bab iv. hasil dan pembahasan kak isman-1

Upload: riska-mayangsari-aas

Post on 18-Oct-2015

24 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

TRANSCRIPT

68

IV HASIL DAN PEMBAHASANA. Gambaran Umum SMP Negeri 7 KendariSMP Negeri 7 Kendari adalah salah satu sekolah menengah pertama yang ada di Kota Kendari yang beralamat di Jalan Pendidikan Kelurahan Anggalomelai Kecamatan Abeli Kota Kendari. SMP Negeri 7 Kendari memiliki luas 18.835 m2. Secara geografis batas wilayah SMP Negeri 7 Kendari Kota kendari yaitu dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Sebelah utara berbatasan dengan tanah masyarakat (Kelurahan Tobimeita).2. Sebelah selatan berbatasan dengan jalan raya (Kelurahan Anggalomelai).

3. Sebelah barat berbatasan dengan tanah masyarakat (Kelurahan Anggalomelai)4. Sebelah timur berbatasan dengan Sungai Tobimeita.

Adapun jumlah siswa keseluruhan SMP Negeri 7 Kendari untuk tahun ajaran 2012/2013 adalah sebanyak 411 siswa. Jumlah ketenagaan SMP Negeri 7 Kendari terdiri dari guru tetap (37 orang), tata usaha (5 orang), dan kepala sekolah (1 orang). Adapun sarana dan prasarana yang ada di SMP Negeri 7 Kendari terdiri dari ruang kelas (15 buah), kamar mandi/WC (16 buah), ruang guru (1 buah) dan ruang kepala sekolah (1 buah).B. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 7 Kendari dengan total sampel 72 siswa kelas VII dan kelas VIII yang bersedia dijadikan responden. Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan, maka disajikan hasil sebagai berikut:

1. Identitas Responden

a. Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi (Ginting, 2008).Adapun distribusi responden menurut jenis kelamin di SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari, dapat dilihat pada tabel 5:

Tabel 5.Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari tahun 2013.

NoJenis Kelamin Jumlah

(n)Persen

(%)

1Laki-laki3244,4

2Perempuan4055,6

Total72100

Sumber: Data Primer, Juli 2013Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 72 responden, sebagian besar responden memiliki jenis kelamin perempuan yakni 40 orang (55,6%), dan hanya sebagian kecil yang memiliki jenis kelamin laki-laki yakni 32 orang (44,4%).

b. Umur

Umur adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Misalnya, umur manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung (Hastono, 2007).

Adapun distribusi responden menurut umur di SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari, dapat dilihat pada tabel 6 :

Tabel 6.Distribusi Responden Menurut Umur di SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari tahun 2013.

NoUmur Jumlah

(n)Persen

(%)

112 Tahun1115,3

213 Tahun3447,2

314 Tahun2737,5

Total72100

Sumber: Data Primer, Juli 2013Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 72 responden, proporsi responden yang paling banyak adalah responden yang berumur 13 tahun dengan jumlah 34 responden (47,2%) dan yang paling sedikit adalah responden yang berumur 12 tahun dengan jumlah 11 responden (15,3%).

c. Kelas

Kelas adalah strata dalam sekolah yang secara fisik berupa suatu ruangan dalam bangunan sekolah, yang berfungsi sebagai tempat untuk kegiatan tatap muka dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM) (Wikipedia, 2010).

Adapun distribusi responden menurut kelas di SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari, dapat dilihat pada tabel 7:

Tabel 7.Distribusi Responden Menurut Kelas di SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari tahun 2013.

NoKelas

RespondenJumlah

(n)%

1Kelas VII3954,2

2Kelas VIII3345,8

Total196100,0

Sumber: Data Primer, Juli 2013Tabel 7 menunjukkan bahwa dari 72 responden, sebagian besar responden berasal dari kelas VII yakni 39 orang (54,2%), dan hanya sebagian kecil yang berasal dari kelas VIII yakni 33 orang (45,8). 2. Analisis Univariata. Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru (Hasbullah, 2000).

Distribusi responden menurut prestasi belajar pada semester I tahun ajaran 2012/2013 di SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari, dapat dilihat pada tabel 8:

Tabel 8.Distribusi Responden Menurut Prestasi Belajar di SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari tahun 2013.

NoPrestasi Belajar Jumlah

(n)Persen

(%)

1Baik4055,6

2Buruk3244,4

Total72100

Sumber: Data Primer, Juli 2013Tabel 8 menunjukkan bahwa dari 72 responden, sebagian besar responden memiliki prestasi belajar yang baik yakni 40 orang (55,6%), dan hanya sebagian kecil yang memiliki prestasi belajar buruk yakni 32 orang (44,4%). b. Tingkat Asupan Energi

Tingkat asupan energi adalah banyaknya asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi siswa yang mengandung energi. Tingkat asupan energi merupakan hasil konversi jumlah makanan dan/atau minuman sumber energi dengan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM)/Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI) tahun 2009 yang selanjutnya dibandingkan dengan jumlah asupan energi harian yang dianjurkan oleh WKNPG tahun 2004.

Distribusi responden menurut tingkat asupan energi di SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari, dapat dilihat pada tabel 9:

Tabel 9.Distribusi Responden Menurut Tingkat Asupan Energi di SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari tahun 2013.

