bab iii metode penelitian a. b. - core.ac.uk filevolume ekspor beras indonesia. ... untuk suatu...
TRANSCRIPT
20
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Negara Indonesia dari tahun 1985 sampai tahun
2014. Penentuan judul penelitian didasarkan pada pertumbuhan produksi beras
Negara Indonesia yang tinggi dan konsumsi masyarakat Indonesia terhadap beras
yang cenderung menurun.
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif kuantitatif, yaitu pencarian fakta dengan menggambarkan data yang telah
ada.
C. Penentuan Populasi dan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan pada negara-negara yang digunakan sebagai
pembanding yaitu dengan menggunakan teknik purposive sampling. Menurut
Sugiyono (2003:74-78) Purposive Sampling adalah cara pengambilan sampel
dengan menetapkan ciri yang sesuai dengan tujuan. Menurut Outlook Padi
(2015:46) negara penghasil beras dilihat dari luas panennya, dan terdapat sepuluh
negara dengan kontribusi sebesar 83,58% atau rata-rata total luas panen padi
mencapai 135,38 juta hektar. Dari kesepuluh negara tersebut yang sesuai dengan
kebutuhan dalam penelitian ini yaitu, menggunakan data time series selama tiga
21
puluh tahun hanyalah lima negara. Kelima negara tersebut yaitu China, India,
Thailand, Brazil, dan Jepang.
D. Definisi Operasional Variabel
Dalam penelitian ini terdapat enam variabel yang digunakan, adapun definisi
operasional dari ke-enam variabel agar dapat dipahami sesuai dengan tujuan
penelitian yaitu:
1. Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel
independen. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Volume Ekspor Beras Indonesia. Dimana data volume ekspor beras disajikan
dalam bentuk time series atau tahunan dari tahun 1985 sampai tahun 2014,
dinyatakan dalam satuan ton yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik
Indonesia.
2. Variabel Independen (Variabel Bebas)
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel
dependen. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini
diantaranya Produksi Beras Domestik (X1), Konsumsi Beras Domestik (X2),
dan Harga Beras Dunia (X3)
Produksi Beras Domestik (X1), adalah jumlah total produksi komoditi
beras dalam negeri di Indonesia setiap tahunnya dalam satuan ton. Konsumsi
Beras Domestik (X2), adalah jumlah konsumsi komoditi beras dalam negeri
di Indonesia setiap tahunnya dalam satuan ton. Dan Harga Beras Dunia (X3)
adalah rata-rata harga komoditi beras di dunia tiap tahunnya dalam satuan US
22
dollar per ton. Semua variabel independen tersebut diperoleh dari Badan
pusat Statistk Indonesia, disajikan dari tahun 1985 sampai tahun 2014.
E. Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat kuantitatif,
yaitu data yang diperoleh dari pihak lain baik yang sudah diolah maupun yang
masih perlu diolah kembali. Data ini diperoleh dari buku-buku literature, jurnal-
jurnal ekonomi, Statistik Indonesia terbitan Badan Pusat Statistik (BPS), Outlook
Padi terbitan Kementrian Pertanian RI dan situs internasional seperti World Bank
maupun Factfish. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data time series
atau runtut waktu dari tahun 1985 sampai tahun 2014.
F. Teknik Pengumpulan data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi
pustaka (library research) dan dokumentasi. Studi pustaka dilakukan dengan
mempelajari literatur-literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang
sedang diteliti dan buku yang berkaitan dengan topik penelitian. Teknik
dokumentasi dilakukan dengan menelusuri dan mendokumentasikan data-data dan
informasi yang berkaitan dengan objek studi.
G. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan oleh penulis untuk mencapai tujuan-
tujuan dari penelitian ini yaitu menggunakan Indeks Spesialisasi Pasar (ISP),
Revealed Comparative Advantage (RCA), dan Analisis Regresi Berganda.
1. Indeks Spesialisasi Pasar
23
Indeks Spesialisasi Pasar (ISP) digunakan untuk mencapai tujuan
penulis yang pertama yaitu untuk mengetahui dan menganalisis potensi pasar
Indonesia apakah sebagai pengekspor atau pengimpor komoditi beras bagi
dunia. ISP dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
πΌππ = (πππβπππ)
(πππ+πππ) (Ragimun, 2013)
Dimana:
X = nilai ekspor
M = nilai impor
i = barang jenis i
a = barang Negara
Indeks spesialisasi pasar digunakan untuk menganalisis posisi atau
tahapan perkembangan suatu produk. ISP dapat menggambarkan apakah
untuk suatu jenis produk, Indonesia cenderung menjadi Negara eksportir atau
importir atas suatu jenis produk (Ragimun, 2013).
