bab iv hasil penelitian dan pembahasan 4.1 hasil...
TRANSCRIPT
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Usaha kerajinan Sulaman Kerawang “Naga Mas” Mongolato Kecamatan
Telaga Kabupaten Gorontalo dimulai sejak tanggal 17 Oktober 1976. Jumlah
tenaga kerja di UKM ini berjumlah 200 orang. Keseluruhan tenaga kerja berjenis
kelamin perempuan dengan kelompok umur 20 – 60 tahun dan sebagian besar
adalah ibu rumah tangga.
Fasilitas para pekerja yang disediakan oleh pihak home industry adalah
benang, pemadangan, jarum, sentimeter dan silet. Upah tenaga kerja per kain
berkisar antara Rp. 15.000 – Rp. 50.000 sesuai dengan tingkat kesulitan
motif/pola yang dibuat. Untuk sapu tangan, sarung gelas, kipas, jilbab, jas, dasi,
sarung gallon, taplak meja dan shall upahnya Rp. 15.000 dan untuk baju wanita,
kemeja pria, dan mukena biasanya Rp.50.000.
Pada tahun kedua mulai dilakukan pembuatan atau produksi kerawang
dengan berbagai macam tipe/bentuk kemeja, alas meja, baju wanita, dalam rangka
memenuhi permintaan yang ada dari masyarakat konsumen maupun dari beberapa
toko kerawang di Kotamadya Gorontalo. Dengan adanya volume permintaan yang
semakin meningkat dengan berbagai corak dan motifnya, maka dengan sendirinya
pengembangan usaha mau tak mau diusahakan sedemikian rupa dengan berbagai
cara yang ditempuh antara lain :
43
44
a. Mengusahakan tenaga yang terampil di Desa-desa lain
b. Membeli jenis kerawang jadi dari berbagai tempat dengan
memperhatikan kualitas serta harga yang dapat dijangkau
c. Mengusahakan bantuan /fasilitas kredit bahan baku dari Toko
Leveransir.
Dengan demikian, dari tahun ke tahun usaha kerajinan sulaman kerawang
Naga Mas semakin meningkat baik dari segi penggunaan tenaga kerja maupun
omzet penjualan produksinya berkembang seirama dengan perkembangan
pembangunan yang semakin meningkat dan merata sebagai usaha dalam rangka
mensejahterakan masyarakat, demikian seterusnya baik bidang tenaga kerja,
produksi, kualitasnya, pemasarannya semakin meningkat dan berkembang dengan
berbagai corak dan motif yang semakin dinamis. Berikut hasil produksi Home
industry Sulaman Kerawang “Naga Mas” yang dipasarkan :
Tabel 4.1. Hasil Produksi Home Industry Sulaman Kerawang
“Naga Mas”
No. Nama Barang Harga (Rp)
1. Baju Wanita 150.000 - 1.000.000
2. Kemeja Pria 150.000 - 400.000
3. Mukena 300.000 – 400.000
4. Jilbab 50.000
5. Jas 200.000 – 400.000
6. Kipas 12.500 – 20.000
7. Dasi 15.000
8. Syall 20.000
9. Taplak Meja 17.000
10. Sarung gelas 15.000
11. Sarung Galon 15.000
Sumber : Data Profil Home Industri Sulaman Kerawang “Naga Mas”
Adapun tujuan didirikannya home industry tersebut adalah sebagai berikut :
a. Adanya kesempatan yang baik untuk menyalurkan barang atau jasa
sehingga diperoleh laba yang maksimal.
b. Adanya kerja sama yang baik antara pengrajin sulaman kerawang
home industry yang lainnya.
c. Untuk membuka kesempatan kerja di daerah Gorontalo Sulawesi
Utara.
d. Adanya modal usaha uang tersedia serta lokasi yang digunakan
sebagai pemasaran kerajinan sulaman kerawang
4.1.2 Struktur Organisasi
Keraj
Gambar 4. Struktur Organisasi Home Industry Kerajinan Karawang
Adapun tujuan didirikannya home industry tersebut adalah sebagai berikut :
Adanya kesempatan yang baik untuk menyalurkan barang atau jasa
sehingga diperoleh laba yang maksimal.
Adanya kerja sama yang baik antara pengrajin sulaman kerawang
industry yang lainnya.
Untuk membuka kesempatan kerja di daerah Gorontalo Sulawesi
Adanya modal usaha uang tersedia serta lokasi yang digunakan
sebagai pemasaran kerajinan sulaman kerawang
Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Home Industry
Kerajinan Karawang Naga Mas Di Gorontalo
Gambar 4. Struktur Organisasi Home Industry Kerajinan Karawang
Naga Mas Di Gorontalo
45
Adapun tujuan didirikannya home industry tersebut adalah sebagai berikut :
Adanya kesempatan yang baik untuk menyalurkan barang atau jasa
Adanya kerja sama yang baik antara pengrajin sulaman kerawang
Untuk membuka kesempatan kerja di daerah Gorontalo Sulawesi
Adanya modal usaha uang tersedia serta lokasi yang digunakan
Gambar 4. Struktur Organisasi Home Industry Kerajinan Karawang
46
Peranan setiap bagian dalam struktur organisasi tersebut yang meliputi
tugas, wewenang dan tanggung jawab dari setiap bagian tersebut, yaitu :
a) Pimpinan Home industry
Pimpinan mempunyai tugas melaksanakan serta mengawasi jalannya
home industry dalam melakukan hubungan-hubungan dengan pihak lain
yang ada hubungannya atau kaitannya dengan home industry.
b) Bagian Personalia atau Keuangan
Bagian ini dipimpin oleh seorang Kepala Bagian dan membawahi
beberapa orang.
c) Bagian Administrasi
Bagian Administrasi dipimpin oleh seorang Kepala Bagian dengan
dibantu oleh beberapa staf yang mempunyai tugas menyangkut masalah
administrasi dan pengadaan.
d) Bagian Pemasaran
Bagian Pemasaran bertugas untuk mengadakan penjualan baik secara
partai maupun secara eceran.
Pengrajin sulaman kerawang yang bekerja di UKM “Naga Mas” tersebar
dibeberapa kecamatan, salah satunya yaitu kecamatan Telaga Jaya. Kecamatan
Telaga Jaya terletak disebelah selatan Kabupaten Gorontalo, terletak di 0,300 LU,
1,00 LS, 121
0 BT, 123,3
0 BB dengan jumlah penduduk 10.555 Jiwa, dimana
penduduk laki-laki sebanyak 5.093 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 5.462
jiwa. Luas kecamatan 5.710 km2. Kecamatan Telaga Jaya terdiri dari 5 desa, yaitu
desa Bulota, Bunggalo, Buhu, Hutada’a dan Luwo’o.
47
Adapun Adapun batas wilayah kecamatan Telaga Jaya sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kec. Telaga Biru
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kec. Telaga
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kec. Tilango
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kab. Gorontalo
4.1.3 Hasil Analisa Univariat
4.1.3.1 Distribusi Pengrajin Sulaman Kerawang Berdasarkan Umur
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen kuesioner
didapatkan bahwa distribusi pengrajin sulaman kerawang UKM “Naga Mas”
berdasarkan umur dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini :
Tabel 4.2. Distribusi Pengrajin Sulaman Kerawang UKM “Naga Mas”
Berdasarkan Umur
Kelompok
Umur
JUMLAH
n %
21-25 3 8,6
26-30 11 31,4
31-35 10 28,6
36-40 11 31,4
JUMLAH 35 100
Sumber : Data Primer 2013
Distribusi pengrajin berdasarkan umur diperoleh dengan cara
menyebarkan kuesioner pada pengrajin. Kelompok umur dikategorikan menjadi
usia 21-25, 26-30, 31-35 dan 36-40. Berdasarkan hasil analisis univariat 4.2,
diketahui bahwa sebagian besar pengrajin sulaman kerawang berusia 21-30 tahun
dengan jumlah 11 (31,4 %) pengrajin dan 36-40 tahun yang juga berjumlah 11
(31,4 %) pengrajin.
