implikasi doktrin kepentingan yang ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v...

82
i IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG SEWAJARNYA PADA MEDIA STREAMING ONLINE YOUTUBE.COM Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh : PANJI RYSTHO RAMADHAN NIM: 11150480000065 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440H / 2019M

Upload: others

Post on 20-Jan-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

i

IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG SEWAJARNYA PADA

MEDIA STREAMING ONLINE YOUTUBE.COM

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

PANJI RYSTHO RAMADHAN

NIM: 11150480000065

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440H / 2019M

Page 2: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan
Page 3: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan
Page 4: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan
Page 5: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

v

ABSTRAK

Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

Yang Sewajarnya Pada Media Streaming Online Youtube.com. Program Studi

Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 1441 H/ 2019M. Ix + 70 halaman

Studi ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana YouTube menetapkan

batasan dari doktrin kepentingan yang sewajarnya menurut Undang-Undang Hak

Cipta Nomor 28 Tahun 2014 di Indonesia dan Sumber Hukum Pendukung

lainnya.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dan menggunakan

pendekatan penelitian empiris-normatif. Penelitian yang dilakukan dengan

melakukan pengkajian terhadap wawancara kepada koresponden dari YouTube

Asia Pasifik, peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan jurnal yang

berhubungan dengan judul skripsi ini.

Hasil penelitian menunjukan bahwa YouTube yang sebenarnya merupakan

anak Perusahaan dari Google menetapkan aturan dan perlindungan kepada

pencipta dengan menghabiskan jutaan dollar demi mengembangkan sistem yang

dapat efektif memenuhi kebutuhan dalam perlindungan karya intelektual dari

Audio hingga Visual. Dalam aturannya tersebut dikenal dengan penggunaan

sewajarnya yang dalam aturan tersebut, YouTube tidak memberikan penjelasan

batasan dari kata sewajarnya itu apa sehingga menimbulkan banyak polemik

dalam banyak karya yang di publikasikan di YouTube. Namun ditemukan apabila

YouTube memberikan Batasan Tersebut melalui pencipta aslinya dengan syarat

bahwa pencipta tersebut harus bersikap adil sebelum menuntut karya seseorang

yang dikiranya termasuk ke dalam golongan Kepentingan yang wajar.

Kata Kunci: Hak Cipta, Kepentingan yang Sewajarnya, YouTube.

Pembimbing Skripsi : 1. Dr. Umar Al-Haddad, M.Ag.

2. Asrori S. Karni, S.Ag, M.H.

Daftar Pustaka : Tahun 1983 - Tahun 2017

Page 6: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

vi

KATA PENGANTAR

بسم هللا الرحن الرحيم

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah S.W.T atas

berkat dan rahmat Nya yang telah memberikan kemudahan kepada peneliti,

sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Implikasi Doktrin

Kepentingan yang Sewajarnya pada media streaming online YouTube.com”.

Sholawat serta salam peneliti panjatkan kepada Nabi Muhammad

Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam, yang telah membawa umat manusia dari zaman

kegelapan ke zaman yang terang benderang ini .

Selanjutnya, dalam penulisan skripsi ini, berbagai hambatan, rintangan, ujian,

dan tantangan telah dilewati peneliti selama proses penyelesaian studi. Peneliti

banyak mendapatkan bimbingan, arahan, serta bantuan dari berbagai pihak,

sehingga dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang

terhormat:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah Dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu

Hukum Dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum., Sekretaris Program Studi Ilmu

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

berkontribusi dalam pembuatan skripsi ini.

3. Dr. Umar Al-Haddad, M.Ag. dan Asrori S. Karni, S.Ag., M.H. pembimbing

skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk

membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi, sehingga dapat

terselesaikan dengan baik.

4. Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

membantu dalam menyediakan fasilitas yang memadai untuk peneliti

mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini. Karena, Tanpa

bantuannya dalam menyediakan fasilitas yang memadai untuk peneliti, maka

skripsi ini tidak akan dapat dilanjutkan untuk diteliti oleh peneliti.

Page 7: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

vii

5. Narasumber khususnya Deo Nathaniel selaku Youtube Partner Operations

Manager yang telah membantu dalam memberikan informasi yang memadai

untuk peneliti guna menyelesaikan skripsi ini.

6. Pihak-Pihak yang telah berkontribusi baik secara langsung maupun secara

tidak langsung dalam pembuatan skripsi ini.

Jakarta, 20 Juli 2019

Panji Rystho Ramadhan

Page 8: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA ............................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iv

ABSTRAK .......................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

BAB I : PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

B. Indentifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah .................... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 8

D. Metode Penelitian .......................................................................... 9

E. Sistematika Penulisan ................................................................... 14

BAB II: KEPENTINGAN YANG SEWAJARNYA ...................................... 16

A. Kerangka Konseptual .................................................................... 16

1. Hak Kekayaan Intelektual ........................................................ 16

2. Pengertian Hak Cipta serta Fungsinya .................................... 16

3. Pengertian Kepentingan yang Sewajarnya / Fair use ............. 18

4. Perbedaan Plagiarisme dan Doktrin Kepentingan yang

Sewajarnya ............................................................................... 19

5. Perkembangan Kepentingan yang Sewajarnya / Fair use ...... 20

6. Kepentingan yang Sewajarnya di Amerika dan Indonesia ..... 21

B. Kerangka Teoritis .......................................................................... 24

1. Teori Tujuan Hukum ................................................................ 24

a. Teori Keadilan Hukum ..................................................... 26

b. Teori Kepastian Hukum .................................................... 27

c. Teori Kemanfaatan Hukum ................................................ 30

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ............................................ 32

Page 9: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

ix

BAB III: KEPENTINGAN YANG SEWAJARNYA MENURUT

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN, KONVENSI

INTERNASIONAL, DAN YOUTUBE DI INDONESIA ............. 35

A. Kepentingan Sewajarnya di Indonesia ......................................... 35

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta ..... 35

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 ................................... 36

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 ................................. 37

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 ................................. 39

5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 ................................. 42

B. Kepentingan Sewajarnya Menurut Konvensi Internasional ......... 43

1. Konvensi Berne ........................................................................ 43

a. Pembatasan-Pembatasan dalam Konvensi Berne .............. 43

b. Pengecualian-Pengecualian dalam Konvensi Berne .......... 43

2. Konvensi Rome ........................................................................ 46

3. TRIPs Agreement ..................................................................... 47

C. Kepentingan Sewajarnya menurut YouTube ............................... 48

BAB IV: BATASAN KEPENTINGAN YANG SEWAJARNYA PADA

YOUTUBE.COM ............................................................................. 51

A. Makna Kepentingan yang Sewajarnya Menurut Youtube di

Indonesia ...................................................................................... 51

B. Penyelesaian Sengketa Kepentingan yang Sewajarnya ................ 57

BAB V: PENUTUP .......................................................................................... 66

A. Kesimpulan ................................................................................... 66

B. Rekomendasi ................................................................................. 67

Daftar Pustaka ................................................................................................. 68

Lampiran .......................................................................................................... 72

Page 10: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Proses Globalisasi yang sangat pesat dengan kentalnya istilah

Millenial pada zaman sekarang membuat segala sesuatu itu berbasis

melalui teknologi, terutama di bidang internet dan program komputer.

Indonesia sebagai Negara hukum pun tidak ketinggalan dalam menangani

kemajuan zaman yang semakin modern ini dengan memperbaharui

Undang-Undangnya termasuk Undang-Undang mengenai Hak Kekayaan

Intelektual. Kebutuhan penegakan Undang-Undang HKI semakin

dibutuhkan akibat semakin berkembangnya teknologi dan semakin

mudahnya penyebaran suatu karya yang melanggar hak ekslusif dari

pemilik hak cipta yang dilindungi oleh Undang-Undang melalui satu klik

dari gawai yang sudah semakin canggih dan mudahnya mendapatkan

akses makin mempermudah seseorang melanggar Undang-Undang Hak

Cipta bahkan tanpa disadari oleh oknum tersebut.

Proses globalisasi membawa akibat tolak ukur utama hubungan antar

bangsa atau Negara tidak lagi ideologi, melainkan ekonomi yakni

keuntungan atau hasil nyata apa yang dapat diperoleh dari adanya

hubungan tersebut.1 Menurut Gatot Soepramono, seseorang yang

menciptakan sesuatu merupakan hasil karya ciptaannya pada umumnya

selain untuk digunakan sendiri, juga kemudian diperbanyak untuk dapat

dimanfaatkan kepada orang lain. Sebuah hasil karya cipta biasanya dapat

diperbanyak oleh orang lain karena orang yang menciptakan

kemampuannya terbatas, sehingga tidak mampu dikerjakan sendiri dalam

jumlah yang banyak sesuai permintaan masyarakat. Dari permintaan

tersebut maka pencipta akan mendapatkan keuntungan berlipat.

1 Rachmadi Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi

Hukumnya di Indonesia, (Bandung: Alumni, 2008), h. 158

Page 11: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

2

Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak yang berasal dari karya,

karsa, dan daya cipta kemampuan intelektualitas manusia yang memiliki

manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia dan

mempunyai nilai ekonomi. Bentuk nyata dari hasil karya, karsa, dan daya

cipta intelektualitas manusia tersebut dapat berupa ilmu pengetahuan,

teknologi, seni dan sastra. Inovasi atau hasil kreasi dari suatu pekerjaan

dengan memakai kemampuan intelektualnya adalah wajar bila penemu

ataupun pencipta memperoleh imbalan. Imbalan tersebut dapat berupa

materi atau bukan materi seperti adanya rasa aman karena dilindungi, dan

diakui atas hasil karyanya. Dengan inovasi yang telah mendapat

perlindungan hukum, penemu akan mendapatkan keuntungan apabila

dimanfaatkan. Keuntungan tersebut dapat berupa pembayaran royalti dan

tehnical fee, dengan adanya imbalan ataupun pengakuan atas kreasi, karya,

karsa dan cipta manusia di dalam peraturan HKI, diharapkan mampu

membangkitkan semangat dan minat untuk mendorong melahirkan ciptaan

atau inovasi baru yang berkelanjutan2.

Menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

Tentang Hak Cipta (UUHC), Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta

yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu

ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hak cipta

memiliki hak eksklusif di dalamnya yaitu hak yang semata-mata

diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada orang lain yang

boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin dari pemegangnya.

Pemanfaatan hak tersebut meliputi kegiatan menerjemahkan,

mengadaptasi, mengaransemen, mengalih wujudkan, menjual,

meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada

publik, menyiarkan, merekam dan mengkomunikasikan ciptaan kepada

2 Mastur, Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Dibidang Paten, (Jurnal Ilmiah

Ilmu Hukum QISTI Vol. 6 No. 1 Januari 2012), h. 65

Page 12: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

3

publik melalui sarana apapun.3 Lanjut pada penjelasan di pasal 4

dijelaskan “Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" adalah hak yang hanya

diperuntukkan bagi Pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat

memanfaatkan hak tersebut tanpa izin Pencipta. Pemegang Hak Cipta yang

bukan pencipta hanya memiliki sebagian dari hak eksklusif berupa hak

ekonomi.” Di Indonesia, sumber utama hukum Hak Cipta adalah Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 1987, kemudian diperbaharui dengan Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1987, diubah kembali menjadi Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 1997, kemudian diubah menjadi Nomor 19 Tahun 2002,

dan yang terakhir adalah Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang

Hak Kekayaan Intelektual yang dipakai sampai saat ini.4

HKI ada karena kepedulian pemerintah sebagai cara untuk

melindungi kekayaan intelektual, seperti Hak Cipta, Paten, Merk, Rahasia

dagang, Industri, dan lain sebagainya termasuk perlindungan varietas

tanaman. Beberapa alasan mengapa HKI harus dilindungi, Pertama, Hak

yang diberikan kepada seorang pencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni

dan sastra, ataupun inventor di bidang teknologi baru yang mengandung

langkah inventif, merupakan wujud dari pemberian suatu penghargaan dan

pengakuan atas keberhasilan manusia dalam melahirkan karya-karya

inovatifnya. Konsekuensi hukumnya maka kepada penemu dan pencipta

tersebut harus diberikan perlindungan hukum. Lisensi adalah suatu bentuk

pemberian izin untuk memanfaatkan suatu hak atas kekayaan intelektual

yang dapat diberikan oleh pemberi lisensi kepada penerima lisensi agar

penerima lisensi dapat melakukan suatu bentuk kegiatan usaha, baik dalam

bentuk teknologi atau pengetahuan yang dapat dipergunakan untuk

memproduksi menghasilkan, menjual, atau memasarkan barang tertentu,

maupun yang akan dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan jasa

3 Iswi Hariyani, Prosedur Mengurus HAKI Yang Benar, (Yogyakarta : PT. Pustaka Yustisia,

2010), h. 49 4 Isnaini, Yusran, Hak Cipta dan Tantangannya di Era Cyber Space, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 2009), h. 2

Page 13: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

4

tertentu, dengan mempergunakan hak kekayaan intelektual yang

dilisensikan tersebut. Untuk keperluan tersebut penerima lisensi

diwajibkan untuk memberikan kontra prestasi dalam bentuk pembayaran

royalti yang juga dikenal dengan license fee.5

Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 terdapat larangan

mengenai penyebaran konten karya siaran tanpa izin dengan tujuan

komersial. Undang-undang hak cipta mengkategorikan perbuatan-

perbuatan yang dianggap tidak melanggar hak cipta atau hak terkait

apabila: Pertama, penyebarluasan konten hak cipta dan/atau hak terkait

melalui media teknologi informasi dan komunikasi tidak bersifat

komersial. Kedua, dalam hal pemanfaatan ciptaan dan/atau produk hak

terkait secara komersial oleh pengguna sepanjang pengguna telah

melakukan dan memenuhi kewajiban sesuai perjanjian dengan LMK

(Lembaga Manajemen Kolektif). Ketiga, jika mencantumkan sumbernya.6

Namun, ternyata hak eksklusif pemilik hak cipta tidak sepenuhnya

mutlak karena adanya konsep atau doktrin Fair dealing atau fair use yang

memperbolehkan tindakan-tindakan penggunaan tertentu yang oleh hukum

hak cipta diperkenankan untuk dilakukan oleh siapapun juga tanpa perlu

adanya persetujuan pencipta atau pemegang hak cipta sehingga tidak

melanggar hukum hak cipta. Pengaturan dan praktik- praktik dari konsep

fair use/fair dealing ini berbeda-beda di setiap negara, khususnya dalam

menentukan perbuatan-perbuatan apa saja yang dapat dikategorikan

sebagai kepentingan yang sewajarnya atau fair use/fair dealing.7 Putusan-

putusan pengadilan Amerika Serikat mencoba mengategorikan perbuatan-

perbuatan apa saja yang dapat disebut sebagai kepentingan yang

sewajarnya (fair use/fair dealing) dalam hukum hak cipta. Selain melalui

5 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Lisensi, ( Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada,

2001), h. 10 6 Edwita Ristyan, “perlindungan hukum hak terkait terhadap karya siaran skysports yang

dipublikasikan melalui situs internet”, (Jurnal Hukum volume 1 nomor 1 2017), h. 4 7 Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, Edisi Kedua, Cetakan ke-3, (Bandung: Alumni, 2005),

h. 114-115

Page 14: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

5

putusan pengadilan, Amerika Serikat sendiri juga memiliki perundang-

undangan yang mengatur mengenai Hak Cipta, yaitu Copyright Law yang

diatur oleh Copyright Act 1976.8 Doktrin kepentingan yang sewajarnya di

Amerika Serikat sendiri diatur dalam Section 107 Copyright Act 1976

Pada Pasal 44 dan 46 Undang-Undang 28 Tahun 2014 Tentang Hak

Kekayaan Intelektual menyeebutkan ”kepentingan yang wajar” namun

makna dan batasan dari kata tersebut dijelaskan adalah kepentingan yang

didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas

suatu Ciptaan. Namun kata sewajarnya ini tidak dijabarkan secara jelas

dalam Undang-Undang tersebut, sehingga terdapat ke tidakjelasan makna

yang dapat memicu permasalahan kedepannya nanti. Dalam media online

seperti Youtube juga dijelaskan pada situs resminya mengenai kepentingan

yang sewajarnya namun batasan-batasan yang disebutkan berdasarkan

doktrin yang berlaku di Amerika, yaitu selama video yang diedarkan

memuat makna dan arti yang baru dan asli. Di Indonesia sendiri

permasalahan semacam ini sering terjadi pada Youtube, namun tidak

sampai diperkarakan melalui pengadilan. Pihak Youtube akan menjadi

pihak ketiga dalam menangani kasus ini. Merujuk kepada Pasal 46 Ayat 2

Butir e Undang-Undang Hak Cipta yang berbunyi “Penggandaan untuk

kepentingan pribadi yang pelaksanaannya bertentangan dengan

kepentingan yang wajar dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.”

Apabila melihat pada Pasal 46 ini, ciptaan yang dimaksud mengacu

kepada definisi ciptaan pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Hak Cipta,

yaitu hasil setiap karya Ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan

sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi,

kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk

nyata. Implementasi doktrin kepentingan yang sewajarnya ini di lapangan

belum terlihat secara spesifik, ditambah awamnya pengetahuan

masyarakat mengenai doktrin ini.

