bab iii konde pria suku boti dalam sebagai simbol … · dalam bab ini, maka penulis akan lebih...
TRANSCRIPT
39
BAB III
KONDE PRIA SUKU BOTI DALAM SEBAGAI SIMBOL IDENTITAS
Dalam bab ini, penulis akan menjelaskan pemahaman masyarakat Boti
tentang konde rambut yang dipakai oleh pria suku Boti Dalam, dan melihat nilai-nilai
identitas diri apa yang ditampilkan dalam konde tersebut dan untuk melihat semua itu
dalam bab ini, maka penulis akan lebih dulu menjelaskan letak geografi dan
gambaran umum kehidupanan serta keadaan sosial masyarakat Desa Boti, yang di
dalamnya terdapat suku Boti Dalam. Selain itu juga penulis akan membahas sejarah,
dan aturan yang ada dalam Desa Boti secara umum dan masyarakat Suku Boti Dalam
secara khusus.
Terdapat kata kunci yang akan dipakai yaitu, Pria Boti Dalam Konde,
simbol, identitas, nilai dan Halaika. Kata kunci ini masih dilihat dalam pemahaman
masyarakat Suku Boti Dalam. Bagaimana mereka memahami konde itu sendiri, apa
pemahaman mereka menunjukan bahwa konde sebagai simbol identitas. secara
keseluruhan semua itu akan digambarkan dalam bab ini.
40
3.1 Gambaran Umum Masyarakat Desa Boti.
3.1.1 Gambaran umum Suku Boti Dalam
Suku Boti Dalam terletak di pedalaman pulau Timor atau tepatnya berada di
Propinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kecamatan Ki’e,
Desa Boti. Di Kabupaten Timor Tengah Selatan terdapat tiga Suku besar, yaitu:
Amanatun, Amanuban dan Mollo, dari ketiga suku ini, Suku Boti Dalam adalah sub
suku atau suku kecil yang termasuk dalam wilayah dan Suku Amanuban. Sebutan
suku Boti Dalam, menunjukkan ada yang disebut Suku Boti Luar, terbaginya Suku
Boti Dalam dan Suku Boti Luar dikarenakan adanya perbedaan sosial religius, bukan
karena wilayah.Perbedaan sosial religius di antara kedua suku tersebut terlihat pada
pola kehidupan mereka.
Suku Boti Luar adalah orang Boti yang telah terbuka dengan perkembangan
dan telah menerima agama negara, sedangkan Suku Boti Dalam adalah orang yang
masih menjaga tradisi dan keaslian budaya serta masih berpegang kepada
kepercayaan agama suku yang disebut Halaika. Suku Boti Dalam dan Suku Boti
Luar ada dalam wilayah pemerintahan yang sama yaitu Desa Boti. Dari sedikit
gambaran umum mengenai Suku Boti Dalam, maka perlu untuk melihat letak
geografis dan demografis dari Desa Boti.1
3.1.2 Letak Geografis dan Demografis
Secara geografis wilayah pemerintahan Desa Boti memiliki kondisi yang
berbukit, terjal, dan rawan longsor. Dengan tanah yang dibilang labil dan rawan
1 Berdasarkan hasil Observasi dan wawancara dengan Kepala Desa Boti, tanggal 23 April
2017.
41
longsor membuat pemerintah TTS (Timor Tengah Selatan) kewalahan dalam
mengupayakan jalur transportasi, hal ini terlihat dengan jalan-jalan yang susah dilalui
oleh kendaraan karena jalannya yang retak dan berlubang. Desa Boti terletak pada
ketinggian 1500 di atas permukaan air laut. Orbitasi Desa Boti terletak lebih kurang
12 km dari kota Kecamatan Ki’e dan 64 km ke arah timur dari kota Soe ibukota
Kabupaten Timor Tengah Selatan dan dapat dijangkau dalam waktu 2,5 jam sampai 3
jam dengan kendaraan roda empat maupun roda dua, dan 174 km dari kota Kupang
ibukota Propinsi Nusa Tenggara Timur.2
Gambar 1: Gambar peta pulau Timor yang menunjukan letak Desa Boti.3
Adapun batas-batas wilayah pemerintahan Desa Boti:
Sebelah Utara : Desa Oenlasi Dan Napi
Sebelah Selatan : Desa Haunobenak dan Babui
Sebelah Barat : Desa Naekpumek dan Baki
Sebelah Timur : Desa Bele dan Neilmesek
2 Hasil penelitian tentang data sekunder Profil Desa Boti yang didapat dari Pemerintah Desa,
Tanggal 22 April 2017. 3https://www.google.co.id/search?q=peta+Boti&oq=peta+Boti&aqs=chrome..69i57j0.3060j0j7&sourc
eid=chrome&ie=UTF-8 ,diakses tangal 26 Mei 2017.
42
Seperti yang telah diuraikan pada paragraf sebelumnya bahwa Desa Boti
memiliki keadaan tanah yang rawan longsor, selain longsor keadaan tanah berbatu
turut berpengaruh dalam faktor pertanian. Masyarakat Boti pada umumnya bertani
hanya sebatas memenuhi kebutuhan mereka, karena kedaaan tanah dan air yang tidak
mendukung dalam mengembangkan lahan pertanian mereka. Tumbuhan yang bisa
bertahan dan dapat memberi pemasukan bagi masyarakat Boti ialah buah asam dan
kemiri dan yang menjadi makanan pokok masyarakat Boti ialah jagung. Sumber mata
air di Desa Boti sangat terbatas, air bersumber dari bebatuan dan untuk mendapatkan
air adapun pengalian yang dilakukan dan bila air telah didapatkan maka yang menjadi
sumber mata air tersebut akan dipagari, namun yang menjadi kendala ialah mata air
tersebut sangat terbatas untuk kebutuhan bersama, bila masyarakat ingin mengambil
air, meraka harus antri selama berjam-jam.4
Selain air bersih masyarakat Boti masih terbatas dalam penggunaan listrik di
Desa. Mereka hanya mengandalkan tenaga Surya dan genset. Penggunaan tenaga
surya dan genset juga terbatas di mana tidak semua masyarakat mendapatkan tenaga
surya atau memiliki genset, sehingga sebagian masyarakat masih mengunakan pelita
sebagai penerang. Penggunaan tenaga surya hanya pada waktu malam dan bila
masyarakat hendak menggunakan alat-alat elektronik barulah genset dihidupkan.
Bagi masyarakat yang tidak memiliki genset, mereka akan menunggu hari pasar
barulah mereka mengisi daya pada barang elektronik mereka salah satunya ialah
handphone.Karena pada hari pasar orang-orang berkumpul dan melakukan aktifitas
4 Hasil observasi dan penelitian data sekunder profil Desa Boti yang didapat dari pemerintah
Desa Tanggal 22 April 2017.
43
jual-beli di sinilah para penjual membawa genset dan bila ada yang mau mengisi daya
di barang eloktronik mereka baru mereka harus membayar kepada yang mempunyai
genset tersebut.5
Jumlah penduduk Desa Boti berdasarkan profil Desa Boti 2015 adalah 2.199
jiwa terdiri atas 1063 jiwa laki-laki dan 1136 jiwa perempuan atau terdiri dari 624
Kepala Keluarga.6 Dari keseluruhan jumlah jiwa baik laki-laki maupun perempuan
yang ada di Desa Boti, di dalamnya terdapat pembagian jiwa antara penduduk yang
masih beragama Suku “Halaika” atau biasa disebut Boti Dalam dengan penduduk
yang beragama Kristen Protestan dan Kristen Katolik. Berdasarkan data tahun 2015
penduduk Boti Dalam terdiri dari 80 KK, dengan jumlah jiwa 302, terdiri dari
perempuan 107 jiwa dan laki-laki 195.7
3.1.3 Sejarah Suku Boti Dalam
Di propinsi NTT (Nusa Tenggara Timur), khususnya di kabupaten TTS
(Timor Tengah Selatan) ada tiga suku besar yang disebut dengan nama Banam
(Amanuban), Onam (Amanatun), Oenam (Mollo). Ketiga suku ini bersatu hati
membangun tanah TTS. Amanuban dan Amanatun dikisahkan sebagai laki-laki,
sedangkan Mollo adalah adik perempuan mereka.8 Dalam tulisan ini, Boti ada dalam
wilayah Amanuban. Secara sosial religius Desa Boti terbagi atas dua bagian, yaitu
Boti Dalam dan Boti Luar, Boti Dalam adalah orang-orang Boti yang masih
5 Hasil observasi dan wawancara dengan sekretaris Desa Boti, Bernadus Neolaka, tanggal
22 April 2017. 6 Hasil penelitian tentang data sekunder Profil Desa Boti yang didapat dari Pemerintah Desa,
Tanggal 22 April 2017. 7 Hasil penelitian tentang data sekunder Profil Desa Boti yang di dapat dari Pemerintah
Desa, Tanggal 22 April 2017. 8 Data berupa vidio, https://www.youtube.com/watch?v=8MEg7xlRDcg, diakses tanggal 26
Juni 2017.
