujuh

tiga deriki, kudang tahun ampun? „Saya sudah tahun tujuh tiga di sini, berapa

tahun sudah?‟, ke BI pada K6, Empat, lima ribu. Alih kode itu disebabkan oleh

kehadiran orang ketiga yang kebetulan berasal dari etnis Kaili. Oleh karena itu, O2

beralih kode ke bahasa yang dipahami bersama, yaitu BI.

6.6.4 Alih kode karena materi pembicaraan

Materi pembicaraan/topik pembicaraan dapat juga menjadi penyebab

terjadinya fenomena alih kode. Partisipan kadang-kadang tidak menyadari bahwa

apa yang dibicarakan cenderung menimbulkan terjadinya fenomena alih kode.

Fenomena yang demikian dapat dilihat pada data berikut.

Data 21

Latar : Rumah Wayan Netra

Topik : Perkuliahan

Partisipan : Wayan Netra (01)

Guru SD (02)

I Wayan Samba (03)

(01) : (1) Panak awake tawanga ken emboke.

„Anakmu dikenal oleh kakak.‟

(02) : (2) To ba ibuke san ngorahang.

„Itu sudah ibu tadi mengatakan.‟

(01) : (3) Panake kan di Bali kuliah.

„Anaknya kan di Bali kuliah.‟

(03) : (4) Sira Pak kuliah di Bali?

„Siapa Pak kuliah di Bali?‟

(02) : (5) Panak tiange.

„Anak saya.‟

(03) : (6) Ane nomor kuda?

„Yang nomor berapa?‟

(02) : (7) Ane nomor dua.

„Yang nomor dua.‟

Page 142: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

142

(03) : (8) Dija kuliah di Bali Pak?

„Di mana kuliah di Bali Pak?‟

(02) : (9) Di Unud nika, Jurusan Informatika.

„Di Unud, Jurusan Informatika.‟

: (10) Dia bilang, ‘Aduh Pak saya salah pilih jurusan, setengah mati Pak.

: (11) Yang setengah mati itu bagus kan, jarang orang bisa.

Pada awalnya, O1 menggunakan BB ketika berbicara dengan O2. Karena

O1 menggunakan BB, O2 pun meresponsnya dengan menggunakan BB, seperti

tampak pada K2, To ba ibuke san ngorahang „Itu sudah ibu tadi mengatakan‟.

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K10 dan K11.

Alih kode itu dilakukan oleh O2 dari BBC pada K9, Di Unud nika, Jurusan

Informatika „Di Unud, Jurusan Informatika,‟ ke BI pada K10, Dia bilang, Aduh

Pak saya salah pilih jurusan, setengah mati Pak. Alih kode itu dilakukan oleh O2

tentu karena ada dasarnya. Penyebabnya adalah topik pembicaraannya berubah

dari topik keluarga ke topik perkuliahan. Ketika topiknya tentang keluarga, O2

masih bercakap-cakap dengan menggunakan BB, seperti tampak pada K2, K5, K6,

K7, dan K9. Namun, ketika topiknya berubah dari topik keluarga ke topik

perkuliahan, O2 menggunakan bahasa yang berbeda, yaitu BI seperti tampak pada

K10 dan K11.

Penyebab alih kode lainnya dapat dilihat pada data berikut.

Data 22

Latar : Jaba pura

Topik : Pembagian tanah

Partisipan : Pak Ketut (01)

Pak Suwitra (02)

(01) : (1) Tahun kuda meriki, Pak?

„Tahun berapa kemari, Pak.‟

(02) : (2) Tahun 72 meriki tiang rauh ring Sumbersari.

„Tahun 72 kemari saya tiba di Sumbersari.‟

Page 143: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

143

(01) : (3) Punapi indik transmigrasine?

„Bagaimana tentang transmigrasinya?‟

(02) : (4) Tiang transmigrasi spontan nika.

„Saya transmigrasi spontan.‟

(01) : (5) Kudang KK meriki, Pak, akeh?

„Berapa KK kemari, Pak, banyak?‟

(01) : (6) Tiang pertama meriki 53 KK, masuk meriki pertama kenten!

„Saya pertama ke sini 53 KK, masuk ke sini pertama, begitu!‟

: (7) Seantukan wenten nak akeh daweg nika sempat kenten ngalih

tanah.

„Kebetulan ada orang banyak waktu itu berkesempatan mencari

tanah.‟

(01) : (8) Kudang hektar polih tanah?

„Berapa hektar dapat tanah?‟

(02) : (9) Kalih hektar nika.

„Dua hektar.‟

: (10) Kan deriki polih pembagian kalih hektar nika.

„Kan di sini dapat pembagian dua hektar.‟

(01) : (11) Jadi, ane membuka jalan warga kita?

„Jadi, yang membuka jalan warga kita?‟

(02) : (12) Nggih.

„Ya.‟

: (13) Yang membuka jalan kita dulu merintisnya.

: (14) Kita dulu membuat selokannya.

Pembicaraan dimulai dengan menggunakan BBC oleh O1, Tahun kuda

meriki, Pak? „Tahun berapa kemari, Pak.‟ Kemudian, O2 meresponsnya dengan

menggunakan BBC juga pada K2. Penggunaan BBC pada data 22 wajar karena

situasinya takresmi. Bahkan, tuturan berikutnya sebagian besar menggunakan

BBC. Hal ini dapat dilihat pada K3, K4, K5, K6, K7, K8, K9, dan K10. Hanya satu

tuturan menggunakan BB, yaitu pada K12, dan dua tuturan menggunakan BI, yaitu

pada K13 dan K14.

Alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K13 dan K14. Alih kode

itu dilakukan oleh O2 dari BBC pada K10, Kan deriki polih pembagian kalih

hektar nika „Kan di sini dapat pembagian dua hektar,‟ ke BI pada K13, Yang

membuka jalan kita dulu merintisnya. Peralihan kode itu disebabkan oleh

Page 144: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

144

perubahan topik pembicaraan dari topik masalah pribadi, yaitu keluarga ke topik

yang berhubungan dengan masalah nasional, yaitu pembuatan jalan umum.

Penyebab alih kode lainnya dapat dilihat pada data berikut.

Data 23

Latar : Teras rumah

Topik : Kesehatan

Partisipan : Tamu (01)

Pak Keles (02)

(01) : (1) Jangan dipikirin batise seger nyak sing.

„Jangan dipikirkan kakinya sembuh apa tidak.‟

: (2) Om…, Om…, mikirin Ida Sang Hyang Widi Wasa.

„Om…, Om…, memikirkan Ida Sang Hyang Widi Wasa.‟

: (3) Om…, Om…, Om…, begitu.

(02) : (4) Yen benengan ento jeg.

„Kalau soal itu sudah.‟

: (5) Masalah mapunia tiang jeg paling banina.

„Masalah sumbangan dana saya paling berani.‟

: (6) Sajaan juk oraang ba tiang paling banina.

„Benar, boleh dikatakan saya paling berani.‟

: (7) Apa yang artinya orang punya gerakan di desa saya bantu.

: (8) Ini uang cuma-cuma.

Data 23 menggunakan tiga macam bahasa, yaitu BBC, BB, dan BI.

Penggunaan BBC dapat dilihat pada K1, K2, K3, K5, K6. Penggunaan BB dapat

dilihat pada K4, sedangkan penggunaan BI dapat dilihat pada K7 dan K8.

Penggunaan bahasa yang bervariasi itu sangat wajar sebab situasinya takresmi.

Alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K7, Apa yang artinya

orang punya gerakan di desa saya bantu. Alih kode itu dilakukan oleh O2 dari

BBC pada K6, Sajaan juk oraang ba tiang paling banina „Benar, boleh dikatakan

saya paling berani,‟ ke BI pada K7. Alih kode itu disebabkan oleh perubahan topik

pembicaraan, yaitu dari topik keluarga ke topik umum, yaitu gerakan desa.

Page 145: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

145

6.6.5 Alih kode karena situasi

Situasi sangat memegang peranan terjadinya fenomena alih kode. Jika

situasi berubah dalam suatu peristiwa tutur, pilihan bahasa partisipan pun berubah.

Hal tersebut dapat dilihat pada data berikut.

Data 9

(01) : (3) Dua puluh tahunan deriki?

„Dua puluh tahun di sini?‟

(02) : (4) Tiang men tahun tujuh tiga deriki, kudang tahun ampun?

„Saya sudah tahun tujuh tiga di sini, berapa tahun sudah?‟

(03) : (5) Berapa telurnya? (datang 03)

(02) : (6) Empat, lima ribu.

: (7) Deriki tahun tujuh tiga.

„Di sini tahun tujuh tiga.‟

: (8) Nenek, bapak, ba sing nu dini, kasihan!

„Nenek, bapak, sudah tidak ada di sini, kasihan!‟

Beberapa tuturan pada data 9 menggunakan BBC dan BI. Penggunaan

BBC dapat dilihat pada K3, K4, K7, dan K8, sedangkan penggunaan BI tampak

pada K5 dan K6. Penggunaan BBC ternyata lebih dominan dibandingkan dengan

penggunaan BI.

Pada awalnya, O1 menggunakan BBC, seperti tampak pada K3, Dua puluh

tahunan deriki? „Dua puluh tahun di sini?‟ Tuturan O1 direspons oleh O2 dengan

menggunakan BBC juga, seperti tampak pada K4, Tiang men tahun tujuh tiga

deriki, kudang tahun ampun? „Saya sudah tahun tujuh tiga di sini, berapa tahun

sudah?‟ Penggunaan BI baru muncul setelah pembicaraan sampai pada K5 dan K6.

Penggunaan BI itu disebabkan oleh situasi yang meliputi peristiwa tutur berubah,

yaitu hadirnya orang ketiga. Dengan kata lain, perubahan penggunaan bahasa itu

disebabkan oleh situasi yag melingkupi peristiwa tutur.

Page 146: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

146

Penyebab alih kode lainnya dapat dilihat pada data berikut.

Data 5

(01) : (4) Ada rezeki kita terima, syukur.

: (5) Ada yang dimasak, syukur.

: (6) Jadi manusia tidak pernah syukur, wah.

(02) : (7) Bahaya!

(01) : (8) Saya tidak sarjana, tapi saya hanya belajar otodidak, baca buku,

mendengar orang bijak, kalau diskusi kita catat.

(03) : (9) Tiang pamit, nggih? (datang 03)

„Saya permisi ya?‟

(01) : (10) Mai wa, kenken bapanne seger?

„Kemari Bibi, bagaimana bapaknya sehat?‟

(03) : (11) Keto dogen ba, nak rematik.

„Begitu saja sudah, orang rematik.‟

(12) Sing taen kija-kija, jumah dogen.

„Tidak pernah ke mana-mana, di rumah saja.‟

Beberapa tuturan yang terdapat pada data 5 dimulai dengan menggunakan

BI, seperti tampak pada K4, Ada rezeki kita terima, syukur. Demikian juga K5, K6,

K7, dan K8. Semuanya menggunakan BI.

Alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K10, Mai wa, kenken

bapanne seger? „Kemari Bibi, bagaimana bapaknya sehat?‟ Alih kode itu

dilakukan oleh O1 dari BI pada K8 ke BB pada K10. Peralihan kode disebabkan

oleh perubahan situasi, yaitu hadirnya O3. Dengan kata lain, hadirnya O3

menyebabkan O1 beralih kode dari BI pada K8, Saya tidak sarjana, tapi saya

hanya belajar otodidak, baca buku, mendengar orang bijak, kalau diskusi kita

catat, ke BB pada K10, Mai wa, kenken bapanne seger? „Kemari Bibi, bagaimana

bapaknya sehat?‟

Jika diperhatikan secara saksama, O3 pun beralih kode dari BBH pada K9

ke BBL pada K11 dan K12. Hanya saja penyebab terjadinya alih kode berbeda.

