bab iv pengolahan data
DESCRIPTION
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Manggala yang terletak pada 119029’36,6” BT dan 05010’30,72” LS. Menurut data Statistik Makassar Kecamatan Manggala merupakan salah satu dari 14 Kecamatan yang ada di Kota Makassar, yang berbatasan dengan Kecamatan Tamalanrea di sebelah utara, Kabupaten Maros di sebelah timur, Kabupaten Gowa di sebelah selatan dan Kecamatan Panakukang di sebelah barat.TRANSCRIPT
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Gambar 4.1 Peta Administrasi Kecamatan Manggala di Kota Makassar
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Manggala yang terletak pada
119029’36,6” BT dan 05010’30,72” LS. Menurut data Statistik Makassar Kecamatan
Manggala merupakan salah satu dari 14 Kecamatan yang ada di Kota Makassar, yang
berbatasan dengan Kecamatan Tamalanrea di sebelah utara, Kabupaten Maros di sebelah
timur, Kabupaten Gowa di sebelah selatan dan Kecamatan Panakukang di sebelah barat.
IV- 1
Kecamatan Tamalanrea
Kecamatan Panakukang
Kel. Batua
Kel. Borong Kel. Antang
Kel. Manggala
Kel. Tamangapa
Kabupaten Gowa
Kel. Bangkala
Kabupaten Maros
UUUU
Kecamatan Manggala terdiri dari 6 kelurahan dengan luas wilayah 24,14 km².
Kecamatan Manggala merupakan daerah bukan pantai dengan topografi ketinggian
wilayah sampai dengan 46 meter dari permukaan laut. Menurut jaraknya, letak masing-
masing kelurahan ke ibukota Kecamatan berkisar 1 km sampai dengan jarak 5-10 km.
Di Kecamatan Manggala terdapat beberapa TK, SD, SMP, SMA, kantor, pusat
perbelanjaan (mini market), sekolah tinggi, pasar, perumahan dan pemukiman. Selain itu
di sana terdapat juga TPA, danau resapan, rumah pemotongan hewan, serta industri
pengolahan kulit sapi. Sementara PDAM Kota Makassar masih belum mampu memenuhi
kebutuhan air bersih, sehingga masih cenderung menggunakan air tanah (sumur) untuk
memenuhi kebutuhan air, terutama di Kelurahan Tamangapa yang berbatasan langsung
dengan Kabupaten Gowa. Berikut daftar jumlah penduduk berdasarkan kelurahan di
Kecamatan Manggala:
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk, Rumah Tangga dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Manggala Berdasarkan Kelurahan
No Kelurahan Luas (km2)Jumlah
Penduduk (jiwa)
Jumlah Rumah Tangga (KK)
Kepadatan per km2
1 Borong 1,92 17.201 3.669 8.959
2 Bangkala 4,3 19.957 4.855 4.641
3 Tamangapa 7,62 7.686 1.942 1.009
4 Manggala 4,44 18.555 4.154 4.179
5 Antang 3,94 17.339 5.230 4.401
6 Batua 1,92 19.746 4.808 10.284
Total 24,14 100.484 24.658 4.164
Sumber: BPS Kota Makassar Tahun 2009
IV- 2
4.2 Populasi dan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua sumur dangkal berada di
Kecamatan Manggala Kota Makassar yang masih dikonsumsi warga sebanyak 80
sumur dari 152 sumur yang diperoleh di Kecamatan Manggala. Jumlah sumur tiap
kelurahan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.2 Jumlah Populasi Sumur Dangkal di Kecamatan Manggala
No Kelurahan Luas (km2)
Jumlah Sumur Dangkal di Kecamatan Manggala (buah)
Digunakan untuk konsumsi
Digunakan untuk MCK
1 Borong 1,92 1 15
2 Bangkala 4,3 26 12
3 Tamangapa 7,62 26 9
4 Manggala 4,44 9 5
5 Antang 3,94 12 21
6 Batua 1,92 6 10
Total 24,1480 72
152
Sumber: Hasil survey pribadi
4.2.2 Sampel
Sampel penelitian ini adalah sumur dangkal yang berada di Kecamatan
Manggala. Sampel sumur dangkal diambil dari populasi dengan teknik Purposive
Sampling dengan pertimbangan sebagai berikut :
a. Air sumur masih digunakan sebagai air minum, mandi dan mencuci.
b. Letak sumur dari sumber pencemar lain
IV- 3
c. Pemilik sumur bersedia sumurnya untuk dijadikan sampel
d. Konstruksi sumur
Purposive Sampling merupakan teknik pengambilan sampel secara
sengaja. Maksudnya, peneliti menentukan sendiri sampel yang diambil karena ada
pertimbangan tertentu. Penentuan titik sumur yang masih digunakan warga di
Kecamatan Manggala (populasi) berdasarkan hasil survey dengan menggunakan
alat GPS (Global Positioning System) dan penentuan semua titik sumur di
Kecamatan Manggala dilakukan pada saat observasi pada tanggal 18 Januari – 30
Januari 2013.
Gambar 4.2 Wawancara dengan Warga dan Penentuan Titik Sumur
Dalam penentuan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin persamaan
(3.1) dari jumlah populasi sumur yang ada.
n= N
1+(N . e2)
Dimana:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
e = Persen kelonggaran ketidaktelitian (e = 0,4)
IV- 4
Nilai e = 0,4 digunakan karena adanya keterbatasan biaya dalam penelitian
ini.
maka
n= 80
1+(80. 0,42)= 80
1+12,8=5,79 6,0
Jadi, jumlah sampel yang diambil sebanyak enam titik (sumur), dimana
tiap kelurahan satu sumur dangkal.
4.3 Hasil Pengujian Sampel Air Sumur Dangkal
Kualitas air minum yang digunakan untuk keperluan rumah tangga
(minum, masak, mandi, mencuci dan kakus), secara ideal harus memenuhi
standar, baik sifat fisik, kimia maupun mikrobiologinya. Jika kualitas air
melampaui ambang batas maksimum yang diperbolehkan berdasarkan Peraturan
maupun Keputusan Pemerintah, maka kualitas air tersebut menurun sesuai
peruntukkannya, sehingga digolongkan sebagai air tercemar.
Sekitar wilayah Kecamatan Manggala ini merupakan pemukiman dengan
penduduknya sebagian memanfaatkan air sumur dangkal untuk keperluan minum,
masak, mandi, cuci, kakus dan juga keperluan rumah tangga lainnya. Oleh karena
itu kualitas airnya ditetapkan berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan
No. 69 Tahun 2010.
Hasil penelitian kualitas air sumur dangkal di kecamatan Manggala baik
sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi dapat dilihat pada tabel 4.3.
