bab iii karakteristik, potensi dan masalah kota banda aceh.doc
DESCRIPTION
banda acehTRANSCRIPT
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
KARAKTERISTIK, POTENSIKARAKTERISTIK, POTENSI
DAN MASALAH KOTADAN MASALAH KOTA
BANDA ACEHBANDA ACEH
3.13.1 ANALISIS DAYA DUKUNGANALISIS DAYA DUKUNG
3.1.13.1.1 GEOGRAFISGEOGRAFIS
Letak geografis Kota Banda Aceh antara 5°30’ – 05035’ LU dan 95°30’ – 99016’
BT. Tinggi rata-rata 0,80 meter diatas permukaan laut, dengan luas wilayah 61,36 km2.
Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut:
Utara : Selat Malaka
Selatan : Kecamatan Darul Imarah dan Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh
Besar
Barat : Kecamatan Peukan Bada , Kabupaten Aceh Besar
Timur : Kecamatan Barona Jaya dan Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh
Besar
Adapun Wilayah administrasi Kota Banda Aceh meliputi 9 Kecamatan, 70 desa dan
20 kelurahan dengan pembagian tiap kecamatan seperti pada Gambar 3.1. Sedangkan
luas dan prosentase untuk tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel III.1 di bawah ini.
Laporan AkhirIII - 1
BABIII
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
Laporan AkhirIII - 2
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
TABEL III.1LUAS DAN PROSENTASE WILAYAH KECAMATAN
DI KOTA BANDA ACEH
NO KECAMATAN LUAS (Km2) PERSENTASE (%)
1. Meuraxa 7,258 11,83
2. Baiturrahman 4,539 7,40
3. Kuta Alam 10,047 16,37
4. Syiah Kuala 14,244 23,21
5. Ulee Kareng 6,150 10,02
6. Banda Raya 4,789 7,80
7. Kuta Raja 5,211 8,49
8. Lueng Bata 5,341 8,70
9. Jaya Baru 3,780 6,16
JUMLAH 61,359 100,00Sumber: Banda Aceh Dalam Angka, 2003
3.1.23.1.2 TOPOGRAFITOPOGRAFI
Kota Banda Aceh secara geologi merupakan dataran banjir Krueng Aceh dan
70% wilayahnya berada pada ketinggian kurang dari 10 meter dari permukaan laut. Ke
arah hulu (wilayah Kabupaten Aceh Besar) dataran ini menyempit dan bergelombang
dengan ketinggian hingga 50 m di atas muka laut. Dataran ini diapit oleh perbukitan terjal
di sebelah Barat dan Timur dengan ketinggian lebih dari 50 m, sehingga mirip kerucut
dengan mulut menghadap ke laut. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Gambar 3.2
3.1.33.1.3 HIDROLOGIHIDROLOGI
Ada delapan sungai yang melalui Kota Banda Aceh yang berfungsi sebagai
daerah tangkapan air (Catchment Area) dan sumber air baku, kegiatan perikanan, dan
sebagainya. Wilayah Kota Banda Aceh memiliki air tanah yang bersifat asin, payau dan
tawar. Daerah dengan air tanah asin terdapat pada bagian utara dan timur kota sampai
ke tengah kota. Air payau berada di bagian tengah kota membujur dari timur ke barat.
Sedangkan wilayah yang memiliki air tanah tawar berada di bagian selatan kota
membentang dari kecamatan Baiturrahman sampai kecamatan Meuraxa. Berikut pada
Tabel III.2, menjelaskan nama-nama sungai dan luas daerah resapannya.
Untuk lebih jelasnya mengenai Peta Hidrologi di Kota Banda Aceh dapat di lihat
pada Gambar 3.3.
Laporan AkhirIII - 3
Dataran banjir : Ketinggian ≤ 5 metercenderung tergenang
permanendrainase sulitair tanah dangkal dan payau
Dataran:ketinggian 5 – 10mdaerah hilir rawan banjirdrainase sulit terutama pada
daerah hilirair tanah sebagian payaubagian hulu bergelombang
lemah
Dataran Bergelombang:dataran bergelombang
ketinggian 20-50 mdrainase cukup mudahrelatif bebas dari genangan
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
GAMBAR 3.2BENTANG ALAM KOTA BANDA ACEHSumber: Master Plan NAD-NIAS Lampiran 2 dan 4
TABEL III.2SUNGAI DI KOTA BANDA DAN ACEH
NAMA SUNGAI LUAS DAERAH RESAPAN (KM2)
Krueng Aceh 1712,00
Krueng Daroy 14,10
Krueng Doy 13,17
Krueng Neng 6,55
Krueng Lhueng Paga 18,25
Krueng Tanjung 30,42
Krueng Titi Panjang 7,80Sumber: URRP Banda Aceh City, JICA
Laporan AkhirIII - 4
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
Laporan AkhirIII - 5
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
3.1.43.1.4 KLIMATOLOGIKLIMATOLOGI
Banda Aceh memiliki suhu udara rata-rata bulanan berkisar antara 25,50C hingga
27,50C dengan tekanan (minibar) 1008-1012. Sedangkan untuk suhu terendah dan
tertinggi bervariasi antara 18,00C hingga 20,00C dan antara 33,00C hingga 37,00C .
Curah hujan kota Banda Aceh yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Blang
Bintang menunjukkan bahwa curah hujan yang terjadi selama tahun 1986 sampai dengan
1998 berkisar antara 1.039 mm sampai dengan 1.907 mm dengan curah hujan tahunan
rata-rata 1.592 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret, Oktober dan
Nopember, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Januari, Februari dan
Agustus. Jumlah hari hujan tertinggi terjadi pada bulan agustus yaitu 20-21 hari dan
terendah pada bulan februari dan maret dengan jumlah hari hujan hanya 2 – 7 hari.
Kelembaban udara di Kota Banda Aceh sangat bervariasi tergantung pada keadaan
iklim pada umumnya. Kelembaban udara dari data tahun 1998 berkisar antara 75% - 87
%. Kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Desember dan terendah pada bulan
juni. Kecepatan angin bertiup antara 2 – 28 knots. Gambar 3.4 di bawah ini
memperlihatkan grafik perkembangan kondisi klimatologis Kota Banda Aceh selama
setahun yang meliputi curah hujan rata-rata bulanan; suhu udara rata-rata, maksimum
dan minimum; tingkat kelembaban relatif rata-rata, maksimum dan minimum; serta
kecepatan angin rata-rata, maksimum dan minimum.
GAMBAR 3.4
KLIMATOLOGI KOTA BANDA ACEH
Sumber: URRP Banda Aceh City, JICA Study Team
Laporan AkhirIII - 6
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
3.1.53.1.5 GEOLOGI TANAHGEOLOGI TANAH
Pulau Sumatera dilalui oleh patahan aktif Sesar Semangko yang memanjang dari
Banda Aceh hingga Lampung. Patahan ini bergeser sekitar 11 cm/tahun dan merupakan
daerah rawan gempa dan longsor.
Pada gambar 3.5 di bawah ini, menunjukkan ruas-ruas Patahan Semangko di
Pulau Sumatera dan juga kedudukannya terhadap Kota Banda Aceh. Kota Banda Aceh
diapit oleh dua patahan di Barat dan Timur kota, yaitu patahan Darul Imarah dan
Darussalam, dan kedua patahan yang merupakan sesar aktif tersebut diperkirakan
bertemu pada pegunungan di Tenggara kota. Sehingga sesungguhnya Banda Aceh adalah
suatu dataran hasil amblasan sejak Pliosen, membentuk suatu Graben. Sehingga dataran
Banda Aceh ini merupakan batuan sedimen yang berpengaruh kuat apabila terjadi gempa
disekitarnya.
GAMBAR 3.5
STRUKTUR PATAHAN SEMANGKO
Sumber: URRP Banda Aceh City, JICA Study Team, Lampiran 4
Laporan AkhirIII - 7
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
3.2 ANALISIS ANALISIS STRUKTUR DAN PEMANFAATAN RUANGSTRUKTUR DAN PEMANFAATAN RUANG
3.2.1.3.2.1. STRUKTUR RUANGSTRUKTUR RUANG
Sebelum terjadinya bencana, struktur Kota Banda Aceh berpusat pada mesjid
Baiturrahman dan pasar Aceh yang menjadi pusat pemerintahan, budaya, agama serta
perdagangan. Pusat ini melayani pemukiman dan kegiatan pantai serta pemukiman
perkotaan sekitarnya bahkan sampai ke daerah permukiman lainnya seperti Lambaro dan
Lhok Nga di Kabupaten Aceh Besar. Sistem infrastruktur menyatukan ketiga wilayah kota
tersebut menjadi suatu kawasan Perkotaan.
Kemudian, pada kawasan permukiman perkotaan pada lapis berikutnya terdapat
permukiman dan pusat pelayanan baru. Kawasan ini dalam pemanfaatan ruangnya masih
beragam antar kebun dan sawah pertanian. Jumlah penduduk kota Banda Aceh pada
tahun 2003 sekitar 230.828 jiwa, dengan dominasi kegiatan ekonomi di bidang jasa
(perdagangan dan pemerintahan), nelayan dan petani tambak. Seperti umumnya kota-
kota di Indonesia, Banda Aceh pun tumbuh hampir tidak terencana, dengan konsentrasi
kepadatan di pusat kota (sekitar Masjid Baiturrahman), dan memanjang hampir linier
mengikuti jalan utama yang relatif sejajar pantai, dan melebar ke arah pantai.
Pusat Kota, yaitu Mesjid Baiturrahman dan pasar Aceh, menjadi pusat
pemerintahan, budaya, agama serta perdagangan yang melayani pemukiman dan
kegiatan pantai serta pemukiman perkotaan sekitarnya bahkan sampai ke daerah
permukiman lainnya seperti Lambaro dan Lhok Nga di Kabupaten Aceh Besar. Sistem
infrastruktur yang ada mendukung ketiga wilayah kota tersebut sehingga menyatukannya
menjadi suatu kawasan Perkotaan (Metropolitan). Kemudian, pada kawasan permukiman
perkotaan pada lapis berikutnya terdapat permukiman dan pusat pelayanan baru.
Kawasan ini dalam pemanfaatan ruangnya masih beragam antar kebun dan sawah
pertanian.
Dari berbagai dokumen perencanaan yang terkait, berikut diidentifikasi beberapa
rencana struktur tata ruang kota yang direkomendasikan. (Lihat Tabel III.3)
TABEL III.3
Laporan AkhirIII - 8
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
RENCANA STRUKTUR KOTA BANDA ACEH
DOKUMEN PERENCANAAN
RENCANA STRUKTUR
1. RTRW NASIONAL -2. Master Plan NAD-NIAS Struktur Ruang Perkotaan Banda Aceh meliputi:
dua pusat perkotaan di sekitar pusat kota lama dan di selatan sekitar Lambaro, serta didukung oleh sub pusat kota
Sistem jaringan jalan meliputi jalan lingkar kota yang menghubungkan sub pusat kota dan melintasi sepanjang bagian utara kota di sisi dalam hutan kota, kemudian didukung oleh jaringan jalan poros Barat-Timur kota
Sistem infrastruktur kota lainnya antara lain air bersih, drainase, listrik, telekomunikasi diwujudkan dengan mengikuti sistem jaringan jalan yang diusulkan. Khusus untuk sistem drainase ditata dengan keberadaan drainase alam seperti sungai
3. Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2010
bentuk dan struktur tata ruang di kota Banda Aceh adalah menganut pola multi pusat (multiple nuclei). Dalam hal ini sistem pusat terdiri dari satu pusat utama (pusat kota) dan beberapa pusat BWK (bagian wilayah kota), serta beberapa pusat sub BWK.
4. RTRW Kota Banda Aceh 2005 Departemen PU
Kawasan perkotaan Banda Aceh dikembangkan dengan konsep pusat kota kembar, yaitu pusat kota lama dan pusat kota baru. Pusat kota lama adalah wilayah yang berada di sekitar Masjid Baaiturrahman dengan dilengkapi dengan landmark (masjid Baiturrahman). Sedangkan untuk pusat kota baru berada di sekitar Lambaro (pusat bisnis) dan sepanjang terusan Sukarno-Hatta atau jalan Elak yang merupakan pusat pemerintahan propinsi
Kedua pusat kota tersebut juga didukung oleh beberapa sub pusat kota, yaitu Ketapang, Batoh, Lamgeulumpang, Ajoe, Ateuk Jowo, Lampeu Tueun. Sub pusat kota tersebut diharapkan dapat mendukung pelayanan perkotaan.
Selain itu dibutuhkan dukungan infrastruktur yang berupa jaringan jalan agar kawasan perkotaan dapat berfungsi secara efisien. Jaringan jalan tersebut berupa sistem arteri primer dan arteri sekunder.
5. URRP Kota Banda Aceh dan RTRW Metropolitan Banda Aceh JICA
Struktur Kota Banda Aceh pasca Tsunami adalah Linked Multi Center with Multi Residential Area (Pusat Jamak yang Terintegrasi dengan Kawasan Permukiman Jamak). Dengan demikian, sub-pusat pengembangan akan diarahkan dalam pola kluster. Pusat kota dengan sub pusat – sub pusat pengembangan tersebut akan dihubungkan dengan jalan arteri.
Sumber: RTRW NASIONAL, Master Plan NAD-NIAS, Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2010, RTRW Kota Banda Aceh 2005 Departemen PU, URRP Kota Banda Aceh dan RTRW Metropolitan Banda Aceh JICA
Pengembangan Kota Banda Aceh di masa mendatang direkomendasikan untuk
mengembangkan struktur pusat Kota Banda Aceh ke dalam bentuk multi center, dengan
satu atau dua pusat kota dan didukung oleh beberapa sub pusat pengembangan. Pusat-
pusat tersebut dihubungkan dengan jaringan jalan melingkar berikut utilitas lainnya.
Tuntutan terhadap pengembangan pusat-pusat pelayanan semakin dibutuhkan seiring
dengan semakin pesatnya perkembangan kota di masa mendatang. Hal ini dilakukan
dalam rangka memberikan efisiensi dan efektifitas pelayanan.
Struktur Ruang Perkotaan Kawasan Perkotaan Banda Aceh dan sekitarnya
dikembangkan dengan sistem sub pusat kota dan sistem infrastruktur wilayah. Sistem
Laporan AkhirIII - 9
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
sub-pusat kota diarahkan pada pengembangan dua pusat perkotaan di pusat kota lama
(Baiturrahman dan Peunayong) dan di selatan yaitu di Batoh-Lampeuneurut, serta
didukung oleh 2 sub pusat kota, yaitu sub pusat perkotaan Lamteumen dan Ulee Kareng.
Beberapa pusat-pusat yang potensial seperti Ulee Lheue, Keutapang, Lampulo,
Peunayong, Neusu, Leung bata, Lamdom, Jeulingke, Kopelma dapat dikembangkan
menjadi subsub-pusat kota pada orde lebih rendah. Disamping itu dalam kerangka
pengembangan Kota Metropolitan Banda Aceh maka pusat-pusat potensial di Kabupaten
Aceh Besar seperti Lambaro, Lampeunerut dan lain-lain dapat dijadikan pusat
pengembangan. Lihat Gambar 3.6 Peta Konsep Struktur Kota Banda Aceh dan
Sekitarnya.
