bab iv hasil penelitian dan pembahasan a. gambaran … · 2017. 2. 9. · bab iv hasil penelitian...
TRANSCRIPT
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Dusun Sumurup
1. Wilayah Administrasi Dusun Sumurup
Dusun Sumurup merupakan Dusun yang berada di Desa Asinan Kecamatan
Bawen Kabupaten Semarang. Dusun Sumurup adalah salah satu Dusun dari 4
Dusun yang ada di Desa Asinan. Tiga Dusun lain yaitu Dusun Krajan, Dusun Ba’an,
Dusun Mengkelang.Luas wilayah Dusun Sumurup adalah 35 Ha yang terdiri dari
lahan sawah 10 Ha dan bukan sawah 25 Ha. Dengan batas-batas wilayah sebagai
berikut:
a. Sebelah Utara : Kebun Kopi PT. Perkebunan Nusantara IX
b. Sebelah Selatan : Danau Rawa Pening
c. Sebelah Barat : Dusun Ba’an
d. Sebelah Timur : Dusun Mengkelang
2. Kondisi Alam dan Potensi Fisik
Kondisi alam wilayah Dusun Sumurup masih tergolong sangat asri, terbukti
masih banyaknya pepohonan disekitar jalan-jalan dusun, halaman rumah penduduk,
di kebun-kebun penduduk dan ditambah adanya perkebunan milik PT. Perkebunan
Nusantara IX. Sepanjang jalan menuju Dusun Sumurup sebelah kiri terbentang
Rawa Pening dan Sawah milik penduduk setempat, dan kiri menuju dusun Sumurup
terbentang area perkebunan kopi milik PT. Perkebunan Nusantara.Adapun
mengenai penjelasan penggunaan tanah Dusun Sumurup adalah sebagai berikut :
42
Tabel 1. Pemanfaatan Tanah Dusun Sumurup
No Pemanfaatan Lahan Luas Tanah (Ha)
1 Sawah 10 Ha
2 Ladang 6 Ha
3 Pemukiman 12 Ha
4 Lain-lain 4 Ha
Total 35 Ha
Sumber Data : Pemerintah Desa Asinan 2015
Sumurup mempunyai tekstur tanah yang subur dan sangat cocok untuk daerah
pertanian, khususnya padi. Namun lahan yang memang dapat untuk menanam padi
hanya 10 Ha karena selebihnya adalah pemukiman dan lahan kering seluas 25 Ha.
Gambar 3: Peta Dusun Sumurup
Sumber Data : Arsip Kepala Dusun Sumurup 2015
3. Struktur Pemerintahan Dusun Sumurup
Kantor Kepala Dusun terletak di Desa Asinan, mengingat secara admisnistratif
wilayah Dusun Sumurup merupakan bagian dari Desa/Kelurahan Asinan maka
43
semua perangkat desa termasuk didalamnya Kepala Dusun berdinas di Kantor
Kelurahan Asinan. Adapun struktur pemerintahan Dusun Sumurup adalah sebagai
berikut:
Tabel 2 : Struktur Pemerintahan Dusun Sumurup 2016
No Nama Jabatan
1 Bpk. Parjiyo Kepala Dusun
2 Bpk. Hariyanto Ketua RW
3 Bpk. Mujiono Ketua RT 11
4 Bpk Tristiyanto Ketua RT 12A
5 Bpk. Maedi Ketua RT 12B
6 Bpk. Prayogo Ketua RT 13
7 Bpk.Slamet Suwandi Ketua RT 14
8 Bpk. Abdul Rosid Ketua RT 15
Sumber Data : Arsip Kepala Dusun Sumurup 2016
Di Dusun Sumurup memiliki 5 RT (Rukun Tetangga), namun pada
kenyataannya dilapangan ada salah satu RT yaitu RT 12 yang dibagi menjadi 2
kepengurusan. Menurut keterangan dari Kepala Dusun jumlah Kepala Keluarga
(KK) yang ada di RT 12 terlalu banyak sehingga akan menyusahkan Ketua RT yang
hanya satu orang mengurus warga dan wilayah yang cukup besar. RT 12 Sempat
akan dipecah menjadi 2 RT namun karena regulasi pembentukan atau pemecahan
RT terlalu sulit maka keputusan itu enggan dilakukan. Maka sebagai alternatif
pilihan dibuatlah satu RT dengan 2 kepengurusan, yaitu dengan membagi RT 12
menjadi 12A (sebelah barat) dan RT 12B (sebelah timur).
4. Kependudukan/Monografi
1) Jumlah Penduduk
44
Secara administrasi Dusun Sumurup masuk dalam lingkup Desa/Kelurahan
Asinan. Kelurahan Asinan mebawahi 5 RW yaitu RW 001, RW 002, RW 003, RW
004, dan RW 005. Dan setiap RW membawahi pembagian jumlah RT yang berbeda
tengantung luas wilayah. Dusun Sumurup sendiri masuk dalam lingkup RW 004
dan membawahi 5 RT yaitu RT 011, RT 012, RT 013, RT 014, dan RT 015.
Jumlah penduduk Dusun Sumurup berdasarkan perkembangan Dusun
Sumurup tahun 2015 berjumlah 402 kepala keluarga(KK) adalah 1192 jiwa. Terdiri
dari kelompok balita hingga lansia, dengan jumlah 602 orang laki-laki dan 590
orang perempuan. Jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari
pada perempuan. Data selengkapnya adalah sebagai berikut:
Tabel 3 : Jumlah Penduduk Dusun Sumurup
NO Jenis Kelamin Jumlah (jiwa)
1. Laki-laki 602
2. Perempuan 590
Jumlah Total 1192
Sumber Data : Data Monografi Kelurahan Asinan Tahun 2015
2) Pendidikan
Dari segi pendidikan penduduk Dusun Sumurup kebanyakan hanya tamatan
SD, SLTP, dan SLTA. Namun seiring perkembangan zaman, maka berkembang
pula pengetahuan manusia, saat ini sudah banyak warganya sebagai lulusan
perguruan tinggi maupun masih berstatus sebagai mahasiswa. Fasilitas pendidikan
di Dusun Sumurup saat ini hanya memiliki 1 Sekolah dasar yaitu sebagai berikut:
45
Tabel 4 : Sarana Pendidikan di Dusun Sumurup
Nama SD NEGERI ASINAN 02
NPSN 20320803
Alamat Dusun Sumurup Rt : 11 Rw : 04
Kode Pos 50661
Desa/Kelurahan Asinan
Kecamata/Kota Bawen
Kab/Kota Semarang
Provinsi Jawa Tengah
Status Sekolah Negeri
Waktu
Penyelenggaraan
Pagi
Jenjang Pendidikan SD
Sumber Data : Data Referensi Kementrian Pendidikan & Kebudayaan 2014
Dari sarana pendidikan yang ada di dusun dirasa kurang karena hanya ada 1
sekolah dasar di dusun tersebut tidak ada sarana pendidikan seperti PAUD
(Pendidikan Anak Usia Dini) dan TK (Taman Kanak-kanak) membuat para orang
tua menyekolahkan anaknya di luar wilayah Dusun Sumurup. Kemudian untuk
pendidikan tingkat menengah akses menuju sekolah menengah pertama ataupun
sekolah menengah akhir cukup jauh dari Dusun Sumurup. Mengingat memang luas
wilayah Dusun Sumurup tidak terlalu besar maka wajar saja jika Dusun ini hanya
memiliki 1 Sekolah Dasar. Data dari Kantor Kelurahan Asinan menunjukan lebih
banyak masyarakat yang hanya lulusan SD. Namun demikian tingkat pendidikan
masyarakat sudah mulai bertumbuh sehingga jumlah lulusan sekolah menengah
sudah cukup banyak. Namun masih sangat sedikit masyarakat yang tingkat
pendidikannya sampai sarjana (S1). Hal tersebut terlihat dari tabel dibawah ini:
46
Tabel 5 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan
NO Pendidikan Jumlah
1. Tidak/Belum Sekolah 159
2. Belum Tamat SD/Sederajat 58
3. SD/Sederajat 379
4. SLTP/Sederajat 268
5. SLTA/Sederajad 291
6. Diploma I/II 1
7. Diploma III 10
8. Diploma IV/Strata I 25
9. Strata II 1
10. Strata III _
Jumlah Total 1192
Sumber Dari : Data Monografi Kelurahan Asinan 2015
3) Agama
Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor kelurahan Asinan, Kecamatan
Bawen, diketahui bahwa sebagian besar penduduk Dusun Sumurup memeluk
agama Islam. Dusun Sumurup memiliki beberapa mushola dan masjid yang terdiri
dari 1 masjid dan 2 mushola. Agama Islam merupakan agama yang paling banyak
pemeluknya di Dusun Sumurup. Tidak ada tempat ibadah untuk pemeluk agama
Kristen dan Khatolik, bukan karena tidak boleh dibangun melainkan karena jumlah
pemeluk agama Kristen dan Khatolik di dusun ini hanya sedikit seperti yang terlihat
pada tabel dibawah. Karena tidak ada tempat ibadah bagi pemeluk agam Kristen
dan Katholik jadi warga masyarakat yang beragama Kristen dan Khatolik mereka
melakukan peribadatannya di gereja-gereja yang ada di kecamatan Ambarawa.
