bab iii pembahasan 3.1 kedudukan peraturan pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/bab...

28
38 BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Presiden merupakan pemegang kekuasaan pemerintahan yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. Disini Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan dibantu oleh Wakil Presiden. Dalam menjalankan pemerintahan negara,kekuasaan dan tanggung jawab berada di tangan Presiden yang dikenal dengan prinsip concentration of power and responsibility upon the president. Selain itu, Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR dan Presiden dibantu oleh Menteri Negara. Dalam keadaan normal sistem norma hukum diberlakukan berdasarkan konstitusi dan produk hukum lain yang resmi. Sedangkan dalam keadaan abnormal sistem hukum tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik. Maka pengaturan keadaan darurat mempunyai arti penting sebagai dasar hukum bagi pemerintah mengambil tindakan guna mengatasi keadaan abnormal tersebut. Pada keadaan abnormal (darurat) pranata hukum yang diciptakan untuk keadaan normal tidak dapat bekerja. Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara darurat objektif dan subjektif. Hukum tata negara darurat subjektif adalah hak negara untuk bertindak dalam keadaan bahaya atau darurat dengan cara menyimpang dari ketentuan undang-undang atau bahkan ketentuan undang-undang dasar. Sedangkan hukum tata negara darurat objektif adalah

Upload: others

Post on 11-Nov-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

38

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Presiden merupakan pemegang kekuasaan pemerintahan yang diatur dalam

Pasal 4 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa Presiden Republik

Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.

Disini Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan dibantu oleh Wakil Presiden.

Dalam menjalankan pemerintahan negara,kekuasaan dan tanggung jawab berada

di tangan Presiden yang dikenal dengan prinsip concentration of power and

responsibility upon the president. Selain itu, Presiden tidak bertanggung jawab

kepada DPR dan Presiden dibantu oleh Menteri Negara.

Dalam keadaan normal sistem norma hukum diberlakukan berdasarkan

konstitusi dan produk hukum lain yang resmi. Sedangkan dalam keadaan

abnormal sistem hukum tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik. Maka

pengaturan keadaan darurat mempunyai arti penting sebagai dasar hukum bagi

pemerintah mengambil tindakan guna mengatasi keadaan abnormal tersebut. Pada

keadaan abnormal (darurat) pranata hukum yang diciptakan untuk keadaan normal

tidak dapat bekerja. Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni

hukum tata negara darurat objektif dan subjektif. Hukum tata negara darurat

subjektif adalah hak negara untuk bertindak dalam keadaan bahaya atau darurat

dengan cara menyimpang dari ketentuan undang-undang atau bahkan ketentuan

undang-undang dasar. Sedangkan hukum tata negara darurat objektif adalah

Page 2: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

39

hukum tata negara yang berlaku ketika negara berada dalam keadaan darurat,

bahaya, atau genting.

Hukum Tata Negara dikenal asas hukum darurat untuk kondisi darurat atau

abnormale recht voor abnormale tijden. Asas ini kemudian menjadi hak

prerogatif presiden seperti dalam ketentuan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang

Dasar NRI Tahun 1945. Perpu sebagai emergency legislation yang didasarkan

pada alasan innerenootstand (keadaan darurat yang bersifat internal) dalam

keadaan (i) mendesak dari segi substansi, dan (ii) genting dari segi waktunya.

Sementara itu, hal ihwal kegentingan yang memaksa" merupakan syarat

konstitutif yang menjadi dasar kewenangan presiden dalam menetapkan Perpu.

Apabila tidak dapat menunjukkan syarat nyata keadaan itu, presiden tidak

berwenang menetapkan Perpu. Perpu yang ditetapkan tanpa adanya hal ihwal

kegentingan maka batal demi hukum (null and void), karena melanggar asas

legalitas yaitu dibuat tanpa wewenang. Hal ihwal kegentingan yang memaksa juga

harus menunjukkan beberapa syarat adanya krisis, yang menimbulkan bahaya atau

hambatan secara nyata terhadap kelancaran menjalankan fungsi pemerintahan.

Oleh karena itu, muatan perppu hanya terbatas pada pelaksanaan

(administratiefrechtelijk). Keadaan bahaya atau darurat harus dapat didefinisikan.

Pemberian cakupan ini bertujuan agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang

oleh penguasa. Karena dalam keadaan tersebut negara dapat melakukn tindakan

apapun termasuk membatasi hak warga negara. Sehingga negara perlu melanggar

prinsip yang dianutnya sendiri guna menyelamatkan diri dari keadaan tersebut.

Page 3: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

40

Dalam noodstaatsrecht undang-undang keadaan bahaya selalu ada,

pelaksanaan berlakunya keadaan bahaya dituangkan dalam keputusan presiden.

Noodstaatsrecht harus dibedakan dari staatsnoodrecht. Menurut doktrin

staatnoodrecht, jika negara dalam keadaan darurat kepala negara boleh bertindak

apapun bahkan melanggar undang-undang dasar sekalipun demi untuk

menyelamatkan negara. Staatnoodrecht merupakan hak darurat negara, bukan

hukum. Di Indonesia, Dekrit Presiden 5 Juli 1949 yang menetapkan berlakunya

kembali UUD NRI Tahun 1945, didasarkan pada doktrin staatnoodrecht

pembenaran dekrit tidak hanya didasarkan pada staatnoodrecht tetapi juga

berdasarkan pada prinsip salus populis supreme lex (keselamatan rakyat adalah

dasar hukum tertinggi).

Kriteria tentang apa yang dimaksudkan dengan istilah hal ikhwal

kegentingan yang memaksa adalah suatu keadaan yang sukar, penting dan

terkadang krusial sifatnya, yang tidak dapat diduga, diperkirakan atau

diprediksi sebelumnya, serta harus ditanggulangi segera dengan

pembentukan peraturan perundang-undangan yang setingkat dengan

undang-undang.17

Keadaan bahaya tidak boleh berlama-lama, karena fungsi utama hukum

negara darurat (staatsnoodrecht) ialah menghapuskan segera bahaya itu

sehingga kembali normal. Bila terjadi keadaan berlama-lama,nood (bahaya)

itu maka menyalahi tujuan diadakan hukum negara darurat. Keadaan bahaya

dengan upaya luar biasa harus ada keseimbangan, supaya kewenangan itu

tidak berlebihan sekaligus mencegah penyalahgunaan kekuasaan yang besar.