NoTingkat Asupan EnergiJumlah

(n)Persen

(%)

1Cukup3751,4

2Kurang3548,6

Total72100

Sumber: Data Primer, Juli 2013Tabel 9 menunjukkan bahwa dari 72 responden, sebagian besar responden memiliki tingkat asupan energi cukup yakni 37 orang (51,4%), dan hanya sebagian kecil yang memiliki tingkat asupan energi kurang yakni 35 orang (48,6%).c. Tingkat Asupan Protein

Tingkat asupan protein adalah banyaknya asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi yang mengandung protein. Tingkat asupan protein merupakan hasil konversi jumlah makanan dan/atau minuman sumber protein dengan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM)/Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI) tahun 2009 yang selanjutnya dibandingkan dengan jumlah asupan protein harian yang dianjurkan oleh WKNPG tahun 2004. Distribusi responden menurut tingkat asupan protein di SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari, dapat dilihat pada tabel 10:

Tabel 10.Distribusi Responden Menurut Tingkat Asupan Protein di SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari tahun 2013.

NoTingkat Asupan ProteinJumlah

(n)Persen

(%)

1Cukup2636,1

2Kurang4663,9

Total72100

Sumber: Data Primer, Juli 2013Tabel 10 menunjukkan bahwa dari 72 responden, sebagian besar responden memiliki tingkat asupan protein kurang yakni 46 orang (63,9%), dan hanya sebagian kecil yang memiliki tingkat asupan protein cukup yakni 26 orang (36,1).d. Kebiasaan Makan PagiKebiasaan makan siswa yang dilakukan setiap hari sebelum berangkat ke sekolah. Distribusi responden menurut kebiasaan makan pagi di SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari, dapat dilihat pada tabel 11:

Tabel 11.Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Makan Pagi di SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari tahun 2013.

NoKebiasaan Makan PagiJumlah

(n)Persen

(%)

1Ya2737,5

2Tidak4562,5

Total72100

Sumber: Data Primer, Juli 2013Tabel 11 menunjukkan bahwa dari 72 responden, sebagian besar responden tidak memiliki kebiasaan makan pagi yakni 45 orang (62,5%), dan hanya sebagian kecil yang memiliki kebiasaan makan pagi yakni 27 orang (37,5%).3. Analisis Bivariat

a. Hubungan Tingkat Asupan Energi dengan Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari

Hubungan tingkat asupan energi dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari, dapat dilihat pada tabel 12:Tabel 12.Hubungan Tingkat Asupan Energi dengan Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari.

NoTingkat Asupan EnergiPrestasi BelajarJumlahX2hitValueR

BurukBaik

N%n%n%

1Kurang2262,91337,1351007,9570,0050,360

2Cukup1027277337100

Total3244,44055,672100

Sumber: Data Primer, Juli 2013Berdasarkan tabel 12, melalui persentase baris, dapat diketahui bahwa dari 35 responden (100%) yang memiliki tingkat asupan energi kurang, terdapat lebih banyak responden yang memiliki prestasi belajar buruk dengan jumlah 22 responden (62,9%) daripada responden yang memiliki prestasi belajar baik dengan jumlah 13 responden (37,1%). Dari 37 responden (100%) yang memiliki tingkat asupan energi cukup, terdapat lebih banyak responden yang memiliki prestasi belajar baik dengan jumlah 27 responden (73%) daripada responden yang memiliki prestasi belajar buruk dengan jumlah 10 responden (27%).

Berdasarkan analisis Chi-Square (X2), diperoleh hasil X2hitung = 7,957 dan Value = 0,005. Dengan menggunakan = 0,05 dan dk = 1, maka diperoleh X2tabel = 3,841. Oleh karena X2hitung lebih besar dari pada X2tabel dan Value < 0,05, maka H0 ditolak yaitu ada hubungan antara tingkat asupan energi dengan prestasi belajar siswa SMP negeri 7 Kendari Kota Kendari, dengan hasil uji keeratan sebesar 0,360 (berhubungan sedang). Dari hasil uji analisis ini, menyatakan bahwa tingkat asupan energi memang memiliki hubungan yang sedang dengan prestasi belajar.

b. Hubungan Tingkat Asupan Protein dengan Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari

Hubungan tingkat asupan protein dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari, dapat dilihat pada tabel 13:

Tabel 13.Hubungan Tingkat Asupan Protein dengan Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari.

NoTingkat Asupan ProteinPrestasi BelajarJumlahX2hitValue

BurukBaik

n%n%n%

1Kurang 2452,22247,8461002,2760,131

2Cukup830,81869,226100

Total3244,44055,672100

Sumber: Data Primer, Juli 2013Berdasarkan tabel 13, melalui persentase baris, dapat diketahui bahwa dari 46 responden (100%) yang memiliki tingkat asupan protein kurang, terdapat lebih banyak responden yang memiliki prestasi belajar buruk dengan jumlah 24 responden (52,2%) daripada responden yang memiliki prestasi belajar baik dengan jumkah 22 responden (47,8%). Dari 26 responden (100%) yang memiliki tingkat asupan protein cukup, terdapat lebih banyak responden yang memiliki prestasi belajar baik dengan jumlah 18 responden (69,2%) daripada responden yang memiliki prestasi belajar buruk dengan jumlah 8 responden (30,8%).

