bank indonesia - bi.go.id filevolume produksi; bahkan terdapat p erusahaan yang mampu mempertahankan...

27
POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK) USAHA INDUSTRI ROTI BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : [email protected]

Upload: vohanh

Post on 07-Apr-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

USAHA INDUSTRI ROTI

BANK INDONESIA Direktorat Kredit, BPR dan UMKM

Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : [email protected]

Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 1

DAFTAR ISI

1. Pendahuluan ................................ ................................ ............... 2 a. Latar Belakang ..................................................................................................... 2 b. Tujuan .................................................................................................................... 3

2. Kemitraan Terpadu ................................ ................................ ..... 4 a. Organisasi ............................................................................................................. 4 b. Pola Kerjasama .................................................................................................... 6 c. Penyiapan Proyek ................................................................................................ 7 d. Mekanisme Proyek .............................................................................................. 8 e. Perjanjian Kerjasama ......................................................................................... 9

3. Aspek Pemasaran ................................ ................................ ....... 11 a. Analisa Permintaan dan Penawaran.............................................................. 11 b. Saluran Pemasaran ........................................................................................... 12 c. Harga dan Cara Pembayaran .......................................................................... 13 d. Promosi ................................................................................................................ 13

4. Aspek Produksi ................................ ................................ .......... 15 a. Bahan Baku......................................................................................................... 15 b. Sarana dan Fasilitas Usaha ............................................................................. 15 c. Proses Produksi .................................................................................................. 16 d. Tenaga Kerja ...................................................................................................... 17

5. Aspek Keuangan ................................ ................................ ........ 19 a. Biaya dan Sumber Dana .................................................................................. 19 b. Proyeksi Laba Rugi ............................................................................................ 19 c. Proyeksi Arus Kas .............................................................................................. 20 d. Analisa Kriteria Investasi ................................................................................. 20 e. Analisa Sensitivitas ........................................................................................... 21 f. Jaminan Kredit .................................................................................................... 22

6. Aspek Sosial Ekonomi ................................ ................................ 23

7. Kesimpulan ................................ ................................ ................ 24

LAMPIRAN ................................ ................................ ..................... 26

Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 2

1. Pendahuluan a. Latar Belakang

Ditengah merosotnya perekonomian Indonesia yang mengakibatkan banyaknya pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan di perusahaan-perusahaan menengah dan besar, masih terdapat perusahaan yang tetap bertahan menghadapi gelombang keterpurukan ekonomi. Salah satu jenis usaha yang mampu bertahan adalah usaha industri roti dan kue kering yang termasuk golongan industri makanan dari tepung serta usaha pembuatan kue basah, yang dalam Klafikasi Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) termasuk golongan industri makanan lainnya. Kedua jenis usaha tersebut termasuk subsektor industri makanan dan minuman.

Diberbagai kota besar di Pulau Jawa, pada umumnya perusahaan roti dan kue masih bisa menjalan kan usahanya walaupun dengan mengurangi volume produksi; bahkan terdapat perusahaan yang mampu mempertahankan tenaga kerjanya. Demikian pula di bidang industri kue basah yang sebagian besar di laksanakan baik oleh perorangan maupun kelompok yang berada dalam sentra industri masih mampu bertahan. Sebagai contoh di Pasar Senen - Jakarta, setiap malam omset penjualan kue basah bisa mencapai ratusan juta rupiah yang melibatkan ratusan pedagang sentra industri kecil. Hal yang sama juga terjadi di kota-kota besar Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang pada dasarnya menunjukkan bahwa dari usaha ini tercipta lapangan kerja yang cukup banyak yang bergiat dalam bidang industri dan distribusi.

Jika dikaji lebih lanjut, penyerapan tenaga kerja di subsektor industri makanan dan minuman, maka golongan usaha industri roti dan kue kering menempati urutan kedua setelah industri gula. Hal ini menunjukkan bahwa golongan usaha ini layak digarap oleh pihak perbankan dalam rangka pengembangan usaha dan juga oleh kalangan pemerintah dalam peningkatan penciptaan lapangan pekerjaan kerja bagi tenaga kerja yang tidak tertampung sebagai pegawai negeri atau di sektor usaha lainnya.

Pemberian kredit untuk pengembangan usaha ini cukup prospektif dan aman bagi perbankan, terlebih dengan di kembangkan pola kemitraan terpadu diantara pebisnis di bidang ini, seperti Asosiasi Pedagang Telur- Asosiasi Peternak Ayam Petelur - Bulog/Dolog - Perusahaan Roti & Kue - Distributor/Agen Roti - Pedagang Enceran Roti - Koperasi.

Hubungan dagang di antara pebisnis tersebut selama ini telah berjalan informal tanpa kendala yang berarti.

Untuk lebih meningkatkan manfaat penggunaan kredit perbankan, maka hubungan tersebut dapat di sempurnakan melalui pola kerja sama kemitraan terpadu di mana masing-masing pihak terkait dalam suatu Nota Kesepakatan

Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 3

yang memuat tentang hak dan kewajiban. Pola kemitraan ini akan dibahas lebih lanjut, dengan sumber informasi yang di gali berdasarkan pengamatan empiris terutama di kota-kota besar di Pulau Jawa.

b. Tujuan

Tulisan ini bertujuan memberikan informasi bagi investor atau perbankan yang sangat diharapkan dapat membantu pengembangan usaha, dan berminat memberikan kredit atau bekerja sama dalam permodalan usaha. Dengan adanya bantuan kerja sama modal atau fasilitas kredit, diharapkan usaha ini semakin meningkat dan lebih banyak menyediakan kesempatan kerja bagi tenaga kerja di seluruh wilayah Indonesia.

Berbagai faktor yang meliputi potensi pengadaan bahan baku, teknologi manufaktor, kemungkinan pemasaran dan potensi pasar, tak kalah penting aspek keuangan serta aspek-aspek lainnya juga dibahas sehingga dapat di manfaatkan untuk bahan kajian lebih lanjut.

Beberapa model kemitraan dalam usaha ini (seluruhnya 6 model), di kemukakan sebagai bahan telaah yang dapat di gunakan oleh pihak berkepentingan terutama pihak perbankan yang akan memberikan kredit untuk diadaptasi atau di sempurnakan sehingga lebih layak di aplikasikan dalam praktek.

Akhirnya dengan penulisan Model Kelayakan Proyek Kemitraan Terpadu dalam usaha industri roti ini di harapkan dapat di gunakan sebagai :

1. Informasi bagi perbankan tentang model kemitraan terpadu yang sesuai dan layak di biayai dengan kredit perbankan.

2. Informasi bagi mitra usaha industri roti yang berminat dalam pengembangan kemitraan usaha dalam hubungan yang saling menguntungkan.