3.2.2. PEMANFAATANPEMANFAATAN RUANG RUANG
Jenis penggunaan Lahan di setiap kecamatan yang terdapat di Kota Banda Aceh
sebelum Tsunami dapat dilihat pada Tabel III.4. Sedangkan Gambar 3.7 menunjukkan
perbandingan jenis penggunaan lahan antar kecamatan di Kota Banda Aceh.
TABEL III.4LUAS PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KECAMATAN
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2002
Kecamatan
Penggunaan Lahan (ha)
Saw
ahT
adah
hu
jan
Ban
gu
nan
Teg
al/
keb
un
Raw
a ti
dak
dit
anam
i
Tam
bak
Lain
-lai
n
Jum
lah
Baiturrahman 13,5 428,4 - - - 12,0 453,9
Kuta Alam 4,0 957,2 - - 37,0 6,5 1004,7
Meuraxa 62,5 548,8 32,5 - 60,0 22,0 725,8
Syiah Kuala 30,0 1171,3 145,1 6,0 40,0 32,0 1424,4
Lueng Bata 23,5 460,6 24,0 - - 26,0 534,1
Kuta Raja - 493,1 - - 22,0 6,0 521,1
Banda Raya 178,0 245,9 25,0 - - 30,0 478,9
Jaya Baru 61,5 292,1 11,4 - 9,0 4,0 378,0
Ulee Kareng 36,0 293,2 183,8 - 102,0 615,0
409,0 4890,6 421,8 6,0 168,0 240,5 6135,9Sumber: Banda Aceh dalam Angka Tahun 2002
Laporan AkhirIII - 10
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
Laporan AkhirIII - 11
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
Berdasarkan data penggunaan lahan (data kawasan terbangun) di masing-masing
kecamatan, maka dapat diketahui persentase tingkat kepadatan kawasan terbangun
seperti pada Tabel III.5 berikut.
0,00
200,00
400,00
600,00
800,00
1000,00
1200,00L
uas L
ah
an
(H
a)
Baitu
rrahm
an
Kuta
Ala
m
Meura
xa
Syia
h K
uala
Luen
g B
ata
Kuta
Raja
Ban
da R
aya
Jaya
Baru
Ule
e K
are
ng
Nama Kecamatan
Sawah Tadah Hujan Bangunan dan Halaman SekitarTegal/Kebun Rawa-rawaTambak Lain-lain
GAMBAR 3.7LUAS PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KECAMATAN
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2002Sumber: Banda Aceh dalam Angka Tahun 2002
TABEL III.5LUAS DAN PERSENTASE PENGGUNAAN LAHAN
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2005
No. KecamatanTanah
Terbangun (Ha)
Total Luas Lahan
Persentase (%) Tanah
Terbangun
Persentase (%) Tanah Belum Terbangun
1 Baiturrahman 281,12 419,78 66,97 33,032 Banda Jaya 237,77 509,61 46,66 53,343 Jaya Baru 118,87 473,36 25,11 74,894 Kuta Alam 362,82 970,73 37,38 62,625 Kuta Raja 5,60 377,76 1,48 98,526 Lueng Bata 191,90 449,45 42,70 57,307 Meuraxa 2,22 906,10 0,24 99,768 Syiah Kuala 404,88 1.604,77 25,23 74,779 Ulee Kareng 254,15 516,16 49,24 50,76
Sumber : Citra 2005 JICA
Laporan AkhirIII - 12
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
Berdasarkan data penggunaan lahan, maka dapat diketahui pola penggunaan
lahan Kota Banda Aceh seperti pada tabel III.6 berikut.
TABEL III.6POLA PENGGUNAAN LAHAN KOTA BANDA ACEH TAHUN 2005
No Pemanfaatan Ruang Luas (HA) %I Kawasan Terbangun 2.124,95 34,631 Permukiman 1.360,41 22,172 Kawasan Perdagangan dan Jasa 128,53 2,093 Perkantoran 113,16 1,84
4
Fasilitas- Fasilitas Kesehatan 33,95 0,55- Fasilitas Pendidikan 174,89 2,85- Fasilitas Peribadatan 13,46 0,22
5Transportasi- Terminal 3,90 0,06- Jalan 296,64 4,83
II Ruang Terbuka 4.010,95 65,371 Kawasan Hutan Kota 285,92 4,662 Pertanian 651,78 10,623 Kanal 104,44 1,704 Zona Tambak Ikan 204,48 3,33
5
Ruang Terbuka Hijau- Taman Kota 20,15 0,33- Jalur Hijau 1.138,37 18,55- Lapangan Olah Raga 24,50 0,40- Rawa/ Danau 170,67 2,28- Alang-Alang 50,61 0,82
6 Kuburan 11,89 0,197 Spadan Sungai 116,74 1,908 Rawa-rawa 1.231,41 20,07
Total 6.135,90 100,00Sumber : Citra 2005 JICA
Bencana Tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu telah
mengakibatkan kerusakan parah pada wilayah Kota Banda Aceh khususnya pada kawasan
pesisirnya. Kondisi tersebut akan mempengaruhi pola pemanfaatan lahan di Kota Banda
Aceh di masa yang akan datang. Luas kerusakan berdasarkan jenis penggunaan lahan di
Kota Banda Aceh ditampilkan dalam Gambar 3.8 berikut ini.
Dari data di atas dapat diketahui, bahwa kecamatan yang memiliki tanah
terbangun yang luas adalah Kecamatan Kuta Alam, Kecamatan Baiturrahman, dan
Kecamatan Kuta Raja. Sedangkan Kecamatan Banda Raya dan Kecamatan Ulee Kareng
memiliki lahan yang masih belum terbangun cukup luas. Berikut ini Gambar 3.9, yang
menunjukkan peta penggunaan lahan Kota Banda Aceh.
Laporan AkhirIII - 13
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
1427, 19%
2843, 37%
961, 13%
2139, 29%
126, 2% Permukiman
Pertambakan
Persawahan
Perkebunan dan Belukar
Lahan Terbuka
GAMBAR 3.8LUAS KERUSAKAN LAHAN DI KOTA BANDA ACEH
Sumber: Deputi Penginderaan Jauh, LAPAN, April 2005
Identifikasi tingkat kerusakan lahan tersebut dibagi beberapa zona, sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 3.10 di bawah ini.
GAMBAR 3.10IDENTIFIKASI KERUSAKAN LAHAN DI KOTA BANDA ACEH PASCA TSUNAMI
Sumber: Master Plan NAD-NIAS Tahun 2005, Lampiran 2 dan 4
Laporan AkhirIII - 14
Kawasan Perkotaan Hancur Total Kawasan Perkotaan Rusak Berat Kawasan Perkotaan Rusak Sedang Kawasan Perkotaan Rusak Ringan Kawasan Perdesaan Hancur Total
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
Laporan AkhirIII - 15
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
Dampak kerusakan pasca Tsunami telah mengubah kondisi fisik lahan Kota Banda
Aceh sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.11 berikut ini. Kondisi tersebut antara
lain dipengaruhi oleh ada tidaknya genangan, kondisi air tanah, kondisi drainase wilayah
jenis tanah, dan potensi terkena Tsunami.
GAMBAR 3.11KONDISI LAHAN DI KOTA BANDA ACEH PASCA TSUNAMI
Sumber: Master Plan NAD-NIAS, Lampiran 2 dan 4
Dengan karakteristik fisik sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.11 di atas,
maka arahan zonasi fisik Banda Aceh, yang secara garis besar terbagi atas Kawasan
Lindung (Conservation, Zona V), Kawasan Pengembangan Terbatas (Restristic
Development Area, meliputi zona I, II, dan III), Kawasan Pengembangan (Promoted
Development Area, zona IV). Hal ini ditunjukkan pada Gambar 3.12.
Berdasarkan Gambar 3.12 disepakati Kota Banda Aceh dibagi dalam 4 karakteristik
zona yaitu :
1. Coastal Zone
2. Eco Zone (evacuation)
3. Traditional City Center Zone (Escape Guiding)
4. Urban Development Zone (Emergency Base)
Lebih jelas lihat Gambar 3.13 Peta Pembagian Zona Kota Banda Aceh lihat Tabel III.7
Pembagian Zona Fungsi , dan Jenis Penggunaan Lahannya.
Laporan AkhirIII - 16
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
I Kawasan aquatic, (tambak, hutan bakau, rekreasi pantai, dan kawasan lindung pantai), kepadatan bangunan sangat rendah didukung bangunan tahan gempa/ bangunan tradisional (panggung)
II Kawasan terbangun kepadatan rendah, didukung bangunan tahan gempa dan sistem drainase yang handal (kanal). Tidak disarankan untuk kegiatan komersial atau kegiatan sosial lainnya. Perumahan masih dimungkinkan dengan persyaratan bangunan dan lingkungan yang ketat, dan disepakati oleh lebih dari 50% warga gampong semula untuk kembali bermukim di kawasan ini
III Kawasan terbangun kepadatan sedang, dgn bangunan tahan gempa dan sistem drainase yang handal. Kawawsan komersial dimungkinkan dikembangkan secara terbatas, nilai-nilai heritage disarankan untuk dipertahankan di kawasan ini.
IV Kawasan terbangun kepadatan tinggi, dgn bangunan tahan gempa, fungsi-fungsi semula didorong untuk dikembangkan, dengan insentif keringanan pajak, pengendalian harga tanah, serta kelengkapan dan kehandalan infrastruktur.
GAMBAR 3.12ARAHAN KESESUAIAN ZONASI FISIK
DI KOTA BANDA ACEH PASCA TSUNAMISumber: Master Plan NAD-NIAS, Lampiran 2 dan 4
TABEL III.7PEMBAGIAN ZONA, FUNGSI DAN JENIS PENGGUNAAN LAHAN
KOTA BANDA ACEH MENURUT URRP BAC
ZonaKlasifikasi
Zona Bencana
FungsiPenggunaan
Lahan/Antisipasi Bencana
1. Pesisir(Coastal Zone)
Identifikasi Mitigasi Tsunami
– Pelabuhan
– Pohon Kelapa/ Mangrove
– Restorasi ekosistem pesisir
– Hutan pesisir
– Pelabuhan kapal ferry
– Fasilitas pemecah gelombang di sepanjang garis pantai
Laporan AkhirIII - 17
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
ZonaKlasifikasi
Zona Bencana
FungsiPenggunaan
Lahan/Antisipasi Bencana
2. Eco-Zone
Area Evakuasi – Fasilitas peringatan bencana
– Kegiatan perikanan dan pelabuhan ikan
– Pasar ikan
– Rekonstruksi area permukiman untuk returnees
– Bangunan dan menara untuk evakuasi
– Jalur-jalur jalan untuk evakuasi
– Jalur lingkar (bagian Utara)
– Pemulihan dan konservasi ekosistem pesisir
– Pengembangan industri budidaya perikanan
– Pemanfaatan alam untuk akuakultur dan taman (untuk pendidikan, rekreasi dan pariwisata)
– Pusat Pengelolaan Sampah
– Instalasi pengolahan Limbah
3. Traditional City Center Zone
Area Pendukung Evakuasi
– Masjid Raya
– Museum
– Pusat Komersial yang ada saat ini
– Kawasan kegiatan komersial
– Area fasilitas budaya
– Bangunan-bangunan untuk evakuasi
– Fasilitas transportasi darat (terminal bus)
– Jalur-jalur evakuasi
– Pusat pelayanan pemerintahan
– Posko-posko Bantuan Darurat
– Fasilitas pendidikan
4. Urban Development Zone
Zona untuk pengembangan dan Emergency Base
– Kawasan Permukiman
– Pusat Kota Baru Komersial
– Fasilitas Kota
– Kawasan kegiatan komersial
– Fasilitas transportasi darat (terminal bus)
– Pusat pelayanan pemerintahan
– Fasilitas pendidikan, kesehatan dll.
Laporan AkhirIII - 18
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
ZonaKlasifikasi
Zona Bencana
FungsiPenggunaan
Lahan/Antisipasi Bencana
– Posko-posko Bantuan Darurat
– Perumahan Sumber: Master Plan NAD-NIAS
Laporan AkhirIII - 19
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
Laporan AkhirIII - 20
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
Berdasarkan hasil diskusi dengan masyarakat Aceh, Bappeda Provinsi NAD, Dinas
Perkotaan dan Perkim Provinsi NAD, Dinas Tata Kota Banda Aceh, Bappeda Kabupaten
Aceh Besar, dan Dinas Praswil Banda Aceh, telah disepakati memilih skenario dengan
melakukan perbaikan pola dan struktur dengan memberikan 2 pilihan bagi masyarakat,
yaitu (1) pindah ke lokasi aman bagi masyarakat yang ingin pindah, dan (2) tetap di
lokasi semula yang telah dilengkapi berbagai sarana prasarana perlindungan. Namun
demikian, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu:
Fungsi-fungsi penting kota, seperti kantor pemerintahan, rumah sakit dalam
jangka panjang sebaiknya dipindahkan ke daerah aman.
Perlu adanya fasilitas pelindungan dan penyelamatan
Penggunaan teknologi bangunan tahan gempa dan tsunami
Pengaturan kembali fungsi-fungsi kota secara ruang dalam wujud zonasi
berdasarkan tingkat potensi kerusakan
Penataan pemukiman nelayan dan non nelayan di sekitar pantai dan bagi yang
ingin pindah diberikan alternatif tempat yang aman.
3.2.3. INTENSITASINTENSITAS PEMANFAATAN RUANG PEMANFAATAN RUANG
Untuk lahan-lahan di pusat kota, umumnya intensitas pemanfaatan ruangnya,
yang meliputi nilai Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dan
ketinggian bangunan, relatif tinggi seperti untuk perkantoran, perdagangan dan jasa, dan
lainnya. Sedangkan untuk kawasan-kawasan di pinggiran pusat kota yang umumnya
merupakan lahan pertanian dan perkampungan menjadikan intensitas pemanfaatan
ruangnya rendah. Rencana Intensitas Pemanfaatan Ruang kota Banda Aceh menurut
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2010 disajikan pada Tabel III.8.
Selain itu, yang juga perlu diperhatikan adalah pengaturan Garis Sempadan
Bangunan (GSB) yang dimaksudkan untuk memperoleh keteraturan tata letak bangunan
terhadap jalan maupun bangunan lain di sekitarnya. Selain itu juga untuk pengaturan
penggunaan ruang jalan bagi pemakai maupun penghuni rumah ataupun kemungkinan
terhadap pelebaran jalan. Hal ini ditentukan berdasarkan fungsi jaringan jalan yang
bersangkutan dan penggunaan lahan disekitarnya. Tujuan rencana pengaturan
sempadan bangunan adalah sebagai berikut:
Laporan AkhirIII - 21
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
Secara fisik akan terwujud jarak antar bangunan
Adanya ketentuan batas yang tegas antara lahan yang boleh dan tidak boleh
ditempati bangunan
Adanya ketentuan batas yang tegas antara kapling bangunan dengan Daerah Milik
Jalan (Damija).
