bab iii mengumpul potongan cerita simbolik di negeri...
TRANSCRIPT
87
BAB III
MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK
DI NEGERI 1001 SENJA1
PENGGUNAAN METODE PENELITIAN
Uraian Bab tiga ini hendak menerangkan bagaimana penulis
berada di lokasi penelitian, beraktifitas sebagai peneliti dan
menggunakan metode penelitian sebagai alat ukur dalam menghimpun
potongan-potongan cerita simbol yang tersimpan dalam konsep
memori masyarakat adatis delapan suku di “Negeri 1001 Senja”.
Yang melatar belakangi penulis untuk melakukan penelitian
pada wilayah yang dijuluki “Negeri 1001 Senja”, bukan pada keindahan
senja yang telah mendunia, disaat mentari hendak merebah
membungkuk memantul sinar keemasan memecah membungkus
hijaunya puncak gunung Kumawa, Fudi dan Genova, di dalam
keindahan keemasan sinar senja tersebut, terbungkus rapih sesuatu
yang nir-logis, karya ilahi yang tidak pernah hilang ditelan masa.
Menjadi menarik untuk diteliti adalah ketika yang nir-logis tidak
diakui dalam konsep pembangunan modern, namun mereka tetap eksis
menijadi simbol yang hidup di atas tanah: Mairasi, Kuri, Irarutu, Koiwae, Madewana, Oburauw, Napiti dan Miere. Mungkin dalam
kehidupan modern mereka sebut nir-logis, akan tetapi yang nir-logis
itu memiliki kekuatan dan menjadi pendorong dalam diri penulis
untuk melakukan penelitian ini.
1 Penggunaan istilah Negeri 1001 Senja baru digunakan oleh Pemerintah Kabupaten Kaimana pada tahun-tahun terakhir ini, lebih khusus pada saat menyiapkan diri sebagai tuan rumah penyelenggaraan PESPARAWI (Pesta Paduan Suara Gerejawi) XII tahun 2017 se-Tanah Papua. Penggunaan istilah Negeri 1001 Senja sangat berhubungan dengan keindahan panorama Senja Indah di Kaimana dan keunggulan bawah laut Teluk Triton yang dipromosikan sebagai aset wisata oleh Pemerintah Kabupaten Kaimana).
88
Walaupun dalam kenyataannya, penelitian ini didasarkan pada
fenomena riil demonstrasi massa melawan implementasi kebijakan
pemerintah. Fakta ini menunjukkan bahwa sesuatu yang dipandang nir
logis ternyata memiliki kemampuan mewarnai jalannya pemerintahan
di Kabupaten Kaimana sepanjang hampir tiga periode. Karena itu,
substansi permasalahan dalam penelitian ini, tidak mempersoalkan
“mengapa ada simbol”! dan atau “untuk apa simbol digunakan”! Sebab
pertanyaan mengapa ada simbol”! dan atau “untuk apa simbol digunakan”! tidak mengurangi substansi simbol itu sendiri. Artinya,
sebelum pembangunan dimulai, simbol adat masyarakat adatis tidak
pernah doberi ruang bahkan seakan terabaikan. Ketika muncul
gerakan demonstrasi massa dengan menggunakan simbol masyarakat
adatis, barulah muncul kesadaran kalau simbol-simbol adatis benar-
benar ada. Simbol yang dianggap nir logika tersebut ternyata memiliki
kemampuan melampaui batas-batas otoritas dan semakin melebar jauh
hingga mencapai wilayah otoritas pemerintah.
Dahulu sebelum wilayah delapan suku asli Kaimana yang
dijuluki “Negeri 1001 Senja” dinyatakan menjadi sebuah kabupaten,
hubungan masyarakat adatis bersama pemerintah dan suku-suku
nusantara di “Negeri 1001 Senja” hidup damai dan saling menghargai.
Namun setelah terbentuk menjadi sebuah kabupaten, muncul
demonstrasi massa dengan menggunakan simbol adat terhadap
implementasi kebijakan pemerintah. Hal ini menjadi daya tarik
tersendiri bagi penulis untuk melakukan kajian terhadap fenomena
tersebut.
Berawal dari kisah riil penulis belajar bersama-sama mereka,
memahami sikap dan karakter mereka, penulis menjadikannya sebagai
benang merah yang terus mendorong penulis untuk melakukan kajian
terhadap tesis ini. Selain itu, untuk mendudukan kajian tesis ini secara
akademik, penulis masuk dalam ruang-ruang diskusi formal dan non
formal untuk membangun kerangka pikir dan menetapkan metode
penelitian serta mendudukan model pendekatan yang tepat. Hal ini
penting, karena dengan penggunaan metode serta model pendekatan
yang tepat, hal itu akan menentukan tingkat keberhasilan penulis
89
dalam melakukan penelitian ini. Dari ruang formal hingga non formal
yang dilewati penulis, akhirnya bersama dengan para Dosen
(pembimbing, penguji dan para sahabat), tesis ini berhasil dinarasikan
dengan judul “Resistensi Simbolik: Gerakan Perlawanan Simbol Adat
Terhadap Kebijakan Pemerintah Kabupaten Kaimana”.
Memilih Lokasi Penelitian Di Negeri 1001 Senja
Memilih “Negeri 1001 Senja” sebagai tempat penelitian, tidak
didasarkan pada angan-angan, suka dan tidak suka, serta untung rugi
hasil penelitian ini terhadap penulis. Penentuan sikap melakukan
penelitian “Negeri 1001 Senja” sesungguhnya didasarkan pada
fenomena sosial yang terjadi dan fenomena tersebut menarik untuk
diteliti.
Jika pertanyaan yang nantinya dimunculkan oleh pihak lain
seperti mengapa tertarik dan untuk apa diteliti, maka pada bagian ini
penulis merunut kembali kebersamaan penulis bersama warga
masyarakat. Sejak tahun 1995–2015, penulis saat itu aktif sebagai
pegawai gereja dalam jabatan Pendeta di gereja GPI Papua (Gereja
Protestan Indonesia di Papua), tepatnya di wilayah pemerintahan
Distrik Teluk Arguni dan Teluk Arguni Bawah. Lebih kurang dua
puluh tahun penulis bersama warga masyarakat, pemerintah, tokoh
agama dan tokoh adat, kami membangun pelayanan melayani warga
masyarakat dalam situasi sosial yang sangat harmonis.