8 Martine Courant Rife, “The fair use doctrine: History, application, and implications for

(new media) writing teachers,” Jurnal internasional Vol.24 No.2 2007, h. 164

Page 15: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

6

Banyaknya masyarakat modern yang ingin menjadi seorang Youtuber

demi mendapatkan uang dengan mudah menjadi peluang yang sangat

menjanjikan untuk mereka karena sudah melihat kesuksesan youtuber

papan atas seperti Atta Halilintar dan Ria Ricis yang menghasilkan ratusan

juta hingga milyaran rupiah apabila dilihat melalui socialblade.com namun

banyak yang tidak mengetahui dan belum paham bahwa menjadi seorang

Youtuber akan berurusan dengan Hak Kekayaan Intelektual dan

bagaimana cara mencegahnya dari gesekan antar pelaku dan pencipta pun

belum diketahui batasan dengan pastinya. Kasus salah satu Youtuber

bernama Samudera Hakim menjadi contoh karena menggunakan karya

milik seseorang seperti lagu atau potongan film yang menimbulkan

gesekan antara pencipta dan pelaku yang mengakibatkan kerugian di salah

satu pihak karena tidak ada aturan batasan yang jelas terhadap doktrin

kepentingan yang sewajarnya ini.

Hal yang menarik lainnya adalah doktrin kepentingan yang wajar

berasal dari tradisi common law dan diadopsi ke dalam sistem hukum

Indonesia yang merupakan civil law, berlaku untuk seluruh ciptaan

(works) sebagaimana yang dinyatakan oleh Pasal 40 Undang-Undang Hak

Cipta Nomor 28 Tahun 2014? Hal ini dapat dijelaskan dengan melihat

praktik pengadilan yang ada, namun, sayangnya, sampai saat sekarang

belum ada perkara yang masuk pengadilan menggunakan doktrin

kepentingan yang wajar ini. Oleh karena itu dengan latar belakang ini

peneliti ingin melihat bagaimana Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

mengakomodir tentang batasan doktrin kepentingan yang sewajarnya

dalam media internet terutama dalam kasus kali ini yaitu media streaming

online Youtube yang dimiliki oleh perusahaan Google.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Peneliti mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

Page 16: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

7

a. Aturan Hukum di Indonesia mengenai batasan doktrin kepentingan

yang sewajarnya pada media streaming online.

b. Pandangan Youtube terhadap doktrin kepentingan yang sewajarnya

di Indonesia.

c. Perbedaan doktrin kepentingan sewajarnya di Amerika dan

Indonesia.

d. Permasalahan kepentingan yang sewajarnya ini sudah sering terjadi

dan bagaimana Youtube menanggapinya.

e. Hukum di Indonesia mengenai permasalahan kepentingan yang

sewajarnya di Youtube.

2. Pembatasan Masalah

Sehubungan dengan luasnya pembahasan dari penelitian yang

terkait dengan topik pembahasan, maka diperlukan adanya pembatasan

masalah agar penelitian dapat dilakukan secara mendalam, fokus,

tuntas dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan. Oleh karena itu,

penelitian ini lebih memfokuskan kepada analisis mengenai

implementasi doktrin kepentingan yang sewajarnya dalam media

streaming online Youtube.

3. Perumusan Masalah

Dari apa yang sudah dijelaskan dan dipaparkan oleh peneliti, jelas

bahwa semakin majunya zaman maka semakin mudahnya seseorang

dalam membajak karya orang lain dan di YouTube sendiri belum

memiliki batasan terhadap makna ‘’sewajarnya’’ pada doktrin

kepentingan yang sewajarnya yang kerap terjadi di Youtube. Masalah

utama yang jadi fokus pembahasan adalah batasan kepentingan yang

sewajarnya di Youtube.com. Dari apa yang sudah diuraikan mengenai

masalah utama yang ingin diteliti, Peneliti menyusun rincian

permasalahan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut :

Page 17: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

8

a. Apa batasan minimal yang Google Indonesia terapkan dalam

menentukan kepentingan yang sewajarnya pada Youtube

Indonesia?

b. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa terkait Hak Cipta

pada Youtube Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Penelitan ini bertujuan untuk meneliti permasalahan tentang batasan

kepentingan yang sewajarnya dalam media streaming Youtube. Secara

khusus tujuan penelitian ini juga bertujuan untuk menjawab pertanyaan

penelitian mengenai:

1. Untuk mengetahui dan memahami batasan doktrin kepentingan

yang sewajarnya yang dianut oleh YouTube Indonesia

2. Untuk mengetahui mekanisme penyelesaian sengketa hak cipta

dengan pembelaan kepentingan yang sewajarnya dalam media

Youtube.

2. Penelitian ini bermanfaat untuk:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi

merintis pemikiran dalam segi keilmuan yang berkaitan dengan

Ilmu Hukum. Memperkaya referensi bahan kajian Ilmu Hukum

Bisnis pada khususnya.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat

untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti,

selain itu penelitian ini bermanfaat sebagai wadah dalam

mengembangkan pola pikir peneliti serta mengetahui

kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

3. Secara akademis, penelitian ini merupakan syarat untuk meraih

gelar Sarjana Hukum dalam Program Studi Ilmu Hukum di

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Page 18: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

9

Jenis penelitian pada skripsi ini adalah penelitian kualitatif.

Bogdan dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai

penelitian yang menghasilkan data dekriptif berupa kata-kata tertulis

atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dalam

penelitian kualitatif menekankan pada makna, penalaran, definisi

suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu), lebih banyak meneliti

hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian hukum normatif dan

tipe penelitian hukum empiris. Adapun pengertian penelitian hukum

normatif dan penelitian empiris adalah mengkaji pelaksanaan atau

implementasi ketentuan hukum positif (perUndang–Undangan) dan

kontrak secara faktual pada setiap peristiwa hukum tertentu yang

terjadi dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.9

Peneliti menggunakan beberapa pendekatan masalah. Dengan

pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari

berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk mencari

jawabannya10.

a. Pendekatan perundang-undangan

1) Undang-Undang Dasar 1945

2) Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta

3) Copyright Law of the United States tahun 1976

4) KUH Perdata

5) WIPO Copyright Treaty

b. Studi kasus

9 Abdulkadir Muhammad. Hukum dan Penelitian Hukum. (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 2004), h. 53 10 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2011), h. 93

Page 19: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

10

Dalam proposal ini menggunakan kasus klaim hak cipta

content creator Youtube terhadap oknum yang menyebarkan

konten pemilik asli tanpa izin namun masih dalam kepentingan

yang sewajarnya.

c. Pendekatan konseptual

Pada penelitian ini peneliti menemukan beberapa definisi-

definisi berdasarkan Undang-Undang dan pendapat para ahli

berkaitan dengan judul skripsi ini.

3. Data Penelitian

Data penelitian yang digunakan untuk menunjang keakuratan

penelitian hukum ini adalah data hukum sekunder yang mencakuo

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder. dan bahan hukum

tersier. Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara

studi kepustakaan, hal itu dilakukan untuk mendapatkan landasan

teoritis berupa pendapat-pendapat atau tulisan-tulisan para ahli atau

pihak yang berwenang dan juga untuk memperoleh informasi baik

dalam bentuk ketentuan formal maupun data-data dalam naskah resmi

yang ada. Selanjutnya peneliti akan melakukan kunjungan dan

wawancara terhadap pihak Youtube demi mendapatkan kejelasan

mengenai batasan kepentingan yang sewajarnya pada Youtube

Indonesia.

4. Sumber Penelitian

Yang dimaksud dengan sumber penelitian adalah subjek dari mana

data dapat diperoleh. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan

penelitian sumber data sekunder, yaitu:

a. Bahan Hukum Primer

Page 20: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

11

Bahan hukum primer yaitu berbagai dokumen yang tertulis,

sifatnya mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang.

Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian skripsi

ini adalah:

1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

2) Copyright Law of the United States

3) Youtube Copyright Agreement

4) WTO

5) WIPO Copyright Treaty

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat

kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu

menganalisis, serta memahami bahan hukum primer. Bahan

hukum sekunder ini diperoleh melalui buku, majalah, surat

kabar, internet, hasil-hasil karya ilmiah para sarjana dan hasil

penelitian.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang memberikan

informasi tentang bahan hukm primer dan bahan hukum

sekunder,11 misalnya: kamus hukum, kamus bahasa inggris-

indonesia supaya melancarkan pemahaman isi konvensi

tersebut.

Untuk menentukan keabsahan (truthworthiness) data

diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan

digunakan untuk mengetahui kualitas penelitian dan hal ini

didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria

yang digunakan untuk uji keabsahan, yaitu credibility,

transferability, dependability, dan confirmability.

11 Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. (Jakarta: UI Press, 2007), h. 52

Page 21: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

12

5. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Alat-alat pengumpulan data, pada umumnya dikenal tiga jenis alat

pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka,

pengamatan atau observasi, dan wawancara atau interview.

Berdasarkan pendekatan yang dipergunakan untuk memperoleh data,

maka alat pengumpulan data yang dipergunakan adalah wawancara

dan studi dokumen.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunkan metode pengumpulan

data melalui studi dokumen dan melakukan wawancara yaitu dengan

pihak Youtube.com dan pemilik Hak Cipta atas video dan melakukan

penelitian terhadap berbagai sumber bacaan seperti buku-buku yang

berkaitan dengan kepentingan yang sewajarnya, pendapat ahli, artikel,

kamus, dan juga berita yang peneliti peroleh dari internet. Serta

peneliti akan melakukan wawancara dengan pihak Youtube sebagai

penyedia jasa streaming.

6. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh

peneliti. Jadi, subjek penelitian itu merupakan sumber yang digali

untuk mengungkap fakta-fakta di lapangan. Penentuan subjek

penelitian dalam penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian

kuantitatif.

Subjek penelitian menurut Arikunto, sesuatu yang sangat penting

kedudukannya di dalam penelitian, subjek penelitian harus ditata

sebelum peneliti siap untuk mengumpulkan data. Subjek penelitian

dapat berupa benda, hal atau orang. Dengan demikian subjek

penelitian pada umumnya manusia atau apa saja yang menjadi urusan

manusia. Penentuan subjek dalam penelitian ini digunakan untuk

memperoleh informasi yang dibutuhkan secara jelas dan mendalam.

Subjek peneliti disini adalah karyawan Youtube.com

Page 22: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

13

7. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan peneliti

untuk mendapatkan serta mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk

mejawab masalah penelitian. Dalam penelitian kualitatif data yang

didapatkan haruslah jelas, mendalam, dan spesifik. Pengolahan data

merupakan suatu teknik dalam penelitian kualitatif yang dilakukan

setelah data lapangan terkumpul. Pengolahan data dapat dilakukan

dengan cara: (a) persiapan, (b) penyeleksian. Persiapan dilakukan

dengan menyiapkan seluruh data lapangan, baik yang berupa rekaman,

catatan lapangan, maupun foto. Data yang berupa rekaman suara

ditranskrip atau disalin dalam bentuk tulisan, sedangkan data yang

berupa foto dideskripsikan sesuai gambar. Setelah semua terkumpul,

peneliti memulai menyeleksi data sesuai dengan objek penelitian.

8. Metode Analisis Data

Analisis data kualitatif yaitu upaya yang dilakukan dengan jalan

bekerjanya data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi

satuan yang dapat dikelola, mensintesiskanya, mencari dan

menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang

dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat di tuliskan dalam

penelitian.12

Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara

deskriptif analitis yang bertujuan untuk memberikan gambaran dan

memaparkan objek penelitian berdasarkan kenyataan secara

sistematis.13 Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk menggambarkan

tinjauan terhadap batasan kepentingan yang sewajarnya pada Youtube

12 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2008), h. 248 13 Roni Hanitjo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri (Jakarta: Ghalia Indonesia,

1998), h. 97

Page 23: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

14

berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia dan

berdasarkan konvensi internasional yang diratifikasi oleh Indonesia.

9. Teknik Penulisan

Teknik penulisan dan pedoman yang digunakan penulis dalam

skripsi ini disesuaikan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah dan buku

“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2017”

E. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian skripsi ini disusun dan dibagi kedalam lima bab.

Masing-masing bab terdiri atas beberapa sub-bab agar lebih konkret dalam

pembahasannya. Adapun urutan dan pokok pembahasan masing-masing

bab, sebagai berikut:

BAB I : Bab ini merupakan pendahuluan, yang berisi latar belakang,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian dan

manfaat penelitian, metode penelitian, serta sistematika

penulisan.

BAB II : Merupakan kajian yang berisi kerangka teori dan kerangka

konseptual mengenai Hak kekayaan intelektual, Hak cipta,

doktrin kepentingan yang sewajarnya Indonesia dan Amerika

serikat, pengertian kepentingan yang sewajarnya, dan

perkembangan kepentingan yang sewajarnya di Indonesia

dan Amerika Serikat menurut Hukum yang berlaku di dua

Negara tersebut.

BAB III : Pada bab ini peneliti akan melakukan kajian terkait

kepentingan yang sewajarnya di Indonesia menurut Undang-

Undang Hak Cipta, Konvensi Internasional, dan menurut

Youtube.com.

Page 24: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

15

BAB IV: Peneliti akan melakukan analisis untuk menjawab pertanyaan

penelitian dan masalah yang terdapat di dalam rumusan

masalah, serta menganalisa terkait masalah hukum yang

terjadi.

BAB V : Merupakan penutup yang berisikan tentang kesimpulan yang

dapat ditarik mengacu pada hasil penelitian sesuai dengan

perumusan masalah yang telah ditetapkan dan rekomendasi

yang akan lahir setelah pelaksanaan penelitian dan

pengulasannya dalam skripsi.

Page 25: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

16

BAB II

KEPENTINGAN YANG SEWAJARNYA

A. Kerangka konseptual

1. Hak kekayaan intelektual

Menurut definisi dari Djumhanna dan Djubaedillah, HKI

merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif kemampuan

daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam

berbagai bentuk, yang bermanfaat dalam menunjang kehidupan

manusia karena memiliki nilai ekonomis. Bentuk nyata dari

kemampuan tersebut misalnya dalam bidang teknologi, ilmu

pengetahuan, seni dan sastra.1

Pendapat ahli lain yang bernama Budi Agus Riswandi dan M.

Syamsyudin menyatakan bahwa Hak Kekayaan Intelektual adalah Hak

atas kekayaan yang timbul dan lahir karena kemampuan intelektualitas

manusia sebagai pencipta.2

2. Pengertian Hak cipta serta fungsinya

Hak cipta yang merupakan cabang ilmu hak kekayaan intelektual

memiliki makna yang lebih luas serta cakupan yang lebih luas.

Menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 soal hak cipta maka

pengertian hak cipta adalah adalah hak eksklusif pencipta yang timbul

secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan

diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Prinsip dalam membedakan perlindungan Hak Cipta dengan

perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual lainnya adalah bahwa hak

1 Djumhana, Muhammad dan R. Djubaedillah,Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan

Prakteknya di Indonesia), (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997), h.20-21 2 Budi Agus Riswandi, M. Syamsudin, Hak kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum,

(Jakarta: Raja Grafindo, 2004), h. 31

Page 26: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

17

cipta melindungi karya sastra (literary works) dan kaya seni (artistic

work) dengan segala bentuk perkembangannya di dunia ini.3 Pemilik

hak cipta akan dilindungi hak-haknya oleh Undang-Undang dan

Negara serta dapat memonopoli ciptaannya untuk mendapatkan

keuntungan pribadi atas ciptaannya selama tidak melanggar peraturan

yang berlaku di Negara Indonesia.

Pendapat ahli bernama Volmar pun berpendapat bahwa

penggunaan wewenang yang tidak memenuhi syarat-syarat yang

ditentukan oleh undang- undang sudah pasti tidak memperoleh

perlindungan hukum.4 Seperti yang jelas diuraikan pada pasal 1 butir 1

Undang-Undang hak cipta bahwa hak cipta merupakan hak ekslusif

sang pencipta dan tidak dapat digunakan oleh orang lain kecuali

seizing pemilik hak cipta tersebut. Hak cipta itu otomatis timbul

dimulai dari ciptaan tersebut lahir.5

Pada Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

dijelaskan bahwa ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu

pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi,

kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian

yang diekspresikan dalam bentuk nyata. Jadi dapat dtarik kesimpulan

bahwa sesuatu dianggap ciptaan bila bersifat otentik dan memiliki

unsur intelektual didalamnya serta memiliki perbedaan dan keunikan

tersendiri dan yang pasti adalah ciptaan itu milik pribadi sendiri. Jika

merujuk dari Undang-Undang hak cipta Amerika serikat tahun 1976

maka tidak diatur dengan jelas bagaimana pengertian ciptaan itu

sendiri, namun perlindungan atas hak cipta memiliki unsur-unsur

ciptaan yang meliputi:

3 Suyud Margono, Hukum Hak Cipta Indonesia, Teori dan Analisis Harmonisasi Ketentuan

World Trade Organization/WTO-TRIPs Agreement, (Bogor: Graha Indonesia, 2010), h. 21 4 Vollmar, HFA, terjemahan I.S. Adiwimarta, Pengantar Studi Hukum Perdata, (I),

(Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 9 5 Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2004), h. 63

Page 27: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

18

a. Ciptaan haruslah orisinal, dalam pengertian bahwa ciptaan

tersebut bukanlah salinan dari sumber atau ciptaan lain

yang menjiplak ciptaan orang lain.

b. harus merupakan suatu ekspresi nyata, bukan hanya sebuah

"ide"

c. harus difiksasi ke dalam media ekspresi yang nyata.6

3. Pengertian Doktrin Kepentingan yang sewajarnya / fair use

Kata "doktrin" pertama-tama mengacu pada penulisan hukum

profesional dalam dogmatika hukum, yang tugasnya adalah

mensistematiskan dan menafsirkan hukum yang valid. Berdasarkan

pengertian tersebut, doktrin adalah ajaran para akhli (hukum) tetapi

bukan karya akademik non hukum meskipun mungkin dilakukan oleh

hakim, tetapi statusnya bukan doktrin yang merupakan sumber hukum

(legal materials atau authorities), tetapi bahan-bahan non Hukum.