Tabel 6 : Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
47
No Agama Jumlah (Jiwa)
1. Islam 1128
2. Kristen 10
3. Khatolik 54
Jumlah Total 1192
Sumber Dari : Data Monografi Kelurahan Sumurup Tahun 2015
4) Kondisi Perekonomian
Untuk mengetahui kemajuan atau tingkat kesejahteraan suatu daerah bisa
dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat (Tabel 5) dan kondisi perekonomian
masyarakat dilihat dari jenis pekerjaan dan jumlah warga yang bekerja bisa dilihat
di tabel berikut ini:
Tabel 7 : Jenis pekerjaan Masyarakat Dusun Sumurup
NO JENIS PEKERJAAN JUMLAH (JIWA)
1 Wiraswasta 216 Jiwa
2 Karyawan Swasta 274 Jiwa
3 Buruh Harian Lepas 28 Jiwa
4 Petani 63 Jiwa
5 TNI 8 Jiwa
6 Pedagang 26 Jiwa
7 Nelayan 111 Jiwa
8 Guru 4 Jiwa
9 Kepolisian 3 Jiwa
10 PNS 12 Jiwa
11 Buruh Perkebunan 15 Jiwa
12 Perangkat Desa 4 Jiwa
13 Lain-lain 425 Jiwa
Jumlah Total 1192 Jiwa
Sumber : Data dari Kantor Pemerintah Desa 2016
48
Dilihat dari data jenis pekerjaan di Dusun Sumurup paling banyak masyarakat
bekerja sebagai karyawan swasta. Masyarakat lebih memilih bekerja sebagai
karyawan swasta daripada petani karena menganggap pekerjaan sebagai petani saat
ini tidak dapat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Maka banyak
warga masyarakat yang lebih memilh menjadi karyawan swasta dan nelayan untuk
menjadi pekerjaan.Potensi selain yang cukup menjanjikan di Dusun Sumurup
adalah potensi perairan yang dapat diandalkan penduduk sekitar untuk mata
pencaharian. Seperti misalnya menjadi nelayan penjaring ikan, menyewakan
perahu untuk para pemancing, membuat jaring apung untuk pembesaran ikan, serta
membuat warung-warung apung yang menyediakan keperluan memancing dan
tentunya menyediakan sajian atau makanan dari hasil nelayan setempat.
Potensi lain dari Dusun Sumurup yaitu dengan adanya tempat wisata baru yaitu
Jembatan Biru. Meskipun belum diresmikan oleh pemerintah Kabupaten Semarang
namun pengunjung yang berwisata sudah cukup banyak. Jembatan Biru yang
membentang melintasi Rawa Pening dan menghubungkan antara Dusun Sumurup
dengan Dusun Cikal yang berada sebelah Selatan Rawa Pening. Jembatan ini
dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Semarang. Awal mula dibangunnya
jembatan biru adalah dengan maksud untuk mempermudah membersihakan dan
menganggkut enceng gondok yang notabene sangat mengganggu ekosistem
perairan khusunya di Danau Rawapening.
49
Gambar 4: Jembatan Biru (Sumurup-Cikal)
Karena keunikan jembatan ini yang membentang seakan membelah danau
kemudian banyak orang berkunjung karena penasaran, akhirnya lama kelamaan
semakin banyak orang yang berkunjung maka jadilah tempat berwisata yang sangat
murah karena sampai saat ini tidak dipungut biaya masuk dan menikmati keindahan
rawa serta pemandangan gunung-gunung dari tengah Danau. Ketika awal dibangun
jembatan ini sebenarnya diberi nama Jembatan Suci karena jembatan ini nantinya
akan menghubungkan Dusun Sumurup dengan Dusun Cikal. Namun saat ini lebih
terkenal dengan nama Jembatan Biru, mungkin karena warna cat dari jembatan ini
adalah warna biru jadi orang lebih mudah mengingatnya dengan nama Jembatan
Biru. Dengan adanya destinasi wisata baru tersebut semakin menunjang
perekonomian penduduk sekitar Danau Rawapening, khususnya Dusun Sumurup.
50
Gambar 5: Agrowisata Kampoeng Kopi Banaran
Wisata lain yang dapat terletak dekat sekali dengan Dusun Sumurup adalah
Agrowisata Kampoeng Kopi Banaran yg dikelola oleh PT. Perkebunan Nusantara
IX (Persero), yang terletak di Areal Perkebunan Kopi Kebun Getas Afdeling Asinan
tepatnya Jl. Raya Semarang – Solo Km. 35. Lokasinya persis di tepi jalan Semarang
– Salatiga atau sekitar 1 kilometer dari Terminal Bawen. Kampoeng Kopi Banaran
(sebelumnya dikenal dengan nama “Banaran Coffee”) adalah sebuah Coffee Shop
untuk menikmati sedapnya kopi asli yang diproduksi sendiri oleh PT. Perkebunan
Nusantara IX.Di Kampoeng Kopi Banaran pengunjung bisa berkeliling perkebunan
kopi dengan menaiki kereta wisata.Wahana lain yang ditawarkan adalah flying fox,
kolam bola, melihat taman kupu-kupu, hingga ATV.
B. Sejarah Dusun Sumurup
Sejarah atau asal-usul dari namaDusun Sumurup tidak lepas dari legenda
terbentuknya Danau Rawapening. Maka untuk dapat memahami alur cerita tentang
nama Dusun Sumurup harus terlebih dahulu diceritakan tentang sejarah terjadinya
Danau Rawapening.
51
Menurut cerita rakyat yang turun-temurun diwariskan, pada suatu hari ada
seorang gadis cantik yang berna Dewi Ari Wulan. Dia tinggal di sebuah desa kecil
yang bernama desa Aran. Desa tersebut terletak di bawah puncak Gunung
Ngungkrungan (daerah Candi Gedong Songo).
Jauh dibawah dari desa itu terdapat sebuah padepokan besar dan termasyur yang
berada di Desa Ngasem. Padepokan tersebut diasuh oleh Ki Hajar Salokantoro.
Murid-muridnya banyak sekali mulai dari yang muda sampai yang tua, pria maupun
wanita. Pada suatu hari di Desa Aran ada seorang warga yang mempunyai hajat
mantu. Dewi Ari Wulan ikut rewang (membantu di hajatan tersebut). Ketika Dewi
Ari Wulan melaksanakan tugasnya yang dibantu teman-teman sebayanya, ternyata
pisau yang digunakan untuk meracik-racik habis. Kemudian Dewi Ari Wulan
memutuskan untuk pergi ke padepokan Ngasem untuk meminjam pisau kepada Ki
Hajar Salokantoro. Kedatangan Dewi Ari Wulan untuk meminjam pisau
mengejutkan Ki Hajar Salokantoro. Tetapi dengan mempertimbangkan keadaan
yang mendesak ini akhirnya Ki Hajar Salokantoro meminjamkan pisau pusakanya
dan berpesan “ pisau ini adalah pisau pusaka yang jarang aku gunakan maka
berhati-hatilah, jangan sampai pisau ini kamu letakan di pangkuanmu. Dewi Ari
Wulan mengangguk-angguk dan berterimakasih sekaligus berpamitan untuk
kembali ke tempat hajatan. Karena kesibukannya Dewi Ari Wulan melalaikan
pesan dari Ki Hajar Salokantoro. Ketika melanjutkan pekerjaannya sambil duduk
diatas lincak Dewi Ari Wulan tidak sengaja meletakan pisau itu diatas pangkuannya
dan saat itu juga tiba-tiba pisau itu hilang. Dewi kemudian memutuskan untuk
menemui Ki Hajar Salokantoro dan berucap “ampun Ki, saya mohon ampun telah
52
berbuat salah ia menjelaskan bahwa pisau yang dipinjam tidak sengaja diletakkan
dipangkuan tiba-tiba menghilang entah kemana.
Gambar 6: Dewi Ari Wulan Menenmui Ki Hajar Salokantoro
Mendengar hal itu Ki Hajar Ssalokantoro hatinya bergejolak sangat dahsyat,
ingin rasanya menghancurkan semua yang ada. Namun setelah menarik nafas
panjang hatinya bisa terkendali. Kemudian Ki Hajar salokantoro menjelaskan
bahwa pisau pusaka itu sebenarnya tidak hilang melainkan masuk kedalam perut
Dewi Ari Wulan dan nantinya Dewi ari Wulan akan hamil. Ki Hajar Ssalokantoro
memutuskan untuk bertapa di Gunung Sleker dan memohon ampunan serta
mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Sebelum berpamitan dan pergi Ki Hajar
Salokantoro memberikan dua pusaka yang berupa “Klintingan” dan “Sumping”.
Setelah itu Dewi ari Wulan Memutuskan untuk meninggalkan padepokan dan
kembali ke desanya. Sesampainya di desa Dewi Ari Wulan jarang keluar rumah.
