bab iv hasil dan pembahasanrepository.ump.ac.id/9165/6/bab iv. - auliya khoirunnisa-.pdf ·...

26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian dilakukan dengan mengidentifikasi bakteri dan jamur dalam sediaan sirup yang telah digunakan dan disimpan oleh responden yang ada di Kecamatan Kembaran. Produk farmasi dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu produk farmasi steril dan produk farmasi nonsteril. Obat-obatan nonsteril harus memenuhi kriteria kemurnian mikrobiologis yang sesuai. Hal ini berfungsi secara efektif dan aman untuk pengobatan pasien (Ratajczak et al., 2015). Menurut International pharmacopeia edisi VII, bakteri dan jamur yang dibataskan keberadaanya dalam sediaan non-steril adalah Staphylococcus aureus, Pseudomanas aeruginosa, Salmonella, Escherichia coli, dan Candida albicans, Pada penelitian ini, sampel yang digunakan adalah sediaan obat berbentuk sirup. Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambahkan obat atau zat pewangi dan merupakan larutan jernih berasa manis (Moh.Anief, 2012). Alasan menggunakan sampel obat berbentuk sirup karena memiliki kandungan air yang cukup banyak. Air adalah media kehidupan yang baik, sehingga bakteri dan mikroorganisme dapat hidup dengan baik dalam obat-obatan berbentuk sirup. Mikroorganisme ini ada yang bersifat patogen sehingga dapat menyebabkan penyakit baru pada pasien yang mengonsumsi obat yang sudah tidak stabil yang mana mikroorganisme ini dapat merusak zat-zat yang terkandung dalam obat (Pratiwi, 2008). Menurut Farmakope edisi III sirup mengandung sakarosa tidak kurang dari 64,0% dan tidak lebih dari 66,0%. Jadi sirup merupakan sediaan yang banyak mengandung gula. Larutan gula yang diberikan pada suatu produk dengan kadar yang tinggi, dapat meningkatkan tekanan osmosis yang tinggi sehingga dapat mencegah pertumbuhan mikroba yang bisa sebagai pengawet. Bila sel bakteri berada dalam larutan gula yang berkonsentrasi tinggi, air intrasel cenderung untuk bergerak keluar dari sel bakteri ke larutan yang lebih pekat lewat osmosis. Proses ini yang disebut kreasi menyebabkan sel mengkerut dan sel bakteri tidak berfungsi lagi. Hal ini disebabkan gula yang bersifat mengikat air sehingga berfungsi sebagai pengawet (Dina dkk, 2017). Identifikasi Cemaran Microba ..., Auliya Khoerunis, Fakultas Farmasi UMP, 2019

Upload: others

Post on 26-Jul-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilakukan dengan mengidentifikasi bakteri dan jamur dalam

sediaan sirup yang telah digunakan dan disimpan oleh responden yang ada di

Kecamatan Kembaran. Produk farmasi dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu

produk farmasi steril dan produk farmasi nonsteril. Obat-obatan nonsteril harus

memenuhi kriteria kemurnian mikrobiologis yang sesuai. Hal ini berfungsi secara

efektif dan aman untuk pengobatan pasien (Ratajczak et al., 2015). Menurut

International pharmacopeia edisi VII, bakteri dan jamur yang dibataskan

keberadaanya dalam sediaan non-steril adalah Staphylococcus aureus,

Pseudomanas aeruginosa, Salmonella, Escherichia coli, dan Candida albicans,

Pada penelitian ini, sampel yang digunakan adalah sediaan obat berbentuk

sirup. Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambahkan obat atau zat

pewangi dan merupakan larutan jernih berasa manis (Moh.Anief, 2012). Alasan

menggunakan sampel obat berbentuk sirup karena memiliki kandungan air yang

cukup banyak. Air adalah media kehidupan yang baik, sehingga bakteri dan

mikroorganisme dapat hidup dengan baik dalam obat-obatan berbentuk sirup.

Mikroorganisme ini ada yang bersifat patogen sehingga dapat menyebabkan

penyakit baru pada pasien yang mengonsumsi obat yang sudah tidak stabil yang

mana mikroorganisme ini dapat merusak zat-zat yang terkandung dalam obat

(Pratiwi, 2008).

Menurut Farmakope edisi III sirup mengandung sakarosa tidak kurang dari

64,0% dan tidak lebih dari 66,0%. Jadi sirup merupakan sediaan yang banyak

mengandung gula. Larutan gula yang diberikan pada suatu produk dengan kadar

yang tinggi, dapat meningkatkan tekanan osmosis yang tinggi sehingga dapat

mencegah pertumbuhan mikroba yang bisa sebagai pengawet. Bila sel bakteri

berada dalam larutan gula yang berkonsentrasi tinggi, air intrasel cenderung untuk

bergerak keluar dari sel bakteri ke larutan yang lebih pekat lewat osmosis. Proses

ini yang disebut kreasi menyebabkan sel mengkerut dan sel bakteri tidak

berfungsi lagi. Hal ini disebabkan gula yang bersifat mengikat air sehingga

berfungsi sebagai pengawet (Dina dkk, 2017).

Identifikasi Cemaran Microba ..., Auliya Khoerunis, Fakultas Farmasi UMP, 2019

Pemilihan sampel berdasarkan permintaan pembelian sediaan obat

berbentuk sirup yang berisi obat Parasetamol yang terbanyak yang dibeli oleh

konsumen yang ada di Apotek seluruh Kecamatan Kembaran dan ketersediaan

obat yang ada di apotek wilayah Kecamatan Kembaran. Terdapat delapan apotek

yang ada di Kecamatan Kembaran yaitu Apotek UMP, Apotek Samara, Apotek

Astari, Apotek Avicenna Farma, Apotek Dedy Farma, Apotek Kita Sehat, Apotek

Binar, dan Apotek Rahmatika Farma. Setelah dilakukan survei oleh peneliti di

tiap apotek di wilayah Kecamatan Kembaran terdapat obat yang berisi

parasetamol merek X yang paling banyak dibeli dan digunakan oleh konsumen.

Lalu Peneliti mengambil sampel atau orang yang membeli obat Parasetamol

merek X di apotek-apotek tersebut sebanyak 1 orang, yang bersedia bekerja

sama dalam penelitian ini dan bersedia menyimpan obat dalam jangka waktu

antara 21 hari dan 30 hari. Obat sirup yang telah digunakan dan disimpan oleh

responden lalu diuji cemaran bakteri dan di identifikasi cemaran bakteri.

Sedangkan untuk mengetahui proses penggunaan dan penyimpanan obat sirup

pada delapan responden selama 21 hari dan 30 hari menggunakan teknik

wawancara.

A. Identifikasi Bakteri Dan Jamur

Pada penelitian ini khusus untuk mendeteksi bakteri Escherichia coli,

Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, salmonella, dan jamur

Candida albicans menggunakan media selektif. Media selektif adalah media

yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme tertentu (seleksi) dengan

menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang lain (Waluyo, 2010). Media

yang digunakan yaitu media MacConkeys untuk deteksi bakteri E.coli, media

Salmonella Shigella Agar untuk deteksi bakteri Salmonella, media Cetrimide

Agar untuk deteksi bakteri P. aeruginosa, media Manitol Salt Agar untuk

deteksi bakteri S.aureus, dan media Sabouroud Dextrose Agar untuk deteksi

jamur C.albicans (Atlas, 2010).

