bab iv hasil penelitian dan pembahasandigilib.uinsby.ac.id/14806/7/bab 4.pdf · dan siklus...

83
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 149 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Konflik Antar elit Pondok Pesantren Al Ichsan Dalam dinamika sosial di Pondok Pesantren Al Ichsan, konflik pada mulanya terjadi antar elit pesantren, konflik tersebut kemudian berkembang dan terjadi antara elit pesantren dengan pengelola lembaga pendidikan formal bahkan juga berkembang menjadi konflik antara pengasuh dengan sebagian kelompok santri yang memihak salah satu elit pesantren pengasuh pondok. Realitas konflik tersebut pada mulanya terjadi antar individu yang berada di Pondok Pesantren Al Ichsan dan kemudian berkembang menjadi konflik antar individu dengan kelompok sosial masyarakat pesantren. Situasi konflik yang terjadi di Pondok Pesantren Al Ichsan secara tipikal tercakup dalam pembagian tipe-tipe situasi konflik yang dirumuskan oleh Winardi, karena Winardi membagi situasi-situasi konflik menjadi empat macam,yaitu;1) konflik di dalam individu sendiri;2) konflik antar pribadi atau konflik antar individu dengan individu;3)konflik antar kelompok dan; 4)konflik antar organisasi. 162 Dilihat dari sejarahnya, konflik yang terjadi di Pondok Pesantren Al Ichsan telah berjalan cukup lama dan melewati proses-proses yang secara konsisten membentuk siklus konflik. Oleh karena itu, konflik antarelit 162 Winardi, Manajemen Konflik, Konflik Perubahan dan Pengembangan (Bandung: Mandar Maju,1994), 8.

Upload: donga

Post on 06-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

149

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Konflik Antar elit Pondok Pesantren Al Ichsan

Dalam dinamika sosial di Pondok Pesantren Al Ichsan, konflik pada

mulanya terjadi antar elit pesantren, konflik tersebut kemudian berkembang

dan terjadi antara elit pesantren dengan pengelola lembaga pendidikan

formal bahkan juga berkembang menjadi konflik antara pengasuh dengan

sebagian kelompok santri yang memihak salah satu elit pesantren pengasuh

pondok. Realitas konflik tersebut pada mulanya terjadi antar individu yang

berada di Pondok Pesantren Al Ichsan dan kemudian berkembang menjadi

konflik antar individu dengan kelompok sosial masyarakat pesantren.

Situasi konflik yang terjadi di Pondok Pesantren Al Ichsan secara

tipikal tercakup dalam pembagian tipe-tipe situasi konflik yang dirumuskan

oleh Winardi, karena Winardi membagi situasi-situasi konflik menjadi empat

macam,yaitu;1) konflik di dalam individu sendiri;2) konflik antar pribadi

atau konflik antar individu dengan individu;3)konflik antar kelompok dan;

4)konflik antar organisasi.162

Dilihat dari sejarahnya, konflik yang terjadi di Pondok Pesantren Al

Ichsan telah berjalan cukup lama dan melewati proses-proses yang secara

konsisten membentuk siklus konflik. Oleh karena itu, konflik antarelit

162

Winardi, Manajemen Konflik, Konflik Perubahan dan Pengembangan (Bandung: Mandar

Maju,1994), 8.

Page 2: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

150

di pondok pesantren Al Ichsan tidak terjadi tiba-tiba tanpa sebab. Akan

tetapi konflik tersebut terjadi dengan melewati siklus dan proses-proses serta

dipicu oleh faktor-faktor kunci yang melatar belakanginya secara kompleks,

yang kemudian tumbuh berkembang merusak sendi-sendi harmonisási sosial

masyarakatnya.163

Berdasarkan hasil diskusi dengan subyek penelitian dan informan,

diperoleh informasiyang menjelaskan bahwa konflik antar elit yang terjadi di

Pondok Pesantren Al Ichsan dimulai dengan timbulnya suatu krisis

kepemimpinan di pesantren, selanjutnya terjadi kesalahpahaman antar elit

pesantren dan pada akhirnya lahir pertentangan-pertentangan yang

berkembang menjadi konflik antar kelas sosial.

Dengan demikian, dilihat dari pembagian tipe konflik dalam

pemikiran Lewis A.Coser, konflik yang terjadi pada dasarnya adalah Konflik

Realistic, karena konflik baru muncul setelah adanya frustasi atas tuntutan

khusus dari para elit yang mengejar kekuasaan (power), status yang langka,

resources (sumber daya), dan nilai-nilai yang dianggap benar.164

Dilihat dari segi proses dan siklusnya, konflik antar elit Pondok

Pesantren Al Ichsan memiliki proses dan siklus yang berbeda dengan proses

dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, karena

dalam teori Struktural Konflik, proses dan siklus konflik dapat diringkas

sebagai berikut, yaitu: 1)Adanya pembagian ekonomi dan kekuasaan politik

163

Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto. 5 Mei 2014. 164

Wawancara, santri senior, Mojokerto. 5 Mei 2014.

Page 3: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

151

yang tidak merata.; 2)Lahir kelompok-kelompok sosial yang terdiri dari

kelas super ordinasi dan subordinasi; 3) Terjadinya konflik dan pertentangan

kelas; 4) Adanya revolusi sistem sosial yang melahirkan masyarakat tanpa

kelas.165

Begitupun juga konflik antar elit Pondok Pesantren Al Ichsan sama

dengan siklus konflik yang dirumuskan oleh Hardjana, di mana ia

merumuskan bahwa lingkaran siklus konflik terdiri dari hal-hal sebagai

berikut, yaitu: 1) kondisi yang mendahului, 2)kemungkinan konflik yang

dilihat, 3)konflik yang dirasa, 4) perilaku yang nampak, 5)konflik ditekan

atau dikelola, 6) dampak konflik166

.

Konflik antarelit Pondok Pesantren Al Ichsan mempunyai ciri yang

khas dan membedakan dengan fenomena konflik yang terjadi di dalam

struktur sosial masyarakat atau organisasi-organisasi yang lain. Adanya

perbedaan tersebut terkait dengan keberadaan pesantren sebagai sebuah

subkultur yang memiliki tradisi tersendiri yang unik dan tidak dimiliki

oleh tradisi masyarakat pada umumnya.

Dalam dunia pesantren, terdapat norma dan sistem nilai sosial yang

perubahannya dipelihara dalam kerangka untuk menjaga kekuasaan yang

diperoleh elit pesantren. Dalam proses penjagaan tersebut, para elit biasanya

menggunakan pengetahuan atau dunia simbolik untuk menguatkan otoritas

kekuasaanya.

165

Lewis A.Coser, The Functions of Social Conflict. (Chicago: Free Press, 1959),71. 166

Hardjana, A.M., Konflik di Tempat Kerja,….. , 14.

Page 4: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

152

Dilihat dalam perspektif teori Struktural Konflik yang

dicetuskan oleh Marx, masyarakat Pondok Pesantren Al Ichsan Brangkal

Sooko Mojokerto pada dasarnya dapat diklasifikasikan kedalam dua bentuk

stratifikasi sosial, yaitu kelompok sosial yang super ordinasi dan kelompok

sosial yang subordinasi167

. Dengan bahasa lain dua kelompok tersebut

merupakan dua kelas sosial yang menurut Marx disebutsebagai kelas Borjuis

dan kelas Proletariat168.

Pengasuh utama pondok pesantren yang memiliki dan menguasai

wewenang politik, ekonomi maupun sarana-sarana dapat disebut sebagai

kelompok super ordinasi (Borjuis). Dan sebagian elit pesantren yang tidak

memiliki dan menguasai wewenang politik, ekonomi maupun sarana-sarana

dapat disebut sebagai ‚Kelas Intlektual‛ dalam bahasa Antonio Gramsci.169

Dalam konteks perkembangan konflik di Pondok Pesantren Al Ichsan

Brangkal yang telah mengarah pada konflik antar kelas atau antar

kelompok sosial, kemungkinan sebagian santri di Pondok Pesantren Al

Ichsan Brangkal berani melakukan penentangan-penentangan terhadap

pengasuh utama pondok pesantren adalah karena keperpihakan mereka

terhadap salah satu elit pesantren.

167

Yang penulis maksud dengan kelompok dalam pengertian ini bukanlah kelompok dalam

pengertian masyarakat atau asosiasi (organisasi) sebagaimana devinisi Harold J Laski (lihat

Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2003),34,

dalam arti ia bukanlah sekumpulan manusia yang hidup bersama dan bekerja sama untuk

mencapai terkabulnya keinginan mereka secara bersama-sama.Akan tetapi yang dimaksud

dengan kelompok dalam konteks ini menunjuk pada pengertian golongan yang mempunyai

identitas tertentu secara cultural dan struktural dengan golongan lain 168

Andi Mu‟awiyah Ramly, Peta Pemikiran Karl Marx; Matrealisme Dialektif Dan Matrealisme Histories (Yogyakarta : LKIS, 2004), 147.

169 Zainudin Maliki, Narasi Agung…,147.

Page 5: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

153

Proletar yang dianggap lebih berhak secara spiritual dan kultural

memiliki dan menguasai wewenang politik, ekonomi maupun sarana-sarana

yang ada di pesantren. Oleh karena itu keberanian mereka dalam melakukan

penentangan-penentangan menjadi kuat karena mereka merasa memperoleh

legitimasi ideologis. Sebagian elit pesantren yang terlibat konflik pada

umumnya mempunyai pandangan bahwa beberapa kebijakan yang dilakukan

oleh Gus Malik (ketua yayasan) secara substansial adalah ‚salah‛ karena

kebijakan-kebijakan tersebut dilakukan untuk memenuhi kepentingan pribadi

atau kepentingan keluarganya sendiri. Oleh karena itu, sebagian elit

pesantren lain pada umumnya tidak setuju dengan kebijakan yang

dikeluarkan Gus Malik sehingga mereka kemudian melakukan penentangan-

penentangan.170

Dilihat dalam perspektif teori konflik, perbedaan pandangan

manajemen yang diuraikan, pada dasarnya merupakan bentuk konflik yang

bersifat laten. Konflik laten tersebut pada akhirnya berubah menjadi konflik

manifest ketika para elit pesantren lain berusaha melakukan penentangan

terhadap kebijakan tersebut secara terbuka melalui perang urat saraf,.171

Fenomena pertentangan-pertentangan antarelit pesantren, pada

dasarnya merupakan suatu manifestasi konflik yang perjalanan siklusnya,

secara sistematis ditandai dengan adanya suatu krisis. Krisis di Pondok

Pesantren Al Ichsan Brangkal dimulai dengan wafatnya Kiai Haji Chusen

170

Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto. 5 Mei 2014. 171

Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto. 5 Mei 2014

Page 6: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

154

Ichsan, dan hal itu menjadi persoalan tersendiri mengingat kebesaran

Pondok Pesantren Al Ichsan adalah karena adanya figur dan kharisma Kiai

Haji Chusen Ichsan. Karena itu ketika Kiai Haji Chusen Ichsan masih hidup,

maka santri yang mondok di Pondok Pesantren Al Ichsan sangat banyak,

mereka pada umumnya datang ke Pondok Pesantren Al Ichsan secara

berkelompok dari daerah lokal sampai regional untuk menimba ilmu kepada

Kiai Haji Chusen Ichsan.

Sebaliknya, sejak setelah Kiai Haji Chusen Ichsan wafat sementara

kharisma yang dimiliki para penggantinya kurang besar untuk dapat

memikat masyarakat, maka perlahan-lahan santri pondok pesantren

berkurang dan hinggá saat ini jumlahnya hampir dapat dihitung dengan jari.

Selain itu, para tamu yang datang ke pesantren juga semakin sedikit.172

Dilihat dalam perspektif ekonomi, kharisma Kiai Haji Chusen Ichsan

yang menarik masyarakat untuk belajar ilmu di Pondok Pesantren Al Ichsan

juga berarti menambah akses ekonomi bagi keluarganya dan bagi Pondok

Pesantren Al Ichsan secara umum. Dengan banyaknya santri maka dana

infa>q, bisha>rah atau shahri >‘ah 173yang diberikan santri kepada Kiai Haji

Chusen Ichsan atau kepada Pondok Pesantren Al Ichsan juga besar.

Secara hirarkhis, dana infaq, bisharah atau shahriah yang diberikan

santri kepada Kiai Haji Chusen Ichsan atau kepada Pondok Pesantren Al

172

Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto. 5 Mei 2014 173

Infaq adalah pengeluaran sukarela yang dilakukan setiap orang ketika ia mendapatkan rizki,

Bisharah adalah merupakan tanda terima kasih atas jasa yang telah dilakukan oleh orang yang

diminta untuk melakukan sesuatu dalam hal ibadah, Shahriah adalah sumbangan pembinaan

pendidikan yang diberikan oleh siswa setiap bulannya.

Page 7: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

155

Ichsan sebenarnya jumlahnya kecil, terlebih lagi sejak awal berdirinya

pondok pesantren ini memang diperuntukan bagi masyarakat yang tidak

mampu.

Oleh karena itu, jumlah dana yang lebih besar biasanya didapatkan

secara individual oleh Kiai Haji Chusen Ichsan dari infaq santri atau orang

tua santri yang tidak mengikat karena ia bersifat persembahan. Infaq dalam

wujud ini biasanya diperoleh Kiai Haji Chusen Ichsan dalam wujud uang

atau barang-barang keperluan hidup, seperti pakaian, makanan, hasil bumi

atau hasil usaha santri atau orang tua santri.

Selain itu, akses ekonomi yang jumlahnya cukup besar biasanya juga

diperoleh Kiai Haji Chusen Ichsan dari pejabat atau tokoh masyarakat

yang ingin ‚membeli‛ benda-benda yang bernilai mistik atau magic, seperti

sabuk (ikat pinggang), cincin atau benda pusaka yang telah ‚diisi‛ tenaga

dalam oleh Kiai Haji Chusen Ichsan melalui wirid-wirid atau riya>d{ah

ba>t}i>niyyah terlebih dahulu sehingga benda-benda tersebut dianggap

bertuah memiliki keistimewaan tertentu. Infaq dalam bentuk ini biasanya

disebut sebagai ‚mahar‛.174

Akses ekonomi yang lebih besar dari ketiga macam bentuk infaq

tersebut adalah pemberian(hibah dan atau hadiah) yang diperoleh Kiai Haji

Chusen Ichsan dari pejabat atau tokoh masyarakat yang merupakan mantan

santri yang sudah sukses. Infaq dalam wujud demikian biasanya diberikan

kepada Kiai Haji Chusen Ichsan secara individual atau secara institusional

174

Wawancara, Hasanudin, Mojokerto,20Mei2014

Page 8: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

156

dengan tujuan untuk memanfaatkan kharisma yang dimiliki kiai untuk

kepentingan-kepentingan tertentu. .‛175

Dilihat dari segi manajemen organisasi pesantren, adanya figur Kiai Haji

Chusen Ichsan menjadikan pengelolaan seluruh aspek manajemen pesantren

dapat berjalan dengan teratur, karena itu proses perjalanan pesantren dalam

memberikan mutu dan layanan pendidikan yang berkualitas kepada santri

dapat berjalan secara efektif dan efisien, karena pada saat Kiai Haji Chusen

Ichsan masih hidup, proses pendidikan di Pondok Pesantren Al Ichsan

berjalan dengan baik, proses pembelajaran berjalan sesuai sistem yang ada,

guru dan ustad dapat mengajar sesuai jadwal yang ditentukan. Selain itu,

dengan adanya figur Kiai Haji Chusen Ichsan perkembangan pondok

pesantren dan seluruh aktifitas yang terdapat didalamnya menjadi sangat

signifikan.

Permasalahannya kemudian muncul ketika Kiai Haji Chusen Ichsan

sebagai tokoh sentral di pesantren wafat dan meninggalkan Pondok

Pesantren Al Ichsan tanpa berwasiat tentang siapa yang nanti memegang

tampuk kekuasaan di pesantren sebagai pengganti beliau. Sementara itu,

pada sisi lain Kiai Haji Chusen Ichsan juga tidak menciptakan sistem

pengelolaan pesantren yang terdokumentasikan secara baik dan

administratif, sehingga dapat memandu pelaksanaan fungsí-fungsi

manajemen yang efektif dan efisien.

175

Wawancara, Gus Fatkhurrohman, Mojokerto, 14 Juli 2014.

Page 9: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

157

Kondisi ini sebenarnya dapat memicu lahirnya konflik karena hal itu

dapat menyebabkan perebutan kekuasaan antar elit pesantren, akan tetapi di

Pondok Pesantren Al Ichsan hal itu tidak terjadi secara langsung,karena para

elit pesantren di Pondok Pesantren Al Ichsan telah memiliki kesadaran

bahwa yang akan menduduki kepemimpinan pesantren adalah keluarga

terdekat Kiai Haji Chusen Ichsan.176

Konflik muncul di Pondok Pesantren Al Ichsan ketika dalam

peristiwa sehari-hari terdapat sebagian elit pesantren tidak puas terhadap

cara kerja sebagian elit pesantren yang lain. Perasaan tidak puas ini kadang-

kadang berlalu begitu saja dan muncul kembali ketika individu merasa

mengalami gangguan dan kebijakan yang diskriminatif, sementara itu

mereka menganggap perbuatan yang mereka lakukan sudah sesuai dengan

standar dan aturan yang pada umumnya di Pondok Pesantren Al Ichsan.

Bentuk ketidak puasan tersebut terlihat seperti dalam kasus

pengelolaan dana insentif guru Diniyah. Dalam kasus ini sebagai kepala

Madrasah Diniyah Gus Malik tidak membagikan insentif tersebut secara

langsung kepada para ustad, akan tetapi mengelolanya secara efektif dan

efisisen dengan memberikannya sesuai jam mengajar sebagaimana yang

dilakukan kepala madrasah pada umumnya, padahal dana insentif itu adalah

176

Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto. 5 Mei 2014

Page 10: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

158

dana pemberian dari pemerintah untuk kesejahteraan guru diluar gaji dari

lembaga atau yayasan.177

Kebijakan yang diambil Gus Malik tersebut dalam realisasinya

ternyata tidak dapat diterima oleh elit pesantren lain dan sebagian besar

ustad Madrasah Diniyah Al Ichsan. Bahkan kebijakan ini pada akhirnya

menimbulkan persepsi negatif bahwa Gus Malik telah melakukan korupsi

terhadap dana insentif guru Diniyah. Padahal menurut Gus Malik dana

tersebut masih ada di bank yang rekeningnya memang ia pegang. Dana

tersebut sengaja tidak di berikan karena proses pendidikan di Madrasah

Diniyah tidak berjalan178

.