Namun ketika Dewi Ari Wulan berniat mengambil air disebuah mata air ada
tetangga yang mengetahui bahwa Dewi sedang hamil tua dan tidak jelas siapa
53
suaminya. Seluruh masyarakat desa Aran akhirnya ricuh dan mecaci-maki Dewi
Ari Wulan denga hinaan dan cemoohan. Akhirnya Dewi Ari Wulan memutuskan
untuk meninggalkan desanya menuju ke alas Gung Liwung (hutan rimba) dan lama-
kelamaan banyak pendatang dan akhirnya daerah tersebut menjadi pedesaan. Hari
demi hari dilewati tibalah saatnya Dewi Ari Wulan melahirkan, akhirnya anak yang
dikandung Dewi Ari Wulan lahir, ketika bayi itu lahir bukannya ia berwujud bayi
manusia, tetapi seeokor Naga. Namun Naga itu dapat berbicara layaknya manusia.
Anak itupun diberi nama Baru Klinting karena benda pemberian Ki Hajar
Salokantoto ayahnya yang berupa klintingan.
Di usia remaja Baru Klinting bertanya kepada ibunya. Bu, “Apakah saya ini
juga mempunyai Ayah?, siapa ayah sebenarnya”. Ibu menjawab, “Ayahmu seorang
raja yang saat ini sedang bertapa di gua lereng gunung Sleker. Kamu sudah
waktunya mencari dan menemui ayahmu. Saya ijinkan kamu ke sana dan bawalah
klintingan ini sebagai bukti peninggalan ayahmu dulu. Dengan senang hati Baru
Klinting berangkat ke pertapaan Ki Hajar Salokantara sang ayahnya.
Sampai di pertapaan Baru Klinting masuk ke gua dengan hormat, di depan Ki
Hajar dan bertanya, “Apakah benar ini tempat pertapaan Ki Hajar Salokantara?”
Kemudian Ki Hajar menjawab, “Ya, benar”, saya Ki Hajar Salokantara. Dengan
sembah sujud di hadapan Ki Hajar, Baru Klinting mengatakan berarti Ki Hajar
adalah orang tuaku yang sudah lama aku cari-cari, aku anak dari Dewi Ari Wulan
dari desa Aran dibawah gunung ngrungkungan (gunung ungaran) dan ini Klintingan
yang konon kata ibu peninggalan Ki Hajar. Ya benar, dengan bukti Klintingan itu
kata Ki Hajar. Namun aku perlu bukti satu lagi kalau memang kamu anakku coba
54
kamu melingkari gunung Sleker ini, kalau bisa, kamu benar-benar anakku. Dengan
sekuat tenaga Baru Klinting menggerak-gerakan tubuhnya agar bisa menyambung
antara kepala dan ekornya. Namun karena kurang dan tidak cukup Baru Klinting
menjulurkan lidahnya untuk menyambung kekurangan agar bisa menyatu. Ketika
Ki Hajar Salokantoro mengetahui hal itu ia langsung mendekat dan memotong lidah
Baru Klinting. Baru Klinting merintih kesakitan. Ki Hajar Salokantoro kembali
berbicara kepada Baru Klinting karena Baru Klinting melakukan kecurangan
dengan menjulurkan lidah maka dari itu pertapaannya belum sempurna dan masih
harus melakukan pertapaan yang kedua kalinya. Baru Klinting diharuskan
melakukan Tapa Brata selama 1 windu di daerah gunung Merbabu dekat pertapaan
Sleker. Pada suatu hari di sebuah Kademangan Puser Wening akan mengadakan
adat-istiadat budaya yang dinamakan Merti Desa (Bersih Desa). Ki Demang
membagikan tugas demi kelancaran pelaksanaan acar ini. Untuk para remaja putra
ditugaskan untuk Bedag Pikat (berburu) di hutan pegunungan dan harus
mendapatkan binatang buruan.
Gambar 7: Masyarakat Sedang Berburu
55
Setelah beberapa hutan dimasuki namun tidak mendapatkan seekor hewan pun.
Akhirnya mereka kelelahan dan beristirahat serta membersihkan semak belukar di
tempat mereka beristirahat tidak sengaja parang mengenai batang pohon besar dan
manancap dan keluar darah yang berwarna merah dan berbau amis. Ternyata yang
dikira pohon itu ternyata adalah tubuh seekor ular besar dan panjang yang tidak lain
adalah tubuh Baru Klinting yang sedang bertapa selama satu windu di pegunungan
Sleker.
Gambar 8 : Masyarakat Sedang Memotong Tubuh Baru Klinting
Dengan wajah gembira karena sudah mendapatkan hewan buruan mereka
langsung memotong-motong tubuh ular Naga itu. Hanya tinggal kepalanya saja
yang tidak dipotong-potong. Kemudian sukma Naga keluar dari kepala yang
langsung menjelma menjadi manusia utuh. Akhirnya mereka pulang dan membawa
hasil buruan ke pendopo untuk acara Merti Desa.
56
Gambar 9 : Warga Kampung Mengusir Baru Klinting
Pada keesokan harinya dalam acara pesta itu datanglah seorang anak jelmaan
Baru Klinting ikut dalam keramaian itu dan ingin menikmati hidangan. Dengan
sikap acuh dan sinis mereka mengusir anak itu dari pesta dengan paksa karena
dianggap pengemis yang menjijikkan dan memalukan. Dengan sabar dan ikhlas
pemuda itu pergi meninggalkan pesta. Ia bertemu dengan seorang nenek janda tua
yang baik hati. Diajaknya mampir ke rumahnya. Janda tua itu memperlakukan anak
seperti tamu dihormati dan disiapkan hidangan. Di rumah janda tua, anak berpesan,
Nek, “Kalau terdengar suara gemuruh nenek harus masuk ke lesung dan pakailah
centong ini, agar selamat!”. Nenek menuruti saran anak itu.
57
Gambar 10 : Baru Klinting dan Nenek Tua
Sesaat kemudian anak itu kembali ke pesta mencoba ikut dan meminta
hidangan dalam pesta yang diadakan oleh penduduk desa. Namun warga tetap tidak
menerima anak itu, bahkan ditendang agar pergi dari tempat pesta itu. Dengan
kemarahan hati anak itu mengadakan sayembara. Ia menancapkan lidi (Sodo
Lanang) ke tanah, siapa penduduk desa ini yang bisa mencabutnya berarti kalian
termasuk manusia hebat, perkasa dan sakti mandraguna.. Tak satu pun warga desa
yang mampu mencabut lidi itu.
Gambar 11 : Sayembara Mencabut Lidi
Akhirnya anak itu sendiri yang mencabutnya, ternyata lubang tancapan tadi
muncul mata air yang deras makin membesar dan menggenangi desa itu, penduduk
semua tenggelam, kecuali Janda Tua yang masuk lesung dan mengunakan centong
sebagai dayung dapat selamat.
58
Gambar 12 : Seluruh Kampung Tenggelam
Akhirnya wilayah kademangan dan perkampungan hanyut tenggelam.
Selanjutnya gumpalan tanah yang melekat pada lidi (Sodo Lanang) dikibaskan ke
arah utara dan jatuh di padang illang kemudian berubah menjadi gunung yang
disebut Gunung Kendali Sodo ( yang berasal dari kata kendaleng sodo) terletak di
sebelah barat kecamatan Bawen, dan percikan tanan tadi juga jatuh dan menjadi
Gumuk Sukorini (tempat wisata Bukit Cinta). Akhirnya perkampungan yang
tergelam tersebut diberi nama “RAWA PENING” yang berasal dari bahasa Jawa
RO yang artinya Raga, WO yang artinya Nyawa, PEN artinya Mengkhusyukkan,
dan NING artinya Mengheningkan atau Menjernihkan. Itulah sedikit asal mula
nama Rawa Pening.
Selanjutnya seorang nenek yang sudah mendapatkan pesan dari Baru Klinting
ketika mendengar suara gemuruh dan menggelegar harus segera masuk ke lesung
dan menggunakan centong sebagai alat dayung, airpun menggelegar semakin lama
semakn tinggi dan deras. Lesung pun dapat mengapung dan menuju ke utara.
Ketika sampai di daratan sebelah utara tiba-tiba muncul luapan air dari Rawa
59
Pening dan masuk ke perut bumi dalam bahasa Jawa di katakan atau disebut
Sumuruping banyu selanjutnya menjadi Dusun Sumurup. Demikian sedikit
penjelasan mengenai sejarah dari asal mula nama Dusun Sumurup.
Setiap manusia merupakan pewaris kebudayaan. Manusia lahir tanpa membawa
kebudayaan, namun tumbuh dan berkembang menjadi dewasa di dalam lingkungan
budaya tertentu dimana ia dilahirkan. Perkembangan manusia dibentuk oleh
kebudayaan yang ada di lingkungannya. Memang dalam bata-batas tertentu
manusia membentuk dan mengubah kebudayaannya, namun pada dasarnya
manusia lahir dan besar sebagai penerima kebudayaan dari pendahulunya.
Sama halnya yang terjadi di masyarakat Dusun Sumurup, mereka memperoleh
warisan dari nenek moyang mereka. Hasil kebudayaan yang diwariskan nenek
moyang mereka yaitu salah satunya berupa tardisi. Tardisi ritual yang selama ini
masih dilestarikan adalah upacara tradisi Merti Dusun.