Pada tahun 2003 hingga 2017, muncul gerakan demonstrasi
massa dengan menggunakan simbol adat menyegel infrastruktur
pemerintahan dan beberapa fasilitas infestor yang berada diwilayah
masyarakat adat. Kegiatan penyegelan dimulai dari perkampungan dan
terus melebar hingga memasuki wilayah perkotaan. Karena itu, penulis
merasa penting untuk menyimak sejauh mana harmonisasi hubungan
yang sudah terbangun dengan baik antar masyarakat dengan
pemerintah, saat ini berada dalam lingkaran masalah sosial yang
berkepanjangan dan memengaruhi kelancaran pembangunan. Sangat
90
tidak menarik dan tidak elok jika fenomena ini tidak diteliti apalagi
sengaja dibiarkan.
Walaupun penulis merupakan bagian dari masyarakat setempat,
dan cukup lama mengenal secara dekat tempat penelitian, tidak berarti
penulis dengan gampang melakukan penelitian. Ada sejumlah prosedur
yang harus ditaati untuk dilaksanakan oleh peneliti sebelum memasuki
wilayah penelitian, seperti: surat keterangan penelitian dari program
studi FPI (Fakultas Pembangunan Interdisiplin) UKSW (Universitas
Kristen Satya Wacana) Salatiga. Setelah memasuki wilayah penelitian,
peneliti harus melaporkan diri kepada pemerintah daerah dan
mengantongi Surat Izin Penelitian dari kantor KESBANG LINMAS
(Kesatuan Bangsa - Perlindungan Masyarakat) dan dari pihak
kepolisian setempat POLRES (Polisi Resort) Kaimana. Kegunaan Surat
Keterangan Izin Penelitian dan Surat Izin Penelitian, akan sangat
berguna bagi penulis untuk memasuki wilayah penelitian untuk
melakukan wawancara kepada para responden. Mengingat penelitian
ini berkaitan dengan masalah yang sangat sensitif, maka prosedur
mengantongi keterangan penelitian dan izin penelitian harus
dilengkapi oleh penulis sebelum meneliti.
Gambar : 3.1 Peta Pulau Papua-Provinsi Papua dan Papua Barat serta lokasi
Penelitian-Kabupaten Kaimana
PROVINSI PAPUA
PROVINSI
PAPUA BARAT
WILAYAH
PENELITIAN
91
Memilih Menggunakan Metode Penelitian
Berdasarkan ada bagian latar belakang masalah yang telah
disampaikan pada bagian awal, maka penelitian tesis ini menggunakan
metode penelitian kualitatif. Berangkat dari pandangan: John W.
Creswall (2013), Hatc (2002), serta Marshall dan Rossman (2011),2
menjelaskan bahwa metode penelitian kualitatif cenderung digunakan
pada “lingkungan alamiah” (Natural Setting). Artinya, upaya untuk
mendapatkan data valid maka peneliti secara langsung harus turun di
lokasi penelitian. Karena lokasi penelitian merupakan wilayah yang
cukup luas, dengan jumlah suku asli sebanyak delapan suku3, maka
penulis melakukan pemetaan wilayah penelitian menjadi lima bagian
dengan sebutan “arena”.
Tujuan pemetaan wilayah penelitian menjadi lima “arena” agar
memudahkan peneliti dalam pengambilan data. Setelah melakukan
pemetaan wilayah menjadi masing-masing “arena” maka peneliti
langsung berada di lapangan penelitian karena merujuk pada metode
penelitian kualitatif disebut bahwa “peneliti merupakan instrumen kunci” (researcher as key instrument). Sebagai informan kunci,
peneliti harus berusaha mengambil data dari “beragam sumber data” (multiple sources of data). Dari data yang ditemukan, peneliti
melakukan kerja “analisis data induktif dan deduktif” (inductive and deductive data analysis). Proses analisa data induktif, merupakan upaya
peneliti dalam mengelola berulang-ulang tema dan database untuk
membangun serangkaian tema yang utuh (holistic). Kemudian secara
deduktif peneliti kembali melihat data yang diperoleh dari setiap
“arena”, apakah terdapat sejumlah bukti yang dapat mendukung tema-
tema yang telah dibuat, jika ternyata belum mencukupi, maka peneliti
menarik simpulan dari keadaan umum untuk menentukan apakah data
partisipan tersebut telah memiliki makna dari para partisipan
(participan meaning), tentang masalah yang diteliti. Jika peneliti belum
2 Lihat Research Desain, Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran, John W. Creswell. Edisi 4. Cetakan II Tahun 2017. Hlm.249. 3 Lihat penjelasan pada bagian latar belakang ada Bab I penulis telah menguraikan masing-masing nama suku di Kabupaten Kaimana (Negeri 1001 Senja).
92
menemukan data yang dicarai, maka perlu melakukan penggalian data
tambahan. Dengan demikian, ketika proses induktif dimulai, secara
bersamaan dilakukan pula langkah-langkah deduktif sebagai bentuk
langkah maju yang disebut oleh Creswell “rancangan yang perkembang” (emergent design).
Bagi para peneliti yang menggunakan metode penelitian
kualitatif, proses penelitian selalu berkembang dinamis, artinya,
strategi perencanaan penelitian awal disaat peneliti berada di lapangan
penelitian, pasti mengalami perubahan. Dalam melakukan penelitian
tesis ini, ternyata asumsi yang dibangun peneliti untuk lebih dahulu
melakukan studi dokumen, ternyata peneliti sulit mendapatkan
dokumen yang menjadi target dalam melakukan penelitian. Konetks
ini disebabkan karena dokumen tersebut memiliki nilai privat, pada sisi
lain, masih ada di beberapa “arena” penelitian seperti “arena birokrasi”, mereka tidak mendokumentasi setiap peristiwa pemalangan tersebut.
