bab iii-v ujian (1)

18
36 BAB III PENYAJIAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN No. Rekam Medik : 064598 Nama : Nn. H Umur : 13 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Suku : Melayu Agama : Islam Status : Belum Menikah Pekerjaan : Pelajar Tanggal Masuk : 16 Desember 2014 Tanggal Operasi : 17 Desember 2014 B. PEMERIKSAAN PRA ANESTESI 1. Anamnesis a. Keluhan utama : Nyeri perut kanan bawah b. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengaku mengeluh nyeri perut kanan bawah sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. 3 hari pertama, Pasien mengaku demam tinggi, nyeri perut bagian bawah kanan, mual, dan muntah. Pasien mengakui muntah pasien sedikit mengeluarkan darah. Pasien memustuskan untuk berobat ke puskesmas untuk meringankan gejalanya, tetapi hanya

Upload: riri

Post on 07-Sep-2015

228 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

nhhh

TRANSCRIPT

43

BAB III

PENYAJIAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

No. Rekam Medik: 064598

Nama: Nn. H

Umur: 13 tahun

Jenis Kelamin: Perempuan

Suku: Melayu

Agama: Islam

Status: Belum Menikah

Pekerjaan: Pelajar

Tanggal Masuk: 16 Desember 2014

Tanggal Operasi: 17 Desember 2014

B. PEMERIKSAAN PRA ANESTESI

1. Anamnesis

a. Keluhan utama : Nyeri perut kanan bawah

b. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengaku mengeluh nyeri perut kanan bawah sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. 3 hari pertama, Pasien mengaku demam tinggi, nyeri perut bagian bawah kanan, mual, dan muntah. Pasien mengakui muntah pasien sedikit mengeluarkan darah. Pasien memustuskan untuk berobat ke puskesmas untuk meringankan gejalanya, tetapi hanya demam, mual dan muntah saja yang berkurang, nyeri perut bagian kanan bawahnya belum juga berkurang. Pasien akhirnya di bawa ke RSUD Dr. Abdul Aziz singkawang untuk diperiksakan lebih lanjut tentang penyakitnya.

c. Riwayat Penyakit Dahulu : 2 bulan yang lalu, pasien pernah menderita penyakit demam typhoid dan dirawat di Rumah Sakit selama 3 hari.

d. Riwayat Penyakit Pernapasan : tidak ada

e. Riwayat Penyakit Kardiovaskular : tidak ada

f. Riwayat Penyakit Lain : tidak ada

g. Riwayat Alergi Obat : tidak ada

h. Riwayat Operasi : tidak ada

i. Kebiasaan: Merokok ( - ), Minum alkohol ( - ), obat-obatan ( - )

2. Pemeriksaan Fisik:

Keadaan umum : BaikGCS E4M6V5

Vital sign : TD : 100/60 mmHg

N : 112 kali per menitRr : 24 kali per menit

Suhu: 36,6CBB : 37 kg

Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema (-) pupil isokor 3mm, refleks cahaya (+/+)

Telinga: sekret (-)

Mulut : Sianosis (-)

Leher: Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-)

Jalan nafas: Tersumbat (-), ompong (+), gigi palsu (-), oedem (-), kekakuan sendi rahang (-), kaku leher (-), malampati derajat 1

Thorax : Inspeksi: Simetris (+), retraksi dinding dada (-)

Palpasi: Vocal fremitus normal, iktus kordis teraba di linea midclavicula sinistra ICS 4

Perkusi : Pulmo : Sonor (+), Cor : pekak (+)

Auskultasi :

Cor : S1-S2 tunggal, regular, murmur (-)

Pulmo : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen: Inspeksi: Datar, distended (+), massa (-), skar (-), caput medusa (-)

Palpasi: Nyeri tekan (+) pada titik Mc. Burney, hepar dan lien tidakteraba

Perkusi: Timpani (+) pada empat kuadran, ascites (-)

Auskultasi: Bising Usus 2x/menit

Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)

3. Pemeriksaan penunjang :

a. Laboratorium

Hemoglobin

Hct

Eritrosit

Leukosit

Trombosit

Gol darah

CT

BT

:

:

:

:

: :

:

:

14,1 g/dL

37,1 %

4.930

8.000

290.000

A

600

300

GDS

Ureum

Creatinin

HbsAg

HIV

:

:

:

:

:

85 mg/dL

19,8 mg/dL

0,5 m/dL

Non-reaktif

Non-reaktif

b. Foto Polos thorax : dalam batas normal

c. EKG : normal

4. Kesimpulan :

Kelainan sistemik: Tidak Ada Kelainan Sistemik

Kegawatan: Tidak Ada

Diagnosis: Chronic Appendicitis

Tindakan operasi: Laparoscopy Appendictomy

Status fisik ASA: I

C. RENCANA ANESTESI

1. Persiapan Operasi

Informed consent

Persetujuan operasi tertulis (+)

