bab iv pembahasan - · pdf filebab iv pembahasan pada penelitian ini telah dilakukan kajian...

53

Click here to load reader

Upload: leminh

Post on 06-Feb-2018

273 views

Category:

Documents


15 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

Bab IV Pembahasan

Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit

sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan Artocarpus Indonesia,

yaitu A. heterophyllus, A. elasticus, dan A. lanceifolius. Fraksinasi dan pemurnian

menggunakan berbagai teknik kromatografi terhadap ekstrak metanol dari kulit

atau kayu batang masing-masing tumbuhan tersebut menghasilkan dua puluh

senyawa murni, termasuk diantaranya tiga senyawa baru, yaitu artoindonesianin

E-1 (1), artoindonesianin Z-4 (2) dan artoindonesianin Z-5 (3) (Tabel IV.1). Tujuh

belas senyawa lainnya yang merupakan senyawa yang telah dikenal. Ketujuh

belas senyawa tersebut meliputi tiga senyawa calkon yaitu gemicalkon A (4),

gemicalkon B (5) dan moracalkon A (6), dua senyawa flavanon yaitu

norartokarpanon (7) dan artokarpanon (8) satu senyawa flavanon-ol, dihidromorin

(9), tiga senyawa flavon yaitu norartokarpetin (10), artokarpesin (11) dan

sikloartokarpesin (12), empat senyawa turunan 3-prenil-flavon yaitu kudraflavon

C (13), artokarpin (14), artonin E (15) dan 12-hidroksi artonin E (16), dua

senyawa pirano flavon yaitu sikloartokarpin (17) dan isosiklomorusin (18), satu

senyawa dihidrobenzosanton, artobilosanton (19) serta satu senyawa furano

dihidrobenzosanton, sikloartobilosanton (20).

Pada bagian ini akan dibahas aspek-aspek penentuan struktur molekul dari

masing-masing senyawa tersebut. Penentuan struktur telah dilakukan berdasarkan

hasil analisis yang mendalam pada data spektroskopi dari masing-masing

senyawa, yang meliputi data spektrun ultra violet (UV), spektrum infra merah

(IR), spektrum resonansi magnet inti (NMR) satu dan dua dimensi (1D dan 2D),

serta spektrum massa (MS). Selain itu, pada bagian ini juga dibahas saran

biogenesis senyawa hasil isolasi dan makna penemuan senyawa-senyawa tersebut

terhadap hubungan kekerabatan spesies pada tumbuhan Artocarpus. Selanjutnya,

pada bagian ini juga akan dikemukakan hasil pengujian sifat sitotoksik dan

antimalaria terhadap senyawa-senyawa hasil isolasi, berturut-turut menggunakan

sel murin leukemia P-388 dan Plasmodium palcifarum strain parasit K1 dan 3D7,

serta saran hubungan struktur dan aktivitas untuk kedua sifat biologi tersebut.

72

Page 2: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

Tabel IV.1. Distribusi dan keragaman kerangka senyawa hasil isolasi dari A. heterophyllus, A. elasticus, dan A. lanceifolius

Nama Senyawa Kelompok Senyawa

A.

hete

roph

yllu

s

A. e

last

icus

A. l

ance

ifoliu

s

Gemicalkon A (4) Calkon √ Gemicalkon B (5) Calkon √ Moracalkon A (6) Calkon √ Norartokarpanon (8) Flavanon √ Artokarpanon (7) Flavanon √ Dihidromorin (9) Flavanon-3-ol √ Norartokarpetin (10) Flavon √ Artokarpesin (11) Flavon √ Sikloartokarpesin (12) Flavon √ Kudraflavon C (13) 3-Prenil flavon-teroksigenasi -2’,4’ √ √ Artokarpin (14) 3-Prenil flavon-teroksigenasi -2’,4’ √ √ Artonin E (15) 3-Prenilflavon-teroksigenasi -2’,4’,5’ √ 12-hidroksi artonin E (166) 3-Prenilflavon-teroksigenasi -2’,4’,5’ √ Sikloartokarpin (17) Piranoflavon √ √ Isosiklomorusin (18) Piranoflavon √ Artoindonesianin Z-6 (1) Oksepinoflavon √ Artobiloksanton (19) Dihidrobenzosanton √ Sikloartobiloksanton (20) Furanodihidrobenzosanton √ Artoindonesianin Z-4 (2) Dihidrobenzosanton √ Artoindonesianin Z-5 (3) Piranodihidrobenzosanton √

IV.1 Penentuan struktur senyawa-senyawa hasil isolasi

Artoindonesianin E-1 (1)

Artoindonesianin E-1 (1), diperoleh sebagai serbuk berwarna kuning pucat,

dengan titik leleh 270 - 272 oC. Spektrum HREIMS senyawa 1 memperlihatkan

ion molekul pada m/z 434,1721 yang sesuai dengan rumus molekul C26H26O6,

sementara pada spektrum IR teridentifikasi adanya gugus-gugus fungsi hidroksil

(νmax 3403 cm-1), C=O terkonjugasi (1651 cm-1), dan C=C aromatik (1607-1461

cm-1). Spektrum UV senyawa ini pada pelarut metanol menunjukkan adanya dua

puncak serapan pada λmax 280 dan 328 nm yang khas untuk turunan flavon, serta

mengalami pergeseran batokromik pada penambahan pereaksi geser NaOH.

73

Page 3: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

Berdasarkan data spektroskopi tersebut, dapat disarankan bahwa senyawa ini

merupakan turunan flavon sejenis dengan artokarpin (14) atau caplasin (66).

5

O

O

OH

H3CO

OH O

2'

4'

9 1112

13

14

16

18

17

artoindonesianin E-1 (1)

Data spektrum 13C NMR senyawa 1 (Tabel IV. 2) memperlihatkan 25 sinyal

karbon yang terpisah dengan baik dan salah satunya adalah sinyal karbon metoksil

(δC 56,6 ppm). Selanjutnya, spektrum 13C NMR juga memperlihatkan adanya

enam atom karbon oksiaril (δC 156,9; 157,4; 159,7; 161,5; 163,3; dan 163,9 ppm)

yang mengindikasikan pola oksigenasi pada C-5, C-7, C-2’, dan C-4’ dari

kerangka flavon. Spektrum 1H NMR dari senyawa 1 memperlihatkan keberadaan

sinyal proton yang khas untuk gugus hidroksil terkelasi (δH 13,84 ppm) pada C-5,

adanya hidrogen di cincin A pada C-8 ditunjukkan oleh munculnya sinyal singlet

pada δH 6.58 ppm, selanjutnya sejumlah sinyal proton (δH 6,53; 6,54dan 7,33

ppm) muncul sebagai sistem ABX yang mewakili proton-proton di cincin B pada

posisi C-3’, C-5’, dan C-6’. Selain itu pada proton NMR senyawa 1

memperlihatkan sejumlah sinyal yang juga muncul sebagai sistem ABX pada δH

2,59, 2.78 dan 4,42 ppm, yang karakteristik untuk kerangka oksepinoflavon.

Munculnya satu sinyal metil pada δH 1,58 ppm disertai sepasang sinyal singlet

untuk metilen pada δH 4,67 dan 4,82 ppm, menunjukkan adanya gugus propen-2-il

yang terikat pada cicin oksepin tersebut.

74

Page 4: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

Tabel IV.2. Data spektrum NMR artoindonesianin E-1 (1) dalam aseton-d6.

No δH (multiplisitas, J dalam Hz) δC HMBC (H ⇔ C)

2 - 163,3 - 3 - 119,8 - 4 - 183,8 - 4a - 105,4 -

5-OH 13,80 (s) 159,7 C-4a, C-6, C-5 6 - 109,8 - 7 - 163,9 - 8 6,58 (s) 90,5 C-4a, C-6, C-7, C-8a 8a - 157,4 - 9 2,59 (dd, 8,4; 13,6)

2,78 (dd, 13,6; 5,1) 30,3 C-2, C-3, C-4, C-10, C-11

10 4,42 (dd, 8,4; 5,1) 73,8 - 11 - 148,7 - 12 4,67 (s)

4,2 (s) 110,4 C-10, C-13

13 1,58 (s) 17,6 C-10, C-11, C-12 14 6,60 (d, 16,0) 116,9 C-5, C-7, C-15 15 6,72 (dd, 16,0; 6,9) 142,3 C-6, C-14, C-16, C-17 ⁄18 16 2,44 (dt, 6,9) 30,4 C-15, C-17 ⁄18

17 ⁄18 1,08 (d, 6,9) 23,1 C-15, C-16, C-17 ⁄18 1’ - 112,9 - 2’ - 156,9 - 3’ 6,53 (dd, 2,6; 8,8) 108,2 C-1’, C-2’, C-4’, C-5’ 4’ - 161,5 - 5’ 6,54 (d, 2,6) 104,1 C-3’, C-1’ 6’ 7,33 (d, 8,8) 132,8 C-2’, C-4’, C-2

OCH3 3,98 (s) 56,6 C-7

Selanjutnya, keberadaan cincin oksepin pada senyawa 1 dapat dibuktikan melalui

korelasi HMBC (heteronuclear multiple bond correlation) antara proton metilen

pada δH 2,59 dan 2,78 (H-9) dengan karbon quaterner pada δC 163,3 (C-2), 119,8

(C-3), 183,8 (C-4), 148,7 (C-11) dan karbon oksimetin pada δC 73,8 (C-10),

sementara keberadaan metilen ujung (terminal metilen) dibuktikan dari adanya

korelasi HMBC antara sepasang proton singlet pada δH 4,67 dan 4,82 ppm dengan

karbon oksimetin pada δC 73,8 (C-10) dan karbon metil pada δC 1,58 (C-13)

(Gambar IV.1). Selain itu, spektrum proton NMR senyawa 1 juga menunjukkan

adanya sejumlah sinyal yang sesuai untuk gugus 3-metil-1-butenil (δH 1,08; 2,44;

6,60; 6,72 ppm). Berdasarkan korelasi 1H-13C jarak jauh pada spektrum HMBC,

sebagaimana dinyatakan pada Gambar IV.1, gugus 3-metil-1-butenil ini terikat di

75

Page 5: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

C-6. Berdasarkan hasil analisis data spektrum NMR tersebut di atas maka struktur

artoindonesianin E-1 ditetapkan sebagai dehidrocaplasin, sesuai dengan struktur 1.

O

CH

O

CH2

OH

H2CO

O O

HH

H

H H

H

H

H

H

H

Gambar IV.1. Korelasi HMBC (1H ⇔13C) artoindonesianin E-1 (1)

Artoindonesianin Z-4 (2)

Artoindonesianin Z-4 (2), berhasil diisolasi dan dimurnikan sebagai serbuk

berwarna kuning pucat, senyawa ini memiliki ion [M+H]+ dengan harga m/z

451,1729 pada spektrum HR-FABMS, yang bersesuaian dengan rumus molekul

C26H26O7. Konsisten dengan rumus molekul tersebut, spektrum 13C NMR [yang

diukur dengan mempergunakan teknik APT (Attached Proton Test)], senyawa 2

(Tabel IV.3) memperlihatkan 26 sinyal karbon yang terpisah secara sempurna,

salah satunya adalah sinyal karbon metoksil (δC 61,4 ppm). Spektrum UV

memberikan serapan maksimum pada λmax 206, 266, dan 368 nm, puncak serapan

ini khas untuk senyawa flavonoid dengan kerangka dihidrobenzosanton, seperti

ditunjukkan oleh senyawa artobilosanton (19). Keberadaan gugus hidroksil bebas

termasuk yang terikat pada C-5, diperlihatkan oleh adanya pergeseran batokromik

pada spektrum UV dengan penambahan reagen geser NaOH dan AlCl3. Spektrum

IR senyawa 2 memperlihatkan pita serapan untuk gugus hidroksil (3442 cm-1),

alkil (2924 dan 2847 cm-1), karbonil terkonjugasi (1653 cm-1), dan aromatik

(1613 dan 1456 cm-1). Berdasarkan ciri-ciri spektroskopi ini diduga bahwa

senyawa 2 merupakan senyawa flavon dengan kerangka dihidrobenzosanton yang

mempunyai tambahan gugus prenil dan metoksil. Selanjutnya, keberadaan tujuh

atom karbon oksiaril (δC 141,4; 148;2; 151,2; 157,5; 160,7; 163,1 dan 164,6 ppm)

76

Page 6: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

mengindikasikan terjadinya oksigenasi pada kerangka flavon, yaitu pada C-5, C-7,

C-2’, C-4’, dan C-5’.

Spektrum 1H NMR dari senyawa 2 (Tabel IV.3) memperlihatkan keberadaan

sinyal proton yang khas untuk gugus hidroksil yang terkhelasi (δH 13,08 ppm)

pada C-5, adanya hidrogen di cincin A pada C-6 dan C-8 ditunjukkan oleh

munculnya sepasang sinyal meta-kopling didaerah aromatik (δH 6,26 dan 6,60

ppm). Kemudian, sejumlah sinyal proton (δH 2,45; 3,39; 3,98 dan 1,75; 4,26; 4.63

ppm), merupakan sinyal-sinyal proton pada cincin D kerangka dihidrobenzo-

santon dan gugus 2-propenil. Data spektrum 1H NMR juga memperlihatkan sinyal

untuk gugus prenil (δC 17,9; 23,9; 25,8; 123,7 dan 131,7 ppm), dan tiga gugus

hidroksil (δH 7,66; 7,93 dan 9,70 ppm). Tidak adanya sinyal khas untuk H-3’ yang

terikat pada C-3’ pada spektrum NMR mengindikasikan bahwa yang terikat pada

C-3’ adalah gugus prenil. Berdasarkan data spektroskopi tersebut, maka dapat

disarankan senyawa ini memiliki struktur molekul sebagaimana dinyatakan oleh

struktur 2.

O

HO

OH

OCH3

HO

OH O

A

B

C D

artoindonesianin Z-4 (2)

910

11

12

13

1415

16

Bukti lebih lanjut terhadap struktur 2 diberikan oleh korelasi-korelasi 1H-13C pada

spektrum HMQC (heteronuclear multiple quantum coherence) dan HMBC.

Spektrum HMBC (Tabel IV.3 dan Gambar IV.2), antara lain memperlihatkan

korelasi jarak jauh antara sinyal proton pada δH 2,45 dan 3,39 ppm (H-9), serta δH

3,98 ppm (H-10) dengan sinyal karbon pada δC 113,1 ppm dan 110,7 ppm, yang

mengidentifikasi posisi karbon C-3 dan C-1. Selanjutnya, korelasi jarak jauh

antara sinyal proton dari salah satu gugus hidroksil fenol (δH 7,93 ppm) dengan

77

Page 7: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

sinyal karbon pada δC 110,7; 148,2 dan 123,6 ppm menjelaskan kedudukan sinyal

karbon dari C-2’ (148,2) dan C-3’ (123,6). Adanya korelasi jarak jauh antara

sinyal proton metilen pada δH 3,41 dengan sinyal karbon pada δC 148,2 (C-2’),

123,6 (C-3’), dan 151,2 (C-4’) ppm mengkonfirmasikan tidak hanya lokasi gugus

prenil pada C-3’, tetapi juga posisi sinyal karbon untuk C-4’. Selanjutnya, korelasi

jarak jauh antara sinyal proton metoksil pada δH 3,80 ppm dengan sinyal karbon

oksiaril pada δC 151,2 ppm menyatakan posisi gugus metoksil yang terikat pada

C-4’.

O

HO

OH

OCH3

HO

OH O

Gambar IV.2 Korelasi HMBC (1H ⇔13C) artoindonesianin Z-4 (2)

Berdasarkan data spektroskopi tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa

senyawa 1 adalah senyawa dengan kerangka dihidrobenzosanton yang memiliki

substituen isoprenil di cincin B serta metoksi pada posisi C-4’ dan merupakan

suatu senyawa baru yaitu artoindonesianin Z-4 (2).