Berdasarkan analisis Chi-Square (X2), ternyata diperoleh hasil X2hitung = 2,276 dan Value = 0,131. Dengan menggunakan = 0,05 dan dk = 1, maka diperoleh X2tabel = 3,841. Oleh karena X2hitung lebih kecil dari pada X2tabel dan Value > = 0,05, maka H0 diterima yaitu tidak ada hubungan antara tingkat asupan protein dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari. Siswa yang memiliki tingkat asupan protein kurang dan cukup memiliki persebaran yang hampir sama pada kelompok yang memiliki prestasi belajar baik dan buruk. Sehingga secara statistik, tidak ditemukan hubungan antara tingkat asupan protein dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari.

c. Hubungan Kebiasaan Makan Pagi dengan Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari

Hubungan kebiasaan makan pagi dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari, dapat dilihat pada tabel 14:Tabel 14.Hubungan Kebiasaan Makan Pagi dengan Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari.

NoKebiasaan Makan PagiPrestasi BelajarTotalX2hitValueR

BurukBaik

n%n%N%

1Tidak2555,62044,4451004,8600,0270,289

2Ya725,92074,127100

Total3244,44055,672100

Sumber: Data Primer, Juli 2013Berdasarkan tabel 14, melalui persentase baris, dapat diketahui bahwa dari 45 responden (100%) yang tidak memiliki kebiasaan makan pagi, terdapat lebih banyak responden yang memiliki prestasi belajar buruk dengan jumlah 25 responden (55,6%) daripada responden yang memiliki prestasi belajar baik dengan jumlah 20 responden (44,4%). Dari 27 responden (100%) yang memiliki kebiasaan makan pagi, terdapat lebih banyak responden yang memiliki prestasi belajar baik dengan jumlah 20 responden (74,1%) daripada responden yang memiliki prestasi belajar buruk dengan jumlah 7 responden (25,9%).

Berdasarkan analisis Chi-Square (X2), diperoleh hasil X2hitung = 4,860 dan Value = 0. Dengan menggunakan = 0,05 dan dk = 1, maka diperoleh X2tabel = 3,841. Oleh karena X2hitung lebih besar dari pada X2tabel dan Value < 0,05, maka H0 ditolak yaitu ada hubungan antara kebiasaan makan pagi dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari, dengan hasil uji keeratan sebesar 0,289 (berhubungan sedang). Dari hasil uji analisis ini, menyatakan bahwa kebiasaan makan pagi memang memiliki hubungan yang sedang dengan prestasi belajar.C. Pembahasan1. Hubungan Tingkat Asupan Energi dengan Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota Kendari

Status gizi yang buruk pada masa anak-anak, terutama ketika perkembangan otak sedang berlangsung dengan cepat dapat menyebabkan cacat menetap antara lain gangguan pada perkembangan intelektualitas. Keadaan gizi, terutama kekurangan tingkat asupan energi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan anak (Djokomoeljanto, 2002).

Energi diperlukan untuk kelangsungan proses-proses di dalam tubuh seperti proses peredaran dan sirkulasi darah, denyut jantung, pernafasan, pencernaan, proses fisiologis lainnya, untuk bergerak atau melakukan pekerjaan fisik. Energi dalam tubuh dapat timbul karena adanya pembakaran di dalam tubuh. Oleh karena itu, agar energi tercukupi perlu pemasukan makanan yang cukup dengan mengkonsumsi makanan yang cukup dan seimbang (Sediaoetama, 2006).Kekurangan energi yang berasal dari makanan menyebabkan seseorang kekurangan tenaga untuk bergerak, bekerja dan melakukan aktivitas bekerja, orang menjadi malas, merasa lemah, produktivitas kerja dan prestasi belajar menurun. Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental, dengan demikian kemampuan berpikir menurun (Almatsier, 2009).

Banyaknya siswa yang memiliki tingkat asupan energi yang kurang dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti pengetahuan gizi orang tua mereka yang rendah, sehingga orang tua terkadang memberikan makanan yang salah terhadap anaknya. Selain itu faktor ekonomi dan ketersediaan bahan pangan di dalam keluarga juga dapat menyebabkan hal ini, dimana berdasarkan jawaban yang diberikan oleh responden menyatakan bahwa sebagian besar status ekonomi orang tua responden tergolong rendah. Sebagian besar dari orang tua responden berprofesi sebagai nelayan, buruh bangunan, petani dan lain sebagainya, sehingga daerah ini dapat menjadi daerah dengan tingkat kerawanan gizi yang cukup tinggi. Menurut Riyadi (2006), dengan kekurangan gizi anak dapat mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan fisik dan perkembangan motorik, juga akan mengganggu perkembangan kognitif yang menyebabkan berkurangnya IQ (intelligence quotient) hingga 15 poin.

