bab iv analisis sistem gadhoh dalam usaha …eprints.walisongo.ac.id/6535/5/bab iv.pdf · analisis...

26
98 BAB IV ANALISIS SISTEM GADHOH DALAM USAHA PETERNAKAN KERBAU DI DESA CAMPUREJO MENURUT PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM A. Kerjasama Pemeliharaan Ternak dengan Sistem Gadhoh di Desa Campurejo 1. Masyarakat Desa Campurejo Memaknai Sistem Gadhoh Gadhoh dikenal dengan istilah lain di beberapa daerah, misalnya maro, nggado, gaduhan, dan sebagainya. Gadhoh merupakan bagian dari kearifan lokal masyarakat Desa Campurejo untuk saling berbagi (tolong menolong) dan menjalin persaudaraan dalam menjalankan usaha. Menurut Adiarrahman, kearifan lokal atau local wisdom merupakan nilai-nilai kearifan, kebijaksanaan, yang ada pada suatu tempat, diketahui dan diyakini secara umum oleh masyarakatnya, sehingga menjadi tradisi atau adat bagi mereka. Adat ini diterima oleh masyarakat suatu wilayah tertentu, secara menyeluruh, dan sudah berlangsung lama. 1 Sektor usaha kecil seperti peternakan rakyat yang berbasis pada kearifan lokal biasanya berkembang di masyarakat sejak lama dan cenderung bertahan ditengah perkembangan zaman. Kerjasama gadhoh telah berlangsung lama dan masih bertahan hingga sekarang, karena mengadaptasi kearifan lokal dalam 1 Addiarrahman, Mengindonesiakan Ekonomi Islam,h. 30

Upload: vuongthu

Post on 18-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

98

BAB IV

ANALISIS SISTEM GADHOH DALAM USAHA PETERNAKAN

KERBAU DI DESA CAMPUREJO MENURUT PERSPEKTIF

EKONOMI ISLAM

A. Kerjasama Pemeliharaan Ternak dengan Sistem Gadhoh di Desa

Campurejo

1. Masyarakat Desa Campurejo Memaknai Sistem Gadhoh

Gadhoh dikenal dengan istilah lain di beberapa daerah,

misalnya maro, nggado, gaduhan, dan sebagainya. Gadhoh

merupakan bagian dari kearifan lokal masyarakat Desa Campurejo

untuk saling berbagi (tolong menolong) dan menjalin persaudaraan

dalam menjalankan usaha. Menurut Adiarrahman, kearifan lokal

atau local wisdom merupakan nilai-nilai kearifan, kebijaksanaan,

yang ada pada suatu tempat, diketahui dan diyakini secara umum

oleh masyarakatnya, sehingga menjadi tradisi atau adat bagi

mereka. Adat ini diterima oleh masyarakat suatu wilayah tertentu,

secara menyeluruh, dan sudah berlangsung lama. 1

Sektor usaha kecil seperti peternakan rakyat yang

berbasis pada kearifan lokal biasanya berkembang di masyarakat

sejak lama dan cenderung bertahan ditengah perkembangan zaman.

Kerjasama gadhoh telah berlangsung lama dan masih bertahan

hingga sekarang, karena mengadaptasi kearifan lokal dalam

1 Addiarrahman, Mengindonesiakan Ekonomi Islam,h. 30

99

kerjasamanya. Budaya tolong menolong dalam kerjasama ini

menjadikan peternak yang kesulitan modal, dan pemodal yang

tidak memiliki keahlian beternak saling bekerjasama (gotong

royong) dan berbagi resiko usaha. Keduanya saling bermitra

membangun hubungan persaudaraan (ukuwah) yang merupakan

inti dari kerjasama antar manusia. Sikap mengedepankan toleransi

dan musyawarah dalam meyelesaikan permasalahan bisnis, telah

meminimalisir konflik antara peternak dengan pemodal dalam

kerjasama gadhoh yang dijalankan. Bahkan dari seluruh

narasumber yang penulis wawancarai, pemelihara ternak belum

pernah terlibat konflik dengan pemilik modal, begitu juga

sebaliknya. Baik pemilik modal maupun pemelihara ternak sangat

mengutamakan terjalinnya rasa persaudaraan yang baik diantara

mereka. Sangat penting bagi mereka menjaga hubungan yang baik

antara pemodal dengan peternak yang merupakan tetangga, teman,

bahkan saudara atau kerabat dekat.

Karena hubungan kekerabatan atau tetangga, peternak

yang bekerjasama dengan sistem gadhoh, sudah benar-benar

dikenal baik oleh pemilik modal, sehingga belum pernah terjadi

konflik selama kerjasama berlangsung. Semua permasalahan yang

terjadi selama kerjasama bisnis berlangsung, diselesaikan dengan

cara kekeluargaan. Memelihara ternak menjadi profesi lain agar

memperoleh penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan

hidup mereka, atau sekedar untuk tabungan. Jadi, dapat penulis

katakan bahwa kerjasama pemeliharaan ternak dengan sistem

100

gadhoh yang dilakukan di Desa Campurejo adalah sebagai

penghasilan tambahan, bukan merupakan pekerjaan utama. Karena

sebagian besar peternak di Desa Campurejo memiliki mata

pencaharian utama sebagai petani, mungkin bagi mereka pekerjaan

lain yang sesuai dengan keahlian mereka untuk penghasilan

tambahan adalah memelihara ternak.

