bab iv analisis pemikiran amina wadud tentang...

23
48 BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN AMINA WADUD TENTANG HUKUM WANITA SEBAGAI IMAM SHALAT A. Analisis Pemikiran Amina Wadud tentang Wanita sebagai Imam Shalat Salat Jum’at bersejarah yang dipimpin Dr. Amina Wadud (sebagai imam sekaligus khatib) yang berlangsung di gereja Anglikan, Manhattan, New York, AS, 18 Maret 2005 lalu menimbulkan kontroversi. Gebrakan revolusioner pengajar studi Islam di Virginia Commonwealth University, AS itu membuka kembali perdebatan literatur fikih tentang boleh-tidaknya wanita memimpin shalat dengan makmum laki-laki. Di Timur Tengah, syaikh besar Al-Azhar Mesir, Syed Thantawi, meneguhkan pendapatnya dalam koran Al-Ahram bahwa pada dasarnya wanita tidak boleh mengimami laki-laki. Baru boleh bila makmumnya wanita . "Karena tubuh wanita itu aurat," Ketika wanita mengimami laki-laki, makmum laki-laki akan melihat tubuh wanita. "Itu tidak patut," katanya. "Dalam ibadah, tidak boleh ada sesuatu hal yang merusak nilai kekhusyukan."Thantawi lalu menyitir surat Ali Imran ayat 14: ''Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan pada wanita''. ''Ayat itu menyiratkan bahwa wanita bisa mengundang syahwat lelaki.

Upload: lamnhi

Post on 02-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

48

BAB IV

ANALISIS PEMIKIRAN AMINA WADUD TENTANG HUKUM

WANITA SEBAGAI IMAM SHALAT

A. Analisis Pemikiran Amina Wadud tentang Wanita sebagai Imam

Shalat

Salat Jum’at bersejarah yang dipimpin Dr. Amina Wadud

(sebagai imam sekaligus khatib) yang berlangsung di gereja Anglikan,

Manhattan, New York, AS, 18 Maret 2005 lalu menimbulkan

kontroversi. Gebrakan revolusioner pengajar studi Islam di Virginia

Commonwealth University, AS itu membuka kembali perdebatan

literatur fikih tentang boleh-tidaknya wanita memimpin shalat dengan

makmum laki-laki.

Di Timur Tengah, syaikh besar Al-Azhar Mesir, Syed Thantawi,

meneguhkan pendapatnya dalam koran Al-Ahram bahwa pada dasarnya

wanita tidak boleh mengimami laki-laki. Baru boleh bila makmumnya

wanita . "Karena tubuh wanita itu aurat," Ketika wanita mengimami

laki-laki, makmum laki-laki akan melihat tubuh wanita. "Itu tidak

patut," katanya. "Dalam ibadah, tidak boleh ada sesuatu hal yang

merusak nilai kekhusyukan."Thantawi lalu menyitir surat Ali Imran ayat

14: ''Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan pada wanita''.

''Ayat itu menyiratkan bahwa wanita bisa mengundang syahwat lelaki.

49

Ini bertentangan dengan prinsip khusyuk dalam shalat," kata Thantawi

di koran terbesar Kairo itu.1

Pandangan mufti terkemuka, Yusuf Qardlawi seirama dengan

Thantawi. Bahwa sepanjang sejarah Islam tak pernah terdengar wanita

menjadi imam salat Jumat atau menjadi khatib. Bahkan era Sagharat Ad-

Dur, wanita yang memimpin Mesir zaman Dinasti Mamluk, hal itu tak

terdengar.2

Sebenarnya perdebatan tentang boleh tidaknya wanita menjadi

imam shalat bukan baru, tetapi persoalan ini telah menjadi perdebatan di

antara ulama fiqh klasik. Ibnu Rusyd pernah mengulas perdebatan

tersebut dalam dua pendapat antara yang melarang dan membolehkan.3

Tetapi mengapa seakan-akan hal tersebut menjadi sesuatu yang aneh

bagi umat Islam sekarang ?

Menurut Asghar Ali Engineer4 bahwa kebanyakan agama berasal

dari sebelum abad pertengahan, para pendirinya (utusan) adalah laki-

1 Pandangan ini berpegang ada hadits Nabi : المرأة عورة مستورة “Wanita itu aurat

yang tertutup”.Selain itu tubuh wanita secara umum dianggap firnah. Lihat Abdul Halik Abu Syqqah, Kebebasan Wanita, (tarj.) As’ad Yasin, Jakarta: Gema Insani Press, 1991, hlm. 29, 33. lihat juga GATRA 2 April 2005, hlm. 82

2 GATRA 9 April 2005, hlm. 27 3 Ibnu Rusyd, Bidayat al-Mujtahid, Indonesia: Daar al-Maktabah al-Arabiyah, t.th,

hlm. 105 4 Asghar Ali Engineer lahir pada tanggal 10 Maret 1939 di Rajasthan, dekat

Undaipur (India). Nama ayahnya adalah Syaikh Qurban Husain. Ia adalah seorang ‘alim yang mengabdi kepada pemimpin keagamaan Bohra yang cukup liberal terbuka dalam pemikirannya. Dia mulai memimpin kaum gerakan kaum reformis dengan menentang apa yang mereka sebut sebagai otoritasianisme dan regiditas pemimpin Bohra. Engineer menyerukan perlunya tafsir liberal terhadap Islam yang dapat mengakomodasi hak-hak individu, martabat manusia dan nilai-nilai kemanusiaan. Ia mendapat beberapa penghargaan antara lain : gelar D. Litt. (Hon) dari Universitas Calcuta (Barat Bengal) pada tahun 1993 atas karyanya dalam bidang harmonital komunal dan dialog antar agama. National Communal Harmony Award atas Kerja kerasnya di Comunnal Harmony oleh National for Communal. Dari Menteri dalam negeri India. Penghargaan antar agama “Harmony Award”

50

laki, tumbuh dan berkembang pada masyarakat patriarkhi, para ulama

baik fuqaha dan mufassirin dari kaum laki-laki, maka tidak

mengherankan apabila kemudian agama ini memberikan posisi yang

dominan kepada laki-laki dan mereduksi posisi wanita seakan-akan

menepati posisi kedua. 5

Maka pemahaman keislaman yang kita warisi ini adalah Islam

politik. Artinya selalu ada kekuasaan-kekuasaan politik yang memihak

pandangan-pandangan tertentu dan melenyapkan pandangan lainnya.

