bab iv

25
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Graves A. Definisi Penyakit Graves (goiter difusa toksika) adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan hipertiroidism (produksi berlebihan dari kelenjar tiroid) yang ditemukan dalam sirkulasi darah. Penyakit Graves merupakan penyebab tersering hipertiroidisme yang pada umumnya disebabkan oleh overaktivitas kelenjar tiroid. Pada penyakit Graves, sistem kekebalan tubuh membuat antibodi yang disebut thyroid-stimulating imunoglobulin (TSI). TSI meniru tindakan TSH yang akan menempel pada sel tiroid dan merangsang tiroid untuk membuat hormon tiroid terlalu banyak. 2,3 B. Etiologi Penyebab penyakit Greves belum diketahui secara pasti. Karena ini merupakan penyakit autoimun yaitu 22

Upload: arifya-anggoro-kasih

Post on 11-Dec-2014

27 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Graves

A. Definisi

Penyakit Graves (goiter difusa toksika) adalah penyakit autoimun yang

ditandai dengan hipertiroidism (produksi berlebihan dari kelenjar tiroid) yang

ditemukan dalam sirkulasi darah. Penyakit Graves merupakan penyebab tersering

hipertiroidisme yang pada umumnya disebabkan oleh overaktivitas kelenjar tiroid.

Pada penyakit Graves, sistem kekebalan tubuh membuat antibodi yang disebut

thyroid-stimulating imunoglobulin (TSI). TSI meniru tindakan TSH yang akan

menempel pada sel tiroid dan merangsang tiroid untuk membuat hormon tiroid

terlalu banyak.2,3

B. Etiologi

Penyebab penyakit Greves belum diketahui secara pasti. Karena ini

merupakan penyakit autoimun yaitu saat tubuh menghasilkan antibodi yang

menyerang komponen spesifik dari jaringan itu sendiri, maka penyakit ini dapat

timbul tiba-tiba. Mekanisme yang mungkin berperan dalam proses autoimun

diantaranya:

Reaksi silang tubuh terhadap penyakit virus

Perubahan sel T dari idiopatik antibodi menjadi pathogen antibodi

Perubahan ekspresi pada antigen HLA kelas II di sel eptel tiroid ( antigen

HLA-DR)

22

Page 2: BAB IV

Obat-obatan tertentu yang digunakan untuk menekan produksi hormon

kelenjar tiroid dan Kurang yodium dalam diet dan air minum yang

berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama.1

Walaupun etiologi penyakit Graves belum diketahui, tampaknya terdapat

peran autoantibody terhadap reseptor TSH (tirotropin), yang menyebabkan

peningkatan produksi tiroid. Autoantibodi tersebut dapat disebabkan oleh:12

1. Autoantibodi terhadap reseptor TSH atau thyroid stimulating immunoglobulin

(TSI). Antibodi ini (sebagian besar IgG) bertindak sebagai LATS (Long Acting

Thyroid Stimulants), mengaktivasi sel dengan cara yang lebih panjang dan

lambat daripada TSH, menyebabkan peningkatan produksi hormon tiroid.

2. Thyroid-growth-stimulating immunoglobulin (TGI). Antibodi ini terikat secara

langsung ke reseptor TSH dan berimplikasi dalam pertumbuhan folikel tiroid

3. TSH-binding inhibitor immunoglobulin (TBII). Antibody ini menghambat

ikatan normal TSH dengan reseptornya. Sebagian akan bertindak seperti TSH

yang terikat pada reseptor dan menginduksi fungsi tiroid. Tipe lain mungkin

tidak menstimulasi kelenjar tiroid, tapi akan mencegah TSI dan TSH dari

ikatan dan menstimulasi reseptornya.

C. Epidemiologi

Sebesar 60-90% tirotoksikosis di dunia disebabkan oleh peyakit Graves.