Menghadapi konteks seperti ini, peneliti mengubah arah jumpa yang
semula pada studi dokumen, peneliti mengarahkan perhatian pada
“arena LDA”, “arena tokoh masyarakat”, dan “tokoh adat”. Melalui
perjumpaan pada ketiga “arena” tersebut, barulah peneliti menemukan
dokumen yang dicari.
Dalam konteks seperti ini, yang dibutuhkan oleh seorang peneliti
adalah “refleksifitas” (revlexivity), ketika memasuki lapngan penelitian. Dari keseluruhan data yang diperoleh, peneliti membuat “pandangan
menyeluruh (holistic account) terhadap semua data yang telah
diperoleh. Tugas seorang peneliti kualitatif dari data yang telah
diperoleh dibuat sebuah sketsa/model dan dinampakkan pada uraian
bab empat dan lima tesis ini (lihat, Creswll dan Brown, 1992).
Posisi peneliti dalam penelitian kualitatif dan pemetaan wilayah
penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, penulis terlibat secara langsung
dalam pengambilan data melalui observasi dan wawancara mendalam
terhadap para responden. Sebagai bagian dari para responden selama
kurang lebih duapuluh tahun, penulis sangat paham karakteristik para
responden yang diwawancarai. Hubungan ini pada satu sisi sangat
93
menguntungkan penulis pada saat melakuan wawancara terhadap para
responden, tetapi pada sisi lain, penulis akan mengalami kesulitan
ketika data yang dicari telah diketahui oleh peneliti, maka masyarakat
adat cenderung bersifat ekslusif, sehingga bisa saja data yang
ditampilkan cenderung subjektif. Konteks ini dengan sendirinya
memberi dampak terhadap kasus-kasus yang dicari oleh penulis.
Karena itu, untuk menghindari hal-hal tersebut, peneliti
melakukan proses pengumpulan data. Tahapan-tehapan tersebut
dilakukan dengan cara, peneliti terlebih dahulu melakukan pemetaan
wilayah penelitian menjadi beberapa bagian, yang diistilah oleh
peneliti dengan sebutan “arena”. Tujuan pemetaan wilayah penelitian
menjadi beberapa “arena”, agar dari setiap “arena”, penulis dapat
menemukan data dan mencocokan setiap data untuk disesuaikan
dengan tema-tema yang telah dibuat oleh penulis. Adapun pemetaan
“arena” penelitian tersebut penulis membaginya menjadi lima bagian
dengan menggunakan tema pada setiap wilayah dengan sebutan
sebagai berikut:
Arena responden studi dokumen
Pilihan untuk melakukan pengumpulan data, penulis
mengawalinya pada “arena studi dokumentasi”. Hal mendasar penulis
memulai pengumpulan data dari “arena studi dokumentasi”. Dari data
dokumentasi, peneliti dapat mengembangkannya sesuai petunjuk data
dokumen. Satu hal yang meyakinkan penulis adalah, bahwa melalui
data dokumentasi, penulis dapat menemukan sejumlah petunjuk yang
memiliki kaitannya dengan arena responden lainnya.
Ternyata upaya penulis untuk menemuan dokumen yang dicarai
tidak semudah yang dibayangkan, dikarenakan berkaitan dengan sifat
kerahasiaan dokumen yang dimiliki setiap instansi. Selain itu kegiatan
demonstrasi massa yang terjadi terhadap beberapa instansi pemerintah
maupun terhadap para investor tidak didokumentasikan, kalaupun ada
yang mengabadikan kegiatan demonstrasi massa, hal itu hanya
dilakukan sebatas dokumen pribadi atau kelompok tertentu.
94
Salah satu bagian dari “arena responden studi dokumentasi”
yang ditemui penulis berinisial MA, saat ditemui, penulis diberi
jaminan kalau dia akan membantu memberikan dokumentasi yang
dibutuhkan. Namun, beberapa minggu kemudian, ketika penulis
melakukan kontak via HP (HandPhone), ternyata yang bersangkutan
menyampaikan bahwa dokumen yang dia miliki telah hilang
(terhapus), pada saat yang bersangkutan melakukan penginstalan
komputer. Kondisi ini mengakibatkan penulis melakukan perubahan
pemetaan wilayah dengan mengubah strategi pendekatan
pengumpulan data penelitian.
Arena responden LDA (Lembaga Dewan Adat) Kabupaten Kaimana
Alasan peneliti memilih LDA sebagai arena jumpa responden,
karena substansi TUPOKSI (Tugas Pokok dan Fungsi) terbentuknya
LDA adalah menghimpun dan mengamankan kekayaan adat delapan
suku di “Negeri 1001 Senja” yang tersimpul dalam simbol-simbol adat.
Arena responden birokrasi pemerintah
Penulis memilih birokrasi pemerintah menjadi salah satu “arena responden”, karena peran birokrasi pemerintah sebagai pembuat
sekalgus sebagai eksekutor kebijakan, terkait dengan masalah sosial
yang dihadapi oleh masyarakat di “Negeri 1001 Senja”. Karena itu,
penulis menetapkan arena birokrasi sebagai titik jumpa penulis
bersama beberapa instansi teknis sebagai eksekutor kebijakan
pemerintah daerah.
Arena responden individu tokoh masyarakat dan tokoh adat
Hal mendasar penulis memilih dan menentuan “arena responden individu tokoh masyarakat dan tokoh adat”, sebagai titik jumpa
pengambilan data penelitian, karena sejarah simbol adat merupakan
sejarah tuturan yang tersebar pada setiap individu masyarakat adat.
Karena itu, menjadi tanggungjawab penulis untuk menghimpun data
penelitian dari setiap individu dan mengkonstruksikan cerita simbol
tersebut menjadi sebuah kerangka simbol yang utuh. Selain itu pula,
cerita simbol adat yang dikonstruksikan oleh peneliti, dapat mewakili
95
semua komponen masyarakat adatis, baik secara individu, kelompok
marga/klan, hingga mencakup komunitas suku.
