interaksi simbolik: suatu pengantar

16
301 Dadi Ahmadi. Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005 1. Pendahuluan Awal perkembangan interaksi simbolik berasal dari dua aliran, Pertama, mahzab Chicago, yang dipelopori Herbert Blumer 1 (1962), melanjutkan penelitian yang pernah dilakukan George Herbert Mead (1863-1931). Blumer meyakini bahwa studi manusia tidak bisa dilakukan dengan cara sama seperti penelitian pada benda mati. Seorang peneliti harus empati pada pokok materi, terjun langsung pada pengalamannya, dan berusaha untuk memahami nilai dari tiap orang. Blumer menghindari kuantitatif dan statistik dengan melakukan pendekatan ilmiah melalui riwayat hidup, otobiografi, studi kasus, buku harian, surat, dan nondirective interviews . Penekankan pentingnya ada pada pengamatan peneliti. Lebih lanjutnya, tradisi Chicago melihat manusia sebagai kreatif, inovatif, dalam situasi yang tak dapat diramalkan. Masyarakat dan diri, dipandang sebagai proses, bukan sebagai struktur untuk membekukan proses atau menghilangkan intisari hubungan sosial. Kedua, mahzab Iowa yang mengambil lebih dari satu pendekatan ilmiah. Tokohnya adalah Manford Kuhn 2 , salah satu karyanya adalah teknik pengukuran yang terkenal dengan sebutan Twenty Statement Self-Attitude Test (konsep pengujian sikap diri melalui dua puluh pertanyaan). Dua di antaranya adalah ordering variable, yaitu menyatakan kepentingan yang relatif menonjol yang dimiliki individu dan locus variable, yaitu menyatakan perluasan tendensi yang secara umum dilakukan individu dalam mengindentifikasi kelompok konsensual. Penilaian dari tes tersebut adalah dengan meletakkan pernyataan tersebut dalam dua kategori, konsensual dan subkonsensual . Pernyataan dianggap konsensual jika ia mengandung indentifikasi kelas atau golongan; sedangkan jika mengandung indentifikasi yang mengarah ke kualitas tertentu, maka ia merupakan pernyataan subkonsensual 3 . Kuhn berusaha Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar Dadi Ahmadi ABSTRACT Symbolic interaction focuses on ‘interpretation’ over subjective meaning derived from interac- tion of people with the others of his/her environment. As stated clearly in its name, symbolic interaction emphasized a close relationship—an exchange— between symbol and interaction. These exchanges produced special meanings and interpretations, unique for each person involved. Symbolic is derived from the word ‘symbol’ which means signs resulted from consensus. Symbolic Interaction tried to ‘entering’ meaning process and subject defining by employing participant observation to watch carefully how subject define themselves and their actions respectfully, based on definitions and meanings given by others in their environment. Kata kunci: interaksi, simbol, interaksi simbolik, interpretasi

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

19 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar

301Dadi Ahmadi. Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar

Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

1. Pendahuluan

Awal perkembangan interaksi simbolik berasaldari dua aliran, Pertama, mahzab Chicago, yangdipelopori Herbert Blumer1 (1962), melanjutkanpenelitian yang pernah dilakukan George HerbertMead (1863-1931). Blumer meyakini bahwa studimanusia tidak bisa dilakukan dengan cara samaseperti penelitian pada benda mati. Seorangpeneliti harus empati pada pokok materi, terjunlangsung pada pengalamannya, dan berusahauntuk memahami nilai dari tiap orang. Blumermenghindari kuantitatif dan statistik denganmelakukan pendekatan ilmiah melalui riwayathidup, otobiografi, studi kasus, buku harian, surat,dan nondirective interviews. Penekankanpentingnya ada pada pengamatan peneliti.

Lebih lanjutnya, tradisi Chicago melihatmanusia sebagai kreatif, inovatif, dalam situasiyang tak dapat diramalkan. Masyarakat dan diri,dipandang sebagai proses, bukan sebagai struktur

untuk membekukan proses atau menghilangkanintisari hubungan sosial. Kedua, mahzab Iowayang mengambil lebih dari satu pendekatan ilmiah.Tokohnya adalah Manford Kuhn2, salah satukaryanya adalah teknik pengukuran yang terkenaldengan sebutan Twenty Statement Self-AttitudeTest (konsep pengujian sikap diri melalui dua puluhpertanyaan). Dua di antaranya adalah orderingvariable, yaitu menyatakan kepentingan yangrelatif menonjol yang dimiliki individu dan locusvariable, yaitu menyatakan perluasan tendensiyang secara umum dilakukan individu dalammengindentifikasi kelompok konsensual.

Penilaian dari tes tersebut adalah denganmeletakkan pernyataan tersebut dalam duakategori, konsensual dan subkonsensual .Pernyataan dianggap konsensual jika iamengandung indentifikasi kelas atau golongan;sedangkan jika mengandung indentifikasi yangmengarah ke kualitas tertentu, maka ia merupakanpernyataan subkonsensual3. Kuhn berusaha

Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar

Dadi Ahmadi

ABSTRACT

Symbolic interaction focuses on ‘interpretation’ over subjective meaning derived from interac-tion of people with the others of his/her environment. As stated clearly in its name, symbolic

interaction emphasized a close relationship—an exchange— between symbol and interaction.These exchanges produced special meanings and interpretations, unique for each personinvolved. Symbolic is derived from the word ‘symbol’ which means signs resulted from

consensus. Symbolic Interaction tried to ‘entering’ meaning process and subject defining byemploying participant observation to watch carefully how subject define themselves and theiractions respectfully, based on definitions and meanings given by others in their environment.

Kata kunci: interaksi, simbol, interaksi simbolik, interpretasi

Page 2: Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar

MEDIATOR, Vol. 9 No.2 Desember 2008302

mengembangkan konsep tentang diri (self) menjadilebih konkret. Konsep yang lainnya tentangperencanaan tindakan (plan of action) yaitu polatingkah laku seseorang terhadap objek, karenaperencanaan diarahkan oleh sikap, yaitupernyataan verbal yang menunjukkan nilai tujuantindakan maka sikap dapat diukur. Konsep dirimenyangkut perencanaan tindakan individuterhadap diri meliputi: identitas, kepentingan danhal yang tidak disukai, tujuan, ideologi, danevaluasi diri.

Interaksi simbolik telah menyatukan studibagaimana kelompok mengkoordinasi tindakanmereka; bagaimana emosi dipahami dandikendalikan; bagaimana kenyataan dibangun;bagaimana diri diciptakan; bagaimana struktursosial besar dibentuk; dan bagaimana kebijakanpublik dapat dipengaruhi yang merupakan sebuahgagasan dasar dari perkembangannya danperluasan teorites Ilmu komunikasi.

2. Akar Sejarah Teori Interaksi Simbolik: Sosiologi

Komunikasi yang berlangsung dalam tatananinterpersonal tatap muka dialogis timbal balikdinamakan interaksi simbolik (Symbolic Interac-tion/SI). Kini, Interaksi simbolik telah menjadiistilah komunikasi dan sosiologi yang bersifatinterdisipliner. Objek material (objectum material)-nya pun sama, yaitu manusia, dan perilaku manusia(human behavior).

Interaksi adalah istilah dan garapan sosiologi;sedangkan simbolik adalah garapan komunikologiatau ilmu komunikasi. Kontribusi utama sosiologipada perkembangan ilmu psikologi sosial yangmelahirkan perspektif interaksi simbolik. Per-kembangan ini bisa dikaitkan dengan aliran Chi-cago. Perkembangan sosiologi di Amerika sejauhini didahului oleh penyerapan akar sosiologi yangberkembang luas di Eropa.