IV- 5
Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Kualitas Air Sumur Dangkal di Kecamatan Manggala
Batas Maks/Min#
Sumur 1 Sumur 2 Sumur 3 Sumur 4 Sumur 5 Sumur 6Yang
Diperbolehkan
A. Fisika
1 Bau - Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau
2 Rasa - Tidak Berasa Tidak Berasa Tidak Berasa Tidak Berasa Tidak Berasa Tidak Berasa Tidak Berasa
3 Suhu* ⁰C -1 -1 -2 -2 -1 -2 Deviasi 3
4 Residu Tersuspensi (TSS) mg/L 10 1 2 6 8 11 50
5 Zat Padat Terlarut (TDS) mg/L 204 57 123 183 209 129 800
B. Kimia
1 Besi (Fe) mg/L 0,2368 0,0155 0,0829 0,1116 0,0329 0,0533 0,3
2 Klorida (Cl) mg/L 28,43 6,70 7,88 20,59 19,71 16,66 600,0
3 Crom Total mg/L <0,0208 <0,0208 <0,0208 <0,0208 <0,0208 <0,0208 0,1
4 Mangan (Mn) mg/L 0,0939 0,0460 0,1533 0,0516 0,0610 <0,0221 0,1
5 Nitrat (NO3-N) mg/L 12,927 4,575 2,139 2,59 15,86 21,21 10,0
6 Nitrit (NO2-N) mg/L 0,904 0,168 0,165 0,165 0,178 0,158 0,1
7 pH* - 6,20 6,80 6,46 6,10 6,03 6,35 6-8,5
8 COD mg/L 54,88 62,72 31,36 23,52 62,72 39,20 10,0
9 DO#
mg/L 8,50 2,90 4,30 2,50 3,40 2,55 6,0
10 Fluorida (F) mg/L <0,032 <0,032 <0,032 <0,032 <0,032 <0,032 0,5
11 Seng (Zn) mg/L 0,0423 0,0221 0,0268 0,0314 0,0527 0,0364 0,05
12 Sulfat (SO4) mg/L 22,441 20,831 14,824 28,537 40,958 12,668 400,0
C. Biologi
1 Total Koliform (MPN)Jumlah Per
100 ml sampel >1600 1600 1600 >1600 1600 1600 1000
No. Parameter Satuan
Hasil Pengujian
Sumber : BTKL dan PPK 1 Makassar
Keterangan :
= Nilai yang melewati ambang batas maksimum yang diperbolehkan
IV- 6
4.3.1 Pengujian Sifat Fisik
a. Pengujian Suhu
Suhu mempengaruhi reaksi kimia perairan dan juga kelarutan dari
berbagai zat di dalam air, oleh karena itu pengukuran suhu diperlukan. Hasil
pengukuran suhu dilakukan dengan 2 cara yaitu secara langsung di lapangan (in
situ) dan dilakukan di Laboratorium.
Berdasarkan baku mutu air Kelas I (peraturan Gubernur Sulawesi Selatan :
No. 69), suhu rata-rata air sumur masih berada pada kisaran suhu maksimum yang
diperbolehkan (25 – 29oC) dan tergolong suhu air normal, sehingga dari parameter
ini tidak terlihat adanya indikasi pencemaran air. Suhu di bawah Baku Mutu air
dapat menyebabkan kandungan zat – zat beracun bereaksi terhadap air sehingga
air menjadi tercemar.
b. Pengujian Bau dan Rasa
Bau dan rasa merupakan parameter penting dalam kualitas air minum.
Kedua parameter tersebut merupakan sifat fisik yang secara langsung berpengaruh
terhadap konsumen.
Pada saat observasi, sumur pertama berbau busuk dan pada saat
pengambilan sampel sudah tidak berbau lagi, hal ini diakibatkan terjadinya
pengenceran oleh air hujan karena pengambilan sampel di musim hujan. Hasil
analisis tersebut memperlihatkan bahwa pada lokasi tersebut bau dan rasa air
sumur gali masih memenuhi ambang batas maksimum yang diperbolehkan
IV- 7
menurut Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan No. 69 tahun 2010 untuk air Kelas
I.
Bau yang timbul pada air sumur akibat adanya hasil perombakan sampah
yang menghasilkan H2S yang berbau busuk, sehingga air perlu dilakukan
pemurnian karena tidak memadai sebagai air minum. Air dapat meresap ke air
sumur bersama-sama dengan air hujan.
c. Zat Padat Terlarut (TDS)
Zat padat terlarut (Total Dissolved Solids) merupakan padatan yang terdiri
dari senyawa-senyawa organik dan anorganik yang larut dalam air, mineral dan
garam-garamnya (Fardiaz, 1992). Zat padat terlarut dapat dihasilkan dari
penguraian sampah oleh mikroorganisme. Jika kandungannya berlebih maka
fluktuasi kegiatan mikroorganisme mengakibatkan fluktuasi zat padat di dalam air
sehingga kualitas air menjadi menurun.
Berdasarkan hasil pengujian nilai kandungan TDS sumur 1 sampai sumur
6 masih di bawah ambang batas maksimum yang diperbolehkan menurut Baku
Mutu Air Kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No.69 (≤ 800 mg/L). Dari parameter
ini, air sumur dangkal di Kecamatan Manggala masih layak dikonsumsi untuk air
minum dan keperluan rumah tangga lainnya.
IV- 8
Sumur 1 Sumur 2 Sumur 3 Sumur 4 Sumur 5 Sumur 60
100
200
300
400
500
600
700
800
204
57
123183 209
129
Zat Padat Terlarut (TDS)
Zat Padat Terlarut (TDS)
Gambar 4.3 Kandungan TDS pada Sampel Air Sumur
d. Zat Padat Tesuspensi (TSS)
Zat padat tersuspensi (Total Suspended Solid) adalah semua zat padat
(pasir, lumpur, dan tanah liat) atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air.
Padatan tersuspensi total (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1μm)
yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 μm (Effendi,
2003).
TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, yang
terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan
air. Jika Kandungan TSS melebihi ambang batas terjadi reaksi pembusukan atau
kekeruhan. Selain itu, kandungan TSS yang berlebih dapat mempengaruhi jumlah
kandungan bakteri sehingga kualitas airnya menurun. Apabila dibandingkan
dengan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan No. 69 tahun 2010 nilainya masih di
bawah 50 mg/L. Oleh karena itu, dalam hal ini perairan tersebut masih sesuai
digunakan untuk kebutuhan air minum.
IV- 9
Sumur 1 Sumur 2 Sumur 3 Sumur 4 Sumur 5 Sumur 60
10
20
30
40
50
60
10
1 26
811
Zat Padat Tersuspensi (TSS)
Zat Padat Tersuspensi (TSS)
Gambar 4.4 Kandungan TSS pada Sampel Air Sumur
4.3.2 Pengujian Sifat Kimia
a. Pengujian Kandungan Besi (Fe)
Berdasarkan kriteria mutu air Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun
2010, persyaratan untuk air minum dianjurkan ≤ 0,3 mg/L. Hasil pengukuran di
laboratorium untuk semua lokasi pengamatan. Apabila dibandingkan dengan
Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan No. 69 tahun 2010 nilainya masih di bawah
0,3mg/L. Oleh karena itu, dalam hal ini air tersebut masih sesuai digunakan untuk
kebutuhan air minum.
Sumur 1 Sumur 2 Sumur 3 Sumur 4 Sumur 5 Sumur 60
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.2368
0.0155
0.08290.1116
0.03290.0533
Kandungan Besi (Fe)
Kandungan Besi (Fe)
Gambar 4.5 Kandungan Besi pada Sampel Air Sumur
IV- 10
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
b. Pengujian Kandungan Klorida (Cl)
Berdasarkan kriteria mutu air Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun
2010, persyaratan untuk air minum dianjurkan ≤ 600 mg/L. Hasil pengukuran di
laboratorium untuk semua lokasi pengamatan. Apabila dibandingkan dengan
Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan No. 69 tahun 2010 nilainya masih di bawah
600mg/L. Oleh karena itu, dalam hal ini air tersebut masih sesuai digunakan untuk
kebutuhan air minum.
