bab iv analisis pemikiran amina wadud tentang...
TRANSCRIPT
48
BAB IV
ANALISIS PEMIKIRAN AMINA WADUD TENTANG HUKUM
WANITA SEBAGAI IMAM SHALAT
A. Analisis Pemikiran Amina Wadud tentang Wanita sebagai Imam
Shalat
Salat Jum’at bersejarah yang dipimpin Dr. Amina Wadud
(sebagai imam sekaligus khatib) yang berlangsung di gereja Anglikan,
Manhattan, New York, AS, 18 Maret 2005 lalu menimbulkan
kontroversi. Gebrakan revolusioner pengajar studi Islam di Virginia
Commonwealth University, AS itu membuka kembali perdebatan
literatur fikih tentang boleh-tidaknya wanita memimpin shalat dengan
makmum laki-laki.
Di Timur Tengah, syaikh besar Al-Azhar Mesir, Syed Thantawi,
meneguhkan pendapatnya dalam koran Al-Ahram bahwa pada dasarnya
wanita tidak boleh mengimami laki-laki. Baru boleh bila makmumnya
wanita . "Karena tubuh wanita itu aurat," Ketika wanita mengimami
laki-laki, makmum laki-laki akan melihat tubuh wanita. "Itu tidak
patut," katanya. "Dalam ibadah, tidak boleh ada sesuatu hal yang
merusak nilai kekhusyukan."Thantawi lalu menyitir surat Ali Imran ayat
14: ''Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan pada wanita''.
''Ayat itu menyiratkan bahwa wanita bisa mengundang syahwat lelaki.
49
Ini bertentangan dengan prinsip khusyuk dalam shalat," kata Thantawi
di koran terbesar Kairo itu.1
Pandangan mufti terkemuka, Yusuf Qardlawi seirama dengan
Thantawi. Bahwa sepanjang sejarah Islam tak pernah terdengar wanita
menjadi imam salat Jumat atau menjadi khatib. Bahkan era Sagharat Ad-
Dur, wanita yang memimpin Mesir zaman Dinasti Mamluk, hal itu tak
terdengar.2
Sebenarnya perdebatan tentang boleh tidaknya wanita menjadi
imam shalat bukan baru, tetapi persoalan ini telah menjadi perdebatan di
antara ulama fiqh klasik. Ibnu Rusyd pernah mengulas perdebatan
tersebut dalam dua pendapat antara yang melarang dan membolehkan.3
Tetapi mengapa seakan-akan hal tersebut menjadi sesuatu yang aneh
bagi umat Islam sekarang ?
Menurut Asghar Ali Engineer4 bahwa kebanyakan agama berasal
dari sebelum abad pertengahan, para pendirinya (utusan) adalah laki-
1 Pandangan ini berpegang ada hadits Nabi : المرأة عورة مستورة “Wanita itu aurat
yang tertutup”.Selain itu tubuh wanita secara umum dianggap firnah. Lihat Abdul Halik Abu Syqqah, Kebebasan Wanita, (tarj.) As’ad Yasin, Jakarta: Gema Insani Press, 1991, hlm. 29, 33. lihat juga GATRA 2 April 2005, hlm. 82
2 GATRA 9 April 2005, hlm. 27 3 Ibnu Rusyd, Bidayat al-Mujtahid, Indonesia: Daar al-Maktabah al-Arabiyah, t.th,
hlm. 105 4 Asghar Ali Engineer lahir pada tanggal 10 Maret 1939 di Rajasthan, dekat
Undaipur (India). Nama ayahnya adalah Syaikh Qurban Husain. Ia adalah seorang ‘alim yang mengabdi kepada pemimpin keagamaan Bohra yang cukup liberal terbuka dalam pemikirannya. Dia mulai memimpin kaum gerakan kaum reformis dengan menentang apa yang mereka sebut sebagai otoritasianisme dan regiditas pemimpin Bohra. Engineer menyerukan perlunya tafsir liberal terhadap Islam yang dapat mengakomodasi hak-hak individu, martabat manusia dan nilai-nilai kemanusiaan. Ia mendapat beberapa penghargaan antara lain : gelar D. Litt. (Hon) dari Universitas Calcuta (Barat Bengal) pada tahun 1993 atas karyanya dalam bidang harmonital komunal dan dialog antar agama. National Communal Harmony Award atas Kerja kerasnya di Comunnal Harmony oleh National for Communal. Dari Menteri dalam negeri India. Penghargaan antar agama “Harmony Award”
50
laki, tumbuh dan berkembang pada masyarakat patriarkhi, para ulama
baik fuqaha dan mufassirin dari kaum laki-laki, maka tidak
mengherankan apabila kemudian agama ini memberikan posisi yang
dominan kepada laki-laki dan mereduksi posisi wanita seakan-akan
menepati posisi kedua. 5
Maka pemahaman keislaman yang kita warisi ini adalah Islam
politik. Artinya selalu ada kekuasaan-kekuasaan politik yang memihak
pandangan-pandangan tertentu dan melenyapkan pandangan lainnya.
Sehingga pandangan-pandangan ulama yang tampil dan didukung
penguasa dinasti-dinasti Islam yang berumur panjang tersebut, jelas-
jelas memperlihatkan bentuk wacana yang patriarkhis.6 Sehingga, salah
satu eksesnya adalah pendapat yang membolehkan wanita menjadi imam
tersebut tidak populer sampai sekarang.