TABEL III.8RENCANA INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2010
(VERSI KAJIAN DEPARTEMEN PU TAHUN 2006)
PERUNTUKAN LAHANBWK
PUSAT KOTA
BWK TIMUR
KOTA
BWK SELATAN
KOTA
BWK BARAT KOTA
1. Perumahan yang dilindungi– KDB maksimum– KLB maksimum– Ketinggian Bangunan maksimumPerumahan – KDB maksimum– KLB maksimum– Ketinggian Bangunan maksimum
60%1,212 meter
70%1,410 meter
60%1,212 meter
60%1,210 meter
60%1,212 meter
60%1,210 meter
60%1,212 meter
60%1,210 meter
2. Pemerintahan/Perkantoran– KDB maksimum– KLB maksimum– Ketinggian Bangunan maksimum
70%2,820 meter
60%1,216 meter
60%1,212 meter
60%1,212 meter
3. Perdagangan dan Jasa– KDB maksimum– KLB maksimum– Ketinggian Bangunan maksimum
80%1,612 meter
70%1,412 meter
70%1,412 meter
80%1,612 meter
4. Fasilitas Sosial/Umum– KDB maksimum– KLB maksimum– Ketinggian Bangunan maksimum
60%1,212 meter
60%1,212 meter
50%1,012 meter
60%1,212 meter
5. Kawasan Budaya– KDB maksimum– KLB maksimum– Ketinggian Bangunan maksimum
40%0,812 meter
---
---
---
6. Campuran perdagangan dan jasa, perkantoran dan perumahan– KDB maksimum– KLB maksimum– Ketinggian Bangunan maksimum
80%1,6
60%1,2
50%1,0
60%1,2
Laporan AkhirIII - 22
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
PERUNTUKAN LAHANBWK
PUSAT KOTA
BWK TIMUR
KOTA
BWK SELATAN
KOTA
BWK BARAT KOTA
12 meter 12 meter 12 meter 12 meter
7. Terminal– KDB maksimum– KLB maksimum– Ketinggian Bangunan maksimum
20%0,412 meter
---
---
20%0,412 meter
Sumber: Revisi RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2010 (Versi PU), Tahun 2006
Keterangan : 1. Ketinggian bangunan tidak boleh melebihi kaki kubah Mesjid Raya Baiturrahman pada
kawasan mesjid tersebut.
2. Ketinggian diluar kawasan sekitar Mesjid Raya Baiturrahman tidak dibatasi
ketinggiannya, dan harus menyesuaikan dengan kondisi geologi dan tanah setempat.
3.2.4. KECENDERUNGANKECENDERUNGAN PERKEMBANGAN KOTA PERKEMBANGAN KOTA
Perkembangan Kota Banda Aceh dapat dikategorikan dalam pola tumbuh ”Multi
Nuclei Model” atau yang mempunyai beberapa titik tumbuh. Dalam Revisi Rencana Tata
Ruang Kota Banda Aceh tahun 2001-2010, titik-titik tumbuh tersebut dapat
diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Titik Tumbuh Primer/Utama saat ini berkembang sebagai pusat kota utama
di sekitar Mesjid Baiturahman dan Peunayong. Dominasi kegiatan kawasan ini adalah
perdagangan dan jasa, pemerintahan dan perkantoran, fasilitas umum dan lain-lain.
Kegiatan ini mulai berkembang ke segala penjuru kota dengan intensitas yang
meningkat. Pertumbuhan secara linear mengarah :
Ke barat di koridor Jl. Iskandar Muda dan Jl. Habib Abdurahman, namun secara
fisik terkendala oleh kawasan tambak.
Ke Utara di Lampulo dan koridor Jl. Syiah Kuala dibatasi oleh sungai dan pantai.
Ke Timur di koridor Jl. T Daud Beureuh dan T Nyak Arief, serta Jl. Tengku
Iskandar yang bermuara di Ulee Kareng
Ke Selatan di Koridor Jl. Teuku Umar dan Jl. Sudirman, serta Jl. Baru Terusan
Simpang Surabaya dan Jl. Tengku Imum Lueng Bata.
2. Titik Tumbuh Sekunder berkembang tersebar pada beberapa lokasi sesuai
dengan karakteristik kawasan, yaitu:
Laporan AkhirIII - 23
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
• Di bagian Barat di Ulee Lhue dan Lamteumen. Pusat sekunder di Ulee Lhue
cenderung berpotensi untuk fungsi wisata, sedangkan di Lamteumen berpotensi
untuk komersial dan perdagangan.
• Di bagian Timur di Ulee Kareng, Jeulingke dan Kopelma. Ulee Kareng lebih
berpotensi untuk pusat perdagangan dan jasa. Jeulingke lebih berpotensi untuk
pusat perkantoran dan pelayanan umum, sedangkan Kopelma untuk pusat kegiatan
pendidikan.
• Di bagian Utara di Lampulo, pusat ini berpotensi untuk pelayanan kegiatan industri
perikanan
• Di bagian Selatan ada di Neusu dan Batoh. Neusu berpotensi untuk kegiatan
perdagangan dan jasa yang berkembang pasca bencana akibat bergesernya
kegiatan dari pusat kota Baiturahman ke lokasi ini. Sedangkan Batoh sangat
berpotensi menjadi pusat kota yang baru mengingat telah ada jalan baru, rencana
pengembangan terminal A dan relatif aman dari bencana tsunami.
3. Titik-titik tumbuh lain dengan tingkat pelayanan lebih rendah berada
tersebar di pusat-pusat permukiman. Pusat-pusat lingkungan ini merupakan
pelayanan untuk lingkungan permukiman.
Pola pertumbuhan dari titik-titik tumbuh tersebut ternyata mempunyai
kecenderungan pola linier dan berkembang mengikuti jaringan jalan sehingga
menunjukkan pola pengembangan ruang dengan Linear Growth Model.
Rencana tata ruang Kota Banda Aceh sebelum Tsunami memiliki struktur kota
dengan kawasan pantai dikembangkan sebagai kawasan wisata lingkungan atau daerah
penyangga di Kawasan Pantai Utara Kota (antara sempadan pantai, kawasan
pantai/penyangga dengan kawasan perkotaan).
Kawasan pusat perdagangan Central Business District (CBD) terletak di Kecamatan
Baiturrahman yang berjarak 2 km dari pantai yang berada dibagian pusat Kota Banda
Aceh, sedangkan kawasan wisata terletak di daerah Kecamatan Meuraxa dan Kecamatan
Syiah Kuala (Kawasan Pantai) dan kawasan pendidikan di Kecamatan Syiah Kuala, Lueng
Bata dan Ulee Kareng.
Kawasan non urban yang ada di sepanjang pantai seakan menjadi pemisah antara
kawasan pantai dengan kawasan perkotaan, namun fungsi kawasan non urban belum
dijelaskan fungsinya secara spesifik, apakah sebagai kawasan penyangga (buffer zone)
atau kawasan kosong (tidak dibangun).
Laporan AkhirIII - 24
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
Dari struktur ruang yang ada terlihat bahwa arah kecenderungan perkembangan
perkotaan (Kota Banda Aceh) mengarah ke selatan (berbatasan langsung dengan Aceh
Besar) maka pusat pelayanan kota (perdagangan dan jasa), sport center (Pusat Olahraga)
di Lhong Raya berada diperbatasan antara wilayah Kota Banda Aceh dengan wilayah
Kabupaten Aceh Besar. Dengan demikian, kecenderungan pusat perkotaan Banda Aceh
untuk mendatang diperkirakan mengarah ke Selatan di Kawasan Batoh/Lamdom bahkan
sampai ke wilayah Kabupaten Aceh Besar (Keutapang dan Lambaro).
3.2.5.3.2.5. ANALISIS DAN KARAKTERISTIK KEPENDUDUKAN DANANALISIS DAN KARAKTERISTIK KEPENDUDUKAN DAN
KEMASYARAKATANKEMASYARAKATAN
3.2.5.1.3.2.5.1. JUMLAH DAN PERTUMBUHAN PENDUDUKJUMLAH DAN PERTUMBUHAN PENDUDUK
Jumlah penduduk kota Banda Aceh sebelum terjadinya bencana Tsunami adalah
sekitar 230.828 jiwa, dengan mayoritas penduduk beragama dan berbudaya Islam.
Sebagai Ibukota Provinsi NAD sekaligus merupakan pusat pemerintahan dan kegiatan
ekonomi, Kota Banda Aceh memiliki kepadatan penduduk tertinggi diantara
kabupaten/kota lainnya. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk Kota Banda
Aceh per Kecamatan sebelum terjadinya Tsunami, dapat dilihat pada Tabel III.9
TABEL III.9JUMLAH PENDUDUK DI KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2001-2003
NO KECAMATAN
PRE TSUNAMI
JUMLAH PENDUDUK
Th. 2001(JIWA)
(%)
JUMLAH PENDUDUK
Th. 2002(JIWA)
(%)
JUMLAH PENDUDUK
Th. 2003(JIWA)
(%)
1. Baiturrahman 33.399 14,96 33.331 14,75 32.765 14,19
2. Kuta Alam 52.824 23,66 50.338 22,27 47.538 20,59
3. Meuraxa 27.468 12,31 28.158 12,46 30.532 13,22
4. Syiah Kuala 26.401 11,83 26.577 11,76 28.298 12,25
5. Lueng Bata 13.477 6,04 15.064 6,67 16.708 7,23
6. Kuta Raja 17.467 7,82 18.420 8,15 18.793 8,14
7. Banda Raya 17.563 7,87 17.802 7,88 18.509 8,01
8. Jaya Baru 20.902 9,36 21.137 9,35 20.901 9,05
9. Ulee Kareng 13.722 6,15 15.169 6,71 16.784 7,27
TOTAL 223.223 100,00 225.996 100,0 230.828 100.00 Sumber: Banda Aceh dalam Angka Tahun 2001-2003
Laporan AkhirIII - 25
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
Kemudian, pada Gambar 3.14 berikut ini, dapat diketahui pertumbuhan jumlah
penduduk di masing-masing kecamatan di Kota Banda Aceh selama periode tahun 2001
sampai dengan tahun 2003. Selain itu, juga dapat diketahui kecamatan yang mengalami
konsentrasi penduduk terbesar.
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
Ju
mla
h P
en
du
du
k (
jiw
a)
Baiturr
ahm
an
Kuta
Ala
m
Meura
xa
Syia
h K
uala
Lueng B
ata
Kuta
Raja
Banda R
aya
Jaya B
aru
Ule
e K
are
ng
Nama Kecamatan
Tahun 2001
Tahun 2002
Tahun 2003
GAMBAR 3.14GRAFIK PERKEMBANGAN PENDUDUK
DI KOTA BANDA ACEHSumber: Banda Aceh dalam Angka Tahun 2001-2003
Pasca terjadinya Tsunami, jumlah penduduk kota Banda Aceh berkurang dengan
pesat sekitar 27%. Menurut sensus yang dilakukan oleh pemerintah kota jumlah
penduduk Banda Aceh sebelum Tsunami adalah sebesar 263.668 jiwa dan tereduksi
menjadi 192.194 jiwa, dengan jumlah kehilangan (meninggal dunia atau hilang) sebanyak
71.475 jiwa dan jumlah penduduk yang kehilangan tempat tinggal sebanyak 65.500 jiwa.
Untuk jelasnya mengenai jumlah penduduk setelah tsunami di Kota Banda Aceh pada
tiap-tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel III.10.
Laporan AkhirIII - 26
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
TABEL III.10JUMLAH PENDUDUK PASCA TSUNAMI
DI KOTA BANDA ACEH
NO KECAMATANJUMLAH PENDUDUK JUMLAH
PENGUNGSI
PRE-TSUNAMI
PASCA TSUNAMI
1. Baiturrahman 37.449 36.783 5.052
2. Kuta Alam 55.062 43.113 23.971
3. Meuraxa 31.218 5.657 867
4. Syiah Kuala 42.779 35.514 6.411
5. Lueng Bata 18.360 18.254 5.229
6. Kuta Raja 20.217 5.122 230
7. Banda Raya 19.071 19.015 9.451
8. Jaya Baru 22.005 11.384 6.163
9. Ulee Kareng 17.510 17.388 8.126
TOTAL 263.668 192.194 65.500 Sumber: Pemerintah Kota Banda Aceh, 12 April 2005
Perbandingan penurunan jumlah penduduk dan jumlah pengungsi antar
kecamatan di Kota Banda Aceh dapat dilihat pada Gambar 3.15
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
Baitu
rrahm
an
Kuta
alam
Meura
xa
Syiah
Kua
la
Luen
g Bata
Kuta
Raja
Band
a Ray
a
Jaya
Baru
Ulee
Kar
eng
Jumlah Penduduk Pre-Tsunami Jumlah Penduduk Pasca TsunamiJumlah Pengungsi
GAMBAR 3.15
Laporan AkhirIII - 27
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
GRAFIK PENURUNAN JUMLAH PENDUDUK DAN JUMLAH PENGUNGSIDI KOTA BANDA ACEH PASCA BENCANA TSUNAMI
Sumber: Pemerintah Kota Banda Aceh, 12 April 2005
Berdasarkan grafik tersebut, terlihat bahwa jumlah kehilangan terbesar terjadi di
Kecamatan Meuraxa (82%), Kecamatan Kuta Raja (75%), Kecamatan Jaya Baru (49%),
Kuta Alam (22%), dan Kecamatan Syiah Kuala (17%). Persebaran jumlah kehilangan
yang dirinci berdasarkan jumlah kematian dan orang yang hilang dapat dilihat pada
Gambar 3.16.
Dalam RTRW Kota Banda Aceh Departemen Pekerjaan Umum, pertumbuhan
penduduk pasca bencana Tsunami diproyeksikan menggunakan model bunga berganda
dengan angka pertumbuhan rata-rata sesuai dengan angka pertumbuhan selama tahun
1995-2004 yaitu sebesar 3,14% .
GAMBAR 3.16PERSEBARAN JUMLAH ORANG YANG MENINGGAL DAN HILANG
DI KOTA BANDA ACEH PASCA BENCANA TSUNAMISumber: URRP Banda Aceh City, JICA Study Team, Lampiran 4
Laporan AkhirIII - 28
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
Kemudian, JICA dalam penyusunan URRP Kota Banda Aceh dan Additional Study-
nya memproyeksikan pertumbuhan penduduk pasca Tsunami dengan menggunakan tiga
metode perhitungan, yaitu:
o Ekstrapolasi dari tingkat pertumbuhan rata-rata antara tahun 1998 sampai
dengan tahun 2003, yaitu sebesar 2,1%. Hasil perhitungannya adalah sebagai
berikut:
Tahun 12-4-2005 2005 2006 2007 2008 2009
Jumlah
Penduduk192.194 196.230 200.351 204.558 208.854 213.240
o Metode Regresi yang diformulasikan dari data antara tahun 1995 sampai
dengan tahun 2004, yaitu sebagai berikut:
)88,0(*14,216.7050.211.14 =+−= rXY
Hasil perhitungan dengan model regresi di atas adalah:
Tahun 12-4-2005 2005 2006 2007 2008 2009
Jumlah
Penduduk192.194 199.194 206.194 213.194 220.194 227.194
o Dengan tingkat pertumbuhan tahunan dengan pertumbuhan khusus. Hal
ini didasarkan pada banyaknya contoh dan pengalaman bahwa jumlah penduduk akan
meningkat secara drastis pasca terjadinya bencana yang menelan banyak korban
akibat pertumbuhan sosial pada kegiatan rekonstruksi dan pertumbuhan alamiah yang
tinggi. Bank Dunia mengadopsi tingkat pertumbuhan rata-rata 6% untuk proyeksi
penduduk Indonesia. Hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
Tahun 12-4-2005 2005 2006 2007 2008 2009
Jumlah
Penduduk192.194 200.843 212.893 225.667 239.206 253.559
Dalam perencanaan ini, proyeksi pertumbuhan penduduk yang digunakan adalah
proyeksi versi JICA skenario 2. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa skenario ini
lebih realistis dengan kondisi pertumbuhan penduduk di Kota Banda Aceh, karena setelah
kehilangan penduduk cukup banyak, maka tahap rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan
Laporan AkhirIII - 29
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
banyak datang adalah pendatang rekonstruksi. Kemudian setelah selesai pertumbuhannya
maka pendatang akan berkurang. Skenario ini juga telah mempertimbangkan faktor-
faktor migrasi maupun kondisi sosial-ekonomi masyarakat Kota Banda Aceh dalam
penentuan tingkat pertumbuhannya.
