bab iii konseling pastoral antarbudaya bagi jemaat … · 2017. 9. 27. · retreat yang berlangsung...

22
1 BAB III KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA BAGI JEMAAT GMI WESLEY JAKARTA A. Profil Jemaat GMI Wesley Jakarta 1. Eksistensi Jemaat GMI Wesley Jakarta Gereja Methodist Indonesia (GMI) Wesley Jakarta secara geografis terletak di Jakarta Utara, Jalan Pluit Raya Nomor 18-19. Kepemimpinan jemaat ini berada di tangan pendeta dan Majelis Jemaat. Secara struktural terdiri dari: 1 orang pendeta, 1 orang asisten pendeta dan 13 orang anggota Majelis Jemaat. Adapun bidang pelayanan yang menjadi tugas dan tanggung jawab dari Majelis Jemaat, antara lain: bidang penatalayanan dan keuangan, inventaris gereja, komunikasi dan multimedia, keanggotaan, sosial, Pendidikan Agama Kristen, misi, Sekolah Minggu, remaja dan ibadah. 1 Secara kuantitas jumlah jemaat GMI Wesley Jakarta sebanyak 268 orang. Keberadaan jemaat ini dapat diuraikan berdasarkan kategori kelompok bina umat, antara lain: jemaat yang termasuk dalam usia Sekolah Minggu berjumlah 51 orang (sudah termasuk anak di bawah usia 3 tahun), usia remaja berjumlah 15 orang, usia 1 Buletin Jemaat GMI Wesley Jakarta, hlm. 8.

Upload: others

Post on 27-Dec-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA BAGI JEMAAT … · 2017. 9. 27. · Retreat yang berlangsung 2 tahun sekali untuk jemaat dan kebaktian padang/rekreasi bersama semua jemaat

1

BAB III

KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA

BAGI JEMAAT GMI WESLEY JAKARTA

A. Profil Jemaat GMI Wesley Jakarta

1. Eksistensi Jemaat GMI Wesley Jakarta

Gereja Methodist Indonesia (GMI) Wesley Jakarta secara

geografis terletak di Jakarta Utara, Jalan Pluit Raya Nomor 18-19.

Kepemimpinan jemaat ini berada di tangan pendeta dan Majelis

Jemaat. Secara struktural terdiri dari: 1 orang pendeta, 1 orang

asisten pendeta dan 13 orang anggota Majelis Jemaat. Adapun

bidang pelayanan yang menjadi tugas dan tanggung jawab dari

Majelis Jemaat, antara lain: bidang penatalayanan dan keuangan,

inventaris gereja, komunikasi dan multimedia, keanggotaan, sosial,

Pendidikan Agama Kristen, misi, Sekolah Minggu, remaja dan

ibadah.1

Secara kuantitas jumlah jemaat GMI Wesley Jakarta sebanyak

268 orang. Keberadaan jemaat ini dapat diuraikan berdasarkan

kategori kelompok bina umat, antara lain: jemaat yang termasuk

dalam usia Sekolah Minggu berjumlah 51 orang (sudah termasuk

anak di bawah usia 3 tahun), usia remaja berjumlah 15 orang, usia

1 Buletin Jemaat GMI Wesley Jakarta, hlm. 8.

Page 2: BAB III KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA BAGI JEMAAT … · 2017. 9. 27. · Retreat yang berlangsung 2 tahun sekali untuk jemaat dan kebaktian padang/rekreasi bersama semua jemaat

2

pemuda 35 orang, usia dewasa (pasangan muda) berjumlah 147

orang, dan usia lanjut berjumlah 20 orang.2

Secara demografi keberadaan jemaat ini tidak mendiami satu

wilayah teritorial, tetapi tersebar di beberapa wilayah, antara lain:

Jakarta, Bogor dan Tangerang. Tersebarnya jemaat di beberapa

wilayah itu cukup berdampak kepada jangkauan pelayanan jemaat

dimana pelayanan terhadap jemaat tidak bisa dilakukan setiap hari.

Di samping itu, sebagian besar dari mereka cukup sibuk dengan

pekerjaan hari-hari sebagai pengusaha.3

Oleh karena sulitnya jangkauan pelayanan dan tidak bisa

berlangsung rutin setiap hari, maka aktifitas pelayanan jemaat

berfokus pada hari Minggu, lewat kegiatan ibadah jemaat. Ibadah

jemaat GMI Wesley berlangsung sebanyak 3 kali. Pelayanan ibadah

pertama pukul 08.00-09.30 WIB menggunakan bahasa Mandarin-

Indonesia; ibadah kedua pukul 10.30-12.00 WIB merupakan

pelayanan berbahasa Inggris; dan pelayanan ibadah ketiga adalah

ibadah pemuda dengan berbahasa Indonesia. Selain pelayanan

Ibadah Minggu, terdapat juga kegiatan pelayanan kelompok sel (126

Life Group) yang berdasarkan pada kategori usia (kelompok lansia,

remaja, ibu-ibu muda, dan pemuda), kategori teritori yang terdiri

dari 2 kelompok (kelompok Pantai Indah Kapuk, Pluit Timur), dan

kelompok lainnya meliputi kelompok Wesley 1 dan 2, kelompok

majelis, dan persekutuan doa. Jadi total kelompok sel (126 Life

2 Lihat buku data keanggotaan jemaat GMI Wesley Jakarta, op.cit. 3 Hasil observasi partisipatoris di GMI Wesley Jakarta.

Page 3: BAB III KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA BAGI JEMAAT … · 2017. 9. 27. · Retreat yang berlangsung 2 tahun sekali untuk jemaat dan kebaktian padang/rekreasi bersama semua jemaat

3

Group) yang dimiliki oleh jemaat GMI Wesley adalah 10 kelompok.