Sumur 1 Sumur 2 Sumur 3 Sumur 4 Sumur 5 Sumur 60
100
200
300
400
500
600
28.436.70 7.88 20.59 19.71 16.66
Kandungan Klorida (Cl)
Kandungan Klorida (Cl)
Gambar 4.6 Kandungan Klorida pada Sampel Air Sumur
c. Pengujian Kandungan Krom Total
Berdasarkan kriteria mutu air Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun
2010, persyaratan untuk air minum dianjurkan ≤ 0,05 mg/L. Hasil pengukuran di
laboratorium untuk semua lokasi pengamatan. Apabila dibandingkan dengan
Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan No. 69 tahun 2010 nilainya masih di bawah
0,05 mg/L. Oleh karena itu, dalam hal ini air tersebut masih sesuai digunakan
untuk kebutuhan air minum
IV- 11
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Sumur 1 Sumur 2 Sumur 3 Sumur 4 Sumur 5 Sumur 6
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.0208 0.0208 0.0208 0.0208 0.0208 0.0208
Kandungan Crom Total
Kandungan Crom Total
Gambar 4.7 Kandungan Krom Total pada Sampel Air Sumur
d. Pengujian Kandungan Mangan (Mn)
Berdasarkan kriteria mutu air Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun
2010, persyaratan untuk air minum dianjurkan ≤ 0,1 mg/L. Hasil pengukuran di
laboratorium untuk semua lokasi pengamatan. Apabila dibandingkan dengan
Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan No. 69 tahun 2010 nilainya masih di bawah
0,1 mg/L, kecuali pada sumur 3 kandungan Mn melebihi batas yakni 0,1533
mg/L. Hal ini diakibatkan oleh :
Konstruksi sumur yang buruk seperti retaknya lantai sumur, serta
tidak adanya dinding sumur yang kedap air mengakibatkan air
limpasan hujan mengalir begitu saja ke dalam sumur.
Adanya kandungan mangan di batuan atau tanah sekitar sumur
tersebut.
Bahaya mengkonsumsi air yang kandungan mangan melebihi ambang
batas yang ditentukan dalam jangka waktu lama bagi manusia ialah menyebabkan
IV- 12
gangguan sistem syaraf, dapat menyebabkan impotensi pada pria, otot lemah,
sakit kepala dan insomnia. Solusi untuk mengurangi kadar mangan dalam air yaitu
dengan membuat penyaring air dari pasir dan ditambahkan batu zeolit sebelum air
sumur diolah dan diminum sebagai sumber air bersih.
Sumur 1 Sumur 2 Sumur 3 Sumur 4 Sumur 5 Sumur 6
0
0.1
0.2
0.0939
0.046
0.1533
0.05160.061
0.0221
Kandungan Mangan (Mn)
Kandungan Mangan (Mn)
Gambar 4.8 Kandungan Mangan pada Sampel Air Sumur
e. Pengujian Kandungan Nitrat (NO3)
Nitrat (NO3-) merupakan ion-ion anorganik alami, yang merupakan bagian
dari siklus nitrogen. Aktivitas mikroba di tanah atau air menguraikan sampah
yang mengandung nitrogen organik pertama menjadi ammonia. Amonia
kemudian dioksidasikan dengan bantuan bakteri Nitrosomonas atau Nitrococcus
menjadi nitrit proses ini disebut nitritasi, kemudian dioksidasikan lagi dengan
bantuan bakteri Nitrobacter menjadi nitrat proses ini disebut nitratasi. Maka nitrat
adalah senyawa yang paling sering ditemukan di dalam air bawah tanah maupun
air yang terdapat di permukaan. Menurut Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan
IV- 13
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
No.69 Tahun 2010, batas maksimum nitrat diperbolehkan dalam air minum adalah
≤ 10 mg/L. Menurut Manampiring, Aaltje E., 2009 “Belum ada laporan yang jelas
mengenai efek racun dari nitrat. Selama ini yang diketahui efek racunnya adalah
konversi dari nitrit”. Sumber air yang sangat potensial terkontaminasi nitrat
adalah septic tank, tempat pembuangan kotoran hewan, pupuk komersial, bahan
organik yang membusuk. Sumur-sumur yang kadar nitratnya tinggi yaitu:
1. Sumur 1 diperoleh hasil pengujian kandungan nitrat sebesar 12,927
mg/L. Nilai ini masih melebihi ambang batas Baku Mutu air Kelas I
Hal ini disebabkan oleh banyaknya tumpukan sampah di dekat
sumur, serta dekat dari kandang hewan (sapi dan kuda).
2. Sumur 5 diperoleh hasil pengujian kandungan nitrat sebesar 15,862
mg/L. Nilai ini melebihi ambang batas Baku Mutu air Kelas I
Hal ini disebabkan sumur berdekatan dengan pohon mangga,
dimana ketika daun-daun berguguran sebagian ada masuk ke
sumur, tenggelam dan terjadi penguraian di dasar sumur.
3. Sumur 6 diperoleh hasil pengujian kandungan nitrat sebesar 21,210
mg/L. Nilai ini melebihi ambang batas Baku Mutu air Kelas I
Hal ini disebabkan dekatnya sumur dengan beberapa septic
tank warga dan letaknya di elevasi lebih tinggi dibandingkan
dengan sumur.
Solusi untuk air sumur yang tercemar nitrat yaitu:
Membuat saringan yang sederhana yang berisi kerikil, ijuk dan
pasir di tiap lapisan terdiri dari tiap material tersebut.
IV- 14
Memasak adalah langka sederhana dan relatif murah untuk
mengurangi kemungkinan masuknya nitrat ke dalam tubuh.
Sumur 1 Sumur 2 Sumur 3 Sumur 4 Sumur 5 Sumur 60
5
10
15
20
25
12.927
4.575
2.139 2.59
15.862
21.21
Kandungan Nitrat
Kandungan Nitrat
Gambar 4.9 Kandungan Nitrat pada Sampel Air Sumur
e. Pengujian Kandungan Nitrit (NO2)
Senyawa nitrit dalam jumlah tertentu ( < 1 mg/L ), sangat berguna untuk
pertumbuhan tubuh, terutama untuk mahluk nabati perairan. Kandungan nitrit
dalam jumlah berlebihan, maka di dalam tubuh dapat tinggi dan kandungan nitrit
yang melebihi 0,05 mg/L dapat bersifat toksik bagi organisme perairan yang
sangat sensitif (Saeni, 1989), meski menurut Hammer (1986) kandungan nitrit
sebesar 0,06 ppm dianggap tidak membuat kualitas air tercemar. Tinggi
rendahnya nilai kandungan nitrit ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti
kandungan oksigen terlarut, suhu, pH, konsentrasi nitrat itu sendiri dan waktu
retensi. Waktu retensi menunjukkan waktu yang dibutuhkan bakteri untuk
merombak amonia. Semakin banyak jumlah bakteri nitrifikasi maka semakin
banyak kandungan nitrit yang terbentuk. Begitu juga dengan kandungan O2
IV- 15
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
terlarut, suhu, pH dan konsentrasi nitrit. Semakin optimum faktor-faktor tersebut
maka kandungan nitrit yang terbentuk akan semakin bertambah (Hammer, 1986).