Upacara tradisi Merti Dusun sebenarnya adalah salah satu bentuk ritual dari
slametan. Masyarakat Dusun Sumurup tidak dapat menceritakan sejak kapan dan
siapa yang membawa tradisi ini. Mereka hanya bisa menjelaskan bahwa tradisi
Merti Dusun inisudah dilaksanakan sejak nenek moyang mereka dahulu, kini
mereka hanya meneruskan tradisi yang sudah ada dari nenek moyang terdahulu.
Tradisi Merti Dusun tidak bisa lepas dari mitos yang berkembang dimasyarakat.
Sebagian masyarakat Dusun Sumurup mempercayai jika tradisi Merti Dusun tidak
dilaksanakan maka akan terjadi bencana atupun malapetaka yang menimpa dusun
mereka. Hal ini memang belum terbukti dan harapan masyarakat jangan sampai
60
terjadi hal-hal yang tidak dinginkan tersebut. Karena ketakutan akan terjadinya
bencana dan malapetaka maka tradisi Merti Dusun dari jaman nenek moyang
hingga sekarang masih tetap dilakukan secara rutin.
Pada pelaksanaan tradisi Merti Dusun unsur-unsur islami sangat kentara
didalamnya. Seperti doa-doa yang digunakan adalah doa secara islami, meski
demikian namun tetap menggunakan doa-doa kejawen atau amalan-amalan dalam
bahasa jawa. Unsur islam yang masuk tidak lain karena mayoritas warga
masyarakat Dusun Sumurup adalah pemeluk agama Islam.
Upacara tradisional Merti Dusun adalah warisan budaya leluhur yang
diwariskan dari generasi ke generasi dan memiliki tujuandan maksud-maksud
tertentu. Tujuan yang dimaksud adalah antara lain untuk mengungkapkan rasa
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan keselamatan,
kesejahteraan, dan ketentaraman dalam masyarakat, serta menjadi doa supaya
kedepannya kehidupan masyrakat Dusun Sumurup tetap tentram dan senantiasa
dilimpahi rezeki dari hasil sawah dan perikanan mereka.
1. Pelaksaan Tradisi Merti Dusun
1) Persiapan Pelaksanaan Merti Dusun
Sebelum hari pelaksanaan upacara lebih dulu dilakukan persiapan-persiapan.
Persiapan pertama adalah pembentukan panitia Merti Dusun. Panitia dibentuk demi
kesuksesan atau kelancaran kegiatan upacara tradisi Merti Dusun di Dusun
Sumurup. Sebuah kesuksesan acara tentu saja tidak lepas dari kegiatan perencanaan
61
yang matang dari semua anggota masyarakat yang terlibat serta semua kelengkapan
penunjang. Seperti dukungan dana, waktu, tenaga, dan sebagainya. Panitia
Kegiatan Merti Dusun di Dusun Sumurup dipilih secara bergiliran menurut RT.
Pada Merti Dusun yang diselenggarakan pada tahun 2015 yang menjadi panitia
adalah RT 11. Untuk tahun 2016 kepanitiaan dipegang oleh RT 12. Dengan susunan
kepanitiaan sebagai berikut:
Tabel 8: Susunan Panitia Merti Dusun Sumurup 2016
Penanggung Jawab Yoyok Mustofa
Ketua Drs. Damroni
Sekertaris Handoko
Bendahara Gimanto
Seksi Perlengkapan Hasim-Giyarno
Seksi Keamanan Isran (LINMAS)
Seksi Konsumsi Ibu Siti Amani, dkk
Seksi Sinoman Ngatemin, dkk
Seksi Usaha Dana Ketua RT 11-15
Seksi Usaha Dana Luar Hariyanto & Rinto
Sumber Data : Proposal Merti Dusun Sumurup 2016
Didalam acara perayaan tradisi Merti Dusun setiap tahunnya selalu
menyelenggarakan pergelaran Wayang Kulit. Yang tentunya membutuhkan biaya
yang tidak sedikit untuk mengundang seorang dalang serta pemain karawitan dalam
sekali pementasan wayang kulit. Dibawah ni adalah rencana anggaran biaya
penyelenggaraan Merti Dusun termasuk biaya konsumsi dan sebagainnya.
62
Tabel 9 : Rencana Anggaran Biaya (RAB)
NO NAMA SATUAN JUMLAH
1 Wayang Kulit 1 Paket Rp. 14.000.000
2 Konsumsi dan Selamatan 1 Paket Rp. 5.500.000
3 Lain-lain _ Rp. 2.500.000
JUMLAH Rp. 22.000.000
Sumber Data : Proposal Merti Dusun Sumurup 2016
Dana yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan Merti Dusun dihimpun dari
iuran warga Dusun Sumurup per kepala keluarga. Besarannya tidak menentu
masing-masing kepala keluarga, menurut penuturan Kepala Dusun besaran iuran
dihitung berdasarkan tingkat ekonomi masing-masing kepala keluarga.
Tabel 10: Rekapitulasi Dana Masuk
Sumber Data : Laporan Pertanggungjawaban Merti Dusun Sumurup 2016
Jumlah dana yang terkumpul dari iuran ditambah donatur dan hasil
penjualan beras adalah Rp. 26.309.000,. kemudian realisasinya menghabiskan dana
Rp. 23.325.500,. dengan rincian sebagai berikut :
NO KETERANGAN DANA MASUK
1 DANA RT 11 Rp. 3.050.000
2 DANA RT 12A Rp. 2.447.000
3 DANA RT 12B Rp. 2.390.000
4 DANA RT 13 Rp. 3.948.000
5 DANA RT 14 Rp. 3.124.000
6 DANA RT 15 Rp. 4.240.000
7 DANA DONATUR LUAR Rp. 6.570.000
8 DANA BERAS Rp. 540.000
TOTAL RP. 26.309.000
63
Tabel 11 : Rincian Dana Realisasi Merti Dusun 2016
No Keterangan Jumlah
1 Biaya Wayang Rp. 14.000.000
2 Biaya Konsumsi Rp. 5.500.000
3 Biaya Lain-lain Rp. 3.825.500
Total Rp. 23.325.500
Sumber Data : Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Merti Dusun 2016
Dari jumlah dana masuk sebesar Rp. 26.309.000 dikurangi jumlah dana realisasi
sebesar Rp. 23.325.500 maka sisa anggaran yang terkumpul adalah Rp. 2.983.000,.
Sisa anggaran tersebut akan masuk dalam khas dusun yang nantinya akan menjadi
anggaran tambahan dalam pelaksanaan tradisi Merti Dusun tahun berikutnya.
2) Pelaksanaan Tradisi Merti Dusun
Upacara Tradisi Merti Dusun di Dusun Sumurup dilaksanakan pada tanggal 7
maret 2016, tepatnya pada hari Senin legi jumadil awal dalam penanggalan jawa.
Tahapam prosesi upacara tradisi Merti Dusun di Dusun Sumurup diawali dengan
ritual Tawu Kali pada hari Jumat 4 Maret 2016, dua hari sebelum upacara tradisi
Merti Dusun dilaksanakan.
a. Tawu Kali
Tawu Kali merupakan ritual membersihkan atau menguras sumber mata air
alami yang ada di Dusun Sumurup. Ada tiga mata air atau sendang yang berada di
dusun ini yaitu Kali Miri, Kali Blimbing, dan Kali Gempol. Ritual membersihakan
64
sumber mata air ini diikuti oleh masyarakat sekitar secara gotong-royong dan
bersama-sama membersihkan sendang yang masih sering dimanfaatkan warga
sekitar untuk keperluan sehari-hari. Selain membersihkan sumber air, warga dusun
juga membersihkan jalan desa. Ritual Tawu Kali diakhiri dengan slametan dan doa
bersama didekat sumber mata air untuk meminta keselamatan kepada yang Maha
Kuasa. Doa bersama dipimpin oleh seorang tokoh adat Dusun Sumurup. Seusai
berdoa semua masyarakat yang mengikuti tawu kali dipersilahkan menyantap
jajanan pasar atau makanan yang sudah diberi doa oleh tokoh adat/moden.
Gambar 13 : Kali Miri
65
Gambar 14 : Kali Blimbing
Gambar 15 : Kali Gempol
Menguras atau mebersihkan mata air dilakukan di 3 sumber mata air yang
dianggap suci oleh masyarakat setempat, suci dalam artian jernih airnya. Mata air
ini lah yang menjadi sumber penghidupan masyarakat dan sering digunakan oleh
masyarakat untuk keperluan sehari-hari. Pada saat musim kemarau panjang warga
66
Dusun Sumurup biasanya menggunakan sumber mata air tersebut karena pada
musim kemarau mereka sulit mendapatkan air bersih.
Tawu kali memiliki makna manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan harus
senatiasa menjaga alam. Tuhan telah menyediakan sumber kehidupan berupa mata
air yang senantiasa bermanfaat bagi kehidupan manusia. Tumbuhan membutuhkan
air untuk bisa tumbuh, binatang membutuhkan air, manusia juga membutuhkan air
untuk kehidupan. Betapa pentingnya air bagi kehidupan di bumi maka dari itu perlu
dijaga kelestariannya. (Wawancara dengan Moden Bapak Slamet Riyanto tanggal
4 Juli 2016)
Gambar 16 : Syukuran/ Doa Bersama di Dekat Sumber Mata Air
Hidangan yang digunakan dalam ritual slametan saat Tawu Kali adalah
Ingkung, maknanya adalah sebagai jembatan pembuka lembaran baru sekaligus
sebagai simbol permohonan dan penutup doa. Ingkung berasal dari ayam jago yang
masih muda. Ayam jago yang masih muda melambangkan bibit kehidupan dan
67
kelangsungan hidup serta simbol kekuatan, maka dari itu dipilihlah yang masih
muda. Kluban terdiri dari sayur-sayuran, memiliki makna harapan agar Dusun
Sumurup diberi kesuburan dalam arti lancar rezeki dan warga Dusun Sumurup
selalu diberi kesehatan. Roti, memiliki makna mengumpulkan warga supaya
bersatu. Gablok terbuat dari beras, memiliki makna menyambung hidup. Telur,
memiliki makna kerukunan antar warga, sama rata tidak ada perbedaan antar warga.