Salah satu perlakuan pada sampel adalah dilakukan pengenceran. Sampel

sediaan obat sirup merek X dilakukan pengenceran sebanyak tiga kali, hal itu

dilakukan agar suspensi bakteri yang tedapat pada sampel memiliki jumlah

yang relatif dapat terhitung pada saat pengkulturan dan memperkecil jumlah

Identifikasi Cemaran Microba ..., Auliya Khoerunis, Fakultas Farmasi UMP, 2019

koloni (Elfindasari, 2011). Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode agar tuang Pour Plate method. Surahmaida (2018)

mengatakan bahwa kelebihan dari metode agar tuang adalah koloni

mikroorganisme tumbuh di dalam dan di permukaan media agar, sehingga

memudahkan dalam perhitungan jumlah koloni bakteri, bakteri yang bisa

terhitung lebih banyak daripada metode sebar dikarenakan metode tuang

lebih cocok untuk bakteri anaerob fakultatif, memiliki keuntungan ekonomi

serta mekanik dan sangat mudah dilakukan, karena tidak membutuhkan

keterampilan khusus.

Inokulasi dilakukan didaerah aseptis sehingga dapat dijamin tidak ada

kontaminan yang masuk ke dalam media. Dilakukan dalam LAF (Laminar

Air Flow) digunakan sebagai tempat untuk inokulasi berbagai

mikroorganisme seperti bakteri ataupun jamur, untuk pembuatan media,

pengenceran sampel yang berguna sebagai alat kerja yang aseptis. Prinsip

kerja LAF yaitu meniupkan udara steril secara continue melewati tempat

kerja sehingga tempat kerja bebas dari debu, spora-spora yang mungkin jatuh

ke dalam media karena mempunyai pola penyaring dan pengaturan aliran

udara sehingga menjadi steril. Sebelum menggunkan LAF untuk memperoleh

ruangan yang steril dan memenuhi persyaratan jumlah mikroba dan partikel,

maka ruang LAF dibersihkan terlebih dahulu bagian dinding, lantai, dan

langit-langit dari debu kotoran dibersihkan dengan cairan disinfektan.

Disinfektan yang digunakan yaitu alkohol 70%. Alkohol merupakan

disinfektan dengan mekanisme kerja mendenaturasi protein dengan daya

bunuh yang cepat. Dengan menggunakan disinfektan tersebut, ruang LAF

sebagai ruang produksi sediaan steril bebas dari mikroorganisme (Syah,

2014).

Pada media untuk pertumbuhan bakteri diinkubasi di inkubator dipilih

suhu inkubasi untuk sampel adalah 37˚C karena merupakan jenis bakteri

yang paling banyak dijumpai sebagai bakteri didalam tubuh manusia, karena

suhu tubuh manusia normal pada suhu 37 ˚C yang merupakan suhu optimum

untuk pertumbuhan bakteri. Dan untuk pertumbuhan jamur diinkubasi pada

suhu ruang lebih cepat karena salah satu faktor yang mempengaruhi

Identifikasi Cemaran Microba ..., Auliya Khoerunis, Fakultas Farmasi UMP, 2019

pertumbuhan jamur adalah suhu. Di suhu ruang akan mempengaruhi reaksi

kimiawi dan reaksi enzimatis pada jamur yang berpengaruh pada

pertumbuhan jamur. Selain itu suhu juga mempengaruhi kecepatan tumbuh

pada mikroba (Mizana, 2016). Setelah di inkubasi didalam alat inkubator

kemudian mengidentifikasi bakteri dan jamur secara makroskopis, kemudian

menghitung koloni yang tumbuh dengan alat Colony Counter.

1. Identifikasi bakteri dan jamur pada media selektif

Pada penelitian ini identifikasi bakteri (S. aureus, E coli, Salmonella,

P. aeruginosa) dan jamur (C. albicans) pada media pertumbuhan

dilakukan secara makroskopis. Struktur makroskopis yang diamati

meliputi bentuk koloni, warna koloni, dan bentuk tepi koloni.

a. Identifikasi Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus membentuk koloni berwarna kuning

emas tua. S.aureus membentuk pigmen lipochrom yang

menyebabkan koloni tampak berwarna kuning keemasan dan kuning

jeruk. Pigmen kuning keemasan tumbuh timbul pada pertumbuhan

selama 18-24 jam pada suhu 37 ˚C. Koloni tumbuh dengan diameter

4 mm. Koloni pada perbenihan padat berbentuk bundar, halus,

menonjol dan berkilau. S.aureus pada media mannitol salt agar

(MSA) merupakan media selektif pada bakteri ini. Manitol salt agar

akan terlihat sebagai pertumbuhan koloni berwarna kuning

dikelilingi zona kuning keemasan karena kemampuan

memfermentasi mannitol (Dewi, 2013). Media dan koloni berwarna

kuning karena terjadi fermentasi mannitol menjadi asam. Produk

yang dihasilkan dari bakteri ini adalah asam organik yang

menghasilkan indikator pH di MSA, yang akan merubah warna

merah media MSA menjadi warna kuning cerah. Media MSA

mengandung konsentari garam NaCl yang tinggi (7,5%-10%)

sehingga membuat MSA menjadi media selektif untuk bakteri

S.aureus, karena tingkat NaCl yang tinggi yang akan menghambat

bakteri lain tumbuh (Rahmi et al, 2015).

Identifikasi Cemaran Microba ..., Auliya Khoerunis, Fakultas Farmasi UMP, 2019

Gambar 4.1. Hasil pemeriksaan S. aureus pada media Manitol Salt Agar

dengan membentuk koloni berwarna kuning

b. Identifikasi bakteri Salmonella

Untuk mengidentifikasi Salmonella digunakan medium SSA

(Salmonella Shigella Agar). Medium SSA merupakan media selektif

untuk bakteri Salmonella. Berdasarkan komposisinya medium ini

terdiri dari peptone, lab lemco/beef extract, laktosa, ox bile dried,

sodiumcitrate, sodium thisulfat, ammonium iron (III) citrate,

brilliant green, dan neutral red agar, yang mampu menghambat

pertumbuhan bakteri lain, sehingga dapat dinyatakan dengan

menggunakan medium selektif ini hanya Salmonella-Shigella yang

tumbuh dan berkembangbiak (Maryantuti, 2007). Salmonella ini

umumnya menghasilkan H2S sehingga akan terlihat titik hitam

ditengah koloni dan tergolong lemah dalam menghasilkan H2S

sehingga koloni akan terlihat jernih dan transparan pada medium

SSA. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37˚C. Perkembangan

bakteri Salmonella sangat cepat dan menakjubkan, setiap selnya

mampu membelah diri setiap 20 menit sekali pada suhu hangat dan

pada media tumbuh yang mengandung protein tinggi. Satu sel

bakteri bisa berkembang menjadi 90.000 hanya dalam waktu 6 jam

(Brooks, 2010). Pertumbuhan bakteri pada medium ini dilihat secara

makroskopik dengan ciri koloni yang kecil, smooth, dengan tepian

hitam kecoklatan, permukaan cembung dengan tepian halus (Yunus,

2017).

Identifikasi Cemaran Microba ..., Auliya Khoerunis, Fakultas Farmasi UMP, 2019

Gambar 4.2. Hasil pemeriksaan Salmonella pada media Salmonella Shigella

Agar (SSA) menghasilkan koloni berwarna hitam kecoklatan

c. Identifikasi bakteri Escherichia coli

Untuk mengidentifikasi bakteri E.coli menggunakan medium

MacConkey Agar merupakan medium selektif yang dapat

membedakan adanya bakteri gram negatif yang dapat

memfermentasi laktosa dengan yang bukan, karena E.coli adalah

bakteri gram negatif yang dapat memfermentasi laktosa. Dari hasil

pengamatan secara makroskopis bahwa E.coli memiliki morfologi

volume tumpul tidak teratur, bentuk koloni bulat (circular), bentuk

permukaan koloni cembung (convex), tepi koloni penuh (entire),

permukaan koloni halus (smooth), dan warna koloni merah muda.