78

Page 8: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

Tabel IV.3. Data spektrum NMR artoindonesianin Z-4 (2) dalam aseton-d6.

No δH (multiplisitas, J dalam Hz) δC HMBC (H ⇔ C)

2 - 160,7 - 3 - 113,1 - 4 - 181,0 - 4a - 104,9 - 5 - 163,1 - 6 6,26 (d, 2,2) 99,8 C-4a, C-5, C-7, C-8 7 - 164,6 - 8 6,60 (d, 2,2) 95,0 C-4a, C-6, C-7, C-8a 8a - 157,5 - 9 2,45 (dd, 16,1; 6,9)

3,39 (dd, 16,1; 2,0) 22,2 C-2, C-3, C-4, C-6’, C-10,

C-11

10 3,98 (br d, 6,9) 37,6 C-1’, C-2, C-3, C-5’, C-6’, C-11, C-12

11 - 145,3 - 12 4,26 (br s)

4,63 (br s) 111,8 C-10, C-13

13 1,75 (br s) 21,8 C-10, C-11, C-12 14 3,41 (br d, 6,8) 23,9 C-2’, C-3’, C-4’, C-15, C-16 15 5,27 (tm, 6,8) 123,7 C-17, C-18 16 - 131,7 - 17 1,78 (br s) 17,9 C-15, C-16, C-18 18 1,66 (br s) 25,8 C-15, C-16, C-17 1’ - 110,7 - 2’ - 148,2 - 3’ - 123,6 - 4’ - 151,2 - 5’ - 141,4 - 6’ - 126,9 - 5-OH 13,08 (s) - C-4a, C-5, C-6 7-OH 9,70 ( br s) - - 2’-OH 7,93 (br s) - C-1’, C-2’, C-3’ 5’-OH 7,66 (br s) - C-6’ 4’-OCH3 3,80 (s) 61,4 C-4’

79

Page 9: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

Artoindonesianin Z-5 (3)

Senyawa 3, diisolasi sebagai padatan berwarna kuning. Spektrum UV dan IR dari

senyawa ini memperlihatkan kemiripan dengan senyawa sikloartobiloksanton

(20), yang juga berhasil diisolasi dalam penelitian ini. Rumus molekul untuk

senyawa 3 ini adalah C25H22O8 yang diperoleh dari ion [M+H]+ yang diukur

dengan spektrum massa HR-FABMS dan memberikan harga m/z 451,1387.

Parameter yang diperoleh dari spektrum 1H NMR dan korelasi 1H-1H COSY dari

senyawa 3, terdiri dari sinyal-sinyal proton pada δH 6,43; 4,87; 3,17; 2,58; 1,88;

1,65 dan 1,10 ppm (Tabel IV.21), yang khas untuk unit struktur dari cincin B, D,

dan E dari kelompok piranodihidrobenzosanton. Selanjutnya, spektrum 1H NMR

juga memperlihatkan adanya proton singlet aromatik pada δH 6,17 ppm, sepasang

sinyal doublet cis-vinilik pada δH 6,84 dan 5,72 ppm (J = 10,0 Hz), dan dua sinyal

singlet dari metil pada δH 1,44 dan 1,42 ppm, yang konsisten untuk cincin 1,1-

dimetilpiran angular pada cincin A. Adanya satu hidroksil khelat dan dua

hidroksil bebas diperlihatkan oleh sinyal pada spektrum 1H NMR dengan nilai

geseran kimia, yaitu δH 13,34; 10,00 dan 9,84 ppm. Berdasarkan hal tersebut

maka senyawa 3 ditetapkan sebagai suatu senyawa baru yang memiliki kerangka

piranodihidrobenzosanton yang diberi nama artoindonesianin Z-5 (3).

O

OOH

O

HO OH

O

OH

artoindonesianin Z-5 (3)

H

E 12

13

1416

17

18

80

Page 10: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

Tabel IV.4. Data spektrum NMR artoindonesianin Z-5 (3) dalam DMSO- d6

No C δH (multiplisitas, J dalam Hz) δC HMBC (H ⇔ C)

2 - 161,2 - 3 - 111,5 - 4 - 179,6 - 4a - 104,7 - 5 - 161,3 - 6 6,17 (s) 99,3 C-4a, C-5, C-7, C-8 7 - 158,4 - 8 - 101,3 - 8a - 151,2 - 9 3,17 (dd, 15,2; 5,2)

1,88 (t, 15,2) 22,7 C-2, C-3, C-4, C-6’, C-10

10 2,58 (ddd, 15,2; 10,2; 5,2) 37,6 C-6’ 11 1,65 (ddq, 10,2; 8,0; 6,4) 38,2 C-12 12 4,87 (dd, 8,0; 7,6) 98,4 C-10 13 1,10 (d, 6,4) 14,5 C-10, C-11, C-12 14 6,84 (d, 10,0) 115,3 C-7, C-8, C-8a 15 5,72 (d, 10,0) 127,8 C-8 16 - 78,6 - 17 1,44 (s) 28,5 C-15, C-16, C-18 18 1,42 (s) 28,3 C-15, C-16, C-17 1’ - 104,2 - 2’ - 151,8 - 3’ 6,43 (s) 103,8 C-1’, C-2’, C-4’, Cp5’ 4’ - 151,3 - 5’ - 134,8 - 6’ - 124,4 - 5-OH 13,34 (s) - C-4a, C-5, C-6 2’-OH 9,84 (s) - C-1’, C-2’, C-3’ 4’-OH 10,00 (s) - C-3’, C-4’, C-5’ 12-OH 7,11 (d, 7.6) - C-11, C-12

Bukti lain yang mendukung struktur tersebut, antara lain ditunjukkan oleh

spektrum 13C NMR (APT) senyawa 3, yang memperlihatkan 25 sinyal karbon

yang terpisah secara sempurna, konsisten dengan struktur senyawa 3. Selain dari

itu, bukti lebih lanjut yang menunjang penentuan struktur senyawa 3 diperoleh

dari spektrum HMQC dan HMBC, seperti diperlihatkan pada Tabel IV.4. Korelasi

HMBC yang diperlihatkan oleh senyawa 3, menunjang penataan cincin B, D, dan

81

Page 11: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

E, serta posisi angular dari cincin piran di cincin A. Stereokimia untuk beberapa

karbon kiral pada C-10, C-11, dan C-12 ditentukan melalui analisis konstanta

kopling dari sinyal-sinyal proton H-9, H-10, H-11, dan H-12. Harga kopling

konstan sebesar 8,0 Hz antara H-11/H-12, yang mengindikasikan bahwa kedua

hidrogen tersebut memiliki orientasi aksial (dianalogikan dengan konformasi

antara α- dan β-D-glukopiranosa). Lebih lanjut, H-10 juga ditentukan sebagai

aksial karena memiliki kopling konstan sebesar 10,2 Hz dengan H-11, dan dengan

demikian maka H-9 juga memiliki konformasi aksial juga dikarenakan nilai

kopling konstan yang besar yaitu 15,2 Hz . Oleh karena itu orientasi α, β, dan α

ditentukan berturut-turut sebagai orientasi dari proton pada H-10, H-11, dan H-12.

Konsisten dengan penentuan ini, pada spektrum NOE difference senyawa 3, H-9α

(δH 3,17 ppm) memperlihatkan interaksi NOE dengan H-9β, H-10 dan H-13,

sedangkan H-10 memperlihatkan interaksi NOE dengan H-9β, H-13, dan H-12.

Gemicalkon A (4) dan gemicalkon B (5)

Senyawa gemicalkon A (4), diisolasi berupa serbuk berwarna kuning dengan titik

leleh 106-108 oC. Spektrum UV senyawa ini dalam MeOH memperlihatkan

serapan-serapan maksimum pada λmaks 225 (bahu) dan 332 nm yang sesuai untuk

turunan calkon. Spektrum UV tersebut memperlihatkan efek batokromik pada

penambahan larutan NaOH (λmaks 220 (bahu) dan 422 nm), sehingga dapat

disimpulkan bahwa senyawa ini memiliki kromofor yang berasal dari gugus fenol

bebas. Sementara itu, spektrum IR senyawa 4, selain memperlihatkan serapan

yang mendukung ciri-ciri struktur calkon, juga menunjukkan adanya serapan

tambahan pada bilangan gelombang 1720 cm-1 yang dapat diinterprestasikan

sebagai serapan dari gugus ester terkonjugasi. Data spektrum 13C NMR (APT)

senyawa 4 memperlihatkan adanya 26 sinyal yang mewakili 30 karbon, termasuk

dua diantaranya sinyal pada δC 192,3 dan 167,7 ppm yang khas untuk sinyal

karbon gugus keton dan ester, sementara sisa 28 sinyal karbon lainnya merupakan

sinyal-sinyal dari 25 C-sp2 dan 3 C-sp3. Pada spektrum 1H NMR (Tabel IV.5)

tampak adanya satu sinyal singlet yang sesuai untuk gugus hidroksil terkhelasi (δH

14,06 ppm), dua sinyal proton doblet yang khas untuk gugus p-hidroksifenil (δH

6,93 dan 7,73 ppm), dua sinyal aromatik doblet yang lain (J = 8,8 Hz) untuk unit

82

Page 12: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

1,2,3,4-tetra-subsitusibenzena (δH 6,55 dan 8,00 ppm), dan dua sinyal dari trans-

1,2-disubstitusietena (δH 7,73 dan 7,84 ppm, J = 15,4 Hz). Sinyal-sinyal proton

tersebut sesuai untuk suatu calkon yang teroksigenasi pada C-2’, C-4’, dan C-4,

serta adanya substituen lain pada C-3’. Spektrum 1H NMR senyawa 4 juga

menunjukkan sinyal metil vinilik, berupa singlet yang melebar pada δH 1,75 ppm,

sinyal doblet (J = 7,2 Hz) dari gugus metilen pada δH 3,50 ppm, sinyal olefin

berupa triplet (J = 7,2 Hz) pada δH 5,58 ppm, dan sinyal singlet yang sesuai untuk

gugus -OCH2 pada δH 4,96 ppm. Selain itu, spektrum 1H NMR juga

memperlihatkan adanya tiga sinyal proton aromatik yang muncul sebagai sistem

AMX pada δH 6,87 (d, J = 8,1 Hz), 7,16 (dd, J = 8,2; 2,0 Hz), dan 7,35 ppm (d, J

= 2,0 Hz), dan sepasang proton trans-vinilik pada δH 6,43 dan 7,62 ppm (J = 15,9

Hz), serta sinyal dari gugus metoksil pada δH 3,92 ppm. Sinyal-sinyal tersebut

dapat diinterprestasikan sebagai suatu ester perulat dari 2-metil-2-butenil yang

menjadi substituen di C-3’. Berdasarkan data spektroskopi tersebut maka struktur

senyawa 4 disarankan berupa senyawa dengan kerangka calkon terprenilasi pada

posisi C-3’ yang berkondensasi dengan suatu unit perulat yang dikenal sebagai

gemicalkon A (4) (Chung dkk, 1997).

O

OH

OH

HO

O

O

HO

OCH3

1

4

1'

4'

2'

6'

7'

9'

10'

11'

1"4"

3"

7"9"

α

β

gemicalkon A (4)

Bukti lain yang menunjang struktur senyawa 4 diperoleh dari hasil analisis

spektrum NMR 2-D HMQC, HMBC, dan NOESY. Spektrum HMBC terutama

memperlihatkan korelasi jarak jauh antara sinyal proton metilenoksi pada δH 4,96

ppm (H-11’) dengan sinyal karbon karbonil ester (δC 167,7 ppm), karbon vinil [δC

130,7 (C-9’) dan 127,7 ppm (C-8’)], dan karbon metil vinilik (δC 21,7 ppm).

83

Page 13: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

Selain itu, sinyal proton metilen pada δH 3,50 ppm memberikan korelasi jarak

jauh dengan sinyal karbon kuarterner aromatik (δc 115,2 ppm) dan sinyal karbon

oksiaril (δc 162,7 ppm) dari unit calkon. Korelasi proton-karbon jarak jauh

tersebut memastikan posisi gugus ester ferulat dari 2-metil-2-butenil pada C-3’.

Selanjutnya korelasi NOE antara sinyal proton gugus metoksil (δH 3,92) dengan

proton H-2” (δH 7,35) memastikan posisi dari gugus metoksil pada unit feruloil.

Korelasi HMBC dan NOESY lainnya yang menunjang terhadap penentuan

struktur senyawa 4 diperlihatkan pada Gambar IV.3.

O

OH

OH

HO

H2C

O

O

HO

OCH3

H

H

H

HHH

HMBC Gambar IV.3. Korelasi NOESY dan HMBC gemicalkon A (4)

Selanjutnya senyawa gemicalkon B (5) yang berhasil diisolasi berupa serbuk

kuning dengan titik leleh 140-142 oC, memiliki spektrum UV, IR, dan NMR yang

sangat mirip dengan gemicalkon A (4). Perbedaan yang muncul terletak pada

spektrum 1H NMR (Tabel IV.5), dimana data spektrum senyawa tersebut

menunjukkan adanya sinyal untuk gugus p-hidroksifenil (δH 6,91 dan 7,55 ppm,

masing-masing 2H, d, J = 8,4 Hz) dan tidak memperlihatkan sinyal untuk gugus

metoksil. Sejalan dengan itu, spektrum 13C NMR (APT) senyawa 5 hanya

84

Page 14: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

menunjukkan adanya sinyal untuk 29 atom karbon. Berdasarkan ciri-ciri struktur

tersebut, dapat disimpulkan bahwa struktur senyawa 5 adalah gemicalkon B.

Perbandingan data NMR senyawa 5 dengan data yang sama dari gemicalkon B

yang dilaporkan oleh Chung dkk, (1997) menunjukkan kesesuaian yang tinggi

(Tabel IV.5).

O

OH

OH

HO

O

O

HO

1

4

1'

4'

2'

6'

7'

9'

10'

11'

1"4"

3"

7"9"

α

β

gemicalkon B (5) Tabel IV.5. Data spektrum NMR gemicalkon A (4) dan B (5) dalam aseton- d6

δH (multiplisitas, J dlm Hz) δC

No. C 4 5 4 5 4* 5*

1 - - 128,5 128,5 128,2 128,2 2/6 7,72 (d, 8,6) 7,71 (d, 8,4) 131,8 131,8 132,4 132,4 3/5 6,93 (d, 8,6) 6,91 (d, 8,4) 116,9 116,7 117,4 117,4 4 - - 161,1 161,2 161,7 161,7 α 7,73 (d, 15,4) 7,73 (d, 15,4) 118,5 118,4 119,0 119,0 β 7,84 (d, 15,4) 7,84 (d, 15,4) 145,7 145,4 145,7 145,7 C=O - - 193,2 193,2 193,7 193,7 1’ - - 116,0 115,7 115,7 115,7 2’-OH 14,05 (s) 14,05 (s) 165,2 165,1 165,7 165,7 3’ - - 115,2 115,1 115,0 115,1 4’ - - 162,7 162,9 163,5 163,4 5’ 6,55 (d, 8,8) 6,54 (d, 8,8) 108,2 108,2 108,8 108,7 6’ 8,00 (d, 8,8) 7,98 (d, 8,8) 131,2 131,2 131,2 131,2 7’ 3,51 (d, 7,5) 3,48 (d, 7,5) 22,2 22,2 22,8 22,7 8’ 5,58 (t, 7,5) 5,56 (t, 7,5) 127,7 127,6 129,1 129,0 9’ - - 130,7 130,7 131,7 131,8 10’ 1,75 (s) 1,74 (s) 21,7 21,7 22,3 22,3 11’ 4,95 (s) 4,95 (s) 63,6 63,7 64,2 64,2 1” - - 127,6 127,1 128,2 127,2 2” 7,35 (d, 2,0) 7,55 (d, 8,4) 111,4 131,0 112,0 131,6 3” - 6,87 (d, 8,4) 148,8 116,8 149,4 117,3 4” - 150,1 160,7 150,7 161,2 5” 6,87 (d, 8,2) 6,87 (d, 8,4) 116,2 116,8 116,7 117,3 6” 7,16 (dd, 8,2; 2,0) 7,55 (d, 8,4) 124,1 131,0 124,6 131,6 7” 7,62 (d, 15,6) 7,62 (d, 16,1) 145,1 145,1 145,3 146,0 8” 6,43 (d, 15,6) 6,38 (d, 15,6) 114,6 114,5 116,6 116,3 9” - - 167,7 167,7 168,3 168,3 OCH3 3,93 (s) - 56,4 - 56,3 -

Data senyawa 4* dan 5* diperoleh dari Chung dkk. (1997).