Perbedaannya adalah O1 beralih kode karena situasinya berubah, yaitu hadirnya

Page 147: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

147

O3 dalam suatu pembicaraan, sedangkan O3 beralih kode karena terpengaruh oleh

O1 yang menggunakan BBL dalam suatu pembicaraan. Oleh karena itu, O3 beralih

kode dari BBH pada K9, Tiang pamit, nggih? „Saya permisi ya?‟, ke BBL pada

K11, Keto dogen ba, nak rematik „Begitu saja sudah, orang rematik.‟

6.6.6 Alih kode karena pembicaraan sebelumnya

Fenomena alih kode dapat juga terjadi karena partisipan terpengaruh oleh

kalimat pembicaraan sebelumnya. Alih kode yang demikian dapat dilihat pada

data berikut.

Data 12

(01) : (7) Ning Bali ora enek?

„Di Bali tidak ada?‟

(02) : (8) Ora enek.

„Tidak ada.‟

: (9) Ning kene wong tuane kabeh.

„Di sini orang tuanya semua.‟

(03) : (10) Bojone wong Sulawesi.

„Istrinya orang Sulawesi.‟

(01) : (11) Mas anake tanggal piro ning anu berangkate?.

„Pak, anaknya tanggal berapa berangkat?‟

(02) : (12) Tanggal telu September.

„Tanggal tiga September.‟

(01) : (13) September.

(02) : (14) Iyo.

„Ya.‟

(01) : (15) Jadi, karo sopo ning kono?

„Jadi, dengan siapa di sana?‟

(02) : (16) Kontingen Sulawesi Tengah.

Kutipan beberapa tuturan pada data 12 sebagian besar menggunakan BJ.

Penggunaan BJ dapat dilihat pada K7, K8, K9, K10, K11, K12, K14, dan K15.

Dominannya penggunaan BJ pada data 12 sangat wajar karena O1 sangat

menguasai BJ. Kebetulan mitra wicaranya, yaitu O2, berasal dari etnis Jawa.

Page 148: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

148

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K13,

September. Alih kode dilakukan oleh O1 dari BJ pada K11 ke BI pada K13. Alih

kode tersebut disebabkan oleh pembicaraan sebelumnya, yaitu K12, Tanggal telu

September. „Tanggal tiga September.‟ Jadi, alih kode yang dilakukan oleh O1

semata-mata karena pengaruh pembicaraan sebelumnya yang kebetulan menyebut

kata /September/ pada K12.

6.6.7 Alih kode karena perjanjian

Alih kode dapat juga terjadi akibat partisipan ingin mengadakan perjanjian

dalam sebuah peristiwa tutur. Alih kode yang demikian dapat dilihat pada data

berikut.

Data 3

(O1) : (4) Yeh, saya kan minta sama adik, gimana ini?

„Wah, saya kan minta pada adik, bagaimana ini?‟

(O2) : (5) Kenkenne, ada apa ne?

„Bagaimana ini, ada apa?‟

(O1) : (6) Sing ja ada engken.

„Tidak ada apa.‟

: (7) Cuma anu saja.

: (8) Kebetulan anune

„Kebetulan ada sesuatu ini.‟

(O2) : (9) Nyen ento?

„Siapa itu?‟

(O1) : (10) Ada bos baru ini dari Palu.

„Ada bos baru dari Palu.‟

: (11) Kalau memang anu.

„Kalau memang begitu.‟

: (12) Apang iraga pituru kenal.

„Supaya kita saling kenal.‟

(O2) : (13) Sip, sip, oke!

„Ya, ya saya setuju!‟

Beberapa tuturan pada data 3 menggunakan BBC, BB, BI, dan bahasa

Inggris. Penggunaan BBC dapat dilihat pada K4, K8, dan K12. Penggunaan BB

Page 149: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

149

dapat dilihat pada K5, K6, dan K9. Penggunaan BI dapat dilihat pada K7, K10, K11,

dan bahasa Inggris dapat dilihat pada K13. Penggunaan berbagai bahasa pada data

3 sangat wajar karena situasinya memang takresmi.

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K13, Sip, sip,

oke! „Ya, ya saya setuju!‟ Alih kode itu dilakukan oleh O2 dari BB pada K9, Nyen

ento? „Siapa itu?‟, dan bahasa Inggris pada K13. Penyebab alih kode tersebut tiada

lain karena ungkapan yang berkaitan dengan kesepakatan antara kedua belah

pihak, yaitu O1 dan O2. Maksudnya, O2 berjanji untuk menyepakati permintaan

O1. Hal ini dapat dilihat pada tuturan O2 pada K13.

6.6.8 Alih kode karena kurang menguasai bahasa daerah

Alih kode dapat juga disebabkan oleh kurangnya partisipan menguasai

bahasa daerah. Oleh karena itu, partisipan beralih kode ke bahasa nasional, yaitu

bahasa Indonesia, sebagai alat penghubung antaretnis. Penyebab alih kode yang

demikian dapat dilihat pada data berikut.

Data 16

(01) : (1) Jumei mokuya?

„Untuk apa datang kemari?‟

(02) : (2) Datang basiara.

„Datang pesiar.‟

(01) : (3) Impia komi narata?

„Kapan kamu datang?‟

(02) : (4) Tadi.

(01) : (5) Mapia manjili?

„Kapan pulang?‟

(02) : (6) Hari Minggu.

(01) : (7) Ri Palu riva komiu?

„Kamu di mananya di Palu?‟

(02) : (8) Jalan Thamrin.

Page 150: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

150

Beberapa tuturan pada data 16 dimulai oleh O1 dengan menggunakan BK,

seperti tampak pada K1, Jumei mokuya? Datang baapa? „Untuk apa datang

kemari?‟ Penggunaan BK tersebut disebabkan oleh mitra wicara yang berasal dari

etnis Kaili-Bugis. Selain itu, O1 berusaha berkonvergensi bahasa kepada mitra

wicara untuk menunjukkan rasa toleransi antaretnis. Usaha O1 tidak sia-sia.

Tuturan O1 direspons oleh O2 dengan menggunakan BK dicampur dengan BI,

seperti tampak pada K2, Datang basiara. Datang pesiar „Silaturahmi.‟

Meskipun menggunakan BK dicampur dengan BI, O2 berusaha melakukan

konvergensi bahasa dengan O1. Namun, konvergensi bahasa yang dilakukan oleh

O2 tergolong konvergensi parsial. Maksudnya, O2 melakukan konvergensi bukan

secara total, melainkan sebagian saja, menggunakan satu kata BI dan satu kata

lagi BK, seperti tampak pada K2.

Jika diperhatikan secara saksama, percakapan yang dilakukan oleh O1 dan

O2 sangat akrab. Seolah-olah tidak ada jarak di antara mereka. Bahkan, keduanya

berusaha menunjukkan rasa toleransinya dengan melakukan konvergensi bahasa.

Meskipun dalam percakapan di atas sebagian besar O2 menggunakan BI,

bukan berarti dia melakukan divergensi bahasa. Pada hakikatnya O2 ingin sekali

melakukan konvergensi bahasa secara total, namun penguasaan BK-nya kurang

memadai. Bahkan, karena kurang menguasai BK, O2 beralih kode dari campuran

BI/BK pada K2 ke BI pada K4, K6, dan K8. Jadi, alih kode yang dilakukan oleh O2

semata-mata karena kurang menguasai BK. Apalagi, O2 bukan berasal dari etnis

Kaili secara utuh, melainkan berasal dari campuran etnis Kaili-Bugis. Dengan

demikian, wajar O2 kurang menguasai BK.

Page 151: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

151

6.6.9 Alih kode karena keinginan partisipan menunjukkan rasa toleransi

antaretnis

Alih kode dapat juga terjadi akibat keinginan partisipan menunjukkan rasa

toleransi yang tinggi terhadap etnis lain. Keinginan tersebut tentu membawa hal

positif bagi kehidupan antaretnis di masyarakat. Penyebab alih kode yang

demikian dapat dilihat pada data berikut.

Data 12

(01) : (1) Selamat malam!

(02) : (2) Malam!

(01) : (3) Piye to kabare?

„Bagaimana kabarnya?‟

(02) : (4) Kabare ya apik ae to.

„Kabarnya ya baik-baik saja.‟

(01) : (5) Anake Mas ning Sulawesi piro?

„Anaknya Bapak di Sulawesi berapa?‟

(02) : (6) Papatlah.

„Empatlah.‟

(01) : (7) Ning Bali ora enek?

„Di Bali tidak ada?‟

(02) : (8) Ora enek.

„Tidak ada.‟

: (9) Ning kene wong tuane kabeh.

„Di sini orang tuanya semua.‟

(03) : (10) Bojone wong Sulawesi.

„Istrinya orang Sulawesi.‟

(01) : (11) Mas anake tanggal piro ning anu berangkate?

„Pak, anaknya tanggal berapa berangkat?‟

(02) : (12) Tanggal telu September.

„Tanggal tiga September.‟

(01) : (13) September.

(02) : (14) Iyo.

„Ya.‟

(01) : (15) Jadi, karo sopo ning kono?

„Jadi, dengan siapa di sana?‟

(02) : (16) Kontingen Sulawesi Tengah.

Percakapan di atas diawali dengan menggunakan BI. Selanjutnya, tuturan

O1 direspons oleh O2 dengan menggunakan BI juga. Memang, dalam

Page 152: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

152

sosiolinguistik pada umumnya O2 mengikuti bahasa yang digunakan oleh O1.

Percakapan berlanjut dengan menggunakan bahasa Jawa, baik oleh O1 maupun

oleh O2. Bahkan, O3 pun ikut menggunakan bahasa Jawa, seperti tampak pada

K10, Bojone wong Sulawesi „Istrinya orang Sulawesi.‟

Penggunaan bahasa Jawa, baik oleh O1 maupun O3 dimaksudkan untuk

menunjukkan rasa toleransinya yang tinggi terhadap mitra wicara, yaitu O2. Untuk

itulah, mereka melakukan konvergensi bahasa. Ternyata O2 meresponsnya dengan

menggunakan bahasa Jawa juga, seperti tampak pada K8, K9, K12, dan K14.

Jika diperhatikan secara saksama percakapan di atas, tuturan O2 dominan

menggunakan bahasa Jawa, seperti tampak pada K8, K9, K12, dan K14. Hanya satu

tuturan menggunakan BI, yaitu K16, Kontingen Sulawesi Tengah.

Meskipun sebagian besar tuturannya menggunakan BJ, bukan berarti O2

telah melakukan divergensi bahasa. Dominannya penggunaan BJ oleh O2 semata-

mata untuk mengimbangi tuturan O1 yang menggunakan bahasa Jawa.

Alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K3. Alih kode itu

dilakukan oleh O1 untuk menunjukkan rasa toleransinya yang tinggi terhadap O2.

Kebetulan O2 berasal dari etnis Jawa.

Penyebab alih kode lainnya dapat dilihat pada data berikut.

Data 11

(O1) : (3) Sakuya muni ana miu?

„Berapa juga anakmu?‟

: (4) Keto, anak berturut-turut to.

„Begitu, orang berturut-turut itu.‟

: (5) Nakuya komiu?

„Sedang apa kamu?‟

: (6) Keto ba, nak berturut-turut to

„Begitu sudah, orang berturut-turut itu.‟

Page 153: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

153

(O2) : (7) Berturut-turut, oh!

(O3) : (8) Degaga harapang.

„Tidak ada harapan.‟

(O1) : (9) Degaga harapang.

„Tidak ada harapan.‟

Beberapa tuturan di atas, tampak adanya penggunaan BK pada K3 dan K5;

penggunaan BBC pada K4 dan K6; penggunaan BI pada K7, dan penggunaan BBg

pada K8 dan K9. Bahasa Kaili digunakan oleh O1 untuk memberikan pelajaran

kepada O2 yang berasal dari etnis Bali tentang BK. Padahal, O1 berasal dari etnis

Bali. Namun, karena kemampuan yang bagus tentang BK, O1 berusaha

mengajarkan BK kepada O2.