Ketentuan bagi hasil sistem gadhoh sudah diketahui

oleh semua pihak yang melakukan kerjasama usaha, baik pemilik

modal maupun pemelihara ternak. Masyarakat dan peternak yang

belum pernah melakukan kerjasama gadhoh juga mengetahui

ketentuan gadhoh ternak, karena ketentuan tersebut sudah umum

digunakan dan sudah sejak dahulu diterapkan di Desa Campurejo.

Maka tidak heran jika akad kerjasama gadhoh hanya dilakukan

secara lisan, karena memang kerjasama usaha ini sudah diketahui

secara umum. Sehingga hanya dengan modal kepercayaan saja

biasanya seorang pemilik modal sudah mantap melakukan

kerjasama gadhoh dengan peternak.

Kerjasama gadhoh bagi masyarakat Desa Campurejo,

bukan semata-mata kerjasama bisnis, namun juga salah satu cara

menjalin silaturrahim dan merekatkan rasa persaudaraan. Jika

kerjasama hanya dilandaskan pada prinsip mencari keuntungan,

kerjasama gadhoh kerbau ini kurang menjanjikan. Bagi hasil yang

diperoleh ini sangat kecil, tidak sebanding dengan kerja keras yang

dilakukan peternak. Jangka waktu pemeliharaan ternak lama,

sehingga pemilik modal harus menunggu sekian tahun untuk

101

perputaran modalnya. Resiko bisnis besar, meskipun sudah

ditanggung bersama antara pemilik modal dengan pemelihara

ternak. Pekerjaan yang dilakukan peternak juga kurang memiliki

gengsi, karena kotor dengan lumpur dan sebagainya. Jika

mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, orang tentu lebih

memilih jenis usaha lain yang dinilai lebih menguntungkan dan

memiliki bergengsi. Atau usaha yang memiliki resiko kecil, namun

perputaran modalnya cepat dan mudah untuk dijalankan, misalnya

bisnis jual pulsa, pakaian, makanan, dan sebagainya. Meskipun

demikian, tradisi gadhoh masih bertahan sejak dahulu hingga

sekarang, karena kerjasama bisnis yang dilakukan bukan hanya

mempertimbangkan keuntungan usaha, namun juga untuk

mempererat rasa persaudaraan.

2. Sistem Gadhoh Sebagai Strategi Pengembangan Usaha

Peternakan Rakyat

Sartini mengemukakan bahwa kearifan lokal bisa

dijadikan dasar bagi pengembangan ekonomi Islam di Indonesia.

Beberapa ciri yang menjadikan kearifan lokal bisa bertahan di era

globalisasi adalah:

1. Mampu bertahan terhadap budaya luar

2. Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya

luar

3. Mempunyai kemampuan mengintegrasi unsur budaya luar ke

dalam budaya asli

4. Mempunyai kemampuan mengendalikan

102

5. Mampu memberi arah pada perkembangan budaya2

Menurut Addiarrahman beberapa alasan kearifan lokal

bisa dijadikan basis pengembangan ekonomi umat diantaranya:

1. Kearifan lokal merupakan identitas sosial masyarakat

Indonesia yang mempunyai kekuatan sense of culture

keindonesiaan

2. Memiliki kekuatan mengikat bagi seluruh elemen masyarakat

tanpa memandang stratifikasi sosial

3. Menjadi worldview yang dipegang erat dan selalu

dipertahankan oleh masyarakat Indonesia

4. Sikap sadar budaya pada masyarakat Indonesia.3

Pengembangan ekonomi berbasis kearifan lokal

merupakan semangat bisnis yang senantiasa berkesesuaian dengan

kondisi zaman. Kerjasama pemeliharaan ternak dengan sistem

gadhoh memang sudah sedikit peminatnya. Namun tidak menutup

kemungkinan usaha peternakan akan berkembang lebih baik

dengan mengadaptasi sistem gadhoh ini. Jika pemerintah

mendukung program pengembangan peternakan rakyat dengan

sistem gadhoh, seperti yang pernah dilakukan di masa

pemerintahan presiden Soeharto, swasembada daging bukan lagi

menjadi hal yang mustahil. Pemerintah bisa mendukung usaha

peternakan rakyat dengan menyediakan modal bibit ternak unggul

2 Addiarrahman, Mengindonesiakan Ekonomi Islam,Yogyakarta :

Penerbit Ombak, 2013, h. 28 3 Addiarrahman, Mengindonesiakan Ekonomi Islam,h. 29 - 30

103

untuk dikembangkan peternak dengan sistem gadhoh yaitu

pengembalian ternak setoran setelah kurun waktu tertentu. Ternak

pokok adalah ternak bibit yang diserahkan kepada penggaduh

untuk dikembangbiakkan. Ternak setoran adalah ternak keturunan

hasil pengembangan ternak dari pemerintah yang diserahkan oleh

penggaduh sebagai kewajiban pengembalian sesuai peraturan.

Di masa lalu, program pengembangan peternakan

rakyat oleh pemerintah dengan sistem gadhoh ini memiliki

kelemahan di bidang pengawasannya. Sehingga banyak ternak

pemerintah yang hilang, karena minimnya pengawasan. Peternak

seharusnya menyetorkan ternak hasil keturunan dari ternak pokok

yang diperoleh dari pemerintah, namun banyak yang tidak

menyetorkan. Jika sistem gadhoh ini ingin diaplikasikan lagi,

pemerintah harus menyempurnakan sistemnya, melakukan

pendampingan terhadap peternak, dan pengawasan tehadap

pengembalian ternak setoran.