85

Page 15: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

Moracalkon A (6)

Senyawa 6, berhasil diisolasi berupa serbuk berwarna jingga dengan titik leleh

131 -134 oC, Spektrum UV senyawa ini dalam MeOH memperlihatkan serapan-

serapan maksimum pada λmaks 262 (bahu) dan 387 nm, yang juga sangat khas

untuk senyawa turunan calkon, penambahan reagen geser NaOH menyebabkan

terjadinya pergeseran batokromik pada serapan 387 nm sebesar 66 nm menjadi

453 nm, yang mengindikasikan adanya fenol bebas pada senyawa ini. Spektrum

IR senyawa 6 konsisten dengan kerangka calkon yang tersubstitusi oleh gugus

hidroksi, hal ini ditunjukkan oleh adanya serapan pada νmax 3391 cm-1 untuk

gugus hidroksil, 1642 cm-1 untuk gugus karbonil, dan 1621-1452 cm-1 untuk C=C

aromatik.

O

OH

OH

HO1

4

1'

4'

2'

6'

7'

9'

10'

11'

α

β

moracalkon A (6)

OH

Spektrum 1H NMR (Tabel IV.6) senyawa 6 memperlihatkan adanya satu sinyal

singlet yang sesuai untuk gugus hidroksil terkelasi (δH 14,10 ppm), dua sinyal

proton aromatik doublet (J = 8,8 Hz) untuk unit 1,2,3,4-tetra-subsitusi benzena

(δH 7,65 dan 7,86 ppm), dua sinyal dari trans-1,2-disubstitusietena (δH 7,77 dan

8,20 ppm, J = 15,4 Hz), dan tiga sinyal proton aromatik yang muncul sebagai

sistem ABC pada δH 6,44 (dd, J = 2,0 ; 8,8 Hz), 6,49 (d, J = 2,0 Hz), dan 6,52 (d,

J = 8,8 Hz). Sinyal-sinyal proton tersebut sesuai untuk suatu calkon yang

teroksigenasi pada C-2’, C-4’, C-2 dan C-4, serta adanya substituen lain pada C-

3’. Spektrum 1H NMR senyawa 6 juga menunjukkan dua sinyal sinyal metil

vinilik berupa singlet pada δH 1,62 dan 1,76 ppm, sinyal doblet (J = 7,3 Hz) dari

gugus metilen pada δH 3,36 ppm, dan sinyal olefin berupa triplet (J = 7,3 Hz) pada

δH 5,26 ppm. Berdasarkan data tersebut di atas dan data spektrum NMR

pembanding (Nurlelasari, 2004), maka dapat disimpulkan bahwa senyawa 6

86

Page 16: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

memiliki struktur 3’-prenil-2’,4’,2,4-tetrahidroksicalkon, yang dikenal dengan

nama trivial moracalkon A (6).

Tabel IV.6. Data spektrum NMR moracalkon A (6) dalam aseton- d6

δH (multiplisitas, J dalam Hz) No. C

6 6* 2 - - 3 6,49 (d, 2,0) 6,49 (d, 1,5) 4 - - 5 6,44 (dd, 2,0; 8,8) 6,44 (dd, 1,5; 8,8) 6 6,52(d, 8,8) 6,52(d, 8,8) α 8,20 (d, 15,4) 8,20 (d, 15,4) β 7,77 (d, 15,4) 7,77 (d, 15,4) C=O - - 1’ - - 2’-OH 14,10 (s) 14,10 (s) 3’ - - 4’ - - 5’ 7,65 (d, 8,7) 7,65 (d, 8,8) 6’ 7,86 (d, 8,7) 7,86 (d, 8,8) 7’ 3,36 (d, 7,3) 3,34 (d, 7,3) 8’ 5,26 (t, 7,3) 5,26 (t, 7,3) 9’ - - 10’ 1,76 (s) 1,76 (s) 11’ 1,62 (s) 1,62 (s)

Data senyawa 6* diperoleh dari Nurlelasari (2004)

Noratokarpanon (7), artokarpanon (8), dan dihidromorin (9)

Senyawa 8, diperoleh sebagai serbuk berwarna putih kekuningan dengan titik

leleh 208-210oC. Spektrum UV dalam metanol memberikan serapan maksimum

pada λmaks 202, 229 (bahu), 286 dan 334 (bahu) nm. Spektrum ini

mengindikasikan suatu flavanon dengan pita I berupa bahu (334 nm) dan pita II

(286 nm). Pada penambahan NaOH terjadi pergeseran batokromik pada pita I

sebesar 109 nm, yang menunjukkan adanya gugus –OH bebas pada C-4’.

Spektrum IR dari senyawa ini menunjukkan gugus fungsi utama dari suatu

flavanon, dimana gugus karbonil terkonjugasi muncul pada νmaks 1640 cm-1, dan

vibrasi ulur untuk C=C aromatik terlihat pada νmaks= 1605-1455 cm-1, sementara

serapan untuk gugus –OH terlihat pada νmaks = 3215 (lebar) cm-1.

87

Page 17: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

Spektrum 1H NMR senyawa ini memperlihatkan adanya tiga sinyal proton yang

muncul sebagai sistem ABX untuk pada δH 5,73 ppm (dd, J = 2,9; 13,0 Hz), 3,21

ppm (dd, J = 13,0; 17,0 Hz), dan 2,74 ppm (dd, J = 2,9; 17,2 Hz) yang sesuai

untuk sinyal proton di C-2, C-3ax dan C-3eq kerangka flavanon. Selain itu,

spektrum 1H NMR menunjukkan adanya satu sinyal proton singlet yang sesuai

untuk gugus hidroksil terkelasi (δH 12,17 ppm), dua sinyal proton aromatik pada

δH 6,05 ppm (d, J=2,2 Hz) dan 6,02 ppm (d, J=2,2 Hz), dan tiga sinyal proton

aromatik lain yang muncul sebagai sistem ABX yaitu pada δH 6,47 ppm (d, J=2,5

Hz), 6,43 ppm (dd, J=2,5; 8,4 Hz) dan 7,32 ppm (d, J=8,4 Hz). Sinyal-sinyal

tersebut mengindikasikan bahwa senyawa tersebut merupakan suatu flavanon

yang tersubstitusi pada C-5, C-7, C-2’ dan C-4’. Selanjutnya, spektrum 1H NMR

senyawa ini juga memperlihatkan satu sinyal proton singlet pada δH 3,84 ppm

dengan integrasi 3H yang memberi petunjuk bahwa cincin A dari senyawa 8

tersubstitusi oleh gugus –OCH3 pada posisi C-7. Terdapatnya unit-unit struktur

tersebut juga ditunjang oleh data spektrum 13C NMR (APT) yang

memperlihatkan 16 sinyal karbon, yang terdiri 15 sinyal karbon yang konsisten

untuk kerangka flavanon dan satu sinyal karbon metoksi pada δC 56,1 ppm. Lima

belas sinyal karbon tersebut meliputi 1 C-karbonil, 2 C-kuaterner, 5 C-oksiaril, 5

C-metin aromatik, 1 C-oksimetin alifatik, dan 1 C-metilen.

Hasil analisis data spektrum NMR senyawa tersebut di atas memiliki kesesuaian

yang tinggi dengan data NMR senyawa 2’, 4’, 5-trihidroksi-7-metoksiflavanon

atau artokarpanon (8), sehingga dapat disimpulkan bahwa senyawa yag berhasil

diisolasi memiliki struktur artokarpanon (8). Stereokimia pada C-2 ditetapkan

berdasarkan analisis kopling pada sinyal-sinyal proton C-2 dan C-3. Konstanta

kopling antara proton di C-2 dan C-3ax sebesar 13,0 Hz menunjukkan, bahwa

cincin B menempati kedudukan ekuatorial, dan dengan mengacu kepada

stereokimia golongan flavanon pada umumnya dari tumbuh-tumbuhan, hal ini

berarti stereokimia absolut di C-2 adalah S .

88

Page 18: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

O

OH

OH

H3CO1'

4'7

5

artokarpanon (8)

OH

OA

B

Selanjutnya senyawa 7, yang berhasil diisolasi berupa serbuk kuning pucat dengan

titik leleh 199-201 oC, memiliki spektrum UV, IR, dan NMR yang sangat mirip

dengan senyawa 8. Perbedaan yang muncul terletak pada spektrum 1H NMR,

dimana data spektrum 1H NMR senyawa 7 tidak menunjukkan keberadaan gugus

metoksil pada daerah δH 3,84 ppm. Sejalan dengan itu, spektrum 13C NMR (APT)

senyawa ini juga hanya menujukkan 15 sinyal atom karbon saja, dimana ke lima

belas sinyal ini meliputi 1 C-karbonil, 2 C-kuaterner, 5 C-oksiaril, 5 C-metin

aromatik, 1 C-oksimetin alifatik, dan 1 C-metilen. Data spektrum 13C NMR

senyawa 7 juga memperlihatkan nilai geseran kimia C-6 sebesar 95,8 ppm, yang

relatif lebih deshielding dibandingkan dengan harga geseran kimia C-6 pada

senyawa artokarpanon (7) (δC 94,8 ppm), yang sesuai dengan perubahan dari

gugus metoksil ke gugus hidroksil untuk substituen di C-7. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa senyawa 7 adalah 5,7,2’,4’-tetrahidroksiflavanon atau

norartokarpanon (Lin dkk, 1995).

O

OH

OH

HO1'

4'7

5

norartokarpanon (7)

OH

O

Sementara itu senyawa 9, yang berhasil diisolasi sebagai kristal kuning dengan

titik leleh 142-144 oC, secara umum meperlihatkan spektrum UV dan IR yang

mirip dengan kedua senyawa flavanon 7 dan 8. Walaupun demikian, spektrum 1H

NMR senyawa 9 memperlihatkan sepasang sinyal proton metin visinal pada δH

89

Page 19: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

5,47 dan 4,86 ppm, yang diinterpretasikan sebagai proton pada C-2 (d, J = 11,0

Hz) dan C-3 (dd, J = 11,0; 4,0 Hz), yang sesuai untuk kerangka dasar

dihidroflavonol. Data spektrum 1H NMR di daerah aromatik dari senyawa 9

memperlihatkan pola oksigenasi di cincin A dan B sesuai dengan senyawa 7 dan

8. Berdasarkan hal tersebut, maka senyawa 9 disimpulkan sebagai 5,7,2’,4’-

tetrahidroksiflavonol atau dihidromorin (Agrawal dan Rastogi, 1981).

O

OH

OH

HO1'

4'7

5

dihidromorin (9)

OH

O

OH

Tabel IV.7. Data spektrum NMR norartokarpanon (7), artokarpanon (8)

dan dihidromorin (9) dalam aseton- d6

δH (multiplisitas, J dlm Hz) δC

No. C 8 7 9 8 7 9 8* 2 5,70 (dd, 2,9;

13,2) 5,73 (dd, 2,9; 13,0)

5,47 (d, 11,0) 75,5 75,4 78,3 75,9

3 Heq = 2,70 (dd, 2,9; 17,2)

Heq = 2,74 (dd, 2,9; 17,0)

4,86 (dd, 11,0; 4,0) 42,7 42,6 71,6 43,0

Hax = 3,18 (dd, 13,2; 17,2)

Hax = 3,21 (dd, 13,0; 17,0)

OH = 4,75 (d, 4,0)

4 - - - 197,9 198,1 198,3 198,5 4a - - - 103,3 103,7 101,2 104,1 5 -OH 12,22 (s) 12,17 (s) 11,74 (s) 159,7 159,5 164,6 160,0 6 5,96 (d, 2,2) 6,05 (d, 2,2) 5,96 (d, 2,2) 95,8 94,4 96,5 94,8 7 - - 167,3 168,7 167,4 169,1 8 5,93 (d, 2,2) 6,02 (d, 2,2) 5,91 (d, 2,2) 96,8 95,3 95,5 95,7 8a - - 164,9 164,6 164,2 165,1 1’ 6,47 (1H, d,

J=2,5) 6,47 (1H, d, J=2,5)

117,6 117,3 115,0 117,1

2’ - - 156,4 156,3 159,5 156,7 3’ 6,46 (d, 2,4 ) 6,47 (d, 2,5 ) 6,45 (d, 2,2 ) 103,6 103,4 103,2 103,9 4’ - - 165,4 165,0 157,7 165,4 5’ 6,42(dd, 2,4; 8,4) 6,43 (dd, 2,5;

8,4) 6,40 (dd, 2,2; 8,4)

108,0 107,9 107,5 108,3

6’ 7,31 (d, 8,4) 7,32 (d, 8,4) 7,31 (d, 8,4) 129,1 129,0 130,3 129,4 -OCH3 - 3,84 (s) - - 56,1 - 56,6

Data senyawa 8* diperoleh dari Lin dkk. (1995)

90

Page 20: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

Norartokarpetin (10), artokarpesin (11) dan sikloartokarpesin (12)

Senyawa 10 diperoleh sebagai padatan berwarna kuning dengan titik leleh 265-

267 oC. Spektrum UV dalam metanol memberikan serapan maksimum pada λmaks

265 dan 354 nm, spektrum ini mengindikasikan suatu flavon dengan pita I (354

nm) dan pita II (265 nm), penambahan NaOH menghasilkan pergeseran

batokromik dari pita I sebesar 43 nm, yang menunjukkan adanya gugus hidroksil

bebas pada C-4’ di cincin B. Data spektrum IR senyawa ini memperlihatkan

gugus fungsi utama dari suatu flavon, dimana gugus -C=O terkonjugasi muncul

pada 1664 cm-1, dan vibrasi ulur C=C aromatik terlihat pada 1614-1451 cm-1,

sementara serapan untuk gugus –OH terlihat lebar pada 3344 cm-1. Spektrum 1H

NMR (Tabel IV.8) memperlihatkan, bahwa senyawa 10 mempunyai tiga proton

aromatik di cincin B yang muncul sebagai sistem ABX pada δH 6,41 (d, J = 2,2

Hz), 6,45 (dd, J = 2,2; 8,8 Hz) dan 7,77 ppm (d, J = 8,8 Hz). Adanya sinyal-

sinyal tersebut menunjukkan bahwa cincin B senyawa 10 memiliki substituen –

OH pada C-2’dan C-4’ sebagaimana lazimnya senyawa flavon yag berasal dari

Artocarpus. Spektrum 1H NMR juga memperlihatkan sepasang sinyal aromatik

doublet (J= 2,0 Hz) pada δH 6,42 dan 6,19 ppm yang mengindikasikan adanya dua

proton aromatik yang berorientasi meta, yang memberi petunjuk bahwa cincin A

senyawa 10 tersubtitusi –OH pada posisi C-5 dan C-7. Lebih lanjut, adanya gugus

hidroksil pada C-5 yang membentuk khelat dengan gugus karbonil pada C-4

ditunjukkan dengan adanya sinyal proton singlet pada daerah yang sangat

deshielding (δH 13,55 ppm). Adanya sinyal aromatik singlet pada δH 7,15 ppm

adalah karakteristik untuk senyawa flavon yang tidak tersubstitusi pada C-3.