Selanjutnya hasil perhitungan proyeksi penduduk dengan metode tersebut hingga
tahun 2026 dipaparkan pada Tabel III.11 berikut ini.
TABEL III.11PROYEKSI PENDUDUK KOTA BANDA ACEH
HINGGA TAHUN 2026
TAHUN JUMLAH PENDUDUK
2005 199.194
2006 206.194
2007 213.194
2008 220.194
2009 227.194
2010 234.194
2011 241.194
2012 248.194
2013 255.194
2014 262.194
2015 269.194
2016 276.194
2017 283.194
2018 290.194
2019 297.194
2020 304.194
2021 311.194
2022 318.194
2023 325.194
2024 332.194
2025 339.194
2026 346.194Sumber: Hasil Perhitungan berdasarkan skenario 2 JICA
Dari hasil proyeksi yang dilakukan, jumlah penduduk di Kota Banda Aceh hingga
tahun 2026 diperkirakan mencapai jumlah 346 ribu jiwa lebih. Jumlah ini tentunya telah Laporan Akhir
III - 30
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
mempertimbangkan faktor pertumbuhan alamiah, migrasi, dan perkembangan sosial-
ekonomi masyarakat. Proyeksi jumlah penduduk ini tentunya diperlukan untuk
mengalokasikan sistem aktivitas penduduk dan sarana serta prasarana pendukungnya.
3.2.5.2.3.2.5.2. KEPADATAN PENDUDUKKEPADATAN PENDUDUK
Rata-rata kepadatan penduduk kota Banda Aceh sebelum bencana Tsunami
mencapai 38 jiwa/ha, dengan wilayah yang paling tinggi kepadatannya adalah Kecamatan
Baiturrahman, yaitu sebesar 72 Jiwa/Ha. Sedangkan kepadatan yang terendah ada di
Kecamatan Syiah Kuala dengan kepadatan 20 Jiwa/Ha. Tingkat kepadatan penduduk Kota
Banda Aceh dapat dilihat pada Tabel III.12 di bawah.
TABEL III.12TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2003
NO KECAMATAN
JUMLAH PENDUDUK
TAHUN 2003 (Jiwa)
LUAS WILAYAH
(Ha)
KEPADATAN PENDUDUK (Jiwa/Ha)
1. Baiturrahman 32,765 453.90 722. Kuta Alam 47,538 1004.70 473. Meuraxa 30,532 725.80 424. Syiah Kuala 28,298 1424.40 205. Lueng Bata 16,708 534.10 316. Kuta Raja 18,793 521.10 367. Banda Raya 18,509 478.90 398. Jaya Baru 20,901 378.00 559. Ulee Kareng 16,784 615.00 27TOTAL 230,828 6135.90 38
Sumber : Banda Aceh dalam Angka Tahun 2003
Perbandingan tingkat kepadatan penduduk antar kecamatan disajikan pada
Gambar 3.17.
Akibat besarnya penurunan jumlah penduduk yang terjadi pada bencana Tsunami,
kepadatan penduduk di Kota Banda Aceh juga mengalami penurunan dari 43 jiwa/ha
menjadi hanya 31 jiwa/ha. Data kepadatan penduduk per kecamatan di Kota Banda aceh
dapat dilihat pada Tabel III.13.
Laporan AkhirIII - 31
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Kep
ad
ata
n P
en
du
du
k (
Jiw
a/H
a)
Baitu
rrahm
an
Kuta
Ala
m
Meura
xa
Syia
h K
uala
Lueng B
ata
Kuta
Raja
Banda R
aya
Jaya B
aru
Ule
e K
are
ng
Nama Kecamatan
kepadatan Penduduk(Jiwa/Ha)
GAMBAR 3.17GRAFIK TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2003Sumber : Banda Aceh dalam Angka Tahun 2003
TABEL III.13TINGKAT KEPADATAN PENDUDUK DIKOTA BANDA ACEH PASCA TSUNAMI
NO KECAMATAN
JUMLAH PENDUDUK (Jiwa) LUAS
WILAYAH (Ha)
KEPADATAN PENDUDUK(Jiwa/Ha)
PRE-TSUNAMI
PASCA TSUNAMI
PRE-TSUNAMI
PASCA TSUNAMI
1. Baiturrahman 37.449 36.783 453.90 83 812. Kuta Alam 55.062 43.113 1004.70 55 423. Meuraxa 31.218 5.657 725.80 43 84. Syiah Kuala 42.779 35.514 1424.40 30 255. Lueng Bata 18.360 18.254 534.10 34 346. Kuta Raja 20.217 5.122 521.10 39 107. Banda Raya 19.071 19.015 478.90 40 408. Jaya Baru 22.005 11.384 378.00 58 309. Ulee Kareng 17.510 17.388 615.00 28 28
TOTAL 263.668 192.194 6135.9 43 31Sumber : BPS Provinsi NAD, Tahun 2005
Penurunan tingkat kepadatan penduduk yang paling drastis terjadi di Kecamatan
Meuraxa ( menurun sebesar 82%) dan Kuta Raja (menurun sebesar 75%) karena
memang di kedua wilayah tersebutlah terjadi jumlah kehilangan penduduk yang paling
besar. Selain itu, Kecamatan Jaya Baru dan Kuta Alam juga mengalami penurunan
kepadatan yang cukup besar. Sedangkan untuk Kecamatan Ulee Kareng, Banda Raya dan
Lueng Bata tidak mengalami perubahan kepadatan penduduk (BPS propinsi NAD Tahun
Laporan AkhirIII - 32
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
2005). Ketiga wilayah tersebut memang tidak terkena dampak yang besar akibat bencana
Tsunami. Gambar 3.18 menunjukkan penurunan kepadatan penduduk di Kota Banda
Aceh pasca bencana Tsunami.
0102030405060708090
100
Baitu
rrahm
an
Kuta
alam
Meura
xa
Syiah
Kua
la
Luen
g Bata
Kuta
Raja
Band
a Ra
ya
Jaya
Baru
Ulee
Kar
eng
Kepadatan Penduduk Pre-Tsunami Kepadatan Penduduk Pasca Tsunami
GAMBAR 3.18GRAFIK PENURUNAN KEPADATAN PENDUDUK
DI KOTA BANDA ACEH PASCA BENCANA TSUNAMISumber : BPS Provinsi NAD, Tahun 2005
3.2.5.3.3.2.5.3. KOMPOSISI PENDUDUKKOMPOSISI PENDUDUK
Struktur atau komposisi penduduk dapat dilihat berdasarkan kelompok umur dan
jenis kelamin. Berikut ini, dalam Tabel III.14, adalah data jumlah penduduk kota Banda
Aceh pada Tahun 2003 di rinci berdasarkan jenis kelamin di tiap-tiap kecamatan.
Kemudian, pada Gambar 3.19, dapat dilihat perbandingan jumlah perempuan
dan laki-laki antar kecamatan di Kota Banda Aceh pada tahun 2003.
Pasca Bencana Tsunami terjadi perubahan komposisi penduduk berdasarkan jenis
kelamin. Populasi penduduk laki-laki dan perempuan di Kecamatan yang terkena dampak
tsunami rata-rata menurun 30-50%. Tabel III.15 adalah data jumlah penduduk pasca
tsunami.
Laporan AkhirIII - 33
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
TABEL III.14JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN JENIS KELAMIN
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2003
No KECAMATAN
JUMLAH PENDUDUK (JIWA)
PRA TSUNAMI 2003
Laki-laki Perempuan
1. Baiturrahman 17.008 15.757
2. Kuta Alam 24.640 22.898
3. Meuraxa 15.384 15.148
4. Syiah Kuala 14.269 14.029
5. Lueng Bata 8.506 8.202
6. Kuta Raja 9.671 9.122
7. Banda Raya 9.407 9.102
8. Jaya Baru 10.378 10.523
9. Ulee Kareng 8.620 8.164
TOTAL 117.883 112.945Sumber : BPS Provinsi NAD, Tahun 2003
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
Ju
mla
h P
en
du
du
k (
Jiw
a)
Baiturr
ahm
an
Kuta
Ala
m
Meura
xa
Syia
h K
uala
Lueng B
ata
Kuta
Raja
Banda R
aya
Jaya B
aru
Ule
e K
are
ng
Nama Kecamatan
Laki-laki
Perempuan
GAMBAR 3.19GRAFIK JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN JENIS KELAMIN
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2003Sumber : BPS Provinsi NAD, Tahun 2003
Laporan AkhirIII - 34
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
TABEL III.15JUMLAH PENDUDUK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PASCA TSUNAMI
DI KOTA BANDA ACEH
No KECAMATANJUMLAH PENDUDUK (JIWA)
PREDIKSI PASCA TSUNAMI 2005L P
1. Baiturrahman 8.361 10.2192. Kuta Alam 29.373 28.513 3. Meuraxa 4.414 5.3954. Syiah Kuala 2.618 3.1995. Lueng Bata 9.687 9.394 6. Kuta Raja 3.524 4.3077. Banda Raya 9.925 9.959 8. Jaya Baru 3.548 4.3369. Ulee Kareng 9.721 9.789
TOTAL 81.171 85.111 Sumber : Hasil Survey, Tahun 2005
3.2.5.4.3.2.5.4. KONDISI SOSIAL BUDAYAKONDISI SOSIAL BUDAYA
Kondisi sosial masyarakat di Kota Banda Aceh belum pulih dan normal seperti
sediakala karena masih banyak masyarakat yang trauma dan membutuhkan pemulihan
psikologi. Masyarakat masih banyak yang tinggal di camp-camp pengungsi. Lokasi
pengungsian tersebar diberbagai didaerah, bahkan dari Kota Banda Aceh banyak
masyarakat yang tinggal di camp pengungsian di daerah kabupaten Aceh Besar ataupun
pindah keluar kota terdekat seperti Medan.
Adapun lokasi pengungsian penduduk Kota Banda Aceh adalah seperti terlihat
pada Tabel III.16 berikut.
TABEL III.16JUMLAH & TITIK LOKASI PENGUNGSIDALAM WILAYAH KOTA BANDA ACEH
No. Kecamatan Desa/Kelurahan Nama Lokasi Pengungsian
Jumlah Pengungsi
(Jiwa)Koordinator
1. Baiturrahman Kel. Sukaramai Taman Budaya 175 Lurah Sukaramai
Rumah Penduduk 100 Lurah Sukaramai
Kel. Setui Rumah Penduduk 305 Lurah Setui
Kel. Neusu Jaya Rumah Penduduk 397 Lurah Neusu Jaya
Kel. Ateuk Pahlawan
Gedung Tgk Chik Ditiro
1.452 Lurah Ateuk Pahlawan
Laporan AkhirIII - 35
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
No. Kecamatan Desa/Kelurahan Nama Lokasi Pengungsian
Jumlah Pengungsi
(Jiwa)Koordinator
Rumah Penduduk 623 Lurah Ateuk Pahlawan
Kel. Kampong Baro
Kantor Lurah Kampung Baru 25
Lurah Kampung Baru
Kel. Peuniti 1. Komplek Baperis 135 Lurah Peuniti2. Rumah Penduduk 401 Lurah Peuniti
Desa Ateuk Jawo Rumah Penduduk 536 Lurah PeunitiDesa Ateuk Munjeng
Rumah Penduduk 607 Lurah Peuniti
Desa Ateuk Deah Tanoh
Rumah Penduduk 230 Lurah Peuniti
Desa Neusu Aceh Rumah Penduduk 513 Lurah PeunitiJumlah 5.499
2. Syiah Kuala
Desa Kopelma Darussalam
1. Mesjid Jamik Kopelma Darussalam
548 Kades Kopelma Darussalam
2. Gedung ACC Dayan Dawood 30 sda
3. Fakultas Pertanian 130 sda
4. Rumah Dinas Rektor Unsyiah 90 sda
5. Gedung Fak. Teknik Unsyiah 50 sda
6. Gedung RKU I dan III Unsyiah 60 sda
7. Gedung Fak. Kedokteran Unsyiah
37 sda
8. Rumah Penduduk 724 sda
Desa Rukoh 1. Rumah T. Nyak Arief 302 Kades Rukoh
2. Rumah Penduduk 1.995 sda
Desa Lamgugop Rumah Penduduk 283 Kades Lamgugob
Desa Ie Masen Kaye Adang
Rumah Penduduk 752 Kades IMKA
Desa Pineung Rumah Penduduk 114 Kades Pineung
Jumlah 5.115 3. Lueng Bata Desa Lueng Bata Mesjid Jamik Lueng
Bata 390 Kades Lueng Bata
Komplek Dinas SDA Prov. NAD 1.097 Sda
Rumah Penduduk 583 sda
Panteriek Rumah Penduduk 253 Kades Panteriek
Lamseupeng Rumah Penduduk 516 Kades Lamseupeung
Laporan AkhirIII - 36
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
No. Kecamatan Desa/Kelurahan Nama Lokasi Pengungsian
Jumlah Pengungsi
(Jiwa)Koordinator
Blang Cut Rumah Penduduk 432 Kades Blang Cut
Sukadamai Rumah Penduduk & MIN 553 Kades
Sukadamai
Lampaloh Rumah Penduduk 96 Kades Lampaloh
Batoh Rumah Penduduk 1.056 Kades Batoh
Cot Mesjid Rumah Penduduk 794 Kades Cot Mesjid
Lamdom Rumah Penduduk 341 Kades Landom
Jumlah 6.111
4. Kuta Alam
Kel. Mulia Mesjid Almukaramah 190 Lurah MuliaPosko Methodis 52 Sda
Desa Lampulo Posko Hotel Rajawali 420 Kades Lampulo
Kel. Beurawe Mesjid Al Furqan 698 Jiwa Lurah Beurawe
Kel. Laksana Mesjid Al Huda 589 Jiwa Lurah Laksana
Kel. Bandar Baru Posko Depan PLN 138 Jiwa Lurah Bandar Baru
Kel. Keuramat Mesjid Baiturrahman 773 Jiwa Lurah Keuramat
Kel. Kuta Alam Gedung DPRD Prov. NAD 450 Jiwa Lurah Kuta
AlamPosko Didepan Kedai Niagara 575 Jiwa sda
Rumah Penduduk 30 Jiwa sda
Jumlah 3.915 Jiwa
5. Ulee Kareeng
Desa Lamglumpang Lapangan Bola 144 Jiwa Kades
Lamglumpang
Desa Lambhuk MIN Lambhuk 7 Jiwa Kades Lambhuk
Desa Doi Pesantren Babunajah 111 Jiwa Kades DoiDesa Ie Masen U.Kareng
Mesjid 109 Jiwa Kades Ie Masen U.K
Desa Ceurih Mesjid Baitussalihin 1.431 Jiwa Kades CeurihKecamatan Ulee Kareng Rumah Penduduk 6.309 Jiwa Camat Ulee
Kareeng
Jumlah 8.111 Jiwa
6. Banda Raya Desa Lhong Raya Mesjid Lhong Raya 1.362 Jiwa Kades Lhong Raya
Desa Lhong Cut Rumah Penduduk 383 Jiwa Kades Lhong Cut
Desa Peunyerat Rumah Penduduk 514 Jiwa Kades Peunyerat
Desa Lampeuot Rumah Penduduk 193 Jiwa Kades Lampeuot
Laporan AkhirIII - 37
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
No. Kecamatan Desa/Kelurahan Nama Lokasi Pengungsian
Jumlah Pengungsi
(Jiwa)Koordinator
Desa Mibo Meunasah Mibo 583 Jiwa Kades Mibo
Desa Lam Ara Mesjid Lam Ara 1.041 Jiwa Kades Lam Ara
Desa Geuceu Kaye Jatho Rumah Penduduk 209 Jiwa Kades Geuceu
Kaye JathoDesa Geuceu Iniem Mesjid Geuceu Iniem 1.115 Jiwa Kades Geuceu
IniemKomplek BLK 880 Jiwa sda
Desa Lamlagang Rumah Penduduk 1.480 Jiwa Kades Lamlagang
Jumlah 7.762 Jiwa
7. Jaya Baru
Desa Geuceu Meunara
Rumah Penduduk 294 Jiwa Kades Geuceu Meunara
Desa Lamteumen Timur Rumah Penduduk 17 Jiwa
Kades Lamteumen Timur
Desa Lamteumen Barat Rumah Penduduk 32 Jiwa
Kades Lamteumen Barat
Jumlah 343 Jiwa8. Meuraxa Tidak Ada Pengungsi -9. Kutaraja Tidak Ada Pengungsi -
Jumlah Pengungsi seluruhnya 36.856 Jiwa
Sumber: Pemda Kota Banda Aceh, Tahun 2005
3.3 KARAKTERISTIKKARAKTERISTIK DAN ANALISIS PEREKONOMIAN DAN ANALISIS PEREKONOMIAN
3.3.1. STRUKTUR DAN PERTUMBUHAN EKONOMISTRUKTUR DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
Perekonomian Kota Banda Aceh didominasi oleh kegiatan perdagangan dan jasa-
jasa, jasa pemerintahan, wisata, disamping perikanan (nelayan dan petambak).
Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Banda Aceh atas dasar harga
berlaku (ADHB) tahun 2004 di dominasi oleh sektor ekonomi (lapangan usaha) berturut-
turut: perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 32,29% (Rp. 593.414,91 juta) dari
PDRB (Rp 1.838.024,55 juta), pengangkutan dan komunikasi 21,92%, jasa-jasa 17,25%,
pertanian 9,60%, serta bangunan dan konstruksi 8,02% dari PDRB. Untuk lebih jelasnya
kontribusi masing-masing sektor ekonomi berdasarkan nilai PDRB di Kota Banda Aceh
dapat dilihat pada Gambar 3.20.
Laporan AkhirIII - 38
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
GAMBAR 3.20
DISTRIBUSI PDRB ATAS DASAR HARGA BERLAKU PER SEKTOR
DI KOTA BANDA ACEHSumber: Kota Banda aceh dalam Angka tahun 2000-2004
Nilai PDRB Kota Banda Aceh atas dasar harga konstan (ADHK) dari tahun 2000
sampai dengan 2004 tumbuh rata-rata sebesar 5,05%. Sektor ekonomi yang mempunyai
nilai pertumbuhan lebih besar dari 5,05% (pertumbuhan PDRB), yaitu: bank dan lembaga
keuangan lainnya 22,69%, serta listrik dan air minum 6,35%. Sektor ekonomi lainnya
mempunyai pertumbuhan lebih kecil dari 5,05%. Untuk lebih jelasnya nilai PDRB atas
dasar harga konstan dapat di lihat pada Gambar 3.21 di bawah ini.
PDRB ATAS DASAR HARGA KONSTAN
1.218.609,861264609,05
1324257,301400897,28
1499842,15
1.000.000
1.100.000
1.200.000
1.300.000
1.400.000
1.500.000
1.600.000
1 2 3 4 5
GAMBAR 3.21
PERTUMBUHAN PDRB ATAS DASAR HARGA KONSTAN KOTA BANDA ACEHSumber: Kota Banda Aceh dalam Angka tahun 2000-2004
3.3.2 KEGIATAN EKONOMI
Di bawah ini akan diuraikan kegiatan-kegiatan ekonomi yang dominan di Kota
Banda Aceh.
3.3.2.1 PERDAGANGAN
Laporan AkhirIII - 39
8,36%3,75%8,89%
23,02%
35,24%3,69%
16,13%
0,93% 0,00%
PERTANIAN
PERTAMBANGAN DANPENGGALIAN
INDUSTRI PENGOLAHAN
LISTRIK DAN AIR MINUM
BANGUNAN / KONSTRUKSI
PERDAGANGAN, HOTEL &RESTORAN
PENGANGKUTAN DANKOMUNIKASI
BANK DAN LEMBAGA KEUANGANLAINNYA
JASA-JASA
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
Sebagai wilayah perkotaan peranan kegiatan perdagangan di Kota Banda Aceh
sangat dominan. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa peranan sektor perdagangan, hotel,
dan restoran memberikan kontribusi 32,29% dari PDRB pada tahun 2004 (ADHB). Adapun
pertumbuhan sektor ini dari tahun 2000 s/d 2004 sebesar 2,36% rata-rata per tahun
(ADHK). Sebagian besar dari kegiatan ini lebih banyak didominasi sub-sektor
perdagangan, sedangkan sub-sektor hotel dan restoran hanya memberi kontribusi sekitar
2%.
Perkembangan perijinan perusahaan perdagangan di kota Banda Aceh cukup
besar yaitu sebanyak 494 perusahaan pada tahun 2000 dan tahun 2002, sedangkan pada
tahun 2003 dan tahun 2004 sedikit menurun yaitu sebanyak 463 perijinan baru yang
diterbitkan. Skala kegiatan perusahaan yang mendapatkan ijin perdagangan, sebagian
besar merupakan perusahaan kecil dan menengah. Penerbitan ijin perdagangan
perusahaan perdagangan besar terjadi pada tahun 2003 sebanyak 56 perusahaan dan
pada tahun 2004 sebanyak 58 perusahaan, sedangkan pada tahun 2000 dan 2002 tidak
ada perusahaan besar yang mendapatkan ijin perdagangan.
Penerbitan ijin perusahaan perdagangan skala menengah pada tahun 2002
sebanyak 61 perusahaan, tahun 2003 dan tahun 2004 masing-masing 76 perusahaaan.
Adapun penerbitan ijin bagi perusahaan perdagangan kecil pada tahun 2000 dan 2002
masing-masing sebanyak 433 perusahaan dan pada tahun 2003 dan 2004 sebanyak
masing-masing 329 perusahaan.
3.3.2.2 PERINDUSTRIAN
Peranan sektor industri pengolahan di Kota Banda Aceh belum begitu dominan
yaitu 4,02% (Rp 73.895,13 juta) dari PDRB pada tahun 2004 (ADHB). Adapun
pertumbuhan sektor ini dari tahun 2000 s/d 2004 sebesar 2,95% rata-rata per tahun
(ADHK).
Gambaran industri kecil di kota Banda Aceh akan diambil dari jumlah, nilai
investasi, jumlah tenaga kerja dan nilai produksinya. Jumlah industri kecil di kota Banda
Aceh pada tahun 2000 ada 1340 unit usaha dan pada tahun 2004 jumlahnya bertambah
menjadi 1479 unit usaha.
Nilai investasi industri kecil pada tahun 2000 sebesar Rp 14.248.420.000 dan pada
tahun 20004 nilai investasinya sebesar Rp 19.281.671.000, dengan rata-rata proporsi
Laporan AkhirIII - 40
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
terbesar pada jenis usaha Kertas, Barang dari Kertas, Percetakan dan Penerbitan yaitu
sebesar 29,10 %.
Penyerapan tenaga kerja pada subsektor industri kecil dari tahun 2000 – 2004
mengalami peningkatan. Pada tahun 2000 jumlah tenaga kerja sebesar 5.327 orang dan
pada tahun 2004 mencapai 6.155 orang.
Walaupun jumlah unit usaha tingkat perkembangannya hanya 3,2 % tetapi nilai
produksi dari tahun 2000 – 2004 meningkat. Pada tahun 2000 nilai produksi sebesar Rp
72.808.200,00 dan pada tahun 2004 sebesar Rp 86.188.088,00.
3.3.2.3 PERTANIAN
Peranan sektor pertanian di Kota Banda Aceh yaitu sebesar 9,60% (Rp 176.394,81
juta) dari PDRB pada tahun 2004 (ADHB). Adapun pertumbuhan sektor ini dari tahun
2000 s/d 2004 sebesar 2,71% rata-rata per tahun (ADHK). Sektor pertanian yang akan
diuraikan di bawah ini yaitu subsektor perikanan, karena subsektor ini memegang
peranan penting dalam perekonomian Kota Banda Aceh.
Luas usaha perikanan berupa tambak ikan/udang di Kota Banda Aceh menunjukan
pertumbuhan yang positif yaitu 2,33% rata-rata per tahun. Luas usaha perikanan pada
tahun 2000 yaitu seluas 667,0 Ha, pada tahun 2002 mengalami peningkatan yaitu seluas
749,5 Ha, pada tahun 2003 mengalami penurunan yaitu seluas 683,1 Ha dan pada tahun
2004 meningkat menjadi seluas 724,3 Ha. Dengan peningkatan luas usaha yang positif
tersebut mendorong laju pertumbuhan produksi perikanan tambak. Pada tahun 2000
jumlah produksinya sebesar 672,6 ton, tahun 2002 menurun menjadi 564,2 ton, tahun
2003 meningkat menjadi 661,0 ton, dan pada tahun 2004 jumlah produksi menjadi
1.776,2 ton. Dengan demikian rata-rata pertumbuhan produksi perikanan tambak yaitu
sebesar 19,41% rata-rata per tahun.
Adapun produksi perikanan laut dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2004
mengalami penurunan 11,76% rata-rata per tahun . Pada tahun 2000 jumlah produksi
sebesar 8.446,0 ton, tahun 2002 sebesar 11.590,6 ton, tahun 2003 sebesar 7.036,3 ton,
dan pada tahun 2004 yaitu sebesar 7.203,2 ton.
Demikian pula halnya dengan tenaga kerja pada subsektor perikanan, umumnya
mengalami penurunan. Jumlah petani ikan pada tahun 2000 yaitu sebanyak 407 orang,
tahun 2002 sebanyak 412 orang, tahun 2003 sebanyak 396 orang dan pada tahun 2004
sebanyak 370 orang. Demikian pula halnya dengan jumlah nelayan, pada tahun 2000
Laporan AkhirIII - 41
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
yaitu sebanyak 1.993 orang, tahun 2002 sebanyak 1.774 orang, tahun 2003 sebanyak
1.535 orang dan pada tahun 2004 sebanyak 1.642 orang.
Namun demikian, dari jumlah produksi tersebut, terlihat bahwa kegiatan
perikanan laut mendominasi produksi subsektor perikanan yaitu dengan rata-rata proporsi
sebesar 89,90%. Di samping itu pula, jumlah nelayan juga mendominasi yaitu dengan
rata-rata proporsi sebesar 81,32 %.
Kegiatan perikanan laut yang memberikan kontribusi yang besar pada subsektor
perikanan, ternyata mempunyai pertumbuhan produksi yang menurun. Demikian pula
halnya dengan jumlah nelayan, armada perikanan dan alat-alat penangkap ikan umumnya
mengalami penurunan.
Oleh karena itu, kegiatan perikanan laut yang memberikan kontribusi yang besar
namun mengalami penurunan, perlu didukung oleh prasarana dan sarana perikanan
tangkap yang memadai seperti pelabuhan perikanan, dan lain-lain, sehingga kegiatan
perikanan tangkap meningkat.
3.3.2.3.3.2. KETENAGAKERJAANKETENAGAKERJAAN
Dengan jumlah penduduk yang terus bertambah maka para pencari kerja di Kota
Banda Aceh juga bertambah pula, tahun 2000 saja para pencari kerja berjumlah 18.180,
tahun 2002 mengalami peningkatan sebesar 22.315, tahun 2003 dan 2004 menurun
sebesar 17.170. Sedang jumlah penduduk yang sudah tertampung didunia kerja juga
menunjukkan peningkatan yang positif. Tahun 2000 yang sudah bekerja 1.005, tahun
2002 meningkat menjadi 1.041, tahun 2003-2004 meningkat pula mencapai 4.213. untuk
lebih jelasnya dapat di lihat pada Gambar 3.22 di bawah ini.
Kemudian, distribusi jenjang pendidikan dari pencari kerja yang terdapat di Kota
Banda Aceh ditampilkan pada Gambar 3.23.
Setelah terjadinya bencana Tsunami, angka pengangguran diperkirakan
mengalami peningkatan hingga mencapai 30 persen. Data resmi Disnaker dan
Kependudukan setempat mencatat jumlah warga yang tidak memiliki pekerjaan mencapai
lebih dari 44.258 orang. Gempa dan tsunami menghancurkan sebagian besar pusat bisnis
di kota itu, seperti pasar tradisional, terminal, dan pelabuhan. Ini membuat aktivitas
usaha di sektor informal yang selama ini menyerap ribuan tenaga kerja belum
sepenuhnya pulih, bahkan banyak pedagang dan pemilik toko masih mengungsi.
Laporan AkhirIII - 42
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
GAMBAR 3.22JUMLAH PENCARI KERJA YANG DITEMPATKANSumber: Kota Banda Aceh dalam Angka Tahun 2000-2004
Aktivitas perikanan yang selama ini jadi sektor andalan dan memberikan kontribusi
besar bagi pendapatan asli daerah kota itu nyaris lumpuh total hingga kini. Pelabuhan
perikanan maupun feri di daerah Ulee Lheue rata dengan tanah, ratusan perahu nelayan
hancur tersapu tsunami, dan ratusan hektar tambak milik para petani setempat dipenuhi
lumpur.
GAMBAR 3.23JUMLAH PENCARI KERJA YANG DITEMPATKAN
DI KOTA BANDA ACEH SELAMA PERIODE TAHUN 2000-2004Sumber: Kota Banda Aceh dalam Angka Tahun 2000-2004
Laporan AkhirIII - 43
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
Sementara perekonomian di sektor formal juga belum pulih. Jika sebelum tsunami
jumlah perusahaan di Banda Aceh mencapai 356 unit, kini hanya ada 197 unit usaha.
Sedangkan 159 perusahaan lainnya telah hancur akibat gempa dan tsunami.
3.4 KARAKTERISTIKKARAKTERISTIK DAN ANALISIS TRANSPORTASI DAN ANALISIS TRANSPORTASI
3.4.1.3.4.1. TRANSPORTASI DARATTRANSPORTASI DARAT
Moda transportasi di Kota Banda Aceh memiliki jaringan pelayanan dalam dan luar
kota. Jaringan pelayanan dalam kota berupa kendaraan umum berupa angkutan bus
Damri, bus mahasiswa, angkutan labi-labi, taksi, dan becak bermotor. Sedangkan untuk
jaringan luar kota dilayani oleh angkutan lintas provinsi seperti mini bus dan L300, serta
bus antarkota.
Secara keseluruhan jumlah angkutan penumpang umum untuk dalam kota pada
tahun 2006 adalah sebanyak 1.012 unit. Kendaraan angkutan umum Kota Banda Aceh
didominasi oleh jenis angkutan labi-labi dengan jumlah sekitar 771 unit atau sebesar
76,19 % dari jumlah angkutan umum keseluruhan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel III.17 dan Tabel III.18 berikut.