Arena responden media sosial
Ada alasan penulis menetapkan “arena responden media sosial” sebagai sumber data. Berangkat dari buntutnya pencarian data
dokumentasi terhadap berbagai instansi dan para wartawan yang
meliput peristiwa, maka penulis melakukan jelaja data melalui
sejumlah media sosial diantaranya melalui Youtube, surat kabar Online
yang telah diunggah dalam bentuk video. Dari sejumlah informasi yang
dihimpun, penulis malakukan kajian analisis.
Dalam melakuan pemetaan wilayah penelitian menjadi lima
“arena wilayah penelitian”, penulis melakukannya secara sengaja dan
penuh perencenaan (purposefully select). Hal ini didasarkan pada
empat aspek yang dinyatakan oleh Miles dan Hubermas (1994), yaitu:
setting (lokasi penelitian), aktor (siapa yang akan diobservasi dan
diwawancarai), peristiwa (kejadian apa saja yang dirasakan oleh aktor
yang dijadikan topik wawancara dan observasi), dan proses (sifat
persitiwa yang dirasakan oleh aktor dalam lokasi penelitian).
Pada sisi lain, upaya pemetaan wilayah penelitian menjadi lima
“arena”, memiliki tujuan agar identitas responden bisa disamarkan.
Alasannya adalah, karena setiap “arena” penelitian terdapat sejumlah
individu yang memiliki konsep saling bertolak belakang, dan data dari
setiap responden sangat berhubungan dengan masalah privasi individu
dalam setiap “arena”. Selain itu pula penulis membagi wilayah
penelitian menjadi lima “arena” penelitian, agar ada keterwakilan data
dari setiap “arena” dapat dinventarisasi secara baik. Tujuan
dilakukannya pembagian wilayah penelitian menjadi beberapa arena
penelitian dimaksudkan juga untuk mendekteksi sejauhmana terdapat
informasi-informasi dari setiap responden yang bertolak belakang satu
dengan yang lain. Pembahasannya akan terlihat pada bab empat dan
bab lima.
96
Prosedur perekaman hasil wawancara
Prosedur perekaman hasil wawancara merupakan bagian dari
style seorang peneliti memasuki wilayah penelitian dan melakukan
pengumpulan data lapangan. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar data
yang diteliti benar-benar terekam secara baik. Dalam etika penelitian,
prosedur perekaman harus dilakukan atas izin responden, agar tidak
melampaui batas etis maka setiap proses perekaman hasil wawancara
penulis meminta persetujuan dari responden.
Dari hasil perekaman data, ada dua hal yang penulis temukan
yaitu: pertama, data menurut responden penting, privasi namun
menurut penulis tidak penting; kedua, data menurut penulis penting,
privasi namun menurut responden tidak penting. Perbedaan ini
menjadi menarik, “mengapa bagi penulis penting namun bagi responden tidak penting, dan mengapa bagi responden hal itu privat namun bagi peneliti tidak privat” untuk membuktikan kebenaran data
tersebut, penulis terus mencari data penelitian pada setiap “arena”
hingga data menjadi jenuh.
Untuk memulai perekaman peneliti selalu memulai dengan
memperkenalkan identitas dan tujuan dilakukannya penelitian. Selain
itu pula penulis mengawali kegiatan wawancara dengan pertanyaan
seperti ini: “apakah saya bisa merekam pembicaraan bapak”? responden
secara positif setuju untuk dilakukan wawancara, namun terkesan
setiap responden sangat hati-hati dalam berbicara, dan hal itu jelas
terlihat dari cara responden menyampaikan informasi dengan kalimat
seperti ini: “kalau yang ini anak rekam tapi jangan ditulis”4.
Kebiasaan dalam melakukan wawancara, cerita responden yang
disampaikan terkadang menimbulkan pertanyaan baru dan memancing
penulis untuk ingin bertanya. Sebagai seorang peneliti, penulis
mensiasati hal itu dengan menggunakan catatan pribadi untuk
mencatat bagian cerita yang menimbulkan pertanyaan baru. Pada
4 Kalau yang “ini” menunjuk masalah privat yang boleh didengar dan direkam tetapi tidak bisa ditulis/dipublikasi
97
posisi seperti inilah, manfaat buku catatan pribadi sangat berguna bagi
seorang peneliti.
Menggunakan Pendekatan Riset Dalam Penelitian Kualitatif
Creswell menjelaskan bahwa dalam melakukan penelitian
kualitatif, terdapat lima model pendekatan yang bisa digunakan,
diantaranya adalah: penelitian naratif (narrative research), riset
fenomenologi (phenomenological research), graunded theory, etnografi, dan studi kasus.
Dari kelima model pendekatan penelitian yang diuraikan oleh
Chreswell, peneliti cenderung menggunakan pendekatan graunded theory. Alasan mendasar peneliti menggunakan pendekatan ini karena:
1) masalah yang diteliti merupakan peristiwa sosial yang dihidupkan
lintas generasi dan diaksikan dalam kehidupan keseharian mereka; 2)
bahwa, aksi-aksi massa yang terjadi di “Negeri 1001 Senja”, merupakan
cara masyarakat adatis berinteraksi dengan menggunakan simbol-
simbol adat sebagai alat perlawanan terhadap pemerintah daerah;
karena itu: 3) dengan menggunakan pendekatan riset grounded theory, peneliti hendak menjelaskan pertanyaan dan tujuan penelitian yang
telah diuraikan pada bab satu.
Untuk melakukan pendekatan pada responden, penulis membagi
responden dalam lima “arena” yang oleh penulis menggunakan istilah
“responden keterwakilan” yang berasal dari: a) arena responden studi
dokumentasi; b) arena responden LDA Kabupaten Kaimana; c) arena
responden birokrasi pemerintah; d) arena responden individu tokoh
masyarakat adat; dan e) arena responden media masa.
