bab iv hasil dan pembahasan 4.1. keadaan umum...

23
37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perusahaan 4.1.1. Sejarah dan Kondisi Lingkungan Fisik Perusahaan PT. UPBS Ultra Peternakan Bandung Selatan (UPBS) Pangalengan merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang peternakan sapi perah yang untuk memasok susu segar ke industri pengolahan susu yaitu PT. Ultra Milk Industry and Trading Company Tbk. PT. UPBS Pangalengan berlokasi di Desa Marga Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat tepatnya berada di tepi danau Cileunca (Situ Cileunca). PT. UPBS Pangalengan memiliki luas lahan ± 60 hektar, 40 hektar digunakan untuk kebun rumput dan 20 hektar untuk kandang Batas batas wilayahnya sebagai berikut: 1. Sebelah utara : Kebun Teh Rius Gunung dan Laspada Pangalengan 2. Sebelah barat : Rancabolang dan Perkebunan Teh Dewata 3. Sebelah timur : Gunung Merapi Wayang Windu 4. Sebelah tenggara : Kebun Teh Malabar Pangalengan PT. UPBS berada di wilayah pegunungan dengan ketinggian ± 1.400 meter di atas permukaan laut. Lokasi ini awalnya merupakan lokasi perkebunan teh kemudian dijadikan peternakan sapi perah. Suhu di lokasi ini berkisar 12 - 28ºC dengan rata- rata curah hujan 302 mm dan kelembaban 60-85%.

Upload: others

Post on 02-Sep-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum ...media.unpad.ac.id/thesis/200120/2012/200120120514_4_5978.pdfbobot badan 275 kg diperoleh dari sapi FH umur 15–16 bulan (Tazkia dan

37

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Perusahaan

4.1.1. Sejarah dan Kondisi Lingkungan Fisik Perusahaan

PT. UPBS Ultra Peternakan Bandung Selatan (UPBS) Pangalengan

merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang peternakan sapi perah yang

untuk memasok susu segar ke industri pengolahan susu yaitu PT. Ultra Milk Industry

and Trading Company Tbk. PT. UPBS Pangalengan berlokasi di Desa Marga Mekar,

Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat tepatnya berada di tepi

danau Cileunca (Situ Cileunca). PT. UPBS Pangalengan memiliki luas lahan ± 60

hektar, 40 hektar digunakan untuk kebun rumput dan 20 hektar untuk kandang Batas

– batas wilayahnya sebagai berikut:

1. Sebelah utara : Kebun Teh Rius Gunung dan Laspada Pangalengan

2. Sebelah barat : Rancabolang dan Perkebunan Teh Dewata

3. Sebelah timur : Gunung Merapi Wayang Windu

4. Sebelah tenggara : Kebun Teh Malabar Pangalengan

PT. UPBS berada di wilayah pegunungan dengan ketinggian ± 1.400 meter di

atas permukaan laut. Lokasi ini awalnya merupakan lokasi perkebunan teh kemudian

dijadikan peternakan sapi perah. Suhu di lokasi ini berkisar 12 - 28ºC dengan rata-

rata curah hujan 302 mm dan kelembaban 60-85%.

Page 2: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum ...media.unpad.ac.id/thesis/200120/2012/200120120514_4_5978.pdfbobot badan 275 kg diperoleh dari sapi FH umur 15–16 bulan (Tazkia dan

38

Suhu dan kelembaban udara merupakan dua faktor cuaca atau iklim yang

mempengaruhi produksi sapi perah, karena dapat menyebabkan perubahan

keseimbangan panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air, keseimbangan energi dan

keseimbangan tingkah laku ternak (Hafez, 1969). Sapi perah FH akan mencapai

produksi yang optimal bila suhu lingkungan 13 - 18oC dan kelembaban 55 - 65%

(McDowell, 1972), 4–25oC (Yousef, 1985).

Kondisi dengan suhu dan kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan stress.

Stress yang ditimbulkan oleh panas dapat mengakibatkan kurangnya nafsu makan,

metabolisme dalam tubuh terganggu, peningkatan pelepasan panas melalui

penguapan dan peningkatan laju pernapasan. Kondisi lingkungan di PT. UPBS

Pangalengan berada di daerah dengan kisaran suhu lingkungan lebih tinggi sehingga

belum nyaman untuk pemeliharaan sapi perah sehingga produksi susu tidak optimum.

4.1.2. Pemerahan

Sapi perah FH yang dikembangkan di PT. UPBS menggunakan bibit sapi

perah FH impor dari Australia secara bertahap oleh Wellard. PT. UPBS Pangalengan

mengembangkan sapi perah hasil impor dengan memelihara pedet betina kemudian

dijadikan replacement stock untuk sapi-sapi afkir dan bila tidak memenuhi standar

akan diafkir, sedangkan pedet jantan dipelihara hingga umur 14 bulan untuk

kemudian dijual. Pada sapi laktasi, proses pemerahan dilakukan di kandang

pemerahan (milking). Sekali pemerahan dapat menampung sapi sebanyak 48 ekor

dengan rincian 24 ekor di bagian kiri dan 24 ekor di bagian kanan.

Page 3: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum ...media.unpad.ac.id/thesis/200120/2012/200120120514_4_5978.pdfbobot badan 275 kg diperoleh dari sapi FH umur 15–16 bulan (Tazkia dan

39

Sebelum diperah dilakukan dipping yaitu pemberian cairan iodin pada setiap

puting agar puting sapi dalam keadaan steril. Pemerahan dilakukan dengan

menggunakan mesin perah milking parlor tipe pararel parlor secara otomatis

memerah bila dipasangkan pada ambing sapi. Mesin ini dilengkapi layar monitor

yang menampilkan nomor sapi yang diperah serta jumlah susu yang diproduksi.

