bab iii-vi kualitatif

32
15 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian adalah suatu strategi dalam mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan data dan digunakan untuk mengidentifikasi struktur dimana penelitian dilaksanakan (Arikunto, 2006). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi fenomenologi. Secara etimologis, kualitatif berasal dari kata quality yang berarti kualitas. Penelitian kualitatif adalah suatu cara untuk mempelajari masalah berdasarkan gambaran yang kompleks dan holistic, diwujudkan dalam kata-kata, disajikan dalam bentuk informasi yang detail dan ditempatkan pada situasi alamiah. Metode kualitatif paling sesuai untuk menguraikan suatu pengalaman yang dipersepsikan secara terperinci dengan jumlah sampel kecil (Patton dalam Poerwandari, 2007). B. Lokasi dan Waktu Penelitian STIKes Faletehan

Upload: ridhogan

Post on 09-Nov-2015

27 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kualitatif

TRANSCRIPT

34

BAB IIIMETODE PENELITIAN

A. Rancangan PenelitianRancangan penelitian adalah suatu strategi dalam mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan data dan digunakan untuk mengidentifikasi struktur dimana penelitian dilaksanakan (Arikunto, 2006). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi fenomenologi. Secara etimologis, kualitatif berasal dari kata quality yang berarti kualitas. Penelitian kualitatif adalah suatu cara untuk mempelajari masalah berdasarkan gambaran yang kompleks dan holistic, diwujudkan dalam kata-kata, disajikan dalam bentuk informasi yang detail dan ditempatkan pada situasi alamiah. Metode kualitatif paling sesuai untuk menguraikan suatu pengalaman yang dipersepsikan secara terperinci dengan jumlah sampel kecil (Patton dalam Poerwandari, 2007).B. Lokasi dan Waktu Penelitian1. Lokasi PenelitianPenelitian ini dilakukan di Klinik Teratai RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang.2. Waktu PenelitianPenelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2014 sampai dengan bulan Januari 2015.

C. Responden Penelitian1. Karakteristik Responden

Pemilihan responden penelitian berdasarkan kriteria dan diseleksi melalui proses rekruitmen. Rekruitmen dilakukan dengan metode purposive sampling, dimana peneliti sengaja memilih responden karena dianggap mempunyai karakteristik tertentu (Poerwandari, 2007).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebab-sebab responden tertular virus HIV/AIDS, serta kondisi kehidupannya setelah dinyatakan mengidap HIV/AIDS, peneliti mencari data-data tentang pengalaman batin yang bermakna dan mendalam dari penderita HIV/AIDS. Kriteria responden yang ditetapkan peneliti adalah sebagai berikut :

a. Merupakan seorang penderita HIV/AIDS

b. Berusia dewasa (lebih dari 18 tahun)

c. Dapat membaca dan menulis

d. Memiliki kesadaran compos mentise. Dapat berkomunikasi dengan baik

f. Bersedia berpartisipasi dalam penelitian dan kooperatif2. Jumlah RespondenMenurut Patton (dalam Poerwandari, 2007), desain kualitatif memiliki sifat yang luwes. Oleh sebab itu, tidak ada aturan yang pasti dalam jumlah sampel yang harus diambil dalam penelitian kualitatif. Jumlah sampel sangat tergantung pada apa yang dianggap bermanfaat dan dapat dilakukan dengan waktu dan sumber daya yang tersedia. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan sampel sebanyak 6 orang penderita HIV/AIDS untuk dijadikan responden.D. Teknik Pengumpulan DataTeknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data sebab penularan HIV/AIDS dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam (indepth interview) kepada responden.Indepth Interview adalah metode pengumpulan data yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif. Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Dengan demikian, kekhasan wawancara mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan. Sebelum wawancara dilakukan peneliti menemui responden. Pertemuan pertama bertujuan untuk membina hubungan saling percaya (bagi responden yang belum mengenal peneliti), melakukan informed consent, penandatanganan lembar persetujuan berpartisipasi dalam penelitian, pengisian data demografi dan menyepakati waktu dan cara wawancara akan dilaksanakan.Pelaksanaan wawancara dilaksanakan menggunakan pertanyaan terbuka dan tidak terstruktur untuk menggali pengalaman responden. Peneliti belum mengetahui data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih sering mendengarkan apa yang diceritakan oleh responden. Wawancara dilakukan dalam keadaan santai dan bersifat informal.E. Instrumen PenelitianAlat pengumpulan data pada penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan menggunakan alat bantu telepon genggam (handphone) sebagai alat perekam wawancara dengan responden dan buku catatan. F. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan Penelitian

a. Menetapkan kriteria inklusi responden yang layak diteliti, melakukan rekruitmen, mengenalkan diri dan membina hubungan saling percaya.