Penulis melakukan pengelompokkan ini, karena teori tidak
muncul dengan sendirinya, tetapi dimunculkan atau didasarkan pada
data dari para partisipan yang telah mengalami peristiwa tersebut
(Staruss & Corbin,1998). Karena itu, peneliti penggunaan metode
pendekatan grounded theory sebagai desain riset kualitatif, untuk
memunculkan penjelasan umum (teori) tentang proses, aksi, atau
98
interaksi yang dibentuk oleh pandangan dari sejumlah besar partisipan.
Lebih lanjut, grounded theory menjelaskan bahwa, teori harus
“didasarkan” pada data lapangan, khususnya pada aksi, interaksi, dan
proses sosial dalam masyarakat. Pada bagian ini, peneliti akan
menjelaskan tingkat kesulitan dalam menggunakan metode penelitian
kualitatif dengan pendekatan grounded theory.
Sakitnya itu di sini
Karena peneliti menggunakan riset graunded theory, maka yang
diangkat oleh peneliti dari para partisipan adalah proses aksi dan
interaksi dari pendangan partisipan. Untuk itu, dalam proses
pengumpulan data, peneliti melewati tahapan-tahapan seperti:
observasi, wawancara mendalam, analisa data dan pelaporan. Tujuan
dari penggunaan riset graunded theory adalah untuk bergerak ke luar
dari deskripsi dan untuk memunculkan atau menemukan teori,
“penjelasan teoretis gabungan” (Corbin & Strauss, 2007, hlm.107).
Dalam dunianya, kegunaan simbol-simbol adat hanya digunakan
dalam konteks masyarakat lokal dengan tujuan menjaga kelestarian
alam, menciptakan keseimbangan antar pemilik simbol (manusia)
dengan asal-usul simbol (alam). Karena itu, penggunaan simbol adat
sangat ekslusif, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi penulis.
Artinya, untuk orang lain yang bukan bagian dari komunitas pemilik
simbol, hal itu dilarang untuk mengetahui cerita-cerita simbol tersebut.
Konteks ini menyadarkan penulis ketika beberapa responden tidak
bersedia diwawancarai, walaupun antara penulis dengan para
responden tersebut telah membuat kesepakatan untuk bertemu dan
bersedia diwawancara. Penulis juga menyadari bahwa filosofi
masyarakat adatis tentang sesuatu yang memiliki nilai keramat, hal itu
dipandang sebagai gudang pengetahuan mereka, sehingga mereka tidak
bisa menceritakan hal-hal itu kepada orang lain. Kalaupun bisa
diceritakan, harus melalui prosedur garis turunan laki-laki sulung atau
mereka yang memegang jabatan dalam lembaga strukutur adat
setempat.
Berbekal pengetahuan dengan metode penelitian, hal itu tidak
menjadi jaminan keberhasilan seorang peneliti, jika seorang peneliti
99
tidak memiliki kemampuan beradaptasi. Adaptasi tidak datang secara
tiba-tiba kepada seorang peneliti disaat melakukan penelitian, atau
karena menghafal sejumlah teori pendekatan. Metode penelitian hanya
satu cara dari beragam cara yang harus dimiliki oleh seorng peneliti
tentang bagaimana seorang peneliti bisa memperoleh data di tempat
penelitian. Artinya, metode hanyalah kumpulan teori yang diterima
peneliti untuk memulai tahapan-tahapan atas apa yang akan diteliti,
sementara metode tidak memberi kejelasan secara detail kepada
seorang peneliti tentang keadaan serta karakter manusia dalam wilayah
penelitian. Misalnya: kebiasaan menggunakan koteka bagi masyarakat
Papua Tengah dan mereka yang memakai cawat dari kulit kayu di
wilayah pesisir Papua Barat tidak bisa dijelaskan oleh metode yang
digunakan penulis. Begitupula terhadap makanan asli orang Papua
Tengah yang hidup dengan cara bercocok tanam untuk dijadikan
bahan makanan, berbeda dengan masyarakat Papua pesisir yang
mengandalkan hutan sagu dari alam.
Untuk bisa mengetahui sejumlah alasan tersebut, seorang
peneliti harus bisa beradaptasi dan menjadi bagian dari masyarakat
setempat. Caranya adalah, seorang peneliti harus bisa hidup dan tinggal
bersama-sama masyarakat dengan cara: makan bersama mereka, tidur
bersama mereka, beraktifitas sesuai dengan aktifitas mereka. Cara
berproses seperti ini akan menjadi “embrio pengetahuan lokal” yang
tumbuh dalam diri seorang peneliti untuk mengetahui seluk beluk
kehidupan masyarakat yang akan diteliti. Dalam konteks seperti ini
maka penulis merangkai sub judul ini dengan istilah “sakitnya itu di sini”.
Sebelum melakukan penelitian, peneliti memiliki sejarah hidup
bersama dengan masyarakat lokal selama dua puluh tahun. Riwayat
hidup bersama mereka menjadi akses masuk untuk menemui
“responden keterwakilan” yang telah dipetakan dalam lima “arena”. Sesungguhnya secara kuantitas waktu, tidak menjadi jaminan utama
apakah seorang peneliti berhasil mendapatkan data atau tidak sama
sekali, karena dalam waktu yang singkat, bisa saja seorang peneliti
berhasil memperoleh data yang dicari. Karena itu penekanan peneliti
100
soal waktu peneliti hidup berama masyarakat, hal itu bertujuan hanya
untuk menggambarkan bahwa sebelum memulai penelitian ini, peneliti
telah ada bersama-sama dengan masyarakat lokal walaupun dalam
konteks yang berbeda (bukan sebagai peneliti) saat itu. Karena itu,
kehadiran peneliti saat melakukan penelitian, peneliti tidak disambut
sebagai seorang peneliti, tetapi diterima sebagai seorang anak dalam
komunitas mereka. Dalam konteks inilah kami bercerita dan
melakukan wawancara tanpa ada kecurigaan. Ungkap masyarakat
setempat kepada peneliti ketika duduk bersama, mereka katakan
seperti begini “mari bagi-bagi isi noken”, di sinilah penggunaan riset graunded theory mulai digunakan.