Berdasarkan penelitian Wickham, insidensi penyakit Graves sebesar 100-200

kasus per 100.000 populasi setiap tahun, dan 80 kasusnya adalah wanita. Di

Amerika, prevalensi ibu hamil dengan penyakit Graves sebesar 1 kasus per 500

orang. Pada umumnya, pasien yang mengalami penyakit Graves memiliki riwayat

23

Page 3: BAB IV

penyakit tiroid pada keluarrga. Penyakit Graves sering terjadi pada usia 20-40

tahun, namun pada wanita biasanya terjadi pada usia 30-60 tahun.1

D. Faktor risiko

Beberapa faktor yang mendorong respon imun pada penyakit graves ialah ,

infeksi virus dan bakteri, periode masa pos partum, merokok, stres, kehamilan,

jenis kelamin wanita cenderung lebih banyak kejadiannya, dan kurang gizi.3,4

Gen yang mungkin berpengaruh pada penyakit Graves adalah HLA. HLA

spesifik yang ditemukan pada pasien dengan penyakit Graves berbeda-beda

tergantung dari rasnya. Pada ras Kaukasus penyakit Graves berasosiasi dengan

HLA-B8. Kemudian diketahui bahwa asosiasinya lebih kuat dengan HLA-DR3

yang mempunyai linkage disequilibrium dengan HLA-B8. Pada bangsa Jepang

terdapat asosiasi dengan HLA-B35, pada bangsa Cina dengan HLA B46, dan pada

keturunan Afrika-Amerika dengan HLA DRB3.1,4

E. Patofisiologi

Penyakit Graves merupakan salah satu contoh dari gangguan autoimun

hipersensitif tipe II. Sebagian besar gambaran klinisnya disebabkan karena

produksi autoantibodi yang berikatan dengan reseptor TSH, dimana tampak pada

sel folikuler tiroid (sel yang memproduksi tiroid). Antibodi mengaktifasi sel tiroid

sama seperti TSH yang menyebabkan peningkatan produksi dari hormon tiroid.

Dalam serum pasien dapat ditemukan antibodi imunnoglobulin (IgG) yang

bereaksi terhadap reseptor TSH atau membran plasma tiroid. Sebagai akibat

24

Page 4: BAB IV

interaksi ini, antibodi tersebut dapat merangsang fungsi tiroid tanpa bergantung

pada TSH hipofisis, yang dapat menimbulkan hipertiroidisme.4

Gambar 4.1 Patogenesis penyakit Graves4

Antibodi imunnoglobulin (IgG) yang ditemukan pada penyakit Graves

yaitu TSI. TSI dalam serum berupa long-acting thyroid stimulator (LATS) berupa

IgG yang mengikat reseptor TSH dan mampu menstimulasi akttivitas adenilat

siklase yang berperan mengubah ATP menjadi cAMP. cAMP berperan sebagai

second messenger yang dapat meningkatkan proses intraseluler sehingga terjadi

peningkatan pelepasan hormone tiroid.12,13

Pembesaran kelenjar tiroid (struma) terjadi akibat pertumbuhan yang tidak

terkontrol (tumor), atau peningkatan perangsangan oleh TSH atau TSI. TSI

mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid selama 12 jam.

Berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung 1 jam. Tingginya sekresi

25

Page 5: BAB IV

hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan

TSH oleh kelenjar hipofisis anterior sehingga terjadi penurunan jumlah TSH di

darah.14

Pembesaran kelenjar tiroid disertai dengan hiperplasia lipatan-lipatan sel-

sel folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini sangat meningkat. Selain

itu setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya beberapa kali lipat. Dari

penilaian ambilan yodium radioaktif menunjukkan bahwa kelenjar-kelenjar

hiperplastik ini menyekresi hormon tiroid dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar

daripada normal.4 Selain itu, TGI juga berperan pada proliferasi epitel folikel

tiroid. 

F. Gejala Klinis

Tiga gejala khas yang ada pada penyakit Graves yaitu, struma,

hipertiroidisme, dan oftalmopati, dapat disertai dermopati tetapi jarang. Struma

terjadi karena adanya TSI dan TGI di serum darah yang merangsang peningkatan

kerja tiroid dan akhirnya memperbesar elenjar tiroid.

Hipermetabolisme menyebabkan peningkatan metabolisme di segala

sistem tubuh. Peningkatan metabolisme menyebabkan peningkatan kalori, karena

itu masukkan kalori umumnya tidak mencukupi kebutuhan sehingga berat badan

menurun. Pada saluran cerna sekresi maupun peristalsis meningkat sehingga

sering timbul diare. Hipermetabolisme susunan saraf biasanya menyebabkan

tremor, penderita bangun di waktu malam dan sering terganggu mimpi yang tidak

karuan. Selain itu, penderita mengalami ketidakstabilan emosi, kegelisahan,

kekacauan pikiran dan ketakutan yang tidak beralasan yang sangat mengganggu.