Proses pemerahan memakan waktu sekitar 7 menit sampai susu pada ambing habis

diperah. Waktu tersebut merupakan waktu yang optimal untuk pemerahan sesuai

dengan pendapat soeharsono (2008) bahwa pengaruh sekresi oksitosin sangat singkat,

puncak sekresi dicapai dalam wantu 2 menit setelah itu menurun kembali dan

mencapai kondisi awal dalam waktu 10 menit.

Susu hasil pemerahan dialirkan langsung ke bagian processing unit melalui

jalur pipa susu (milk pipe line), receiver, filter, PHE (Plate Heat Exchanger) sampai

tangki pendingin (cool tank) dengan suhu 2ºC. Proses pemerahan dilakukan tiga kali

dalam 1 hari, dengan interval pemerahan selama 8 jam, yaitu mulai pukul 06.00-

14.00 WIB, 14.00-22.00 WIB dan 22.00-06.00 WIB.

4.1.3. Reproduksi

Kandang yang digunakan PT. UPBS adalah tipe kandang free stall dengan

dinding pembatas dari besi, lantai beton, dan atap dari galvanis alumunium dengan

tipe monitor. Aktivitas setiap individu sapi dapat diketahui karena digunakan RF ID

(Radio Frequency Identification). Sistem ini menggunakan logam yang berisikan

angka yang di pasangkan pada daun telinga. Penggunaan RF ID membantu

Page 4: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum ...media.unpad.ac.id/thesis/200120/2012/200120120514_4_5978.pdfbobot badan 275 kg diperoleh dari sapi FH umur 15–16 bulan (Tazkia dan

40

pencatatan yang dilakukan pegawai setiap harinya guna mengetahui keadaan setiap

individu ternak sapi perah seperti asupan pakan, reproduksi, dan produksi setiap

individu ternak sapi perah.

Pengecekan birahi di UPBS dilakukan 2 kali dalam sehari, untuk dapat

mendeteksi sapi-sapi yang birahi digunakan metode tail chalking, yaitu mewarnai

pangkal ekor ke arah punggung dengan crayon sehingga bulu–bulu yang diberi

crayon berdiri dan berwarna, ketika warna crayon pudar atau hilang dan bulu pangkal

ekor merunduk hal itu menandakan sapi tersebut dinaiki sapi lain dan jika setelah

diamati terdapat tanda-tanda birahi (vulva membengkak, merah dan berlendir).

Sebelum dikawinkan, dilakukan palpasi rektal. PT. UPBS juga melakukan program

sinkronisasi estrus untuk memudahkan penyerempakan birahi dan perkawinan serta

penyembuhan metritis.

4.2. Tatalaksana Pemeliharaan

Faktor yang mempengaruhi kualitas dan produksi susu sapi perah salah

satunya adalah tatalaksana pemberian pakan. Pakan yang diberikan kepada sapi perah

oleh PT. UPBS Pangalengan berupa TMR (Total Mixed Ration). TMR adalah cara

pemberian pakan sapi yang menggabungkan seluruh bahan pakan berupa pakan

hijauan, biji-bijian, sumber protein, mineral, vitamin dan pakan aditif yang disusun

untuk kebutuhan nutrisi tertentu menjadi satu campuran tunggal. Sistem ini

memudahkan pemberian kebutuhan nutrisi dengan bahan pakan yang bermacam-

macam sesuai ketersediaan dengan kualitas yang hampir sama dan bahan pakan lebih

Page 5: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum ...media.unpad.ac.id/thesis/200120/2012/200120120514_4_5978.pdfbobot badan 275 kg diperoleh dari sapi FH umur 15–16 bulan (Tazkia dan

41

bervariasi hanya membutuhkan informasi tentang harga, standar protein, dan dry

matter (bahan kering) setiap bahan yang akan digunakan dan mengaturnya sesuai

kebutuhan.

Pemberian pakan ternak sapi perah PT. UPBS disesuaikan dengan kebutuhan

fase setiap individu ternak sapi perah secara berkelompok. Pedet mulai diberi

pengganti air susu atau disebut juga milk replacer sejak masa pemberian kolostrum

berakhir yaitu 5-7 hari. Berikut formulasi milk repleacer yang diberikan kepada

pedet.

Tabel 4. Formulasi Milk Repleacer

Sumber: PT. UPBS Pangalengan, 2014

Berdasarkan Tabel 4., denkamilk merupakan produk susu yang digunakan

sebagai komponen utama untuk membuat milk replacer. Antibiotik yang

ditambahkan untuk formulasi penyusun milk replacer di PT. UPBS adalah demoxan,

sedangkan keromix berfungsi sebagai pencegah diare dan sebagai penambah rasa

untuk milk replacer. Selain pedet pemberian pakan dara diberikan untuk

mempersiapkan pertumbuhan yang baik sehingga pada saat kawin pertama sapi dara

dapat mencapai bobot badan yang sesuai. Komposisinya dapat dilihat pada Tabel 5.