48
4.1.3.2 Distribusi Pengrajin Sulaman Kerawang Berdasarkan Pendidikan
Terakhir
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban setiap pengrajin pada
instrumen kuesioner didapatkan bahwa distribusi pengrajin sulaman kerawang
UKM “Naga Mas” berdasarkan pendidikan terakhir dalam penelitian ini dapat
dilihat pada tabel 4.3 berikut ini :
Tabel 4.3. Distribusi Pengrajin Sulaman Kerawang UKM “Naga Mas”
Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Pendidikan
Terakhir
JUMLAH
n %
SMA 1 2,9
SMP 3 8,6
SD 28 80
Tdk Sekolah 3 8,6
JUMLAH 35 100
Sumber : Data Primer 2013
Distribusi pengrajin berdasarkan pendidikan terakhir diperoleh dengan
cara menyebarkan kuesioner pada pengrajin. Pendidikan terakhir dikategorikan
menjadi pendidikan terakhir SMA, SMP, SD dan Tidak Sekolah. Berdasarkan
hasil analisis univariat pada tabel 4.3, dapat diketahui bahwa pada umumnya
pendidikan terakhir para pengrajin sulaman kerawang adalah Sekolah Dasar (SD)
dengan jumlah 28 ( 80 %) pengrajin. Selain itu terdapat 3 (8,6 %) pengrajin yang
tidak pernah bersekolah.
49
4.1.3.3 Distribusi Pengrajin Sulaman Kerawang Berdasarkan Masa Kerja
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban setiap pengrajin pada
instrumen kuesioner didapatkan bahwa distribusi pengrajin sulaman kerawang
UKM “Naga Mas” berdasarkan masa kerja dalam penelitian ini dapat dilihat pada
tabel 4.4 berikut ini :
Tabel 4.4. Distribusi Pengrajin Sulaman Kerawang UKM “Naga Mas”
Berdasarkan Masa Kerja
Masa Kerja JUMLAH
n %
< 3 Tahun 11 31,4
≥ 3 Tahun 24 68,6
JUMLAH 35 100
Sumber : Data Primer 2013
Distribusi pengrajin berdasarkan masa kerja diperoleh dengan cara
menyebarkan kuesioner pada pengrajin. Masa kerja dikategorikan menjadi masa
kerja < 3 tahun dan ≥ 3 Tahun. Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 4.4,
diketahui bahwa sebagian besar pengrajin sudah bekerja ≥ 3 Tahun yaitu sebanyak
24 pengrajin (68,6 %) dan hanya 11 (31,4 %) pengrajin yang bekerja < 3 tahun.
4.1.3.4 Hasil Pengkuran Pencahayaan
Jumlah cahaya yang diperoleh menggambarkan banyaknya cahaya yang
diterima oleh pengrajin pada saat mereka melakukan pekerjaanya. Pengkuran
pencahayaan yang menggunakan alat Lux meter dilakukan pada pagi hari antara
pukul 09.00-10.00, siang hari antara pukul 12.00-13.00, sore hari antara pukul
15.00-16.00 dan malam hari antara pukul 19.00-20.00. Pengukuran dilakukan
ditiap-tiap rumah pengrajin yang merupakan tempat mereka bekerja. Adapun hasil
pengukuran dicantumkan dalam tabel berikut :
50
Tabel 4.5. Hasil Pengukuran Pencahayaan Berdasarkan Waktu Kerja
Pengrajin Sulaman Kerawang UKM “ Naga Mas”
Waktu
Kerja
Pengukuran Pencahayaan
Jumlah Tdk
Memenuhi
Standar
Memenuhi
Standar
n % n % n %
Pagi 16 45,7 19 54,3 35 100
Siang 28 80,0 7 20,0 35 100
Sore 26 74,3 9 25,7 35 100
Malam 32 91,4 3 8,6 35 100
Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa pencahayaan di tempat kerja
pengrajin sulaman yang tidak memenuhi standar untuk pengukuran di pagi hari
yaitu 16 (45,7 %), dan 19 (54,3 %) diantaranya memenuhi standar. Untuk
pengukuran di siang hari 28 (80,0 %) yang tidak memenuhi standar, dan 7 (20,0
%) diantaranya memenuhi standar. Selanjutnya untuk pengukuran penchayaan di
siang hari diketahui bahwa dari 35 titik pengukuran, 26 (74,3 %) yang tidak
memenuhi standar, dan 9 (25,7 %). Sedangkan pengukuran pencahayaan di
malam hari didapatkan 32 (91,4 %) yang tidak memenuhi standar, dan 3 (8,6 %)
yang memenuhi standar. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada grafik berikut :
Gambar 4. Grafik Hasil Pengukuran
KerjaPengrajin Sulaman Kerawang UKM “ Naga Mas”
Pengukuran pencahayaan disesuaikan dengan waktu kerja para pengrajin itu
sendiri, dimana setiap harinya mereka bekerja dari pag sampai malam hari. Area
titik dilakukannya pengukuran adalah tempat dimana pengrajin melakukan
pekerjaan, jadi cahaya yang didapatkan adalah cahaya yang juga diterima oleh
mata pengrajin.
4.1.3.5 Hasil Pengukuran
Kerawang UKM “Naga Mas” Tahun 2013
Untuk mengetahi kele
“Naga Mas” di Kecamatan Telaga Jaya Kabupaten Gorontalo Tahun 2013
dilakukan dengan penyebaran kuesioner pada responden.
kuesioner terdiri dari 15 pertanyaan
mata yang ditanyakan pada responden berdasarkan waktu mereka bekerja yaitu
pada pagi, siang, sore dan malam hari.
0
20
40
60
80
100
Tdk Memenuhi Standar
. Grafik Hasil Pengukuran Pencahayaan Berdasarkan Waktu
KerjaPengrajin Sulaman Kerawang UKM “ Naga Mas”
Pengukuran pencahayaan disesuaikan dengan waktu kerja para pengrajin itu
sendiri, dimana setiap harinya mereka bekerja dari pag sampai malam hari. Area
pengukuran adalah tempat dimana pengrajin melakukan
pekerjaan, jadi cahaya yang didapatkan adalah cahaya yang juga diterima oleh
Hasil Pengukuran Kelelahan Mata Pada Pengrajin Sulama
Kerawang UKM “Naga Mas” Tahun 2013
Untuk mengetahi kelelahan mata pada pengrajin sulaman kerawang UKM
“Naga Mas” di Kecamatan Telaga Jaya Kabupaten Gorontalo Tahun 2013
dilakukan dengan penyebaran kuesioner pada responden. Pertanyaan dalam
kuesioner terdiri dari 15 pertanyaan mengenai gejala ketegangan mata
mata yang ditanyakan pada responden berdasarkan waktu mereka bekerja yaitu
pada pagi, siang, sore dan malam hari. Seseorang dikatakan mengalami kelelahan
PagiSiang
SoreMalam
45,7
8074,3
91,4
54,3
20 25,7
8,6
Tdk Memenuhi Standar Memenuhi Standar
51
Pencahayaan Berdasarkan Waktu
KerjaPengrajin Sulaman Kerawang UKM “ Naga Mas”
Pengukuran pencahayaan disesuaikan dengan waktu kerja para pengrajin itu
sendiri, dimana setiap harinya mereka bekerja dari pag sampai malam hari. Area
pengukuran adalah tempat dimana pengrajin melakukan
pekerjaan, jadi cahaya yang didapatkan adalah cahaya yang juga diterima oleh
Kelelahan Mata Pada Pengrajin Sulaman
pada pengrajin sulaman kerawang UKM
“Naga Mas” di Kecamatan Telaga Jaya Kabupaten Gorontalo Tahun 2013
Pertanyaan dalam
mengenai gejala ketegangan mata. Kelelahan
mata yang ditanyakan pada responden berdasarkan waktu mereka bekerja yaitu
dikatakan mengalami kelelahan
52
mata apabila merasakan satu atau lebih dari gejela-gejala kelelahan mata tersebut.