Perubahan warna pada media terjadi akibat adanya penggunaan

nutrisi dari media oleh bakteri. Adanya fermentasi laktosa yang

menyebabkan penurunan pH sehingga mempermudah absorbsi

neural red sehingga mengubah warna koloni menjadi merah muda

dan media menjadi kuning kecoklatan (Elfidasari, 2011).

E.coli Dapat tumbuh baik pada media MacConkey mampu

memfermentasi laktosa. Secara mikroskopik kultur dari bakteri

E.coli sebagian besar membentuk koloni bundar, cembung,

permukaan halus dan tepi yang tegas. Biakan pada medium diferesial

yang mengandung karbohidrat dan pewarna khusus seperti media

MacConkey membedakan koloni yang memfermentasi laktosa dari

koloni koloni yang tidak memfermentasi laktosa dan memungkinkan

identifikasi praduga cepat bakteri enterik (Jawetz, 2012).

Identifikasi Cemaran Microba ..., Auliya Khoerunis, Fakultas Farmasi UMP, 2019

Gambar 4.3. Hasil pemeriksaan E. coli pada media MacConkey Agar

menghasilkan koloni berwarna merah muda

d. Identifikasi bakteri Pseudomonas aeriginosa

P. aeriginosa telah terbukti dapat tumbuh di media yang selektif

yang mengandung cetrimide. Pada media ini telah terbukti

menghasilkan pyocyanin serta fluoresensi dibawah sinar UV 36 0±

20 nm dan memiliki oksidatif positif. Bakteri ini pada media agar

cetrimide dapat menghasilkan ammonia dari acetamide. Bakteri ini

tahan terhadap cetrimide di media pada konsentrasi hingga 0,3 g/L.

P.aeriginosa membentuk koloni berpigmen biru-hijau (Yilmaz,

2017). Secara makroskopis dapat dilihat bentuk koloni yang bulat

halus, membentuk pigmen kehijauan yang larut dalam air dan

berdifusi pada media pertumbuhan sehingga mengubah warna media

Cetrimide menjadi hijau. P.aeruginosa membentuk koloni halus,

tampilan berbentuk bulat dengan tepi datar (Radji, 2006).

Gambar 4.4. hasil identifikasi P. aeruginosa pada media Cetrimide Agar

menghasilkan koloni berwarna hijau

Identifikasi Cemaran Microba ..., Auliya Khoerunis, Fakultas Farmasi UMP, 2019

e. Identifikasi jamur Candida albicans

Penelitian Mutiawati (2016) mengemukakan bahwa media

kultur yang dipakai untuk biakan C.albicans adalah Sabouraud

dextrose agar (SDA). Media ini selektif untuk fungi dan yeast

melihat pertumbuhan dan identifikasi C. albicans yang mempunyai

pH asam/Ph 5,6. Didalam media SDA mengandung sekitar 15%

pepton, 60% glukosa, dan 23% agar. Glukosa merupakan salah satu

jenis monosakarida yang menjadi sumber energi bagi pertumbuhan

jamur C.albicans sehingga memperoleh sumber nutrisi yang baik

untuk pertumbuhanya. Pertumbuhan pada SDA agar terlihat jamur

yang menunujukan tipikal kumpalan mikroorganisme yang tampak

seperti krem putih kekuningan menimbul diatas permukaan media,

mempunyai permukaan halus dan licin dapat agak keriput dengan

disertai bau ragi yang khas.

Gambar 4.5. hasil pemeriksaan jamur C. albicans pada media Sabouroud

Dextrose Agar (SDA) menghasilkan warna koloni krem kekuningan

Hasil identifikasi bakteri dan jamur secara makroskopis dapat dilihat

di lampiran 1 dan hasil ditunjukan pada tabel berikut :

Identifikasi Cemaran Microba ..., Auliya Khoerunis, Fakultas Farmasi UMP, 2019

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Bakteri dan Jamur pada hari ke-21

yang terdapat dalam media pertumbuhan

Sampel Bakteri Jamur

S.aureus Salmonella E.coli P.aeruginosa C.albicans

A + + - + -

B + - + + +

C + + - + +

D + + + + +

E + + + + +

F + + + + +

G + + + + +

H + + + + +

Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Bakteri dan Jamur pada hari ke-30

yang terdapat dalam media pertumbuhan

Sampel Bakteri Jamur

S.aureus Salmonella E.coli P.aeruginosa C.albicans

A + + + + +

B + + + + +

C + + + + +

D + + + + +

E + + + + +

F + + + + +

G + + + + +

H + + + + +

Keterangan :

+ = Terdapat pertumbuhan bakteri / jamur pada medium

- = Tidak terdapat pertumbuhan bakteri / jamur pada medium

Dalam sampel obat sirup merek X yang digunakan dan disimpan

selama 30 hari. Sampel A sampai sampel H menunjukan keberadaan

bakteri S.aureus, Salmonella, E. coli, P.aeruginosa, dan jamur

C.albicans. Jadi sampel yang telah digunakan dan disimpan selama 1

bulan/ 30 hari semua sampel tercemar bakteri dan jamur tersebut.

Hal tersebut menjelaskan bahwa sampel pada hari ke 30 dalam

keadaan sudah tidak stabil sehingga obat sudah tidak layak untuk

dikonsumsi.

Identifikasi Cemaran Microba ..., Auliya Khoerunis, Fakultas Farmasi UMP, 2019

Pada penelitian ini juga menggunakan uji sterilisasi yaitu

menggunakan kontrol negatif. Kontrol negatif bertujuan sebagai

faktor kontrol dari media, sehingga dengan adanya kontrol media

yang digunakan selalu dalam keadaan steril. Kontrol negatif

menggunakan media tanpa diberi sampel obat sirup. Medianya

berupa media bakteri MacConkeys Agar (media selektif untuk

mendeteksi bakteri e.coli), Salmonella Shigella Agar (media selektif

untuk mendeteksi bakteri Salmonella sp.), Cetrimide Agar ( media

selektif untuk mendeteksi bakteri P.aeruginosa) dan Manitol Salt

Agar (media selektif untuk mendeteksi bakteri S.aureus), dan media

Sabouroud Dextrose Agar (media selektif untuk mendeteksi jamur

C.albicans). Hasil yang ditemukan pada kontrol negatif menunjukan

dalam keadaan steril, sehingga media dapat digunakan dalam

penelitian. Hasil kontrol negatif dapat dilihat pada gambar 4.6

1 2 3 4 5

Gambar 4.6 Hasil kontrol negatif media 1 (MSA), 2 (SSA), 3 (MC), 4

(CETRIMID),5 (SDA)

B. Hasil Pengukuran Jumlah Koloni

Pada penelitian ini menggunakan pengukuran secara langsung atau

perhitungan menyeluruh (total plate count). Pengukuran pertumbuhan

mikroorganisme secara langsung menggunakan metode pengukuran dengan

plating technique. Prinsip dari metode ini yaitu menumbuhkan sel-sel

mikroba yang masih hidup pada suatu media sehingga sel tersebut

berkembang biak dan membentuk koloni-koloni yang dapat dilihat secara

langsung dengan mata telanjang tanpa menggunakan mikroskop, dan koloni

dapat dihitung menggunakan colony counter (Yunita, 2015).