Begitupun juga dalam kasus ketika pimpinan Madrasah Aliyah

Al Ichsan meminta izin kepada Gus Malik untuk menggunakan sebagian

kamar pondok untuk kepentingan pengembangan sarana pendidikan di

Madrasah Aliyah Al Ichsan. Dengan tanpa bermusyawarah dengan elit

pesantren yang lain, Gus Malik secara langsung memberikan izin karena hal

itu demi kepentingan pengembangan pendidikan formal yang berarti juga

demi kepentingan pesantren tersebut.

Oleh sebab itu mereka tidak setuju dengan kebijakan ini dan

menganggap kebijakan ini dilakukan secara sepihak, bahkan pada akhirnya

mereka menganggap bahwa kebijakan ini secara substansial adalah salah

karena antara lembaga pendidikan formal dan pondok ada perbedaan, yang

177

Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto. 5 Mei 2014 178

Wawancara, Hasanudin, Mojokerto, 20Mei2014.

Page 11: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

159

pengelolaannya harus dipisahkan, karena pondok bersifat sala>fiyah

sementara lembaga pendidikan formal bersifat khala>fiyah. Untuk itu secara

konseptual kedua institusí ini justru bertentangan dan tidak mungkin dapat

berhubungan yang saling menguntungkan.179

Fenomena ketidakpuasan di atas sebenarnya bagian dari tahap-tahap

konflik yang terjadi di Pondok Pesantren Al Ichsan. Akan tetapi eskalasi

konflik dalam tahap ini sebenarnya masih kecil, karena konflik yang

terjadi hanya bersifat laten, dalam arti ia hanya masih berada pada

dimensi psikis.

Konflik dalam dimensi ini pada dasarnya hanya merupakan

pertentangan-pertentangan psikologis antara elit pesantren dengan elit

pesantren lainnya. Eskalasi konflik yang kecil ini menjadi membesar ketika

terjadi perebutan sumber daya yang ada di pesantren,di mana sumber daya-

sumber daya tersebut sebenarnya semakin langka.

Fenomena konflik yang terjadi di Pondok Pesantren Al Ichsan

sebagaimana yang telah diurai kandi atas, telah lama tidak terselesaikan.

Dan diantara sebab kenapa konflik keluarga pesantren ini sulit diselesaikan

adalah karena tidak adanya kesadaran para elit pesantren tentang kondisi

mereka yang sedang berada pada situasi konflik, walaupun seandainya

situasi konflik ini disadari oleh para elit pesantren, maka resolusi

konflik tetap saja akan mengalami kebuntuan karena disebabkan oleh

beberapa faktor yaitu:

179

Wawancara, pak Falah, Mojokerto,14 Agustus 2014

Page 12: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

160

Pertama: keluarga selalu bersikap tertutup atas konflik yang

terjadi di antara mereka dengan alasan menjaga reputasi dan kehormatan

di tingkat umat; Kedua : masing-masing pihak yang berkonflik merasa

kedudukan sama dan merasa benar; Ketiga : sulit masuknya mediator

dari luar karena resistensi dan proteksi yang mereka miliki; dan keempat:

pihak luar dianggap lebih rendah statusnya dan tidak diperhitungkan oleh

pihak yang berkonflik.180

Fenomena ini sebenarnyas angat ironis, padahal persoalan konflik

keluarga Pesantren Al Ichsan telah memberikan dampak-dampak yang justru

disfungsional(perusak) terhadap manajemen pendidikan di pesantren dan

perkembangan pendidikan di yayasan Al Ichsan secara umum. Untuk itu,

konflik yang terjadi seharusnya dapat segera diatasi dan diselesaikan dengan

secepatnya agar dampak negatif yang ditimbulkannya tidak semakin

berkembang dan tidak terkendali.181

B. Akar Konflik Antarelit Pondok Pesantren Al Ichsan

Konflik dalam kehidupan sosial dapat diasumsikan sebagai sebuah

‚realitas‛, dalam arti bisa terjadi antara individu dengan individu, antara

individu dengan kelompok dan antara kelompok dengan kelompok. Konflik

sosial juga dapat terjadi kapan saja, dialami oleh siapa saja dan di mana

saja, termasuk juga dapat dialami oleh elit pesantren dan terjadi

dilingkungan pesantren.

180

Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 13 Mei 2014. 181

Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 13 Mei 2014.

Page 13: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

161

Menurut teori Struktural Konflik, konflik adalah gejala yang

selalu melekat pada setiap masyarakat. Bahkan menurut Marx, ‚sejarah

dari setiap masyarakat yang ada dari dulu sampai sekarang adalah sejarah

pertentangan kelas‛. yang merupakan manifestasi dari bentuk konflik182

.

Sejarah kehidupan masyarakat yang bagaimanapun corak sosialnya,

pembagian sumber daya ekonomi dan politik menjadi faktor- faktor pemicu

lahirnya konflik, karenanya teori Struktural Konflik memandang bahwa

faktor ekonomi dan politik menjadi faktor kunci penyebab lahirnya konflik

di masyarakat.

Dalam kehidupan masyarakat pesantren yang komplek, faktor

ekonomi dan politik bukan satu-satunya faktor kunci penyebab lahirnya

konflik. Ada banyak faktor lain yang saling berkaitan dan saling berpengaruh

antara satu faktor dengan faktor lainnya serta memiliki signifikansi yang

tinggi untuk memicu lahirnya konflik.

Menurut Hamdan Farhan dan Syarifudin dengan berdasarkan pada

penelitiannya terhadap pesantren-pesantren salaf (tradisional) di Yogyakarta,

akar konflik di pesantren adalah konflik keluarga, konflik politik, perebutan

pengakuan umat, feodalisme, dan manajemen.183

Berbeda dengan penjelasan

Hamdan Farhan dan Syarifudin di atas, gambaran dari hasil penelitian

yang penulis lakukan terhadap fenomena konflik di Pondok Pesantren Al

182

Andi Muawwiyah Ramli, Peta Pemikiran Karl Marx…,145. 183

Hamdan Farhan dan Syarifudin,Titik Tengkar Pesantren, Resolusi Konflik Masyarakat pesantren, (Yogyakarta:pilar religia,2005), 89-113.

Page 14: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

162

Ichsan menjelaskan bahwa faktor-faktor yang teridentifikasi sebagai

penyebab konflik antarelit pesantren ádalah sebagai berikut :

1. Faktor Internal Elit Pesantren.

Bahwa para elit pesantren yang terlibat konflik baik Gus Malik maupun

Neng Ninuk pada dasarnya mereka menganggap bahwa diri mereka

masing-masing berhak untuk memimpin pesantren, karena hal ini

disebabkan mereka kurang memahami dalam hal internalisasi nilai-nilai

pesantren, kurang luasnya perspektif nilai-nilai keislaman, tidak

mempunyai local wisdom atau kearifan lokal dan pelatihan dan

pendidikan yang memadai diantara elit-elit tersebut.dan karena kurang

baik aspek psikologi mereka,sehingga yang dicari hanya materialistis

dan hedonisme saja, jiwa keikhlasan dan berjuang untuk keberlangsungan

pondok pesantren dan umat tidak ada sama sekali dalam hati mereka.184

2. Faktor Eksternal Elit Pesantren

a. Faktor Ekonomi

Analisis yang terkandung dalam wawasan teori konflik

khususnya yang berakar dari tradisi yang dibangun oleh Marx

adalah bahwa kehidupan sosial-ekonomi ditempatkan sebagai

perangkat yang mendasari setiap kiprah kesadaran manusia.185

Faktor ekonomi selalu menjadi penentu perilaku seseorang dalam

184

Wawancara, Hasanudin, Mojokerto ,14 Agustus 2014 185

Andi Muawwiyah Ramli, Peta Pemikiran Karl Marx…,133.

Page 15: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

163

kehidupan sosial, sedangkan faktor kesadaran ditentukan oleh kondisi

ekonomi yang tercipta..186

Dalam sejarah intelektual, pandangan Marx diatas dianggap

telah membuka ruang bagi interpretasi sejarah yang matrealis dan

Marx disebut sebagai seorang pemikir Matrealisme Dialektik

karena dengan asumsi diatas itu Marx telah meletakkan basis semua

gerakan sejarah dan fenomena masyarakat berada di bawah sistem

ekonomi, olehkarena itu, sistem ekonomilah yang memberi bentuk

dan arah kepada semua fenomena sosial.

Walaupun konsepsi matrealisme sejarah yang dibangun

berdasarkan interpretasi tersebut dapat dikritik berdasarkan

kelemahan-kelemahan empiris dan kelemahan-kelemahan lain dalam

ranah psikologi-filosofis yang terkandung di dalamnya, akan tetapi

tidak dapat dipungkiri bahwa matrealisme sejarah telah berpengaruh

pada konstelasi sejarah perkembangan ilmu pengetahuan abad

20.187

Bahkan lebih dari itu, wawasan pemikiran Marx juga telah

menemukan kenyataan empirisnya dalam perkembangan sosial

masyarakatseperti saat ini.

186

Dalam pandangan demikian, Marx menempatkan hubungan dan cara-cara produksi( the modes of production process) sebagai bangunan bawah (Base), sedangkan system ekonomi, sosial, politik, budaya, kesenian, pendidikan, hukum, bahasa dan berbagai kesadaran sejarah

merupakan bangunan atas (superstruktur). Bangunan atas apakah itu agama, pendidikan,

sejarah, Negara, hukum, bahasa, dan berbagai kesadaran sejarah lainnya sepenuhnya

ditentukan oleh bangunan bawah, sehingga bangunan atas bukan merupakan realitas

tersendir imelainkan sebuah refleksi dari kepentingan produksi atau kondisi material (mode

produksi). Mode produksi ekonomi tersebut dimanifestasikan dalam hubungan antar manusia

yang bersifat independent, tidak tergantung kepada keinginan dan kemauan individu 187

Listyono Santoso,dkk, Epistemologi kiri,( Yogjakarta, Ar-Ruzz Media,2003), 51.

Page 16: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

164

Berdasarkan sudut pandang tertentu,wawasan pemikiran Marx

juga menemukan signifikansinya secara empiris terhadap kenyataan

sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat pesantren, sebagaimana

yang terjadi di Pondok Pesantren Al Ichsan, khususnya yang terkait

dengan realita bahwa faktor ekonomi menjadi faktor penting dalam

proses lahirnya konflik antar elit di pesantren.

Ditinjau dari perspektif nalar spiritual, hal itu sebenarnya sangat

ironis mengingat dunia pesantren yang dalam bahasa Chumaidi

keberadaannya sebagai lembaga keagamaan yang dikenal memiliki

tradisi ‚keih }lasan‛ yang sangat kuat, ternyata justru mulai

terhegemoni oleh falsafah material oriented. Bahkan lebih dari itu,

persoalan ekonomi juga telah menyebabkan para elit pesantren berada

dalam situasi konflik yang menyebabkan hilangnya kearifan hidup dan

perekat persatuan sosial (sosial glue) di antara mereka.

Menurut Gus Malik dahulu ketika Kiai Haji Chusen Ichsan

masih hidup dan pengelolaan yayasan beserta seluruh lembaga berada

dibawah kendali beliau, maka hubungan keluarga Gus Malik dengan

keluarga Gus Syamsul Huda sangat baik dan harmonis. Ketika Gus

Syamsul Huda mendapat amanah dari Kiai Haji Chusen Ichsan untuk

menghadiri suatu acara atau kegiatan-kegiatan yang berhubungan

dengan masalah birokrasi, maka Gus Syamsul Huda biasanya meminta

Gus Malik yang melaksanakannya, karena Gus Syamsul Huda tidak

Page 17: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

165

begitu berpengalaman terhadap masalah seperti itu. Gus Syamsul

Huda percaya bahwa Gus Malik lebih mampu menunaikan amanat

tersebut dengan baik karena pengalaman organisasi yang dimiliki Gus

Malik lebih banyak.188

Begitupun juga dalam pengelolaan panti asuhan, pada mulanya

pemegang leading sektor adalah Gus Malik. Ditangan Gus Malik

sumber dana Panti asuhan saat itu sangat besar sehingga dapat

membiayai dengan gratis seluruh kebutuhan santri dan asrama, baik

makan, pakaian, tempat tidur dan biaya pendidikan seluruh anak panti

asuhan. Bahkan dengan ditambah dana pemasukan dari Kiai Haji

Chusen Ichsan, kebutuhan pembiayaan seluruh kegiatan operasional

sehari-hari dan kegiatan pengembangan seluruh lembaga di Al Ichsan

dapat terpenuhi secara maksimal. Oleh karena itu, menurut Gus

Abdul Qohar Pondok Pesantren Al Ichsan pernah terkenal hinggá ke

wilayah Jawa Tengah sebagai satu-satunya Pondok Pesantren

‚gratisan‟ yang ngingoni (menghidupi) santrinya189

.

Keadaan demikian sesungguhnya merupakan kenyataan

sosial yang ‚luar biasa‛ dan jarang ditemukan pada instituís-

institusi lain yang ada karena sebagai sebuah institusi yang tumbuh

dari bawah dan berkembang secara mandiri atas kemauan

masyarakat, pembiayaan operasional pesantren dan pembiayaan

188

Wawancara, Gus Malik, Mojokerto, 13agustus 2014 189

Wawancara, Gus Abdul Qohar, Mojokerto, 13 Juli 2014

Page 18: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

166

kebutuhan santri biasanya dibebankan kepada santri atau orang

tuanya, mengingat pesantren tidak memiliki sumber dana yang cukup

memadai untuk membiayai kebutuhan operasional pendidikan di

pesantren, terlebih lagi untuk membiayai semua kebutuhan santri.

Akan tetapi, keadaan yang luar biasa tersebut pada

akhirnya berbanding terbalik dengan keadaan yang terjadi saat ini,

dimana Yayasan Al Ichsan sangat membutuhkan dana bantuan dari

pihak-pihak yang berkenan, pada masa hidup Kiai Haji Chusen Ichsan

dana sangat melimpah, sehingga dengan banyaknya dana tersebut Gus

Malik hampir menguasai seluruh trayek mobil angkutan penumpang

jenis Colt untuk jurusan Jombang-Mojokerto, dan menguasai

perjalanan mobil angkutan Len C dan Len D dengan rute Mojokerto-

Brangkal-Trowulan.190

Oleh karena dengan banyaknya dana pemasukan tersebut, maka

ketika berbelanja untuk keperluan anak-anak Panti, Gus Malik selalu

berbelanja secara besar-besaran, dan demi keperluan itu serta

keperluan-keperluan yayasan yang lain, Gus Malik mengajukan usul

kepada Kiai Haji Chusen Ichsan untuk membeli sebuah mobil, usul itu

kemudian diterima dan sebagai realisasinya maka dibeli sebuah mobil

sedan berwarna merah, yang sekarang sudah rusak dan tidak terpakai.

Demikian keadaan Pondok Pesantren Al Ichsan ketika

mempunyai sumber dana yang besar. Kemampuannya dalam

190

Wawancara , Hasanudin, Mojokerto, 14 Agstus 2014.

Page 19: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

167

mencukupi semua kebutuhan hidup santri dan penguasaannya

terhadap sendi-sendi perekonomian masyarakat membuat beberapa

elit pesantren terpikat untuk memiliki wewenang terhadapnya. Oleh

karena itu, menurut GusMalik, pada masa-masa itu Neng Rohilu (istri

Gus Syamsul Huda) berusaha mempengaruhi Gus Syamsul Huda

untuk mengambil kembali wewenang pengelolaan panti asuhan

sebagai sumber penting pembiayaan Yayasan Al Ichsan.191

Dengan mengikuti analisis teori konflik, fenomena diatas

merupakan suatu keadaan yang berpotensi untuk menempatkan

seseorang dalam situasi konflik laten. Faktor-faktor penyebab dari

kondisi itu adalah adanya perebutan penguasaan sumber daya

material (ekonomi). Perebutan penguasaan sumber daya ekonomi

tersebut pada akhirnya memicu terjadinya konflik laten antara

keluaraga Gus Malik dengan Gus Syamsul Huda.

Konflik tersebut pada akhirnya mengemuka ketika kondisi

keuangan di Pondok Pesantren Al Ichsan mengalami krisis sehingga

memaksa Gus Malik mengambil kebijakan untuk mengurangi jatah

makan santri yang semula mendapatkan makan tiga kali sehari

menjadi dua kali sehari.192

Kebijakan inidiambil oleh Gus Malik berdasarkan pertimbangan

efisiensi dana dan hanya di berlakukan bagi santri pondok mengingat

191

Wawancara, Gus Malik, Mojokerto,13Agustus 2014. 192

Wawancara, Gus Malik, Mojokerto13Agustus 2014.

Page 20: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

168

yang paling berhak untuk dibantu pemenuhan kebutuhan hidupnya

adalah santri dari Panti asuhan.193

Bagi keluarga Gus Syamsul Huda

keadaan lemahnya perekonomian di Pondok Pesantren Al Ichsan yang

berakibat pada pengurangan jatah makan santri lebih disebabkan

karena rendahnya profesionalisme dan kecakapan manajerial dalam

pengelolaanya. Oleh karena itu dalam pemikiran keluarga Gus

Syamsul Huda yang paling bertanggungjawab terhadap lemahnya

perekonomian di yayasan Darul Aitam Al Ichsan adalah Gus Malik.194

Dengan adanya fenomena-fenomena diatas, maka Gus Malik

mengundurkan diri dari jabatan pengelola Panti Asuhan Al Ichsan

sehingga secara otomatis pengelolaan Panti asuhan kembali

kekeluarga Gus Syamsul Huda.195

Faktor ekonomi yang menjadi pemicu terjadinya konflik di

Pondok Pesantren Al Ichsan juga terjadi dalam masalah pembagian

honor guru Diniyah. Sebagaimana pondok pesantren yang lain,

Pondok Pesantren Al Ichsan juga mendapat dana bantuan dari

pemerintah daerah yang disalurkan melalui kantor Departemen

Agama (DEPAG) untuk guru Madrasah Diniyah.