Untuk memahami fenomena masyarakat,menurut Blumer, se-orang peneliti harus melakukanobservasi secara langsung atau partisipatif dengandua cara, yaitu (1) eksplorasi ke tingkat pemahamanyang meng-hasilkan sensitivizing concepts.Peneliti di-harapkan bisa dekat dengan objek/

subjeknya agar mampu mengenali dan memahamikonteks empiris yang sebenarnya; (2) melakukaninspeksi, di mana peneliti harus me-meriksa datadengan cara menampilkan pembukti-an empiris-nya.

Joel M Charron (1979) berpendapatpentingnya pe-mahaman terhadap simbol ketikapeneliti menggunakan teori interaksi simbolik.Simbol adalah objek sosial dalam interaksi yangdigunakan sebagai perwakilan dan komunikasiyang ditentukan oleh orang-orang yangmenggunakannya. Orang-orang tersebut memberiarti, menciptakan dan mengubah objek di dalaminteraksi. Simbol sosial tersebut dapat mewujuddalam bentuk objek fisik (benda kasat mata), kata-kata (untuk mewakili objek fisik, perasaan, ide dannilai), serta tindakan (yang dilakukan orang untukmemberi arti dalam ber-komunikasi dengan oranglain).

Dalam Sosiologi, banyak sekali teori danperspektif. Ada yang meng-gunakan perspektifevolusionisme, interaksionisme, fungsionalisme,teori konflik, pertukaran, dan ada juga yangmenggunakan pembagian dalam pandanganGeorge Ritzer, 4 yakni fakta sosial, definisi sosial,dan peri-laku sosial. Semua pendekatan memilikikarakteristik dan tujuan yang berbeda-beda dalamrangka meng-analisis masyarakat.

Salah satu teori sosiologi yang cukupberpengaruh adalah Interaksi Simbolik yang fokuspada perilaku peran, interaksi antarindividu, sertatindakan-tindakan dan komunikasi yang dapatdiamati. Melalui pendekatan ini, secara lebihspesifik, peneliti dapat menguraikanperkembangan sejarahnya dan man-faatnya bagiindividu maupun masyarakat itu sendiri.

Berdasarkan apa yang menjadi dasar darikehidupan kelompok manusia atau masyarakat,beberapa ahli dari paham Interaksi Simbolikmenunjuk pada “komunikasi” atau secara lebihkhusus “simbol-simbol” sebagai kunci untukmemahami kehidupan manusia itu. InteraksiSimbolik menunjuk pada sifat khas dari interaksiantarmanusia. Artinya manusia salingmenerjemahkan dan mendefinisikan tindakannya,baik dalam interaksi dengan orang lain maupun

Page 3: Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar

303Dadi Ahmadi. Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar

Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

dengan dirinya sendiri. Proses interaksi yangterbentuk melibatkan pemakaian simbol-simbolbahasa, ketentuan adat istiadat, agama danpandangan-pandangan. Menurut Joel Charonproses Interaksi Simbolik yang terbentuk dalamsuatu masyarakat bisa dilihat pada gambar di atas.

Pada gambar 1, memerlihatkan bahwa polainteraksi terbentuk secara simbolik meliputibahasa, objek sosial, lambang-lambang, danberbagai pandangan. Blumer (dalam Veeger,1993:224-227) mengembangkan lebih lanjutgagasan Mead dengan mengatakan bahwa ada limakonsep dasar dalam interaksi simbolik, yaituPertama, konsep diri (self), memandang manusiabukan semata-mata organisme yang bergerak dibawah pengaruh stimulus, baik dari luar maupundari dalam, melainkan “organisme yang sadar akan

dirinya” (an organism having a self). Ia mampumemandang diri sebagai objek pikirannya danbergaul atau berinteraksi dengan diri sendiri.

Kedua, konsep perbuatan (action), karenaperbuatan manusia dibentuk dalam dan melaluiproses interaksi dengan diri sendiri, makaperbuatan itu berlainan sama sekali dengan gerakmakhluk selain manusia. Manusia menghadapiberbagai persoalan kehidupannya denganberanggapan bahwa ia tidak dikendalikan olehsituasi, melainkan merasa diri di atasnya. Manusiakemudian merancang perbuatannya. Perbuatanmanusia itu tidak semata-mata sebagai reaksibiologis, melainkan hasil konstruksinya.

Ketiga, konsep objek (object), memandangmanusia hidup di tengah-tengah objek. Objek itudapat bersifat fisik seperti kursi, atau khayalan,

Gambar 1Proses Interaksi dalam Masyarakat

Sumber: Charon, 1979:61

Page 4: Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar

MEDIATOR, Vol. 9 No.2 Desember 2008304

kebendaan atau abstrak seperti konsep kebebasan,atau agak kabur seperti ajaran filsafat. Inti dari objekitu tidak ditentukan oleh ciri-ciri instrinsiknya,melainkan oleh minat orang dan arti yang dikenakankepada objek-objek itu.

Keempat, konsep interaksi sosial (social in-teraction), interaksi berarti bahwa setiap pesertamasing-masing memindahkan diri mereka secaramental ke dalam posisi orang lain. Dengan berbuatdemikian, manusia mencoba memahami maksudaksi yang dilakukan oleh orang lain, sehinggainteraksi dan komunikasi dimungkinkan terjadi.Interaksi itu tidak hanya berlangsung melalui gerak-gerik saja, melainkan terutama melalui simbol-simbol yang perlu dipahami dan dimengertimaknanya. Dalam interaksi simbolik, orangmengartikan dan menafsirkan gerak-gerik orang laindan bertindak sesuai dengan makna itu.

Kelima, konsep tindakan bersama (joint ac-tion), artinya aksi kolektif yang lahir dari perbuatanmasing-masing peserta kemudian dicocokan dandisesuaikan satu sama lain. Inti dari konsep iniadalah penyerasian dan peleburan banyaknya arti,tujuan, pikiran dan sikap.

Oleh karena itu, interaksi sosial memerlukanbanyak waktu untuk mencapai keserasian danpeleburan. Eratnya kaitan antara aktivitaskehidupan manusia dengan simbol-simbol karenamemang kehidupan manusia salah satunya beradadalam lingkungan simbolik.

Kaitan antara simbol dengan komunikasiterdapat dalam salah satu dari prinsip-prinsipkomunikasi yang dikemukakan Mulyana (2000:83-120) mengenai komunikasi adalah suatu prosessimbolik. Lambang atau simbol adalah sesuatuyang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya,berdasarkan kesepakatan sekelompok orang.Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilakunonverbal, dan objek yang maknanya disepakatibersama. Lambang adalah salah satu kategoritanda. Hubungan antara tanda dengan objek dapatjuga direpresentasikan oleh ikon dan indeks,namun ikon dan indeks tidak memerlukankesepakatan. Ikon adalah suatu benda fisik (duaatau tiga dimensi) yang menyerupai apa yangdirepresentasikannya. Representasi ini ditandai

dengan kemiripan. Berbeda dengan ikon, indeksatau dikenal dengan istilah sinyal, adalah suatutanda yang secara alamiah merepresentasikanobjek lainnya. Pemahaman tentang simbol-simboldalam suatu proses komunikasi merupakan suatuhal yang sangat penting, karena menyebabkankomunikasi itu berlangsung efektif.