44
menganut kepercayaan agama suku Halaika dan masih tetap menjaga keaslian
budaya mereka, sedangkan Boti Luar adalah orang-orang Boti yang telah menerima
agama negera sebagai agama mereka dan lebih terbuka pada perkembangan. Pada
mulanya tidak ada yang namanya Boti Luar maupun Boti Dalam, karena leluhur
mereka pada waktu dahulu masih berpegang pada ajaran agama suku dan masih
hidup melekat dalam budaya dan tradisi. 9
Dikisahkan bahwa terbentuknya Boti ini berawal dari beberapa orang yang
memiliki pemikiran untuk membuat sebuah kelompok. Mereka berpindah dari satu
tempat yang dinamakan Fatu elaf. Sekelompok orang-orang itu terdiri dari dua belas
marga, antara lain: Tefu, Nabu, Neolaka, Asbilak, Tekfan, Tefamnasi, Kao, Naat,
Natonis, Lunesi, Tanesib, Benu. Kedua belas marga ini bukanlah orang-orang yang
berbeda, melainkan mereka adalah saudara yang berasal dari leluhur yang sama. Dari
dua belas marga ini terbentuk suatu kelompok masyarakat yang membentuk Rezim
pemerintahan adat yang diperkirakan rezim ini terbentuk sebelum tahun 1955, jadi
yang dituakan dari kedua belas marga tersebut untuk menjadi pemimpin mereka,
ialah marga Benu. Selain marga Benu orang yang ditentukan untuk menjadi juru
bicara dan pemimpin ritual adalah Naat dan Natonis.10
Kata “Boti” sendiri adalah kata yang diambil dari nama leluhur kedua belas
marga tadi. Untuk menghargai leluhur mereka maka tempat yang mereka tempati
disebut dengan nama Boti. Kelompok marga tersebut berpindah dari tempat awal
mereka ke tempat yang saat ini dinamakan Boti, disebabkan pada zaman dahulu
9 Wawancara dengan Usif Heka Benu, tanggal 28 April 2017.
10 Wawancara dengan bapak kecil dari raja, Heka Benu, 20 April 2017.
45
sering terjadi perang antar suku, sehingga untuk bisa tinggal dengan aman, maka
orang-orang dahulu mencari tempat yang letaknya strategis yang menghindarkan
mereka dari serangan musuh. Adapun letak strategisnya, yaitu: di atas gunung,
dengan pemahaman mereka bahwa dari ketinggian mereka dengan mudah melihat
bila ada musuh yang datang dan dengan gampang mereka mengatur strategi untuk
melawan musuh. Selain gunung menjadi tempat tinggal yang aman, kaki gunung pun
menjadi pilihan tempat tinggal yang aman bagi mereka, karena menurut mereka
tempat yang diapit oleh pengunungan susah untuk dijangkau oleh musuh.
Berdasarkan hal-hal tersebut maka orang Boti zaman dulu berpindah dari fatu Elaf ke
tempat yang sekarang disebut Boti.11
Pemerintahan yang dibangun pada masa awal marga-marga pendiri Boti
adalah pemerintahan adat, dan pemerintahan itu berbentuk kerajaan, dalam
masyarakat Timor adapun struktur pemerintahan secara umum, Usif (Raja); adalah
seorang bangsawan dan menjadi pemimpin dalam suatu wilayah tertentu dan Usif
bertanggung jawab untuk penerapan istilah ahautafatis (Penyedia dan pendukung)
sebuah kerajaan.Usif juga bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyat atau disebut
juga Lasi Atoni Pah Meto. Usif juga adalah pemelihara utama tatanan ilahi, ia
bertanggung jawabuntuk ritual yang dilakukan seni penyajian dari hasil panen, di atas
mezbah yang besar (tola naek) digunakan untuk mengorbankan, dan untuk ritual
Perang. Amaf (para tua-tua adat): secara struktural Amaf berada di bawa Usif, Fungsi
amaf pun hampir sama dengan Usif yaitu penyedia dan pendukung rakyat. Amaf
dikategorikan sebagai pejabat, tetapi Amaf bukan berasal dari kaum bangsawan,
11
Heka Benu…, 20 April 2017.
46
melainkan ia dari kalangan rakyat biasa, namun karena keunggulan baik secara
kharisma maupun usia ia diangkat sebagai tetua dalam suatu wilayah yang masih ada
dalam pemerintahan kerajaan.12
Selain Usif dan Amaf adapun yang disebut Mafefa (juru bicara): Seseorang
yang telah mencapaitingkat tinggi pembelajaran sehubungan dengan lais meto (hal-
hal yang berkaitan dengan pengajaran dan permasalahan orang Timor), sehingga ia
berfungsi sebagai pembicara kerajaan saat ada kunjungan tamu ataupun saat berbicara
kepada rakyat, Usif memberi perintah kepada Mafefa untuk menyampaikan hal-hal
yang diingin disampaikan Usif kepada rakyatnya.13
Selain Mafefa ada yang disebut
Meo (panglima perang): Meo secara harafia berarti “kucing”, Meo adalah orang yang
dipercayai untuk memimpin pasukan bila terjadi peperangan, ia adalah seorang yang
telah memiliki keahlian dalam berperang. Melalui ritual perang, Meo akan menjadi
orang yang tubuhnya kebal terhadap senjata atau benda-benda tajam, dalam istilah
Timor Meo biasanya disebut Atoniau-besi ma nakfatu (pria dengan tubuh besi dan
kepala batu, atau keras kepala).14
Selain panglima perang atau Meo, ada juga yang berperan sebagai tabib atau
penyembuh yang dalam bahasa Timor disebut Mnane. Menjadi seorang Mnane
adalah merupakan warisan keturunan yang secara alami memiliki kharisma untuk
menyembuhkan penyakit, selain karena warisan keturunan, Mnane juga adalah orang-
orang yang belajar tentang pengobatan sehingga mencapai tingkatan atas dan mampu
12
H. G. Schulte Nordholt, The Political System Of The Atoni Of Timor. (Amsterdam: The
Hague-Martinus Nijhoff - 1971), 378, 381-382 13
Nordholt, The Political System, 383. 14
Nordholt, The Political System, 340.
47
menyembuhkan orang. Fungsi Mnane adalah untuk mencari obat dan menyembuhkan
penyakit.15
Tho (rakyat): Dalam struktur kerajaan, rakyat adalah sekumpulan orang-
orang yang dipimpin oleh Usif, dan yang terakhir adalah Ate (hamba): Hamba adalah
orang-orang yang menjadi tawanan dalam perang, bila terjadi peperangan antara
kerajaan yang satu dengan kerajaan yang lain, dan salah satu kerajaan menang, maka
ia akan kembali dengan membawa tawanan dari kerajaan yang kalah dan tawanan-
tawan tersebut yang akan dijadikan sebagai hamba.16
Dalam kerajaan Boti, adapun struktur sosial seperti kerajaan-kerajaan Timor
pada umumnya,namun ada beberapa bagian yang sekarang tidak ada lagi diantaranya
ialah Ate,dan peran Meo tidak seperti zaman dahulu, karena pada zaman sekarang
tidak lagi terjadi peperangan sehingga peran Meo hanya sebagai pengawal dari
Usif.Adapun struktur pemerintahan dalam kerajaan Boti Dalam yaitu: Usif (Raja),
amaf (tua-tua adat), meo (panglima perang, dan saat ini telah beralih peran sebagai
pengawal raja), Mafefa (juru bicara), Mnane (tabib atau penyembuh), tho (rakyat),
dan akhirnya ate (hamba). Masyarakat Boti zaman dulu hidup dengan aturan yang
dibuat berdasarkan kesepakatan bersama dan aturan-aturan itu disebut hukum adat.
Dalam sistem pemerintahan kerajaan kecil ini, belum ada yang namanya masyarakat
Desa Boti Dalam dan masyarakat Boti Luar. Awal mulanya terdapat pembagian ini
pada masa penjajahan Belanda, di bawah kepemimpinan komisaris Hazart pada awal
abad ke XIX Belanda berhasil membatasi wilayah gerak portugis yaitu Timor bagian
barat yang di dalamnya juga Timor Tengah Selatan, sekolah-sekolah didirikan yaitu
15
Nordholt, The Political System, 383. 16
Nordholt, The Political System, 381.
48
Sekolah Rakyat (Sekolah Rakyat) di sekolah tersebut mereka mengajar orang-orang
Timor, ajaran mereka berkaitan dengan ilmu dan agama kristen.17
Menurut cerita, agama pertama kali masuk ke Boti dibawa oleh salah satu
marga pendiri Boti yaitu Naat yaitu pada tahun 1955, adapun sepenggal cerita
berkaitan dengan ini, bahwa Sese Naat pernah ditahan di Nederland ketika ia
dijadikan tawanan di sana, ia diajarkan mengenai agama, dan setelah kembalinya dari
Nederland, ia mulai mengajak orang-orang untuk masuk kristen. Awalnya yang
menjadi kristen hanyalah marga Naat sendiri, namun lama kelamaan mulai
berkembang dan beberapa margapun memutuskan untuk menerima agama Kristen.18
Ketika sebagian orang Boti telah masuk dan memeluk agama Kristen,
terjadilah pertikaan antara Benu yang dipercayai sebagai usif dengan Sese Naat. Dari
pertikaian tersebut akhirnya pada tahun 1955 terdapat pembagian antara orang boti
Kristen (Boti Luar) dan Boti halaika (Boti Dalam). Terbaginya Boti Dalam dan Boti
Luar juga dipengaruhi dengan adanya pembentukan pemerintahan berdasarkan
undang-undang, di mana rezim pemerintahan adat diganti dengan pemerintahan
berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Ketika adanya
perubahan sistem pemerintahan berdasarkan ketetapan UUD No 64 tahun 1958
tentang pembentukan daerah tingkat I yang di dalamnya termasuk NTT, maka
terbentuklah Boti menjadi sebuah pemerintahan yang terstruktur berdasarkan UUD.