Kelompok-kelompok sel ini yang menjadi tempat pembinaan

kerohanian jemaat sekaligus tempat menjalin persahabatan yang

lebih akrab satu dengan yang lainnya.4

Selain aktifitas pelayanan di atas, terdapat juga pelayanan

rutin lainnya yang berlangsung di gereja yaitu Sekolah Minggu dan

persekutuan remaja yang berlangsung pada hari Minggu. Raker

Majelis Jemaat yang berlangsung selama setahun sekali. Retreat

yang berlangsung 2 tahun sekali untuk jemaat dan kebaktian

padang/rekreasi bersama semua jemaat setiap 1 tahun sekali. Di

samping itu, terdapat juga aktifitas pelayanan lainnya untuk

menumbuhkan spiritualitas jemaat yang bersifat tidak rutin, yaitu

dalam bentuk ministry camp untuk jangkau waktu 6 bulan dan

beberapa kegiatan seminar pelayanan jemaat.5

Selain pelayanan jemaat yang bersifat rohani, terdapat juga

satu jenis pelayanan sosial jemaat yang dikoordinir oleh Majelis

Jemaat, komisi sosial, yaitu Wesley English Teaching Outreach

Program (WETOP), pembagian sembako gratis dan pengobatan gratis.

Adapun program WETOP ini berisikan tentang pengajaran bahasa

Inggris dan komputer secara gratis yang ditujukan kepada

masyarakat, khususnya anak-anak SD di daerah Penjaringan, yang

4 Lihat Buletin Jemaat GMI Wesley Jakarta 2011-2013. 5 Ibid.

Page 4: BAB III KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA BAGI JEMAAT … · 2017. 9. 27. · Retreat yang berlangsung 2 tahun sekali untuk jemaat dan kebaktian padang/rekreasi bersama semua jemaat

4

tinggal di sekitar gereja. Anak-anak yang mengikuti program WETOP

tersebut adalah mereka yang berasal dari agama Islam.6

2. Keadaan Ekonomi

Secara ekonomis kehidupan jemaat GMI Wesley Jakarta sangat

baik. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar dari mereka yang

berusia produktif memiliki mata pencaharian sebagai pengusaha,

dengan presentasenya 80%. Sementara itu, 20% sisanya bekerja

sebagai guru, mahasiswa, dan pegawai kantor.7

Pekerjaan jemaat yang sangat baik itu membuat pendapatan

ekonomi mereka juga sangat baik dan mereka juga sangat

berkontribusi untuk kondisi keuangan gereja yang sehat. Sebagian

besar dari mereka memberikan kontribusi dalam bentuk pengadaan

fasilitas gereja yang dibutuhkan untuk mendukung kelancaran

pelayanan gereja. Dengan demikian, jemaat ini boleh dikatakan

sebagai jemaat yang sejahtera secara ekonomi.8

3. Keadaan Pendidikan

Status pendidikan jemaat GMI Wesley Jakarta sangat baik.

Secara statistik, tingkat pendidikan pendidikan jemaat dapat

dikemukakan sebagai berikut: untuk tingkat TK-SD sebanyak 51

orang (20,8%). Tingkat SMP-SMA sebanyak 15 orang (6%). Tingkat

sarjana (S1) sebanyak 132 orang (53%), tingkat S2 sebanyak 50

6 Ibid. 7 Hasil observasi partisipatoris di GMI Wesley Jakarta. 8 Ibid.

Page 5: BAB III KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA BAGI JEMAAT … · 2017. 9. 27. · Retreat yang berlangsung 2 tahun sekali untuk jemaat dan kebaktian padang/rekreasi bersama semua jemaat

5

orang (20%), dan S3 sebanyak 2 orang (0,8%). Sebagian besar jemaat

yang berpendidikan ini memilih kuliah lanjut untuk S1 dan S2 di

luar negeri, antara lain: di Inggris, Amerika, Australia, Singapura,

Filipina dan Paris.9

4. Dinamika Sosial dan Budaya

Jemaat GMI Wesley Jakarta memiliki kehidupan sosial budaya

yang majemuk (multikultural/plural). Mereka berasal dari berbagai

daerah di Indonesia dan dari luar Indonesia. Jemaat-jemaat yang

berasal dari Indonesia adalah mereka yang datang dari latar

belakang suku dan budaya yang berbeda-beda, yaitu Tionghoa (225),

Batak (11 orang), Jawa (4 orang), Manado (1 orang), Papua (2 orang),

Ambon (3 orang) dan Nias (4 orang), juga ada yang berasal dari luar

negeri, seperti dari India (7 orang), Singapura (5 orang), Amerika (2

orang), Filipina (1 orang) dan Zimbabwe (3 orang). Dengan latar

belakang asal-usul yang berbeda-beda, maka keragaman bahasa,

budaya, cara komunikasi dan pola berperilaku jemaat pun beragam.