Keberanian Amina Wadud mencoba menggugat dominasi itu.
bukan berarti mencoba memutarbalikkan keadaan, melainkan hanya
usaha mewujudkan kesetaraan dan memosisikan keberpihakan Islam
terhadap wanita , termasuk dalam dimensi spiritual. Pandangan Amina
dari New Leadrs Committee Chennai. Dan penghargaan “Hakim Khan Sur Awward” dari Maharana Mewar Undaipur Rajastha. Karya-karya yang terkenal antara lain : Islam and Liberation Theology: Essay on Liberative Elements in Islam, New Delhi: Sterling Publishers Private Limited, 1990, Women Under The Authority of Islam : in The Authority of Relegion and the Status of Women, ed. Jyotsna Chatterji, New Delhi: A Joint Women’s Programe Publication, 1989, The Rights of Women in Islam, Lahore: Vanguard Book, (PVT) LTD, 1992, Status Women in Islam, New Delhi: Ajanta Publication, 1987.dll.
5 Asghar Ali Engineer, The Qur’an Women and Modern Society, (tarj.) Agus Nuryanto, Yogyakarta: LKiS, 2003, hlm. 65.
6 Lihat wawancara Ulil Abshar-Abdalla dari JIL berbicang-bincang dengan KH Husein Muhammad (Pengasuh Pondok Peantren Darut Tauhid, Arjowinangun, Cirebon).dalam http://islamlib.com/id/page.php?page=article&id=798
51
tersebut itu bukan tanpa argumen teks agama. Mengenai imam shalat
wanita tersebut, ia berdasarkan hadits riwayat Abu Daud menuturkan
bahwa :
أن رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم كان يزورها فى بيتها
7) رواه ابوداود (وجعل لها يؤذن لها وامرها أن تؤم أهل دارها
Artinya : Bahwa Rasullah Saw pernah mengunjungi (Ummu Waraqah) di rumahnya, dan menunjuk seorang muadzin yang melakukan azan untuknya, dan memerintahkan Ummu Waraqah untuk menjadi imam (shalat) bagi seisi rumahnya. (HR. Abu Daud).
Hadits tersebut menjelaskan bahwa Ummu Waraqah seorang wanita
meminta izin Nabi untuk mengambil muazin di rumahnya. Nabi
mengizinkan. Bahkan menyuruh Ummu Waraqah menjadi imam shalat
bagi penghuni rumahnya.8 Menurut keterangan al-Asqalani dalam kitab
Bulugh al-Maram bahwa di rumah tersebut terdapat dua lelaki
tanggungannya, yaitu seorang kakek dan seorang budak (laki-laki).9
Ketidak populeran tersebut jelas bahwa selama ini telah terjadi
unbalancing (ketidak seimbangan) informasi sejarah hukum Islam yang
banyak tertuang dalam kitab-kitab fiqh. Dalam hal ini penulis tidak akan
terjebak pada kesimpulan setuju dan tidak saja, namun akan
7 Imam Abu Daud, Ain al-Ma’bud, Beirut: Al-Maktabah al-Salafiyah, t.th. hlm. 17 8 Menurut Ali Mustafa Ya’qub Guru besar Ilmu Hadits IIQ Jakarta dan Pengasuh
pesantren Luhur Ilmu Hadits Darus Sunnah Hadist ini juga dipakai oleh Abu Tsaur, salah satu ulama klasik yang membolehkan wanita menjadi imam. Hadits ini diriwayatkan antara lain Imam Abu Daud, Imam Ahmad, dan Imam al-Hakim yang oleh para ahli hadis diakui secara kualitas adalah sahih (valid). Namun ia sendiri tidak mengakui hadits ini dapat dijadikan dalil tentang pembolehan imam bagi wanita karena lemah dari sisi istidlal (sumber hukum). Lihat GATRA edisi 9 April 2005, hlm. 35.
9 Lihat keterangan dalam Al-Asqalani, Bulughul Maram, Bandung : Almaarif, 1984, hlm. 158
52
memaparkan mengapa hal itu dapat terjadi sampai sekarang. Prinsip
dasar yang kita pegangi adalah ajaran substansi dari al-Qur’an.
Ajaran murni dalam al-Qur’an tidak membedakan antara laki-
laki dan wanita dalam hal apapun. Prinsip-prinsip tersebut adalah
sebagai berikut : 10
1. Laki-laki dan Wanita Sama-sama sebagai Hamba.
Dalam kapasitas manusia sebagai hamba, tidak ada perbedaan
antara laki-laki dan wanita. Keduanya mempunyai potensi dan
peluang yang sama untuk menjadi hamba yang ideal. Hamba yang
ideal dalam al-Qur’an biasa diistilahkan dengan orang-orang yang
bertaqwa (mutaqin), dan untuk mencapai derajat ini tidak dikenal
adanya perbedaan jenis kelamin, suku, atau etnis tertentu.
Sebagaimana firman Allah :
يا أيها الناس إنا خلقناكم من ذكر وأنثى وجعلناكم شعوبا
ليمع الله إن الله أتقاكم عند كممأكر فوا إنارائل لتعقبو
13: الحجرات ( خبير(
Artinya : Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan wanita dan mejadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang (Q.S. al-Hujrat : 13).11
10 Nasararudin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif, Jakarta:
Paramidana, 2001, hlm. 248-264, Bandingankan dengan, Asghar Ali Engineer, Hak-hak Peremuan dalam Islam, Yogyakarta: LSPPA, 2000, hlm. 67.