b. Memberikan informed consent untuk mendapatkan persetujuan tertulis dari responden dengan membubuhkan tanda tangan diatas lembar informed consent yang telah disediakan.

c. Menentukan jadwal wawancara, yaitu dengan melakukan kontrak waktu, tempat dan topic wawancara.2. Tahap Pelaksanaan PenelitianSetelah Tahap persiapan penelitian dilakukan, maka peneliti memasuki tahap pelaksanaan penelitian.

a. Mengkonfirmasi ulang waktu wawancara yang sebelumnya telah disepakati bersama dengan responden.

b. Melakukan wawancara dengan responden sesuai topik wawancara yang telah disepakati sebelumnya dengan responden, dan wawancara dilakukan dengan menggunakan alat bantu telepon genggam (handphone).

c. Melakukan analisis data.Dari hasil wawancara, peneliti menganalisis jawaban-jawaban responden dan pengalaman bathin yang responden rasakan.d. Penyajian data dan menarik kesimpulan

Setelah analisis data selesai dilakukan, peneliti membuat penyajian data dalam bentuk narasi, yaitu berupa deskriftif sebab penularan HIV/AIDS dan kondisi kehidupan responden setelah di nyatakan mengidap HIV/AIDS dan kemudian menarik kesimpulan dari data yang telah didapatkan.

G. Kredibilitas PenelitianKredibilitas merupakan istilah yang digunakan dalam penelitian kualitatif untuk menggantikan konsep validitas (Poerwandari, 2007). Deskripsi mendalam yang menjelaskan kemajemukan (kompleksitas) aspek-aspek yang terkait (dalam bahasa kuantitatif : variabel) dan merupakan interaksi sebagai aspek menjadi salah satu ukuran kredibilitas penelitian kualitatif. Menurut Poerwandari (2007), kredibilitas penelitian kualitatif juga terletak pada keberhasilan mencapai maksud mengeksplorasi masalah dan mendeskripsikan setting, proses, kelompok social, atau pola interaksi yang kompleks.Adapun upaya peneliti dalam menjaga kredibilitas dan objektifitas penelitian ini, yaitu dengan :

a. Melakukan pemilihan sampel yang sesuai dengan karakteristik penelitian, dalam hal ini adalah penderita HIV/AIDS.b. Melakukan wawancara secara mendalam untuk mendapatkan data yang akurat.

c. Memperpanjang keikutsertaan responden dalam pengumpulan data, bila data yang didapat dirasakan kurang akurat dengan cara melakukan wawancara ulang.H. Analisa DataContent analysis atau analisis isi adalah analisa penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Analisis ini cocok digunakan pada penelitian kualitatif. Pelopor analisis isi adalah Harold D. Lasswell, yang memelopori teknik symbol coding, yaitu mencetak lambing atau pesan secara sistematis, kemudian diberi interprestasi. Analisis isi memiliki prosedur yang spesifik, yang agak berbeda dengan metode penelitian yang lain. Beberapa prosedur analisis isi yang biasa dilakukan adalah sebagai berikut :1. Perumusan masalah : Analisis isi dimulai dengan rumusan masalah penelitian yang spesifik, dalam penelitian ini adalah sebab penularan virus HIV/AIDS dan kondisi kehidupan penderita HIV/AIDS di Klinik Teratai RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang.

2. Pemilihan sumber data : Peneliti harus menentukan sumber data yang relevan dengan masalah penelitian. Suatu observasi yang mendalam dari berbagai media seringkali membantu penentuan sumber data yang relevan. Dalam penelitian ini sumber data yang ditentukan adalan penderita HIV/AIDS di Teratai RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang.