Keadaan bahaya itu adalah sesuatu yang abnormal, untuk mengatasi bahaya

itu hukumnya pun dalam keadaan biasa pun harus dipandang abnormal dan

luar biasa, mungkin dalam keadaan normal tindakan penguasa itu masuk

dalam kategori onrechtmatig, namun karena keadaan bahaya atau abnormal,

maka tindakan Penguasa itu adalah sah dan dapat dibenarkan.18

17I Gede Pantja Astawa,”Ruang Lingkup dan Pelaksanaan Wewenang Presiden Berdasarkan

Ketentuan Undang-Undang Dasar 1945”, Bandung, Thesis Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas

Padjadjaran, 1992, h. 178-179. Berdasarkan Dalam dan Suprin Na’a, Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-

undangan di Indonesia, Cetakan ke 1, PT. Alumni Bandung, 2008, h. 99-100 18R.Kranenburg, De Grondslagen der Rechtswetenschap, Cetakan ketiga, 1951, hlm. 94-96,

sebagaimana dikutip kembali oleh Herman Sihombing dalam Hukum Tata Negara Darurat di Indonesia,

Djambatan, Jakarta, 1996, h. viii.

Page 4: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

41

“Berdasarkan hal ihwal kegentingan yang memaksa” merupakan syarat

mutlak bagi presiden untuk menggunakan haknya. Secara a contrario presiden

tidak dapat menggunakan haknya selama tidak ada hal ikhwal kegentingan

memaksa. Melihat ke belakang, ketentuan Pasal 22 dan Pasal 12 merupakan teks

asli UUD NRI Tahun 1945 yang tidak diamandemen. Penjelasan Pasal 22 UUD

NRI Tahun 1945 menerangkan bahwa, Pasal ini mengenai noodverordeningsrecht

Presiden. Aturan sebagai ini memang perlu diadakan agar supaya keselamatan

negara dapat dijamin oleh pemerintah dalam keadaan yang genting, yang

memaksa pemerintah untuk bertindak cepat dan tepat. Meskipun demikian,

pemerintah tidak akan terlepas dari pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh

karena itu, peraturan pemerintah dalam pasal ini, yang kekuatannya sama dengan

undang-undang harus disahkan pula oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Keadaan bahaya atau darurat harus dapat didefinisikan. Pemberian cakupan

ini bertujuan agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang oleh penguasa. Karena

dalam keadaan tersebut negara dapat melakukan tindakan apapun termasuk

membatasi hak warga negara. Sehingga negara perlu melanggar prinsip yang

dianutnya sendiri guna menyelamatkan diri dari keadaan tersebut.

Dalam konstitusi indonesia diatur tentang keadaan darurat pada pasal 12 dan

pasal 22 UUD NRI Tahun 1945.

Pasal 12 : “Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan

akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang”

Pasal 22 : “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, presiden berhak

menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang”

Page 5: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

42

Keberanian Presiden mengeluarkan Perpu tidak lepas dari perdebatan

tentang hak subyektifitas (terbatas) presiden dalam menafsirkan “hal kegentingan

memaksa” yang diatur dalam Pasal 22 UUD NRI Tahun 1945. Penafsiran

subyektif Presiden dalam pasal 22 harus dibedakan dengan penafsiran obyektif

yang diatur dalam Pasal 12 UUD NRI Tahun 1945. Dalam kondisi bahaya atau

tidak normal, UUD Negara RI Tahun 1945 memberikan kewenangan kepada

presiden untuk melakukan tindakan khusus. Tindakan khusus yang diberikan oleh

UUD NRI Tahun 1945 diatur dalam Pasal 12 dan Pasal 22. Pasal 12 menyebutkan

Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan

bahaya ditetapkan dengan undang-undang. UUD NRI Tahun 1945 dengan tegas

mengamanatkan adanya undang-undang yang mengatur keadaan bahaya yang saat

ini diatur lebih lanjut dalam UU No. 23 Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya.

Terhadap keadaan bahaya yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 1959 ini, Presiden

hanya dapat menafsirkan secara obyektif. Dalam hukum tata negara tidak tertulis

dikenal dengan doktrin noodstaatsrecht.

Perpu merupakan produk hukum yang sah sesuai ketentuan Pasal 22

Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945. Secara formal, Perpu adalah peraturan

pemerintah, bukan Undang-undang. Terhadap Perpu, DPR dapat melakukan

legislative review untuk menyetujui Perpu sebagai undang-undang atau tidak.

Pasal 22 UUD NRI Tahun 1945 menyebutkan:

1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan

peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang;

Page 6: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

43

2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan

Rakyat dalam persidangan yang berikut;

3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.

Tentang muatan dan cakupan Perpu sendiri, bahwa sifat innerenotstand

sebagai alasan pokok hanya dapat dijadikan alasan ditetapkannya Perpu sepanjang

berkaitan dengan kepentingan internal pemerintahan yang memerlukan dukungan

payung hukum setingkat undang-undang. Beranjak dari hal-hal tersebut di atas,

jelas bahwa Presiden mempunyai keterbatasan dalam menggunakan hak

subyektifnya dalam mengeluarkan Perpu. Presiden hanya bisa menggunakan

haknya sepanjang berkaitan dengan kepentingan internal pemerintahan.

Kewenangan Presiden untuk menetapkan peraturan pemerintah pengganti

undang-undang (Perpu) didasarkan atas ketentuan Pasal 22 ayat (1) UUD NRI

Tahun 1945 yang menentukan19

, Pasal 22 ayat (1) menyatakan bahwa “Dalam hal

ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan

pemerintah sebagai pengganti undang-undang”.

Jika pada waktu DPR tidak dalam masa sidang, sementara Presiden perlu

diadakan suatu peraturan yang seharusnya adalah Undang-Undang. Misalnya

peraturan tersebut perubahan dari suatu undang-undang atau materinya memuat

ancaman hukuman pidana sehingga harus dibuat dalam bentuk Undang-Undang.

Maka Presiden mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan Perpu. Sedangkan

kewenangan Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

undang (Perpu) adalah kewenangan luar biasa di bidang perundang-undangan.

19 Lihat pasal 22 UUD NRI Tahun 1945

Page 7: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

44

Sedangkan kewenangan ikut membentuk Undang-undang, Peraturan Pemerintah,

dan Peraturan Presiden merupakan kewenangan biasa.

Pemaparan pendapat ahli dan pasal di atas memberikan penjelasan bahwa,

Presiden perlu mengeluarkan suatu peraturan pemerintah sebagai pengganti

undang-undang agar keselamatan negara dapat dijamin oleh pemerintah. Dalam

hal ini pemerintah dalam keadaan genting dan memaksa mengharuskan

pemerintah untuk bertindak secara lekas dan tepat. Di khawatirkan akan

menimbulkan dampak yang besar bagi kelangsungan pemerintahan.