Efek racun yang akut dari nitrit adalah methemoglobinemia, dimana lebih
dari 10% hemoglobin diubah menjadi methemoglobin. Bila konversi ini melebihi
70% maka akan sangat fatal. Berdasarkan kriteria mutu air Peraturan Gubernur
Sulsel No. 69 tahun 2010, persyaratan untuk air minum dianjurkan ≤ 0,06 mg/L.
Hasil pengukuran di laboratorium untuk semua lokasi pengamatan. Apabila
dibandingkan dengan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan No. 69 tahun 2010
nilainya melebihi dari ambang batas yang ditentukan. Sumur-sumur yang kadar
nitratnya tinggi yaitu:
1. Sumur 1 diperoleh hasil pengujian kandungan nitrit sebesar 0,904 mg/L.
Nilai ini masih melebihi ambang batas Baku Mutu air Kelas I
Hal ini disebabkan oleh banyaknya tumpukan sampah di dekat
sumur, serta dekat dari kandang hewan (sapi dan kuda).
2. Sumur 2 diperoleh hasil pengujian kandungan nitrit sebesar 0,168 mg/L.
Nilai ini masih melebihi ambang batas Baku Mutu air Kelas I.
Hal ini disebabkan oleh buruknya struktur sumur yaitu
retaknya lantai sumur, serta tidak adanya dinding sumur yang
kedap air mengakibatkan air limpasan hujan mengalir begitu
saja ke dalam sumur.
3. Sumur 3 diperoleh hasil pengujian kandungan nitrit sebesar 0,165 mg/L.
Nilai ini masih melebihi ambang batas Baku Mutu air Kelas I
IV- 16
Hal ini disebabkan oleh buruknya struktur sumur yaitu
retaknya lantai sumur, serta tidak adanya dinding sumur yang
kedap air mengakibatkan air limpasan hujan mengalir begitu
saja ke dalam sumur.
4. Sumur 4 diperoleh hasil pengujian kandungan nitrit sebesar 0,165 mg/L.
Nilai ini masih melebihi ambang batas Baku Mutu air Kelas I.
Hal ini disebabkan oleh buruknya struktur sumur yaitu dinding
sumur yang tidak kedap air (tidak disemen), selain itu dekatnya
sumur dengan saluran drainase dan danau balang tonjong.
5. Sumur 5 diperoleh hasil pengujian kandungan nitrit sebesar 0,178 mg/L.
Nilai ini melebihi ambang batas Baku Mutu air Kelas I
Hal ini disebabkan sumur berdekatan dengan pohon mangga,
sehingga sebagian daun mangga yang jatuh, kemudian masuk
ke sumur dan terjadi penguraian di dasar sumur.
6. Sumur 6 diperoleh hasil pengujian kandungan nitrit sebesar 0,158 mg/L.
Nilai ini melebihi ambang batas Baku Mutu air Kelas I
Hal ini disebabkan dekatnya sumur dengan beberapa septic
tank warga dan letaknya di elevasi lebih tinggi dibandingkan
dengan sumur.
Seperti halnya jika tercemat nitrat solusi untuk air sumur yang tercemar
nitrit yaitu:
Membuat saringan yang sederhana yang berisi kerikil, ijuk dan
pasir di tiap lapisan terdiri dari tiap material tersebut.
IV- 17
Memasak adalah langka sederhana dan relatif murah untuk
mengurangi kemungkinan masuknya nitrat ke dalam tubuh.
Sumur 1 Sumur 2 Sumur 3 Sumur 4 Sumur 5 Sumur 60
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
10.904
0.168 0.165 0.165 0.178 0.158
Kandungan Nitrit
Kandungan Nitrit
Gambar 4.10 Kandungan Nitrit pada Sampel Air Sumur
f. Pengujian pH
pH, menyatakan intensitas keasaman atau alkalinitas dari suatu cairan
encer, dan mewakili konsentrasi hidrogen ionnya. pH merupakan parameter
penting dalam analisis kualitas air karena pengaruhnya terhadap proses-proses
biologis dan kimia di dalamnya (Chapman, 2000). Air yang diperuntukkan
sebagai air minum sebaiknya memiliki pH netral (7) karena nilai pH berhubungan
dengan efektifitas klorinasi. Air dengan pH tinggi (basa) mengakibatkan daya
bunuh klor terhadap mikroba berkurang, dan sebaliknya air dengan pH rendah
cenderung meningkatkan korosi (Yani et al., 1994).
pH pada prinsipnya dapat mengontrol keseimbangan proporsi kandungan
antara karbon dioksida, karbonat dan bikarbonat (Chapman, 2000). Lebih jauh
IV- 18
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Wardoyo (1982) menambahkan perubahan nilai pH sebesar 0,3 unit seringkali
diikuti dengan perubahan yang besar dari parameter mutu air yang lain, misalnya
tingkat kelarutan Fe, Cu, Ca, Mg dan proporsi kandungan karbon dioksida,
bikarbonat dan karbonat. Baku mutu pH untuk kelas I menurut Peraturan
Gubernur No. 69 tahun 2010 ialah 6 – 8,5. Hasil pengukuran pH air sumur dari
lokasi pengamatan masih memenuhi baku air mutu kelas I sesuai Pergub Sulsel
No. 69 Tahun 2010.
Sumur 1 Sumur 2 Sumur 3 Sumur 4 Sumur 5 Sumur 60.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
6.206.80
6.466.10 6.03
6.35
Nilai pH
Nilai pH
Gambar 4.11 Nilai pH pada Sampel Air Sumur
g. Pengujian Kebutuhan Oksigen Kimia (COD)
COD menyatakan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi semua bahan organik yang terdapat di perairan, menjadi CO2 dan
H2O (Hariyadi, 2001). Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang yang
dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan dalam mengoksidasi
IV- 19
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
air (Boyd, 1982). COD memberikan gambaran jumlah total bahan organik yang
mudah urai maupun yang sulit terurai (non biodegradable ) (Hariyadi, 2001).
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai COD antara lain :
1. Hasil pengukuran COD untuk sumur 1 adalah 54,88 mg/L. Nilai ini telah
melewati ambang batas Baku Mutu Air Kelas I. Hal ini dapat disebabkan
oleh :
a. Pengolahan sampah di sekitar sumur kurang baik sehingga sampah
organik dan anorganik tercampur dan mengakibatkan bakteri sulit
mengurai zat–zat dalam air akibat hadirnya unsur – unsur logam.
b. Jarak sumur dengan sumber pencemar lain sangat dekat (kandang
hewan)
c. Saluran pembuangan limbah rumah tangga kurang baik
2. Hasil pengukuran COD untuk sumur 2 adalah 62,72 mg/L. Nilai COD
pada sumur 2 juga telah melewati ambang batas Baku Mutu Air kelas I.
Hal ini dapat disebabkan oleh :
a. Sumur terletak di daerah pemukiman kumuh (daerah TPA).
b. Konstruksi sumur kurang baik (tidak memiliki dinding dan lantai
kedap air)
3. Hasil pengukuran COD untuk sumur 3 adalah 31,36 mg/L. Nilai COD
pada sumur 3 juga telah melewati ambang batas Baku Mutu Air kelas I.
Hal ini dapat disebabkan oleh :
a. Sumur terletak lebih rendah dari jalan raya.
IV- 20
b. Konstruksi sumur kurang baik (tidak memiliki dinding dan lantai
kedap air)
c. Adanya saluran drainase di sekitar sumur
4. Hasil pengukuran COD untuk sumur 4 adalah 23,52 mg/L. Nilai COD
pada sumur 4 juga telah melewati ambang batas Baku Mutu Air kelas I.