Hasil perhitungan jumlah koloni pada sampel sediaan obat sirup merek X

dapat dilihat pada Lampiran 17 dan hasil ditunjukan pada tabel 4.3 dan 4.4

Identifikasi Cemaran Microba ..., Auliya Khoerunis, Fakultas Farmasi UMP, 2019

Tabel 4.3 Jumlah koloni bakteri dan jamur pada hari ke-21 S

am

pel

Jumlah koloni CFU/mL

S.a

ure

us

M/T

M

Sa

lmo

nel

la

M/T

M

E.c

oli

M/T

M

P.a

eru

gin

osa

M/T

M

C.a

lbic

an

s

M/T

M

A 3,3 x 101 M 1,0 x 101 M 0 M 4,0 x 101 M 0 M

B 1,0 x 101 M 0 M 8,5 x 101 M 5,5 x 101 M 2,0 x 101 M

C 8,0 x 101 M 3,2 x 102 TM 0 M 1,13 x 102 M 1,76 x 102 TM

D 3,0 x 101 M 4,0 x 101 M 1,5 x 101 M 2,0 x 101 M 1,0 x 101 M

E 1,2 x 102 M 1,0 x 102 M 2,3 x 101 M 1,06 x 102 M 1,0 x 102 TM

F 1,3 x 101 M 3,0 x 101 M 1,0 x 101 M 8,0 x 101 M 9,3 x 101 TM

G 6,6 x 101 M 2,0 x 101 M 2,3 x 101 M 2,0 x 101 M 3,5 x 102 TM

H 9,3 x 101 M 1,16 x 102 M 3,5 x 101 M 1,33 x 102 M 1,0 x 101 M

Keterangan

M = Memenuhi syarat

TM = Tidak memenuhi syarat

Tabel 4.4 Jumlah koloni bakteri dan jamur pada hari ke-30

Sa

mp

el

Jumlah Koloni CFU/mL

S.a

ure

us

T/T

M

Sa

lmo

nel

la

T/T

M

E.c

oli

T/T

M

P.a

eru

gin

osa

T/T

M

C.a

lbic

an

s

T/T

M

A 3,3 x 102 TM 4,7 x 102 TM 3,3 x 102 TM 6,4 x 102 TM 4,5 x 102 TM

B 3,0 x 102 TM 3,1 x 104 TM 3,0 x 102 TM 3,4 x 102 TM 5,1 x 102 TM

C 6,0 x 102 TM 4,5 x 102 TM 1,8 x 103 TM 3,0 x 102 TM 3,0 x 102 TM

D 8,0 x 104 TM 2,5 x 102 TM 3,8 x 102 TM 5,0 x 102 TM 3,0 x 102 TM

E 3,7 x 104 TM 2,03 x 102 TM 3,2 x 104 TM 3,0 x 102 TM 3,1 x 103 TM

F 2,06 x102 TM 2,03 x 102 TM 8,5 x 102 TM 5,7 x 103 TM 3,0 x 103 TM

G 6,1 x 102 TM 7,5 x 103 TM 2,03x102 TM 6,3 x 102 TM 3,7 x 102 TM

H 4,9 x 102 TM 5,3 x 104 TM 9,7 x 102 TM 3,0 x 102 TM 5,0 x 102 TM

Keterangan :

M = Memenuhi syarat

TM = Tidak memenuhi syarat

Berdasarkan tabel diatas kualitas bakteri dan jamur pada produk non-

steril untuk sediaan cair menurut International Pharmacopoeia edisi 7 yang

Identifikasi Cemaran Microba ..., Auliya Khoerunis, Fakultas Farmasi UMP, 2019

diperbolehkan adalah untuk bakteri 102 dan jamur 101 jamur per g atau ml

sediaan serta harus terbebas dari Eschericia coli.

Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa sediaan obat sirup merek X yang

telah digunakan dan disimpan selama 21 hari hari oleh warga Kecamatan

Kembaran Kabupaten Banyumas yang memenuhi syarat batasan oleh

International Pharmacopoei adalah sampel A, B, D, dan H. Sedangkan yang

tidak memenuhi syarat yaitu sampel C yaitu terdapat angka yang melebihi

batasan pada bakteri Salmonella dan jamur C.albicans. Sampel E, F dan G

yaitu terdapat angka yang melebihi batasan pada jamur C.albicans.

Pada sediaan obat sirup merek X yang telah digunakan dan disimpan

selama 30 hari oleh warga Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas yang

tidak memenuhi syarat batasan oleh International Pharmacopoei edisi 7

adalah sampel A,B,C,D,E,F,G, dan H.

1. Sampel A

Hasil pengamatan sampel obat sirup yang telah digunakan dan

disimpan selama 21 hari terdapat pertumbuhan bakteri, yaitu adanya

bakteri S.aureus, Salmonella, P.aeruginosa yang masih memenuhi syarat

batasan mikroba menurut International Pharmacopoei edisi VII.

Keberadaan bakteri yaitu S.aureus dan Salmonella penularanya melalui

tangan. Penyebaran bakteri Salmonella dan S.aureus di tangan yang tidak

bersih (Shinasal, 2018). Hal tersebut diperkuat dari hasil wawancara

dengan responden sampel A mengatakan bahwa pada saat sebelum

memberikan obat kepada pasien atau anaknya selalu mencuci tangan

dengan sabun tetapi terkadang bila buru-buru memberikan obat ke pasien

hanya mencuci dengan air saja tanpa dengan sabun dan hal ini

menyebabkan terjadinya kontaminasi mikroba. Bakteri tersebut dapat

dibawa pada tangan maka penting sekali tangan selalu dicuci setelah

menggunakan toilet ataupun sebelum menyiapkan makanan maupun

memberikan obat kepada pasien. Kebiasaan mencuci tangan dengan air

saja tidak dapat melindungi setiap individu dari bakteri dan virus yang

terdapat di tangan, terlebih jika mencuci tangan tidak dibawah air

mengalir (Risnawaty, 2016).

Identifikasi Cemaran Microba ..., Auliya Khoerunis, Fakultas Farmasi UMP, 2019

Adanya bakteri P.aeruginosa dan bakteri S. aureus pada sampel A

yang telah disimpan selama 21 hari. Soleha TU dkk (2015)

mengungkapkan bahwa bakteri dari genus Pseudomonas sp. yaitu

bakteri Pseudomonas aeruginosa dapat menyebar melalui udara.

Bakteri ini akan menyebabkan penyakit pada penjamu dengan daya tahan

tubuh yang lemah dan biasanya masuk melalui inhalasi. Penelitian

Adrimarsya (2014) mengemukakan bahwa bakteri S.aureus juga

umumnya ditemukan di udara, debu. Jadi kemungkinan adanya bakteri

S.aureus dan P.aeruginosa karena kontaminasi melalui udara.

Diperkuat dengan hasil wawancara dengan responden yaitu pada

saat memberikan obat kepada pasien sampel dibiarkan dalam keadaan

terbuka. Hal ini menyebabkan obat terpapar udara dan mengalami buka

tutup mulut botol obat sirup pada saat akan mengambil obat

menyebabkan bertambahnya mikroba yang terdapat pada sampel. Banyak

tidaknya jumlah koloni ditentukan oleh paparan udara dari luar serta

kurangnya higienitas dalam melakukan tindakan terhadap pasien.

2. Sampel B

Hasil pengamatan sampel obat yang telah digunakan dan disimpan

selama 21 hari dan 30 hari terdapat pertumbuhan bakteri. Khususnya

pada hari ke 21 yaitu adanya bakteri S. aureus, E.coli, P. aeruginosa dan

jamur C. albicans tetapi masih dalam kategori memenuhi syarat batasan

yang ditetapkan International Pharmacopoeia edisi VII.