11 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjamahnya, Jakarta: Intermassa, 1986, hlm. 847
53
Ayat ini turun ketika peristiwa Fatkhu Makkah (penaklukan
kota makkah), Bilal naik ke atas Ka’bah untuk mengumandangkan
azan. Kemudian beberapa orang bertaka : “ Apakah pantas budak
hitam ini azan di atas Ka’bah ?”, maka berkatalah yang lainnya :
“sekiranya Allah membeci orang ini, pasti Dia akan menggantinya.12
Ayat ini merupakan ayat penegasan anti diskriminasi dan penegasan
bahwa manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang
paling bertaqwa di sisi-Nya.
2. Laki-laki dan Wanita sebagai Khalifah di muka Bumi.
Selain menjadi hamba yang tunduk dan mengabdi, manusia
juga menjadi khalifah. Sebagaimana firman Allah Swt :
وهو الذي جعلكم خالئف األرض ورفع بعضكم فوق
بعض درجات ليبلوكم في ما آتاكم إن ربك سريع العقاب
حيمر لغفور إنه165: األنعم ( و(
Artinya : Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksa-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Q.S al-An’am : 165)13
وإذ قال ربك للمالئكة إني جاعل في األرض خليفة قالوا
حبنس ننحاء ومالد فكسيا وفيه فسدن يا مل فيهعأتج
ونلما ال تعم لمقال إني أع لك سنقدو دكم30: البقراة ( بح(
12 Q. Shaleh dan A.A. Dahlan, Asbabun Nuzul ; Latar Belakang Turunnya Ayat-
ayat al-Qur’an, Bandung : Diponegoro, 2000, hlm. 518. 13 Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 217
54
Artinya : Ingalah ketika Tuhamu berfirman kepada para malaikat : “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”, mereka berkata : “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau ?” Tuhan berfirman : “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (Q.S. al-Baqarah : 13).14
Kata khalifah dalam al-Qur’an tersebut tidak menunjuk salah
satu jenis kelamin atau tidak merujuk kelompok etnis tertentu.
Kepada manusia sebagai khalifah diberikan Tuhan akal, iradat untuk
sama-sama berjuang.15 Sedangkan tugas utama manusia sebagai
khalifah adalah menuntut manusia untuk memelihara, membimbing,
dan mengarahkan segala sesuatu agar mencapai maksud dan tujuan
penciptaannya.16
3. Laki-laki dan Wanita Sama-sama Menerima Perjanjian Primordial.
Artinya bahwa setiap janin laki-laki dan wanita saat menjelang
lahir dari rahim ibunya, ia terlelebih dahulu sama-sama menerima
perjanjian yaitu berikrar akan keberadaan Tuhannya (Q.S. 7 : 172).
)172: األعراف ( ألست بربكم قالوا بلى شهدنا
Arinya : Bukankah Aku ini Tuhanmu ? Mereka menjawab : betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Q.S. al-A’raf : 172)17
14 Ibid., hlm. 10 15 Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, Semarang: Pustaka
Rizki Putra, 2001, hlm. 399. 16 Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an ; Tafsir Madu’i atas Pelbagai Persoalan
Umat, Bandung: Mizan, 2000, hlm. 492 17 Departemen Agama RI, op., cit., hlm. 250
55
Menurut Fahru al-Razi sebagaimana dikutip oleh
Nassaruddin Umar, tidak ada seorangpun lahir di muka bumi ini
yang tidak berikrar akan keberadaan Tuhan, dan ikrar mereka
disaksikan oleh para malaikat. Tidak ada seorangpun yang
mengatakan “tidak”.18
Dengan demikian dalam Islam, tanggungjawab individual dan
kemandirian berlangsung sejak dini, yaitu semenjak dalam
kandungan. Sejak awal manusia dalam pandangan Islam tidak
dikenal adanya diskriminasi jenis kelamin. Laki-laki dan wanita
sama-sama menyatakan ikrar ketuhanan yang sama.
4. Laki-laki dan Wanita Berpotensi Meraih Prestasi.
Peluang untuk meraih prestasi maksimum tidak ada
pembedaan antara laki-laki dan wanita . Sebagaimana dijelaskan
dalam beberapa firman Allah Swt sebagai berikut :
: ال عمران ( ضيع عمل عامل منكم من ذكر أو أنثى أني ال أ
195 (
Artinya : Sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau wanita . ( Q.S. ali Imran : 195).19
Ayat ini turun berdasarkan riwayat Ummu Salamah yang
bertanya kepada Rasulullah mengenai persoalan mengapa perintah
hijrah dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara khusus bagi kaum
18 Nasararudin Umar, op. cit., hlm. 254 19 Ibid., hlm. 110
56
wanita . Maka Allah menurunkan ayat ini sebagai penegasan bahwa
perintah hijrah tersebut juga untuk kaum wanita .20
ؤمنم وهأنثى و ات من ذكر أوالحالص ل منمعن يمو
)124: النساء ( فأولـئك يدخلون الجنة وال يظلمون نقيرا
Artinya : Barang siapa mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia seorang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun. (Q.S. an-Nisa : 124)21
من عمل صالحا من ذكر أو أنثى وهو مؤمن فلنحيينه حياة
)97:النحل ( وا يعملونطيبة ولنجزينهم أجرهم بأحسن ما كان
Artinya : Barang siapa mengerjakan amal soleh saleh, baik laki-laki maupun merempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang lebih baik. (Q.S. an-Nahl : 97).22
من ذكر أو أنثى وهو مؤمن فأولئك ومن عمل صالحا
) 40: الغافر ( يدخلون الجنة يرزقون فيها بغير حساب
Artinya : Dan barang siap mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun wanita sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rizki di dalamnya tanpa hisab. (Q.S. al-Ghafir : 40).23
Uraian tentang keempat prinsip tersebut sangat jelas, bahwa
tidak ada pembedaan antara laki-laki dan wanita dalam mencari ridha
dan ketaqwaaan kepada Allah Swt. Dengan demikian tidak ada satu pun
20 Q. Shaleh dan A.A. Dahlan, op. cit., hlm.126 21 Departemen Agama RI, op., cit., hlm. 143 22 Ibid., hlm. 417 23 Ibid., hlm. 765
57
landasan teologis berupa ayat atau Firman Allah yang tidak
membolehkan wanita sebagai imam shalat.