Jajan pasar, terdiri dari berbagai macam makanan tardisional seperti gethuk, tiwul,
tape, jadah, jenang, wajik, lapis, cetil, sawot, apem, cucur, pasung, kacang rebus,
serta buah pisang, jambu, salak. Semuanya memliki makna untuk menyatukan
warga yang beraneka ragam tingkah lakunya.
b. Pengajian/Tahlilan
Pada hari minggu malam tanggal 6 Maret 2016 diadakan Pengajian atau
Tahlilan.Pengajian dihadiri oleh berbagai lapisan masyarakat tidak terkecuali
masyarakat yang beragama Kristen dan Katolik walaupun hanya sebagai pendengar
saja. Sebelum acara pengajian dalam rangka slametan dusun dimulai terlebih
dahulu diisi dengan sambutan-sambutan dari Kepala Dusun serta Ketua Panitia
yaitu Bapak Parjiyo dan Bapak Damroni. Pengajian dihadiri kurang lebih 300
warga masyarakat dan tamu undangan. Tamu undangan yang hadir diantaranya
adalah Kepala Desa Asinan Bapak LiLik dan Kepala Dusun Sumurup Bapak
Parjiyo.
68
Gambar 17 : Tahlilan/Pengajian Pada Merti Dusun Sumurup 2016
Selanjutnya acara doa dan tahlil dipimpinoleh KH. Abdul Rohim dari
Semarang. Dalam pengajian tersebut KH. Abdul Rohim menyampaikan manusia
harus ingat kematian ibarat pangkat dan derajat hanya sampiran (tempelan), bondo
titipan (harta hanya titipan), nyowo gaduhan (nyawa hanya sementara). Manusia
hidup didunia pasti mempunyai dosa, sebelum kematian datang harus cepat tobat
agar selamat di akherat. Senantiasalah bersyukur atas nikmat Allah SWT dan
syukur kita masih bisa mengikuti pengajian pada malam hari tersebut.Doa-doa yang
digunakan diantaranya:
1. Surat Luqman ayat 12
آدقل اني ينيانآ اركانيا يشيآد رنايآدنل
ار انسفن نافن رنآسدنليال
Artinya : Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman,
yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada
69
Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa
yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
2. Surat Ibrahim Ayat 7
رشرنلآإ شنيآد دلندمآ م ما نل اشنآسد يرشر
Artinya : Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih
c. Kendurenan
Berbeda dengan tujuan Tawu Kali yang tujuannya adalah membersihkan
sumber mata air yang sering dimanfaatkan warga Dusun Sumurup. Kenduri
bertujuan untuk membersihkan keburukan manusia dalam hal ini warga Dusun
Sumurup. Kenduren dirumah Kepala Dusun yaitu Bapak Yoyok Mustofa pada hari
Senin 7 Maret 2016 pada jam 05.30 wib. Kenduren atau doa bersama dihadiri oleh
warga sekitar rumah dan perwakilan masing-masing RT dan dipimpin oleh tokoh
adat warga yang hadir membawa beras untuk disumbangkan secara sukarela yang
jumlahnya tidak ditentukan. Beras yang terkumpul nantinnya akan dijual dan hasil
dari penjualan akan menjadi dana tambahan dalam anggaran pelaksanaan upacara
tradisi Merti Dusun. Dalam acara kenduren yang disajikan sama dengan yang
disajikan dalam ritual Tawu Kali, berupa nasi lengkap beserta lauknya dan jajanan
pasar yang kemudian nantinya dibagikan kepada semua yang hadir untuk disantap
70
bersama-sama ditempat acara kenduri tersebut. Makna dari macam-macam
makanan yang disajikan sama denga Tawu Kali, yang membedakan ritual Tawu
Kali dan Kenduri hanya tujuannya saja.
Gambar 18 : Nasi dan Lauk-pauk dalam ritual Kenduren
Kenduri adalah mekanisme sosial untuk merawat keutuhan, dengan cara
memulihkan keretakan, dan meneguhkan kembali cita-cita bersama, sekaligus
menjadi kontrol sosial atas penyimpangan dari cita-cita bersama tadi. Kenduri
sebagai suatu institusi sosial menampung dan merepresentasikan banyak
kepentingan. Setiap “kita”, di sana, menemukan rasa aman. Dalam kenduri tak ada
pihak yang kalah atau dikalahkan. Di sana semua pihak terhormat. Tiap orang
menang, dan bahagia.
Dalam sebagian tradisi kenduren juga dilakukan di hari-hari besar Islam.Kerap
kali kita jumpai dalam berbagai kesempatan di berbagai daerah mengenai ritual
kenduri ini berbeda-beda, baik dalam bentuk nama, pelaksanaan, konsep yang
71
dipakai bahkan menu sajiannya. Namun, dari kesekian macam ritual tersebut
mempunyai nilai subtansi yang sama, yaitu berdo’a. Baik untuk sang empunya
hajat maupun orang lain.
d. Pagelaran Wayang Kulit
Pada hari Senin 7 Maret 2016 mulailah dipersiapkan pagelaran Wayang Kulit,
sebagai syarat Wayang Kulit dalam tradisi Merti Dusun dipersiapan sesaji dirumah
salah satu warga Dusun Sumurup yang halaman rumahnya dijadikan tempat untuk
upacara tradisi Merti Dusun sebagai syarat utama dalam pelaksanaan tradisi Merti
Dusun. Warga masyarakat lebih mengenal istilah sesaji dengan nama iber-iber.
Iber-iber yang dipersiapkan adalah sebagai berikut (wawancara dengan Bpk Slamet
Riyanto Moden/tokoh adat Sumurup):
Gambar 19 : Iber-iber/Sesaji
Kelapa (krambil) memiliki makna semuanya. Ini melambangkan semuanya
yang terlibat dalam tradisi Merti Dusun. Pohon alang-alang, memiliki arti supaya
72
dalam pelaksanaan Merti Dusun tidak ada halangan yang mengganggu. Daun
kluweh, memiliki arti supaya msyarakat damai sejahtera. Daun apa-apa, memiliki
arti sebagai tolak-balak. Kacang hijau, sebagai penangkal setan. Bawang lanang,
sebagai penentram rumah. Kunir , memiliki arti memberikan kebaikan. Daun
pisang raja, memiliki arti supaya menjadi satu guyup rukun tidak ada perbedaan
antara masyarakat. Tikus dan bajing (tupai), memiliki arti manunggal menjadi satu.
Walang (belalang), memiliki makna nggugah wong lali atau dalam bahasa
Indonesia membangunkan atau menyadarkan orang yang lupa. Jajan pasar (terdiri
dari bermacam-macam makanan yang dibeli dan disuguhkan pada saat upacara).
Jajan pasar memiliki arti atau memberikan gambaran kepada warga yang ada di
Dusun Sumurup yang dalam tingkah lakunya bermacam-macam. Kemudian setelah
iber-iber(sesaji) ditempatkan di sudut-sudut dan jalan-jalan sekitaran Dusun
Sumurup. Dengan jumlah 19 sesaji yang disebar, 1 sesaji komplit ditempatkan
didalam rumah, dan sisanya sesaji kecil-kecil ditempatkan menyebar di seluruh
wilayah Dusun Sumurup. Seperti jembatan, sumber mata air, perempatan jalan,
rawa pening, sumur, dan lain lain. Meskipun tradisi Merti Dusun sudah melebur
dengan unsur-unsur Islam.Namun masih banyak masyarakat beranggapan bahwa
melakukan/memberikan sesaji ditujukan untuk leluhur-leluhur mereka atau untuk
Dhanyang (penguasa Rawa Pening) khususnya orang-orang tua yang beranggapan
seperti itu. Meski demikian sudah banyak juga yang beranggapan sesaji tersebut
tujuannya saja dipanjatkan kepada Sang Pencipta. Terlepas benar atau tidak dan apa
yang diyakini, manusia bebas menentukan mana yang diyakini menurut keyakinan
pribadi. Pagelaran wayang dipimpin oleh Ki Sutoro dari Jogjakarta sebagai Dalang.
73
Pagelaran Wayang Kulit diadakan dua kali dalam satu hari yaitu siang dan malam.