3. Definisi operasional : Definisi operasional ini berkaitan dengan unit analisis. Penentuan unit analisis dilakukan berdasarkan topik atau masalah riset yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini adalah penyebab penularan HIV/AIDS dan kondisi kehidupan responden setelah dinyatakan mengidap HIV/AIDS.4. Analisis data dan penyusunan laporan : Data yang diperoleh dengan analisis isi dapat dianalisa dengan teknik statistic yang baku. Penulisan laporan dapat menggunakan format akademis yang cenderung baku dan menggunakan prosedur ketat.Miles dan Huberman (1984) dalam Sugiyono (2008), mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan terus menerus pada setiap tahapan penelitian sampai tuntas dan datanya sampai jenuh.BAB IV

HASIL PENELITIANBab ini menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian bagaimankah gambaran penularan HIV/AIDS dan kondisi penderita HIV/AIDS di klinik teratai RSUD dr. Dradjat Prawiranegara Serang tahun 2014. Bagian ini terdiri dari uraian tentang karakteristik partisipan dan tema-tema yang dihasilkan pada penelitian.

A. Karakteristik PartisipanSebanyak enam orang partisipan adalah penderita HIV/AIDS yang berkunjung di Klinik Teratai RSUD Dr. Dradjat Prawiranegara Serang. Partisipan terdiri dari tiga orang laki-laki dan tiga orang perempuan. Secara rinci karakteristik partisipan adalah sebagai berikut :1. Partisipan satu (P1) seorang perempuan, usia 30 tahun 2. Partisipan dua (P2) seorang perempuan, usia 27 tahun

3. Partispan tiga (P3) seorang laki-laki, usia 24 tahun 4. Partisipan empat (P4) seorang laki-laki, usia 29 tahun 5. Partisipan lima (P5) seorang perempuan, usia 32 tahun 6. Partisipan enam (P6) seorang laki-laki, usia 26 tahun B. Analisis TematikPenelitian menggunakan enam tema untuk menjawab pertanyaan penelitian. tema-tema tersebut adalah domain-domain yang membahas tentang sebab responden tertular HIV/AIDS dan kondisi responden setelah dinyatakan sebagai penderita. Tema-tema tersebut adalah :1. Penularan HIV/AIDSTema ini digunakan untuk mengetahui sebab-sebab responden tertular HIV/AIDS.

P1: .........., saya tertular dari suami pak.., ......, suami saya tu pemake putaw sejak masih pacaran... P2: ...............................................,, saya ini kerjanya di tempat hiburan malem.., trus terpengaruh pergaulan bebas..., mungkin karena sering ganti-ganti pasangan....P3: ..................karena gw suka ganti-ganti jarum suntik..., soalnya emang dari dulu gw pecandu

P4: kalo saya dulu riwayatnya pemake putaw.. kena dari jarum

suntik..

P5 : ..................... saya kena B20 itu mungkin karena pekerjaan saya.., saya ini PSK pak..,P6: ...... saya sering maen ma perempuan-perempuan nakal pak..Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat diketahui bahwa 1 partisipan tertular oleh suaminya, 2 partisipan tertular karena penyalahgunaan narkoba, dan 4 partisipan tertular karena perilaku seks yang tidak sehat. Selain penularan yang didapatkan partisipan, ditemukan juga penularan dari partisipan kepada pasangan atau anak. Hal tersebut tergambar dalam jawaban partisipan sebagai berikut :P1: ....setelah menjalani tes ternyata dia positif.., akhirnya saya dan

anak juga harus menjalani tes..., dan hasilnya positif..

terdapat pula partisipan yang menderita HIV/AIDS namun tidak menularkan kepada pasangan atau anak, hal ini tergambar dari jawaban partisipan sebagai berikut :

P2: Alhamdulillah anak saya sehat... anak saya kan udah umur 6

tahun..., trus saya kenanya baru tahun kemaren..2. Kondisi Fisik

Tema ini digunakan untuk melihat bagaimana kondisi fisik responden setelah dinyatakan sebagai penderita HIV/AIDS.