Ada kemungkinan kalau masalah yang diteliti bukan judul
seperti ini, maka menurut penulis, sejumlah kecurigaan terhadap
peneliti tidak mungkin terjadi. Berawal dari pengurusan izin penelitian
pada kantor KESBANG LINMAS dan dilanjutkan pengurusan izin di
POLRES Kabupaten Kaimana, peneliti harus mengikuti sejumlah
prosedur yang berlaku. Saat bertemu dengan KAPOLRES, sambil
menyampaikan maksud kahadiran penulis, hadir salah salah satu
anggota yang memiliki kewenangan mengeluarkan izin penelitian.
Salah satu pertanyaan yang disampaikan kepada peneliti oleh anggota
polisi tersebut seperti ini; “Apakah bapak akan meneliti tentang bendera bintang kejora”?. Pertanyaan seperti ini, menurut peneliti
adalah sesuatu yang wajar, karena kajian tesis yang diteliti bisa saja
menimbulkan beragam tafsir dari pihak-pihak yang memiliki
kepentingan dari masalah yang diteliti. Karena itu, sebagai seorang
peneliti, dibutuhkan kepekaan dalam menjawab pertanyan tersebut.
Secara singkat peneliti memberi jawaban seperti ini “saya hanya meneliti simbol yang telah digunakan dalam wilayah penelitian sebagai simbol perlawanan”.
Setelah menerima izin penelitian dari KESBANG LINMAS dan
POLRES setempat, penulis memulai tahapan penelitian lanjut, yaitu
dengan menemui para responden yang telah bersedia diwawancara.
Dari beberapa catatan tersebut, menurut penulis, seorang peneliti
fomula hendaknya memiliki kepekaan sebelum memulai penelitian,
101
sebab masalah yang akan diteliti tentu akan berbeda pada sudut
pandang orang yang berbeda profesi dengan seorang peneliti.
Menganalisa data
Untuk menganalisa data, penulis memulai dari tumpukan data
dari para responden yang dipetakan dalam lima “arena” penelitian,
yang disebut oleh peneliti sebagai “responden keterwakilan”. Artinya,
dari luas wilayah penelitian dengan tingkat kesulitan jangkauan serta
minimnya akses transportasi, penulis mencoba mendesain wilayah
penelitian tersebut menjadi lima “arena” yang mewakili wilayah
komponen responden diantaranya: a) arena responden studi
dokumentasi; b) arena responden LDA Kabupaten Kaimana; c) arena
responden birokrasi pemerintah; d) arena responden individu tokoh
masyarakat adat; dan e) arena responden media masa.
Adapun tujuan melakukan pemetaan wilayah penelitian menjadi
lima “arena”, agar penulis dapat melakukan pendekatan pengumpulan
data, sekaligus dapat melakukan kontral terhadap data yang sudah dan
belum diperolah penulis. Dari sejumlah data yang diperoleh pada setiap
“arena”, peneliti memulainya dengan sebuah proses pengorganisasian
data dengan cara mengurut-urutkan data yang telah ada dari setiap
“arena” ke dalam pola, kategori, dan satuan untuk menemukan tema-
tema baru sehingga menghasilkan hipotesis kerja sesuai seruan data
yang telah terkumpul. Lihat gambar bagan proses pemetaan wilayah
oleh peneliti menjadi lima arena.
102
Gambar : 3. 2 cara membagi wilayah penelitian saat melakukan penelitian
Creswell (2007), Rossman dan Rallis (1998) mendeskripsikan
bahwa: “analisis data merupakan proses berkelanjutan yang membutuhkan refleksi terus-menerus terhadap data, mengajukan pertanyaan-pertanyaan analisis dan menulis catatan singkat sepanjang penelitian”. Selanjutnya Creswell menetapkan empat langkah dalam
melakukan analisa data yang dimulai dari bawah. Empat langkah ini
didasarkan pada pendekatan grounded theory (Corbin & Straus, 2007;
Strauss & Corbin, 1990, 1998) seperti dalam gambar di bawah ini.
Arena Responden B
Arena Responden A
Arena Responden E
Arena Responden D
Arena Responden C
Penulis memulai urutan data secara
beraturan menjadi a, b, c, d, e, dan memulai proses menganalisa data
Proses mengumpul data mentah yang belum beratruan
(c,a, e.b.d)
Pusat
wilayah penelitian
103
Gambar. 3. 3 Analisa Data dalam Penelitian Kualitatif
Berpedoman pada gambar data penelitian (Corbin & Straus, 2007;
Strauss & Corbin, 1990, 1998), John W. Creswell menawarkan
pendekatan analisa data dilakukan secara linear dan hirarkis dari
bawah ke atas. Jika menggunakan model ini, maka pendekatan analisa
oleh penulis dilakukan seperti begini: Data mentah berupa (transkripsi,
data lapangan, gambar dan sebagainya), data ini penulis dapatkan dari
“responden keterwakilan” diantaranya: a) arena responden studi
Menginterpretasi tema-
tema/deskripsi-deskripsi
Menghubungkan tema-
tema/mendeskripsi-
mendeskripsi (seperti,
grounded theory, studi kasus)
Tema Deskripsi
Mengcoding data
(tangan atau komputer)
Membaca keseluruhan data
Mengolah dan
mempersiapkan data untuk
dianalisa
Data mentah
(transkripsi, data lapangan,
gambar, dan sebagainya)
Memvalidasi
Keakuratan
Informasi
104
dokumentasi; b) arena responden LDA Kabupaten Kaimana; c) arena
responden birokrasi pemerintah; d) arena responden individu tokoh
masyarakat adat; dan e) arena responden media masa).
Data mentah yang diperoleh dari lapangan penelitian,
ditindaklanjuti oleh penulis dengan tahapan kedua yaitu mendengar
berulang-ulang hasil rekaman wawancara dari HP Samsung J1.
Kemudian dari data rekaman tersebut, penulis menyalin ulang
kemudian peneliti membaca berulang-berulang keseluruhan data
wawancara. Membaca berulang-ulang adalah sebuah keharusan, karena
pada saat melakukan rekaman, responden seringkali menceritakan
berulang-ulang informasi yang diketahui responden. Karena itu,
dengan membaca berulang-ulang hasil salinan wawancara maka
peneliti dapat membaca maksud responden, sebab bahasa wawancara
adalah bahasa responden, karena itu yang dibutuhkan seorang peneliti
untuk memahami bahasa responden dari sudut pandang responden.