Definisi kepentingan yang wajar tidaklah dijelaskan dalam Undang-

Undang Hak Cipta namun menurut Eddy Damian dengan adanya

pengaturan hukum kepentingan yang sewajarnya (fair use/fair dealing),

Hukum Hak Cipta memperkenankan seseorang (pihak ketiga)

menggunakan atau mengeksploitasi suatu ciptaan tanpa perlu izin dari

Pencipta selama masih dalam batas-batas yang diperkenankan atau

kepentingan yang sewajarnya. Namun beda lagi menurut ahli bernama

Paul Goldstein, beliau berpendapat bahwa defini fair use didefinisikan

"a privilege in others than the owner of a copyright to use the

copyrighted material in a reasonable manner without his consent,

notwithstanding the monopoly granted to the owner by the copyright."

Berdasarkan definisi tersebut, fair use adalah doktrin atau prinsip

yang memperbolehkan pihak lain untuk menggunakan kreasi hak cipta

tertentu untuk kepentingan atau tujuan yang spesifik. Sebagai contoh,

6 Paul Goldstein, Copyright, Volume I, (Canada: Little, Brown , & Company,1989), h. 61

Page 28: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

19

membuat konteks dengan menggunakan bagian dari buku tanpa

mencari otorisasi dari pemegang hak cipta. Namun apabila pemilik

hak cipta merasa keberatan dengan penggunaan ciptaannya oleh pihak

lain tanpa seizin pihak pertama sebagai pemegang hak cipta, maka

pihak yang digugat dapat menggunakan tindakan preventif dengan

menyatakan bahwa hal tersebut masuk ke dalam fair use.

Di Negara civil law seperti belanda tidak mengenal adanya konsep

fair use atau fair dealing, akan tetapi di Negara belanda terdapat aturan

pembatasan lain yang disebut dengan De beperkingen van het

auteursrecht atau pembatasan hak cipta.

Di Negara persemakmuran lainnya, istilah fair use diubah menjadi

fair dealing, dimana sebuah pengecualian terbatas pada ekslusivitas

kekayaan intelektual yang memungkinkan untuk mereproduksi atau

studi pribadi terhadap material yang dilindungi, serta dengan

pengakuan yang tepat atau wajar. Beberapa hal yang memungkinkan

untuk dilakukan fair dealing adalah reproduksi atas sastra, drama,

musik atau karya seni untuk tujuan penelitian atau tujuan non

komersial dimana tidak melanggar hak cipta yang telah diakui.7

4. Perbedaan Plagiarisme dan Doktrin Kepentingan Yang

Sewajarnya

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Plagiat adalah adalah

penjiplakan atau pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari

orang lain dan menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri

tanpa menyebutkan atau mencantumkan sumber aslinya kecuali sudah

termasuk dalam domain publik atau milik Negara maka tidak apa-apa.

Plagiat juga mempunyai arti sebagai perbuatan secara sengaja atau

tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit

atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau

7Budi Agus Riswandi, “Pembatasan dan Pengecualian Hak Cipta di Era Digital”, (Yogyakarta: PT. Citra adiya Bakti, 2017), h. 4

Page 29: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

20

seluruh karya dan/atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai

karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai.

Menurut Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014, Plagiator

dapat terjerat pidana apabila pencipta asli melaporkannya karena

merupakan delik aduan menurut pasal 120 Undang-Undang Hak Cipta

yang memenuhi syarat seperti merugikan hak ekonomi dari pencipta

dengan pidana paling lama 4 (empat) Tahun dan/atau pidana denda

paling banyak Rp. 1.000.000.000.00,- (Satu Milyar Rupiah). Namun

sejauh ini belum ada kasus plagiarisme yang masuk dalam tuntutan

pengadilan.

Apabila dibandingkan dengan doktrin kepentingan yang

sewajarnya, maka plagiarisme sangat berbeda. Doktrin kepentingan

yang sewajarnya ini membolehkan seseorang menggunakan sebagian

karya milik orang lain dengan syarat mencantumkan sumber asli serta

tidak melanggar hak menikmati ekonomi dari pencipta asli dan sudah

mendapat persetujuan dari pencipta yang asli sebagaimana telah diatur

dalam pasal 43 sampai 49 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

tentang Hak Cipta. Namun, apabila pencantuman sumber merupakan

bagian substansial yang merupakan ciri khas dari pencipta asli, maka

ada kemungkinan akan terancam pelanggaran hak cipta apabila

pencipta asli merasa kepentingannya dirugikan.

5. Perkembangan kepentingan yang sewajarnya / fair use

Doktrin fair use atau fair dealing adalah akses publik yang

dikembangkan dalam rezim common law system. Objek perlindungan

difokuskan pada ciptaan.8 Hasil kreasi karya cipta manusia selalu

berkembang dengan bentuk-bentuk baru, sebagai contoh adalah

eksistensi internet yang kemudian mampu melahirkan blog, website

dan sebagainya. Sama halnya dengan hasil kreasi karya cipta manusia

8 Henry Soelistyo, “Plagiarisme: pelanggaran hak cipta dan etika”, (Yogyakarta: PT.

Kanisius, 2011), h.98

Page 30: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

21

yang selalu berkembang, penerapan doktrin fair use juga ikut

berkembang mengikuti hasil kreasi karya cipta manusia itu sendiri,

sebagai contoh pada kehidupan sehari hari sebagai masyarakat yang

menyebarkan video milik orang lain ke jejaring sosial media masi

dikatakan sebagai kepentingan yang sewajarnya apabila yang

menyebarkan video tersebut tidak mengambil keuntungan.

Kasus lainnya seperti mahasiswa yang memfotokopi hasil karya

buku milik seseorang demi kepentingan pendidikan sebagaimana pada

pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta yang menyebutkan

diperbolehkan selama sumbernya tertulis dan tidak merugikan

kepentingan sewajarnya pemilik hak cipta. Namun secara umumnya

doktrin kepentingan yang sewajarnya ini digunakan oleh

mahasiswa/peneliti atau bahkan pihak-pihak yang ingin menciptakan

hasil kreasi yang baru.9 Kualifikasi tidak dianggap sebagai

pelanggaranjuga diterapkan pada tindakan pengambilan ciptaan pihak

lain, baik seluruhnya maupun sebagian guna pembelaan di dalam

maupun di luar pengadilan. Demikian pula untuk keperluan ceramah

yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan, dan

pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran. Selain itu,

perbanyakan dalam huruf braile untuk para tuna netra, kecuali yang

bersifat komersial.10

6. Kepentingan yang Sewajarnya di Amerika dan Indonesia

Kepentingan yang sewajarnya di Amerika diatur dalam Undang-

Undang Hak Cipta tahun 1976 pada section 107 yang berbunyi

“"Notwithstanding the provisions of sections 106 and 106A, the fair

use of a copyrighted work, including such use by reproduction in

9 Robert Kasunic, “Fair use and the educator’s rights to photocopy copyrighted material

from classroom use”, The Journal of College and University Law, Vo. 19 No. 3 1993 10Henry Soelistyo, “Plagiarisme: pelanggaran hak cipta dan etika”, (Yogyakarta: PT.

Kanisius, 2011), h.98

Page 31: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

22

copies or phonorecords or by any other means specified by that

section, for purposes such as criticism, comment, news reporting,

teaching (including multiple copies for classroom use),

scholarship, or research, is not an infringement of copyright: 1)

the purpose and character of the use, including whether such use is of

a commercial nature or is for nonprofit educational purposes; (2) the

nature of the copyrighted work; (3) the amount and substantiality of

the portion used in relation to the copyrighted work as a whole;

and (4) the effect of the use upon the potential market for or value

of the copyrighted work." (Tanpa mengesampingkan ketentuan dalam

bagian 106 dan 106A, kepentingan yang sewajarnya dari suatu ciptaan,

termasuk penggunaan dengan reproduksi dalam salinan atau media

rekaman suara atau alat lain yang dispesifikasi oleh bagian tersebut,

untuk tujuan seperti kritik, komentar, laporan berita, pengajaran

(termasuk beberapa salinan untuk penggunaan dalam kelas), keilmuan,

atau penelitian, bukanlah suatu pelanggaran dari hak cipta

1. Tujuan dan karakter dari suatu penggunaan, termasuk

apakah penggunaan tersebut bersifat komersial atau untuk

tujuan pendidikan yang nirlaba;

2. Sifat dari suatu ciptaan;

3. Jumlah dan kekukuhan dari bagian yang digunakan dalam

kaitannya dengan ciptaan secara keseluruhan;

4. Efek dari penggunaan terhadap pasar potensial bagi suatu

ciptaan atau nilai dari suatu ciptaan");

Dalam menentukan suatu kepentingan yang sewajarnya, hakim

pengadilan Amerika Serikat akan mengelaborasi fakta dengan empat

faktor di atas. Faktor-faktor tersebut harus dipertimbangkan secara

Page 32: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

23

keseluruhan dalam suatu perkara. Berdasarkan praktik pengadilan

Amerika Serikat, faktor keempat adalah faktor terpenting.11

Indonesia mengatur tentang hal-hal yang tidak melanggar aturan

hak cipta dan tertera pada pasal 44 yang berbunyi:

(1) Penggunaan, pengambilan, Penggandaan, dan/atau

pengubahan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait

secara seluruh atau sebagian yang substansial tidak dianggap

sebagai pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya disebutkan

atau dicantumkan secara lengkap untuk keperluan:

a. pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah,

penyusunan laporan, penulisan kritik atau

tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan

kepentingan yang wajar dari Pencipta atau

Pemegang Hak Cipta;

b. keamanan serta penyelenggaraan pemerintahan,

legislatif, dan peradilan;

c. ceramah yang hanya untuk tujuan pendidikan dan

ilmu pengetahuan; atau

d. pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut

bayaran dengan ketentuan tidak merugikan

kepentingan yang wajar dari Pencipta.

(2) Fasilitasi akses atas suatu Ciptaan untuk penyandang tuna

netra, penyandang kerusakan penglihatan atau keterbatasan

dalam membaca, dan/atau pengguna huruf braille, buku

audio, atau sarana lainnya, tidak dianggap sebagai

pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya disebutkan atau

dicantumkan secara lengkap, kecuali bersifat komersial.

(3) Dalam hal Ciptaan berupa karya arsitektur, pengubahan

sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak dianggap

11 Roger E. Schechter and John R. Thomas, Intellectual Property: The Law of Copyrights, Patents, and Trademarks, (St. Paul: West Group, 2003), h. 227

Page 33: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

24

sebagai pelanggaran Hak Cipta jika dilakukan berdasarkan

pertimbangan pelaksanaan teknis.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitasi akses terhadap

Ciptaan bagi penyandang tuna netra, penyandang kerusakan

penglihatan dan keterbatasan dalam membaca dan

menggunakan huruf braille, buku audio, atau sarana lainnya

sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) diatur dengan

Peraturan Pemerintah.

Dari paparan tersebut maka jelas bahwa selama tidak melanggar 4

poin di atas tidak akan disebut sebagai pelanggaran hak cipta

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang no 28 tahun 2014.

B. Kerangka Teoritis

1. Teori Tujuan Hukum

Teori tujuan hukum menurut Gustav Radburch, terdiri dari

Keadilan, kemanfaatan dan kepastian. Menurutnya keadilan haruslah

ditempatkan pada posisi pertama dan utama daripada kemanfaatan dan

kepastian. Secara historis, pada awalanya Gustav Radburch tidak

menempatkan keadilan pada posisi pertama, namun menempatkan

pada posisi 2 setelah kepastian. Namun, ia melihat kenyataan bahwa

dengan teorinya tersebut Jerman di bawah kekuasaan Nazi

menyalahgunakan hukum tersebut dengan melegalisasi praktek-

praktek yang tidak berperikemanusiaan pada perang dunia kedua.

Melihat keadaan tersebut, Radburch pun akhirnya meralat teorinya

tersebut dengan menempatkan tujuan keadilan di atas tujuan hukum

yang lain. Bahwa sejatinya hukum dibuat untuk menciptakan suatu

ketertiban melalui peraturan yang adil, yakni pengaturan mengenai

kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan dengan seimbang,

sehingga setiap orang memperoleh keadilan. Bahkan dapat dikatakan

bahwa seluruh sejarah filsafat hukum memberikan tempat yang

Page 34: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

25

istimewa kepada keadilan sebagai tujuan hukum. Keadilan dan

Kepastian merupakan dua nilai yang diterapkan di dalam hukum.

Menurut Gustav Radburch, hukum harus mengandung tiga nilai

identitas yang melekat di dalam hukum itu sendiri, yakni adanya

keadilan hukum (gerechtigheit) yang ditinjau melalui sudut filosofis

hukum itu sendiri. Adanya kemanfaatan hukum (zwechmatigheid)

yang dintinjau melalui sudut sosiologis. Dan yang terakhir yakni

adanya kepastian hukum (rechtmatigheid) yang ditinjau melalui sudut

yuridis. Radburch mengatakan bahwa ketiga nilai dasar dalam tujuan

hukum tersebut tidak selalu berada dalam kesatuan yang harmonis satu

sama lain. Pada faktanya keadilan bisa bertabrakan dengan

kemanfaatan dan kepastian hukum. Selain itu, tuntutan kemanfaatan

bisa juga bertabrakan dengan keadilan dan kepastian hukum dan

seterusnya.

Pada dasarnya, hukum memiliki posisi strategis dan dominan

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hukum

dapat berperan baik di masyarakat, jika sistem dan instrumen

pelaksanaannya dilengkapi dengan jelas kewenangan-kewenangan

dalam melakukan penegakan hukum. Gustav Radbruch mengatakan

bahwa hukum yang baik adalah ketika hukum tersebut memuat unsur

keadilan, kepastian hukum dan kegunaan. Artinya, meskipun ketiga

unsur tersebut merupakan nilai dasar hukum, namun pada dasarnya

masing-masing nilai mempunyai tuntutan yang berbeda satu sama lain,

sehingga ketiganya mempunyai potensi untuk saling bertentangan dan

menyebabkan adanya ketegangan dan menyebabkan adanya

ketegangan antara ketiga nilai tersebut. Karenanya, nilai keadilan juga

menjadi dasar dari hukum sebagai suatu kesatuan hukum itu sendiri.

Dengan demikian, keadilan memiliki sifat normatif sekaligus

konstitutif bagi hukum. Dalam hal ini, keadilan menjadi landasan

moral hukum dan sekaligus tolak ukur sistem hukum positif.

Karenanya, kepada keadilanlah, hukum positif berpangkal. Sedangkan

Page 35: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

26

konstitutif, karena keadilan harus menjadi unsur mutlak bagi hukum.

Artinya, ketika di dalam hukum tidak terdapat suatu keadilan, itu

merupakan suatu aturan yang tidak layak menjadi hukum.12

a. Teori Keadilan Hukum

Istilah keadilan (iustitia) berasal dari kata “adil” yang berarti

tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang

benar, sepatutnya, tidak sewenangwenang.dapat disimpulkan

bahwa pengertian keadilan adalah semua hal yang berkenan

dengan sikap dan tindakan dalam hubungan antar manusia,

keadilan berisi sebuah tuntutan agar orang memperlakukan

sesamanya sesuai dengan hak dan kewajibannya,

memperlakukan dengan tidak pandang bulu atau pilih kasih

melainkan, semua orang diperlakukan sama sesuai dengan hak

dan kewajibannya. semua orang diperlakukan sama sesuai

dengan hak dan kewajibannya.13

Keadilan menurut Aristoteles diuraikan secara mendasar

dalam Buku ke-5 buku Nicomachean Ethics.14 Untuk

mengetahui tentang keadilan dan ketidakadilan harus dibahas

tiga hal utama yaitu (1) tindakan apa yang terkait dengan istilah

tersebut, (2) apa arti keadilan, dan (3) diantara dua titik ekstrim

apakah keadilan itu terletak.

Keadilan dalam arti umum sering diartikan sebagai suatu

sikap dan karakter. Sikap dan karakter yang membuat orang

melakukan perbuatan dan berharap atas keadilan adalah

keadilan, sedangkan sikap dan karakter yang membuat orang

12 Setiyono, Terciptanya Rasa Keadilan, Kepastian, dan Kemanfaatan dalam Kehidupan

Masyarakat, Jurnal Ilmiah FENOMENA, Volume XIV, Nomor 2 , November 2016, h. 1574 13Manullang E.fernando M, menggapai hukum berkeadilan, (Jakarta: buku kompas,

2007), h.57 14 Aristoteles, Nicomachean Ethics, translated by W.D. Ross, http://bocc.ubi.pt/

pag/Aristoteles-nicomachaen.html. (Diakses pada 6 mei 2019)

Page 36: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

27

bertindak dan berharap ketidakadilan adalah ketidakadilan.

Pembentukan sikap dan karakter berasal dari pengamatan

terhadap obyek tertentu yang bersisi ganda. Hal ini bisa berlaku

dua dalil, yaitu;

i. Jika kondisi “baik” diketahui, maka kondisi

buruk juga diketahui;

ii. kondisi “baik” diketahui dari sesuatu yang berada

dalam kondisi “baik”.15

Secara umum dikatakan bahwa orang yang tidak adil adalah

orang yang tidak patuh terhadap hukum (unlawful, lawless) dan

orang yang tidak fair (unfair), maka orang yang adil adalah

orang yang patuh terhadap hukum (law-abiding) dan fair.