3. Mendukung peningkatan keanekaragaman produksi pangan, serta menciptakan lapangan kerja, baik dalam industri maupun distribusi roti.

Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 4

2. Kemitraan Terpadu

a. Organisasi

Proyek Kemitraan Terpadu (PKT) adalah suatu program kemitraan terpadu yang melibatkan usaha besar (inti), usaha kecil (plasma) dengan melibatkan bank sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan kerja sama yang dituangkan dalam nota kesepakatan. Tujuan PKT antara lain adalah untuk meningkatkan kelayakan plasma, meningkatkan keterkaitan dan kerjasama yang saling menguntungkan antara inti dan plasma, serta membantu bank dalam meningkatkan kredit usaha kecil secara lebih aman dan efisien.

Dalam melakukan kemitraan hubunga kemitraan, perusahaan inti (Industri Pengolahan atau Eksportir) dan petani plasma/usaha kecil mempunyai kedudukan hukum yang setara. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan oleh perusahaan inti, dimulai dari penyediaan sarana produksi, bimbingan teknis dan pemasaran hasil produksi.

Proyek Kemitraan Terpadu ini merupakan kerjasama kemitraan dalam bidang usaha melibatkan tiga unsur, yaitu (1) Petani/Kelompok Tani atau usaha kecil, (2) Pengusaha Besar atau eksportir, dan (3) Bank pemberi KKPA.

Masing-masing pihak memiliki peranan di dalam PKT yang sesuai dengan bidang usahanya. Hubungan kerjasama antara kelompok petani/usaha kecil dengan Pengusaha Pengolahan atau eksportir dalam PKT, dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani/usaha kecil merupakan plasma dan Perusahaan Pengelolaan/Eksportir sebagai Inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma. Proyek ini kemudian dikenal sebagai PKT yang disiapkan dengan mendasarkan pada adanya saling berkepentingan diantara semua pihak yang bermitra.

1. Petani Plasma

Sesuai keperluan, petani yang dapat ikut dalam proyek ini bisa terdiri atas (a) Petani yang akan menggunakan lahan usaha pertaniannya untuk penanaman dan perkebunan atau usaha kecil lain, (b) Petani /usaha kecil yang telah memiliki usaha tetapi dalam keadaan yang perlu ditingkatkan dalam untuk itu memerlukan bantuan modal.

Untuk kelompok (a), kegiatan proyek dimulai dari penyiapan lahan dan penanaman atau penyiapan usaha, sedangkan untuk kelompok (b), kegiatan dimulai dari telah adanya kebun atau usaha yang berjalan, dalam batas masih bisa ditingkatkan produktivitasnya dengan perbaikan pada aspek usaha.

Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 5

Luas lahan atau skala usaha bisa bervariasi sesuai luasan atau skala yang dimiliki oleh masing-masing petani/usaha kecil. Pada setiap kelompok tani/kelompok usaha, ditunjuk seorang Ketua dan Sekretaris merangkap Bendahara. Tugas Ketua dan Sekretaris Kelompok adalah mengadakan koordinasi untuk pelaksanaan kegiatan yang harus dilakukan oleh para petani anggotanya, didalam mengadakan hubungan dengan pihak Koperasi dan instansi lainnya yang perlu, sesuai hasil kesepakatan anggota. Ketua kelompok wajib menyelenggarakan pertemuan kelompok secara rutin yang waktunya ditentukan berdasarkan kesepakatan kelompok.

2. Koperasi

Parapetani/usaha kecil plasma sebagai peserta suatu PKT, sebaiknya menjadi anggota suata koperasi primer di tempatnya. Koperasi bisa melakukan kegiatan-kegiatan untuk membantu plasma di dalam pembangunan kebun/usaha sesuai keperluannya. Fasilitas KKPA hanya bisa diperoleh melalui keanggotaan koperasi. Koperasi yang mengusahakan KKPA harus sudah berbadan hukum dan memiliki kemampuan serta fasilitas yang cukup baik untuk keperluan pengelolaan administrasi pinjaman KKPA para anggotanya. Jika menggunakan skim Kredit Usaha Kecil (KUK), kehadiran koperasi primer tidak merupakan keharusan

3. Perusahaan Besar dan Pengelola/Eksportir

Suatu Perusahaan dan Pengelola/Eksportir yang bersedia menjalin kerjasama sebagai inti dalam Proyek Kemitraan terpadu ini, harus memiliki kemampuan dan fasilitas pengolahan untuk bisa menlakukan ekspor, serta bersedia membeli seluruh produksi dari plasma untuk selanjutnya diolah di pabrik dan atau diekspor. Disamping ini, perusahaan inti perlu memberikan bimbingan teknis usaha dan membantu dalam pengadaan sarana produksi untuk keperluan petani plasma/usaha kecil.

Apabila Perusahaan Mitra tidak memiliki kemampuan cukup untuk mengadakan pembinaan teknis usaha, PKT tetap akan bisa dikembangkan dengan sekurang-kurangnya pihak Inti memiliki fasilitas pengolahan untuk diekspor, hal ini penting untuk memastikan adanya pemasaran bagi produksi petani atau plasma. Meskipun demikian petani plasma/usaha kecil dimungkinkan untuk mengolah hasil panennya, yang kemudian harus dijual kepada Perusahaan Inti.

Dalam hal perusahaan inti tidak bisa melakukan pembinaan teknis, kegiatan pembibingan harus dapat diadakan oleh Koperasi dengan memanfaatkan bantuan tenaga pihak Dinas Perkebunan atau lainnya yang dikoordinasikan oleh Koperasi. Apabila koperasi menggunakan tenaga Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), perlu mendapatkan persetujuan Dinas Perkebunan setempat dan koperasi memberikan bantuan biaya yang diperlukan.

Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 6

Koperasi juga bisa memperkerjakan langsung tenaga-tenaga teknis yang memiliki keterampilan dibidang perkebunan/usaha untuk membimbing petani/usaha kecil dengan dibiayai sendiri oleh Koperasi. Tenaga-tenaga ini bisa diberi honorarium oleh Koperasi yang bisa kemudian dibebankan kepada petani, dari hasil penjualan secara proposional menurut besarnya produksi. Sehingga makin tinggi produksi kebun petani/usaha kecil, akan semakin besar pula honor yang diterimanya.

4. Bank

Bank berdasarkan adanya kelayakan usaha dalam kemitraan antara pihak Petani Plasma dengan Perusahaan Perkebunan dan Pengolahan/Eksportir sebagai inti, dapat kemudian melibatkan diri untuk biaya investasi dan modal kerja pembangunan atau perbaikan kebun.