Kerjasama gadhoh ternak mampu meningkatkan

kesejahteraan masyarakat khususnya pemilik modal dan

pemelihara ternak. Gadhoh menjadi salah satu cara investasi bagi

pemilik modal, dan menjadi mata pencaharian lain bagi pemelihara

ternak untuk memperoleh penghasilan tambahan. Misalnya bapak

Budi, beliau profesi utamanya adalah sebagai montir di bengkel

mobil. Karena dorongan ingin meningkatkan kesejahteraan

keluarganya, beliau yang memiliki keahlian beternak memilih

usaha ternak untuk memperoleh penghasilan tambahan. Beliau

104

bekerjasama dengan bapak Pa’at yang adalah adiknya, untuk

melakukan kerjasama gadhoh. Dari yang awalnya hanya memiliki

dua ekor kerbau jantan yang seluruhnya adalah milik pemodal, kini

sudah semakin berkembang, bahkan beternak kambing dan ayam

juga. Dari hasil beternak tersebut, beliau gunakan untuk renovasi

rumah dan biaya sekolah anak.

Ada juga peternak yang awalnya memelihara kerbau

miliknya sendiri, namun karena kerbau miliknya sudah semakin

banyak dan melebihi kemampuannya untuk memelihara, beliau

mencari partner usaha untuk ikut memelihara ternaknya. Beliau

adalah Ibu Rohatun, yang sekarang memiliki dua partner usaha

dalam memelihara ternaknya. Beliau bekerjasama dengan sistem

gadhoh kepada dua orang tetangganya yaitu Bapak Kalimi dan

Bapak Supari. Bisa dikatakan, Ibu Rohatun adalah salah satu

contoh peternak perorangan yang diuntungkan oleh sistem gadhoh

ini. Di satu sisi, tugas beliau memelihara ternak diringankan oleh

dua orang partner usaha yang ikut merawatkan ternaknya. Di sisi

lain, beliau memperoleh pahala kebaikan ikut serta meningkatkan

kesejahteraan orang di sekitarnya (tetangganya), dengan memberi

peluang usaha untuk memperoleh penghasilan tambahan.

Ada juga beberapa peternak yang awalnya hanya

penggadhoh, kini menjadi peternak perorangan dan tidak lagi

beternak dengan sistem gadhoh. Contohnya bapak Ngadio,

beberapa tahun lalu hanya seorang peternak gadhoh yang

memeliharakan ternak milik tetangga, kini menjadi peternak

105

perorangan karena ternak yang dipeliharanya semakin banyak dan

melebihi kapasitas kemampuannya. Akhirnya, ternak yang

dititipkan kepadanya dikembalikan kepada pemiliknya, dan saat ini

beliau hanya memelihara ternak miliknya sendiri. Artinya, bukan

karena sistem gadhoh yang tidak lagi menguntungkan bagi beliau,

namun lebih karena jumlah ternak yang sudah melebihi kapasitas

kemampuan mereka untuk memeliharanya. Hal ini menjadi salah

satu kelemahan dari usaha peternakan rakyat skala kecil. Peternak

sebenarnya mampu untuk terus berkembang, bahkan

dimungkinkan menjadi juragan ternak dengan keahlian beternak

yang dimilikiya. Namun karena keterbatasan sumber daya

manusia, kapasitas kandang yang kecil, dan cara beternak yang

masih dengan sistem tradisional, menjadikan mereka sulit

berkembang menjadi pengusaha ternak yang lebih besar. Kelebihan

ternak biasanya hanya dijual untuk kebutuhan konsumtif seperti

membeli kendaraan baru, alat komunikasi, dan sebagainya.

Meskipun ada juga beberapa peternak seperti bapak Ngadio yang

menjual kelebihan ternaknya untuk membeli sawah, dan bapak

Rokhim yang menjual kelebihan ternaknya untuk membangun

rumah.

Mengembangkan usaha di bidang peternakan tidak

hanya bisa didukung oleh pemerintah, tapi juga dari masyarakat

yang memiliki kelebihan dana, atau peternak yang memiliki

kelebihan ternak. Seperti contohnya bapak Pa’at yang bekerja

sebagai anak buah kapal dan bapak Tukidi yang merupakan

106

wiraswasta, mereka yang memiliki kelebihan dana bisa mencari

partner usaha untuk mengembangkan bisnis peternakan. Sistem

gadhoh memungkinkan mereka yang tidak memiliki keahlian

beternak, bisa berbisnis di bidang peternakan. Contoh lainnya

adalah ibu Rohatun, yang merupakan peternak kerbau. Karena

ternak miliknya sudah terlalu banyak, sehingga melebihi kapasitas

kemampuannya untuk memelihara, beliau mencari partner bisnis

yang merupakan tetangga di sekitar rumahnya untuk ikut merawat

ternak miliknya. Tetangganya yang awalnya hanya bekerja sebagai

petani, namun memiliki keahlian bertertak, diajak bekerjasama

memelihara ternaknya dengan sistem gadhoh. Jika banyak pemilik

modal yang menginvestasikan dananya untuk usaha peternakan,

atau peternak yang mengembangkan usahanya dengan kerjasama

gadhoh, tidak menutup kemungkinan peternakan rakyat akan

semakin banyak. Sehingga jika kuota daging mencukupi,

diharapkan tidak terjadi lagi kelangkaan daging atau harga daging

terlalu mahal seperti yang ramai diberitakan di berbagai media

selama ini.