Besaran dana tersebut adalah Rp. 60.000,-/bulan untuk masing-

masing guru Madrasah Diniyah yang biasanya dicairkan setiap enam

193

Wawancara, Santri Senior, Mojokerto, 18Agustus 2014. 194

Wawancara, Muh.Hasanudin, Mojokerto, 14 Agustus 2014, ketua keamanan pondok yang

masih keponakan Kiai Hají Chusen 195

Wawancara, Neng Ninuk dan Gus Abdul Qohar, Mojokerto,15 Agustus 2015.

Page 21: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

169

bulan sekali. Dengan demikian, jumlah dana tersebut sebenarnya

tidak besar, bahkan dapat dikatakan sangat kecil untuk dapat

dikatakan sebagai honor/gaji untuk pekerjaan profesional.

Menurut Gus Malik, yang saat ini memangku jabatan sebagai

mudir Madrasah Diniyah Al Ichsan, selama ini dana bantuan

tersebut tidak dibagikan secara langsung tunai kepada ustad-ustad

madrasah Diniyah. Kebijakan tersebut diberlakukan semata-mata

demi kepentingan efektifitas dan efisiensi manajemen. Oleh karena

itu, honor tersebut akan dibagikan secara bertahap berdasarkan

presensi kehadiran mereka dalam kegiatan belajar mengajar.196

Ditinjau dari perspektif manajemen modern, kebijakan tersebut

sesungguhnya cukup efektif karena dengan kebijakan ini diharapkan

lebih memotivasi ustad-ustad dalam melaksanakan proses

pembelajaran. Terlebih lagi adanya kenyataan bahwa kegiatan

pembelajaran di madrasah Diniyah sering kali mengalami ‚jam

kosong‛ karena ustad-ustadnya sering tidak hadir.

Dalam praktiknya, kebijakan ini ternyata direspon negatif oleh

sebagian ustad-ustad dan pada akhirnya justru menimbulkan konflik

di Pondok Pesantren Al Ichsan. Fenomena diatas menunjukkan bahwa

pesantren sebagai komunitas masyarakat yang religius saat ini sedang

196

Wawancara, Muh.Hasanudin, Mojokerto,14Agustus 2014.

Page 22: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

170

mengalami ketidakpastian dan kekacauan moral sebagai akibat adanya

perebutan persoalan yang bersifat duniawi.197

Kehidupan masyarakat pesantren yang pada mulanya diwarnai

oleh sikap zuhud dengan kombinasi keih}lasan dalam melaksanakan

aktifitas sehari-hariyang dipandang ibadah telah berubah menjadi

investasiyang bernilai bisnis dengan pertimbangan untung dan rugi.

Oleh karena itu, bagi mereka seberapa banyak waktu yang

diluangkan untuk pesantren adalah untuk memenuhi kebutuhan

ekonomi dan sekaligus untuk memperkuat status sosial mereka.

Dalam kontek ini, sebenarnya bukan berarti menafikan perlunya

kesejahteraan sosial dan ekonomi bagi para elit pesantren.

Kesejahteraan ekonomi dan sosial tetap menjadi sesuatu yang penting

dalam manajemen pendidikan termasuk dalam manajemen pendidikan

di pesantren, namun menjadikan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan

sosial sebagai satu- satunya tujuan dalam mengelola pendidikan di

pesantren dan meninggalkan tuntunan profesionalisme serta nilai-nilai

dasar yang berlaku universal di pesantren, seperti ‚keih}lasan‛ dan

‚zuhud‛ adalah ‚keliru‛. Karena hal itu selain merupakan bentuk

pengingkaran terhadap eksistensi elit yang menjadi panutan

masyarakat, juga akan menurunkan tingkat profesionalisme mereka

dalam pengelolaan pesantren, karena dengan hanya mengejar

materi dan status sosial maka para elit akan kurang berdedikasi

197

Wawancara, Gus Malik, Mojokerto, 13Agustus 2014.

Page 23: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

171

dalam tugasnya dan kurang memiliki motivasi untuk mengembangkan

pendidikan pesantren yang lebih maju. 198

b. Faktor kekuasaan

Faktor kekuasaan sebagaimana dalam perspektif teori Struktural

Konflik, bahwa sumber daya ekonomi dan kekuasaan politik

merupakan hal yang penting dalam proses terjadinya konflik di

masyarakat, maka begitupun juga dengan fenomena konflik antar elit

di Pondok Pesantren Al Ichsan. Salah satu faktor yang menyebabkan

lahirnya konflik di antara mereka adalah faktor pengelolaan

pesantren dan lembaga-lembaga yang berada dibawah naungan

Yayasan Al Ichsan.

Secara obyektif, sesungguhnya terdapat banyak keterangan untuk

menjelaskan faktor kekuasaan menjadi penyebab lahirnya konflik di

pesantren. Salah satu di antaranya adalah karena dipesantren tidak

terdapat sistem yang mengatur proses pengalihan kekuasaan dari kiai

utama kepada elit pesantren penerusnya secara jelas. Ketidakjelasan

sistem ini dalam beberapa segi ternyata dapat menimbulkan konflik

sebagai akibat adanya perebutan kekuasaan antara masing-masing elit

pesantren yang merasa paling berhak atas kekuasaan di pesantren.199

Di Pondok Pesantren Al Ichsan, ketidak jelasan sistem peralihan

kekuasaan terjadi karena secara historis kiai Chusen Ichsan adalah

198

Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 13 Mei 2014 199

Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 13 Mei 2014

Page 24: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

172

seorang pemilik pondok pesantren yang keberadaannya sangat

otonom, karena itu sistem peralihan kekuasaan dilakukan dengan

model pewarisan yang sesuai berdasarkan tradisi. Jika kiai wafat,maka

berdasarkan tradisi tersebut pesantren akan diwariskan secara turun

temurun kepada ke turunan atau keluarga terdekatnya.200

Dalam konteks sosio-historis, peralihan kekuasaan di

Pondok Pesantren Al Ichsan dengan model pewarisan tersebut

juga didukung kenyataan bahwa pesantren identik dengan „kerajaan

kecil‟ dan putra-putri kiai merupakan para „pangeran‟ yang nantinya

akan meneruskan status sosialnya sebagai ‚raja kecil‟ di

lingkungan pesantren, karena itu perpindahan kekuasaan atau

otoritas politik secara demokratis sangat sulit dilakukan di pesantren

tradisional, seperti halnya di Pondok Pesantren Al Ichsan.

Latar belakang sosio-historis tersebut secara khusus juga

disadari oleh sebagaian gus di Pondok Pesantren Al Ichsan. Gus Malik

misalnya pernah mengatakan ‚sistem pondok iku yo koyo dene sistem kerajaan, dadi sakwise Bapak gak ono, seng nyekel pondok yo Gus Syamsul Huda, tapi sakwise Gus Syamsul Huda sedo sakjane yo aku seng nyekel. (sistem pemerintahan) di pondok pesantren itu ya sama

seperti sistem (pemerintahan) dikerajaan, sehingga setelah ayah saya

(Kiai Haji Chusen Ichsan) wafat, yang seharusnya memegang

(otoritas) di pondok ya Gus Syamsul Huda (sebagai anak pertama),

tapi setelah Gus Syamsul Huda wafat, seharusnya ya saya yang

memegang otoritas)‛.

Jika di telaah lebih lanjut, pandangan para elitpesantren Al

Ichsan bahwa pesantren merupakan ‚kerajaan kecil‛ sebenarnya

200

Wawancara, Gus Malik, Mojokerto, 13Agustus 2014

Page 25: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

173

memiliki landasan teoretisnya dalam referensi-referensi yang telah

ditulis para ilmuwan sosial dengan berdasar pada penelitian mereka.

Smith, misalnya menempatkan pesantren sebagai kerajaan kecil.201

Bahkan Chumaidi Syarif Romas menyatakan bahwa pesantren

merupakan sumber kekuasaan kharismatik dan kekuasaan struktural

yang sangat kuat dengan perangkat filosofi jawa yang kental.

Menurutnya, kekuasaan kiai di pesantren pada umumnya selalu

dikaitkan dengan silsilah keturunan para wali atau raja-raja terdahulu

yang termasyhur.202

Oleh karena itu, menurut Nur Cholis Majid kedudukan kiai

merupakan raja kecil di pesantren, tetapi pada saat yang sama ia

adalah seorang broker budaya.203

Mengingat terdapat pandangan

umum bahwa pesantren merupakan kerajaan kecil di mana kiai

merupakan sumber kekuasaan dan kewenangan yang bersifat absolut,

maka ketika kiai wafat, putra-putri yang menggantikannya juga akan

mewarisi kerajaan dengan kekuasaan dan kewenangan yang terdapat

didalamnya.204

201

Apa yang diungkapkan oleh Gus Al-Malikul Fanani diatas, merupakan sebuah pandangan yang

telah mengakar kuat dalam mentalnya, sehingga ia seakan telah menjelma menjadi‚ideologi‛,

dalam arti ia menjadi argumen yang muncul dari pandangan dunia atau fakta sosial yang

digunakan untuk menjustifikasi tindakan-tindakannya. Hasil wawancara 14 mei 2014 202

Chumaidi Syarief Romas, Kekerasan di Kerajaan Surgawi; Gagasan Kekuasaan Kiai, dari Mitos Wali hingga Broker Budaya (Yogyakarta:Kreasi Wacana,2003), 45.

203Nur cholis Majid,Bilik-Bilik Pesantren; Sebuah Potret Pengalaman (Jakarta: Paramadina,

1997), 28. 204Ibid.

Page 26: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

174

Selain itu, proses pengalihan kekuasaan dan otoritas politik yang

dilakukan dengan sistem pewarisan juga dapat ditemukan landasan

sosiologisnya dalam tradisi Islam khususnya pada masa dinasti

Bani Umayyah. Bahkan Mu‟awiyah Bin Abi Sufyan yang merupakan

pendiri dinasti Bani Umayyah adalah pelopor sistem Monarchi

Heredities, dalam sistem pengalihan kekuasaan Islam, karena ia

adalah orang pertama yang melaksanakan sistem pewarisan

kekuasaan dalam tradisi politik Islam.205

Oleh karena itu, pandangan bahwa Pondok Pesantren Al Ichsan

merupakan ‚kerajaan kecil‟ dan putra kiai adalah pewaris kekuasaan

dan kewenang andi pesantren juga diakui oleh Gus Abdul Qohar.

Pengakuan tersebut pernah disampaikannya dalam suatu

kesempatan ketika ia mengatakan‚yo gak iso,wong rojone gak tau

masrahi, lek sakumpomone, GusMalik gelem ngajak rembukan trus

mbagi tugas, yo mlaku pondok iki. (ya tidak bisa, karena rajanya (Gus

Malik) tidak pernah memberi amanat, jika seandainya Gus Malik mau

mengajak musyawarah kemudian membagi tugas, maka sistem

pondok ini akan berjalan).206

.

Bagi Gus Malik ‚ideologi‛ bahwa kekuasaan di pesantren

merupakan kerajaan kecil adalah hegemoni yang secara tradisi

205

Donald Eguene Smith, Agama dan Modernisasi Politik, terjemah oleh M. Husein (Jakarta:

Rajawali,1985), 85 206

Wawancara, Gus Abdul Qohar, Mojokerto,14 Agstus 2016.

Page 27: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

175

seharusnya dapat diterima oleh semua masyarakat di lingkungan

Pondok Pesantren Al Ichsan, termasuk juga para elit pesantren lain

saudaranya, karena ia merupakan kekuatan determinan untuk

mempertahankan, melembagakan dan melestarikan kekuasaan secara

terus menerus dan melemahkan posisi tanding kekuatan santri dan

atau orang luar yang berusaha mewarnai pesantren dengan cara

yang berbeda melalui dominasi supremasi ideologis atas kaidah-

kaidah moral dan intelektual yang berlaku di Pondok Pesantren Al

Ichsan.

Gus Malik berharap bahwa warisan tradisi dan proses perjalanan

sistem manajemen di Pondok Pesantren Al Ichsan dengan segala

aspeknya tetap eksis tanpa ada perubahan, walapun sistem kekuasaan

di Pondok Pesantren Al Ichsan saat ini tengah mengalami masa

peralihan dari kekuasaan Kiai Haji Chusen Ichsan yang kharismatik

menjadi kekuasaan yang disubstitusikan dengan organisasi yayasan

dan tidak lagi tergantung pada figur sentral yang berada dibalik

segmen pesantren.207

Permasalahannya kemudian muncul, ketika dalam pengelolaan

Pondok Pesantren Al Ichsan, Gus Malik tidak pernah membagi

kekuasaan dan mendelegasikan kesaudara-saudaranya untuk

berkonsentrasi dalam mengelola sebagian lembaga di Al

207

Wawancara, Gus Malik, Mojokerto, 13Agustus 2014

Page 28: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

176

Ichsan..208

Oleh karena itu, terdapat persepsi negatif dalam pemikiran

sebagian elit pesantren lain bahwa hegemoni Gus Malik di pesantren

merupakan dominasi, yaitu sebuah supremasi kekuasaan yang

memiliki kemampuan untuk menjadikan pemegangnya berbuat

‚apapun‟dalam mencapai tujuan dan kepentingan pribadi, walaupun

secara formal para elit pesantren saudara-saudara Gus Malik

mengakui kekuasaannya di Pondok Pesantren Al Ichsan, akan tetapi di

belakang itu, mereka selalu beroposisi dengan melakukan penolakan-

penolakan terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Gus Malik

serta melakukan upaya-upaya yang terkadang mengganggu

harmonisasi hubungan mereka, karena dalam titik tertentu upaya-

upaya oposisi tersebut telah masuk dalam kategori situasi konflik.209

Sikap oposisi yang mereka lakukan di antaranya diperlihatkan

dengan berbagai cara, yaitu:1) melakukan penolakan secara langsung

terhadap pandangan atau pendapat yang disampaikan pada saat rapat;

2) tidak menghadiri rapat atau acara tertentu yang dilaksanakan; 3)

menghadiri rapat tetapi duduk dibelakang dan datang terlambat; 4)

tidak mendukung dan membantu realisasi (pelaksanaan) kebijakan

yang diputuskan. Bahkan lebih dari itu, sikap oposisi tersebut di

antaranya ditunjukkan dengan cara membela para santri pondok atau

208

Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 13 gustus, 2014. 209

Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 13 Mei 2014

Page 29: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

177

santri asrama pengikut salah satu elit yang melakukan pelanggaran

terhadapt tata tertib pesantren.210

Dilihat dalam perspektif Sosiologi, fenomena tersebut

merupakan salah satu bentuk konflik yang terjadi antar elit pesantren

Al Ichsan, karena fenomena diatas menggambarkan sebuah bentuk

perselisihan antara individu atau kelompok masyarakat yang

disebabkan karena interest terhadap kepentingan tertentu.211

Hal yang menjadi faktor penyebab konflik tersebut adalah

karena persoalan kekuasaan, karena konstruksi kekuasaan yang

berpusat pada salah satu elit di pesantren dapat melahirkan kekuasaan

personal yang sentralistik dalam fenomena kehidupan di pesantren.

Kekuasaan dalam model demikian pada akhirnya akan berakibat

pada terbentuknya kekuasaan struktural yang dimiliki oleh salah

satu elit. Kekuasaan struktural adalah kekuasaan yang dibangun

berdasarkan kesadaran hirarkhi di mana kekuasaan puncak

mendominasi hirarkhi yang berada di bawahnya.212

Dalam kenyataan sosial yang terjadi, kekuasaan model

tersebut dibangun berdasarkan relasi sosial yang tidak seimbang dan

210

Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 13 Mei 2014 211

Observasi, Pondok pesantren Al Ichsan, Mojokerto, 10Agustus 2014 212

Fenomena ini merupakan bagian dari bentuk konflik yang terjadi antara Neng Ninuk dan Gus

Malik. Dalam kasus ini, seringkali ketika santri yang melakukan pelanggaran adalah santri

asrama (pantiasuhan), maka Neng Ninuk sebagai elit pesantren yang secara khusus mengasuh

anak asrama, kadangkala tidak memberikan sanksi yang tegas, bahkan sikap yang ditunjukkan

terkesan melindungi santri yang melanggar tersebut. Zamakhsyari Dhofier,Tradisi Pesantren,(Jakarta:LP3ES,1994),19.

Page 30: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

178

pada umumnya berpotensi besar dalam menimbulkan konflik

kepentingan, karena hal itu mengakibatkan terjadinya kesadaran

diperlakukan tidak adil dalam diri masyarakat yang berada dalam

hirarkhi sosial bawah.

Ditinjau dari perspektif Sosiologi, kenyataan sosial sebagaimana

yang digambarkan diatas, akan melahirkan hubungan sosial yang

superordinasi dan subordinasi. Hubungan ini mencerminkan adanya

dominasi kekuasaan terhadap seseorang atau kelompok masyarakat

yang dikuasai dan menjadi penyebab konflik antar elit dipesantren.

Karena konflik pada dasarnya terjadi sebagai akibat adanya

kecemburuan sosial dari kelompok subordinasi yang tidak memiliki

dan menguasai sumberdaya ekonomi dan kekuasaan politik terhadap

golongan superordinasi yang selalu ingin berusaha untuk

mempertahankan kemapanannya.

Menurut Marx, tiap golongan atau kelas sosial di masyarakat

mempunyai cara khas yang dapat menimbulkan konflik antar kelas,

karena masyarakat secara sistematis menghasilkan perbedaan-

perbedaan antara orang-orang atau golongan yang berbeda tempat

atau posisinya didalam suatu struktur sosial.213

213

Dalam perspektif sosiologi, konflik merupakan sebuah bentuk perselisihan antara individu

atau kelompok masyarakat yang disebabkan karena interest terhadap kepentingan tertentu.

Ralp Dahrendorf, Case And Class Conflict in Industrial Society. (Standford California:

Standford University Press,1959).169, dan David Lockward dalam Rustam E. Tamburaka,

Pengantar…, 102.

Page 31: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

179

Dengan situasi di atas, maka dalam masyarakat akan selalu

terdapat suatu kelompok yang memiliki kekuatan pemaksa.