Namun ada aspek lain yang dipersoalkan yaitu mengenai tubuh
wanita adalah aurat. sebagaiamana pendapat ulama klasik sebagai alasan
tidak diperbolehkannya wanita sebagai imam shalat. Sebagaimana
pendapat Syeh Thantawi dan Yusuf Qardhawi di atas misalnya yang
meneguhkan pendapatnya bahwa wanita . “tubuh wanita itu aurat,"
Ketika wanita mengimami laki-laki, makmum laki akan melihat tubuh
wanita. "Itu tidak patut,". Pendapat yang demikian perlu untuk ditinjau
ulang.
Ada baiknya kita kupas terlebih dahulu beberapa pendapat
mengenai aurat yang menjadi pangkal persoalan dalam masalah ini
dalam dua perspektif :
1. Literatur yang bersumber dari pendapat ulama klasik (jumhur)
Jumhur ulama berpendapat bahwa seluruh anggota badan kecuali
muka dan telapak tangan adalah aurat.24 Imam Abu Hanifah
berpendapat kaki wanita adalah aurat. Sedang Abu Bakar bin Abdu
Rahman dan Ahmad menegaskan bahwa seluruh anggota badan
adalah aurat. Perbedaan ini beradasarkan terhadap perbedaan
penafsiran ayat :
24 Ibnu Rusyd, op. cit., hlm. 86, lihat juga Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh
Lima Mazhab, (tarj.), Jakarta: Lentera, 2001, hlm. 81, lihat juga. Doktor Musthfa Diibul Bigha, Fiqh Syafi’i, (tarj.) Adlchiyah Sunarto dan Multazam, Surabaya: Bintang Pelajar, 1984, hlm.147
58
)59: النور ( ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها
Artinya : ….dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya …….(Q.S. an-Nur : 31).25
Yang dimaksud dengan perhiasan yang nampak dalam ayat di
atas adalah muka dan telapak tangan.26 Namun yang menjadi
masalah dalam ayat ini adalah, apakah kata illa di atas adalah bentuk
badan tertentu, atau untuk anggota badan yang dengan terlihatnya itu
tidak bisa di kuasai. Maka bagi bagi para fuqaha yang bermaksud
bahwa anggota yang terlihatnya itu tidak bisa dikuasai, mereka
berkesimpulan bahwa seluruh anggota tubuh wanita adalah aurat,
termasuk punggung.27 Pendapat mereka berdasakan firman Allah :
نيندي ؤمنيناء المنسو ناتكبو اجكوقل لأز ا النبيها أيي
لابيبهنمن ج هنلي59: األحزاب ( ع(
Artinya : Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu orang mukmin : Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya. (Q.S. al-Ahzab : 59).28
Sedangkan yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah hal-
hal yang secara konvensional (adat) tidak ditutup ; muka dan telapak
tangan, mereka menganggap bahwa dua anggota badan tersebut
bukanlah aurat.29
25 Departemen Agama RI, op., cit., hlm. 548 26 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima…., op. cit., hlm. 81 27 Ibnu Rusyd, op. cit., 83 28 Departemen Agama RI, op. cit., hlm. 678 29 Ibnu Rusyd., loc. Cit.
59
2. Literatur yang bersumber dari pendapat kontemporer
Muhammad Syahrur30 menggunakan istilah aurat dengan al-
sau’ah yang mengacu pada al-Qur’an Q.S. al-A’raf [7] : 26 – 27.
Syahrur membagai aurat ke dalam dua pengertian :
a. Arti denotatif, maksud kata ini adalah keburukan (al-qubh) atau
bisa juga bintik-bintik putih dalam kulit (al-Baras), sebagaimana
dalam al-Qur’an : … dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu
niscaya ia keluar menjadi putih cemerlang tanpa cacat, sebagai
mu’jizat, (Q.S. Taha : 22). Pendapat ini juga dipegangi oleh
Zamahsari.