3. Tokoh dan Perkembangan Interaksi Simbolik

George Herbert Mead adalah tokoh yang tidakbisa lepaskan dari teori Interaksi Simbolik. Diaadalah pengajar filsafat—--dan bukannyasosiologi— di Universitas Chicago dari 1863-19315. Akan tetapi, banyak mahasiswa sosiologi yangmengambil kuliahnya. Para mahasiswa itulah yangkemudian membukukan “tradisi oral”-nya Meadme-ngenai interaksi simbolik menjadi tertulis, se-hingga catatan kuliah mereka dari Mead digunakansebagai basis karya yang di kemudian hari terkenaldengan, Mind, Self and Society: From theStandingpoint of a Social Behav-iorist. Ada duaakar intelektual paling signifikan dari karya Meadpada khususnya, dan mengenai Interaksi Simbolikpada umumnya, yakni filsafat pragmatisme danbehaviorisme psikologis. Sedangkan masukanpenting yang lainnya lagi dari teori ini berasal dariGeorge Simmel 6, khususnya gagasan-gagasannyamengenai konsep interaksi.

Charon (1985) mengatakan bahwapragmatisme adalah sebuah pe-mikiran filosofisyang berjangkauan luas, yang dari pe-mikirantersebut kita bisa mengidentifikasi beberapa aspekyang memengaruhi orientasi sosiologis Mead yangsedang berkembang. Pertama, buat para penganutaliran pragmatis realitas yang benar tidaklah eksis“di luar sana”, di dunia yang riil. ReaIitas tersebutsebenar-nya “tercipta secara aktif saat kitabertindak dalam dan menuju dunia”. Kedua,sebenarnya individu akan mengingat dan men-dasarkan pengetahuan mereka mengenai duniayang telah terbukti berguna buat mereka. Merekacenderung mengubah apa yang tidak lagi“berguna.” Ketiga, individu mendefinisikan,“objek” sosial dan fisik yang mereka jumpai didunia sesuai dengan gunanya bagi mereka.

Page 5: Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar

305Dadi Ahmadi. Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar

Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

Akhirnya, jika kita ingin me-mahami seorangpelaku, maka kita semestinya men-dasarkanpemahaman itu pada apa yang mereka laku-kan.

Tiga hal yang sangat penting mengenaikonstruksi teori Interaksi Simbolik, adalah (1)Fokus pada interaksi antara pelaku dan dunia; (2)Pandangan bahwa baik pelaku maupun duniasebagai proses yang dinamis dan bukanlahstruktur yang statis; dan (3) Nilai yang dilekatkanpada kemampuan pelaku untuk meng-interpretasikan dunia atau masyarakat sosial.

Dalam karya filsuf pragmatis yang terkenal,yakni John Dewey pernah mengatakan tidakmemandang pikiran (mind) sebagai suatu benda(a thing) atau sebuah struktur, namun lebihsebagai suatu proses berpikir yang melibat-kanserentetan tahap. Tahap itu, meliputi pen-definisianobjek dalam dunia sosial, mensketsakan modustindakan yang mungkin, mengimajinasikan kon-sekuensi dari tindakan alternatif, mengeliminasisesuatu yang cenderung kurang mungkin, danakhirnya menyeleksi modus tindakan yang opti-mal. Fokus atas proses berpikir ini ber-pengaruhluar biasa dalam perkembangan Interaksi Simbolik.

David Lewis dan Richard Smith ber-pendapatbahwa Dewey (dan William James) tampak lebihberpengaruh dalam perkembangan InteraksiSimbolik ketimbang Mead. Mereka bergerak lebihjauh dengan mengatakan bahwa, “Karya Meadlebih ber-sifat periferal saja dibandingkan arusutama sosiologi Aliran Chicago”. Denganpendapat seperti ini, mereka membedakan antaradua cabang pragmatisme yang utama, yaitu“realisme filosofis” (philosophical realism) —yang dikaitkan dengan Mead— dan “pragmatismenominalis” (nominalist prag-matism) —yangdikaitkan dengan Dewey dan James). — 77

Sebenarnya, dalam pandangan mereka,Interaksi Simbolik lebih dipengaruhi olehpendekatan nominalis dan bahkan tidak konsistendengan realisme filosofis. Pemikiran nominalisadalah bahwa meskipun fenomena level-makro ituada, mereka tidak memiliki “efek yang independendan menentukan atas kesadaran dan atas perilakuindividu”. Lebih tepatnya lagi, pandangan itu,“Memahami indi-vidu sendiri sebagai agen yang

secara eksistensi bebas yang bisa menerima,menolak, memodifikasi, atau sebaliknya,‘menegaskan’ norma, peran, kepercayaanmasyarakat, dan sebagainya, sesuai dengankepentingan dan rencana mereka sendiri padawaktu itu”. Sebaliknya, dalam pandangan realismesosial, lebih menekankan pada masyarakat danbagai-mana itu bisa membentuk danmengendalikan proses mental individu. Lebihtepatnya mungkin sebagai agen bebas; parapelaku sadar bahwa perilaku mereka di-kendalikanoleh komunitas yang lebih luas.

Tokoh-tokoh yang beraliran interaksi simboliksebagaimana yang disebut di atas, seperti: WiliamJames, James M. Baldwin, John Dewey, George H.Mead, yang kemudian dilanjutkan oleh CharlesHorton Cooley, Wiliam I. Thomas, dan Kuhnmaupun Herbert Blumer. Para tokoh ini sepakatmenggunakan nama interaksi simbolik untukmenjelaskan suatu tindakan bersama, pada saatnyananti akan membentuk struktur sosial ataukelompok-kelompok masyarakat lain melaluiinteraksi yang khas. Teori interaksi simbolikmengasumsikan bahwa individu-individu melaluiaksi dan interaksinya yang komunikatif, denganmemanfaatkan simbol-simbol bahasa serta isyaratlainnya –yang akan mengonstruk masyarakatnya,(Soeprapto, 2002).

Teori ini mewarisi tradisi dan posisi intelektualyang berkembang di Eropa pada abad 19 kemudianmenyeberang ke Amerika, terutama di Chicago.Namun, sebagian pakar berpendapat, teori interaksisimbolik khususnya G.H. Mead (1920-1930-an),terlebih dahulu dikenal dalam lingkup sosiologiinterpretatif yang berada di bawah payung teoritindakan sosial (action theory), yang dikemukakanoleh filsuf sekaligus sosiolog besar Max Weber(1864-1920) (Basrowi dan Sukidin, 2002:111).

Interaksi simbolik berinduk pada perspektiffenomenologis. Istilah fenomenologis, menurutNatanson, merupakan satu istilah generik yangmerujuk pada semua pandangan ilmu sosial yangmenganggap kesadaran manusia dan maknaobjektifnya sebagai titik sentral untuk memerolehpengertian atas tindakan manusia dalam sosialmasyarakat. Pada tahun 1950-an dan 1960-an

Page 6: Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar

MEDIATOR, Vol. 9 No.2 Desember 2008306

perspektif fenomenologis mengalami kemunduran.Surutnya perspektif fenomenologis memberikemungkinan bagi para ilmuwan untukmemunculkan teori baru dalam bidang ilmu sosial.Kemudian, muncullah teori interaksi simbolik yangmendapat tempat utama dan mengalamiperkembangan pesat hingga saat ini. Max Weberadalah orang yang turut berjasa besar dalammemunculkan teori interaksi simbolik. Ia pertamakali mendefinisikan tindakan sosial sebagai sebuahperilaku manusia pada saat person memberikansuatu makna subjektif terhadap perilaku yang ada.Sebuah tindakan bermakna sosial manakalatindakan tersebut timbul dan berasal dari kesadaransubjektif dan mengandung makna intersubjektif.