No Material Jumlah

1 Denkamilk 100%

2 Keromix 25 kg/ton

3 Demoxan 4,27 kg/ton

Page 6: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum ...media.unpad.ac.id/thesis/200120/2012/200120120514_4_5978.pdfbobot badan 275 kg diperoleh dari sapi FH umur 15–16 bulan (Tazkia dan

42

Tabel 5. Komposisi TMR Sapi dara

No Material Persentase

%

1 Jerami Segar 10,900

2 Ampas Bir 5,000

3 Kapur Mill 0,075

4 Kingrass 33,700

5 Konsentrat Low 4,230

6 Molasses 1,700

7 Urea 0,050

8 Zimpro 0,005

Sumber: PT. UPBS Pangalengan, 2014

Komposisi pakan di PT. UPBS Pangalengan yang diberikan pada sapi perah

laktasi dilakukan dengan melihat produksi susu yang dihasilkan sesuai pembagian

group yaitu group high (produksi susu >25 liter/hari), group medium (produksi susu

16-25 liter/hari), dan group low (produksi susu <16 liter/hari). Komposisinya dapat

dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi TMR Sapi Perah Berdasarkan Group

No Material Group

High Medium Low

............................%........................

1 King Grass 24,48 31,32 36,00

2 High Concentrate 23,00 21,20 -

3 Low Concentrate - - 13,68

4 Kapur Mill 0,31 0,31 -

5 Bergafat 0,36 0,21 -

6 Lampung Hay 0,54 0,42 -

7 Wheat Staw 0,72 0,63 0,36

8 Tanin 0,05 - -

9 Molases 3,09 4,13 3,60

10 Refusal - - 1,35

11 Rumput Laut - 0,02 -

12 Silase Jabon 46,55 41,76 45,01

100,00 100,00 100,00

Sumber: PT. UPBS Pengalengan, 2014

Page 7: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum ...media.unpad.ac.id/thesis/200120/2012/200120120514_4_5978.pdfbobot badan 275 kg diperoleh dari sapi FH umur 15–16 bulan (Tazkia dan

43

Tabel 6., menunjukkan bahwa ransum yang diberikan diatur dengan

memperhatikan produksi susu yang dihasilkan. Pemberian pakan untuk sapi yang

berproduksi (sapi dewasa) di PT. UPBS dilakukan sebanyak satu kali dari pukul

08.00-11.00 dengan pemberian secara adlibitum berdasarkan perhitungan pakan yang

diberikan dikurangi sisa pakan. Bahan pakan yang digunakan banyak yang berasal

dari luar negeri.

4.3. Performans Pertumbuhan

Produktivitas sapi perah salah satunya dapat dilihat dari performans

pertumbuhan, karena pertumbuhan dapat dijadikan sebagai parameter bobot badan.

Pertumbuhan juga digunakan untuk melihat kesesuaian umur dengan bobot badan

sehingga dapat mengetahui dewasa kelamin dan dewasa tubuh yang akan

berpengaruh terhadap produksi susu. Pertumbuhan pedet betina dan dara sebagai

replacement stock perlu diperhatikan sebagai upaya untuk memonitoring pola

pertumbuhannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Heinrich (1993) tentang pentingnya

untuk memperhatikan kemampuan tumbuh dari sapi pedet dan dara karena

pertumbuhan sangat mempengaruhi umur produktif dan kapasitas produksi dari sapi

dara setelah memasuki periode laktasi. Melalui pemahaman yang baik tentang sifat

pertumbuhan dapat diperkirakan saat pubertas tercapai, sehingga dapat ditentukan

waktu dan bobot hidup yang tepat untuk melakukan perkawinan pertama pada sapi

dara.

Page 8: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum ...media.unpad.ac.id/thesis/200120/2012/200120120514_4_5978.pdfbobot badan 275 kg diperoleh dari sapi FH umur 15–16 bulan (Tazkia dan

44

Umur 1–8 bulan sapi masih digolongkan sebagai pedet, sedangkan Pada umur

9–24 bulan sapi sudah memasuki umur dara. Pada kisaran umur ini sapi umumnya

sudah pubertas. Sejrsen dan Purup (1997) menyatakan pada bangsa sapi perah besar

biasanya pubertas dicapai sekitar umur 9–11 bulan dengan bobot hidup sekitar 250-

280 kg. Hasil penelitian menunjukkan seiring bertambahnya umur maka bobot badan

pun akan bertambah. Rataan bobot badan sapi berdasarkan umur di PT. UPBS

Pangalengan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Bobot Badan Sapi Perah Umur 5-13 Bulan

Berdasarkan Tabel 7, bobot badan sapi perah pada umur 12-13 bulan

mencapai 337,63 ± 24,03 kg. Bobot badan tersebut sudah mencapai bobot badan yang

optimal untuk dilakukan kawin pertama. Pertimbangan UPBS Pangalengan untuk

melakukan kawin pertama adalah bobot badan dan umur yang cukup yaitu minimal

12 bulan. Meskipun sudah pubertas namun belum mencapai standar bobot badan

yang ditentukan sapi perah tersebut belum bias dikawinkan. Umur tersebut lebih awal

dibandingkan dengan pendapat Sudono (1999) bahwa sapi-sapi dara dapat

No Umur Bobot Badan Standar Deviasi Koevisien variasi

...bulan... ...................Kg…............. ...%....

1 5-6 150,85 21,80 14,45

2 >6-7 170,52 16,16 9,48

3 >7-8 197,18 15,77 8,00

4 >8-9 223,38 13,05 5,84

5 >9-10 255,63 13,59 5,32

6 >10-11 282,83 19,41 6,86

7 >11-12 307,39 17,82 5,80

8 >12-13 337,63 24,03 7,12

Page 9: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum ...media.unpad.ac.id/thesis/200120/2012/200120120514_4_5978.pdfbobot badan 275 kg diperoleh dari sapi FH umur 15–16 bulan (Tazkia dan

45

dikawinkan untuk pertama kali setelah sapi tersebut berumur 15 bulan dan ukuran

tubuhnya cukup besar dengan berat badan sekitar 275 kg, supaya sapi-sapi dara dapat

beranak pada umur 2 tahun.