Dilihat dari cara berbicaranya, O1 sangat menguasai BK. Hal ini tampak

dengan jelas pada K3, K4, K5, dan K6. Alih kode terjadi ketika pembicaraan

sampai pada K9, Degaga harapang „Tidak ada harapan.‟ Alih kode ini dilakukan

oleh O1 dari BBC pada K6 ke BBg pada K9. Alih kode itu dilakukan oleh O1 untuk

mengimbangi bahasa yang digunakan oleh O3 pada K8. Dalam hal ini, O1 ingin

menunjukkan rasa toleransinya kepada O3 dengan melakukan konvergensi bahasa.

Penyebab alih kode berikutnya dapat dilihat pada data di bawah ini.

Data 13

(01) : (1) Kuda besik ne, Pak?

„Berapa satu ini, Pak?‟

(02) : (2) Sembilan belas, oh ne!

„Sembilan belas, oh ini!‟

(01) : (3) Kaset dangdut, dangdut.

(02) : (4) Oh, dangdut… sembilan belas.

(01) : (5) Sing dadi tawahin?

„Tidak boleh ditawar?‟

(02) : (6) Memang harga pas.

(01) : (7) Baang kuang bedik, nah?

„Berikan kurang sedikit, ya?‟

(02) : (8) Sudah pas hargane, sing dadi kuang.

„Sudah pas harganya, tidak boleh kurang.‟

Page 154: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

154

(01) : (9) Nyemak dua ne!

„Ngambil dua ini.‟

(02) : (10) Nyemak dua?

„Ngambil dua?‟

Data di atas dimulai dengan menggunakan BB. Bahasa itu digunakan oleh

O1 yang berasal dari etnis Bugis. Bahkan, sebagian besar bahasa yang digunakan

oleh O1 adalah BB, seperti tampak pada K1, K5, K7, dan K9. Hanya K3

menggunakan BI.

Penggunaan BB oleh O1 tentu memiliki maksud tertentu. Selain bertujuan

agar dapat menawar harga barang, tidak menutup kemungkinan O1 bertujuan

untuk menunjukkan rasa toleransi yang tinggi terhadap mitra wicara, yaitu O2.

Dengan kata lain, rasa toleransi O1 ditunjukkan dengan melakukan konvergensi

bahasa.

Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K3, Kaset

dangdut, dangdut. Alih kode itu dilakukan oleh O1 dari BB pada K1, Kuda besik

ne, Pak? „Berapa satu ini, Pak?‟ ke BI pada K3. Alih kode itu selain dilakukan

dari BB ke BI, juga dilakukan oleh O1 dari BI ke BB, seperti tampak pada K3 dan

K5. Alih kode itu dilakukan oleh O1 karena berkeinginan untuk menunjukkan rasa

toleransinya kepada O2. Rasa toleransi itu diwujudkan dengan menggunakan BB.

Padahal, diketahui bahwa O1 berasal dari etnis Bugis.

Penyebab alih kode berikutnya dapat dilihat pada data di bawah ini.

Data 15

(02) : (14) Kuda ne Pak?

„Berapa ini Pak?‟

(01) : (15) Niki jak timpal gen pak nah.

„Ini sama teman saja, Pak ya.‟

Page 155: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

155

: (16) Terus terang biasane tiang ngadep ji selae.

„Terus terang biasanya saya menjual dengan harga dua puluh lima‟

(02) : (17) Selae?

„Dua puluh lima?‟

(01) : (18) Nah jani baang duang dasa jak timpal.

„Ya sekarang diberi dua puluh sama teman.‟

(02) : (19) Untuk menghindari debu.

(01) : (20) Nggih.

„Ya.‟

: (21) Kaca mata kan untuk sehat, untuk penampilan.

Jika dilihat secara saksama data 15, tampak sekali ada komunikasi dua

arah antara O1 dan O2. Sepintas komunikasi itu terjadi antara dua etnis Bali.

Namun, kenyataannya komunikasi itu terjadi antara etnis Bugis dan etnis Bali.

Penggunaan BB oleh O1 pada data di atas menunjukkan bahwa O1

memiliki penguasaan BB yang cukup bagus. Bahkan, tuturan yang disampaikan

oleh O1 sebagian besar menggunakan BB, seperti tampak pada K15, K16, K18, dan

K20. Hanya pada K21 O1 menggunakan BI, yaitu Kaca mata kan untuk sehat, untuk

penampilan. Penggunaan BI ini pun disebabkan oleh tuturan sebelumnya pada

K19, Untuk menghindari debu. Maksudnya, O1 berusaha untuk mengimbangi

tuturan O2 yang menggunakan BI.

Dilihat dari bahasa yang digunakan, dapat dikatakan bahwa O1 telah

melakukan konvergensi bahasa, seperti tampak pada K15, K16, K18, dan K20.

Konvergensi bahasa itu dilakukan oleh O1 untuk menunjukkan rasa toleransinya

kepada O2 yang berasal dari etnis Bali. Rasa toleransi ini juga tampak ketika O1

beralih kode dari BB ke BI pada K20 dan K21. Dalam hal ini, O1 selalu

mengimbangi bahasa yang digunakan oleh O2 pada data 15.

Page 156: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

156

Sebab-sebab terjadinya alih kode dapat dilihat pada bagan di bawah ini.

Sebab-sebab

Terjadinya Alih Kode

AK karena O1

1. Penekanan

2. Akrab

3. Rahasia

4. Ucapan

5. Merendahkan Diri

AK karena O2

1. Terpelajar

2. Kutipan

3. Kejelasan

Kehadiran O3

Materi Pembicaraan

Situasi

Pembicaraan Sebelumnya

Perjanjian

Toleransi

Penguasaan Bahasa

Bagan 6.4

Sebab-sebab Terjadinya Alih Kode dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur

Masyarakat Bali di Parigi

Page 157: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

157

BAB VII

CAMPUR KODE DAN INTERFERENSI DALAM PENGGUNAAN

BAHASA GUYUB TUTUR MASYARAKAT BALI DI PARIGI

7.1 Campur Kode dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur Masyarakat

Bali di Parigi

Nababan (1984:32) mengemukakan fenomena campur kode (CK) itu

sebagai berikut.

Suatu keadaan berbahasa lain ialah bilamana orang mencampur dua atau

lebih bahasa dalam suatu tindak berbahasa (speech act) tanpa ada sesuatu

dalam situasi berbahasa itu yang menuntut percampuran bahasa itu.

Tindak bahasa yang demikian disebut campur kode.

Jika diperhatikan secara saksama pandangan Nababan, ternyata campur

kode dan alih kode memiliki perbedaan. Kalau dalam alih kode ada kondisi yang

menuntut penutur beralih kode dan hal itu menjadi kesadaran penutur, sedangkan

campur kode terjadi tanpa ada kondisi yang menuntut percampuran kode tersebut.

Sementara itu, Fasold (1984:180) lebih mempertimbangkan faktor

linguistik atau kebahasaan. Fasold menyatakan bahwa campur kode adalah

fenomena yang lebih lembut daripada fenomena alih kode. Dalam campur kode

terdapat serpihan-serpihan suatu bahasa yang digunakan oleh seorang penutur,

tetapi pada dasarnya dia menggunakan bahasa yang tertentu. Serpihan-serpihan

bahasa itu berasal dari bahasa lain dan biasanya berupa kata, tetapi juga berupa

frasa atau unit bahasa yang lebih besar.

Ciri yang menonjol dalam campur kode adalah kesantaian atau situasi

informal. Dalam situasi formal jarang terdapat campur kode. Kalau terdapat

campur kode dalam keadaan demikian, hal itu disebabkan oleh tidak ada

ungkapan yang tepat dalam bahasa yang sedang dipakai sehingga perlu memakai

Page 158: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

158

kata atau ungkapan dari bahasa lain/asing. Fenomena campur kode tersebut dapat

dilihat pada data berikut.

Data 24

Latar : Ruang tamu

Topik : Pendirian pura

Partisipan : Tuan rumah (etnis Bali)

Nyoman Sukawan (etnis Bali)

(01) : (1) Sampun sue deriki Pak Wayan?

„Sudah lama di sini Pak Wayan?‟

(02) : (2) … sampun wenten, minabang tiang 25 tahun lebih.

„… sudah ada saya kira 25 tahun lebih‟.

: (3) Setelah nika mangkin ampun akeh nika umate.

„Setelah itu sekarang sudah banyak umatnya.‟

: (4) Ring Nambaru makeh.

„Di Nambaru banyak.‟

: (5) Ring Desa Sumbersari kemanten paling makeh 20-an KK kari.

„Di Desa Sumbersari saja paling banyak 20-an KK masih.‟

: (6) Setelah nika pindah umate ke Nambaru.

„Setelah itu pindah umatnya ke Nambaru.‟

: (7) Artinya pindah ke asalnya wenten 60-an KK.

„Artinya pindah ke asalnya ada 60-an KK.‟

Jika diperhatikan tuturan pada data 24, tampak terjadi sebuah fenomena

campur kode dalam pemakaian BB. Hal ini jelas terlihat pada K2, … sampun

wenten minabang tiang 25 tahun lebih „Sudah ada saya kira 25 tahun lebih.‟

Masuknya serpihan-serpihan BI, seperti //25 tahun lebih// pada K2, dapat

digolongkan sebagai fenomena campur kode. Maksudnya, pada tuturan K2, O2

telah memasukkan serpihan-serpihan BI ke dalam pemakaian BB sehingga O2

dapat dikatakan telah melakukan campur kode pada tuturannya. Fenomena

campur kode yang muncul dalam tuturan tersebut tanpa disengaja dan muncul

begitu saja.

Page 159: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

159

Kalimat 3 pada data 24 pun demikian. Masuknya serpihan-serpihan BI,

seperti kata /setelah/ dan /umat/ pada K3, Setelah nika mangkin ampun akeh nika

umate „Setelah itu sekarang sudah banyak umatnya,‟ dalam pemakaian BB dapat

dikatakan telah terjadi fenomena campur kode. Masuknya serpihan-serpihan

tersebut tanpa sebab dan situasinya pun takresmi.

Tuturan pada K5, K6, dan K7 pun demikian. Pada tuturan tersebut telah

terjadi campur kode setelah masuknya unsur-unsur BI dalam pemakaian BB. Pada

tuturan K5 terdapat serpihan-serpihan BI, seperti /paling/ dan //20-an KK//. Pada

tuturan K6 terdapat serpihan-serpihan BI, seperti /setelah/, /pindah/, dan /umat/.

Pada tuturan K7 terdapat serpihan-serpihan BI, seperti //Artinya pindah ke

asalnya// dan //60-an KK//.

Masuknya unsur-unsur BI, seperti /paling/ dan //20-an KK// pada

pemakaian BB dapat dikatakan sebagai fenomena campur kode. Begitu pula

masuknya unsur-unsur, seperti /setelah/, /umat/, dan /pindah/ dalam pemakaian

BB dapat dikatakan sebagai fenomena campur kode. Terakhir, masuknya unsur-

unsur //artinya pindah ke asalnya// dan //60-an KK// dalam pemakaian BB dapat

dikatakan sebagai fenomena campur kode.

Fenomena campur kode lainnya dapat dilihat pada data berikut.

Data 18

(02) : (3) Tiang selain pegawai negeri, tiang masi megae kebun.

„Saya selain pegawai negeri, saya juga bekerja kebun.‟

: (4) Kebun itu ada ditanam coklat.

: (5) Ya lumayanlah jani penghasilan coklat.

„Ya lumayanlah sekarang penghasilan coklat.‟

: (6) Biasanya satu bulan maan satu juta.

„Biasanya satu bulan dapat satu juta.‟

: (7) Tergantung hasil.

: (8) “Yen hasilne luung, liu maan.”

„Kalau hasilnya bagus, banyak dapat.‟

Page 160: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

160

: (9) “Yen hasilne sing luung, bedik maan.”

„Kalau hasilnya tidak bagus, sedikit dapat.‟

: (10) “Cukup untuk tambah-tambah ongkos dapur.”