Artinya terkait dengan orang di luar dirinya.Meskipun teori interaksi simbolik tidak

sepenuhnya mengadopsi teori Weber, namunpengaruh Weber cukup penting. Salah satupandangan Weber yang dianggap relevan denganpemikiran Mead adalah tindakan sosial bermaknajauh, berdasarkan makna subjektifnya yangdiberikan individu-individu, tindakan itumemertimbangkan perilaku orang lain dankerenanya diorientasikan dalam penampilan(Mulyana, 2006). Dalam perkembanganselanjutnya, teori Interaksi Simbolik ini dipengaruhibeberapa aliran, di antaranya Mazhab Chicago,Mazhab Iowa, pendekatan Dramaturgis danEtnometodologi yang diilhami pandangan filsafat,

Gambar 2Perkembangan Interaksi Simbolik

Sumber: Basrowi dan Sukidin, 2002:111

Page 7: Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar

307Dadi Ahmadi. Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar

Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

dirinya sendiri secara efektif (Soeprapto, 2002).Lebih jauh, Mead menjelaskan bahwa konsep“diri” (self) dapat bersifat sebagai objek maupunsubjek sekaligus. Objek yang dimaksud berlakupada dirinya sendiri sebagai karakter dasar darimakhluk lain, sehingga mampu mencapai kesadarandiri (self conciousness), dan dasar mengambil sikapuntuk dir inya, juga untuk situasi sosial.Argumentasi Mead dijabarkan dengan konsep“pengambilan peran orang lain” (taking the roleof the other,) —sebagai penjelasan “diri sosial”(social self) dari William James, dan pengembanganteori “diri” dari Cooley—. Menurutnya, “diri” akanmenjadi objek terlebih dahulu sebelum ia beradapada posisi subjek. Dalam hal ini, “diri akanmengalami proses internalisasi atau interpretasisubjek, atas realitas struktur yang luas. Diamerupakan produk dialektis dari “I” impulsive dari“diri”, yaitu aku, sebagai subjek dan “Me” sisisosial dari manusia yaitu “daku” sebagai objek,Perkembangan “diri” (self), sejalan dengansosialisasi individu dalam masyarakat yaknimerujuk kepada kapasitas dan pengalaman manusiasebagai objek bagi diri sendiri. Ringkasnya,argumen Mead, bahwa “diri” muncul dalam prosesinteraksi karena manusia baru menyadari dirinyasendiri dalam interaksi sosial.

3.2 Charles Horton Cooley tentang “Diri” 9

Adalah tokoh yang penting dalamperkembangan Interaksi simbolik ini berusahamendapatkan pemahaman yang lebih dalammengenai individu, namun bukan sebagai entitasyang terpisah dari masyarakat. Cooleymendefinisikan “diri” sebagai segala sesuatu yangdirujuk dalam pembicaran biasa melalui kata gantiorang pertama tunggal. Cooley berpendapatbahwa “aku” (I), “daku”, (me), “milikku”, (mine),dan “diriku” (my self). Menurutnya, segala sesuatuyang dikaitkan dengan diri menciptakan emosi lebihkuat dibandingkan dengan yang tidak dikaitkandengan diri bahwa diri dapat dikenal hanya melaluiperasaan subjektif. Dalam teorinya the looking-glass self, Cooley berargumen bahwa konsep diriindividu secara signifikan ditentukan apa yang iapikirkan tentang pikiran orang lain mengenai

khususnya pragmatisme dan behaviorisme.Interaksi simbolik juga menginspirasi konsep

labeling dan pendekatan dramaturgisnya ErvingGoffman. Charon menggambarkan perkembanganinteraksi simbolik, sebagaimana pada Gambar 2.

Aliran pragmatisme yang dirumuskan JohnDewey, Wiliam James, Charles Peirce, dan JosiahRoyce mempunyai beberapa pandangan: pertama,realitas sejati tidak pernah ada didunia nyata,melainkan secara aktif diciptakan ketika kitabertindak terhadap dunia. Kedua, manusiamengingat dan melandaskan pengetahuan merekatentang dunia pada apa yang terbukti berguna bagimereka. Ketiga, manusia mendefinisikan objek fisikdan objek sosial yang mereka temui berdasarkankegunaannya bagi mereka, termasuk tujuan mereka.Keempat, bila kita ingin memahami orang yangmelakukan tindakan (actor), kita harus berdasarkanpemahaman itu pada apa yang sebenarnya merekalakukan di dunia. Sementara, aliran behaviorismeyang dipelopori Watson berpendapat bahwamanusia harus dipahami berdasarkan apa yangmereka lakukan (Mulyana, 2006: 64).

Hal tersebut dimaksudkan tidak untukmempertentangkan wilayah subtsansi kajian,tetapi hanya sebatas deskripsi kajian teori interaksisimbolik, sebagai salah satu pendekatan alternatifdari sekian banyak teori sosial untuk memahamiindividu dan masyarakat. Untuk lebih memudahkanpemahaman inti dan lingkup kajian teori interaksisimbolik, berikut beberapa tokoh dan konsepnya.

3.1 Konsep “diri” dari George Herbert Mead8

Tokoh ilmuwan yang memiliki andil utamasebagai perintis Interaksi Simbolik adalah G.Herbert Mead. Gagasannya mengenai interaksisimbolik berkembang dan mengalir dalam bukunyaMind, Self, and Society (1934), yang menjadirujukan teori Interaksi Simbolik. Menurutnya, intidari teori interaksi simbolik adalah tentang “diri”(self), menganggap bahwa konsepsi-diri adalahsuatu proses yang berasal dari interaksi sosialindividu dengan orang lain. Bagi Mead, individuadalah makhluk yang bersifat sensitif, aktif, kreatif,dan inovatif. Keberadaan sosialnya sangatmenentukan bentuk lingkungan sosialnya dan

Page 8: Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar

MEDIATOR, Vol. 9 No.2 Desember 2008308

dirinya. Artinya, individu memerlukan respons or-ang lain yang ditafsirkan subjektif sebagai datadirinya, (Mulyana, 2006). Anggapannya bahwaperasaan “diri” dikembangkan lewat penafsiranindividu atas realitas fisik dan sosial, termasukaspek-aspek pendapat tentang tubuh, tujuan,materi, ambisi, gagasan bersifat sosial yangdianggap milik individu. Lebih jauh, Cooleymenjelaskan bahwa perasaan diri bersifat sosialkarena maknanya diciptakan melalui bahasa danbudaya bersama dari interpretasi subjektif individu,atas orang-orang yang mereka anggap pentingyang punya hubungan dekat (significant others).Demikian pula pengambilan peran dan sikap or-ang lain secara umum (generalized others). Jadi,kesimpulan Cooley tentang “diri” bahwa individudan masyarakat bukanlah realitas yang terpisah.

3.3 “Diri” ala Pemikiran William James 10

William James menjelaskan “Diri” tidak jauhberbeda dengan argumentasi Mead bahwa konsep“diri”(self) dapat bersifat sebagai objek maupunsubjek sekaligus. Objek yang dimaksud berlakupada dirinya sendiri sebagai karakter dasar darimakhluk lain, sehingga mampu mencapai kesadarandiri (self conciousness), dan dasar mengambil sikapuntuk dirinya juga untuk situasi sosial. Jamesmengakui bahwa individu mempunyai banyak“diri” sebanyak kelompok berlainan yangmerespon individu tersebut. Prinsipnya bahwa“diri” merefleksikan masyarakat, memerlukan suatupandangan atas ‘diri” sesuai dengan realitas. Wil-liam James menyimpulkan bahwa tidak ada realitastunggal, melainkan realitas yang tak terbatas,seperti realitas kehidupan sehari-hari, mimpi, sainstermasuk realitas pribadi.