TABEL III. 17JUMLAH ANGKUTAN UMUM KOTA BANDA ACEH SEBELUM TSUNAMI
No Jenis AngkutanJumlah Sebelum Tsunami
KeteranganDamri
Bus Mahasiswa Labi-labi Taksi Becak
A. Jenis Angkutan
1. Damri 20
2. Bus Mahasiswa -
3. Labi-labi 831
4. Taksi 60
5. Becak Tidak Tercatat
Sumber : Dinas Perhubungan Provinsi NAD, tahun 2007.
TABEL III.18JUMLAH ANGKUTAN UMUM KOTA BANDA ACEH SESUDAH TSUNAMI
No Jenis AngkutanJumlah Sesudah Tsunami
KeteranganDamri
Bus Mahasiswa Labi-labi Taksi Becak
B. Jenis Angkutan
1. Damri 29 5 hancur
2. Bus Mahasiswa 26
3. Labi-labi 771
4. Taksi 47
5. Becak 139
Sumber : Dinas Perhubungan Provinsi NAD, tahun 2007.
Laporan AkhirIII - 44
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pendapatan Kota Banda Aceh tahun
2006 diketahui bahwa jumlah kendaraan bermotor adalah 88.947 unit. Komposisi terbesar
adalah untuk jenis sepeda motor termasuk becak bermotor (roda tiga) yang mencapai
68.831 unit (77%), kemudian minibus (station wagon) dan sejenisnya sebanyak 7.130
(8%), sedan dan sejenisnya sebanyak 3.677 unit (4,1 %).
Saat ini jalan-jalan di Kota Banda Aceh banyak sekali terlihat kendaraan bermotor
yang berasal dari luar daerah Kota Banda Aceh, utamanya yang berasal dari Provinsi
Sumatra Utara dan DKI Jakarta. Selain berasal dari ke dua daerah tersebut, cukup banyak
pula yang berasal dari daerah sekitar Banda Aceh seperti Sigli dan Lhokseumwe. Untuk
lebih jelasnya angka/jumlah kendaraan bermotor menurut jenis dan pembuatannya yang
berdomisili di Kota Banda Aceh dilihat pada Tabel III.19 berikut.
TABEL III.19
JUMLAH KENDARAAN BERMOTOR MENURUT JENIS DAN TAHUN
DI KOTA BANDA ACEH
No JENIS KENDARAAN
TAHUN PEMBUATAN
JumlahI II III IV V VI VII
2006 2005 2003 2000 1997 1994 1993Ke
bawah2004 2002 1999 1996
1 SEDAN, SEDAN STATION DAN SEJENISNYA
121 53 904 469 212 165 1.753 3.677
2 JEEP DAN SEJENISNYA 43 14 150 400 131 140 1.376 2.2543 STWG, MINI BUS, BEMO
DAN SEJENISNYA676 182 787 962 240 1.151 3.132 7.130
4 BUS, MICROBUS DAN SEJENISNYA
- 10 3 125 62 201 847 1.248
5 PICKUP, TRUCK, DELIVERIVAN, D. CABIN, DUMP TRUCK, TRUCK, TANGKI DAN SEJENISNYA
460 334 367 350 282 668 3.278 5.739
6 SEPEDA MOTOR RODA DUA DAN RODA TIGA
14.270 10.137
9.459 6.117 1.335 7.532 19.981 68.831
7 ALAT-ALAT BERAT 11 5 5 47 - - - 68
JUMLAH 15.581
10.740
11.675
8.470
2.262
9.857
30.367 88.947Sumber: Dinas Pendapatan Kota Banda Aceh, Tahun 2007.
Komposisi kendaraan paling besar merupakan kendaraan penumpang pribadi
(sepeda motor, minibus atau station wagon, dan sedan seperti diuraikan di atas)
dibandingkan dengan jumlah kendaraan yang digunakan untuk usaha (bus atau mikro
bus, mobil bak, dan kendaraan berat).
Dilihat dari segi kepemilikan kendaraan bahwa paling banyak adalah jenis
kendaraan sepeda motor roda dua dan roda tiga (77 % dari total kendaraan), gambaran
Laporan AkhirIII - 45
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
tersebut mencerminkan bahwa penduduk Kota Banda Aceh memiliki tingkat
perekonomian relatif cukup baik dan diperkirakan memiliki kemampuan menambah
jumlah kendaraan bermotor. Implikasi dari kecenderungan pertumbuhan kendaraan
pribadi ini adalah volume lalu lintas di jalan raya akan semakin besar sehingga jika tidak
didukung oleh prasarana transportasi yang memadai akan menimbulkan berbagai
permasalahan lalu lintas masa mendatang.
Untuk kondisi jaringan jalan sebelum tsunami, total panjang jalan sekitar 495 km
yang terdiri dari jalan nasional 12 km, jalan propinsi 22,4 km dan jalan kota 460 km.
Berdasarkan kelas jalannya, terdiri dari arteri primer 18 km, arteri sekunder 29 km,
kolektor 30 km dan jalan lokal 418 km. Sedangkan pada pasca tsunami, terdapat
beberapa kerusakan jaringan jalan yaitu untuk jalan arteri primer tidak ada kerusakan
sama sekali. Sedangkan untuk jalan arteri sekunder mengalami kerusakan sekitar 4%,
jalan kolektor sekitar 7% dan jalan lokal sekitar 40%. Untuk lebih jelasnya lihat Gambar
3.24.
GAMBAR 3.24JARINGAN JALAN KOTA BANDA ACEH SEBELUM TSUNAMI
Sumber: JICA, 2005, Lampiran 4
Prasarana trasportasi lainnya yang mengalami kerusakan pasca tsunami adalah
jembatan, fasilitas jalan dan terminal. Untuk kondisi jembatan, tercatat 13 jembatan
mengalami kerusakan dari total 54 jembatan (sumber : Dinas PU). Selain itu, fasilitas
Laporan AkhirIII - 46
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
jalan yang mengalami kerusakan adalah berupa rambu lalu lintas sebesar 52% dan marka
jalan sebesar 50%. Untuk lampu lalu lintas mengalami kerusakan 60% dan lampu
peringatan sebesar 22%. Sedangkan untuk terminal barang dan penumpang terdiri dari 5
terminal penumpang dan 1 terminal barang, keseluruhan terminal yang ada mengalami
kerusakan yang cukup berat.
3.4.2. TRANSPORTASITRANSPORTASI SUNGAI SUNGAI
Sejak zaman kerajaan Aceh dahulu, Krueng Aceh merupakan suatu prasarana
transportasi yang sangat penting bagi masyarakat Aceh. Salah satu contohnya adalah
keberadaan Kerajaan Indrapuri yang berada pada pingiran Krueng Aceh, mengandalkan
keberadaan sungai tersebut sebagai sarana transportasinya, hal ini ditunjukan dengan
keberadaan pusat kerajaan yang berada di sekitar pinggiran sungai (sekarang lokasi
Mesjid Indrapuri). Dengan semakin berkembangnya transportasi darat secara perlahan
transportasi sungai ditinggalkan.
GAMBAR 3.25FOTO JENIS ANGKUTAN SUNGAI DI KRUENG ACEH
Sumber: Studi Pengembangan Sistem Transportasi Intermoda dan Sistem Pedestrian Kota Banda Aceh, tahun 2008
Pada saat ini transportasi sungai yang ada hanya berfungsi sebagai lintasan
perahu para nelayan yang tinggal pada wilayah permukiman pada bagain utara kota yang
tidak beberapa jauh dari muara. Perjalanan paling jauh perahu nelayan adalah sampai
dilokasi Pasar Ikan Peunayong yang berjarak 3,5 km dari muara Krueng Aceh.
Permasalahan pada transportasi sungai
1. Akses menuju tempat angkutan sungai masih belum ada dan beberapa lokasi sulit
dijangkau.
Laporan AkhirIII - 47
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
2. Belum adanya keterpaduan antara angkutan sungai dengan angkutan umum, dan
angkutan paratransit.
3.4.3. TRANSPORTASITRANSPORTASI LAUT LAUT
Pelabuhan yang menunjang transportasi melalui laut adalah pelabuhan Ulee lheue
yang berjarak 2,5 km dari pusat kota dan merupakan akses dari kapal angkutan barang
dan orang. Pelabuhan Ulee Lheue sebagai pelabuhan penyeberangan melayani pelayaran
ke pelabuhan Balohan di Kota Sabang dengan jarak lintasan sepanjang 16 mil laut.
Adapun jumlah kapal yang beroperasi selama ini adalah 3 (unit) unit kapal, terdiri dari 1
unit kapal jenis RORO (kapasitas penumpang sebanyak 400 tempat duduk, kendaraan
mini bus 10 unit, truk besar 6 unit, dan sepeda motor 100 unit) serta 2 unit jenis kapal
cepat (kapasitas numpang adalah 300 tempat duduk). Pada Tabel III.20 dapat dilihat
mengenai gambaran jumlah penumpang yang datang dan berangkat dari Pelabuhan Ulee
Lheue, berdasarkan data dari ASDP Indonesia bahwa penumpang pada Tahun 2006
berjumlah 80.993 orang dengan perbandingan jumlah masing-masing perjalanan relatif
hampir sama antara kedatangan dan keberangkatan.
TABEL III.20
JUMLAH PENUMPANG DI PELABUHAN ULEE LHEUE
DIRINCI SETIAP BULAN TAHUN 2006
No BulanJumlah Penumpang
(orang) TotalDatang Berangkat
1 Februari 6.524 6.736 13.2602 Maret 6.460 6.652 13.1123 April 7.192 6.670 13.8624 Mei 7.750 7.770 15.5205 Juni 8.143 8.043 16.1866 Juli 10.149 10.771 20.9207 Agustus 8.986 8.586 17.572
8 September 8.113 8.325 16.438
9 Oktober 11.969 11.021 22.99010 November 7.359 8.843 16.202
11 Desember 7.572 7.359 14.931
Jumlah 90.217 90.776 180.993Sumber: Dinas Perhubungan Provinsi NAD, tahun 2006.
Laporan AkhirIII - 48
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
3.4.4. TRANSPORTASITRANSPORTASI UDARA UDARA
Pelayanan reguler angkutan udara (penumpang dan barang) untuk Kota Banda
Aceh dan sekitarnya saat ini dilayani oleh jenis pesawat Boeing 737 (versi 300 dan 400)
dari maskapai penerbangan Garuda, Adam Air, Lion dan Sriwijaya dengan jumlah
penerbangan rata-rata sebanyak 6 kali sehari dengan jadwal masing-masing mulai dari
jam 10.00 WIB sampai jam 18.30 WIB. Arus penumpang yang keluar-masuk ke Bandara
Sultan Iskandar Muda berdasarkan data dari Dinas Perhubungan Provinsi NAD, mula dari
tahun 2000 sampai dengan 2006 secara garis besar memperlihatkan angka yang fluktuatif
(naik turun). Terjadi penurunan jumlah penerbangan selama kurun waktu 2 tahun yakni
antara tahun 2000-2001 dan 2002-2003 kemudian berlanjut sampai tahun 2004, namun
dari sisi jumlah penumpang terlihat jumlahnya terus meningkat bahkan pada tahun 2005
terjadi peningkatan jumlah penumpang yang cukup tinggi. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel III.21 berikut.
TABEL III.21ARUS LALU LINTAS ANGKUTAN UDARA DI BANDARA SULTAN ISKANDAR MUDA
TAHUN 2000-2006
No TahunPesawat Penumpang
Datang Berangkat Datang Berangkat
1 2000 983 983 29.950 30.0412 2001 481 482 43.423 43.7243 2002 1.560 1.560 91.073 86.4754 2003 1.503 1.500 105.186 100.3065 2004 1.483 1.483 137.196 144.5486 2005 2.228 2.228 230.671 228.924
7 2006 2.400 2.398 231.513 237.938Sumber: Dinas Perhubungan Provinsi NAD, tahun 2006.
Dari tabel tersebut di atas terlihat bahwa setelah terjadi penurunan frekuensi
penerbangan antara Tahun 2000-2001 kemudian meningkat tajam antara tahun 2001-
2002 (2.157 kali penerbangan). Antara tahun 2002-2004 terjadi penurunan frekuensi
perbangan akan tetapi meningkat kembali tahun 2005 (tidak setinggi peningkatan di
tahun 2002, namun dari sisi jumlah penerbangan lebih besar yaitu 2.228 kali kedatangan
2.228 kali keberangkatan). Penurunan penerbangan tahun 2001-2002 diperkirakan akibat
adanya konflik sedangkan peningkatan penerbangan pada tahun 2004-2005 karena
adanya proses perjalanan bantuan korban bencana. Pada tahun 2006 jumlah pesawat
Laporan AkhirIII - 49
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
yang datang dan berangkat menjadi 4.798 kali penerbangan, sehingga terjadi proses
ulang alik pesawat sebanyak kurang lebih 13 kali per hari atau 7 kali penerbangan.
Kecenderungan jumlah penumpang yang setiap tahun menggambarkan
peningkatan dengan lonjakan penumpang terbesar terjadi antara tahun 2004-2005 yaitu
sebanyak 177.851 kali perjalanan datang dan pergi atau sekitar 487 penumpang per hari.
Pada tahun 2006 jumlah penumpang yang datang dan pergi berjumlah 469.451
penumpang atau sekitar 1.286 penumpang setiap hari. Dari hasil tersebut dapat
perrkirakan bahwa jumlah penumpang yang asal-tujuan perjalanan dari/ke Bandara
Sultan Iskandar Muda pada Tahun 2006 rata-rata sekitar 90 hingga 100 penumpang
untuk setiap pesawat.
3.4.5. JALUR PEJALAN KAKI (PENDESTRIAN)JALUR PEJALAN KAKI (PENDESTRIAN)
Kegiatan pedestrian sudah ada lama di Banda Aceh ini dapat dilihat pada sisa-sisa
bagunan tua yang memfasilitasi kegiatan pergerakan pedestrian (bangunan dengan
bentuk arcade pada bagian depan bangunan) sehingga terlindung dari panas matahari
dan hujan. Contohnya pada Jl. A. Yani dan Jl. Supratman. Namun demikian kondisi
sekarang pada bagian ini digunakan sebagai tempat menumpuk barang sehingga tidak
dapat lagi digunakan sebagai jalur pedestrian.
GAMBAR 3.26FOTO BANGUNAN MODEL LAMA DI SEKITAR JEMBATAN PEUNAYONG
Sumber: Studi Pengembangan Sistem Transportasi Intermoda dan Sistem Pedestrian Kota Banda Aceh, tahun 2008
Laporan AkhirIII - 50
Bangunan ruko pertama di Kota Banda Aceh (Peunayong) yang memilki arcade di bagian depanSumber: Hasil survai lapangan tahun 2007
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
GAMBAR 3.27FOTO BANGUNAN DI SEPANJANG JL. TENTARA PELAJAR
Sumber: Studi Pengembangan Sistem Transportasi Intermoda dan Sistem Pedestrian Kota Banda Aceh, tahun 2008
Pada masa sebelum tsunami Kota Banda Aceh telah memiliki jalur pedestrian yang
terdapat pada Jl. Tgk. Chik Pante Kulu (dh. Jl. Perdagangan) dalam bentuk suatu
kawasan. Pada saat itu kawasan ini di dimanfaatkan untuk pejalan kaki yang dilengkapi
dengan tempat duduk, pot bunga dan fasilitas pendukung lainnya. Namun setelah
tsunami kawasan ini rusak parah.