Hasil salin ulang rekaman tersebut, peneliti membangun general sence (pengertian/gagasan umum) atas informasi yang diperoleh dan
merefleksikan makananya secara keseluruhan. Artinya, penulis
berusaha memahami gagasan umum dari hasil wawancara bersama
responden, selanjutnya penulis mengambil kesan dari hasil wawancara,
dan membuat catatan khusus dari setiap responden dengan kategori
memisahkan data yang bersifat umum dan kategori data khusus.
Pemisahan data umum dan data khusus selanjutnya penulis menguji
sampai sejauhmana kedalaman dan kredibilitas dari informasi yang
didapat.
Dari pemisahan data khusus dan data umum, lebih lanjut penulis
menganalisa dan meng-coding data. Tujuan dari pemisahan data umum
dan data khusus adalah agar setiap data yang dicoding dapat
disegmentasikan dalam satuan unit masing-masing sebelum
memaknainya (Rossman & Rallis, 1998:171). Artinya, dalam konteks
penelitian yang dilakukan oleh penulis, hasil cerita/bicara yang
dibahasakan oleh responden dan dokumen yang ditemukan, diberi
lebel sesuai dengan nama responden, kelompok/kategori dan asal suku,
bentuk ini oleh Creswell menggunakan istilah in vivo artinya apakah
105
benar data yang disampaikan itu valid dan disampaikan oleh orang
yang tepat.
Profesi memengaruhi gaya menulis
Meng-coding data dan meng-analisa data penelitian, bukanlah
akhir dari proses penelitian. Artinya, masih ada tahapan lanjutan yang
harus dilakukan hingga data yang dianalisa menjadi satu kesatuan
cerita yang memberi arti bagi para pembaca.
Penekanan para ahli pada bagian ini, menunjukan bahwa hasil
laporan penelitian sangat memainkan peran dalam sebuah riset yang
dilakukan. Loflan (1974) menegaskan bahwa: “meskipun stragi-strategi
pengumpulan dan analisa data relatif sama dalam berbagai metode
kualitatif, namun cara melaporkan hasil penelitian cenderung berbeda.
Miles dan Huberman (1984) menjelaskan pentingnya membuat
tampilan data, dan tulisan naratif adalah bentuk yang paling sering
digunakan untuk menampilkan data kualitatif. Karena penelitian ini
merupakan penelitian naturalistik, maka hasil-hasilnya akan lebih pas
bila disajikan dalam bentuk deskriptif-naratif ketimbang dalam bentuk
laporan saintifik”.
Menulis bicara atau cerita seseorang yang direkam oleh peneliti,
butuh kesabaran yang sebanding dengan kecermatan penulis saat
melakukan penelitian. Berawal dari kegiatan kumpul data hingga
analisis data, penulis mulai menulis dan terus menulis, hingga
menghasilkan tesis seperti yang berwujud buku seperti ini. Hasil
seperti ini tidak menggambarkan sebuah keadaan mulus dalam
menulis, justru sebaliknya, jatuh bangun dalam menganalisa data yang
dirangkai dalam kalimat selalu dilakukan mewarnai aktifitas tulisan ini.
Jika yang terlihat sekarang, hasil yang terstruktur dari bab ke bab
hingga bagian simpulan, maka peneliti perlu menggambarkan bahwa
dalam proses menulis, tidaklah demikian. Berawal dari seminar
proposal tesis pada tanggal 9 Desember 2016, dan dinyatakan lolos oleh
dosen penguji untuk melakukan penelitian, maka peneliti mulai
berproses dalam tahapan penelitian. Setalah proses pengambilan data
dan dianalisis oleh peneliti, maka hasil analisis data tersebut
dituangkan pada bab empat dan bab lima.
106
Hasil penulisan bab satu hingga bab lima penulis lakukan di
Kabupaten Kaimana yang merupakan wilayah penelitian, setelah itu
dikirim melalui email kepada kedua dosen pembimbing. Hasil yang
dikirim dikoreksi dosen pembimbing dengan beberapa catatan yang
berhubungan dengan hasil penelitian. Hasil koreksi dosen pembimbing
lebih menekankan pada data penelitian yang diuraikan pada bab
empat dan bab lima. Menurut dosen pembimbing, sebaiknya penulis
mengangkat data yang berhubungan dengan penggunaan simbol
terhadap sejumlah implementasi kebijakan pemerintah, sementara
simbol adat yang tidak digunakan dipisahkan dari penulisan bab empat
dan lima yang telah ditulis oleh peneliti. Dengan demikian penulis
melakukan perombakan dan memulai proses penulisan ulang bab
empat dan bab lima dengan menyunati beberapa data yang tidak
berhubungan dengan pertanyaan dan tujuan penelitian. Begitu pula
pada bab dua masih sangat lemah dalam mendudukan teori, untuk itu
dosen pembimbing menghimbau penulis agar bab dua dibenahi setelah
penulis kembali ke kampus agar proses bimbingan dapat berjalan
intensif sekaligus bisa memanfaatkan ketersediaan buku referensi
diperpustakaan UKSW yang memiliki kelengkapan literatur.
Setelah berada di kampus, peneliti mulai membenahi penulisan
tesis dari bab satu hingga bab tujuh (simpulan). Setelah dinyatakan
rampung oleh kedua dosen pembimbing, penulis mengikuti ujian pada
tanggal 18 Oktober 2017. Walau telah dinyatakan lulus, penulis masih
terus menyempurnakan tesis ini berdasarkan catatan dosen penguji dan
dosen pembimbing.