Ada jemaat yang berbahasa Mandarin, Inggris, Indonesia, dan juga

ada yang memakai bahasa daerah, seperti: bahasa Batak, Jawa,

Papua, dan Nias saat bersama-sama di gereja dengan keluarga dan

sesama rekan mereka.10

Dari keragaman jemaat di atas, jumlah jemaat yang dominan

berasal dari keturunan Tionghoa. Oleh karena itu, ibadah Minggu

9 Ibid. 10 Lihat buku data keanggotaan, op.cit.

Page 6: BAB III KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA BAGI JEMAAT … · 2017. 9. 27. · Retreat yang berlangsung 2 tahun sekali untuk jemaat dan kebaktian padang/rekreasi bersama semua jemaat

6

diadakan dengan menggunakan bahasa Mandarin untuk menjawab

kebutuhan jemaat yang tidak bisa menguasai bahasa Indonesia

secara baik. Namun ibadah yang dilakukan dalam bahasa Mandarin

tersebut tidak hanya diikuti oleh jemaat keturunan Tionghoa tetapi

juga oleh jemaat yang berasal dari suku lainnya dan fasih berbahasa

Indonesia. Oleh karena itu, solusi yang diambil adalah khotbah

disampaikan oleh pelayan firman dalam bahasa Mandarin, lalu

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, demikian pula

sebaliknya.11 Persoalan keterbatasan kemampuan berbahasa ini juga

menyebabkan relasi satu dengan yang lainnya terbatas, hanya di

permukaan dan tidak mendalam untuk saling membangun. Di

samping muncul ketidakpercayaan diri karena sulit mengerti bahasa

rekan-rekan yang lain, muncul juga pengelompokan-pengelompokan

jemaat berdasarkan bahasa yang biasa dan nyaman mereka

gunakan, yakni: kelompok jemaat berbahasa Inggris, kelompok

jemaat berbahasa Mandarin, dan kelompok jemaat berbahasa

Indonesia. Seringkali juga ditemukan saat kelompok jemaat

berbahasa tertentu sedang bersama-sama, jemaat yang tidak bisa

menggunakan bahasa yang sama hanya terdiam karena tidak

mengerti sama sekali.12 Jemaat lainnya seperti yang berasal dari:

Zimbabwe, India, Amerika, dan Singapura jarang sekali bergabung

untuk berkumpul bersama jemaat lainnya setelah ibadah

11 Hasil observasi partisipatoris pelayanan di GMI Wesley Jakarta; juga hasil

keputusan rapat Majelis Jemaat, 13 November 2011 tentang penerjemahan

khotbah dalam ibadah Minggu dari bahasa Mandarin ke Indonesia dan sebaliknya. 12 Ibid.

Page 7: BAB III KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA BAGI JEMAAT … · 2017. 9. 27. · Retreat yang berlangsung 2 tahun sekali untuk jemaat dan kebaktian padang/rekreasi bersama semua jemaat

7

berlangsung, sewaktu makan bersama karena mereka kesulitan

mengerti bahasa Indonesia yang digunakan oleh sebagian besar

jemaat dalam berelasi.13

Tidak hanya dialami dalam relasi antar jemaat,

keanekaragaman bahasa itu juga menyulitkan pendeta dalam

melakukan konseling pastoral terhadap jemaat yang dialaminya.

Antara pendeta dengan jemaat seringkali mengalami kesulitan dalam

berkomunikasi karena keterbatasan pemahaman kedua belah pihak

terhadap bahasa yang digunakan. Terutama bagi jemaat keturunan

Tionghoa yang berusia lanjut yang umumnya susah mengutarakan

apa yang hendak dikatakannya selain dengan bahasa Mandarin dan

pendeta tidak dapat sama sekali berbahasa Mandarin. Oleh sebab itu

dibutuhkan pihak keluarga untuk membantu menerjemahkan apa

yang diutarakan dari kedua belah pihak. Akibatnya komunikasi

konseling pastoral yang dilakukan tidak terjalin dengan leluasa,

nyaman, efektif dan mendalam.14 Oleh karena itu, dapat dikatakan

bahwa konseling pastoral yang dilakukan tidak terjadi seperti yang

diinginkan, yaitu adanya saling feed back (timbal balik) untuk

mencari solusi terhadap masalah yang dihadapi jemaat.

Dalam hal saling menyapa, jemaat yang terpengaruh dengan

budaya Barat sering menggunakan kata-kata yang tidak bisa

diterima oleh jemaat lainnya yang kuat dengan budaya ketimuran,

13 Hasil wawancara dengan responden 1, op.cit.; juga hasil observasi sepanjang

tahun 2011-2013. 14 Hasil observasi partisipatoris pelayanan di GMI Wesley Jakarta, sepanjang tahun

2011-2013.

Page 8: BAB III KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA BAGI JEMAAT … · 2017. 9. 27. · Retreat yang berlangsung 2 tahun sekali untuk jemaat dan kebaktian padang/rekreasi bersama semua jemaat

8

misalnya ada anggota jemaat yang lebih muda menyapa orang yang

lebih tua darinya dengan menggunakan nama saja, tanpa sebutan

„Bapak‟, „Ibu‟, „Kakak‟, atau „Abang‟ lebih dahulu.15 Ketersinggungan

dalam hal sapaan di antara sesama jemaat seperti ini dialami oleh

jemaat dari Zimbabwe dan India. Bagi mereka, sapaan dengan nama

tidak sopan karena itu bukan kebiasaan menyapa dalam budaya

mereka. Menurut mereka, untuk saling menyapa satu dengan yang

lain biasanya sebutan yang digunakan adalah „Bapak‟ atau „Ibu‟ (Mr

and Ms).16

Masalah sapaan lainnya adalah ada jemaat dan majelis jemaat

memanggil pendeta dengan sebutan nama saja. Sementara itu, di

budaya timur lebih santun dengan menyebut sapaan „Bapak

Pendeta‟ atau „Ibu Pendeta‟ baru disusul dengan nama pendetanya.

Hal seperti ini cenderung menciptakan culture shock dari pendeta

atau jemaat baru yang menghadapi realitas seperti demikian. Kasus

seperti ini terjadi pada pendeta dengan beberapa jemaat, dimana

mereka memanggil pendeta hanya dengan menyebutkan nama saja.