P1: gampang lelah... kalo sakit sedikit susah sembuhnya.., apa ya

istilahnya... kaya ada yang mengerogoti...P2: Kalo awalnya sih ga ngerasain apa-apa, cuman cepet lelah aja..

tapi makin kesini makin parah rasanya... gampang banget

ngedrop badannya...P3: ..kualitas saya secara fisik udah jauh menurun, sering banget

demam trus diare dan sering nyeri ga karuan

P4: . lemes pak, badan kayanya udah susah di ajak aktifitas yang

berat-berat.. suka nyeri..P5 : Klo malam tuh suka tiba-tiba badan jadi panas dingin pak

meriang gitu.., trus sering mencret.. bawaanya lemes..P6: .iya pak adi, sariawan sering banget kambuh, kaki juga suka nyeri..Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat diketahui bahwa seluruh partisipan mengalami penurunan kualitas dari kondisi fisik, mereka mengalami ketidaknyamanan fisik karena adanya rasa nyeri yang sering kali timbul, sehinga menghambat mereka dalam beraktifitas.3. Kondisi PsikologiTema ini digunakan untuk mengetahui bagaimana kondisi responden setelah dinyatakan sebagai penderita HIV/AIDS.

P1: .. sampe shock..!! apalagi kalo inget anak rasanya pengen mati

Saja tapi tetep terbebani, apalagi setelah tau penyakit ini tidak

` bisa disembuhkan...P2: atuh kaget pak.. syok banget.. walaupun suami udah maafin nerima keadaan saya tapi saya tetep kebebani rasa bersalah. Apalagi saya takut penyakit saya nular ke anakP3: Jadi seolah olah saya tu udah putus harapan.. jadi gampang marah ... ada masalah dikit aja jadi gampang naik darah, P4: perasaannya.., ya kalo buat saya pribadi dunia berasa kiamat

pak adi...P5: perasaan mah hancur pak.nerima juga nerima.. mau gimana

lagi.. tapi kadang mah masih ga percaya meski pekerjaan saya

begitu.. tapi ga pernah kepikir klo saya ampe terkena, bawaannya emosi terus.. P6: Biasa aja, cuman kadang kepikiran juga sih..

Dari pernyataan-pernyataan partisipan diatas terlihat bahwa dari 6 partisipan 2 diantaranya merasa bahwa dirinya tidak berharga lagi karena memiliki penyakit yang tidak tersembuhkan ini. Sedangkan 4 lainnya cemas dengan kondisi yang dialaminya saat ini.

4. Kondisi Kehidupan SosialTema ini untuk mengetahui bagaimana kondisi kehidupan sosial responden setelah dinyatakan sebagai penderita HIV/AIDS dilihat dari segi interaksi sosial dengan lingkungannya.P1: Kalo temen kerja pada awalnya ada diskriminasi.. jelas!, tapi seiring berjalannya waktu mereka akhirnya bisa nerima apa adanya... kalo tetangga tidak ada yang tau saya mengidap B20..

P2: ga ada yang tau pak, saya takut klo saya cerita ntar saya malah dikucilkan

P3: .. selama ini sih.. karena status gw dimasyarakat ga ada yang

tau.. alhamdulillah gwnya baik-baik ajaP4: ..kalo di masyarakat rumah mereka belum tau jarang keluar

rumah, orang-orang kan pikirannya klo ODHA itu harus dijauhi.. gampang nular katanya. P5: ...jangan sampe masyarakat tau status saya.. cukup adik dan orangtua saja..

P6: saya pernah dikeluarkan dari pekerjaan karena mereka tau saya sakit, temen kerja juga jadi menjauhi.. makanya saya pindah

kesini biar nggak ada orang yang tau status saya..

Dari peryataan-pernyataan diatas dapat diketahui bahwa 4 partisipan merahasiakan statusnya sebagai ODHA, karena mempunyai kekhawatiran bila masyarakat mengetahui statusnya sebagai ODHA maka masyarakat akan menjauhinya, bahkan mengucilkannya. 2 partisipan merasa lingkungan sekitarnya berubah sikap terhadap mereka setelah tau status mereka sebagai ODHA, bahkan teman sekantor dan warga di tempat tinggalnya menjauhi mereka, hal ini menggambarkan masih adanya diskriminasi dan stigma masyarakat mengenai ODHA dalam kehidupan sosial. 5. Kondisi Hubungan InterpersonalTema ini untuk mengetahui hubungan interpersonal responden setelah dinyatakan menderita HIV/AIDS.P1: enggak sih.., orangtua yang membantu kebutuhan saya, ada kaka juga..P2: .orang tua malah perhatian sekali, diingatkan makan yang banyak, berobat, istirahat.. pokoknya the best lah mereka..P3: ..tanggapan istri mah dia bilang mau diapain lagi.. emang itu

udah dikasih ama yang maha kuasa ya terima ajaP4: ..keluarga biasa aja pak.. malah sekarang lebih banyak perhatian ama saya

P5: ..saya berpisah ama suami.. iya setelah dia tau langsung saya

dicerain

P6: ga sih, ya seperti biasa aja.. cuman sekarang lebih banyak

kasih nasehat-nasehat sama saya.