3.4 Howard S. Becker dan Teori “labelling”11

Howard S. Becker mengklaim bahwa kelompoksosial menciptakan penyimpangan (deviance)dengan pembuatan aturan mendasar denganmenerapkan aturan itu kepada orang-orang tertentudan memberikan label mereka sebagai orang luar.Menurut Becker, setelah individu berlabelmenyimpang, mereka akan terus menyimpang danmenjadi sulit untuk melepaskan label tersebut,

karena orang lain melihatnya dengan statusindividu menunjuk orang luar (Outsiders). StudiSociology of Deviance menunjukan bahwa ketikamempelajari orang penyimpang, seseorang tidakharus menerima penyimpangan merekasebagaimana adanya karena seseorang meng-anggap orang-orang tersebut benar telahmelakukan tindakan penyimpangan ataumelanggar beberapa aturan, karena proses teoripenjulukan tidak sempurna. Penjulukanpenyimpang tidak perlu berarti bahwa individutelah melakukan penyimpangan di masa lalu.

Backer menguatkan bahwa penyimpanganbukanlah suatu properti yang melekat pada bentuktingkah laku tertentu, tetapi properti yangdigunakan oleh individu. Penyimpangan menurutteori penjulukan oleh Becker, diperlukan padastabilitas masyarakat dibandingkan tanggungjawab pada kerusakannya. Karena individu yangmenyimpang bertindak sebagai parameterperbedaan antara baik dan buruk, benar dan salah.

3.5 “Transformasi Identitas” Anselm StraussMulyana (2006 : 231) menyebutkan bahwa

transformasi identitas mengisyaratkan penilainbaru tentang diri pribadi dan orang lain, tentangperistiwa, tindakan, dan objek. Menurut perspektifteori interaksi simbolik, transformasi identitasmenyangkut perubahan psikologi. Perubahan inidapat diidentifikasikan melalui pelakunya yangmenjadi berbeda dari sebelumnya. Straussmengakui melalui transformasi persepsi seseorangbersifat irreversible, artinya sekali berubah tidakbisa kembali lagi.

3.6 Norman Denzin 12

Norman Denzin (1987) melihat prosestransformasi identitas dalam pendekatan teoriinteraksi simbolik, bertumpu pada upayamembangun konsep diri dan relasi-relasi sosialnya.Menurut Denzin, transformasi identitas adalahproses di mana seseorang secara aktif memerolehcitra diri yang baru, bahasa diri yang baru,hubungan-hubungan baru, dengan orang lain, danikatan-ikatan baru dengan tatanan sosial.

Hal lain yang dijelaskan Denzin, individu-

Page 9: Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar

309Dadi Ahmadi. Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar

Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

individu yang terlibat dalam interaksi tersebut tidakselamanya berjalan mulus, meski berasal daribudaya yang sama, karena menggunakan simbolyang tidak signifikan – simbol yang tidak bermaknabagi pihak lain. Akibatnya, orang tersebut harusterus menerus mencocokkan makna danmerencanakan cara tindakan mereka. Jika dikaitkandengan metodologi, maka seperti yang telahdisinggung sebelumnya, interaksi simboliktermasuk salah satu dari sejumlah tradisi penelitiankualitatif yang berasumsi bahwa penelitiansistematik harus dilakukan dalam suatu lingkunganyang alamiah, atau lingkungan yang artifisialseperti eksperimen.

Lebih jauh, Denzin (dalam Mulyana, 2006)mengemukakan tujuh prinsip metodologisberdasarkan teori interaksi simbolik, di antaranya:(1) Simbol dan interaksi harus dipadukan sebelumpenelitian tuntas; (2) Peneliti harus mengambilperspektif atau peran orang lain yang bertindak(the acting other) dan memandang dunia darisudut pandang subjek; (3) Peneliti harusmengaitkan simbol dan defenisi subjek denganhubungan sosial dan kelompok yang memberikankonsepsi demikian; (4) Setting perilaku dalaminteraksi tersebut dan pengamatan ilmiah harusdicatat; (5) Metode penelitian harus mampumencerminkan proses atau perubahan, juga bentukperilaku yang statis; (6) Pelaksanaan penelitianpaling baik dipandang sebagai suatu tindakaninteraksi simbolik; (7) Penggunaan konsep yanglayak dimulai dari mengarahkan (sensitizing) dankemudian operasional; teori yang layak menjaditeori formal, bukan teori agung (grand theory) atauteori menengah (middle-range theory): danproposisi yang dibangun menjadi interaksionaldan universal.

Upaya Denzin tersebut, sejalan denganpandangan Glaser dan Strauss untuk membangunteori berdasarkan data (grounded theory) dandianggap sebagai salah satu upaya serius untukmengembangkan metodologi Interaksi Simboliksebagai suatu perspektif teoretis, sekaligusberorientasi metodologis.

3.7 Aoron Cicourel

Cicourel lebih banyak membangunargumennya pada wilayah metodologi denganperspektif penelitian interaksi simbolik yangbersifat kualitatif. Ia menegaskan bagaimanasebuah logika yang murni matematis dapatmengabaikan pemikiran akal sehat (common-sensereasoning), yang digunakan oleh orang yangditeliti dan peneliti. Menurutnya, manusia tidakeksis jika terlepas dari motif dan tujuannya. Bahwainteraksi simbolik merupakan perspektif teoretis,sekaligus berorientasi metodologis. Hal ini jugadipertegas kembali oleh pendapat Silverman,MacIver, dan Geertz bahwa perhatian interaksisimbolik pada aspek fenomenologis perilakumanusia yang mempunyai implikasi metodologis,sehingga bagi Cicourel, penelitian kualitatif,khususnya interaksi simbolik, lebih menekankanpada aspek bahasa dan makna subjek penelitian.Cicourel berpendapat, makna cultural mengenaikehidupan akhirat, kausal, peristiwa fisik, sosial,peristiwa biologis, dan sebagainya, memiliki tatabahasa yang dipengaruhi bahasa. Kesimpulanmereka tentang penelitian kualitatif mengandalkanotentitas dan pemahaman yang mendalam tentangpermasalahan penelitian. Dengan demikian,penelitian kualitatif berdasarkan perspektif interaksisimbolik yang bersifat induktif.

3.8 Jack Douglas 13

Hampir sama dengan pemikiran dan analisisCicourel, Douglas dalam bukunya The SocialMeaning of Sucide (Mulyana, 2006) juga menguraipanduan metodologi penelitian dalam perspektifinteraksi simbolik, dengan memfokuskanperhatiannya pada makna sosial. Salah satupenelitian yang dilakukan Douglas tentang maknasosial bunuh diri menggunakan catatan hariansebagai sumber data. Walaupun cara ini ditentangoleh Denzin, akhirnya membantu Douglasmerumuskan temanya menjadi informasi penting.

3.9 Pemikiran Herbert BlumerDalam penjelasan konsepnya tentang

interaksi simbolik, Blumer menunjuk kepada sifatkhas dari tindakan atau interaksi antarmanusia.

Page 10: Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar

MEDIATOR, Vol. 9 No.2 Desember 2008310

Kekhasannya bahwa manusia saling menerjemah-kan, mendefenisikan tindakannya, bukan hanyareaksi dari tindakan seseorang terhadap orang lain.Tanggapan seseorang, tidak dibuat secaralangsung atas tindakan itu, tetapi didasarkan atas“makna” yang diberikan. Olehnya, interaksidijembatani oleh penggunaan simbol, penafsiran,dan penemuan makna tindakan orang lain. Dalamkonteks ini, menurut Blumer, actor akan memilih,memeriksa, berpikir, mengelompokkan, danmentransformasikan makna sesuai situasi dankecenderungan tindakannya, (Basrowi danSukidin, 2002). Pada bagian lain, Blumer dalamSoeprapto (2002) mengatakan bahwa individubukan dikelilingi oleh lingkungan objek-objekpotensial yang mempermainkan dan membentukperilakunya, sebaliknya ia membentuk objek-objekitu. Dengan begitu, manusia merupakan actor yangsadar dan reflektif, yang menyatukan objek yangdiketahuinya melalui apa yang disebutnya sebagaiself-indication. Maksudnya, proses komunikasiyang sedang berjalan dimana individu mengetahuisesuatu, menilainya, memberi makna dan memberitindakan dalam konteks sosial. Menurutnya dalamteori interaksi simbolik mempelajari suatumasyarakat disebut “tindakan bersama”.