Sehingga pandangan-pandangan ulama yang tampil dan didukung

penguasa dinasti-dinasti Islam yang berumur panjang tersebut, jelas-

jelas memperlihatkan bentuk wacana yang patriarkhis.6 Sehingga, salah

satu eksesnya adalah pendapat yang membolehkan wanita menjadi imam

tersebut tidak populer sampai sekarang.

Keberanian Amina Wadud mencoba menggugat dominasi itu.

bukan berarti mencoba memutarbalikkan keadaan, melainkan hanya

usaha mewujudkan kesetaraan dan memosisikan keberpihakan Islam

terhadap wanita , termasuk dalam dimensi spiritual. Pandangan Amina

dari New Leadrs Committee Chennai. Dan penghargaan “Hakim Khan Sur Awward” dari Maharana Mewar Undaipur Rajastha. Karya-karya yang terkenal antara lain : Islam and Liberation Theology: Essay on Liberative Elements in Islam, New Delhi: Sterling Publishers Private Limited, 1990, Women Under The Authority of Islam : in The Authority of Relegion and the Status of Women, ed. Jyotsna Chatterji, New Delhi: A Joint Women’s Programe Publication, 1989, The Rights of Women in Islam, Lahore: Vanguard Book, (PVT) LTD, 1992, Status Women in Islam, New Delhi: Ajanta Publication, 1987.dll.

5 Asghar Ali Engineer, The Qur’an Women and Modern Society, (tarj.) Agus Nuryanto, Yogyakarta: LKiS, 2003, hlm. 65.

6 Lihat wawancara Ulil Abshar-Abdalla dari JIL berbicang-bincang dengan KH Husein Muhammad (Pengasuh Pondok Peantren Darut Tauhid, Arjowinangun, Cirebon).dalam http://islamlib.com/id/page.php?page=article&id=798

51

tersebut itu bukan tanpa argumen teks agama. Mengenai imam shalat

wanita tersebut, ia berdasarkan hadits riwayat Abu Daud menuturkan

bahwa :

أن رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم كان يزورها فى بيتها

7) رواه ابوداود (وجعل لها يؤذن لها وامرها أن تؤم أهل دارها

Artinya : Bahwa Rasullah Saw pernah mengunjungi (Ummu Waraqah) di rumahnya, dan menunjuk seorang muadzin yang melakukan azan untuknya, dan memerintahkan Ummu Waraqah untuk menjadi imam (shalat) bagi seisi rumahnya. (HR. Abu Daud).

Hadits tersebut menjelaskan bahwa Ummu Waraqah seorang wanita

meminta izin Nabi untuk mengambil muazin di rumahnya. Nabi

mengizinkan. Bahkan menyuruh Ummu Waraqah menjadi imam shalat

bagi penghuni rumahnya.8 Menurut keterangan al-Asqalani dalam kitab

Bulugh al-Maram bahwa di rumah tersebut terdapat dua lelaki

tanggungannya, yaitu seorang kakek dan seorang budak (laki-laki).9

Ketidak populeran tersebut jelas bahwa selama ini telah terjadi

unbalancing (ketidak seimbangan) informasi sejarah hukum Islam yang

banyak tertuang dalam kitab-kitab fiqh. Dalam hal ini penulis tidak akan

terjebak pada kesimpulan setuju dan tidak saja, namun akan

7 Imam Abu Daud, Ain al-Ma’bud, Beirut: Al-Maktabah al-Salafiyah, t.th. hlm. 17 8 Menurut Ali Mustafa Ya’qub Guru besar Ilmu Hadits IIQ Jakarta dan Pengasuh

pesantren Luhur Ilmu Hadits Darus Sunnah Hadist ini juga dipakai oleh Abu Tsaur, salah satu ulama klasik yang membolehkan wanita menjadi imam. Hadits ini diriwayatkan antara lain Imam Abu Daud, Imam Ahmad, dan Imam al-Hakim yang oleh para ahli hadis diakui secara kualitas adalah sahih (valid). Namun ia sendiri tidak mengakui hadits ini dapat dijadikan dalil tentang pembolehan imam bagi wanita karena lemah dari sisi istidlal (sumber hukum). Lihat GATRA edisi 9 April 2005, hlm. 35.

9 Lihat keterangan dalam Al-Asqalani, Bulughul Maram, Bandung : Almaarif, 1984, hlm. 158

52

memaparkan mengapa hal itu dapat terjadi sampai sekarang. Prinsip

dasar yang kita pegangi adalah ajaran substansi dari al-Qur’an.

