bab iv hasil dan pembahasan a. gambaran umum lokasi...

20
27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada di Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo yang terletak pada koordinat 0 0 52′30"-0 0 5450" LU dan antara 122 0 45′30"-122 0 4850" BT. Batas wilayah Pulau Dudepo yaitu sebelah utara berbatasan dengan Selat Anggrek, sebelah selatan, timur, dan barat berbatasan dengan Laut Sulawesi. Secara adminstratif, Pulau Dudepo terbagi atas 6 dusun yaitu Dusun I Makassar, Dusun II Upo, Dusun III Tapia, Dusun IV Baturata, Dusun V Pasir Putih, dan Dusun VI Botongo. Desa Dudepo merupakan salah satu desa di Kecamatan Anggrek yang terletak disebuah pulau pada bagian utara dari Kecamatan Anggrek yang termasuk pada kawasan Laut Sulawesi. Letak Pulau/Desa Dudepo sekarang ini memiliki luas sekitr 54 km 2 , dengan jumlah penduduk berdasarkan data tahun 2012 adalah 1.234 jiwa. Jarak Desa Dudepo dari ibu kota Kecamatan Anggrek sekitar 14 km dan dari ibu kota Kabupaten Gorontalo Utara sekitar 30 km. Aksesibilitas untuk sampai di Pulau Dudepo dapat dilakukan dengan menggunakan speed boat, atau dengan menggunakan perahu katinting, dengan jarak tempuh dari Pelabuhan Anggrek ±40 menit. Pulau ini dapat dilalui melalui Desa Ilangata, maupun Desa Monano dengan jarak tempuh ± 20-25 menit, dengan menggunakan jenis angkutan yang sama (DKP Provinsi Gorontalo, 2012). Gambar 5 berikut ini menunjukkan peta Pulau Dudepo.

Upload: truonghanh

Post on 14-Aug-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi …eprints.ung.ac.id/2065/10/2012-2-54242-633408020-bab4-22012013013713.pdf28 Gambar 5. Peta Pulau Dudepo (Sumber: DKP Provinsi

27

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada

di Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo yang terletak pada koordinat

0052′30"-0

054′50" LU dan antara 122

045′30"-122

048′50" BT. Batas wilayah Pulau

Dudepo yaitu sebelah utara berbatasan dengan Selat Anggrek, sebelah selatan,

timur, dan barat berbatasan dengan Laut Sulawesi. Secara adminstratif, Pulau

Dudepo terbagi atas 6 dusun yaitu Dusun I Makassar, Dusun II Upo, Dusun III

Tapia, Dusun IV Baturata, Dusun V Pasir Putih, dan Dusun VI Botongo.

Desa Dudepo merupakan salah satu desa di Kecamatan Anggrek yang

terletak disebuah pulau pada bagian utara dari Kecamatan Anggrek yang termasuk

pada kawasan Laut Sulawesi. Letak Pulau/Desa Dudepo sekarang ini memiliki

luas sekitr 54 km2, dengan jumlah penduduk berdasarkan data tahun 2012 adalah

1.234 jiwa. Jarak Desa Dudepo dari ibu kota Kecamatan Anggrek sekitar 14 km

dan dari ibu kota Kabupaten Gorontalo Utara sekitar 30 km. Aksesibilitas untuk

sampai di Pulau Dudepo dapat dilakukan dengan menggunakan speed boat, atau

dengan menggunakan perahu katinting, dengan jarak tempuh dari Pelabuhan

Anggrek ±40 menit. Pulau ini dapat dilalui melalui Desa Ilangata, maupun Desa

Monano dengan jarak tempuh ± 20-25 menit, dengan menggunakan jenis

angkutan yang sama (DKP Provinsi Gorontalo, 2012). Gambar 5 berikut ini

menunjukkan peta Pulau Dudepo.

Page 2: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi …eprints.ung.ac.id/2065/10/2012-2-54242-633408020-bab4-22012013013713.pdf28 Gambar 5. Peta Pulau Dudepo (Sumber: DKP Provinsi

28

Gambar 5. Peta Pulau Dudepo (Sumber: DKP Provinsi Gorontalo, 2012)

Pulau ini memiliki dataran pantai dan perbukitan rendah sampai tinggi.

Dataran pantai memiliki topografi datar sampai bergelombang. Daerah dataran

yang bertopografi datar sebagian besar merupakan daerah pemukiman, sedang

daerah yang bergelombang serta perbukitan adalah daerah hutan campuran. Luas

hutan mangrove di wilayah Pulau Dudepo adalah 28 Ha atau sebesar 21,1% dari

luas total Pulau Dudepo. Jenis-jenis mangrove yang terdapat di pulau ini yaitu

Avicennia sp, Rhizophora sp, Sonneratia sp, Bruguiera sp. Berdasarkan

pengamatan yang dilakukan bahwa mangrove di wilayah ini masih memiliki

kondisi lebat dan terdapat pada beberapa sisi dari pulau, tetapi sebagian

Peta Pulau Dudepo

Page 3: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi …eprints.ung.ac.id/2065/10/2012-2-54242-633408020-bab4-22012013013713.pdf28 Gambar 5. Peta Pulau Dudepo (Sumber: DKP Provinsi

29

masyarakat sudah memanfaatkan kayu-kayu dari mangrove ini sebagai alat bantu

pada alat tangkap sero dan bangunan rumah (DKP Provinsi Gorontalo, 2012).