Mengenai kedudukan Perpu memang sering dipersoalkan apakah masih

akan dipertahankan. Dengan sebutan yang berbeda, baik dalam Pasal 139 ayat (1)

konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 maupun dalam Pasal 96 UUDS 1950,

bentuk peraturan demikian selalu ada, yaitu dengan sebutan Undang-Undang

Darurat. Pasal 139 ayat (1) Konstitusi RIS 1949 menyatakan, “Pemerintah berhak

atas kuasa dan tanggung jawab sendiri menetapkan undang-undang darurat untuk

mengatur hal-hal penyelenggaraan pemerintahan federal yang karena keadaan-

keadaan mendesak perlu diatur dengan segera”. Ketentuan yang diadopsi dalam

UUD 1950 Pasal 96 ayat (1) menegaskan,”Pemerintah berhak atas kuasa dan

tanggung jawab sendiri menetapkan undang-undang darurat untuk mengatur hal-

hal penyelenggaraan pemerintahan yang karena keadaan-keadaan mendesak perlu

diatur dengan segera”. Ayat (2) mengatakan bahwa, Undang-undang darurat

mempunyai kekuasaan dan derajat undang-undang, ketentuan ini tidak

mengurangi yang ditetapkan dalam pasal yang berikut.

Page 8: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

45

Kedua ayat dari pasal tersebut nampak bahwa untuk menyebut peraturan

sebagaimana yang dimaksud dengan Perpu menurut UUD 1945

dipergunakan “Undang-Undang Darurat”. Pemakaian undang-undang

darurat seringkali dikacaukan dengan yang dimaksud Undang-undang

tentang keadaan darurat/bahaya.20

Tidak setiap kali Presiden menetapkan Perpu berarti negara berada dalam

keadaan bahaya. Keadaan bahaya dapat dianggap sama dengan hal ikhwal yang

membahayakan, atau sebaliknya, hal ikhwal yang membahayakan juga merupakan

keadaan yang membahayakan. Hal ikhwal keadaan yang memaksa itu tidak selalu

membahayakan. Segala sesuatu yang “membahayakan” tentu selalu bersifat

“kegentingan yang memaksa.” Tetapi segala hal ikhwal kegentingan yang

memaksa tidak selalu membahayakan. Oleh karena itu, dalam keadaan bahaya

menurut Pasal 12, “Presiden dapat menetapkan Perpu kapan saja diperlukan,

tetapi dulu. Artinya kondisi negara dalam keadaan normal pun apabila memang

memenuhi syarat, Presiden dapat saja menetapkan suatu Perpu.21”

Undang-Undang Darurat yang digunakan dalam konstitusi RIS 1949

maupun UUDS 1950 Dasar hukumnya adalah keadaan darurat yang

memaksa (emergency), baik karena keadaan bahaya ataupun karena sebab

lain yang sungguh-sungguh memaksa. Jadi, tidak benar jika dikatakan

bahwa dasar hukumnya hanya keadaan darurat menurut ketentuan keadaan

bahaya yang dikaitkan dengan pemberlakuan keadaan staatsnoodrect

(hukum negara dalam keadaan bahaya) atau mengenai noodverordeningsrect

Presiden. Di samping keadaan bahaya itu, dapat saja terjadi karena alasan-

alasan mendesak, misalnya untuk memelihara keselamatan negara dari

ancaman-ancaman yang tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, sementara

proses di DPR tidak dapat dilaksanakan, maka Presiden atas dasar

keyakinannya dapat saja menetapkan peraturan mengenai materi yang

seharusnya dimuat dalam undang-undang itu dalam bentuk Perpu.22

20 Ni’matul Huda,Hukum Tata Negara,Cetakan Pertama,Gama Media Kerja sama Pusat Studi

Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia,Yogyakarta,1999,h.70. 21 Ibid., h.207. 22Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitualisme Indonesia. Cetakan Pertama, Kerja sama

Mahkamah Konstitusi RI dan Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI, Jakarta, 2004, hlm. 273-274. Lihat

juga Joeniarto, Selayang Pandang Sumber-Sumber Hukum Tatanegara di Indonesia, Cetakan kedua, Liberty,

Yogyakarta, 1991, h. 138.

Page 9: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

46

Harus diingat bahwa pengertian keadaan memaksa yang bersifat longgar

tersebut harus pula diimbangi dengan pengertian bahwa sebagai konsekuensi

bergesernya kekuasaan membentuk undang-undang dari Presiden ke DPR

berdasarkan ketentual Pasal 20 ayat (1) baru juncto Pasal 5 ayat (1) baru UUD

NRI Tahun 1945, maka kedudukan DPR sebagai lembaga legislatif makin

dipertegas. Oleh karena itu, semua peraturan yang dikeluarkan oleh Presiden

haruslah mengacu kepada undang-undang dan UUD dalam arti Konstitusi

tertinggi adalah Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 dalam sistem

ketatanegaraan Indonesia ini, dan tidak boleh lagi bersifat mandiri dalam arti tidak

untuk melaksanakan perintah undang-undang adalah brbentuk Perpu yang dapat

berlaku selama-lamanya 1 tahun dalam masa sidang DPR. Untuk selanjutnya

perpu tersebut harus diajukan untuk mendapatkan persetujuan DPR, jika DPR

menolak menyetujui Perpu tersebut, maka menurut ketentuan Pasal 22 ayat (3)

UUD NRI Tahun 1945 Presiden harus mencabutnya kembali dengan tindakan

pencabutan.23

Bentuk peraturan yang dikenal dalam Undang-Undang Dasar NRI Tahun

1945 selain Undang-undang, ialah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

undang atau Perpu.24 Dasar hukum bentuk peraturan perundang-undangan ini ialah

ketentuan pasal 22 UUD NRI Tahun 1945 Pasal 1,2, dan 3.

23 Ibid,. 24 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang di dalam footnote oleh penulis selanjutnya

disebut “Perpu”.

Page 10: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

47

Di dalam konstitusi sebelum Amandemen antara 17 Agustus Tahun 1945

sampai 1950 terdapat beberapa jenis peraturan perundangan meliputi25 Undang-

undang (pasal 5 ayat (1) juncto Pasal 20 ayat (1), Peraturan Pemerintah (Pasal 5

ayat (2), dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Pasal 22). Ini

memperlihatkan jika Presiden selaku pemerintah dapat membuat Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-undang dalam keadaan kegentingan yang memaksa

dan Perpu sudah diakaui sejak konstitusi masa Republik Indonesia pertama.