Ajaran murni dalam al-Qur’an tidak membedakan antara laki-

laki dan wanita dalam hal apapun. Prinsip-prinsip tersebut adalah

sebagai berikut : 10

1. Laki-laki dan Wanita Sama-sama sebagai Hamba.

Dalam kapasitas manusia sebagai hamba, tidak ada perbedaan

antara laki-laki dan wanita. Keduanya mempunyai potensi dan

peluang yang sama untuk menjadi hamba yang ideal. Hamba yang

ideal dalam al-Qur’an biasa diistilahkan dengan orang-orang yang

bertaqwa (mutaqin), dan untuk mencapai derajat ini tidak dikenal

adanya perbedaan jenis kelamin, suku, atau etnis tertentu.

Sebagaimana firman Allah :

يا أيها الناس إنا خلقناكم من ذكر وأنثى وجعلناكم شعوبا

ليمع الله إن الله أتقاكم عند كممأكر فوا إنارائل لتعقبو

13: الحجرات ( خبير(

Artinya : Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan wanita dan mejadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang (Q.S. al-Hujrat : 13).11

10 Nasararudin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif, Jakarta:

Paramidana, 2001, hlm. 248-264, Bandingankan dengan, Asghar Ali Engineer, Hak-hak Peremuan dalam Islam, Yogyakarta: LSPPA, 2000, hlm. 67.

11 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjamahnya, Jakarta: Intermassa, 1986, hlm. 847

53

Ayat ini turun ketika peristiwa Fatkhu Makkah (penaklukan

kota makkah), Bilal naik ke atas Ka’bah untuk mengumandangkan

azan. Kemudian beberapa orang bertaka : “ Apakah pantas budak

hitam ini azan di atas Ka’bah ?”, maka berkatalah yang lainnya :

“sekiranya Allah membeci orang ini, pasti Dia akan menggantinya.12

Ayat ini merupakan ayat penegasan anti diskriminasi dan penegasan

bahwa manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang

paling bertaqwa di sisi-Nya.

2. Laki-laki dan Wanita sebagai Khalifah di muka Bumi.

Selain menjadi hamba yang tunduk dan mengabdi, manusia

juga menjadi khalifah. Sebagaimana firman Allah Swt :

وهو الذي جعلكم خالئف األرض ورفع بعضكم فوق

بعض درجات ليبلوكم في ما آتاكم إن ربك سريع العقاب

حيمر لغفور إنه165: األنعم ( و(

Artinya : Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksa-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Q.S al-An’am : 165)13

وإذ قال ربك للمالئكة إني جاعل في األرض خليفة قالوا

حبنس ننحاء ومالد فكسيا وفيه فسدن يا مل فيهعأتج

ونلما ال تعم لمقال إني أع لك سنقدو دكم30: البقراة ( بح(

12 Q. Shaleh dan A.A. Dahlan, Asbabun Nuzul ; Latar Belakang Turunnya Ayat-

ayat al-Qur’an, Bandung : Diponegoro, 2000, hlm. 518. 13 Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 217

54

Artinya : Ingalah ketika Tuhamu berfirman kepada para malaikat : “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”, mereka berkata : “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau ?” Tuhan berfirman : “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (Q.S. al-Baqarah : 13).14

Kata khalifah dalam al-Qur’an tersebut tidak menunjuk salah

satu jenis kelamin atau tidak merujuk kelompok etnis tertentu.

Kepada manusia sebagai khalifah diberikan Tuhan akal, iradat untuk

sama-sama berjuang.15 Sedangkan tugas utama manusia sebagai

khalifah adalah menuntut manusia untuk memelihara, membimbing,

dan mengarahkan segala sesuatu agar mencapai maksud dan tujuan

penciptaannya.16

3. Laki-laki dan Wanita Sama-sama Menerima Perjanjian Primordial.

Artinya bahwa setiap janin laki-laki dan wanita saat menjelang

lahir dari rahim ibunya, ia terlelebih dahulu sama-sama menerima

perjanjian yaitu berikrar akan keberadaan Tuhannya (Q.S. 7 : 172).

)172: األعراف ( ألست بربكم قالوا بلى شهدنا

Arinya : Bukankah Aku ini Tuhanmu ? Mereka menjawab : betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Q.S. al-A’raf : 172)17

14 Ibid., hlm. 10 15 Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, Semarang: Pustaka

Rizki Putra, 2001, hlm. 399. 16 Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an ; Tafsir Madu’i atas Pelbagai Persoalan

Umat, Bandung: Mizan, 2000, hlm. 492 17 Departemen Agama RI, op., cit., hlm. 250

55

Menurut Fahru al-Razi sebagaimana dikutip oleh

Nassaruddin Umar, tidak ada seorangpun lahir di muka bumi ini

yang tidak berikrar akan keberadaan Tuhan, dan ikrar mereka

disaksikan oleh para malaikat. Tidak ada seorangpun yang

mengatakan “tidak”.18

Dengan demikian dalam Islam, tanggungjawab individual dan

kemandirian berlangsung sejak dini, yaitu semenjak dalam

kandungan. Sejak awal manusia dalam pandangan Islam tidak

dikenal adanya diskriminasi jenis kelamin. Laki-laki dan wanita

sama-sama menyatakan ikrar ketuhanan yang sama.