Desa Boti berdiri sebagai pemerintahan Negara pada tanggal 2 Juni tahun 1955.
Walaupun Boti telah terbentuk menjadi pemerintahan berdasarkan UUD, namun
17
Wawancara dengan Kepala Desa Boti, Belsasar O. I. Benu, tanggal 23 April 2017. 18
Belsasar O. I. Benu…, 23 April 2017.
49
pemerintahan adat masih berlaku di Boti. Pada tahun 1965-1966 ketika terjadi
pembunuhan masal berkaitan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), Orang Boti
diancam harus memilih salah satu agama, kalau tidak mereka akan dianggap sebagai
anggota PKI. Kerena takut akan ancaman tersebut akhirnya orang Boti memilih
agama Kristen sebagai agama mereka dan pada waktu itu pria Boti yang berkonde
harus mengunting rambutnya.19
Perkembangan di Boti semakin pesat sehingga anggota kelompok suku Boti
Dalam sampai saat ini hanya berjumlah 308 orang.20
Perkembangan agama Kristen
yang begitu pesat membuat tradisi dan agama Halaika hampir punah, namun pada
tanggal 20 Juni 1985 pada masa pemerintahan Piter.A.Tallo sebagai Bupati TTS ia
membentuk kembali dan mengesahkan komunitas Suku Boti Dalam, di mana ia
melantik Usif Nune Benu sebagai raja Boti Dalam dan juga mengesahkan suku Boti
Dalam sebagai suku tertua pulau Timor. Seiring dengan pelantikannya Usif Nune
Benu dan pengesahan suku Boti Dalam, maka Dinas Parawisata TTS memberikan
sebutan suku Boti Dalam dan suku Boti Luar, untuk menunjukan orang Boti yang
masih beragama suku (Halaika) dan orang Boti yang sudah beragama negera(kristen
Protestan). Sampai saat ini suku Boti Dalam dengan dipimpin oleh Usif Namah Benu
yang merupakan anak dari Usif Nune Benu terus mengajarkan rakyatnya untuk
menjaga tradisi dan budaya yang telah diterima dari nenek moyang mereka sebagai
bagian hidup mereka, dengan satu kepercayaan yaitu Halaika.21
19
Belsasar O. I Benu…, 23 April 2017. 20
Hasil penelitian tentang data sekunder profil Desa Boti yang didapat dari Pemerintah
Desa, tanggal 25 April 2017. 21
Wawancara dengan kepala Desa Boti, Belsasar O. I . Benu, tanggal 23 April 2017.
50
Selain usaha dari Piter.A.Tallo untuk membentuk kembali Komunitas
Halaika atau yang disebut Boti Dalam. Pemerintah desa Boti sendiri juga memiliki
inisiatif untuk terus menjaga Komunitas Halaika ini (Boti Dalam), agar budaya dan
tradisi yang diturunkan dari nenek moyang mereka tidak hilang. Adapun tindakan
yang dilakukan oleh pemerintah, antara lain: Setiap hari sabtu anak-anak sekolah
harus menggunakan salendang, setiap bulan di minggu kedua dalam liturgi gereja ada
ibadah budaya, susunan ibadah menggunakan bahasa Dawan dan busana daerah
khususnya Timor. Selain itu jika ada rapat bersama di kantor desa masyarakat yang
hendak pergi diwajibkan untuk yang pria mengunakan selimut dan wanita
mengunakan sarung.22
Bukan saja hal-hal tersebut yang dilakukan pemerintah, ada lagi hal lain di
mana pemerintah Desa Boti bekerja sama dengan Depertemen Agama TTS, agar
tidak ada penginjil yang masuk ke Boti dengan tujuan Kristenisasi, karena menurut
mereka Suku Boti Dalam adalah orang-orang penjaga tradisi dan budaya Timor,
sehingga bila mereka punah maka kecantikan Timor pun tidak akan terlihat lagi. Hal
ini yang dikatakan oleh Bapak Kepala Desa:
Kami pemerintah Desa Boti sudah melakukan kerja sama dengan Depertemen
Agama Timor Tengah Selatan agar tidak ada lagi penginjil yang masuk ke Boti untuk
menginjili orang-orang Halaika. Karena orang Halaika adalah penjaga tradisi leluhur
dan penjaga nilai-nilai budaya jadi kalau mereka semua menjadi Nasrani maka tidak
ada lagi yang berpegang pada perintah nenek moyang untuk menjaga kepercayaan
dan tradisi. Orang Halaika tidak perlu diinjili lagi, mereka tidak memiliki Alkitab
22
Belsasar O.I. Benu…, 23 April 2017.
51
tetapi perbuatan mereka sesuai dengan Alkitab, bahkan tidak ada orang Boti
berkonde yang ada di penjara, yang patut diinjili adalah orang Nasrani yang sudah
menerima Kristus namun perbuatan mereka belum sesuai dengan apa yang Kristus
kehendaki.23
3.1.4 Keadaan Sosial Masyarakat Suku Boti
Secara umum masyarakat Boti hidup dalam suatu wilayah walaupun terdapat
pembagian antara orang Boti Nasrani (Boti Luar) dan Boti Halaika (Boti Dalam).
Kehidupan orang Boti secara umum terlihat sederhana, terkhususnya kehidupan
orang Boti Dalam kesederhaan hidup orang Boti Dalam merupakan bagian dari aturan
hidup mereka. Hal ini terlihat dari tempat tinggal dan pakaian mereka sehari-hari.
Orang Boti memiliki prinsip hidup sederhana, karena bagi mereka bahwa hidup
sederhana akan membuat mereka tidak merasa lebih satu dengan yang lainnya.
Adapun yang dikatakan oleh bapak Oet Liunesi:
“kami orang Boti hidup seperti ini sudah, kami punya banyak babi, sapi tapi kami
mau hidup pas-pas saja. Kami kerja untuk makan tidak lebih, satu hari kalau bisa makan
dan minum kami sudah senang, kami punya rumah biar tidak besar tapi kami tinggal,
kami senang. Kami punya pakian untuk pake kami senang. Kami bisa beli celana, rok
untuk pake tapi lebih baik kami pake selimut saja, karena kalau kami sudah pake rok dan
celana kami nanti sudah lupa diri dan tidak suka selimut dan sarung lagi. Kami bisa beli
sendal untuk pakai tapi kami tidak mau, bahkan waktu itu bapak Tallo pernah kasih
sendal 1 karung besar untuk dibagikan buat kami, kami terima tapi kami tidak mau pake,
23
Belsasar O.I Benu…, Tanggal 23 April 2017, pukul 13.58 WITA
52
kami sudah terbiasa tidak pake sendal. Kami hidup sederhana begini supaya yang satu
tidak rasa lebih dari yang lain”24
Gambar 2. Rumah salah satu masyarakat Boti Halaika (Boti Dalam)
Gambar 3. Pakaian yang umumnya dipakai oleh pria Halaika (Boti Dalam)
24
Wawancara dengan Bapak Oet Liunesi, tanggal 25 April 2017.
53
Gambar 4. Pakaian yang umumnya dipakai oleh wanita Halaika (Boti Dalam)
Berdasarkan penjelasan dan gambar di atas, terlihat jelas bahwa masyarakat
Suku Boti Dalam sangat sederhana dalam kehidupan mereka. Rumah mereka terbuat
batang pohon siwalan atau yang lebih dikenal dengan sebutan pohon Lontar, orang-
orang Boti biasanya menyebut dengan sebutan Beba (batang pohon siwalan yang
telah dibelah dan dikeringkan lalu diikat dengan mengunakan kayu panjang sehingga
tersusun rapi dan dipakai sebagai penganti tembok). Atap rumah mereka ada yang
sudah memakai atap seng namum ada yang masih memakai daun alang-alang, atau
juga daun siwalan sebagai atap rumah. Tidak semua rumah di Boti terbuat dari batang
pohon siwalan dan beratap daun, sudah ada rumah yang terbuat dari tembok batu
namun bisa dihitung jumlahnya, dan masyarakat yang mendirikan rumah tembok
bukanlah termasuk dalam komunitas Suku Boti Dalam, kerena pada umumnya
masyarakat suku Boti Dalam walaupun beratapkan seng namun dinding rumah
mereka masih terbuat dari pelepah (Batang Pohon Siwalan). Bukan saja tempat
tinggal, cara berpakaian mereka pun demikian. Para pria suku Boti Dalam tidak
54
memakai celana seperti para pria pada umumnya, mereka memakai selimut yang
merupakan pakaian orang Timor, begitu juga wanita mereka memakai sarung atau
kain yang dililit di pingang. Pakaian mereka kenakan adalah buatan sendiri dan para
wanita lah yang bekerja untuk menenun.25
Selain hidup sederhana masyarakat suku Boti Dalam juga pekerja keras, hal
ini terlihat dari pembagian kerja antara pria dan wanita. Pembagian tugas kerja
masyarakat Boti sama seperti pembagian tugas masyarakat Timor pada umumnya,
adapun pembagian kerja tersebut, yaitu: para pria bekerja di kebun untuk memenuhi
kebutuhan makanan dan minuman, sedangkan para wanita bekerja di rumah untuk
memasak mengurus anak-anak dan menenun. Walaupun terdapat pembagian tugas
yang jelas antara pria dan wanita Boti Dalam, namun dalam kehidupan sehari-hari
mereka saling tolong menolong antara pria dan wanita, hal ini terlihat dari apa yang
dikatakan oleh Raja Boti Usif Namah Benu:
Bife nok atoni mui ini mepu mes-mes, atoni in mepu, on le hao fafi, bia, bibi nok an
meup bi lene, te bife in mepu an nahan, tenu, nok anpao liana sin. Meski atoni nok
bife an mui mepu mes-mes, mas sin nua sin an matulun pas tabu het sek lene, bife
nok atoni an sek oke. (pria dan wanita memiliki tugas masing-masing, pekerjaan pria
seperti memberi makan babi, sapi, kambing dan bekerja di kebun. Sedangkan wanita
pekerjaannya memasak, menenun, dan menjaga anak-anak. Walaupun pria dan
wanita memiliki pekerjaan masing-masing tetapi mereka saling tolong menolong
pada saat musim panen).26
25
Hasil observasi, tanggal 24 April 2017. 26
Wawancara dengan Raja Boti, Usif Namah Benu, Tanggal 24 April 2017.