Lain halnya dalam konstitusi RIS 1949 maupun UUDS 1950 dikenal bentuk

peraturan perundangan semacam Perpu ialah Undang-undang Darurat. Ketentuan

mengenai Undang-undang Darurat terdapat dalam pasal 139 Konstitusi RIS dan

pasal 96 UUDS 1950.26

Pasal 139 Konstitusi RIS

1) Pemerintah atas kuasa dan tanggung jawab sendiri menetapkan Undang-

undang Darurat untuk mengatur hal-hal penyelenggaraan pemerintah

federal yang karena keadaan-keadaan yang mendesak perlu diatur dengan

segera.

2) Undang-undang Darurat mempunyai kekuasaan dan kuasa Undang-

undang Federal; ketentuan ini tidak mengurangi yang ditetapkan dalam

pasal berikut.

Pasal 96 UUDS 1950

1) Pemerintah berhak atas kuasa dan tanggung jawab sendiri menetapkan

Undang-undang Darurat untuk mengatur hal-hal penyelenggaraan

pemerintahan yang karena keadaan-keadaan mendesak perlu diatur

dengan segera.

2) Undang-undang Darurat mempunyai kekuasaan dan derajat Undang-

undang; Ketentuan ini tidak mengurangi yang ditetapkan dalam pasal

berikut.

25 C.S.T Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia: pengertian hukum tata negara dan

perkembangan pemerintahan Indonesia sejak perkembangan kemerdekaan 1945, (Jakarta: Rineka Cipta,

2008), h. 37. 26 C.S.T. Kansil, Praktek Hukum Peraturan Perundangan Di Indonesia, (Jakarta: Erlangga, 1983), h.

47.

Page 11: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

48

Jika dikomparasikan antara Perpu yang diatur dalam UUD NRI Tahun 1945

dengan Undang-undang Darurat dalam konstitusi RIS dan UUDS 1950 ada sedikit

perbedaan. Pertama, kewenangan dalam pembuatan Perpu dalam UUD NRI

Tahun 1945 merupakan wewenang Presiden. Sedangkan untuk membuat Undang-

Undang Darurat menurut konstitusi RIS dan UUDS 1950 merupakan wewenang

pemerintah.

Perbedaan kedua telihat dari dasar legitimasi diterbitkan Perpu menurut

UUD NRI Tahun 1945 adalah “hal ikhwal kegentingan yang memaksa”.

Sedangkan dalam konstitusi RIS dan UUDS 1950 dasar legitimasi dikeluarkan

Undang-Undang Darurat adalah “karena alasan keadaan yang mendesak”.

Mengenai persamaan antara Perpu dengan Undang-undang Darurat antara

lain: keduanya mempunyai fungsi sama sebagai peraturan perundangan yang

diterbitkan eksekutif dalam keadaan tidak normal (crisis) untuk mengatasi

keadaan darurat (emergency). Persamaan selanjutnya Perpu maupun Undang-

undang Darurat mempunyai kekuataan hukum atau derajat yang setara dengan

Undang-undang.

Jelaslah terdapat perbedaan dan persamaan Perpu di masa Republik

Indonesia pertama UUD NRI Tahun 1945 dengan Konstitusi RIS atau UUDS

1950. Keduanya merupakan peraturan perundangan dikeluarkan oleh eksekutif

dalam keadaan tidak normal, dan mempunyai kekuatan hukum atau derajat sama

dengan Undang-undang. Namun perbedaan tentang kewenangan atau otoritas

pembuatan peraturan perundangan dan dasar legitimasi diterbitkanya peraturan

perundangan.

Page 12: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

49

Perpu adalah peraturan perundang-undangan yang diterapkan oleh Presiden

dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Hal ini sebagaimana ketentuan

Pasal 1 angka 4 Undang-undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan 27. Untuk mewujudkan mekanisme checks and

balance antara Presiden dan DPR, terdapat kriteria normatif yang harus dipenuhi

dalam penetapan Perpu sebagaimana pasal 22 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.

Perpu harus mendapat persetujuan DPR di persidangan berikutnya, jika DPR tidak

menyetujui maka Perpu haruslah dicabut.

Keberadaan Perpu sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan

yang berlaku di Indonesia. Karena mengingat dalam keadaan tidak normal

Presiden haruslah bertindak cepat dan sigap untuk mengatasi keadaan tersebut.

Dan dalam keadaan kembali normal Presiden harus membicarakan bersama

dengan DPR dengan kemungkinan disetujui menjadi Undang-undang ataupun

sebaliknya dilakukan pencabutan.

Perpu adalah suatu peraturan yang dibentuk oleh Presiden dalam hal ikhwal

kegentingan yang memaksa, dalam arti pembentukannya memerlukan alasan-

alasan tertentu, yaitu adanya keadaan mendesak, memaksa atau darurat yang dapat

dirumuskan sebagai keadaan yang sukar atau sulit dan tidak tersangka-sangka

yang memerlukan penanggulangan yang segera.

27 Lihat Pasal 1 angka 4 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan “Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang

ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.

Page 13: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

50

Menurut Maria Farida Indrati Soeprapto,28 karena Perpu ini merupakan

Peraturan Pemerintah yang menggantikan kedudukan undang-undang, materi-

muatannya adalah sama dengan materi-muatan dari undang-undang. Hal yang

sama dikemukakan oleh Bagir Manan,29 yang dimaksud dengan pengganti undang-

undang adalah bahwa materi muatan Perpu merupakan materi muatan undang-

undang. Dalam keadaan biasa (normal) materi muatan tersebut harus diatur

dengan undang-undang.

Justru itu, Pasal 9 UU No.12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan member ketegasan bahwa, materi muatan Perpu sama

dengan materi muatan undang-undang. Karena memang Perpu adalah undang-

undang yang dibentuk seperti Peraturan Pemerintah.

Sebagai peraturan darurat, Perpu mengandung pembatasan-pembatasan.

Tanpa pembatasan tersebut berpotensi menjadi sumber ketidakteraturan dan

penyimpangan dalam penyelenggaraan negara. Menurut pendapat Bagir Manan30,

materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) hanya

mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan

(administrasi negara). Menurutnya tidak boleh Perpu dikeluarkan bersifat

ketatanegaraan dan hal yang berkaitan dengan lembaga negara, kewarganegaraan,

territorial, negara, dan hak dasar rakyat.

28Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan; Dasar-Dasar dan Pembentuknya,

Kanisius, Yogyakarta, 1998, h. 131. 29 Bagir Manan, Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia, Ind-Hill.Co,Jakarta, 1992, h. 50. 30 Sumali, Reduksi Kekuasaan Eksekutif Di Bidang Peraturan Pengganti Undang-Undang

(PERPU), Jakarta, h.93.