Berdasarkan analisis unit-unit struktur tersebut, terlihat bahwa senyawa 9

memiliki kesesuaian yang tinggi dengan senyawa kerangka flavon yang dikenal

sebagai norartokarpetin (10).

O

OH

OH

HO1'

4'

7

5

norartokarpetin (10)

OH

O

91

Page 21: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

Selanjutnya senyawa 11, yang diperoleh sebagai serbuk berwarna kuning dengan

titik leleh 163-165oC. Spektrum UV dan spektrum IR senyawa ini memiliki

kemiripan dengan senyawa norartokarpetin (10), perbedaan yang nampak dari

senyawa ini dibandingkan dengan senyawa 10, antara lain pada spektrum IR

muncul serapan pada bilangan gelombang νmaks= 2963 cm-1, yang

mengindikasikan adanya serapan dari gugus C-H alifatik, yang lazimnya berasal

dari gugus isopren. Adanya gugus isopren tersebut tampak pada spektrum 13C

NMR (APT) senyawa 11 yang menunjukkan adanya 20 sinyal atom karbon yang

terpisah dengan baik, sesuai untuk suatu flavon (C15) yang tersubstitusi dengan

satu gugus isopren (C5).

Selanjutnya, data spektrum 1H NMR senyawa 11 juga memperlihatkan sinyal-

sinyal yang mirip dengan senyawa norartokarpetin (10), perbedaan yang nampak

adalah munculnya sejumlah sinyal berupa dua sinyal singlet dari metil vinilik

pada δH 1,64 dan 1,75 ppm, kemudia sinyal doblet (J = 7,3 Hz) dari gugus

metilen pada δH 3,32 ppm, serta sinyal olefin berupa triplet (J = 7,3 Hz) pada δH

5,26 ppm, sinyal-sinyal merupakan sinyal yang karakteristik untuk unit isopren.

Selain itu spektrum 1H NMR senyawa ini juga memperlihatkan adanya sinyal

singlet pada δH 6,56 ppm sebagai pengganti dari hilangnya dua sinyal doublet (J =

2,0 Hz) berorientasi meta di cincin A. Analisis terhadap sinyal-sinyal tersebut,

memberi petunjuk bahwa cincin A senyawa 11 tersubstitusi oleh gugus –OH pada

posisi C-5 dan C-7 sebagaimana lazimnya senyawa flavon pada Artocarpus serta

gugus isopren pada posisi C-6 atau C-8. Penentuan posisi isoprenil pada cincin A

ditentukan berdasarkan kelaziman nilai geseran kimia C-6 dan C-8 dari data

spektrum 13C NMR, dimana apabila C-6 berupa C-kuarterner, maka nilai geseran

kimianya akan relatif lebih deshielding dibandingkan dengan nilai geseran kimia

apabila C-8 yang berupa C-kuarterner, hal ini bisa diamati dari perbedaan nilai

geseran kimia antara senyawa kudraflavon C (13) dan artonin E (15). Berdasarkan

ciri-ciri struktur tersebut, maka senyawa 11 dapat disarankan sebagai senyawa

flavon turunan norartokarpetin (10) dengan gugus isoprenil pada posisi C-6, yang

dikenal sebagai artokarpesin (11) (Lee dkk, 1993).

92

Page 22: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

O

OH

OH

HO1'

4'

7

5

artokarpesin (11)

OH

O

9

1011

12

13

Senyawa 12 berhasil diisolasi sebagai serbuk berwarna kuning dengan titik leleh

272-274 oC dan memiliki spektrum UV dan IR yang sangat mirip dengan senyawa

artokarpesin (11). Perbedaan yang muncul terletak pada spektrum 1H NMR (Tabel

IV.9), dimana pada spekturm proton NMR senyawa 12 tidak memperlihatkan

adanya sinyal-sinyal yang mengindikasikan keberadaan gugus isoprenil pada

kerangka flavon. Sebagai gantinya pada spektrum 1H NMR senyawa ini terlihat

adanya sepasang sinyal doublet (J = 10,2 Hz) pada δH 5,74 dan 6,64 ppm serta

satu sinyal singlet dengan integrasi 6H pada δH 1,45 ppm yang mengindikasikan

adanya unit –CH=CH-C(O-)(CH3)2, unit ini terbentuk dikarenakan adanya

siklisasi antara unit isopren pada C-6 dengan hidroksil di C-7 menghasilkan cincin

2,2-dimetilpiran. Analisis terhadap spektrum 1H NMR ini juga ditunjang dengan

spektrum 13C-NMR, yang memperlihatkan adanya 20 sinyal atom karbon yang

meliputi satu sinyal karbon karbonil terkonjugasi, 6 sinyal C-oksi aril, 4 sinyal C-

metin aromatik, 3 sinyal C-metin vinilik, 3 sinyal C-kuarterner, 2 C-metil dan l

sinyal oksi karbon. Adanya sinyal oksi karbon (δC 78,2 ppm) dan berkurangnya

satu karbon kuarterner jika dibandingkan dengan senyawa artokarpesin (11)

memperkuat dugaan bahwa cincin 2,2-dimetilpiran terbentuk dari hasil siklisasi

antara isopren pada C-6 dengan hidroksil pada C-7. Berdasarkan hasil analisis di

atas disarankan bahwa senyawa senyawa hasil isolasi adalah suatu senyawa flavon

yang memiliki cincin 2,2-dimetilpiran yang dikenal sebagai sikloartokarpesin

(12).

93

Page 23: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

O

OH

OH

O1'

4'7

5

sikloartokarpesin (12)

OH

O

910

Bukti tambahan yang menunjang struktur sikloartokarpesin adalah dilihat dari

hasil perbandingan parameter NMR, yang memperlihatkan kesesuaian yang tinggi

dengan senyawa standar sikloartokarpesin, seperti yang ditunjukkan pada Tabel

IV.8.

Tabel IV.8. Data spektrum NMR norartokarpetin (10), artokarpesin (11) dan sikloartokarpesin (12) dalam aseton- d6

δH (multiplisitas, J dalam Hz) δCNo C 10 10* 11 12 11 12 12*

2 - - - - 162,5 162,6 163,2 3 7,15 (s) 7,05

(s) 7,06 (s) 7,09 (s) 108,4 108,0 105,5

4 - - - - 183,4 183,2 181,8 4a - - - - 104,9 105,4 104,7 5 –OH 13,55 (s) 13,10

(s) 13,37 (s) 13,55 (s) 160,0 156,8 155,3

6 6,42 (d, 2,0)

6,49 (d, 2,1)

- - 110,7 105,4 104,7

7 - - - - 162,4 159,1 158,7 8 6,19

(d, 2,0) 6,20 (d, 2,1)

6,56 (s) 6,44 (s) 93,9 95,0 94,8

8a - - - - 156,6 157,5 156,3 9 - - 3,32

(d, 7,3) 5,74 (d, 10,2)

21,9 115,4 114,2

10 - - 5,26 (t, 7,3)

6,64 (d, 10,2)

123,3 128,7 128,8

11 - - - - 131,4 78,2 78,8 12 - - 1,64 (s) 1,45 (s) 25,8 29,2 27,7 13 - - 1,75 (s) 1,45 (s) 17,8 29,2 27,7 1’ - - - - 110,7 110,1 111,3 2’ - - - - 159,3 159,6 160,3 3’ 6,41

(d, 2,2) 6,56 (d, 2,4)

6,58 (d, 2,2)

6,58 (d, 2,2)

104,3 103,9 102,8

4’ - - - - 162,6 162,3 162,4 5’ 6,45 (dd,

2,2; 8,8) 6,77(dd, 2,2; 9,0)

6,53 (dd, 8,8; 2,2)

6,55 (dd, 8,8; 2,2)

108,9 108,7 108,0

6’ 7,77 (d, 8,8)

7,82 (d, 9,0)

7,77 (d, 8,8)

7,85 (d, 8,8)

130,7 130,5 130,9

Data senyawa 10* diperoleh dari Kurniadewi dkk. (2003) dan data senyawa 12* diperoleh dari Agrawal dkk. (1981)

94

Page 24: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

Kudraflavon C (13) dan artokarpin (14)

Senyawa 13 diperoleh sebagai serbuk berwarna jingga dengan titik leleh 97-100 oC. Spektrum UV dalam metanol memberikan dua buah puncak serapan

maksimum pada λmaks 322 (bahu) (pita I) dan 264 (pita II) nm yang khas untuk

senyawa turunan flavon. Munculnya serapan pada pita I dengan intensitas yang

lebih rendah daripada pita II mengindikasikan adanya substituen yang terikat pada

C-3. Selanjutnya pada penambahan NaOH terjadi pergeseran batokromik pada

pita I sebesar 37 nm, yang menunjukkan adanya gugus –OH bebas pada C-4’ di

cincin B. Spektrum IR dari senyawa ini memperlihatkan gugus fungsi utama dari

suatu flavon, dimana gugus C=O terkonjugasi muncul pada νmaks= 1649 cm-1 dan

vibrasi ulur C=C aromatik muncul pada νmaks= 1620-1359 cm-1, sementara

serapan untuk gugus –OH terlihat pada νmaks= 3382 cm-1, selain itu serapan C-H

alifatik tampak didaerah νmaks= 2963 dan 2924 cm-1, adanya serapan C-H alifatik

yang cukup tajam pada spektrum IR mengindikasikan adanya gugus isoprenil

pada senyawa ini. Berdasarkan analisis UV dan IR tersebut, maka dapat

disarankan bahwa senyawa hasil isolasi adalah suatu flavon yang tersubstitusi

pada C-3 serta memiliki substituen isoprenil. Data spektrum 1H NMR (Tabel IV.

9) senyawa 13 memperlihatkan adanya tiga sinyal proton aromatik di cincin B

yang muncul sebagai sistem ABX pada δH 6,53 (1H, d, J=2,2 Hz, H-3’), 6,48

(1H, dd, J=8,4;2,2 Hz, H-5’), dan 7,14 (1H, d, J=8,4 Hz, H-6’). Adanya sinyal-

sinyal tersebut menunjukkan bahwa cincin B memiliki substituen OH pada C-2’

dan C-4’, sebagaimana lazimnya flavonoid yang berasal dari tumbuhan

Artocarpus. Adanya sinyal singlet pada δH 13,40 adalah karakteristik untuk gugus

hidroksil pada C-5 yang membentuk khelat dengan gugus karbonil pada C-4.

Tidak adanya singlet aromatik pada δH 6,9-7,1 ppm memperkuat dugaan bahwa

senyawa ini tersubstitusi pada C-3. selanjutnya spektrum 1H NMR juga

memperlihatkan sinyal singlet pada δH 6,38 ppm, yang memberi petunjuk bahwa

pada cincin A tersubstitusi pada posisi C-5, C-6 dan C-7. Selain itu pada spektrum 1H NMR muncul empat sinyal metil vinilik, berupa singlet pada δH 1,41; 1,55;

1,62 dan 1,75 ppm, dua sinyal doublet (J = 6,9 Hz) dari dua gugus metilen pada

δH 3,08 dan 3,33 ppm, serta dua sinyal olefin berupa multiplet pada δH 5,10 dan

5,25 ppm, sinyal-sinyal tersebut menunjukkan adanya dua gugus isoprenil pada

95

Page 25: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

senyawa 13. Bukti yang menunjang analisis di atas adalah dari data spektrum 13C

NMR, yang menunjukkan adanya 25 sinyal karbon yang konsisten untuk senyawa

flavon yang memiliki dua gugus isoprenil. Dari hasil analisis data NMR tersebut

di atas dan data spektrum pembanding, maka dapat disimpulkan bahwa senyawa

13 adalah 5,7,2’,4’-tetrahidroksi-3,6-diisoprenil-flavon atau kudraflavon C (13).

O

OH

OH

HO1'

4'7

5

kudraflavon C (13)

OH

O

912

14

17

Selanjutnya, senyawa 14 yang diisolasi berupa serbuk kuning dengan titik leleh

174-177 oC, memiliki spektrum UV dan IR yang mencirikan senyawa dengan

kerangka 3-prenil flavon seperti senyawa 13. Data spektrum spektrum 1H NMR

senyawa 14 menunjukkan sinyal-sinyal yang khas untuk senyawa kerangka 3-

prenil flavon sebagaimana ditunjukkan oleh spektrum 1H NMR senyawa

kudraflavon C (13), perbedaan yang muncul antara spektrum senyawa 14 dengan

senyawa 13 adalah munculnya dua sinyal doublet (J =16,1 Hz) pada δH 6,57 dan

6,70 ppm, satu sinyal multiplet pada δH 2,41 ppm dan satu sinyal doublet (J =7,0

Hz) dengan integrasi 6H pada δH 1,07 ppm. Sinyal-sinyal tersebut

mengindikasikan terdapatnya unit 3-metil-1-butenil. Kemunculan sinyal-sinyal

tersebut disertai dengan tidak adanya sejumlah sinyal yang mengindikasikan

adanya gugus isoprenil, sehingga pada senyawa 14 diasumsikan bahwa satu dari

dua unit isopren telah berubah menjadi unit 3-metil-1-butenil. Selain itu, pada

spektrum 1H NMR senyawa 14 muncul sinyal singlet dengan integrasi 3H pada δH

3,94 ppm yang karakteristik untuk gugus metoksil. Berdasarkan data tersebut dan

data spektrum pembanding, maka dapat disimpulkan bahwa senyawa 14 adalah

senyawa artokarpin (14).

96

Page 26: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

O

OH

OH

H3CO1'

4'7

5

artokarpin (14)

OH

O

912

14

17

Tabel IV.9. Data spektrum NMR kudraflavon C (13) dan artokarpin (14)

δH (multiplisitas, J dalam Hz) (δC) No. C

13 13* 14 14* 13 13* 2 - - - - 162,1 162,0 3 - - - - 121,4 121,5 4 - - - - 182,9 183,0 4a - - - - 104,9 105,0

5-OH 13,40 (s) - 12,50 (s) - 159,9 160,0 6 - - - - 111,7 111,8 7 - - - - 162,4 162,3 8 6,38 (s) 6,40 (s) 6,53 (s ) - 93,4 93,5 8a - - - - 157,0 157,0 9 3,08 (d, 6,9) 3,12 (d, 7,0) 3,08 (d, 6,9 ) 3,09 (d, 7,0) 24,5 24,6

10 5,10 (m) 5,14 (m) 5,10 (m) 5,09 (m) 122,7 122,7 11 - - 131,9 132,0 12 1,41 (s) 1,43 (s) 1,41 (s) 1,36 (s) 25,8 25,8 13 1,55 (s) 1,57 (s) 1,55 (s) 1,54 (s) 17,8 17,9 14 3,33 (d, 6,9) 3,41 (d, 7,0) 6,57 (d, 16,1) 6,39 (d, 16,0) 21,9 22,0 15 5,25 (m) 5,29 (m) 6,70 (dd, 7,0;

16,1) 6,64 (dd, 16,0 ;7,0)

123,3 123,4

16 - - 2,41(m) 2,41 (m) 131,3 131,5 17 1,75 (s) 1,78 (s) 1,07 (d, 7,0) 1,08 (d, 7,0) 25,7 25,8 18 1,62 (s) 1,65 (s) 1,07 (d, 7,0) 1,08 (d, 7,0) 17,6 17,6 1’ - - - - 112,9 113,1 2’ - - - - 157,2 157,2 3’ 6,53 (d, 2,2) 6,57 (d, 2,0) 7,18 (d, 8,4) 7,07 (d, 8,0) 103,7 103,8 4’ - - 161,4 161,4 5’ 6,48 (dd, 8,4;

2,2) 6,52 (dd, 8,0;

2,0) 6,49 (dd, 8,4;

2,2 ) 6,39 (dd, 8,0

; 1,0) 107,9 108,0

6’ 7,14 (d, 8,4) 7,19 (d, 8,0) 6,55 (d, 2,2) 6,55 (d, 1,0) 132,1 132,3

O-CH3

- - 3,94 (s) 3,88 (s) - -

Senyawa 13 diukur dalam aseton- d6, data senyawa 13* diperoleh dari Hano dkk. (1990) yang diukur dalam aseton- d6 dan senyawa 14* diperoleh dari Eliza (1998) yang diukur dalam CD3OD.