Dari pernyataan-pernyataan partisipan diatas diketahui bahwa 5 partisipan mempunyai hubungan interpersonal yang baik dengan keluarganya, dan hanya 1 partisipan yang mempunyai hubungan interpersonal yang kurang baik.6. Kondisi Kehidupan SpritualTema ini untuk mengetahui kondisi spiritual responden setelah dinyatakan menderita HIV/AIDS.

P1: saya udah pasrah..........., tinggal sayanya aja mungkin yang

harus lebih banyak mendekatkan diri pada Allah, beribadah lebih baik lagi.P2: saya sadar kalo perbuatan yang saya lakukan dulu itu salah..

makanya saya sekarang jadi lebih taat ibadah, minta ampun ama

Allah..P3: sekarang semua udah saya pasrahin ama yang diatas......, lebih banyak beribadah, mendekatkan diri sama Allah.P4: Tobat pak adi masih bersyukur, masih diberi kesempatan bertobat.. saya sekarang rajin sholat.. ngaji juga

P5: .... saya sekarang udah pasrah.. berusaha mendekatkan diri aja sama Allah, banyakin ibadah.. tobat muda-mudahan dosa saya diampuni dan saya diberikan kesehatan lagi..P6: Saya jadi semakin dekat dengan Allah ga pernah telat ibadah.. Insya AllahDari pernyataan-pernyataan diatas dapat diketahui bahwa seluruh partisipan beragama Islam dan sudah dalam proses menerima kondisi HIV/AIDS yang dideritanya dengan pemenuhan kebutuhan spritual banyak mendekatkan diri kepada Allah .BAB V

PEMBAHASAN

Bab ini membahas hasil penelitian yang meliputi persepsi responden (penderita HIV/AIDS) terhadap 6 domain yang menggambarkan sebab responden tertular HIV/AIDS dan kondisi responden setelah dinyatakan menderita HIV/AIDS, yaitu kondisi fisik, kondisi psikologi, kondisi hubungan sosial, kondisi hubungan interpersonal dan kondisi spiritual responden.Penelitian ini dilakukan pada enam orang penderita HIV/AIDS, dimana tiga diantaranya berjenis kelamin laki-laki dan tiga orang sisanya berjenis kelamin perempuan.

1. Penularan virus HIV/AIDS terhadap respondenHasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 1 partisipan yang tertular HIV/AIDS dari suaminya (P1). Hal ini bisa terjadi karena ketika seorang suami terinfeksi HIV/AIDS dan melakukan hubungan badan dengan istri, maka virus HIV/AIDS akan menular melalui sperma.

Hal tersebut sesuai dengan teori yang di kemukakan oleh Nasronudin (2007) yang menyatakan bahwa virus AIDS atau HIV terdapat dalam darah dan cairan tubuh seseorang yang telah tertular. HIV hanya dapat ditularkan bila terjadi kontak langsung dengan cairan tubuh atau darah, sedangkan jumlah virus HIV yang banyak salah satunya terdapat di dalam sperma.

Hasil tersebut juga di dukung oleh data di Badan Pusat Statistik, golongan yang paling mudah tertular dan terinfeksi virus HIV ini adalah para ibu rumah tangga dan juga bayi. Hal ini jika ditelusuri secara mendalam, cara penularan virus HIV AIDS ini adalah karena suami dari ibu rumah tangga tersebut adalah seseorang yang doyan jajan sembarangan atau seorang pecandu narkoba. Sehingga dengan perilakunya tersebut, dia akan tertular virus HIV dari jajanannya itu dan ketika sang suami melakukan hubungan dengan istrinya akan langsung tertular oleh virus HIV tersebut (KPAN, 2011).Hasil penelitian juga ditemukan 1 partisipan yang tertular HIV/AIDS dari penyalahgunaan narkoba melalui jarum suntik (P4). Hal ini bisa terjadi karena ketika seseorang yang telah terjangkit HIV/AIDS menggunakan jarum suntik, maka didalam jarum suntik tersebut akan terdapat sisa darah yang telah tercemar virus HIV/AIDS. Dan jika jarum suntik tersebut digunakan oleh orang lain, maka sisa darah yang terdapat di dalam jarum suntik tersebut, yang telah tercemar virus HIV/AIDS akan masuk ke dalam tubuh orang lain tersebut. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Nasronudin (2007) yang mengungkapkan bahwa terdapat 3 cara penularan HIV, salah satunya kontak langsung dengan darah atau produk darah. Kontak darah tersebut salah satunya melalui pemakaian jarum tidak steril atau pemakaian jarum suntik secara bersama-sama, terutama pada para pecandu narkotika suntik.