Pertumbuhan pedet di PT. UPBS Pangalengan termasuk baik karena pada

umur 10-11 bulan sapi dara sudah mencapai bobot badan lebih dari 275 kg.

Dibandingkan dengan bobot badan sapi dara yang ada di KPSBU Lembang Rataan

bobot badan 275 kg diperoleh dari sapi FH umur 15–16 bulan (Tazkia dan Anggraeni,

2009). Selain itu umur 13-14 bulan sapi dara sudah bisa dikawinkan dengan bobot

badan yang sudah cukup serta sesuai dengan yang ditargetkan yaitu 350 kg. Apabila

perkawinan sapi perah dara terlalu cepat dengan kondisi tubuh yang terlalu kecil,

maka akibat yang terjadi antara lain adalah, kesulitan melahirkan dan produksi susu

yang rendah.

Koefisien variasi yang dihasilkan dari setiap umur berada dibawah 10% yang

artinya pedet betina dan dara seragam. Hanya pada umur 5-6 bulan yang mempunyai

koefisien variasi 14,45%. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hasan (2004)

koefisien variasi (KV) dikatakan seragam apabila memiliki nilai ≤10%, sedangkan

apabila nilai KV lebih dari 10% maka dikatakan tidak seragam dan efektif untuk

dilakukan seleksi. Pencapaian bobot badan yang baik diduga kemampuan genetik dari

sapi tersebut cukup baik, manajemen pemeliharaan yang cukup baik, pakan yang

diberikan mencukupi kebutuhan sapi, baik dari segi kualitas maupun kuantitas, dan

iklim yang sesuai dengan zona nyaman bagi pedet dan dara yang dipelihara. Hal

tersebut membantu fungsi fisiologis tubuh melakukan fungsi tubuhnya dengan baik.

Page 10: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum ...media.unpad.ac.id/thesis/200120/2012/200120120514_4_5978.pdfbobot badan 275 kg diperoleh dari sapi FH umur 15–16 bulan (Tazkia dan

46

Kurva pertumbuhan sapi perah secara umum berbentuk sigmoid. Kurva

tersebut menggambarkan dari mulai umur 0 sampai dengan dewasa tubuh yang

ditandai dengan pertumbuhan yang konstan atau tidak mengalami pertumbuhan lagi.

Model persamaan yang digunakan untuk melihat pola pertumbuhan sapi perah

digunakan analisis model logistik yang dipakai untuk memeriksa bentuk hubungan

umur dengan bobot badan. Hasil analisis statistik menunjukkan persamaan logistik

tersebut memiliki hubungan yang erat dengan nilai korelasi 0,9704 dan standar eror

(Se) 16,1374. Kurva pertumbuhan sapi perah umur 5-13 bulan dapat dilihat pada

gambar 4.

S = 16.13741183

r = 0.97046317

Umur (bulan)

Bo

bo

t B

ad

an

(k

g)

0.0 2.4 4.8 7.2 9.5 11.9 14.30.00

72.69

145.38

218.07

290.77

363.46

436.15

Gambar 4. Kurva Pertumbuhan Sapi Perah Umur 5-13 Bulan

Berdasarkan gambar 4., Persamaan model kurva pertumbuhan dalam

menggambarkan hubungan antara umur dengan bobot badan dengan menggunakan

Page 11: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum ...media.unpad.ac.id/thesis/200120/2012/200120120514_4_5978.pdfbobot badan 275 kg diperoleh dari sapi FH umur 15–16 bulan (Tazkia dan

47

curve expert adalah Y = 5,127848 / (1 + 8,600347 e-2,26657x

). Kurva tersebut

mencerminkan pertumbuhan ternak dari awal dilahirkan, kemudian mengalami fase

percepatan sampai mencapai titik infleksi, selanjutnya ternak mencapai dewasa tubuh

dan pada fase ini sudah mulai terjadi fase perlambatan sampai pertumbuhannya relatif

konstan.

4.4. Performans Reproduksi

Performans reproduksi sapi perah menjadi salah satu tolak ukur dalam

keberhasilan usaha. Faktor reproduksi dapat mempengaruhi produksi susu yang

dihasilkan sehingga dapat memberikan keuntungan secara ekonomis. Selain itu,

reproduksi juga dijadikan sebagai acauan peternak dalam menentukan pengafkiran.

Sifat-sifat tersebut diantaranya umur kawin pertama, masa kosong, selang beranak

dan nilai service per conception yang saling berkaitan.

4.4.1. Umur Kawin Pertama

Sapi dara akan memasuki dewasa kelamin apabila telah mengalami berahi

pertama. Sapi dara yang mengalami berahi pertama mempunyai alat dan saluran

reproduksi yang belum berkembang sempurna dan belum dapat dikawinkan karena

masih mempunyai bobot badan kurang dari 275 kg..

Kawin pertama dapat ditunda untuk memberikan kesempatan pertumbuhan

dan perkembangan alat dan saluran reproduksi yang lebih baik. Pada saat berahi sapi

akan memproduksi hormon progesteron dan estrogen yang berguna untuk

perkembangan ambing terutama untuk perkembangan alveolus dan saluran-saluran di

Page 12: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum ...media.unpad.ac.id/thesis/200120/2012/200120120514_4_5978.pdfbobot badan 275 kg diperoleh dari sapi FH umur 15–16 bulan (Tazkia dan

48

dalam ambing. Umur kawin pertama pada sapi dara sebaiknya dilakukan setelah sapi

dara tersebut telah mencapai bobot dewasa tubuh yaitu berumur 15 bulan dengan

bobot badan 275 kg (Sudono, 1999).