b. Arti konotatif, maksudnya bagian tubuh yang tidak boleh dibuka
untuk diperlihatkan. Berdasarkan hal ini, muncul pendapat
bahwa kata tersebut adalah kiasan dari (kinayah) tentang alat
kelamin laki-laki dan wanita yang bila diperlihatkan akan
mengganggu pihak lain. Selain itu, kata as-sau’ah juga berarti
aib (fadihah) dan bangkai (jifah) seperti dalam firman Allah :
“Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali
30 Muhammad Shahur dilahirkan pada tahun 1938, ia adalah pemikir keislaman
yang kontroversial asal Syiria. Ia sebenarnya adalah seorang Engineering lulusan dari Moskow. Keberaniannya dalam menawarkan ide-ide baru dalam kajian al-Qur’an secara khusus dan keislaman secara umum sempat menghebohkan dunia Arab. Ia terkenal dengan teori “Limit” atau teori batas yang tertuang dalam karyanya yang sangat kontroversial al-Kitab wa Qur’an pada tahun 1990 yang memuat temuan baru. Dan karena terkenal dengan kontroversialnya tersebut karya menjadi salah satu best seller di Timur Tengah. Sebagian kalangan merasa keberatan dengan karyanya menyebutnya sebagai musuh dalam Islam, agen barat, agen Zionis dan sebutan lainnya. Namun sebagian lain justru memberikan dan kekaguman yang mendalam dan menganggapnya sebagai reformis. Diantara karya-karyanya yang lain adalah : Dirasah Islamiyah Mu’asyirah fi ad-Daulah wa al-Mujtama’, al-Islam wa Iman ; Manzumah al-Qiyam, dan Masyru’ al-‘Amal al-Islam. Selain itu ia juga aktif menulis artikel dan jurnal tentang sosial, politik, hak-hak wanita , dan pluralisme.
60
di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana di
seharusnya menguburkan mayat saudaranya”. (Q.S. al-Maidah :
31).31
Dari dua perspekif pengertian aurat tersebut, tidak jelas
pengertian aurat pengertian manakah yang dipakai sebagai alasan bahwa
tubuh wanita adalah aurat untuk melarang wanita menjadi imam shalat
sebagaimana pendapat Syeh Thantawi. Padahal kondisi pada saat Amina
Wadud menjadi imam jelas dalam keadaan aurat tertutup. Ia
mengenakan kerudung panjang dan berbusana muslim.32 Hal ini
menunjukkan bahwa Amina pun taat pada aturan bahwa salah satu
syarat shalat adalah menutup aurat.33
Jika otak laki-laki yang terganggu dan tidak konsentrasi
(mengganggu kekhusyukan) dalam shalat karena imamnya wanita ,
mengapa kemudian wanita yang dipersalahkan. Mengapa tidak
sebaliknya ?. Maka fenomena ini dapat kita pahami, bahwa persoalan ini
akan bermuara pada adanya tradisi yang memenangkan laki-laki sebagai
hegemoni tradiri patriarkhi. Meminjam bahasa Husein Muhammad “ada
relasi kuasa yang timpang”, hal ini yang mengubur pandangan ini
semakin tenggelam.34
31 Muhammad Shahrur, Metodologi Fiqh Islam Kontemporer, (terj.) Sahiron
Syamsuddin & Burhanuddin, Yogyakarta : elSAQ Press, 2004, hlm. 484. 32 Lebih jelasnya dapat dilihat foto Amin Wadud saat menjadi imam pada majalah
GATRA edisi 2 April dan 9 April 2005. 33 Imam Taqiyuddin, Kifayat al-Ahyar, Daar al-Kutub al-‘Arabiyah Indonesia :
t.th, hlm. 96 34 Husein Muhammad, Imam Wanita Perlu di Dikenalkan, GATRA 9 April 2005
61
Keberanian Amina semestinya kita apresiasi dengan baik. Sudah
saatnya kita mengembalikan Islam sebagai agama pembebas, agama
keadilan, dan agama yang menghormati manusia sebagai manusia.35
Prinsip tersebut dijadikan starting point oleh Amina dalam melakukan
berbagai kajian keagamaan dalam kapasitasnya sebagai seorang
akademisi. Gebrakan dalam bentuk penyelenggaraan salat Jumat yang
kontroversial itu, dalam konteks ini hanya merupakan sebagian kecil
dari keseluruhan upaya untuk membebaskan wanita dari marjinalisasi,
sub-ordinasi, dan diskriminasi. Ia yakin bahwa Islam memberikan
kepada wanita posisi yang setara dengan laki-laki.
B. Analisis terhadap Istinbath Hukum Amina Wadud tentang wanita
sebagai Imam Shalat
Pemikiran Amina sesungguhnya merupakan hasil dari proses
kegelisahan intelektual tentang ketidak adilan gender dalam masyarakat,
terutama masyarakat muslim. Menurutnya salah satu penyebab
terjadikanya ketidak adilan dalam gender dalam kehidupan sosial adalah
karena pengaruh idiologi-doktrin panafsiran al-Qur’an yang bias
35 Ada empat konsep dasar “Teologi Pembebasan” menurut Asghar Ali Engineer :
Pertama, dimulai dengan melihat kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Kedua, teologi ini tidak menginginkan status quo yang melindungi golongan kaya yang berhadapan dengan miskin. Artinya teologi pembebasan merupakan anti kemapanan (estabilshment) baik kemapanan religius maupun politik. Ketiga, teologi pembebasan memainkan peranan dalam membela kelompok yanng tertindas dan tercabut haknya, serta sebagai senjata idiologi yang kuat untuk melawannya. Keempat, teologi pembebasan tidak hanya mengakui satu konsep metafisika tentang takdir dalam rentang sejarah umat Islam, namun juga mengakui konsep bahwa manusia itu bebas menentukan nasibnya sendiri. Lihat dalam : Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan, (tarj.) Agung Prihantoro, Yogayakarta: Pustaka Pelajar, 2000, hlm. 1-2.