Page 14: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

51

Sedangkan menurut pendapat Yuzril Ihza Mahendra yang dikutip dalam

Harian Republika31, pembatasan materi muatan Perppu oleh UUD Tahun 1945

dapat disimpulkan secara jelas pada penetapan APBN. Ialah meskipun dalam hal

ikhwal kegentingan yang memaksa, UUD Tahun 1945 tidak memberi peluang

bagi Presiden untuk menetapkan APBN secara sepihak melalui Perpu. Walaupun

UUD Tahun 1945 menganut prinsip kesetaraan antara DPR dan Presiden, Namun

penetapan APBN dalam penjelasan UUD Tahun 1945 mengatakan bahwa

kedudukan DPR lebih kuat dari kedudukan pemerintahan.

Pengajuan Perpu secepat mungkin kepada DPR berarti secepat mungkin

pula pengembalian pada keadaan normal yang menjamin pelaksanaan prinsip-

prinsip negara berdasar atas hukum atau negara berkonstitusi.32

Substansi Perpu No 4 Tahun 2004 setidaknya memuat 2 hal penting yaitu:

(1) penafsiran Presiden terhadap kondisi KPK setelah terjadi kekosongan 3 posisi

pimpinan KPK, dan (2) penafsiran Presiden terhadap UU No 30 Tahun 2002

tentang KPK khususnya pasal-pasal yang berkaitan dengan pengisian kekosongan

pimpinan KPK. Dalam konteks penafsiran subyektif terhadap kondisi KPK,

sebagai perbandingan perlu melihat proses penerbitan dua perpu yang dikeluarkan

Presiden SBY sebelumnya yang berkaitan dengan penangguhan pembentukan

pengadilan khusus yaitu Perpu No. 1 Tahun 2005 tentang Penangguhan Mulai

Berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial dan Perpu No 2 Tahun 2006 Tentang

Penangguhan Pelaksanaan Tugas Dan Fungsi Pengadilan Perikanan.

31 ibid,. 32 I Gede Pantja Astawa dan Suprin Na’a, Dinamika Hukum…. Op,Cit., h. 101-102-

Page 15: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

52

Terbitnya kedua Perpu tersebut tidak lepas dari adanya Surat Ketua

Mahkamah Agung kepada Presiden Republik yaitu Surat Ketua Mahkamah

Agung kepada Presiden Republik Indonesia Nomor KMA/674/XII/2004 tanggal

10 Desember 2004 perihal Penundaan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2004 dan Surat Ketua Mahkamah Agung kepada Presiden Republik

Indonesia Nomor KMA/295/IX/2006 tanggal 07 September 2006 perihal

Penerbitan Perpu tentang Penangguhan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Pengadilan

Perikanan.

Kedua surat Ketua Mahkamah Agung tersebut menunjukkan adanya kondisi

obyektif dari kekuasaan yudikatif di mana menurut Ketua Mahkamah Agung

perlu dilakukan penundaan pembentukan pengadilan perikanan dan penundaan

pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial. Kedua surat tersebut menjadi pertimbangan

Presiden dalam mengeluarkan Perpu No. 1 Tahun 2005 dan Perpu No. 2 Tahun

2006.

Bagaimana dengan KPK? Dalam Pasal 3 UU No 30 Tahun 2002 Tentang

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa Komisi

Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas

dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan

manapun. Sementara itu dalam Penjelasan Pasal 3 disebutkan bahwa, dalam

ketentuan ini yang dimaksud dengan “kekuasaan manapun” adalah kekuatan yang

dapat mempengaruhi tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi atau

anggota Komisi secara individual dari pihak eksekutif, yudikatif, legislatif, pihak-

Page 16: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

53

pihak lain yang terkait dengan perkara tindak pidana korupsi, atau keadaan dan

situasi ataupun dengan alasan apapun. Ketentuan Pasal 3 dan Penjelasannya

tersebut dengan tegas melindungi KPK dari intervensi kekuasaan manapun

termasuk dari Presiden, DPR, maupun Mahkamah Agung.

Meski KPK mempunyai fungsi eksekutif dalam hal penyidikan dan

penuntutan tetapi, ketentuan Pasal 3 tersebut di atas dengan jelas mengaskan

bahwa, dalam menjalankan fungsinya, KPK sebagai lembaga negara yang tidak

dapat diintervensi Presiden. Dengan demikian, Presiden mempunyai keterbatasan

dalam hal menafsirkan ketentuan UU No 3 Tahun 2002 Tentang KPK berkaitan

dengan “hal ikwal kegentingan memaksa” yang terjadi dalam tubuh KPK.

Penafsiran Presiden terhadap kondisi darurat harus didasarkan pada kondisi

obyektif yang terjadi dalam tubuh internal KPK. Jika komisioner KPK merasa

belum ada kegentingan yang memaksa maka dengan sendiri kewenangan

subyektif dari Presiden tidak dapat digunakan.

Mestinya Presiden menggunakan dasar yang sama seperti saat

mengeluarkan Perpu No. 1 Tahun 2005 dan Perpu No. 5 Tahun 2006 yaitu

menggunakan hak subyektifnya setelah ada kondisi obyektif dari lembaga yang

bersangkutan. Dari konteks demikian maka Presiden SBY tidak cukup konsisten

menggunakan haknya dalam mengeluarkan Perpu.

Indikasi inkonsistensi lain adalah pada substansi Perpu itu sendiri, di mana

presiden menafsirkan pimpinan KPK efektif jika ada minimal 3 orang pimpinan.

Dengan adanya ketentuan demikian maka seharusnya pengisian pimpinan KPK

didasarkan pada fakta yang terjadi saat penerbitan perpu. Faktanya adalah satu

Page 17: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

54

pimpinan secara hukum diberhentikan karena menjadi terdakwa dalam proses

peradilan (Pasal 32 ayat (1) huruf c) dan 2 (dua) pimpinan diberhentikan

sementara (non aktif) karena menjadi tersangka dalam proses penyidikan

kepolisian. Dari fakta yang ada, Presiden hanya perlu memasukkan satu orang

pimpinan KPK yaitu untuk mengganti pimpinan yang jelas berhenti atau

diberhentikan karena status hukumnya sebagai terdakwa. Dengan menambah satu

pimpinan maka dianggap cukup untuk menjadikan KPK efektif bekerja. Dugaan

intervensi muncul dengan penggantian dua pimpinan KPK yang nonaktif karena

statusnya sebagai tersangka yang suatu saat penyidikan/penuntutan dihentikan.