55
Kerja keras telah merupakan bagian dari kehidupan masyarakat Boti. Hal ini
terlihat dari semboyan hidup mereka Meup on le ate, tah on le usif yang artinya
“bekerja seperti hamba, makan seperti raja”. Semboyan inilah yang menjadi patokan
masyarakat Boti Dalam ketika bekerja. Masyarakat Boti Dalam tidak mau menerima
bantuan secara langsung apalagi berkaitan dengan makanan dan minuman, karena
menurut mereka saat mereka menerima bantuan secara gratis maka sebenarnya
mereka dimanjakan untuk tidak bekerja, dan hidup hanya dari belas kasian orang lain.
Hal ini dikatakan oleh Raja Boti: “toh bi Boti I, an mepu naek. He ta musti tmeup
kalau kat meup hit kat ta. Hai toh Boti mui plenat kalau he tah on le usif, hit musti
muep on le ate, hai kam lomef hem sium sa’sa kalau kat meut, kalau haim sium on le
na, on tak hai kam bisa meup sa’sa on le haim mon ba”.27
Perkataan dari raja juga dibenarkan oleh kepala Desa, di mana beliu
mengatakan bahwa masyarakat Boti Dalam, tidak mau menerima sesuatu secara
gratis, apa lagi berkaitan dengan makanan dan minuman, mereka memiliki prinsip
bekerja keras, tidak boleh memintah-minta atau mengharapkan belas kasihan dari
orang lain, karena itu akan membuat mereka menjadi orang yang malas, sehingga
masyarakat Boti Dalam tidak menerima yang namanya bantuan pemerintah dalam
bentuk beras miskin (raskim). Karena itu para pria diwajibkan bekerja keras dengan
cara bertani dan beternak untuk mencukupkan kebutuhan keluarga, bahkan anak-anak
mereka pun sejak kecil dilatih untuk bekerja keras.28
27
Usif Namah Benu…, 24 April 2017. 28
Wawancara dengan kepala Desa Boti, Belsasar O. I. Benu, tanggal 23 April 2017.
56
Kerja keras pun tidak hanya dilakukan oleh para pria. Wanita pun bekerja
keras hal ini terlihat dari cara mereka menghasilkan pakain dengan cara menenun.
Proses menenun pun membutuhkan waktu yang lama dan cara kerja yang bertahap,
kalau menenun mengunakan benang yang dibeli maka prosesnya tidak lama, seperti
menenun mengunakan benang yang dihasilkan sendiri dari kapas, ada pun tahapan-
tahapannya, antara lain: mengambil kapas, memintal kapas tersebut dengan
mengunakan alat tardisional, setelah menjadi benang, maka benang tersebut akan
diberi warna dengan pewarna alami yang diambil dari daun-daun. Setelah pewarnaan
akan dikeringkan dan setelah itu baru benangnya dipasang pada alat penenun dan
selanjutnya proses tenunan pun berjalan. Jika kain tenun yang dihasilkan dari benang
yang di beli, hasil tenunannya akan terlihat lebih halus, sedangkan menenun dari
benang yang dibuat sendiri dari kapas maka hasilnya akan terlihat sedikit lebih kasar
dan warnanya pun tidak terlalu terang. Untuk proses tenun sendiri bisa memakan
waktu bulan bahkan tahun. sebenarnya dari hal ini, menunjukan bahwa perempuan
Boti pun turut bekerja keras untuk menghasilkan kain yang dijadikan sebagai pakaian
mereka.29
Beberapa gambar berdasarkan observasi:
29
Berdasarkan hasil observasi, tanggal 26 April 2017.
57
Gambar 5. Para wanita sedang memintal kapas menjadi benang dengan menggunakan alat-
alat tradisional
Gambar 6. Ini adalah sarung buatan sendiri dari kapas
58
Gambar 7. Selimut yang dipakai oleh anak ini adalah hasil tenunan dari benang yang dibeli
Selain cara hidup masyarakat suku Boti Dalam, adapun sistem
perekonomian yang berlangsung dalam kehidupan mereka. Orang Boti akan
melakukan jual beli namun yang unik kebanyakan yang berjualan di pasar mereka
adalah mereka sendiri, orang luar seperti pedagang bugis dari Nikiniki hanya
beberapa saja, jadi mereka saling memberi untung. Barang yang sering dijual di pasar
adalah sayur mayur, kue yang dibuat sendiri, bahkan hasil-hasil seni yang mereka
kerjakan. Masyarakat Boti umumnya akan mendapatkan uang dari hasil penjualan
mereka di pasar dan yang paling menguntungkan bagi mereka adalah asam dan
kemiri, dua tanaman ini yang membawa keuntungan besar dalam perekonomian
mereka. Setiap tahun bila telah tiba musim panen asam dan kemiri, warga yang
menjualnya akan memperoleh keuntungan sampai balasan bahkan puluhan juta.30
30
Berdasarkan hasil observasi, tanggal 26 April 2017.
59
Gambar 8. Ini adalah hasil buatan masyarakat Boti yang sering dijual di pasar, ini tas dan
tempat sirih yang dibuat dari muti warna-warni dan perak asli, harga dari setiap
tas tersebut adalah Rp. 1,000.000-2,000.000.
Gambar 9. keadaan pasar Boti
Pasar bukan saja menjadi tempat jual beli di antara masyarakat Boti, pasar
juga menjadi tempat untuk terbangunnya relasi yang baik antara masyarakat Boti
Dalam dan masyarakat Boti luar, di mana tidak ada jarak antara mereka. Bila bertemu
60
mereka berjabatan tangan, bercakap dan saling memberi sirih pinang satu dengan
yang lain.31
Gambar 10. Bapak Neolaka (baju biru) adalah salah satu masyarakat Boti Dalam dan bapak
kepala desa (baju orange), gambar ini diambil ketika bapak Neolaka baru
pulang dari kebun dan mampir kerumah bapak desa.
Relasi masyarakat Boti Dalam (Halaika) dan Boti Luar (Kristen) juga
terlihat dari acara-acara yang dilakukan oleh mereka, ketika orang Boti dalam
mengadakan ritual Poi Pah atau dapat diartikan ritual penghormatan terhadap alam,
maka mereka akan mengundang masyrakat Boti luar untuk hadir dalam ritual
tersebut, dan sebaliknya bila ada acara natal bersama, maka masyarakat Boti luar
akan mengundang masyarakat Boti Dalam untuk turut serta dalam perayaan
tersebut.32
31
Berdasarkan hasil Observasi, Tanggal 28 April 2017. 32
Wawancara dengan kepala Desa Boti, Belsasar O. I. Benu, tanggal 23 April 2017.
61
Gambar 11. Gambar ini diambil bertepatan dengan natal sekolah dan raja Boti pun turut
diundang dalam perayaan natal tersebut.
Jadi secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa masyarakat Boti dalam dan
masyarakat Boti luar memiliki relasi yang baik. Walau berbeda kepercayaan dan
keyakinan, namun mereka memiliki budaya yang sama, perbedaan yang ada di antara
mereka tidak mengurangi rasa persaudara dan kekerabatan mereka.
3.1.5 Kepercayaan Suku Boti Dalam (Halaika)
Secara umum pemahaman orang Timor mengenai Uis Neno dan Uis Pah
adalah sebagai berikut: Uis Neno dipercayai sebagai yang tertinggi Dia
menganugerahkan kebenaran (tetus), memberikan kesejukan (mainikin), dingin
(Oetene). Memiliki tubuh Bersinar (au mina), badan indah (au leko). Uis Neno yang
berseri-seri (apinat, aklaäl), matahari (manas). Memberi perlindungan (abenit),
memberikan naungan (aneot). Dia yang membawa perubahan, dia yang mengubah,
dia yang menyediakan dan mendukung (afatis, ahaut), dia yang terbakar dan hangus,
dia yang membangkitkan (atetus) keadilan (amnit. Uis Nenotinggi di langit dan jauh
62
sekali. Dia adalah satu-satunya yang ditinggikan, yang tinggi (afinit, amnarnut)
Dia paling transenden dengan"suci". Dia berdiri menyendiri dan tidak dapat didekati.