Bagi pendeta, secara psikologis hal itu tidak bagus dan ia tidak mau

sapaan seperti itu diberikan kepadanya. Pendeta menganggap

kebiasaan tersebut disebabkan oleh ketidakrendahatian mereka. 17

Adapun sikap dari jemaat dimaksud seperti demikian karena respons

mereka terhadap pendeta adalah berdasarkan perspektif mereka

15 Ibid 16 Hasil wawancara dengan responden 1, op.cit., dan responden 3, tanggal 16

Maret 2012. 17 Hasil wawancara dengan pendeta di GMI Wesley Jakarta.

Page 9: BAB III KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA BAGI JEMAAT … · 2017. 9. 27. · Retreat yang berlangsung 2 tahun sekali untuk jemaat dan kebaktian padang/rekreasi bersama semua jemaat

9

yang berbeda-beda, seperti: menurut responden 4, pendeta

merupakan teman sebayanya dahulu;18 menurut responden 5,

pendeta lebih muda usianya;19 menurut responden 6 dan 7,

menyapa seseorang dengan sebutan nama adalah hal yang biasa

dalam budaya Barat dimana Wesley sendiri dianggap sebagai gereja

yang berkiblat kebarat-baratan karena merupakan gereja berbahasa

Inggris.20 Selain itu, bagi mereka lainnya yang tidak senang dengan

sebutan „Bapak‟ atau „Ibu‟ untuk orang lain ataupun kepada diri

mereka adalah karena hal itu dianggap sesuatu yang bersifat formal

dan kaku, serta bukan kebiasaan mereka. 21

Dari perbedaan-perbedaan dan terciptanya kelompok-

kelompok yang cenderung mengakibatkan ketidaknyamanan,

kesenjangan, benturan bahkan konflik di antara sesama jemaat, dan

jemaat dengan pendeta di GMI Wesley Jakarta di atas nampak jelas

masalah kebudayaan dan implikasi negatifnya bagi individu bahkan

persekutuan jemaat sangat kuat. Padahal gereja seharusnya selalu

menekankan kepada aspek persekutuan tanpa membeda-bedakan

asal-usul yang dimiliki sebagaimana yang diinginkan oleh Yesus

sebagai Kepala Gereja.

Dalam hal berpakaian juga menjadi masalah di tengah konteks

jemaat GMI Wesley yang beragam. Ada sebagian yang

mempersalahkan cara berpakaian gereja yang agak terbuka bagi

18 Hasil wawancara dengan Pdt. Sonny Cornelius, 19 Oktober 2011. 19 Hasil wawancara dengan responden 5, 9 Oktober 2011. 20 Hasal wawancara dengan responden 6 dan 7, 17 September 2011. 21 Hasil wawancara dengan Pdt. Sonny Cornelius, op.cit.

Page 10: BAB III KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA BAGI JEMAAT … · 2017. 9. 27. · Retreat yang berlangsung 2 tahun sekali untuk jemaat dan kebaktian padang/rekreasi bersama semua jemaat

10

perempuan ketika masuk gereja, sementara sebagian jemaat lainnya

tidak mempermasalahkan soal berpakaian yang terbuka itu. Di

tengah kondisi seperti demikian, pendeta mengalami kesulitan untuk

bersikap sesuai dengan pola kehidupan bergereja yang sebenarnya.

Bagi mereka yang berpakaian agak terbuka atau santai (celana

pendek dan kaos, dan glamour untuk beribadah di gereja itu

merupakan suatu hal yang biasa karena konteks jemaat yang

berbahasa Inggris dan sifatnya kebarat-baratan. 22

Muncul juga persoalan lainnya, yaitu pembedaan berdasarkan

bakat dan status sosial antar jemaat dalam gereja sehingga

menghasilkan kesenjangan berelasi. Pengelompokan dalam jemaat

berdasarkan bakat sangat menguat, seperti tim musik sering

menutup diri untuk berelasi dengan rekan yang baru ataupun orang

yang tidak mempunyai talenta musik. Kemudian orang yang berasal

dari kalangan ekonomi atas sulit berelasi dengan orang-orang yang

memiliki ekonomi lemah.23

Persoalan lain menyangkut latarbelakang sosial-budaya yang

berbeda-beda di antara jemaat GMI Wesley yang pada satu sisi

memperkaya eksistensi jemaat tetapi di sisi lain membawa kepada

pengelompokkan jemaat adalah persoalan ekonomi. Seperti yang

jelas terjadi di jemaat GMI Wesley bahwa jemaat yang memiliki

ekonomi sangat mapan lebih akrab dengan sesama mereka saja dan

jemaat yang ekonomi rendah juga lebih akrab dengan sesama

22 Hasil observasi sepanjang tahun 2011-2013 di GMI Wesley Jakarta. 23 Ibid.

Page 11: BAB III KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA BAGI JEMAAT … · 2017. 9. 27. · Retreat yang berlangsung 2 tahun sekali untuk jemaat dan kebaktian padang/rekreasi bersama semua jemaat