4. Laki-laki dan Wanita Berpotensi Meraih Prestasi.

Peluang untuk meraih prestasi maksimum tidak ada

pembedaan antara laki-laki dan wanita . Sebagaimana dijelaskan

dalam beberapa firman Allah Swt sebagai berikut :

: ال عمران ( ضيع عمل عامل منكم من ذكر أو أنثى أني ال أ

195 (

Artinya : Sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau wanita . ( Q.S. ali Imran : 195).19

Ayat ini turun berdasarkan riwayat Ummu Salamah yang

bertanya kepada Rasulullah mengenai persoalan mengapa perintah

hijrah dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara khusus bagi kaum

18 Nasararudin Umar, op. cit., hlm. 254 19 Ibid., hlm. 110

56

wanita . Maka Allah menurunkan ayat ini sebagai penegasan bahwa

perintah hijrah tersebut juga untuk kaum wanita .20

ؤمنم وهأنثى و ات من ذكر أوالحالص ل منمعن يمو

)124: النساء ( فأولـئك يدخلون الجنة وال يظلمون نقيرا

Artinya : Barang siapa mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia seorang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun. (Q.S. an-Nisa : 124)21

من عمل صالحا من ذكر أو أنثى وهو مؤمن فلنحيينه حياة

)97:النحل ( وا يعملونطيبة ولنجزينهم أجرهم بأحسن ما كان

Artinya : Barang siapa mengerjakan amal soleh saleh, baik laki-laki maupun merempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang lebih baik. (Q.S. an-Nahl : 97).22

من ذكر أو أنثى وهو مؤمن فأولئك ومن عمل صالحا

) 40: الغافر ( يدخلون الجنة يرزقون فيها بغير حساب

Artinya : Dan barang siap mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun wanita sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rizki di dalamnya tanpa hisab. (Q.S. al-Ghafir : 40).23

Uraian tentang keempat prinsip tersebut sangat jelas, bahwa

tidak ada pembedaan antara laki-laki dan wanita dalam mencari ridha

dan ketaqwaaan kepada Allah Swt. Dengan demikian tidak ada satu pun

20 Q. Shaleh dan A.A. Dahlan, op. cit., hlm.126 21 Departemen Agama RI, op., cit., hlm. 143 22 Ibid., hlm. 417 23 Ibid., hlm. 765

57

landasan teologis berupa ayat atau Firman Allah yang tidak

membolehkan wanita sebagai imam shalat.

Namun ada aspek lain yang dipersoalkan yaitu mengenai tubuh

wanita adalah aurat. sebagaiamana pendapat ulama klasik sebagai alasan

tidak diperbolehkannya wanita sebagai imam shalat. Sebagaimana

pendapat Syeh Thantawi dan Yusuf Qardhawi di atas misalnya yang

meneguhkan pendapatnya bahwa wanita . “tubuh wanita itu aurat,"

Ketika wanita mengimami laki-laki, makmum laki akan melihat tubuh

wanita. "Itu tidak patut,". Pendapat yang demikian perlu untuk ditinjau

ulang.

Ada baiknya kita kupas terlebih dahulu beberapa pendapat

mengenai aurat yang menjadi pangkal persoalan dalam masalah ini

dalam dua perspektif :

1. Literatur yang bersumber dari pendapat ulama klasik (jumhur)

Jumhur ulama berpendapat bahwa seluruh anggota badan kecuali

muka dan telapak tangan adalah aurat.24 Imam Abu Hanifah

berpendapat kaki wanita adalah aurat. Sedang Abu Bakar bin Abdu

Rahman dan Ahmad menegaskan bahwa seluruh anggota badan

adalah aurat. Perbedaan ini beradasarkan terhadap perbedaan

penafsiran ayat :

24 Ibnu Rusyd, op. cit., hlm. 86, lihat juga Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh

Lima Mazhab, (tarj.), Jakarta: Lentera, 2001, hlm. 81, lihat juga. Doktor Musthfa Diibul Bigha, Fiqh Syafi’i, (tarj.) Adlchiyah Sunarto dan Multazam, Surabaya: Bintang Pelajar, 1984, hlm.147

58

)59: النور ( ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها

Artinya : ….dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya …….(Q.S. an-Nur : 31).25

Yang dimaksud dengan perhiasan yang nampak dalam ayat di

atas adalah muka dan telapak tangan.26 Namun yang menjadi

masalah dalam ayat ini adalah, apakah kata illa di atas adalah bentuk

badan tertentu, atau untuk anggota badan yang dengan terlihatnya itu

tidak bisa di kuasai. Maka bagi bagi para fuqaha yang bermaksud

bahwa anggota yang terlihatnya itu tidak bisa dikuasai, mereka

berkesimpulan bahwa seluruh anggota tubuh wanita adalah aurat,

termasuk punggung.27 Pendapat mereka berdasakan firman Allah :

نيندي ؤمنيناء المنسو ناتكبو اجكوقل لأز ا النبيها أيي

لابيبهنمن ج هنلي59: األحزاب ( ع(

Artinya : Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu orang mukmin : Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya. (Q.S. al-Ahzab : 59).28

Sedangkan yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah hal-

hal yang secara konvensional (adat) tidak ditutup ; muka dan telapak

tangan, mereka menganggap bahwa dua anggota badan tersebut

bukanlah aurat.29

25 Departemen Agama RI, op., cit., hlm. 548 26 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima…., op. cit., hlm. 81 27 Ibnu Rusyd, op. cit., 83 28 Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 678 29 Ibnu Rusyd., loc. Cit.

59

2. Literatur yang bersumber dari pendapat kontemporer

Muhammad Syahrur30 menggunakan istilah aurat dengan al-

sau’ah yang mengacu pada al-Qur’an Q.S. al-A’raf [7] : 26 – 27.