Dalam perspektif Blumer, teori interaksisimbolik mengandung beberapa ide dasar, yaitu:(1) Masyarakat terdir i atas manusia yang

bertinteraksi. Kegiatan tersebut salingbersesuaian melalui tindakan bersama,membentuk struktur sosial;

(2) Interaksi terdiri atas berbagai kegiatan manusiayang berhubungan dengan kegiatan manusialain. Interaksi nonsimbolis mencakup stimu-lus respons, sedangkan interaksi simbolismencakup penafsiran tindakan-tindakan;

(3) Objek-objek tidak memiliki makna yangintrinsik. Makna lebih merupakan produkinteraksi simbolis. Objek-objek tersebut dapatdiklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaituobjek fisik, objek sosial, dan objek abstrak;

(4) Manusia tidak hanya mengenal objekeksternal. Mereka juga melihat dirinya sebagaiobjek;

(5) Tindakan manusia adalah tindakan interpretasiyang dibuat manusia itu sendiri;

(6) Tindakan tersebut saling berkaitan dandisesuaikan oleh anggota-anggota kelompok.Ini merupakan “tindakan bersama”. Sebagianbesar “tindakan bersama” tersebut dilakukanberulang-ulang, namun dalam kondisi yangstabil. Kemudian di saat lain ia melahirkankebudayaan. (Bachtiar, 2006:249-250).

Kesimpulan Blumer bertumpu pada tiga premisutama, yaitu: (1) manusia bertindak berdasarkanmakna-makna yang ada pada sesuatu bagi mereka;(2) makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosialyang dilakukan dengan orang lain; (3) makna-makna tersebut disempurnakan di saat prosesinteraksi sosial sedang berlangsung (Soeprapto,2002:123-124)

Sebagai salah satu pemikir dan pengembangteori interaksi simbolik, membuat gagasanyacenderung kritis terhadap alam. Kritikannya yangcukup popular dikalangan penganut teoriinteraksionis yakni “analisis variabel” ala ilmualam. Metodologi yang dibangun Blumer menolakanggapan analisis variabel bisa diterapkan dalamperilaku manusia. Penelitian yang bertumpu padatindakan dan perilaku manusia menekankankebutuhan untuk secara jelas (insightful), danutuh. Keberatan Blumer atas analisis variabelberakar pada kenyataan bahwa argumentasi ilmiahilmu alam pada umumnya palsu. Hal-hal yangdiindentifikasi, tidak jelas dan bukan objek terpisahdengan susunan utuh sebagaimana yang dimilikivariabel sejati, melainkan istilah-istilah rujukanyang disingkat bagi pola-pola rumit. Selanjutnya,Blumer menguraikan bahwa apa yang disebutvariabel sosial itu tidak dapat kita uraikan dengancara ini. Sementara, apa yang disebut veriabelgenerik yang tampak seperti: usia, jenis, tingkatkelahiran, dan periode waktu, masih harusdipertanyakan. Dalam pandangan Blumer, untukmenelaah kehidupan sosial, sepantasnyamenggunakan pendekatan naturalistik, bukanveriabel ala ilmu alam. Menurut Blumer lagi, dalampenerapan variabel-variabel tersebut juga tidakuniversal dan lazimnya kekurangan indikator yangtetap atau seragam.

Page 11: Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar

311Dadi Ahmadi. Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar

Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

4. Fokus dan Perspektif Interaksi Simbolik

Manusia pada hakikatnya adalah makhlukyang berinteraksi. Bahkan, interaksi itu tidak hanyaekslusif antarmanusia, melainkan inklusif denganseluruh mikrokosmos, termasuk interaksi manusiadengan seluruh alam ciptaan. Singkatnya, manusiaselalu mengadakan interaksi. Setiap interaksi mutlakmembutuhkan sarana tertentu. Sarana menjadimedium simbolisasi dari apa yang dimaksudkandalam sebuah interaksi.

Teori interaksi simbolik dipengaruhi olehstruktur sosial yang membentuk atau menyebabkanperilaku tertentu, yang kemudian membentuksimbolisasi dalam interaksi sosial masyarakat. Teoriinteraksi simbolik menuntut setiap individu mestiproaktif, refleksif, dan kreatif, menafsirkan,menampilkan perilaku yang unik, rumit, dan sulitdiinterpretasikan. Teori interaksi simbolikmenekankan dua hal. Pertama, manusia dalammasyarakat tidak pernah lepas dari interaksi sosial.Kedua, interaksi dalam masyarakat mewujud dalamsimbol-simbol tertentu yang sifatnya cenderungdinamis.

Menurut Fisher, interaksi simbolik adalah teoriyang melihat realitas sosial yang diciptakanmanusia. Sedangkan manusia sendiri mempunyaikemampuan untuk berinteraksi secara simbolik,memiliki esensi kebudayaan, saling berhubungan,bermasyarakat, dan memiliki buah pikiran. Setiapbentuk interaksi sosial dimulai dan berakhir denganmempertimbangkan diri manusia (Fisher, 1986: 231).

Pada dasarnya, teori interaksi simbolik iniberakar dan berfokus pada hakikat manusia sebagaimakhluk relasional. Setiap individu pasti terlibatrelasi dengan sesamanya. Maka, tidaklahmengherankan bila kemudian teori interaksisimbolik lebih banyak digunakan biladibandingkan dengan teori-teori sosial lainnya.Salah satu alasannya adalah bahwa diri manusiamuncul dalam dan melalui interaksi dengan yangdi luar dirinya. Interaksi itu sendiri membutuhkansimbol-simbol tertentu. Simbol itu biasanyadisepakati bersama dalam skala kecil maupun skalabesar. Simbol-misalnya bahasa, tulisan dan simbol

lainnya yang dipakai-bersifat dinamis dan unik.Keunikan dan dinamika simbol dalam prosesinteraksi sosial menuntut manusia harus lebihkritis, peka, aktif, dan kreatif dalammenginterpretasikan simbol-simbol yang munculdalam interaksi sosial. Penafsiran yang tepat atassimbol tersebut turut menentukan arahperkembangan manusia dan lingkungan. Faktor-faktor penting keterbukaan individu dalammengungkapkan diri-nya merupakan hal yang tidakdapat diabaikan dalam interaksi simbolik. Hal-hallainnya yang juga perlu diperhatikan adalahpemakaian simbol yang baik dan benar, sehinggatidak menimbulkan kerancuan interpretasi. Setiapsubjek mesti memperlakukan individu lainnyasebagai subjek, bukan objek. Segala bentuk apriorimesti dihindari dalam menginterpretasikan simbolyang ada agar unsur subjektif dapat diminimalisirsejauh mungkin. Pada akhirnya, interaksi melaluisimbol yang baik, benar, dan dipahami secara utuh,akan membidani lahirnya berbagai kebaikan dalamhidup manusia.

Joel M. Charon (1979) mendefinisikan interaksisebagai aksi sosial bersama, individu individuberkomunikasi satu sama lain mengenai apa yangmereka lakukan dengan mengorientasikankegiatannya kepada dirinya masing masing” (mu-tual social action, individuals, communicatingto each other in what they do, orienting theiracts to each others).