Dalam analisis Dahrendrof, kekuatan pemaksa tersebut adalah

kewenangan, karena wewenang secara tidak langsung selalu

superordinasi dan subordinasi. Dengan wewenang tersebut setiap

kelompok masyarakat akan selalu selalu dikotomis, yaitu

menempatkan seseorang dalam posisi atasan dan bawahan yang

mempunyai kepentingan tertentu dan berlawanan dalam substansi

dan arah.214

Berdasarkan pemikiran di atas, maka terdapat istilah kunci

lainnya dari faktor-faktor penyebab munculnya konflik antarelit di

Pondok Pesantren Al Ichsan, yaitu ‚kepentingan‟ yang selalu berbeda

dari masing-masing elit. Elit yang berada dalam posisi dominan

dan merasa mempunyai kekuasaan mempunyai kepentingan untuk

selalu mencari pemeliharaan atas status quo yang telah mereka miliki,

walaupun hal itu dilakukan dengan hegemoni atau dominasi terhadap

kelompok subordinat, sementara elit yang dalam posisi subordinat

mempunyai kepentingan untuk mencari perubahan dari status sosial

mereka.

Implikasi yang ditimbulkan dari adanya perbedaan arah dan

tujuan dari masing-masing kelompok elitpesantren tersebut adalah

214

I Marsana Windhu, Kekerasan dan Kekuasaan Menurut Johan Galtung (Jakarta: Kanisius,

1992), 18.

Page 32: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

180

lahirnya konflik kepentingan antar elit pesantren, karena masing-

masing elit berusaha untuk memperoleh kekuasaan untuk

memperbaiki nasib mereka masing-masing.215

c. Faktor Keluarga dan Pembagian Kewenangan

Faktor keluarga sebagai pemicu lahirnya konflik antarelit

Pondok Pesantren Al Ichsan secara khusus berkaitan dengan sistem

pewarisan pengelolaan pesantren. Faktor keluarga memunculkan

konflik karena sebelum Kiai Haji Chusen wafat beliau tidak pernah

memberi wasiat tentang siapa yang akan memegang tampuk

kepemimpinan dan pemegang jabatan tertentu di pesantren.

Padahal elit pesantren pengganti beliau tidak hanya satu orang

dan mereka memiliki keinginan untuk ‚berbuat banyak‛ di pesantren,

baik karena perjuangan untuk mengamalkan ilmu dan syiar agama

maupun karena didorong oleh kepentingan-kepentingan tertentu

seperti keinginan untuk mendapatkan kekuasaan di pesantren.

Keinginan sebagian elit pesantren untuk lebih banyak

beraktivitas di Al Ichsan pada mulanya hanya bersifat laten karena

keinginan tersebut pada dasarnya tidak terlihat atau di perlihatkan.

Akan tetapi dalam keadaan tertentu keinginan tersebut terlihat jelas

dan bahkan terkadang melahirkan bentuk perebutan kekuasaan yang

berakibat pada lahirnya konflik keluarga.216

215

Observasi, Pondok Pesantren Al Ichsan, Mojokerto, 10Agustus 2014 216

Observasi, Pondok Pesantren Al Ichsan, Mojokerto, 10Agustus 2014

Page 33: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

181

Ditinjau dari sudut pandang sosiologis, keinginan para elit untuk

mendapatkan kekuasaan atas pesantren adalah sesuatu yang wajar

karena menurut Thomas Hobbes, setiap manusia sedikit atau banyak

selalu berusaha mendapatkan kekuasaan karena pada akhirnya

kekuasaan tersebut diperlukan untuk bertahan hidup atau pertahanan

diri.217

Akan tetapi dalam kenyataan sosial yang terjadi di Pondok

Pesaantren Al Ichsan, tidak semua elit mendapatkan kekuasaan,

karena kekuasaan pada dasarnya adalah kemampuan dari seseorang

dalam hubungan sosial yang berada dalam posisi untuk melaksanakan

keinginannya sendiri meskipun ada perlawanan.218

Perlawanan sebagian elit pesantren terhadap sebagian elit

pesantren lain yang memiliki kekuasaan di Pondok Pesaantren

pada akhirnya memunculkan konflik keluarga. Konflik keluarga

tersebut terkadang mengemuka ketika sebagian elit pesantren merasa

dirugikan oleh sistem kekuasaan yang ada dipesantren.

Fluktuasi konflik yang telah mengemuka tersebut pada akhirnya

semakin besar ketika pemegang kekuasaan di pesantren bersikap

acuh dan mempertahankan status quo yang ia miliki dengan berdasar

pada status keluarga dan kewenangan pengelolaan pesantren sebagai

implikasi dari kepemilikan status dalam silsilah keluarga tersebut.

217

Zainudin Maliki, Narasi….,161. 218

Rahmad K. Dwi Susilo, 20 Tokoh…,321.

Page 34: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

182

Konflik keluarga, dana dan pandangan bahwa status keluarga

menentukan kewenangan pengelolaan pesantren menjadikan tidak

adanya pembagian kerja yang seharusnya terjadi di antara

elitpesantren. Padahal pembagian kerja ini dibutuhkan agar secara

efisien pondok pesantren dapat dibangun.

Di Pondok Pesantren Al Ichsan, persoalan status keluarga dan

kewenangan yang diimplikasikannya, menjadikan para elit tidak lagi

tampil sebagai unit-unit sosial yang membangun dan mengembangkan

pondok pesantren dalam relasi-relasi pendidikan, tetapi justru

mengaleniasi kerjasamanya dan saling bertentangan sehingga

menciptakan konflik.219

Faktor keluarga yang menjadi salah satu pemicu konflik

antarelit pesantren Al Ichsan karena ia berhubungan dengan persoalan

siapa yang berhak dan mempunyai wewenang dalam melakukan

aktivitas tertentu di pesantren. Bagi Gus Malik, orang yang paling

berhak melakukan aktivitas tertentu yang berkaitan dengan

manajemen pesantren adalah dirinya, karena ia merupakan pewaris

yang sah secara tradisi mengingat statusnya sebagai putra tertua Kiai

Haji Chusen Ichsan setelah wafatnya Gus Syamsul Huda.

Walapun secara kultural pandangan Gus Malik dapat diterima

oleh hampir seluruh masyarakat pesantren, namun secara psikologis

219

Observasi, Pondok Pesantren Al Ichsan, Mojokerto, 10Agustus 2014

Page 35: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

183

sebenarnya sebagian masyarakat dan elit pesantren tidak dapat

menerimanya dengan mudah, karenanya ada banyak elemen

masyarakat di pesantren yang secara tidak sadar melakukan

penentangan-penentangan terhadap otoritas yang dimiliki oleh Gus

Malik.220

Bagi sebagian elit pesantren Al Ichsan, melakukan aktivitas

tertentu di pesantren seperti mengajar atau mengelola kegiatan

pendidikan di pesantren yang bertujuan untuk menghidupkan

pesantren, tidak harus dibatasi pada wewenang dan hak-hak keluarga

di pesantren, terlebih lagi kegiatan tersebut dilakukan untuk

melaksanakan syiar agama. Dan bagi para elit pesantren Al Ichsan,

mengajar atau mengelola kegiatan pendidikan di pesantren harus

didasari oleh kepemilikan kecakapan-kecakapan teknis dan

kepemilikan kemampuan intelektual dan spiritual yang

mendalam.221

Oleh karena itu, ketika mereka melihat Gus Malik tidak

mempunyai persyaratan-persyaratan itu, maka mereka menganggap

bahwa Gus Malik sebenarnya juga tidak layak untuk mengelola

pesantren, walaupun secara tradisi ia berhak. Bertentangan dengan

pendapat Gus Malik di atas, bahkan menurut neng Ninuk, jika

220

Observasi, Pondok pesantren Al Ichsan, Mojokerto, 10Agustus 2014 221

L. Layendecker, Tata Perubahan dan Ketimpangan (Jakarta: PT. Gramedia,1983), 160.

Page 36: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

184

lembaga yang berada dibawah naungan yayasan dikelola keluarga,

maka proses perjalanannya akan berhenti.222

Implikasi pandangan Gus Malik bahwa melakukan aktivitas

tertentu di pesantren harus berdasarkan hak dan wewenang yang sah

secara tradisi, yaitu berdasarkan garis keturunan terdekat dengan Kiai

Hají Chusen Ichsan dalam manajamen Pondok Pesantren Al Ichsan

adalah lahirnya sistem pengelolaan pesantren yang berdasarkan

tradisi, bukan berdasarkan keahlian (skill) secara terpadu.223

Sistem pengelolaan institusi dengan model di atas lebih lanjut

berakibat tidak adanya distribusí kekuasaan atau kewenangan yang

baik dalam pengelolaan pesantren, bahkan pada titik-titik tertentu,

hal itu dapat menimbulkan kekecewaan dan pada akhirnya akan

berubah menjadi konflik laten yang sewaktu-waktu dapat meledak

menjadi konflik yang manifes.224

Di Pondok Pesantren Al Ichsan sebenarnya terdapat potensi

besar untuk dapat terealisasikannya sistem manajemen yang baik

sehingga dapat membawa pesantren menjadi maju, baik secara

akademis maupun secara strategis. Di Pondok Pesantren Al Ichsan

terdapat banyak gus dan neng yang masing-masing mempunyai

222

David Berry, Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi. Terjemah oleh Paulus Wirutomo

(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1995), 95. 223

Wawancara, Gus Malik, Mojokerto, 13Agustus 2014 224

David Berry, Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi...........,98.

Page 37: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

185

spesifikasi keilmuan dan keterampilan tertentu yang berbeda antara

gus satu dengan gus yang lain.

Sebagian mereka ada yang memiliki keahlian khusus dalam

bidang qiroah dan tah}fiz} al-Quran, sebagian lagi memiliki keahlian

dalam mengajarkan bidang kitab-kitab ‚ kuning‟, sebagian

memiliki keahlian dalam pengetahuan-pengetahuan umum, dan lain

sebagainya.Spesifikasi keilmuwan yang berbeda dari masing-masing

elitpesantren tersebut pada dasarnya merupakan sumber daya

potensial yang saling melengkapi, untuk itu jika sumber daya tersebut

dapat dikelola dengan sistem manajemen yang baik, maka akan dapat

meningkatkan kualitas dan kuantiítas pendidikan dipesantren.225

Strategi untuk mengelola sumber daya yang berbeda tersebut

adalah dengan cara mengkoordinasikan dan memanfaatkannya secara

efisien demi kemajuan pendidikan di pesantren, karena manajemen

pada dasarnya merupakan proses penggunaan sumber daya secara

efektif untuk mencapai sasaran. Dengan manajemen yang baik,

sumber daya akan diintegrasikan menjadi sistem total untuk mencapai

tujuan yang diharapkan.

Di Pondok Pesantren Al Ichsan, sumber daya tersebut tidak

terintegrasikan menjadi sistem total dalam sistem manajemen karena

adanya kepentingan tertentu dari elit pesantren serta karena

225

Wawancara, Gus Abdul Qohar dan sebagian masyarakat pesantren, Mojokerto, tanggal 13 Juli

2014

Page 38: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

186

adanya faktor kewenangan dan hak-hak keluarga, oleh karena itu

kemampuan para gus dan neng yang merupakan sumber daya

potensial tersebut menjadi tidak terfasilitasi dengan

baik.226

Sebagian elit pesantren yang kemampuannya tidak terfasilitasi

dan merasa dirugikan oleh pihak manajemen, pada akhirnya sering

menampilkan sikap penentangan-penentangan sebagai manifestasi

konflik. Sebagian yang lainnya memutuskan untuk hijrah

meninggalkan Pondok Pesantren Al Ichsan.227

Dalam perspektif manajemen konflik, adanya sikap sebagian

elit pesantren tersebut merupakan dampak disfungsional konflik

yang bersifat psikologis terhadap perilaku organisasi. Sikap menarik

diri dari komunitas pesantren dalam bentuk alineasi dan indeferensi

tersebut merupakan bentuk-bentuk umum yang sering mempengaruhi

di fungsionalisasi organisasi pendidikan pesantren. Penarikan diri

atau keluar dari organisasi pesantren sebagai tanggapan terhadap

konflik yang tidak terselesaikan merupakan kenyataan yang tidak

dapat dipungkiri sebagai akibat terabaikannya pengelolaan konflik

di dalam organisasi pesantren.228

226

Wawancara, Neng Ninuk, Mojokerto,13Agustus 2014 227

Wawancara, Gus Abdul Qohar, Mojokerto,13 Juli 2014 228

Salah satu elit pesantren yang melakukan hal ini adalah Gus Rum yang merupakan menantu

Kiai Chusen Ichsan dari anaknya yang terakhir. Pada mulanya Gus Rum dan istrinya tinggal

di lingkungan Pondok Pesantren Al Ichsan, akan tetapi pada a k h i r n y a beliau sekeluarga

tidak mau tinggal di Pondok Pesantren Al Ichsan dan berhijrah ke daerah lain di Mojokerto.

Bahkan saat ini Gus Rum bersama keluarganya juga telah berhasil mendirikan Pondok

pesantren baru di lingkungannya

Page 39: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

187

Secara Sosiologis, kenyataan tersebut sebenarnya sangat ironis

mengingat realitas Pondok Pesantren Al Ichsan yang seharusnya

dengan mempunyai multifigure dapat bergerak secara dinamis

sehingga menjadikan pesantren menjadi maju, ternyata malah

terjadi sebaliknya. Dengan banyaknya elit pesantren justru malah

menyebabkan konflik yang tidak terselesaikan sehingga menjadikan

pesantren mengalami keterpurukan.

Padahal jika konflik dapat diselesaikan dan para elit mau duduk

dalam satu meja untuk bekerjasama membangun pesantren dan

seluruh lembaga yang bernaung dibawahnya, pesantren dengan

semua lembaga pendidikan yang bernaung di dalamnya akan menjadi

salah satu institusi pendidikan yang maju dan terpandang dan

dapat memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan sosial

masyarakat disekitarnya.229

d. Faktor Perbedaan Pendidikan dan Pandangan Manajemen

Pendidikan dan pengalaman yang berbeda antara satu elit

pesantren dengan elit pesantren yang lain menjadi salah satu faktor

pemicu lahirnya konflik antar elit di Pondok Pesantren Al Ichsan,

karena perbedaan tersebut pada akhirnya menyebabkan lahirnya

perbedaan pandangan dalam mensikapi kebijakan manajemen

pesantren, khususnya yang berkaitan dengan manajemen

keuangan dan manajemen kurikulum.

229

Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 5 mei 2014.

Page 40: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

188

Pondok Pesantren Al Ichsan sebagaimana pondok pesantren lain,

dalam waktu-waktu tertentu mendapat dan bantuan dari kantor

Departemen Agama (DEPAG) yang diperuntukkan sebagai tunjangan

atau gaji usta>z madrasah Diniyah. Dalam mensikapi dana bantuan ini,

Gus Malik yang mempunyai pengalaman organisasi dan lebih banyak

belajar pada pendidikan non pesantren berusaha untuk

menerapkan sistem manajamen efektif dan efisien. Oleh karena itu,

dana bantuan yang diperoleh dari kantor Departemen Agama

(DEPAG) tidak dibagikan secara langsung tunai kepada ustad-uztad

madrasah Diniyah, melainkan dibagikannya secara bertahap dengan

sistem penggajian.230

Bagi Gus Malik yang saat ini bertindak sebagai manager karena

kedudukannya sebagai mudir, sistem pengalokasian bantuan dengan

cara membagikannya secara bertahap dengan sistem penggajian,

dipandang sebagai cara terbaik untuk meningkatkan mutu dan layanan

pendidikan di Pondok Pesantren Al Ichsan, khususnya di madrasah

Diniyah. Akan tetapi kebijakan ini ternyata mendapatkan respon

negatif dari sebagian ustad dan elit Pesantren Al Ichsan.

Dalam pandangan sebagian ustad madrasah Diniyah dan

elit Pesantren Al Ichsan, bantuan tersebut apapun tujuan

pemberiannya sudah merupakan hak mereka. Oleh karena itu,

seberapapun besar atau kecilnya jumlah dana yang diperoleh, maka

230

H.M. Sulthon & Moh. Khusnuridlo, Manajamen,…,68.

Page 41: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

189

sebesar dan sekecil itu pula dana tersebut harus diberikan secara

langsung kepada mereka. kebijakan Gus Malik yang tidak

membagikan dana tersebut secara substansial adalah ‚salah‛, dan

hal itu dipandang merupakan wujud ketidakmampuan Gus Malik

dalam melaksanakan tanggung jawab untuk menyampaikan amanah

kepada yang berhak. 231

Secara psikologis, timbulnya konflik antar elit di Pondok

Pesantren Al Ichsan pada dasarnya dipicu oleh faktor ekonomi dan

diperkuat oleh adanya perbedaan konsep manajemen di pesantren

dalam pemikiran para elit khususnya yang berkaitan dengan dimensi

perilaku dan komponen sistem yang berhubungan dengan perubahan

dan pengembangan organisasi.

Dalam konteks keterbukaan sistem manajerialnya, pemikiran

Gus Malik terhadap sistem manajemen Pondok Pesantren Al Ichsan

mengacu pada konsep manajemen pondok pesantren modern (khalafi),

oleh karena itu, ia berusaha mengelola sistem manajemen secara rapi

dan sistematis dengan mengikuti kaídah-kaidah manajerial yang

umum.

Implementasi konsep manajemen modern yang diikuti oleh Gus

Malik tersebutdi antaranya diaplikasikan dalam konteks pengelolaan

dana bantuan yang diperoleh dari kantor Departemen Agama

(DEPAG). Dalam mensikapi masalah dana bantuan tersebut, Gus

231

Wawancara, pak Falah, Mojokerto, 14 Agustus 2014.

Page 42: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

190

Malik menerapkan kebijakan manajemen dengan tidak

membagikannya secara langsung tunai kepada ustad-ustad madrasah

Diniyah, melainkan membagikannya secara bertahap dengan sistem

penggajian layaknya sistem penggajian yang dilaksanakan oleh para

kepala sekolah dalam mengelola dana Bantuan Operasional Sekolah

(BOS) secara profesional.

Dalam pemikiran para elit pesantren yang lain, Pondok

Pesantren Al Ichsan merupakan pondok pesantren tradisional (salafi),

mereka menginginkan agar Pondok Pesantren Al Ichsan dikelola

secara alami, tanpa berdasarkan profesionalisme yang terpadu.