B. Analisis Vegetasi Mangrove di Pulau Dudepo

1. Jenis Vegetasi Mangrove

Mangrove di Pulau Dudepo, Kecamatan Anggrek merupakan hutan

mangrove alami. Kegiatan inventarisasi mangrove dilakukan pada titik 047o56′10"

sebagai stasiun I yang mewakili sebelah Timur, stasiun II pada titik 047o43′20"

mewakili sebelah Selatan, stasiun III pada titik 047o83′23" mewakili sebelah

Barat, dan stasiun IV pada titik 047o73′63" mewakili sebelah Utara Pulau

Dudepo. Gambar lokasi seluruh stasiun dapat dilihat pada Lampiran 1.

Vegetasi mangrove yang ditemukan dibedakan antara pohon, pancang, dan

semai berdasarkan ukuran diameter batangnya. Berdasarkan hasil pengamatan dan

identifikasi mangrove di lokasi penelitian, vegetasi mangrove di pulau Dudepo

terdiri atas 2 famili dan terdiri dari 5 spesies. Famili Rhizophoraceae (jenis

Bruguiera gymnorrhiza, Bruguiera parviflora, Rhizophora apiculata, Rhizophora

mucronata) dan famili Avicenniaceae (Avicennia lanata). Jenis-jenis mangrove

yang ditemukan di Pulau Dudepo dapat dilihat pada Tabel 3 dan gambar jenis-

jenis mangrove ditunjukkan pada Lampiran 3.

Page 4: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi …eprints.ung.ac.id/2065/10/2012-2-54242-633408020-bab4-22012013013713.pdf28 Gambar 5. Peta Pulau Dudepo (Sumber: DKP Provinsi

30

Tabel 3. Jenis-Jenis Mangrove di Pulau Dudepo

Jenis Stasiun I

(Timur)

Stasiun II

(Selatan)

Stasiun III

(Barat)

Stasiun IV

(Utara)

Avicennia lanata √ − _ _

Bruguiera gymnorrhiza √ _ √ √

Bruguiera parviflora − √ − −

Rhizophora apiculata _ √ − −

Rhizophora mucronata √ √ √ √

(Sumber: Olahan data primer, 2012)

Berdasarkan Tabel 3 diatas bahwa pada stasiun I dan stasiun II terdapat 3

jenis mangrove dengan vegetasi jenis yang berbeda. Pada stasiun I ditemukan 3

jenis mangrove yaitu jenis Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora mucronata, dan

Avicennia lanata. Pada stasiun II terdapat 3 jenis mangrove yaitu Rhizophora

apiculata, Rhizophora mucronata, dan Bruguiera parviflora. Sementara pada

stasiun III dan IV terdapat 2 jenis dengan vegetasi yang sama yaitu jenis

Rhizophora mucronata dan Bruguiera gymnorrhiza.

Vegetasi mangrove yang terdapat di Pulau Dudepo pada umumnya

didominasi oleh famili Rhizophoraceae. Hal ini disebabkan karena substrat yang

ada pada lokasi penelitian didominasi oleh substrat berlumpur dan lumpur

berpasir yang cocok untuk pertumbuhan jenis mangrove yang tergolong famili

Rhizophoraceae. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasmawati (2001) bahwa

vegetasi mangrove Rhizophoraceae sebagian besar dapat hidup pada substrat yang

lembek, berlumpur, maupun lumpur bercampur pasir.

Sementara Avicennia lanata tidak tumbuh baik pada lokasi penelitian hal

ini disebabkan oleh keterbatasan buah yang dihasilkan jenis ini yakni Avicannia

lanata hanya dapat berbuah pada waktu-waktu tertentu yakni antara bulan

November sampai Maret. Hal ini sesuai dengan pendapat Noor, dkk, (2006)

Page 5: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi …eprints.ung.ac.id/2065/10/2012-2-54242-633408020-bab4-22012013013713.pdf28 Gambar 5. Peta Pulau Dudepo (Sumber: DKP Provinsi

31

bahwa mangrove jenis Avicennia lanata diketahui hanya dapat berbunga pada

bulan Juli sampai Februari dan berbuah antara bulan November sampai Maret.

2. Kerapatan Jenis

Kerapatan jenis mangrove merupakan parameter untuk menduga

kepadatan jenis mangrove pada suatu komunitas. Kerapatan jenis pada suatu area

dapat memberikan gambaran ketersediaan dan potensi tumbuhan mangrove

(Wantasen, 2002 dalam Feronika, 2011). Kerapatan suatu jenis merupakan nilai

yang menunjukkan penguasaan suatu jenis terhadap komunitas (Soerianegara dan

Indrawan, 1998). Tingkat kerapatan jenis mangrove pada lokasi penelitian dapat

dilihat pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Kerapatan Jenis Mangrove di Pulau Dudepo

Jenis

Kerapatan Jenis (Ind/Ha)

Pohon Pancang Semai

S I S II S III S IV S I S II S III S IV S I S II S III S IV

Avicennia lanata 33 0 0 0 0 0 0 0 767 0 0 0

Bruguiera gymnorrhiza 167 0 167 400 200 0 800 100 67 0 1233 100

Bruguiera parviflora 0 67 0 0 0 0 0 0 0 133 0 0

Rhizophora apiculata 0 500 0 0 0 0 0 0 0 167 0 0

Rhizophora mucronata 1367 2367 1500 1433 833 1133 400 2200 2267 567 367 1767

(Sumber: Olahan data primer, 2012)