Tuturan pada data 18 berbeda dengan tuturan data 24. Jika pada data 24

tampak terjadinya fenomena campur kode karena masuknya unsur-unsur BI dalam

pemakaian BB, tuturan pada data 18 tampak terjadinya fenomena campur kode

karena masuknya unsur-unsur BB ke dalam pemakaian BI. Hal ini dapat dilihat

pada tuturan K3, Tiang selain pegawai negeri, tiang masi megae kebun. „Saya

selain pegawai negeri, saya juga bekerja kebun.‟ Masuknya unsur-unsur BB ke

dalam pemakaian BI pada K3 dapat digolongkan sebagai fenomena campur kode.

Demikian juga K5 dan K6. Pada K5 masuk unsur-unsur kata /jani/

„sekarang‟ dalam pemakaian BI sehingga memunculkan fenomena campur kode.

Masuknya unsur /maan/ „dapat‟ pada K6 juga dapat digolongkan sebagai

fenomena campur kode karena unsur maan „dapat‟ digunakan dalam pemakaian

BI, seperti tampak pada K6, Biasanya satu bulan maan satu juta „Biasanya satu

bulan dapat satu juta.‟

Fenomena campur kode lainnya dapat dilihat pada data berikut.

Data 25

Latar : Ruang tamu

Topik : Pekerjaan pokok warga

Partisipan : Gede Suartana (01)

Made Somantara (02)

(01) : (1) Napi mata pencaharian warga Bali deriki, Pak Made?

„Apa mata pencaharian warga Bali di sini, Pak Made?‟

(02) : (2) …kalau tentang mata pencaharian masyarakat di Parigi niki karena

menyangkut kita masyarakat majemuk niki.

„…kalau tentang mata pencaharian masyarakat di Parigi ini karena

menyangkut kita masyarakat majemuk ini.‟‟.

Page 161: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

161

: (3) Sehingga daerah kita ini namanya daerah padat karya, daerah

pertanian.

: (4) Sehingga pekerjaannya itu bervariasi.

: (5) Jadi ada yang petani sawah, ada yang petani kebun, nelayan, gitu.

: (6) Jadi ada juga yang dagang.

: (7) Sehingga kalau saya daerah keseharian masyarakat kita yang ada di

Parigi khusus untuk pertanian itu yang lebih banyak mendominasi

adalah teman-teman Bali dan juga teman-teman Bugis, gitu.

: (8) Kalau teman-teman Kaili itu lebih banyak meniru ke teman-teman

Bali dan teman-teman Bugis cara bercocok tanam atau mengerjakan

lahan pertaniannya, kenten.

„Kalau teman-teman Kaili itu lebih banyak meniru ke teman-teman

Bali dan teman-teman Bugis cara bercocok tanam atau mengerjakan

lahan pertaniannya, begitu.‟

Fenomena campur kode dapat dilihat pada data 25, terutama pada K2,

Kalau tentang mata pencaharian masyarakat di Parigi niki karena menyangkut

kita masyarakat majemuk niki „Kalau tentang mata pencaharian masyarakat di

Parigi ini karena menyangkut kita masyarakat majemuk ini.‟ Masuknya unsur

/niki/ „ini‟ pada K2 dapat digolongkan sebagai fenomena campur kode.

Maksudnya, partisipan telah memasukkan unsur /niki/ „ini‟ dalam pemakaian BI.

Jadi, pada hakikatnya partisipan menggunakan BI. Namun, tidak disengaja

partisipan telah memasukkan serpihan-serpihan BB dalam pemakaian BI.

Fenomena campur kode tampak juga pada K8, Kalau teman-teman Kaili

itu lebih banyak meniru ke teman-teman Bali dan teman-teman Bugis cara

bercocok tanam atau mengerjakan lahan pertaniannya, kenten. „Kalau teman-

teman Kaili itu lebih banyak meniru ke teman-teman Bali dan teman-teman Bugis

cara bercocok tanam atau mengerjakan lahan pertaniannya, begitu.‟

Campur kode terjadi ketika partisipan memasukkan unsur /kenten/ „begitu‟

dalam pemakaian BI. Fungsi kata /kenten/ „begitu‟ pada K8 adalah untuk

menegaskan tuturan sebelumnya.

Page 162: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

162

Fenomena campur kode lainnya dapat dilihat pada data berikut.

Data 26

Latar : Teras rumah

Topik : Keberadaan suku-suku

Partisipan : Dua orang (etnis Bali)

(01) : (1) Pak Nyoman, tiang lihat ne di Parigi, ada suku Bali, Jawa, Bugis.

„Pak Nyoman, saya lihat ini di Parigi ada suku Bali, Jawa, Bugis‟.

: (2) Kadang-kadang ada masi kawin campur dini Pak Nyoman?

„Kadang-kadang ada juga kawin campur di sini Pak Nyoman?‟

(02) : (3) Ada Pak, kadang liu.

„Ada Pak, kadang banyak.‟

: (4) Dini ada lebihan anak Toraja dini.

„Di sini ada lebih banyak orang Toraja di sini.‟

: (5) Luhne Toraja nganten jak muanine Hindu.

„Wanitanya Toraja kawin dengan laki Hindu.‟

(01) : (6) Oh berarti walaupun liu suku-sukune dini luung ja kehidupannya

rukun dini Pak Nyoman nggih.

„Oh berarti walaupun banyak suku-suku di sini, baik-baik saja

kehidupannya, rukun di sini Pak Nyoman ya.‟

(02) : (7) Ya selama tiang hidup di Sulawesi/Parigi selamane sing ada terjadi

bentrokanlah antarsuku.

„Ya selama saya hidup di Sulawesi/Parigi selamanya tidak ada

terjadi bentrokan antarsuku.‟

Jika diamati secara cermat data 26, tampak sekali terjadi fenomena campur

kode. Fenomena campur kode tersebut selain dilakukan oleh O1 juga dilakukan

oleh O2 secara tidak disengaja.

Masuknya unsur-unsur BB pada K1, Pak Nyoman Tiang lihatne di Parigi

ada suku Bali, Jawa, Bugis, „Pak Nyoman tiang lihat ini di Parigi ada suku Bali,

Jawa, Bugis‟. telah menyebabkan terjadinya fenomena campur kode. Unsur-unsur

BB yang dimaksud adalah kata /tiang/ „saya‟ dan /ne/ „ini‟ pada K1. Karena

serpihan-serpihan BB itu masuk ke dalam pemakaian BI, dapat dikatakan telah

terjadi fenomena campur kode.

Page 163: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

163

Demikian juga K2, Kadang-kadang ada masi kawin campur dini Pak

Nyoman. „Kadang-kadang ada juga kawin campur di sini Pak Nyoman.‟ Pada K2

terdapat unsur-unsur BB, seperti kata /ada/ „ada‟, /masi/ „masih‟, dan /dini/ „di

sini.‟ Karena unsur-unsur BB tersebut masuk ke dalam pemakaian BI, tuturan

pada K2 dapat digolongkan sebagai fenomena campur kode.

Campur kode bukan saja dilakukan oleh O1, O2 juga melakukannya,

seperti tampak pada K3, Ada Pak kadang liu „Ada Pak kadang banyak.‟ Masuknya

unsur /liu/ „banyak‟ dalam pemakaian BI menyebabkan K3 digolongkan sebagai

fenomena campur kode. Maksudnya, ketika menggunakan BI, O2 telah

memasukkan unsur-unsur kata bahasa Bali sehingga fenomena tersebut disebut

campur kode.

Fenomena campur kode lainnya dapat dilihat pada data berikut.

Data 27

Latar : Sekolah SMP Negeri 1 Parigi

Topik : Jadwal Pelajaran Agama

Partisipan : Nyoman Merta (01)

Guru Agama (02)

(01) : (1) Biasane hari apa to pelajaran agamane Pak Nyoman?

„Biasanya hari apa itu pelajaran agamanya Pak Nyoman?‟

(02) : (2) Biasane hari…, tidak tergantung hari.

„Biasanya hari…, tidak tergantung hari.‟

: (3) Biasanya tiap hari tergantung jadwal masing-masing.

: (4) Saya kelas I A menjadwalkan hari Senin.

: (5) Hari Senin itu ngajain agama dan seterusnya.

„Hari Senin itu mengajar agama dan seterusnya.‟

: (6) Kelas II juga begitu, kelas III.

: (7) Jadi tidak ditentukan harinya.

: (8) Misalnya hari Jumat dikumpul 1 x sing tergantung jadwal.

„Misalnya hari Jumat dikumpul 1 x tidak, tergantung jadwal.‟

(01) : (9) Berarti liu masi umate ane bareng agama Hindu Pak Nyoman nggih.

„Berarti banyak juga umatnya yang ikut agama Hindu Pak Nyoman

ya.‟

Page 164: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

164

(02) : (10) Ya di SMP Negeri 1 siswane kira-kira ada 26 orang.

„Ya di SMP Negeri 1 siswanya kira-kira ada 26 orang.‟

: (11) Ini tergantung, berasal dari Mertasari ada, ada uling Sumbersari,

ada uling Nambaru masi.

„Ini tergantung, berasal dari Mertasari ada, ada dari Sumbersari, ada

dari Nambaru juga.‟

Fenomena campur kode dapat juga ditemukan pada data 27. Fenomena

tersebut terjadi ketika pembicaraan baru dimulai, yaitu pada K1, Biasane hari apa

to pelajaran agamane Pak Nyoman? „Biasanya hari apa itu pelajaran agamanya

Pak Nyoman?‟ Kata /biasa/ „biasa‟ pada K1 dicampur dengan unsur /ne/ „nya.‟

Jadi, di sini terdapat campuran antara BI dan BB. Penggunaan BI, ada pada kata

/biasa/ „biasa‟ dan BB ada pada kata /ne/ „nya‟. Kemudian, ada lagi kata /apa/

„apa‟ dalam BB dan kata /to/ „itu‟ juga dalam BB. Kata /to/ „itu‟ pada hakikatnya

merupakan singkatan dari kata /ento/ „itu‟ dalam BB. Pada K1 juga ada unsur BI,

yaitu kata /agama/ „keyakinan/kepercayaan‟ dan unsur /ne/ „nya‟ dalam BB.

Dengan adanya beberapa unsur BB masuk ke dalam pemakaian BI, seperti tampak

pada K1, tuturan tersebut dapat digolongkan sebagai fenomena campur kode.

Maksudnya, O1 ketika berbicara dalam BI, memasukkan juga unsur-unsur BB.

Selanjutnya, O2 pun merespons O1 dengan menggunakan BI yang

dicampur dengan BB, seperti tampak pada K2, Biasane hari …, tidak tergantung

hari „Biasanya hari…, tidak tergantung hari.‟ Ternyata pada K2 terdapat juga kata

/biasane/ „biasanya‟ yang merupakan campuran antara BI dan BB. Masuknya

unsur /ne/ „nya‟ pada K2 dapat digolongkan sebagai fenomena campur kode.

Fenomena campur kode terdapat juga pada K5. Kata /ngajain/

„mengajarkan‟ pada K5 merupakan kosakata BB. Dengan demikian, O2 pun dapat

dikatakan telah memasukkan unsur BB ke dalam pemakaian BI, seperti tampak

Page 165: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

165

pada K5, Hari Senin itu ngajain agama dan seterusnya „Hari Senin itu mengajar

agama dan seterusnya.‟ Dengan kata lain, munculnya fenomena campur kode

pada K5 disebabkan oleh masuknya unsur /ngajain/ „mengajarkan‟ ke dalam

pemakaian BI.

Pada K8 juga ditemukan fenomena campur kode. Masuknya unsur kata

/sing/ „tidak‟ dalam BB mengakibatkan O2 telah melakukan campur kode ketika

berbicara dalam BI. Hal ini tampak dengan jelas pada K8, Misalnya, hari Jumat

dikumpul 1x sing, tergantung jadwal. „Misalnya, hari Jumat dikumpul 1x tidak,

tergantung jadwal.‟ Kata /sing/ „tidak‟ pada K8 pada hakikatnya merupakan

singkatan dari kata /tusing/ „tidak‟ dalam BB.