26

Page 6: BAB IV

Pada saluran nafas hipermetabolisme berupa dispnea dan takipnea yang tidak

terlalu mengganggu. Kelemahan otot biasanya cukup mengganggu, demikian juga

menoragia.1,4,6

Untuk menentukan seseorang merupakan hipertiroid atau tidak maka dapat

menggunakan indeks wayne atau indeks new castle yaitu sebagai berikut: 3,4

Jika jumlah indeks

lebih dari 20 itu artinya hipertiroid, dan apabila kurang dari 10 bukan hipertiroid,

indeks 10-20 merupakan borderline.

27

Page 7: BAB IV

Peningkatan metabolisme pada sistem kardiovaskuler terlihat dalam

bentuk peningkatan sirkulasi darah dengan penambahan curah jantung sampai 2-3

kali normal, juga dalam istirahat. Irama nadi naik dan tekanan denyut bertambah

sehingga menjadi pulses seler dan penderita mengalami takikardi dan palpitasi.

Beban miokard, dan rangsangan persarafannya dapat meningkatkan kekacauan

irama jantung berupa fibrilasi atrium.14

28

Page 8: BAB IV

Gambar 4.2 Efek hormon tiroid terhadap kardiovaskuler

Hormon tiroid terutama T3 mengatur inotropik dan kronotropik jantung

melalui mekanisme secara langsung dan tidak langsung. T3 menyebabkan

termogenesis dengan merangsang lipolisis di jaringan. T3 secara langsung

menurunkan resistensi vaskuler sistemik dengan mempengaruhi otot polos

vaskuler dan menstimuli endotel vaskuler untuk mensintesa nitric oxide yang

bersifat vasodilator. Mean Arteri Pressure(MAP) menjadi menurun

menyebabkan Renal Blood Flow menurun sehingga mengaktifkan sistem Renin

Angiotensin Aldosteron (RAAS) untuk meningkatkan reabsorpsi natrium di ginjal

sehingga volume plasma meningkat ditambah dengan merangsang eritropoitin dan

volume darah pun meningkat. Volume darah yang meningkat

menyebabkan venous returnmeningkat dan cardiac output pun meningkat.4,14

Hormon tiroid bekerja pada sel otot jantung dan set otot polos vaskuler. T3

masuk ke dalam sel otot jantung secara difusi pasif melalui

transportermonocarboksilat 8 (MCT8) dan masuk ke inti sel, berikatan dengan

reseptor inti T3 membentuk suatu komplek. Komplek ini berikatan

29

Page 9: BAB IV

dengan Thyroid hormone response element bekerja mengatur transkripsi gen

untuk sintesis protein. Salah satu hasil sintesis protein adalah rantai berat myosin

(myosin heavy chains) α dan β yang merupakan protein myofibril pada filamen

tebal dari bagian kontraksi sel otot jantung. Jika terjadi perubahan sintesis protein

akibat penyakit tiroid akan mengubah rantai berat myosin sehingga dapat

mengakibatkan gangguan kontraksi jantung.1,3,14

T3 juga mengatur pembentukan protein retikulum sarkoplasma, aktivasi

pompa kalsium ATP ase (Ca2+-ATP ase) dan phospholamban (pengikat fosfat)

yang berperan penting dalam pelepasan dan pengambilan kembali kalsium pada

saat kontraksi atau relaksasi otot jantung. Aktivasi pompa Ca2+-ATPase pada

retikulum sarkoplasma yang selanjutnya dikenal dengan SERCA sangat penting

dalam mengatur siklus kalsium dalam miokard. SERCA 2a (bentuk SERCA

dominan pada jantung) diatur oleh phospholamban.Phospholamban merangsang

SERCA 2a untuk melepaskan kalsium dari dalam retikulum sarkoplasma.

Sebaliknya phospholamban yang berikatan dengan fosfat (phospholamban

fosforilasi) akan merangsang SERCA 2a untuk menyimpan kalsium ke dalam

retikulum sarkoplasma. Pengambilan kembali kalsium ke dalam retikulum

sarkoplasma pada awal diastolik adalah bagian yang menentukan lamanya

rileksasi ventrikel kiri (waktu isovolumetrik relaksasi).