Karena tindakan memenuhi/mematuhi hukum adalah adil, maka

semua tindakan pembuatan hukum oleh legislatif sesuai dengan

aturan yang ada adalah adil. Tujuan pembuatan hukum adalah

untuk mencapai kemajuan kebahagiaan masyarakat. Maka,

semua tindakan yang cenderung untuk memproduksi dan

mempertahankan kebahagiaan masyarakat adalah adil.16

b. Teori Kepastian Hukum

Kepastian adalah perihal (keadaan) yang pasti. Hukum secara

hakiki harus pasti dan adil. Kepastian hukum merupakan

pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara normatif bukan

sosiologi. Kepastian Hukum secara Normatif adalah ketika suatu

peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur

secara pasti dan Logis.17

15 Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2009), h. 115-116 16 Aristoteles, Nicomachean Ethics, translated by W.D. Ross, http://bocc.ubi.pt/

pag/Aristoteles-nicomachaen.html. (Diakses pada 6 mei 2019) 17 Cst Kansil, Kamus istilah Hukum, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2009), h. 385

Page 37: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

28

Kepastian Hukum sebagai salah satu tujuan hukum dan dapat

dikatakan upaya mewujudkan keadilan. Bentuk nyata dari

kepastian hukum adalah pelaksanaan dan penegakan hukum

terhadap suatu tindakan tanpa memandang siapa yang melakukan.

Adanya kepastian hukum setiap orang dapat memperkirakan apa

yang akan terjadi jika melakukan tindakan hukum itu, kepastian

sangat diperlukan untuk mewujudkan keadilan. Kepastian salah

satu ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum, terutama untuk

norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan

kehilangan makna karena tidak dapat di gunakan sebagai pedoman

perilaku bagi setiap orang.18

Jelas dalam artian tidak menimbulkan keraguan (multi-tafsir)

dan logis dalam artian menjadi suatu sistem norma dengan norma

lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik Norma.

Kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang

jelas, tepat, konsisten dan konsekuen yang pelaksanaan nya tidak

dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya subjektif.

Hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah

dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tentang

tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama yang

dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Kepastian

hukum merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum

terutama untuk norma hukum tertulis.19 Teori kepastian menurut

ahli hukum :

1) Menurut Apeldoorn, kepastian hukum mempunyai dua

segi, pertama mengenai soal dapat dibentuknya

(bepaalbaarheid) hukum dalam hal-hal yang konkret.

Artinya pihak-pihak yang mencari Keadilan ingin

18 Cst Kansil, Kamus Istilah Hukum…. h. 270 19 Memahami Kepastian dalam Hukum (http//ngobrolinhukum.wordpress.com diakses

pada tanggal 06-05-2019 pukul : 17:00 WIB)

Page 38: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

29

mengetahui hukum dalam hal yang khusus sebelum

memulai perkara. Kedua, kepastian hukum berarti

keamanan hukum. Artinya perlindungan bagi para pihak

terhadap kesewenangan Hakim. Dalam paradigma

positivisme defenisi hukum harus melarang seluruh aturan

yang mirip hukum, tetapi tidak bersifat perintah dari

otoritas yang berdaulat, kepastian hukum harus selalu

dijunjung tinggi apapun akibatnya dan tidak ada alasan

untuk tidak menjunjung hal tersebut karena dalam

paradigmanya hukum positif adalah satu-satunya hukum.20

2) Menurut Jan Michiel otto, kepastian hukum yang

sesungguhnya memang lebih berdimensi yuridis. Namun

Otto memberikan batasan kepastian hukum yang lebih jauh

yang mendefenisikan kepastian hukum sebagai

kemungkinan bahwa dalam situasi tertentu yaitu :

i. Tersedia aturan-aturan yang jelas (jernih),

konsisten dan mudah diperoleh (accessible);

ii. Instansi-instansi penguasa (pemerintahan)

menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara

konsisten dan juga tunduk dan taat kepadanya;

iii. Warga secara prinsipil menyesuaikan perilaku

mereka terhadap aturanaturan tersebut;

iv. Hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak

berpihak menerapkan aturan-aturan hukum tersebut

secara konsisten sewaktu mereka menyelesaikan

sengketa hukum dan, Keputusan peradilan secara

konkret dilaksanakan.21

20 L.j Van Apeldoorn dalam Shidarta, Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran Kerangka

Berfikir, (Bandung: PT.REVIKA Aditama, 2006), h. 82 21 L.j Van Apeldoorn dalam Shidarta, Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran Kerangka

Berfikir…. h. 84

Page 39: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

30

Hukum yang di tegakkan oleh instansi penegak hukum yang

diberikan tugas untuk itu harus menjamin “kepastian hukum” demi

tegaknya ketertiban dan keadilan dalam kehidupan masyarakat.

Ketidakpastian hukum akan menimbulkan kekacauan dalam

kehidupan masyarakat dan akan saling berbuat sesuka hati serta

bertindak main hakim sendiri. Keadaan seperti ini menjadikan

kehidupan berada dalam suasana “social disorganization atau

kekacauan sosial”.22

c. Teori Kemanfaatan Hukum

Aliran Utilitarianisme mempunyai pandangan bahwa tujuan

hukum adalah memberikan kemanfaatan kepada sebanyak-

banyaknya orang. Kemanfaatan di sini diartikan sebagai

kebahagiaan (happines), sehingga penilaian terhadap baik-buruk

atau adil-tidaknya suatu hukum bergantung kepada apakah hukum

itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak. Dengan

demikian berarti bahwa setiap penyusunan produk hukum

(peraturan perundang-undangan) seharusnya senantiasa

memperhatikan tujuan hukum yaitu untuk memberikan

kebahagiaan sebanyakbanyaknya bagi masyarakat. Menurut para

ahli Hukum :

1) Jeremy Bentham (1748-1832)

Bentham membangun sebuah teori hukum

komprehensif di atas landasan yang sudah diletakkan,

tentang asas manfaat. Bentham merupakan tokoh radikal

dan pejuang yang gigih untuk hukum yang

dikodifikasikan, dan untuk merombak hukum yang

baginya merupakan sesuatu yang kacau.

22 L.j Van Apeldoorn dalam Shidarta, Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran Kerangka

Berfikir…. h. 85

Page 40: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

31

Ia merupakan pencetus sekaligus pemimpin aliran

kemanfaatan. Menurutnya hakikat kebahagiaan adalah

kenikmatan dan kehidupan yang bebas dari kesengsaraan.

Bentham menyebutkan bahwa “The aim of law is The

Greatest Happines for the greatest number”Dengan kata-

kata Bentham sendiri, inti filsafat disimpulkan sebagai

berikut :

Alam telah menempatkan manusia di bawah

kekuasaan, kesenangan dan kesusahan. Karena

kesenangan dan kesusahan itu kita mempunyai

gagasangagasan, semua pendapat dan semua ketentuan

dalam hidup kita dipengaruhinya. Siapa yang berniat

untuk membebaskan diri dari kekuasaan ini, tidak

mengetahui apa yang ia katakan. Tujuannya hanya

untuk mencari kesenangan dan menghindari kesusahan

perasaan-perasaan yang selalu ada dan tak tertahankan

ini seharusnya menjadi pokok studi para moralis dan

pembuat undang-undang. Prinsip kegunaan

menempatkan tiap sesuatu di bawah kekuasaan dua hal

ini.23

2) John Stuar Mill (1806-1873)

Penganut aliran Utilitarianisme selanjutnya adalah John

Stuar Mill. Sejalan dengan pemikiran Bentham, Mill

memiliki pendapat bahwa suatu perbuatan hendaknya

bertujuan untuk mencapai sebanyak mungkin kebahagian.

Menurut Mill, keadilan bersumber pada naluri manusia

untuk menolak dan membalas kerusakan yang diderita,

baik oleh diri sendiri maupun oleh siapa saja yang

mendapatkan simpati dari kita, sehingga hakikat keadilan

23https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=20&cad=rja&u

act= 8&ve (diakses pada tanggal 06-05-2019 pada pukul : 18 : 00 wib )

Page 41: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

32

mencakup semua persyaratan moral yang hakiki bagi

kesejahteraan umat manusia.Mill setuju dengan Bentham

bahwa suatu tindakan hendaklah ditujukan kepada

pencapaian kebahagiaan, sebaliknya suatu tindakan adalah

salah apabila menghasilkan sesuatu yang merupakan

kebalikan dari kebahagiaan. Lebih lanjut, Mill menyatakan

bahwa standar keadilan hendaknya didasarkan pada

kegunaannya, akan tetapi bahwa asal-usul kesadaran akan

keadilan itu tidak diketemukan pada kegunaan, melainkan

pada dua hal yaitu rangsangan untuk mempertahankan diri

dan perasaan simpati. Menurut Mill keadilan bersumber

pada naluri manusia untuk menolak dan membalas

kerusakan yang diderita, baik oleh diri sendiri maupun oleh

siapa saja yang mendapat simpati dari kita. Perasaan

keadilan akan memberontak terhadap kerusakan,

penderitaan, tidak hanya atas dasar kepentingan individual,

melainkan lebih luas dari itu sampai kepada orang lain

yang kita samakan dengan diri kita sendiri, sehingga

hakikat keadilan mencakup semua persyaratan moral yang

sangat hakiki bagi kesejahteraan umat manusia.24

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

1. Skripsi milik Adella Farah Fadhilah25

Pada skripsi ini memang ada persamaan mengenai Hak Kekayaan

Intelektual, namun tidak membahas soal kepentingan yang sewajarnya

yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014. Skripsi

yang fokus pada hak cipta ini berlandaskan hukum Undang-Undang

Nomor 28 tahun 2014 soal Hak cipta. Oleh karena itu terdapat

perbedaan yang signifikan antara skripsi saya yang membahas

24 Amiruddin & Zainuddin, Pengantar Metode penelitian hukum, (Jakarta: Raja grafindo

persada, 2004), h. 24 25 Adella Farah Fadhilah, Skripsi: “Penegakan Hukum Atas Pelanggaran Hak Cipta

Terhadap Vcd/Dvd Bajakan”, (Jakarta: UIN Jakarta, 2018)

Page 42: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

33

persoalan HKI khususnya di kerancuan bahasa “kepentingan yang

sewajarnya” yang bisa dianggap sebagai pembajakan.

2. Skripsi Milik Riviantha Putra26

Pada skripsi ini peneliti membahas soal perlindungan Undang-Undang

Hak Cipta kepada pemiliik Hak Cipta dengan menganalisa putusan

mahkamah agung untuk memperkuat data penelitiannya, memang

terdapat persamaan dalam skripsi ini mengenai perlindungan hukum

atas pencipta, namun pada skripsi ini tidak membahas kepentingan

sewajarnya dari pemilik Hak Cipta yang membedakan antara

penelitian ini dengan milik saya. Peneliti membahas soal perlindungan

untuk lagu di Internet namun hanya sebatas perlindungannya saja.

3. Skripsi Milik Kurnialif Triono27

Pada skripsi ini peneliti memfokuskan penelitiannya dengan

bagaimana pengaturan Hukum Indonesia mengenai Lisensi dan

perlindungan bagi pemilik lisensi. Dalam skripsi ini tidak dibahas

sama sekali mengenai kepentingan sewajarnya walaupun memiliki

persamaan yang membahas Hak Kekayaaan Intelektual.

4. Buku milik Tomi Suryo Utomo28

Di dalam buku ini tidak menjelaskan secara khusus makna kata

sewajarnya dari doktrin kepentingan yang ingin saya cari terutama

dalam media streaming Youtube.com sehingga berbeda dengan apa

yang ingin peneliti temukan dan cari pada pokok penelitian mengenai

batasan kepentingan yang sewajarnya.

5. Jurnal milik Retno Sari Widawati29

26 Riviantha Putra, Skripsi: “Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Lagu dan Musik di

Media Internet ”, (Jakarta: UIN Jakarta, 2014) 27 Kurnialif Triono, Skripsi: “Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Cipta Terhadap

Pemberian Lisensi Karya Cipta Lagu“, (Jakarta: UIN Jakarta, 2015) 28 Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual di Era Globalisasi, (Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2010) 29 Retno Sari Widowati, Penerapan Prinsip Fair Use Dalam Hak Cipta Terkait Dengan

Kebijakan Perbanyakan Buku Di Perpustakaan Perguruan Tinggi (Studi Perbandingan Hukum Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta Di Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Dan Australia), Jurnal Ilmiah Universitas Brawijaya, Volume I, Nomor I , Agustus 2015

Page 43: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

34

Pada jurnal ini membahas soal bagaimana doktrin fair use mengatur

dalam undang-undang di Indonesia dan Australia namun dalam jurnal

ini tidak disebutkan bagaimana batasan dalam doktrin tersebut, serta

bagaimana sebuah doktrin kepentingan yang sewajarnya ini memberi

batasan bagi subjek yang ingin menggunakan karya tersebut dengan

mengutip sebagian lalu digunakan untuk kepentingan komersial.

Page 44: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

35

BAB III

KEPENTINGAN SEWAJARNYA MENURUT PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN, KONVENSI INTERNASIONAL, DAN

YOUTUBE DI INDONESIA

A. Kepentingan Sewajarnya di Indonesia

Sejak Tahun 1886, di kalangan negara-negara di kawasan barat Eropa

telah diberlakukan Konvensi Berne, yang ditujukan bagi perlindungan

ciptaan-ciptaan di bidang sastra dan seni. Kecenderungan negara-negara Eropa

Barat untuk menjadi peserta pada Konvensi ini, hal ini yang mendorong

kerajaan Belanda untuk memperbaharui undang-undang hak ciptanya yang

sudah berlaku sejak 1881 dengan suatu undang-undang hak cipta baru pada

tanggal 1 November Tahun 1912, yang dikenal dengan Auteurswet 1912.

Tidak lama setelah pemberlakuan undang-undang ini, kerajaan Belanda

mengikatkan diri pada Konvensi Bern 1886.1

Konvensi internasional pertama yang mengatur mengenai hak cipta dan

fair use adalah Konvensi Berne karena itu sebelum konvensi tersebut, tiap-tiap

negara menggunakan hukum nasionalnya masing-masing. Konsekuensinya,

sebagai contoh: suatu karya cipta yang dipublikasikan di Inggris oleh British

national akan dilindungi oleh hak cipta di sana, tetapi dapat disalin dan dijual

oleh orang lain di Perancis, seperti juga, suatu karya cipta yang di Perancis

oleh French national di lindungi oleh hak cipta Perancis, tetapi dapat disalin

dan dijual oleh orang lain di Inggris.2

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta

Pemerintah Indonesia memutuskan untuk mencabut Auteurswet 1912

Staatsblad Nomor 600 Tahun 1912 dan sekaligus mengundangkan

1 Suyud Margono, “Hukum Hak Cipta Indonesia: Teori dan Analisis Harmonisasi

Ketentuan World Trade Organization/WTO- TRIPs Agreement”, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 53.

2 Sudjana, “Implikasi Doktrin “Fair Use” Terhadap Pengembangan Ilmu Pengetahuan1 Oleh Dosen Atau Peneliti Dalam Perspektif Hukum Hak Cipta”, (Jurnal Hukum VEJ Vol. 4 nomor 2 tahun 2018), h. 497

Page 45: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

36

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta yang dimuat

dalam Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15. Undang-Undang ini

pada prinsipnya peraturannya sama dengan Auteurswet 1912 namun

disesuaikan dengan keadaan Indonesia pada saat itu. Dalam

pelaksanaannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 ini ternyata banyak

dijumpai terjadinya pelanggaran terutama dalam bentuk tindak pidana

pembajakan terhadap hak cipta, yang telah berlangsung dari waktu ke

waktu dengan semakin meluas dan sudah mencapai tingkat yang

membahayakan dan merugikan kreatifitas untuk mencipta, yang dalam

pengertian yang lebih luas juga akan membahayakan sendi kehidupan

dalam arti seluas-luasnya.3

Doktrin kepentingan yang sewajarnya juga pertama hadir dalam

Undang-Undang ini walaupun belum sempurna dan tidak mendapat

penjelasan secara terperinci. Dalam pasal 19 disebutkan:

“Dalam hal suatu potret dibuat :

a. tanpa persetujuan dari orang yang dipotret;

b. tanpa persetujuan orang lain atas nama yang dipotret;

c. tidak untuk kepentingan yang dipotret;

maka pemegang hak cipta atas potret itu tidak boleh mengumumkannya,

apabila pengumuman itu bertentangan dengan doktrin kepentingan yang

sewajarnya dari orang yang dipotret, atau apabila ia sudah meninggal

dunia, kepentingan yang wajar dari salah seorang ahliwarisnya.”

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987

Dalam memenuhi tuntutan penyempurnaan atas Undang- Undang Hak

Cipta 1982 tersebut, maka pada tanggal 23 September 1987 Pemerintah

atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, diundangkanlah Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang perubahan atas Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Di dalam Undang- Undang

3Rachmadi Usman, “Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia”, (Bandung: Alumni, 2003), h. 59

Page 46: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

37

Nomor 7 Tahun 1987 skala perlindungan pun diperluas, diantara

perubahan mendasar yang terjadi di dalamnya adalah masa berlaku

perlindungan karya cipta diperpanjang menjadi 50 Tahun setelah

meninggalnya si pencipta. Karya-karya seperti rekaman dan video

dikategorikan sebagai karya-karya yang dilindungi. Selain itu salah satu

kelemahan dari Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1982 dalam

menanggulangi pelanggaran hak cipta karena peraturan pidananya sebagai

delik aduan. Penyidik baru dapat melakukan penangkapan terhadap

pelakunya setelah adanya pengaduan dari pihak korban. Oleh karena itu,

dalam UndangUndang Nomor 7 Tahun 1987 peraturan pidananya diubah

menjadi delik biasa. Warga masyarakat dapat melaporkan adanya

peristiwa pelanggaran hak cipta tanpa perlu ada pengaduan dari korban,

penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap pelakunya.4

Dalam Undang-Undang ini tidak banyak yang diubah, dan mengenai

doktrin kepentingan yang wajar juga tidak diubah melainkan masih sama

dengan apa yang tertera di Undang-Undang Nomo 6 Tahun 1982 yaitu

penggunaan karya seseorang apabila hanya 10% maka tidak dianggap

dengan pelanggaran hak cipta, sehingga perubahan yang signifikan adalah

periode perlindungan atas hak cipta yang bertambah menjadi 50 Tahun

dari yang sebelumnya hanya 25 Tahun setelah meninggalnya pencipta.