Fenomena campur kode berikutnya dapat ditemukan pada K10, Ya di SMP

Negeri 1 siswane kira-kira ada 26 orang „Ya di SMP Negeri 1 siswanya kira-kira

ada 26 orang.‟ Kata /siswane/ „siswanya‟ merupakan campuran antara BB dan BI.

Kata /siswa/ termasuk kosakata BI, sedangkan unsur /ne/ „nya‟ merupakan

kosakata BB. Masuknya unsur /ne/ „nya‟ dalam pemakaian BI telah

mengakibatkan O2 melakukan campur kode.

Masuknya unsur-unsur BB, seperti /ada/ „ada‟, /uling/ „dari‟ dalam

pemakaian BI pada K11 dapat juga digolongkan sebagai campur kode. Bahkan,

kata /masi/ „juga‟ pun dapat digolongkan sebagai unsur kosakata BB yang masuk

dalam pemakaian BI. Dengan demikian, tuturan pada K11 dapat digolongkan

sebagai fenomena campur kode.

Page 166: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

166

Fenomena campur kode lainnya dapat dilihat pada data berikut.

Data 28

Latar : Teras Rumah

Topik : Perjalanan Transmigrasi ke Parigi

Partisipan : Dua etnis Bali (01 dan 02)

(01) : (1) Jak liu ne, Pak?

„Dengan banyak orang, Pak?‟

(02) : (2) Spontan kenten, anak jeg teka dadua, teka telu, teka papat, kenten.

„Spontan begitu, kadang-kadang datang dua, datang tiga, datang

empat, begitu.‟

: (3) Jak liu nika ane yab tiange datang.

„Banyak orang yang sebaya saya datang.‟

: (4) Ne tetep ngoyong dini di kampung Bali niki tiang gen ba.

„Yang tetap tinggal di sini di Kampung Bali ini saya saja.‟

: (5) Terus terang dija kaden malih, wenten di Kota Raya, di Tolai ada, di

Napu, ba ideh-ideh.

„Terus terang ke mana saja waktu itu, ada di Kota Raya, di Tolai, di

Napu, sudah ke mana-mana.‟

(01) : (6) Nggih.

„Ya‟

(02) : (7) Nggih ideh-ideh.

„Ya ke mana-mana.‟

(01) : (8) Waktu pertama deriki, kudang KK, Pak?

„Waktu pertama di sini, berapa KK, Pak?‟

(02) : (9) Beh, ten keni baan tiang.

„Wah, tidak bisa saya hitung.‟

Pembicaraan dimulai dengan penggunaan BBC oleh O1. Tuturan O1

direspons oleh O2 dengan menggunakan BBC. Bahkan, sebagian besar tuturan

pada data 28 menggunakan BBC, seperti tampak pada K1, K2, K3, K4, K5, dan K8.

Penggunaan BB hanya terdapat pada K6, K7, dan K9.

Fenomena campur kode terdapat pada K1, Jak liu ne, Pak? „Dengan

banyak orang, Pak?‟ Masuknya unsur kata /Pak/ „Bapak‟ dalam pemakaian BB

dapat digolongkan sebagai fenomena campur kode. Campur kode tersebut

dilakukan oleh O1.

Page 167: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

167

Fenomena campur kode juga dilakukan oleh O2 pada K2, Spontan kenten,

anak jeg teka dadua, teka telu, teka papat, kenten. „Spontan begitu, kadang-

kadang datang dua, datang tiga, datang empat, begitu.‟ Masuknya kata /spontan/

„spontan‟ dalam pemakaian BB dapat digolongkan sebagai fenomena campur

kode. Maksudnya, O2 ketika berbicara dalam BB memasukkan serpihan-serpihan

BI.

Jika diperhatikan secara saksama, fenomena campur kode juga terdapat

pada K3, Jak liu nika ane yab tiange datang. „Banyak orang yang sebaya saya

datang.‟ Masuknya serpihan-serpihan BI, yaitu kata /datang/ „datang‟, dalam

pemakaian BB dapat digolongkan sebagai fenomena campur kode. Jadi, dalam

campur kode pada hakikatnya partisipan hanya menggunakan satu bahasa sebagai

dasarnya. Namun, dalam penggunaan bahasa tersebut masuk unsur-unsur bahasa

lain. Oleh karena itu, penggunaan bahasa tersebut disebut sebagai fenomena

campur kode.

Fenomena campur kode lainnya dapat dilihat pada data berikut.

Data 29

Latar : Ruang Tamu (Suasana Lebaran)

Topik : Puasa

Partisipan : Nukbah, etnis Kaili (01)

Ketut Somanadi, etnis Bali (02)

(01) : (1) Oh, waktu puasa!

(02) : (2) Ee, yaku muni mopuasa muni sambula.

„Ee, saya juga berpuasa satu bulan.‟

: (3) Jadi, sebelum puasa begini, anu memang moambik memang ampa

hari.

„Jadi, sebelum puasa, memang diambil empat hari.‟

: (4) Vetu muni setiap puasa saya begitu.

„Memang begitu saya setiap puasa.‟

Page 168: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

168

: (5) Begitu memang saya sudah niatku begitu dari dulu.

„Memang begitu sudah niat saya dari dulu.‟

: (6) Tetap saya begitu.

: (7) Biar setiap puasa begitu.

: (8) Jadi, ambil memang dulu empat kali saya, sebelum puasa siapa tahu

haid atau apa to?

„Jadi, memang diambil dulu empat kali sebelum saya puasa, siapa

tahu haid atau apa kan?‟

: (9) Sudah genap jadinya itu.

Data di atas menunjukkan bahwa partisipan, khususnya O2 sangat

menguasai BK. Hal ini dibuktikan dari tuturan O2 pada K2, K3, dan K4 yang

memasukkan serpihan-serpihan BK ke dalam pemakaian BI. Misalnya, K3, Jadi,

sebelum puasa begini, anu memang moambik memang ampa hari. „Jadi, sebelum

puasa, memang diambil empat hari.‟ Kata /moambik/ „diambil‟ dan /ampa/

„empat‟ merupakan unsur-unsur BK. Berhubung kata /moambik/ dan /ampa/

masuk dalam pemakaian BI, seperti tampak pada K3, fenomena bahasa tersebut

dapat digolongkan sebagai campur kode.

Kalimat 4 pun demikian. Masuknya unsur-unsur //Vetu muni// „begitu

memang‟ dalam pemakaian BI dapat digolongkan sebagai campur kode.

Perbedaannya dengan kalimat 3 terletak pada unsur-unsur yang masuk dalam

pemakaian BI. Jika tuturan pada K3 dimasuki oleh unsur-unsur yang berupa kata,

tuturan pada K4 dimasuki oleh unsur-unsur yang berupa frasa.

Selain alih kode dan campur kode yang menekankan pada sikap toleransi

penuturnya, ada juga fenomena kebahasaan yang penuturnya tidak menunjukkan

sikap toleransi kepada mitra wicara. Dengan kata lain, penutur tidak mau

menyesuaikan diri/tuturannya dengan mitra wicara. Fenomena kebahasaan yang

demikian disebut divergensi bahasa, seperti dapat dilihat pada data berikut.

Page 169: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

169

Data 30

Latar : Rumah Bapak Sukragia

Topik : Pemertahanan Bahasa Bali

Partisipan : Dua warga etnis Bali (01 dan 02)

(01) : (1) Maksud kedatangan Ibu, apa sebenarnya?

(02) : (2) Oh, kami sedang meneliti bahasa Bali, bahasa Bali di Kabupaten

Parigi Moutong.

: (3) Sapunapi bahasa Balinya?

„Bagaimana bahasa Bali-nya?‟

: (4) Kari bertahan napi nenten, gitu.

„Masih bertahan, apa tidak, begitu.‟

(01) : (5) Kalau bahasa, begini, kami di sini sudah pembauran, campuran.

: (6) Jadi, untuk bahasa, bahasa Bali yang tidak matata itu

dipertahankan, tetap anak-anak tahu.

: (7) Cuma saya punya anak yang P.U. di provinsi, ngomong-ngomong

dengan Pak Yoga, kapan itu?

: (8) Sebenarnya, coba kalau ada pelajaran huruf Bali dengan bahasa

Bali di sekolah mulai dari TK sampai barangkali SMP, SMA, dia

tahu menulis huruf Bali, dia tahu baca, dia tahu artinya.

Jika diperhatikan secara cermat data 30, tampak adanya penggunaan

bahasa, yaitu BBC dan BI. Penggunaan BBC dapat dilihat pada K3, dan K4,

sedangkan penggunaan BI dapat dilihat pada K1, K2, K5, K6, K7, dan K8.

Dengan melihat frekuensi penggunaan BI yang lebih dominan

dibandingkan dengan penggunaan BBC, dapat dikatakan bahwa tuturan pada data

30 menunjukkan adanya divergensi bahasa. Maksudnya, penggunaan BI pada

tuturan di atas telah mendominasi penggunaan BBC. Dalam hal ini O1 berusaha

sekali menggunakan bahasa yang berbeda dengan O2. Meskipun O2 telah

memancing dengan menggunakan BBC pada K3 dan K4, O1 tetap menggunakan

BI dalam tuturannya. Padahal, O1 berasal dari etnis Bali. Dengan kata lain, O1

telah melakukan divergensi bahasa pada tuturan di atas. Divergensi bahasa

tersebut ditunjukkan oleh K1, K5, K6, K7, dan K8.

Page 170: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

170

7.1.1 Macam-macam wujud campur kode

Berdasarkan unsur-unsur yang terlibat di dalamnya, campur kode dapat

dibedakan menjadi beberapa macam.

(1) a. Penyisipan unsur bahasa berupa kata bahasa Indonesia:

Data 24

K1 : Sampun sue deriki, Pak Wayan?

„Sudah lama di sini, Pak Wayan?‟

K3 : Setelah nika mangkin ampun akeh nika umate.

„Setelah itu sekarang sudah banyak umatnya.‟

Data 28

K1 : Jak liu ne, Pak?

„Dengan banyak orang, Pak?‟

K2 : Spontan kenten, anak jeg teka dadua, teka telu, teka papat, kenten!

„Spontan begitu, kadang datang dua, datang tiga, datang empat,

begitu!‟

K3 : Jak liu nika, yab tiange datang.

„Banyak orang yang sebaya dengan saya datang.‟

Data 18

K8 : Yen hasilne luung, liu maan.

„Kalau hasilnya bagus, banyak dapat.‟

Data 24, khususnya pada K1 dan K3, dapat digolongkan sebagai

fenomena campur kode. Masuknya serpihan-serpihan BI, yaitu kata /pak/

Page 171: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

171

pada K1 dan kata /setelah/ pada K3 dalam pemakaian BB membuktikan

bahwa pada kedua kalimat tersebut terdapat fenomena campur kode.

Kata /pak/ merupakan singkatan dari kata /bapak/ dan tergolong

bentuk asal dengan kategori nomina, sedangkan kata /setelah/ merupakan

kata turunan yang dibentuk oleh prefiks {se-} dan bentuk asal /telah/ dengan

kategori adverbia. Berhubung kedua kata tersebut merupakan serpihan-

serpihan bahasa Indonesia yang masuk dalam pemakaian BB, kedua kata

tersebut dapat digolongkan sebagai fenomena campur kode. Dalam hal ini,

campur kode tersebut termasuk campur kode ke dalam. Maksudnya, dilihat

dari segi kekerabatan bahasa, campur kode tersebut terjadi pada bahasa

serumpun, yaitu antara BB dan BI.

Data 28 pun demikian. Bercampurnya serpihan-serpihan kosakata BI

ke dalam pemakaian BB dapat digolongkan sebagai fenomena campur kode.