Hal tersebut didukung dengan apa yang disampaikan oleh Pos Kota (2013) yang menyampaikan bahwa seorang pengguna obat-obatan terlarang yang cara penggunaannya adalah dengan menggunakan jarum suntik juga sangat rentan tertular HIV/AIDS. Apabila ditelusuri secara ilmiah, cara penularan virus HIV ini lebih dikarenakan adanya transfusi darah yang dilakukan secara tidak sengaja dari seseorang yang memiliki HIV kepada orang lain yang tidak memiliki HIV melalui jarum suntik. Jadi, jika seseorang pengguna obat terlarang menggunakan jarum suntik untuk mengkonsumsi obat itu, maka di dalam jarum suntuknya akan ada sisa sisa darah. Dan apabila dia adalah seseorang yang memiliki virus HIV AIDS, maka ketika jarum suntik itu digunakan kembali oleh orang lain, hal itu akan menyebabkan darah dari orang pertama yang mengandung HIV juga akan ikut masuk ke dalam darah orang kedua yang memggunakan jarum suntik yang sama. Risiko penularan dapat diturunkan secara berarti di kalangan pengguna narkoba suntikan dengan penggunaan jarum baru yang sekali pakai, atau dengan melakukan sterilisasi jarum yang tepat sebelum digunakan kembali. Penularan dalam lingkup perawatan kesehatan dapat dikurangi dengan adanya kepatuhan pekerja pelayanan kesehatan terhadap Kewaspadaan Universal (Universal Precautions).Hasil penelitian juga menemukan bahwa sebagian besar partisipan tertular HIV/AIDS dikarenakan perilaku seks yang tidak sehat (P2, P5, dan P6). Hal ini bisa terjadi karena berhubungan seks dengan berganti-ganti pasangan dan tanpa proteksi dapat dengan mudah terserang penyakit infeksi menular seksual (IMS), dan infeksi menular seksual membuat seseorang lebih rentan terhadap HIV. Apalagi kalo salah satu pasangan tersebut sudah terjangkit HIV/AIDS, maka akan dengan mudah virus tersebut menyebar melalui hubugan seks.Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Nasronudin (2007) yang menyebutkan bahwa faktor resiko epidemiologis infeksi HIV/AIDS salah satunya adalah perilaku beresiko tinggi, yang diantaranya adalah hubungan seksual dengan pasangan beresiko tinggi tanpa menggunakan kondom dan hubungan seksual yang tidak aman seperti multipartner, pasangan seks individu yang diketahui terinfeksi HIV.Resiko penularan virus HIV/AIDS melalui hubungan seksual dapat diturunkan dengan cara tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah, yang di tekankan disini yaitu hubungan seks tidak aman beresiko PMS. Setia kepada pasangan dalam arti tidak berganti-ganti pasangan dalam melakukan hubungan seks. Dan pemakaian kondom setiap kali berhubungan seks, terutama jika mempunyai banyak pasangan.Selain penularan yang didapatkan partisipan, hasil penelitian juga menemukan penularan dari partisipan kepada anaknya, yaitu partisipan 1. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh KPA (2012) bahwa HIV dapat ditularkan ke anak selama masa kehamilan, pada proses persalinan, dan saat menyusui. Pada umumnya, terdapat 15-30% risiko penularan dari ibu ke anak sebelum dan sesudah kelahiran. Sejumlah faktor dapat mempengaruhi risiko infeksi, khususnya jumlah virus (viral load) dari ibu pada saat kelahiran (semakin tinggi jumlah virus, semakin tinggi pula risikonya.). Penularan dari ibu ke anak setelah kelahiran dapat juga terjadi melalui pemberian air susu ibu.HIV adalah virus yang paling mematikan di dunia. Hingga saat ini virus ini belum ditemukan obatnya apabila sudah terjangkit dalam tubuh. Virus ini sangat kuat dan mudah sekali menular dari satu orang ke orang lain. Hingga saat ini, obat yang ditemukan adalah obat untuk menurunkan keganasan virus HIV ini, namun tidak bisa membunuh secara total jenis penyakit ini.2. Kondisi fisik responden setelah dinyatakan mengidap HIV/AIDS Kesejahteraan fisik yaitu kemampuan organ tubuh untuk berfungsi secara optimal sehingga dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Adanya infeksi virus HIV yang menyerang organ tubuh yang vital yaitu system imun seseorang akan berdampak cukup fatal bagi kesehatan fisik seseorang.