Berdasarkan hasil analisis kerapatan bahwa jenis mangrove yang memiliki

kerapatan tertinggi terdapat pada kategori pohon, sedangkan kerapatan terendah

terdapat pada tingkat pancang, Tingginya kerapatan pada kategori pohon

menyebabkan cahaya matahari yang masuk tidak dapat menyinari lahan hutan

Page 6: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi …eprints.ung.ac.id/2065/10/2012-2-54242-633408020-bab4-22012013013713.pdf28 Gambar 5. Peta Pulau Dudepo (Sumber: DKP Provinsi

32

mangove. Hal ini membuat semai dan pancang tidak terlalu banyak tumbuh

dengan baik. Pendapat ini diperkuat oleh Supardjo (2007) bahwa rendahnya

kerapatan semai disebabkan oleh matahari yang dibutuhkan oleh semai untuk

berfotosintesis terhalang oleh pohon, sehingga semai tidak dapat tumbuh dengan

baik. Selain itu berdasarkan wawancara dengan masyarakat Pulau Dudepo bahwa

mangrove pada kategori pancang tidak terlalu rapat disebabkan oleh pengambilan

pancang oleh sebagian masyarakat untuk bahan kayu bakar.

Jenis mangrove yang memiliki nilai kerapatan jenis tertinggi pada kategori

pohon yaitu jenis Rhizophora mucronata yang ditemukan pada stasiun II dengan

kerapatan jenis sebesar 2.367 ind/Ha, sedangkan jenis Avicennia lanata meiliki

kerapatan jenis terendah sebasar 33 ind/Ha ditemukan pada stasiun I. Nilai

kerapatan jenis tertinggi pada kategori pancang yakni jenis Rhizophora mucronata

ditemukan pada stasiun IV dengan nilai kerapatan jenis sebesar 2.200 ind/Ha, dan

kerapatan terendah yaitu jenis Bruguiera gymnorrhiza yang ditemukan pada

stasiun III sebesar 100 ind/Ha. Sementara pada kategori semai jenis Rhizophora

mucronata yang terdapat pada stasiun I memiliki kerapatan jenis sebesar 2.267

ind/Ha dan kerapatan jenis terendah adalah jenis Bruguiera gymnorrhiza sebesar

67 ind/Ha (Tabel 4). Kerapatan jenis Rhizophora mucronata untuk semua kategori

pada lokasi penelitian tergolong rapat. Hal ini diperkuat dengan Keputusan

Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201 Tahun 2004 bahwa kriteria baku

mutu kerapatan mangrove, kerapatan padat ≥ 1.500 ind/Ha, sedang ≥ 1.000 -

1.500 ind/Ha dan jarang < 1.000 ind/Ha (Eriza, 2010).

Page 7: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi …eprints.ung.ac.id/2065/10/2012-2-54242-633408020-bab4-22012013013713.pdf28 Gambar 5. Peta Pulau Dudepo (Sumber: DKP Provinsi

33

Tingginya kerapatan jenis mangrove menunjukkan banyaknya tegakan

pohon yang berada dalam kawasan tersebut. Rhizophora mucronata memiliki

kerapatan mangrove tertinggi pada semua kategori. Kondisi ini disebabkan karena

jenis Rhizophora mucronata ini merupakan jenis mangrove yang pertumbuhannya

toleran terhadap kondisi lingkungan, terutama terhadap kondisi substrat, serta

penyebaran bijinya yang sangat luas. Hal ini sesuai dengan pendapat Kartawinata

(1979) dalam Chaerani (2011) bahwa jenis Rhizophora mucronata merupakan

salah satu jenis tumbuhan mangrove yang toleran terhadap kondisi lingkungan

(seperti substrat, pasang surut, salinitas dan pasokan nutrien), dapat menyebar luas

dan dapat tumbuh tegak pada berbagai tempat.

3. Kerapatan Relatif

Menurut Skilleter dan Warren (1999) dalam Schaduw (2008) kerapatan

relatif pada suatu ekosistem berpengaruh pada biota yang berasosiasi didalamnya,

ekosistem mangrove ini digunakan sebagai tempat perlindungan bagi biota yang

hidup didalamnya, seperti ikan dan gastropoda dari faktor alam dan hewan

predator. Hasil analisis vegetasi kerapatan relatif dapat dilihat pada Tabel 5.

Page 8: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi …eprints.ung.ac.id/2065/10/2012-2-54242-633408020-bab4-22012013013713.pdf28 Gambar 5. Peta Pulau Dudepo (Sumber: DKP Provinsi

34

Tabel 5. Kerapatan Relatif Mangrove di Pulau Dudepo

Jenis

Kerapatan Relatif (%)

Pohon Pancang Semai

S I S II S III S IV S I S II S III S IV S I S II S III S IV

Avicennia lanata 2.13 0 0 0 0 0 0 0 24.73 0 0 0

Bruguiera gymnorrhiza 10.64 0 10 21.82 19.35 0 66.67 4.35 2.15 0 77.08 5.36

Bruguiera parviflora 0 2.27 0 0 0 0 0 0 0 15.38 0 0

Rhizophora apiculata 0 17.05 0 0 0 0 0 0 0 19.23 0 0

Rhizophora mucronata 87.23 80.68 90 78.18 80.65 100 33.33 95.65 73.12 65.38 22.92 94.64

(Sumber: Olahan data primer, 2012)