Maksudnya, bercampurnya kosakata /datang/ pada K3, kosakata /pak/, pada

K1 dan kosakata /spontan/ pada K2 telah menyebabkan terjadinya fenomena

campur kode. Berhubung kotakata BI yang masuk ke dalam pemakaian BB

itu tergolong masih serumpun, fenomena kebahasaan tersebut dapat

digolongkan sebagai campur kode ke dalam. Dalam hal ini, kata /datang/,

/pak/, dan /spontan/ masing-masing termasuk bentuk asal dengan kategori

nomina pada kata /pak/, adjektiva pada kata /spontan/, dan verba pada kata

/datang/.

Demikian juga K8 pada data 18. Masuknya serpihan-serpihan kata

/hasilne/ „hasilnya‟ pada K8 dapat digolongkan sebagai fenomena campur

Page 172: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

172

kode. Dalam hal ini, telah terjadi campur kode dalam wujud kata kompleks.

Kata kompleks adalah kata yang dibentuk oleh dua unsur bahasa atau lebih,

seperti kata /hasilne/ „hasilnya‟. Kata /hasilne/ dibentuk oleh unsur BI /hasil/

dan unsur BB /-ne/. Dengan kata lain, kata /hasilne/ dibentuk oleh kata dasar

/hasil/ dan sufiks {-ne}. Dengan demikian, masuknya kosakata BI, yaitu

/hasil/ dalam pemakaian BB dapat digolongkan sebagai fenomena campur

kode. Campur kode tersebut tergolong campur kode ke dalam karena terjadi

pada bahasa yang serumpun.

b. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata bahasa Bali:

Data 25

K8 : Kalau teman-teman Kaili itu lebih banyak meniru ke teman-teman

Bali dan teman-teman Bugis cara bercocok tanam atau mengerjakan

lahan pertanian, kenten.

„Kalau teman-teman Kaili itu lebih banyak meniru teman-teman Bali

dan teman-teman Bugis cara bercocok tanam atau mengerjakan lahan

pertanian, begitu.‟

Data 26

K3 : Ada Pak, kadang liu.

„Ada Pak, kadang banyak.‟

Page 173: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

173

Data 27

K5 : Hari Senin itu ngajain agama dan seterusnya.

„Hari Senin itu mengajar agama dan seterusnya.‟

K8 : Misalnya hari Jumat dikumpul 1x sing, tergantung jadwal.

„Misalnya hari Jumat dikumpul 1x tidak, tergantung jadwal.‟

Data 30

K3 : Sapunapi bahasa Bali-nya?

„Bagaimana bahasa Bali-nya?‟

K6 : Jadi, untuk bahasa, bahasa Bali yang tidak matata itu dipertahankan,

tetap anak-anak tahu.

„Jadi, untuk bahasa, bahasa Bali yang tidak beraturan itu

dipertahankan, tetap anak-anak tahu.‟

Data 28

K8 : Waktu pertama deriki, berapa KK, Pak?

„Waktu pertama di sini berapa KK, Pak?‟

Data 18

K5 : Ya lumayanlah jani penghasilan coklat.

„Ya, lumayanlah sekarang penghasilan coklat.‟

K6 : Biasanya satu bulan maan satu juta.

„Biasanya satu bulan dapat satu juta.‟

Page 174: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

174

Data 27

K10 : Ya, di SMP Negeri 1 siswane kira-kira ada 26 orang.

„Ya, di SMP Negeri 1 siswanya kira-kira ada 26 orang.‟

Data 24

K10 : Artinya, pindah ke asalnya wenten 60-an KK.

„Artinya, pindah ke asalnya ada 60-an KK.‟

Jika diperhatikan secara saksama K8 pada data 25, tampak sekali

pemakaian BI tersebut telah bercampur dengan kosakata BB. Masuknya

serpihan-serpihan BB, yaitu /kenten/ „begitu‟, telah menyebabkan terjadinya

fenomena campur kode. Campur kode ini tergolong campur kode ke dalam

karena terjadi pada bahasa yang serumpun. Penyebab campur kode tersebut

tiada lain untuk menegaskan tuturan sebelumnya.

Kalimat 10 pada data 24 dapat juga digolongkan fenomena campur

kode. Masuknya kosakata BB, /wenten/ „ada‟, dalam pemakaian BI telah

menimbulkan terjadinya fenomena campur kode. Kata /wenten/ „ada‟

termasuk kata dasar dengan kategori verba.

Campur kode di atas dapat digolongkan sebagai campur kode ke

dalam karena bahasa yang bercampur termasuk bahasa serumpun, yaitu

antara BB dan BI. Maksudnya, percampuran bahasa itu terjadi pada bahasa-

bahasa yang masih sekerabat.

Kata /jani/ „sekarang‟ pada K5 data 18 termasuk kosakata BB yang

masuk dalam pemakaian BI. Kata /jani/ termasuk kata dasar dengan kategori

Page 175: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

175

adverbial. Masuknya serpihan-serpihan BB ke dalam pemakaian BI

menyebabkan terjadinya fenomena campur kode. Dalam hal ini, fenomena

kebahasaan tersebut tergolong campur kode ke dalam karena bahasa yang

bercampur termasuk dalam lingkungan bahasa yang sekerabat.

Selain K5, pada data 18 juga ditemukan fenomena campur kode,

terutama pada K6. Kata /maan/ „dapat‟ pada K6 termasuk kata dasar dengan

kategori verba. Kosakata BB, /maan/ „dapat‟ pada K6 masuk ke dalam

pemakaian BI sehingga K6 dapat digolongkan sebagai campur kode. Dalam

hal ini, campur kode itu tergolong campur kode ke dalam karena

percampuran bahasa tersebut masih dalam keadaan serumpun.

Kalimat 6 pada data 26 juga dapat digolongkan sebagai fenomena

campur kode. Masukya kosakata BB, /liu/ „banyak‟, ke dalam pemakaian BI

telah menyebabkan terjadinya fenomena campur kode. Dalam hal ini, campur

kode itu tergolong campur kode ke dalam karena fenomena kebahasaan

tersebut masih serumpun. Kosakata BB /liu/ „banyak‟ pada K6 termasuk kata

dasar dengan kategori adjektiva.

Kalimat 5 dan 8 pada data 27 juga dapat digolongkan sebagai

fenomena campur kode. Mengapa demikian? Pertama, kosakata BB /ngajain/

„mengajarkan‟ masuk ke dalam pemakaian BI. Kedua, kosakata BB /sing/

„tidak‟ masuk ke dalam pemakaian BI. Dengan demikian, serpihan-serpihan

BB yang masuk ke dalam pemakaian BI dapat digolongkan sebagai fenomena

campur kode.

Page 176: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

176

Kata /ngajain/ „mengajarkan‟ dalam BB tergolong kata kompleks.

Kata tersebut dibentuk oleh kata dasar /ajah/ dan konfiks {ng-in}, sedangkan

kata /sing/ „tidak‟ dalam BB merupakan singkatan dari kata /tusing/ „tidak‟.

Dalam hal ini, telah terjadi penghilangan suku kata awal. Berhubung kedua

kosakata BB itu masuk ke dalam pemakaian BI, muncullah fenomena campur

kode, seperti tampak pada K5 dan K8. Campur kode ini tergolong campur

kode ke dalam karena terjadi pada bahasa yang serumpun.

Data 30, terutama K3 dan K6, dapat digolongkan sebagai fenomena

campur kode. Hal ini terjadi karena masuknya serpihan-serpihan BB dalam

pemakaian BI. Masuknya kosakata BB /sapunapi/ „bagaimana‟ dapat

digolongkan sebagai serpihan-serpihan BB yang masuk dalam pemakaian BI.

Hal ini mengakibatkan terjadinya fenomena campur kode.

Demikian juga K6 pada data 30. Masuknya kata BB /matata/ „menurut

aturan‟ ke dalam pemakaian BI dapat mengakibatkan terjadinya fenomena

campur kode. Kata /matata/ „menurut aturan‟ pada K6 tergolong kata turunan

karena kata itu dibentuk oleh kata dasar /tata/ „aturan‟ dan prefiks {ma-}.

Gabungan kedua unsur bahasa inilah membentuk kata jadian /matata/

„menurut aturan‟.

Tuturan K8 pada data 28 juga dapat digolongkan sebagai fenomena

campur kode. Campur kode ini terjadi karena masuknya serpihan BB, yaitu

kata /deriki/ „di sini‟ dalam pemakaian BI. Kata /deriki/ „di sini‟ dalam bahasa

Bali tergolong ragam bahasa Bali halus. Kosakata ini sering digunakan oleh

penutur jika berbicara dengan mitra wicara yang status sosialnya lebih tinggi,

Page 177: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

177

seperti halnya K8 pada data 28. Campur kode ini tergolong campur kode ke

dalam karena percampuran bahasa tersebut masih dalam ruang lingkup

bahasa serumpun.

Pada data 27, terutama K10, dapat digolongkan sebagai fenomena

campur kode. Masuknya morfem {-ne} pada kata /siswa/ dalam pemakaian

BI mengakibatkan terjadinya fenomena campur kode. Dalam hal ini, kata

/siswane/ „siswanya‟ merupakan campuran antara kata /siswa/ dalam BI dan

sufiks {-ne} dalam BB. Dengan demikian, masuknya serpihan BB berupa

sufiks {-ne} dalam pemakaian BI dapat digolongkan sebagai fenomena

campur kode.

(2) a. Penyisipan frasa bahasa Indonesia:

Data 24

K2 : Sampun wenten minabang tiang 25 tahun lebih.

„Sudah ada saya kira 25 tahun lebih.‟

Data 28

K4 : “Ne tetep ngoyong dini di kampung Bali niki tiang gen ba.”

„Yang tetap tinggal di sini di kampung Bali ini saya saja.‟

Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa dalam BI dapat dilihat

pada data 24 pada K2. Masuknya unsur frasa BI, yaitu //25 tahun lebih//,

dalam pemakaian BB pada K2 dapat digolongkan sebagai fenomena campur

kode. Dalam hal ini, fenomena kebahasaan tersebut tergolong campur kode

ke dalam. Mengapa demikian? Pertama, serpihan-serpihan frasa BI itu telah

Page 178: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

178

masuk ke dalam pemakaian BB. Kedua, percampuran bahasa tersebut terjadi

pada bahasa yang serumpun, yaitu antara BB dan BI.

Kalimat 4 pada data 28 pun demikian. Masuknya unsur-unsur frasa

BI, yaitu //di kampung Bali//, dalam pemakaian BB dapat digolongkan

sebagai fenomena campur kode. Fenomena kebahasaan ini pun tergolong

campur kode ke dalam karena percampuran bahasa tersebut masih dalam satu

rumpun.

b. Penyisipan unsur-unsur frasa dalam bahasa Bali:

Data 26

K2 : Kadang-kadang ada masi kawin campur, Pak Nyoman?

„Kadang-kadang ada juga kawin campur, Pak Nyoman?‟

Data 26 pada K2 juga menunjukkan terjadinya fenomena campur

kode. Campur kode ini terjadi antara BB dan BI yang dapat dikatakan masih

serumpun. Frasa BB, yaitu //ada masi// „ada juga‟, merupakan serpihan-

serpihan yang masuk dalam pemakaian BI. Dengan demikian, fenomena

kebahasan tersebut dapat digolongkan sebagai fenomena campur kode, dalam

hal ini, sebagai campur kode ke dalam.

Macam-macam wujud campur kode tersebut diringkas seperti pada bagan

di bawah ini.

Page 179: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

179

Macam-macam

Wujud Campur Kode

Penyisipan unsur-unsur

berwujud frasa

Penyisipan unsur-unsur

berwujud kata

Bagan 7.1

Macam-macam Wujud Campur Kode dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur

Masyarakat Bali di Parigi

7.1.2 Sebab-sebab terjadinya campur kode

Sebab-sebab terjadinya campur kode meliputi dua aspek, yaitu (1) aspek

sikap, dan (2) aspek kebahasaan (Jendra,2007:172). Kedua aspek tersebut saling

berhubungan satu dengan lainnya. Artinya, campur kode dapat berfungsi untuk

menandai sikap dan hubungannya dengan orang lain dan sikap serta hubungan

orang lain terhadapnya. Misalnya, campur kode dengan unsur-unsur bahasa

Inggris dapat memberi kesan bahwa penutur orang masa kini, berpendidikan, dan

mempunyai hubungan luas.