Beberapa siswa yang memiliki prestasi belajar baik tetapi memiliki tingkat asupan energi yang kurang, dapat dikarenakan siswa tersebut memang memiliki kondisi psikologis yang baik sewaktu ujian, atau memiliki kecerdasan secara genetik, minat, bakat, motivasi serta kemampuan kognitif yang baik terhadap mata pelajaran tersebut. Faktor lingkungan juga ikut berperan, seperti program pendidikan yang dirancang oleh sekolah, sarana dan fasilitas, kurikulum yang berlaku, kemampuan mengajar guru atau bahkan siswa tersebut mendapat pelajaran tambahan di rumah oleh orang tua atau guru pribadi. Siswa yang memiliki prestasi belajar buruk tetapi memiliki asupan energi yang cukup dapat dikarenakan oleh daya serap tubuh anak tersebut terhadap zat gizi penghasil energi tidak optimal, atau juga disebabkan proses pembakaran zat gizi penghasil energi didalam tubuh siswa tersebut tidak maksimal. Selain itu, dapat juga disebabkan karena siswa tersebut memang kurang menyukai suatu mata pelajaran tertentu dengan alasan sulit atau membosankan.Penelitian yang dilakukan di Bogor yang menyimpulkan bahwa anak-anak berbadan tinggi mendapat nilai yang lebih tinggi di dalam uji Wechsler Intelegensi Scale dibandingkan anak-anak yang berbadan pendek yang diketahui menderita KEP pada waktu kecilnya. Nilai IQ terendah didapatkan pada anak yang menderita KEP terberat pada umur sebelumnya (Petrus, 2003).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Syuarah (2007) dengan salah satu tujuan khususnya untuk mengetahui hubungan tingkat asupan energi dengan prestasi belajar santri usia 13- 15 tahun di Pesantren Persatuan Islam Taragong Garut Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat asupan energi dengan prestasi belajar santri di Pesantren Persatuan Islam Taragong Garut Jawa Barat.Berdasarkan penelitian ini, maka dapat diketahui bahwa siswa yang memiliki tingkat asupan energi yang cukup relatif memiliki prestasi belajar yang baik dan sebaliknya siswa yang memiliki tingkat asupan energi yang kurang relatif memiliki prestasi belajar yang buruk. Dengan demikian, sangat diperlukan peran berbagai pihak untuk memantau status gizi, terutama tingkat asupan energi siswa agar dapat menjadi sumber daya manusia yang memiliki kapabilitas di berbagai bidang dan sebagai generasi penerus Bangsa Indonesia yang berkualitas.2. Hubungan Tingkat Asupan Protein dengan Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota KendariZat-zat gizi yang terdapat pada makanan sangat penting dalam hal pertumbuhan volume otak dan intelegensi seseorang. Otak memerlukan 50% dari seluruh kebutuhan energi atau tenaga dalam tubuh. Kurangnya nutrisi otak, seperti multivitamin, asam amino dan mineral, sangat mempengaruhi daya maksimal otak, yang akhirnya juga mempengaruhi stamina tubuh dan kecerdasan seseorang. Saat pikiran atau otak lelah, tubuh juga akan merasakan lelah, sehingga tidak bisa produktif. Untuk itu diperlukan pola makan yang baik dan teratur agar otak tidak kekurangan nutrisi sehingga seseorang dapat bekerja produktif (Hardinsyah, 2009).Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat asupan protein dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 7 Kendari. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratnawati, dkk (2008) dengan salah satu tujuan khususnya ingin mengetahui hubungan tingkat konsumsi protein dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 5 Kebumen. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat konsumsi protein dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 5 Kebumen (p value 0,072 > 0,05).Fungsi utama protein adalah pertumbuhan dan pemeliharaan, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, memelihara netralitas tubuh, pembentukan antibodi, mengangkut za-zat gizi dan pada keadaan tertentu protein dapat menjadi sumber energi. Tiap gram protein menghasilkan 4 kkal. Protein juga sebagai regulator pH darah (Irianto, 2008).Terdapat begitu banyak faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar diantaranya faktor psikologis siswa, dimana terdiri dari kecerdasan dan motivasi dalam diri siswa itu sendiri. Kecerdasan, taraf kecerdasan meliputi beberapa aspek salah satunya diantaranya yang berpengaruh terhadap prestasi belajar adalah daya ingat. Sedangkan motivasi, hanya apabila siswa-siswa menyadari kepentingan, keperluan baginya sendiri yang dia peroleh dari pelajaran yang akan dihadapi, maka barulah uraian tersebut akan lebih berkesan dan oleh karenanya lebih mudah diingat-ingat, minat, dan emosi. Selain itu faktor dari luar juga sangat berpengaruh seperti cara mengajar seorang guru, bimbingan orang tua dan temannya bergaul (Kartono, 2002).Beberapa siswa yang memiliki prestasi belajar yang buruk tetapi memiliki tingkat asupan protein yang baik, hal tersebut dapat diakibatkan daya serap tubuhnya terhadap zat gizi protein yang terkandung dalam makanan tersebut tidak optimal. Bisa saja diakibatkan oleh interaksi antar-zat gizi dalam makanan. Jika makanan itu mengandung berbagai zat gizi sekaligus atau kadarnya sangat tinggi, sangat diperlukan kehati-hatian dalam mengkonsumsinya karena pada proses metabolisme di dalam tubuh akan terjadi interaksi di antara zat-zat gizi itu. Bahkan lebih gawat lagi, beberapa dari zat yang terdapat dalam suatu produk pangan dapat berubah menjadi racun. Dengan tidak terserapnya dengan baik zat-zat gizi oleh tubuh, sehingga otak tidak memiliki daya yang optimal untuk bekerja. Ini salah satu gambaran bagaimana interaksi antar zat gizi yang dikonsumsi bersamaan dapat membuat penyerapannya tidak optimal. Interaksi antar zat gizi ataupun dengan zat non-gizi memang bisa berdampak positif, tapi bisa juga negatif (Lamid, 2002).Di dalam tubuh, protein diubah menjadi asam amino oleh beberapa reaksi hidrolisis serta enzim-enzim yang bersangkutan. Enzim-enzim yang bekerja pada proses hidrolisis protein antara lain pepsin, tripsin, kemotripsin, karboksipeptidase, dan aminopeptidase. Protein yang telah dipecah menjadi asam amino kemudian diabsorpsi oleh dinding usus halus dan sampai ke pembuluh darah. Setelah diabsorpsi dan masuk dalam pembuluh darah, asam amino tersebut sebagian besar langsung digunakan oleh jaringan dan sebagian lain