Hal ini dapat disebabkan oleh :
a. Sumur terletak dekat saluran drainase
b. Konstruksi sumur kurang baik (dinding sumur tidak dilapis semen)
c. Sumur terletak dengan sumber pencemar lain (danau balang tonjong)
5. Hasil pengukuran COD untuk sumur 5 adalah 62,72 mg/L. Nilai COD
pada sumur 5 juga telah melewati ambang batas Baku Mutu Air kelas I.
Hal ini dapat disebabkan oleh :
Adanya pohon mangga di sekitar sumur, dimana ketika daun-daun
berguguran sebagian ada yang masuk ke sumur, tenggelam dan terjadi
proses penguraian di dasar sumur.
6. Hasil pengukuran COD untuk sumur 6 adalah 39,20 mg/L. Nilai COD
pada sumur 6 juga telah melewati ambang batas Baku Mutu Air kelas
I.Hal ini dapat disebabkan oleh :
a. Saluran pembuangan limbah rumah tangga kurang baik
b. Dekat dengan PLTU
c. Sumur terletak di sekitar septic tank warga.
IV- 21
Sumur 1 Sumur 2 Sumur 3 Sumur 4 Sumur 5 Sumur 60
10
20
30
40
50
60
70
54.88
62.72
31.36
23.52
62.72
39.2
Kandungan COD
Kandungan COD
Gambar 4.12 Kandungan COD pada Sampel Air Sumur
Berdasarkan hasil Pengujian diperoleh nilai COD dari lokasi Pengamatan
nilai COD yang peroleh berkisar 23,52 mg/L– 62,72 mg/L seluruhnya melebihi
ambang batas Baku Mutu Air Kelas I Peraturan Gubernur No.69 tahun 2010
dimana syarat Maksimum Kadar COD adalah 10 mg/L.
h. Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut (dissolved oxygen) merupakan konsentrasi gas oksigen
yang terlarut dalam air. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari hasil
fotosintesis oleh fitoplankton atau tumbuhan air dan proses difusi dari udara
(Fardiaz, 1992).
Berdasarkan kriteria mutu air Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun
2010, persyaratan untuk air permukaan dianjurkan ≥ 6 mg/L. Hasil pengukuran di
laboratorium untuk semua lokasi pengamatan. Nilai DO di sumur 2 – sumur 6 ≤ 6
IV- 22
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
mg/L, hanya sumur pertama yang memenuhi baku mutu air kelas I sesuai Pergub
Sulsel No. 69 Tahun 2010 sebesar 8,5 mg/L.
Nilai ini masih di bawah ambang batas yang dianjurkan atau tidak
memenuhi standar air minum. Faktor yang mempengaruhi jumlah oksigen terlarut
di dalam air adalah jumlah kehadiran bahan organik, suhu, aktivitas bakteri,
kelarutan, fotosintesis dan kontak dengan udara.
Sumur 1 Sumur 2 Sumur 3 Sumur 4 Sumur 5 Sumur 60.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00 8.50
2.90
4.30
2.50
3.40
2.55
Kandungan DO
Kandungan DO
Gambar 4.13 Kandungan DO pada Sampel Air Sumur
i. Pengujian Kandungan Fluorida (F)
Berdasarkan kriteria mutu air Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun
2010, persyaratan untuk air minum dianjurkan ≤ 0,5 mg/L. Hasil pengukuran di
laboratorium untuk semua lokasi pengamatan. Apabila dibandingkan dengan
Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan No. 69 tahun 2010 nilainya masih di bawah
0,5 mg/L.
IV- 23
Batas Minimal
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Sumur 1 Sumur 2 Sumur 3 Sumur 4 Sumur 5 Sumur 6
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.032 0.032 0.032 0.032 0.032 0.032
Kandungan Fluorida (F)
Kandungan Fluorida (F)
Gambar 4.14 Kandungan Fluorida pada Sampel Air Sumur
j. Pengujian Kandungan Seng (Zn)
Berdasarkan kriteria mutu air Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun
2010, persyaratan untuk air minum dianjurkan ≤ 0,05 mg/L. Hasil pengukuran di
laboratorium untuk semua lokasi pengamatan. Apabila dibandingkan dengan
Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan No. 69 tahun 2010 nilainya masih di bawah
0,05 mg/L, kecuali sumur 5 melebihi ambang batas maksimum yaitu 0,0527
mg/L. Hal ini diakibatkan oleh :
Adanya kandungan seng di batuan atau tanah sekitar sumur tersebut.
Akibat dari kelebihan unsur seng bagi tubuh ialah dapat menyebabkan
muntah, diare, demam, kelelahan, anemia, dan gangguan reproduksi. Solusi untuk
mengurangi kadar seng dalam air yaitu dengan membuat penyaring air dari pasir
dan ditambahkan batu zeolit sebelum air sumur diolah dan diminum sebagai
sumber air bersih.
IV- 24
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Sumur 1 Sumur 2 Sumur 3 Sumur 4 Sumur 5 Sumur 60
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.0423
0.02210.0268
0.0314
0.0527000000000001
0.0364
Kandungan Seng (Zn)
Kandungan Seng (Zn)
Gambar 4.15 Kandungan Seng pada Sampel Air Sumur
k. Pengujian Kandungan Sulfat (SO4)
Berdasarkan kriteria mutu air Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun
2010, persyaratan untuk air minum dianjurkan ≤ 400 mg/L. Hasil pengukuran di
laboratorium untuk semua lokasi pengamatan. Apabila dibandingkan dengan
Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan No. 69 tahun 2010 nilainya masih di bawah
400 mg/L.
Sumur 1 Sumur 2 Sumur 3 Sumur 4 Sumur 5 Sumur 60
50
100
150
200
250
300
350
400
22.44 20.83 14.8228.54 40.96
12.67
Kandungan Sulfat (SO4)
Kandungan Sulfat (SO4)
Gambar 4.16 Kandungan Sulfat pada Sampel Air Sumur
IV- 25
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
4.3.3 Sifat Mikrobiologis
a Bakteri Coliform
Analisis mikrobiologi dilakukan berdasarkan organisme petunjuk
(indicator organism) terhadap pencemaran air. Dalam hal ini yang sering
digunakan adalah bakteri. Jika dalam air minum ditemukanadanya bakteri, hal ini
mengindikasikan bahwa air tersebut tercemaroleh bakteri coliform tinja (E. coli),
atau kemungkinan mengandung bakteri coliform adalah jenis bakteri coli yang
dibedakan menjadi dua kelompok yaitu coliform fecal, yaitu bakteri yang hidup
secara normal pada usus manusia dan hewan, contohnya Escherichiacoli, dan
coliform non fecal yaitu bakteri yang hidup pada hewan dan tanaman yang sudah
mati, contohnya Enterobacter aerogenes (Fardiaz, 1992).