Berdasarkan kajian analisis kerapatan relatif (KR) vegetasi mangrove di

Pulau Dudepo didapatkan bahwa Rhizophora mucronata memiliki kerapatan

relatif yang paling tinggi pada ketiga tingkat kategori, baik pada kategori pohon,

pancang, maupun semai. Pada kategori pohon kerapatan relatif tertinggi yaitu

pada stasiun III dengan nilai kerapatan relatif sebesar 90%, untuk kategori

pancang kerapatan relatif sebesar 100% pada stasiun II, dan untuk kategori semai

terdapat pada stasiun IV sebesar 94,64%. Sementara kerapatan relatif terendah

untuk kategori pohon yakni jenis Avicennia lanata sebesar 2,13% yang ditemukan

pada stasiun II. Pada kategori pancang dan semai jenis Bruguiera gymnorrhiza

memiliki kerapatan relatif terendah dengan masing-masing sebesar 4,35% pada

stasiun IV dan 2.15% pada stasiun I (Tabel 5).

Jenis Rhizophora mucronata memiliki kerapatan relatif tertinggi

disebabkan karena kondisi substrat yang umumnya lumpur mengandung bahan

organik sangat cocok untuk pertumbuhan jenis Rhizophora mucronata, selain itu

Rhizophora mucronata ini merupakan tumbuhan perintis atau pioner. Hal ini

Page 9: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi …eprints.ung.ac.id/2065/10/2012-2-54242-633408020-bab4-22012013013713.pdf28 Gambar 5. Peta Pulau Dudepo (Sumber: DKP Provinsi

35

sesuai pendapat Parawansa (2007) bahwa ketergantungan jenis tumbuhan pioner

terhadap jenis tanah ditunjukkan oleh genus Rhizophora yaitu merupakan ciri

umum untuk tanah berlumpur yang bercampur dengan bahan organik, dalam hal

ini kerapatan relatif mangrove terkait erat dengan ketersediaan bahan organik

pada lingkungan untuk mendukung pertumbuhan jenis mangrove.

4. Frekuensi Jenis

Frekuensi suatu jenis menunjukkan penyebaran suatu jenis dalam suatu

area. Jenis yang menyebar secara merata mempunyai nilai frekuensi yang

besar, sebaliknya jenis-jenis yang mempunyai nilai frekuensi yang kecil

mempunyai daerah sebaran yang tidak merata dan kurang luas (Sultan, 2001).

Hasil perhitungan frekuensi jenis mangrove di Pulau Dudepo dapat dilihat pada

Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6. Frekuensi Jenis Mangrove di Pulau Dudepo

Jenis

Frekuensi Jenis

Pohon Pancang Semai

S I S II S III S IV S I S II S III S IV S I S II S III S IV

Avicennia lanata 0.33 0 0 0 0 0 0 0 0.33 0 0 0

Bruguiera gymnorrhiza 0.67 0 1 1 0.67 0 0.33 0.67 0.33 0 0.67 0.67

Bruguiera parviflora 0 0.67 0 0 0 0 0 0 0 0.67 0 0

Rhizophora apiculata 0 0.67 0 0 0 0 0 0 0 0.67 0 0

Rhizophora mucronata 0.33 0 0 0 0 0 0 0 0.33 0 0 0

(Sumber: Olahan data primer, 2012)

Berdasarkan hasil perhitungan frekuensi jenis mangrove di Pulau Dudepo,

jenis Rhizophora mucronata dan jenis Bruguiera gymnorrhiza memiliki frekuensi

Page 10: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi …eprints.ung.ac.id/2065/10/2012-2-54242-633408020-bab4-22012013013713.pdf28 Gambar 5. Peta Pulau Dudepo (Sumber: DKP Provinsi

36

jenis tertinggi sebesar 1. Jenis Rhizophora mucronata ini ditemukan pada seluruh

dan jenis Bruguiera gymnorrhiza hanya ditemukan pada stasiun III dan IV.

Sementara jenis Avicennia lanata memiliki nilai frekuensi terendah sebesar 0,33

yang ditemukan pada stasiun I.

Pada kategori pancang, jenis Rhizophora mucronata memiliki frekuensi

jenis sebesar 1 yang ditemukan pada stasiun I dan II dan untuk frekuensi

terendahnya yaitu jenis Bruguiera gymnorrhiza dengan nilai frekuensi jenis

sebesar 0,33 yang ditemukan pada stasiun III. Sementara untuk kategori semai,

jenis Rhizophora mucronata memiliki frekuensi jenis tertinggi sebesar 1

ditemukan pada seluruh stasiun dan frekuensi terendahnya yaitu jenis Bruguiera

gymnorrhiza dan Avicennia lanata dengan nilai frekuensi jenis sebesar 0,33 yang

ditemukan pada stasiun I (Tabel 6).

Jenis Rhizophora mucronata memiliki nilai frekuensi tertinggi karena

kondisi substrat sangat cocok untuk pertumbuhannya, sehingga mangrove jenis ini

menyebar merata pada setiap stasiun pengamatan. Selain itu Rhizophora

mucronata termasuk jenis yang memiliki benih yang dapat berkecambah pada

waktu masih berada pada induknya sangat menunjang pada proses penyebaran

yang luas dari jenis lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Pramudji (2001)

dalam Mar’fuah (2005) bahwa pada tanah lumpur dan lembek ditumbuhi oleh

jenis mangrove Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, lumnitzera littorea

dengan penyebaran yang merata dan luas, sedangkan pada wilayah pesisir yang

berpasir dan berombak besar pertumbuhan vegetasi mangrove tidak optimal.