B. Sistem Gadhoh Ditinjau dari Perspektif Ekonomi Islam

Dalam konteks ekonomi, berternak termasuk dalam kegiatan

produksi. Dalam lingkup ekonomi Islam, kegiatan produksi di bidang

pangan menjadi salah satu bidang yang penting untuk dijalankan, dan

hukumnya fardhu kifayah, misalnya usaha di bidang peternakan.

Produksi erat kaitannya dengan modal dan pendapatan, sementara bisnis

erat kaitannya dengan resiko.

107

Kerjasama pemeliharaan ternak dengan sistem gadhoh

merupakan manifestasi dari prinsip-prinsip dalam bisnis syariah, seperti

keadilan, tolong menolong, berbagi resiko, dan nubuwwah.

1. Prinsip Keadilan dalam Distribusi Pendapatan Kerjasama

Gadhoh

Distribusi pendapatan dalam kerjasama bisnis syariah

dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil. Konsep bagi hasil

dirancang untuk membina kerjasama atau kemitraan dalam

menanggung resiko usaha dan menikmati hasil usaha, antara

pemilik modal dan pengelola usaha. Sistem bagi hasil atau disebut

juga profit and lost sharing merupakan salah satu konsep dalam

ekonomi Islam. Dalam sistem bagi hasil, tidak ada jaminan

keuntungan dari usaha yang dibiayai. Untung maupun rugi dalam

usaha akan ditanggung bersama. Keuntungan dibagikan secara

proporsional antara pemilik modal dengan pengelola modal sesuai

kesepakatan di awal kerjasama. Kerugian berupa modal, tenaga,

maupun waktu, akan ditanggung oleh kedua belah pihak yang

melakukan kerjasama, secara adil sesuai porsinya. Sistem bagi

hasil sangat memperhatikan keadilan dan keseimbangan antar

pihak yang bertransaksi.4

Distribusi pendapatan dalam kerjasama gadhoh

menggunakan sistem maro bathi (bagi hasil keuntungan) atau maro

anak (bagi hasil anakan kerbau) sebagaimana penulis paparkan.

4 Neneng Nurhasanah, Mudharabah, h.139

108

Untuk kerbau jantan yang dirawat sejak kecil, bagi hasilnya adalah

berupa keuntungan penjualan yang dibagi rata antara pemilik

modal dan peternak setelah dikurangi harga beli hewan tersebut

(maro bathi). Untuk kerbau betina, bagi hasil berupa anak kerbau

yang lahir selama dirawat, dibagi rata antara pemilik modal dan

peternak (maro anak). Jika kerbau beranak dua maka dibagi

masing-masing satu anak kerbau, begitu seterusnya. Karena

menggunakan sistem bagi hasil dalam distribusi pendapatannya,

usaha pemeliharaan ternak dengan sistem gadhoh ini secara umum

dibolehkan dalam Islam.

Dalam bisnis, keuntungan diperoleh dari perputaran

modal. Keuntungan atau laba usaha dalam kerjasama bisnis

dibagikan secara adil kepada semua pihak yang terlibat dalam

bisnis. Kerugian juga akan dibagi secara proporsional sesuai

dengan porsi modal dari masing-masing pihak yang melakukan

kerjasama bisnis. Pada dasarnya, baik keuntungan atau kerugian

dalam kerjasama bisnis ditanggung bersama secara adil.

Adil yaitu tidak adanya pertentangan antara seseorang

dengan orang lain karena tidak ada salah satu pihak yang terzalimi

dalam bisnis. Allah memerintahkan seluruh umat Islam untuk

selalu berbuat adil dalam bisnis. Adil dalam arti luas yaitu

menempatkan sesuatu pada tempatnya dan tidak berat sebelah.

Segala sesuatunya disandarkan kepada perintah Allah dan

Rasulullah. Lebih lanjut, Adiwarman Karim menjabarkan konsep

lain adil dalam bisnis adalah dilarangnya gharar, yaitu suatu

109

transaksi yang mengandung ketidakpastian bagi kedua pihak yang

melakukan transaksi sebagai akibat dari diterapkannya kondisi

ketidakpastian dalam suatu akad. 5

Tidak terdapat unsur ketidakpastian dalam transaksi

kerjasama gadhoh ternak. Yang ada adalah ketidakpastian yang

umum dalam bisnis, yaitu ketidakpastian mengenai untung atau

ruginya bisnis yang dijalani. Yang demikian itu bukan termasuk

gharar, karena ketidakpastian tersebut merupakan salah satu resiko

bisnis, yang menjadi salah satu alasan Islam mendorong umatnya

untuk melakukan bisnis. Jika bisnis sudah dijamin untung sejak

awal, justru kondisi yang demikian ini tidak wajar, karena

kepastian untung atau rugi dalam usaha yang dijalani menjadi

kehendak Allah. Kemudian dilarangnya maisir, yaitu suatu

permainan peluang dimana salah satu pihak harus menanggung

beban pihak lain sebagai suatu konsekuensi keuangan akibat hasil

dari permainan tersebut. Tidak terdapat unsur maisir dalam sistem

gadhoh ini, karena pemilik modal menitipkan ternaknya untuk

dipelihara, sekaligus siap menanggung resiko bisnis yang akan

dihadapinya termasuk hilangnya modal. Di sisi lain, pemelihara

ternak sebatas memelihara ternaknya dan ternak yang dititipkan

kepadanya, tidak memberikan jaminan keuntungan bisnis kepada

pemodal. Dan jika terjadi kerugian, pemelihara ternak bukanlah

pihak yang harus menanggung seluruh kerugian pemodal. Resiko

5 Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, h.36

110

bisnis berupa untung maupun rugi ditanggung bersama.