Kita bisa menyimpulkan bahwa Uis Neno lebih dari sekadar Tuhan alam. Dia adalah
asal segala hal. Tuhan dunia yang tersembunyi, yang paling nyata manifestasinya
adalah matahari. Inilah sebabnya mengapa dalam pikiran orang Timor dia
terutamaBerhubungan dengan kubah langit dan matahari.33
Uis Pah adalah Penguasa alam, ia diibaratkan sebagai ibu yang memberi
makan anak-anaknya. Bila Uis Neno adalah Tuhan langit, maka Uis Pah adalah
Tuhan bumi. Uis pah adalah yang memberi kemakmuran dan kesejateraan melalui
tumbuh-tumbuhan yang hidup di bumi. Bila orang Timor ingin mendapatkan yang
baik, maka mereka harus berdoa kepada Uis Neno dalam tingkatan pertama, dan Uis
Pah pada tingkatan kedua. Doa-doa tersebut dipanjatkan melalui ritual yang
dilakukan dengan benar sesuai dengan aturan yang telah ada.Uis Pah juga sering
diartikan sebagai Pah Tuaf (penjaga bumi). Pah Tuaf adalah jelmaan dari Uis Pah
berupa seekor ular penjaga bumi. Dalam kehidupan orang Timor Uis Neno dan Uis
Pah sangat berperan penting.34
33
H. G. Schulte Nordholt, The Political System Of The Atoni Of Timor. (Amsterdam: The
Hague-Martinus Nijhoff - 1971), 142, 143, 145. 34
Nordholt, The Political, 149,151.
63
35
Gambar 12. Tiang kayu yang ada pada gambar ini adalah representasi dari yang dipercayai
sebagai Uis Neno dan Uis Pah. Tiang tersebut dinamakan Ni’Tola. Ni (Tiang)
dan Tola (Altar) jadi Ni’Tola artinya tiang altar. Adapun dua Tiang kayu
tersebut, yang satu tiang pendek atau biasa disebutNi’Tol Pala dan altar
pendek ini mewakili Uis Pah sebagai dewa bumi, sedangkan tiang kayu yang
tinggi biasanya disebut Ni’Tol Ma’aiti/mnanu yang diartikan sebagai altar
tinggi dan tiang kayu ini mewakili Uis Neno sebagai yang tertinggi.36
Sebelum agama Kristen Protestan, Katholik, dan agama-agama lain masuk
ke Indonesia telah ada agama-agama lokal, begitu juga sebelum agama Kristen dan
agama-agama lain masuk ke Desa Boti telah ada agama lokal yang dikenal dengan
istilah Halaika yang artinya “Kafir”. Pemahaman Masyarakat Boti Dalam mengenai
Halaika sendiri adalah naluli neo Uis Neno nok Uis Pah, atau diartikan sebagai
kepatuhan terhadap dewa langit dan dewa bumi. Adapun pemahaman orang Boti
35
H. G. Schulte Nordholt, di Insana TTU, The Political System Of The Atoni Of Timor. 144. 36
Wawancara dengan bapak Boy Benu melalui telphone, 7 Juli 2017.
64
Dalam berkaitan dengan Uis Neno dan Uis Pah: Uis Pah sendiri memiliki arti dewa
bumi, yang diibaratkan seperti seorang ibu yang memberi makan, membesarkan dan
melindungi anak-anaknya oleh karena itu Uis Pah patut disembah. Sedangkan Uis
Neno sendiri memiliki pengertian sebagai dewa langit. Pengertian Halaika tentang
Uis Neno adalah sesuatu yang terbatas, jadi tidak seperti pemahaman orang Kristen
tentang Allah, bahwa diluar sesuatu yang kelihatan ada Tuhan, Uis Neno dalam
pemahaman Halaika hanya terbatas pada apa yang dilihat di luar dari itu tidak
diakuinya lagi. Uis Neno diibaratkan sebagai bapak dan wujudnya ialah benda-benda
langit yang kelihatan, misalkan bulan, bintang, dan matahari, Uis Neno adalah yang
memberikan panas matahari, memberikan terang, dan hujan untuk manusia dan
semua mahkluk di bumi.37
Selain percaya kepada Uis Neno dan Uis Pah, masyarakat Boti Dalam juga
percaya kepada roh-roh nenek moyang yang dianggap mempunyai pengaruh yang
luas dalam kehidupan mereka. Bila terjadi sakit penyakit, malapetaka, kecelakaan,
dan kesulitan-kesulitan dalam kehidupan hal-hal itu dianggap sebagai tindakan dari
roh-roh nenek moyang. Tindakan-tindakan tersebut terjadi karena mereka lalai dalam
upacara atau melakukan suatu kesalahan, roh-roh nenek moyang ini juga berkaitan
erat dengan alam atau yang biasa mereka sebut Pah.38
Dalam kepercayaan antara Uis Neno dan Uis Pah masyarakat suku Boti
Dalam lebih dekat dengan Uis Pah, karena menurut mereka segala sesuatu di dalam
kehidupan mereka selalu berkaitan dengan alam. Oleh karena itu setiap tingkah laku
37
Wawancara dengan bapak kecil dari raja, Heka Benu, 20 April 2017. Pukul 18.18 WITA 38
Heka Benu…, 20 April 2017.
65
mereka selalu menunjukkan hormat mereka terhadap alam. Apapun yang hendak
mereka lakukan selalu meminta ijin kepada alam. Ketika mereka melakukan
kesalahan maka mereka akan diberikan malapetaka bahkan kematian, oleh karena itu
bila masyarakat Boti Dalam telah mendapatkan suatu kesulitan atau sakit penyakit
mereka akan pergi kepada Usif untuk mencari tahu kesalahan yang mereka lakukan,
jadi Usif di sini berperan sebagai pengantara antara masyarakat Boti Dalam dengan
Uis Pah. Untuk penyakit yang berkaitan dengan pelanggaran aturan Halaika maka
yang dapat menyembuhkannya hanya Usif sendiri. Peran Mnane dalam
menyembuhkan penyakit hanya berkaitan dengan penyakit-penyakit biasa.39
Berkaitan dengan penyakit akibat melanggar aturan Halaika, Usif berdoa
dan bertanya kepada Uis Pah apa yang menyebabkan sehingga itu terjadi, alam akan
memberi tahukan kesalahan orang yang mendapatkan kesulitan atau kesakitan
tersebut, setelah kesalahan mereka telah diberitahukan adapun persyaratan untuk
orang tersebut kembali pulih, yaitu; alam akan memberikan tanda dengan warna bulu
hewan, jika ia menghendaki agar orang yang terkena musibah tersebut memberikan
ayam berwarna merah, maka ia akan menunjukkan bulu ayam berwarna merah,
demikian juga jika ia menghendaki hewan yang lain ia akan memberi tanda dengan
warna bulu hewan tersebut. Bila orang yang sakit tadi telah mendapatkan hewan
sesuai dengan petunjuk alam, maka ia harus membawa hewan tersebut ke dalam
hutan dan melepaskannya, dengan cara demikian maka seketika pun atau dalam
39
Heka Benu…, 20 April 2017.
66
kurun waktu yang tidak lama orang tersebut akan sembuh atau dibebaskan dari
kesulitan yang dialaminya.40
Penganut Halaika tidak memahami yang namanya surga dan neraka. Ada
sepengal kalimat yang menjadi dasar pemahaman mereka, yaitu: et fatu bian ma hau
bian artinya berada di balik batu dan balik pohon. Pandangan mereka bahwa setelah
mereka meninggal arwah mereka akan berada di balik batu atau pun pohon, dan itu
hanya sementara, karena arwah mereka akan kembali ke dunia dengan cara dilahirkan
kembali. sehingga orang Boti Dalam ketika memberi nama kepada anak mereka tidak
bisa lain dari nama leluhur atau orang tua, dan untuk mengetahui bahwa seseorang
telah dilahirkan kembali adapun ritus pemberian nama. Ketika seorang anak
dilahirkan dan dia menangis, maka orang tua dari anak tersebut harus menyebutkan
nama leluhur mereka. Bila saat nama leluhur disebutkan dan anak tersebut berhenti
menangis, maka itulah kelahiran kembali dari leluhur mereka.
Cara pemberian nama ini, tidak saja melalui tangisan bayi, tetapi juga ketika
seorang ibu mengandung anaknya dan ketika hampir sampai waktu untuk melahirkan
dan dia bermimpi bertemu dengan seseorang maka itulah leluhur mereka yang
namanya harus dipakaikan kepada anak yang akan dilahirkan. Jadi menurut orang
Boti Dalam ketika seseorang meninggal, dia hanya berpindah sementara lalu akan
kembali lagi dengan wajah yang berbeda, melalui keturunan mereka.41
Dalam ajaran
agama Halaika ada empat hukum utama, yaitu; jangan mencuri (Kais Mubak), jangan
berjudi (lalu), jangan menghakimi (Kais tafek lasi), jangan berzinah (Kais
40
Heka Benu…, 20 April 2017. 41
Wawancara dengan Raja Boti, Usif Namah Benu, Tanggal 24 April 2017.
67
Mapaisa).Masyarakat Boti Dalam (Halaika) sangat menentang yang namanya
mencuri. Masyarakat Boti Dalam dilarang untuk mencuri hal itu disebabkan
pemahaman mereka bahwa setiap manusia memiliki kemampuan untuk bekerja agar
bisa mencukupkan kebutuhan hidupnya, oleh karena itu tidak ada alasan untuk
mencuri. Masyarakat Boti Dalam memiliki prinsip menikmati kehidupan mereka
entah itu susah maupun senang tetapi harus berdasarkan kerja keras mereka sendiri.