Hasil pengukuran kelelahan mata pada 35 pengrajin sulaman kerawang UKM
“Naga Mas” di Kecamatan Telaga Jaya adalah sebagai berikut :
Tabel 4.6. Hasil Pengukuran Kelelahan Mata Pada Pengrajin Sulaman
Kerawang berdasarkan Waktu Kerja
Waktu
Kerja
Kelelahan Mata Jumlah
Lelah Tidak Lelah
n % n % n %
Pagi 19 54,3 16 45,7 35 100
Siang 25 71,4 10 28,6 35 100
Sore 20 57,1 15 42,9 35 100
Malam 28 80 7 20 35 100
Sumber : Data Primer 2013
Dari tabel 4.6 dapat diketahui bahwa pengrajin sulaman kerawang UKM
“Naga Mas” yang mengalami kelelahan mata dipagi hari yaitu 19 pengrajin (54,3
%) dari jumlah total pengrajin yang ada sedangkan yang tidak mengalami
kelelahan mata 16 pengrajin (45,7 %). Hasil pengukuran kelelahan mata disiang
hari menunjukkan bahwa 25 (71,4 %) pengrajin sulaman kerawang yang
mengalami kelelahan mata dan 10 pengrajin (28,6 %) yang tidak mengalami
kelelahan mata dari jumlah total pengrajin yang ada. Selanjutnya hasil
pengukuran kelelahan mata disore hari menunjukkan bahwa 20 (51,7 %)
pengrajin sulaman kerawang yang mengalami kelelahan mata dan 15 pengrajin
(42,9 %) yang tidak mengalami kelelahan mata dari jumlah total pengrajin yang
ada. Sedangkan hasil pengukuran kelelahan mata pada pengrajin sulaman
kerawang UKM “Naga Mas” di malam hari menujukkan 28 pengrajin (80 %)
yang kelelahan mata dan 7 (20 %) pengrajin yang tidak mengalami kelelahan
mata.
Adapun gambaran jenis kelelahan mata
pengraji sulaman kerawang UKM “Naga Mas” di Kecamatan Telaga Jaya Tahun
Tahun 2013 dapat dilihat pada
Grafik 5. Grafik
Keterangan :
1. Kelopak mata terasa
2. Terasa ada tekanan dalam mata
3. Mata sulit dibiarkan terbuka
4. Merasa enak kalau kelopak mata di tekan
5. Bagian mata paling dalam sakit
6. Mata kabur
7. Kesulitan fokus
8. Mata berair
9. Mata perih
10. Mata Panas dan kering
2 3 4
68,565,7
63
54,2
ambaran jenis kelelahan mata yang sering dirasakan oleh
pengraji sulaman kerawang UKM “Naga Mas” di Kecamatan Telaga Jaya Tahun
Tahun 2013 dapat dilihat pada grafik berikut :
Grafik Jenis Kelelahan Mata Yang Sering Dirasakan Oleh
Pengrajin Sulaman Kerawan
Kelopak mata terasa berat
Terasa ada tekanan dalam mata
Mata sulit dibiarkan terbuka
Merasa enak kalau kelopak mata di tekan
Bagian mata paling dalam sakit
Mata Panas dan kering
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
54,251,4
17,1
40
63
14,2
43
17,1
63
2026
Jenis Kelelahan Mata
Persentase
53
yang sering dirasakan oleh
pengraji sulaman kerawang UKM “Naga Mas” di Kecamatan Telaga Jaya Tahun
Kelelahan Mata Yang Sering Dirasakan Oleh
Sulaman Kerawang
54
11. Kotoran mata bertambah
12. Jika mata ditutup terlihat kilatan cahaya
13. Tidak dapat membedakan cahaya sebagaiman biasanya
14. Penglihatan tampak ganda
Berdasarkan grafik 4 dapat diketahui jenis kelelahan mata yang paling
sering dirasakan oleh pengrajin sulaman kerawang adalah kelopak mata terasa
berat dan terasa ada tekanan didalam mata sebanyak 68,5 % pengrajin sulaman
kerawang. Hal ini mungkin disebabkan oleh jenis pekerjaan pengrajin yang sangat
membutuhkan ketelitian dan tingkat pencahayaan lingkungan kerja yang kurang.
Sehingga menyebabkan otot iris memaksa pupil untuk melihat objeknya.
Sedangkan yang paling sedikit dirasakan dirasakan oleh pengrajin kerawang
adalah mata merah sebanyak 14,2 %. Sebagian besar pengrajin sulaman kerawang
ini merasakan pedih pada matanya pada saat bekerja, hal ini mungkin disebabkan
oleh cahaya ditempat kerja yang belum memenuhi standar. Jenis kelelahan mata
yang juga banyak dirasakan oleh pengrajin adalah mata sulit dibiarkan untuk
terbuka sebanya 65,7 % dan jika mata tertutup terdapat kilatan cahaya sebanyak
63 %.
4.1.4 Analisis Bivariat
4.1.4.1 Pengaruh Pencahayaan Terhadap Kelelahan Mata
Analisis Bivariat digunakan untuk mencari pengaruh pencahayaan
terhadap kelelahan mata. Pengujian ini menggunakan uji chi-square dan
menggunakan uji fisher’s exact test. Dikatakan ada pengaruh yang bermakna
secara statistik jika diperoleh nilai ρ < 0,05.
55
1. Pengaruh Pencahayaan Terhadap Kelelahan Mata di pagi Hari
Hasil analisis pengaruh pencahayaan terhadap kelelahan mata para pengrajin
sulaman kerawang UKM “Naga Masa” di pagi hari dapat dilihat pada tabel 4.7.
dibawah ini :
Tabel 4.7. Distribusi Kelelahan Mata Pengrajin Sulaman Kerawang
Di pagi Hari Menurut Tingkat Pencahayaan Di Tempat Kerja
Pencahayaan
Siang
Kelelahan Mata Total ρ
Value Lelah Tidak Lelah
n % n % n %
Tdk memenuhi
Standar 8 42,1 8 50 16 45,7
0,640 Memenuhi
Standar 11 57,9 8 50 19 54,3
Jumlah 19 100 16 100 35 100
Sumber : Data Primer 2013
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 16 (45,7%) pengrajin yang pencahayaan
di tempat kerjanya tidak memenuhi standar, 8 pengrajin (42,1%) mengalami
kelelahan mata, dan 8 (50%) diantaranya tidak mengalami kelelahan mata.
Selanjutnya diketahui bahwa dari 19 (54,3%) pengrajin yang pencahayaan di
tempat kerjanya memenuhi standar, 11 pengrajin (57,9 %) diantaranya mengalami
kelelahan mata, sedangkan 8 ( 50%) diantaranya tidak mengalami kelelahan mata.
Melihat nilai ρ 0,640 > 0,05, dengan demikian H0 diterima sehingga disimpulkan
tidak terdapat pengaruh pencahayaan terhadap kelelahan mata di pagi hari.