11

mereka saja. Sementara itu, pada keduanya tidak tercipta hubungan

yang akrab. Malahan jemaat ekonomi rendah merasa segan terhadap

orang yang ekonomi sangat mapan sehingga kerap menimbulkan

kesenjangan di antara mereka.24 Bahkan orang-orang yang berasal

dari ekonomi lemah itu, jika terlibat dalam pelayanan dengan

penampilan apa adanya dianggap tidak merepresentasikan wajah

GMI Wesley yang menurut jemaat ekonomi atas berskala

internasional dan modern.25

B. Konseling Pastoral Antarbudaya di Kalangan Jemaat GMI

Wesley Jakarta

Konseling pastoral sebagai cara efektif dan persuasif untuk

menolong orang-orang yang memiliki masalah individu atau antar

individu sangat penting untuk diterapkan dalam gereja. Hal ini

dikarenakan dalam gereja terdapat orang-orang yang banyak

memiliki masalah dan membutuhkan sentuhan pastoralia atau

jamahan kerohanian untuk memperkuat diri mereka. Selain itu,

melalui konseling pastoral warga gereja dapat diarahkan untuk

menjadi orang Kristen yang benar-benar taat dan setia sebagai murid

Kristus sekaligus anggota gereja, ketika berhadapan dengan

persoalan hidupnya. Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugas

kependetaannya dengan menggunakan konseling pastoral, pendeta

24 Ibid. 25 Bahan pembahasan rapat Majelis Jemaat, 9 Oktober 2011.

Page 12: BAB III KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA BAGI JEMAAT … · 2017. 9. 27. · Retreat yang berlangsung 2 tahun sekali untuk jemaat dan kebaktian padang/rekreasi bersama semua jemaat

12

harus bijaksana berperan dalam penanganan masalah-masalah yang

dihadapi jemaatnya.

Sebagaimana yang sudah dikemukakan sebelumnya bahwa

tugas pendeta GMI secara konstitusi diatur dalam disiplin GMI pasal

61, poin 5 dan 7,26 dalam melaksanakan tugas kependetaannya

dengan menggunakan konseling pastoral, pendeta GMI di Jemaat

GMI Wesley Jakarta telah melakukan tugas pendampingan melalui

pendekatan konseling pastoral kepada anggota jemaatnya yang

menghadapi masalah. Namun dalam peran pendampingan yang

dilakukan bagi jemaatnya, kehadiran pendeta tidak memberi

kenyamanan kepada jemaat tertentu sehingga kerap menimbulkan

kesenjangan antara jemaat dengan pendeta pasca pendampingan.

Proses pendampingan seperti yang disebutkan di atas terjadi

pada kasus yang meliputi dua jemaat etnis Tionghoa (responden 8

dan 9). Ketika mereka didampingi oleh pendeta, ada pihak yang tidak

senang dengan proses itu. Pendekatan pendeta terhadap kasus

mereka tidak bersifat holistik dimana pendeta tidak bisa mengambil

sikap netral dan berusaha memberi solusi untuk menyelesaikan

permasalahan yang dialami keduanya, tetapi sebaliknya adalah

sikap keberpihakan yang ditunjukkan. Hal ini nampak melalui

pernyataan yang dikemukakan oleh pendeta ketika konseling

pastoral berlangsung yaitu responden 9 adalah seorang yang idealis

26 Lihat Tiandi Lukman, (dkk)., op.cit., 69.

Page 13: BAB III KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA BAGI JEMAAT … · 2017. 9. 27. · Retreat yang berlangsung 2 tahun sekali untuk jemaat dan kebaktian padang/rekreasi bersama semua jemaat

13

dan memiliki kecurigaan, sementara responden 8 adalah orang yang

tulus dan soal pelayanan tidak bisa diragukan lagi dari padanya”.27

Dari sikap yang tunjukkan oleh pendeta dalam melaksanakan

tugas kependetaannya dengan menggunakan konseling pastoral

terhadap kasus yang terjadi di antara responden 8 dan 9 subjektif

dan memojokkan satu pihak. Akibat sikap seperti demikian

membuat responden 9 tidak lagi berperan sebagai pengurus ibadah

pemuda, ia mengundurkan diri dan kehadirannya beserta keluarga

dalam kegiatan ibadah jemaat sangat jarang, jika dibandingkan

dengan keaktifannya sebelumnya.28 Keberpihakan dari pendeta

dengan jemaat yang kebudayaannya sama ataupun dominasi sikap

like and dislike terhadap jemaat tertentu sedemikian tidak sehat.

Penonjolan sikap seperti itu dapat membuat terjadinya perpecahan

di dalam jemaat. Oleh karena itu, agar dapat menghindari terjadinya

masalah seperti demikian, maka dibutuhkan seseorang yang bersifat

netral untuk menjadi penengah atau pengarah bagi pencarian

sebuah solusi atas masalah yang dihadapi oleh jemaat yang memiliki

latar belakang budaya yang berbeda.29

Bagi pendeta, terhadap masalah responden 8 dan 9, ia tidak

bersikap sepihak tetapi ia merasa mengenal responden 8 lebih dekat,

sementara responden 9 adalah orang baru dibandingkan responden

8. Pendeta mengakui bahwa ia merasa dirinya tidak bisa

27 Hasil observasi partispatoris konseling pastoral terhadap responden 8 dan 9, 20

November 2012. 28 Ibid. 29 Hasil wawancara dengan responden 10, 29 Juni 2014.

Page 14: BAB III KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA BAGI JEMAAT … · 2017. 9. 27. · Retreat yang berlangsung 2 tahun sekali untuk jemaat dan kebaktian padang/rekreasi bersama semua jemaat