Umur kawin pertama di PT. UPBS Pangalengan rata-rata 13,01 ± 0,73 bulan

dengan bobot badan sudah mencapai 350 kg. Umur kawin pertama tersebut lebih

awal dari sapi yang dipelihara oleh KSPBU Lembang dan BPPT-SP Cikole yaitu 18,9

± 6,5 bulan, 20,9 ± 5,5 bulan (Prihatin, 2007). Perbedaan tersebut diduga karena

perbedaan manajemen pemeliharaan, lingkungan, dan pemberian pakan pada masa

pertumbuhan. Sesuai dengan pendapat Anggraeni (2008) pemberian pakan yang baik

diperkirakan menjadi faktor penentu dewasa kelamin dan kawin pertama dapat

dicapai lebih awal karena tubuh sudah dapat menerima kebuntingan akibat dari

pertumbuhan tubuh dan reproduksi yang baik. Menurut Hardjopranjoto (1995) tingkat

nutrisi yang rendah baik segi kualitas maupun kuantitas akan menghambat umur

berahi pertama dan pubertas akan tertunda.

Hasil tersebut memperlihatkan bahwa sapi dara di PT. UPBS Pangalengan

dapat dikawinkan pertama kali pada umur yang lebih cepat sehingga dapat digunakan

untuk melakukan perbaikan manajemen dari segi umur kawin pertama. Kawin

pertama lebih awal memungkinkan manajemen lebih efisien.

4.4.2. Masa Kosong

Masa kosong merupakan waktu antara sapi setelah beranak sampai dengan

perkawinan terakhir yang menghasilkan kebuntingan. Masa kosong diperlukan oleh

sapi untuk memperbaiki kembali saluran reproduksi setelah periode bunting dan

Page 13: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum ...media.unpad.ac.id/thesis/200120/2012/200120120514_4_5978.pdfbobot badan 275 kg diperoleh dari sapi FH umur 15–16 bulan (Tazkia dan

49

melahirkan. Berikut masa kosong sapi perah di PT. UPBS Pangalengan disajikan

pada Tabel 8.

Tabel 8. Masa Kosong di PT. UPBS Pangalengan

Hasil analisis di atas memperlihatkan bahwa masa kosong sapi di PT. UPBS

Pangalengan dari laktasi 1 sampai laktasi 2 meningkat kemudian berkurang kembali

pada laktasi 3 dan meningkat lagi pada laktasi 4. Kisaran masa kosong dari 32-422

hari atau dengan rataan sebesar 161,46 ± 83,55 hari.

Masa kosong tersebut cukup panjang jika dibandingkan dengan masa kosong

ideal yaitu 90-105 hari dengan rata-rata 100 hari (Warwick dan Legates, 1979).

Selain itu masa kosong tersebut juga lebih panjang dibandingkan dengan sapi-sapi

yang ada di BBPTU-SP Baturraden dan BPPT-SP Cikole masing-masing sebesar

138,8 ± 67,9 hari (Atabany dkk., 2011) dan 141,1 ± 74,2 hari (Anggraeni dkk., 2008).

Koefisien variasi yang cukup tinggi dengan rataan 52,28% menunjukkan bahwa masa

kosong sapi-sapi di PT. UPBS Pangalengan sangat beragam.

Lama masa kosong yang besar pada setiap periode laktasi di PT. UPBS

Pangalengan menandakan adanya gangguan reproduksi. Hal tersebut sesuai dengan

Periode

Laktasi N Min Max Rataan

Standar

Deviasi

Koefisien

Variasi

...ekor...

1 591 32 410 146,84 84,72 57,70

2 501 37 419 172,36 89,64 52,00

3 135 38 422 156,19 87,05 56,73

4 29 63 338 170,48 72,81 42,71

Rataan 40 397 161,46 83,55 52,28

Page 14: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum ...media.unpad.ac.id/thesis/200120/2012/200120120514_4_5978.pdfbobot badan 275 kg diperoleh dari sapi FH umur 15–16 bulan (Tazkia dan

50

yang dikemukakan Hardjopranjoto (1995) bahwa salah satu ukuran yang menandakan

adanya gangguan reproduksi pada suatu peternakan sapi perah adalah masa kosong

yang melebihi 120 hari.

Masa kosong yang panjang akan mempengaruhi Masa laktasi dan selang

beranak. Semakin lama masa kosong maka akan semakin lama juga sapi perah

tersebut melahirkan pedet, sedangkan produksi susu akan semakin menurun. Hal

tersebut dapat menimbulkan ketidak efisienan dalam sebuah usaha. Masa kosong

dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya munculnya berahi kembali, penyakit

reproduksi, manajemen pemeliharaan, kesalahan dalam deteksi birahi, dan

keberhasilan dalam melakukan IB.

4.4.3. Selang Beranak

Selang beranak (calving interval) merupakan selang waktu sapi perah beranak

sampai dengan beranak berikutnya. Selang beranak dipengaruhi oleh masa kosong,

semakin panjang masa kosong maka selang beranak akan semakin panjang. Berikut

calving interval sapi perah di di PT. UPBS Pangalengan disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Selang Beranak di PT. UPBS Pangalengan

Periode

Laktasi N Min Max Rataan

Standar

Deviasi

Koefisien

Variasi

...ekor...