Keberadaan bakteri P.aeruginosa dan jamur C. albicans ditemukan

dilingkungan yang lembab (Jawetz, 2012). Kotak obat disimpan di dapur

dan berhadapan dengan kamar mandi responden. Hal ini dapat

mengakibatkan kontaminasi mikroba dalam sediaan obat sirup. Penelitian

Fitria (2008) mengemukakan kontaminasi mikroba yang berasal dari

dalam ruangan yang lembab, karena kebanyakan fungi menyukai

lingkungan yang lembab dengan tingkat kelembaban 70% spora jamur

akan meningkat. Bakteri P.aeruginosa cenderung tumbuh ditempat

lembab (Ekawati, 2018). Jika udara lembab akan menyebabkan naiknya

Identifikasi Cemaran Microba ..., Auliya Khoerunis, Fakultas Farmasi UMP, 2019

suhu didalam ruangan dan kondisi ruangan yang lembab dan bersuhu

tinggi inilah dapat berkembangbiak (Jawetz, 2012).

Adanya bakteri S.aureus pada sampel yang telah digunakan dan

disimpan selama 21 hari. Kebiasaan mencuci tangan tidak dengan sabun

merupakan faktor resiko kolonisasi bakteri terutama jenis Staphylococcus

(Rahmawati, 2017). Hal tersebut diperkuat dari hasil wawancara dengan

responden sampel B yaitu responden mengatakan selalu mencuci tangan

pada saat memberikan obat kepada pasien, tetapi cuci tangan saja juga

tidak cukup tanpa tahu apakah pasien mencuci tangan dengan sabun dan

mempraktekan mencuci tangan dengan benar atau tidak, kemungkinan

responden mencuci tangan dengan tidak benar sehingga mikroba yang

ada di tangan masih ada.

Bakteri E.coli dan S.aureus juga bisa ditemukan di udara. Soleha

TU dkk (2015) mengemukakan bakteri E.coli bisa menginfeksi melalui

inhalasi ketika bakteri tersebut terbawa oleh udara misalnya melalui

debu. Penelitian Adrimarsya (2014) mengemukakan bakteri S.aureus

umumnya ditemukan di udara, debu. Diperkuat dengan hasil wawancara

dengan pasien kemungkinan bakteri ini bisa tumbuh di obat sirup

parasetamol merek X dikarenakan responden pada saat membuka obat

tersebut dalam keadaan mulut botol obat terbuka sehingga udara akan

masuk ke dalam obat tersebut mengakibatkan terjadi kontaminasi

mikroba. Buka tutup pada pengambilan sampel menyebabkan

bertambahnya mikroba yang terdapat pada sampel.

3. Sampel C

Hasil pengamatan sampel obat yang telah digunakan dan disimpan

selama 21 yaitu adanya bakteri S. aureus, P. aeruginosa tetapi masih

dalam kategori memenuhi syarat batasan yang ditetapkan International

Pharmacopoeia kecuali untuk bakteri Salmonella dan jamur C. albicans

sudah tidak memenuhi syarat.

Keberadaan jamur C.albicans dan bakteri P.aeruginosa ditemukan

dilingkungan yang lembab (Jawetz, 2012). Ruangan untuk penyimpanan

obat disimpan di meja makan dan berdekatan dengan kamar mandi

Identifikasi Cemaran Microba ..., Auliya Khoerunis, Fakultas Farmasi UMP, 2019

responden. Hal ini dapat mengakibatkan kontaminasi mikroba dalam

sediaan obat sirup. Pengaruh kelembaban sangat penting untuk

pertumbuhan mikroorganisme, karena untuk pertumbuhan bakteri

dibutuhkan kelembaban yang tinggi. Oleh karena itu, semakin lembab

suatu ruangan maka akan semakin tinggi tingkat pertumbuhan

mikroorganisme.

Keberadaan bakteri S. aureus dan Salmonella penularanya melalui

tangan. S. aureus adalah bakteri yang sering ditemukan pada telapak

tangan (Utama, 2018) dan penyebaran bakteri Salmonella di tangan yang

tidak bersih (Shinasal, 2018). Hal tersebut diperkuat dari hasil

wawancara dengan responden sampel C yaitu responden mengatakan

selalu mencuci tangan pada saat memberikan obat kepada pasien, tetapi

cuci tangan saja juga tidak cukup kemungkinan responden mencuci

tangan dengan tidak benar sehingga mikroba yang ada di tangan masih

ada. Penelitian Purwanti (2015) mengemukakan berdasarkan penelitian

yang dilakukanya bahwa lamanya durasi mencuci tangan mempengaruhi

jumlah koloni kuman, semakin lama seseorang mencuci tangan semakin

sedikit kuman yang ada di tangan. Kemungkinan responden terburu-

terburu memberikan obat kepada anaknya karena kebanyakan responden

hawatir kepada anaknya karena suhu badan tinggi.

Penelitian Adrimarsya (2014) mengemukakan bakteri S.aureus

umumnya ditemukan di udara, debu. Diperkuat dengan hasil wawancara

dengan responden kemungkinan bakteri ini bisa tumbuh di obat sirup

parasetamol merek X pada saat responden membuka obat tersebut.

Karena responden mengatakan obat telah dikonsumsi sebanyak 3-4 kali

sehingga obat sering dibuka tutup menyebabkan bertambahnya mikroba

yang terdapat pada sampel. Penyebaran mikroorganisme di udara berasal

dari debu yang masuk dalam ruangan dan bisa karena bersin dapat

tersebar sejauh 12 kaki kemudian menguap pada waktu jatuh sehingga

meninggalkan droplet nuclei (inti tetesan) yang mampu bertahan dalam

sirkulasi udara di dalam ruangan selama berjam-jam bahkan berhari-hari.

Karena bakteri S.aureus dapat muncul karena adanya kontaminasi dari

Identifikasi Cemaran Microba ..., Auliya Khoerunis, Fakultas Farmasi UMP, 2019

udara pernafasan melalui hidung dan mulut serta di lingkungan sekitar

manusia (Wikansari, 2012).

4. Hasil sampel D

Hasil pengamatan sampel obat sirup yang telah digunakan dan

disimpan selama 21 hari dan 30 hari terdapat pertumbuhan bakteri,

khususnya pada hari ke 21 yaitu adanya bakteri S.aureus, Salmonella, E.

coli, P.aeruginosa dan jamur C.albicans masih memenuhi syarat batasan

mikroba oleh International Pharmacopoeia. Obat disimpan dengan

wadah kemasan aslinya.

Keberadaan bakteri P.aeruginosa dan jamur C. albicans ditemukan

dilingkungan yang lembab (Jawetz, 2012). Ruangan untuk penyimpanan

kotak obat yang berisi obat sirup disimpan diatas kulkas posisinya

bersebelahan dengan dapur dan kamar mandi responden. Didapur

tersebut terlihat tidak adanya ventilasi dan banyaknya barang yang

terpampang didapur seperti handuk digantung di dapur menyebabkan

dapur dalam keadaan lembab. Karena kualitas udara yang buruk dalam

ruangan dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan menjadikan

lingkungan lembab yang nantinya akan menjadikan pertumbuhan kuman

(Utami, 2017).

Keberadaan bakteri E.coli, S. aureus dan Salmonella penularanya

melalui tangan. Bakteri yang menempel pada tangan karena memegang

benda-benda terkontaminasi maka bakteri dapat hidup berjam-jam pada

tangan jika responden tidak mencuci tangan sebelumnya

(Rahmawati,2017). Hal tersebut diperkuat dari hasil wawancara dengan

responden sampel D mengatakan bahwa pada saat sebelum ataupun

sesudah memberikan obat kepada pasien tidak mencuci tangan terlebih

dahulu karena kelupaan dan tidak sempat, hal ini menyebabkan

terjadinya kontaminasi mikroba.

Pada wawancara dengan responden terkait sendok obat tidak

pernah dicuci saat sebelum dan sesudah digunakan karena pasien lupa

dan langsung saja di letakan di kotak obat dan obat juga dikonsumsi

oleh saudaranya maka mengakibatkan terjadinya kontaminasi mikroba.