Untuk pagelaran siang hari dimulai pada pukul 11.00 WIB sampai dengan pukul
18.00 WIB. Dengan lakon “Kikis Tunggarana”, menceritakan tentang perebutan
daerah perbatasan. Bomanarakasura, raja Trajutrisna mengklaim bahwa
Tunggarana, sebagai daerah kekuasaannya. Sedangkan Gathutkaca, raja
Pringgadani, juga mengklaim bahwa Tunggarana merupakan daerah kekuasaannya,
dengan alasan karena adipati Kahana beserta masyarakatnya ingin bergabung
dengan Pringgadani setelah Tremboko mati. Ketika Pringgadani diperintah oleh
prabu Tremboko, ayah Arimbi, kakek Gathutkaca, Tunggarana pernah diperintah
oleh Trajutrisna. Ketika itu Tunggarana diperintah oleh adipati yang jahat dan
angkaramurka. Namun setelah Tunggarana berganti pemerintahan dan situasi dan
kondisi negara Pringgadani berbeda (raja Pringgadani), maka masyarakat
Tunggarana ingin menyatukan diri dengan Pringgadani. Gathutkaca memenangkan
pertarungan yang disaksikan oleh para sesepuh (Kresna dan Bima) melawan
Bomanarakasura. Gathutkaca telah dapat menguasai Tunggarana.
Kemudian pagelaran puncaknya dimulai pukul 20.00 WIB sampai pukul 01.00
pagi. Lakon pada pagelaran puncak ini adalah“Sri Boyong”. Dewi Sri lambang
kemakmuran pertanian dan hasil bumi. Negeri Amarta, sebuah kerajaan dimana
Prabu Puntadewa sulung Pandawa bertahta sedang mengalami bencana. Para petani
di kerajaan tersebut mengalami gagal panen, kejadian ini hampir di seluruh pelosok
negeri, akibatnya Negeri Amarta kacau balau.Kekacauan tersebut terjadi setelah
Dewi Sri meninggalkan tanah kelahirannya itu. Dewi Sri adalah seorang Dewi yang
murah hati, baik budi, sabar, dan bijaksana. Dewi Sri lambang kemakmuran
74
pertanian dan hasil bumi. Kecantikan dan kemampuannya membuat suatu negeri
gemah ripah loh jinawi.
Mengetahui keadaan tersebut Prabu Kresna mengadakan pertemuan dengan
Prabu Puntadewa. Melalui Prabu Kresna dan Arjuna, Prabu Puntadewa mengirim
Bambang Probo Kusuma dan Punakawan memboyong Bathari Sri ke Negeri
Amarta. Mereka membawa Bathari Sri yang menolak pinangan Prabu Nilataksaka.
Bambang Probo Kusuma tidak dapat menemukan Dewi Sri karena Dewi Sri berada
di negara Antasangin dan disembunyikan raksasa. Kemudian Bambang Probo
Kusuma meminta pertolongan terhadap Dewa Indra.
Ketika berhasil memasuki Negara Antasangin, Bambang Probo Kusuma
bertemu dengan Prabu Nilataksaka. Prabu Nilataksaka ingin meminang Dewi Sri
tetapi Dewi Sri menolak. Bambang Probo Kusuma bertemu dan bertempur dengan
Prabu Nilataksaka. Prabu Nilataksaka berubah menjadi Naga dan mengalahkan
Bambang Probo Kusuma, tetapi pada akhirnya Naga Taksaka dipotong menjadi dua
dan dia kalah.
Semar yang mendampingi Bambang Probo Kusuma membujuk Dewi Sri agar
mau kembali ke Negeri Amarta. Rakyat Amarta bersyukur atas karunia Tuhan Yang
Maha Esa. Setelah mengetahui Dewi Sri diantarkan kembali ke Negeri Amarta,
Prabu Seran Trenggono yang juga ayah dari Prabu Nilataksaka pergi ke Negeri
Amarta dan bertemu dengan Bima. Maka terjadilah peperangan yang dimenangkan
oleh Bima dan Prabu Seran Trenggono menjadi kayu tua.
75
Setelah itu Naga Taksaka meminta pertolongan terhadap Prabu Kresna untuk
dikembalikan wujudnya, Prabu Kresna menyanggupi asalkan ia menjadi ular dan
mengusir hama yang bisa merusak tanaman para petani. Akhir cerita, kedamaian
dan kemakmuran kembali ke Negeri Amarta. Rakyat makmur sentosa.
Gambar 20 : Pagelaran Wayang Kulit pada Siang Hari.
Gambar 21 : Pagelaran Wayang Kulit pada Malam Hari
Dari cerita Wayang Kulit yang telah dipentaskan pada puncak acara Merti Dusun
dapat diketahui bahwa cerita yang dipentaskan memiliki hubungan dengan tradisi
Merti Dusun di Dusun Sumurup. Dewi Sri ditampilkan sebagai lakon, dimana
76
dalam kepercayaan Jawa sosok Dewi Sri merupakan simbol kesuburan dan
kemakmuran. Dengan dibawakannya cerita tersebut diharapkan dapat membawa
limpahan berkah, dijauhkan dari gagal panen, bencana dan kesulitan-kesulitan lain
khususnya di Dsusun Sumurup.
3. Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Tradisi Merti Dusun Sumurup
Tidak dapat dipisahkan, bahwa kehidupan bermasyarakat manusia
membutuhkan orang lain untuk berinteraksi. Masyarakat sebagai komunitas yang
terdiri dari individu-individu. Dengan berbagai macam aktivitas sosial yaitu proses
terbentuknya nilai sosial dalam kehidupan masyarakat dalam tradisi Merti Dusun
di Dusun Sumurup. Nilai sosial terbentuk karena masih adanya fungsi tradisi bagi
masyarakat. Nilai sosial merupakan sesuatu yang dianggap berharga oleh
masyarakat, yaitu anggapan masyarakat tentang sesuatu yang diharapkan, indah,
dan benar serta memiliki manfaat jika dilakukan. Nilai-nilai yang terkandung dalam
tradisi Merti dusun meliputi :
1. Nilai Gotong Royong
Nilai gotong royong dalam upacaraMerti Dusun ini terlihat dalam pelaksanaan
atau penyelenggaraan yang dilakukan bersama-sama antara warga masyarakat
Dusun Sumurup. Misalnyadalam hal biaya penyelenggaraan ditanggung bersama
dengan warga masyarakat. Demikian pula dalam hal gotong royongyang dilakukan
warga masyarakat padawaktu diadakan Tawu Kali secara gotong-royong
membersihkan sumber mata air dan jalan-jalan dusun.Gotong royong yang menjadi
ciri khas warga masyarakat dapat dilestarikan dan dipertahankan.
77
2. Nilai Religius (keagamaan)
Nilai religius dalam tradisi Merti Dusun di Dusun Sumurup terlihat jelas dalam
kegiatan pengajian atau tahlilan yang dilakukan semalam sebelum puncak acara
Merti Dusun. Karena tradisi ini merupakan wujud ucapan syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Selain itu juga karena doa-doa yang digunakan dalam setiap
prosesi Upacara Merti Dusun menggunakan doa secara Islami.
3. Nilai Kerukunan
Tradisi merti Dusun yang diselenggarakan di Dusun Sumurup ternyata dapat
berperan untuk memupuk kerukunan antar warga setempat. Kerukunan dalam arti
rasa persatuan dan kesatuan warga masyarakat tersebut dinyatakan adanya
pembagian makanan dan makan bersama yang dilakukan pejabat desa, tamu
undangan dan warga masyarakat. Interaksi yang terjalin antar umat yang beragama
Islam dan non Islam pun berjalan baik, seolah tidak ada sekat pembeda antar umat
beragama di Dusun Sumurup. Oleh karena itu dorongan untuk melaksanakan tradisi
Meryti Dusun merupakan dasar yang kuat bagi warga masyarakat Dusun Sumurup
dalam melakukan tugas-tugas yang dibebankan kepada mereka. Sebagai contoh
dalam membuat sesaji, dalam kerja bakti dan persiapan minuman atau makanan
untuk suatu pelaksanaan upacara. Bahkan pada saat pelaksanaan upacara telah
selesai, mereka bersama-sama membersihkan tempat-tempat yang telah digunakan
dan mengembalikan ke tempat semula.
78
4. Nilai Musyawarah
Dalam penyelenggaraan tradisi Merti Dusun sangat menjunjung tinggi nilai
musyawarah. Hal ini ditunjukkan dalam pelaksanaan tradisi Merti Dusun. Sebelum
diselenggarakan dibentuk panitia secara musyawarah, yang dinamakan rembug
desa, antara warga masyarakat dengan aparat desa. Dalam musyawarah tersebut
dibicarakan bagaimana cara mencari dana untuk penyelenggaraan serta siapa
dalang yang akan di undang untuk mengisi pagelaran Wayang Kulit.
5. Nilai Budaya
Nilai budaya dalam tradisi Merti Dusun sudah tergambar jelas dari awal, tradisi
merupakan sebuah budaya, budaya merupakan hasil karya manusia yang tanpa
disadari akan menjadi adat istiadat. Tradisi Merti Dusun ini juga merupakan hasil
karya manusia yang telah menjadi kebiasaan dan diwariskan kepada generasi
penerus, dalam hal ini Merti Dusun diwariskan oleh leluhur-leluhur masyarakat
Dusun Sumurup kepada generasi dibawahnya. Dan sampai sekarang masih terus
dilestarikan dan dijaga eksitensinya.