Selain Jendra, penyebab terjadinya campur kode juga dikemukakan oleh

Achmad (2012:163). Achmad mengemukakan penyebab terjadinya campur kode

karena faktor rasa solidaritas.

Penelitian ini menemukan tiga penyebab terjadinya campur kode dalam

penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi. Penjelasannya dapat

dilihat pada uraian berikut.

Page 180: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

180

7.1.2.1 Penutur kurang menguasai BBH

Tidak menutup kemungkinan, ketika partisipan sedang bercakap-cakap,

kekurangan kosakata pada bahasa yang dipergunakan. Hal ini menyebabkan

partisipan memasukkan unsur-unsur bahasa lain ketika komunikasi sedang

berlangsung. Penyebab campur kode yang demikian dapat dilihat pada data 24.

Tuan rumah (01) : (2) … sampun wenten, minabang tiang 25 tahun lebih.

„… sudah ada saya kira 25 tahun lebih‟.

: (3) Setelah nika mangkin ampun akeh nika umate.

„Setelah itu sekarang sudah banyak umatnya.‟

: (4) Ring Nambaru makeh.

„Di Nambaru banyak.‟

: (5) Ring Desa Sumbersari kemanten paling makeh 20-an

KK kari.

„Di Desa Sumbersari saja paling banyak 20-an KK

masih.‟

: (6) Setelah nika pindah umate ke Nambaru.

„Setelah itu pindah umatnya ke Nambaru.‟

Pada beberapa tuturan yang terdapat pada data 24 ditemukan adanya

fenomena campur kode, seperti tampak pada K2, K3, K5, dan K6. Campur kode

tersebut terjadi karena partisipan kekurangan kata-kata sehingga menggunakan

bahasa lain. Hal ini dapat dilihat pada K2, … sampun wenten minabang tiang 25

tahun lebih. „… sudah ada saya kira 25 tahun lebih.‟ Pada tuturan tersebut

terdapat serpihan-serpihan BI ketika O1 menggunakan BB. Masuknya serpihan-

serpihan BI, seperti //25 tahun lebih//, pada K2 dapat dikatakan bahwa telah terjadi

fenomena campur kode. Fenomena campur kode tersebut disebabkan oleh penutur

kurang menguasai BBH yang berkaitan dengan serpihan-serpihan tersebut. Oleh

karena itu, partisipan memasukkan serpihan-serpihan BI, //25 tahun lebih//, ke

dalam pemakaian BBH, seperti tampak pada K2.

Page 181: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

181

Demikian juga tuturan pada K3 mengandung hal yang sama. Masuknya

serpihan-serpihan BI, seperti kata /setelah/ dan /umat/ pada K3, Setelah nika

mangkin ampun akeh nika umate „Setelah itu sekarang sudah banyak umatnya‟,

telah menyebabkan munculnya fenomena campur kode. Campur kode itu

dilakukan oleh penutur kurang menguasai BBH ketika komunikasi terjadi. Oleh

karena itu, dimasukkan serpihan-serpihan bahasa Indonesia ke dalam pemakaian

BBH.

Tuturan pada K5 pun mengandung campur kode. Penutur kurang

menguasai BBH dalam komunikasi. Hal ini menyebabkan partisipan memasukkan

serpihan-serpihan bahasa Indonesia ke dalam pemakaian BBH sehingga terjadilah

fenomena campur kode, seperti tampak pada K5, Ring Desa Sumbersari kemanten

paling makeh 20-an KK kari. „Di Desa Sumbersari saja paling banyak 20-an KK

masih.‟ Masuknya unsur //20-an KK// pada K5 menyebabkan terjadinya fenomena

campur kode.

Masuknya unsur /setelah/ pada K6 juga menyebabkan terjadinya fenomena

campur kode. Penutur memasukkan unsur /setelah/ dalam pemakaian BBH

menyebabkan terjadinya fenomena campur kode. Campur kode tersebut

disebabkan oleh penutur kurang menguasai BBH ketika sedang berkomunikasi

sehingga dimasukkanlah unsur BI, yaitu kata /setelah/.

7.1.2.2 Kesetiaan yang tinggi terhadap basaha ibu

Walaupun telah bertahun-tahun hidup di luar daerah asal, guyub tutur

masyarakat Bali di perantauan tetap mempunyai loyalitas yang tinggi terhadap

bahasa ibunya, yaitu bahasa Bali. Di satu sisi, guyub tutur masyarakat Bali

Page 182: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

182

berusaha mempertahankan bahasa Bali sebagai identitas etnis Bali. Di sisi lain,

guyub tutur masyarakat Bali di Parigi harus menggunakan bahasa Indonesia

sebagai bahasa nasional, seperti tampak pada data berikut.

Data 18

Pak Nyoman (02) : (3) Tiang selain pegawai negeri, tiang masi megae

kebun.

„Saya selain pegawai negeri, saya juga bekerja

kebun.‟

: (4) Kebun itu ada ditanam coklat.

: (5) Ya lumayanlah jani penghasilan coklat.

„Ya lumayanlah sekarang penghasilan coklat.‟

: (6) Biasanya satu bulan maan satu juta.

„Biasanya satu bulan dapat satu juta.‟

: (7) Tergantung hasil.

: (8) Yen hasilne luung, liu maan.

„Kalau hasilnya bagus, banyak dapat.‟

: (9) Yen hasilne sing luung, bedik maan.

„Kalau hasilnya tidak bagus, sedikit dapat.‟

: (10) Cukup untuk tambah-tambah ongkos dapur.

Campur kode tersebut dilakukan oleh partisipan karena kesetiaan/rasa

loyalitas yang tinggi terhadap bahasa ibunya sehingga muncullah bentuk-bentuk

campur kode, seperti K3, Tiang selain pegawai negeri, tiang masi megae kebun.

„Saya selain pegawai negeri, saya juga bekerja kebun‟; K5, Ya lumayanlah jani

penghasilan coklat. „Ya lumayanlah sekarang penghasilan coklat‟; dan K6,

Biasanya satu bulan maan satu juta. „Biasanya satu bulan dapat satu juta.‟

Jika diperhatikan secara saksama beberapa tuturan yang terdapat pada data

18, sebagian besar partisipan menggunakan bahasa Indonesia. Namun, karena rasa

kesetiaan/loyalitas yang tinggi terhadap bahasa ibunya, yaitu BB, serpihan-

serpihan BB pun dimasukkannya ketika menggunakan bahasa Indonesia. Sikap

Page 183: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

183

partisipan yang demikian membawa efek positif terhadap kebertahanan bahasa

Bali.

7.1.2.3 Partisipan ingin mempertegas tuturan sebelumnya

Dalam suatu peristiwa tutur kadang-kadang tidak semua apa yang

dibicarakan dipahami oleh partisipan/peserta wicara. Oleh karena itu, penutur

tidak segan-segan menggunakan/memasukkan kata-kata tertentu untuk

mempertegas apa yang dituturkan. Dengan demikian, usaha yang dilakukan oleh

penutur cenderung menimbulkan fenomena campur kode. Fenomena kebahasaan

yang demikian dapat dilihat pada data berikut.

Data 25

(8) …Kalau teman-teman Kaili itu lebih banyak meniru ke teman-teman

Bali dan teman-teman Bugis cara bercocok tanam atau

mengerjakan lahan pertaniannya, kenten.

„…Kalau teman-teman Kaili itu lebih banyak meniru ke teman-teman

Bali dan teman-teman Bugis cara bercocok tanam atau

mengerjakan lahan pertaniannya, begitu.‟

Fenomena campur kode terjadi ketika partisipan mempertegas tuturan

sebelumnya dengan menggunakan kata /kenten/ „begitu‟. Masuknya serpihan-

serpihan BB dalam pemakaian bahasa Indonesia pada K8 dapat digolongkan

sebagai sebuah fenomena campur kode.

Sebab-sebab terjadinya campur kode dapat diringkas seperti pada bagan di

bawah ini.

Page 184: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

184

Sebab-sebab Terjadinya

Campur Kode

kurang menguasai BBH

kesetiaan terhadap bahasa Ibu

memperjelas tuturan sebelumnya

Bagan 7.2

Sebab-sebab Terjadinya Campur Kode dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur

Masyarakat Bali di Parigi

7.2 Interferensi dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur Masyarakat Bali

di Parigi

Interferensi dapat diartikan sebagai gejala penyusupan sistem suatu bahasa

ke dalam bahasa lain. Gejala kebahasaan tersebut pada awalnya dikemukakan oleh

Weinreich (1953) dalam bukunya yang berjudul Languages in Contact.

Berdasarkan pendapat Weinreich, interferensi adalah fenomena masuknya unsur

suatu bahasa pada bahasa yang lain. Dengan perkataan lain, interferensi adalah

masuknya unsur suatu bahasa ke dalam bahasa lain yang mengakibatkan

pelanggaran kaidah bahasa yang dimasukinya, baik pelanggaran kaidah fonologis,

kaidah gramatikal, maupun kaidah semantis.

7.2.1 Macam-macam Interferensi

Interferensi dapat terjadi pada semua komponen kebahasaan, baik dalam

bidang fonologi, leksikal, morfologis, maupun sintaksis. Namun, interferensi yang

terjadi pada penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi hanya

Page 185: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

185

ditemukan interferensi pada tataran leksikal, morfologi, dan sintaksis. Interferensi

pada tataran morfologi dan sintaksis sering dikenal dengan istilah interferensi

pada tataran gramatikal. Kedua interferensi tersebut dapat dilihat pada data

berikut.

7.2.1.1 Interferensi pada tataran leksikal

Interferensi pada tataran leksikal terjadi jika seorang dwibahasawan dalam

peristiwa tutur memasukkan leksikal bahasa tertentu ke dalam bahasa yang

digunakan. Dalam penelitian ini ditemukan interferensi leksikal sebagai berikut:

(1) Sama le. „Sama juga.‟

Tuturan pada kalimat (1) merupakan interaksi verbal antara dua partisipan.

Penutur pada awalnya menceritakan tentang kelulusan anaknya di SMP Negeri 1

Parigi. Kemudian, tuturan itu direspons oleh petutur dengan tuturan, seperti

tampak pada kalimat (1), Sama le „Sama juga.‟ Kata /le/ berasal dari bahasa Kaili.

Kata tersebut dipergunakan oleh petutur ketika berbahasa Indonesia. Jadi, telah

terjadi interferensi bahasa Kaili terhadap bahasa Indonesia. Mengapa demikian?

Pertama, petutur telah menggunakan kosakata bahasa lain ketika menggunakan

bahasa Indonesia, yaitu dengan menggunakan kata /le/ „juga‟ yang berasal dari

bahasa Kaili. Kedua, petutur telah menggunakan pilihan kata yang kurang tepat.

Apalagi kata /le/ sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia, yaitu kata /juga/.

Selain telah terjadi interferensi bahasa Kaili terhadap bahasa Indonesia,

kalimat (1) dapat juga digolongkan sebagai fenomena campur kode sebab petutur

telah menyisipkan unsur-unsur bahasa Kaili dalam pemakaian bahasa Indonesia.

Page 186: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

186

Apalagi tuntutan untuk menggunakan bahasa Kaili pada tuturan (1) sama sekali

tidak ada.

(2) Bawa kemari jo, nanti saya yang antar.