Identifikasi Cemaran Microba ..., Auliya Khoerunis, Fakultas Farmasi UMP, 2019

Tumelap (2011) mengemukakan Adanya bakteri E.coli ini disebabkan

karena hygiene dan sanitasi peralatan makanan yang kurang baik. Untuk

itu semua peralatan makananan yang mempunyai peluang bersentuhan

khususnya dengan obat harus selalu dijaga dalam keadaan bersih supaya

terhindar dari kontaminasi kuman serta cemaran zat lainya.

Bakteri S.aureus umumnya juga ditemukan di udara, debu

(Adrimarsya, 2014). Diperkuat dengan hasil wawancara dengan pasien

kemungkinan bakteri ini bisa tumbuh di obat sirup parasetamol merek X

pada saat responden membuka obat tersebut. Karena responden

mengatakan pada saat memberikan obat kepada pasien obat tersebut

dibiarkan dalam kadaan terbuka dan obat juga sering dikonsumsi

sebanyak delapan kali selama 30 hari menyebabkan obat sering dibuka.

Hal inilah bisa terjadi kontaminasi bakteri S.aureus. Dan juga obat

dikonsumsi bersama dengan saudara pasien sehingga rentan terjadi

kontaminasi mikroba.

5. Sampel E

Hasil pengamatan sampel obat sirup yang telah digunakan dan

disimpan selama 21 hari yaitu adanya bakteri S.aureus, Salmonella,

E.coli, P.aeruginosa masih memenuhi syarat batasan mikroba tetapi pada

jamur C.albicans sudah tidak memenuhi syarat batasan yang ditetapkan

oleh International Pharmacopoeia edisi VII.

Adanya jamur C.albicans yang tidak memenuhi syarat pada hari ke

21 karena jumlah jamur dan bakteri akan meningkat pada durasi

penyimpanan yang lama. Keberadaan bakteri P.aeruginosa dan jamur

C.albicans ditemukan dilingkungan yang lembab (Jawetz,2012).

Peletakan kotak obat yang berisi obat sirup parasetamol merek X tidak

dibungkus dengan wadah kemasan asli, kotak obat diletakan di dapur dan

berhadapan langsung dengan toilet responden dimana keadaan tersebut

menyebabkan ruang yang lembab dan kemungkinan menyebabkan

kontaminasi pada sediaan obat sirup. Terkadang kotak obat tidak ditutup

rapat oleh responden, sehingga kotak obat dibiarkan dalam keadaan

terbuka. Dimana ventilasi didalam ruang tersebut kurang baik karena

Identifikasi Cemaran Microba ..., Auliya Khoerunis, Fakultas Farmasi UMP, 2019

terdapat jendela yang kecil dan terkadang jendela tersebut dibiarkan

dalam keaadan tertutup sehingga ventilasi kurang memenuhi syarat.

Utami (2017) mengemukakan bahwa kualitas udara yang buruk dalam

ruangan menimbulkan lingkungan lembab yang nantinya akan menjadi

pertumbuhan kuman.

Keberadaan bakteri E.coli, S. aureus dan Salmonella penularanya

melalui tangan. Lipinwati (2018) mengemukakan bahwa permukaan

tangan kita terdiri dari lapisan kulit yang mudah terkontaminasi oleh

bakteri ataupun mikroorganisme lainya, selain itu permukaan kulit

menghasilkan beberapa zat yang memberikan nutrisi bagi

perkembangbiakan bakteri. Bakteri yang menempel pada tangan karena

memegang benda-benda terkontaminasi maka bakteri dapat hidup

berjam-jam pada tangan jika responden tidak mencuci tangan

sebelumnya. Hal tersebut diperkuat dari hasil wawancara dengan

responden sampel E mengatakan bahwa pada saat sebelum memberikan

obat kepada anaknya tanpa mencuci tangan terlebih dahulu.

Pada wawancara dengan responden terkait sendok obat sebelum

dan sesudah digunakan hanya di lap saja dan dibilas dengan air minum

dan terkadang langsung dimasukan kedalam kotak obat dan obat juga

dikonsumsi oleh saudaranya maka mengakibatkan terjadinya kontaminasi

mikroba. Tumelap (2011) E.coli tumbuh karena mencuci peralatan tidak

menggunakan deterjen antiseptik. Alat makan yang tidak dicuci dengan

bersih dapat menyebabkan organisme atau bibit penyakit yang tertinggal

akan berkembang biak dan mencemari makananan yang akan diletakan

diatasnya.

Penelitian Adrimarsya (2014) mengemukakan bakteri S.aureus

umumnya juga bisa ditemukan di udara, debu. Diperkuat dengan hasil

wawancara dengan responden, karena responden mengatakan pada saat

memberikan obat kepada anaknya obat tersebut langsung ditutup tetapi

tidak rapat dan juga sering dibuka tutup oleh responden karena

menggunakan obat tersebut selama 10 kali bahkan obat tersebut hampir

habis kemungkin bakteri ini bisa masuk ke dalam obat tersebut dan obat

Identifikasi Cemaran Microba ..., Auliya Khoerunis, Fakultas Farmasi UMP, 2019

juga dikonsumsi juga dengan anak kedua responden. Hal inilah bisa

terjadi kontaminasi bakteri S.aureus. Kandungan gula yang tinggi pada

obat berbentuk sirup juga tudak dapat mencegah reaksi oksidasi yang

mungkin terjadi. Oleh sebab itu, botol cairan obat harus ditutup rapat-

rapat untuk mencegah masuknya udara yang membawa oksigen dan

mikroorgnisme selama penyimpanan (Pratiwi, 2008).

6. Sampel F

Hasil pengamatan sampel obat sirup yang telah digunakan dan

disimpan selama 21 hari yaitu adanya bakteri S.aureus, Salmonella,

E.coli, P.aeruginosa masih memenuhi syarat batasan mikroba tetapi pada

jamur C.albicans sudah tidak memenuhi syarat batasan yang ditetapkan

oleh International Pharmacopoeia edisi VII.

Adanya jamur C.albicans yang tidak memenuhi syarat pada hari ke

21 dan 30. Jamur C. albicans ditemukan dilingkungan yang lembab

(Jawetz, 2012). Peletakan kotak obat yang berisi obat sirup parasetamol

merek X tidak dibungkus dengan wadah kemasan asli obat diletakan di

meja makan dan terkadang kotak obat dibiarkan dalam keadaan terbuka,

meja yang terlihat banyak debu dan atap ruangan yang bocor

memungkinkan masuknya air hujan kedalam ruangan keadaan tersebut

menyebabkan ruang yang lembab dan kemungkinan menyebabkan

kontaminasi pada sediaan obat sirup. Terkadang kotak obat obat tidak

ditutup rapat oleh responden,sehingga kotak obat dibiarkan dalam

keadaan terbuka. Bakteri P.auruginosa tersebar diluas alam terdapat

dilingkungan yang lembab (Jawetz, 2012).

Keberadaan bakteri E.coli, S. aureus dan Salmonella penularanya

melalui tangan. Hal tersebut diperkuat dari hasil wawancara dengan

responden sampel F mengatakan bahwa pada saat sebelum memberikan

obat kepada pasien terkadang mencuci tangan bila sempat dan terkadang

tidak mencuci tangan karena terburu-buru langsung memberikan obat

kepada anaknya. Kemungkinan bisa terjadi kontaminasi mikroba karena

perilaku pasien yang kurang bersih. Rahmawati (2017) mengemukakan

Kebiasan mencuci tangan tidak menggunakan sabun juga faktor resiko

Identifikasi Cemaran Microba ..., Auliya Khoerunis, Fakultas Farmasi UMP, 2019

kolonisasi bakteri teruta S.aureus. Pada wawancara dengan responden

terkait sendok obat sebelum dan sesudah digunakan terkadang di cuci

ataupun terkadang hanya dibilas dengan air saja lalu dimasukan kedalam

kotak obat dan obat juga dikonsumsi oleh saudaranya maka

mengakibatkan terjadinya kontaminasi mikroba. Tumelap (2011)

mengemukakan Adanya bakteri E.coli ini disebabkan karena hygiene dan

sanitasi peralatan makanan yang kurang baik. E.coli tumbuh karena

mencuci peralatan tidak menggunakan deterjen antiseptik.