Nilai indeks ini bernilai antara -1 sampai dengan +1. Jika nilainya
positif diatas 0 sampai dengan 1, maka komoditi bersangkutan dikatakan
mempunyai daya saing dengan komoditi dari Negara lain atau Negara yang
bersangkutan berpotensi sebagai pengekspor komoditi tersebut. Sebaliknya,
suatu Negara memiliki daya saing yang rendah atau dikatakan sebagai
pengimpor suatu komoditi jika nilai indeks berkisar dibawah 0 sampai -1.
2. Revelead Comparative Advantage
Revelead Comparative Advantage juga digunakan untuk mencapai
tujuan penelitian yang pertama yaitu utnuk menghitung keunggulan
24
komparatif dalam menentukan daya saing suatu komoditi. RCA pertama kali
diperkenalkan oleh Bela Balassa, awalnya ia mengajukan postulasi tentang
perdagangan internasional yang didasarkan pada raso ekspor impor. Namun
metode ini memiliki dua kelemahan. Pertama, campur tangan pemerintah dan
distorsi pasar cenderung membuat rasio ekspor impor menjadi bias untuk
mengukur keunggulan komparatif suatu komoditas. Kedua, pengukuran
keunggulan komparatif dengan rasio ekspor impor memang dapat
menggambarkan pola perdagangan tapi tidak mampu mencerminkan apakah
pola tersebut merupakan pola yang optimal, seperti yang dikemukakan oleh
Donges dan Riedel (1997) (Basri, Faisal. 2010:41).
Nilai RCA dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
πΆ = πππ/ ππ
πππ€/ππ€ (1)
Dimana:
C = Angka RCA
πππ = Nilai ekspor komoditas i negara j
ππ = Nilai ekspor total negara j
πππ€ = Nilai ekspor komoditas i dunia
ππ€ = Nilai ekspor total dunia
Persamaan (1) dapat diubah untuk menunjukkan indeks RCA mengacu
pada pangsa dunia relative. Pangsa Negara j untuk komoditas i
dinormalisasikan oleh pangsa Negara j dalam ekspor total dunia sehingga
menjadi sebagai berikut:
25
πΆ = πππ/ πππ€
ππ/ππ€ (2)
Nilai indeks yang lebih besar dari satu (C > 1) menunjukkan bahwa
pangsa komodiats i dalam ekspor total negar j lebih besar dari pangsa rata-
rata dari komoditas i dalam ekspor semua Negara di dunia. Yang artinya,
Negara j relative lebih berspesialisasi dan daya saingnya kuat di komoditas
tersebut. dan begitu pula sebaliknya. Sekalipun memiliki kelemahan tersebut,
akan tetapi berbagai penelitian telah menggunakan metode ini dengan hasil
yang cukup memuaskan. (Basri, Faisal. 2010:43).
3. Analisis Regresi Berganda
Sedangkan untuk mencapai tujuan penelitian yang kedua, digunakan
model regresi dengan membuat hubungan antara satu variabel terikat dengan
beberapa variabel bebas yang disebut model regresi berganda, adapun model
analisisnya sebagai berikut:
Y= π½0+ π½1 π1 + π½2 π2 + π½3 π3 + π’π
Dimana:
Y : Volume ekspor beras (ton)
π½0 : intersep
π½π : Parameter/ Koefisien regresi dari variabel independen ke j (j=1,2,..,p)
π1 : Produksi Beras domestic (ton)
π2 : Konsumsi Beras domestic (ton)
26
π3 : Harga Beras Dunia (US$/ ton)
π’π : Nilai gangguan/ error dari observasi ke-i
4. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Salah satu asumsi model regresi linier klasik (CLRM) adalah error/
residual harus berdistribusi normal. Normalitas error dapat diuji
menggunakan uji Jarque Bera dengan statistik uji yaitu :
π½π΅ = π[π2
6+
(πΎ β 3)2
24]
Dimana:
n = jumlah pengamatan
S = koefisien skewness
K = koefisien kurtosis
Hipotesis yang diuji
H0 : error berdistribusi normal
H1 : error tidak berdistribusi normal
Keputusan H0 ditolak jika p-value statistik uji Jarque Bera tidak
signifikan (p-value < Ξ± 0,05) atau H0 diterima jika p-value statistik uji Jarque
Bera signifikan (p-value > Ξ± 0,05).
b. Uji Multikolinieritas
27
Multikolinieritas adalah kondisi dimana terjadi hubungan linier
(korelasi) antar variabel-variabel independen. Ada dua jenis multikolinieritas,
yaitu multikoinieritas sempurna dan tidak sempurna. Multikolinierita
sempurna terjadi apabila suatu variabel independen dapat dinyatakan sebagai
fungsi atau kombinasi linier dari variabel independen lainya.
Multikolinieritas tidak sempurna terjadi apabila tidak terjadi hubungan linier
tak sempurna antar variabel independen. Untuk mendeteksi multikoinieritas,
dapat dilakukan Uji Korelasi Pearson atau Uji Variance Inflations Factors
(VIF).