14

menggembalakan secara intensif seluruh anggota jemaat yang secara

kuantitatif banyak jumlahnya sehingga yang lebih efektif adalah

melayani untuk mempersiapkan pemimpin, terutama di kemajelisan

seperti pola pelayanan Yesus. Dengan demikian, ketika ia mutasi

pelayanan sekalipun, orang-orang yang sudah disiapkan menjadi

pemimpin-pemimpin di gereja dapat menjaga kestabilan pelayanan di

gereja dan menjadi patner hamba Tuhan untuk memberi pengaruh

kepada jemaat lainnya.30 Terhadap pandangan pendeta ini, bagi

beberapa jemaat diantaranya: responden 11, 12, dan 13,

mengatakan cara itu merupakan suatu model pelayanan yang

bersifat pilih-pilih kasih dan tidak seharusnya dilakukan.31

Berkaitan dengan pelayanan dan relasinya dengan anak-anak

Sekolah Minggu, pendeta menganggap pelayanannya kepada anak-

anak bukanlah fokus tugasnya dan telah mendelegasikan tugas

pelayanan, pendampingan dan pembinaan tersebut kepada guru-

guru Sekolah Minggu saja. Persoalan yang muncul disini adalah

guru-guru Sekolah Minggu ini belum pernah mengikuti pelatihan

khusus konseling untuk anak-anak. Padahal bagi mereka konseling

bagi anak-anak di gereja adalah penting, sebagaimana yang mereka

laporkan dalam Laporan Konferensi Resort GMI Wesley. Hal yang

lebih banyak ditekankan oleh pendeta adalah perihal mendengar

untuk selanjutnya memberitakan Injil dalam melakukan konseling

30 Hasil wawancara dengan Pdt. Sonny Cornelius, 4 Desember 2012. 31 Hasil wawancara dengan responden 11, 10 Februari 2013; juga hasil wawancara

dengan responden 12 dan 13, 22 Februari 2013.

Page 15: BAB III KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA BAGI JEMAAT … · 2017. 9. 27. · Retreat yang berlangsung 2 tahun sekali untuk jemaat dan kebaktian padang/rekreasi bersama semua jemaat

15

pastoral. Pola tersebut menempatkan jemaat sebagai obyek yang

diinjili daripada subyek yang setara dengan diri pendeta.32

Masalah lainnya yang dialami adalah ketika menghadapi

persoalan dengan rekan-rekan sepelayanan di dalam tubuh Majelis

Jemaat, pendekatan terhadap masalah yang seringkali dilakukan

adalah pendekatan institusional dan struktural daripada pendekatan

interelasional. Hal ini nampak pada kasus yang dialami oleh

responden 2, seperti yang dikemukakan berikut ini:

“Pelayanan sang pendeta adalah pelayanan yang tidak mau turun takhta, dimana proses pendampingan yang dilakukan terlalu menekankan pada aspek struktural sebagai seorang pimpinan dan bukan gembala umat.” 33

Hal senada juga disampaikan oleh responden 14 bahwa

sebagai gembala, pendeta sering menggunakan disiplin organisasi

GMI ketika berhadapan dengan masalah-masalah gereja. Oleh

karena itu, formalitas kepemimpinan sangat ditekankan selain aspek

fungsional pelayanan yang memberdayakan umat yang dilakukan.34

Kasus budaya lainnya seperti yang dialami responden 2 adalah

ketika dia memakai jeans untuk menjadi liturgos ibadah Minggu

(pengaruh budaya Barat) dan hal itu tidak diperbolehkan

berdasarkan kesepakatan rapat Majelis Jemaat. Ketika ia bertanya

kepada pendeta melalui pesan pendek via handphone, apakah hal itu

tidak diperbolehkan, jawaban langsung dalam bentuk pesan pendek

via handphone yang ia dapatkan dari pendeta. Dengan tegas pendeta

32 Materi Pelatihan Konseling Pastoral Jemaat GMI Wesley Jakarta, 14 Oktober

2012. 33 Hasil wawancara dengan responden 2, 6 September 2011. 34 Ibid.

Page 16: BAB III KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA BAGI JEMAAT … · 2017. 9. 27. · Retreat yang berlangsung 2 tahun sekali untuk jemaat dan kebaktian padang/rekreasi bersama semua jemaat

16

mengatakan bahwa pelayan mimbar tidak boleh menggunakan jeans

pada saat menjadi pelayan ibadah Minggu. Setelah itu, pendeta tidak

lagi melakukan pendampingan pribadi kepada responden 2 dan

responden 14 hingga masalah dan proses itu membuat mereka

beserta keluarga tidak lagi bergereja di GMI Wesley. 35

Terkait dengan persoalan responden 2 dan 14, pendeta

berpandangan bahwa sikap responden 2 yang tidak menerima

arahan untuk mengenakan pakaian resmi bagi para pelayan

pelayanan ibadah Minggu adalah sikap yang tidak menghormati

Tuhan. Sementara itu, untuk persoalan kepemimpinan pendeta yang

dipersoalkan responden 14, bagi pendeta hal itu menunjukkan sikap

arogannya karena merasa dirinya sebagai seorang pimpinan

perusahaan yang tidak mau untuk dibatasi ruang geraknya padahal

GMI memiliki aturan pelayanan sendiri sebagaimana yang termuat di

dalam disiplin GMI. Selain itu, Pendeta memandang responden 2 dan

14 bersikap demikian karena merasa diri sudah mapan secara

ekonomi dan juga merasa sudah banyak memberi untuk gereja.36

Masalah lainnya adalah muncul kesenjangan antara pendeta

dan beberapa Majelis karena terjadi perselisihan di antara mereka

tentang keuangan gereja. Lewat informasi yang didapatkan dari

responden 2, diketahui bahwa tidak ada langkah yang baik untuk

penyelesaian masalah itu karena pendeta cenderung menutup

ruang-ruang untuk mengkomunikasikan setiap persoalan secara

35 Ibid. 36 Hasil wawancara dengan Pdt. Sonny Cornelius, 3 November 2013.

Page 17: BAB III KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA BAGI JEMAAT … · 2017. 9. 27. · Retreat yang berlangsung 2 tahun sekali untuk jemaat dan kebaktian padang/rekreasi bersama semua jemaat

17

terbuka dengan mereka dan lebih mengutamakan keeksklusifitasan

kepemimpinannya.37

Sebenarnya masalah kesenjangan antara pendeta dengan

jemaat akibat pendekatan konseling pastoral pendeta yang tidak

diterima oleh mereka dan membuat mereka tidak bergereja lagi

sampai sekarang, terjadi pada 11 kepala keluarga yang menjadi

anggota jemaat penuh38 dan aktif terlibat dalam pelayanan gereja.