mengalami proses pelepasan gugus amin (gugus yang mengandung nitrogen) di hati. Proses pelepasan gugus amin ini dikenal dengan deaminasi protein (Irianto, 2008).Sekalipun siswa memiliki kemampuan menyerap makanan yang baik, tapi kualitas dari makanan yang dimakan sudah menurun akan mengakibatkan berkurangnya zat gizi yang diserap oleh tubuh. Menurunnya kualitas makanan yang dimakan dapat diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan ibu dalam mengolah bahan makanan, mulai dari teknik menyimpan, mencuci dan memasak makanan yang salah. Misalnya, garam beryodium yang disimpan pada keadaan terbuka akan menyebabkan menguapnya kandungan yodium dalam garam tersebut. Memotong sayuran kemudian mencucinya merupakan cara yang salah dalam mengolah makanan karena makanan akan kehilangan mineral dan vitamin penting dalam proses pencucian tersebut. Memasak telur dengan waktu yang terlalu lama akan menyebabkan protein dalam telur menjadi rusak. Kurangnya zat gizi yang diperoleh tubuh dari makanan, menyebabkan produktifitas siswa menjadi menurun, begitu pula dengan prestasi belajarnya (Sukarni, 2009).Beberapa siswa yang memiliki prestasi belajar yang baik tetapi memiliki asupan protein yang kurang dapat dikarenakan siswa tersebut memang memiliki kondisi psikologis yang baik sewaktu ujian, atau memiliki kecerdasan secara genetik, minat, bakat, motivasi serta kemampuan kognitif yang baik terhadap mata pelajaran tertentu atau memang menyenangi mempelajari suatu mata pelajaran tertentu.Siswa yang memiliki tingkat asupan protein yang kurang dapat disebabkan oleh kebiasaan jajan anak tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar jajanan yang mereka konsumsi umumnya hanya lebih banyak mengandung karbohidrat dan lemak, seperti nasi kuning, pisang goreng, kandoang, ubi goreng, mie siram dan lain-lain. Selain itu juga, umumnya mereka juga mengkonsumsi makanan atau minuman yang mengandung gula atau makanan yang manis seperti cokelat, permen, teh gelas dan lain sebagainya, sehingga dapat menyebabkan tubuh mereka kurang mendapatkan asupan protein yang cukup dari makanan-makanan tersebut.Jajan adalah hal yang lumrah dilakukan oleh anak-anak. Dalam satu segi jajan mempunyai aspek positif dan dalam segi lainya jajan juga bisa bermakna negatif. Rentang waktu antara makan pagi dan makan siang adalah relatif panjang, oleh karena itu anak-anak memerlukan asupan gizi tambahan di antara waktu makan tersebut. Makanan jajanan seringkali lebih banyak mengandung unsur karbohidrat dan hanya sedikit mengandung protein, vitamin, mineral. Akibat ketidaklengkapan gizi dalam makanan jajanan, maka pada dasarnya makanan jajanan tidak dapat mengganti sarapan pagi atau makan siang. Anak-anak yang banyak mengkonsumsi makanan jajanan perutnya akan merasa kenyang karena padatnya kalori yang masuk ke dalam tubuhnya. Sementara gizi seperti protein, vitamin, dan mineral masih sangat kurang (Khomsan, 2005).Hal ini sesuai dengan penjelasan yang dikemukan oleh Moehji (2003) yang mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi keadaan gizi anak sekolah adalah:1. Anak dalam usia ini sudah dapat memilih dan menentukan makanan apa yang disukai dan tidak disukai, sehingga seringkali anak-anak salah memilih. Terlebih lagi jika orangtua tidak memberikan informasi mengenai makanan sehat dan bergizi.2. Kebiasaan jajan, dimana anak seusia ini gemar jajan. Hal ini lebih dipengaruhi oleh teman meskipun keluarga juga ikut berpengaruh3. Anak tiba di rumah dalam keadaan letih karena belajar dan bermain di sekolah, sehingga sampai di rumah kurang nafsu makan. Pilihan terhadap makanan kesukaan anak sangat dipengaruhi oleh teman, orangtua, dan juga media massa melalui iklan/reklame.Selain itu, siswa yang memiliki tingkat asupan protein yang kurang juga dapat disebabkan karena mereka memang kurang mengkonsumsi makanan sumber protein yang bernilai tinggi. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa, sebagian besar responden menyatakan lebih senang mengkonsumsi mie instant dengan alasan gurih dan terkadang memang hanya mie instant yang tersedia dirumah mereka. Sedangkan yang sering mengkonsumsi ikan dan daging hanya sebagian kecil saja. Hal ini disebabkan karena ketidakmampuan ekonomi orang tua dalam menyediakan makanan, serta ketidaksukaan anak pada jenis ikan karena berbau amis.Sumber protein yang bernilai biologis tinggi yaitu telur, susu, daging unggas, ikan dan kerang. Sumber protein nabatinya adalah kacang kedelai dan hasil olahannya seperti tempe dan tahu. Dimana konsumsi protein diperlukan untuk mencegah kehilangan protein tubuh dan memungkinkan produksi protein yang diperlukan dalam masa pertumbuhan (Almatsier, 2009).Penelitian lain yang dilakukan oleh Maharani (2012), dengan salah satu tujuan khusus penelitiannya ingin melihat hubungan antara tingkat asupan protein dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 6 Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain cross sectional study dengan jumlah sampel sebanyak 73 siswa yang terdiri dari 35 siswa putri dan 38 siswa putra. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara tingkat asupan protein dengan prestasi belajar siswa SMA Negeri 6 Bogor (Value 0,019 < 0,05). Perbedaan hasil penelitian ini dapat dikarenakan perbedaan karakteristik objek penelitian yang dipakai, perbedaan jumlah sampel serta pengendalian variabel pengganggu yang dilakukan. 3. Hubungan Kebiasaan Makan Pagi dengan Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 7 Kendari Kota KendariBanyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dimana salah satunya masalah gizi. Masalah gizi saat ini bukan hanya masalah gizi kurang tetapi juga muncul masalah gizi lebih. Jalan untuk menempuh untuk perbaikan gizi siswa agar prestasi belajar tidak terganggu salah satunya adalah dengan perbaikan kebiasaan makan siswa dikeluarga dengan menekankan pentingnya makan pagi sebelum berangkat sekolah.Sarapan atau makan pagi adalah makanan yang disantap pada pagi hari. Waktu ideal sarapan dimulai dari pukul 06.00 pagi sampai dengan pukul 08.00 pagi. Sarapan merupakan waktu makan yang paling penting dan sangat dianjurkan untuk dipenuhi karena alasan kesehatan (Wikipedia, 2009 ).