62
patriarkhi. Karya-karya tafsir (tradisional) menurutnya hanya ditulis
oleh laki-laki, maka jelas corak tafsirnya terkesan banyak meninggalkan
kepentingan wanita .36
Terhadap fenomena ini, Amina bukan hanya mengkritik model
atau hasil penafsiran tradisional yang dianggapnya sangat atomistik dan
parsial. Artinya penafsiran yang dilakukan ayat per-ayat dan tidak
tematik, sehingga pembahasannya terkesan sepotong-sepotong (parsial),
tidak menampilkan pemahaman yang utuh mengenai suatu persoalan.
Dengan kata lain penafsiran tersebut tidak ada upaya mendiskusikan
tema-tema tertentu menurut al-Qur’an itu sendiri.37
Dari kritik yang dilakukannya, kemudian ia menggagas sebuah
alternatif penafsiran yang diyakininya lebih memperlihatkan kesetaraan
gender. Sebuah tafsir khas dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an yang
bias gender. Ia menyebutnya dengan tafsir “hermeneutika tauhid”38.
Hermeneutika39 ini menekankan bahwa al-Qur’an mempunyai
satu-kesatuan makna dari seluruh bagian-bagian ayatnya. Di sana
36 Amina Wadud, Qur’an Menurut Wanita , (tarj.) Abdullah Ali, Jakarta: Serambi,
2001, hlm. 34 37 Ahmad Baidhawi, Tafsir Feminis ; Kajian Wanita dalam al-Qur’an dan Para
Mufassir Wanita , Bandung: Nuansa, 2005, hlm. 112. 38 Amina Wadud.,op. cit., 14 39 Sebuah spekulasi historis menyebutkan, kata hermeneutika pada mulanya
merujuk nama dewa Yunani kono Hermes yang tugasnya menyampaikan berita dari Sang Dewa yang dialamatkan kepada manusia. Hermeneutika bisa berarti ilmu dan seni menginterpretasikan sebuah teks. Persoalan adalah bagai mana manfsirkan pesan Tuhan yang berbicara dengan bahasa “langit” agar bisa dipahami oleh menusia dengan berbicara dengan bahasa bumi. Penjelasan lain dikemukakan oleh Zygmunt Bauman bahwa hermeneutika berasal dari bahasa Yunani “hermeneutikos” yaitu berkaitan dengan upaya menjelaskan dan menelusuri pesan dan pengertian dasar dari sebuah ucapan atau tulisan yanh tidak jelas, kabur, remang-remang dan kontradiksi, sehingga menimbulkan keraguan dan kebingungan pada para pembacanya. Maka di sinilah terjadi lingkaran hermeneutik, yaitu proses dialog dan interogasi yang berlangsung antara teks (al-Qur’an) dan
63
terdapat adanya dinamika antara aspek universalitas dan partikular dari
al-Qur’an. Hermeneutika tahuid merupakan salah satu metode
penafsiran dimaksudkan untuk memperoleh kesimpulan makna suatu
teks atau ayat. Metode ini harus memperhatikan tiga aspek :
Pertama. dalam konteks apa teks itu ditulis atau kaitannya
dengan al-Qur'an adalah dalam konteks apa ayat tersebut diturunkan.
Dalam kaitan ini Amina menelusuri data-data sejarah, khusunya yang
berkaitan dengan peristiwa turunnya ayat dan periode umum turunnya
ayat tersebut untuk melakukan analisis. Kedua, sebagaimana komposisi
tata bahasa teks (ayat) tersebut, bagaimana pengungkapannya, apa yang
dikatakannya. Dalam hal ini Amina secara telaten menggurai terhadap
penggunaan bentuk bahasa yang digunakan dalam al-Qur’an baik itu
dalam bentuk muzakar dan muanastnya. Hal ini sangat penting karena
dalam kenyataannya, al-Qur’an menggunakan bentuk yang beragam,
adakalanya ekslusif untuk laki-laki dan wanita , adakkalanya bentuk
kedua-duanya. Persoalannya penggunaan bentuk yang ekslusif belum
tentu tujuannya adalah untuk pihak tertentu. Karena memang bahasa
Arab tidak mengenal bentuk netral. Sehingga pandangan baru mengenai
bahasa al-Qur’an memang sangat diperlukan. Ketiga, bagaimana
pembacanya. Adakalanya sebuah teks beridiri sebagai subyek tetapi pada saat yang sama lalu diposisikan sebagai obyek. Sebagai obyek teks (al-Qur’an) hendak ditanya dan diadili untuk membuktikan klaim-klaim kebenaran yang ditawarkan. Dalam hal ini teks (al-Qur’an) harus bisa menjawab, atau akan dipandang sebelah mata dan bahkan ditinggalkan oleh pembacanya. Lihat Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama ; Sebuah Kajian Hermeneutik, Jakarta: Paramadina Mulya, 1996, hlm. 125-126, 139.
64
keseluruhan teks (ayat), weltanschauung atau pandangan-dunia,40
artinya penafsiran tidak dapat dipisahkan dari konteks dan pengalaman
sosial, maka al-Qur’an harus dipahami sesuai dengan konteksnya.