Sementara itu, Perpu merupakan produk hukum yang sah sesuai ketentuan

Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945. Secara formal, Perpu adalah peraturan

pemerintah, bukan Undang-undang. Tetapi secara substansial, meteri Perpu sama

dengan materi muatan Undang-Undang ,Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 yang

menyatakan bahwa :

Pasal 7

(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota..

Page 18: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

55

Perlu ditegaskan bahwa Perpu sendiri berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011

sama dengan Undang-undang. Namun menurut saya Perpu sendiri berbeda dengan

Undang-undang karena substansi atau muatan materi tersebut dalam

pengajuannya tidak sama. Perpu sendiri dibuat dan lahir karena keadaan genting

yang memaksa lahirnya Perpu tersebut, jika tidak terdapat keadaan genting maka

Perpu tersebut tidak lahir. Jika ditinjau dari masa berlaku Perpu tersebut juga tidak

lama karena harus menunggu kepastian DPR pada masa sidang selanjutnya. Lain

halnya dengan Undang-Undang yang berdasarkan pembentukannya setelah Perpu

tersebut disahkan oleh DPR menjadi Undang-undang.dan juga Undang-undang

tingkatannya lebih tinggi dibandingkan dengan Perpu itu sendiri. Selain itu

ketentuan UUD NRI Tahun 1945 tentang hak presiden menafsirankan keadaan

darurat dan kegetingan memaksa bukan merupakan hak tanpa batas. Hak

mengeluarkan perpu (atau bahkan Dekrit) tanpa batas akan menjadikan bangsa

Indonesia berjalan mundur. Kembali lagi dalam hal ini Presiden mempunyai

kekuasaan di bidang peraturan perundang-undangan yang bervariasi, yaitu

kekuasaan legislatif artinya Presiden mengajukan rancangan undang-undang

kepada DPR, kekuasaan reglementer artinya membentuk peraturan pemerintah

untuk menjalankan undang-undang atau menjalankan peraturan pemerintah

pengganti undang-undang, dan terakhir kekuasaan eksekutif yang didalamnya

mengandung kekuasaan pengaturan dengan keputusan Presiden.33

33 Sumali, Reduksi Kekuasaan Eksekutif Di Bidang Peraturan Pengganti Undang-Undang

(PERPU), 73.

Page 19: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

56

3.2 Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Menguji Perpu.

Ide untuk membentuk MK yang salah satu tugasnya antara lain meninjau

kembali keabsahan perundang-undangan sebagai sarana untuk membatasi

penggunaan kekuasaan pemerintah, telah disuarakan oleh para hakim,

pengacara, dan kelompok kelas menengah pada 1966-1977, hanya saja

dominasi pemerintah sangat kuat sehingga ide tersebut tidak dapat

terealisir.34

MK sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman mempunyai peranan

penting dalam usaha menegakkan konstitusi dan prinsip negara hukum sesuai

dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam UUD 1945.

Wewenang MK sebagaimana tercantum dalam Pasal 24 C ayat (1) menyatakan

bahwa :

a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar;

b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya

diberikan UUD;

c. memutus pembubaran partai politik; dan

d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Kewenangan tersebut adalah dalam tingkat pertama, terakhir dan putusan

MK bersifat final, yaitu langsung mempunyai kekuatan hukum tetap dan tidak

terdapat upaya hukum untuk mengubahnya.

Selain daripada itu, berdasarkan Pasal 24 C ayat (2), juncto Pasal 7 B MK

juga berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus mengenai

pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan

pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,

penyuapan tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan /atau

pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi

syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Perlu dicatat bahwa

34Beny K Herman,” Judicial Review dan Perjuangan untuk Tegaknya Konstitusi”, dalam

Konstitualisme Peran DPR dan Judicial Review; YLBHI, Jakarta, 1991, hlm. 35-36, dalam Didit Hariadi

Estiko Suhartono (Editor), Mahkamah Konstitusi Lembaga Negara Baru Pengawal Konstitusi, Pusat

Pengkajian dan Pelayanan Informasi, Sekjen DPRRI, Jakarta, 2003, hlm, 102.

Page 20: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

57

putusan ini sifatnya tidak final karena tunduk pada (subject to) putusan

Majelis Permusyawaratan Rakyat, lembaga politik yang berwenang

memberhentikan Presiden (Pasal 7 A). Jadi, berbeda engan di Amerika

Serikat yang mendahulukan proses politik daripada proses hukum.35

Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia ini Mahkamah Konstitusi

melakukan pengujian terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

(perpu) yaitu Pengujian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan

Perpu Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang juncto

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dan Perpu Nomor 4 Tahun 2008

tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) terhadap Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam putusan Mahkamah

Konstitusi nomor 145/PUU-VII/2009. Dan juga dalam pengujian Pengujian

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terhadap Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 dalam putusan Mahkamah Konstitusi nomor

138/PUU-VII/2009. Pengujian tersebut jelas bertentangan dengan Undang-

Undang Dasar 1945 pasal 24 C, namun dengan pertimbangan MK yang disebut

Ratio Decidendi atau alasan hukum yang digunakan oleh hakim dalam

menentukan keputusannya maka dirinya menganggap boleh melakukan pengujian

berdasarkan materi/substansi muatan dari Perpu tersebut.

35Harun AlRasid,”Hak Menguji Dalam Teori dan Praktek”, artikel dalam Jurnal Konstitusi Vol. 1

Nomor 1 Juli, 2004, hlm. 99.

Page 21: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

58

Berdasarkan uraian diatas, menurut penulis UUD NRI Tahun 1945 sama

sekali tidak memberikan kewenangan kepada MK untuk menguji Perpu sebagai

produk hukum buatan Presiden karena

a. Bertentangan dengan pasal 24 C ayat (1) yang menyatakan bahwa MK hanya

menguji Undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, yang dari bentuknya

adalah Peraturan Pemerintah, namun dari muatannya adalah muatan undang-

undang. Padahal, akhir-akhir ini sering timbul perdebatan, apakah penilaian

untuk member persetujuan atau tidak atas Perpu oleh DPR dilakukan tepat

pada masa sidang setelah Perpu dikeluarkan atau bisa kapan saja. Dalam

kenyataannya, Perpu yang dimohonkan pengujian dalam perkara ini baru

dibahas oleh DPR setelah melampaui masa sidang pertama sejak Perpu ini

dikeluarkan. Perpu No. 4 Tahun 2009 diundangkan pada 22 September 2009,

sedangkan masa sidang DPR berikutnyaa (DPR baru, hasil pemilu 2009)

adalah 1 Oktober sampai dengan 4 Desember 2009, tetapi Perpu itu tidak

dibahas pada masa sidang tersebut. “Jika Perpu tidak dapat diuji oleh MK

maka sangat mungkin suatu saat ada Perpu yang dikeluarkan tetapi DPR tidak

membahasanya dengan cepat dan mengulur-ulur waktu dengan berbagai

alasan, padahal Perpu tersebut mengandung hal-hal yang bertentangan dengan

Konstitusi”.36

Untuk itu, Berdasarkan Pasal 24C UUD 1945, salah satu diantara empat

kewenangan MK ialah menguji undang-undang terhadap UUD. Rumusan Pasal

24C ayat (1) khususnya yang mengatur kewenangan pengujian undang-undang

36http://www.antara.co.id/berita/125672941/mahfud-mk-dapat-uji-konstitusionalitas-perpu.diunduh

pada tanggal 10 Januari 2015 pukul 17.01.