Anak sekolah merupakan salah satu kelompok rawan gizi. Pertumbuhan yang berlangsung membutuhkan zat-zat gizi yang adekuat. Bila kebutuhan zat gizi tersebut tidak terpenuhi, akan terjadi hambatan pertumbuhan dengan manifestasi anak kurus (wasted) maupun pendek (stunted). Status gizi yang kurang pada anak ini akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, padahal anak adalah generasi penerus bangsa. Kebiasaan makan pagi merupakan faktor determinan status gizi. Anak yang tidak biasa makan pagi berisiko terhadap terjadinya status gizi kurang (Sintha, 2001).Berdasarkan jawaban dari beberapa siswa yang terbiasa makan pagi, mereka mengatakan bahwa ibu yang terus-menerus memaksa mereka untuk tetap makan pagi meskipun terlambat. Karena takut terlambat, dihukum pada saat apel, sehingga mereka harus menyelesaikan makannya secepat mungkin. Pada akhirnya mereka terbiasa untuk makan pagi sebelum ke sekolah. Bahkan beberapa dari mereka mengaku pernah mencoba untuk tidak makan pagi kembali tapi kemudian mereka pingsan ketika apel atau merasa sangat loyo ketika jam pelajaran kedua dimulai (8.30 am). Adapun menu yang biasanya mereka makan ketika sarapan antara lain nasi goreng, bubur, telur goreng, sayur bayam, susu dan lain-lain. Dengan begini mereka sudah menyediakan kebutuhan gizi bagi tubuhnya di waktu pagi, terlebih lagi zat gizi pada makanan tersebut berfungsi sebagai sumber tenaga, zat pengatur dan pembangun yang sangat diperlukan dalam proses tumbuh kembang anak. Ada juga beberapa siswa yang hanya mengkonsumsi kue-kue, roti, snack, pisang goreng dan lain sebagainya pada saat sarapan pagi. Hal ini tentunya kurang dapat mencukupi kebutuhan gizinya terutama kebutuhan energi dan protein.Menurut para ahli gizi, sedikitnya 20-30% total zat gizi tubuh harus di penuhi saat makan pagi. Karena itu, sebaiknya anak-anak dibujuk untuk membiasakan diri untuk makan pagi. Penelitian tersebut menunjukkan, bahwa makan pagi bukanlah sekedar untuk mengenyangkan perut selama belajar di sekolah, tetapi lebih dari yaitu agar anak-anak dapat berkonsentrasi dengan baik agar mendukung prestasi belajarnya. Makan pagi berpengaruh terhadap kecerdasan otak, terutama daya ingat siswa. Kebiasaan makan pagi ini sangat perlu untuk dilakukan. Tidak adanya rasa lapar yang siswa miliki ini akan membuat siswa lebih fokus terhadap materi yang diberikan oleh guru-guru, dapat memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang pelajaran. Lebih lanjut siswa juga memiliki nilai yang baik ketika ujian karena melakukan aktifitas makan pagi setiap harinya (Sintha, 2001).Adapun konsep makan pagi yang mengacu pada gizi seimbang dapat dipenuhi dengan pemberian makanan sebagai berikut:a. Sumber karbohidrat seperti nasi, roti, makaroni, kentang, tepung beras, tepung maizena, tepung kacang hijau, jagung, singkong dan ubi