Kekurangan phospholamban akan menyebabkan waktu relaksasi otot jantung

semakin singkat. Agen Inotropik (ephinefrin/norephinefrin) akan

merangsang cyclic Adenosine Monophosphat (cAMP) yang kemudian

merangsang terbentuknya phospholamban fosforilasi sehingga meningkatkan

30

Page 10: BAB IV

kontraktilitas jantung. Hormon tiroid menghambat aktivitasphospholamban dan

meningkatkan phospholamban fosforilasi. Hormon tiroid juga mengatur struktural

protein pada kanal ion di membran jantung. Perubahan dalam gen miokard

termasuk Na+/K+-ATPase dapat meningkatkan konsumsi oksigen basal pada

penyakit jantung tiroid.14

Opthalmopathy infiltrat (gangguan mata karena tiroid) sering terjadi yang

tampak pada ekspresi reseptor TSH pada jaringan retroorbital. Eksoftalmus terjadi

akibat kombinasi infiltrasi limfosit, pengendapan glikosaminoglikan, adipogenesis

dalam jaringan ikat orbita.15

31

Page 11: BAB IV

Gambar 4.3 Oftalmopati pada penyakit Graves4

Sebagai respons terhadap antibodi anti-reseptor TSH di darah dan sitokin

lain, fibroblas mengalami diferensiasi menuju adiposit matang dan mengeluarkan

glikosaminoglikan hidrofilik ke interstisium sehingga jaringan ikat dengan

jaringan lemaknya menjadi hiperplasik. Karena jaringan ikat dengan jaringan

lemaknya hiperplasik, bola mata terdorong keluar dan otot mata terjepit.

Akibatnya terjadi eksoftalmus yang dapat menyebabkan rusaknya bola mata

akibat keratitis. Gangguan faal otot mata dapat menyebabkan strabismus.

Mekanisme ini hampir sama terjadi pada dermopati penyakit Graves.15

G. Diagnosis

Diagnosis dapat dibuat berdasarkan dari tanda dan gejala yang ada, dan

dari hasil laboratorium berupa kadar dari hormon tiroid (tiroksin/ T4,

triyodotironin/ T3) dan kadar dari tiroid stimulating hormone (TSH). Free T4 dan

free T3 yang tinggi merupakan suatu petanda disertai dengan penuruna TSH.1,3

Untuk fase awal penentuan diagnosis, perlu T4(T3) dan TSH, namun pada

pemantauan cukup diperiksa T4 saja, sebab sering TSH tetap rendah padahal

keadaan membaik. Hal ini karena supresi terlalu lama pada sel tirotrop oleh

hormon tiroid sehingga lamban pulih.2

Pemeriksaan laboratorium perlu diulang setiap 3-6 bulan untuk memantau

respons terapi, dimana yang paling berpengaruh adalah kadar FT4 dan TSH. Pada

pemantauan terjadi perubahan. Pada pemantauan terapi perubahan TSH serum

lambat dan memerlukan waktu beberapa bulan untuk kembali ke rentang normal/

steady state.

32

Page 12: BAB IV

Peningkatan ikatan protein iodium mungkin dapat terdeteksi. Tes

pencitraan diagnostik (MRI, CT scan, dan USG) dapat dilakukan untuk

menyingkirkan tumor tiroid sebagai penyebab yang mendasari gejala hipertiroid,

atau tumor mata sebagai penyebab yang mendasari exoptalmus. Tiroid stimulating

antibodi dapat terdeksi dengan pemeriksaan serologi.16

H. Penatalaksanaan

Pengobatan terhadap penyakit Graves terdiri dari penggunaan obat-obat

anti tiroid (OAT), yodium radioaktif, dan tiroidektomi (eksisi pembedahan dari

kelenjar tiroid). Pengobatan hipertiroid pada penyakit Graves adalah dengan obat-

obatan seperti methimazole atau propylthiouracil (PTU), yang akan menghambat

produksi dari hormon tiroid, atau juga dengan yodium radioaktif .

33

Page 13: BAB IV

Obat yang banyak digunakan adalah propiltiourasil (PTU, 100-300 mg tiga

kali sehari) dan methimazole (10-30 mg tiga kali sehari). Obat antitiroid

methimazole dan propilotiourasil menghambat biosintesis hormon tiroid. Obat-

obatan ini berguna baik sebagai terapi utama atau pada tingkat hormon tiroid yang

rendah sebelum terapi yodium radioaktif atau pembedahan. Terapi jangka panjang

dapat menyebabkan remisi pada beberapa pasien penyakit graves. 2,4,

Obat golongan beta bloker telah digunakan secara luas untuk fibrilasi atrial

pada keadaan hipertiroid untuk mengontrol respon ventrikel. Propanolol dosis

120-160mg/hari atau atenolol dosis 50mg/hari dapat meringankan gejala palpitasi

dan menurunkan denyut jantung pada penderita yang mengalami sinus takikardi.