2. Pengaruh Pencahayaan Terhadap Kelelahan Mata di siang Hari
Hasil analisis pengaruh pencahayaan terhadap kelelahan mata pada
pengrajin sulaman kerawang UKM “Naga Mas” di siang hari dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
56
Tabel 4.8. Distribusi Kelelahan Mata Pengrajin Sulaman Kerawang
Di siang Hari Menurut Tingkat Pencahayaan Di Tempat Kerja
Pencahayaan
Siang
Kelelahan Mata Total ρ
Value Lelah Tidak Lelah
n % n % n %
Tdk memenuhi
Standar 21 84 7 70 28 80
0,381 Memenuhi
Standar 4 16 3 30 7 20
Jumlah 25 100 10 100 35 100
Sumber : Data Primer 2013
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari 28 (80%) pengrajin yang pencahayaan
tempat kerjanya tidak memenuhi standar, 21 pengrajin (84 %) mengaku
mengalami kelelahan mata disiang hari, dan 7 (70 %) diantaranya mengaku tidak
kelelahan mata disiang hari. Selanjutnya dari 7 (20%) pengrajin yang
pencahayaan di tempat kerjanya memenuhi standar, 4 pengrajin (16%)
diantaranya mengalami kelelahan mata, sedangkan 3 (30%) diantaranya tidak
mengalami kelelahan mata. Melihat nilai ρ 0,381 > 0,05, dengan demikian H0
diterima sehingga disimpulkan tidak terdapat pengaruh pencahayaan terhadap
kelelahan di mata siang hari.
3. Pengaruh Pencahayaan Terhadap Kelelahan Mata di sore Hari
Hasil analisis pengaruh pencahayaan terhadap kelelahan mata pada
pengrajin sulaman kerawang UKM “Naga Mas” di sore hari dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
57
Tabel 4.9. Distribusi Kelelahan Mata Pengrajin Sulaman Kerawang
Di sore Hari Menurut Tingkat Pencahayaan Di Tempat Kerja
Pencahayaan
Sore
Kelelahan Mata Total p
Value Lelah Tidak Lelah
n % n % n %
Tdk memenuhi
Standar 19 95 7 46,7 26 74,3
0,002 Memenuhi
Standar 1 5 8 53,3 9 25,7
Jumlah 20 100 15 100 35 100
Sumber : Data Primer 2013
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa dari 26 pengrajin yang pencahayaan di
tempat kerjanya tidak memenuhi standar, 19 pengrajin (95%) mengalami
kelehanan mata, dan 7 pengrajin (46,7%) diantaranya mengaku tidak mengalami
kelelahan mata. Selanjutnya diketahui bahwa 9 pengrajin yang pencahayaan di
tempat kerjanya memenuhi standar, 1 pengrajin (5%) diantaranya mengalami
kelelahan mata, sedangkan 8 (53,3%) diantaranya tidak mengalami kelelahan
mata. Melihat nilai p 0,002 < 0,05, dengan demikian H0 ditolak sehingga
disimpulkan terdapat pengaruh pencahayaan terhadap kelelahan mata di sore hari.
4. Pengaruh Pencahayaan Terhadap Kelelahan Mata di malam Hari
Hasil analisis pengaruh pencahayaan terhadap kelelahan mata pada
pengrajin sulaman kerawang UKM “Naga Mas” di malam hari dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
58
Tabel 4.10. Distribusi Kelelahan Mata Pengrajin Sulaman Kerawang
Di malam Hari Menurut Tingkat Pencahayaan Di Tempat Kerja
Pencahayaan
Malam
Kelelahan Mata Total p
Value Lelah Tidak Lelah
n % n % n %
Tdk memenuhi
Standar 28 100 4 57,1 32 91,4
0,005 Memenuhi
Standar 0 0 3 42,9 3 8,6
Jumlah 28 100 7 100 35 100
Sumber : Data Primer 2013
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa dari 32 pengrajin yang pencahayaan di
tempat kerjanya tidak memenuhi standar, 28 pengrajin (100 %) mengaku
mengalami kelelahan mata, dan 4 (57,1 %) diantaranya mengaku tidak mengalami
kelelahan mata. Sedangkan 3 (42,9 %) pengrajin yang pencahayaan di tempat
kerjanya memenuhi standar, tidak ada pengrajin yang mengalami kelelahan mata.
Hal ini dikarenakan oleh masa kerja pengrajin < 3 tahun, sehingga gejala
kelelahan mata tidak dirasakan pada malam hari. Melihat nilai p 0,005 < 0,05
dengan demikian H0 ditolak sehingga disimpulkan terdapat pengaruh pencahayaan
terhadap kelelahan mata di malam hari.
4.1.4.2 Pengaruh Masa Kerja Terhadap Kelelahan Mata
Hasil analisis pengaruh masa kerja terhadap kelelahan mata pada pengrajin
sulaman kerawang UKM “Naga Mas” di pagi hari dapat dilihat pada tabel 4.11.
berikut ini :
59
Tabel 4.11. Distribusi Kelelahan Mata Pengrajin Sulaman Kerawang
Menurut Masa Kerja
Masa Kerja
Kelelahan Mata Total ρ
Value Lelah Tidak Lelah
n % n % n %
Pagi
≥ 3 Tahun 16 84,2 8 50 24 68,6 0,030
< 3 Tahun 3 15,8 8 50 11 31,4
Jumlah 19 100 16 100 35 100
Siang
0,227 ≥ 3 Tahun 19 76,0 5 50,0 24 68,6
< 3 Tahun 6 24,0 5 50,0 11 31,4
Jumlah 25 100 10 100 35 100
Sore
≥ 3 Tahun 17 85,0 7 46,7 24 68,6 0,027
< 3 Tahun 3 15,0 8 53,3 11 31,4
Jumlah 20 100 15 100 35 100
Malam
≥ 3 Tahun 23 82,1 1 14,3 24 68,6 0,002
< 3 Tahun 5 17,9 6 85,7 11 31,4
Jumlah 28 100 7 100 35 100
Sumber : Data Primer 2013
Tabel 4.11 menunjukkan bahwa dari 35 pengrajin sulaman kerawang yang
ada di kecamatan Telaga Jaya, 24 pengrajin sudah bekerja selama ≥ 3 Tahun, dan
11 pengrajin yang bekerja < 3 tahun. Berdasarkan hasil kuesioner kelelahan mata
di pagi hari diketahui bahwa dari 24 (68,6 %) pengrajin yang sudah bekerja
selama ≥ 3 Tahun, 16 pengrajin (84,2 %) mengaku mengalami kelelahan mata,
dan 8 (50,0 %) diantaranya mengaku tidak mengalami kelelahan mata.
Selanjutnya dari 11 (31,4 %) pengrajin yang masa kerjanya < 3 tahun, 3 pengrajin
(15,8 %) mengalami kelelahan mata, dan 8 (50,0 %) mengaku tidak mengalami
kelelahan mata. Melihat nilai ρ 0,030 < 0,05 dengan demikian H0 ditolak sehingga
disimpulkan terdapat pengaruh masa kerja terhadap kelelahan mata di pagi hari.
60
Selanjutnya untuk kelelahan mata di siang hari diketahui bahwa, dari 24
(68,6 %) pengrajin sudah bekerja selama ≥ 3 Tahun, 19 pengrajin (76,0 %)
mengaku mengalami kelelahan mata, dan 5 pengrajin (50,0 %) diantaranya
mengaku tidak mengalami kelelahan mata, dan dari 11 (31,4 %) pengrajin yang
masa kerjanya < 3 tahun, 6 pengrajin (24,0 %) mengalami kelelahan mata, dan 5
pengrajin (50,0 %) mengaku tidak mengalami kelelahan mata. Melihat nilai ρ
0,227 > 0,05 dengan demikian H0 diterima sehingga disimpulkan tidak terdapat
pengaruh masa kerja terhadap kelelahan mata di siang hari.