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 Tentang perubahan atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Hak Cipta juga mencakup

mengenai kepentingan sewajarnya di dalam pasal 14 butir c Ayat (2) yang

berbunyi: “pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran

dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi pencipta.”

Adapula dalam bagian Penjelasan di dalam angka 6 yang berbunyi:

4 Gatot Supramono, “Hak Cipta dan Aspek- Aspek Hukumnya”, (Jakarta: Rineka Cipta,

2010), h. 5

Page 47: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

38

“Perubahan pada Pasal ini dilakukan dengan menghapus batasan atau

ukuran 10% dalam ketentuan pemakaian ciptaan yang tidak dianggap

sebagai pelanggaran Hak Cipta. Penghapusan pembatasan ini perlu

dilakukan karena ukuran kuantitatif untuk menentukan pelanggaran Hak

Cipta sulit diterapkan. Dalam hal ini penilaian akan lebih tepat apabila

didasarkan pada ukuran kualitatif. Misalnya, mengambil bagian yang

paling penting atau khas atau menjadi ciri dari ciptaan, meski pemakaian

itu kurang dari 10%. Pemakaian seperti itu secara substantif merupakan

pelanggaran Hak Cipta. Selanjutnya, pemakaian ciptaan juga tidak

dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta apabila sumbernya disebut atau

dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan

yang bersifat non-komersial termasuk untuk kegiatan sosial. Misalnya

kegiatan dalam lingkup pendidikan, kegiatan penelitian dan

pengembangan, untuk lingkup ilmu pengetahuan dengan ketentuan tidak

merugikan kepentingan yang wajar dari penciptaannya. Termasuk dalam

pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau

pementasan yang tidak dipungut bayaran. Khusus untuk pengutipan karya

tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus

dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-

kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika

ada.

Adapun ukuran mengenai kepentingan yang wajar dari pencipta harus

dinilai dari hak pencipta terutama dalam menikmati manfaat ekonomi dari

ciptaan yang bersangkutan. Apabila terjadi sengketa mengenai ukuran

kepentingan yang wajar penyelesaiannya ditentukan oleh pengadilan.

Di samping itu, perubahan juga dilakukan dalam pembatasan untuk

perbanyakan ciptaan di luar program komputer. Tujuannya untuk

mempertegas bahwa perbanyakan suatu ciptaan tidak boleh melebihi

jumlah yang diperlukan sesuai dengan maksud perbanyakan tersebut.

Dalam kaitannya dengan program komputer perlu ditegaskan bahwa

pemilik karya cipta ini hanya boleh membuat satu salinan atau copy yang

Page 48: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

39

semata-mata digunakan untuk cadangan program komputer yang

bersangkutan. Ketentuan ini juga berlaku bagi perpustakaan umum,

lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan dan pusat dokumentasi yang

semata-mata dipergunakan untuk keperluan aktivitasnya.”

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002

Pengaturan Hak Cipta melalui Undang-Undang Hak Cipta Tahun 1997

telah memuat beberapa penyesuaian Pasal yang sesuai dengan Perjanjian

TRIPs, namun masih terdapat beberapa hal yang perlu disempurnakan

untuk memberi perlindungan bagi karya-karya intelektual di bidang hak

cipta, termasuk upaya umtuk memajukan perkembangan karya intelektual

yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya bangsa Indonesia.

Dengan memperhatikan hal tersebut dipandang perlu untuk mengganti

Undang-Undang Hak Cipta dengan UndangUndang Nomor 19 Tahun

2002 tentang Hak Cipta. Perkembangan di bidang perdagangan dan

industry juga telah berubah dan berkembang dengan sangat pesat,

sehingga diperlukan perlindungan bagi pencipta dan pemilik hak terkait,

maka untuk menjawab perkembangan tersebut diperlukan perubahan atas

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 menjadi Undang-Undang Nomor

19 Tahun 20025.

Doktrin kepentingan yang wajar dalam Undang-Undang Nomor 19

Tahun 2002 ada di bagian kelima dari pasal 14 hingga pasal 19 yang

masuk kedalam pembatasan Hak Cipta. Menurut laporan tim naskah

akademik rancangan Undang-Undang tentang Cipta halaman 31 sampai

33, Secara eksplisit Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, menetapkan

bahwa dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau

dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran suatu hak cipta:

perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer secara terbatas

dengan cara atau alat apapun atau proses yang serupa oleh perpustakaan

5 Soedjono Dirdjosisworo, “Kontrak Bisnis”, (Bandung: Universitas Katolik Parahyangan,

2003), h. 3

Page 49: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

40

umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat

dokumentasi yang non komersial semata-mata untuk keperluan

akitivitasnya (Pasal 15 huruf e).

Dalam konteks ini, kalau perbanyakan ciptaan dalam bidang ilmu

pengetahuan, seni dan sastra yang lain dapat dilakukan untuk kepentingan

lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, tetapi hal tersebut tidak

berlaku untuk program komputer, karena sudah termasuk kategori

pelanggaran hak cipta. Menyangkut program komputer. UUHC hanya

membolehkan pembuatan salinan cadangan suatu program komputer yang

dilakaukan semata-mata untuk digunakan sendiri (Pasal 15 huruf g).

Dalam konteks HKI, klausul dalam Pasal 15 Undang-Undang Hak

Cipta lazim dikenal dengan “fair use”. Istilah ini dalam Bahasa Indonesia

sering diterjemahkan dengan “penggunaan yang adil” atau “kepentingan

yang wajar”. Ketentuan ini merupakan lingkup pembatasan dan

pengecualian yang dimungkinkan oleh article 13 Agreement on Trade

Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) yang menyatakan

bahwa: “Members shall confine limitations or exceptions to exclusive

rights to certain special cases which do not conflict with a normal

exploitation of the work and do not unreasonably prejudice the legitimate

interests of the right holder”.

Demikian halnya dengan article 9 (2) Berne Convention yang

menegaskan “authorises national legislation to permit the reproduction of

protected works in certain special cases” provided two condition are

fulfilled: (a) the “reproduction does not conflict with a normal

explaitation of the work: and (b) such reproduction “does not

anreasonably the legitimate interest of the author”. Both conditions have

to be fulfilled”.

Persoalannya dalam konteks Pasal 15 huruf e UUHC, telah terjadi

pengecualian terhadap pengecualian. Artinya kalau sebelumnya

pembatasan tersebut merupakan “privilege” bagi masyarakat untuk dapat

memperbanyak suatu ciptaan secara terbatas, maka dengan adanya

Page 50: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

41

pengecualian tersebut, privilege tersebut menjadi hilang sama sekali,

kendatipun hanya dilakukan oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu

pengetahuan atau pendidikan dan pusat dokumentasi yang non komersial

semata-mata untuk keperluan aktivitasnya.

Perbanyakan suatu ciptaan dalam konteks Pasal 15 huruf e di atas,

sebenarnya belum tentu pada kemungkinan orang untuk bisa mengakses

suatu kode program komputer, tetapi bisa juga hanya peluang untuk

menggandakan (copy) program komputer yang diperoleh dalam jumlah

lisensi yang terbatas. Karena bila kita merujuk pada ketentuan umum Pasal

1 angka 6, maka yang disebut perbanyakan adalah penambahan jumlah

suatu ciptaan, baik keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial

dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama,

termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.

Sayangnya, kita tidak dapat melihat keterangan yang lebih detail

terhadap klausul ini, karena dalam bagian penjelasan hanya disebut “cukup

jelas”. Kalau mengikuti logika hukum yang terdapat dalam UUHC,

sepanjang penggandaan suatu program komputer bukan bersifat komersial

apalagi untuk kepentingan lembaga ilmu pengetahuan dan pendidikan,

seyogianya masih merupakan lingkup “fair use” dan tidak dapaat

dipidana. Interpretasi seperti ini sebenarnya telah sesuai dengan ketentuan

pidana yang terdapat dalam Pasal 72 Ayat (3) UUHC, yang menegaskan

bahwa pelanggaran hak cipta yang dapat dipidana adalah apabila

memperbanyak penggunaan suatu program komputer untuk kepentingan

komersial.

Pada penjelasan yang terdapat di dalam Undang-Undang ini dijelaskan

sebagai berikut: “Yang dimaksud dengan kepentingan yang wajar dari

Pencipta atau Pemegang Hak Cipta adalah suatu kepentingan yang

didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas

suatu Ciptaan.”

Penjelasan tersebut menekankan bahwa apabila seseorang melanggar

hak ekonomi pencipta maka sudah termasuk kedalam pelanggaran hukum.

Page 51: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

42

5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

Di dalam Undang-Undang Hak Cipta terbaru Indonesia yaitu Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2014, Doktrin kepentingan yang sewajarnya

tercantum di dalam pasal 43 butir D yang berbunyi: “Pembuatan dan

penyebarluasan konten Hak Cipta melalui media teknologi informasi dan

komunikasi yang bersifat tidak komersial dan/atau menguntungkan

Pencipta atau pihak terkait, atau Pencipta tersebut menyatakan tidak

keberatan atas pembuatan dan penyebarluasan tersebut.” Penyebarluasan

tulisan, artikel atau jurnal melalui upload (diunggah) ke dalam media

internet oleh akademisi atau peneliti yang di dalamnya memuat pendapat

atau tulisan pihak lain tidak dikategorikan sebagai pelanggaran selama

masyakat atau publik yang hendak mengunduhnya (download) tidak harus

membayar royalti. Namun, dalam praktek ketentuan bahwa “selama

Penciptanya menyatakan tidak keberatan atas pembuatan dan

penyebarluasan tersebut” sulit untuk dilakukan karena kenyataannya,

pencipta tidak pernah mengajukan keberatan selama namanya

dicantumkan dalam karya tersebut.6

Di dalam pasal 44 Ayat 1 (d) UUHC disebutkan: “Pertunjukan atau

pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak

merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.” Dengan demikian,

makna pasal tersebut intinya adalah “merupakan pelanggaran tidak

termasuk fair use” apabila tidak menyebutkan sumbernya secara lengkap.7

Dalam pasal 46 juga disebutkan doktrin kepentingan yang wajar, terutama

dalam pasal 46 ayat 2 (e) yang berbunyi: “Penggandaan untuk

kepentingan pribadi yang pelaksanaannya bertentangan dengan

kepentingan yang sewajarnya dari pencipta atau pemegang Hak Cipta.”

6 Sudjana, “Implikasi Doktrin “Fair Use” Terhadap Pengembangan Ilmu Pengetahuan1

Oleh Dosen Atau Peneliti Dalam Perspektif Hukum Hak Cipta”, (Jurnal Hukum VEJ Vol. 4 nomor 2 tahun 2018), h. 503

7 Sudjana, “Implikasi Doktrin “Fair Use” Terhadap Pengembangan Ilmu Pengetahuan1 Oleh Dosen Atau Peneliti Dalam Perspektif Hukum Hak Cipta”… h. 506

Page 52: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

43

Penjelasan Kepentingan yang wajar dalam Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2014 adalah: “Yang dimaksud dengan "kepentingan yang wajar

dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta" adalah kepentingan yang

didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas

suatu Ciptaan.”

B. Kepentingan Sewajarnya Menurut Konvensi Internasional

1. Konvensi Berne

Di dalam pasal-pasal yang tercantum dalam konvensi Berne. ketentuan

terhadap pembatasan dan/atau pengecualian dimulai dalam Pasal 2

mendefinisikan karya sastra dan seni, tetapi memberikan sejumlah

keterbatasan dan pengecualian terhadap perlindungan karya-karya ini.

a. Pembatasan-pembatasan dalam konvensi Berne

1. Naskah-naskah resmi Hal ini diatur dalam Pasal 2 Ayat (4)

sebagai berikut: bahwa dalam hal perundang-undangan

negara-negara uni untuk menetapkan perlindungan yang

diberikan pada naskah-naskah resmi dari sumber legislatif,

administratif dan hukum, serta terjemahan resmi dari

naskah-naskah tersebut.

2. Berita dan informasi pers Pasal 2 Ayat (8) menyatakan

bahwa: Perlindungan terhadap Konvensi ini tidak berlaku

terhadap berita harian atau fakta-fakta lain yang memiliki

karakter informasi pers.

3. Pidato politik dan pembelaan dalam proses peradilan Hal ini

diatur dalam Pasal 2bis (1): bahwa adanya kewenangan

negara untuk mengeluarkan keseluruhan atau sebagian dari

objek perlindungan hak cipta terhadap karya cipta yang

berbentuk pidato politik dan pembelaan-pembelaan yang

dikemukakan dalam proses peradilan

b. Pengecualian-Pengecualian dalam Konvensi Berne

1. Kutipan

Page 53: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

44

Hal ini diatur dalam Pasal 10 Ayat (1): bahwa

diperbolehkannya membuat kutipan-kutipan dari suatu karya

cipta yang telah secara hukum dibuat untuk umum dengan

ketentuan bahwa perbuatan tersebut dilakukan sesuai dengan

penggunaan yang adil/prakter yang jujur dan batasnya tidak

melebihi yang dibenarkan oleh tujuan dari karya cipta yang

di kutip termasuk kutipan dari artikel surat kabar dan

majalah dalam bentuk ringkasan pers.

2. Kepentingan pengajaran

Hal ini diatur dalam Pasal 10 Ayat (2): bahwa diperbolehkan

untuk menggunakan karya sastra dan seni untuk batas yang

dibenarkan oleh tujuan tersebut,atas karyakarya seni dan

sastra dengan cara gambar untuk pengajaran selama

pemberian tersebut digunakan sesuai dengan praktek yang

jujur. Namun di dalam penggunaan terhadap kutipan dan

untuk kepentingan mengajar, pada Pasal 10 Ayat (3)

menjelaskan bahwa dimana penggunaan dari karya-karya

cipta sehubungan dengan ayat (1) dan (2) pada Pasal 10 ayat

(3) menjelakan bahwa penyebutan dibuat atassumber dan

atas nama pencipta atau pengarangnya.

3. Penggunaan artikel koran dan majalah

Hal ini diatur dalam Pasal 10bis Ayat (1): bahwa

penggunaan atas karya cipta diperbolehkan reproduksi

melalui penerbitan, penyiaran atau mempublikasikan kepada

masyarakat melalui kabel terhadap artikel yang diterbitkan

dalam koran atau jurnal yang membahas mengenai masalah

ekonomi, politik, atau masalah agama dan melakukan

penyiaran atas karya cipta sejenis dalam hal reproduksi,

penyiaran, atau publikasi tersebut tidak secara tegas

dilarang. Dengan syarat sumber harus disebutkan.

4. Penggunaan karya dalam pelaporan Peristiwa

Page 54: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

45

Hal ini diatur dalam Pasal 10bis Ayat (2): bahwa dalam

konvensi ini memberikan syarat dimana dengan tujuan

pelaporan kejadian-kejadian terkini melalui sarana fotografi,

sinematografi, penyiaran atau mengumumkan kepada publik

melalui kabel,dapat tidaknya karya-karya cipta sastra atau

seni yang dilihat atau didengar selama kejadian tersebut

direproduksi dan di buat untuk umum.

5. Kuliah, ceramah dan karya cipta sejenis

Hal ini diatur dalam Pasal 2bis Ayat (2): memungkinkan

negara-negara anggota peserta konvensi untuk mengatur

kondisi di mana jenis-jenis karya cipta secara lisan

disampaikan dapat digunakan untuk tujuan pelaporan

diperbolehkan untuk reproduksi oleh penerbitan, penyiar dan

dipublikasikan kepada masyarakat.

6. Penyiaran dan hak-hak yang terkait

Pasal 11bis mengatur tentang hak penyiaran dan komunikasi

umum, namun Pasal 11bis Ayat (2) memberikan

pengecualian dalam Ayat 1 Pencipta dari karya cipta sastra

dan seni memiliki hak eksklusif dalam hal:

a. penyiaran dari karya ciptanya atau mengumumkan

kepada masyarakat dengan nirkabel, suara atau

gambar;

b. setiap pengumuman kepada masyarakat dengan

kabel atau dengan penyiaran ulang dari penyiaran

karya cipta tersebut.

c. Pengumuman kepada masyarakat dengan pengeras

suara atau dengan alat transmisi yang sejenis, suara

atau gambar dan penyiaran karya cipta tersebut.

Dalam hal untuk menentukan hak–hak yang dimiliki

dalam ayat (1) dijelaskan bahwa selama tidak dalam

keadaan yang merugikan hak moral dari pencipta

Page 55: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

46

atau tidak mendapatkan suatu keuntungan dalam arti

dengan tujuan komersial, maka hal tersebut

diperbolehkan. Namun ketentuan ini berlaku apabila

negara peserta telah menetukan hak-hak tersebut.

7. Rekaman musik

Hal ini diatur dalam Pasal 13 Ayat (1): bahwa setiap negara

dapat menetukan perlindungan bagi dirinya sendiri dan hak

eksklusif diberikan kepada pencipta musik dan pada penulis

lagu untuk mensyaratkan lisensi terhadap karya cipta

tersebut. namun hak eksklusif tersebut tidak berlaku apabila

seseorang tidak menggunakan karya cipta tersebut untuk

mendapatkan sebuah imbalan atau untuk kepentingan

komersial.

8. Selanjutnya mengenai ketentuan pengecualian dan

pembatasan tedapat dalam Pasal 9 Ayat (2) yang berbunyi:

a. Pengecualian diberikan terhadap kasus-kasus

tertentu yang bersifat khusus;

b. Pegecualian yang diberikan tidak bertentangan

dengan penggunaan secara wajar dari ciptaan yang

dilindungi;

c. Pengecualian yang diberikan tidak dengan tanpa

alasan mencederai kepentingan yang sah dari

pemegang hak cipta.