Pola pergerakan pedestrian dapat dikelompokan atas dua pola, yakni pola
pergerakan di kawasan pusat kota dan di luar kawasan pusat kota. Pergerakan di
kawasan pusat kota disebabkan fungsi-fungsi pusat kota sebagai kawasan perdagangan
dan perkantoran, rekreasi, kawasan terbuka hijau, sedangkan yang diluar kawasan pusat
kota lebih ditentukan fungsi-fungsi tertentu dari masing-masing kawasan.
Bila dikaitkan dengan sistem intermoda (Angkutan penumpang umum), sebagian
besar pedestrian di Banda Aceh adalah merupakan kegiatan pendestrian yang terjadi
antara kawasan perumahan dengan simpul perhentian angkutan umum dan simpul-simpul
pergantian moda.
Kondisi pedestrian secara umum belum semuanya baik, dalam arti kondisi yang
ada masih menyusahkan para pejalan kaki untuk berjalan dengan nyaman. Kondisi ini
seperti: tidak sama tingginya permukaan trotoar (naik turun), trotoar sebagai tempat
menumpuk barang, tempat berjualan kaki lima, tidak memberikan fasilitas untuk
penyandang cacat, kurangnya pohon-pohon peneduh.
Laporan AkhirIII - 51
Bangunan ruko yang ada saat ini sebagian juga ada yang memilki arcade, namun hampir semua digunakan sebagai tempat menumpuk barang daganganSumber: Hasil survai lapangan tahun 2007
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
TABEL III.22LOKASI PENDESTRIAN YANG ADA DI KOTA BANDA ACEH
PEDESTRIAN DI PUSAT KOTA PEDESTRIAN DI LUAR PUSAT KOTAKawasan Mesjid Raya Jl. Cut Nyak DhinKawasan Pasar Aceh Jl. T. Nyak ArifKawasan Blang Padang Jl. TanggulJl. Prof. A. Majid Ibrahim I Jl. ManggaJl. Prof. A. Majid Ibrahim I Jl. Ayah HamidJl. Cut Mutia Jl. Ayah GaniJl. Imam Bonjol Jl. Diponegoro Jl. T.P. Polem Jl. Khairil Anwar Jl. Supratman Jl. Kartini Jl. Tgk. Syeh Muda Wali Jl. Sri Ratu Safiatudin Jl. A. Yani Jl. Jambi Jl. T.A. Jalil Jl. Dimurtala Jl. Tgk Daud Beureuh Jl. Sultan Alaidin Mahmudsyah Jl. Pocut Baren Jl. Maijen Hamzah Bendahara Jl. Tgk. Cik Kuta Karang Jl. Japakeh Jl. Hasan Dek Jl. T. Umar Jl. Nyak Adam Kamil
Sumber: PJSDA Kota Banda Aceh.
3.4.6. POTRETPOTRET PERMASALAHANPERMASALAHAN SISTEM TRANSPORTASI KOTA BANDA ACEH SISTEM TRANSPORTASI KOTA BANDA ACEH
Berdasarkan pemahaman terhadap kondisi eksisting terhadap sistem transportasi
yang ada dan hasil konsultasi dengan dinas-dinas terkait maka secara garis besar pokok
permasalahan sistem transportasi (umum) yang ada di Kota Banda Aceh adalah karena
tidak seimbangnya penyediaan antara supply dan demand pelayanan transportasi.
Adapun beberapa penyebabnya antara lain adalah sebagai berikut.
1. Kurangnya integrasi moda transportasi darat, sungai, laut dan udara.
2. Sarana lalu lintas (rambu, halte) yang masih terbatas.
3. Prasarana lalu lintas (jaringan jalan) yang masih terbatas.
4. Manajemen lalu lintas belum terlaksana secara optimal.
5. Pelayanan (operator) angkutan umum belum memadai.
6. Disiplin pengguna jalan masih rendah.
Laporan AkhirIII - 52
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
3.5 KARAKTERISTIKKARAKTERISTIK DAN ANALISIS UTILITAS KOTA DAN ANALISIS UTILITAS KOTA
3.5.1.3.5.1. AIR BERSIHAIR BERSIH
Penyediaan air bersih penduduk Kota Banda Aceh sebelum terjadinya tsunami,
dilayani oleh pelayanan dari PDAM Tirta Daroy Banda Aceh, dan pemanfaatan sumur air
tanah dangkal yang ada di rumah penduduk. Tingkat pelayanan PDAM Tirta Daroy Banda
Aceh, adalah 47% dari penduduk, dengan sumber air yang berlokasi di Lambaro dan
Siron, dengan memanfaatkan air Sungai Krueng Aceh yang mempunyai debit minimal
10.38m3/dt pada musim kemarau panjang. Berikut ini Tabel III.23 mengenai kondisi
PDAM Tirta Daroy pada sebelum dan sesudah tsunami.
TABEL III.23KONDISI PDAM TIRTA DAROY
Uraian Unit Sebelum SesudahKapasitas Produksi L/detik 435 365-380Prosentase Pelayanan % 47 NAJumlah Sambungan Unit 25,812 14,656
Hydrant/Public Tap Unit 100 46Kehilangan Air % 48 55-60Waktu Pengoperasian Jam/hari 24 20Jumlah Pegawai Orang 173 143
Sumber: Data PDAM, Juni 2005
Sedangkan untuk sistem perpipaan penyediaan air bersih di Kota Banda Aceh
dibagi menjadi 4 jaringan yaitu: jaringan Wilayah Meuraxa, jaringan Wilayah Syiah Kuala,
jaringan Wilayah Baiturrahman dan jaringan Wilayah Kuta Alam. Jaringan perpipaan yang
digunakan di Kota Banda Aceh terdiri dari berbagai jenis material pipa yaitu baja, DCIP,
PVC, GIP dengan diameter 25 - 600 mm.
Jaringan pipa distribusi di daerah Darussalam dan Unsyiah terpisah sama sekali
dari jaringan yang ada di Kota Banda Aceh lainnya khususnya di Darussalam, Unsyiah
kira-kira memiliki sekitar 900 sambungan rumah dan dilengkapi dengan elevated reservoir
dari beton kapasitas sekitar 500 m3, mendapat suplai air dari IPA Siron melalui pipa
transmisi primer diameter 200 dan 150 mm.
Laporan AkhirIII - 53
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
Bencana gempa dan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 berpengaruh pada
beberapa infrastruktur penyediaan air bersih yang dimiliki oleh PDAM Tirta Daroy.
Kerusakan tersebut antara lain:
a. Menurunnya kapasitas produksi air minum IPA Lambaro dan IPA Siron. IPA
Siron tidak dapat dioperasikan, karena pompa submersible air baku tidak cukup
terendam air karena rendahnya permukaan air, sedangkan IPA Lambaro masih dapat
dioperasikan dengan 2 pompa kapasitas 2 x 147 L/detik.
b. Menurunnya kapasitas pelayanan akibat terlantarnya operasi dan pemeliharaan
IPA Lambaro dan IPA Siron, anggaran pengoperasian dan pemeliharaan yang tidak
mencukupi, serta kondisi aset instalasi pengolahan air yang sudah tua.
c. Menurunnya kapasitas produksi akibat kerusakan jaringan pipa distribusi
terutama di Kecamatan Meuraxa dan Kuta Raja dan rusaknya jembatan-jembatan pipa
di daerah tersebut.
d. Menurunnya pendapatan secara drastis karena hilangnya pelanggan, dari total
25.812 SR bulan Maret tinggal 8.000 SR atau 21% jumlah penduduk. Dan berangsur-
angsur mendaftar kembali, membayar rekening air hingga pada akhir Juni 2005
pelanggan yang ada menjadi 12.000 SR, data terakhir jumlah pelanggan menjadi
14.656 SR.
e. Terganggunya manajemen dan administrasi PDAM karena Kantor PDAM
sebagian hancur dan arsip-arsip yang terletak dilantai dasar hilang/rusak di samping
itu, juga terdapat karyawan yang meninggal yaitu 28 orang.
Berdasarkan proyeksi pertumbuhan jumlah penduduk, maka perkiraan kebutuhan
air bersih untuk Kota Banda Aceh pada tahun 2026 dapat dilihat pada Tabel III.24.
TABEL III.24PROYEKSI KEBUTUHAN AIR BERSIH KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2006 SAMPAI DENGAN 2026
Deskripsi Unit 2006 2011 2016 2021 2026Populasi Orang 206,194 241,194 276,194 311,194 346,194Persentase Pelayanan % 60 80 80 85 85
Populasi Terlayani
Total Orang 123,716 192,955 220,955 264,515 294,265SR Orang 111,345 173,660 198,860 238,063 264,838HU Orang 12,372 19,296 22,096 26,451 29,426
SambunganSR SR / 5 orang 22,269 34,732 39,772 47,613 52,968HU HU / 100 orang 124 193 221 265 294
Kebutuhan Bersih
SR m3/hari 16,702 26,049 29,829 35,710 39,726HU m3/hari 495 772 884 1,058 1,177ND m3/hari 3,340 5,210 5,966 7,142 7,945
Laporan AkhirIII - 54
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
Deskripsi Unit 2006 2011 2016 2021 2026Jumlah m3/hari 20,537 32,031 36,679 43,909 48,848
KebocoranPersentase % 45 30 30 30 30Jumlah m3/hari 9,242 9,609 11,004 13,173 14,654
Kebutuhan Air Total m3/hari 29,779 41,640 47,682 57,082 63,502Kebutuhan Produksi Air m3/hari 35,734 49,968 57,219 68,499 76,203Kebutuhan Produksi Air liter/detik 414 578 662 793 882Sumber: Hasil Analisis
3.5.2. AIR AIR LIMBAHLIMBAH
Pengelolaan air limbah rumah tangga yang berasal dari kakus (black water)
penduduk Kota Banda Aceh sebelum maupun sesudah tsunami sebagian besar adalah
dengan menggunakan pengolahan setempat (on site), yaitu berupa tangki septic dan
sistem peresapan di halaman rumahnya. Sedangkan untuk air limbah yang berasal dari
mandi, cuci dan dapur (grey water), umumnya dibuang langsung ke saluran drainase
yang ada di depan rumah. Namun sebagian masyarakat juga masih melakukan
pembuangan air limbah langsung ke badan air seperti sungai dan pantai, terutama bagi
masyarakat yang berada di sekitar kawasan tersebut.
Volume air limbah grey water dari suatu daerah biasanya sekitar 80% dari volume
air bersih yang digunakan dan volume air limbah black water adalah sebesar 20% dari
volume air bersih yang digunakan, serta besarnya volume endapan lumpur tinja yang
dihasil untuk tiap orang perhari adalah sebesar 50 mili liter, maka berdasarkan proyeksi
kebutuhan air bersih untuk Kota Banda Aceh besarnya perkiraan volume air limbah dan
volume lumpur tinja yang dihasilkan di Kota Banda Aceh pada tahun 2026 dapat dilihat
pada Tabel III.25.
TABEL III.25PROYEKSI VOLUME AIR LIMBAH KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2006 SAMPAI DENGAN 2026
Deskripsi Unit 2006 2011 2016 2021 2026Populasi Orang 206,194 241,194 276,194 311,194 346,194Kebutuhan Produksi Air liter/detik 414 578 662 793 882
Volume Grey Water liter/detik 331 462 530 634 706Volume Black Water liter/detik 83 116 132 159 176Volume Lumpur Tinja liter/hari 10,310 12,060 13,810 15,560 17,310
Sumber: Hasil Analisis
Kondisi topografi Kota Banda Aceh yang relatif datar, memberikan kendala dalam
penyaluran air limbah karena kemampuan penyaluran air limbah hanya dapat dalam jarak
Laporan AkhirIII - 55
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
pendek, sehingga alternative pengelolaan air limbah yang digunakan adalah on site
system yaitu system septic tank dan rembesan.
Alternatif sistem septic tank yang akan diterapkan adalah :
a. Sistem septic tank individual, yaitu pengelolaan air limbah dengan penggunaan septic
tank pada rumah tipe besar di mana lahan yang tersedia cukup luas untuk
pembangunan septic tank dan bidang rembesannya.
b. Sistem septic tank komunal, yaitu pengelolaan air limbah dengan penggunaan 1
septik tank untuk beberapa rumah (6 – 10 rumah) perumahan pedesaan dimensi
septic tank disesuaikan dengan jumlah kelompok pemakai.
Kemudian, untuk mengatasi limbah perkotaan non domestic, Pemerintah Kota
Banda Aceh mempunyai sebuah Instalasi pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) yang dikelola
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Banda Aceh, IPLT tersebut berlokasi di Gampong
Jawa (lihat Gambar 3.28). Pada saat terjadi tsunami IPLT tersebut mengalami
kerusakan yang cukup parah, dan telah diberikan bantuan dari pihak donor untuk
merehabilitasi kembali.
3.5.3.3.5.3. PERSAMPAHANPERSAMPAHAN
Pada saat sebelum terjadinya tsunami, timbunan sampah Kota Banda Aceh adalah
sekitar sebesar 600 m3 perhari, dengan tingkat pelayanan 65%. Dengan sistem
pewadahan di rumah, pengumpulan menuju container sebanyak 53 unit yang tersebar di
seluruh kota dan pembuangan akhir dengan sistem open dumping di Gampong Jawa.
Armada truk sampah yang dimiliki adalah 29 unit yang beroperasi setiap hari,
mengangkut sampah dari tempat pembuangan sementara berupa container ke tempat
pembuangan akhir (TPA) Gampong Jawa. Komposisi sampah perkotaan Banda Aceh
dijelaskan pada Tabel III.26.
Penanganan sampah pasca tsunami secara khusus ditujukan pada sampah
dampak bencana, yaitu sampah tsunami yang ditempatkan di lokasi-lokasi sementara
pembuangan sampah tsunami pada masa tanggap darurat. Total volume sampah tsunami
seluruhnya dari lokasi-lokasi tersebut sebanyak 267.666 m3. Sampah tsunami yang telah
terangkat ke TPA (periode 17 Oktober 2005 – 31 Mei 2006), adalah sebanyak 136.463 m3.
Penanganan lainnya terhadap dampak bencana tsunami adalah demolisasi bangunan,
Laporan AkhirIII - 56
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
yaitu penghancuran bangunan yang sudah rusak, membersihkan dari puing-puing
bangunan, dan pemanfaatan kembali materialnya, seperti pembuatan jalan-jalan darurat
di wilayah bencana.
GAMBAR 3.28IPLT DI GAMPONG JAWA YANG DIREHABILITASI PADA DESEMBER 2005
Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan
TABEL III.26KOMPOSISI SAMPAH BERDASARKAN JENISNYA
No.
Jenis Sampah Prosentase
1. Organik 70,64 %2. Kertas 5,21 %3. Kaca 1,36 %4. Plastik 9,04 %5. Logam 1,75 %6. Kayu 5,80 %7. Kain 4,13 %8. Karet 1,52 %9. Lain-lain 0,55 %
Jumlah 100,00 %Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Laporan AkhirIII - 57
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
Kedua pekerjaan tersebut dilakukan melalui paket bantuan dari UNDP, yaitu
Tsunami Recovery Waste Management Programme (TRWMP) selama periode 17 Oktober
2005 – 31 Mei 2006.