Penelitian Adrimarsya (2014) mengemukakan bakteri S.aureus

umumnya juga bisa ditemukan di udara, debu. Diperkuat dengan hasil

wawancara dengan responden kemungkinan bakteri ini bisa tumbuh di

obat sirup parasetamol merek X pada saat responden membuka obat

tersebut. Karena responden mengatakan pada saat memberikan obat

kepada anaknya obat tersebut dibiarkan dalam keadaan terbuka, setelah

meminumkanya pada pasien barulah obat ditutup rapat dan kepadatan

ruangan atau jumlah orang yang ada dalam ruangan yang dapat

berpengaruh pada jumlah bakteri udara, karena penyebaran penyakit

dalam ruangan yang padat penghuninya akan lebih cepat jika

dibandingkan dengan ruangan yang jarang penghuninya. Karena dirumah

responden banyak penghuninya sekitar sepuluh orang hal ini

memungkinkan kontaminasi mikroba melalui udara.

7. Sampel G

Hasil pengamatan sampel obat sirup yang telah digunakan dan

disimpan selama 21 hari yaitu ditetapkan oleh International

Pharmacopoeia adanya bakteri S.aureus, Salmonella, E. coli,

P.aeruginosa masih memenuhi syarat batasan mikroba tetapi pada jamur

C.albicans sudah tidak memenuhi syarat batasan mikroba. Penyimpanan

kotak obat terletak di dapur responden yang memiliki kelembaban yang

tinggi dan bersebelahan dengan kamar mandi responden. Kotak obat juga

terkadang dibiarkan dalam keadaan terbuka dan tidak adanya jendela

dibagian dapur. Ventilasi yang kurang menyebabkan berkurangnya kadar

oksigen yang menyebabkan bau pengab dan suhu udara naik

Identifikasi Cemaran Microba ..., Auliya Khoerunis, Fakultas Farmasi UMP, 2019

menyebabkan kelembaban bertambah (Pramudiyana,2011). Keberadaan

bakteri P.aeruginosa dan jamur C.albicans cenderung tumbuh di tempat

yang lembab (Ekawati, 2018). Jika udara lembab akan menyebabkan

naiknya suhu didalam ruangan dan kondisi ruangan yang lembab dan

bersuhu tinggi inilah dapat berkembangbiak (Jawetsz, 2012).

Keberadaan bakteri S. aureus dan Salmonella penularanya melalui

tangan. Hal tersebut diperkuat dari hasil wawancara dengan responden

sampel H mengatakan bahwa pada saat sebelum ataupun sesudah

memberikan obat kepada pasien tidak mencuci tangan, hal ini

menyebabkan terjadinya kontaminasi mikroba. Bakteri tersebut dapat

dibawa pada tangan maka penting sekali tangan selalu dicuci setelah

menggunakan toilet ataupun sebelum menyiapkan makanan maupun

memberikan obat kepada pasien.

Pada wawancara dengan pasien terkait sendok obat hanya di lap

saja sebelum dan sesudah digunakan. Tumelap (2011) mengemukakan

Adanya bakteri E.coli ini disebabkan karena hygiene dan sanitasi

peralatan makanan yang kurang baik karena tidak dicuci.

Adanya bakteri S.aureus umumnya juga ditemukan di udara,

debu. Diperkuat dengan hasil wawancara dengan pasien kemungkinan

bakteri ini bisa tumbuh di obat sirup parasetamol merek X pada saat

responden membuka obat tersebut. Karena responden mengatakan pada

saat memberikan obat kepada pasien obat tersebut ditutup tetapi tidak

rapat dan juga obat sering dibuka tutup sebanyak enam kali. Kandungan

gula yang tinggi pada obat berbentuk sirup juga tidak dapat mencegah

reaksi oksidasi yang mungkin terjadi. Oleh sebab itu, botol cairan obat

harus ditutup rapat-rapat untuk mencegah masuknya udara yang

membawa oksigen dan mikroorgnisme selama penyimpanan (Pratiwi,

2008). Hal inilah memungkinkan bisa terjadi kontaminasi bakteri

S.aureus pada saat obat tidak tertutup rapat dan dalam keadaan terbuka

bakteri yang ada di udara masuk.

Identifikasi Cemaran Microba ..., Auliya Khoerunis, Fakultas Farmasi UMP, 2019

8. Sampel H

Hasil pengamatan sampel obat sirup yang telah digunakan dan

disimpan selama 21 hari yaitu adanya bakteri S.aureus, Salmonella,

E.coli, P.aeruginosa dan jamur C. albicans masih memenuhi syarat

batasan mikroba yang ditetapkan oleh International Pharmacopoeia edisi

7. Obat disimpan dengan wadah kemasan aslinya.

Keberadaan bakteri P.aeruginosa dan jamur C. albicans ditemukan

dilingkungan yang lembab (Jawetz, 2012). Ruangan untuk penyimpanan

obat disimpan didalam kamar responden yang memiliki kelembapan

yang cukup tinggi karena ventilasi udara didalam kamar sangat kecil

menyebabkan kurangnya udara segar yang masuk sehingga buruknya

distribusi udara didalam ruangan dan terlalu banyak barang yang ada di

kamar sehingga ruangan menjadi panas dan lembab.

Keberadaan bakteri E.coli, S. aureus dan Salmonella penularanya

melalui tangan. Hal tersebut diperkuat dari hasil wawancara dengan

responden sampel H mengatakan bahwa pada saat sebelum memberikan

obat kepada pasien tidak sempat untuk mencuci tangan hal ini

menyebabkan terjadinya kontaminasi mikroba. Lipinwati (2018)

mengemukakan bahwa permukaan tangan kita terdiri dari lapisan kulit

yang mudah terkontaminasi oleh bakteri ataupun mikroorganisme lainya,

selain itu permukaan kulit menghasilkan beberapa zat yang memberikan

nutrisi bagi perkembangbiakan bakteri. Bakteri yang menempel pada

tangan karena memegang benda-benda terkontaminasi maka bakteri

dapat hidup berjam-jam pada tangan jika responden tidak mencuci

tangan sebelumnya dapat menularkan infeksi pada diri sendiri terhadap

bakteri dan virus dengan memegang bagian hidung, mata dan mulut.

Pada tangan yang kurang bersih dapat menimbulkan penyakit terkait

infeksi bakteri Salmonella dan E.coli (Risnawaty, 2016).

Responden mengatakan pada saat memberikan obat kepada pasien

obat tersebut langsung ditutup tetapi tidak rapat dan juga sering dibuka

tutup oleh responden karena menggunakan obat tersebut selama 6 kali

kemungkin bakteri ini bisa masuk ke dalam obat tersebut. Hal inilah bisa

Identifikasi Cemaran Microba ..., Auliya Khoerunis, Fakultas Farmasi UMP, 2019

terjadi kontaminasi bakteri S.aureus dan juga kandungan gula yang tinggi

pada obat berbentuk sirup juga tidak dapat mencegah reaksi oksidasi

yang mungkin terjadi. Oleh sebab itu, botol cairan obat harus ditutup

rapat-rapat untuk mencegah masuknya udara yang membawa oksigen

dan mikroorgnisme selama penyimpanan (Pratiwi, 2008).