Air sumur pada wilayah penelitian memiliki kandungan bakteri coli yang
sangat tinggi. Hasil pengamatan terhadap sampel air sumur dari wilayah penelitian
kandungan coli :
1. Hasil pengukuran total Coliform untuk sumur 1 adalah >1600
MPN/100ml. Nilai total Coliform pada sumur 1 telah melewati ambang
batas Baku Mutu Air kelas I. Faktor penyebabnya diantaranya :
a. Kondisi ini mengindikasikan pada lokasi pengamatan lebih banyak
sampah yang bersumber dari sisa-sisa tumbuhan, sisa-sisa makanan,
dan bangkai-bangkai hewan, merupakan substrat utama tumbuhnya
bakteri coliform (Enterobacter aerogenes).
b. Bakteri ini bersama dengan air hujan dapat secara langsung atau
meresap masuk ke lapisan tanah atas dan akhirnya masuk dan
IV- 26
terakumulasi dalam air sumur. Sumber pencemar mikrobiologis dari
sistem pembuangan sampah dapat meresap ke dalam air tanah secara
vertikal maupun horizontal. Bouwer dan Chaney dalam Wuryadi
(1981) menemukan bahwa bakteri dapat bergerak sejauh 830 meter
dari sumber kontaminan.
c. Jarak sumur yang sangat dekat dengan pencemar lainnya
2. Hasil pengukuran total Coliform untuk sumur 2 adalah 1600 MPN/100ml.
3. Hasil pengukuran total Coliform untuk sumur 3 adalah 1600 MPN/100ml.
4. Hasil pengukuran total Coliform untuk sumur 4 adalah >1600
MPN/100ml.
5. Hasil pengukuran total Coliform untuk sumur 5 adalah 1600 MPN/100ml.
6. Hasil pengukuran total Coliform untuk sumur 6 adalah 1600 MPN/100ml.
Menurut baku mutu air kelas I berdasarkan Peraturan Gubernur Sulsel
No.69 tahun 2010 telah melampaui ambang batas maksimum.
Akibat yang ditimbulkan jika penggunaan air tanpa pengolahan terlebih
dahulu yaitu gangguan pencernaan. Solusi untuk terhindar dari infeksi bakteri
koliform dalam air yaitu dengan memasaknya terlebih dahulu untuk mengurangi
kemungkinan terinfeksi bakteri tersebut.
IV- 27
Sumur 1 Sumur 2 Sumur 3 Sumur 4 Sumur 5 Sumur 60
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
18001,600 1,600 1,600 1,600 1,600 1,600
Kandungan Total Koliform
Kandungan Total Koliform
Gambar 4.17 Kandungan Total Koliform pada Sampel Air Sumur
4.4 Analisis Data
4.4.1 Metode Storet
Metode Storet merupakan salah satu metode untuk penentuan
status mutu air yang umum digunakan. Dengan metoda Storet ini dapat
diketahui parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku
mutu air. Secara prinsip metoda Storet adalah membandingkan antara data
kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukan
guna menentukan status mutu air. Apabila hasil pengukuran mutu air
memenuhi standar baku mutu airnya yaitu bila hasil pengukuran ≤ baku
mutu, maka diberi skor 0, apabila hasil pengukuran tidak memenuhi baku
mutu air yaitu bila hasil pengukuran > baku mutu air, maka diberi skor
sesuai tabel (2.4). Total skor dari metode storet bergantung pada jumlah
parameter yang melebihi ambang batas yang ditentukan, semakin banyak
parameter yang melebihi ambang batas maka semakin tinggi hasil skor
yang diperoleh. Tabel 4.4 adalah hasil analisis data dengan menggunakan
metode Storet.
IV- 28
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Baku mutu air kelas I Peraturan Gubernur Sulsel No. 69 tahun 2010
Tabel 4.4 Hasil Analisis Data dengan Metode Storet
Batas Maks/Min#
Yang Diperbolehkan Sumur 1 Sumur 2 Sumur 3 Sumur 4 Sumur 5 Sumur 6 S1 S2 S3 S4 S5 S6
A. Fisika
1 Bau - Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau
2 Rasa - Tidak Berasa Tidak Berasa Tidak Berasa Tidak Berasa Tidak Berasa Tidak Berasa Tidak Berasa
3 Suhu*
⁰
C Deviasi 3 -1 -1 -2 -2 -1 -2 0 0 0 0 0 0
4 Residu Tersuspensi (TSS) mg/L 50 10 1 2 6 8 11 0 0 0 0 0 0
5 Zat Padat Terlarut (TDS) mg/L 800 204 57 123 183 209 129 0 0 0 0 0 0
B. Kimia
6 Besi (Fe) mg/L 0,3 0,2368 0,0155 0,0829 0,1116 0,0329 0,0533 0 0 0 0 0 0
7 Klorida (Cl) mg/L 600 28,43 6,7 7,88 20,59 19,71 16,66 0 0 0 0 0 0
8 Crom Total mg/L 0,05 0,0208 0,0208 0,0208 0,0208 0,0208 0,0208 0 0 0 0 0 0
9 Mangan (Mn) mg/L 0,1 0,0939 0,046 0,1533 0,0516 0,061 0,0221 0 0 -2 0 0 0
10 Nitrat (NO3-N) mg/L 10 12,927 4,575 2,139 2,59 15,862 21,21 -2 0 0 0 -2 -2
11 Nitrit (NO2-N) mg/L 0,06 0,904 0,168 0,165 0,165 0,178 0,158 -2 -2 -2 -2 -2 -2
12 pH* - 6-8,5 6,2 6,8 6,46 6,1 6,03 6,35 0 0 0 0 0 0
13 COD mg/L 10 54,88 62,72 31,36 23,52 62,72 39,2 -2 -2 -2 -2 -2 -2
14 DO# mg/L 6 8,5 2,9 4,3 2,5 3,4 2,55 0 -2 -2 -2 -2 -2
15 Fluorida (F) mg/L 0,5 0,032 0,032 0,032 0,032 0,032 0,032 0 0 0 0 0 0
16 Seng (Zn) mg/L 0,05 0,0423 0,0221 0,0268 0,0314 0,0527 0,0364 0 0 0 0 -2 0
17 Sulfat (SO4) mg/L 400 22,441 20,831 14,824 28,537 40,958 12,668 0 0 0 0 0 0
C. Biologi
18 Total Koliform (MPN) Jumlah Per 100 ml sampel 1000 1600 1600 1600 1600 1600 1600 -3 -3 -3 -3 -3 -3
-9 -9 -11 -9 -13 -11
Rata-rata Skor -10,33
Skor
Jumlah Skor
No. Parameter SatuanHasil Pengukuran
Sumber: Analisis Data
IV- 29
Seperti yang terlihat pada tabel 4.4, maka dapat dibuat diagram
S1 S2 S3 S4 S5 S6
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
-9 -9
-11
-9
-13
-11
Nilai Skor
Nilai Skor
Gambar 4.18 Diagram Skor Mutu Air dengan Metode Storet
Sumur 5 memiliki jumlah skor yang paling tinggi karena lebih banyak parameter yang melebihi ambang batas dibandingkan
sumur lainnya. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan metode storet dengan melihat standar baku mutu air kelas I
menurut Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan No. 69 Tahun 2010, Kecamatan Manggala Kota Makassar ini memperoleh jumlah
skor = -10,33. Maka menurut analisis metode Storet (tabel 2.3), Kecamatan Manggala Kota Makassar termasuk dalam kelas B (Baik)
atau “cemar ringan” jika diperuntukkan untuk air minum (kelas I).