„Bawa kemari saja, nanti saya yang antar‟

Tuturan pada kalimat (2) hampir sama gejalanya dengan tuturan pada

kalimat (1). Kata /jo/ „saja‟ pada kalimat (2) dapat dikatakan sebagai suatu

kekeliruan sebab kata tersebut sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia,

yaitu kata /saja/. Dengan demikian, tuturan pada kalimat (2) dapat digolongkan

sebagai gejala interferensi. Artinya, bahasa Manado, yaitu kata /jo/ „saja‟ sudah

menginterferensi bahasa Indonesia, seperti tampak pada kalimat (2). Tuturan pada

kalimat (2) seharusnya diubah menjadi #Bawa kemari saja, nanti saya yang

antar.#

Tuturan pada kalimat (2) dapat juga digolongkan sebagai gejala campur

kode. Hal ini dapat dilihat dari masuknya serpihan kata /jo/ „saja‟ yang berasal

dari bahasa Manado ke dalam pemakaian bahasa Indonesia. Fenomena bahasa

yang demikian sudah biasa dalam situasi tutur takresmi.

(3) Komiu saja yang berangkat. „Kamu saja yang berangkat.‟

Bentuk /komiu/ „kamu‟ pada kalimat (3) berasal dari bahasa Kaili. Kata

tersebut sering dipergunakan oleh beberapa orang Bali di Parigi ketika bercakap-

cakap. Padahal, kata /komiu/ „kamu‟ sudah ada padanannya dalam bahasa

Indonesia. Oleh karena itu, tuturan (3) telah dipengaruhi oleh kosakata bahasa

Page 187: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

187

lain. Dengan kata lain, interferensi bahasa Kaili telah terjadi dalam pemakaian

bahasa Indonesia. Bentuk yang benar adalah #Kamu saja yang berangkat.#

Tuturan (3), jika dihubungkan dengan fenomena campur kode, unsur

/komiu/ „kamu‟ merupakan serpihan dari bahasa Kaili. Oleh karena itu, tuturan (3)

dapat digolongkan juga sebagai fenomena campur kode. Artinya, ketika

berkomunikasi partisipan telah memasukkan unsur /komiu/ „kamu‟ dalam

pemakaian bahasa Indonesia.

(4) Mari Pak Gusti mangande kita. „Mari Pak Gusti, makan kita.‟

Kata /mangande/ „makan‟ pada kalimat (4) berasal dari bahasa Kaili. Kata

tersebut sering dipergunakan oleh warga etnis Bali di Parigi dalam kehidupan

sehari-hari. Tentu saja peristiwa tersebut sangat memengaruhi kosakata bahasa

Indonesia. Kata /mangande/ „makan‟ sangat memengaruhi pemakaian bahasa

Indonesia, seperti tampak pada kalimat (4). Dengan demikian, dapat dikatakan

bahwa bahasa Kaili sudah menginterferensi pemakaian bahasa Indonesia. Kalimat

(4) seharusnya diubah menjadi, #Mari Pak Gusti makan kita.# Dalam hal ini telah

terjadi interferensi leksikal.

Sama seperti tuturan pada kalimat (3), tuturan pada kalimat (4) pun dapat

digolongkan sebagai fenomena campur kode. Fenomena tersebut diakibatkan oleh

masuknya unsur /mangande/ „makan‟ dalam pemakaian bahasa Indonesia. Dengan

demikian, fenomena tersebut dapat digolongkan sebagai fenomena campur kode.

Page 188: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

188

(5) Data 8

K2 : Sampai jani sejak tiang dini sing ja ada kerusuhan.

„Sampai sekarang sejak saya di sini tidak pernah ada kerusuhan.‟

Kata /kerusuhan/ pada K2 terdiri atas dua unsur, yaitu bentuk {ke-an} dan

/rusuh/. Kata /kerusuhan/ pada K2 merupakan interferensi leksikal BI ke dalam

pemakaian BB. Dalam bahasa Bali tidak dikenal kata /kerusuhan/. Seharusnya

leksikal /kerusuhan/ diubah menjadi /karusuhan/ dalam BB sehingga terbentuk

kata /karusuhan/. Namun, secara lisan K2 data 8 tergolong interferensi pada

tataran leksikal.

7.2.1.2 Interferensi pada tataran gramatikal

Interferensi pada tataran gramatikal dapat dibedakan menjadi dua bagian,

yaitu interferensi pada tataran morfologi dan sintaksis. Kedua interferensi tersebut

dapat dilihat pada uraian berikut.

1) Interferensi pada tataran morfologi

Interferensi pada tataran morfologi dapat terjadi antara lain pada

penggunaan unsur-unsur pembentukan kata, pola proses morfologis, dan

pemenggalan afiks. Interferensi tersebut dapat dilihat pada data berikut:

(1) Jangan bapaksa! „Jangan memaksa!‟

Bentuk /bapaksa/ „memaksa‟ diujarkan juga oleh etnis Bali di Parigi

ketika bercakap-cakap dengan teman kerjanya. Jika diindonesiakan, bentuk

/bapaksa/ dapat dipadankan dengan kata /memaksa/. Perubahan bentuk {me-}

Page 189: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

189

pada kata /memaksa/ dalam bahasa Indonesia dipengaruhi oleh bentuk {ba-} pada

kata /bapaksa/ dalam bahasa Manado. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

kalimat (1) merupakan interferensi bahasa Manado ke dalam pemakaian bahasa

Indonesia. Dengan perkataan lain, penggunaan bahasa Indonesia, seperti tampak

pada kalimat (1) telah menyalahi aturan morfologis bahasa Indonesia. Kalimat (1)

seharusnya diubah menjadi, #Jangan memaksa!#

(2) Kita ini basudara. „Kita ini bersaudara.‟

Akibat pengaruh bahasa daerah, khususnya bahasa Manado, tidak jarang

etnis Bali di Parigi menggunakan bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan

aturan/kaidah. Menurut kaidah bahasa Indonesia, tuturan pada kalimat (2)

seharusnya berbunyi #Kita bersaudara.# Namun, kenyataan dalam keseharian kata

/kita/ diikuti dengan kata /ini/ dan kata /bersaudara/ diubah menjadi kata

/basudara/. Memang, kata /bersaudara/ dan /basudara/ mirip sekali, tetapi tetap

penggunaan kata /basudara/ tidak sesuai dengan aturan bahasa Indonesia sehingga

boleh dikatakan telah terjadi kekeliruan dalam menggunakan prefiks bahasa

Indonesia. Artinya, kata /bersaudara/ telah diinterferensi oleh kata /basudara/

dalam penggunaan bahasa Indonesia.

(3) Data 3

K3 : Bayah ditu keto. Ane ngadaang pertemuane nake mayah.

„Bayar di situ begitu. Yang mengadakan pertemuannya seharusnya

membayar.‟ Kata /pertemuane/ pada K3 dipengaruhi oleh afiks BI, khususnya

prefiks {per-}. Dalam bahasa Bali tidak dikenal pretiks {per-}, tetapi prefiks

Page 190: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

190

{pa-}. Dengan demikian, kata /pertemuane/ pada K3 seharusnya diubah menjadi

kata /patemuane/ „pertemuannya.‟ Dalam hal ini, kata /pertemuane/ telah

diinterferensi oleh prefiks bahasa Indonesia.

(4) Data 26

K7 : Ya selama tiang hidup di Sulawesi/Parigi selamane sing ada terjadi

bentrokanlah antarsuku.

„Ya selama saya hidup di Sulawesi/Parigi selama itu tidak ada terjadi

bentrokan antarsuku.‟

Kata /selamane/ merupakan campuran antara BI dan BB. Kata /selama/

berasal dari BI dan bentuk {-ne} berasal dari BB. Dalam hal ini, telah terjadi

interferensi BB dalam pemakaian BI. Bentuk {-ne} dalam BB menginterferensi

BI sehingga muncul bentuk /selamane/. Bentuk tersebut merupakan hybrid antara

BB dan BI. Bentuk yang benar adalah /selamanya/ bukan /selamane/.

(5) Data 27

K10 : Ya di SMP Negeri 1 siswane kira-kira ada 26 orang.

„Ya di SMP Negeri 1 siswanya kira-kira ada 26 orang.‟

Kata /siswane/ pada K10 dibentuk oleh dua morfem, yaitu morfem bebas

{siswa} dan morfem terikat {-ne}. Kedua morfem tersebut merupakan hybrid

antara BI dan BB. Dalam hal ini, morfem terikat {-ne} menginterferensi BI

sehingga muncul kata /siswane/. Dengan perkataan lain, kata /siswane/ merupakan

bentuk hybrid kaidah BI dan BB. Bentuk yang benar adalah /siswanya/ bukan

/siswane/.

Page 191: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

191

2) Interferensi pada tataran sintaksis

Interferensi pada tataran sintaksis antara lain meliputi penggunaan bahasa

pertama pada bahasa kedua atau sebaliknya dan pada pola konstruksi frasa.

Interferensi pada tataran sintaksis dapat dilihat pada data berikut.

(1) Begitu memang, harus antre dulu. „Memang begitu, harus antre dulu.‟

Kalimat (1) sering diujarkan oleh etnis Bali di Parigi dalam kehidupan

sehari-hari. Beberapa etnis Bali di Parigi tidak menyadari bahwa tururan yang

mereka pergunakan dalam komunikasi telah terpengaruh oleh kaidah-kaidah

gramatikal bahasa lain, yaitu bahasa Kaili.

Bentuk //begitu memang// sepintas tidak memperlihatkan suatu

kejanggalan/penyimpangan ketika digunakan dalam komunikasi. Namun, jika

diperhatikan secara cermat, ternyata ada bentukan yang terbalik susunannya, yaitu

//begitu memang//. Bentuk tersebut merupakan kaidah struktur bahasa Kaili /vetu

muni/ yang menginterferensi kaidah struktur bahasa Indonesia. Dengan demikian,

telah terjadi suatu pengaruh kaidah bahasa Kaili terhadap bahasa Indonesia,

khususnya di bidang sintaksis. Kalimat (1) seharusnya diubah menjadi, #Memang

begitu, harus antre dulu.#

Macam-macam interferensi tersebut diringkas seperti tampak pada bagan

di bawah ini.

Page 192: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

192

Macam-macam

Interferensi

Interferensi pada

tataran gramatikal

Interferensi pada

tataran leksikal

Bagan 7.3

Macam-macam Interferensi dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur

Masyarakat Bali di Parigi

7.2.2 Sebab-sebab terjadinya interferensi

Sehubungan dengan pembicaraan tentang sebab-sebab terjadinya

interferensi, Suparno dan Ibrahim (2000:4.22) mengemukakan bahwa ada dua

faktor penyebab terjadinya interferensi, yaitu faktor kontak bahasa dan faktor

kemampuan bahasa, sementara Weinreich mengemukakan enam faktor penyebab

terjadinya interferensi, yaitu: (1) kedwibahasaan penutur, (2) tipisnya kesediaan

pemakaian bahasa pertama, (3) tidak cukupnya kosakata bahasa pertama untuk

mengungkapkan suatu makna, (4) punahnya kosakata yang jarang digunakan, (5)

kebutuhan akan sinonim, dan (6) prestise bahasa sumber dan gaya bahasa.

Kemudian, Chaer mengemukakan kemampuan penutur dalam menggunakan

bahasa tertentu sebagai penyebab terjadinya interferensi.

Penelitian ini menemukan lima penyebab terjadinya interferensi dalam

penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi. Penyebab interferensi

tersebut mirip dengan penyebab interferensi yang dikemukakan oleh Weinreich

antara lain : (1) pengaruh struktur bahasa daerah ketika menggunakan bahasa

Page 193: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

193

Indonesia, (2) kesetiaan yang tinggi terhadap bahasa pertama, (3) prestise bahasa

sumber, (4) kedwibahasaan penutur, dan (5) kepentingan akan sinonim.

Sebab-sebab terjadinya interferensi tersebut dapat diringkas seperti tampak

pada bagan di bawah ini.

Sebab-sebab

Terjadinya Interferensi

Kesetiaan terhadap Bahasa Ibu

Prestise Bahasa Sumber

Kedwibahasaan Penutur

Kepentingan akan Sinonim

Pengaruh Struktur Bahasa Daerah

Bagan 7.4

Sebab-sebab Terjadinya Interferensi dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur

Masyarakat Bali di Parigi

Page 194: BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT … IV V VI... · Jika dalam situasi resmi, ... penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara

194