Tabel 4.11 juga menunjukkan bahwa dari 24 (68,6 %) pengrajin yang sudah
bekerja selama ≥ 3 Tahun, 17 pengrajin (85,0 %) mengaku mengalami kelelahan
mata, dan 7 (46,7 %) diantaranya mengaku tidak mengalami kelelahan mata.
Selanjutnya dari 11 (31,4 %) pengrajin yang masa kerjanya < 3 tahun, 3 pengrajin
(15,0 %) mengalami kelelahan mata, dan 8 (53,3 %) pengrajin mengaku tidak
mengalami kelelahan mata. Melihat nilai ρ 0,027 < 0,05 dengan demikian H0
ditolak sehingga disimpulkan terdapat pengaruh masa kerja terhadap kelelahan
mata di sore hari.
Sedangkan untuk malam hari diketahui bahwa dari 24 (68,6 %) pengrajin
yang sudah bekerja selama ≥ 3 Tahun, 23 pengrajin (82,1 %) mengaku mengalami
kelelahan mata, dan 1 (14,3 %) diantaranya mengaku tidak mengalami kelelahan
mata. Selanjutnya dari 11 (31,4 %) pengrajin yang masa kerjanya < 3 tahun, 5
pengrajin (17,6 %) mengalami kelelahan mata, dan 6 (85,7 %) mengaku tidak
mengalami kelelahan mata. Melihat nilai ρ 0,002 < 0,05 dengan demikian H0
61
ditolak sehingga disimpulkan terdapat pengaruh masa kerja terhadap kelelahan
mata di malam hari.
4.2 Pembahasan
Penelitian dilakukan dari tanggal 8 - 10 april tahun 2013. Sampel dalam
penelitian ini adalah pengrajin sulaman kerawang yang bertempat tinggal di
kecamatan Telaga jaya dan bekerja di pagi, siang, sore dan malam hari dengan
jumlah 35 pengrajin. Waktu kerja pengrajin pada umumnya di mulai dari jam
09.00 pagi, namun ada beberapa pengrajin yang sudah mulai menyulam kerawang
sehabis shalat subuh, dan akan menghentikan pekerjaan menyulamnya pada pukul
08.00 karna akan mengerjakan pekerjaan rumahnya, kemudian setelah itu kembali
melanjutkan menyulam kerawang. Beberapa pengrajin lebih memilih melakukan
pekerjaan rumahnya terlebih dulu sebelum menyulam kerawang seperti memasak,
mengantar anak ke sekolah dll. Biasanya pengrajin tidak menyempatkan istirahat
siang, jadi waktu siang juga mereka gunakan untuk menyulam kerawang, dan
akan diteruskan hingga malam hari.
Pada umumya pengrajin sulaman kerawang ini berumur antara 21 sampai
dengan 40 tahun, dimana paling banyak pengrajin sulaman kerawang yang
berumur 26-30 dan 31-35 dengan pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD).
Pengrajin yang tidak melanjutkan sekolahnya lebih memilih untuk menikah,
hingga saat ini ada beberapa pengrajin yang anaknyapun melakukan pekerjaan
yang sama, menyulam kerawang. Hal ini yang menyebabkan ditemukannya dua
pengrajin dalam satu tempat kerja.
62
4.2.1 Pencahayaan
Kemudahan melihat suatu objek kerja dipengaruhi oleh tingkat pencahayaan
yang baik, karena semakin tinggi pencahayaan maka akan makin memudahkan
seseorang untuk melihat suatu objek kerja. Tingkat pencahayaan yang baik
memungkinkan tenaga kerja melihat objek-objek yang dikerjakan secara jelas,
cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu (Suma’mur, 2009).
Pencahayaan adalah jumlah cahaya yang diterima di area titik dilakukannya
pengukuran, dalam satuan lux. Pengukuran dilakukan di rumah pengrajin yang
merupakan tempat mereka bekerja, pengukuran pencahayaan ini dilakukan
berdasarkan waktu kerja pengrajin. Untuk pengukuran pencahayaan di pagi hari
dilakukan pada pukul 09.00-10.00. Sedangkan cahaya yang digunakan di pagi hari
adalah cahaya alami atau sinar matahari. Hasil penelitian pada tabel 4.5
menunjukkan bahwa dari 35 pengukuran pencahayaan di pagi hari, 16 (45,7 %)
area pengkuran diantaranya menerima cahaya yang tidak memenuhi standar (1000
Lux), dan 19 (54,3 %) area diantaranya menerima cahaya sesuai dengan batas
maksimum tingkat pencahayaan untuk pekerjaan yang teliti yaitu (1000 Lux).
Sedangkan Hasil dari kuesioner pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 35
pengrajin yang bekerja di pagi hari 19 (54,3 %) pengrajin mengalami kelelahan
mata dan 16 (45,7 %) diataranya tidak mengalami kelelahan mata.
Hampir keseluruhan pengrajin memulai pekerjaannya di pagi hari setelah
mereka selelsai mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Namun ada beberapa
pengrajin yang bahkan sudah mulai menyulam saat selesai menunaikan sholat
subuh. Menyulam kerawang merupakan pekerjaan mereka sehari-harinya, hal ini
63
dilakukan untuk membantu menambah penghasilan untuk mencukupi kebutuhan
keluarga mereka. Pada umunya pengrajin kerawang akan mencari tempat yang
dirasa nyaman untuk melakukan pekerjaannya, contohnya didekat jendela, di
dekat pintu, dan diruang tv untuk mengurangi kebosanan. Cahaya matahari dapat
langsung masuk melalui ventilasi, jendela dan pintu di tempat mereka bekerja.
Sinar matahari memulai memancarkan cahayanya di pagi hari, kita sebagai
manusia akan bisa melihat semua benda dan melakukan aktivitas dengan bantuan
dari sinar matahari, sama halnya dengan pengrajin kerawang, sinar matahari
membantu mereka untuk melihat jarum, benang dan dapat membuat sebuah pola
pada kain entah berupa pola bunga, garis-garis dan lain-lain. Inilah yang
menyebabkan kelelahan mata jarang mereka rasakan di pagi hari, selain itu
menurut pengakuan mereka karena waktu pagi adalah awal mereka memulai
menyulam, jadi mereka masih memiliki tenaga ekstra dari istirahat di malam hari,
dan juga waktu kerja hampir keseluruhan pengrajin yang tidak begitu lama yaitu ≤
2 jam di pagi hari mengingat mereka masih harus menunaikan tugas rumah
tangganya.
Hal ini dibuktikan dari hasil uji statistik pada tabel 4.7 yang menggunakan
uji chi square, didapatkan ρ Value 0,640 > 0,05 sehingga kesimpulan yang dapat
diambil adalah H0 diterima artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
pencahayaan terhadap kelelahan mata di pagi hari.