Syahrur membagai aurat ke dalam dua pengertian :

a. Arti denotatif, maksud kata ini adalah keburukan (al-qubh) atau

bisa juga bintik-bintik putih dalam kulit (al-Baras), sebagaimana

dalam al-Qur’an : … dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu

niscaya ia keluar menjadi putih cemerlang tanpa cacat, sebagai

mu’jizat, (Q.S. Taha : 22). Pendapat ini juga dipegangi oleh

Zamahsari.

b. Arti konotatif, maksudnya bagian tubuh yang tidak boleh dibuka

untuk diperlihatkan. Berdasarkan hal ini, muncul pendapat

bahwa kata tersebut adalah kiasan dari (kinayah) tentang alat

kelamin laki-laki dan wanita yang bila diperlihatkan akan

mengganggu pihak lain. Selain itu, kata as-sau’ah juga berarti

aib (fadihah) dan bangkai (jifah) seperti dalam firman Allah :

“Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali

30 Muhammad Shahur dilahirkan pada tahun 1938, ia adalah pemikir keislaman

yang kontroversial asal Syiria. Ia sebenarnya adalah seorang Engineering lulusan dari Moskow. Keberaniannya dalam menawarkan ide-ide baru dalam kajian al-Qur’an secara khusus dan keislaman secara umum sempat menghebohkan dunia Arab. Ia terkenal dengan teori “Limit” atau teori batas yang tertuang dalam karyanya yang sangat kontroversial al-Kitab wa Qur’an pada tahun 1990 yang memuat temuan baru. Dan karena terkenal dengan kontroversialnya tersebut karya menjadi salah satu best seller di Timur Tengah. Sebagian kalangan merasa keberatan dengan karyanya menyebutnya sebagai musuh dalam Islam, agen barat, agen Zionis dan sebutan lainnya. Namun sebagian lain justru memberikan dan kekaguman yang mendalam dan menganggapnya sebagai reformis. Diantara karya-karyanya yang lain adalah : Dirasah Islamiyah Mu’asyirah fi ad-Daulah wa al-Mujtama’, al-Islam wa Iman ; Manzumah al-Qiyam, dan Masyru’ al-‘Amal al-Islam. Selain itu ia juga aktif menulis artikel dan jurnal tentang sosial, politik, hak-hak wanita , dan pluralisme.

60

di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana di

seharusnya menguburkan mayat saudaranya”. (Q.S. al-Maidah :

31).31

Dari dua perspekif pengertian aurat tersebut, tidak jelas

pengertian aurat pengertian manakah yang dipakai sebagai alasan bahwa

tubuh wanita adalah aurat untuk melarang wanita menjadi imam shalat

sebagaimana pendapat Syeh Thantawi. Padahal kondisi pada saat Amina

Wadud menjadi imam jelas dalam keadaan aurat tertutup. Ia

mengenakan kerudung panjang dan berbusana muslim.32 Hal ini

menunjukkan bahwa Amina pun taat pada aturan bahwa salah satu

syarat shalat adalah menutup aurat.33

Jika otak laki-laki yang terganggu dan tidak konsentrasi

(mengganggu kekhusyukan) dalam shalat karena imamnya wanita ,

mengapa kemudian wanita yang dipersalahkan. Mengapa tidak

sebaliknya ?. Maka fenomena ini dapat kita pahami, bahwa persoalan ini

akan bermuara pada adanya tradisi yang memenangkan laki-laki sebagai

hegemoni tradiri patriarkhi. Meminjam bahasa Husein Muhammad “ada

relasi kuasa yang timpang”, hal ini yang mengubur pandangan ini

semakin tenggelam.34

31 Muhammad Shahrur, Metodologi Fiqh Islam Kontemporer, (terj.) Sahiron

Syamsuddin & Burhanuddin, Yogyakarta : elSAQ Press, 2004, hlm. 484. 32 Lebih jelasnya dapat dilihat foto Amin Wadud saat menjadi imam pada majalah

GATRA edisi 2 April dan 9 April 2005. 33 Imam Taqiyuddin, Kifayat al-Ahyar, Daar al-Kutub al-‘Arabiyah Indonesia :

t.th, hlm. 96 34 Husein Muhammad, Imam Wanita Perlu di Dikenalkan, GATRA 9 April 2005

61

Keberanian Amina semestinya kita apresiasi dengan baik. Sudah

saatnya kita mengembalikan Islam sebagai agama pembebas, agama

keadilan, dan agama yang menghormati manusia sebagai manusia.35

Prinsip tersebut dijadikan starting point oleh Amina dalam melakukan

berbagai kajian keagamaan dalam kapasitasnya sebagai seorang

akademisi. Gebrakan dalam bentuk penyelenggaraan salat Jumat yang

kontroversial itu, dalam konteks ini hanya merupakan sebagian kecil

dari keseluruhan upaya untuk membebaskan wanita dari marjinalisasi,

sub-ordinasi, dan diskriminasi. Ia yakin bahwa Islam memberikan

kepada wanita posisi yang setara dengan laki-laki.

B. Analisis terhadap Istinbath Hukum Amina Wadud tentang wanita

sebagai Imam Shalat

Pemikiran Amina sesungguhnya merupakan hasil dari proses

kegelisahan intelektual tentang ketidak adilan gender dalam masyarakat,

terutama masyarakat muslim. Menurutnya salah satu penyebab

terjadikanya ketidak adilan dalam gender dalam kehidupan sosial adalah

karena pengaruh idiologi-doktrin panafsiran al-Qur’an yang bias

35 Ada empat konsep dasar “Teologi Pembebasan” menurut Asghar Ali Engineer :

Pertama, dimulai dengan melihat kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Kedua, teologi ini tidak menginginkan status quo yang melindungi golongan kaya yang berhadapan dengan miskin. Artinya teologi pembebasan merupakan anti kemapanan (estabilshment) baik kemapanan religius maupun politik. Ketiga, teologi pembebasan memainkan peranan dalam membela kelompok yanng tertindas dan tercabut haknya, serta sebagai senjata idiologi yang kuat untuk melawannya. Keempat, teologi pembebasan tidak hanya mengakui satu konsep metafisika tentang takdir dalam rentang sejarah umat Islam, namun juga mengakui konsep bahwa manusia itu bebas menentukan nasibnya sendiri. Lihat dalam : Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan, (tarj.) Agung Prihantoro, Yogayakarta: Pustaka Pelajar, 2000, hlm. 1-2.