Keluhan yang dialami penderita HIV/AIDS berbeda-beda satu dengan yang lain. Dari enam orang responden yang menderita HIV/AIDS, dua orang penderita HIV/AIDS berjenis kelamin perempuan mengalami penurunan kondisi fisik secara drastis setelah tau dirinya mengidap penyakit HIV/AIDS. Seperti penuturan responden 1 yang mengatakan, Berat badan saya turun drastis, badan juga cepat lelah. Kemudian empat orang responden lainnya menyatakan mengalami demam dan diare. Seperti yang diungkapkan responden ke 5 yang mengatakan, Klo malam tuh suka tiba-tiba badan jadi panas dingin mba, terus sering mencret.Keenam responden penderita HIV/AIDS merasa terganggu dengan kondisi sakit yang menghambat mereka dalam beraktivitas. Mereka juga mengalami ketidaknyamanan fisik karena adanya rasa nyeri yang sering kali timbul.Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sudoyo (2007) yang menjelaskan bahwa pada penderita HIV/AIDS, seseorang harus berusaha mencegah dirinya terinfeksi kuman atau virus lain yang dapat memperburuk keadaannya. Kesejahteraan fisik pada penderita HIV/AIDS didapatkan dari adaptasi atau terbebas dari keluhan fisik yang dirasakan terkait penyakit nyeri, kelemahan, kualitas tidur, dan gejala lain terkait infeksi opportunistic yang diderita.3. Kondisi psikologis responden setelah dinyatakan mengidap HIV/AIDSPerasaan emosional yang dialami penderita HIV/AIDS juga beragam. Dalam penelitian didapatkan partisipan 3 dan 5 menyatakan menjadi sering marah, seperti yang dikemukakan oleh partisipan 5, bawaanya emosi terus..., pengen marah aja klo inget.... Partisipan 4 dan 6 mengalami stress tahap ringan dan sedang. Seperti yang dinyatakan responden 6, ......, cuman kadang kepikiran juga sih. Sedangkan Partisipan 1 dan 2 mengalami depresi berat akibat menderita penyakit HIV/AIDS. Seperti yang dikatakan oleh responden 2, Walaupun suami nerima keadaan saya tapi saya tetep kebebani rasa bersalah. Apalagi saya takut penyakit saya nular ke anak.Dari keenam partisipan dua diantaranya merasa bahwa dirinya tidak berharga lagi karena memiliki penyakit yang tidak tersembuhkan ini. Sedangkan empat lainnya merasa cemas dengan kondisi yang dialaminya saat ini.Hal tersebut sesuai dengan apa teori yang dikemukakan oleh Stuart & Laraia (2010) yang menjelaskan bahwa kondisi emosional ODHA yang tidak stabil karena adanya berbagai keterbatasan membuat ODHA merasa frustasi atau kecewa dan akhirnya menimbulkan masalah depresi, yang merupakan masalah psikologis terbesar pada ODHA. Masalah psikologis lainnya yang juga sering dialami ODHA adalah kecemasan, paranoid, mania, irritable, harga diri rendah, body image yang buruk, ketidak mampuan berkonsentrasi, dan psikosis. Berbagai masalah psikologis ini akan mempengaruhi kemampuan ODHA untuk berpartisipasi secara penuh dalam pengobatan dan perawatan dirinya sehingga berdampak terhadap kualitas hidup.4. Kondisi Kehidupan sosial responden setelah dinyatakan mengidap HIV/AIDSKondisi sosial adalah gambaran hubungan dan interaksi dengan orang lain, dimana hubungan yang terbina adalah hubungan yang mempunyai kerekatan dan keharmonisan. Lingkungan sosial memiliki peranan dan dampak bagi kualitas hidup para pengidap penyakit HIV/AIDS. Dalam penelitian didapatkan sebagian partisipan merasa lingkungan sekitarnya berubah sikap terhadap mereka. Bahkan keluarga, saudara, sahabat, teman sekantor, dan warga di tempat tinggalnya menjauhi mereka. Sebagian lagi menyatakan tidak ada perubahan yang berarti karena mereka merahasiakan status dari keluarga, saudara, sahabat, teman sekantor, dan warga di tempat tinggalnya.Tiga dari enam responden penderita HIV/AIDS menyatakan kecewa terhadap reaksi keluarga dan teman-temannya. Mereka tidak lagi diperlakukan seperti pada saat kondisi mereka baik-baik saja, orang-orang disekitarnya tidak menerima keadaan mereka yang sekarang (menderita penyakit HIV/AIDS). Sedangkan tiga responden lainnya tidak peduli dengan keadaan disekitar mereka. Sebelumnya mereka memang bersikap anti-sosial dan tidak mengkhawatirkan akan dijauhi oleh keluarga, teman, ataupun masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan teori dari Wig (2006) yang menjelaskan bahwa bagi ODHA, salah satu masalah sosial terbesar yang dialaminya adalah isolasi sosial dari keluarga maupun masyarakat. Stigma yang berkembang di masyarakat terhadap ODHA membuat masyarakat cenderung bersikap mengucilkan ODHA, kondisi ini akan membuat ODHA semakin menutup dirinya dari kehidupan sosialnya sehingga semakin memperburuk kondisi ODHA, terutama ODHA yang sebelum terinfeksi HIV adalah seorang pekerja. ODHA akan dikeluarkan dari pekerjaannya setelah diketahui terinfeksi HIV, akan mengalami masalah sosial yang cukup serius dan dapat mempengaruhi kualitas hidupnya.