Jarome Manis dan Bernard Meltzer dalamLittlejhon (2004) mengemukakan tujuh proposisidasar dalam interaksi simbolik, yakni: (1) Manusiamemahami sesuatu melalui makna yang diperolehdari pengalaman, persepsi manusia selalu menculmenggunakan simbol-simbol; (2) Makna dipelajarimelalui interaksi antar manusia dan makna munculdari pertukaran simbol dalam kelompok sosial; (3)Semua struktur dan institusi sosial dibuatberdasarkan interaksi antar manusia; (4) Perilakumanusia tidak hanya dipengaruhi oleh kejadian,melainkan oleh kehendak dirinya sendiri; (5) Benakmanusia berisi percakapan bersifat internal, yangmerefleksikan bahwa dia telah berinteraksi; (6)Perilaku tercipta dalam interaksi dengan kelompoksosial; (7) Seseorang tidak dapat dipahami hanya

Page 12: Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar

MEDIATOR, Vol. 9 No.2 Desember 2008312

dari perilaku yang terbuka.Jika Mazhab Iowa yang dikembangkan oleh

Marford H. Kuhn dalam kajiannya menggunakanmetode sainstifik (positivistik) untuk menemukanhukum-hukum universal mengenai perilaku sosialyang dapat diuji secara empiris, maka MazahabChicago yang dikembangkan oleh Mead, Blumer,Gofmann, dan interpretis lainnya, menggunakanpendekatan humanistik. Walaupun Kuhn tidakmenolak sama sekali studi tentang aspek-aspektersembunyi mengenai perilaku manusia iamenyarankan penggunaan instrumen objektifuntuk mengukur perilaku terbuka, guna mengukurgagasan-gagasan Mead.

Perspektif Interaksi Simbolik berusahamemahami perilaku manusia dari sudut pandangsubjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilakumanusia harus dilihat sebagai proses yangmemungkinkan manusia membentuk dan mengaturperilaku mereka dengan mempertimbangkanekspetasi orang lain yang menjadi mitra interaksimereka. Demikian menurut Howard S. Becker (dalamMulyana, 2006:70). Manusia bertindak hanyaberdasarkan definisi atau penafsiran mereka atasobjek-objek di sekeliling mereka. Demikian pulamasyarakat, dalam pandangan penganut interaksisimbolik, adalah proses interaksi simbolik. Danpandangan ini memungkinkan mereka untukmenghindari problem-problem strukturalisme danidealisme dan mengemudikan jalan tengah di antarakedua pandangan tersebut. Kehidupan sosial padadasarnya adalah interaksi manusia denganmenggunakan simbol-simbol. Penganut InteraksiSimbolik berpandangan, perilaku manusia padadasarnya adalah produk dari interpretasi merekaatas dunia di sekeliling mereka. Artinya, merekatidak mengakui bahwa perilaku itu dipelajari atauditentukan, tetapi dipilih sebagai hal yang layakdilakukan berdasarkan cara individumendefinisikan situasi yang ada. (Hall, dalamMulyana, 2006). Hal ini dipertegas George Simmelbahwa teori ini berawal dari asumsi-asumsi sosio-psikologis, “semua fenomena dan atau perilakusosial itu bermula dari apa yang ada dalam alampikiran individu” (Soeprapto, 2002).

Dengan demikian, mengutip pendapat Blumer

secara ringkas premis-premis yang mendasariinteraksi simbolik, di antaranya: pertama, individumerespon suatu situasi simbolik. Sepertilingkungan, objek fisik (benda), dan objek sosial(perilaku manusia) berdasarkan makna yangdikandung komponen-komponen lingkungantersebut bagi mereka. Kedua, makna adalah produkinteraksi sosial, karena itu makna tidak melekat padaobjek, melainkan dinegosiasikan melaluipenggunaan bahasa. Ketiga, makna yangdiinterpretasikan individu dapat berubah dari waktuke waktu, sejalan dengan perubahan situasi yangditemukan dalam interaksi sosial. Di dalam interaksisimbolik, maka akan selalu berhubungan denganteori diri dari Mead, karena teori ini merupakan intidari interaksi simbolik.

Esensi dari teori interaksi simbolik menurutMulyana (2006) adalah suatu aktivitas yangmerupakan ciri khas manusia, yakni komunikasiatau pertukaran simbol-simbol yang diberi makna.Bahwa individu dapat ditelaah dan dianalisismelalui interaksinya dengan individu yang lain.Dengan demikian, teori ini menggunakanparadigma individu sebagai subjek utama dalamrealitas sosial.

5. Penelitian Interaksi SimbolikDalam penelitian mengenai iklan dan

prostitusi, subjek menggunakan ’iklan panti pijat’sebagai media (simbol) penawaran jasaprostitutisinya. Subjek yang lain memanfaatkan’tampil di cover majalah pria’ sebagai media lainpenawaran atau komunikasi pemasaran jasaprostitutisinya. Subjek yang lain lagi, ’menjual diri’dengan tampil di situs jejaring sosial Face Book(FB) dengan foto-foto yang ’mengundang’ sebagaimedia komunikasi pemasaran atau iklan jasaprostitutisinya. Bagaimana subjek membentuksimbol-simbol pengiklanan diri tersebut. Bagaimanapelanggan dapat menangkap makna simbol-simboltersebut sehingga terjadi interaksi dan transaksi’gelap’ dengan menggunakan simbol-simboleksklusif lain? Bagaimana subjek memandang danmendefinisikan diri mereka berdasarkan pandanganorang lain? Apakah mereka lebih senang disebutpelacur, pelacur kelas atas, escort, pemijat plus,

Page 13: Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar

313Dadi Ahmadi. Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar

Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

model plus, atau sekadar ’teman jalan’? Adakahistilah-istilah dan bahasa-bahasa isyarat tertentuyang mereka gunakan? Bagaimana dengankeluarga dan teman-teman mereka di luarlingkungan prostitutif mereka? Apakah merekamenyembunyikan profesi mereka atau terbuka?Berapa banyak pelanggan dan penghasilan merekadari hasil beriklan? Adakah pengaruh iklan terhadapkenaikan penghasilan mereka? Digunakan untukapa saja penghasilan mereka? Lebih banyak untukmembantu perekonomian diri dan keluarga, ataulebih banyak untuk bersenang-senang?Bagaimana pula pengaruh Media FB yangdigunakannya. 14

6. PenutupInteraksi simbolik dalam ilmu sosial,

khususnya komunikasi, merupakan teori dasar, danvariannya mencakup berbagai teori, di antaranya:labelling theory, teori transformasi identitas. Teoritersebut dapat digunakan dalam menganalisisgejala masyarakat, karena berakar dan berfokuspada hakikat manusia sebagai makhluk relasional.Interaksi itu sendiri membutuhkan simbol-simboltertentu. Keunikan dan dinamika simbol dalamproses interaksi sosial menuntut manusia haruslebih kritis, peka, aktif, dan kreatif dalammenginterpretasikan simbol yang muncul dalaminteraksi sosial. Jadi, Teori ini memberikanpandangan yang menonjolkan mengenai perilakukomunikasi antarmanusia dalam konteks yangsangat luas dan bervariasi. Teori ini dikembangkandengan baik, mulai dari peranan diri dan kemudianberkembang pada penelitian mengenai diri dalammasyarakat.

Beberapa kritikan terhadap interaksionalismesimbolis karena beberapa hal, di antaranya: terlaluabstraksi yang spekulatif, dianggap sebagaifilsafat sosial daripada teori sosial. Selain itu,konsep dalam Interaksi Simbolik digunakan denganbatasan yang kurang jelas, misalnya diri, aku, akudan peran. Teori ini pula dianggap gagalmenghubungkan konsep makna dengan diri.