Sehingga keinginan mereka dana bantuan yang diperoleh dari kantor

Departemen Agama (DEPAG) tersebut dapat diberikan secara

langsung kepada mereka, tanpa dikelola dengan sistem penggajian

seperti yang dilaksanakan di sekolah-sekolah umum.232

Selain perbedaan pandangan dalam masalah manajemen

keuangan, perbedaan pandangan dalam masalah manajemen

kurikulum juga menjadi salah satu faktor penyebab konflik antar elit

di Pondok Pesantren Al Ichsan. Perbedaan pandangan tersebut

232

Wawancara, Gus Malik, Mojokerto, 13 Agustus 2014. Ditinjau dari perspektif keterbukaan

sistem manajerialnya, Pondok Pesantren menurut Mujamil Qomar dapat dibagi dalam dua

tipologi, yaitu Pondok Pesantren Modern (Khalafi) dan Pondok Pesantren Tradisional

(salafi). Pondok Pesantren Modern (Khalafi) dikelola secara rapi dan sistematis, dengan

mengikuti kaídah-kaidah manajerial yang umum. Sedangkan Pondok Pesantren

Tradisional (salafi) dikelola secara alami dan berdasarkan tradisi, tanpa berdasarkan

profesionalisme yang terpadu. Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam (Yogjakarta: Erlangga, 2008), 58.

Page 43: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

191

khususnya terkait dengan perubahan jadwal mengaji dan jadwal

pembelajaran pada madrasah Diniyah.

Menurut Gus Abdul Qohar, pada mulanya jadwal kegiatan

pembelajaran di Madrasah Diniyah dilaksanakan ba’da Shalat

Isya, yaitu sekitar jam 20.00 WIB. Dengan jadwal seperti

demikian, setelah Magrib para santri mempunyai keluasan waktu

untuk mengaji al-Quran di rumahnya.233

Sebelum adanya perubahan

jadwal, yaitu ketika jadwal kegiatan di pondok pesantren

diatur seperti demikian, maka kemampuan Gus Abdul Qohar

untuk melaksanakan pengajaran Al qur’an dan membimbing para

santri yang mengikuti tahfid} dapat terfasilitasi dengan baik karena

santri yang mengaji di rumahnya banyak.

Semenjak jadwal pendidikan di Madrasah Diniyah Al Ichsan

dirubah menjadi dimulai setelah shalat Maghrib, maka banyak

santri yang tidak dapat mengikuti kegiatan pengajaran Quran dan

program tahfid} karena waktu yang mereka miliki menjadi sangat

terbatas. Para santri menjadi malas untuk mengikuti pengajaran

Quran dan program tahfid} karena setelah pembelajaran di

madrasah Diniyah selesai dilaksanakan, waktunya sudah malam.

Karena hal ini, yang membuat sebagian besar dari mereka merasa

lelah dan mengantuk, sementara sebagian santri lainnya yang

pada siang hari bersekolah di sekolah-sekolah umum, pada waktu-

233

Wawancara, Gus Abdul Qohar, Mojokerto, 13Agustus 2014.

Page 44: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

192

waktu tersebut mereka pada umumnya sibuk belajar dan mengerjakan

tugas-tugas sekolah.234

Fenomena perubahan dalam manajemen kurikulum madrasah

Diniyah di Pondok Pesantren Al Ichsan tersebut menjadi penyebab

konflik antarelit pesantren Al Ichsan karena perubahan tersebu tsecara

otomatis menjadikan kemampuan Gus Abdul Qohar menjadi tidak

terfasilitasi dengan baik sehingga menyebabkannya merasa dirugikan

dan kecewa dengan pihak manajemen madrasah diniyah. Rasa kecewa

dan perasaan dirugikan yang terdapat dalam diri Gus Abdul Qohar

tersebut pada akhirnya menjadikannya memasuki suatu kondisi

konflik yang berdimensi psikologis, karena konflik tersebut tidak

ditampakkan dalam bentuk perilaku agresif, akan tetapi

memanifestasi dalam bentuk perasaan bermusuhan (hostility feeling)

atau perasaan tidak suka kepada Gus Malik.

Perasaan tersebut timbul karena Gus Abdul Qohar memiliki

anggapan bahwa Gus Malik merupakan aktor yang paling bertanggung

jawab terhadap fenomena perubahan jadwal Madrasah Diniyah Al

Ichsan dan implikasi-implikasi yang ditimbulkannya, mengingat

posisinya sebagai mudir Madrasah Diniyah AlIchsan yang

memegangotoritas penuh.235

234

Wawancara, Gus Abdul Qohar, Mojokerto, 13 Juli 2014. 235

Observasi,Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 5 mei 2014

Page 45: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

193

Secara psikologis, kekecewaan Gus Abdul Qohar terhadap

manajemen madrasah Diniyah, khususnya kepada Gus Malik pada

dasarnya adalah wajar, karena dalam sosiologi pesantren, fasilitasi

kemampuan seorang elit merupakan sarana untuk mencari pengaruh

dan pengakuan umat,sehingga pengurangan kesempatan seorang elit

terhadap elit yang lain dalam melaksankan kegiatan di pesantren

secara langsung maupun tidak langsung bisa dianggap sebagai salah

satu upaya membatasi kekuasaan. Oleh karena itu, Gus Abdul Qohar

merasa kecewa atas kebijakan Gus Malik yang telah merubah jadwal

mengaji dan jadwal kegiatan pembelajaran pada Madrasah Diniyah,

karena dengan berubahnya jadwal tersebut, maka santri yang

mengaji di rumah Gus Abdul Qohar menjadi semakin berkurang.236

Dalam perspektif Sosiologi pesantren, berkurangnya santri yang

mengaji pada salah satu elit bisa dianggap sebagai berkurangnya

pengaruh dan pengakuan umat terhadap eksistensi elit tersebut. Oleh

karena itu, fenomena perubahan manajemen dan implikasi yang

ditimbulkannya dapat dengan mudah menyebabkan konflik antarelit

di pesantren, karena secara implisit seorang elit senantiasa

menyandarkan eksitensinya pada pengakuan santri atau masyarakat

pesantren malalui saluran tranfer ilmu pengatahuan (transfer of

knowledge). Sehingga semakin banyak santri atau masyarakat

pesantren yang mengaji padanya, maka semakin banyak pula orang

236

Wawancara, Gus Abdul Qohar, Mojokerto, 13 Juli 2014.

Page 46: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

194

yang mengakui keberadaan dan pengaruh yang dimilikinya. Dengan

demikian pengurangan kesempatan untuk melakukan tranfer ilmu

pengetahuan (transfer ofknowledge) secara langsung maupun tidak

langsung dapat berarti sebuah ancaman bagi kekuasaan yang dimiliki

elit pesantren.

Secara tidak langsung, salah satu penyebab lahirnya konflik antarelit

Pondok Pesantren Al Ichsan sebagaimana uraian diatas adalah faktor

kekuasaan dan perebutan pengakuan umat, faktor tersebut menjadikan

intensitas konflik semakin besar ketika ia berakulturasi dengan faktor lain

yang berbentuk perbedaan pandangan tentang manajemen di pesantren.

Konteks yang mendasar berasal dari adanya pemahaman yang tidak

sempurna dari proses manajemen yang dijalankan dan kurangnya komunikasi

dan koordinasi dalam organisasinya. Akan tetapi, jika ditelusuri secara lebih

mendalam, akar persoalan perbedaan pandangan tentang manajemen yang

menimbulkan konflik tersebut padadasarnya disebabkan karena faktor

perbedaan pendidikan dan pengalaman masing-masing elit pesantren.237

C. Dampak Konflik Terhadap Manajemen Pendidikan Pesantren

Menurut pandangan para tokoh teori Struktural Konflik, konflik

pada dasarnya mempunyai implikasi positif karena merupakan mesin

perubahan kearah kemajuan, bahkan konflik sosial merupakan inti dari

237

Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 5 Mei 2014.

Page 47: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

195

proses sejarah, karena konflik adalah kekuatanyang mendorong perubahan

sosial sebagai konsekwensi dari ketegangan dan perjuangan hidup.

Menurut Lewis Coser, konflik pada dasarnya memiliki fungsi-fungsi

yang positif bagi kelompok. Realitas konflik dapat membantu fungsi

komunikasi, karena konflik mendorong anggota ingroup untuk secara aktif

membangun komunikasi, guna mengantisipasi apa yang terjadi ditubuh

outgroup. Dengan demikian, konflik dapat memulihkan integrasi internal dan

dapat menjadi penguatkelompok sosial tertutup.

Pandangan optimis para teoritisi konflik tersebut merupakan sebuah

asumsi dasar yang begitu terkenal dalam sosiólogi. Akan tetapi, walaupun

begitu populair dan optimisnya para teoretisi konflik dalam memandang

konflik, sehingga dalam sosiologi teori konflik dianggap sebagai salah satu

‚narasi agung‛ yang hegemonik, namun sejumlah tesisnya tidak terbukti,

khususnya bila tesis tersebut dihadapkan dalam kenyataan sosial masyarakat

pesantren yang memiliki identitas tersendiri dan membedakanya dengan

masyarakat yang lain.238

Oleh karena itu, jika menurut Marx, konflik merupakan mesin

perubahan ke arah kemajuan dan menjadi inti dari proses sejarah, yang

dalam konteks manajemen pendidikan di Pondok Pesantren Al Ichsan

Brangkal Sooko Mojokerto berarti mewujudnya perkembangan dan

kemajuan sistem pendidikan di pesantren, maka dalam tradisi pesantren,

238

Lewis A. Coser,The Functions of Social Conflict. ( Chicago: Free Press, 1959). 73.

Page 48: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

196

khususnya di Pondok Pesantren AI Ichsan, konflik antarelit justru

berimplikasi terhadap lahirnya persoalan pendidikan dan persoalan

manajemen yang komplek, bahkan kompleksitas persoalannya seakan

telah menciptakan ‚lingkaran setan‛ yang senantiasa membakar mesin

perubahan ke arah kemajuan dan proses sejarah pendidikan di pesantren itu

sendiri.

Pondok Pesantren Al Ichsan sebagaimana pondok pesantren lain

dapat dianggap sebagai model institusi pendidikan yang mempunyai

keunggulan, baik pada sisi keilmuawannya yang oleh Martin Van Bruinessen

dinilai sebagai tradisi agung (great traditión), maupun karena transmisi dan

internalisasi moralitasnya. Maka hal itu seharusnya dapat terwujud

dengan peran dominan elit pesantren dalam mewarnai segala sesuatu

yang ada di pesantren. Namun karena elit pesantren terlibat konflik, maka

warna-warninya menjadi ‚suram‛ sehingga menjadikan pesantren berada

dalam perkembangan statis yang sewaktu-waktu dapat menjadikan tradisi

agungnya menghilang dari dalam pesantren itu sendiri.239

Berdasarkan kenyataan tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa

konflik antarelit pesantren pada dasarnya mempunyai implikasi

disfungsional (perusak) terhadap perkembangan dan tradisi pesantren. Secara

garis besar, implikasi disfungsional (perusak) dari konflik antarelit

pesantren terhadap manajemen pendidikan pesantren dapat dipetakan dalam

239

Zainudin Maliki, Narasi Agung; Tiga Teori Sosial Hegemonik......86.

Page 49: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

197

lima konteks persoalan yang saling mempengaruhi dan berhubungan erat

antara satu dengan yang lainnya. Kelima konteks tersebut adalah :

1. Konteks struktur organisasi pesantren.

2. Konteks kepemimpinan dan kekuasaan politik dalam manajemen

pendidikan di pesantren.

3. Konteks fungsi-fungsi manajemen pendidikan di pesantren.

4. Konteks sistem manajemen pada aspek-aspek pendidikan di pesantren

5. Konteks menghilangnya kepercayaan masyarakat.240

Tabel 5 : Implikasi konflik dan variasinnya

NO IMPLIKASI KONFLIK DAN VARIANSINYA

1. Konteks Struktur Organisasi Pesantren

a. Lahirnya dikotomi kekuasaan di pesantren

b. Hilangnya kohesi (kesatuan dan persatuan) antarelit pesantren

2.

Konteks Kepemimpinan dalam Manajemen Pesantren

a. Hilangnya fungsi kepemimpinan dalam manajemen pendidikan

b. Hilangnya kekuasaan dan kewenangan politik pemimpin pesantren

3. Konteks Fungsi-Fungsi Manajemen

a. Tidak berfungsinya proses manajemen pendidikan di pesantren

b. Lahirnya persoalan sistem-fungsional manajemen pendidikan

pesantren

4. Konteks Aspek-Aspek Manajemen Pendidikan Pesantren

a. Proses belajar mengajar sering kosong.

b. Guru banyak yang tidak mengajar secara istiqomah.

c. Santri jarang mengikuti pengajian/ malas.

d. tidak adanya transparansi finansial

e. lembaga pendidikan formal berjalan sendiri-sendiri

f. tidak ada kordinasi antara pendidikan formal dan non formal

5. Konteks Menghilangnya Kepercayaan Masyarakat

a. Alumni tidak mau membantu pesantren

b. Alumni tidak mau menyekolahkan putra putrinya ke pondok

c. hilangnya kepercayaan para pengelola lembaga-lembaga pendidikan

formal dan sebagian masyarakat.

240

Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 5 Mei 2014

Page 50: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

198

1. KonteksStrukturOrganisasi Pesantren

Secara struktural, konflik antarelit pesantren Al Ichsan mempunyai

implikasi terhadap lahirnya persoalan pada struktur organisasi di

pesantren. Persoalan ini telah memanifestasi dalam bentuk lahirnya

dikotomi kekuasaan dan kewenangan politik di pesantren.

Persoalan struktur organisasi sebagai implikasi konflik antarelit

pesantren mewujud dalam suatu bentuk yang khas, yakni walaupun secara

struktural pengasuh utama Pondok Pesantren Al Ichsan yang memiliki

kekuasaan ideologis hanyalah satu orang, yang dalam hal ini kekuasaan

tersebut seharusnya dimiliki oleh Gus Malik, namun pada kenyataanya

tidak semua santri dan masyarakat pesantren menganggap Gus Malik

memiliki kekuasaan yang bersifat mutlak dan memiliki daya konsentrasi

yang tinggi di pesantren.

Sebagai pewaris pesantren yang sah secara kultural maupun secara

struktural, seharusnya kekuasaan Gus Malik sangat sentral dalam

kehidupan sehari-hari di pondok pesantren. Seharusnya Gus Malik adalah

satu-satunya elit pesantren yang paling menguasai sumber dana dan

sumber jasa yang diperlukan santri atau masyarakat pesantren dengan

tanpa ada tandingan. 241

Namun, berdasarkan pengamatan, banyak santri

dan masyarakat pesantren yang menganggap bahwa selain Gus Malik juga

terdapat kemungkinan bagi pihak lain untuk tumbuh dan pada akhirnya

241

Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 5 Mei 2014

Page 51: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

199

menjadi „lawan main‟ (sparing patner) yang seimbang dengan kekuasaan

Gus Malik di pesantren.

Dalam observasi yang penulis lakukan terhadap beberapa kasus

perbedaan pandangan yang terjadi antara Gus Malik dengan elit pesantren

lainnya tentang masalah pendidikan secara umum atau masalah-masalah

manajemen pendidikan pesantren, kenyataannya kebanyakan santri

atau masyarakat pesantren kurang memihak Gus Malik bahkan

mereka lebih banyak mengikuti pandangan elit pesantren lainnya.242

Dilihat dalam konteks struktur organisasi pesantren, persoalan

tersebut pada dasarnya merupakan memanifestasi dari dikotomi

kekuasaan politik di pesantren. Dan yang menjadi sebab kenapa dikotomi

kekuasaan tersebut lahir ádalah karena banyak santri dan masyarakat

pesantren yang menganggap Gus Malik kurang memiliki mental-spiritual

dan intelektual yang mumpuni sebagai pengasuh utama pondok

pesantren.Selain itu, dikotomi tersebut juga lahir karena adanya

ketidak percayaan yang tertanam dalam mental santri dan masyarakat

pesantren kepada Gus Malik. Ketidakpercayaan tersebut merupakan

dampak dari kultur individu terhadap elit pesantren lainnya yang

kemudian ditambahkan dengan persepsi negatif oleh sebagian elit

pesantren.243

242

Observasi, pon pes Al Ichsan, Mojokerto, 5 April 2014 243

Dalam wawancara yang penulis lakukan dengan beberapa elitpesantren, mereka banyak

mengatakan bahwa Gus Malik kurang mampu secara intelektual dan moral, sebagian

mengatakan Gus Malik bukan ahlinya, Mojokerto, 13Agustus 2014

Page 52: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

200

Terlepas persepsi tersebut benar atau salah, akan tetapi Gus Malik

sendiri memang tidak pernah membuktikan dirinya dan menciptakan

persepsi dalam pemikiran santri bahwa ia adalah seorang yang secara

intelektual dan secara moral-spiritual layak menjadi figur paling

sentral di Pondok Pesantren Al Ichsan.244

Secara psikologis, adanya pandangan negatif oleh sebagian

besar santri dan masyarakat Pondok Pesantren Al Ichsan tersebut

menjadikan Gus Malik mengalami ‚kehancuran‟ kekuasaan dalam

dirinya, bahkan hal itu menjadikannya kehilangan hak-hak fundamental

dalam membangun kekuasaan strukturalnya sebagai kiai yang memiliki

peran paling dominan dalam mewarnai segala sesuatu yang ada di

pesantren.

Fenomena yang dapat menjadi bukti terhadap keterangan diatas

adalah kisah yang disampaikan Gus Malik yaitu suatu ketika sebagai

seorang manajer Gus Malik melaksanakan fungsi controll (pengawasan)

terhadap Gus Abdul Qohar dengan menegurnya karena beliau

beberapa kali tidak mengajar di madrasah Diniyah. Mendapatkan

teguran tersebut Gus Abdul Qohar tidak malah instropeksi diri,

melainkan menjawabnya dengan nada menatang. Beliau mengatakan

244

Sebagaimana dituturkan oleh salah sumber mulai dia menjadi santri hingga menjadi guru di

salah satu lembaga pendidikan yang berada dibawah naungan yayasan Darul Aitam Al

Ichsan, penulis memang tidak pernah melihat Gus Malik mengajar pengajian kitab kuning

atau menjadi imam shalat di pondok.