97

Page 27: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

Artonin E (15) dan 12-hidroksi-artonin E (16)

Senyawa 15, diperoleh sebagai serbuk kuning dengan titik leleh 234-236 oC.

Spektrum UV dan IR senyawa ini mengindikasikan bahwa senyawa 15

merupakan senyawa yang memiliki kerangka flavon seperti senyawa 13 dan 14.

Munculnya serapan C-H alifatik pada spektrum IR (νmaks 2981 cm-1) memberikan

petunjuk adanya substituen isoprenil yang terikat pada kerangka flavon dari

senyawa ini. Selanjutnya, database spektrum IR menunjukkan bahwa senyawa ini

memiliki kemiripan dengan artonin E (15), sebesar 97%. Selaras dengan spektrum

UV dan IR, spektrum 1H NMR senyawa 15 (Tabel IV.11), memperlihatkan

adanya sejumlah sinyal yang khas untuk unit isopren [dua sinyal metil vinilik

berupa singlet pada δH 1,42 dan 1,56 ppm, sinyal doublet (J = 6,9 Hz) dari gugus

metilen pada δH 2,96 ppm, dan sinyal olefin berupa multiplet pada δH 5,12 ppm],

adanya sinyal doublet (J = 10,0 Hz) pada δH 5,65 dan 6,59 ppm serta satu sinyal

singlet dengan integrasi 6H pada δH 1,42 ppm yang mengindikasikan adanya unit

–CH=CH-C(O-)(CH3)2 dari cincin 1,1-dimetilpiran. Selanjutnya, spektrum 1H

NMR juga menunjukkan adanya tiga sinyal proton singlet pada δH 6,14; 6,58 dan

6,87 ppm, sinyal-sinyal tersebut mengindikasikan bahwa kerangka flavon

senyawa 15 tersubstitusi pada posisi C-3, C-5, C-6, C-7, C-2’, C-4’, dan C-5’.

Bukti lain yang menunjang analisis UV, IR dan 1H NMR tersebut, adalah

spektrum 13C NMR, yang memperlihatkan adanya 24 sinyal yang mewakili 25

karbon yang meliputi, 3 sinyal yang mewakili 4 C-metil, 7 C-oksiaril, 3 C-metin

aromatik, 3 C-metin vinilik, 1 C-metilen, 5 C-quaterner, 1 C-oksi karbon dan 1 C-

karbonil. Berdasrkan unit-unit struktur dan perbandingan dengan spektrum

senyawa pembanding, maka dapat disimpulkan bahwa senyawa 15 adalah

senyawa artonin E (15).

O

OH

OH

O1'

4'

5

artonin E (15)

OH

O

912

1417

OH

98

Page 28: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

Selanjutnya, senyawa 16 yang berhasil diisolasi berupa serbuk kuning dengan

titik leleh 230–232 oC, spektrum UV dalam metanol menunjukkan dua puncak

serapan pada λmaks 354 dan 266 nm, dan mengalami pergeseran batokromik pada

penambahan NaOH, dimana pola spektrum ini identik dengan senyawa artonin E

(15). Hal yang sama diperlihatkan oleh data spektrum IR. Perbedaan antara

senyawa 16 artonin E (15) tampak pada spektrum NMR, dimana spektrum 13C

NMR senyawa 16 memperlihatkan adanya sinyal C-oksimetilen pada δC 61,1 ppm

sebagai pengganti dari hilangya satu sinyal C-metil. Selanjutnya pada spektrum 1H NMR senyawa 16, muncul sinyal singlet yang melebar dengan integrasi 2H

pada δH 4,02 ppm, yang menunjukkan adanya dua proton oksimetilen.

Berdasarkan hal tersebut, diindikasikan bahwa unit isoprenil pada C-3 senyawa ini

telah mengalami modifikasi dari unit isoprenil, seperti yang ditunjukkan pada

senyawa 15. Analisis data spektroskopi memperlihatkan bahwa perubahan

tersebut terletak pada salah satu metil dari unit isopren telah berubah (mengalami

oksidasi) menjadi CH2-OH (ditunjukkan dengan adanya sinyal 2H pada δH 4,02

ppm yang karakteristik untuk dua proton -OCH2). Berdasrkan hal tersebut dan

disertai hasil perbandingan data spektrum dari senyawa standar maka dapat

disimpulkan bahwa senyawa 16 adalah senyawa 12-hidroksi-artonin E (16)

O

OH

OH

O1'

4'

5

12-hidroksi-artonin E (16)

OH

O

912

1417

OH

OH

99

Page 29: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

Tabel IV.10. Data spektrum 1H dan 13C NMR artonin E (15) dan 12-hidroksi-artonin E (16)

δH (multiplisitas, J dalam Hz) δCNo C 15 16 16* 15 15* 16 16*

2 - - - 162,4 161,6 162,6 161,7 3 - - - 121,4 119,9 120,7 119,5 4 - - - 182,9 181,8 183,3 181,7 4a - - - 105,3 104,2 105,5 104,2

5-OH 13,20 (s) 13,08 (s) - 161,8 160,9 162,5 160,8 6 6,14 (s) 6,14 (s) 6,28 (s) 99,4 98,7 99,8 98,7 7 - - - 159,7 158,4 160,0 158,4 8 - - - 101,4 100,4 101,7 100,4 8a - - - 152,9 151,7 153,0 151,7 9 3,14 (d, 6,9)

2,96 (d, 6,9) 3,20

(d, 6,9) 3,27

(d, 7,7) 24,4 23,6 24,6 23,1

10 5,12 (m) 5,27 (t, 6,9) 5,62 (t, 7,7) 121,2 121,4 124,5 122,5 11 - - - 132,0 131,2 136,5 135,9 12 1,42 (s) 4,02 (br s) 4,30 (br s) 25,6 25,4 61,1 59,2 13 1,56 (s) 1,69 (s) 1,89 (s) 17,4 17,3 21,6 21,1 14 6,59

(d, 10,0) 6.61

(d, 10,0) 6,62

(d, 10,0) 115,2 114,1 115,4 114,1

15 5,65 (d, 10,0)

5,65 (d, 10,0)

5,56 (d, 10,0)

127,8 127,5 128,0 127,6

16 - - - 78,5 78,0 78,8 78,0 17⁄18 1,42 (s) 1,43 (s) 1,47 (s) 27,9 27,6 28,2 27,6

1’ - - 111,1 109,3 111,0 109,1 2’ - - 149,4 148,7 149,9 148,8 3’ 6,58 (s) 6,58 (s) 6,62 (s) 104,4 103,9 104,8 103,9 4’ - - 149,2 148,5 149,7 148,4 5’ - - - 138,

8 138,0 138,9 138,0

6’ 6,87 (s) 6,93 (s) 7,04 (s) 116,8

116,1 117,0 116,1

Senyawa 15 dan 16 diukur dalam aseton- d6, data senyawa 15* diperoleh dari Cao dkk. (2002) yang diukur dalam DMSO-d6, data senyawa 16* diperoleh dari Cao dkk. (2002) 1H NMR diukur dalam CDCl3, 13C NMR diukur dalam DMSO-d6.

Sikloartokarpin (17) dan isosiklomorusin (18)

Senyawa 17 diperoleh sebagai serbuk berwarna kuning dengan titik leleh

256-258 oC, spektrum UV dalam metanol menunjukkan dua pita serapan

maksimum pada 279 dan 368 nm dan mengalami pergeseran batokromik dengan

penambahan NaOH. Pola spektrum UV seperti ini mengindikasikan, bahwa

senyawa 17 adalah senyawa turunan flavon. Adanya kerangka flavon pada

senyawa 17 didukung oleh pita-pita serapan spektrum IR yang memperlihatkan

adanya serapan C=O (νmaks 1650 cm-1) dan C=C aromatik pada νmaks= 1622-1551

cm-1. Selain itu, spektrum IR senyawa 17 memperlihatkan adanya serapan untuk

100

Page 30: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

gugus hidroksil (-OH) pada νmaks = 3392 cm-1 dan C-H alifatik pada νmaks =

2944 cm-1. Adanya serapan C-H alifatik pada spektrum IR senyawa ini memberi

petunjuk adanya substituen isoprenil pada senyawa 17. Data spektrum UV dan IR

senyawa 17 tersebut identik dengan senyawa sikloartokarpin (memiliki kemiripan

sebesar 90%) yang sebelumnya telah berhasil diisolasi dari A. maingayii (Eliza,

1998).

Bukti lebih lanjut terhadap penentuan struktur senyawa 17, diperoleh dari

spektrum 13C NMR (Tabel IV.11), yang mengindikasikan adanya 26 karbon,

termasuk 4 karbon metil, karbon metoksil, dan karbon karbonil, yang karakteristik

untuk senyawa diisoprenil flavon yang memiliki substituen metoksil. Spektrum 1H

NMR memperlihatkan dua sinyal doublet (J = 9,5 Hz) pada δH 6,19 dan 5,46 ppm,

serta dua sinyal metil singlet pada δH 1,94 dan 1,68 ppm, yang khas untuk

kerangka piranoflavon. Selain itu, spektrum 1H NMR juga memperlihatkan

sinyal-sinyal khas untuk unit 3-metil-1-butenil (dua sinyal doublet (J =16,1 Hz)

pada δH 6,57 dan 6,70 ppm, satu sinyal multiplet pada δH 2,41 ppm dan satu

sinyal doublet (J =7,0 Hz) dengan integrasi 6H pada δH 1,07 ppm) dan sinyal

singlet untuk unit metoksil pada δH 3,96 ppm. Pada daerah aromatik, spektrum 1H

NMR juga menunjukkan adanya tiga sinyal proton yang muncul sebagai sistem

ABX pada δH 6,42; 6,61 dan 7,69 ppm, serta satu sinyal singlet pada δH 6,71

ppm, sinyal-sinyal tersebut mengindikasikan bahwa kerangka flavon senyawa 17

tersubstitusi pada posisi C-3, C-5, C-6, C-7, C-2’ dan C-4’. Berdasarkan analisis

tersebut dapat disimpulkan, bahwa senyawa 17 adalah senyawa dengan kerangka

3-prenil flavon yang telah tersiklisasi membentuk kerangka piranoflavon, dan

dikenal sebagai sikloartokarpin (17).

O

OH

OH

H3CO1'

4'7

5

sikloartokarpin (17)

O

O

912

14

17

101

Page 31: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

Bukti lain yang menunjang analisis di atas adalah dari hasil perbandingan dengan

spektrum senyawa sikloartokarpin yang telah dilaporkan (Eliza, 1998).

Kemudian, senyawa 18 yang berhasil diisolasi sebagai serbuk berwarna kuning

dengan titik leleh 268-270 oC, memiliki spektrum UV dan IR yang khas untuk

senyawa turunan 3-prenilflavon seperti senyawa 17. Spektrum 1H NMR senyawa

18 menunjukkan adanya sejumlah sinyal karakteristik untuk kerangka

piranoflavon seperti halnya senyawa sikloartokarpin (17), yaitu adanya dua sinyal

doblet (J = 9,5 Hz) pada δH 6,19 dan 5,47 ppm, serta dua sinyal metil singlet

pada δH 1,94 dan 1,68 ppm, yang khas untuk kerangka piranoflavon. Selain itu,

pada daerah aromatik, proton NMR senyawa 18 juga memperlihatkan adannya

tiga sinyal yang muncul sebagai sistem ABX, yaitu pada δH 6,42 ppm (d, J=2,2

Hz), 6,62 ppm (dd, J=2,2; 8,8 Hz) dan 7,71 (d, J=8,8 Hz) serta satu sinyal singlet

pada δH 6,46 ppm. Sinyal-sinyal tersebut mengindikasikan bahwa kerangka flavon

senyawa 18 telah tersubstitusi pada C-2’dan C-4’ di cincin B , C-5, C-6 dan C-7

di cincin A, serta pada C-3. Adanya sepasang sinyal doblet (J=10,0 Hz) pada δH

6,65 ppm dan 5,75 ppm serta satu sinyal singlet dengan integrasi untuk 6H pada

1,45 ppm, mengindikasikan adanya unit 1,1-dimetilpiran. Berdasarkan analisis

tersebut, maka senyawa 18 ditetapkan sebagai senyawa isosiklomorusin (18)

(Chen dkk, 1993).

O

OH

OH

O1'

4'

5

isosiklomorusin (18)

O

O

91214

17

102

Page 32: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

Tabel IV.11. Data spektrum NMR sikloartokarpin (17) dan isosiklomorusin (18) dalam aseton d6

δH (multiplisitas, J dalam Hz) (δC) No. C 17 18 18* 17 17*

2 - - - 159,1 159,8 3 - - - 110,5 109,0 4 - - - 179,4 180,0 4a - - - 106,4 106,7

5-OH 13,64 (s) 13,27 (s) 13,03 (s) 159,9 160,5 6 - - - 110,2 110,8 7 - - - 164,1 163,0 8 6,71 (s) 6,46 (s) 6,28 (s) 91,1 91,7 8a - - 156,6 156,9 9 6,19 (d, 9,5) 6,19 (d, 9,5) 6,13 (d, 9,4) 70,5 71,1

10 5,46 (d, 9,5) 5,47(d, 9,5) 5,36 (d, 9,4) 122,2 122,8 11 - - - 138,9 139,6 12 1,94 (s) 1,94 (s) 1,88 (s) 25,9 26,5 13 1,68 (s) 1,68 (s) 1,61 (s) 18,7 19,3 14 6,55 (d, 16,1) 6,65 (d, 10,0) 6,60 (d, 10,1) 110,9 111,5 15 6,70 (dd, 7,0;

16,1) 5,75 (d, 10,0) 5,53 (d, 10,1) 142,6 143,3

16 2,41(m) - - 34,1 34,6 17⁄18 1,07 (d, 7,0) 1,45 (s) 1,37 (s) 23,2 23,8

1’ - - - 108,4 111,1 2’ - - - 156,3 157,2 3’ 6,42 (d, 2,2) 6,42(d, 2,2) 6,37 (d, 2,3) 104,9 105,6 4’ - - - 163,7 164,3 5’ 6,61 (dd, 8,4;

2,2) 6,62 (dd, 2,2;

8,8 ) 6,51 (dd, 2,3;

8,4 ) 116,9 117,5

6’ 7,69 (d, 8,4) 7,71(d, 8,8) 7,55 (d, 8,4) 126,3 126,9 O-CH3 3,96 (s) - - 56,7 57,3

Data senyawa 17* diperoleh dari Eliza (1998) dan data senyawa 18* diperoleh dari Chen dkk.