Tetapi, pada akhirnya penafsiran yang tepatatas simbol tersebut turut menentukan arahperkembangan manusia dan lingkungan.Sebaliknya, penafsiran yang keliru atas simboldapat menjadi musibah bagi manusia danlingkungannya. Keterbukaan individu dalammengungkapkan dirinya merupakan hal yang tidakdapat diabaikan dalam interaksi simbolik. Hal-hallainnya yang harus diperhatikan adalah pemakaiansimbol yang baik dan benar, sehingga tidakmenimbulkan kerancuan interpretasi.

Catatan Akhir

1 http://www.colorado.edu/Communication/meta-dis-courses/Papers/App_Papers/Nelson.htm

2 http://books.google.co.id/books?id=YisaULoW5_UC&pg=PA131&lpg=PA131&dq=%22Manford+Kuhn%2 2 & s o u r c e = b l & o t s = m g O p o T f P T R & s i g= 9 2 b S W 1 8 p v z U q l m Q C S J W Y S w e -J9I&hl=id&sa=X&oi=book_result&resnum=2&ct=result

3 Makyun Subuki, 15 November 2006, Komunikasi dalamTeori Interaksionisme Simbolis, Strukturasi, danKonvergensi, http://tulisanmakyun.blogspot.com/2008/02/teori-komunikasi_29.html.

4 http://en.wikipedia.org/wiki/George_Ritzer5 Miller Katherine, p 556 http://socio.ch/sim/bio.htm8 http://www.sociologyprofessor.com/socialtheorists/

georgeherbertmead.php10 http://media.pfeiffer.edu/lridener/courses/LKGLSSLF.HTML

9 Nelson. D. Lindsey. Herbert Blumer’s SymbolicInteractionism. University of Colorado at BoulderSpring 1998. http://www.colorado.edu/Communica-tion/meta-discourses/Papers/App_Papers/Nelson.htm

10 http: //psychclassics.yorku .ca/ J ames/Principles/prin10.htm.

11 www. hewet t . nor folk . sch . .u k /cu r r i c / soc/cr ime/labeling.htm

12 http://sobek.colorado.edu/SOC/SI/si-denzin.htm13 http://www.guardian.co.uk/film/2008/dec/19/1

14 http://bambangsukmawijaya.wordpress.com/2007/12/07/fenomenologi-dan-interaksi-simbolik/

Page 14: Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar

MEDIATOR, Vol. 9 No.2 Desember 2008314

Daftar Pustaka

Bachtiar, Wardi. 2006. Sosiologi Klasik. Bandung:Remaja Rosdakarya

Basrowi dan Sukidin. 2002. Metode PenelitianKualitatif Perspektif Mikro. Surabaya: InsanCendekia

Becker, Howard. 1963. Overview of Labelling Theo-ries, www. Hewett, Norfolk. Sch.uk/curric/soc/crime/labelling/ diakses pada 10 Agustus2008.

Charon, Joel M. 1979. Symbolic Interactionism,United States of America: Prentice Hall Inc

Fisher, B. Aubrey. 1986. Teori-teori Komunikasi:Perspektif Mekanistis, Psikologis,Interaksional, dan Pragmatis. PenterjemahSoejono Trimo, Penyunting JalaluddinRakhmat. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Francis M. Abraham. 1982 Modern SociologicalTheory (An Introduction). Oxford: Oxford Uni-versity Press. Chapter 8. SimbolicInteracsionism.

Goffman, Erving, 1959. The Presentation of Selfin Everyday Life, London: Harmondsworth,Penguin

Griffin, Emory A. 2004. A First Look At Communi-cation Theory. New York: McGraw-Hill.

Horton, Paul B dan Chester L. Hunt. 1984. Sociol-ogy. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Littlejohn, Stephen, W. 2004. Theories of HumanCommunication. New York, USA: ArtistsRight Society (ARS).

——————————.. Theories of HumanCommunication (edisi ketujuh). Belmont:Thomson Learning. Hal. 144-162

Mulyana, Deddy. 2006. Metodologi PenelitianKualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasidan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: RemajaRosdakarya.

——————————. 1999. Nuansa-Nuansa

Komunikasi, Meneropong Politik danBudaya Komunikasi MasyarakatKontemporer. Bandung: Remaja Rosdakarya.

——————————, 2000. Ilmu Komunikasi:Suatu Pengantar, Bandung: RemadjaRosdakarya.

Mulyana, Deddy dan Rakhmat, Jalaluddin, 1998.Komunikasi Antarbudaya, Bandung:Remadja Rosdakarya.

Miller, Katherine, 2005. Communication Theo-ries, Perspectives, Process, and Contexts,Second Edition, Singapore: McGraw-HillInternational Edition Rosdakarya.

Moleong, Lexy J, 2000. Metodologi PenelitianKualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nelson. D. Lindsey. 1998. Herbert Blumer’s Sym-bolic Interactionism. University of Coloradoat Boulder Spring. http://www.colorado.edu/Communication /metadiscourses/Papers/App_Papers/Nelson.htm diakses pada 05Januari 2009 pkl. 09.00

Rahmat, Jalaluddin. 1995. Metode PenelitianKomunikasi, Bandung: Remadja Rosdakarya

Rahim, A. Samsudin. 2006. Kumpulan Esei Isu-IsuKomunikasi. Kuala Lumpur, Malaysia:Ampang Press Sdn Berhad.

Soeprapto, Riyadi. 2002. Interaksi Simbolik,Perspektif Sosiologi Modern. Yogyakarta:Averrpes Press dan Pustaka Pelajar.

Uchjana, Onong E. 2003. Ilmu, Teori dan FilsafatKomunikasi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Veeger. KJ . 1993. Realitas Sosial, Refleksi FilsafatSosial atas Hubungan Individu –Masyarakat dalam Cakrawala SejarahSosiologi. Jakarta: Gramedia. Hlm 224 – 226.

Wood, JT. 2000. Communication Theories in Ac-tion. Calofornia: Belmont

West. Richard dan Turner.H.Lynn. 2008. PengantarTeori Komunikasi, Analisis dan Aplikasi.Jakarta: Salemba Humanika

Page 15: Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar

315Dadi Ahmadi. Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar

Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005

Sumber lainnya:

Makyun Subuki, 15 November 2006, Komunikasidalam Teori Interaksionisme Simbolis,Strukturasi, dan Konvergensi http://tulisanmakyun.blogspot.com /2008/02/teori-komunikasi_29.html

http://bambangsukmawijaya.wordpress.com/2007/12/07/fenomenologi-dan-interaksi-simbolik/ diakses pada 25 Desember 2008 pkl.08.10

http://teorikomunikasi-umy.blogspot.com/2005/0 9 / t e o r i - t e n t a n g - i n t e r a k s i -simbolik_13.html, diakses pada 25 Desember2008 pkl. 08.10

h t t p : / / www. pon t i an ak pos t . c om/ b e r i t a /index.asp?Berita=Opini&id=95576 ,diakses pada 28 Desember, 12.00

ht tp :/ /averroes .or. i d/ 2007 /12/12/ te or i -interaksionisme-simbolik/ diakses pada 28Desember, 12.00

http://fisip.untirta.ac.id/teguh/?p=17 diaksespada 28 Desember, 12.00

http://jejakelana.blog.com/355151/ diaksespada 28 Desember, 12.00

h t t p : / / sob e k . c o l or ado . e du / SOC / S I / s i -tableofcontents.htm

The Society for More Creative Speech. (1996). Sym-bolic Interactionism as Defined by HerbertBlumer. http://www.thepoint.net/-usul/text/blumer.html

http://www.colorado.edu/Communication/meta_discourses/Papers/App_Papers/Nelson.htm

Page 16: Interaksi Simbolik: Suatu Pengantar

MEDIATOR, Vol. 9 No.2 Desember 2008316