Ada yang menjadi keunikan dari masyarakat Boti Dalam ketika mendapati
seseorang mencuri, yaitu mereka tidak menghakimi nya. Mereka memiliki
pemahaman bahwa saudara mereka mencuri karena ia lapar. Contoh: bila seseorang
mencuri pisang, maka setiap orang dari masyarakat Boti Dalam diwajibkan membawa
anakan pisang lalu mereka menanam pohon pisang tersebut untuk orang yang
mencuri karena mereka memiliki pemahaman jika saudaranya memiliki apa yang
dicuri, maka ia tidak akan mencuri lagi, dan menurut mereka sebenarnya jika orang
diperlakukan seperti itu maka dengan sendirinya dia akan malu dengan
perbuatannya.42
Hal ini pula yang dikatakan oleh bapak Boy Benu:
“kami orang boti dilarang untuk pencuri, kalau ada yang pencuri juga kami tidak
boleh pukul dia. Karena bila pukul berarti telah langgar perintah untuk jangan hakimi
orang. Baru-baru kami punya saudara satu pencuri kurus (cabe), dan tuan kebun
sendiri yang tangkap, setelah itu kami lapor di Usif dan kepala desa, lalu diputuskan
untuk setiap warga wajib bawa anakan kurus (cabe) dan tanam di dia pung kebun”43
Selain mencuri orang Boti Dalam dilarang untuk berjudi, karena menurut
mereka bila seseorang berjudi ia akan merugikan dirinya sendiri dan juga bisa
42
Wawancara dengan bapak kecil dari raja, Heka Benu, 20 April 2017. 43
Wawancara dengan bapak Boy Benu, Tanggal 22 April 2017.
68
merugikan orang lain, bila seseorang berjudi ia akan mudah untuk menghabiskan
semua yang ia punya, ketika sudah tidak memiliki apa pun maka ia akan terdorong
untuk mencuri barang orang lain. Orang Boti Dalam juga dilarang untuk
menghakimi, karena bagi mereka yang menghukum seseorang bila dia bersalah
bukanlah manusia melainkan urusan pemerintah yang mempunyai wewenang. Selain
itu, orang Boti Dalam percaya bahwa jika seseorang berbuat salah maka alam sendiri
yang akan menghukumnya, ia akan mengalami sakit penyakit atau musibah oleh
karena itu mereka tidak memiliki hak untuk menghakimi saudara mereka yang
mencuri. Usif Heka Benu juga mengatakan hal yang sama:
“atoin Boti kan mu’if hak hen na fek es in lasi, amuit kuasat hen na fek es in lasi es
aplenat nok pah, sekau es an moe san, pah es an heke, kalau pah an heke, atoni le an
namen ait an maet. Jadi le an muif kuasat hen na fek es in lasi lena aplenat nok
Pah.” (orang Boti tidak punya kuasa untuk menghakimi seseorang, yang memiliki
kuasa untuk menghakimi atau memutuskan perkara seseorang, yaitu pemerintah dan
alam. Bila seseorang melakukan kesalahan maka alam yang akan memberikan sangsi
dengan cara mendapatkan penyakit atau kematian).44
Masyarakat Boti Dalam juga memiliki larangan mengenai perzinahan,
karena menurut mereka seorang pria dan wanita hidup hanya untuk satu pria dan satu
wanita, tidak boleh ada perselingkuhan atau perzinahan, seperti aturan-aturan yang
lain bila dilanggar maka orang yang melakukan pelanggaran tersebut akan
mendapatkan hukuman dari Alam.45
44
Wawancara dengan Usif Heka Benu, tanggal 20 April 2017. 45
Heka Benu…, 20 April 2017.
69
Selain keempat hukum tersebut, terdapat pula aturan yang dibuat untuk
menunjukan ciri khas dari masyarakat Boti Dalam (Halaika), antara lain: berkonde
bagi pria dewasa dan menyanggul bagi wanita, memakai soit (Tusuk Konde) pada
setiap rambut yang disanggul dan dikonde, untuk pria harus memakai selimut dua
lapis, lapis luar disebut mau pinaf dan lapis dalam disebut Mau Fafof. Selain itu para
wanita pun harus memakai sarung dan terdiri dari dua lapis, lapis dalam disebut Tais
dan lapis luar disebut Lipa. Selain itu pria dan wanita harus membawa tempat sirih
kemana pun mereka pergi, tempat sirih untuk pria disebut Alu Mama dan untuk
wanita disebut Oko’Sloi. Baik pria dan wanita diwajibkan untuk menataati semua
peraturan dan ajaran yang ada dalam kepercayaan Halaika ini.46
3.1.6 Sosialisasi Aturan dan Nilai-Nilai Suku Boti Dalam
Semua ajaran dan aturan dalam kehidupan orang Boti Dalam adalah hal yang
terus diturunkan kepada generasi mereka. Cara meneruskan ajaran dan aturan yang
mengandung makna dan nilai tersebut ialah melalui didikan orang tua kepada anak-
anak mereka setiap hari di rumah, bukan saja rumah yang dijadikan tempat untuk
mengajarkan nilai-nilai dan ajaran serta aturan yang berlaku dalam kehidupan
mereka, hari berkumpul masyarakat Boti Dalam yang biasanya disebut hari
kesembilan atau yang mereka sebut Neontokos. Hari kesembilan merupakan waktu di
mana ajaran dan aturan-aturan itu terus dibicarakan baik bagi orang tua maupun anak-
anak.
Pada hari kesembilan semua orang Boti Dalam, baik itu orang tua maupun
anak-anak berkumpul di Sonaf (Kerajaan) untuk mendengarkan arahan dari
46
Wawancara dengan Usif Namah Benu, Tanggal 24 April 2017.
70
raja.Berkaitan dengan hari kesembilan maka perlu untuk mengetahui perhitungan hari
dalam kehidupan orang Boti Dalam.Adapun pun perhitungan hari dalam kehidupan
orang Boti Dalam, mereka percaya bahwa ada 9 hari dan perhitungan sembilan hari
itu di mulai dari hari Senin. Senin (hari pertama), Selasa (hari kedua), Rabu (hari
ketiga), Kamis (hari keempat), Jumat (hari kelima), Sabtu (hari keenam), Minggu
(hari ketujuh), kembali lagi ke hari Senin dengan hitungan lanjutan ke hari kedelapan,
dan Selasa dihitung hari kesembilan. Ketika telah sampai pada hari kesembilan maka
perhitungan hari pertama akan dimulai lagi dari hari Rabu, dan kemudian kembali
lagi ke hariKamis sebagai hari pertama. Jadi dari hari senin sampai pada hari minggu,
semua hari itu akan menjadi hari kesembilan atau Neon Tokos.47
Sembilan hari menjadi penting dalam kepercayaan orang Boti Dalam,
terkhususnya dalam kepercayaan agama mereka (Halaika). Karena mereka percaya
bahwa setiap ada 8 dewa yang berkaitan dengan kehidupan mereka sehari-hari, dan
sembilan dewa tersebut menjadi tema utama bagi mereka dalam melakukan kegiatan
mereka sehari-hari. Hari pertama Neon Ai (hari api): hari ini dimaknai hari yang baik,
terang dan cerah namun perlu untuk berhati-hati dengan pengunaan api, karena bila
tidak berhati-hati maka akan mendatangkan malapeta berupa kebakaran. Hari kedua
Neon Oe (hari air): aktifitas dalam hari ini selalu berkaitan dengan air dalam artian
harus mengunakan air secara bertangung jawab. Hari ketiga Neon Besi (hari besi):
pada hari ini, orang Boti Dalam akan berkerja dengan berhati-hati apalagi ketiga
memakai pisau, dan benda-benda lain yang terbuat dari besi.48
47
Wawancara dengan Usif Heka Benu, tanggal 20 April 2017. 48
Heka Benu…, 20 April 2017.
71
Hari keempat Neon Uis Pah Ma Uis Neno: hari ini merupakan hari yang
diperuntukkan bagi orang Boti Dalam untuk pencipta dan pemelihara hidup, serta
pemangku dan pemberi kesuburan, oleh karena itu pada hari ini orang Boti Dalam
akan bekerja dengan penuh rasa syukur dan tidak boleh bersunggut-sunggut. Hari
kelima Neon Suli (hari perselisihan): hari ini dimanfaatkan untuk menyelesaikan
setiap perselisihan yang terjadi dalam kehidupan mereka. pada hari ini juga ketika
melakukan interaksi maka harus berhati-hati kerena bila tidak berhati-hati maka akan
terjadi perselisihan satu dengan yang lain.49
Hari keenam Neon Masikat (hari berebutan): hari ini adalah kesempatan bagi
orang Boti Dalam untuk bekerja dengan sebaik mungkin karena hari ini merupakan
kesempatan untuk meraih sukses dalam hidup. Hari ketujuh Neno Naek (hari besar):
hari ini penuh dengan nuansa persaudaraan, sehingga perlu untuk menjaga agar tidak
terjadinya pertengkaran baik dalam keluarga maupun sesama. Hari kedelepan Neon
Li’ana (hari anak-anak): pada hari ini anak-anak diberikan kebebasan untuk
mengekspresikan kegembiraan mereka dengan cara bermain dan orang tua tidak
boleh melarang.