Page 22: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

59

terhadap UUD 1945 sudah jelas dan tegas, bahwa objek dalam pengujian undang-

undang terhadap UUD adalah undang-undang.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) merupakan salah

satu hak konstitusional yang dimiliki Presiden. Kendati pun hak membuat Perpu

merupakan salah satu hak konstitusional dan prerogratif Presiden untuk

menanggulangi suatu keadaan “kegentingan memaksa”, namun UUD melalui

Pasal 22 ayat (2) dan (3) mengatur pula pembatasan dan kontrol terhadap hak

tersebut. Singkat kata, dalam satu pasal ini (Pasal 22) di dalamnya telah tercakup

prinsip check and balance antara Presiden dan DPR. Mekanisme saling mengecek

dan mengimbangi tersebut sudah diatur dalam Pasal 22 ayat (2) dan (3). Dimana

setiap Perpu yang dikeluarkan Presiden harus dibawa ke DPR untuk ditentukan

nasibnya, apakah akan disetujui menjadi undang-undang atau menolaknya

(dicabut). Jadi dalam Pasal 22 UUD 1945 tersebut sudah diterangkan secara

spesifik dan sistematis mengenai penetapan Perpu dan mekanisme pengujiannya.

Jadi meskipun Perpu itu notabene merupakan noodverordeningsrecht (hukum

darurat) yang sudah lazim diterima oleh negara-negara di dunia ini sebagai

prerogratif kepala negara untuk menanggulangi kegentingan yang memaksa,

namun UUD 1945 tetap memberikan pengawasan dan pembatasan terhadap hak

istimewa tersebut, yaitu melalui keharusan persetujuan DPR terhadap Perpu

tersebut pada masa persidangan berikutnya. Artinya, masa berlaku Perpu itu

bersifat terbatas, sampai pada persidangan (DPR) berikutnya. Dengan demikian,

pengujian terhadap Perpu yang diterbitkan oleh Presiden adalah kewenangan

Page 23: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

60

sekaligus kewajiban konstitusional DPR. Jadi mekanisme pengujiannya ialah

melalui legislative review oleh DPR, bukan melalui judicial review oleh MK.

b. Ditinjau dari penafsiran historis pun jelas bahwa Janedri M. Gaffar sebagai

pengarah penyusunan naskah komprehensif amandemen UUD 194537

berkehendak untuk tidak memasukan Perpu kedalam jangkauan kewenangan

judicial review MK, karena seandainya perumus amandemen berkehendak

memasukan Perpu kedalam jangkauan kewenangan judicial review MK, maka

melalui perubahan ketiga, perumus amandemen dapat saja memasukan “Perpu”

kedalam rumusan Pasal 24C ayat (1) yang mengatur kewenangan MK. Namun

pada kenyataannya perumus amandemen UUD tidak menghendaki hal tersebut

dan tetap mempertahankan Pasal 22 apa adanya. Dari segi penafsiran historis

dan penelusuran terhadap original intent (kehendak asli) perumus amandemen

UUD 1945, jelas bahwa kewenangan judicial review MK sebagaiama

tercantum dalam Pasal 24C ayat (1) tidak dapat menjangkau Pasal 22 UUD

1945. Karena Pasal 22 sudah mengatur mekanisme review tersendiri, yaitu

melalui legislative review (pengujian oleh legislatif).

Perpu melahirkan norma hukum dan sebagai norma hukum baru akan dapat

menimbulkan: (a) status hukum baru, (b) hubungan hukum baru, dan (c) akibat

hukum baru. Norma hukum tersebut lahir sejak Perpu disahkan dan nasib dari

norma hukum tersebut tergantung kepada persetujuan DPR untuk menerima atau

menolak norma hukum Perpu, namun demikian sebelum adanya pendapat DPR

untuk menolak atau menyetujui Perpu, norma hukum tersebut adalah sah dan

37http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/public/content/infoumum/naskahkomprehensif/pdf/naskah

_Naskah%20Komprehensif%20Buku%209.pdf diunduh tanggal 16 Januari 2015 pada pukul 21.53.

Page 24: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

61

berlaku seperti undangundang. Oleh karena dapat menimbulkan norma hukum

yang kekuatan mengikatnya sama dengan undang-undang maka terhadap norma

yang terdapat dalam Perpu tersebut Mahkamah dapat menguji apakah

bertentangan secara materiil dengan UUD 1945. Dengan demikian Mahkamah

berwenang untuk menguji Perpu terhadap UUD 1945 sebelum adanya penolakan

atau persetujuan oleh DPR, dan setelah adanya persetujuan DPR karena Perpu

tersebut telah menjadi Undang-Undang

c. Demikian juga apabila ditinjau dari penafsiran atau pendekatan sistematis,

pengujian Perpu oleh MK akan berpotensi merusak sistem pembagian

kekuasaan (distribution of power) yang telah terkandung dan dibangun oleh

UUD 1945. Betapa tidak, MK dapat menguji dan membatalkan Perpu yang

dikeluarkan oleh Presiden, padahal Perpu tersebut merupakan prerogratif yang

diberikan konstitusi kepada Presiden untuk selalu bertindak konstitusional

melalui perangkat yang telah disediakan oleh UUD, sekalipun negara dalam

keadaan kegentingan yang memaksa. Jika bisa diuji dan dibatalkan sembarang

waktu oleh MK tanpa memperhatikan ketentuan Pasal 22, lalu apalagi yang

tersisa dari seorang Presiden sebagai kepala negara ? demikian juga apa arti

dari Pasal 22 ayat (2) dan ayat (3) jika kewenangan DPR tersebut dapat

“dianeksasi” oleh MK ? pada tahap inilah penulis merasa berkepentingan untuk

turut merekonstruksi kewenangan MK menguji Perpu agar MK sebagai the

guardian of the constitution and the sole interpreter of the constitution tidak

menerobos rambu-rambu konstitusional yang seharusnya ia tegakan.