Page 53: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

201

‚lapo sampeyan ngurusi aku (kenapa anda memperhatikan urusan saya)‛

katanya.245

Kisah lain yang lebih ironis juga disampaikan Gus Malik, bahwa

suatu ketika Neng Ninuk datang kepadanya dengan keadaan marah karena

menganggap ada yang bermasalah dalam pengelolaan Panti Asuhan Darul

Aitam Al Ichsan. Dalam pandangan Neng Ninuk persoalan tersebut

lahir karena panti asuhan dikelola oleh seseorang yang bukan ahlinya.

Oleh karena itu, Neng Ninuk meminta seluruh pengelolaan Panti Asuhan

diberikan kepadanya, menanggapi permintaan tersebut, secara lagsung

Gus Malik menyerahkan pengelolaan lembaga tersebut kepadanya.246

Berdasarkan fenomena ini, maka secara otomatis, kekuasaan politik dan

ekonomi Panti asuhan telah beralih dari tangan Gus Malik kepada Neng

Ninuk.247

Secara psikologis, Neng Ninuk memiliki keberanian untuk meminta

pembagian sumber daya ekonomi dan politik yang merata

dengan menyerahkan pengelolaan Panti Asuhan kepadanya, karena

Neng Ninuk merasa masih memiliki wewenang politik mengingat ia

seharusnya menjadi pewaris kekuasaan pesantren sepeninggal Gus

245

Wawancara, Gus Malik, Mojokerto, 13 Agustus 2014. 246

Wawancara, Gus Malik, Mojokerto, 13 Agustus 2014 247

Sebenarnya, struktur organisasi Pondok Pesantren Al Ichsan Pada mulanya tidak berbeda

dengan struktur organisasi dalam tradisi pondok pesantren lainnya, dimana pemimpin

tertinggi di pesantren sesungguhnya hanya satu orang elit pesantren, sistem manajemennya

bersifat sentralistik sehingga pengelolaan lembaga-lembaga yang berada dibawah naungan

pondok pesantren harus tetap tunduk kepada pemimpin tertinggi. Namun Gus Malik tidak

memiliki kekuatan (power) untuk menjaga hal itu, mengingat ia menyadari bahwa dirinya dan

keluarganya tengah berada dalam situasi konflik

Page 54: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

202

Syamsul Huda ayahnya. Neng Ninuk menemukan momentumnya untuk

mendapatkan kekuasaan politik ketika resolusi konflik yang diterapkan

oleh Gus Malik dilakukan dengan menyetujui pengelolaan panti asuhan

diberikan kepadanya untuk meredam konflik.

Sebagai seorang figur sentral di pesantren yang merasa

bertanggungjawab untuk menjaga kearifan hidup dan perekat persatuan

sosial (social glue) khususnya di antara keluarga sendiri, maka Gus Malik

pada waktu itu setuju untuk membagi kekuasaan dengan menyerahkan

pengelolaan Panti Asuhan kepada Neng Ninuk.

Demi tujuan tersebut Gus Malik juga pada akhirnya tidak

menanggapi sikap sinis Gus Abdul Qohar, karena hal itu dianggap sebagai

resolusi yang terbaik agar persoalan konflik tidak berkembang. Akan

tetapi, bagi sebagian santri dan masyarakat Pesantren Al Ichsan, hal itu

merupakan kemungkinan untuk menumbuhkan ‘lawan main‟(sparing

patner) yang dapat menandingi kekuasaan Gus Malik di pesantren.248

Oleh karena itu, saat ini Neng Ninuk dianggap mempunyai

kekuasaan yang sama dengan Gus Malik dalam melegalisasi segala

sesuatu yang dibutuhkan dalam proses administrasi akademik di

yayasan, terlebih lagi saat ini Neng Ninuk yang memegang stempel

yayasan,249

sehingga terdapat surat-surat penting yang dianggap bernilai

legal hanya dengan tanda tangan Neng Ninuk Pada sekian banyak kasus,

248

Wawancara, Gus Malik, Mojokerto, 10 Agustus 2014. 249

Observasi, lihat surat-surat kepegawaian, 10 Agustus 2014.

Page 55: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

203

seperti keperluan penandatanganan surat keputusan (SK) mengajar dari

yayasan atau administrasi yang dibutuhkan guru-guru untuk proses

sertifikasi atau keperluan lain.250

Sebagian guru lembaga pendidikan formal, lebih suka untuk

meminta rekomendasi Neng Ninuk, bukan Gus Malik, sebagai ketua

yayasan, padahal secara struktural Neng Ninuk hanya seorang sekretaris

yayasan dan secara kelembagaan ia hanya pengelola panti asuhan yang

seharusnya tidak memiliki kekuasaan politis untuk memberikan

rekomendasi akademik bagi warga Al Ichsan yang membutuhkannya,

sampai memberikan legalitas formal.251

Secara sosiologis, adanya kasus-kasus semacam itu berarti

menunjukkan ‚kehancuran‟ kekuasaan yang dimiliki Gus Malik di

Pondok Pesantren. Keadaan demikian juga menunjukkan adanya dikotomi

struktur kekuasaan dan kewenangan politik serta ekonomi di

pesantren, karena pada kenyataanya sebagai seorang manajer tunggal dan

pemimpin tertinggi di pesantren, Gus Malik tidak memiliki power

(kekuasaan) untuk melakukan dominasi dan melanggengkan

kepentingan serta ideologinya untuk menentukan proses, cara, maupun

aktivitas manajemen di pesantren.

250

Terdapat banyak warga Al Ichsan yang dalam meminta rekomendasi atau surat keputusan

pada waktu itu dari yayasan mereka banyak meminta ke neng Ninuk dan dilegalisasi sekalian

oleh neng Ninuk, ketika mereka sulit mendapatkan dari gus Malik. 251

Arsip dokumentasi Pon Pes Al Ichsan Brangkal Sooko Mojokerto.

Page 56: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

204

Dengan adanya fenomena tersebut, Gus Malik juga telah kehilangan

‚kekuasaan ‟(Power)‛ dalam manajemen pendidikan di pesantren.

Dalam kontek ini kekuasaan tersebut seharusnya mewujud dalam pola

kelembagaan (insttusion), pengajaran (instruction) dan pengawasan

jabatan akademik (control of academict post).

Melihat status Gus Malik dalam Struktur Sosial di pesantren,

seharusnya Gus Malik memiliki otoritas mutlak untuk menentukan siapa

yang berhak mengajar atau menduduki posisi tertentu di pesantren dan

lembaga- lembaga pendidikan formal. Akan tetapi dengan adanya

konflik yang berimplikasi pada lahirnya persoalan dikotomi kekuasaan di

pesantren, maka kekuasaan Gus Malik menjadi melemah dan

menjadikannya tidak memiliki intervenís apapun untuk mentukan pola

kelembagaan (institusion), pengajaran (instruction) dan pengawasan

jabatan akademik (control of academict post) di pesantren dan di

lembaga-lembaga pendidikan formal lainnya.252

2. Kontek Kepemimpinan dalam Manajemen Pendidikan di Pesantren

Secara psikologis, persoalan konflik sosial antarelit pesantren yang

terjadi di Pondok Pesantren Al Ichsan telah melahirkan kontradiksi dalam

sistem kepemimpinan Gus Malik di Pondok Pesantren Al Ichsan.Pada

satu sisi, sebagai seorang pengasuh pondok pesantren dan seorang ketua

yayasan, Gus Malik ingin menunjukkan superiotitas dirinya di

lingkungan pesantren, sehingga Gus Malik sebenarnya menginginkan

252

Wawancara, AS Mahfud, Mojokerto,12 Agustus 2014.

Page 57: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

205

semua kebijakan yang berhubungan dengan pesantren serta yayasan dan

lembaga-lembaga yang berada dibawahnya dapat berpusat kepada dirinya.

Dan pengelolaan dari masing-masing lembaga tersebut tetap

berada dalam kendali kepemimpinannya. Oleh karena itu, suatu ketika

Gus Malik pernah marah kepada pengelola Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al

Ichsan, ketika keinginannya untuk memasukkan nama istrinya dalam

daftar guru penerima Tunjangan Fungsional tidak dapat dilaksanakan oleh

Kepala Madrasah.

Menurut Bapak Bahtiar Dana Setiawan, M.PdI, waktu itu Gus

Malik marah-marah dan mengancam tidak akan mau memberikan tanda

tangan jika guru-guru madrasah meminta surat-surat yang dibutuhkan

untuk kelengkapan administrasi madrasah. Secara psikologis,

fenomena tersebut pada dasarnya merupakan gambaran lain dari

kepribadian Gus Malik yang merasa memiliki kekuasaan dan berhak

mengintervensi segala kebijakan pengelolaan lembaga-lembaga yang

berada dibawah naungan yayasan.253

Rasa memilki tersebut adalah wajar karena selain sebagai pengasuh

utama pondok pesantren dan ketua yayasan, Gus Malik juga merupakan

pewaris yang berhak terhadap segala pengelolaan Al Ichsan. Namun

karena Gus Malik merasa kondisi saat ini tidak memungkinkan untuk

dilaksanakan sistem manajemen terpusat.Untuk itu, Gus Malik selalu

mengatakan bahwa yayasan akan memberikan kebebasan dan kemudahan

253

Wawancara, bapak Bahtiar Dana S. Mojokerto, 25 Juli 2014.

Page 58: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

206

administratif yang berhubungan dengan surat-surat dan atau tanda tangan

untuk legalisasinya.254

Dalam konteks lain, Gus Malik juga merasa memiliki banyak

pemikiran-pemikiran dan ide-ide tentang pengembangan pendidikan dan

pengembangan efektifitas dan efisiensi manajemen pendidikan yang

sangat ingin direalisasikan secara praktis dalam bentuk kebijakan-

kebijakan. Akan tetapi pemikiran-pemikiran tersebut tidak pernah dapat

disalurkan, bahkan walaupun hanya dalam bentuk diskusi kecil dengan

para elit pesantren Al Ichsan yang lain.

Sebab-sebab yang menjadikan fenomena tersebut adalah karena

persoalan konflik sosial antara dirinya dengan beberapa elitpesantren

yang lain telah demikian lama terjadi dengan tidak terdapat penyelesaian,

sehingga implikasinya, Gus Malik secara psikologis merasa kehilangan

tim kerja dan tidak mempunyai ‚teman‛ untuk berdiskusi dalam

merealisasikan pemikiran tersebut secara praktis.255

Sebagai pelampiasan

dan pengalihan dari tidak terfasilitasinya pemikiran-pemikiran beliau,

selama ini kegiatan Gus Malik di rumahnya adalah bermain game,

membuat gambar atau kaligrafi, bermain ketetangga atau teman-

temannya, serta sekali-kali bermain ke kantor MTs Al Ichsan untuk

254

Wawancara, Gus Malik, Mojokerto,13 Agustus 2014 255

Wawancara, Hasanudin, Mojokerto, 14Agustus 2014.

Page 59: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

207

mengobrol dengan beberapa guru atau Kepala Madrasah yang dapat

mengalihkan pemikirannya.256

Ditinjau dari perspektif psikologi sosial, inti dari adanya berbagai

macam kontradiksi ini adalah, adanya kebutuhan dalam diri Gus Malik

untuk diakui, sehingga beliau ingin dibantu untuk mengurusi pondok

pesantren beserta yayasan didalamnya, akan tetapi walaupun demikian,

tetap harus adanya pengakuan bahwa dirinya merupakan pemimpin

tertinggi di pesantren dan sebagai ketua yayasan yang secara struktural

membawahi seluruh lembaga-lembaga dibawahnya, baik lembaga formal

maupun lembaga nonformal.

Ditinjau dari pespektif teori konflik, hal itu secara sosiologis adalah

wajar mengingat apa yang dilakukan oleh Gus Malik bisa jadi merupakan

manifestasi dari keinginannya sebagai kelompok superordinasi yang

berusaha memelihara status quo dan kemapanan kelasnya dengan berbagai

senjata, termasuk dengan nilai dan ide-ide yang digunakan agar ia tetap

memiliki dan menguasai wewenang politik, ekonomi maupun sarana-

sarana yang dibutuhkan dalam kehidupannya.

Berdasarkan analisis tersebut, maka dalam konteks sistem

kepemimpinan dan supremasi kekuasaan di Pondok Pesantren Al

Ichsan, maka hal itu merupakan keinginan elitpesantren untuk melakukan

hegemoni, dalam arti merupakan sebuah keinginan untuk melaksanakan

supremasi kekuasaan yang memiliki relasi dimana elitpesantren penguasa

256

Observasi, Pondok Pesantren Al Ichsan, Mojokerto,10Agustus 2014.

Page 60: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

208

sadar akan haknya untuk memerintah dan mendapatkan kepatuhan untuk

mencapai tujuan dan kepentingan pribadi penguasa.257

3. Konteks Fungsi-Fungsi manajemen Pendidikan di pesantren

Tidak seperti yang diasumsikan dalam teori konflik, bahwa konflik

mempunyai implikasi-implikasi yang positif dalam kehidupan dan

merupakan mesin perubahan ke arah kemajuan, konflik antarelit pesantren

Al Ichsan justru membawa implikasi yang negatif terhadap proses

pelaksanaan fungsi- fungsi manajemen di Pondok Pesantren Al Ichsan.

Persoalan konflik antarelit pesantren justru menimbulkan tidak

berlakunya fungsí-fungsi organik manajemen, hal itu terlihat dengan

tidak adanya kegiatan-kegiatan manajemen seperti perencanaan (planing),

pengorganisasaian (organizing), pelaksanaan (actuating), pengawasan

(controlling), dan lain sebagainya.

Ditinjau dari perspektif keterbukaan sistem manajerialnya, Pondok

Pesantren Al Ichsan sebenarnya bisa dimasukkan dalam tipologi pondok

pesantren semi modern atau semitradisional, karena pada satu sisi Pondok

Pesantren Al Ichsan dikelola secara alami dan berdasarkan tradisi, tanpa

profesionalisme yang terpadu. Namun, pada sisi yang lain Pondok

Pesantren Al Ichsan juga berusaha dikelola secara rapi dan sistematis

dengan mengikuti kaídah-kaidah manajerial yang umum. Oleh karena itu,

di Pondok Pesantren Al Ichsan juga terdapat kegiatan-kegiatan

manajemen seperti rapat-rapat dan juga kegiatan tertib administrasi.

257

Observasi, Pondok Pesantren Al Ichsan, Mojokerto,10Agustus 2014

Page 61: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

209

Kegiatan-kegiatan manajemen di Pondok Pesantren Al Ichsan

seperti perencanaan (planning), pengorganisasian(organizing) dan

pengawasan (controlling) biasanya dilakukan dengan cara rapat-rapat

yayasan yang agendanya tidak ditentukan. Jika pesantren ingin

melaksanakan suatu kegiatan tertentu biasanya diawali dengan rapat

pembentukan panitia dan pembagian kerja antar panitia secara

langsung.258

Dalam kaitannya dengan proses pengembangan pendidikan di

Pondok Pesantren Al Ichsan, rapat-rapat tersebut sulit untuk

dilaksanakan dengan sukses mengingat sebagian besar elitpesantren yang

menerima undangan tidak menghadirinya. Pada rapatyang dilaksanakan

pada tanggal 9 Mei 2009, dengan agenda pengembangan pendidikan

pondok pesantren dan pengembangan lembaga pendidikan formal

tingkat Taman Kanak-Kanak (TK), Madrasah Ibtidaiyah (MI),Madrasah

Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah(MA) yang berada dibawah

naungan yayasan. Walaupun semua surat undangan telah diterima oleh

semua Gus dan Neng putra-putri kiai, namun yang hadir hanya Gus Malik

saja, undangan dari keluarga yayasan tidak ada yang hadir.259

Menurut bapak A.S. Makhfudz, salah seorang guru senior yang telah

aktif mengajar di Madrasah Tsanawiyah MTs) dan Madrasah Aliyah

(MA) Al Ichsan sejak tahun 1990 yang lalu, keadaan ini memang sudah

258

Observasi, pon pes Al Ichsan, Mojokerto, 8 Juni 2014 259

Observasi di Pondok Pesantren Al Ichsan, Mojokerto, 10 Agustus 2014. Untuk memperkuat

bukti ini dapat dilihat dokumentasi daftar hadir rapat.

Page 62: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

210

menjadi kebiasaan di Pondok Pesantren Al Ichsan. Menurut beliau

kegiatan ini sudah berkali-kali terjadi dan biasanya jika Gus Malik Hadir

maka Gus dan Neng yang lain tidak hadir, sebaliknya jika Neng atau Gus

yang lain hadir, maka giliran Gus Malik tidak hadir.260

Bagi mereka,

urusan pondok dan urusan lembaga-lembaga bukan urusan mereka karena

sudah ada yang mengurusi, bahkan jika keluarga yang mengurusi

maka justru akan menjadikan proses perjalanan lembaga semakin

berhenti.261

Dalam analisis sebagian guru Al Ichsan, fenomena ketidakhadiran

atau ketidakterlibatan para elitpesantren dari keluarga yayasan pada

dasarnya merupakan bagian dari bentuk konflik yang terjadi diantara

mereka. Alasan mendasar kenapa sikap tersebut menjadi pilihan yang

harus diambil dan dilaksanakan, di antaranya adalah untuk

menujukkan sikap oposisi terhadap kekuasaan Gus Malik.262

Implikasi dari persoalan konflik ini di antaranya adalah hilangnya

fungsi-fungsi manajemen di Pondok Pesantren Al Ichsan, karena dengan

ketidakhadiran mereka pada acara rapat maka berarti telah hilang

kesempatan untuk melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, seperti

260

Wawancara, AS Mahfudh, Mojokerto ,10Agustus 2014. 261

Dalam wawancara dan diskusi yang penulis lakukan tentang masalah ini, para elit pesantren

biasanya memberikan jawaban sebagai berikut ‚masalah pondok iku urusane Gus Malik, awak

dewe gak melok duwe hak ngurusi (masalah pondok itu urusannya Gus Malik, saya secara pribadi

tidak memiliki hak untuk mengurusi),‚ 13 juli 2014. 262

wawancara dengan ibu Lis Sulfianah, guru senior di MTs dan MA Al Ichsan.Secara psikologis,

sikap tersebut merupakan bentuk ketidaksadaran para elitpesantren bahwa Pondok Pesantren

Al Ichsan dan seluruh lembaga lainnya merupakan warisan Kiai Haji Chusen Ichsan yang

harus mereka pelihara. 14 Agustus 2014.