IV- 30
4.4.2 Metode Indeks Pencemaran
Kualitas suatu air dapat ditentukan dengan melakukan suatu
pengukuran terhadap intensitas parameter fisik, kimia, dan biologi atau
mikrobiologi. Dalam penentuan status kualitas air, nilai parameter tersebut
tidak dapat dipisahkanantara satu dengan yang lainnya, oleh karena itu
semua nilai parameter tersebut harus ditransformasikan ke dalam suatu
nilai tunggal yang dapat mewakili. Nilai tunggal Indeks Pencemaran Air
merupakan suatu indeks yang berguna untuk mengevaluasi tingkat
pencemaran lingkungan perairan. Untuk mengetahui kualitas suatu
lingkungan perairan sesuai dengan peruntukannya, maka mengacu pada
pedoman Indeks Mutu Lingkungan Perairan (IMLP) yang berdasarkan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003.
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115
Tahun 2003 diambil kesimpulan bahwa air sungai yang diukur memenuhi
baku mutu Y dan tidak memenuhi baku mutu X. Jadi bila nilai PI lebih
kecil dari 1,0, maka sampel air tersebut memenuhi baku mutu termaksud,
sedangkan bila lebih besar dari 1,0, sampel dinyatakan tidak memenuhi
baku mutu. . Dari uraian tersebut dapat disimpulkan semakin tinggi kadar
tiap parameter di suatu sampel maka semakin tinggi pula nilai Indeks
Pencemarannya. Dapat diuraikan analisis perhitungan yang berbeda dari
tiap parameter. Untuk menganalisis tiap parameter hasil pengujian di
Laboratorium saya mengambil contoh pada sumur 1 dan titik sumur yang
IV- 31
lain dilampirkan dalam tabel. Standar yang digunakan sesuai Baku Mutu
Air Kelas I Peraturan Gubernur No.69 tahun 2010.
a. Menghitung nilai perbandingan hasil Laboratorium dan Baku Mutu Air
Kelas I (Ci/Lij) dengan memilih parameter-parameter yang jika harga
parameter rendah maka kualitas air akan membaik
Perhitungan Zat Padat Tersuspensi (TSS)
C4
L4 j
=1050
=0,2
C4
L4 j
<1 ,maka( C4
L4 j)
baru
=C4
L4 j
=0,2
Perhitungan Zat Padat Terlarut (TDS)
C5
L5 j
=204800
=0,26
C5
L5 j
<1 , maka( C5
L5 j)
baru
=C5
L5 j
=0,26
Perhitungan Besi (Fe)
C6
L6 j
=0,23680,3
=0,79
C6
L6 j
<1, maka( C6
L6 j)
baru
=C6
L6 j
=0,79
Perhitungan Klorida (Cl)
C7
L7 j
=28,43600
=0,05
C7
L7 j
<1 , maka( C7
L7 j)
baru
=C7
L7 j
=0,05
Perhitungan Krom Total
IV- 32
C8
L8 j
=0,02080,05
=0,42
C8
L8 j
<1, maka( C8
L8 j)
baru
=C8
L8 j
=0,42
Perhitungan Mangan (Mn)
C9
L9 j
=0,09390,1
=0,94
C9
L9 j
<1, maka( C9
L9 j)
baru
=C9
L9 j
=0,94
Perhitungan Nitrat (NO3)
C10
L10 j
=12,92710
=1,29
C10
L10 j
>1 , maka( C10
L10 j)
baru
=1,0+P log(C i
Lij)
( C10
L10 j)
baru
=1,0+5 log 1,29
( C10
L10 j)
baru
=1,56
Perhitungan Nitrit (NO2)
C11
L11 j
=0,9040,06
=15,07
C11
L11 j
>1 ,maka( C11
L11 j)
baru
=1,0+ P log(C i
Lij)
( C11
L11 j)
baru
=1,0+5 log15,07
( C11
L11 j)
baru
=6,89
IV- 33
Perhitungan COD
C13
L13 j
=54,8810
=5,49
C13
L13 j
>1 , maka( C13
L13 j)
baru
=1,0+P log(C i
Lij)
( C13
L13 j)
baru
=1,0+5 log 5,49
( C13
L13 j)
baru
=4,70
Perhitungan Fluorida (F)
C15
L15 j
=0,0320,5
=0,06
C15
L15 j
<1 , maka( C15
L15 j)
baru
=C15
L15 j
=0,06
Perhitungan Seng (Zn)
C16
L16 j
=0,04230,05
=0,85
C16
L16 j
<1 , maka( C16
L16 j)
baru
=C16
L16 j
=0,85
Perhitungan Sulfat (SO4)
C17
L17 j
=22,441400
=0,06
C17
L17 j
<1 , maka( C17
L17 j)
baru
=C17
L17 j
=0,06
Perhitungan Total Koliform (MPN)
C18
L18 j
=16001000
=1,60
IV- 34
C18
L18 j
>1 , maka( C18
L18 j)
baru
=1,0+P log(C i
Lij)
( C18
L18 j)
baru
=1,0+5 log 1,60
( C18
L18 j)
baru
=2,02
b. Menghitung nilai perbandingan hasil laboratorium dan Baku Mutu Air
Kelas I (Ci/Lij) yang nilainya rendah maka kualitas akan menurun
Nilai DO
DO merupakan parameter yang jika harga parameter rendah maka kualitas
akan menurun. Maka sebelum menghitung Ci/Lij harus dicari terlebih
dahulu harga Ci baru dengan menggunakan rumus persamaan (2.5)
(C i
Lij)=C ℑ−C i (hasil pengukuran)
Cℑ−Lij
DOmaks = 8,26 pada temperatur 25°C (Lampiran 5)
( C14
L14 j)=8,26−8,5
8,26−6=−0,24
2,26=−0,11
C14
L14 j
<1 , maka( C14
L14 j)
baru
=C14
L14 j
=−0,11
c. Menghitung nilai perbandingan hasil laboratorium dan Baku Mutu Air
Kelas I (Ci/Lij) yang nilai Baku Mutunya memiliki rentang
Nilai pH
IV- 35
Karena harga baku mutu pH memiliki rentang, maka penetuan Ci/Lij
dilakukan dengan cara :
Diketahui nilai pH (Cij) = 6,20
Lijrata−rata=6+8,5
2=7,25 → Cij ≤ Lijrata−rata
Diketahui nilai Cij ≤ Lijrata-rata, maka dengan menggunakan rumus
persamaan (2.6) nilai Ci/Lij untuk paramater pH adalah
(C i
Lij)= [C i−( Lij )rata−rata ]
{( Lij )minimum−( Lij )rata−rata}
Dengan persamaan (2.6) diperoleh nilai Ci/Lij
(C i
Lij)= (6,2−7,25 )
(6−7,25 )=0,84
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai perbandingan antara hasil
pengujian di laboratorium dengan Baku Mutu Air Kelas I sesuai Peraturan
Gubernur Sulsel No.69 Tahun 2010 maka ditentukan nilai Ci/Lij dari tiap–tiap
parameter pengujian dapat dilihat pada tabel 4.5.