Selanjutnya dilarangnya tadlis, yaitu suatu transaksi yang sebagian

informasinya tidak diketahui oleh salah satu pihak karena

disembunyikannya informasi buruk oleh pihak lainnya.6 Dalam

sistem gadhoh, tidak ada informasi yang disembunyikan baik oleh

pemilik modal maupun pemelihara ternak. Harga beli dan harga

jual ternak, kondisi perkembangan ternak, dan informasi lain

mengenai usaha yang dijalankan diketahui oleh kedua belah pihak.

2. Prinsip Tolong Menolong Sebagai Modal Kerjasama Sistem

Gadhoh

Modal dalam konsep ekonomi Islam berarti semua harta

yang bernilai dalam pandangan syar’i, dimana aktivitas manusia

ikut berperan serta dalam usaha produksinya dengan tujuan

pengembangan. Modal meliputi semua jenis harta yang bernilai,

yang terakumulasi selama proses aktivitas usaha dalam periode

tertentu. Dalam sistem ekonomi Islam, modal diharuskan terus

berkembang agar sirkulasi uang tidak berhenti, karena jika modal

atau uang berhenti (ditimbun) maka harta itu tidak dapat

mendatangkan manfaat bagi orang lain. Namun jika uang

diinvestasikan dan digunakan untuk melakuakan bisnis, maka akan

mendatangkan manfaat bagi orang lain.

6 Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, h. 44

111

Untuk memulai bisnis dapat dilakukan dengan modal sendiri

maupun kerjasama (syirkah). Kerjasama bisnis bisa dilakukan

dengan modal (uang) maupaun tenaga (keahlian).7

Ketika seseorang mendirikan usaha sendiri, butuh

banyak modal berupa uang, waktu, dan tenaga. Melakukan

kerjasama usaha bisa menjadi alternatif pilihan seseorang untuk

memperoleh pendapatan. Kerjasama bisnis yang bisa menjadi

pilihan salah satunya dalam bidang peternakan, yaitu dengan

sistem gadhoh. Kelebihan melakukan kerjasama gadoh

diantaranya:

a. Modal usaha ditanggung bersama

Dengan melakukan kerjasama, seseorang yang

memiliki keahlian beternak namun terkendala masalah

modal, atau pemilik modal yang ingin menjalankan usaha di

bidang peternakan namun tidak memiliki keahlian di bidang

tersebut, keduanya bisa saling melengkapi. Jadi, seseorang

yang tidak memiliki keahlian beternak juga bisa melakukan

usaha peternakan melalui kerjasama dengan peternak,

dengan cara menitipkan ternak untuk dipelihara dengan

sistem bagi hasil. Modal usaha kerjasama di bidang

peternakan diantaranya: memiliki lahan untuk beternak,

memiliki peralatan ternak, memiliki keahlian beternak,

memiliki dana untuk modal pembelian hewan ternak, dan

7 Soni Sumarsono, Kewirausahaan, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2013, h. 19

112

memiliki pasar jelas untuk penjualan hewan ternak yang

diproduksi. Semua modal tersebut ditanggung bersama

diantara pihak yang bekerja sama.

b. Efisiensi tenaga kerja untuk operasional usaha

Dengan pembagian peran dan tugas dalam

kerjasama usaha akan meringankan kerja. Misalnya pada

kerjasama usaha antara pemodal dengan peternak dengan

sistem bagi hasil, tidak memerlukan karyawan dalam

operasional produksinya. Satu pihak bertanggung jawab

menyediakan modal hewan ternak, dan pihak lain sebagai

pemelihara ternak yang bertanggung jawab merawat dan

menyediakan segala kebutuhan ternak yang dipelihara.

Dengan demikian tidak ada biaya upah tenaga kerja dalam

operasionalnya, karena upah dihitung berdasarkan pola bagi

hasil.

c. Tidak harus memiliki tempat usaha sendiri untuk bisa

memulai suatu usaha

Untuk memulai suatu usaha, seseorang

memerlukan tempat usaha untuk operasional usahanya.

Namun dengan kerjasama, seseorang yang tidak memiliki

tempat usaha pun bisa memulai bisnis. Misalnya seseorang

yang hanya memiliki modal sejumlah uang, tanpa keahlian

beternak, tanpa harus mendirikan kandang dan sebagainya,

bisa melakukan usaha di bidang peternakan melalui

kerjasama dengan peternak. Contohnya bapak Tukidi, beliau

113

memiliki sejumlah modal untuk usaha, menginginkan

memiliki ternak peliharaan, namun tidak memiliki keahlian

beternak. Beliau menyampaikan niatnya kepada salah

seorang peternak yang merupakan teman baiknya sekaligus

tetangganya yaitu bapak Ngatenin, ingin ikut memiliki salah

satu ternak milik beliau. Kerjasama dimulai dengan transaksi

membeli salah satu anakan kerbau milik bapak Ngatenin,

sekaligus meminta beliau untuk merawatkan ternaknya

dengan sistem gadhoh. Peternak bekerjasama dengan

pemodal dengan sistem bagi hasil untuk mengembangkan

usahanya. Pemilik modal tidak harus memiliki kandang dan

peralatan berternak yang lengkap, atau keahlian beternak

untuk bisa memiliki ternak peliharaan.