Disamping mengadakan pengamatan terhadap kelayakan aspek-aspek budidaya/produksi yang diperlukan, termasuk kelayakan keuangan. Pihak bank di dalam mengadakan evaluasi, juga harus memastikan bagaimana pengelolaan kredit dan persyaratan lainnya yang diperlukan sehingga dapat menunjang keberhasilan proyek. Skim kredit yang akan digunakan untuk pembiayaan ini, bisa dipilih berdasarkan besarnya tingkat bunga yang sesuai dengan bentuk usaha tani ini, sehingga mengarah pada perolehannya pendapatan bersih petani yang paling besar.

Dalam pelaksanaanya, Bank harus dapat mengatur cara petani plasma akan mencairkan kredit dan mempergunakannya untuk keperluan operasional lapangan, dan bagaimana petani akan membayar angsuran pengembalian pokok pinjaman beserta bunganya. Untuk ini, bank agar membuat perjanjian kerjasama dengan pihak perusahaan inti, berdasarkan kesepakatan pihak petani/kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani/Kelompok tani/koperasi. Perusahaan inti akan memotong uang hasil penjualan petani plasma/usaha kecil sejumlah yang disepakati bersama untuk dibayarkan langsung kepada Bank. Besarnya potongan disesuaikan dengan rencana angsuran yang telah dibuat pada waktu perjanjian kredit dibuat oleh pihak petani plasma dengan bank.

b. Pola Kerjasama

Kemitraan antara petani/kelompok tani/koperasi dengan perusahaan mitra, dapat dibuat menurut dua pola yaitu :

a. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani mengadakan perjanjian kerjasama langsung kepada Perusahaan Perkebunan/ Pengolahan Eksportir.

Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 7

Dengan bentuk kerja sama seperti ini, pemberian kredit yang berupa KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan Koperasi sebagai Channeling Agent, dan pengelolaannya langsung ditangani oleh Kelompok tani. Sedangkan masalah pembinaan harus bisa diberikan oleh Perusahaan Mitra.

b. Petani yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani, melalui koperasinya mengadakan perjanjian yang dibuat antara Koperasi (mewakili anggotanya) dengan perusahaan perkebunan/ pengolahan/eksportir.

Dalam bentuk kerjasama seperti ini, pemberian KKPA kepada petani plasma dilakukan dengan kedudukan koperasi sebagai Executing Agent. Masalah pembinaan teknis budidaya tanaman/pengelolaan usaha, apabila tidak dapat dilaksanakan oleh pihak Perusahaan Mitra, akan menjadi tanggung jawab koperasi.

c. Penyiapan Proyek

Untuk melihat bahwa PKT ini dikembangkan dengan sebaiknya dan dalam proses kegiatannya nanti memperoleh kelancaran dan keberhasilan, minimal dapat dilihat dari bagaimana PKT ini disiapkan. Kalau PKT ini akan mempergunakan KKPA untuk modal usaha plasma, perintisannya dimulai dari :

a. Adanya petani/pengusaha kecil yang telah menjadi anggota koperasi dan lahan pemilikannya akan dijadikan kebun/tempat usaha atau lahan kebun/usahanya sudah ada tetapi akan ditingkatkan produktivitasnya. Petani/usaha kecil tersebut harus menghimpun diri dalam kelompok dengan anggota sekitar 25 petani/kelompok usaha. Berdasarkan persetujuan bersama, yang didapatkan melalui

Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 8

pertemuan anggota kelompok, mereka bersedia atau berkeinginan untuk bekerja sama dengan perusahaan perkebunan/ pengolahan/eksportir dan bersedia mengajukan permohonan kredit (KKPA) untuk keperluan peningkatan usaha;

b. Adanya perusahaan perkebunan/pengolahan dan eksportir, yang bersedia menjadi mitra petani/usaha kecil, dan dapat membantu memberikan pembinaan teknik budidaya/produksi serta proses pemasarannya;

c. Dipertemukannya kelompok tani/usaha kecil dan pengusaha perkebunan/pengolahan dan eksportir tersebut, untuk memperoleh kesepakatan di antara keduanya untuk bermitra. Prakarsa bisa dimulai dari salah satu pihak untuk mengadakan pendekatan, atau ada pihak yang akan membantu sebagai mediator, peran konsultan bisa dimanfaatkan untuk mengadakan identifikasi dan menghubungkan pihak kelompok tani/usaha kecil yang potensial dengan perusahaan yang dipilih memiliki kemampuan tinggi memberikan fasilitas yang diperlukan oleh pihak petani/usaha kecil;

d. Diperoleh dukungan untuk kemitraan yang melibatkan para anggotanya oleh pihak koperasi. Koperasi harus memiliki kemampuan di dalam mengorganisasikan dan mengelola administrasi yang berkaitan dengan PKT ini. Apabila keterampilan koperasi kurang, untuk peningkatannya dapat diharapkan nantinya mendapat pembinaan dari perusahaan mitra. Koperasi kemudian mengadakan langkah-langkah yang berkaitan dengan formalitas PKT sesuai fungsinya. Dalam kaitannya dengan penggunaan KKPA, Koperasi harus mendapatkan persetujuan dari para anggotanya, apakah akan beritndak sebagai badan pelaksana (executing agent) atau badan penyalur (channeling agent);

e. Diperolehnya rekomendasi tentang pengembangan PKT ini oleh pihak instansi pemerintah setempat yang berkaitan (Dinas Perkebunan, Dinas Koperasi, Kantor Badan Pertanahan, dan Pemda);

f. Lahan yang akan digunakan untuk perkebunan/usaha dalam PKT ini, harus jelas statusnya kepemilikannya bahwa sudah/atau akan bisa diberikan sertifikat dan buka merupakan lahan yang masih belum jelas statusnya yang benar ditanami/tempat usaha. Untuk itu perlu adanya kejelasan dari pihak Kantor Badan Pertanahan dan pihak Departemen Kehutanan dan Perkebunan.

d. Mekanisme Proyek

Mekanisme Proyek Kemitraan Terpadu dapat dilihat pada skema berikut ini :

Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 9

Bank pelaksana akan menilai kelayakan usaha sesuai dengan prinsip-prinsip bank teknis. Jika proyek layak untuk dikembangkan, perlu dibuat suatu nota kesepakatan (Memorandum of Understanding = MoU) yang mengikat hak dan kewajiban masing-masing pihak yang bermitra (inti, Plasma/Koperasi dan Bank). Sesuai dengan nota kesepakatan, atas kuasa koperasi atau plasma, kredit perbankan dapat dialihkan dari rekening koperasi/plasma ke rekening inti untuk selanjutnya disalurkan ke plasma dalam bentuk sarana produksi, dana pekerjaan fisik, dan lain-lain. Dengan demikian plasma tidak akan menerima uang tunai dari perbankan, tetapi yang diterima adalah sarana produksi pertanian yang penyalurannya dapat melalui inti atau koperasi. Petani plasma melaksanakan proses produksi. Hasil tanaman plasma dijual ke inti dengan harga yang telah disepakati dalam MoU. Perusahaan inti akan memotong sebagian hasil penjualan plasma untuk diserahkan kepada bank sebagai angsuran pinjaman dan sisanya dikembalikan ke petani sebagai pendapatan bersih.

e. Perjanjian Kerjasama

Untuk meresmikan kerja sama kemitraan ini, perlu dikukuhkan dalam suatu surat perjanjian kerjasama yang dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang bekerjasama berdasarkan kesepakatan mereka. Dalam perjanjian kerjasama itu dicantumkan kesepakatan apa yang akan menjadi kewajiban

Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 10

dan hak dari masing-masing pihak yang menjalin kerja sama kemitraan itu. Perjanjian tersebut memuat ketentuan yang menyangkut kewajiban pihak Mitra Perusahaan (Inti) dan petani/usaha kecil (plasma) antara lain sebagai berikut :

1. Kewajiban Perusahaan Perkebunan/Pengolahan/Eksportir sebagai mitra (inti)

a. Memberikan bantuan pembinaan budidaya/produksi dan penaganan hasil;

b. Membantu petani di dalam menyiapkan kebun, pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk dan obat-obatan), penanaman serta pemeliharaan kebun/usaha;

c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca panen untuk mencapai mutu yang tinggi;

d. Melakukan pembelian produksi petani plasma; dan e. Membantu petani plasma dan bank di dalam masalah pelunasan kredit

bank (KKPA) dan bunganya, serta bertindak sebagai avalis dalam rangka pemberian kredit bank untuk petani plasma.

2. Kewajiban petani peserta sebagai plasma

a. Menyediakan lahan pemilikannya untuk budidaya;; b. Menghimpun diri secara berkelompok dengan petani tetangganya yang

lahan usahanya berdekatan dan sama-sama ditanami; c. Melakukan pengawasan terhadap cara panen dan pengelolaan pasca-

panen untuk mencapai mutu hasil yang diharapkan; d. Menggunakan sarana produksi dengan sepenuhnya seperti yang

disediakan dalam rencana pada waktu mengajukan permintaan kredit; e. Menyediakan sarana produksi lainnya, sesuai rekomendasi budidaya

oleh pihak Dinas Perkebunan/instansi terkait setempat yang tidak termasuk di dalam rencana waktu mengajukan permintaan kredit;

f. Melaksanakan pemungutan hasil (panen) dan mengadakan perawatan sesuai petunjuk Perusahaan Mitra untuk kemudian seluruh hasil panen dijual kepada Perusahaan Mitra ; dan

g. Pada saat pernjualan hasil petani akan menerima pembayaran harga produk sesuai kesepakatan dalam perjanjian dengan terlebih dahulu dipotong sejumlah kewajiban petani melunasi angsuran kredit bank dan pembayaran bunganya.

Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 11

3. Aspek Pemasaran a. Analisa Permintaan dan Penawaran

Peluang pengembangan usaha industri roti dan kue tidak terlepas dari analisa permintaan dan penawaran produk tersebut. Kondisi ekonomi makro serta perubahan dari konteks negara agraris lambat laun menjadi negara industri/jasa secara signifikan akan mengubah pola kehidupan masyarakat termasuk di antaranya perubahan pola makan.

Perubahan pola makan ini secara langsung memberikan peluang terbukanya usaha yang memproduksi berbagai macam makanan subsitusi yang menggantikan makanan pokok bangsa Indonesia yaitu Nasi atau Sagu. Umumnya usaha ini akan berkembang di wilayah perkotaan, sekitar daerah industri, atau daerah pinggiran kota yang populasi penduduknya cukup padat.

Bangsa Indonesia sejak dekade 1970-an secara lambat tetapi pasti telah menuju pertumbuhan ekonomi yang mengubah predikat negara miskin menjadi negara berkembang. Perubahan ini secara pasti juga mengubah perilaku kerja sebagian besar masyarakat perkotaan dan merembet kepada masyarakat pedesaan. Perilaku/pola kerja tersebut sangat berpengaruh terhadap pola makan, di mana masyarakat kita dewasa ini akan agar lebih praktis dan efisien maka pada pagi dan sore hari seringkali memerlukan makanan yang mudah di peroleh dan cukup mengandung nutrisi yang di perlukan tubuh. Makanan tersebut antara lain adalah Roti & Kue.

Roti dan kue sebenarnya sejak jaman penjajahan sudah menjadi alternatif makanan bagi sebagian kecil penduduk pribumi. Permintaan produk ini tampak mengalami peningkatan sejak 2 - 3 dasawarsa yang lalu terutama di daerah perkotaan di Indonesia. Dari tahun ke tahun pemintaan ini terus meningkat yang di ketahui dari pertumbuhan usaha industri roti dan kue mulai skala kecil hingga besar. Hanya saja pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia sekitar pertengahan 1997 hingga awal 1999 beberapa perusahaan tersebut mengurangi volume produksinya.

Sebenarnya pengurangan produksi tersebut di sebabkan peningkatan harga bahan baku roti yang terlalu drastis sehingga berakibat meningkatnya biaya produksi dan harga jual produk. Di lain pihak karena krisis itu pula pendapatan masyarakat menurun drastis akibat terkena pemutusan hubungan kerja, sehingga sangat mengurangi daya beli.

Secara pasti besarnya permintaan akan produk roti, kue dan sejenisnya sulit di ketahui mengingat tidak adanya data. Namun data nilai produksi industri roti dan kue yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik setidaknya menunjukkan captive market atas produk roti dan kue. Sebagai gambaran di Jawa Tengah pada tahun 1995 dari 77 unit perusahaan menengah dan besar dalam

Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 12

industri roti & kue mampu menghasilkan produk yang terjual dengan nilai Rp. 141,3 milyar. Kemudian pada tahun 1996 dengan jumlah perusahaan 79 unit (meningkat sekitar 2,8%) menghasilkan produk yang terjual dengan nilai Rp. 264, 7 milyar. Dari segi nilai jual produk pada tahun 1996 meningkat 87% di bandingkan tahun 1995.