Hal ini tampak pada data daftar keanggotaan jemaat tahun 2011-

2013. Terkait dengan kemunduran mereka dari gereja, ketika Majelis

Jemaat melakukan rapat bulanan dan membahas tentang hal

tersebut, pendeta yang melaksanakan tugas konseling pastoral

antarbudaya tidak menempuh langkah relasional yang intensif,

tetapi mengatakan bahwa itu merupakan suatu pemurnian yang

Tuhan lakukan di dalam gerejaNya.39 Sikap pendeta terhadap jemaat

demikian karena jemaat tersebut tidak terbuka untuk didampingi

dan diarahkan oleh pendeta. Selain itu, mereka memiliki tuntutan

pelayanan yang tinggi terhadap pendeta untuk dapat mengimbangi

intelektualitas mereka dan mengharapkan supaya kebutuhan-

kebutuhan rohani mereka ketika diminta kapan saja dan dalam hal

37 Hasil wawancara dengan responden 2, op.cit. 38 Anggota jemaat penuh yang dimaksudkan di sini adalah sesuai dengan Disiplin

Gereja Methodist Indonesia pasal 8, poin 1 yang mengatur tentang anggota jemaat

penuh Gereja Methodist Indonesia, yaitu: 1) Semua orang yang diterima dari kelas sidi. 2) Semua orang yang diterima melalui baptisan dewasa. 3) Yang pindah dari

gereja lain. 4) Yang diterima kembali dengan pertobatan. 5) Yang diterima dari

orang Kristen yang tidak jelas status keanggotaan gerejanya. Lihat Tiandi Lukman, (dkk)., op.cit., 35-36. 39 Bahan rapat Majelis Jemaat 11 September 2011.

Page 18: BAB III KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA BAGI JEMAAT … · 2017. 9. 27. · Retreat yang berlangsung 2 tahun sekali untuk jemaat dan kebaktian padang/rekreasi bersama semua jemaat

18

apa saja dapat terpenuhi. Sampai-sampai ada sebutan bahwa

pendeta itu ibarat „baby sitter’ bagi jemaatnya.40

Selain itu, penggunaan pilihan kata (diksi) adalah masalah

prinsipil dalam konseling pastoral antarbudaya. Penggunaan kata

yang halus atau santun tentunya akan membuat konseli merasa

nyaman di tengah masalah yang dihadapinya. Sebaliknya jika kata

yang digunakan adalah kata-kata kasar, maka suasana hati konseli

tidak akan nyaman dan membuat ia menjadi introvert dengan

masalah yang dihadapinya. Hal seperti itu yang dirasakan oleh

responden 15, dimana ketika ia didampingi oleh pendeta, terlontar

kata kasar yang keluar dari pendeta adalah “bebal”. Hal ini terjadi

karena responden 15 tidak mau mendengar arahan dan

pendampingan pendeta sebelumnya dimana beliau merasa dirinya

sebagai orangtua yang sudah banyak “makan asam garam” dalam

hidupnya.41 Kata seperti itu membuat kondisi psikis beliau

terganggu. Apalagi dalam budaya Tionghoa penghormatan terhadap

orangtua adalah hal utama yang ditekankan, karena itu anak-anak

sangat menjaga sikap dan kata-kata mereka yang dapat

menyinggung atau meresahkan hati orangtua seperti yang dialami

oleh responden 15. Akibat kata yang dikeluarkan oleh pendeta

40 Hasil wawancara dengan Pdt. Sonny Cornelius, 9 Februari 2012. 41 Hasil observasi partisipatoris konseling pastoral bersama Pendeta, 15 November

2011.

Page 19: BAB III KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA BAGI JEMAAT … · 2017. 9. 27. · Retreat yang berlangsung 2 tahun sekali untuk jemaat dan kebaktian padang/rekreasi bersama semua jemaat

19

terhadapnya itu, responden 15 langsung tersentak dan terdiam

sejenak.42

C. Pentingnya Konseling Pastoral Antarbudaya Bagi Jemaat GMI

Wesley

Berdasarkan pada uraian di atas tentang konteks jemaat GMI

Wesley Jakarta yang multikultural/plural dengan masalah-masalah

yang muncul dalam konteks pelayanan bergereja, maka konseling

pastoral antarbudaya adalah suatu pilihan yang penting untuk

diterapkan demi suatu keutuhan jemaat baik secara individu

maupun korporat. Pengakuan terhadap pentingnya pemberlakuan

konseling pastoral antarbudaya dalam konteks jemaat GMI Wesley

Jakarta itu berasal langsung dari jemaat sendiri, seperti: responden

16. Adapun pandangan jemaat untuk diberlakukannya konseling

pastoral antarbudaya adalah sebagai berikut:

“Jemaat GMI Wesley terdiri dari orang-orang yang berlatarbelakang budaya yang berbeda-beda. Oleh karena itu, konseling pastoral antarbudaya penting diberlakukan supaya dapat memperluas wawasan dari kehidupan budaya masing masing jemaat dan menghindari culture

shock di antara jemaat ketika berhadapan dengan masalah tertentu.” 43

Pengakuan yang sama juga disampaikan oleh responden 17

bahwa konseling pastoral antarbudaya penting untuk diterapkan

karena jemaat GMI Wesley Jakarta berlatarbelakang multikultur.44

Pernyataan itu semakin mendapat penegasan dari responden 11

bahwa konseling pastoral antarbudaya adalah kebutuhan jemaat

42 Ibid. 43 Hasil wawancara dengan responden 16, 23 Mei 2014. 44 Hasil wawancara dengan responden 17, 24 Mei 2014.

Page 20: BAB III KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA BAGI JEMAAT … · 2017. 9. 27. · Retreat yang berlangsung 2 tahun sekali untuk jemaat dan kebaktian padang/rekreasi bersama semua jemaat