Marcelle (1998) dalam Gulton (2010) juga berpendapat bahwa daur hidup yang

Page 11: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi …eprints.ung.ac.id/2065/10/2012-2-54242-633408020-bab4-22012013013713.pdf28 Gambar 5. Peta Pulau Dudepo (Sumber: DKP Provinsi

37

khas dari jenis Rhizophora sp dengan benih yang dapat berkecambah pada waktu

masih berada pada tumbuhan induk sangat menunjang pada proses penyebaran

yang luas pada ekosistem mangrove.

5. Frekuensi Relatif

Frekuensi relatif adalah pengukuran distribusi spesies yang ditemukan

pada plot yang dikaji. Nilai dari frekuensi relatif (FR) menunjukkan keseringan

suatu jenis ditemukan dalam suatu kawasan (Price, 1975 dalam Pariyono, 2006).

Hasil analisis vegetasi mangrove di Pulau Dudepo untuk tingkat frekuensi relatif

dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7. Frekuensi Relatif Mangrove Di Pulau Dudepo

Jenis

Frekuensi Relatif (%)

Pohon Pancang Semai

S I S II S III S IV S I S II S III S IV S I S II S III S IV

Avicennia lanata 16.67 0 0 0 0 0 0 0 20 0 0 0

Bruguiera gymnorrhiza 33.33 0 50 50 40 0 33.33 40 20 0 40 40

Bruguiera parviflora 0 28.57 0 0 0 0 0 0 0 28.57 0 0

Rhizophora apiculata 0 28.57 0 0 0 0 0 0 0 28.57 0 0

Rhizophora mucronata 50 42.86 50 50 60 100 66.67 60 60 42.86 60 60

(Sumber: Olahan data primer, 2012)

Hasil perhitungan yang terlihat pada Tabel 7, nilai frekuensi relatif

tertinggi (FR) kategori pohon ditemukan pada stasiun I, III, dan IV yaitu jenis

Rhizophora mucronata sebesar 50% ditemukan pada stasiun I dan untuk jenis

Rhizophora mucronata dan Bruguiera gymnorrhiza terdapat pada stasiun III dan

IV dengan nilai FR sebesar 50%. Kedua jenis mangrove ini memiliki nilai FR

Page 12: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi …eprints.ung.ac.id/2065/10/2012-2-54242-633408020-bab4-22012013013713.pdf28 Gambar 5. Peta Pulau Dudepo (Sumber: DKP Provinsi

38

yang sama, hal ini berarti terjadi distribusi yang merata di antara kedua jenis

mangrove. Nilai frekuensi relatif terendah terdapat pada stasiun I yaitu jenis

Avicennia lanata dengan nilai frekuensi relatif sebesar 16,67%. Pada kategori

pancang frekuensi relatif tertinggi yaitu jenis Rhizophora mucronata ditemukan

pada stasiun II sebesar 100% dan FR terendah ditemukan pada stasiun III yakni

jenis Bruguiera gymnorrhiza sebesar 33,33%. Sementara pada kategori semai

nilai FR tertinggi ditemukan pada stasiun I, III, dan IV yakni jenis Rhizophora

mucronata sebesar 60%, sedangkan FR terendah ditemukan pada stasiun I yakni

jenis Bruguiera gymnorrhiza dan Avicennia lanata dengan nilai FR sebesar 20%.

Kemunculan jenis Rhizophora mucronata dan Bruguiera gymnorrhiza

ditemukan pada semua stasiun pengamatan, hal ini disebabkan jenis ini lebih

banyak memperoleh unsur hara dibandingkan dengan jenis lainnya. Hal ini sesuai

dengan pendapat Pramudji (2000) dalam Kaunang dan Kimbal (2009) bahwa

tinggi rendahnya nilai frekuensi relatif disebabkan oleh terjadinya kompetisi yang

tidak seimbang antar jenis mangrove yang menempati suatu habitat yang sama,

sehingga kurang kompetitif dalam memperoleh unsur hara.

6. Dominansi

Dominansi suatu jenis merupakan istilah yang digunakan untuk

menyatakan suatu jenis tumbuhan kategori pohon dalam hal bersaing dengan

tumbuhan lainnya, dalam hal ini terkait dengan besarnya diameter tumbuhan

(Barbour, 1980 dalam Prasetyo, 2007). Perhitungan nilai dominansi ini hanya

dilakukan pada kategori pohon untuk mengetahui INP kategori pohon. Hasil

Page 13: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi …eprints.ung.ac.id/2065/10/2012-2-54242-633408020-bab4-22012013013713.pdf28 Gambar 5. Peta Pulau Dudepo (Sumber: DKP Provinsi

39

perhitungan nilai dominansi mangrove pada lokasi penelitian dapat dilihat pada

Tabel 8 berikut ini.