b. Sumber protein yaitu susu, daging, ikan, ayam, hati, tahu, tempe, keju, kacang hijau, dan lain-lain.

c. Sumber vitamin dan mineral yaitu dari sayuran seperti wortel, bayam, kangkung, labu siam, buncis, buah-buahan misalnya pepaya, jambu biji, air jeruk, melon, alpukat, dan lain-lain.

(Depkes RI Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat, 2001).

Sementara itu, berdasarkan jawaban dari beberapa siswa yang tidak terbiasa makan pagi mengatakan bahwa pada umumnya mereka tidak makan sebelum berangkat ke sekolah disebabkan karena mereka sering terlambat bangun pagi, sehingga tidak sempat sarapan karena takut terlambat ke sekolah. Selain itu, ada juga siswa yang tidak makan disebabkan oleh ibunya yang memang tidak menyiapkan makanan di pagi hari yang disebabkan oleh kebiasaan keluarga tersebut yang memang tidak biasa makan pagi. Ada juga ibu dari siswa yang telah menyiapkan sarapan pagi, tetapi siswanya sendiri yang malas atau tidak suka makan pagi. Beberapa siswa juga yang tidak melakukan aktifitas makan pagi tetap tidak diberikan uang untuk jajan di sekolah karena alasan ekonomi, orang tua mereka tidak memiliki tambahan uang untuk memberikan uang jajan pada anaknya. Pada siswa yang tidak makan pagi, akan menyebabkan menipisnya sediaan glikogen otot tidak tergantikan. Untuk menjaga agar kadar gula darah tetap normal, tubuh lalu memecah simpanan glikogen dalam hati menjadi gula darah. Jika bantuan pasokan gula darah ini pun akhirnya habis juga, tubuh akan kesulitan memasok jatah gula darah ke otak. Akibatnya siswa bisa menjadi gelisah, bingung, pusing-pusing, mual, berkeringat dingin, kejang perut, bahkan bisa juga sampai pingsan. Ini merupakan gejala hipoglikemia (merosotnya kadar gula dalam darah) (Sintha, 2001).Siswa yang tidak makan pagi justru lebih sering mengkonsumsi jajanan yang bersifat manis seperti permen, coklat dan lain-lain. Hal ini akan membuat siswa tersebut dapat menunda lapar untuk sementara dan bahkan dapat menjadi alasan untuk menunda jadwal makan berikutnya (makan siang). Gula yang merupakan karbohidrat sederhana sangat mudah diubah menjadi gula darah, sehingga tubuh bisa secara mendadak kelebihan gula darah. Hormon insulin lalu akan mengubahnya menjadi glikogen dan segera menyimpannya dalam hati, sehingga kadar gula darah pun menipis dengan tiba-tiba. Akibatnya anak justru menjadi lebih mudah loyo. Kondisi yang tidak optimal menyebabkan anak menjadi malas untuk memperhatikan pelajaran yang diberikan oleh guru mereka (Sintha, 2001).Selain itu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa yang tidak terbiasa makan pagi juga tidak membawa bekal ke sekolah sebagai pengganti makan pagi mereka sebelum berangkat ke sekolah. Berdasarkan jawaban beberapa siswa tersebut, mengatakan bahwa sebenarnya ibu mereka menyiapkan bekal untuk dibawa ke sekolah, namun mereka menolaknya dengan alasan malu untuk membawa bekal ke sekolah. Padahal, bekal yang dibawa tentu akan jauh lebih aman untuk dikonsumsi dan lebih bergizi.Dua unsur yang utama dalam bekal makanan yaitu energi dan protein. Kekurangan akan unsur-unsur lain dapat diberikan dalam makanan mereka di rumah. Pada dasarnya, menu bekal makanan yang paling ideal adalah makanan yang dapat memberikan semua unsur gizi yang diperlukan. Tetapi dalam praktek, membuat bekal yang memenuhi syarat demikian itu agak sukar (Moehji, 2003). Memberikan bekal makanan kepada anak-anak ini membawa beberapa keuntungan, antara lain sebagai berikut:

1. Anak-anak dapat dihindarkan dari gangguan rasa lapar. Begitu banyaknya aktifitas anak menyebabkan begitu cepatnya anak akan merasa lapar kembali, maka dari itu bekal yang disediakan oleh ibu sangat penting untuk kembali memberikan pasokan energi pada anak.

2. Karena makan pagi sering dilakukan dengan terburu-buru, kemungkinan makanan itu tidak dapat memberikan kalori yang diperlukan selama anak-anak itu berada di sekolah. Bermain-main waktu istirahat dan lain-lain akan banyak mengambil energi anak-anak itu.pemberian bekal dapat menghindarkan anak itu dari kekurangan kalori.

3. Pemberian bekal dapat menghindarkan anak dari kebiasaan jajan yang sekaligus berarti menghindarkan anakanak itu dari gangguan penyakit akibat makanan yang tidak bersih.