(1993)

Artobilosanton (19)

Senyawa 19, diperoleh sebagai serbuk kuning dengan titik leleh 149-151 oC, dari

spektrum UV dan IR menunjukkan bahwa senyawa 19 merupakan suatu senyawa

flavon yang memiliki substituen isoprenil. Spektrum 1H NMR (Tabel IV.12)

memperlihatkan sejumlah sinyal pada δH 1,77 ppm (3H, s), 2,43 (1H, dd, J =

15,7; 6,6 Hz), 3, 40 (1H, d, J = 15,7 Hz), 3,99 (1H, d, J = 6,6 Hz), 4,29 dan 4,64

(masing–masing 1H, s) karakteristik untuk kerangka dihidrobenzosanton.

Spektrum 1H NMR juga menunjukkan adanya proton singlet pada δH 6,48 ppm

untuk cincin A, dan singlet pada δH 6,11 ppm yang mengindikasikan 1,2,4,5,6-

pentasubtitusi cincin B. Selain itu, pada spektrum 1H NMR juga tampak adanya

103

Page 33: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

sejumlah sinyal yang khas untuk cincin 2,2-dimetil piran (δH 6,91 (1H, d, J =

10,0 Hz), 5,65 (1H, d, J = 10.0 Hz), 1,41 (3H, s) dan 1,44 (3H, s)). Adanya cincin

dihidrobenzosanton dan unit isoprenil yang membentuk cincin 1,1-dimetilpiran,

ditunjang oleh spektrum 13C NMR senyawa 19 yang memperlihatkan adanya 25

sinyal karbon yang terpisah secara sempurna.

Tabel IV.12. Data spektrum NMR artobilosanton (19) dalam aseton- d6

δH (multiplisitas, J dalam Hz) (δC) No. C 19 19 19*

2 - 162,5 163,1 3 - 101,9 102,0 4 - 181,2 181,8 4a - 105,4 105,7

5-OH 13,36 (s) 152,3 152,2 6 6,48 (s) 99,7 101,7 7 - 161,6 162,5 8 - 107,0 107,3 8a - 159,4 159,9 9 3, 40 (d, 15,7)

2,43 (dd, 15,7; 6,6) 22,2 22,3

10 3,99 (d, 6,6) 38,1 38,2 11 - 136,6 137,1 12 4,64 (s)

4,29 (s) 111,3 112,2

13 1,77 (s) 21,8 22,0 14 6,91 (d, 10,0) 116,0 116,4 15 5,65 (d, 10.0) 127,8 128,4 16 - 78,6 78,8 17 1,41 (s) 28,4 28,3 18 1,44 (s) 28,1 28,3 1’ - 111,8 118,3 2’ - 151,5 152,0 3’ 6,11 (s) 103,6 104,0 4’ - 150,8 151,4 5’ - 145,2 145,7 6’ - 129,8 130,0

Data senyawa 19* diperoleh dari Sultanbawa dkk. (1989)

Berdasarkan analisis spektroskopi dan hasil perbandingan data spektrum dengan

senyawa artobiloksanton standar, maka senyawa 19 dapat disimpulkan sebagai

senyawa turunan dihidrobenzosanton yang memiliki cincin 1,1-dimetilpiran, yang

dikenal sebagai artobilosanton (19).

104

Page 34: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

O

OH

OH

O

artobilosanton (19)

OOH

HO

Sikloartobilosanton (20)

Senyawa 20, berhasil diisolasi sebagai serbuk kuning dengan titik leleh 247–

249 oC. Spektrum UV senyawa ini dalam metanol memperlihatkan tiga puncak

serapan yaitu pada λmax 389, 274, dan 228 nm. Puncak serapan tersebut

mengalami pergeseran batokromik pada saat penambahan dengan reagen geser

NaOH. Selanjutnya spektrum IR senyawa 20 memperlihatkan adanya serapan

untuk gugus hidroksil pada νmax 3447 cm-1, C-H alifatik pada νmax 2971 cm-1,

C=O terkonjugasi pada νmax 1654 cm-1, dan C=C aromatik pada νmax 1607-

1476 cm-1. Berdasrkan data base spektrum IR, spektrum IR senyawa 20 memiliki

kemiripan yang cukup tinggi dengan senyawa sikloarobiloksanton (senyawa

dengan kerangka furanodihidro-benzosanton) yaitu sebesar 98%. Selanjutnya data

IR dan UV ini ditunjang oleh spektrunm 1H NMR senyawa 20 (Tabel IV.13),

yang memperlihatkan adanya dua sinyal singlet metil pada δH 1,31 dan 1,64 ppm,

serta suatu sistem ABX pada daerah alifatik yaitu pada δH 3,18 (1H, dd, J = 15,4;

6,9 Hz); 3,41 (1H, dd, J =15,4; 6,9 Hz); dan 2,34 (1H, t, J =15,4 Hz). Sinyal-

sinyal tersebut khas untuk sinyal isopren pada C-3 yang telah tersiklisasi

membentuk kerangka furanodihidrobenzosanton. Selain itu, spektrum 1H NMR

memperlihatkan adanya dua sinyal singlet di daerah aromatik, yaitu pada δH 6,38

dan 6,10 ppm, yang mengindikasikan cincin A dan cincin B mengalami 1,2,4,5,6-

pentasubtitusi. Sebagai tambahan, seperti halnya pada senyawa artobilosakton

spektrum 1H NMR senyawa 20 juga menunjukkan adanya sejumlah sinyal yang

mewakili cincin 2,2-dimetil piran [δH 6,91 (1H, d, J = 10,0 Hz); 5,65 ( d, J = 10,0

Hz, H-15); 1,43 (3H, s); dan 1,44 (3H, s)]. Dari analisis spektrum 1H NMR

tersebut, maka dapat disarankan bahwa senyawa 20 adalah sikloartobilosanton

(20).

105

Page 35: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

O

OH

OH

O

Sikloartobilosanton (20)

OO

HO

Hasil analisis ini ditunjang oleh data spektrum 13C NMR yang memperlihatkan 25

sinyal karbon, yang konsisten untuk kerangka flavon terdiisoprenilasi. Lebih

lanjut, sebagai bukti tambahan yang mengkonfirmasi struktur molekul senyawa

20, adalah berdasarkan perbandinngan nilai geseran kimia spektrum karbon

senyawa tersebut dengan artobilosanton yang telah dilaporkan oleh Sultanbawa,

dkk. (1998).

Tabel IV.13. Data spektrum NMR sikloartobilosanton (20) dalam aseton- d6

δH (multiplisitas, J dalam Hz) (δC) No. C 20 20 20*

2 - 162,4 163,1 3 - 101,6 102,0 4 - 181,2 181,9 4a - 104,9 105,2

5-OH 13,36 (s) 151,8 152,4 6 6,38 (s) 99,7 102,2 7 - 161,2 162,8 8 - 104,9 105,2 8a - 159,3 158,6 9 3, 18 (dd, 15,4)

3,41 (dd, 15,4; 6,9) 20,1 20,5

10 2,34 (t, 15,4) 47,3 47,7 11 - 92,8 93,9 12 1,31 (s) 22,7 22,9 13 1,64 (s) 28,3 29,1 14 6,91 (d, 10,0) 115,7 116,3 15 5,65 (d, 10.0) 127,7 128,2 16 - 78,5 78,9 17 1,43 (s) 28,1 28,3 18 1,44 (s) 28,1 28,3 1’ - 112,5 113,0 2’ - 151,3 151,9 3’ 6,10 (s) 105,0 106,8 4’ - 146,9 147,8 5’ - 137,7 138,6 6’ - 133,6 134,0

Data senyawa 20* diperoleh dari Sultanbawa dkk. (1989)

106

Page 36: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

IV.2 Biogenesis senyawa flavonoid terprenilasi dan turunannya dari tumbuhan A. heterophyllus, A. elasticus dan A. lanceifolius

Dua puluh senyawa flavonoid terprenilasi dan turunannya, telah berhasil diisolasi

dari tiga species Artocarpus, yaitu A. heterophyllus, A. elasticus dan A.

lanceifolius. Tiga senyawa di antaranya, yaitu artoindonesianin E-1 (1),

artoindonesianin Z-4 (2) dan artoindonesianin Z-5 (3), merupakan senyawa baru,

sedangkan tujuh belas senyawa lainnya, merupakan senyawa yang telah dikenal.

Pada bagian ini akan dibahas mengenai biogenesis serta biosintesis dari senyawa-

senyawa hasil isolasi.

Secara umum, biosintesis pembentukan kerangka dasar flavonoid pada Artocarpus

diasumsikan mengikuti jalur biosintesis yang lazim pada pembentukan senyawa

flavonoid tumbuhan lainnya (Dewick, 2002). Berdasarkan jalur biosintesis ini,

calkon adalah kerangka flavonoid yang pertamakali dibentuk sebagai hasil

kondensasi antara satu unit sinamoil-CoA (atau kumaroil-CoA) yang berasal dari

asam amino L-fenilalanin (atau L-tirosin) dengan tiga unit malonil-CoA, yang

dilanjutkan dengan siklisasi intramolekul melalui reaksi kondensasi Claisen. Pada

famili Moraceae, pembentukan calkon dari asam amino L-fenilalanin dan L-

tirosin telah dibuktikan pada pembentukan kuwanon J dan calkomorasin dalam

kultur sel Morus alba (Gambar IV.4) (Hano dkk., 1994b). Dengan menggunakan

[1-13C]- L-fenilalanin dan [3-13C]- L-tirosin yang ditambahkan pada pertumbuhan

kultur sel M. alba dihasilkan kuwanon J dan calkomorasin yang bertanda pada

unit-unit calkonnya. Hasil percobaan ini bukan saja memberi petunjuk bahwa

pembentukan calkon pada tumbuhan Moraceae sejalan dengan biosintesis

flavonoid pada umumnya, melainkan juga adanya keterlibatan yang paralel antara

L-fenilalanin dan L-tirosin pada pembentukan calkon. Selanjutnya, hubungan

biosintetik antara berbagai kerangka senyawa flavonoid (mulai dari kerangka

calkon sampai kerangka flavon) telah disarankan oleh Grisebach (dalam Manitto,

1981), seperti tercantum pada Gambar II.3 (halaman 16).

107

Page 37: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

NH2

COOH

OH

CO-SCoA

OH

OH

OO

OH

OH

HO

OH

OH

HO

OH

L-tirosin p-kumaroil CoA

kuwanon J

Gambar IV.4. Pembentukan kuwanon J dari L-tirosin bertanda (Hano dkk., 1994b).

Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, salah satu ciri khas

flavonoid dari tumbuhan Artocarpus adalah adanya pola oksigenasi di cincin B

pada kerangka flavon yang tidak mengikuti kelaziman pola oksigenasi flavonoid

pada tumbuhan lain pada umumnya, yaitu gugus fungsi oksigen di C-2’ dan C-4’

atau C-2’, C-4’ dan C-5’. Karena cincin B kerangka flavon berasal dari unit asam

L-tirosin (atau L-fenilalanin), maka adanya pola oksigenasi seperti itu

memunculkan dua kemungkinan asal-usul biosintetiknya. Tambahan gugus

oksigen di C-2’ dapat terjadi sebelum pembentukan calkon. Kemungkinan ini

setidak-tidaknya dapat disarankan, apabila dikaitkan dengan penemuan senyawa

aromatik aldehida, yaitu 2,4-dihidroksialdehida, pada tumbuhan A. lanceifolius

(Hakim dkk., 2006). Walaupun demikian, ditemukannya senyawa turunan

dihidrocalkon dengan gugus fungsi oksigen hanya di C-4, yaitu kanzonol (21),

pada A. bracteata memberikan kemungkinan bahwa pemasukan gugus fungsi

oksigen di C-2’ kerangka flavon terjadi setelah struktur calkon yang lazim, yaitu

teroksigenasi hanya di C-4. Percobaan biosintesis yang dapat membedakan

masing-masing alternatif belum dilakukan.

Ciri lain flavonoid Artocarpus adalah adanya gugus prenil di C-3 kerangka flavon.

Pemasukan gugus ini telah disarankan berasal dari hasil reaksi substitusi

nukleofilik antara suatu flavon dengan dimetilalil pirofosfat (DMAP). Reaksi ini

dimungkinkan terjadi karena adanya pasangan elektron bebas pada cincin

kromenon dari kerangka flavon. Secara biosintetik, reaksi ini tentulah dikatalisis

108

Page 38: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

oleh suatu enzim yang khusus yang hanya terdapat pada tumbuhan Artocarpus,

dan tidak terkandung dalam tumbuhan atau organisme lainnya.

O

O

HO

OH

OHHO

O

O

HO

OH

OHHO

OHO

OH

OHHO

O

O

HO

OH

OHHO

O

O

HO

OH

OHHO

O

O

HO

OH

OHHO

O

O

O

HO

OH

O

OH

OH

O

O

HO

OH

O

O

O

HO

OH

OHHO

O

O

HO

OH

OHHO

O O

OH

O

OH

O

O

HO

OH

O

O

HO

OH

O

O

HO

OH

O

OO

O

O

O

HO

OH

OHHO

Calkon

Flavanon

OH

Flavon Flavan-3-ol

3-Prenilflavon

Santonolida

Dihidrosanton Siklopentenosanton

Furanodihidrobenzosanton Quinosanton Piranodihidrobenzosanton

Oksepinofalavon Dihidrobenzosanton Piranof lavon

Gambar IV.5 Skema hubungan biogenesis antar kerangka flavonoid Artocarpus (Hakim dkk., 2006)

Selanjutnya, hubungan biogenesis antara berbagai jenis turunan flavonoid

Artocarpus disarankan berasal dari turunan 3-prenilflavon (Hakim, 2006),

sebagimana ditunjukkan Gambar IV.5. Berdasarkan skema tersebut maka

109

Page 39: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

hubungan biogenesis senyawa-senyawa hasil isolasi dapat disarankan sebagai

berikut. Senyawa flavanon dengan pola 2’,4’-dioksigenasi pada cincin B, yaitu

norartokarpanon (7), dapat mengalami reaksi oksidasi yang dilanjutkan dengan

reaksi metilasi menghasilkan senyawa turunan flavanon lainnya seperti

dihidromorin (9) dan artokarpanon (8) atau menghasilkan senyawa kelompok

flavon seperti, norartokarpetin (10), artokarpesin (11) dan sikloartokarpesin (12),

setelah mengalami reaksi oksidasi. Selanjutnya, sebagaimana lazimnya senyawa

flavonoid pada Artocarpus, senyawa kelompok flavon ini dapat mengalami reaksi

prenilasi dan hidroksilasi menghasilkan kelompok senyawa turunan 3-

prenilflavon, seperti artokarpin (14), kudraflavon C (13), dan artonin E (15).

Reaksi pembentukan senyawa kelompok 3-prenilflavon dari kelompok senyawa

flavon dapat ditunjukkan oleh reaksi biogenesis pembentukan kudraflavon C (13)

yang dapat berasal dari artokarpesin (11)(Gambar IV.6).

O

O

HO

OH

OHHO

O

O

HO

OH

OHHO

artokarpesin (11)

kudraf lavon C (13)

PPO

O

O

HO

OH

OHHO

H

- H+

Gambar IV.6 Usulan biogenesis pada pembentukan kudraflavon C (13) dari

artokarpesin (11)

Selanjutnya, senyawa sikloartokarpin (17) dan isosiklomorusin (18) merupakan

senyawa turunan flavonoid dengan kerangka piranoflavon. Kerangka ini secara

biogenesis, diasumsikan berasal dari 3-isoprenil 2’,4’-dioksigenasi flavon yang

mengalami siklisasi sebagaimana diperlihatkan pada reaksi biogenesis

pembentukan senyawa sikloartokarpin (17) dari artokarpin (14) (Gambar IV.7).