Tabel 8. Dominansi Mangrove Di Pulau Dudepo

Jenis

Dominansi Jenis (m2/Ha) Dominansi Relatif (%)

S I S II S III S IV S I S II S III S IV

Avicennia lanata 0.67 0 0 0 10.64 0 0 0

Bruguiera gymnorrhiza 4.4 0 2.74 1.77 69.85 0 61.96 65.99

Bruguiera parviflora 0 5.07 0 0 0 61.61 0 0

Rhizophora apiculata 0 2.28 0 0 0 27.67 0 0

Rhizophora mucronata 1.23 0.88 1.68 0.91 19.51 10.70 38.04 34.01

(Sumber: Olahan data primer, 2012)

Berdasarkan perhitungan dominansi pada Tabel 8 bahwa nilai dominansi

jenis tertinggi yaitu jenis Bruguiera parviflora dangan nilai dominansi sebesar

5,07 m2/Ha ditemukan pada stasiun II, sedangkan nilai dominansi jenis terendah

yaitu jenis Avicennia lanata sebesar 0,67 m2/Ha ditemukan pada stasiun I. yaitu

jenis Avicennia lanata sebesar 0,67 m2/Ha. Bruguiera parviflora mempunyai nilai

dominansi jenis tertinggi karena mangrove jenis ini memiliki diameter rata-rata

lebih besar dari pada jenis lainnya yang berada dilokasi penelitian yakni

diameternya 44 cm atau 0,44 m.

Nilai dominansi relatif pohon setiap stasiun di lokasi penelitian

menunjukan bahwa jenis Bruguiera gymnorrhiza memiliki presentase dominansi

yang tinggi yakni sebesar 69,85% yang terdapat pada stasiun I, dan diikuti oleh

jenis Bruguiera parviflora dengan nilai DR sebesar 61.61% terdapat pada stasiun

Page 14: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi …eprints.ung.ac.id/2065/10/2012-2-54242-633408020-bab4-22012013013713.pdf28 Gambar 5. Peta Pulau Dudepo (Sumber: DKP Provinsi

40

II. Sementara dominansi relatif terendah yaitu jenis Avicennia lanata dengan nilai

DR sebesar 10,64%.

8. Indeks Nilai penting (INP)

Indeks Nilai Penting (INP) merupakan indeks yang memberikan suatu

gambaran mengenai pentingnya peranan atau pengaruh pada suatu vegetasi

mangrove dalam suatu lokasi penelitian. Indeks Nilai Penting digunakan dalam

menginterpretasi komposisi dari suatu komunitas tumbuhan (Fachrul, 2007). Hasil

analisis INP mangrove di Pulau Dudepo dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini.

Tabel 9. Nilai Indeks Penting Mangrove di Pulau Dudepo

Jenis

INP (%)

Pohon Pancang Semai

S I S II S III S IV S I S II S III S IV S I S II S III S IV

Avicennia lanata 29.43 0 0 0 0 0 0 0 44.73 0 0 0

Bruguiera gymnorrhiza 113.82 0 121.96 137.80 59.35 0 100 44.35 22.15 0 117.08 45.36

Bruguiera parviflora 0 92.45 0 0 0 0 0 0 0 43.96 0 0

Rhizophora apiculata 0 73.31 0 0 0 0 0 0 0 47.80 0 0

Rhizophora mucronata 156.75 134.23 178.04 162.20 140.65 200 100 155.65 133.12 108.24 82.92 154.64

(Sumber: Olahan data primer, 2012)

Berdasarkan hasil analisis vegetasi mangrove dapat diketahui bahwa jenis

mangrove yang memiliki INP tertinggi terdapat pada kategori pohon yakni jenis

Rhizophora mucronata sebesar 178.04%, yang ditemukan pada stasiun III,

sedangkan INP terendah terdapat pada stasiun I yaitu jenis Avicennia lanata

sebesar 29.43%. Pada kategori pancang INP tertinggi yakni jenis Rhizophora

mucronata sebesar 200% ditemukan pada stasiun II sedangkan INP terendah

Page 15: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi …eprints.ung.ac.id/2065/10/2012-2-54242-633408020-bab4-22012013013713.pdf28 Gambar 5. Peta Pulau Dudepo (Sumber: DKP Provinsi

41

terdapat pada stasiun I yaitu jenis Bruguiera gymnorrhiza sebesar 44.35%

terdapat pada stasiun IV. Sementara INP tertinggi untuk kategori semai yaitu jenis

Rhizophora mucronata sebesar 154.64% ditemukan pada stasiun IV dan INP

terendahnya yaitu jenis Bruguiera gymnorrhiza sebesar 22.15% ditemukan pada

stasiun I (Tabel 9).

Jenis Rhizophora mucronata memiliki nilai INP tertinggi pada semua

kategori yaitu kategori pohon, pancang dan semai. Hasil ini mencerminkan bahwa

hutan mangrove pada lokasi penelitian dalam kondisi baik. Jenis Rhizophora

mucronata mempunyai peranan yang tinggi dilokasi penelitian karena mangrove

jenis ini memiliki karakteristik dan morfologi yang mendukung dalam hal

bersaing dengan jenis lainnya dan dapat dikatakan kondisi perairan di lokasi

penelitian baik untuk pertumbuhan mangrove.

Keadaan ekosistem mangrove seperti ini mengimplementasikan bahwa

ekosistem hutan mangrove pada lokasi penelitian belum banyak mengalami

perubahan yang disebabkan oleh kegiatan manusia, walaupun ada sebagian

masyarakat memanfaatkan kayu-kayu dari mangrove ini sebagai alat bantu pada

alat tangkap sero, kayu bakar, dan bangunan rumah. Hal ini sesuai dengan

pendapat Martosubroto dan Sudrajat (1974) dalam Prasetyo (2007) bahwa area

mangrove yang memiliki nilai penting tinggi menandakan bahwa mangrove di

area tersebut dalam kondisi baik dan belum mengalami perubahan, sebaliknya

apabila kondisi ini berkurang atau berubah menjadi daratan karena sedimentasi

dan rusak karena ulah manusia, maka perlu dilakukan rehabilitasi agar

keseimbangan ekosistem terjaga.