4. Anak dapat lebih berkonsentrasi dalam belajar karena terhindar dari rasa lapar.

Terdapat dua manfaat yang bisa diambil dari kebiasaan makan pagi. Pertama, sarapan pagi dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah. Kadar gula darah yang terjamin normal, maka gairah dan konsentrasi belajar bisa lebih baik sehingga berdampak positif untuk meningkatkan produktifitas dalam hal ini adalah prestasi belajar. Kedua, pada dasarnya makan pagi akan memberikan kontribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh seperti protein, lemak, vitamin dan mineral (Sintha, 2001).Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat untuk berfungsinya proses fisiologis dalam tubuh. Melewatkan makan pagi akan menyebabkan tubuh kekurangan glukosa dan hal ini menyebabkan tubuh lemah dan kurang konsentrasi karena tidak adanya suplai energi. Keadaan tubuh yang tidak siap saat menerima pelajaran maka kemampuan siswa untuk memahami seluruh materi yang disajikan akan menurun juga dan sebagai dampak dari semua itu adalah menurunnya prestasi belajar siswa (Sintha, 2001).Siswa yang tetap memiliki prestasi belajar buruk meski sudah memiliki kebiasaan makan pagi dapat diakibatkan oleh banyaknya faktor lain yang mempengaruhi prestasi siswa tersebut. Selain kebiasaan makan pagi, prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor status gizi, kebiasaan belajar, kesehatan siswa, intelegensi, kualitas pengajaran yang dia peroleh dan lain sebagainya. Siswa yang memiliki prestasi belajar baik meskipun tidak memiliki kebiasaan makan pagi dapat dikarenakan siswa tersebut memang memiliki kondisi psikologis yang baik sewaktu ujian, atau memiliki kecerdasan secara genetik, minat, bakat, motivasi serta kemampuan kognitif yang baik terhadap mata pelajaran tertentu. Selain itu, berdasarkan jawaban beberapa siswa tersebut menyatakan bahwa mereka memang tidak biasa sarapan pagi sebelum berangkat ke sekolah, tetapi mereka biasa menyempatkan diri untuk makan di kantin sebelum pelajaran pertama di mulai sehingga dengan demikian dapat memberikan sedikit energi tambahan untuk menerima pelajaran. Adapun jenis makanan yang mereka konsumsi itu biasanya adalah nasi kuning, mie siram, dan lain-lain. Hasil penelitian ini seiring dengan penelitian yang dilakukan oleh Nachum, dari Univesitas Hebrew, Jerusalem, yang mengepalai tim penelitian tersebut menguji lebih dari 550 anak sekolah laki-laki dan perempuan berumur antara 11 sampai 13 tahun. Anak yang makan pagi di sekolah 30 menit sebelum tes, nilai tes nya lebih baik dibandingkan anak yang tidak makan pagi (Sintha, 2001).Berdasarkan penelitian Breakfast Reduces Declines in Attention and Memory Over The Morning in School Children yang dilakukan oleh K.A. Wesnes. C. Pincock, D. Richardson, G Helm, Shails ahli Gizi Inggris tahun 2003 dengan Metode Random pada 29 anak, tentang tingkat perhatian dan kemampuan daya ingat pada 30, 90, 150, 210 menit setelah sarapan dalam empat hari didapatkan hasil anak yang tidak sarapan dan hanya memperoleh minuman glukosa menunjukkan daya konsentrasi atau tingkat perhatian dan kemampuan mengingat yang menurun secara signifikan seiring dengan pertambahan waktu. Di sisi lain, anak yang mendapat cereal meski mengalami penurunan daya konsentrasi namun tidak signifikan. Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa menu sarapan pagi yang mengandung karbohidrat kompleks memberikan pengaruh positif bagi anak dalam mempertahankan kemampuan konsentrasi belajar dan mengingat di sekolah. ( Wiharyanti, 2006 ).

Penelitian yang dilakukan oleh Ratnawati, dkk (2008) tentang hubungan antara tingkat pengetahuan gizi, sarapan pagi, dengan prestasi belajar siswa di SMP Negeri 5 Kebumen. Total sampel dalam penelitian ini sebanyak 86 orang. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan makan pagi dengan prestasi belajar siswa di SMP Negeri 5 Kebumen (p value 0,018 < 0,05).Penelitian lain yang dilakukan oleh Annas (2011) tentang hubungan antara kesegaran jasmani, hemoglobin, status gizi dan makan pagi terhadap prestasi belajar siswa kelas VIII MTs Al Asror Kota Semarang. Total sampel dalam penelitian ini sebanyak 65 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan pagi dengan prestasi belajar siswa kelas VIII MTS Al Asror Kota Semarang (p value 0,000 < 0,05).Anak sekolah yang sedang dalam masa pertumbuhan, perkembangan fisik dan mental membutuhkan stamina fit selama mengikuti kegiatan yang dilakukan setiap harinya. Dengan stamina yang selalu fit tersebut maka mereka akan memperoleh prestasi belajar yang baik. Untuk mewujudkan tujuan tersebut diperlukan usaha untuk mencukupi kebutuhan pangan dan gizi yang seimbang dan berkualitas yaitu dengan pengaturan makanan yang baik salah satunya adalah membiasakan anak untuk makan pagi sebelum mengikuti aktifitasnya pada pagi hari (Sintha, 2001).48

43