Modal untuk melakukan kerjasama gadhoh berupa

hewan ternak dan keahlian beternak (tenaga). Dalam kerjasama

bisnis yang dijalin antara pemilik modal dan pemelihara ternak,

kedua modal tersebut digabungkan sehingga usaha pemeliharaan

ternak dapat berjalan dengan baik. Modal berupa hewan ternak

disediakan oleh pemodal untuk selanjutnya dipelihara dan

dikembangkan oleh peternak. Mengembangkan modal dilakukan

untuk meningkatkan jumlah modal dengan berbagai upaya yang

halal, baik melalui produksi maupun investasi. Ekonomi Islam

memberikan batasan mengenai modal sebagai berikut : cara

mendapatkan modal (harta) dan mengembangkannya tidak

dilakukan dengan cara yang dilarang syari’at Islam.

114

Kerjasama gadhoh dibiayai dengan modal hewan ternak

yang dibeli pemodal, bukan dengan cara yang dilarang dalam Islam

seperti mencuri, merampas kepemilikan harta secara zalim, dan

sebagainya. Modal usaha ini juga berupa hewan ternak kerbau,

yang halal untuk dimakan maupun diternakkan seperti halnya

domba dan sapi. Selanjutnya, larangan pengembangan modal

dengan jalan riba (apapun bentuk dan jumlahnya), yaitu

pengambilan keuntungan dengan cara mengeksploitasi tenaga

orang lain. Peternak sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh

dalam pemeliharaan ternak sudah dengan rela menjalankan

perannya dalam kerjasama gadhoh tersebut. Sehingga tidak ada

istilah mengeksploitasi tenaga peternak dalam kerjasama usaha

yang dijalankan. Kemudian larangan pengembangan modal dengan

jalan penipuan. Harga beli ternak, harga jual ternak, perkembangan

usahanya, dan jumlah ternak yang dipelihara sudah diketahui oleh

kedua belah pihak yang bekerjasama. Tidak ada unsur penipuan

dalam hal ini. Prinsip keterbukaan sangat diutamakan dalam

kerjasama ini, demi menjaga nama baik dan hubungan baik antara

pemilik modal dan pemelihara ternak.

Pada dasarnya, modal usaha harus halal, baik dari cara

memperolehnya maupun wujudnya. Penggabungan modal

dilakukan dengan cara yang benar sesuai syariat Islam, sehingga

tidak merugikan salah satu pihak.

115

3. Prinsip Berbagi Resiko dalam Kerjasama Gadhoh

Sebagai usaha yang dilakukan oleh manusia, tentunya

akan selalu berhadapan dengan sejumlah ketidakpastian dan resiko.

Investasi bisa mendatangkan keuntungan, bisa juga menyebabkan

kerugian. Resiko muncul disebabkan adanya kondisi

ketidakpastian dalam bisnis, sehingga ada yang menyamakan

antara resiko dengan ketidakpastian. Resiko dihubungkan dengan

kemungkinan terjadinya akibat buruk yang tidak diinginkan atau

tidak terduga.8 Resiko beragam jenisnya, mulai dari resiko

kecelakaan, kebakaran, kehilangan, resiko kerugian, dan lain

sebagainya.

Dengan kerjasama, resiko bisnis akan ditanggung

bersama. Semua dibagi rata sesuai porsinya. Pemodal memiliki

resiko modalnya hilang, sementara peternak memiliki resiko

kerugian tenaga selama pemeliharaan. Namun demikian, resiko

tersebut bisa diminimalisir dengan cara menjalankan usaha secara

hati-hati. Pemelihara ternak haruslah orang yang benar-benar

dikenal amanah oleh pemodal, begitu juga pemodal haruslah orang

yang adil dan jujur untuk diajak bekerjasama.

Dalam konteks ekonomi Islam, resiko dan

ketidakpastian ini dirujukkan dengan pembicaraan gharar dalam

masalah fiqih. Gharar berarti juga menghadapi suatu kecelakaan,

8Afdawaiza, “Uncertainty (Ketidakpastian) dan Antisipasinya dalam

Perspektif Keuangan Islam”, Asy-Syir’ah Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum UIN

Sunan KalijagaVol. 45 No. II, Juli-Desember 2011, h. 1453

116

kerugian, dan atau kebinasaan. Bisnis adalah pengambilan risiko,

karena risiko selalu terdapat dalam aktivitas ekonomi, sebagaimana

prinsip dasar dalam bisnis, yaitu no risk, no return. Keunggulan

dari sistem ekonomi Islam adalah adanya penghargaan terhadap

ketidakpastian tersebut, sehingga institusi riba diharamkan. Selain

itu, justru dengan adanya ketidakpastian maka kegiatan investasi

sangat didorong.9

Karena kerjasama gadhoh di Desa Campurejo

dilakukan antara tetangga atau saudara, masing-masing pihak

sudah mengetahui watak dari partner yang diajak bekerjasama.

Seluruh narasumber yang penulis wawancarai belum pernah ada

konflik dengan pemilik modal. Pemilik modal sudah tahu benar

jika peternak yang diajak bekerjasama berwatak jujur, amanah,

bertanggung jawab, dan pekerja keras, sehingga diharapkan resiko

bisnisnya kecil dan modalnya terus berkembang. Peternak juga

mengetahui watak partner bisnisnya, sehingga bersedia

bekerjasama dan saling berbagi keuntungan maupun resiko.