110

Page 40: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

O

O

H3CO

OH

O

O

H3CO

OH

artokarpin (14)

sikloartokarpin (17)

O

O

H3CO

OH

O

O

OH

HH O

OH

O

O

H3CO

OH

O

OH OH

Gambar IV.7 Pembentukan senyawa sikloartokarpin (17) dari artokarpin (14)

Hal yang sama terjadi pada senyawa kelompok oksepinoflavon, yaitu

artoindonesianin E-1 (1), dimana secara biogenesis senyawa ini juga berasal dari

siklisasi oksidatif senyawa 2’,4’-dioksigenasi 3-prenilflavon yang melibatkan

pembentukan ikatan –C–O–C– antara gugus OH pada C-2’ dengan C-10 dari

gugus isopren pada C-3. Sedikit berbeda dengan kelompok senyawa

oksepinoflavon yang telah ditemukan sebelumnya, pada artoindonesianin E-1 (1),

metil pada posisi 12 tereduksi menjadi gugus metilen. Saran biogenesis

pembentukan senyawa artoindonesianin E-1 (1) diperlihatkan pada Gambar IV.8.

OH3CO

OH

OH

OH

O

OH3CO

OH

O

OH

OIradiasi

artokarpin (14)

OH3CO

OH

O

OH

O

2'3

9

10

artoindonesianin E-1 (1)

H H

Gambar IV.8 Saran biogenesis pembentukan artoindonesianin E-1 (1) dari artokarpin (14)

Saran biogenesis pembentukan senyawa artoindonesianin E-1(1) dari artokarpin

ini didukung oleh reaksi sintesis morusin hidroperoksida dari morusin melalui

111

Page 41: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

iradiasi mempergunakan lampu merkuri bertekanan tinggi (Hakim dkk., 2005)

(Gambar II.17) (halaman 31).

Sementara itu, senyawa artobilosanton (19) dan sikloartobilosanton (20) secara

biogenesis kedua senyawa ini berasal dari 2’,4’,5’-trioksigenasi 3-prenilflavon

melalui reaksi kopling oksidatif. Reaksi tersebut ditunjukkan oleh reaksi

fotooksidatif artonin E (15) membentuk artobilosanton (19) dan

sikloartobiloasanton (20) (Nomura dkk., 2006) (Gambar II.22) (halaman 36).

Selanjutnya, secara biogenesis pembentukan kerangka dihidrobenzosanton pada

senyawa artoindonesianin Z-4 (2) sejalan dengan pembentukan senyawa

artobilosanton (19). Perbedaan yang terjadi antara pembentukan artoindonesianin

Z-4 (2) dengan artobilosanton (19) terletak pada senyawa prekursornya, dimana

prekursor untuk senyawa artoindonesianin Z-4 ini adalah senyawa 2’,4’,5’-

trioksigenasi-3-prenilflavon yang telah tersubstitusi gugus isopren pada cincin B.

Sementara itu, senyawa artoindonesianin Z-5 (3) secara biogenesis

pembentukaannya disarankan melalui reaksi siklisasi oksidatif dari senyawa 12-

hidroksi-artonin E (16) seperti diperlihatkan pada Gambar IV.9 .

O

O

O

HO OH

OH

OH

O

O

O

HO OH

OH

OH

O

O

O

HO OH

OH

OH

O

O

O

HO OH

O

OH

Artonin E

O

O

O

HO OH

OH

OH

O

O

O

HO OH

OH

OHOH OH

- HO

OH

HOH

O

O

O

HO OH

O

OH

H

OHH

12-Hidroksi artonin E

Artoindonesianin Z-5

tautomeri

Gambar IV.9 Saran biogenesis pembentukan artoindonesianin Z-5 (3)

dari artonin E (15) melalui 12-hidroksi-artonin E (16)

112

Page 42: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

Sementara itu, senyawa calkon yang berhasil diisolasi dalam penelitian ini, yaitu

gemicalkon A (4), gemicalkon B (5) dan moracalkon A (6), secara biogenesis

dapat dijelaskan melalui reaksi-reaksi pokok biogenesis flavonoid yang lazim

ditemukan pada senyawa alam. Kekhasan senyawa kelompok calkon pada

Artocarpus adalah adanya kemampuan untuk menghasilkan calkon terprenilasi.

Terikatnya gugus isopren pada kerangka calkon dapat disarankan melalui reaksi

substitusi aromatik elektrofilik unit isoprenil pada cincin aromatik senyawa

calkon. Selanjutnya, calkon terprenilasi dapat mengalami reaksi esterifikasi

dengan unit turunan asam sinamat, seperti ditunjukkan oleh pembentukan

senyawa gemicalkon B (5) (Gambar IV.10).

O

OH

Turunan asam sinamat

HOSCoA

O

O

OH

CoA-SSCoA

O

3

O

OH

HO

O O O

O

OH

OH

HO

calkonOPPO

OH

OH

HO

O

OH

HO

O

OH

OH

HO

O

O

HOGemicalkon B

isobavacalkon

Gambar IV.10 Saran biogenesis pembentukan gemicalkon B (5)

Berdasarkan hasil analisis biogenesis dan biosintesis dari masing-masing senyawa

hasil isolasi, maka secara umum hubungan antara kerangka senyawa hasil isolasi

dari ketiga species Artocarpus, yaitu A. heterophyllus, A. elasticus dan A.

lanceifolius diperlihatkan oleh skema yang ditunjukkan pada Gambar IV.11

113

Page 43: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

O

OH

Turunan asam sinamat

HO

SCoA

O

3

OPP Moracalkon A (8)

Gemicalkon A (4)Gemicalkon B (5)

O

O

HO

OH

OHHO

Norartokarpanon (8)

Artokarpanon (7)Dihidromorin (9)

O

O

HO

OH

OHHO

Norartokarpetin (10)

Artokarpesin (11)Sikloartokarpesin (12)

O

O

HO

OH

OHHO

Kudraflavon C (13)

Artokarpin (14)Artonin E (15)

O

O

O

OH

OHHO

OH

OH

12-Hidroksi artonin E (16)

O

OH

OH

O

Artobilosanton (19)

Artoindonesianin Z-4 (2)

OOH

HO

O

O

OH

H3CO

OH O

Artoindonesianin E-1 (1)

O

OH

OH

O

Isosiklomorusin (18)

Sikloartokarpin (17)

O

O

O

OOH

O

HO OH

O

OH

Artoindonesianin Z-5 (3)

H

O

OH

OH

HO

OH

O

OH

OH

O OO

HO

Sikloartobilosanton (20)

Gambar IV.11 Skema hubungan biogenesis senyawa fenolik hasil isolasi

114

Page 44: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

IV.3 Makna penemuan senyawa hasil isolasi terhadap hubungan kekerabatan antara species dalam genus Artocarpus

Kajian struktur terhadap dua puluh senyawa turunan flavonoid hasil isolasi

menujukan bahwa senyawa-senyawa tersebut memiliki pola oksigenasi yang

beragam pada cincin B. Dua senyawa calkon yang diperoleh, yaitu gemicalkon A

(4) dan gemicalkon B (5) memiliki pola 4’-monooksigenasi pada cincin B,

sedangkan moracalkon A (6) memiliki pola 2’,4’-dioksigenasi pada cincin B.

Selanjutnya, artoindonesianin E-1 (1), norartokarpanon (7), artokarpanon (8),

dihidromorin (9), norartokarpetin (10), artokarpesin (11), sikloartokarpesin (12),

kudraflavon C (13), artokarpin (14), sikloartokarpin (17) dan isosiklomorusin (18)

memiliki pola 2’,4’-dioksigenasi pada cincin B. Sementara itu, artoindonesianin

Z-4 (2), artoindonesianin Z-5 (3), artonin E (15), 12-hidroksi artonin E (16),

artobilosanton (19) dan sikloartobilosanton (20) memiliki pola 2’,4’,5’-

trioksigenasi pada cincin B.

Pola monooksigenasi pada cincin B yang terdapat pada senyawa calkon hasil

isolasi, diperlihatkan oleh sebagian besar senyawa turunan calkon dari Artocarpus

(Tabel II.2) (halaman 18). Hal ini menunjukkan bahwa senyawa calkon

Artocarpus hanya mampu menghasilkan pola monooksigenasi pada cincin B.

Menarik untuk dicatat, bahwa sebagian besar senyawa kelompok calkon

dihasilkan oleh spesies Artocarpus pada subgenus Pseudojaca. Keanekaragaman

senyawa yang terjadi pada kelompok ini diakibatkan oleh adanya prenilasi pada

kerangka utamanya, dimana prenilasi pada senyawa calkon dapat terjadi pada

cincin A, ataupun pada cincin A dan cincin B, seperti yang ditunjukkan oleh

senyawa kanzonol (21). Selain itu, gugus isoprenil yang tersubstitusi pada

kerangka calkon juga dapat mengalami reaksi sekunder seperti, reaksi oksidasi,

reaksi siklisasi dan reaksi esterifikasi dengan unit lain (misalnya dengan unit

turunan asam sinamat), seperti ditunjukkan oleh senyawa 4 dan 5. Penemuan

senyawa 4, 5 dan moracalkon A (6) dari A. heterophyllus dan A. elasticus,

menunjukkan bahwa kedua spesies ini masih memiliki hubungan kekerabatan

yang dekat dengan spesies-spesies Artocarpus pada subgenus Pseudojaca.

Walaupun demikian, adanya senyawa turunan 3-prenilflavon, seperti

115

Page 45: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

kudraflavon C (13), artokarpin (14), sikloartokarpin (17), yang ditemukan pada

kedua spesies tersebut (A. heterophyllus dan A. elasticus), serta isosiklomorusin

(18) dan artoindonesianin E-1 (1) pada A. elasticus, memberikan petunjuk bahwa

A. heterophyllus dan A. elasticus memiliki tingkat evolusi yang berbeda dengan

subgenus Pseudojaca.

Berdasarkan hasil penelusuran literatur, kandungan metabolit sekunder dari A.

elasticus asal Thailand (Kijjoa, 1998; 1996) berbeda dengan kandungan metabolit

sekunder dari spesies yang sama yang diperoleh pada penelitian ini. Fakta ini

memperkuat dugaan bahwa keanekaragaman senyawa turunan flavonoid dari

spesies yang berasal dari Indonesia akan berbeda dengan yang berasal dari luar

Indonesia. Selanjutnya, penemuan senyawa artoindonesianin E-1 (1),

sikloartokarpin (17) serta isosiklomorusin (18) dari A. elasticus juga menambah

fakta adanya kecenderungan bahwa senyawa yang memiliki pola dioksigenasi

pada cincin B hanya mampu menghasilkan senyawa turunan flavonoid dengan

kerangka pirano- atau oksepinoflavon saja tidak sampai menghasilkan kerangka

turunan santon.

Penemuan dua senyawa baru turunan santon, yaitu senyawa artoindonesianin Z-4

(2) (kerangka dihidrobezosanton), dan senyawa artoindonesianin Z-5 (3)

(kerangka piranodihidrobenzosanton) bersama dengan artonin E (15), 12-hidroksi-

artonin E (16), artobilosanton (19), dan sikloartobiloksanton (20) dari kulit batang

A. lanceifolius, memperlihatkan bahwa spesies ini memiliki kemampuan untuk

menghasilkan senyawa turunan flavonoid terprenilasi dengan tingkat oksigenasi

yang lebih tinggi (adanya pola 2’,4’,5’-trioksigenasi pada cincin B). Selanjutnya,

penemuan 12-hidroksi-artonin E (16) sangat penting artinya pada kemotaksonomi

tumbuhan Artocarpus, hal ini disebabkan 12-hidroksi artonin E (16) merupakan

senyawa prekursor untuk pembentukan senyawa baru artoindonesianin Z-5 (3)

dan dua senyawa lainnya, yaitu artoindonesianin Z-2 (129) dan artoindonesianin

Z-3 (130) (Hakim dkk., 2006). Fakta ditemukannya senyawa baru

artoindonesianin Z-4 (2) dan artoindonesianin Z-5 (3) serta senyawa

prekursornya, 12-hidroksi-artonin E (16) memperkuat dugaan bahwa peluang

116

Page 46: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

untuk menemukan senyawa baru dalam genus Artocarpus, terutama turunan

dihidrobenzosanton yang berasal dari 3-prenilflavon dengan pola trioksigenasi

pada cincin B masih terbuka.

O

OH

OH

HO

Artoindonesianin Z-2 (129)

O

HO

OHH

OOH

O O

O

H O

COOCH3HO

H

Artoindonesianin Z-3 (130)

Secara keseluruhan, penemuan dua puluh senyawa turuan flavonoid dari tiga

spesies yang diteliti tersebut memiliki makna terhadap hubungan kekerabatan

antara spesies dalam genus Artocarpus. Berdasarkan analisis terhadap

keanekaragaman senyawa yang dihasilkan, penemuan senyawa gemicalkon A (4)

dan gemicalkon B (5) pada A. heterophyllus, serta moracalkon A (6) pada A.

elasticus, mengindikasikan kedua spesies ini masih memiliki hubungan

kekerabatan yang dekat dengan subgenus Pseudojaca, yang juga dilaporkan

banyak menghasilkan senyawa calkon. Selanjutnya, senyawa-senyawa yang

dihasilkan pada A. heterophyllus dan A. elasticus, baik berdasarkan hasil

penelitian maupun dari data literatur (Nomura dkk., 1998; Kijjoa dkk., 1996;

1998) memperlihatkan pola oksigenasi yang sama pada cincin B, yaitu pola 2’,4’-

dioksigenasi. Sementara itu, senyawa-senyawa hasil isolasi yang diperoleh dari A.

lanceifolius (artoindonesianin Z-4 (2), artoindonesianin Z-5 (3), artonin E (15),

12-hidroksi artonin E (16), artobiloksanton (19) dan sikloartobiloksanton (20))

terlihat memiliki pola 2’,4’,5’-trioksigenasi di cincin B, hal ini mengindikasikan

A. lanceifolius memiliki pola kimiawi (keanekaragaman strukur) yang berbeda

dengan kedua Artocapus lainnya dalam penelitian ini.

Fakta ini, secara umum memperlihatkan bahwa kajian terhadap keanekaragaman

struktur senyawa turunan flavonoid sejalan dengan kajian berdasarkan cpDNA

(Kanzaki dkk., 1997) dalam hal mengungkapkan hubungan kekerabatan antar

spesies dalam genus Artocarpus.

117

Page 47: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

IV.4 Sitotoksisitas dan aktivitas anti malaria senyawa hasil isolasi

Senyawa-senyawa golongan flavonoid telah diketahui memiliki aktivitas biologi

yang beragam, antara lain sebagai antiviral, antiinflamasi, antioksidan, dan

antitumor (Manthey dkk., 2001). Kajian flavonoid sebagai antitumor atau

antiproliferatif, akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian para peneliti. Sebagai

contoh, satu kajian telah dilakukan berkaitan dengan efek berbagai jenis

flavonoid, baik alami ataupun sintetik, terhadap penghambatan pertumbuhan sel

tumor yang berasal dari jaringan kanker karsinoma manusia (Viviana dkk., 2004).