Page 16: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi …eprints.ung.ac.id/2065/10/2012-2-54242-633408020-bab4-22012013013713.pdf28 Gambar 5. Peta Pulau Dudepo (Sumber: DKP Provinsi

42

C. Parameter Lingkungan yang Mempengaruhi Mangrove

Parameter pendukung perairan yang memegang peranan penting bagi

kehidupan mangrove untuk menunjang kehidupannya. Berdasarkan hasil

penelitian di Pulau Dudepo, beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi

pertumbuhan mangrove dpat dilihat pada Tabel 10 berikut ini.

Tabel 10. Parameter Lingkungan Perairan Pada Lokasi Penelitian

No. Parameter

Kisaran

Stasiun I

(Timur)

Stasiun II

(Selatan)

Stasiun III

(Barat)

Stasiun IV

(Utara)

1. Suhu (0C) 30 27,8 29,2 30,1

2. Salinitas (0/00) 28,6 28,6 30 30

3. pH Air 6,5 7,4 7,4 7

4. pH Tanah 6 6 7 7

5. Substrat Berlumpur Berkumpur Lumpur

berpasir

Lumpur

berpasir

(Sumber: Data primer, 2012)

1. Suhu

Suhu merupakan salah satu parameter yang penting bagi keberlangsungan

hidup biota laut. Suhu dapat mempengaruhi proses-proses dalam suatu ekosistem

mangrove seperti fotosintesis dan respirasi (Aksornkoae, 1993 dalam Taher,

2011).

Berdasarkan hasil pengukuran langsung pada wilayah mangrove di Pulau

Dudepo diperoleh suhu pada masing-masing stasiun tidak berbeda jauh kisarannya

(Tabel 10). Suhu air terendah ditemukan pada stasiun II (Barat), yaitu sebesar

27,8oC, sedangkan suhu tertinggi ditemukan pada stasiun IV (Utara), yaitu sebesar

30,1oC. Rendahnya suhu pada stasiun II disebabkan oleh pengukuran dilakukan

Page 17: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi …eprints.ung.ac.id/2065/10/2012-2-54242-633408020-bab4-22012013013713.pdf28 Gambar 5. Peta Pulau Dudepo (Sumber: DKP Provinsi

43

pada pagi hari atau sekitar pukul 07.30 WITA. Sedangkan pengukuran suhu tinggi

pada stasiun IV disebabkan oleh pengukuran yang dilakukan pada siang hari

sekitar pukul 14.00 WITA, dimana intensitas cahaya matahari yang diterima oleh

permukaan air tinggi dan sedikitnya air yang tergenang pada lokasi menyebabkan

tingginya suhu air di lokasi tersebut. Selain itu, kisaran suhu yang tinggi ini juga

disebabkan oleh kondisi cuaca yang sangat cerah. Hal ini sesuai dengan pendapat

Aksornkoae (1993) dalam Taher (2011) bahwa tinggi rendahnya suhu pada

habitat mangrove disebabkan oleh intensitas cahaya matahari yang diterima oleh

badan air, banyak sedikitnya volume air yang tergenang pada habitat mangrove,

keadaan cuaca. Kisaran suhu pada masing-masing stasiun pengamatan adalah

sesuai dengan kondisi habitat mangrove yang ada. Kisaran suhu ini mendukung

untuk syarat tumbuhnya mangrove pada habitat tersebut. Hal ini sesuai dengan

pendapat Saenger (1979) dalam Setyawan, dkk, (2002) bahwa kisaran suhu

optimum untuk pertumbuhan mangrove adalah 18-30oC.

2. Salinitas

Salinitas merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan

perkembangan mangrove, baik laju pertumbuhan, kemampuan bertahan, dan

zonasi dari spesies mangrove. Faktor yang mempengaruhi tingginya fluktuasi

salinitas yaitu pola sirkulasi air, ketersediaan dan pasokan air tawar, penguapan,

curah hujan, dan aliran sungai (Nontji, 2003).

Berdasarkan hasil pengukuran dilokasi penelitian, salinitas air laut pada

keempat stasiun penelitian tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, karena

masih berada pada kisaran 28,6‰ -30‰. Hal ini karena habitat mangrove dilokasi

Page 18: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi …eprints.ung.ac.id/2065/10/2012-2-54242-633408020-bab4-22012013013713.pdf28 Gambar 5. Peta Pulau Dudepo (Sumber: DKP Provinsi

44

penelitian tidak ada ketersediaan air tawar serta lokasinya yang berhadapan

langsung dengan laut bebas sehingga sangat mempengaruhi salinitas pada habitat

mangrove di lokasi penelitian tersebut. Salinitas tertinggi pada lokasi penelitian

ditemukan pada stasiun III dan IV yaitu sebesar 30‰, sedangkan salinitas

terendah ditemukan pada stasiun I dan II sebesar 28,6‰ (Tabel 10).

Kisaran salinitas pada lokasi penelitian dapat dikatakan bahwa salinitas ini

memang masih mendukung pertumbuhan mangrove pada lokasi tersebut, karena

secara umum mangrove dapat tumbuh pada perairan yang memiliki salinitas

10‰-30‰. Hal ini sesuai dengan pendapat Kusmana (2005) dalam Taher ( 2011)

bahwa salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh berkisar

antara 10‰-30‰.