6. Nilai Moral
Nilai moral dari tradisi Merti Dusun dapat dilihat dari kebiasaan gotong-royong
masyarakat Dusun Sumurup. Rasa ikhlas partisipasi saling membantu dalam
persiapan dan pelaksanaan Merti Dusun. Mementingkan kepentingan bersama
diatas kepentingan prbadi demi kelangsungan dan kelancaran pelaksanaan Merti
dusun sehingga dapat mencapai tujuan bersama. Dimana tradisi ini bertujuan untuk
79
ucapan syukur serta memohon limpahan berkah untuk warga masyarakat Dusun
Sumurup.
7. Nilai Ekonomi
Masyarakat Dusun Sumurup juga beranggapan bahwa kerja keras adalah
sesuatu yang penting untuk mencapai suatu kesuksesan atau keberhasilan.Lambat
laun nilai ini diikuti oleh orang lain yang pada akhirnya akan menjadikan nilai
tersebut milik bersama. Dalam kenyataannya, nilai ekonomi yang berasal dari
kelompok masyarakat sering ditularkan dengancara memberi contoh perilaku yang
sesuai dengan nilai yang dimaksud. Dalam tradisi Merti Dusun ini terdapat nilai
ekonomi, masyarakat DusunSumurup mendapatkan kesempatan dalam berdagang
padasaat prosesi upacara adat berlangsung, sehingga meningkatkan nilai jual yang
lebih tinggi. Jumlah masyarakat yang berdagang diperkirakan ada 50 pedagang dan
keuntungan rata-rata Rp. 200.000,-.
4. Manfaat Tradisi Merti Dusun
1. Sebagai Sarana Silaturahmi antar masyarakat
Tidak dapat dipungkiri manusia adalah makhluk sosial yang dalam
kehidupannya membutuhkan bantuan orang lain. Apapun kegiatan manusia selalu
ada peran orang lain dalam pelaksanaannya. Namun sering kali kesibukan manusia
membuat peran kita sebagai makhluk sosial dalam konteks bermasyarakat
berkurang. Maka dengan adanya tradisi Merti Dusun ini masyarakat yang mungkin
sulit sekali memiliki waktu sekedar berkumpul bersama tetangga-tetangga sekitar
80
rumah akan kembali lagi menyambung silaturahmi yang sempat berkurang karena
kesibukan masing-masing individu masyarakat.
2. Sebagai wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
Dalam kaitannya manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, senantiasa harus
mengucap syukur atas nikmat dan karunia yang telah diberikan. Tuhan memberikan
nikmat dan rezeki melalui hasil alam yang melimpah. Sudah sepatutnya manusia
bersyukur atas kelimpahan itu. Sebagai wujud syukur kepada Sang Pencipta maka
Masyarakat Dusun Sumurup secara rutin melaksanakan tradisi Merti Dusun setiap
tahunnya.
3. Sebagai wujud pelestarian kebudayaan
Dalam kaitannya manusia sebagai makhluk yang berbudaya. Mnusia adlah
pemilik kebudayaan. Kebudayaan akan bertahan atau bahkan musnah itu
bergantung pada manusia itu sendiri. Maka dalam tradiMerti Dusun ini memiliki
manfaat sebagai wujud dari pelestarian budaya yang sudah turun-temurun
diwariskn oleh para pendahulu. Dengan adanya kesadaran tentang kelestarian
budaya atau kearifan lokal masyarakat Dusun Sumurup diharapkan akan membawa
kesejahteraan bagi warga masyarakat.
C. Pembahasan
Setiap manusia merupakan pewaris kebudayaan. Manusia lahir tanpa membawa
kebudayaan, namun tumbuh dan berkembang menjadi dewasa di dalam lingkungan
budaya tertentu dimana ia dilahirkan. Perkembangan manusia dibentuk oleh
81
kebudayaan yang ada di lingkungannya. Memangdalam bata-batas tertentu manusia
membentuk dan mengubah kebudayaannya, namun pada dasarnya manusia lahir
dan besar sebagai penerima kebudayaan dari pendahulunya.
Sama halnya yang terjadi di masyarakat Dusun Sumurup, mereka memperoleh
warisan budaya dari nenek moyang mereka. Hasil kebudayaan yang diwariskan
nenek moyang mereka yaitu salah satunya berupa tardisi. Tardisi ritual yang selama
ini masih dilestarikan adala upacara tradisi Merti Dusun. Hal ini sesuai dengan
pendapat dari Robert H. Lowie dalam Marjan (1999 : 36) kebudayaan adalah segala
sesuatu yang diperoleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat-
istiadat, norma-norma artistik, kebiasaan makan, kebiasaan yang diperoleh bukan
karena kreativitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau.
Upacara tradisi Merti Dusun sebenarnya adalah salah satu bentuk ritual dari
slametan. Masyarakat Dusun Sumurup tidak dapat menceritakan sejak kapan dan
siapa yang membawa tradisi ini. Mereka hanya bisa menjelaskan bahwa tradisi
Merti Dusun ini sudah dilaksanakan sejak nenek moyang mereka dahulu, kini
mereka hanya meneruskan tradisi yang sudah ada dari nenek moyang
terdahulu.Kenyataan ini sesuai dengan pendapat dari Funk dan Wagnalls dalam
Muhaimin (2001:11) tradisi di maknai sebagai pengatahuan, doktrin, kebiasaan,
praktek dan lain-lain yang dipahami sebagai pengetahuan yang telah diwariskan
secara turun-temurun termasuk cara penyampain doktrin dan praktek tersebut.
Tradisi Merti Dusun di Dusun Sumurup merupakan sebuah prosesi upacara
yang rutin dilakukan oleh semua lapisan masyarakat Dusun Sumurup dan bertujuan
82
untuk mengucap syukur serta meminta keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Hal ini menunjukan bahwa Tradisi Merti Dusun adalah wujud kebudayaan sebagai
suatu kompleks aktivitas, kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, wujud
ini berupa sistem sosial dalam masyarakat yang bersangkutan (Koentjoroningrat
dalam Herusatoto, 2008 : 12)
Tradisi Merti Dusun tidak bisa lepas dari mitos dan cerita rakyat yang
berkembang di masyarakat. Sebagian masyarakat Dusun Sumurup mempercayai
jika tradisi Merti Dusun tidak dilaksanakan maka akan terjadi bencana atupun
malapetaka yang menimpa dusun mereka. Hal ini memang belum terbukti dan
harapan masyarakat jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak dinginkan tersebut.
Karena ketakutan akan terjadinya bencana dan malapetaka maka tradisi Merti
Dusun dari jaman nenek moyang hingga sekarang masih tetap dilakukan secara
rutin. Hal ini sesuai dengan pendapat Koderi (1991 : 109) upacara ritual adalah
upacara yang berkaitan dengan kepercayaan terhadap kekuatan benda alam dan roh
halus atau kekuatan gaib biasanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu, seperti
Suran, Sadranan, Sedhekah Laut, dan Sedhekah Bumi. Sisa-sisa kepercayaan
semacam itu juga menyertai dalam kegiatan menuai padi, mendirikan rumah, dan
memelihara benda-benda yang dianggap keramat. Setiap ritual mempunyai fungsi
yang berbeda-beda tapi tujuanya sama yaitu memohon keselamatan kepada Tuhan.
Masyarakat Dusun Sumurup menganggap bahwa ada kekuatan ghaib yang
mendiami daerah Dusun Sumurup, hal itu diperkuat dengan masih digunakan
sesaji-sesaji yang ditempatkan disudut-sudut dusun yang bertujuan untuk meminta
ijin dan restu dari Dhanyang dan para leluhur mereka. Pola pikir masyarakat Dusun
83
Sumurup yang masih mempercayai bahwa jika tidak melaksanakan tradisi Merti
Dusun akan terjadi bencana yang tidak diinginkan (tolak bala). Dengan
dilakukannya tradisi Merti Dusun tersebut masyarakat berharap dapat menjalin
hubungan yang harmonis dengan alam serta menjaga keseimbangan hubungan
manusia dengan alam semesta. Maka dusun mereka dapat dijauhkan dari terjadinya
hal-hal yang tidak diinginkan akibat murka alam. Hal ini sesuai dengan pendapat
Abdurrauf Tarimana (1993:240) asas-asas timbal-balik yang tampak dalam upacara
tolak bala antara manusia dengan mahluk halus atau dewa atau Tuhan, terjadi
hubungan timbal balik antara satu sama lain. Manusia dalam upacara itu
mempersembahkan saji-sajian, mantera dan doa-doa kepada mahluk halus, Tuhan
karena hal itu diperlukan oleh manusia, dan sebaliknya mereka memberi berkah dan
pengampunan kepada manusia atas segala dosanya. Ini menunjukan bahwa
masyarakat Dusun Sumurup memiliki corak masyarakat adat yang bersifat
keagamaan (magis-religius), artinya perilaku hukum atau kaidah-kaidah hukumnya
berkaitan dengan kepercayaan terhadap yang ghaib dan/atau berdasarkan pada
ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut kepercayaan bangsa Indonesia bahwa
di alam semesta ini benda-benda serba berjiwa (animisme), benda-benda itu
bergerak (dinamisme), di sekitar kehidupan manusia itu ada roh-roh halus yang
mengawasi kehidupan manusia (jin, malaikat, iblis, dan sebagainya) dan alam
sejagad ini ada karena ada yang mengadakan, yaitu Yang Maha Pencipta (Hilman
Hadikusuma, 2014)
Pada pelaksanaan tradisi Merti Dusun unsur-unsur Islami sangat kentara
didalamnya. Seperti doa-doa yang digunakan adalah doa secara Islami, meski
84
demikian namun tetap menggunakan doa-doa kejawen atau amalan-amalan dalam
bahasa jawa. Unsur Islam yang masuk tidak lain karena mayoritas warga
masyarakat Dusun Sumurup adalah pemeluk agama Islam. Jadi dapat disimpulkan
bahwa meskipun masyarakat Dusun Sumurup sudah memeluk agama modern
dalam kehidupan sehari-hari, namun dalam prakteknya masyarakat dusun tersebut
masih belum ada kepuasan batin jika belum melaksanakan ritual-ritual tradisi yang
telah diwariskan turun-temurun oleh leluhur mereka. Ini menunjukan bahwa agama
modern tidak serta merta menghilangkan kebiasaan-kebiasaan budaya warisan
lampau yang notabene bertentangan dengan zaman modern.