IV- 36
Nilai Baku Mutu Air kelas I untuk pH (6-8,5)
Tabel 4.5 Hasil Analisis Data dengan Metode Indeks Pencemaran
A. Fisika
1 Bau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau Tidak Berbau
2 Rasa Tidak Berasa Tidak Berasa Tidak Berasa Tidak Berasa Tidak Berasa Tidak Berasa Tidak Berasa
3 Suhu* -1 -1 -2 -2 -1 -2 Deviasi 3
4 Residu Tersuspensi (TSS) 10 1 2 6 8 11 50 0,20 0,02 0,04 0,12 0,16 0,22 0,20 0,02 0,04 0,12 0,16 0,22
5 Zat Padat Terlarut (TDS) 204 57 123 183 209 129 800 0,26 0,07 0,15 0,23 0,26 0,16 0,26 0,07 0,15 0,23 0,26 0,16
B. Kimia
6 Besi (Fe) 0,2368 0,0155 0,0829 0,1116 0,0329 0,0533 0,3 0,79 0,05 0,28 0,37 0,11 0,18 0,79 0,05 0,28 0,37 0,11 0,18
7 Klorida (Cl) 28,43 6,70 7,88 20,59 19,71 16,66 600 0,05 0,01 0,01 0,03 0,03 0,03 0,05 0,01 0,01 0,03 0,03 0,03
8 Crom Total 0,0208 0,0208 0,0208 0,0208 0,0208 0,0208 0,05 0,42 0,42 0,42 0,42 0,42 0,42 0,42 0,42 0,42 0,42 0,42 0,42
9 Mangan (Mn) 0,0939 0,046 0,1533 0,0516 0,061 0,0221 0,1 0,94 0,46 1,53 0,52 0,61 0,22 0,94 0,46 1,93 0,52 0,61 0,22
10 Nitrat (NO3-N) 12,927 4,575 2,139 2,590 15,862 21,210 10 1,29 0,46 0,21 0,26 1,59 2,12 1,56 0,46 0,21 0,26 2,00 2,63
11 Nitrit (NO2-N) 0,904 0,168 0,165 0,165 0,178 0,158 0,06 15,07 2,80 2,75 2,75 2,97 2,63 6,89 3,24 3,20 3,20 3,36 3,10
12 pH* 6,20 6,80 6,46 6,10 6,03 6,35 6-8,5 0,84 0,36 0,63 0,92 0,98 0,72 0,84 0,36 0,63 0,92 0,98 0,72
13 COD 54,88 62,72 31,36 23,52 62,72 39,2 10 5,49 6,27 3,14 2,35 6,27 3,92 4,70 4,99 3,48 2,86 4,99 3,97
14 DO#
8,50 2,90 4,30 2,50 3,40 2,55 6 -0,11 2,37 1,75 2,55 2,15 2,53 -0,11 2,88 2,22 3,03 2,66 3,01
15 Fluorida (F) 0,032 0,032 0,032 0,032 0,032 0,032 0,5 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06
16 Seng (Zn) 0,0423 0,0221 0,0268 0,0314 0,0527 0,0364 0,05 0,85 0,44 0,54 0,63 1,05 0,73 0,85 0,44 0,54 0,63 1,11 0,73
17 Sulfat (SO4) 22,441 20,831 14,824 28,537 40,958 12,668 400 0,06 0,05 0,04 0,07 0,10 0,03 0,06 0,05 0,04 0,07 0,10 0,03C. Biologi
18 Total Koliform (MPN) 1600 1600 1600 1600 1600 1600 1000 1,60 1,60 1,60 1,60 1,60 1,60 2,02 2,02 2,02 2,02 2,02 2,02
PIj rata-rata 3,34
1,36
PIj 4,96 3,60 2,56 2,36 3,64 2,92
(Ci/Lij) R2 1,69 1,07 1,03 0,97 1,58
Ci/Lij Baru 4 Ci/Lij Baru 5 Ci/Lij Baru 6
(Ci/Lij) M2 47,47 24,87 12,12 10,22 24,87 15,73
Ci/Lij 4 Ci/Lij 5 Ci/Lij 6 Ci/Lij Baru 1 Ci/Lij Baru 2 Ci/Lij Baru 3Ci/Lij 3No. Parameter Ci 1 Ci 2 Ci 3 Ci 4 Ci 5 Ci 6 Lij Ci/Lij 1 Ci/Lij 2
Sumber: Analisis Data
IV- 37
1) Diperoleh nilai (Ci/Li)Maksimum dari tiap – tiap lokasi sumur yakni :
Untuk sumur 1 = 6,89
Untuk sumur 2 = 4,99
Untuk sumur 3 = 3,48
Untuk sumur 4 = 3,20
Untuk sumur 5 = 4,99
Untuk sumur 6 = 3,97
2) Diperoleh nilai (Ci/Li)Rata – rata dari tiap – tiap lokasi sumur yakni :
Untuk sumur 1 = 1,30
Untuk sumur 2 = 1,03
Untuk sumur 3 = 1,02
Untuk sumur 4 = 0,98
Untuk sumur 5 = 1,26
Untuk sumur 6 = 1,17
Dengan menggunakan persamaan (2.4). Jadi Nilai Indeks Pencemaran
adalah
PI j=√ (C i
Lij)M
2
+( Ci
Lij)R
2
2
PI1=√(6,89)2+¿¿¿ = 4,96
PI2 = 3,60
PI3 = 2,56
IV- 38
PI4 = 2,36
PI5 = 3,64
PI6 = 2,92
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai pollution index, Mutu
Kualitas air sumur dangkal di Kecamatan Manggala sesuai dengan Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 dikategorikan
berdasarkan tabel yang dicantumkan dalam Tabel (2.5)
o Untuk sumur 1 = Sumur yang terletak dekat tumpukan sampah,
kandang hewan, dinding sumur disemen dan lantai kedap air diperoleh
status mutu air Cemar Ringan.
o Untuk sumur 2 = Bibir sumur dari balok kayu, dinding sumur
bukan dari pasangan batu disemen (tanah), lantai sumur kedap air, tumbuh
rumput di dinding sumur, dan dekat pemukiman kumuh diperoleh status
mutu air Cemar Ringan.
o Untuk sumur 3 = Bibir sumur menggunakan papan kayu sebagai
batas sumur, dinding sumur bukan dari pasangan batu disemen (tanah),
lantai sumur retak-retak, dan dekat dengan saluran drainase diperoleh
status mutu air Cemar Ringan.
o Untuk sumur 4 = Dinding sumur dari pasangan batu tapi tidak
diplester, lantai sumur kedap air, dekat dengan saluran drainase, dan dekat
danau balang tonjong diperoleh status mutu air Cemar Ringan.
IV- 39
o Untuk sumur 5 = Dinding sumur kedap air, lantai sumur retak-
retak, berdampingan dengan pohon mangga diperoleh status mutu air
Cemar Ringan.
o Untuk sumur 6 = Dinding sumur kedap air, lantai sumur kedap air,
dekat dengan septic tank tetangga diperoleh status mutu air Cemar
Ringan.
Seperti yang terlihat pada tabel 4.5, maka dapat dibuat diagram
sumur 1
sumur 2
sumur 3
sumur 4
sumur 5
sumur 6
0.000.501.001.502.002.503.003.504.004.505.00
4.96
3.60
2.56 2.36
3.642.92
Indeks Pencemaran
Nilai Pij
Nila
i IP
Gambar 4.19 Diagram Indeks Pencemaran (PI)
Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan metode pollution
index (PI) dengan melihat standar baku mutu air kelas I menurut Peraturan
Gubernur Sulawesi Selatan No. 69 Tahun 2010, Kecamatan Manggala Kota
Makassar ini memperoleh jumlah indeks pencemaran rata-rata (PI rata-rata) = 3,34.
Maka menurut tabel (2.5), Kecamatan Manggala Kota Makassar termasuk dalam
kategori “cemar ringan”diperuntukkan sebagai air minum (kelas I). Tingginya
nilai PI pada sumur 1 diakibatkan karena tingginya kadar tiap parameter
dibandingkan sumur lainnya.
IV- 40