Hasil pengukuran pencahayaan di siang hari pada tabel 4.5 menunjukkan
bahwa 28 (80,0 %) area pengukuran diantaranya menerima cahaya yang tidak
memenuhi standar, dan 7 (20,0 %) area pengukuran pada siang hari menerima
64
cahaya sesuai dengan batas maksimum. Waktu siang dimulai dari pukul 12.00-
15.00, pengukuran pada penelitian ini di mulai dari pukul 12.00-13.00. Pada
umumnya di siang hari waktu pengrajin digunakan hanya untuk menyulam
kerawang, karna pekerjaan rumah tangga yang menjadi tugas pokok mereka sudah
terselesaikan di pagi hari. Sama halnya dengan waktu kerja di pagi hari, pengrajin
kerawang masih memanfaatkan sinar matahari untuk bekerja, malah di siang hari
sinar matahari lebih terang memancarkan cahayanya. Hal ini yang menyebabkan
tempat kerja para pengrajin biasanya akan berubah di siang hari, beberapa
pengrajin yang bekerja di dekat pintu akan merasakan panas yang berasal dari
sinar matahari. Selanjutnya mereka akan mencari tempat yang nyaman untuk
bekerja, biasanya di ruang TV, di dekat pintu kamar, dan di ruang tamu. Namun di
beberapa tempat pengrajin pada saat pengukuran keadaan cuaca mendung bahkan
di tempat lain turun hujan, jadi cahaya yang diterima lebih sedikit di bandingkan
dengan tempat pengrajin yang lainnya, tetapi para pengrajin tetap melakukan
pekerjaannya.
Hasil kuesioner pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 35 responden, 25
(71,4 %) pengrajin mengalami kelelahan mata di siang hari dan 10 (28,6 %)
mengaku tidak mengalami kelelahan mata. Disini terlihat kelelahan mata banyak
dirasakan pengrajin di siang hari. Hal ini disebabkan karena waktu kerja pengrajin
yang lebih lama dibandingkan waktu kerja di pagi hari ditambah lagi dengan
kenaikan suhu di siang hari, biasanya pengrajin merasakan panas saat bekerja.
Selain itu juga hampir keseluruhan pengrajin malah tidak menyempatkan waktu
untuk istirahat siang, mereka lebih memilih untuk terus bekerja.
65
Hasil uji statistik pada tabel 4.8 yang menggunakan uji Fisher’s Exact Test
didapatkan ρ Value 0,381 > 0,05 sehingga kesimpulan yang dapat diambil adalah
H0 diterima artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pencahayaan
terhadap kelelahan mata di siang hari. Hal ini menjelaskan bahwa kelelahan mata
yang dirasakan pengrajin di siang hari bukan karena pencahayaan, melainkan
karena waktu kerja yang lebih lama dari sebelumnya dan perubahan suhu di
tempat kerja.
Selanjutnya untuk pengukuran pencahayaan di sore hari pada tabel 4.5
menunjukkan bahwa 26 (74,3 %) area diantaranya menerima cahaya tidak
memenuhi standar, dan 9 (25,7 %) area menerima cahaya sesuai dengan batas
maksimum. Waktu pengukuran sore dilakukan dari pukul 15.00-16.00. Masih
sama dengan waktu kerja sebelumnya cahaya yang dimanfaatkan para pengrajin
untuk melakukan pekerjaannya adalah sinar matahari, namun cahaya matahari di
sore sudah tidak lebih terang dari siang hari. Dimana sore merupakan waktu
peralihan antara siang dan malam, di sore hari matahari sudah mulai tenggelam.
Biasanya demi menghemat listrik meski mereka sudah merasakan cahaya
ditempat kerjanya sudah sangat kurang, para pengrajin ini akan terus memaksakan
penglihatannya untuk melihat objek pada kain yang sedang dikerjakan.
Selain dipengaruhi oleh musim, sinar matahari juga dipengaruhi oleh waktu.
Sehingga didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa lebih banyak area
pengukuran yang tidak memenuhi standar, selain itu hal ini juga disebabkan oleh
letak rumah pengrajin yang malah membelakangi arah sinar matahari di sore hari
sehingga sinar matahari yang masuk sedikit. Berdasarkan hasil kuesioner pada
66
tabel 4.6 didapatkan dari 35 pengrajin, 20 (57,1 %) pengrajin mengalami
kelelahan mata, dan 15 (42,9 %) diantaranya tidak mengalami kelelahan mata di
sore hari.
Kelelahan mata yang dirasakan oleh cukup banyak pengrajin ini selain
disebabkan oleh cahaya yang tidak memenuhi standar juga disebabkan oleh waktu
kerja, mengingat menyulam merupakan pekerjaan yang membutuhkan ketelitian
yang lebih dari pada pekerjaan-pekerjaan yang lain dan juga mengingat para
pengrajin sudah memulai pekerjaannya dari pagi hari. Sehingga di waktu sore
sudah menunjukkan kelelahan dan juga kebosanan dari para pengrajin itu sendiri.
Hal ini sejalan dengan teori yang ada, dimana menurut teori pencahayaan yang
tidak memenuhi standar tertentu dapat memperburuk penglihatan, karena jika
pencahayaan terlalu besar atau terlalu kecil, pupil mata harus berusaha
menyesuaikan cahaya yang diterima oleh mata. Akibatnya mata harus memicing
silau atau berkontraksi secara berlebihan, karena jika pencahayaan lebih besar
atau lebih kecil, pupil mata harus berusaha menyesuaikan cahaya yang dapat
diterima oleh mata. Pupil akan mengecil jika menerima cahaya yang besar. Hal ini
merupakan salah satu penyebab mata cepat lelah. Dampak dari pencahayaan yang
tidak memadai itu adalah kelelahan pada mata, namun itu pun bersifat reversible
(Depkes, 2008 dalam Nugroho, 2009).
Hal ini dibuktikan dengan hasil uji statistik pada tabel 4.9 yang juga
menggunakan uji Fisher’s Exact Test didapatkan ρ Value 0,027 < 0,05 sehingga
kesimpulan yang dapat diambil adalah H0 ditolak artinya terdapat pengaruh yang
signifikan antara pencahayaan terhadap kelelahan mata di sore hari.
67
Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian yang dilakukan misalnya
penelitian yang dilakukan oleh Nugroho pada tenaga kerja di laboratorium PT.
Polypet Karyapersada Cilegon yang menyatakan terdapat pengaruh pencahayaan
terhadap kelelahan mata pekerja dan juga penelitian yang dilakukan oleh Evi yang
menyatakan pencahayaan berhubungan dengan kelelahan mata penjahit baju dan
kantong di salah satu Konveksi Sektor Informal Binjai.
Sedangkan yang terakhir yaitu hasil pengukuran pencahayaan pada tabel 4.5
di malam hari menunjukkan bahwa 32 (91,4 %) area diantaranya menerima
cahaya tidak memenuhi standar, dan 3 (8,6 %) area menerima cahaya sesuai
dengan batas maksimum. Waktu pengukuran pada malam hari dimulai pada pukul
19.00-20.00. Saat bekerja malam sebagian besar tempat para pengrajin bekerja
tidak lagi sama dengan saat mereka bekerja sebelumnya yaitu di pagi, siang, dan
sore hari. Namun tetap mencari tempat yang mereka rasa nyaman untuk bekerja.
Tempat mereka bekerja di malam hari biasanya di ruang tv tetap tujuannya untuk
mengurangi kebosanan saat bekerja, jadi saat rasa jenuh atau bosan datang mereka
bisa menonton acara yang sedang berlangsung.
Beberapa pengrajin ada yang memilih ruang tamu sebagai tempat kerjanya,
tepat di bawah sinar yang berasal dari sumber cahaya yang meraka gunakan.
Sumber cahaya yang digunakan pengrajin pada malam hari yaitu sinar yang
berasal dari lampu. Sebagian pengrajin lagi memilih kamar sebagai tempat mereka
bekerja di malam hari dengan cahaya lampu yang digunakan untuk menerangi
kamar itu sendiri. Sedangkan ada juga beberapa pengrajin yang memiliki lampu
khusus pada saat bekerja, lampu ini tergantung tepat di atas tempat duduk mereka,
68
dan juga lampu cars yang mereka letakkan tepat di depan mereka, jadi cahaya
lampu yang mereka gunakan terfokus pada pengrajin yang sedang melakukan
pekerjaannya.