Puasa 6-8 jam

2. Jenis Anestesi: Anestesi umum

3. Teknik Anestesi: GA intubasi, Semi-Closed, ET no. 7( Non-Kinking)

4. Obat-obatan: midazolam 5mg, fentanyl 100g, propofol 200mg, atracurium besilat 30mg, ketorolac 30 mg dan ondansentron 4 mg

5. Maintenance: O2 2 lpm, N20 2 lpm, isoflurance 1,5 vol %

6. Monitoring: tanda-tanda vital, kedalaman anestesi dan cek perdarahan

7. Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan

D. TATALAKSANA ANESTESI

1. Di ruang persiapan

Pasien masuk ke ruang persiapan operasi

Pemeriksaan kembali : identitas pasien, persetujuan operasi, lama puasa 6-8 jam

Pastikan pasien telah terpasang infus, serta kateter urin.

Mengganti pakaian pasien dengan pakaian operasi

Persiapkan peralatan dan obat-obatan anestesi.

2. Persiapan Alat dan Obat Anestesi Umum

Mempersiapkan mesin anestesi, sirkuit anestesi, face mask, monitor, tensimeter, saturasi serta mengecek tabung O2, N2O, dan isoflurane

Mempersiapkan stetoskop, laringoskop (lampu menyala dan terang), ETT jenis non kinking ukuran 7, orofaring tube ukuran 8, plester dan suction (STATICS)

Mempersiapkan midazolam 5 mg, fentanyl 100 g, propofol 200 mg, atracurium besilat 30 mg, ketorolac 30 mg, tramadol 100 mg dan ondansentron 4 mg.

3. Di ruang operasi

Pasien dipindahkan ke meja operasi, pastikan infus berjalan lancar dan monitor menyala

Masukkan ondansentron 3,7 mg

Masukkan midazolam 3,7 mg, cek reflex bulu mata, bila pasien tertidur lanjutkan dengan induksi anestesi.

4. Induksi Anestesi

Akses IV: Masukkan fentanil 74 ug, lalu Propofol 111 mg, kemudian cek refleks bulu mata, jika telah (-) pasang face mask dan mulai ambu O2 2 L/menit, N2O 2 L/menit dan isofluran 2 vol % (sambil tetap memompa sampai saturasi oksigen 100%). Setelah itu masukkan atracurium besilat 18,5 mg, dan tunggu sampai obat mulai bekerja + 3 menit, setelah itu dapat dilanjutkan intubasi.

Intubasi : Lepas face mask, pegang laringoskop dengan tangan kiri, masukkan laringoskop dari sisi mulut bagian kanan geser ke kiri (dapat meminta bantu pada asisten untuk membuka mulut pasien dan melakukan chin lift), tangan kanan melakukan head tilt, telusuri lidah pasien sampai pangkal lidah, terlihat epiglotis, di belakang epiglotis tampak plica vokalis, lalu segera masukkan ETT no 7 sampai batas garis hitam 21 pada ETT.

Sambungkan ujung ETT dengan selang mesin anestesi, pompa balon, pastikan ETT sudah masuk ke trakea, dengan memeriksa suara nafas pada lapangan paru kanan sama dengan lapangan paru kiri, lalu isi balon ETT dengan 15 cc udara, fiksasi ETT dengan plester/tape, pasang guedel no 8, ambu O2 2 L/menit, isoflurane 2 vol% dan N2O 2 L/menit.

5. Maintenance

Inhalasi: O2 2 L/menit, isoflurane 2 vol% dan N2O 2 L/menit,

Infus RL 1500 ml

6. Ekstubasi

Memastikan pasien telah bernapas spontan

Melakukan suction pada airway pasien

Menutup isoflurane dan N2O, tinggikan O2 sampai 5 L/menit

Mengempiskan balon, pastikan bahwa pasien sudah bangun (biasanya pasien akan mulai batuk-batuk). Melepaskan plester/tape. Cari waktu yang tepat dan segera cabut ETT. Segera pasang face mask dan pastikan airway nya lancar dengan triple manuver. Setelah pasien benar-benar bangun, pasien dipindahkan ke Recovery Room, cabut quedel.