62

patriarkhi. Karya-karya tafsir (tradisional) menurutnya hanya ditulis

oleh laki-laki, maka jelas corak tafsirnya terkesan banyak meninggalkan

kepentingan wanita .36

Terhadap fenomena ini, Amina bukan hanya mengkritik model

atau hasil penafsiran tradisional yang dianggapnya sangat atomistik dan

parsial. Artinya penafsiran yang dilakukan ayat per-ayat dan tidak

tematik, sehingga pembahasannya terkesan sepotong-sepotong (parsial),

tidak menampilkan pemahaman yang utuh mengenai suatu persoalan.

Dengan kata lain penafsiran tersebut tidak ada upaya mendiskusikan

tema-tema tertentu menurut al-Qur’an itu sendiri.37

Dari kritik yang dilakukannya, kemudian ia menggagas sebuah

alternatif penafsiran yang diyakininya lebih memperlihatkan kesetaraan

gender. Sebuah tafsir khas dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an yang

bias gender. Ia menyebutnya dengan tafsir “hermeneutika tauhid”38.

Hermeneutika39 ini menekankan bahwa al-Qur’an mempunyai

satu-kesatuan makna dari seluruh bagian-bagian ayatnya. Di sana

36 Amina Wadud, Qur’an Menurut Wanita , (tarj.) Abdullah Ali, Jakarta: Serambi,

2001, hlm. 34 37 Ahmad Baidhawi, Tafsir Feminis ; Kajian Wanita dalam al-Qur’an dan Para

Mufassir Wanita , Bandung: Nuansa, 2005, hlm. 112. 38 Amina Wadud.,op. cit., 14 39 Sebuah spekulasi historis menyebutkan, kata hermeneutika pada mulanya

merujuk nama dewa Yunani kono Hermes yang tugasnya menyampaikan berita dari Sang Dewa yang dialamatkan kepada manusia. Hermeneutika bisa berarti ilmu dan seni menginterpretasikan sebuah teks. Persoalan adalah bagai mana manfsirkan pesan Tuhan yang berbicara dengan bahasa “langit” agar bisa dipahami oleh menusia dengan berbicara dengan bahasa bumi. Penjelasan lain dikemukakan oleh Zygmunt Bauman bahwa hermeneutika berasal dari bahasa Yunani “hermeneutikos” yaitu berkaitan dengan upaya menjelaskan dan menelusuri pesan dan pengertian dasar dari sebuah ucapan atau tulisan yanh tidak jelas, kabur, remang-remang dan kontradiksi, sehingga menimbulkan keraguan dan kebingungan pada para pembacanya. Maka di sinilah terjadi lingkaran hermeneutik, yaitu proses dialog dan interogasi yang berlangsung antara teks (al-Qur’an) dan

63

terdapat adanya dinamika antara aspek universalitas dan partikular dari

al-Qur’an. Hermeneutika tahuid merupakan salah satu metode

penafsiran dimaksudkan untuk memperoleh kesimpulan makna suatu

teks atau ayat. Metode ini harus memperhatikan tiga aspek :

Pertama. dalam konteks apa teks itu ditulis atau kaitannya

dengan al-Qur'an adalah dalam konteks apa ayat tersebut diturunkan.

Dalam kaitan ini Amina menelusuri data-data sejarah, khusunya yang

berkaitan dengan peristiwa turunnya ayat dan periode umum turunnya

ayat tersebut untuk melakukan analisis. Kedua, sebagaimana komposisi

tata bahasa teks (ayat) tersebut, bagaimana pengungkapannya, apa yang

dikatakannya. Dalam hal ini Amina secara telaten menggurai terhadap

penggunaan bentuk bahasa yang digunakan dalam al-Qur’an baik itu

dalam bentuk muzakar dan muanastnya. Hal ini sangat penting karena

dalam kenyataannya, al-Qur’an menggunakan bentuk yang beragam,

adakalanya ekslusif untuk laki-laki dan wanita , adakkalanya bentuk

kedua-duanya. Persoalannya penggunaan bentuk yang ekslusif belum

tentu tujuannya adalah untuk pihak tertentu. Karena memang bahasa

Arab tidak mengenal bentuk netral. Sehingga pandangan baru mengenai

bahasa al-Qur’an memang sangat diperlukan. Ketiga, bagaimana

pembacanya. Adakalanya sebuah teks beridiri sebagai subyek tetapi pada saat yang sama lalu diposisikan sebagai obyek. Sebagai obyek teks (al-Qur’an) hendak ditanya dan diadili untuk membuktikan klaim-klaim kebenaran yang ditawarkan. Dalam hal ini teks (al-Qur’an) harus bisa menjawab, atau akan dipandang sebelah mata dan bahkan ditinggalkan oleh pembacanya. Lihat Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama ; Sebuah Kajian Hermeneutik, Jakarta: Paramadina Mulya, 1996, hlm. 125-126, 139.

64

keseluruhan teks (ayat), weltanschauung atau pandangan-dunia,40

artinya penafsiran tidak dapat dipisahkan dari konteks dan pengalaman

sosial, maka al-Qur’an harus dipahami sesuai dengan konteksnya.