Uji korelasi pearson yaitu menghitung koefisien korelasi pearson antar
variabel independen, misalnya korelasi antar variabel X1 dan X2 yang
dihitung dengan rumus
2
1 2
12
12
2 2
1 2
1 1
n
i i
i
n n
i i
i i
x x
r
x x
Dapat menunjukkan adanya multikolinieritas serius jika r12 β₯ 0.9.
Sedangkan uji VIF dan tolerance dihitung berdasarkan nilai koefisien
determinasi regresi auxiliary ( 2
jR ) yaitu
2
1 j=1,2,...,p
1 j
VIFR
28
Dan yang bisa digunakan sebagai acuan adalah jika VIF > 10, maka
terdeteksi adanya multikolinieritas.
c. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah kondisi dimana varians gangguan atau error
dari model regresi bersifat tidak konstan. Heteroskedastisitas adalah
penyebaran yang tidak sama sehingga uji signifikansi tidak valid (Gujarati,
2006). Tujuannya untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan varian dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lain.
Masalah heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan beberapa uji seperti Uji
Breush Pagan, Uji White, Uji Goldfeldm Uji Harvey, dan Uji Glejser.
Penelitian ini menggunakan Uji Glejser untuk mendeteksi adanya
heteroskedastisitas. Formulasi hipotesa yang digunakan yaitu:
π»0 = π1 = π2 = β― = ππ , tidak ada hubungan antar variabel independen
dan residual.
π»1 = ππππππ π ππππππ‘ π ππ‘π’ ππ β 0 , terdapat hubungan paling sedikit satu
antara variabel independen dengan residual.
Dengan ketentuan π»0 ditolak jika Probability Chi Square < Ξ± sebesar 0,05
atau 5%.
d. Uji Autokorelasi
Autokorelasi didefinisikan sebagai adanya korelasi antar satu
pengamatan dengan pengamatan lainya tapi masih dalam satu variabel yang
29
sama. Dalam kaitanya dengan OLS, autokorelasi merupakan korelasi antar
error dari satu pengamatan dengan error dari pengamatan lain. Autokorelasi
sering terjadi pada data time series dan juga dapat terjadi akibat bias
spesifikasi (tidak memasukkan variabel independen tertentu dan/atau akibat
kesalahan model fungsional).
Untuk mendeteksi adanya utokorelasi dapat menggunakan Uji Durbin
Watson atau Uji LM Breusch Godfrey. Uji Durbin Watson merupakan uji
yang paling sering digunakan. Dua titik kritis dalam Uji Durbin Watson yaitu
Upper Critical Value (du) dan Lower Critical Value (dl), dengan kriteria
deteksi uji menggunakan uji durbin Watson yaitu:
d < dl atau d > 4-dl : π»0 ditolak, korelasi positif
du < d < 4-du : Gagal tolak π»0, tidak ada autokorelasi
dL < d< dU atau 4-dU< d< 4-dL : tidak menghasilkan hasil yang akurat
(inconclusive).
5. Uji Hipotesis
a. Uji Signifikansi Individual (Uji Statistic t)
Uji statistic t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variable penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variable
terikat. Dengan hipotesis:
H0 = ππ= 0,
H1 = ππβ 0,
30
Dengan ketentuan :
H0 ditolak, jika t hitung > dari t tabel atau Probability t-statistic < Ξ±.
Maka terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antar variabel independen
secara parsial terhadap variabel dependen.
H0 diterima, jika t hitung < dari t tabel atau probability t-statistic > Ξ±.
Maka tidak terdapat pengaruh yang signifikan antar variabel independen
secara parsial terhadap variabel dependen.
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji statistic F pada dasarnya menguji apakah semua variabel bebas
(independen) yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara
bersama-sama terhadap variable terikat (dependen). Dengan hipotesis:
H0 : π1= π2=π3= 0
H1: ada minimal satu ππ β 0 (j=1,2,3)
Dengan ketentuan:
H0 ditolak jika, F hitung < F tabel maka artinya besar variabel
independen secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel dependen.
H1 diterima jika, F hitung > F tabel maka artinya minimal ada satu
diantara variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen.
c. Koefisien Determinasi (π 2)
31
Koefisien determinasi π 2 pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Namun tidak
dapat dipungkiri ada kalanya dalam penggunaan koefisien determinasi terjadi
bias terhadap satu variabel independen yang dimasukkan dalam model.
Formula menghitung koefisien determinasi adalah:
π 2 =πππ β πππΈ
πππ=
πππ
πππ
Persamaan tersebut menunjukkan proporsi total jumlah kuadrat (TSS)
yang diterangkan oleh variabel independen dalam model. Sisanya dijelaskan
oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model, model yang keliru
dan kesalahan eksperimental (Kuncoro, Mudrajat. 2003).
Dengan ketentuan apabila nilai π 2 mendekati nol, berarti terdapat
hubungan yang terbatas atau kecil antara variabel dependen dan variabel
independen. Bila nilai π 2 mendekati 1, berarti ada hubungan yang kuat dan
erat antara variabel dependen dan variabel independen.