Ketentuan bagi hasil sistem gadhoh ini sudah diketahui

oleh semua pihak yang melakukan kerjasama usaha, baik pemilik

modal maupun pemelihara ternak. Peternak yang belum pernah

melakukan kerjasama gadhoh juga mengetahui ketentuan gadhoh

ternak, karena ketentuan tersebut sudah umum digunakan dan

9Afdawaiza, “Uncertainty (Ketidakpastian) dan Antisipasinya dalam

Perspektif Keuangan Islam”, Asy-Syir’ah Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum UIN

Sunan Kalijaga Vol. 45 No. II, Juli-Desember 2011, h. 1452

117

sudah sejak dahulu diterapkan di Desa Campurejo. Maka tidak

heran jika akad kerjasama gadhoh hanya dilakukan secara lisan,

karena memang kerjasama usaha ini sudah diketahui secara umum.

Sehingga hanya dengan modal kepercayaan saja biasanya seorang

pemilik modal sudah mantap melakukan kerjasama gadhoh dengan

peternak. Namun demikian, kerjasama yang hanya dilakukan

berdasarkan prinsip kepercayaan saja, memiliki banyak kelemahan

dan resiko yang lebih tinggi. Kelemahan dari sistem gadhoh

diantaranya adalah karena akad hanya secara lisan dan tidak

tertulis, maka perjanjian bisa berubah sewaktu-waktu. Perubahan

akad bisa dilakukan oleh pemilik modal maupun oleh pemelihara

ternak secara sepihak. Jika demikian, prinsip toleransi dan

musyawarah harus diutamakan untuk menjaga hubungan baik

antara pemilik modal dengan pemelihara ternak, yang pada

umumnya masih saudara atau tetangga.

Prinsip berbagi resiko dalam kerjasama bisnis Islam

mengedepankan toleransi dan musyawarah, begitu juga dengan

kerjasama gadhoh ini. Ketika terjadi permasalahan dalam

kerjasama gadhoh, semuanya dimusyawarahkan untuk mencari

solusi terbaik. Maka apapun jenis instrumen investasi atau

kerjasama usaha yang akan dijalankan, Investor harus menyiapkan

diri dengan kemungkinan terburuk kerugian bahkan kehilangan

dana investasinya. Rasulullah Saw tidak melarang setiap jenis

risiko. Begitu juga tidak melarang semua jenis transaksi yang

kemungkinan mendapatkan keuntungan atau kerugian maupun

118

netral (tidak untung dan tidak rugi). Yang dilarang dari kegiatan

transaksi kerjasama ialah memakan harta orang lain secara tidak

benar (bathil).10

Para ulama berpendapat mengenai maksud jalan

batil ini yang dimaksud adalah riba, perjudian, mencuri, maisir,

khianat, saksi palsu, merampas harta dengan sumpah palsu, dan

sebagainya.11

4. Prinsip Nubuwwah dalam Kerjasama Sistem Gadhoh

Nubuwwah (kenabian) adalah sifat-sifat kenabian yang

harus diteladani oleh setiap muslim dalam kehidupan sehari-hari,

begitu pula dalam hal bisnis. Prinsip nubuwwah diterapkan dalam

kerjasama gadhoh ternak yaitu :

a. Sidiq (benar, jujur).

Prinsip kejujuran dipegang teguh oleh kedua

belah pihak, baik peternak maupun pemilik modal. Pemilik

modal tidak berbohong mengenai harga beli ternak yang

digadhohkan, karena dalam pembelian hewan ternak yang

digadhohkan, pemelihara diikutsertakan. Pemelihara ternak

juga selalu jujur mengenai perkembangan ternak yang

dijalankannya, misalnya ketika kerbau yang digadhohkan

beranak, pemelihara ternak menginformasikan kepada

pemilik modal.

10

Nadratuzzaman Hosen, “Analisis Bentuk Gharar dalam Transaksi

Ekonomi”, Jurnal Ekonomi dan Hukum : Al-Iqtishad: Vol. I, No. 1, Januari 2009 11

Neneng Nurhasanah, Mudharabah, h. 40-41

119

b. Amanah (tanggung jawab, kepercayaan, kredibilitas).

Sifat ini akan membentuk kredibilitas yang tinggi

dan penuh tanggung jawab pada setiap muslim. Berdasarkan

wawancara yang penulis lakukan terhadap narasumber,

seluruhnya sangat memegang amanat yang dipercayakan

kepadanya. Mereka yakin jika Allah selalu mengawasi

segala tingkah laku mereka, dimanapun berada. Ketika

seorang pemilik modal menitipkan amanah berupa hewan

ternak kepada pemelihara ternak, kerjasama harus dijalankan

dengan penuh tanggung jawab. Sehingga menjaga

kepercayaan diantara pihak yang bekerjasama sangat penting

untuk dilakukan. Di samping karena harus menjaga

hubungan tetangga atau kekerabatan yang baik, amanah

harus dipertanggungjawabkan juga di hadapan Allah S.W.T.

c. Fathanah (kecerdikan, kebijaksanaan, intelektual).

Segala aktifitas harus dilakukan dengan ilmu,

kecerdikan, dan pengoptimalan semua potensi akal yang ada

untuk mencapai tujuan. Keahlian beternak digunakan oleh

pemelihara ternak sebagai modal mereka melakukan

kerjasama gadhoh dengan pemilik modal. Pemilik modal

juga menggunakan pertimbangan secara rasional sebelum

memutuskan bisnis kerjasama dengan sistem gadhoh.