Sehingga makna teks menjadi “hidup” tidak beku, dan kaya akan
makan. Teks akan menjadi dinamis pemaknaannya dan selalu
kontekstual, seiring dengan perkembangan budaya dan peradaban
manusia.41
Al-Qur’an menjelaskan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk
berbeda jenis kelamin, suku bangsa etinis, warna kulit, namun yang
paling mulia di sisi Allah Swt adalah tingkat ketaqwaannya. Sebagai
man Firman Allah :
الله أتقاكم عند كممأكر 13: الحجرات ( إن(
Artinya : Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu. (Q.S. al-Hujrat : 13).42
Istilah taqwa dalam ayat tersebut menurut Amina adalah salah
satu weltanschauung al-Qur’an yang paling pokok. Ia mengartikan
sebagai “kesalehan” yakni sikap perilaku yang saleh menghindari apa
yang dilarang dengan sistem moral-sosial dan kesadaran karena Allah,
yakni menjalankan perilaku itu karena ta’dhim kepada Allah. Dalam
weltanschauung al-Qur’an, istilah ini selalu merefleksikan baik tindakan
maupun sikap, istilah multidemensiaonal inilah yang merupakan hal
40 Amina Wadud, op. cit., hlm. 35 41 Ahmad Baidhawi, op. cit., hlm. 116 42 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjamahnya, Jakarta: Intermassa, 1986,
hlm. 847
65
yang mendasar dalam al-Qur’an.43 Ia menegaskan bahwa hati dan
perbuatan tidak berkelamin (tidak mengenal kelamin) berdasarkan aya
al-Qur’an (4 : 124).44
Berdasarkan pemikiran inilah Amina membuat gebrakan baru
dengan membolehkan wanita menjadi imam shalat yang ia tegaskan
dalam khutbahnya.
Tidak ada ayat dalam al-Qur’an yang menyebutkan bahwa wanita tidak boleh menjadi imam. Pada abad ke-7, Nabi Muhammad pernah mengizinkan wanita menjadi imam bagi jamaah laki-laki dan wanita . Nabi Muhammad meminta Ummu Waraqah menjadi imam dalam shalat jum’at bagi jama’ah di luar kota Madinah.
Hukum yang kebanyakan diciptakan kaum pria menghapus hak-hak wanita muslim. Sehingga wanita muslim kehilangan hak-hak intelektualitas dan haknya menjadi pemimpin spiritual. Kaum muslim menggunakan interpretsi sejarah yang salah dan mundur ke belakang.
Kita sebagai umat Islam yang hidup di abad ke-21, mempunyai mandat untuk memperbaiki tanggungjawab partisipasi lelaki dan wanita . Kita harus saling bergandeng tangan untuk memperbaiki posisi wanita yang selama ini dipandang sebagai “rekanan seksual” belaka.
Wanita bukanlah seperti dasi yang menjadi pelengkap busana. Kapanpun lelaki melakukan kontak dengan wanita, maka wanita harus diperlakukan secara sejajar dan seimbang.45
Dari kutipan khutbah amina Wadud menjelaskan bahwa laki-laki
dan wanita adalah dua kategori spesies diberi perhatian yang sama atau
sederajat dan diberkati dengan potensi yang sama. Al-Qur’an
mendorong semua orang yang beriman laki-laki dan wanita supaya
mengikuti keimanan dengan tindakan. Al-Qur’an tidak membedakan
43 Amina Wadud, op. cit., hlm. 81-82 44 Ibid, hlm. 84 45 GATRA 2 April 2005, hlm. 81
66
antara laki-laki dan wanita dalam penciptaan, tujuan atau pahala yang
dijanjikan.46
Pendapat Amina Wadud tidak terlapas dari semangat feminisme
yang mengalir dalam darahnnya. Tentu saja dipengaruhi lingkungan di
mana ia hidup dan bersosialisasi, sehingga berpengaruh pada pola fikir
dan kepekaan terahadap fenomena yang terjadi di sekitarnya.
Munculnya model tafsir yang khas feminisme tersebut disebabkan oleh
beberapa faktor :47
Pertama, Realitas Sosial, kabanyakan feminis hidup dalam
lingkungan yang sangat patriarkhis. Dan mereka menyadari bahwa ada
pola budaya dan relasi yang ternyata tidak menguntungkan wanita .
Kesadaran tersebut berpengaruh dalam membentuk wacana feminisme
di kalangan para mufasir feminis tersebut. Yang akhirnya sangat
berpengaruh di dalam upaya memahami ayat-ayat keagamaan
berdasarkan pandangan hidup mereka.
Walaupun kita ketahui Amina Wadud sebenanya tidak hidup pada
lingkungan yang berbudaya patriarkhi. Sebagaimana kita tahu bahwa
Amerika adalah negara liberal yang mengakui hak-hak individu secara
penuh, termasuk kebeb asan berpikir, berpendapat. Maka Pemikiran
Amina terinspirasi sebagai seorang muslim di negara yang maju harus
melihat kenyataan di banyak negara muslim masih masih banyak terjadi
46 Amina Wadud, op. cit., hlm. 51 47 Abdul Mustaqim, Tafsir Feminis Versus Tafsir Patriarkhi : Telaah Kritis
Penafsiran Dekonstruksi Riffat Hasan, Yogyakarta: Sabda Persada, 2003, hlm. 65-72.
67
fenomena dimana hak-hak wanita diabaikan hak-haknya dan tertindas
budaya patriarkhi.
Kedua, Persentuhan dengan Peradaban Barat, Memang
harus kita akui bahwa metode berpikir umat Islam secara umum masih
jauh ketinggalan dengan Barat. Sebagai muslim Amerika pola pemikiran
keagamaan khas Barat sangat memperngaruhi padangan hidup
keagamannya. Apalagi sampai saat ini ia masih berstatus sebagai Guru
Besar Studi Islam pada jurusan Filsafat dan Agama di Universitas
Virginia Comminwealth. Di mana wacana dan dinamika keilmuan terus
akan berkembang secara lebih dinamis dan liberal.