Berdasarkan hasil kuesioner pada tabel 4.6 didapatkan dari 35 pengrajin, 28
(80 %) pengrajin mengalami kelelahan mata, dan 7 (20 %) diantaranya tidak
mengalami kelelahan mata di malam hari. Hal ini disebabkan oleh cahaya yang
belum memenuhi standar, dimana masih banyak pengrajin yang tidak
menggunakan lampu khusus untuk bekerja, mengingat jenis pekerjaan yang
mereka kerjakan. Selain itu kelelahan mata juga disebabkan karna sudah
hilangnya ekstra tenaga para pngrajin karna sudah digunakan untuk bekerja
seharian dengan waktu istirahat yang minim, sehingga kelelahan ini menumpuk di
malam hari. Hal in juga dibuktikan dengan hasil uji statistik pada tabel 4.10 yang
juga menggunakan uji Fisher’s Exact Test didapatkan ρ Value 0,027 < 0,05
sehingga kesimpulan yang dapat diambil adalah H0 ditolak artinya terdapat
pengaruh yang signifikan antara pencahayaan terhadap kelelahan mata di malam
hari.
4.2.2 Masa Kerja
Pekerja yang sudah lama bekerja akan mempunyai resiko lebih besar
terjadinya kelelahan mata. Menurut Encylopedia of Occupstionsl Health and
Safety adanya keluhan gangguan mata rata-rata setelah bekerja selama 3 sampai 4
tahun. Dengan demikian pekerja yang bekerja lebih dari tiga tahun akan
mempunyai resiko lebih cepat mengalami kelelahan dibandingkan dengan pekerja
dengan lama kerja kurang dari atau sama dengan tiga tahun.
69
Masa kerja merupakan jumlah tahun yang dihitung dari saat pengrajin mulai
bekerja sampai dengan dilakukannya pengukuran. Berdasarkan hasil
pengumpulan data pada tabel 4.4 lebih banyak pengrajin yang sudah bekerja
selama ≥ 3 tahun. Dari 35 pengrajin sebanyak 24 (68,6 %), dan yang bekerja < 3
tahun sebanyak 11 (31, 4 %).
Beberapa pengrajin mengaku memulai menyulam kerawang dari mereka
baru duduk di kelas 2 Sekolah Dasar, awalnya mereka membantu pekerjaan orang
tuanya. Setelah lulus dari Sekolah Dasar mereka akhirnya lebih memilih untuk
meneruskan pekerjaan orang tuanya dari pada melanjutkan sekolah lagi. Hal ini
terlihat dari tingkat pendidikan terakhir para pengrajin, dimana paling banyak
pendidikan para pengrajin sulaman kerawang UKM “Naga Mas” ini adalah
Sekolah Dasar (SD) dengan jumlah 28 (80 %) pengrajin pada tabel 4.3. Hingga
saat ini bahkan mereka sudah memiliki keluarga menyulam kerawang tetap
menjadi pekerjaan utama mereka. Selain mudah dalam pengerjaannya,
penghasilan dari menyulam kerawang ini membantu untuk mencukupi kebutuhan
mereka setiap harinya.
Kejenuhan memang selalu muncul saat mereka bekerja, apalagi pengrajin
yang sudah bekerja ≥ 3 tahun, terkadang ketika mereka jenuh dengan pekerjaan
itu, mereka tidak lagi datang mengambil kain di UKM “Naga Mas”, namun
menurut mereka itu tidak berlangsung dalam waktu yang lama, terkadang dengan
cara mogok kerja banyak kerugian yang mereka dapatkan, diantaranya yaitu pihak
UKM tidak akan memberikan lagi kain yang kualitasnya bagus jika mereka ingin
kembali mengambil kain di UKM, menurut mereka pihak UKM akan menilai
70
mereka malas, sehingga tidak akan menghasilkan sulaman yang indah dan juga
mengingat tak ada lagi pekerjan yang mereka kerjakan selain menyulam
kerawang. Bayaran yang diberikan pihak UKM biasanya sesuai dengan jenis kain
dan tingkat kesulitan dari pola bunga diinginkan oleh pihak UKM itu sendiri.
Bagi pengrajin yang sudah lama bekerja, rajin dan hasil kerjanya bagus,
biasanya pihak UKM akan terus memberikan jenis kain yang berkualitas dan tentu
saja upahnya lebih besar. Bahkan terkadang jika banyak pesanan pihak UKM
yang langsung mengantarkan langsung kerumah pengrajin tersebut. Inilah yang
menuntut para pengrajin ini terus bekerja bahkan dari pagi sampai terkadang
tengah malam, dengan tanpa memikirkan kesehatan tubuhnya.
Hal ini sesuai dengan hasil pengukuran kelelahan mata di pagi hari dengan
menggunakan kuesioner, pada tabel 4.11 diketahui bahwa dari 24 (68,6 %)
pengrajin yang sudah bekerja selama ≥ 3 tahun, 16 (84,2 %) pengrajin mengalami
kelelahan mata dan 8 (50,0 %) diantaranya tidak mengalami kelelahan mata.
Sedangkan dari 11 (31,4 %) pengrajin yang masa kerjanya < 3 tahun, 3 pengrajin
(15,8 %) mengalami kelelahan mata, dan 8 (50,0 %) mengaku tidak mengalami
kelelahan mata.
Walaupun dari hasil uji statistik pencahayaan tidak memiliki pengaruh
secara signifikan terhadap kelelahan mata di pagi hari. Namun hasil uji statistik
untuk pengaruh masa kerja terhadap kelelahan mata di pagi hari yang juga
menggunakan uji chi-square didapatkan ρ Value 0,030 < 0,05 sehingga
kesimpulan yang dapat diambil adalah H0 ditolak artinya terdapat pengaruh yang
signifikan antara masa kerja terhadap kelelahan mata di pagi hari. Hal ini sejalan
71
dengan teori yang mengatakan “Masa kerja dapat memberikan pengaruh positif
sekaligus pengaruh negatif pada pekerja. Pengaruh positifnya yaitu seseorang
yang sudah lama bekerja akan lebih berpengalaman dalam melakukan
pekerjaannya. Sedangkan pengaruh negatifnya yaitu semakin lama seseorang
bekerja akan menimbulkan kelelahan dan kebosanana saat melakukan
pekerjaannya, selain itu semakin lama seseorang bekerja maka akan semakin
banyak kesempatannya untuk terpapar bahaya yang berasal dari lingkungan
kerjanya”. Jadi tidak hanya pencahayaan namun kelelahan mata juga dapat
disebabkan oleh masa kerja di pagi hari.
Pengukuran kelelahan mata juga dilakukan di siang hari, pengukuran
kelelahan mata digunakan kuesioner, dimana ditanyakan pada setiap pengrajin
kerawang apakah pengrajin kerwang merasakan salah satu gejala kelelahan mata
di siang hari atau malah sebaliknya, sama halnya dengan masa kerja, masing-
masing pengrajin ditanyakan jumlah tahun kerja dihitung dari saat pengrajin
memulai pekerjaan sampai dengan dilakukannya penelitian. Berdasarkan hasil
pengukuran kelelahan mata pada tabel 4.11 di siang hari diketahui bahwa dari 24
(68,6 %) pengrajin kerawang yang sudah bekerja ≥ 3 tahun, 19 pengrajin (76,0 %)
mengaku mengalami kelelahan mata, dan 5 (50,0 %) diantaranya mengaku tidak
mengalami kelelahan mata. Selanjutnya dari 11 (31,4 %) pengrajin yang masa
kerjanya < 3 tahun, 6 pengrajin (24,0 %) mengalami kelelahan mata, dan 5 (50,0
%) mengaku tidak mengalami kelelahan mata.