Masukkan Ketorolac 30 mg bolus

Masukkan tramadol 100 mg bolus

7. Instruksi Post OP di RR

Awasi tekanan darah, nadi, nafas dan saturasi oksigen

Oksigenasi dengan O2 2 L/menit

8. Instruksi Post OP di Ruangan

Pasien tirah baring posisi terlentang

Pasien di infus dengan Ringer Laktat 20 tetes per menit

Injeksikan ketorolac 30 mg/ 8 jam

Puasa hingga bising usus (+) normal, bila bising usus (+) berikan makanan lunak.

Monitoring Selama Anestesi

Jam

Tensi

Nadi

Sa02

13.00

93/44

81

100%

13.10

113/69

81

100%

13.20

113/76

77

100%

13.30

122/77

95

100%

13.40

120/74

94

100%

13.50

120/73

90

100%

14.00

119/79

106

100%

14.10

109/61

108

100%

14.20

128/79

101

100%

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien Nn. H umur 13 tahun datang ke poli bedah dengan keluhan nyeri perut bagian bawah sebelah kanan sejak 2 minggu yang lalu. Berdasarkan anamnesis oleh dokter pasien mengeluh nyeri perut bagian bawah sebelah kanan disertai demam, mual dan muntah. Pasien sudah berobat ke puskesmas untuk meringankan keluhannya, tetapi hanya mual dan muntah saja yang berkurang, nyeri perutnya tidak. Pada pemeriksaan fisik terdapat nyeri tekan pada perut bagian bawah sebelah kanan (McBurney (+)). Pasien akhirnya didiagnosis dengan appendicitis kronis, sehingga pasien dengan segera dilakukan operasi appendectomy. Teknis operasi yang dilakukan oleh dokter bedah yaitu Laparoscopy Appendictomy.

Laparoskopi apendiktomi adalah operasi pengangkatan apendiks yang dilakukan dengan teknik bedah laparoskopi. Laparoskopi adalah bagian dari teknik endoskopi yang berasal dari kata lapar yang berarti abdomen dan oskopi yang berarti melihat melalui pencitraan pada monitor video menggunakan teleskop dan sistem endokamera. Sebelum operasi dimulai, perut akan dipompa dengan gas CO2 agar menggembung dan peralatan bedah dapat bekerja di dalam tubuh dengan leluasa. Luka sayatan yang kecil meminimalkan kerusakan jaringan sehingga waktu penyembuhan relatif lebih cepat dibandingkan bedah konvensional. Rasa nyeri pasca operasi juga dirasakan lebih ringan sehingga jangka waktu untuk pemakaian obat analgetik dan antibiotik lebih singkat.

Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien dalam kondisi sehat fisik tanpa penyakit sistemik, tanpa limitasi aktivitas sehari-hari, sehingga diklasifikasikan dengan ASA-1. Penilaian ini dilakukan sebelum operasi dilakukan atau dikenal dengan sebutan pra anestesi. American Sociey Anesthesiology (ASA) membuat klasifikasi status fisik pasien sebagai berikut.

a. ASA I: Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.

b. ASA II: Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan sedang sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka mortalitas 16%.

c. ASA III: Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas harian terbatas. Angka mortalitas 38%.

d. ASA IV: Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa, tidak selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ, angina menetap. Angka mortalitas 68%.

e. ASA V: Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa operasi / dengan operasi. Angka mortalitas 98%.

Dalam memperbaiki keadaan umum dan mempersiapkan operasi pada penderita perlu dilakukan pemasangan infus untuk terapi cairan sejak pasien masuk RS dan puasa paling tidak 6 jam untuk mengosongkan lambung, sehingga bahaya muntah dan aspirasi dapat dihindarkan. Pada kasus tindakan laparoskopi apendiktomi diperlukan pemilihan penanganan anestesi yang tepat. General anestesi dengan intubasi endotrakea dapat dipilih karena pada laparoskopi terjadi penggunaan gas (insuflasi CO2). Jika menggunakan teknik regional anastesi akan menimbulkan perasaan tidak nyaman pada pasien karena adanya iritasi peritoneal langsung yang menimbulkan rasa sakit selama laparoskopi. CO2 membentuk asam karbonat saat bersentuhan dengan permukaan peritoneum sehingga menyebabkan rasa nyeri pada pundak.