Upacara tradisional Merti Dusun adalah warisan budaya leluhur yang
diwariskan dari generasi ke generasi dan memiliki tujuan dan maksud-maksud
tertentu. Fungsi upacara tradisional menurut Hartono dalam Dwiyanto (2012:68)
penyelenggaraan upacara adat pada umumnya bertujuan untuk menghormati,
mensyukuri pemberian Tuhan, mohon keselamatan kepada Tuhan melalui arwah
leluhur atau nenek moyang atau kepada kekuatan-kekuatan Illahi yang lain. Seperti
halnya yang terlihat dari pelaksanaan tradisi Merti Dusun di Dusun Sumurup.
Upacara tradisional ini bertujuan antara lain untuk mengungkapkan rasa syukur
kepada Tuhan Yang Maha Esa atas yang telah memberikan keselamatan,
kesejahteraan, dan ketentaraman dalam masyarakat, serta menjadi doa supaya
kedepannya kehidupan masyrakat Dusun Sumurup tetap tentram dan senantiasa
dilimpahi rezeki dari hasil sawah dan perikanan mereka.
Setiap aktivitas budaya pasti memiliki nilai yang tersirat didalam
pelaksanaannya. Entah disadari ataupun tidak nilai dari suatu tradisi akan terus ada
85
selama kebudayaan itu dipelihara. Menurut Horton dan Hunt dalam Narwoko dan
Bagong (2011 : 55) nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman itu
berarti atau tidak berarti. Nilai pada hakikatnya mengarahkan perilaku dan
pertimbangan seseorang, tetapi ia tidak menghakimi apakah sebuah perilaku
tertentu itu salah atau benar. Nilai sosial dapat didefinisikan sebagai sikap dan
perasaan oleh masyarakat sebagai dasar untuk memutuskan apa yang benar dan
salah. Selain itu, nilai sosial dapat dirumuskan sebagai petunjuk secara sosial
terhadap objek-objek baik yang bersifat materiil maupun nonmateriil. Nilai sosial
bersifat abstrak menyebabkan harga diri nilai diukur berdasarkan struktur yang ada
dalam masyarakat (Waridah, 2004: 88).
Nilai sosial menyangkut hal-hal yang diidam-idamkan oleh masyarakat, baik
yang berupa uang, persaingan bebas, maupun persamaan kesempatan. Meskipun
nilai tersebut mendasari tata sosial, akan tetapi warga masyarakat yang
bersangkutan biasanya tidak menyadari adanya nilai tersebut. Hanya dalam situasi
di mana nilai sosial itu terancam, maka orang segera menyadari pentingnya nilai
sosial bagi kesejahteraan bersama. Lundberg menyatakan suatu hal memiliki nilai
jika orang berperilaku menurut nilai itu, memegangnya teguh dan meningkatkannya
sebagai miliknya (Daldjoeni, 1985: 169-170).
Nilai sosial terdiri dari nilai material, nilai vital dan nilai rohani. Nilai material
dalam tradisi tersebut dapat didlihat dari sajian atau hidangan yang dipersiapkan
guna pelaksanaan Tawu Kali maupun saat Kenduri, hidangan tersebut dinikmati
oleh semua warga yang ikut dalam ritual tersebut, makanan merupakan kebutuhan
fisik manusa. Hal ini sesuai dengan pendapat Notonegoro dalam Idianto (2004 :
86
110) nilai material adalah segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia atau
benda-benda nyata yang dapat dimanfaatkan sebagai kebutuhan fisik manusia. Nilai
vital menurut Notonegoro dalam Idanto (2004 : 110) segala sesuatu yang berguna
bagi manusia agar dapat melakukan aktivitas atau kegiatan dalam kehidupannya.
Nilai vital yang terkandung dalam tradisi Merti Dusun terlihat jelas dari tujuan dan
fungsi dari tradisi tersebut, yaitu sebagai wujud ucapan syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan sekaligus sebagai tolak bala dari segala mara bahaya sehingga
masyarakat Dsusun Sumurup dapat menjalani kehidupan dengan tenang. Nilai
Rohani dalam tradisi Merti Dusun di Dusun Sumurup adalah nilai religius dan nilai
moral.
Nilai religius menurut Notonegoro dalam Idianto (2004 : 110) yaitu nilai
ketuhanan yang berisi kenyakinan/kepercayaan manusia terhadap Tuhan Yang
maha Esa. Dalam tradisi Merti Dusun di Dusun sumurup terlihat jelas dalam
kegiatan pengajian atau tahlilan yang dilakukan semalam sebelum puncak acara
Merti Dusun. Karena tradisi ini merupakan wujud ucapan syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Selain itu juga karena doa-doa yang digunakan dalam setia prosesi
Upacara Merti Dusun menggunakan doa secara Islami. Nilai Moral menurut
Notonegoro dalam Idianto (2004 : 110) nilai moral yaitu nilai sosial yang berkenaan
dengan kebaikan dan keburukan, bersumber dari kehendak atau kemauan (karsa
dan etika). Nilai moral dari tradisi Merti Dusun Sumurup yantra lain yaitu nilai
gotong-royong, nilai kerukunan, nilai musyawarah. Rasa ikhlas partisipasi saling
membantu, rembug desa dalam menentukan biaya, serta kerukunan antar warga
yang mementingkan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi demi
87
kelangsungan dan kelancaran pelaksanaan Merti Dusun sehingga dapat mencapai
tujuan bersama merupakan nilai moral yangdapat diambil dalam tradisi tersebut.
Nilai budaya dalam tradisi Merti Dusun sudah tergambar jelas dari awal, tradisi
merupakan sebuah budaya, budaya merupakan hasil karya manusia yang tanpa
disadari akan menjadi adat istiadat. Tradisi Merti Dusun ini juga merupakan hasil
karya manusia yang telah menjadi kebiasaan dan diwariskan kepada generasi
penerus, dalam hal ini Merti Dusun diwariskan oleh leluhur-leluhur masyarakat
Dusun Sumurup kepada generasi dibawahnya. Dan sampai sekarang masih terus
hidup dan dilestarikan dan dijaga eksitensinya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Koentjaraningrat (1987:85) nilai budaya terdiri dari konsepsi –
konsepsi yang hidup dalam alam fikiran sebahagian besar warga masyarakat
mengenai hal – hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam
suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh karena itu,
nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya dalam menentukan
alternatif, cara – cara, alat – alat, dan tujuan – tujuan pembuatan yang tersedia. Nilai
Ekonomi, Menurut Wuri dan Handanti (2008:1) bahwa nilai ekonomi merupakan
perilaku manusia dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang
banyak dan beraneka ragam dengan sumber daya yang terbatas untuk mencapainya.
Manusia berharap semua kebutuhannya dapat terpenuhi dengan baik. Oleh sebab
itu mereka berusaha untuk memenuhi kebutuhannya.
Masyarakat Dusun Sumurup juga beranggapan bahwa kerja keras adalahsesuatu
yang penting untuk mencapai suatu kesuksesan atau keberhasilan.Lambat laun nilai
ini diikuti oleh orang lain yang pada akhirnya akan menjadikan nilai tersebut milik
88
bersama. Dalam kenyataannya, nilai ekonomi yang berasal dari kelompok
masyarakat sering ditularkan dengan cara memberi contoh perilaku yang sesuai
dengan nilai yang dimaksud. Dalam tradisi Merti Dusun ini terdapat nilai ekonomi,
masyarakat DusunSumurup mendapatkan kesempatan dalam berdagang padasaat
prosesi upacara adat berlangsung, sehingga meningkatkan nilai jual yang lebih
tinggi.
Warga Dusun Sumurup yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur,
mempunyaianggapan bahwa manusia tidak dapat hidup sendirian, tetapi selalu
tergantung kepada sesamanya. Oleh karena itu tradisi merti dusun yang
menyangkut kegiatan seluruh warga ditujukan untuk kepentingan bersama. Hal ini
disebabkan pada dasarnya tradisi tersebut untuk kepentingan bersama, memberikan
kesejahteraan, ketenteraman dan keselamatan warga Dusun Sumurup.