1 591 302 710 417,94 83,01 19,68

2 501 305 692 445,98 88,37 19,81

3 135 319 707 430,06 86,97 20,22

4 29 342 617 446,21 72,07 16,38

Rataan 317 681 435,05 82,88 19,02

Page 15: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum ...media.unpad.ac.id/thesis/200120/2012/200120120514_4_5978.pdfbobot badan 275 kg diperoleh dari sapi FH umur 15–16 bulan (Tazkia dan

51

Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa selang beranak sapi perah yang ada

di PT. UPBS Pangalengan berkisar antara 302-710 hari dengan rataan sebesar 435,05

± 82,88 hari. Nilai selang beranak tersebut cukup panjang dari selang beranak ideal

dan norml ideal dan normal yaitu antara 360-420 hari atau 12-14 bulan (Bath dkk.,

1985), sehingga sapi perah setiap tahun bisa melahirkan dan menghasilkan susu.

Selang beranak tersebut juga lebih lama jika dibandingkan dengan KUD Sinarjaya

dan BPPT-SP Cikole masing-masing 398 hari (Rasad, 2009) dan 418 hari (Anggraeni

dkk., 2008).

Panjangnya selang beranak tersebut bisa menggambarkan adanya gangguan

reproduksi pada sapi sapi yang ada di PT. UPBS pangalengan. Hal tersebut sesuai

dengan pernyataan Rasad (2009) bahwa adanya gangguan reproduksi dapat dilihat

dari selang beranak. Selang beranak yang panjang akan meningkatkan produksi susu

total selama masa laktasi, namun akan kurang efisiensi. Jumlah susu tidak sebanding

dengan biaya yang dikeluarkan untuk pakan sapi perah tersebut. Tabel 9., juga

memperlihatkan selang beranak mempunyai pola yang sama dengan masa kosong,

tejadi peningkatan dari laktasi 1 ke laktasi 2 dan menurun kembali pada periode

laktasi 3 kemudian meningkat kembali pada laktasi 4.

4.4.4. Service per Conception (S/C)

Service per Conception menggambarkan jumlah kawin (IB) yang dilakukan

untuk menghasilkan suatu kebuntingan. Nilai S/C di PT. UPBS Pangalengan dapat

dilihat pada Tabel 10.

Page 16: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum ...media.unpad.ac.id/thesis/200120/2012/200120120514_4_5978.pdfbobot badan 275 kg diperoleh dari sapi FH umur 15–16 bulan (Tazkia dan

52

Tabel 10. Service per Conception (S/C) di PT. UPBS Pangalengan

Berdasarkan hasil analisis, nilai S/C di PT. UPBS Pangalengan berkisar 1-17

atau rata-rata 3,63 ± 2,91. Nilai tersebut di atas nilai normal yaitu 1,6-2,0 (Toelihere,

1985). Selain itu, nilai tersebut juga lebih besar dari nilai S/C sapi perah FH yang

dipelihara di Jawa Barat yaitu 1,0-4,0 dengan rataan 1,88 ± 0,88 (Makin dan

Suharwanto, 2012). S/C yang besar dapat menggambarkan kesuburan sapi perah yang

rendah sehingga mengakibatkan masa kosong dan selang beranak yang panjang. Nilai

S/C terjadi peningkatan dari laktasi 1 ke laktasi 2 dan menurun kembali pada laktasi 3

dan laktasi 4.

Faktor yang mengakibatkan nilai S/C besar diantaranya adalah adanya

kesalahan deteksi birahi terutama pada sapi yang silent heat, gangguan pada saluran

reproduksi seperti penyakit metritis yang sering terjadi karena penanganan kelahiran

yang tidak bersih sehingga menyebabkan infeksi pada uterus dan No heat, kualitas

semen dan kinerja inseminator. Kondisi lingkungan terutama suhu dan kelembaban

juga dapat mengganggu. Menurut Yousef (1985) iklim memiliki efek mengganggu

reproduksi dan pada suhu lingkungan diatas suhu kritis atas yaitu 21ºC, sehingga

angka kebuntingan akan menurun.

Periode

Laktasi N Min Max Rataan

Standar

Deviasi

Koefisien

Variasi

...ekor...

1 591 1 17 3,69 3,09 83,72

2 501 1 12 4,01 3,05 76,64

3 135 1 14 3,58 2,80 78,24

4 29 1 9 3,24 2,71 66,81

Rataan 1 13 3,63 2,91 76,35

Page 17: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum ...media.unpad.ac.id/thesis/200120/2012/200120120514_4_5978.pdfbobot badan 275 kg diperoleh dari sapi FH umur 15–16 bulan (Tazkia dan

53

4.5. Performans Sifat-Sifat Produksi Susu

Produksi susu merupakan salah satu sifat-sifat produksi pada sapi perah yang

sangat penting terutama pada perusahaan komersial karena keberlangsungannya

ditentukan oleh jumlah produksi yang dihasilkan serta kualitas yang mempengaruhi

keuntungan perusahaan tersebut. Jumlah produksi susu yang dihasilkan selama satu

periode laktasi dipengaruhi oleh masa laktasi serta masa kering saat sapi perah

tersebut tidak diperah. Berikut hasil penelitian performans produksi susu yang ada di

PT. UPBS Pangalengan

4.5.1. Masa Laktasi

Masa laktasi merupakan masa sapi perah menghasilkan susu sampai dengan

dikeringkan. Masa laktasi sapi perah bervariasi setiap individu sapi. Masa laktasi sapi

di PT. UPBS Pangalengan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Masa Laktasi di PT. UPBS Pangalengan

Berdasarkan Tabel 11., kisaran masa laktasi sapi perah di PT. UPBS

Pangalengan dari 212-638 deang rataan masa laktasi 374,41 ± 76,36. Masa laktasi

terpanjang terjadi pada periode laktasi 4 dengan rataan 388,00 ± 69,57 hari dan masa

Periode

Laktasi N Min Max Rataan

Standar

Deviasi

Koefisien

Variasi

...ekor...