Selanjutnya berdasarkan survei yang dilakukan terhadap beberapa perusahaan yang diambil secara acak di beberapa kota, sejak terjadi krisis ekonomi pada medio 1997 hingga awal 1999 mereka melakukan pengurangan produksi sekitar 30 - 60%. Namun pada pertengahan tahun 1999, mereka menyatakan mulai meningkatkan produksi sesuai dengan peningkatan permintaan.

Bila situasi politik setelah pemilhan umum semakin membaik, diharapkan situasi ekonomi akan mengalami perbaikan dan membawa pertumbuhan ekonomi seperti sedia kala. Sebagai ilustrasi membaiknya ekonomi Indonesia dapat di ketahui dari indikator antara lain tingkat inflasi bulanan pada awal-awal tahun 1999 di berbagai daerah justru mengarah pada deflasi. Kemudian menjelang dan sesudah pemilihan umum kurs rupiah terhadap mata uang asing menunjukkan penguatan, di samping itu suku bungan bank (deposito, tabungan) juga cenderung menurun.

Ditinjau dari harga bahan baku utama bagi industri roti dan kue, terjadi penurunan yang cukup drastis, misalnya tepung terigu pada saat krisis ekonomi mencapai Rp. 110.000,- per bal (25kg), pada pertengahan tahun 1999 menjadi Rp. 62.500, - per bal, walaupun nilai ini 3 kali lipat di bandingkan harga sebelum krisis ekonomi. Selain itu, volume penyaluran tepung terigupun terus meningkat sejak 1993 hingga 1996, namun mengalami penurunan sejak pertengahan 1997.

Untuk mengetahui potensi permintaan atas produk roti dan kue, berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik Jawa Tengah, di peroleh gambaran bahwa pengeluaran rata-rata perkapitan dalam sebulan untuk makanan yang sudah jadi pada tahun 1993 adalah Rp. 2.919 dan tahun 1996 menjadi Rp. 5.421. Secara merata mengalami kenaikkan 18% per tahun. Dengan demikian permintaan roti pada tahun 1999 di Jawa Tengah di perkirakan pengembangan usaha industri roti dan kue masih sangat di mungkinkan untuk daerah lain perlu modifikasi berdasarkan kondisi setempat.

b. Saluran Pemasaran Seperti telah di paparkan di muka, perusahaan roti dan kue memasarkan produknya selain langsung kepada konsumen pemakai juga melalui tokto atau warung dan agen. Sehingga jalur distribusi dari produsen ke konsumen tidak panjang. Kondisi ini akan mampu memberikan kelonggaran bagi perusahaan dalam menetapkan harga jual produk.

Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 13

Kepada toko dan warung, perushaan biasanya memberikan komisi sekitar 5 - 10 persen dari harga jual produk. Sedangkan kepada agen, komisi sekitar 20 persen dari harga jual produk. Pihak wiraniaga / pedagang keliling biasanya menjual produk dengan mengambil marjin sekitar 10 - 25 persen. Kondisi semacam itu masih tetap di pertahankan dalam rencana pengembangan ini. Salah satu kendala yang bisa timbul dari sistem jalur distribusi tersebut adalah rendahnya loyalitas para wiraniaga. Seringkali, karena tidak adanya ikatan yang jelas antara produsen atau agen dengan para wira niaga sesukanya, misalnya meninggalkan kereta dorong di seberang tempat dan melarikan hasil penjualan barang dagangan. Untuk mengatasi terjadinya hal-hal seperti tersebut, maka perlu di buatkan perjanjian tertulis antara produsen, agen dan wiraniaga tentang hak dan kewajiban masing-masing. c. Harga dan Cara Pembayaran

Kebijakan harga yang ditempuh perusahaan yaitu dengan menambahkan imbuhan harga atas harga pokok biasanya sekitar 40 - 70 persen. Harga jual yang ditetapkan kepada konsumen langsung maupun toko/warung adalah sama. Dengan demikian pihak toko dan warung memiliki peluang yang sama. Kemudian perusahaan memberikan komisi sebesar 10% dari harga jual yang diberikan kepada toko/warung. Adapun cara pembayaran yang selalu dilakukan oleh para konsumen langsung adalah tunai. Jika dari toko/warung dengan cara konsinyasi yakni pembayaran di lakukan kalau barang terjual. Sejak tahun 1992 hingga 1995 harga jual produk selalu tidak ada kenaikan berarti . Namun sejak tahun 1996 dengan adanya kenaikan harga bahan baku, harga jual roti juga mengalami kenaikan. Harga produk roti yang ditawarkan perusahaan berkisar Rp 800 - Rp 3.500/pcs. Untuk memudahkan analisa digunakan harga jual terendah, yaitu Rp. 800/pcs.

d. Promosi Kegiatan promosi untuk menunjang keberhasilan penjualan produk roti selama ini tidak di lakukan oleh perusahaan. Satu-satunya promosi yang di lakukan hanyalan dalam bentuk kemasan, itupun dengan cara yang sangat sederhana, yaitu bungkus plastik dengan sablon yang menunjukkan merk perusahaan, jenis roti dan sebagainya. Dalam rencana pengembangan, promosi yang dilakukan memperbaiki kemasan yang ada dengan bungkus yang lebih baik. Dengan adanya perbaikan kemasan ini produk di harapkan semakin menarik minat calon pembeli. Selain itu jika di perlukan dapat dilakukan juga promosi dengan memberikan contoh-contoh kepada calon konsumen seperti hotel, rumah makan, perkantoran dan sebagainya.

Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 14

Sarana promosi lainnya bisa di lakukan dengan memberikan merk atau nama perusahaan di setiap alat sarana penjualan seperti mobil box, kereta gerobag roti, etalase yang disediakan di setiap toko/warung, dan sebagainya.

Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 15

4. Aspek Produksi a. Bahan Baku

Di dalam Proyek Kemitraan Terpadu ini akan dibahas sebuah contoh Model 1 yakni perusahaan industri roti dengan skala usaha kecil yang memiliki unit produksi, serta 1 unit mobil tox untuk penghantaran produk roti. Kemudian model ini dikembangkan dengan menambah unit penjualan berupa rombong dorong, model ini disebut Model 2.

Selanjutnya pada usaha pendistribusian produk roti di kembangkan 4 contoh model masing-masing menggunakan rombong sepeda/becak ( Model 3 ), rombong seperda motor (Model 4), mobil-toko ( Model 5 ) dan Gerai Roti (Model 6) pendistribusian tersebut di kelola oleh Agen yang diikat dalam suatu bentuk kemitraan usaha.