Pada kajian yang lain, sejumlah turunan flavonoid terprenilasi dari tanaman

Humulus lupulus telah dievaluasi sifat sitotoksiknya terhadap berbagai sel tumor

manusia (Miranda dkk., 1999). Sementara itu, kajian sejenis menggunakan target

sel murin leukemia P-388, baru-baru ini juga telah dilakukan terhadap flavonoid

terprenilasi dari tumbuhan Artocarpus (Hakim dkk., 2006). Dari hasil kajian

tersebut tampak pada beberapa kasus adanya tambahan substituen prenil pada

kerangka flavonoid dapat meningkatkan sitotoksisitas secara signifikan. Oleh

karena itu, sejalan dengan kecenderungan tersebut, pada penelitian kali ini

evaluasi sifat sitotoksik terhadap sel P-388 juga telah dilakukan untuk 20 senyawa

flavonoid terprenilasi (1 – 20) yang diisolasi dari A. heterophyllus, A. elasticus

dan A. lanceifolius. Perlu dicatat bahwa pengujian menggunakan sel ini

merupakan pengujian preskrining terhadap senyawa-senyawa yang potensial

sebagai antitumor seperti yang disarankan oleh NCI (Hostettmann, 1991).

Pengujian sifat sitotoksik terhadap sel P-388 dilakukan dengan menggunakan

metoda MTT {[3-(4,5-dimetiltiazo-2-il)2,5-difeniltetrazoliumbromida]}

sebagaimana dikemukakan oleh Alley (1998). Hasil pengujian tersebut

dicantumkan pada Tabel III.1 (halaman 70) dan Gambar IV.12. Berdasarkan nilai

IC50 dari masing-masing senyawa tersebut, tampak bahwa senyawa-senyawa 3,

14, 15, 16 dan 19 dapat menghambat pertumbuhan sel P-388 dengan sitotoksisitas

yang dikategorikan sangat aktif (IC50 < 2,0 μg/mL), sedangkan senyawa 5, 13,

dan 20 tergolong memiliki sitotoksisitas yang dikategorikan aktif (IC50 2,1–4,0

118

Page 48: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

μg/mL), sementara tiga belas senyawa turunan flavonoid terprenilasi lainnya

digolongkan tidak aktif (IC50 > 4,0 μg/mL).

0

20

40

4

4 5 6

Calkon Flavanon7 8 10 11 12 13 14 15 16 17 18 1 19 20 2 3

Flavon

IC50

(μg

⁄mL

)

Jenis flavonoid

batas konsentrasi aktivitas sitotoksik kategori aktif

Gambar IV.12 Grafik hubungan antara sitotoksisitas dengan jenis flavonoid

Berdasarkan data sitotoksisitas tersebut, maka dapat disarankan hubungan struktur

dan sitotoksisitas senyawa flavonoid terhadap sel murine leukemia P-388, sebagai

berikut. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar IV.12, tampak jelas bahwa

senyawa-senyawa jenis calkon dan flavon cenderung lebih bersifat sitotoksik

dibandingkan dengan senyawa-senyawa turunan flavanon. Kecenderungan

tersebut memberi petunjuk, bahwa adanya ikatan rangkap dua yang menjembatani

kedua cincin aromatik pada jenis calkon dan flavon tampaknya penting dalam

memberikan aktivitas sitotoksik. Kehilangan ikatan rangkap dua tersebut

menurunkan atau bahkan menghilangkan sifat sitotoksik. Fenomena ini konsisten

dengan hasil penelitian sejenis yang dilakukan oleh Bhat dkk. (2005)

menggunakan sejumlah sel tumor yang memperlihatkan bahwa pengubahan ikatan

rangkap dua pada calkon menjadi turunan epoksidanya ternyata menurunkan

aktivitas sitotoksik. Kesimpulan yang sama juga diperoleh dari hasil pengukuran

aktivitas sitotoksik senyawa-senyawa turunan flavanon dan calkon yang diisolasi

dari Cryptocarya costata menggunakan sel tumor yang sama (Usman, 2006).

119

Page 49: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

Pada sifat sitotoksik dari golongan calkon, tiga turunan calkon yang diuji pada

penelitian ini semuanya memiliki substituen prenil tetapi berbeda pola oksigenasi

di cincin B. Terdapat hal menarik untuk dibandingkan yaitu sifat sitotoksik antara

gemicalkon A (4) dan gemicalkon B (5). Kedua senyawa tersebut dibedakan oleh

adanya gugus metoksil (yaitu pada senyawa 4), yang memperlihatkan bahwa

senyawa 4 jauh lebih tidak aktif (IC50 19,0 μg/mL) dibandingkan dengan senyawa

5 (IC50 2,4 μg/mL). Dengan demikian adanya tambahan gugus metoksil pada

senyawa 4 diindikasikan sebagai faktor yang menyebabkan penurunan aktivitas

sitotoksik terhadap sel murine leukemia P-388. Sementara itu, aktivitas sitotoksik

moracalkon A (6) (IC50 6,5 μg/mL) termasuk lemah jika dibandingkan dengan

senyawa 5. Data sitotoksik senyawa 6 ini menunjukkan bahwa adanya gugus

prenil pada C-2’ dan tambahan gugus hidroksil pada C-2 tidak mampu

menjadikan senyawa ini potensial sebagai antitumor.

Selanjutnya, tiga senyawa flavanon yang diujikan pada penelitian ini yaitu

norartokarpanon (7), artokarpanon (8) dan dihidromorin (9) tergolong tidak aktif

sebagai penghambat pertumbuhan sel P-388. Walaupun ketiga senyawa tersebut

tergolong tidak aktif, beberapa laporan menyebutkan senyawa-senyawa turunan

flavanon-dihidroflavonol terprenilasi bersifat sitotoksik terhadap sejumlah sel

tumor tertentu (Yoder dkk., 2007). Dengan memperhatikan bahwa ketiga senyawa

flavanon hasil isolasi (7 – 9) merupakan turunan flavanon tanpa substituen prenil,

maka dalam hal ini dapat dihipotesiskan bahwa prenilasi pada senyawa-senyawa

turunan flavanon dapat menjadi faktor yang sangat penting untuk sifat sitotoksik

kelompok metabolit sekunder ini terhadap sel tumor.

Hasil penentuan sifat sitotoksik yang baik dan signifikan diperlihatkan oleh

sebelas turunan flavon, yaitu satu turunan flavon sederhana (senyawa 10) dan

sembilan turunan flavon terprenilasi (senyawa 11–20). Senyawa flavon sederhana

tersebut, yaitu norartokarpetin (10) yang memiliki empat substituen hidroksil di

C-5, C-7, C-2’ dan C-4’, tergolong memiliki sitotoksisitas tidak aktif (IC50 7,3

μg/mL). Penambahan substituen prenil di C-6 (cincin A), yaitu pada artokarpesin

(11) dan sikloartokarpesin (12), tidak memperbaiki sifat sitotoksik (IC50 berturut-

120

Page 50: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

turut 6,4 dan 7,2 μg/mL). Namun demikian, adanya tambahan satu gugus prenil di

C-3, seperti pada kudraflavon C (13), meningkatkan sitotoksisitas secara

signifikan (IC50 3,3 μg/mL). Senyawa sejenis dengan senyawa 13, yaitu artokarpin

(14), artonin E (15), dan 12-hidroksiartonin E (16), tergolong memiliki

sitotoksisitas yang tergolong sangat aktif terhadap sel meurine P-388 dengan IC50

berturut-turut 1,9, 0,6 dan 1,5 μg/mL. Pada dua senyawa yang disebut terakhir

(senyawa 15 dan 16), selain posisi salah satu gugus prenil adalah angular di cincin

A, juga memiliki tambahan gugus hidroksil di C-5’. Nomura (1998) mengajukan

hipotesis bahwa, selain adanya substituen prenil di C-3, adanya pola oksigenasi

(gugus hidroksil) di C-2’, C-4’ dan C-5’ pada cincin B merupakan faktor yang

sangat penting untuk sifat sitotoksik turunan flavon. Penurunan sifat sitotoksik

senyawa 16 dari senyawa 15 dapat diduga karena adanya hidroksilasi pada gugus

prenil di C-3. Selanjutnya, modifikasi gugus 3-prenil menjadi cincin pirano,

seperti pada sikloartokarpin (17) (IC50 5,7 μg/mL) dan isosiklomorusin (18) (IC50

4,4 μg/mL), sedikit menurunkan sifat sitotoksik. Akan tetapi, modifikasi gugus 3-

prenil menjadi cincin dihidrobenzo seperti pada artobiloksanton (19), tetap

memberikan sifat sitotoksik yang tergolong sangat aktif (IC50 1,7 μg/mL).

Modifikasi lebih lanjut dari cincin dihidrobenzo menjadi flavon jenis

furanodihidrobenzosanton, yaitu sikloartobiloksanton (20), menurunkan kembali

sitotoksisitas (IC50 3,2 μg/mL). Penurunan sitotoksisitas dari senyawa 19 ke

senyawa 20 tampaknya sejalan dengan hipotesis Nomura (Nomura, dkk., 1998)

tersebut, yaitu berkaitan dengan modifikasi kimia yang melibatkan gugus

hidroksil di C-5’ sehingga gugus tersebut menjadi tidak bebas lagi. Berdasarkan

data sitotoksisitas dari berbagai turunan flavon tersebut, maka dapat disimpulkan

bahwa sitotoksisitas kelompok senyawa ini akan menjadi sangat kuat apabila

terdapat gugus prenil di C-3 dan pola oksigenasi di C-2’, C-4’ dan C-5’ pada

cincin B. Modifikasi-modifikasi kimiawi yang melibatkan kedua faktor tersebut,

yaitu perubahan gugus 3-prenil menjadi cincin pirano atau dihidrobenzosanton

(termasuk juga pada pembentukan furanodihidrobenzosanton) mengakibatkan

menurunnya sifat sitotoksik.

121

Page 51: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

Selain sifat sitotoksik dan antitumor, aktivitas antimalaria dari senyawa turunan

flavonoid baru-baru banyak dilaporkan. Sebagai contoh, dua turunan trimetoksi-

dan tetrametoksiflavon yang diisolasi dari Kaempteria parviflora menunjukkan

sifat antiplasmodium (Plasmodium falciparum) yang cukup signifikan (Yenjai

dkk., 2004). Pada penelitian yang lain, empat turunan flavanon yang diisolasi dari

Sophora flavescens memperlihatkan efek antimalaria yang kuat terhadap P.

falciparum (Kim dkk., 2004). Keempat turunan flavanon tersebut memiliki pola

oksigenasi (gugus hidroksil) yang lazim ditemukan pada senyawa flavanon famili

Moraceae, tetapi selain itu juga memiliki substituen monoterpen lavandulil. Pada

tumbuhan Artocarpus, dua laporan telah muncul berkaitan dengan efek

antimalaria dari turunan flavon terprenilasi (Widyawaruyanti dkk., 2007;

Boonphong dkk., 2007). Penemuan metabolit sekunder yang bersifat antimalaria

pada tumbuhan Artocarpus tersebut sejalan dengan penggunaan masyarakat

terhadap kelompok tumbuhan ini untuk pengobatan demam karena malaria

(Heyne, 1987).

Berdasarkan latar belakang tersebut, sebagian dari senyawa-senyawa flavonoid

yang berhasil diisolasi pada penelitian ini, yaitu yang mewakili masing-masing

jenis kerangka dasar turunan 3-prenilflavon, telah diuji sebagai penghambat

pertumbuhan P. falciparum. Pada kajian ini telah digunakan dua jenis strain P.

falciparum, strain 3D7 dan strain K1. Strain 3D7 adalah strain yang resisten

klorokuin, sedangkan strain K1 merupakan strain yang sensitif klorokuin.

Pengujian antimalaria dilakukan dengan metoda candle jar (Jensen dan Trager,

1977).

122

Page 52: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

0 1

4

15

5 11 12 15 16 17 19 3

Strain K1

Strain 3D7

P-388

10

IC50

(μg⁄

mL

)

Senyawa hasil isolasi

Keterangan : gemicalkon B (5), artokarpesin (11), sikloartokarpesin (12), artonin E (15), 12-hdroksi-artonin E (16), sikloartokarpin (17), artobilosanton (19), artoindonesianin Z-5 (3).

Gambar IV.13 Grafik aktivitas antimalaria dan sitotoksisitas

senyawa hasil isolasi

Hasil pengujian antimalaria dinyatakan pada Tabel III.2 (halaman 71). Sesuai

dengan batasan IC50 yang diusulkan oleh Rasoanaivo dkk, (2004),

memperlihatkan bahwa artonin E (15) memiliki aktivitas antimalaria yang

dikategorikan sangat aktif (IC50 0,1 μg/mL) dalam menghambat pertumbuhan P.

falciparum strain K1, tetapi hanya dikategorikan moderat (IC50 1,3 μg/mL)

terhadap strain 3D7. Sementara itu, flavon terprenilasi sejenis dengan senyawa 15,

yaitu 12-hidroksiartonin E (16) memiliki aktivitas antimalaria yang dikategorikan

aktif (IC50 0,9 μg/mL) terhadap strain K1, tetapi lemah (IC50 14,3 μg/mL) ketika

diujikan terhadap strain 3D7. Kedua senyawa tersebut mewakili kelompok

turunan 3-prenilflavon. Sementara itu, kelompok flavonoid yang lain semuanya

tergolong memiliki aktivitas yang dikategorikan moderat (senyawa 3, 5, 11, 12,

17 dan 19 masing-masing dengan nilai IC50 berturut-turut 2,1; 1,6; 3,6; 1,3; 6,7

dan 2,1 μg/mL), kecuali kelompok favanon-3-ol (yaitu senyawa 9) yang bersifat

123

Page 53: Bab IV Pembahasan - · PDF fileBab IV Pembahasan Pada penelitian ini telah dilakukan kajian keanekaragaman senyawa metabolit sekunder turunan fenol terhadap tiga spesies tumbuhan

tidak aktif terhadap kedua strain P. falciparum tersebut. Dari data IC50 tersebut,

senyawa-senyawa turunan flavon terprenilasi, baik di C-3 ataupun bersama-sama

dengan di C-6 dan/atau C-8, umumnya menunjukkan aktivitas antimalaria yang

tergolong aktif. Kecenderungan ini berbeda dengan hasil pengukuran sifat

antimalaria dari turunan flavanon terprenilasi oleh Khaomek dkk, (2008), dimana

adanya modifikasi terhadap gugus prenil menjadi cincin piran dapat

mengakibatkan kehilangan sifat antimalaria. Namun demikian, flavanon dengan

tiga gugus metoksi pada cincin B, yaitu di C-2’, C-4’ dan C-6’ dari A. champeden

(Widyawaruyanti dkk., 2007) dan turunan biflavanon dari Wikstroemia indica

(Nunome dkk., 2004) merupakan turunan flavonoid yang potensial sebagai

antimalaria.

Berdasarkan data tersebut di atas, maka dapat disarankan hubungan struktur-

aktivitas sebagai berikut. Sejalan dengan aktivitas sitotoksik terhadap sel murine

leukemia P-388, adanya gugus prenil bebas di C-3 pada senyawa flavon juga

berperan sangat penting terhadap aktivitas antimalaria. Sebagaimana pada sifat

sitotoksik, modifikasi gugus 3-prenil pada turunan flavon menjadi berbagai jenis

flavonoid lain, yaitu piranoflavon, dihidrobenzosanton, dan piranodihidro-

benzosanton, tampaknya tidak mengubah sifat antimalaria, walaupun terdapat

kecenderungan adanya aktivitas lebih baik terhadap strain K1 dibandingan

terhadap strain 3D7. Perbandingan data sitotoksik dan antimalaria dari sebagian

senyawa flavonoid yang diisolasi dinyatakan pada Gambar IV.13. Berkaitan

dengan hal ini, perlu mendapat catatan bahwa perubahan kepolaran dari senyawa

15 ke senyawa 16 memberikan penurunan aktivitas antimalaria yang cukup tajam

pada pengujian dengan menggunakan strain 3D7, sedangkan pengujian

menggunakan strain K1 dan pada pengujian sitotoksik terhadap sel murine

leukemia P-388 penurunan aktivitasnya relatif kecil.

124