1 591 220 631 365,03 77,72 21,29

2 501 234 638 378,61 77,11 20,31

3 135 212 613 366,01 81,05 22,14

4 29 301 554 388,00 69,57 17,93

Rataan 242 609 374,41 76,36 20,42

Page 18: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum ...media.unpad.ac.id/thesis/200120/2012/200120120514_4_5978.pdfbobot badan 275 kg diperoleh dari sapi FH umur 15–16 bulan (Tazkia dan

54

laktasi laktasi terpendek terjadi pada periode laktasi 1 dengan rataan 365,03 ± 72,72

hari. Masa laktasi sapi-sapi di PT. UPBS Pangalengan termasuk panjang

dibandingkan dengan BBPTU-SP Baturraden dan BPPT-SP Cikole masing-masing

324,8 ± 69,7 dan 314 ± 43 hari (Anggraeni dkk., 2008; Anggraeni dkk., 2010).

Lama laktasi yang normal adalah 305 hari sesuai dengan pendapat Blakely

dan Bade (1994) umumnya laktasi yang normal adalah 305 hari dengan 60 hari masa

kering. Hal tersebut diharapkan sapi perah akan melahirkan setiap tahun sehingga

terus menghasilkan produksi susu yang akhirnya dapat menghasilkan keuntungan

bagi perusahaan.

Masa laktasi yang terlalu panjang dikarenakan kurangnya keberhasilan

perkawinan atau IB. Masa laktasi yang panjang akan mempengaruhi efisiensi

produksi. Setelah sapi mencapai puncak produksi dalam satu periode laktasi, produksi

susu akan menurun sedangkan sapi harus terus diberikan pakan sehingga pemasukan

tidak akan sesuai dengan pengeluaran. Jumlah sapi yang berkurang pada setiap

periode laktasi merupakan aktivitas seleksi yang dilakukan untuk mendapatkan sapi-

sapi yang unggul dan mempunyai produksi susu tinggi. Hal tersebut dapat kita lihat

dari rataan koefisien variasi dari seluruh periode laktasi sebesar 24,35%, menandakan

bahwa sapi-sapi tersebut akan efektif bila dilakukan seleksi.

Page 19: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum ...media.unpad.ac.id/thesis/200120/2012/200120120514_4_5978.pdfbobot badan 275 kg diperoleh dari sapi FH umur 15–16 bulan (Tazkia dan

55

4.5.2. Produksi Susu

Produksi susu yang diambil merupakan produksi susu aktual dari setiap

periode laktasi kemudian dilakukan standarisasi 305 hari standar dewasa (SD).

Produksi susu hasil penelitian di PT. UPBS Pangalengan disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Produksi Susu Aktual di PT. UPBS Pangalengan

Berdasarkan Tabel 12., produksi susu aktual di PT. UPBS Pangalengan rataan

produksi susu total terendah terjadi pada periode laktasi 1 sebanyak 6.393,42 ±

1.985,60 liter dan produksi susu tertinggi terjadi pada periode laktasi 4 sebanyak

9.476,10 ± 1.423,92 liter serta rataan seluruh periode laktasi sebanyak 8.382,09 ±

2.117,90 liter. Produksi susu mengalami peningkatan dari laktasi 1 sampai dengan

laktasi 4. Seuai dengan pendapat Ensminger (1971) yang menyatakan bahwa produksi

air susu total tertinggi diperoleh pada periode laktasi 4. Hal tersebut dikarenakan sapi

perah sudah mengalami dewasa tubuh, dimana nutrisi dari pakan yang diberikan tidak

digunakan lagi untuk pertumbuhan namun digunakan untuk produksi susu. Setelah

dilakukan standarisasi 305 hari SD (Setara Dewasa) hasilnya disajikan pada Tabel 13.

Periode

Laktasi N Min Max Rataan

Standar

Deviasi

Koefisien

Variasi

...ekor...

1 591 1.195,00 13,967,90 6.393,42 1.985,60 31,06

2 501 1.102,00 15.170,00 8.488,48 2.056,30 24,22

3 135 2.113,20 16.372,70 8.778,83 2.479,15 28,24

4 29 5.995,50 12.252,40 9.476,10 1.423,92 15,03

Rataan 8.284,21 1.986,24 24,64

Page 20: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum ...media.unpad.ac.id/thesis/200120/2012/200120120514_4_5978.pdfbobot badan 275 kg diperoleh dari sapi FH umur 15–16 bulan (Tazkia dan

56

Tabel 13. Produksi Susu 305 hari SD Di PT. UPBS Pangalengan

Setelah dilakukan standarisasi 305 hari SD produksi susu terendah yang

dihasilkan pada periode laktasi 1 sebanyak 7.638,70± 1.945,72 liter dan tertinggi

pada periode laktasi 2 menjadi 8.906,68 ± 1.809,68 liter dengan rataan seluruh

periode 8.284,21 ± 1.986,24 liter. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Albarran

dkk., (2008) bahwa sapi FH pada laktasi pertama berproduksi susu lebih rendah

daripada produksi susu periode laktasi berikutnya.