Secara ringkas, spesifikasi kegiatan masing-masing model adalah sebagai berikut :

Model 1 : - Industri kecil roti; 1 unit rangkaian produksi Model 2 : - Industri kecil roti; 1 unit rangkaian produksi; unit penjualan dengan 1 unit box, dengan 10 unit rombong/gerobak dorong.

Produk utama perusahaan berupa roti berbagai macam bentuk dan jenis. Produk standar dengan target pasar untuk semua golongan ekonomi. Kegiatan produksi memerlukan keahlian tersendiri dan dapat dilaksanakan oleh siapapun, melalui pelatihan dan pembinaan yang cukup.

Bahan baku utama adalah tepung terigu, gula pasir dan telor di beli oleh perusahaan di pasar umum, distributor/agen atau asosiasi yang berada di sekitar lokasi pabrik atau dari koperasi yang mewadahi para produsen roti. Dalam kondisi normal, tidak ada masalah dalam pengadaan bahan bakuini, sehingga kontiunitas pengadaan bahan baku selalu terjamin. Pembelian bahan baku sebagian besar di lakukan dengan cara tunai. Harga bahan baku dari pengalaman sebelumnya selalu berfluktuasi. Untuk kepentingan analia, di asumsikan kenaikan bahan baku rata-rata 10% per tahun. Sebagian tolak ukur dipakai harga dasar tahun 1999 sebagai berikut : Tepung terigu Rp. 62.500/bal (25kg); gula pasir Rp.2.500/kg; dan Telur Ayam Rp.400 butir. Mengingat kenaikan harga masing-masing bahan setiap tahun bervariasi maka untuk memudahkan analisa keuangan di asumsikan kenaikan harga bahan baku secara merata sebesar 10%/tahun.

b. Sarana dan Fasilitas Usaha

Pada Model 1 dan Model 2, sarana dan fasilitas produksi yang diperlukan adalah :

Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 16

· Tanah, minimal 150 M2 Untuk Model 1 dan 200 M2 untuk Model 2 · Bangunan, masing-masing seluas 100 dan 150 M2 · Mesin Pengaduk Adonan = 1 unit · Mesin Pembagi Adonan = 1 unit · Oven Pembakaran = 1 unit · Moulder = 1 unit · Alat/Pisau Pemotong = 1 unit · Peralatan lain = 1 set

Untuk unit pemasaran atau penjualan diperlukan oleh · Model 1 : - Mobil Box = 1 unit · Model 2 : - Mobil Box - Kereta/Rombong Dorong = 1 unit

Selanjutnya dapat disebutkan dengan fasilitas produksi tersebut, setiap hari secara normal mampu mengolah sekitar 3 bal tepung terigu menjadikan roti dalam frekuensi 10 kali pembakaran dengan jumlah mencapai 2.000 unit roti berbagai jenis.

Mesin-mesin produksi buatan luar negeri yang dapat di pesan dari distributor di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan seterusnya. Sementara itu oven buatan dalam negeri dapat dipesan kepada bengkel las atau industri permesinan di kota-kota besar di Indonesia. Juga untuk sarana penjualan dapat di pesan secara lokal.

c. Proses Produksi

Secara umum pembuatan roti yang dilakukan terdiri dari peracikan bahan, pembuatan adonan, pencetakan dan pemasakan dengan oven.

Proses peracikan bahan, dilakukan dengan komposisi bahan yang tepat sesuai jenis roti yang dihasilkan. Kesalahan dalam penentuan jumlah masing-masing bahan akan berakibat gagalnya produk yang dihasilkan. Adapun pembuatan adonan, dilakukan sedemikian rupa dengan alat mixer atau secara manual. Apabila cara pengolahan yang tidak tepat, waktu juga kurang atau berlebih maka hasil produknya juga kurang baik.

Semua proses produksi dilaksanakan oleh karyawan dengan pengawasan langsung oleh pemilik perusahaan. Selanjutnya proses produksi pembuatan roti secara umum dapat dilihat pada Gambar.7

Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 17

Gambar.7 Alur Proses Produksi Roti

d. Tenaga Kerja

Tenaga Kerja dalam industri ini memerlukan keterampilan khusus. Dengan pengarahan dan pelatihan dari pemilik, mereka di harapkan mampu melaksanankan tugasnya masing-masing. Oleh karena itu jika diperlukan tambahan tenaga kerja tidak akan mengalami kesulitan

Untuk setiap model memerlukan tenaga kerja sebagai berikut :

Model 1: - 5 orang di bidang produksi & pembungkusan 1 orang pengemudi dan 1 orang salesman/wiraniaga. Model 2: - 5 orang di bidang produksi & pembungkusan 1 orang pengemudi dan 1 orang salesman; 10 orang untuk wiraniaga/pedagang keliling.

Sistem imbalan dalam pemanfaatan tenaga kerja tersebut berdasarkan Upah Harian Tetap untuk tenaga produksi. Berarti setiap karyawan yang tidak bekerja upahnya akan di potong sejumlah hari tidak bekerja.

Untuk pengemudi di berikan Upah Bulanan Tetap, tenaga salesman selain di beri upah harian tetap juga persentase tertentu dari jumlah produk terjual. Selanjutnya untuk tenaga wiraniaga/pedagang keliling yang memlilki

Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 18

rombong atau mobil-toko mendapatkan imbalan dari margin penjualan roti sekitar 24%.Sementara untuk agen yang memiliki gerai roti marjin yang diperoleh yaitu 21%.

Kemudian baik untuk tenaga produksi, pengemudi dan salesman juga diberi makan 2 kali/hari. Pembayaran upah dilakukan setiap bulan.

Mengingat bakery (roti) yang di jual hanya mempumyai expire date maksimum 5 (lima) hari, maka untuk menghindari BS (Barang Sisa) yang cukup tinggi, pihak agen/koperasi dan produsen mengatur estimasi produksi serta berdasarkan rencana pemasaran dari wiraniaga sebagai berikut :

a. Masing-masing wiraniaga wajib membuat daftar permintaan roti dua hari sebelum produksi sesuai estimasi dari pesanan konsumen atau pelanggan serta rata-rata penjualan atau pembawaan perhari

b. Pesanan tersebut oleh masing-masing wiraniaga di serahkan kepada Kepala Wilayah yang menangani.

c. Kepala Wilayah mengevaluasi permintaan wiraniaga sesuai dengan penilaian kemampuan dari masing-masing wiraniaga.

d. Kepala Wilayah membuat rekapitulasi permintaan (dari seluruh wiraniaga yang dibawahnya). Rekapitulasi tersebut oleh Kepala Wilayah di serahkan kepada Unit Kemitraan Koperasi.

e. Unit Kemitraan Koperasi membuat rekapitulasi seluruh permintaan Kepala Wilayah di Jawa Timur. Hasil rekapitulasi tersebut merupakan jumlah pesanan yang wajib di penuhi oleh produsen dua hari kemudian. Ketentuan tersebut berlaku untuk segala jenis rombong sedangkan untuk gerai roti (counter), pemesanan dilaksanakan secara langsung oleh counter ke Unit Kemitraan Koperasi

Catatan :

Perubahan pesanan dari wiraniaga kepada Kepala Wilayah dan Kepala Wilayah kepada Unit Kemitraan Koperasi serta selanjutnya kepada pihak Produsen hanya dapat di revisi satu hari sebelum produksi

Wiraniaga juga diberikan kebebasan untuk menangani pesanan-pesanan besar dari konsumen 1 pelanggan (misal : untuk khitanan, perkawinan, ulang tahun dll), dimana hasil komisi menjadi hak wiraniaga yang bersangkutan.

Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 19

5. Aspek Keuangan

a. Biaya dan Sumber Dana

Data dan asumsi perhitungan yang dipakai tercantum dalam lampiran aspek keuanagan, di susun sebagai dasar perhitungan analisan biaya dan manfaat proyek, dengan maksud agar memudahkan pihak lain yang berkepentingan untuk mengkaji kelayakan proyek.

Asumsi teknis, disesuaikan dengan kebutuhan setiap model sedangkan asumsi pembiayaan menggunakan harga tahun 1998.

Kebutuhan Biaya Dan Sumber Dana

1. Untuk merealisasikan pelaksanaan rencana proyek ini, secara keseluruhan di perlukan investasi dan modal kerja sebagai berikut :

Tabel 01. Biaya Proyek Dan Sumber Dananya (Rp)

Uraian Investasi Modal Kerja Jumlah

Model 1 :

- Dana Sendiiri

- Kredit

- Jumlah

62.5000.000

92.000.000

154.500.000

23.313.000

0

23.313.000

85.813.000

92.000.000

177.813.000

Model 2 :

- Dana Sendiiri

- Kredit

- Jumlah

85.000.000

100.000.000

185.000.000

24.853.000

0

24.853.000

109.853.000

100.000.000

209.853.000

2. Dari tabel di atas dapat dilihat, bahwa rencana sumber pembiayaan proyek ini bervariasi, disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Adapun kebutuhan kredit berkisar antara 58% hingga 80% dari kebutuhan msing-masing proyek.

b. Proyeksi Laba Rugi

1. Proyeksi laba-rugi ini, didasarkan pada hasil penjualan dengan harga terendah pada tahun 1999. Di dalamnya telah mempertimbangkan kemungkinan Barang Sisa (BS) yang tidak terjual serta bonus dari hasil penjualan yang melampaui target bulanan.

Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 20

2. Dalam sisi pembiayaan telah di masukkan gaji pengelola ke dalam struktur biaya produksi. Dengan demikian analisa di bawah ini merupakan laba-rugi bersih.

Tabel 02. Laba - Rugi Rata-rata (Rp) Uraian Penghasilan Biaya Laba (rugi)

Model 1 :

-Bulanan

-Tahunan

50.286.488

603.437.852

42.640.936

511.691.236

6.498.719

77.984.624

Model 2 :

-Bulanan

-Tahunan

50.286.483

603.437.852

39.419.616

473.035.397

9.236.841

110.842.087

3. Dari tabel diatas, tampaklah bahwa laba bersih usaha ini berkisar dari Rp. 6.498.719/bulan hingga Rp. 9.236.841. per bulan.Bagi individu pengusaha, penghasilannya akan ditambah dengan gaji sebagai pengelola (minimum Rp. 350.000/bulan), nilai penyusutan serta kemungkinan memanfaatkan tenaga kerja keluarga.

c. Proyeksi Arus Kas

1. Proyeksi arus kas proyek ini dapat dilihat lampiran 2. Dengan asumsi kredit yang disetujui seperti yang diusulkan pada MK-

PKT ini, dan dengan menggunakan suku bunga 24%/tahun, maka proyeksi arus kas tersebut dapat digambarkan :

o Setiap tahun selau menunjukkan "surplus" o Angsuran pokok dapat di lakukan pada setiap bulan bahkan,

secara teknis penagihan akan dilakukan secara harian o Untuk proyek industri, bunga dan pokok kredit dapat dilunasi

dalam jangka waktu 5 tahun. Sedangkan, hal yang sama untuk model distribusi dapat di lunasi dalam jangka waktu 3 tahun.

d. Analisa Kriteria Investasi

1. Berdasarkan penilaian yang lazim atas pelaksanaan investasi proyek ini diperoleh gambaran seperti tampak pada Tabel 03.

Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 21

Tabel 03. Analisa Kriteria Investasi

Uraian Model 1 Model 2

Net Present Value ( Rp. 000) 118.159 180.737

Internal Rate of Return (%) 50,28 57,00

Pay Back Period (Bulan ) 25 28

B/C Ratio 3,2 3,58

2. Dari tabel di atas, tampaklah bahwa berdasarkan kriteria investasi keseleruhan model memberikan hasil Net present value (NPV) seluruhnya positif; BC ratio di atas 1,0; Internal Rate of Return (IRR) diatas tingkat bunga bank normal.

3. Dengan demikian, secara umum di tinjau dari aspek keuangan, semua model yang dikembangkan menunjukkan kelayakan untuk dilaksanakan sepanjang mengikuti asumsi dalam analisa kelayakannya.

e. Analisa Sensitivitas

1. Dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya penurunan harga dan omset penjualan, hingga di peroleh harga minimal untuk setiap produk, maka di peroleh gambaran analisis sensitivitas seperti tampak pada Tabel 04.

Tabel 04. Analisa Kriteria Investasi, Dengan Harga Jual/Omset Minimum.

Uraian NPV

(Rp.000) IRR (%)

Pay-back

(bulan) B/C Ratio

Model 1 (Harga Jual : turun

5%

38.619 33,07% 46 2,35

Model 2 (Harga Jual : turun

10%

21.657 28,00% 18 2,14

2. Dari tabel diatas, untuk industri roti, agar bisa menghasilkan tingkat bunga minimum 24%, maka harga jual roti minimum berkisar antara Rp/ 690/pcs hingga Rp. 718/pcs. Sedangkan paay-back period proyek minimum 18 bulan, dan maksimum 46 bulan.

Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 22

3. Dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya kenaikan harga bahan baku utama (terigu, gula dan telur), maka studi ini juga membuat analisa sensitivitas untuk Model 1 dan Model 2. Dengan asumsi harga jual secara konsisten seperti dalam kajian di atas, tetapi dengan harga bahan baku meningkat 10% maka di peroleh gambaran analisa sensitivitas seperti tampak pada Tabel 05.

Tabel 05. Analisa Kriteria Investasi, Dengan Kenaikan Harga Bahan Baku 10%

Uraian NPV

(Rp.000)

IRR

(%)

Pay-back

(bulan)

B/C

Ratio

Model 1: harga naik

10%

41.546 34,00 47,5 2,38

Model 2: harga naik

10%

104.235 44,00 22 2,89

f. Jaminan Kredit Berdasarkan Undang-Undang Perbankan nomor 7 tahun 1992, jaminan kredit berupa jaminan pokok (semua asset yang terkait dengan proyek) dan jaminan tambahan (asset dan tabungan anggota/koperasi yang bersedia di jaminkan yang perlu di inventarisasi oleh agen atau pengurus koperasi).

Selain itu, perlu disiapikan jaminan pengganti yang dapat di serahkan kepada bank adalah sebagai berikut :

Tanggung rentang kelompok. Anggota kelompok sepakat dan berjanji secara tertulis bahwa pengembalian kredit masing-masing anggota di jamin oleh kelompok secara bersama apabila salah satu atau beberapa anggota tidak dapat melunasi kreditnya kepada bank.

Jaminan berupa tabungan baku. Anggota pemohon kredit ini dapat menabung sebagian dari kelebihan dana mereka kepada bank yang akan menjadi jaminan kredit dalam bentuk tabungan beku. Tabungan beku ini mempunyai fungsi ganda yaitu untuk jaminan kelangsungan proses pemberian dan pengembalian kredit antara anggota dengan bank maupun untuk pemupukan modal peserta proyek.

Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 23

6. Aspek Sosial Ekonomi

Dengan direalisasikannya proyek ini di harapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Secara langsung produk yang dihasilkan dapat menambah penganekaragaman makanan pokok nasi atau sagu.

2. Pengembangan proyek ini akan meningkatkan pendapatan pelaku bisnis yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan keluarga

a. Untuk usaha industri, dengan kredit antara Rp. 92,0 juta hingga Rp. 100, 0 juta selama tiga tahun, akan dapat menumbuhkan modal usaha berkisar dari Rp. 239,0 juta hingga Rp. 326,0 juta

b. Pemupukan modal tersebut telah memperhitungkan pengeluaran untuk biaya hidup keluarga, dengan telah dimasukkannya komponen gaji sebagai pengelola usaha yang berkisar dari Rp. 420,0 ribu hingga 1,5 juta per bulan.

3. Selain itu, proyek ini dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja, berupa tenaga buruh dan atau tenaga kerja keluarga, serta wiraniaga.

4. Secara lebih luas proyek ini akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan aktivitas perekonomian daerah setempat, bagi pengusaha hulu dan hilir serta penduduk sekitarnya, antara lain usaha percetakan, peternakan ayam petelur, angkutan barang dan penumpang, pedagang pengumpul, warung atau toko bahan makanan.

5. Proyek ini memungkinkan peningkatan pendapatan asli daerah di peroleh melalui usaha-usaha terkait berupa pajak/retribusi.

6. Usaha ini tidak memberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan hidup. Adapun limbah produksi berupa asap sisa pembakaran masih dalam batas kewajaran, karena volumenya tidak besar. Kemudian sisa hasil produksi berupa kulit telor ada yang menampung untuk unsur makanan ternak.

Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 24

7. Kesimpulan

1. Pengembangan usaha industri roti dan kue dengan skala usaha kecil menengah memiliki prospek yang cukup baik, mengingat potensi pasar yang sangat mendukung. Pengembangan industri roti baik secara berkelompok yang tergabung dalam wadah koperasi maupun secara individual masih sangat di mungkinkan

2. Prinsip kemitraan usaha antara pemasok bahan dan industri roti akan meningkatkan jaminan atas kontinuitas pengadaan bahan baku. Kemudian kemitraan antara industri roti dan agen, serta para wiraniaga keliling diharapkan dapat memperlancar aktivitas penjualan dan kelansungan operasional perusahaan. Selanjutnya konsep kemitraan usaha di antara pihak terkait dalam industri roti ini akan lebih meningkatkan kredibilitas di sisi perbankan.

3. Rencana pengembangan proyek untuk memperluas pasar sangat mungkin mengingat produk dari pesaing usaha ini masih sangat kecil jumlahnya dan belum mampu memenuhi permintaan pasar.

4. Produk standar dengan harga jual yang relatif murah di perkirakan dapat di jangkau oleh konsumen golongan bawah hingga atas, sehingga target produksi yang didasarkan rencana penjualan di harapkan dapat dicapai.

5. Dari aspek produksi, tidak ditemukan masalah serius, mengingat dalam pengadaan bahan selalu lancar dan kegiatan produksi juga dapat dikuasai dengan baik. Selanjutnya berdasarkan alternatif pengembangan proyek, maka disusun 2 model , yakni:

Model 1 : Industri kecil roti Model 2 : Industri kecil roti ditambah distribusinya

6. Ditinjau secara konservatif kebutuhan investasi dan modal kerja untuk pengembangan adalah layak untuk di teruskan.

7. Setelah diinvetasikan, kebutuhan kredit bagi setiap model berbeda, namun seluruhnya berupa kredit investasi, dengan rincian sebagai berikut :

Model 1 : Rp. 92.0 juta (Kredit Investasi ) Model 2 : Rp. 100,0 juta (Kredit Investasi )

8. Dengan melakukan analisa kelayakan keuangan yang lazim di gunakan, maka setiap model menunjukkan tingkat rentabilitas yang tinggi, dan kredit dapat dilunasi hingga 5 tahun (Model Industri), Analisa sensitivitas kelayakan usaha di kaji sehingga di peroleh harga jual atau omset penjualan minimum untuk mencapai suku bunga pasar.

Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 25

9. Dampak sosial ekonomi dari proyek ini adalah positif. Dapat meningkatkan pendapatan industriwan dan pedagang, serta menciptakan lapangan kerja langsung. Sementara pada lingkungan tidak menimbulkan dampak negatif, mengingat limbah dari proses produksi masih bisa di manfaatkan sebagai bahan baku makanan ternak.

10. Dengan melihat berbagai aspek serta kemudahan dalam pelaksanaan operasi usaha, proyek ini layak untuk diteruskan, diharapkan bantuan kredit dari perbankan atau pihak lain dapat meningkatkan usaha ini.

Bank Indonesia – Usaha Industri Roti 26

LAMPIRAN