Hari kesembilan Neon Tokos (hari Istirahat): pada hari ini mereka akan
berhenti dari semua pekerjaan mereka baik itu beternak, berkebun, dan pekerjaan di
rumah. mereka berhenti dari semua perekerjaan mereka di kebun dan rumah, karena
menurut mereka pada hari itu ke delapan dewa yang dipercaya dalam setiap hari,
mereka sedang keluar dan bekerja oleh karena itu tidak boleh menganggu pekerjaan
mereka, semua masyarakat Boti Dalam akan berkumpul di Sonaf mulai dari jam
49
Heka Benu…, 20 April 2017.
72
08.00-17.00 untuk mendengarkan nasihat dari raja, dan sambil mendengarkan nasihat
dari raja, maka mereka akan melakukan pekerjaan-pekerjaan seperti menenun,
membuat ukuran dan menganyam.50
Nasihat yang diberikan Raja Boti kepada masyarakatnya selalu berkaitan
dengan aturan dan nilai-nilai yang dihidupi dalam komunitas mereka. Nilai-nilai dan
aturan tersebut antara lain, berkaitan dengan kerja keras, rendah hati, dan kewajiban-
kewajiban yang harus dilakukan sebagai seorang penganut Halaika. Dalam nasihat
tersebut juga akan di ingatkan tentang peraturan bahwa seorang pria Boti Dalam
(Halaika) harus berkonde. Tradisi berkonde bagi pria Boti Dalam selalu diwariskan
dari generasi ke generasi tidak dengan suatu ajaran tertulis, melainkan tradisi ini
diteruskan dengn cara memberitahukan secara lisan, tempat dan waktu yang tepat
untuk menghimbau masyarakat Boti Dalam supaya terus mempertahankan
kepercayaan dan tradisi mereka ialah ketika hari kesembilan. Setiap keluarga suku
Boti Dalam tidak menolak bila ada anak-anak mereka yang ingin keluar dari
komunitas mereka atau tidak lagi memegang kepercayaan Halaika, mereka akan
diberikan ijin. Contoh: bila suatu keluarga memiliki dua orang anak, maka salah satu
anak mereka akan diijinkan untuk bersekolah dan satunya lagi tetap tinggal dalam
komunitas mereka dengan maksud bahwa mereka bisa megetahui sesuatu dari dunia
luar namun di satu sisi masih ada yang akan meneruskan dan menjaga kepercayaan
serta tradisi mereka.51
50
Heka Benu…, 20 April 2017. 51
Wawancara dengan bapak Boy Benu, Tanggal 22 April 2017.
73
Gambar 12. Ini adalah salah satu dari hasil kerja yang dilakukan pria Boti Dalam ketika
mereka berkumpul di Sonaf (kerajaan), ketika hari ke-9 atau Neon Tokos.
3.2 Konde Pria Suku Boti Dalam Sebagai Simbol Identitas
Salah satu aturan yang berlaku dalam masyarakat Boti Dalam adalah pria
harus berkonde. Masyarakat Timor pada umunnya dan Boti Dalam khususnya
menyebut konde dengan istilah Bu,at. Konde rambut untuk pria merupakan bagian
dari aturan dalam kepercayaan mereka dan juga merupakan tadisi yang telah ada
sejak dahulu dari nenek moyang, yang diturunkan kepada mereka hingga saat ini.
Setiap pria Boti diwajibkan untuk berkonde karena itu merupakan perintah dari alam
untuk dilakukan.52
Dikisahkan bahwa pada zaman dahulu kala masyarakat Boti sangat hidup
dekat dengan alam, apa yang menjadi peraturan hidup mereka ditentukan dari
perintah alam, sehingga apa yang diperintahkan alam tidak boleh dilanggar karena hal
tersebut akan membawa malapetaka bagi kehidupan mereka. Adapun suatu cerita
52
Wawancara dengan Usif Namah Benu, Tanggal 24 April 2017.
74
yang mengkisahkan asal mula pria suku Boti Dalam berkonde, yaitu: Pada zaman
dahulu kala leluhur masyarakat Boti mengalami suatu malapetaka yang menimpa
mereka yaitu sakit penyakit yang mereka derita.53
Sakit penyakit tersebut hanya dialami oleh para pria tanpa kecuali. Sakit
penyakit tersebut menyerang kepala mereka, jadi semua pria ketika itu memiliki
kepala yang dipenuhi dengan luka-luka, diceritakan bahwa awalnya luka tersebut
bermula dari kepala mereka bengkak dan gatal-gatal setelah digaruk gatal-gatal
tersebut menjadi luka dan bernana penyakit ini mereka namakan sebagai menat nak
boko. Pada suatu ketika mereka berkumpul dan melakukan ritual terhadap alam untuk
mencari tahu penyebab kepala mereka sampai luka.54
Melalui berbagai ritual dan doa, pada akhirnya alam atau yang dipercayai
sebagai Uis Pah memberi jawaban kepada mereka bahwa setiap pria harus
membiarkan rambutnya panjang dan mereka harus berkonde dan pada setiap konde
mereka harus sisipkan tusuk konde atau dalam bahasa Timor disebut Soit. Perintah
dari alam untuk leluhur masyarakat Boti bukan saja untuk berkonde tetapi adapun
aturan bagi mereka berkaitan dengan rambut pria Boti Dalam, dan hal ini dimulai
sejak seorang pria masa anak-anak.55
Ketika seorang wanita mengandung dan melahirkan anak laki-laki dan ketika
anak itu telah berumur 10 tahun, maka haruslah rambutnya dicukur. Alasan mencukur
rambut tersebut adalah bahwa rambut yang dibawa dari dalam kandungan ibu
merupakan suatu hal yang panas sehingga bila tidak dicukur maka akan membawa
53
Wawancara dengan Usif Heka Benu, tanggal 20 April 2017. 54
Heka Benu…, 20 April 2017. 55
Heka Benu…, 20 April 2017, Pukul 18.18 WITA
75
malapetaka bagi mereka. Selain itu pemotongan rambut tepat saat seorang anak laki-
laki berusia 10 tahun, juga memiliki arti mengenai tahap pertumbuhan seorang anak,
di mana ketika berusia 10 tahun seorang anak telah mengalami satu tingkat
pertumbuhan dari anak-anak menjadi remaja. Orang Boti Dalam percaya bahwa tepat
usia 10 tahun seorang anak sudah mulai mengerti dengan benar, sehingga pada tahap
inilah dia akan mulai diarahkan lebih dalam lagi mengenai cara hidup, nilai-nilai dan
kepercayaan Halaika yang mereka anut.Hal ini lah yang dikatakan oleh bapak Boy
Benu:
“Dalam aturan Halaika anak laki-laki harus potong rambut dan biasanya saat mereka
umur 10 tahun.Menurut kepercayaan Halaika itu adalah tanda buang panas, supaya
anak tidak sakit, atau untuk pertumbuhan ke depan dia tidak mendapat sial. Usia 10
tahun baru potong rambut itu merupakantanda bahwa anak sudah lewati masa anak-
anak dia akan masuk dalam masa remaja, pada saat itu anak akan diajar untuk terlibat
dalam kehidupan kelompok Halaika dan secara khusus mereka akan mulai diajarkan
terus menerus mengenai kepercayaan Halaika.”56
Ritual pemotongan rambut biasa di sebut Eu Nak Funu ritual ini dilakukan
di Sonaf. Dalam ritual tersebut hadir para tua-tua, raja,orang tua dari si anak dan
tentunya anak itu sendiri. Ritual ini dilakukan bertepatan dengan hari kesembilan
dalam ritual tersebut raja mengucapkan doa, dan yang berperan dalam mencukur
rambut anak tersebut adalah saudara laki-laki dari ibunya, atau biasa di sebut Atoin
Amaf. Berkaitan dengan ritual pemotongan rambut, sebelum sampai pada usia 10
tahun anak laki-laki Boti Dalam juga akan memotong rambut mereka, namun dalam
56
Wawancara dengan Bapak Boy benu melalui telephon, pada tanggal 12 Juni 2017.
76
pemotongan rambut tersebut hanya dilakukan oleh orang tua mereka dan pemotongan
rambut mereka itu pertanda bahwa ibu mereka sedang mengandung. Potong rambut
dalam tahap ini menunjukan bahwa anak tersebut akan segera menjadi kakak karena
ibunya akan melahirkan seorang adik baginya.57
Usai ritual pencukuran rambut, seorang pria harus menjaga dan merawat
rambutnya hingga dewasa dan rambut tersebut tidak boleh dicukur lagi. Rambut
mereka terus dibiarkan panjang sehingga pada akhirnya dapat dikonde. Jadi konde
yang dipakai oleh pria Boti sampai saat ini merupakan tradisi dan suatu bentuk
kepercayaan yang diturunkan nenek moyang mereka dari generasi ke generasi, hal ini
merupakan perintah dari alam. Hal ini pula yang dikatakan oleh Usif Heka Benu:
“le haim buah le ai nako pah, pah es an lenu haim buah. Natuina pah es hit tak uis
pah, haim buah le ai bukan es noka I, mas haim buah le ai, noka haim batan, bat ne
nanit te haim buah, bat nes nanit te haim buat,talan tia neno i” (konde yang kami
pakai ini berasal dari alam, atau alam yang memerintahkan kami untuk berkonde,
alam ini yang kami katakan sebagai Dewa Bumi. Kami berkonde bukan saat ini saja,
tetapi konde yang kami pakai ini telah ada sejak dahulu kala, generasi awal berkonde,
muncul lagi generasi baru yang berkonde, setelah itu muncul lagi generasi yang
berkonde, hingga konde itu kami pakai sampai saat ini).58
Pria Boti Dalam diwajibkan berkonde di usia 20 tahun, ketika mereka telah
dianggap dewasa dalam arti ketika mereka telah mampu untuk bekerja di kebun dan
memberi makan ternak maka mereka diwajibkan untuk berkonde. Selain pengertian
tersebut, usia 20 tahun dianggap telah tepat untuk menjalankan peran sebagai seorang
57
Boy Benu…, tanggal 12 Juni 2017. 58
Wawancara dengan Usif Heka Benu, Tanggal 20 April 2017.