9. Sampel 30 hari

Pada sampel hari ke 30 semua sampel tercemar bakteri dan jamur

yaitu adanya bakteri yaitu S. aureus, Salmonella, E.coli, P.aeruginosa

dan jamur C.albicans yang tidak memenuhi syarat batasan cemaran

mikroba menurut International Pharmacopoei edisi 7. Menurut Ali G.

Al-kaf et al (2015) mengatakan bahwa obat cair oral seperti sirup yag

dikonsumsi oleh pediatri beresiko terkontaminasi mikroba selama

penggunaan dan disimpan dalam lingkungan yang menguntungkan untuk

pertumbuhan mikroorganisme karena sediaan tersebut memili

kelembaban. Kandungan gula yang tinggi pada obat berbentuk sirup juga

tidak dapat mencegah reaksi oksidasi yang mungkin terjadi. Reaksi

oksidasi ini lebih mudah berlangsung dalam keadaan lembap atau dalam

obat yang banyak mengandung air. Oksigen yang terdapat di udara dapat

merusak zat-zat di dalam cairan obat dengan jalan mengoksidasinya.

Kandungan senyawa aktifnya dapat teroksidasi atau terurai membentuk

senyawa lain yang mungkin bersifat toksik atau lebih beracun

dibandingkan zat aslinya. Kerusakan obat akibat cemaran

mikroorganisme menyebabkan intoksikasi biasanya terjadi karena

mengonsumsi produk yang telah mengandung toksin yang dikandung

oleh mikrooganisme bakteri ataupun kapang dan menyebabkan infeksi

(Pratiwi, 2008). Dengan menggunakan obat yang tidak lagi terjamin

stabilitasnya berarti masyarakat menggunakan obat yang efektivitas dan

keamananya sudah menurun.

Selama masa penyimpanan suatu sediaan, dimungkinkan terjadi

kontaminasi. Kontaminasi mikroba dalam sediaan menyebabkan turunya

kualitas produk dan mempengaruhi kesehatan konsumen. Kontaminasi

ini dapat menyebabkan perubahan bau, warna, viskositas, dan

Identifikasi Cemaran Microba ..., Auliya Khoerunis, Fakultas Farmasi UMP, 2019

penampilan sediaan. Kerusakan obat berbentuk cair mudah diamati

dengan terjadinya perubahan warna menjadi coklat kehitaman dan

dilihat dari kelarutan obat apabila setelah dikocok obat tidak dapat

tercampur dengan baik maka obat dikatakan rusak. Perubahan ini

disebabkan oleh kemampuan mikroorganisme memecah komponen-

komponen produk dan atau merupakan metabolit mikroba. Sumber

kontaminasi yang berbahaya adalah mikroorganisme patogen, tetapi

mikroorganisme nonpatogen dapat juga menyebabkan penyakit jika

dalam jumlah besar dan dalam kondisi yang sesuai bagi pertumbuhan

mikroorganisme (Pristianingrum dkk, 2013). Sehingga kita disarankan

untuk membuang sisa obat tersebut karena selain tidak berkhasiat lagi,

racun yang mungkin ada juga dapat membahayakan tubuh.

Penggunaan dan penyimpanan obat yang kurang baik dan kondisi

lingkungan yang tidak higienis dapat berpengaruh pada kualitas

mikrobiologi produk. Mikroorganisme yang terdapat pada produk obat

yang melebihi batas kualitas mikrobiologi yang diperbolehkan dapat

menyebabkan masalah kesehatan. Responden atau pasien yang

menggunakan obat dan menyimpan obat harus menjaga sanitasi dan

higienis agar obat yang akan digunakan dapat terjamin keamananya dari

kontaminasi mikrobiologi sehingga efek terapi yang diharapkan dari obat

dapat tercapai.

Pengendalian penyimpanan obat khusunya obat berbentuk sirup

yaitu ikuti petunjuk penyimpanan pada label/kemasan obat, sebaiknya

obat disimpan dalam wadah kedap cahaya (dalam wadah berwarna gelap

dan botolnya dapat dimasukkan dalam karton kemasan aslinya) untuk

mencegah panas, cahaya, dan kondisi lembap yang dapat mempercepat

reaksi kerusakan obat. Jangan menyimpan obat di tempat panas atau

lembap seperti di lemari dekat dapur karena suhunya agak panas dan

jangan meninggalkan obat didalam mobil untuk jangka waktu lama

karena suhu panas dalam mobil dapat merusak obat maka simpan obat

pada suhu kamar dan lebih tepatnya disimpan di wadah kotak obat dan

terhindar dari jangkauan anak-anak. Menyimpan obat cair didalam lemari

Identifikasi Cemaran Microba ..., Auliya Khoerunis, Fakultas Farmasi UMP, 2019

pendingin dengan membungkus obat terlebih dahulu dalam kantong

plastik karena untuk memperpanjang daya simpan obat dan hindari

penyimpanan dalam freezer sangat tidak dianjurkan karena akan

mempercepat rusaknya obat. Jangan menyimpan obat yang telah

kadaluarsa atau rusak. Dan botol cairan obat harus ditutup rapat-rapat

untuk mencegah masuknya udara yang membawa oksigen dan

mikroorganisme selama penyimpanan (Pratiwi, 2008).

10. Hasil Analisis

Pada penelitian ini hasil analisis yang digunakan untuk mengolah

data yaitu menggunakan uji ANOVA Dua Arah (Two Way Anova)

adalah jenis uji statistika parametrik yang bertujuan untuk mengetahui

apakah terdapat perbedaan rata-rata antara perlakuan dan antar blok

(group). Tujuan dilakukan pengelompokan antar blok adalah agar

diperoleh homogenitas yang tinggi antar perlakuan yang ditempatkan

pada masing-masing blok (group). Analisis two way anova bagian dari

statististik parametrik yang harus dipastikan data terdistribusi normal

atau tidak. Normalitas data yang dimaksud dalam uji ini adalah

normalitas pada nilai residual standar atau standardized residual.

Langkah pertama melakukan uji normalitas hasil yang didapat

signifikansi kurang dari 0,05 artinya data tidak terdistribusi normal.

Analisi hasil yang di gunakan tidak memenuhi syarat kemungkinan

karena hasil data dari masing-masing sampel yang didapat terlalu ekstrim

atau berbeda jauh, maka peneliti melakukan analisis menggunakan uji

non-parametrik Friedman untuk menguji hipotesis penelitian.

Uji Friedman bertujuan untuk menguji hipotesis pada penelitian ini

yaitu ada perbedaan atau tidak anatara hari ke 21 dan 30 hari pada

sampel sirup yang telah digunakan dan disimpan oleh responden. Dasar

keputusan hasil pada uji ini berdasarkan nilai Sig. Hasil yang didapat

nilai sig < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima yang artinya ada

perbedaan rata-rata peningkatan jumlah koloni mikroba pada hari ke 21

dan hari ke 30.

Identifikasi Cemaran Microba ..., Auliya Khoerunis, Fakultas Farmasi UMP, 2019

C. Keterbatasan Penelitian

1. Sulit menemukan responden yang sesuai kriteria inklusi yang telah

ditetapkan oleh peneliti, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama

untuk memenuhi jumlah responden yang dibutuhkan dalam penelitian.

2. Responden tidak mempraktekan penggunaan dan penyimpanan obat

sirup parasetamol sebagaimana yang dianjurkan oleh peneliti, karena

peneliti tidak dapat mengontrol responden di lapangan.

Identifikasi Cemaran Microba ..., Auliya Khoerunis, Fakultas Farmasi UMP, 2019