Dari sejumlah rangkaian proses penulisan tesis yang dijalani,
prosesnya penulisan tesis ini tidak sekali jadi. Butuh kesiapan mental,
kesiapan fisik dan ketabahan hati serta siap berproses bersama dosen
pembimbing secara terus menerus. Karena menulis tesis tidak sekedar
merangkai kata dan kalimat dari hasil penelitian, melainkan hasil
penulisan tesis merupakan bukti bagaimana seorang peneliti berproses
dengan sejumlah tahapan yang dihadapi.
107
Simpulan bab
Memilih delapan suku asli di Kabupaten Kaimana sebagai
wilayah penelitian, penulis didorong oleh rasa empati terhadap situasi
sosial yang dialami oleh masyarakat dan pemerintah daerah.
Terkadang pula muncul fenomena dalam suatu wilayah, hingga
membuat semua orang mulai merasa panik, maka yang nampak dalam
kehidupan sosial saat itu adalah saling mempersalahkan satu dengan
yang lain. Bahkan mungkin saja ada diantara sekian banyak orang,
saling menyudutkan dan melempar kesalahan terhadap pihak-pihak
yang dianggap bertanggung jawab. Padahal mungkin saja kita
menuduh kita juga berada dalam lingkaran masalah yang sementara
terjadi.
Penulis meminjam istilah yang digunakan untuk kegiatan
demonstrasi massa di Jakarta “demonstrasi jilid satu, jilid dua dst”,
istilah sangat cocok digunakan untuk kegiatan demonstrasi di
Kabupaten Kaimana. Perbedaan demonstrasi di Jakarta dan di Kaimana,
ada pada penggunaan at-ribut disaat melakukan demonstrasi. Jika di
Jakarta demonstrasi menggunakan simbol-simbol agama, maka berbeda
dengan demonstrasi massa di Kaimana yang menggunakan simbol-
simbol adat.
Konteks ini yang menjadi alasan mendasar bagi penulis membuat
keputusan sepihak untuk meneliti fenomena yang terjadi di Kabupaten
Kaimana. Pertanyaan sederhana yang ingin penulis munculkan adalah:
mengapa demonstrasi massa berjilid-jilid terus dilakukan, bukankah
sebelum wilayah Kaimana menjadi kabupaten, masyarakat delapan
suku asli bersama kaum migran hidup harmonis? Mengapa setelah
menjadi sebuah wilayah pemerintahan kabupaten muncul demonstrasi
massa?
Sebenarnya tidak perlu banyak bertanya, sebab untuk apa
dipertanyakan, semua sudah terjadi. Karena penulis butuh jawaban,
maka untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut penulis turun
sendiri, cari data sendiri, analisa data sendiri, dan menulis sendiri.
108
Itulah metode kualitatif yang digunakan penulis dalam melakukan
penelitian ini.
Agar menjadi tesis dan memenuhi ketentuan persyaratan dan
layak maju ujian, maka butuh seorang peneliti yang memiliki rasa
penasaran terhadap kasus yang diteliti. Walaupun terkadang janji-janji
untuk bertemu dengan para responden tidak terealisasi untuk
melakukan wawancara, terkadang menimbulkan rasa sakit itu di sini.
Namun sebagai peneliti, mental sakit hati, kecewa haruslah
dihilangkan, demi untukmu data lapangan terpaksa aku harus berusaha
sekuat semampuku, hingga kau yang bernama data menjadi jenuh.
Mencari dan terus menggali dari bawah adalah model
pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini, “graunded theory” mengharuskan seorang peneliti untuk mencari data yang tersembunyi
dan mungkin disembunyikan.
Walaupun penulis bukan anak asli Kaimana namun lebih kurang
dua puluh tahun (1995-2015) penulis sudah menjadi bagian dari
masyarakat setempat sejak bertugas sebagai Pendeta GPI Papua (Gereja
Protestan Indonesia di Papua) waktu itu. Ternyata hidup bersama-sama
dengan masyarakat kampung di wilayah Teluk Arguni, ada hal yang
luar biasa yang penulis dapatkan.
Perilaku hidup keseharian masyarakat yang ditampilkan dalam
bentuk-bentuk simbol, tidak pernah terbayangkan oleh penulis, bahwa
suatu saat kehidupan simbolik masyarakat lokal akan mewarnai jalan
hidup penulis dalam menempuh pendidikan pada Program Studi
Pascasarjana-Fakultas Pembangunan Interdisiplin-Universitas Kristen
Satya Wacana – Salatiga.
Dari sejumlah data yang berhasil penulis kumpul, dan terekam
dalam HPJ1, penulis mulai menyalin ulang hasil rekaman. Kesulitan
menyalin ulang data rekaman dipengaruhi oleh suara-suara kodok yang
ternyata terekam juga pada saat melakukan wawancara terhadap salah
satu responden di Kampung Warwasi. Begitu sulit mendengar suara
responden.
109
Hasil rekaman data mulai diproses, mulai dari data yang tidak
beraturan, penulis mulai melakukan sortiran data, (lihat gambar
pemetaan wilayah penelitian nomor: ). Setelah data disortir dan diberi
koding, maka peneliti mulai melakukan analisa data induktif dan
deduktif.
Setelah melewati proses dan tahapan pengumpulan data, penulis
mulai melakukan proses penulisan, data yang ditemukan ditulis dalam
dua bab. Bab empat memuat sikap kebijakan pemerintah dan protes
dari demonstrasi massa, dan pada bab lima, memuat bentuk-bentuk
penggunaan simbol oleh demonstrasi massa.
Hingga penulisan ini selesai dan diuji oleh tim penguji tanggal 18
Oktober 2017, penulis masih membenahi beberapa data informasi di
antaranya terkait dengan kegagalan berangkat CJH (Calon Jemah Haji)
asal Kabupaten Kaimana ke Tanah Suci sebanyak tiga puluh sembilan
orang CJH.
Walaupun dalam rancangan proposal penelitian penulis telah
menggambarkan strategi dalam melakukan penelitian, ternyata
sesampai di lapangan penelitian, rancangan mengalami perubahan.
Sebagai peneliti yang menggunakan metode kualitatif, Creswell bilang
hal itu biasa, karena metode penelitian kualitatif fleksibel, mudah
menyesuaikan dalam kondisi latar apapun.