Pada pasien ini diberikan midazolam 3,7 mg berfungsi untuk hipnotik sedative, dan amnesia retrograde. Untuk mengurangi rasa sakit pra bedah dan pasca bedah,mengurangi kebutuhan obat anestesi dan memudahkan induksi digunakan Fentanyl 74 mg IV. Untuk induksi, digunakan Propofol 111 mg i.v karena memiliki induksi yang cepat, masa pulih sadar yang cepat, jarang menimbulkan mual dan muntah, tensi juga kondisi pernapasan yang normal. Pada bedah laparoskopi diperlukan relaksasi otot agar organ abdomen tidak keluar dan terjadi relaksasi sehingga diperlukan muscle relaxant, yaitu menggunakan atracurium besilat 18,5 mg. Obat ini bekerja pada otot lurik kemudian terjadi kelumpuhan otot pernapasan, otot interkostalis, otot abdominalis, dan relaksasi otot-otot ekstremitas. Pasien tidak bisa bernapas spontan sehingga memerlukan kontrol pernapasan. Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik yang terkontrol dalam teknik anestesi dapat mengurangi peningkatan PaCO2dan mencegah kelainan ventilasi yang disebabkan oleh pneumoperitoneum dan posisi Trendelenburg

Untuk rumatan inhalasi pada pasien ini menggunakan campuran N2O dan O2 2:2 ditambah isoflurane 2%. N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida) diperoleh dengan memanaskan ammonium nitrat sampai 240oC. N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya 2,5 kali berat udara. Pemberian anesthesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat anestetik lemah, analgesianya kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri. Pada akhir anesthesia setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya hipoksia difusi, berikan O2 100% selama 5-10 menit. Isoflurane, merupakan halogenasi eter pada dosis anestetik atau subanestetik menurunkan laju metabolism otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Onset dari isoflurane adalah beberapa menit, dimana efek puncak pada anesthesia bedah 1.5-2% dimana dapat menimbulkan anesthesia dalam 7-10 menit. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari untuk anesthesia teknik hipotensi.

Sesaat setelah operasi selesai, pasien dipindahkan ke recovery room untuk menilai keadaan umum pasien. Sebelumnya, pasien dinilai kesadarannya menggunakan Aldrette score. Penilaian ini dengan catatan bahwa nilai (9) atau lebih boleh pulang kerumah dengan kondisi pembedahan/tindakan memungkinkan. Nilai (7) ke ruang perawatan bila nilai pernapasan (2). Nilai (5) ke ICU. Untuk perawatan post operasi, terapi cairan sangat penting untuk mengganti jumlah cairan tubuh yang hilang. Pasien diberikan infuse Ringer Laktat 20 tetes per menit. Cairan infuse Ringer Laktat adalah larutan steril Natrium klorida, Kalium klorida, dan Kalsium klorida dalam air. Kadar ketiga zat tersebut sama dengan kadar zat-zat tersebut dalam larutan fisiologis. Larutan ini digunakan sebagai penambah cairan elektrolit yang diperlukan tubuh.

A. Defisit cairan karena puasa 6 jam 2 cc x 37 kg x 6 jam = 444 cc

B. Kebutuhan cairan selama operasi dan karena trauma operasi selama 1 jam : kebutuhan dasar selama operasi + kebutuhan operasi sedang = (2cc x 37 kg x 1 jam) + (6 cc x 37 kg x 1 jam) = 74+ 222 cc = 296 cc

C. Perdarahan yang terjadi = 100 cc

EBV = 70 cc x 37 kg = 2.590 cc

Jadi kehilangan darah = 100/2.590 x 100% = 2 % EBV

Jika perdarahan pada pasien < 10% dari EBV maka dapat diberikan cairan kristaloid dengan perbandingan 1 : 2-4 ml cairan kristaloid. Jadi pada pasien ini :

1: 2-4 ml

100 : 200-400 cc kristaloid

Jadi perdarahan saat operasi yang keluar sekitar 150 cc dapat diganti dengan kristaloid sebesar 200 cc - 400 cc

D. Kebutuhan cairan total = 444+ 296 + (200-400) = 940 1.140 cc

E. Cairan yang sudah diberikan :

Pra anestesi = 500 cc

Saat operasi = 500 cc

Total cairan yang masuk = 1000 cc

Jadi terdapat kekurangan cairan sekitar 140 cc, maka penambahan cairan masih diperlukan saat pasien dibangsal ditambah kebutuhan cairan per hari selama 24 jam.

BAB V

KESIMPULAN

Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat mengantisipasinya. Pada laporan kasus ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi umum pada operasi Laparoscopy Appendictomy pada pasien perempuan, umur 13 tahun, status fisik ASA I, dengan diagnosis appendicitis krois dengan menggunakan teknik anestesi semiclosed dengan ET no.7.

Untuk mencapai hasil maksimal dari anestesi seharusnya permasalahan yang ada diantisipasi terlebih dahulu sehingga kemungkinan timbulnya komplikasi anestesi dapat ditekan seminimal mungkin. Dalam kasus ini selama operasi berlangsung, tidak ada hambatan yang berarti baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruangpemulihan juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius. Secara umum pelaksanaan operasi laparoscopy dan penanganan anestesi berlangsungdengan baik.