20

GMI Wesley karena jemaat terdiri atas suku dan budaya yang

berbeda-beda.45 Senada dengan itu responden 18 mengemukakan

bahwa konseling pastoral antarbudaya itu penting karena jemaat

hidup di dalam satu komunitas yang masing-masingnya datang dari

perbedaan asal agama dan adat istiadat.46 Ketika terdapat masalah

di tengah perbedaan jemaat itu, responden 19 mengemukakan

bahwa konseling pastoral antarbudaya penting untuk diterapkan

kepada jemaat. Melalui konseling pastoral itu jemaat akan

mendapatkan pendampingan dan dapat saling sharing (bertukar

pikiran) dengan orang yang dapat diandalkan, seperti pendeta. Selain

itu, menururt responden 20, lewat konseling pastoral jemaat bisa

memperoleh masukan yang positif dengan perspektif yang berbeda

dari pendeta.47

Selanjutnya menurut responden 21, jemaat Wesley yang

berbeda budaya memiliki banyak masalah yang berat pada zaman

sekarang dan jemaat tidak mempunyai kemampuan untuk

menyelesaikan masalahnya sendiri.48 Apalagi kalau masalah yang

dihadapi adalah masalah antarbudaya yang sangat sensitif dalam

kehidupan manusia sehari-hari. Oleh karena itu, konseling pastoral

45 Hasil wawancara dengan responden 11, 15 Juni 2014. 46 Hasil wawancara dengan responden 18, 29 Juni 2014. 47 Hasil wawancara dengan responden 20, 15 Juni 2014 dan responden 19, 29

Juni 2014. 48 Hasil wawancara dengan responden 21, 29 Juni 2014.

Page 21: BAB III KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA BAGI JEMAAT … · 2017. 9. 27. · Retreat yang berlangsung 2 tahun sekali untuk jemaat dan kebaktian padang/rekreasi bersama semua jemaat

21

antarbudaya penting untuk diberlakukan sehingga jemaat dapat

ditolong untuk keluar dari persoalan yang dihadapi.49

Pentingnya konseling pastoral antarbudaya diakui juga oleh

anggota jemaat lainnya, seperti responden 8, dimana tidak hanya

untuk persoalan pribadi saja tetapi juga antar jemaat di saat ada

perselisihan antar jemaat yang berbeda budaya. Ketika perselisihan

itu terjadi, maka pendekatan konseling pastoral antarbudaya untuk

merekonsiliasi kedua pihak sangat diperlukan.50

Selain itu, menurut responden, dengan pendekatan

antarbudaya dalam suatu konseling pastoral juga dapat menghindari

terjadinya misunderstanding antar jemaat maupun pendeta dengan

jemaat.51 Apalagi karakter/perilaku seseorang dalam suatu

komunitas /jemaat seringkali dipengaruhi oleh budaya yang

bersangkutan. Dengan demikian, konseling pastoral antarbudaya

sangat diperlukan oleh jemaat.52 Pentingnya penerapan konseling

pastoral antarbudaya bagi jemaat, menurut responden 24, sangat

positif bukan hanya di kalangan jemaat secara internal, tetapi juga

membantu jemaat untuk nantinya dapat berelasi dengan orang lain

di luar gereja bagi terciptanya suatu kebersamaan yang harmonis.53

Sementara itu, menurut pendeta konseling pastoral

antarbudaya adalah hal yang penting karena melihat persoalan

49 Hasil wawancara dengan responden 19, op.cit. 50 Hasil wawancara dengan responden 8, 29 Juni 2014 51 Hasil wawancara dengan responden 22, 15 Juni 2014. 52 Hasil wawancara dengan responden 23, 15 Juni 2014. 53 Hasil wawancara dengan responden 24, 15 Juni 2014.

Page 22: BAB III KONSELING PASTORAL ANTARBUDAYA BAGI JEMAAT … · 2017. 9. 27. · Retreat yang berlangsung 2 tahun sekali untuk jemaat dan kebaktian padang/rekreasi bersama semua jemaat

22

jemaat yang kompleks, seperti: hati yang terluka , persoalan yang

tidak terselesaikan dan kebutuhan yang tidak terpenuhi. Oleh

karena itu, untuk menerapkan konseling pastoral tersebut kepada

jemaat, pendeta terlebih dahulu mengikuti training konseling

pastoral di Amerika dan Australia.54 Hal yang penting bagi pendeta

untuk diperhatikan dalam pelayanan konseling pastoral antarbudaya

yang dilakukannya, yaitu: mengamati (observe), fleksibel (flexible),

berusaha untuk memahami (try to understand), dan menerima

perbedaan-perbedaan (accepting differences).55 Selain itu, relasi

dengan Tuhan melalui kontak dengan Roh kudus, mengajarkan

Firman Tuhan, mentransfer nilai-nilai alkitabiah, tidak bersikap

emosional, membuat batasan yang mendidik, dan lebih menekankan

pada nilai-nilai kebenaran adalah sejumlah aspek penting yang

harus diperhatikan dalam melakukan konseling pastoral

antarbudaya bagi pendeta tersebut.56

54 Hasil wawancara dengan Pdt. Sonny Cornelius, 18 Maret 2012. 55 Ibid., 29 Agustus 2012. 56 Ibid., 2 Mei 2012.