Sehingga makna teks menjadi “hidup” tidak beku, dan kaya akan

makan. Teks akan menjadi dinamis pemaknaannya dan selalu

kontekstual, seiring dengan perkembangan budaya dan peradaban

manusia.41

Al-Qur’an menjelaskan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk

berbeda jenis kelamin, suku bangsa etinis, warna kulit, namun yang

paling mulia di sisi Allah Swt adalah tingkat ketaqwaannya. Sebagai

man Firman Allah :

الله أتقاكم عند كممأكر 13: الحجرات ( إن(

Artinya : Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu. (Q.S. al-Hujrat : 13).42

Istilah taqwa dalam ayat tersebut menurut Amina adalah salah

satu weltanschauung al-Qur’an yang paling pokok. Ia mengartikan

sebagai “kesalehan” yakni sikap perilaku yang saleh menghindari apa

yang dilarang dengan sistem moral-sosial dan kesadaran karena Allah,

yakni menjalankan perilaku itu karena ta’dhim kepada Allah. Dalam

weltanschauung al-Qur’an, istilah ini selalu merefleksikan baik tindakan

maupun sikap, istilah multidemensiaonal inilah yang merupakan hal

40 Amina Wadud, op. cit., hlm. 35 41 Ahmad Baidhawi, op. cit., hlm. 116 42 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjamahnya, Jakarta: Intermassa, 1986,

hlm. 847

65

yang mendasar dalam al-Qur’an.43 Ia menegaskan bahwa hati dan

perbuatan tidak berkelamin (tidak mengenal kelamin) berdasarkan aya

al-Qur’an (4 : 124).44

Berdasarkan pemikiran inilah Amina membuat gebrakan baru

dengan membolehkan wanita menjadi imam shalat yang ia tegaskan

dalam khutbahnya.

Tidak ada ayat dalam al-Qur’an yang menyebutkan bahwa wanita tidak boleh menjadi imam. Pada abad ke-7, Nabi Muhammad pernah mengizinkan wanita menjadi imam bagi jamaah laki-laki dan wanita . Nabi Muhammad meminta Ummu Waraqah menjadi imam dalam shalat jum’at bagi jama’ah di luar kota Madinah.

Hukum yang kebanyakan diciptakan kaum pria menghapus hak-hak wanita muslim. Sehingga wanita muslim kehilangan hak-hak intelektualitas dan haknya menjadi pemimpin spiritual. Kaum muslim menggunakan interpretsi sejarah yang salah dan mundur ke belakang.

Kita sebagai umat Islam yang hidup di abad ke-21, mempunyai mandat untuk memperbaiki tanggungjawab partisipasi lelaki dan wanita . Kita harus saling bergandeng tangan untuk memperbaiki posisi wanita yang selama ini dipandang sebagai “rekanan seksual” belaka.

Wanita bukanlah seperti dasi yang menjadi pelengkap busana. Kapanpun lelaki melakukan kontak dengan wanita, maka wanita harus diperlakukan secara sejajar dan seimbang.45

Dari kutipan khutbah amina Wadud menjelaskan bahwa laki-laki

dan wanita adalah dua kategori spesies diberi perhatian yang sama atau

sederajat dan diberkati dengan potensi yang sama. Al-Qur’an

mendorong semua orang yang beriman laki-laki dan wanita supaya

mengikuti keimanan dengan tindakan. Al-Qur’an tidak membedakan

43 Amina Wadud, op. cit., hlm. 81-82 44 Ibid, hlm. 84 45 GATRA 2 April 2005, hlm. 81

66

antara laki-laki dan wanita dalam penciptaan, tujuan atau pahala yang

dijanjikan.46

Pendapat Amina Wadud tidak terlapas dari semangat feminisme

yang mengalir dalam darahnnya. Tentu saja dipengaruhi lingkungan di

mana ia hidup dan bersosialisasi, sehingga berpengaruh pada pola fikir

dan kepekaan terahadap fenomena yang terjadi di sekitarnya.

Munculnya model tafsir yang khas feminisme tersebut disebabkan oleh

beberapa faktor :47

Pertama, Realitas Sosial, kabanyakan feminis hidup dalam

lingkungan yang sangat patriarkhis. Dan mereka menyadari bahwa ada

pola budaya dan relasi yang ternyata tidak menguntungkan wanita .

Kesadaran tersebut berpengaruh dalam membentuk wacana feminisme

di kalangan para mufasir feminis tersebut. Yang akhirnya sangat

berpengaruh di dalam upaya memahami ayat-ayat keagamaan

berdasarkan pandangan hidup mereka.

Walaupun kita ketahui Amina Wadud sebenanya tidak hidup pada

lingkungan yang berbudaya patriarkhi. Sebagaimana kita tahu bahwa

Amerika adalah negara liberal yang mengakui hak-hak individu secara

penuh, termasuk kebeb asan berpikir, berpendapat. Maka Pemikiran

Amina terinspirasi sebagai seorang muslim di negara yang maju harus

melihat kenyataan di banyak negara muslim masih masih banyak terjadi

46 Amina Wadud, op. cit., hlm. 51 47 Abdul Mustaqim, Tafsir Feminis Versus Tafsir Patriarkhi : Telaah Kritis

Penafsiran Dekonstruksi Riffat Hasan, Yogyakarta: Sabda Persada, 2003, hlm. 65-72.

67

fenomena dimana hak-hak wanita diabaikan hak-haknya dan tertindas

budaya patriarkhi.

Kedua, Persentuhan dengan Peradaban Barat, Memang

harus kita akui bahwa metode berpikir umat Islam secara umum masih

jauh ketinggalan dengan Barat. Sebagai muslim Amerika pola pemikiran

keagamaan khas Barat sangat memperngaruhi padangan hidup

keagamannya. Apalagi sampai saat ini ia masih berstatus sebagai Guru

Besar Studi Islam pada jurusan Filsafat dan Agama di Universitas

Virginia Comminwealth. Di mana wacana dan dinamika keilmuan terus

akan berkembang secara lebih dinamis dan liberal.