Dalam memahani teks spritual terhadap teks-teks keagaman,
para feminis muslim menggunakan instrumen yang berbeda dari apa
yang digunakan oleh para mufasir klasik. Sehingga para feminis
kontemporer menghasilkan gagasan tentang posisi laki-laki dan wanita
yang egaliter dan berkeadilan dari sudut pandang universal.
Ketiga, Perkembangan Global, Teknologi informasi yang
berkembang demikian pesar akhir-akhir ini menyebankan terjadinya
perubahan yang begitu komplek dalam kehidupan umat Islam.
Pergolakan “emansipasi” dan “demokrasi” di berbagai bagian wilayah
dunia dapat dengan begitu mudah dapat diakses umat Islam dan ini
sangat berpengaruh pada kehidupannya.
Perubahan sosial akibat globalisasi menyebabkan pemikiran-
pemikiran keislaman klasik mulai mengalami “keterasingan” karena
68
memang dalam hal-hal tertentu tidak mampu menjawab persoalan yang
terus berkembang akibat perubahan tersebut. Munculnya fenomena-
fenomana baru yang menjadi tantangan tersebut mengharuskan para
pemikir kontemporer muslim termasuk para feminis untuk mencoba
menggulirkan wacana baru sebagai respon perkembangan dan
perubahan karena globalisasi.
Keempat, Gagasan tentang HAM, Munculnya penafsiran baru
atas ayat-ayat al-Qur'an mengenai relasi laki-laki dan wanita , tidak
terlepas dari kesadaran umat manusia dalam masyarakat modern yang
dikondisikan oleh isi-isu hak asasi manusia dan martabat manusia.48
Serangan Barat kepada Islam, ikut mempengaruhi pemikir-
pemikir muslim untuk merumuskan kembali pemahaman keislaman
yang memang secara moral membela nilai-nilai egalitarianisme dan
kesetaraan antara laki-laki dan wanita . Gerakan feminisme yang
manjadi wacana global akhir-akhir ini memiliki pengaruh bagi
munculnya pemikir feminis muslim. Di sisi lain yang lebih
menggerakan mereka adalah tantangan dunia modern yang menuntun
pelaksanaan hak asasi manusia (HAM) secara menyeluruh. Karena
HAM menuntut keadilan universal bagi umat manusia yang tidak
dikaitkan dengan persoalan agama, etnis, jenis kalamin dan lain-lain.
Dalam kaitannya nilai-nilai kesetaraan inilah harus diperjuangkan.49
48 Asghar Ali Engineer, Hak-hak Wanita dalam Islam, Yogyakarta: LSPPA,
1994, hlm. 3 49 Baca Abdulah Ahmad an-Naim, Dekonstruksi Syari’ah, (terj.) Amiruddin ar-
Rani, Yogyakarta: LKiS, 1994.
69
Peristiwa bersejarah yang dipimpin Dr. Amina Wadud (sebagai
imam sekaligus khatib) yang berlangsung di gereja Anglikan,
Manhattan, New York, AS, 18 Maret 2005 lalu menjadi sangat menarik
karena itu merupakan bagian penting dari dinamika perkembangan umat
Islam di dunia. Kita sadar bahwa akan banyak orang Islam yang
menganggap apa yang dilakukan Amina Wadud sebagai sesuatu yang
tercela, mengada-ada, atau bahkan menyesatkan.
Adalah hak siapa pun untuk berpandangan semacam itu. Tapi,
marilah kita berharap bahwa sikap itu tak membuahkan kemarahan yang
membabi buta yang lazim diikuti dengan penolakan untuk bahkan
sekadar mendiskusikan gagasan yang diajukan Amina Wadud. Di dunia,
kita tidak pernah tahu Kebenaran Absolut. Yang kita tahu hanyalah
kebenaran dengan ''k'' kecil. Dengan kata lain, apa yang kita yakini
sebagai kebenaran mungkin saja salah. Kita mencari kebenaran
sepanjang hidup. Apa yang kita percaya sebagai kebenaran adalah
sesuatu yang merupakan hasil dari proses belajar dari orang tua, dari
sekolah, dari buku, dari lingkungan, dari guru, dari pengalaman hidup,
sampai sekarang. Saya tidak bisa mengatakan, apa yang saya anggap
benar, pasti benar. Selalu harus terbuka kemungkinan untuk mengoreksi,
meninjau ulang.
Mungkin mayoritas pria Muslim masih tidak nyaman bila
diimami shalat oleh wanita. Namun, adalah penting bagi kita untuk
70
mendengarkan argumen yang dikemukakan Amina Wadud, tanpa buru-
buru secara apriori menuduhnya sebagai manusia sesat yang
menyesatkan. Ia juga berargumen bahwa al-Quran tidak pernah
melarang praktik wanita memimpin shalat kaum pria. Tentu saja,
argumen itu terbuka untuk diperdebatkan. Namun, yang terpenting
justru itu terbuka untuk diperdebatkan.
Kalau Pendapat Amina ternyata benar, manfaatnya jelas : kita
menemukan kebenaran baru. Karena itu, terlepas dari benar atau salah,
pandangan Wadud yang kontroversial sangat penting untuk dijadikan
agenda isu terbuka umat Islam. Allah akan selalu menerangi jalan
mereka yang berusaha mencari kebenaran dengan ikhlas.
Wallahu a’lam bi shawab