Propanolol mempunyai kelebihan yaitu dapat mengurangi konversi T4 menjadi

T3 di jaringan perifer. 4

Pengobatan dengan iodium radioaktif diindikasikan pada : pasien umur 35

tahun atau lebih, hipertiroid yang kambuh setelah dioperasi, gagal mencapai

remisi sesudah pemberian OAT, tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan

OAT dan pada adenoma toksik, goiter multinodular toksik. Digunakan I131

dengan dosis 5-12mCi per oral.

Pembedahan merupakan salah satu pilihan pengobatan, sebelum

pembedahan pasien diobati dengan methimazole atau propylthiouracil (PTU).

Beberapa ahli memberikan terapi kombinasi tiroksin dengan OAT dosis tinggi

untuk menghambat produksi hormon tiroid namun pasien tetap dipertahankan

eutiroid dengan pemberian tiroksin. Penambahan tiroksin selama terapi dengan

34

Page 14: BAB IV

OAT juga akan menurunkan produksi antibodi terhadap reseptor TSH dan

frekuensi kambuhnya hipertiroid.17

Tiroidektomi subtotal sangat efektif untuk menanggulangi hipertiroid.

Indikasi operasi adalah :

1. Pasien umur muda dengan struma yang besar serta tidak mempan dengan

OAT

2. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan OAT dosis tinggi.

3. Alergi terhadap OAT, pasien tidak bisa menerima iodium radioaktif.

4. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik.

5. Pada penyakit grave yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul.

I. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit Graves diantaranya:

Penyakit jantung tiroid (PJT) . Diagnosis ditegakkan bila terdapat tanda-tanda

dekompensasi jantung (sesak, edem dll), hipertiroid dan pada pemeriksaan

EKG maupun fisik didapatkan adanya atrium fibrilasi.

Krisis Tiroid (Thyroid Storm). Merupakan suatu keadaan akut berat yang

dialami oleh penderita tiritoksikosis (life-threatening severity). Biasanya

dipicu oleh faktor stress (infeksi berat, operasi dll). Gejala klinik yang khas

adalah hiperpireksia, mengamuk dan tanda tanda-tanda hipertiroid berat yang

terjadi secara tiba-tiba

Periodic paralysis thyrotocsicosis ( PPT). Terjadinya kelumpuhan secara tiba-

tiba pada penderita hipertiroid dan biasanya hanya bersifat sementara. Dasar

terjadinya komplikasi ini adalah adanya hipokalemi akibat kalium terlalu

35

Page 15: BAB IV

banyak masuk kedalam sel otot. Itulah sebabnya keluhan PPT umumnya

terjadi setelah penderita makan (karbohidrat), oleh karena glukosa akan

dimasukkan kedalam selh oleh insulin bersama-sama dengan kalium (K

channel ATP-ase)

Komplikasi akibat pengobatan. Komplikasi ini biasanya akibat overtreatment

(hipotiroidisme) dan akibat efek samping obat (agranulositosi, hepatotoksik)

J. Prognosis

 Prognosis penyakit-penyakit yang berhubungan dengan keadaan

hipertiroid tidak sebaik keadaan hipotiroid. Kemampuan dan pengetahuan seorang

dokter sangat dibutuhkan untuk menentukan prognosis penyakit ini. Kegagalan

terapi memberikan prognosis yang buruk terhadap penyakit hipertiroidism.

Namun, jika diobati denan cepat dan tepat prognosisnya menjadi baik.

36

Page 16: BAB IV

BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus pada seorang perempuan Ny. RJ, 38 tahun

yang berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

didiagnosis penyakit Graves dengan bisitopenia. Selama perawatan di ruang

Penyakit Dalam Wanita RSUD Ulin Banjarmasin telah diberikan terapi

Ceftriaxone 3 x 1 gr, Metilprednisolon 2 x 62,5 mg, Ranitidin 2 x 1, Antrain 3 x 1

(k/p), Vitamin K 1 ampul, valium ½ ampul, diencerkan bolus pelan,

Profiltiourasil 3 x 100 mg, Propanolol 3 x 20 mg, Mucosta 3 x 1, valsartan 1 x 80

mg. Pasien diizinkan untuk rawat jalan pada hari perawatan kesepuluh.

37