Dalam memahani teks spritual terhadap teks-teks keagaman,

para feminis muslim menggunakan instrumen yang berbeda dari apa

yang digunakan oleh para mufasir klasik. Sehingga para feminis

kontemporer menghasilkan gagasan tentang posisi laki-laki dan wanita

yang egaliter dan berkeadilan dari sudut pandang universal.

Ketiga, Perkembangan Global, Teknologi informasi yang

berkembang demikian pesar akhir-akhir ini menyebankan terjadinya

perubahan yang begitu komplek dalam kehidupan umat Islam.

Pergolakan “emansipasi” dan “demokrasi” di berbagai bagian wilayah

dunia dapat dengan begitu mudah dapat diakses umat Islam dan ini

sangat berpengaruh pada kehidupannya.

Perubahan sosial akibat globalisasi menyebabkan pemikiran-

pemikiran keislaman klasik mulai mengalami “keterasingan” karena

68

memang dalam hal-hal tertentu tidak mampu menjawab persoalan yang

terus berkembang akibat perubahan tersebut. Munculnya fenomena-

fenomana baru yang menjadi tantangan tersebut mengharuskan para

pemikir kontemporer muslim termasuk para feminis untuk mencoba

menggulirkan wacana baru sebagai respon perkembangan dan

perubahan karena globalisasi.

Keempat, Gagasan tentang HAM, Munculnya penafsiran baru

atas ayat-ayat al-Qur'an mengenai relasi laki-laki dan wanita , tidak

terlepas dari kesadaran umat manusia dalam masyarakat modern yang

dikondisikan oleh isi-isu hak asasi manusia dan martabat manusia.48

Serangan Barat kepada Islam, ikut mempengaruhi pemikir-

pemikir muslim untuk merumuskan kembali pemahaman keislaman

yang memang secara moral membela nilai-nilai egalitarianisme dan

kesetaraan antara laki-laki dan wanita . Gerakan feminisme yang

manjadi wacana global akhir-akhir ini memiliki pengaruh bagi

munculnya pemikir feminis muslim. Di sisi lain yang lebih

menggerakan mereka adalah tantangan dunia modern yang menuntun

pelaksanaan hak asasi manusia (HAM) secara menyeluruh. Karena

HAM menuntut keadilan universal bagi umat manusia yang tidak

dikaitkan dengan persoalan agama, etnis, jenis kalamin dan lain-lain.

Dalam kaitannya nilai-nilai kesetaraan inilah harus diperjuangkan.49

48 Asghar Ali Engineer, Hak-hak Wanita dalam Islam, Yogyakarta: LSPPA,

1994, hlm. 3 49 Baca Abdulah Ahmad an-Naim, Dekonstruksi Syari’ah, (terj.) Amiruddin ar-

Rani, Yogyakarta: LKiS, 1994.

69

Peristiwa bersejarah yang dipimpin Dr. Amina Wadud (sebagai

imam sekaligus khatib) yang berlangsung di gereja Anglikan,

Manhattan, New York, AS, 18 Maret 2005 lalu menjadi sangat menarik

karena itu merupakan bagian penting dari dinamika perkembangan umat

Islam di dunia. Kita sadar bahwa akan banyak orang Islam yang

menganggap apa yang dilakukan Amina Wadud sebagai sesuatu yang

tercela, mengada-ada, atau bahkan menyesatkan.

Adalah hak siapa pun untuk berpandangan semacam itu. Tapi,

marilah kita berharap bahwa sikap itu tak membuahkan kemarahan yang

membabi buta yang lazim diikuti dengan penolakan untuk bahkan

sekadar mendiskusikan gagasan yang diajukan Amina Wadud. Di dunia,

kita tidak pernah tahu Kebenaran Absolut. Yang kita tahu hanyalah

kebenaran dengan ''k'' kecil. Dengan kata lain, apa yang kita yakini

sebagai kebenaran mungkin saja salah. Kita mencari kebenaran

sepanjang hidup. Apa yang kita percaya sebagai kebenaran adalah

sesuatu yang merupakan hasil dari proses belajar dari orang tua, dari

sekolah, dari buku, dari lingkungan, dari guru, dari pengalaman hidup,

sampai sekarang. Saya tidak bisa mengatakan, apa yang saya anggap

benar, pasti benar. Selalu harus terbuka kemungkinan untuk mengoreksi,

meninjau ulang.

Mungkin mayoritas pria Muslim masih tidak nyaman bila

diimami shalat oleh wanita. Namun, adalah penting bagi kita untuk

70

mendengarkan argumen yang dikemukakan Amina Wadud, tanpa buru-

buru secara apriori menuduhnya sebagai manusia sesat yang

menyesatkan. Ia juga berargumen bahwa al-Quran tidak pernah

melarang praktik wanita memimpin shalat kaum pria. Tentu saja,

argumen itu terbuka untuk diperdebatkan. Namun, yang terpenting

justru itu terbuka untuk diperdebatkan.

Kalau Pendapat Amina ternyata benar, manfaatnya jelas : kita

menemukan kebenaran baru. Karena itu, terlepas dari benar atau salah,

pandangan Wadud yang kontroversial sangat penting untuk dijadikan

agenda isu terbuka umat Islam. Allah akan selalu menerangi jalan

mereka yang berusaha mencari kebenaran dengan ikhlas.

Wallahu a’lam bi shawab