2. Konvensi Rome

Menurut pasal-pasal yang dijelaskan dalam Konvensi Roma Tahun

1961 mengenai perlindungan yang diberikan kepada pelaku, produser

rekaman dan badan-badan penyiaran, berdasarkan pada ketentuan Pasal 15

Ayat (1) menjelaskan bahwa tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta

apabila:

a. Pemakaian untuk kepentingan pribadi;

Page 56: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

47

b. Penggunaan ringkasan untuk keperluan

pelaporan peristiwa actual.

c. Perekaman yang bersifat sementara oleh

organisasi penyiaran dengan menggunakan

fasilitas dan peralatan sendiri.

d. Penggunaan yang semata mata untuk

pendidikan atau riset ilmu pengetahuan.

3. TRIPs Agreement

Perjanjian ini mengadopsi doktrin Three-Step-Test atau tiga langkah

pengujian sebagai acuan aturan untuk melindungi karya cipta dari

pencipta. Doktrin Three-Step-Test ini memiliki keterkaitan dengan

pembatasan dan pengecualian atas reproduksi dari hak cipta. Akan tetapi

menurut pasal 26 Ayat (2) dan pasal 30 TRIPs Agreement, doktrin Three-

Step-Test pada perjanjian ini diperluas, dimana pada awal mulanya hanya

terkait dengan hak reproduksi, dalam perjanjian ini diperluas menjadi hak

eksklusif pencipta.

Tiga langkah pengujian yang terkait dengan pembatasan dan

pengecualian hak cipta (TRIPs Art. 13) adalah sebagai berikut:

a. Suatu karya sastra dan seni dapat diperbolehkan untuk

direproduksi di suatu kondisi atau kasus-kasus tertentu.

Maksud dari kondisi atau kasus-kasus tertentu adalah dalam hal

melakukan reproduksi karya cipta tersebut dilakukan sebatas untuk

kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan, penelitian, dan

pengembangan serta kegiatan lain yang bersifat nonkomersial.

b. Selama reproduksi tersebut tidak bertentangan dengan

eksploitasi atau penggunaan yang wajar atas suatu karya.

Terkait dengan seberapa banyak suatu karya dapat direproduksi

tidak diatur dengan jelas dalam perjanjian ini, akantetapi, ada hak

moral dari pencipta yang harus dihormati dan dijaga. Penggunaan

ciptaan pihak lain yang sudah melebihi setengah dari bagian

substansial dari karya tersebut, dianggap sebagai pelanggaran hak

Page 57: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

48

cipta dan hal itu dikatakan sebagai tindakan eksploitasi atas suatu

karya cipta.

c. Selama tidak secara tidak wajar merugikan kepentingan

pengarang/pencipta.

Tidak diatur secara lebih rinci lagi terkait batasan penggunaan

ciptaan pihak lain untuk direproduksi, namun para negara anggota

telah bersepakat bahwa diperbolehkan untuk dilakukan reproduksi

atas suatu karya dengan tidak melanggar kepentingan yang wajar

dari pencipta. Kepentingan yang wajar dalam hal ini dikaitkan

dengan hak ekonomi, artinya, jika dalam mereproduksi suatu karya

itu ada unsur materi di dalamnya, maka pihak yang mereproduksi

wajib meminta 76 izin terlebih dulu kepada penciptanya sebagai

pemegang hak eksklusif atas suatu karya cipta.

C. Kepentingan Sewajarnya menurut Youtube

Di dalam laman website milik youtube dijelaskan: “Penggunaan yang

diperkenankan (kepentingan yang sewajarnya) merupakan doktrin hukum

yang menyatakan bahwa Anda dapat menggunakan kembali materi yang

dilindungi hak cipta di dalam situasi tertentu tanpa memerlukan izin dari

pemilik hak cipta.”

Dilanjutkan dengan penjelasan arahan atau aturan mengenai doktrin

kepentingan yang wajar bahwasanya “Setiap negara memiliki aturan yang

berbeda tentang kapan materi tanpa izin pemilik hak cipta boleh digunakan.

Misalnya, di Amerika Serikat, karya berupa komentar, kritik, riset,

pengajaran, atau laporan berita kemungkinan dianggap sebagai penggunaan

wajar.

Beberapa negara lain memiliki konsep yang mirip yang

disebut pemanfaatan wajar yang kemungkinan berlaku secara berbeda.”8 Di

amerika serikat, kepentingan yang wajar ini ditentukan oleh hakim, yang

8https://www.youtube.com/intl/id/yt/about/copyright/fair-use/#yt-copyright-protection diakses pada tanggal 27 mei 2019

Page 58: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

49

menganalisa bagaimana keempat faktor kepentingan yang wajar berlaku pada

kasus tertentu. Berikut empat faktor tersebut:

a. Tujuan dan karakter penggunaannya, meliputi apakah penggunaan

tersebut bersifat komersial atau untuk tujuan pendidikan nonprofit;

Pengadilan biasanya berfokus pada apakah penggunaan tersebut

bersifat "transformatif." Artinya, apakah penggunaan

menambahkan ekspresi atau makna baru pada materi asli, atau

hanya salinan dari aslinya. Penggunaan komersial kemungkinan

kurang dianggap sebagai penggunaan wajar, meskipun monetisasi

video dapat dilakukan dan masih ada manfaat yang dapat diambil

dari penggunaan wajar.

b. Sifat karya yang memiliki hak cipta.

Menggunakan materi dari karya yang sebagian besar merupakan

kenyataan lebih dapat dianggap sebagai penggunaan wajar

dibandingkan dengan menggunakan karya yang benar-benar fiksi.

c. Jumlah dan substansialitas bagian yang digunakan dalam kaitannya

dengan karya berhak cipta secara keseluruhan.

Meminjam sebagian kecil materi dari karya original lebih

cenderung dianggap sebagai kepentingan yang sewajanrya

daripada meminjam bagian yang besar. Namun, dalam situasi

tertentu, pengambilan sebagian kecil materi bisa dianggap bukan

penggunaan yang diperkenankan, yaitu jika yang digunakan

merupakan "inti" dari karya yang dimaksud.

d. Efek dari penggunaan pada potensi pasar, atau nilai dari, karya

berhak cipta.9

Penggunaan yang merugikan kemampuan pemilik hak cipta untuk

mendapatkan keuntungan dari karya aslinya cenderung tidak

dianggap sebagai penggunaan wajar. Pengadilan terkadang

9 https://www.youtube.com/intl/id/yt/about/copyright/fair-use/#yt-copyright-

protection diakses pada tanggal 27 mei 2019

Page 59: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

50

membuat pengecualian berdasarkan faktor ini dalam kasus yang

melibatkan parodi.

Page 60: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

51

BAB IV

BATASAN KEPENTINGAN YANG WAJAR PADA YOUTUBE.COM

A. Makna Kepentingan yang Sewajarnya Menurut Youtube di Indonesia

Semakin majunya perkembangan teknologi, maka semakin maju pula cara

seseorang dalam melakukan pembajakan atau penjiplakan suatu karya milik

seseorang tanpa mencantumkan pencipta aslinya. Youtube sebagai tempat

berkumpulnya orang-orang dalam berkarya juga tidak luput dari permasalahan

pembajakan atau penggunaan karya cipta milik orang lain yang dipergunakan

tanpa izin untuk kepentingan pribadi dari oknum yang melakukan itu. Untuk

meminimalisir terjadinya pelanggaran ataupun salah dalam mendakwa karya

seseorang, youtube menerapkan doktrin kepentingan yang wajar yang sudah di

anut oleh hukum di Negara yang menganut common law. Youtube dapat

memberikan keuntungan finansial berupa iklan atau disebut monetisasi yang

disematkan dalam video yang diunggah di dalam kanal youtube.com.

Menurut penjelasan yang tertulis di laman Youtube.com bahwasanya

kepentingan sewajarnya diartikan apabila seseorang pembuat konten

menghasilkan suatu karya baru dengan menggunakan sebagian karya milik

orang lain dengan mencantumkan pemilik asli dari video dan membuat makna

yang berbeda dari hasil video yang dibuat. Youtube juga memperbolehkan

seseorang menggunakan video ciptaan orang lain selama tidak untuk tujuan

komersil dan menyertakan tautan asli dari pencipta video yang digunakan

dalam videonya. Namun bagaimana kepentingan yang wajar ini ditegakkan

akan mengikuti Negara domisili youtube dan pembuat konten ini tinggal, jadi

akan mengikuti aturan yang ada di Indonesia, yang tertulis dan tercantum

dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

Sebuah cover lagu yang dinyanyikan orang lain juga dapat dikategorikan

kepentingan yang sewajarnya karena dalam detil pada video penyanyian

kembali tersebut sudah tercantum penyanyi aslinya. Bahkan penyanyi aslinya

tidak keberatan apabila lagunya dinyanyikan kembali dalam sebuah video

yang ditayangkan melalui youtube karena merupakan iklan gratis bagi

Page 61: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

52

pencipta dan penyanyi asli tersebut mendapatkan royalti dari cover lagu

tersebut. Namun, untuk video bertema lain selain cover lagu tidak bisa dengan

sistem bagi royalti. Namun apabila penyanyi tidak senang lagunya

dinyanyikan kembali melalui youtube dengan alasan apapun itu, maka

youtube dapat menindaklanjuti dengan menghapus atau mendemonetisasi

video yang sudah tersiar pada kanal Youtube.

Youtube dapat mengetahui apabila video seseorang menggunakan karya

yang merugikan pencipta aslinya adalah dengan teknologi bernilai milyaran

dollar milik youtube yang bernama klaim Content ID. Klaim ini dikeluarkan

oleh perusahaan yang memiliki hak atas musik, film, acara TV, video game,

atau materi lainnya yang dilindungi hak cipta. Pemilik konten dapat

menetapkan Content ID untuk memblokir materi dari YouTube saat klaim

dibuat. Mereka juga dapat mengizinkan agar video tetap ditayangkan di

YouTube dengan iklan. Pada situasi tersebut, pendapatan iklan akan diberikan

kepada pemilik hak cipta atas konten yang diklaim. Content id ini bekerja

dengan mencocokkan video yang beredar di youtube lengkap dengan suara

dan visualnya lalu mencocokkan dengan database yang dimiliki oleh youtube

untuk mengetahui apakah terdapat kecocokan dengan karya dari pemilik

aslinya dan mengkonfirmasi bahwa apakah sudah mendapatkan izin dari

pencipta aslinya. Selama proses itu, youtube akan menghentikan monetisasi

dari video yang berisi konten milik seseorang yang tidak memiliki izin dengan

pencipta aslinya. Terkadang ada pencipta yang tidak masalah video atau

lagunya digunakan oleh orang lain untuk kepentingan komersil selama

mencantumkan pencipta aslinya.

Dalam sebagian besar kasus, mendapatkan klaim Content ID tidak akan

berdampak buruk pada channel YouTube Kreator. Sederhananya, klaim

tersebut dapat diartikan seperti ini, "Halo, kami menemukan sejumlah konten

milik orang lain dalam video Anda." Keputusan ada di tangan pemilik hak

cipta, apakah ia akan mengizinkan orang lain untuk menggunakan kembali

materi orisinal miliknya atau tidak. Dari pernyataan ini sudah mulai dapat

disimpulkan bahwa batasan dari kepentingan yang sewajarnya tergantung

Page 62: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

53

pemilik asli Hak Cipta. Dalam banyak kasus, pemilik hak cipta akan

mengizinkan penggunaan kontennya dalam video YouTube. Sebagai gantinya,

ia akan memasang iklan pada video tersebut. Iklan ini dapat diputar sebelum

atau saat video diputar (jika video tersebut berdurasi lebih dari 10 menit).

Namun apabila pemilik Hak Cipta idak ingin materinya digunakan kembali

oleh orang lain, ia dapat memilih tindakan berikut:1

1. Memblokir video: Terkadang, pemilik hak cipta dapat memblokir

video Anda sehingga orang lain tidak bisa menontonnya. Pemilik

hak cipta dapat memblokir video Anda di seluruh dunia atau hanya

di sejumlah negara.

2. Memblokir platform tertentu: Terkadang, pemilik hak cipta dapat

membatasi tampilan kontennya pada sejumlah aplikasi atau situs.

Pembatasan ini tidak akan memengaruhi ketersediaan video Anda

di YouTube.com.

Apabila content id tidak menemukan kesalahan dalam suatu video, pemilik

asli dari karya yang tidak terdeteksi oleh content id ini dapat melaporkan

langsung ke pihak youtube apabila karyanya digunakan oleh orang lain dan

youtube akan menindak lanjuti dengan memproses laporan tersebut dengan

menginvestigasi secara internal lalu apabila ditemukan dan memang benar

dengan laporan yang ada maka youtube akan menurunkan video tersebut atau

memberi penghasilan uang dari video tersebut kepada pencipta aslinya.

Namun youtube memberikan ekslusifitas pada mitra-mitra besar Youtube

seperti TV atau label musik, sehingga mereka dapat secara otomatis

mengklaim atau menurunkan video yang telah tayang jika diketahui terdapat

konten milik TV atau label music tersebut di dalamnya tanpa izin terlebih

dahulu.

Apabila seorang kreator ingin menolak klaim content ID, maka kreator

dari video tersebut dapat menolaknya dan pemilik hak cipta memiliki waktu

30 hari untuk meresponnya. Namun sebelum mengajukan penolakan klaim,

1 https://support.google.com/youtube/answer/6013276?hl=id (Diakses pada Tanggal 10

Juli 2019 Pukul 19:00WIB)

Page 63: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

54

pastikan kreator video memahami cara kerja penggunaan yang sewajarnya dan

domain publik sebelum memutuskan untuk menolak klaim atas dasar salah

satu alasan tersebut. YouTube tidak dapat membantu menentukan apakah

kreator sebaiknya menolak suatu klaim atau tidak. Kreator dapat meminta

saran dari konsultan hukum jika tidak yakin apa yang harus dilakukan.

Penolakan hanya ditujukan untuk kasus saat kreator memiliki semua hak yang

diperlukan atas konten dalam video. Penyalahgunaan yang berulang dan

berniat jahat atas proses penolakan dapat membuat video atau channel kreator

dikenai hukuman.

Karena maraknya kasus tersebut maka banyak pembuat konten yang

merasa bahwa youtube kurang adil karena tidak memiliki batas acuan dari

kepentingan sewajarnya dengan jelas, melainkan hanya mengikuti penciptanya

itu sendiri. Karena contoh seperti kasus Pewdiepie yang merupakan youtuber

nomor satu di dunia, dia menyanyikan sebuah lagu berjudul “despacito” yang

hanya 1 bait dan tidak memiliki makna penjiplakan itu dikenakan dengan

sanksi berupa pencabutan monetisasi dari video tersebut karena pihak label

Sony melayangkan Copyright Strike lalu ditindak begitu saja oleh pihak

Youtube. Oleh karena itu para pembuat konten ingin mengetahui seberapa

batasan dari kepentingan yang sewajarnya yang di anut oleh Youtube agar

mereka tidak perlu menghabiskan puluhan hingga ratusan juta rupiah untuk

biaya penyelesaian perkara melalui Pengadilan. Contoh lainnya adalah

Youtube seringkali keliru dalam menindaklanjuti video seseorang melalui

laporan dari pihak tidak bertanggung jawab yang bukan merupakan pencipta

asli. Disini seharusnya Youtube menganut asas kehati-hatian dikarenakan

banyak pihak yang dirugikan karena konten videonya dihapus oleh pihak yang

bukan merupakan pencipta aslinya.

Mengenai batasan dari kepentingan yang sewajarnya ini masih kurang

jelas karena di laman Youtube.com tidak dijelaskan secara spesifik, hanya

sebatas tergantung kepada pencipta aslinya karena Youtube akan mengikuti

peraturan yang ada di Indonesia. Namun, menurut hasil wawancara peneliti

dengan pihak youtube yang diwakili oleh saudara Deo Nathaniel selaku

Page 64: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

55

Youtube Partner Operations Manager menyatakan bahwa Youtube

memberikan otoritas secara lengkap terhadap pemilik konten atau pencipta

aslinya untuk permasalahan Hak Cipta, yaitu dengan cara mengirimkan

formulir pemberitahuan penghapusan akibat pelanggaran Hak Cipta yang

dapat diunduh di situs Youtube.com pada bagian “creator studio”. Sedangkan

Youtube hanya sebagai wadah atau tempat yang bersifat pasif dan tidak

melakukan penindakan secara langsung. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

batasan kepentingan yang sewajarnya disini adalah mengikuti pencipta itu

sendiri. Untuk di Indonesia sendiri pun batasan dari doktrin Kepentingan

sewajarnya ini jika menurut Undang-Undang Hak Cipta yang lama bahwa

batasan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta adalah 10% dari

sebuah ciptaan milik orang lain, namun ketentuan itu dihapuskan karena

banyak sedikitnya itu tergantung kuantitatif dari pemilik asli ciptaan tersebut

apakah mengganggu manfaat ekonominya atau tidak. Sehingga pada

penjelasan di Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 menjadi kepentingan

yang didasarkan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu Ciptaan.

Apabila mengkomparasi dengan Undang-Undang Hak Cipta Amerika

serikat pasal 107, doktrin kepentingan yang sewajarnya adalah suatu doktrin

dimana seseorang dapat menggunakan karya milik orang lain tanpa meminta

izin dari pencipta aslinya untuk kepentingan kritik, komentar, kebutuhan

untuk berita, mengajar, beasiswa atau kebutuhan penelitian dan semua itu

tidak termasuk dalam pelanggaran kepentingan yang sewajarnya selama

digunakan seutuhnya dan tidak mengurangi porsi dari ciptaan yang

sebenarnya tidak perduli untuk kepentingan komersial ataupun non komersil

selama terdapat unsur diatas maka dianggap telah menciptakan suatu karya

dengan makna yang berbeda serta target pasar yang berbeda maka semua itu

dianggap kepentingan yang sewajarnya.