77
pria dewasa bukan hanya dewasa dalam fisik, finansial, melainkan dalam emosi dan
spiritualitas di mana siap menjalankan semua tanggung jawab secara sendiri, didikan
yang diperoleh dalam keluarga maupun dalam komunitas Halaika sendiri selama 10
tahun dianggap sudah bisa diterapkan dalam kehidupan sebagai seorang pria
Halaika.Adapun letak konde yang dipakai oleh para pria Boti, bagi pria Boti yang
belum menikah letak konde mereka berada di belakang kepala, sedangkan untuk pria
Boti yang sudah menikah letak konde mereka berada tepat di ubun-ubun.59
Gambar 13. Konde pria ini menunjukan kalau dia belum berumah tangga.
59
Wawancara Usif Namah Benu, Tanggal 24 April 2017.
78
Gambar 14. Konde pria ini menunjukan dia telah berkeluarga.
Bagi setiap pria Boti Dalam yang akan berkonde, akan didoakan dan doa itu
akan dilakukan bertepatan dengan ritual Poi Pah. Ritual Poi Pah (keluar dari tempat
asal) adalah ritual yang dilakukan untuk menghormati Uis pah dan Uis Neno, ritual
ini biasanya dilakukan di hutan yang menjadi tempat keramat bagi mereka, tempat
mereka mengadakan ritual Poi Pah ini biasanya disebut Fain Maten. Ketika orang
Boti Dalam akan melakukan ritual Poi Pah ini maka mereka akan membawa benda-
benda yang akan dijadikan sebagai persembahan, bukan saja persembahan yang
dibawa, melainkan bahan makanan pun dibawa, dengan tujuan mereka akan masak
dan makan bersama saat ritual ini selesai dilakukan. Pada tempat ritual ini, telah ada
altar yang terbuat dari batu, di atas altar tersebut orang Boti Dalam akan
mempersembahkan persembahan mereka berupa hewan, jagung, ubi, pisang dan
makanan lainnya. Setelah mereka selesai memberi persembahan mereka maka raja
mulai berdoa kepada Uis Pah, agar mereka terus diberkati dengan makanan dan
minuman yang tercukupkan.60
Usai berdoa kepada Uis pah, orang Boti Dalam juga akan memanjatkan doa
terhadap Uis Neno. Ketika berdoa kepada Uis Neno, tempat doa mereka akan
berpindah ke atas puncak Fain Maten dan yang pergi ke sana hanya para pria, wanita
dilarang untuk ikut, dalam ritual ini, wanita hanya diperkanankan untuk memasak
bahan makanan yang telah mereka bawah dari rumah masing-masing untuk mereka
60
Wawancara dengan Usif Namah Benu, melalui bantuan Bpk Daniel Naat memelalui
telepon, tanggal 22 Juni 2017.
79
makan bersama. Untuk sampai pada puncak Fain Maten, para pria Boti Dalam akan
melewati 73 anak tangga. Sesampainya di tempat doa, raja akan meniupkan suling
pertanda bahwa doa akan dimulai. Tujuan mereka menaikan doa tersebut agar Uis
Neno selalu memberkati mereka dengan perlindungan dan keselamatan, serta
meminta agar semua hasil panen mereka di berkati sehingga mereka berkecukupan.
Dalam ritual ini, jika ada seorang pria Boti Dalam yang telah siap untuk berkonde,
maka ia pun akan didoakan.61
Tujuan dari Doa yang dinaikan kepada Uis Neno
berkaitan dengan pria Boti Dalam yang akan berkonde tersebut agar ia diberkati
hidupnya, ketika dia bekerja dan ketika ia akan berumah tangga semua malapeta tidak
menimpah dirinya. Jadi ritual tersebut bertujuan meminta ijin dan berkat untuk pria
yang telah dewasa.62
Secara umum, pria Boti yang tidak berkonde identik dengan dia telah
memutuskan hubungannya dengan tradisi dan kepercayaan yang telah diturunkan dari
leluhurnya, dan bila ia tidak berkonde artinya ia telah beragama Kristen, hal ini
berbeda dengan pria Boti yang masih ada dalam kepercayaan Halaika namun tidak
berkonde atau memotong rambutnya, maka ia akan menemui yang namanya musibah
atau malapetaka, hal ini pula yang dikatakan oleh Usif Heka Benu: au boin ma u’uab,
kalau him kam buah mas him poi hem meut pah es an he’ki. Meu ai te pah namaet ko
(saya memberitahukan kepada mereka, kalau kalian tidak berkonde, maka ketika
61
Usif Namah Benu dan Bpk. Daniel Naat, tanggal 22 Juni 2017. 62
Usif Namah Benu dan Bpk. Daniel Naat, tanggal 22 Juni 2017.
80
kalian keluar untuk berkerja maka alam akan menangkap kalian dan kalian akan
mati).63
Jika seorang pria Boti Dalam memotong rambutnya maka ia akan
mendapatkan sakit penyakit bahkan kematian. Bila hal itu terjadi, maka pria yang
sakit tersebut bersama keluarganya harus datang kepada raja lalu raja dan mereka
pergi ke hutan untuk berdoa, setelah berdoa raja akan memberitahukan alasan
mengapa ia sakit dan apa yang alam kehendaki supaya diperbuat orang tersebut agar
ia dapat sembuh. Jawaban dari alam ditunjukan dengan warna bulu hewan, lalu orang
sakit tersebut diminta untuk membawa hewan dengan warna bulu seperti yang telah
ditunjukan dan hewan tersebut harus dibawa lalu dilepaskan ke dalam hutan maka
dengan sendirinya penyakit orang tersebut akan sembuh dan hal ini masih terjadi
hingga saat ini.64
Gambar 15. Ini adalah gambar beberapa pria suku Boti Dalam (Halaika)
63
Wawancara dengan Usif Heka Benu, Tanggal 20 April 2017. 64
Usif Heka Benu.., 20 April 2017.
81
3.3 KESIMPULAN
Berdasarkan seluruh penjelasan dalam bab ini, dapat disimpulkan bahwa
masyarakat Boti Dalam adalah salah satu masyarakat tradisional yang masih ada di
zaman postmodern ini. Masyarakat Boti Dalam adalah masyarakat yang masih
menjalankan dan menjaga tradisi serta budaya Timor sehingga masyarakat Boti
Dalam pun disebut sebagai penjaga budaya dan tradisi Timor. Masyarakat Boti
Dalam memiliki agama yaitu Halaika yang percaya kepada Uis Neno dan Uis pah.
Dalam kepercayaan tersebut terdapat aturan dan nilai-nilai yang mereka hidupi
bersama yaitu kesederhanaan dan terus berkerja keras tanpa mengharapkan belas
kasihan dari orang lain.
Budaya dan sistem kepercayaan yang dianut hingga saat ini adalah warisan
dari leluhur yang terus dijaga sebagai bentuk penghargaan mereka terhadap para
leluhur. Dari sedemikian banyak aturan yang ada dalam kehidupan mereka salah
satunya yaitu kaum pria Boti Dalam diwajibkan untuk berkonde, konde rambut
tersebut memiliki beberapa makna yang saling berkaitan. Pria Boti Dalam yang
berkonde adalah kelompok pria dewasa yang mampu menjadi panutan. Apabila ia
hidup sesuai dengan kepercayaan yang telah dipegang dan tradisi-tradisi yang telah
dihidupi dan dijaga maka ia bukan saja menjadi panutan melainkan akan diberi kuasa
oleh alam untuk mengetahui apa yang dikehendaki alam dalam kehidupan mereka.
Selebihnya konde rambut yang dimiliki oleh para pria Boti Dalam menunjuk
bahwa pria adalah kepala yang akan menjadi penjaga generasi penerus, tradisi dan
kepercayaan yang telah diturunkan oleh para leluhur. Merujuk pada pembahasan ini
baik dari sejarah, keadaan sosial, dan kepercayaan yang di dalamnya terdapat aturan-
82
aturan, dapat dikatakan bahwa konde rambut orang Boti merupakan ciri khas
tersendiri yang menunjukan identitas mereka. Identitas suku Boti Dalam terletak pada
kedudukan dan peran laki-laki yang disimbolkan dalam konde.
Di dalam konde rambut terkandung makna identitas diri baik secara individu
maupun kelompok. Di manapun mereka berada orang akan dengan cepat mengenali
mereka jadi disimpulkan bahwa konde yang dipakai oleh pria suku Boti Dalam
merupakan simbol identitas diri dan kelompok.