5. Kondisi hubungan interpersonal responden setelah dinyatakan mengidap HIV/AIDS Keluarga adalah bagian penting dan orang terdekat dari diri seseorang. Anggota keluarga biasanya memberikan perhatian lebih dibanding orang lain. Dukungan keluarga dianggap sangat penting bagi kelangsungan hidup penderita HIV/AIDS.Dari segi hubungan interpersonal baik hubungan suami istri, hubungan dengan anak, hubungan dengan keluarga maupun dengan pasangan. Dua responden laki-laki dari enam responden tidak mengalami perubahan terhadap kualitas hidupnya dalam hubungan pribadi/interpersonal. Dua responden lainnya mendapatkan perhatian dari keluarga masing-masing. Satu diantaranya bercerai dengan pasangan pada saat mengetahui diagnosa penyakit HIV/AIDS tersebut. Ada pula yang sikap pasangannya berubah. Pada saat keluarga tidak mendukung, responden mendapatkan dukungan dari teman-teman di LSM. Kerjasama antar anggota keluarga sangat dibutuhkan dalam pemecahan masalah bila ada krisis, terutama dalam keluarga terdapat anggota keluarga yang menderita HIV/AIDS. Friedman (2010) menjelaskan bahwa keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Salah satu fungsi keluarga adalah memberikan dukungan emosional yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan sosial internal, seperti dukungan dari suami, isteri, atau dukungan dari saudara kandung.6. Kondisi kehidupan spirirual responden setelah dinyatakan mengidap HIV/AIDS Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari segi spiritual diketahui semua partisipan menyatakan kualitas kehidupan spritual mereka meningkat. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan partisipan 2 yang mengatakan, saya sadar kalo perbuatan saya dulu itu salah..., makanya saya sekarang jadi lebih taat ibadah, minta ampun ama Allah... Partisipan 2 juga mengatakan, masih bersyukur, masih diberi kesempatan bertobat.... saya sekarang lebih rajin sholat.. ngaji juga..., lebih ngedeketin diri.... Hasil tersebut sesuai dengan teori dari Wig (2006) yang menjelaskan bahwa ODHA yang menyadari penyakit yang dideritanya adalah merupakan cobaan dari Tuhan untuk menguji umatnya, maka akan lebih meningkatkan keimanannya sehingga ia memperbaiki dirinya dengan lebih mendekatkan diri pada Tuhannya. 15

21

27

STIKes Faletehan