Untuk batasan dari doktrin kepentingan yang sewajarnya di amerika

sendiri sampai saat ini masih belum dapat ditentukan secara pasti dan harus

melalui Pengadilan dan ditetapkan oleh Hakim, karena apabila terdapat semua

unsur tersebut maka dikatakan bahwa itu merupakan kepentingan yang

Page 65: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

56

sewajarnya. Sampai saat ini doktrin kepentingan yang sewajarnya digunakan

oleh banyak Youtuber di Amerika Serikat demi meraih popularitas dengan

membuat video kritik dan komentar atau reaksi terhadap video milik orang

lain, semua ini jelas sangat dibolehkan karena selain telah diatur oleh Undang-

Undang yang ada di Amerika serikat, mereka juga semakin terlindungi karena

adanya FUPA atau Fair Use Protection Account yang dibentuk oleh firma

hukum Morrison/Lee siap melindungi mereka jika terjadi penindasan

terhadap kreator besar atau kecil yang terbelit permasalahan kepentingan yang

sewajarnya ini.

Merujuk dari Teori Keadilan milik Gustav Radburch bahwa adil itu

seharusnya tidak memihak atau tidak berat sebelah kepada pihak manapun,

maka dalam kasus penggunaan sewajarnya ini seharunya Youtube meninjau

kembali dengan teliti apakah sebuah konten yang dilaporkan oleh pencipta

aslinya itu termasuk penggunaan sewajarnya atau memang melanggar. Karena

menurut laman Youtube sendiri hal yang dianggap penggunaan sewajarnya

atau kepentingan yang sewajarnya ini apabila video tersebut memberikan

makna yang berbeda seperti contohnya video komentator atau kritik terhadap

video lain. Faktanya Youtube sering kali mendemonetisasi video kritik atau

komentar terhadap video milik orang lain yang dilaporkan pelanggaran hak

cipta oleh pemilik video asli walaupun semestinya itu merupakan konten

video yang memiliki makna yang berbeda sehingga mengakibatkan kerugian

terhadap pihak yang videonya dihapus atau profitnya dialihkan kepada pihak

pencipta. Dari sini maka Youtube belum menerapkan teori keadilan ini karena

dianggap memihak kepada pihak pencipta tanpa memperhatikan konten yang

dipermasalahi. Dalam hal ini pun Undang-Undang Hak Cipta di Indonesia

tidak memberikan penjelasan serta batasan dari Kepentingan yang sewajarnya

ini melainkan harus melalui putusan pengadilan yang dapat dilakukan di

pengadilan niaga.

Dalam Teori Kepastian Hukum milik Gustav Radburch juga sudah

ditekankan dan disebutkan bahwa seharusnya hukum itu harus memiliki

kepastian dan tidak menimbulkan keraguan atau multi tafsir terhadap suatu

Page 66: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

57

norma, sehingga dalam menentukan batasan dari kepentingan yang

sewajarnya yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

dapat ditentukan indikator yang menjelaskan mengenai besaran makna kata

sewajarnya di dalam Undang-Undang tersebut sehingga Youtube dapat

bertindak sesuai dengan koridor hukum di Indonesia serta tidak menurunkan

atau menghapus konten-konten yang dianggap melanggar doktrin hukum

kepentingan yang sewajarnya ini. Oleh karena itu sangat penting teori

kepastian hukum ini diterapkan sebaik mungkin sehingga dapat tercapainya

suatu keadilan, karena teori kepastian ini tidak bisa dijauhi atau berpisah dari

suatu norma hukum yang berlaku.

B. Penyelesaian Sengketa Kepentingan yang Sewajarnya

Apabila Tergugat yakin bahwa videonya tidak terdapat pelanggaran Hak

Cipta karena video tersebut tidak merugikan kepentingan yang sewajarnya

dari pencipta, maka Youtube memberikan opsi kepada pengguna agar dapat

memberi tanggapan dengan cara:2

1. Login ke YouTube Studio.

2. Dari menu sebelah kiri, pilih Video.

3. Klik klaim Hak Cipta di samping video yang relevan di bagian

kolom Monetisasi jika ada. Jika tidak, Anda akan melihat opsi ini

di bagian kolom Visibilitas.

4. Klik Lihat detail klaim Hak Cipta.

5. Anda akan diarahkan ke halaman Info Hak Cipta Video, tempat

Anda dapat melihat informasi tentang penghapusan.

6. Klik Kirim pemberitahuan tanggapan di bagian PILIH

TINDAKAN.

Youtube akan meneruskan pemberitahuan tanggapan, lalu akan

menyertakan teks lengkap pemberitahuan tersebut, termasuk informasi pribadi

yang pengguna berikan. Dengan mengirimkan pemberitahuan tanggapan,

2 https://support.google.com/youtube/answer/2807684?hl=id

Page 67: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

58

berarti pengguna setuju untuk berbagi informasi dengan penggugat. Youtube

tidak akan meneruskan pemberitahuan tanggapan kepada pihak selain

penggugat asli. Penggugat dapat menggunakan informasi ini untuk

mengajukan gugatan hukum terhadap Anda, untuk mencegah agar konten

tidak dipulihkan ke YouTube. Penggugat memiliki waktu 10 hari kerja untuk

menyerahkan bukti kepada Youtube bahwa ia telah mengajukan tuntutan

pengadilan agar konten dihapus. Proses akan mengikuti peraturan perUndang-

Undangan yang berlaku.

Apabila mengacu pada laman Youtube.com maka ditemukan bahwasannya

Youtube yang berada dibawah Google akan mengikuti segala bentuk aturan

yang berlaku ditempat kedudukannya tersebut. Walau di Indonesia sendiri

Youtube tidak memiliki tim hukum, namun youtube akan tetap mengikuti

hukum yang berlaku di Indonesia dan dalam hal ini adalah mengenai Hak

Cipta yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014.

Ketentuan doktrin kepentingan yang sewajarnya di Indonesia, berkaitan

dengan kepentingan yang wajar dari Pencipta di Indonesia masih tidak jelas

batasannya sehingga perlu ditafsirkan apabila terjadi sengketa hukum di

kemudian hari. Bambang Pratama berpendapat bahwa batasan makna fair

(wajar, cukup) dapat dipadankan dengan asas kepatutan dalam rezim hukum

kekayaan intelektual di Indonesia.3

Undang-Undang Hak Cipta telah mengatur dan menyediakan dua sarana

hukum yang dapat dipergunakan untuk menindak pelaku pelanggaran terhadap

Hak Cipta di media internet, yaitu melalui sarana instrumen hukum pidana dan

hukum perdata, bahkan, dalam Undang-Undang Hak Cipta, penyelesaian

sengketa di bidang hak cipta dapat dilakukan di luar pengadilan melalui

arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa lainnya serta dapat dikaitkan

3 Bambang Pratama, Fair Use VS. Penggunaan yang Wajar Dalam Hak Cipta,

http://BusinessLaw.Binus.ac.id/2015/01/31/Fair-Use-VS-Penggunaan-yang-Wajar-Dalam-Hak-Cipta/, (diakses pada tanggal 13 september 2019)

Page 68: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

59

dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik apabila terdapat unsur pelanggaran lainnya.

Apabila terdapat pelanggaran yang merugikan pencipta maka hukum di

Indonesia mengatur penyelesaian sengketa tersebut dapat melalui arbitrase

atau pengadilan. Pengaturan mengenai penyelesaian sengketa Hak Cipta

dijelaskan dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 pada

BAB XIV. Karena kepentingan yang sewajarnya ini dianggap sebagai

kepentingan pencipta dalam menikmati Hak Ekonomi maka pasal 113 ayat

(3) dan (4) Undang-undang tentang Hak Cipta yang menyatakan:

(1) Setiap orang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf I, untuk

penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling

lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak

Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(2) Setiap orang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf

f, dan/atau huruf h untuk penggunaan secara komersial dipidana

dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana

denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta

atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi

Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a,

huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk penggunaan secara

komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)

tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00

(satu miliar rupiah).

(4) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan

pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda

paling banyak Rp.4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Page 69: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

60

Sanksi terhadap pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) selama ini

belum menimbulkan efek jera bagi pelakunya sehingga tingkat

pelanggarannya terus meningkat, meskipun pemerintah sudah memiliki

perangkat undang-undangnya. Kendala lainnya yaitu terbatasnya aparat

penegak hukum yang menangani masalah Hak Kekayaan Intelektual,

ringannya putusan yang dijatuhkan oleh proses peradilan kepada pelanggar,

sehingga tidak menimbulkan efek jera tadi. Serta ditambah minimnya

pengetahuan para pihak yang bersengketa dan sulitnya proses berperkara di

pengadilan sehingga para pihak tidak melaksanakan penyelesaian sengketa di

Pengadilan Niaga.

Dalam hal pelanggaran Hak Cipta terdapat gugatan ganti rugi, peristiwa

ganti rugi bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri, melainkan ada kaitan

dengan peristiwa yang perlu diungkapkan. Dalam hal ini sang pencipta dari

suatu karya lagu dan musik tidaklah dapat meminta ganti rugi kepada orang

yang tidak ada sangkut pautnya dengan peristiwa yang menyebabkan

timbulnya kerugian tersebut. Jadi antara orang yang menderita kerugian

dengan orang membuat peristiwa kerugian itu harus ada hubungan, hubungan

tersebut disebut perikatan.

Apabila mengacu pada teori kepastian hukum dan teori keadilan maka

prosedur penyelesaian ini sudah sesuai, namun mengenai batasan dari

kepentingan yang sewajarnya ini belum sesuai dengan kedua teori tersebut.

Youtube juga seharusnya memberikan pilihan terhadap para pihak yang

bersengketa agar dapat memilih penyelesaian sengketanya, baik melalui

internal, peradilan, atau arbitrase.

Namun kembali diingat bahwa Undang-Undang Hak Cipta tidak

menentukan batasan dari penggunaan sewajarnya sehingga yang dapat

menentukan hanyalah pencipta itu sendiri yang merasa manfaat ekonomi atas

ciptaannya dirugikan atau penetapan dari Pengadilan Niaga. Dalam

menentukan bahwa gugatan tersebut batal karena ternyata perkara tersebut

termasuk kepentingan yang sewajarnya, Undang-Undang di Indonesia tidak

menentukan cara penyelesaiannya dengan pasti maka dari itu penting bagi

Page 70: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

61

Hakim untuk melakukan putusan sesuai dengan Penemuan Hukum

(Rechtsvinding).

Pembentukan Hukum menurut Sudikno Mertokusomo adalah apa yang

dimaksud dengan penemuan hukum lazimnya adalah proses pembentukan

hukum oleh Hakim, atau aparat hukum lainnya yang ditugaskan untuk

penerapan peraturan hukum umum pada peristiwa konkret.4 Berkaitan dengan

hal tersebut, W Van Gerven memperkenalkan adanya tiga jenis model

pembentukan hukum yaitu:

1. Pembentukan hukum preventif adalah yang dilakukan oleh pakar

hukum perusahaan, notariat dan pakar hukum pemerintahan;

2. Pembentukan hukum reflektif yang dilakukan oleh ilmuwan

hukum dan Guru Besar Hukum;

3. Pembentukan hukum conflichtif adalah yang dilakukan oleh

praktisi hukum seperti halnya hakim, jaksa, dan advokat.5

Istilah ‘yurisprudensi’ diambil dari bahasa Belanda ‘jurisprudentie’ tetapi

tampaknya tidak secara persis dapat dialihbahasakan menjadi ‘jurisprudence’

dalam bahasa Inggris. Istilah yang lazim dipakai untuk yurisprudensi dalam

kosa kata Inggris adalah judge-made law, case law, precedent, atau

precedential decision. Pengadilan juga mulai dibebani untuk menciptakan

hukum melalui berbagai metode penemuan hukum. Bahkan, Mahkamah

Agung dan Mahkamah Konstitusi diberi otoritas untuk melakukan uji

material, yang notabene putusannya terkait langsung dengan peraturan

perundang-undangan yang berimplikasi sebagai aturan general.6

Dalam tradisi common law, pada hakikatnya semua putusan pengadilan

berpotensi untuk menjadi yurisprudensi, atau paling tidak terikat di dalam

rangkaian mata rantai yurisprudensi. Para hakim di sana selalu disibukkan

4 Sudikno Mertokusomo, Penemuan Hukum: Sebuah Pengantar (Yogyakarta: Cahaya

Atma Pusaka, 2014), h. 49 5 Nurul Qamar, Percikan pemikiran tentang hukum (Makassar: Pustaka Refleksi, 2011), h.

43-44 6 Shidarta, mencari jarum ‘kaidah’ di tumpukan jerami ‘Yurisprudensi’, Jurnal yudisial,

Volume 5, Nomor 3, Desember 2012, h. 337

Page 71: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

62

pada pencarian dasar preseden atas kasus-kasus yang tengah ditangani. Dalam

hal tidak ditemukan alasan mendasar yang kuat (ratio decidendi) untuk

menyimpang dari preseden, hakim-hakim tesebut akan tetap bertahan

menjustifikasi preseden itu dan memasukkan putusan mereka sendiri ke dalam

rangkaian pembenaran atas preseden tersebut. Dalam hal ini, tingkat

prediktabilitas atau kepastian hukum akan terjaga.7

Hal yang sedikit berbeda terjadi dalam tradisi civil law. Di sini tingkat

prediktabilitas putusan hakim tidak dibangun melalui rangkaian preseden,

melainkan bersandar pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang

diformulasikan secara abstrak (in abstracto). Hakim-hakim benalar dengan

menerapkan silogisme yang memposisikan premis mayornya secara konsisten,

berangkat dari pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan. Ada asumsi

bahwa dengan menggunakan basis premis mayor yang sama, kepastian hukum

akan lebih terjaga daripada menggunakan putusan hakim. Pemikiran seperti

ini sesungguhnya tidak selalu benar.

Kasus antara dua youtuber besar Amerika yang terjadi pada tahun 2016,

yaitu Ethan Klein dari H3H3 Production melawan Matt Hoss yang berakhir ke

pengadilan di Amerika Serikat. Awal mula terjadinya perkara ini yaitu Ethan

Klein membuat sebuah video kritik terhadap video milik Mat Hoss mengenai

parkour, tidak terima dengan kritikan tersebut, Matt Hoss melayangan claim

terhadap video tersebut karena dianggap telah melanggar hak cipta melalui

Youtube. Tidak lama setelah laporan tersebut, Youtube langsung menghapus

video milik Ethan tanpa alasan yang jelas semata-mata hanya ‘video tersebut

mengandung ciptaan milik orang lain’ karena Ethan tidak menerima claim

yang diajukan tersebut, Ethan coba menghubungi pihak Yourube di Amerika

Serikat untuk meminta kejelasan mengenai permasalahannya ini. Selain

menghubungi pihak Youtube, Ethan juga coba menghubungi Matt Hoss secara

personal namun tidak menghasilkan apapun. Setelah perkara tesebut masuk ke

pengadilan, Ethan menghabiskan kurang lebih $100.000 dollar Amerika untuk

7 Shidarta, mencari jarum ‘kaidah’ di tumpukan jerami ‘Yurisprudensi’, Jurnal yudisial, Volume 5, Nomor 3, Desember 2012, h. 337-338

Page 72: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

63

membayar pengacara serta menyelesaikan perkaranya ini. Dengan bantuan

sesama Youtuber yang memberikan sumbangan melalui website gofundme

akhirnya terkumpul lebih dari $150.000 dollar Amerika untuk Ethan

memenangkan tuntutan tersebut. Akhirnya dengan putusan hakim distrik New

York Katherine Forrest yang menyatakan bahwa video milik Ethan

merupakan video komentar kritis yang termasuk ke dalam kepentingan yang

sewajarnya yang telah diatur di dalam Fair Use Act Amerika Serikat.

Untuk di Indonesia sendiri sampai saat ini belum ditemukan kasus

kepentingan yang sewajarnya yang berkaitan dengan Youtube. Itu

dikarenakan kurangnya pemahaman masyarakat Indonesia terutama Youtuber

dalam ranah hukum, khususnya hak cipta dan kepentingan yang sewajarnya

atau faktor lainnya adalah, mereka tidak mau menghabiskan uang yang sangat

banyak serta waktu yang lama untuk berperkara di pengadilan atau arbitrase.

Maka dari itu pentingnya sosialisasi dan penetapan batasan dari doktrin

kepentingan yang sewajarnya ini sangat penting demi terciptanya sirkulasi

hukum dan wawasan masyarakat yang semakin luas mengenai Hak Cipta di

Indonesia. Sistem hukum positif Indonesia tidak hanya memiliki satu opsi

untuk menyelesaikan perselisihan hak cipta. Selain mekanisme pidana,

dimungkinkan juga dengan perdata dengan dalih bahwa suatu tindakan telah

dilakukan terhadap hukum perdata (onrechtmatige daad). Penggugat

mengajukan klaimnya ke pengadilan negeri setempat. Ketika kasus ini

disidangkan di pengadilan, hakim tetap berkewajiban untuk memberikan opsi

damai kepada para pihak.

Dengan terjadinya kasus diatas maka sangat penting bagi Youtube untuk

menetapkan batasan dari kepentingan yang sewajarnya dalam aturannya serta

melakukan investigasi lebih lanjut dengan laporan-laporan yang masuk

sehingga tidak perlu terjadi lagi kasus seperti Ethan melawan Matt Hoss yang

menghabiskan ratusan ribu dollar Amerika sehingga akan sangat menghambat

dan merugikan para kreator yang masih baru terjun di dalam Youtube. Dengan

ditegakkannya hukum doktrin kepentingan yang sewajarnya maka dapat

diharapkan kepada para kreator dapat memahami dengan jelas apa saja

Page 73: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

64

kriterianya walaupun di Indonesia batasan pastinya tidak terlalu jelas, namun

apabila mengikuti aturan Youtube saat ini maka video berisi komentar kritis

dapat dikategorikan sebagai Kepentingan yang sewajarnya.