3. Derajat Keasaman (pH) Air

Derajat keasaman (pH) merupakan faktor pembatas bagi organisme yang

hidup di suatu perairan. Perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan

mempengaruhi ketahanan hidup organisme dan vegetasi yang hidup didalamnya

(Odum, 1993). pH air pada keempat stasiun pengamatan berkisar antara 6,5 – 7,4

(Tabel 10). Kisaran nilai pH masih merupakan kisaran pH yang mendukung

tumbuhnya mangrove. Pada lokasi pengamatan, pH tertinggi terdapat pada stasiun

II dan III yakni sebesar 7,4 sedangkan pH terendah ditemukan pada stasiun I

yakni sebesar 6,5.

Variasi pH air ini disebabkan oleh kadar bahan organik dan mineral pada

tanah sedimen, serta kandungan mineral dari air laut. Berdasarkan kisaran pH

yang ada, menandakan bahwa perairan disekitar mangrove di lokasi penelitian

Page 19: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi …eprints.ung.ac.id/2065/10/2012-2-54242-633408020-bab4-22012013013713.pdf28 Gambar 5. Peta Pulau Dudepo (Sumber: DKP Provinsi

45

pada keempat stasiun termasuk produktif, karena kandungan bahan organik lebih

banyak berasal dari lingkungan mangrove itu sendiri. Hal ini sesuai dengan

pendapat Kaswadji (1971) bahwa pH dengan nilai 5,5-6,5 dan >8,5 termasuk

perairan yang kurang produktif, perairan dengan pH 6,5-7,5 termasuk dalam

perairan yang produktif serta pH 7,5-8, 5 termasuk perairan dengan produktivitas

yang tinggi.

4. Derajat Keasaman (pH) Tanah

Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion H+ di dalam tanah.

Derajat keasaman tanah mempengaruhi transportasi dan keberadaan nutrien yang

diperlukan tanaman (Murdiyanto, 2003 dalam Bahri, 2007). Jenis tanah banyak

dipengaruhi oleh keasaman tanah yang berlebihan, yang mengakibatkan tanah

sangat peka terhadap terjadinya proses biologi. Jika keadaan lingkungan berubah

dari keadaan alaminya, keadan pH tanah juga akan dapat berubah (Arief, 2003).

Nilai pH tanah yang diukur pada keempat stasiun pengamatan berkisar antara 6-7.

Nilai pH tanah tertinggi ditemukan pada stasiun III dan IV yaitu sebesar 7

sedangkan nilai pH tanah terendah ditemukan pada stasiun I dan stasiun II yaitu

sebesar 6 (Tabel 10).

Kisaran pH pada stasiun III dan IV masih bersifat netral karena semua

nilainya 7, sedangkan stasiun I dan II pH tanah bersifat asam. Hal ini sesuai

dengan pendapat Murdiyanto (2003) dalam Bahri (2007) bahwa umumnya pH

tanah mangrove berkisar antara 6-7, kadang-kadang turun menjadi lebih rendah

dari 5. Kondisi tanah pada area mangrove biasanya bersifat asam karena

banyaknya bahan organik di kawasan itu.

Page 20: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi …eprints.ung.ac.id/2065/10/2012-2-54242-633408020-bab4-22012013013713.pdf28 Gambar 5. Peta Pulau Dudepo (Sumber: DKP Provinsi

46

5. Substrat

Karakteristik substrat merupakan faktor utama yang membatasi

pertumbuhan dan distribusi tanaman mangrove. Perbedaan dari karakteristik fisik

dan kimia tanah akan menyebabkan perbedaan pada zonasi mangrove. Substrat

tanah dihutan mangrove memiliki ciri-ciri selalu basah, mengandung garam,

kandungan oksigen sedikit dan kaya akan bahan-bahan organik. Bahan organik

yang terdapat didalam tanah berasal dari perombakan sisa tumbuhan yang

diproduksi oleh mangrove itu sendiri. Menurut Soeroyo (1993) dalam Bahri

(2007) walaupun terjadi pengendapan tanah pada hutan mangrove yang dapat

meningkatkan lapisan lumpur, tanah tersebut tidaklah konstan, karena hal ini

mungkin sangat dipengaruhi oleh aliran air laut. Adanya aliran laut ini juga

mempengaruhi terdamparnya bibit-bibit untuk tumbuh. Tetapi dengan adanya

sistem perakaran yang menggantung akan membantu pertumbuhan semai.

Berdasarkan hasil pengamatan bahwa tipe substrat pada stasiun I dan II

adalah lumpur. Tipe substrat lumpur berpasir ditemukan pada stasiun III dan IV.

Penyebaran spesies mangrove di lokasi penelitian sesuai dengan tipe substrat

tumbuhnya mangrove pada umumnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeroyo

(1993) dalam Bahri (2007) bahwa mangrove Rhizophora, khususnya Rhizophora

mucronata dapat tumbuh baik pada substrat yang berlumpur dan dalam.

Pernyataan tersebut diperkuat lagi oleh pendapat Sukadjo (1984) dalam Adamy

(2009) bahwa jenis substrat mangrove yang berupa lumpur tebal dapat tumbuh

jenis mangrove Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Avicennia marina,

dan Bruguiera gymnorrhiza dapat tumbuh baik.