Page 25: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

62

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, pengujian Perpu dilakukan oleh

DPR (legislative review) dan menjadi hak sekaligus kewajiban konstitusional

DPR untuk menguji Perpu dalam waktu yang telah ditentukan, yaitu pada masa

persidangan berikutnya. Namun dalam hal ini tidak lagi menjadi pengujian oleh

badan legislatif namun menjadi pengujian oleh badan yang sifatnya politik

(political review) dan MK tidak boleh menganeksasi atau melangkahi ketentuan

konstitusional tersebut sepanjang Perpu itu belum memasuki masa persidangan

berikutnya dan belum disidangkan oleh DPR. Jika MK menguji Perpu sementara

Perpu itu belum melewati masa berlakunya sebagaimana ditentukan oleh Pasal 22

ayat (2), maka dapat dikatakan MK telah melakukan tindakan ultra vires, yaitu

suatu tindakan yang melampaui kewenangannya. Hal mana tentu tidak boleh

dilakukan oleh MK yang seharusnya merawat dan menjaga UUD NRI Tahun

1945. Dengan rekonstruksi kewenangan MK seperti yang dikemukakan diatas

maka diharapkan MK tidak lagi melakukan tindakan ultra vires. Dengan

pembatasan mengenai kapan MK dapat dan tidak dapat menguji Perpu, maka

diharapkan MK (dalam menjalankan kewenangannya) tetap patuh pada rambu-

rambu pembatas yang digariskan UUD NRI Tahun 1945.

Salah satu alasan/argumentasi yang dissenting opinion yaitu dari Hakim

konstitusi Muhammad Alim yang mempunyai pikiran dan pendapat sama dengan

penulis. Maksud dari dissenting opinion disini adalah menunjukan pendapat

berbeda, baik dari alasan/argumentasi dalam pertimbangan hukumnya maupun

pada kesimpulan atau amarnya. 3 (tiga) dari 7 (tujuh) alasan Muhammad Alim

yang tidak menyetujui kewenangan MK dalam menguji Perpu yaitu diantaranya :

Page 26: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

63

Pertama, pada waktu dirumuskannya Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945, tata

urutan perundang-undangan Indonesia menurut Tap MPR Nomor

III/MPR/Tahun 2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Perundang-

Undangan adalah: UUD 1945, Tap MPR, Undang-Undang, Perpu, dst.

Meskipun demikian, rumusan Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945 hanya

memberi kewenangan untuk, “Menguji undang-undang terhadap UUD”;

Kewenangan menguji undang-undang (tanpa menyebut Perpu), terhadap

Undang-Undang Dasar 1945 dan Perubahannya dan Ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat yang menurut ketentuan Pasal 5 ayat (1) Tap

MPR No. III/MPR/Tahun 2000 merupakan kewenangan MPR lalu dialihkan

menjadi kewenangan MK berdasarkan Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945,

hanya sebatas menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945, tidak

termasuk menguji Perpu, tidak termasuk pula menguji Tap MPR. Dengan

pemberian kewenangan semula kepada MPR kemudian kepada MK hanya

sebatas menguji undang-undang terhadap UUD walaupun waktu itu posisi

Perpu di bawah undang-undang, sedangkan posisi Tap MPR di atas undang-

undang menunjukkan dengan seterang-terangnya bahwa pembuat UUD,

yakni MPR memang hanya menghendaki kewenangan MK untuk menguji

undang-undang terhadap UUD;

Kedua, Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menentukan, “Kedaulatan berada di

tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”. Kewenangan yang

diberikan oleh yang berdaulat, harus dilaksanakan sesuai dengan UUD,

tidak boleh menyimpang dari UUD 1945. Kewenangan MK yang tertera

Page 27: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

64

dalam Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945 yang hanya sebatas menguji Undang-

Undang terhadap UUD, apabila ditambah dengan menguji Perpu, menurut

saya dilaksanakan tidak menurut UUD, melainkan dilaksanakan

menyimpang dari UUD.

Dan Ketiga, Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945 tidak menyebutkan Perpu,

berarti hal itu diserahkan kepada DPR untuk menyetujui atau tidak

menyetujui suatu Perpu pada sidang berikutnya sesuai ketentuan Pasal 22

ayat (2) UUD 1945. Setelah disetujui menjadi undang-undang barulah dapat

diuji ke MK. Perpu tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang

dikeluarkan menyusul peristiwa yang dikenal dengan sebutan peristiwa

‘Bom Bali’, diuji di MK setelah disetujui DPR menjadi undang undang

(Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang

Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Pada

Peristiwa Peledakan Bom di Bali Tanggal 12 Oktober 2002, menjadi

undang-undang).

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas Muhammad Alim

berpendapat MK tidak berwenang mengadili permohonan tersebut. Jika muatan

materi Perpu bukan materi muatan yang seharusnya diatur dalam undang-undang,

atau materi muatan Perpu yang di luar kewenangan Presiden, atau jelas-jelas

bertentangan dengan konstitusi, misalnya Presiden mengeluarkan Perpu yang

materinya membekukan atau membubarkan DPR, karena bertentangan dengan

Page 28: BAB III PEMBAHASAN 3.1 Kedudukan Peraturan Pemerintah …repository.untag-sby.ac.id/1588/3/Bab III.pdf · Hukum tata negara darurat menurut doktrin ada dua yakni hukum tata negara

65

Pasal 7 C UUD 1945, maka MK berwenang mengadili pengujian Perpu, walaupun

belum mendapat persetujuan atau penolakan dari DPR dalam persidangan yang

berikutnya, apalagi jika materi Perpu itu tetang pembubaran DPR sudah tidak

disetujui atau ditolak oleh DPR. Perpu Nomor 4 Tahun 2009 menurut Muhammad

Alim isinya masih dalam kewenangan Presiden serta tidak bertentangan dengan

UUD 1945, maka Muhammad Alim berpendapat MK tidak berwenang mengadili

permohonan tersebut, oleh karena itu permohonan para Pemohon harus

dinyatakan tidak dapat diterima. Dan penulis berkesimpulan bahwa MK tetap

tidak boleh melangkahi kewenangan DPR dalam pengujian Perpu tersebut karena

pengujian tersebut bersifat inkonstitusional jelas-jelas melanggar pasal 24 C

Undang-Undang Dasar 1945.