Produksi susu yang dihasilkan oleh PT. UPBS Pangalengan termasuk tinggi

jika dibandingkan BBPTU-SP Baturraden dan BPPT-SP Cikole yang hanya

menghasilkan masing-masing 4.277,92 kg (Nawawi dkk., 2013) dan 4.558 kg

(Anggraeni dkk., 2008). Produksi susu yang tinggi tersebut dikarenakan faktor

genetik yang baik dari sapi hasil impor. Faktor lainnya adalah pemberian pakan yang

berkualitas, pakan yang diberikan disesuaikan kebutuhannya berdasarkan kelompok

produksi yaitu kelompok produksi tinggi, produksi medium dan produksi rendah.

Selain itu, sebagian besar bahan pakan yang diberikan berasal dari impor seperti dari

Australia, New Zealand, Amerika dan Belanda.

Periode

Laktasi N Min Max Rataan

Standar

Deviasi

Koefisien

Variasi

...ekor...

1 591 1.430,42 15.315,80 7.638,70 1.945,72 25,47

2 501 1.429,43 14.957,62 8.906,68 1.809,31 16,05

3 135 2.798,75 14.195,13 7.857,15 1.954,09 24,87

4 29 6.317,68 10.726,71 8.572,71 1.122,78 13,10

Rataan 8.284,21 1.986,24 24,64

Page 21: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum ...media.unpad.ac.id/thesis/200120/2012/200120120514_4_5978.pdfbobot badan 275 kg diperoleh dari sapi FH umur 15–16 bulan (Tazkia dan

57

Pemerahan yang dilakukan di PT. UPBS Pangalengan sebanyak 3 kali dalam

satu hari sehingga dapat menambah produksi susu. Hal tersebut sesuai dengan

pendapat Soeharsono (2008) Penambahan jumlah pemerahan dari 2 kali/hari menjadi

3 kali/hari, dari 3 kali/hari menjadi 4 kali/hari akan menghasilkan volume produksi

susu yang lebih banyak masing-masing yaitu 17% dan 9%. Kurva produksi susu

berdasarkan catatan test day dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Kurva Produksi Susu di PT. UPBS Pangalengan

Gambar 5., memperlihatkan bahwa kurva produksi susu aktual dari laktasi 1

sampai laktasi 4 terus mengalami peningkatan. Hal tersebut sesuai hasil analisis yaitu

produksi susu terendah berada pada laktasi 1 dan produksi susu tertinggi berada pada

laktasi 4. Puncak laktasi 1, 2, dan 3 terjadi pada bulan ke 2 laktasi sedangkan pada

laktasi 4 puncak produksi terjadi pada bulan laktasi 3. Pada gambar terlihat bahwa

penurunan produksi susu pada laktasi 1 lebih lama dibanding laktasi 2, 3 dan 4.

Page 22: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum ...media.unpad.ac.id/thesis/200120/2012/200120120514_4_5978.pdfbobot badan 275 kg diperoleh dari sapi FH umur 15–16 bulan (Tazkia dan

58

4.5.3 Masa Kering

Masa kering merupakan masa sapi perah tidak diperah. Hal tersebut dilakukan

untuk regenerasi sel-sel alveoli pada ambing yang rusak selama masa laktasi. Selain

itu masa kering juga dilakukan untuk mengistirahatkan organ-organ yang

berhubungan dengan produksi susu sehingga saat masa laktasi dapat berproduksi

secara optimal. Masa kering sapi perah di PT. UPBS Pangalengan disajikan Tabel 14.

Tabel 14. Masa Kering Sapi Perah Di PT. UPBS Pangalengan

Berdasarkan Tabel 14., rataan masa kering sapi perah di PT. UPBS

Pangalengan pada setiap periode laktasi berbeda. Rataan masa kering terpendek pada

laktasi 1 selama 53,81 ± 23,23 hari dan terpanjang pada laktasi 4 selama 69,34 ±

28,45 hari. Hal tersebut dapat terjadi karena kapasitas produksi susu yang berbeda

dari setiap sapi. Rataan masa kering seluruh periode laktasi selama 64,00 ± 29,50

hari. Masa kering tersebut masih dalam kisaran normal sesuai dengan pendapat

Soeharsono (2008) bahwa masa kering normal adalah 40-80 hari.

Rataan periode masa kering di PT. UPBS Pangalengan lebih rendah jika

dibandingkan dengan rataan masa kering di BPPT-SP Cikole 94 hari (Anggraeni

Periode

Laktasi N Min Max Rataan

Standar

Deviasi

Koefisien

Variasi

...ekor...

1 591 21 232 53,81 23,23 43,17

2 501 21 207 67,39 33,62 49,88

3 135 27 203 65,45 32,71 49,98

4 29 27 170 69,34 28,45 47,14

Rataan 24 203 64,00 29,50 47,54

Page 23: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum ...media.unpad.ac.id/thesis/200120/2012/200120120514_4_5978.pdfbobot badan 275 kg diperoleh dari sapi FH umur 15–16 bulan (Tazkia dan

59

dkk., 2008). Masa kering tersebut juga merupakan masa kering yang dianjurkan oleh

Anggraeni (2006) yaitu sapi pada pemelihaaraan secara intensif sebaiknya mengalami

masa kering selama 60-90 hari. Masa kering yang terlalu pendek dan terlalu panjang

akan menurunkan produksi susu sehingga diperlukan manajemen pemeliharaan yang

baik agar diperoleh produksi yang optimal.