72
Sama dengan hasil uji statistik pengaruh pencahayaan terhadap kelelahan
mata di siang hari yang tidak memilik pengaruh secara signifikan, hasil uji
statistik pengaruh masa kerja terhadap kelelahan mata yang menggunakan uji
Fisher’s Exact Test juga didapatkan nilai ρ Value 0,227 < 0,05 dengan demikian
H0 diterima sehingga disimpulkan tidak terdapat pengaruh masa kerja terhadap
kelelahan mata di siang hari. Sama halnya dengan pencahayaan di siang hari,
kelelahan mata yang dirasakan oleh pengrajin kerawang bukan karena
pencahayaan ataupun masa kerja, melainkan karena waktu kerja pengrajin
kerawang yang cukup lama di siang hari.
Sedangkan untuk pengukuran kelelahan mata di sore hari pada tabel 4.11,
dari 24 (68,6 %) pengrajin sulaman kerawang yang sudah bekerja ≥ 3 tahun, 17
pengrajin (85,0 %) mengaku mengalami kelelahan mata, dan 7 (46,7 %)
diantaranya mengaku tidak mengalami kelelahan mata. Selanjutnya dari 11 (31,4
%) pengrajin yang masa kerjanya < 3 tahun, 3 pengrajin (15,0 %) mengalami
kelelahan mata, dan 8 (53,3 %) pengrajin mengaku tidak mengalami kelelahan
mata. hasil uji statistik pengaruh masa kerja terhadap kelelahan mata yang
menggunakan uji Fisher’s Exact Test juga didapatkan nilai ρ Value 0,027 < 0,05
dengan demikian H0 ditolak sehingga disimpulkan terdapat pengaruh masa kerja
terhadap kelelahan mata di sore hari, hal ini juga sejalan dengan teori yang ada.
Selanjutnya untuk pengukuran kelelahan mata di malam hari, sama halnya
dengan pengukuran sebelumnya, kelelahan mata di malam hari juga menggunakan
kuesioner, begitu juga masa kerja. berdasarkan hasil pengukuran pada tabel Tabel
4.11. menunjukkan bahwa dari 24 (68,6 %) pengrajin yang sudah bekerja selama
73
≥ 3 Tahun, 23 pengrajin (82,1 %) mengaku mengalami kelelahan mata, dan 1
(14,3 %) diantaranya mengaku tidak mengalami kelelahan mata. Selanjutnya dari
11 (31,4 %) pengrajin yang masa kerjanya < 3 tahun, 5 pengrajin (17,9 %)
mengalami kelelahan mata, dan 6 (85,7 %) mengaku tidak mengalami kelelahan
mata. Melihat nilai ρ 0,002 < 0,05 dengan demikian H0 ditolak sehingga
disimpulkan terdapat pengaruh masa kerja terhadap kelelahan mata di malam hari.
4.2.3 Kelelahan Mata
Kelelahan mata merupakan keluhan gangguan kesehatan mata yang
dirasakan oleh pengrajin. Kelelahan mata timbul sebagai stress intensif pada
fungsi mata terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu pengamatan
secara telitim kelelahan mata timbul karena penggunaan indera penglihatan dalam
jangka waktu yang lama. Berdasarkan pengukuran kelelahan mata pada pengrajin
sulaman kerawang UKM “Naga Mas”, keseluruhan pengrajin mengalami
kelelahan mata. Untuk hasil pengukuran kelelahan mata di pagi hari pada tabel 4.6
dari 35 pengrajin, 19 responden (54,3 %) diantaranya mengalami kelelahan mata
di pagi hari, dan 16 (45,7) responden yang mengaku tidak mengalami kelelahan di
pagi hari. Hasil pengukuran kelelahan mata di siang hari menunjukkan bahwa dari
35 pengrajin, 25 responden (71,4 %) mengalami kelelahan mata di siang hari, dan
10 (28,6%) diantaranya tidak mengalami kelelahan mata.
74
Selanjutnya untuk hasil pengukuran di sore hari diketahui bahwa 20 (57,1
%) responden mengalami kelelahan mata dan 15 responden (42,9 %) tidak
mengalami kelelahan mata. Sedangkan hasil pengukuran kelelahan mata di malam
hari, 28 responden (80,0 %) mengaku kelelahan mata di malam hari dan 7 (20,0
%) diantaranya mengaku tidak mengalami kelelahan mata dimalam hari.
Untuk mengetahui kelelahan mata yang dirasakan oleh pengrajin sulaman
kerawang UKM “Naga Mas” dilakukan pembagian kuesioner yang berisikan 15
pertanyaan tentang ketegangan mata diantaranya yaitu : kelopak mata terasa berat,
terasa ada tekanan dalam mata, mata sulit dibiarkan terbuka, merasa enak kalau
kelopak mata sedikit ditekan, bagian mata paling dalam terasa sakit, penglihatan
kabur, kesulitan fokus, mata mudah berair, mata pedih dan berdenyut, mata
merah, mata terasa panas dan kering, kotoran mata bertambah, jika mata ditutup
terlihat kilatan cahaya, tidak dapat membedakan warna sebagaimana biasanya,
penglihatan tampak ganda.
Seseorang dikatakan mengalami gangguan kelelahan mata jika memiliki
satu atau lebih dari 15 gejala tersebut. Pengrajin yang menjadi sampel dalam
penelitian ini adalah pengrajin yang tidak memiliki keterunan penyakit mata dan
tidak ada riwayat penyakit mata sebelumnya, dan tidak menggunakan kaca mata,
jadi kelelahan mata yang dirasakan oleh pengrajin adalah benar-benar karna
pencahayaan pada saat mereka bekerja.
75
Kelelahan mata paling banyak terjadi pada pengrajin sulaman kerawang
dengan umur antara 25-30 dan 31-36 tahun, hal ini sejalan dengan teori yang
menyebutkan bahwa “Dengan bertambahnya usia menyebabkan lensa mata
berangsur-angsur kehilangan elastisitasnya, dan agak kesulitan melihat pada jarak
dekat sehingga menyebabkan ketidaknyamanan penglihatan ketika mengerjakan
sesuatu pada jarak dekat, demikian pula penglihatan jauh”. Selain itu penglihatan
juga dipengaruhi oleh faktor pencahayaan yang berbunyi Tingkat pencahayaan
juga akan mempengaruhi kemampuan mata melihat objek gambar dan pada usia
tua diperlukan intensitas penerangan lebih besar untuk melihat objek gambar.
Semakin besar luminansi dari sebuah objek, rincian objek yang dapat dilihat oleh
mata juga akan semakin bertambah. Selanjutnya kelelahan mata juga paling
banyak terjadi pada pengrajin yang sudah bekerja ≥ 3 tahun. Hal ini juga sejalan
dengan teori yang mengatakan bahwa “Masa kerja dapat memberikan pengaruh
positif sekaligus pengaruh negatif pada pekerja. Pengaruh positifnya yaitu
seseorang yang sudah lama bekerja akan lebih berpengalaman dalam melakukan
pekerjaannya. Sedangkan pengaruh negatifnya yaitu semakin lama seseorang
bekerja akan menimbulkan kelelahan dan kebosanana saat melakukan
pekerjaannya, selain itu semakin lama seseorang bekerja maka akan semakin
banyak kesempatannya untuk terpapar bahaya yang berasal dari lingkungan
kerjanya”.