Namun karena Youtube merupakan wadah bersosialisasi antar pihak dan

tempat menyebarkan berbagai video yang sifatnya internasional, maka apabila

terdapat sengketa Hak Cipta namun lokasi tergugat dan penggugat di beda

Negara, maka Penggugat harus menghampiri lokasi tergugat untuk

mengajukan gugatan ke pengadilan tempat tergugat tinggal sesuai dengan

hukum yang berlaku. Namun, apabila lokasi pihak yang bersengketa masih

sama di Indonesia, maka penyelesaian sengketa dapat dilakukan sesuai dengan

prosedur yang ada di Undang-Undang Hak Cipta di Indonesia.

Sebaiknya Youtube Indonesia memberikan prosedur yang jelas dan sesuai

dengan Undang-Undang di Indonesia, karena selama ini proses penyelesaian

hanya dilakukan sesuai laporan yang masuk dan seringkali bukan pencipta

aslinya yang melakukan klaim hak cipta terhadap suatu visual maupun audio

tersebut, melainkan oknum yang tidak bertanggung jawab. Maka seharusnya

Youtube harus memberikan prosedur yang jelas terhadap penyelesaian

sengketa dan batasan dalam menentukan kepentingan yang sewajarnya

sehingga para pihak dapat mengetahuinya dan tidak memperkarakannya

melalui pengadilan niaga untuk menentukan apakah kasus tersebut merupakan

kepentingan sewajarnya.

Merujuk pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak

Cipta yang peneliti uraikan diatas, terdapat kelemahan khususnya optimalisasi

dalam penerapan sanksi dan batasan kata “Sewajarnya” dari doktrin

kepentingan yang sewajarnya. Apabila tidak diberikan batasan yang jelas dan

pasti, ini merupakan peluang untuk seseorang menuntut orang lain apabila

terdapat unsur ciptaannya walaupun sudah dicantumkan sumber aslinya,

terlebih karena maraknya masyarakat yang ingin menjadi seorang youtuber

khususnya yang memuat konten kritik dan reaksi yang sangat sering

bergesekan dengan dugaan pelanggaran Hak Cipta.

Page 74: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

65

Adanya Potensi gugatan yang ditujukan kepada youtuber yang masih

merintis sangat besar karena lemahnya dan kurangnya pengetahuan hukum

bagi mereka. Youtube akan membantu dan menindak lanjuti orang yang

mengaku-ngaku sebagai pencipta asli, namun kembali apabila orang tersebut

langsung menggugat melewati pengadilan bukan dari sistem Youtube, maka

potensi kerugian yang akan diterima tergugat akan sangat besar. Oleh karena

itu ada baiknya jika badan yang memiliki otoritas segera memberikan batasan

yang bersifat kuantitatif terhadap doktrin Kepentingan yang Sewajarnya ini

yang sifatnya tidak merugikan salah satu pihak yang sebenarnya tidak

melakukan kesalahan. Apabila tidak segera diubah maka masyarakat luas akan

dibayang-bayangi dengan ancaman kerugian mulai dari ratusan hingga

milyaran rupiah seperti pasal yang sudah peneliti uraikan.

Pemerintah seharusnya merevisi ulang ketentuan dan batasan dari doktrin

kepentingan yang sewajarnya ini agar tidak sebatas ketentuan kuantitatif dari

penciptanya saja yang mengakibatkan terjadinya kerancuan atau multi tafsir

dari ketentuan tersebut sehingga dapat merugikan seseorang yang ini berkreasi

dengan kreativitasnya masing-masing. Dengan adanya batasan dari

kepentingan yang sewajarnya maka diharapkan sengketa-sengketa hak cipta

dapat dikurangi serta tidak ada lagi pihak yang memanfaatkan ketentuan multi

tafsir tersebut untuk menindas pihak yang dianggapnya lemah.

Page 75: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

66

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian hasil penelitian skripsi yang sudah dijelaskan secara

terperinci dalam bab-bab sebelumnya, maka peneliti dapat menarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Batasan Kepentingan yang Sewajarnya menurut Youtube.com

Dari penelitian skripsi yang telah diruaikan dan dijelaskan secara

terperinci di atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa Kebijakan Youtube

mengenai Hak Cipta, khususnya doktrin Kepentingan yang Sewajarnya,

Youtube memberikan batasan dari pencipta asli untuk melaporkan apabila

terdapat video yang tidak memenuhi hak ekonomi dalam ciptaannya

tersebut. Tidak perduli apabila sebenarnya video tersebut merupakan video

kritik atau komentator yang sebenarnya termaksud dalam kepentingan yang

sewajarnya sebagaimana di halaman website Youtube disebutkan

“Penggunaan yang diperkenankan merupakan doktrin hukum yang

menyatakan bahwa Anda dapat menggunakan kembali materi yang

dilindungi hak cipta di dalam situasi tertentu tanpa memerlukan izin dari

pemilik hak cipta.” Maka sangat penting untuk Youtube dalam menegakan

doktrin kepentingan yang sewajarnya ini agar dapat berjalan dengan baik

tanpa adanya perkara yang harus masuk pengadilan.

2. Penyelesaian Perkara Kepentingan Yang Sewajarnya

Apabila terdapat perkara dan gugatan untuk menyelesaikan Hak

Kekayaan Intelektual khususnya doktrin kepentingan yang sewajarnya yang

dapat diselesaikan di Pengadilan Niaga. Undang-Undang Nomor 28 Tahun

2014 tentang Hak Cipta tidak dijelaskan secara merinci. Namun

dikarenakan doktrin ini merupakan hasil karya dari Common Law dan

merupakan aturan tersebut, maka penyelesaian terkait doktrin ini harus

ditentukan oleh Hakim dengan yurisprudensi hakim terdahulu.

Page 76: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

67

Karena minimnya pengetahuan serta tidak ingin bersengketa melewati

pengadilan, maka banyak Youtuber yang lebih memilih mengalah apabila

videonya dihapus dikarenakan adanya laporan dari pencipta yang merasa

karyanya disalahgunakan oleh Youtuber. Karena ketentuan yang cukup

merepotkan dan menghabiskan banyak uang, maka memang seharusnya

Youtube lebih tanggap dan memperbaiki sistemnya agar sesuatu yang

termasuk ke dalam kepentingan yang sewajarnya tidak dianggap

pelanggaran.

B. Rekomendasi

Dengan pembahasan dan kesimpulan yang peneliti teliti pada skripsi di atas,

maka peneliti memberikan rekomendasi sebagai berikut:

1. Memasukan muatan yang mengatur batasan kepentingan yang sewajarnya

terhadap segala aturan perubahannya berdasarkan konvensi internasional

kedalam Undang-Undang Hak Cipta;

2. Merevisi Kepentingan yang sewajarnya pada Pasal 44 dan 46 Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dengan menambahkan

ketentutan batasan terhadap doktrin tersebut;

3. Memberi batasan yang pasti terhadap kata “sewajarnya” dalam doktrin

kepentingan yang sewajarnya yang dimulai dari pasal 43 sampai dengan

49 sehingga ancaman untuk terjerat pidana pada pasal 113 Undang-

Undang Hak Cipta akan ikut menurun;

4. Youtube sebagai badan hukum resmi di Indonesia memberikan batasan

yang jelas serta tahapan penyelesaian melalui jalur litigasi ataupun non-

litigasi mengenai kepentingan yang sewajarnya;

5. Youtube mengikuti aturan hukum yang ada di Indonesia apabila ada

perkara Hak Kekayaan Intelektual terhadap rekan atau Youtubernya

dengan membantu sebaik mungkin dan tidak memutuskan sepihak untuk

menghapus video yang dilaporkan oleh pihak yang mengaku sebagai

pencipta.

Page 77: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

68

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Amalia, Euis, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2009.

Amiruddin dan Zainuddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2004.

Apeldoorn, L.j Van, Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran Kerangka Berfikir,

Bandung: PT.REVIKA Aditama, 2006.

Aristoteles, Nicomachean Ethics, translated by W.D. Ross, http://bocc.ubi.pt/

pag/Aristoteles-nicomachaen.html. (Diakses pada 6 mei 2019)

Damian, Eddy, Hukum Hak Cipta, Edisi Kedua, Cetakan ke-3, Bandung: Alumni,

2005.

Dirdjosisworo, Soedjono, Kontrak Bisnis, Bandung: Universitas Katolik

Parahyangan, 2003.

Djumhana, Muhammad dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah,

Teori dan Prakteknya di Indonesia), Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,

1997.

Goldstein, Paul, Copyright, Volume I, Canada: Little, Brown , & Company, 1989.

Hariyani, Iswi, Prosedur Mengurus HAKI Yang Benar, Yogyakarta : PT. Pustaka

Yustisia, 2010.

HFA, Vollmar, terjemahan I.S. Adiwimarta, Pengantar Studi Hukum Perdata, (I),

Jakarta: Rajawali Pers, 2010

Kansil, Cst, Kamus istilah Hukum, Jakarta: Gramedia Pustaka, 2009.

M, Manullang E.fernando, Menggapai hukum berkeadilan, Jakarta: buku kompas,

2007.

Page 78: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

69

Margono, Suyud, Hukum Hak Cipta Indonesia: Teori dan Analisis Harmonisasi

Ketentuan World Trade Organization/WTO- TRIPs Agreement, Bogor:

Ghalia Indonesia, 2010.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2011.

Mertokusomo, Sudikno Penemuan Hukum: Sebuah Pengantar, Yogyakarta:

Cahaya Atma Pusaka, 2014.

Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2008.

Muhammad, Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 2004.

Qamar, Nurul, Percikan pemikiran tentang hukum, Makassar: Pustaka Refleksi,

2011

Riswandi, Budi Agus, M. Syamsudin, Hak kekayaan Intelektual dan Budaya

Hukum, Jakarta: Raja Grafindo, 2004.

Riswandi, Budi Agus, Pembatasan dan Pengecualian Hak Cipta di Era Digital,

Yogyakarta: PT.Citra adiya Bakti, 2017.

Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2004

Schechter, Roger E. And John R. Thomas, Intellectual Property: The Law of

Copyrights, Patents, and Trademarks, St. Paul: West Group, 2003.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 2007

Soelistyo, Henry, Plagiarisme: pelanggaran hak cipta dan etika, Yogyakarta: PT.

Kanisius, 2011.

Page 79: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

70

Soemitro. Roni Hanitjo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1998.

Supramono, Gatot, Hak Cipta dan Aspek- Aspek Hukumnya, Jakarta: Rineka

Cipta, 2010.

Usman, Rachmadi, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan

Dimensi Hukumnya di Indonesia, Bandung: Alumni, 2003.

Widjaja, Gunawan, Seri Hukum Bisnis Lisensi, Jakarta: P.T Raja Grafindo

Persada, 2001.

Yusran, Isnaini, Hak Cipta dan Tantangannya di Era Cyber Space, Jakarta:

Ghalia Indonesia, 2009.

JURNAL

Kasunic, Robert, Fair use and the educator’s rights to photocopy copyrighted

material from classroom use, Jurnal internasional Vol. 19 No. 3 1993

Mastur, Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Dibidang Paten, Jurnal

Ilmiah Ilmu Hukum QISTI Vol. 6 No. 1 Januari 2012.

Rife, Martine Courant, The fair use doctrine: History, application, and

implications for (new media) writing teachers, Jurnal internasional Vol.24

No.2 2007.

Ristyan, Edwita. Perlindungan hukum hak terkait terhadap karya siaran skysports

yang dipublikasikan melalui situs internet, Jurnal Hukum vol. 1 nomor 1

2017.

Setiyono, Terciptanya Rasa Keadilan, Kepastian, dan Kemanfaatan dalam

Kehidupan Masyarakat, Jurnal Ilmiah FENOMENA, Vol. XIV, Nomor 2 ,

November 2016.

Page 80: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

71

Shidarta, mencari jarum ‘kaidah’ di tumpukan jerami ‘Yurisprudensi’, Jurnal

yudisial, Vol. 5, Nomor 3, Desember 2012.

Sudjana, Implikasi Doktrin “Fair Use” Terhadap Pengembangan Ilmu

Pengetahuan1 Oleh Dosen Atau Peneliti Dalam Perspektif Hukum Hak

Cipta, Jurnal Hukum VEJ Vol. 4 nomor 2 tahun 2018.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2010 Tentang

Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

WEBSITE

https://support.google.com/youtube/answer/2807684?hl=id

https://support.google.com/youtube/answer/6013276?hl=id

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=20&cad=

rja&uact= 8&ve (Diakses pada tanggal 06-05-2019 pada pukul : 18 : 00

WIB)

https://www.youtube.com/intl/id/yt/about/copyright/fair-use/#yt-copyright-

protection diakses pada tanggal 27 mei 2019

https://www.youtube.com/intl/id/yt/about/copyright/fair-use/#yt-copyright-

protection diakses pada tanggal 27 mei 2019

Memahami Kepastian dalam Hukum (http//ngobrolinhukum.wordpress.com

diakses pada tanggal 06-05-2019 pukul : 17:00 WIB)

Page 81: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

72

LAMPIRAN

Transkrip Percakapan Antara Peneliti dan Narasumber

P: Peneliti

N: Narasumber

P: Halo kak Deo, sebelumnya terima kasih karena sudah mau di wawancarai untuk

menjadi narasumber skripsi saya. Sebelumnya kalau boleh saya minta kak deo

perkenalkan diri dulu ya dan posisinya sebagai apa di Youtube Asia Pasific.

N: Halo iya Panji sama-sama yaa. Perkenalkan nama saya Deo Nathaniel dan saat

ini posisi saya di YouTube adalah sebagai Youtube Partner Operation Manager

di YouTube Asia Pasific Singapur. Tapi kami menghandle juga untuk Youtube

yang di Indonesia.

P: Oke, makasih kak deo.. jadi langsung ke intinya aja nih, skripsis saya kan

membahas mengenai doktrin kepentingan yang sewajarnya nih dan kebetulan

Youtube juga menganut doktrin tersebut, Cuma tidak memberikan batasan

secara eskplisitnya.. boleh ngga di sharing batasannya dari kepentingan yang

sewajarnya di YouTube Indonesia itu apa?

N: Hmm boleh.. sebenernya semua itu jawabannya ada di website YouTube yaa,

jadi sebenernya kita tuh mengikuti hukum yang ada di Indonesia, dan kebetulan

untuk batasannya sendiri sampai saat ini pihak YouTube itu bertindak sebagai

platform aja jadi tidak melakukan enforcement langsung, sehingga laporan yang

masuk dari pencipta sendiri yang mengisi form klaim hak cipta di website

youtubenya lalu diajukan ke pihak YouTube. Apabila dirasa memang melakukan

kesalahan maka video yang diklaim tersebut akan kita turunkan dan hapus. Tapi

sebelum klaim, pencipta juga harus mengetahui apakah video tersebut termasuk

dalam kepentingan yang sewajarnya atau nggak. Nah kalau kepentingan yang

sewajarnya ini juga ada di website kita dan dikatakan yang termasuk kepentingan

yang sewajarnya ini itu kaya video berbau kritik atau react gitu loh.

P: baiklah, jadi untuk batasannya sendiri dari pencipta itu sendiri ya? Lalu kalau

seperti lagu yang dicover atau lagu yang ada dalam video react itu gimana?

N: untuk permasalahan cover lagu, biasanya dari perusahaan label dan pengcover

tersebut sudah ada perjanjian bagi royalti sehingga aman-aman aja untuk tetap

ada di YouTube, tapi untuk materi lain selain lagu maka tidak bisa seperti ini.

Maka dari itu YouTube punya sistem sendiri bernama Content ID yang bisa

langsung tau apabila terdapat konten yang dirasa melanggar hak cipta. Tapi

apabila klaim kita salah, maka pemilik video bisa melakukan keberatan dengan

mengisi form yang sudah disediakan juga di website.

Page 82: IMPLIKASI DOKTRIN KEPENTINGAN YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47921...v ABSTRAK Panji Rystho Ramadhan. NIM 11150480000065. Implikasi Doktrin Kepentingan

73

P: okedeh kak, nah kalau ada kasus yang bisa masuk pengadilan itu nanti posisi

YouTube di situ menjadi apa?

N: Apabila masuk pengadilan, maka YouTube hanya sebagai pihak penyedia jasa

saja dan dapat memberikan keterangan apabila memang dirasa dibutuhkan di

pengadilan, sampai saat ini belum ada kasus yang masuk sih di pengadilan

Indonesia terkait permasalahan ini. Tapi kalau di luar negeri biasanya ada

pencipta yang menggugat youtuber sehingga masuk ke pengadilan, seperti

kasusnya H3H3 tuh kalau kamu tau. Nah itu sudah sampai masuk pengadilan

dan Youtube hanya sebagai pihak yang memberikan keterangan saja karena

semua aturan sudah kita masukkan ke website kita, namun kembali ke pencipta

aslinya.

P: ohh gitu, okedeh kak kalau begitu, mungkin cukup dari saya untuk wawancara

hari ini, berarti saya tangkep sih youtube hanya sebagai platform yang nggak

melakukan enforcement ya jadi bersifat pasif dan menunggu laporan dari

pencipta aja, tapi pencipta juga harus tau apakah video yang dilaporkan itu

memenuhi kepentingan yang sewajarnya atau enggak. Terus kalau pemilik video

tidak terima dengan klaim yang dituduhkan ke dia, dia bisa lapor keberatan ya

dengan mengajukan klaim juga.

N: Benar sekali..

P: ok deh mungkin cukup dari saya dan terima kasih ya kak karena sudah mau

meluangkan waktunya untuk saya wawancarai..

N: Iya sama sama Panji..