Page 63: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

211

kegiatan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),

pengawasan (controlling).

Fenomena di atas tentu sangat ironis, mengingat

manajemen pendidikan di pesantren dapat disimbolkan sebagai „ruh’

dari kegiatan pendidikan di pesantren, sehingga ketika kegiatan

pendidikan di pesantren telah kehilangan manajemen yang menjadi

„ruhnya, maka kegiatan pendidikan tidak akan dapat tumbuh

berkembang secara dinamis, ia akan berjalan di tempat secara stagnan

tanpa tujuan yang jelas, bahkan lama kelamaan kegiatan pendidikan di

pesantren mengalami apa yang disebut dengan istilah ‚hidup enggan

mati tak mau‛.263

4. Konteks Aspek-Aspek Manajemen Pendidikan Pesantren

Oleh karena konflik antarelit Pondok Pesantren Al Ichsan telah

membawa implikasi terhadap hilangnya fungsi-fungsi manajemen di

pesantren, maka kegiatan pendidikan di pesantren menjadi

tidakberkembang secara dinamis, perjalanannya stagnan dan bahkan

beberapa kegiatan pendidikan di Pondok Pesantren Al Ichsan telah

mengalami kemandekan.

Sebagaimana diketahui, bahwa ketika Kiai Chusen Ichsan

masih ‚ada‛, kegiatan pendidikan di pondok pesantren sangat padat dan

berjalan dengan teratur. Kegiatan pengajian kitab kuning dilaksanakan

setiap hari dimulai sejak pagi sampai malam hari. Secara rutin

263

Observasi di Pondok Pesantren Al Ichsan, Mojokerto,10 Agustus 2014.

Page 64: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

212

kegitan pengajian tersebut dilaksanakan di mus}alla pondok setelah

selesai shalat lima waktu, yaitu dimulai setelah Salat Subuh (jam 05.00–

06.00), pada waktu D}uha (jam 08.00–09.00), setelah Salat z}uhur (jam

14.00-15.00), setelah selesai S}alat As}ar (16.00–17.00), dan setelah s}alat

Ishak (jam 21.00-22.00). Khusus setelah S}alat Magrib adalah kegiatan

Madrasah Diniyah dan kegiatan Khitabah serta diba’iyah pada hari

kamis.264

Pada kegiatan pendidikan yang berlangsung pada waktu-waktu

tersebut, semua santri mengikutinya dengan tertib, baik santri pondok

maupun santri asrama.Jika terdapat santri yang tidak mengikuti salah satu

kegiatan atau lebih, maka santri akan disidang oleh keamanan pondok dan

dikenakan sanksi sesuai jenis pelanggarannya.265

Sejak meninggalnya Kiai Haji Chusen Ichsan dan adanya persoalan

konflik diantara elitpesantren penggantinya, maka kegiatan-kegiatan

pendidikan dan pengajian kitab kuning di Pondok Pesantren Al Ichsan

banyak mengalami perubahan. Bahkan pada saat ini kegiatan pendidikan

di Pondok Pesantren Al Ichsan yang secara formal dan terstruktur dalam

kurikulum pesantren hampir tidak ada sama sekali.

Dan pengajian-pengajian kitab kuning sudah tidak terlaksana

dengan maksimal sehingga dalam satu hari terkadang hanya satu

pengajian yang dilaksanakan dan itupun tidak diikuti semua santri

264

Wawancara, Muh. Hasanudin, keponakan Kiai Haji Chusen Ichsan, Mojokerto, 14 Agustus 2014. 265

Wawancara, Muh. Hasanudin, keponakanKiai Haji Chusen Ichsan, Mojokerto, 14 Agustus 2014.

Page 65: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

213

karena tidak ada aturan tegas yang mengharuskan santri untuk mengikuti

pengajian tersebut, jika santri tidak mengikuti kegiatan pengajian

tersebut, maka tidak ada sangsi yang menghukumnya. Kegiatan yang

berjalan di pondok saat ini adalah sebagai berikut:

Tabel 6 : Jadwal Pengajian.266

No Jenis Kegiatan Waktu

1 Pengajian Kitab Kuning Setiap hari ba‟da Ashar

2 Pra Diniyah Setiap hari ba‟da Maghrib

3 Pengajian Al-Qur‟an Setiap hari ba‟da Isya‟

4 Khitabah Hari Selasa setelah Magrib

5 Tahlil dan Diba‟iyah Hari Kamis setelah Magrib.

Perubahan tersebut juga dialami oleh madrasah Diniyah yang

seharusnya menjadi ‚dapur‛ ilmu pengetahuan di pesantren. Saat ini

kegiatan pembelajaran di madrasah Diniyah sama sekali tidak berjalan.

Keadaan ini telah terjadi sejak tahun 2005 yang lalu ,yaitu sejak setelah

wafatnya Agus Syamsul Huda yang saat itu masih menjabat ketua

Yayasan Darul Aitam Al Ichsan dan kepala pengasuh Pondok Pesantren

Al Ichsan.267

Dalam beberapa tahun terakhir, sebenarnya Gus Malik telah

beberapa kali berupaya untuk menghidupkan kembali madrasah Diniyah.

Bahkan pada permulaan tahun 2007 Gus Malik berusaha

menghidupkannya dan menyusun kurikulum yang sesuai perkembangan

266

Dokumentasi: jadwal kegiatan pondok yang ditulis oleh saudara Slamet, santri senior Pondok

Pesantren Al Ichsan Brangkal Sooko Mojokerto. 267

Observasi di Pondok Pesantren Al Ichsan, Mojokerto,10 Agustus 2014

Page 66: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

214

santri dan kurikulum pada sekolah formal, akan tetapi upaya tersebut

mengalami kegagalan dan madrasah Diniyah dapat ‚hidup‛ hanya

beberapa saat, setelah itu kembali ‚mati‛ hingga pada saat ini.

Di antara faktor utama yang menjadi penyebab ‚matinya‛ proses

pendidikan di Madrasah Diniyah Al Ichsan adalah karena sebagian

besar guru atau ustad tidak mau mengajar secara istiqo>mah, sehingga

jadwal pembelajarann yang ada seringkali mengalami kekosongan, dan

faktor lainnya adalah karena sebagian besar santri merasa malas untuk

mengikuti proses pembelajaran. Kedua faktor penyebab ‚berhentinya‛

proses pendidikan di Madrasah Diniyah Al Ichsan tersebut sebenarnya

saling berkaitan dan menunjuk suatu fenomena kausalitas (sebab-

akibat), karena yang menjadi sebab sebagian besar santri merasa

enggan untuk mengikuti proses pembelajaran adalah karena seringnya

terdapat jam kosong.268

Faktor mendasar yang menjadikan lemahnya motivasi para ustad

atau elit pesantren untuk melaksanakan proses pembelajaran sehingga

mengakibatkan jam pelajaran sering mengalami ‚jam kosong‛, adalah

karena para ustad merasa hak-hak dasar mereka telah diminimalisasi oleh

kepala madrasah Diniyah.269

Untuk itu fenomena ‚jam kosong‚tersebut

268

Observasi di Pondok Pesantren Al Ichsan, Mojokerto,10Agustus2014 269

Observasi, Pondok Pesantren Al Ichsan, Mojokerto,10Agustus 2014.Hak dasar yang dimaksud

dalam konteks ini adalah hak yang berkaitan dengan masalah gaji. Sebagaimana yang

dikemukakan di atas, Pondok Pesantren Al Ichsan dalam waktu-waktu tertentu mendapat

dana bantuan dari kantor Departemen Agama (DEPAG) yang diperuntukkan sebagai

tunjangan atau gaji ustadz madrasah Diniyah. Namun dana bantuan yang diperoleh dari kantor

Departemen Agama (DEPAG) tidak dibagikan oleh kepala madrasah Diniyah secara langsung

Page 67: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

215

pada dasarnya dapat dianggap sebagai aksi protes terhadap kepala

madrasah Diniyah.

Implikasi lain dari terjadinya konflik antar elit Pondok Pesantren

Al Ichsan dalam konteks disfungsionalisasi aspek-aspek manajemen

pendidikan pesantren juga menjadikan pelaksanaan program pendidikan

pada masing-masing lembaga pendidikan formal berjalan sendiri-sendiri

dan tidak terkoordinasi dengan baik. Bahkan antara pendidikan formal

dan pendidikan non formal seperti pengajian dan madrasah Diniyah tidak

terdapat sinergi, masing-masing lembaga mempunyai visi-misi dan

strategi yang tidak sesuai dengan visi-misi pesantren. Tidak adanya

sinergi tersebut merupakan kerugian bagi proses pendidikan di Al Ichsan

mengingat secara ideal pendidikan seharusnya selalu berada dalam gerak

keberlanjutan (sustainibility) sebagaimana yang disarankan oleh A. Malik

Fadjar.270

Dalam konteks tersebut, lembaga-lembaga pendidikan di Al Ichsan

seharusnya memiliki visi-misi dan strategi yang berhubungan dan saling

mendukung antara satu lembaga dengan lembaga lainnya, sehingga

seluruh program pendidikan pada masing-masing lembaga seharusnya

mendukung pencapaian visi dan misi pesantren.

tunai kepada ustad-uztadh madrasah Diniyah, melainkan dibagikannya secara bertahap

dengan sistem penggajian perbulan. Bagi para ustad Madrasah Diniyah Al Ichsan, apapun

bentuknya dana tersebut adalah sudah enjadi hak mereka oleh karena itu, kebijakan kepala

madrasah dalam hal ini mereka anggap sebagai minimalisasi hak-hak yang seharusnya

diberikan kepada mereka 270

Ahmad Barizi, Holistica………,74

Page 68: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

216

Menurut Gus Malik secara ideal, keberlanjutan (sustainibility)

dalam pendidikan formal seharusnya ditunjukkan dalam program-program

yang dikembangkan oleh masing-masing lembaga. Seharusnya program

pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TK) Al Ichsan memiliki hubungan

dan mendukung program pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al

Ichsan. Program pendidikan di Madrasah Ibtida‟iyah (MI) Al Ichsan

seharusnya memiliki hubungan keberlanjutan dan mendukung program

pendidikan di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al Ichsan, dan begitupun juga

seterusnya, program pendidikan di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al

Ichsan seharusnya memiliki hubungan keberlanjutan dan mendukung

program pendidikan di Madrasah Aliyah (MA) Al Ichsan.271

Idealisme diatas secara praktif ternyata tidak dapat diwujudkan di

lembaga-lembaga Al Ichsan dan salah satu faktor yang menyebabkannya

adalah karena yayasan sebagai induk organisasi dari masing-masing

lembaga tersebut tidak memiliki kekuatan untuk mengintervensi

kebijakan-kebijakan pendidikan pada masing-masing lembaga.Termasuk

di antaranya kekuatan untuk mengintervensi penentuan visi-misi dan

strateginya.

Dan yang menjadi penyebab kenapa yayasan tidak mempunyai

kekuatan tersebut adalah karena saat ini kekuatan yayasan telah melemah

dikarenakan adanya konflik diantara para pengurusnya. Konflik tersebut

menyebabkan tidak adanya kohesi dan bahkan menyebabkan persoalan

271

Wawancara, Gus Malik, Mojokerto, 14 Juli 2014.

Page 69: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

217

perebutan kekuasaan. Oleh karena itu, untuk mengembalikan kekuasaan

yayasan maka persoalan konflik ini harus diselesaikan terlebih dahulu dan

memperkuat kohesi dalam tubuh organisasinya.272

5. Hilangnya Kepercayaan Masyarakat Terhadap Pesantren

Para elit Pondok Pesantren Al Ichsan memandang konflik adalah hal

biasa ketika isu yang dikonflikkan menyangkut perbedaan pandangan

dari masing-masing pihak yang terlibat konflik. Bagi mereka, konflik

merupakan hal wajar yang tidak perlu diungkap apalagi dibesar-besarkan.

Adanya kecenderungan untuk tidak mengekspos konflik adalah karena

pandangan teologis bahwa perbedaan merupakan realitas hidup yang

harus difahami sebagai sunatullah yang bersifat konstruktif karena akan

membawa pada kebajikan.

Selain karena pandangan teologis tersebut, faktor kultural juga

dianggap berpengaruh dalam cara pensikapan konflik yang ada di

pesantren. Untuk itu, para elit pesantren Al Ichsan memandang

‚tabu‛ untuk membicarakan konflik apalagi membesar-besarkannya.

Sikap mentabukan tersebut karena mereka menganggap bahwa pesantren

merupakan sebuah institusí keagamaan yang penuh dengan nilai-nilai

dan norma keagamaan yang dipercaya masyarakat.

Pada umumnya, para elitpesantren memandang bahwa konflik

merupakan keburukan yang tidak harus diketahui oleh masyarakat.Untuk

itu setiap konflik yang terjadi di pesantren sebisa mungkin diselesaikan

272

Observasi, Pondok Pesantren Al Ichsan, Mojokerto,10Agustus 2014.

Page 70: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

218

dengan secepatnya agar citra pesantren sebagai lembaga keagamaan

tetap baik di masyarakat.

Berbeda dengan pandangan para elitpesantren tersebut dalam

memandang konflik, para pengelola lembaga-lembaga pendidikan formal

yang berada di bawah naungan Yayasan Darul Aitam Al Ichsan seperti

paraguru atau pimpinan lembaga Taman Kanak-Kanak (TK) Al Ichsan,

Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al Ichsan. Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al

Ichsan dan Madrasah Aliyah (MA) Al Ichsan justru menganggap bahwa

konflik yang terjadi bukanlah hal yang tabu untuk dibicarakan karena bagi

mereka konflik di pesantren sudah bukan menjadi rahasia umum, bagi

pengelola lembaga formal, banyak pesantren yang semula didirikan

pendirinya sebagi satu kesatuan institusí pada perjalannya terbelah

disebabkan adanya konflik di antara para elitnya.273

Dalam kaitan ini bapak Ainul Yaqin, M.PdI, kepala Madrasah

Tsanawiyah (MTs) Al Ichsan mengatakan ‚saya itu heran, kebanyakan

lembaga sosial keagamaan yang didirikan oleh orang Islam di Indonesia

itu kok kalau sudah besar selalu saja terpecah dan pengelolaannya di

perebutan hinggá pada akhirnya tidak terurus dan runtuh ditinggalkan

banyak orang, tapi mungkin wajar seperti itu wong Ibnu khaldun saja

meramalkan kalau perjalanan suatu negara membutuhkan tiga

generasi untuk mencapai kesempurnaanya‛.274

Berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh Kepala Madrasah

Tsanawiyah (MTs) Al Ichsan tersebut, bapak M. Ibnu Falahudin, S.IP

yang saat ini menjabat sebagai kepala Madrasah Aliyah (MA) dan

merupakan salah satu ustad Madrasah Diniyah Al Ichsan, justru malah

menegaskan bahwa konflik antarelit pesantren memang sudah biasa

terjadi di pondok-pondok pesantren lain. Beliau mengatakan ‚ya tidak

hanya disini (di Al Ichsan), di Pondok Mojogeneng dahulu juga

273

Observasi, Pondok Pesantren Al Ichsan, Mojokerto,10Agustus 2014 274

Wawancara, Ainul yaqin, Mojokerto,15 Agustus 2014.

Page 71: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

219

mengalami konflik sosial setelah meninggalnya Kiai Yahdi, jadi

memang itu dinamikanya pondok pesantren‛.275

Walaupun para guru dan pengelola lembaga-lembaga pendidikan

formal yang terdapat dibawah naungan Yayasan Darul Aitam Al Ichsan

dapat menerima situasi konflik sebagai fakta sosial yang wajar terjadi,

akan tetapi pada umumnya mereka tidak menginginkan konflik antara elit

Pondok Pesantren Al Ichsan terus menerus terjadi tanpa penyelesaian,

karena bagi mereka konflik tersebut akan membawa dampak

disfungsional (perusak) bagi perkembangan pendidikan di Al Ichsan.

Untuk itu dalam berbagai kesempatan, para guru dan pengelola lembaga-

lembaga pendidikan formal yang terdapat di bawah naungan

Yayasan Darul Aitam Al Ichsan selalu berupaya mendamaikan konflik

yang terjadi. Di antara upaya yang mereka lakukan adalah dengan

berusaha menghadirkan mereka dalam setiap acara atau dalam rapat-

rapat bersama antara para guru dan pengelola lembaga-lembaga

pendidikan formal. Rapat-rapat bersama tersebut biasa diselenggarakan

untuk membahas program pendidikan Al Ichsan pada awal tahún atau

pada akhir tahun ajaran baru. Akan tetapi usaha-usaha demikian dalam

perjalannya tidak dapat berjalan secara maksimal karena biasanya yang

hadir hanya Gus Malik saja, sementara undangan yang lain dari elit

pesantren Al Ichsan justru tidak hadir.276

275

Wawancara, Ibnu Falah, Mojokerto, 15 Agustus 2014. 276

Wawancara, Hasanudin, Mojokerto, 14 Agustus 2014.

Page 72: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

220

Dalam beberapa segi, fenomena di atas mengindikasikan adanya

konflik laten yang terdapatdalam komunitas elitpesantren Al Ichsan.

Dampaknya yang kelihatan adalah lahirnya persoalan struktural dan

fungsional dalam kepengurusan yayasan. Pada perkembangan selanjutnya,

persoalan struktur dan fungsional tersebut juga melahirkan persoalan

baru, yaitu menghilangnya kepercayaan para pengelola lembaga-lembaga

pendidikan formal dan sebagian masyarakat kepada yayasan.

Bagi para guru dan pengelola lembaga-lembaga pendidikan formal,

persoalan struktur dan fungsional ini menyebabkan ke-engganan

mereka untuk membantu pendanaan keuangan yayasan. Karena itu, ketika

membahas bantuan dana yang akan diberikan ke yayasan, persoalan yang

biasa muncul adalah ‚dana tersebut mau diberikan kepada siapa dan akan

dipergunakan untuk apa?.