Pemilik modal hanya melakukan kerjasama dengan orang

yang sudah benar-benar dikenal baik olehnya dan ahli di

bidangnya. Hal ini bertujuan agar bisnis yang akan

120

dijalankannya tidak terlalu beresiko, karena modal yang

dikeluarkannya tidak sedikit.

d. Tabligh (komunikasi, keterbukaan, pemasaran).12

Peternak selalu menjalin komunikasi baik dengan

pemilik modal. Menginformasikan perkembangan usahanya

kepada pemilik modal dan menyelesaikan permasalahan

dalam bisnis yang dijalankannya dengan jalan musyawarah.

Kehidupan masyarakat yang agamis menjadikan para

peternak dan pemodal menjalankan bisnis berlandaskan agama.

Meneladani sifat-sifat Rasul dalam kerjasama bisnis yang

dijalankannya. Menjauhi segala yang dilarang dalam Islam, karena

segala sesuatu yang dijalankan di dunia pasti akan dimintai

pertanggungjawaban di akhirat kelak.

5. Nilai Investasi dalam Kerjasama Sistem Gadhoh

Jangka waktu pemeliharaan kerbau dari sejak kecil

(gudel sapihan) hingga dewasa dan siap kawin, kurang lebih dua

tahun enam bulan. Kerbau jantan sedikit lebih cepat dewasa

dibandingkan kerbau betina. Masa pemeliharaan gudel jantan

hingga siap jual kurang lebih dua tahun. Masa kehamilan kerbau

adalah satu tahun. Masa menyusuinya kurang lebih satu tahun

hingga gudel disapih. Jadi, waktu tunggu seorang peternak yang

memelihara kerbau betina sejak kecil (gudel) hingga beranak, kira-

kira empat tahun. Sehingga wajar jika anakan pertama yang lahir

12

Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, h.38

121

tersebut menjadi milik pemelihara ternak. Kerjasama gadhoh

menggunakan modal awal berupa kerbau dewasa jarang dilakukan,

karena membutuhkan modal besar, dan memberatkan pemodal.

Yang umum dilakukan adalah kerjasama gadhoh dengan modal

anak kerbau untuk dipelihara dan dikembangkan.

Nilai investasi untuk kerbau jantan dan betina berbeda.

Untuk kerjasama gadhoh kerbau jantan, bagi hasilnya adalah dari

laba penjualan kerbau setelah dewasa. Anak kerbau sudah siap jual

setelah masa pemeliharaan 2,5 tahun. Dalam kerjasama gadhoh

kerbau betina, pemodal lebih diuntungkan, karena memperoleh

pendapatan dari bagi hasil anak kerbau yang lahir dan laba

penjualan dari modal awal anak kerbau yang semakin tumbuh

menjadi kerbau dewasa. Sementara penghitungan nilai investasi

dari sisi pemelihara ternak berbeda. Sesuai ketentuan kerjasama

gadhoh, anak kerbau yang lahir pertama menjadi hak pemelihara

ternak. Jadi setelah masa pemeliharaan ternak empat tahun, anak

kerbau yang pertama lahir sudah layak dijual dengan kisaran harga

Rp. 6.000.000. Jadi, pendapatan bagi pemelihara ternak setelah

empat tahun masa pemeliharaan adalah berupa anak kerbau yang

pertama lahir tersebut.

Secara sederhana, melakukan kerjasama gadhoh kerbau

jantan lebih menguntungkan bagi pemelihara ternak, karena nilai

investasi yang lebih tinggi dan masa tunggu yang lebih singkat.

Dengan modal gudel sapihan jantan seharga kurang lebih lima juta

rupiah, dan masa tunggu kurang lebih dua tahun enam bulan,

122

kerbau sudah laku dijual dengan harga kurang lebih tujuh belas juta

hingga dua puluh juta rupiah. Bagi hasil yang didapat juga pasti,

yaitu berupa bagi laba hasil penjualan (maro bathi). Jika masa

tunggu lebih singkat, maka resiko bisnisnya juga lebih kecil.

Lain halnya untuk kerjasama gadhoh dengan modal

gudel sapihan betina yang masa tunggunya mencapai empat tahun,

resiko bisnisnya juga lebih besar. Bisa jadi anakan kerbau yang

sudah ditunggu sekian tahun justru mati saat lahir, sehingga tidak

ada bagi hasil yang didapat. Jika modal awal berupa indukan

betina, maka akan memberatkan pemilik modal karena harganya

jauh lebih mahal meskipun masa tunggunya lebih singkat. Namun,

jika pada dasarnya baik pemilik modal maupun pemelihara ternak

memang sama-sama lebih menyukai “tabungan” hewan ternak,

resiko maupun masa pemeliharaan ternak tidak menjadi masalah.

Seperti misalnya bapak Tukidi yang memang sejak dari awal

menginginkan ikut memiliki salah satu kerbau milik bapak

Ngatenin. Jadi, meskipun masa tunggunya lama dan resiko

bisnisnya besar, beliau tetap memilih kerjasama gadhoh kerbau

betina. Hal tersebut juga diimbangi dengan kerelaan hati bapak

Ngatenin untuk memelihara kerbau milik bapak Tukidi, meskipun

sebenarnya kerbau miliknya sudah banyak dan jauh lebih

menguntungkan memelihara kerbau milik sendiri. Dalam hal ini,

alasan ekonomi bukan menjadi tujuan utamanya, melainkan prinsip

tolong menolong, toleransi, dan menjalin hubungan persaudaraan

123

menjadi alasan utama bapak Ngatenin masih melakukan sistem

gadhoh.