Dalampandangan paraguru dan pengelola lembaga-lembaga

pendidikan formal, kepengurusan yayasan dan fungí-fungsinya ‚tidak

jelas‛,untuk itu jika mereka ingin memberikan dana kepada yayasan,

maka apakah dana tersebut akan diberikan kepada salah satu pengurus

yayasan,yaitu kepada Gus Malik sebagai ketua yayasan atau kepada

Neng Ninuk yang menjabatsekretaris?.Ada kehawatiran dalam diri para

guru dan pengelola lembaga-lembaga pendidikan formal bahwa dana

Page 73: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

221

tersebut nantinya akan dianggap sebagai pemberian lembaga kepada

individu.277

Kekhawatiran para guru dan pengelola lembaga-lembaga pendidikan

formal sebenarnya juga dialami oleh masyarakat sekitar atau para

alumni yang ingin menyumbang ke yayasan. Kekhawatiran ini

sebenarnya bukan tanpa alasan karena menurut cerita yang

disampaikan oleh bapak Muh. Hasanudin, ‚pernah suatu ketika ada

alumni pondok dari Gresik merasa kecewa (khususnya kepada Gus

Malik) ketika ia memberikan beras kepada yayasan. Melalui Gus Malik,

bantuan beras tersebut sebenarnya diberikan kepada pengurus yayasan

yang merupakan keluarga Kiai Haji Chusen Ichsan, akan tetapi terjadi

kesalahpahaman karena Gus Malik mengira bantuan tersebut adalah

untuk keluarganya secara pribadi, karena itu beliau tidak memberikannya

kepada pengurus yayasan yang lain. Sejak saat itu ia tidak pernah lagi

memberikan bantuan kepada yayasan.Dengan demikian, secara tidak

langsung konflik antar elit Pondok Pesantren Al Ichsan ternyata

membawa dampak terhadap menghilangnya kepercayaan masyarakat

terhadap pihak manajemen Pondok Pesantren Al Ichsan.278

Selain persoalan yang terkait dengan bantuan dana, menghilangnya

kepercayaan masyarakat terhadap pihak manajemen Pondok Pesantren Al

Ichsan juga terlihat dalam bentuk keraguan mereka untuk menyerahkan

277

Wawancara, Guru-guru Pondok Pesantren Al Ichsan, Mojokerto,10Agustus 2014 278

Wawancara, Hasanudin, Mojokerto, 14 Agustus 2014.

Page 74: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

222

pendidikan anaknya di lembaga-lembaga Al Ichsan. Bahkan

ketika masyarakat terlanjur ‚memasukkan‛ putra-putrinya di Al Ichsan,

sebagian mereka pada akhirnya ‚memboyong‛ putra-puti mereka dan

memasukkannya ke lembaga atau pondok lain.279

Dengan demikian, pandangan Coser bahwa konflik mempunyai

wajah Disfungsional(perusak) menjadi terbukti kebenarannya,walaupun

disfungsionalisasi konflik dalam konteks ini tidak seperti yang

disimpulkan oleh Coser, karena bagi Coser Konflik disfungsional terjadi

bila aktor konflik menyerang nilai-nilai inti substansi perbedaan

hubungan sosial, dan konflik memberikan dampak perbaikan (fungsional)

manakala tidak mempertanyakan dasar-dasar hubungan atau menyangkut

substansi perbedaan potensi konflik.

Konflik antarelit pesantren pada kenyataanya justru disfungsional

terhadap manajemen pendidikan, walaupun konflik sosial yang terjadi

tidak menyerang nilai-nilai inti substansi perbedaan hubungan sosial dan

tidak mempertimbangkan tujuan, nilai atau kepentingan yang tidak

bertentangan dengan dasar hubungan yang ada.

Pada kenyataanya, walaupun faktor kunci penyebab lahirnya konflik

sosial antarelit pesantren di Pondok Pesantren Al Ichsan adalah faktor

keluarga dan faktor kewenangan ekonomi dan politik, sehingga dengan

demikian, konflik sosial tidak menjadikan nilai-nilai inti substansi

279

Observasi, Pondok Pesantren Al Ichsan, Mojokerto, 10Agustus 2014 .untuk memperkuat bukti

ini dapat dilihat dokumentasi daftar hadir rapat.

Page 75: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

223

perbedaan hubungan sosial sebagai senjata utama konflik, namun,

implikasi konflik tetap disfungsional.

Dalam konteks inilah teori konflik dapat dikritik, dan andaikan teori

ini konsisten dengan pandangan bahwa pengaruh berbeda dari konflik

terhadap kelompok amat tergantung kepada tipe isu yang dipertentangkan

serta bergantung kepada tipe struktur sosial dimana konflik terjadi, maka

artinya teori konflik tidak dapat dikatakan sebagai „narási agung‟

yangdapat menjelaskan fenomena sosial, seperti perilaku konflik

dalam hubungannya dengan manajemen dan pendidikan, khususnya

manajemen pendidikan di pesantren.280

Pandangan Coser bahwa konflik mempunyai wajah Disfungsional

(perusak) menjadi terbukti kebenarannya, walaupun disfungsionalisasi

konflik dalam konteks ini tidak seperti yang disimpulkan oleh Coser,

karena bagi Coser Konflik disfungsional terjadi bila aktor konflik

menyerang nilai-nilai inti substansi perbedaan hubungan sosial, dan

konflik memberikan dampak perbaikan (fungsional) manakala tidak

mempertanyakan dasar-dasar hubungan atau menyangkut substansi

perbedaan potensi konflik.

Persikapan konflik yang positif adalah dengan cara mengelolanya

dengan baik karena konflik dektruktif akan berubah menjadi konstruktif

manakala dikelola dengan baik dan pihak-pihak yang terlibat mau

280 Rahmad K. Dwi Susilo, 20 Tokoh…,236-238.

Page 76: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

224

menerimanya secara dewasa, walaupun bukan berarti menganggap

konflik sebagai sesuatu yang positif.281

D. Resolusi Konflik Sebagai Proses Penyelesaian Persoalan Pengelolaan

Pendidikan di Pesantren

Konflik antarelit yang terjadi di pondok pesantren Al Ichsan, pada

dasarnya tidak disadari oleh elit pesantren. Mereka biasanya tidak menyadari

tentang kondisi mereka yang tengah berada dalam situasi konflik. Hal itu

karena dalam pandangan mereka, konflik adalah ‚aib‛ yang ‚tabu‛ jika

dibicarakan, karena;

Pertama: pesantren selama ini dianggap sebagai institusi keagamaan,

pendidikan dan sosial kemasyarakatan yang memiliki tradisi agung (great

tradition) karena internalisasi moralitas dan keberagamaannya, dalam hal ini

kemunculan konflik dianggap sebagai kegagalan transmisi dan internalisasi

moralitas keberagamaan tersebut. Kedua, para elit pesantren pada dasarnya

adalah figur kearifan hidup dan perekat persatuan sosial (social glue) antar

masyarakat di pesantren dan umat secara umum, sehingga konflik dianggap

sebagai persoalan sosial yang keberadaannya tidak patut terjadi di antara

mereka.Untuk itu, pensikapan konflik biasanya dilakukan dengan cara

menolak dan mengingkarinya. Ketiga, konflik yang terjadi di masyarakat

pesantren, khususnya yang terjadi antarelit pada dasarnya hanya merupakan

281

Margaret M.Poloma,Sosiologi Kontemporer (Yogyakarta: Raja Grafindo Persada,

1994), 116.

Page 77: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

225

konflik laten, untuk itu ia hanya berada dalam ruang psikologi para

pelakunya. Selain itu konflik di lingkungan pesantren biasanya hanya

memanifestasi dalam bentuk perasaan bermusuhan (hostility feeling/

perasaan tidak suka, cemburu,benci, dan lain sebagainya.282

Oleh karena keberadaan konflik tidak begitu disadari oleh

masyarakat pesantren, maka resolusi konflik sangat sulit dilakukan secara

baik di pesantren. Kalaupun terdapat resolusi konflik, maka hal itu biasanya

hanya dilakukan dipermukaan saja. Resolusi konflik biasanya dilakukan

bersamaan dengan proses penyelesaian persoalan yang ada di pesantren,

karena walaupun keberadaan konflik tidak disadari, namun dalam

konflik yang berupa persoalan, pengelolaan, pendidikan, disadari oleh

masyarakat pesantren. Untuk itu, resolusi konflik biasanya tidak

dilaksanakan berdasarkan tahap- tahap yang teratur dan sistematis.

Menurut Hamdan Farhan dan Syarifudin, resolusi konflik yang

dapat dilakukan dan sesuai dengan tradisi pesantren terdiri dari lima tahap,

yakni sebagai berikut1) Pencegahan melalui media s}ilat al-rahi>m dan

melaksanakan tradisi kekerabatan yang ada di masyarakat pesantren, 2)

Melakukan pengaturan konflik melalui klarifikasi atau dalam istilah

pesantren biasa disebut dengan tabayyun,3) Melakukan bah}th al-masa>il

untuk menekan dan menyekat konflik serta mengupayakan diperolehnya

solusi terbaik yang dapat dilaksanakan.4) Pengelolaan konflik melalui nilai

dan norma keagamaan yang menjadi pedoman masyarakat pesantren yang

282

. Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 13 Mei 2014.

Page 78: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

226

biasanya diimplementasikan melalui kaidah-kaidah fiqih. 5) Penyelesaian

konflik dengan menggunakan model is}lah} atau rekonsiliasi.Dalam proses

rekonsiliasi ini pihak-pihak yang terlibat dalam situasi konflik dapat

diupayakan untuk melakukan rujuk dan proses pemulihan hubungan yang

erat dan berkonsistensi damai dan saling bekerjasama.Tahap-tahap resolusi

konflik sebagaimana diuraikan diatas walaupun sangat sesuai dengan kultur

pesantren, tetapi sangat sulit dilaksanakan untuk menyelesaikan konflik

antarelit pesantren Al Ichsan.283

Resolusi konflik yang dilaksanakan oleh pengasuh pondok pesantren

Al Ichsan dilaksanakan melalui media s}ilat al-rahim dan musyawarah

keluarga, itupun tidak secara spesifik untuk membahas penyelesaian konflik,

melainkan hanya sebatas tabayyun/ memberikan penjelasan terhadap faktor-

faktor yang dianggap sebagai pemicu lahirnya konflik serta mendiskusikan

persoalan pengelolaan pendidikan dipesantren dan kemnungkinan

penyelesaiannya.

Resolusi konflik dengan cara demikian kurang efektif, dalam arti

kurang dapat menyelesaikan konflik dan juga tidak dapat menyelesaikan

persoalan pengelolaan pendidikan secara permanen, namun

caratersebutdianggap sebagaisalah satu alternatif untuk menekan dan

menyekat konflik agar tidak semakin melebar dan lebih berdampak negatif

terhadap pendidikan di pesantren.

283

Hamdan farhan dan syarifudin,Titik Tengkar Pesantren, Resolusi Konflik Masyarakat Pesantren‛ (Yogyakarta : Pilar Religia, 2005), 90.

Page 79: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

227

Resolusi konflik sangat sulit diupayakan di pondok pesantren al

Ichsan selain karena masing-masing pihak yang terlibat dalam konflik pada

dasarnya tidak menyadari kondisi mereka yang tengah berada dalam situasi

konflik, juga dikarenakan pihak-pihak yang terlibat konflik adalah satu

keluarga.284

Untuk menyelesaikan konflik yang terjadi karena faktor ekonomi

dan meningkatkan profesionalisme dan kompetensi guru madrasah

Diniyah di Pondok Pesantren Al Ichsan di antaranya adalah dengan

mengembalikan perspepsi dan pemikiran pada paradigma pengelolaan

pesantren yang berlaku universal di pesantren, seperti ‚keikhlasan‛, ‚zuhud‛

dan tingkat dedikasi dan profesionalisme individu yang tinggi.

Dalam kasus konflik antarkeluarga elit demikian ini, resolusi konflik

mengalami kebuntuan disebabkan karena: 1) Keluarga biasanya selalu

bersikap tertutup terhadap konflik yang terjadi di antara mereka, karena

untuk menjaga reputasi dan kehormatan mereka dimata ummat. 2) Masing-

masing pihak yang berkonflik merasa kedudukannya sama dan menganggap

diri mereka sendiri yang benar. 3) Sulitnya mediator dari luar karena

resistensi dan proteksi yang mereka miliki.285

Mengingat penyelesaian konflik dengan cara diatas menemukan jalan

buntu, maka proses penyelesaian konflik antarelit di pondok pesantren Al

Ichsan pada akhirnya memerlukan campur tangan pihak lain atau pihak

284

Observasi, Pon Pes Al Ichsan, Mojokerto, 13 Mei 2014 285

Observasi , pon pes Al Ichsan, Mojokerto, 14 Mei 2014

Page 80: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

228

ketiga yang banyak mengetahui permasalahan di pesantren dan mempunyai

kredebilitas dan status sosial yang diperhitungkan oleh masyarakat

pesantren. Campur tangan pihak ketiga tersebut diwujudkan dalam bentuk

mediasi dan konsultasi.

Mediasi sebagai salah satu resolusi konflik antarelit di pondok

pesantren Al Ichsan dilakukan dengan cara melibatkan KH.Abdul Gofur dari

Nganjuk. Beliau ditunjuk dengan sukarela untuk memberikan nasihat dan

rekomendasi terhadap proses penyelesaian konflik dan penyelesaian masalah

pengelolaan pendidikan di pesantren. Dan dalam bentuk konsultasi,upaya

yang dilakukan adalah dengan cara mengembangkan hubungan antara dua

pihak dan mengembangkan kapasitas mereka sendiri dalam menyelesaikan

konflik.

Dalam implementasinya, campur tangan pihak ketiga hadir dalam

rapa-rapat yang diikuti oleh elitpesantren dan tokoh masyarakat lain selain

keluarga pesantren. Pada kenyataannya, campur tangan pihak ketiga tersebut

berjalan cukup efektif untuk menekan konflik sehingga tidak berkembang

dan berimplikasi terhadap makin parahnya persoalan di pesantren.286

Karena

salah satu faktor utama yang menjadi penyebab konflik antarelit pesantren

adalah faktor ekonomi, faktor perebutan kekuasaan dan faktor keluarga dan

pembagian kewenangan, maka resolusi konflik sebagai proses penyelesaian

masalah pengelolaan pendidikan dilakukan dengan membagi kekuasaan,

yaitu dengan membentuk pengurus baru yayasan dan mendelegasikan kepada

286

Wawancara, Hasanudin, Mojokerto,13Agustus 2014

Page 81: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

229

masing-masing elit untuk menjadi pengelola lembaga-lembaga yang

bernaung dibawah yayasan, termasuk pondok pesantren dan panti asuhan.

Khusus masalah panti asuhan yang merupakan sumber dana bagi

pesantren dan yayasan, pengelolaannya tidak didelegasikan kepada pihak

keluarga pesantren, akan tetapi didelegasikan kepada pihak dari luar tetapi

masih memiliki kaitan emosional dengan pesantren dan memiliki kapasitas

sama dengan elitpesantren untuk mengelolanya dalam hal ini yang menjadi

ketua panti asuhan adalah DR H Amir solehudin dan untuk ketua

yayasan pondok pesantren Gus Malik.287

E. Efektifitas resolusi konflik dalam penyelsaian persoalan pengelolaan

pendidikan di pesantren

Sebagaimana yang diuraikan dimuka, resolusikonflik antarelit

pesantren Al Ichsan dengan cara tabayyun dan musyawarah keluarga kurang

efektif untuk menyelesaikan konflik secara permanen dan kurang dapat

memberikan penyelesaian secara langsung terhadap persoalan pengelolaan

pendidikan di pesantren. Bahkan penarikan diri dari komunitas pesantren

yang dilakukan oleh salah satu elit sebagai dampak konflik menjadi nyata

wujudnya.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh fakta bahwa setelah

musyawarah keluarga dilakukan oleh para elitpesantren Al Ichsan, salah satu

elitpesantren yang terlibat dalam konflik, saat ini sangat jarang berada di

287

Arsip, pon pes Al Ichsan, Mojokerto, Tahun 2010.

Page 82: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

230

lingkungan pondok pesantren Al Ichsan, bahkan dalam waktu-waktu yang

akan datang akan menetap di luar kota. Akan tetapi jika sudah saatnya nanti,

elitpesantren tersebut akan kembali dan mendirikan yayasan pondok

pesantren/panti asuhan baru yang terlepas sama sekali dengan yayasan dan

pondok pesantren Al Ichsan yang selama ini diperjuangkan dalam hal ini

yang melakuan adalah Neng Ninuk putri dari Gus Samsul Huda.288

Adanya sikap menarik diri dari kelompok yang akan berkembang

menjadi sikap separatisme dengan cara berencana mendirikan institusi baru

sebagai tandingan terhadap institusi lama sebagaimana yang diuraikan

diatas, pada dasarnya merupakan salah satu wujud nyata dari dampak konflik

dan hal itu tetap ada bahkan setelah diupayakan resolusinya.

Sebagai refleksi dari fenomena tersebut, mungkin jika resolusikonflik

dapat dilaksanakan dengan baik dan sistematis sesuai tahap-tahapnya,maka

dampak disfungsional dari konflik seperti disfungsionalisasi fungsi-fungsi

manajemen pendidikan di pesantren seperti perencanaan (planning),

pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), pengawasan

(controling) yang menjadi tidak berlakuakan dapat berlaku.

Begitupun juga, persoalan disfungsionalisasi aspek-aspek pengelolaan

pendidikan di pesantren seperti institusi tidak terurus, pelaksanaan program

pendidikan di pesantren tidak terstruktur dalam kurikulum bahkan ia

menjadi berhenti, para ustad banyak mengabaikan tanggungjawabnya untuk

288

Observasi , pon pes Al Ichsan, Mojokerto, 14 Mei 2014

Page 83: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANdigilib.uinsby.ac.id/14806/7/Bab 4.pdf · dan siklus terjadinya konflik dalam teori Struktural Konflik, ... stratifikasi sosial, ... terhadap

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

231

melaksanakan proses pendidikan di pesantren, persoalan-persoalan tersebut

mungkin akan dapat diselesaikan dengan resolusi konflik.289

289

Lewis A. Cosr,The Functions of Social Conflict........,73