Tugas lainnya DKP Kota Banda Aceh pada masa pasca tsunami, adalah
pemeliharaan dan perawatan sanitasi di barak-barak pengungsi melalui program bantuan
dari Unicef, yang disebut Temporary Living Camp Sanitation (TLCS). Jumlah barak
pengungsi seluruhnya yang menjadi pelayanan DKP Kota Banda Aceh, adalah sebanyak
80 lokasi, yang tersebar dalam wilayah Kota Banda Aceh sebanyak 11 lokasi, dan yang
terdapat dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar sebanyak 69 lokasi.
Sistem pengelolaan persampahan yang saat ini dilaksanakan di Kota Banda Aceh,
meliputi kegiatan pewadahan sampah, pengumpulan sampah, pemindahan sampah,
pengangkutan sampah, pengolahan sampah dan pembuangan akhir sampah. Rute
operasional truck angkutan sampah dan lokasi kontainer DKP dapat di lihat pada Gambar
3.29.
Armada angkutan yang dimiliki Dinas Kebersihan dan Pertamanan sampai dengan
02 Pebruari 2006 sebanyak 63 unit ditambah peralatan berat sebanyak 15 unit, sehingga
jumlah seluruhnya sebanyak 78 unit kini disimpan di poll kendaraan ukuran 4.140 m2,
yang terletak di Jalan Pocut Baren, Banda Aceh. Contoh gambar peralatan berat yang
dimiliki oleh DKP (Gambar 3.30).
TPA/Landfill sebagai tempat proses pengelolaan dan pembuangan akhir sampah
terletak di Desa Gampong Jawa yang berjarak ± 3 km dari pusat kota. Hingga saat ini
landfill Gampong Jawa telah memiliki lahan seluas ± 21 ha, yang telah difungsikan
sebagai landfill seluas ± 12 ha, dan yang belum difungsikan seluas ± 9 ha.
Berdasarkan proyeksi pertumbuhan jumlah penduduk, maka perkiraan volume
sampah untuk Kota Banda Aceh pada tahun 2026 dapat dilihat pada Tabel III.27.
Laporan AkhirIII - 58
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
GAMBAR 3 .29RUTE OPERASIONAL TRUK ANGKUTAN SAMPAH DAN LOKASI KONTAINER
DKP KOTA BANDA ACEHSumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan, (lampiran 4)
GAMBAR 3.30PERALATAN BERAT YANG DIMILIKI DKP KOTA BANDA ACEH
Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan
TABEL III.27
Laporan AkhirIII - 59
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
PROYEKSI VOLUME SAMPAH KOTA BANDA ACEHTAHUN 2006 SAMPAI DENGAN 2026
Deskripsi Unit 2006 2011 2016 2021 2026Populasi Orang 206,194 241,194 276,194 311,194 346,194Timbulan Sampah L/orang/hari 2.5 2.5 2.5 2.5 2.5Total Sampah L/hari 515,485 602,985 690,485 777,985 865,485Total Sampah m3/hari 515 603 690 778 865
Sumber: Hasil Analisis
Kapasitas TPA Gampong Jawa hanya cukup untuk menampung sampah 3 sampai
dengan 4 tahun ke depan, untuk itu harus dicari lokasi baru yang dapat menampung
sampah minimal sampai tahun 2026. Pengembangan TPA terpadu dan IPLT yang baru
berlokasi di Desa Data Makmur, Kecamatan Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar. TPA
Terpadu ini akan digunakan bersama dengan Kabupaten Aceh Besar dan akan dikelola
oleh Tim Sekretariat Bersama (Sekber) Pengelolaan Sampah Terpadu NAD, TPA ini akan
menempati lahan seluas 200 hektare (Ha), yang merupakan eks lahan Inhutani.
3.5.4.3.5.4. DRAINASEDRAINASE
Sistem drainase perkotaan Kota Banda Aceh di bawah kendali Dinas Prasarana
Jalan dan Sumber Daya Air (PJSDA). Luas area sistem drainase meliputi 35 km2 dan dibagi
dalam 8 zona. Adapun kedelapan zona tersebut adalah:
1. Zona I Kec. Jaya Baru
2. Zona II Kec. Kuta Raj
Kec. Meuraxa
3. Zona III Kec. Kuta Alam
4. Zona IV Kec. Baiturrahman
5. Zona V Kec. Kuta Alam
Kec. Syiah Kuala
6. Zona VI Kec. Lheung Bata
7. Zona VII Kec. Ulee Kareng
8. Zona VIII Darussalam
Kondisi topografi yang relatif datar, menurunnya daya tampung saluran dan
adanya pengaruh aliran balik dari pasang air laut menyebabkan tidak memungkinkan
untuk mengalirkan air dari semua area secara gravitasi dan harus dibantu dengan pompa
Laporan AkhirIII - 60
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
pada setiap outlet jaringannya. Infrastruktur jaringan drainase belum lengkap dan tidak
befungsi dengan baik menyebabkan terjadinya genangan bila turun hujan lebat.
Bencana Tsunami menyebabkan rusaknya jaringan drainase lebih dari 90%,
tanggul dan dinding penahan banjir di sungai. Selain rusak saluran drainase juga terisi
oleh Lumpur dan kotoran. Kerusakan tersebut diantaranya dua saluran drainase di desa
Gampong Pie, peningkatan genangan air akibat pasang air laut yang semula hanya 10 cm
menjadi 30-40 cm. Kerusakan juga terjadi pada saluran drainase di Iskandar Muda,
saluran primer Meuraxa. Kerusakan lainnya adalah stasium pompa dan pintu air di Sungai
Titi Panjang, rusaknya tanggul Krueng Doy. Jumlah stasiun pompa sebelum dan setelah
tsunami untuk masing-masing zona dapat dilihat pada Tabel III.28 berikut.
TABEL III.28JUMLAH STASIUN POMPA SEBELUM DAN SETELAH TSUNAMI
UNTUK MASING-MASING ZONA
NO LOKASIJUMLAH STASIUN POMPA
SEBELUM TSUNAMI (UNIT)
SETELAH TSUNAMI (UNIT)
1 Zona I - -2 Zona II 3 33 Zona III 3 34 Zona IV 1 15 Zona V 1 16 Zona VI - -7 Zona VII - -8 Zona VIII - -
TOTAL 8 8Sumber: PJSDA Kota Banda Aceh
3.5.5.3.5.5. TELEKOMUNIKASITELEKOMUNIKASI
Sarana telekomunikasi yang berupa telepon, telegram, faximile, dan berbagai
produk telekomunikasi lainnya seperti GSM, CDMA operator Satelindo, Telkomsel, telah
merambah seluruh kecamatan di Kota Banda Aceh. Berdasarkan data dari BPS 2004 dan
2005, dapat diketahui banyaknya fasilitas telepon yang diklasifikasikan dalam kategori
fasilitas untuk perumahan, bisnis, sosial, telepon umum, wartel dan kiospon. Dari data
tersebut dapat diketahui perbedaan kondisi penyediaan fasilitas telekomunikasi pada saat
sebelum dan sesudah terjadinya bencana tsunami (lihat Tabel III.29).
TABEL III.29BANYAKNYA FASILITAS TELEPON DI KOTA BANDA ACEH
Laporan AkhirIII - 61
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
TAHUN 2004-2005
No. Fasilitas TeleponBanyaknya (SST)
2004 20051 Perumahan/Residensial 17.423 11.257
2 Bisnis 2.673 252
3 Sosial 121 814 Telepon Umum 222 -
5 Wartel 437 3746 Kiospon 39 -
Total 20.915 11.964Sumber: BPS, 2004-2005
Dari kategori perumahan penurunan mencapai 35% dari kondisi sebelum tsunami,
untuk bisnis mengalami penurunan 90,6%, sosial sebesar 33%, wartel sebesar 14,4 %,
sedangkan untuk penyediaan telepon umum dan kiospon penurunan mencapai 100%
pada kondisi pasca tsunami.
Normalisasi telepon, listrik dan penyaluran (bahan bakar minyak) BBM terus
diefektifkan. Status recovery layanan telekomunikasi di NAD sampai tanggal 12 Januari
2005, sudah mencapai 68% dari saat bencana terjadi serta dengan 84% area dari 44 STO
yang ada di seluruh NAD sudah beroperasi normal. Meliputi 93% seluruh nomor
pelanggan di datel NAD dengan jumlah total 98.866 STT.
Berdasarkan proyeksi pertumbuhan jumlah penduduk, maka perkiraan kebutuhan
jaringan telepon untuk Kota Banda Aceh pada tahun 2026 dapat dilihat pada Tabel
III.30.
TABEL III.30PROYEKSI KEBUTUHAN JARINGAN TELPON KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2006 SAMPAI DENGAN 2026
NO URAIANSTANDAR
PENDUDUK PENDUKUNG
KEBUTUHAN TAHUN
2006 2011 2016 2021 20261 Jumlah
Penduduk 206194 241194 276194 311194 346194
2 Kebutuhan Rumah Tangga
4 per 100 penduduk 8248 9648 11048 12448 13848
3 Kebutuhan Fasilitas Umum
3% dari kebutuhan Rumah Tangga
247 289 331 373 415
4 Telepon Umum 1 per 2500 penduduk 82 96 110 124 138
Sumber: Hasil Analisis
3.5.6.3.5.6. KELISTRIKANKELISTRIKAN
Laporan AkhirIII - 62
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
Kondisi kelistrikan Kota Banda Aceh sedikit demi sedikit telah berangsur-angsur
pulih, walaupun demikian pemadaman bergilir masih saja mungkin terjadi sewaktu-waktu
yang disebabkan oleh beberapa hal diantaranya:
1. Gangguan pada sistem interkoneksi Sumut-Aceh yang sering terjadi akibat gangguan
alam (angin ribut) dan gangguan sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab
yang sering terjadi di Aceh.
2. Kondisi mesin pembangkit listrik yang ada pada PLTD Apung dan PLTD Lueng Bata
sudah berusia tua (berumur lebih dari 23 tahun) sering mengalami kerusakan.
3. Kondisi mesin pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Belawan yang sering sekali
mengalami kerusakan.
Kebutuhan listrik untuk Kota Banda Aceh dengan beban puncaknya mencapai 45
MW dipasok oleh PLTD Lueng Bata sebesar 25 MW, dari sistem interkoneksi sebesar 10
MW dan dari PLTD Apung sebesar 10 MW. Kondisi ini sangat riskan karena tidak ada
cadangan daya yang dapat disalurkan untuk menutupi kekurangan pasokan daya bila
salah satu sumber daya listrik tersebut terganggu/tidak berfungsi.
Dengan kondisi seperti ini maka Walikota Banda Aceh Mawardy Nurdin meminta
GM PLN Wilayah Sumbagut untuk bersedia memindahkan pembangkit berkapasitas 8 MW
dari Medan ke Banda Aceh, untuk mengantisipati bila terjadi gangguan suplay arus listrik
dari sistem interkoneksi.
Berdasarkan proyeksi pertumbuhan jumlah penduduk, maka perkiraan kebutuhan
listrik untuk Kota Banda Aceh pada tahun 2026 dapat dilihat pada Tabel III.31.
TABEL III.31PROYEKSI KEBUTUHAN LISTRIK KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2006 SAMPAI DENGAN 2026
Laporan AkhirIII - 63
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
NO
URAIANSTANDAR
PENDUDUK PENDUKUNG
KEBUTUHAN TAHUN(Watt)
2006 2011 2016 2021 2026
1 Jumlah Penduduk
206,194 241,194 276,194 311,194 346,194
2 Listrik Rumah Tangga
900 Watt/KK37,114,920 43,414,920 49,714,920 56,014,920 62,314,920
3 Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial
25% kebutuhan RT (KK)
9,278,730 10,853,730 12,428,730 14,003,730 15,578,730
4 Penerangan Jalan
15% kebutuhan RT (KK) 5,567,238 6,512,238 7,457,238 8,402,238 9,347,238
KEBUTUHAN TOTAL 51,960,888 60,780,888 69,600,888 78,420,888 87,240,888Sumber: Hasil Analisis
3.6 KARAKTERISTIKKARAKTERISTIK DAN ANALISIS FASILITAS KOTA DAN ANALISIS FASILITAS KOTA
3.6.1.3.6.1. FASILITAS PENDIDIKANFASILITAS PENDIDIKAN
Fasilitas pendidikan di Kota Banda Aceh telah memadai, diantaranya telah tersedia
dengan lengkap jenis fasilitas pendidikan, mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan
tinggi. Berikut data jumlah Fasilitas Pendidikan di Kota Banda Aceh pada Tahun 2004-
2005 di rinci berdasarkan kecamatan. Lebih jelas lihat Tabel III.32 dan Tabel 33.
Dari Tabel III.32 dapat diketahui jumlah fasilitas pendidikan tidak berubah untuk
fasilitas SD, SLTP, SLTA dan kejuruan. Perubahan hanya terjadi pada fasilitas TK yang
mengalami peningkatan dari kondisi sebelum dan sesudah tsunami. Selain itu, jumlah
sekolah luar biasa di Kota Banda Aceh hanya 1 buah yang terletak di Kecamatan
Baiturrahman. Sedangkan Pondok Pasantren ada 9 buah yang terletak di Kecamatan Jaya
Baru 3 buah, Kecamatan Meuraxa 1 buah, Kecamatan Kuta Alam 4 buah dan Kecamatan
Baiturrahman 1 buah.
TABEL III.32JUMLAH TK, SD, SLTP, SLTA, DAN KEJURUAN
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2004-2005
Laporan AkhirIII - 64
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
KEC.TK SD SLTP SLTA SMK
2004 2005 2004 2005 2004 2005 2004 2005 2004 2005
Baiturrahman 9 10 24 24 5 5 4 4 2 2
Kuta Alam 20 18 22 22 9 9 13 13 5 5
Meuraxa 6 3 19 19 3 3 5 5 - -
Syiah Kuala 8 9 14 14 2 2 1 1 - -
Lueng Bata 4 4 5 5 1 1 1 1 - -
Kuta Raja 4 5 13 13 3 3 1 1 - -
Banda Raya 5 6 6 6 2 2 2 3 - -
Jaya Baru 6 7 10 10 2 2 1 - - -
Ulee Kareng 4 6 6 6 1 1 0 - - -
TOTAL 66 68 119 119 28 28 28 28 7 7Sumber : BPS, 2004-2005
TABEL III.33JUMLAH PERGURUAN TINGGI
DI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2004-2005
N0 Nama Perguruan Tinggi Status1 Universitas Syiah Kuala Negri2 IAIN Ar-Raniry Negri3 Universitas Iskandar Muda Swasta4 Universitas Abulyatama Swasta5 Universitas Muhammadiyah Banda Aceh Swasta6 S.T.K.I.P. Serambi mekah Swasta7 Sekolah Tinggi Teknologi Industri Serambi Mekah Swasta8 Sekolah Tinggi Teknologi Pertanian Serambi Mekah Swasta9 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Swasta
10 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Sabang Swasta11 S.T.M.I.K. Abulyatama Swasta12 Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan Pante Kulu Swasta13 Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Iskandar Thani Swasta14 Sekolah Tinggi Teknik Iskandar Thani Swasta15 Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Banda Aceh Swasta16 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Y H B Swasta17 Sekolah Tinggi Teknik Bina Cendikia Swasta18 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Serambi Mekah Swasta19 Sekolah Tinggi Ilmu Psikologi Harapan Bangsa Swasta20 S.T.K.I.P. Al-Washliyah Swasta21 Akademi Manajemen Banda Aceh Swasta22 Akademi Teknik Iskandar Muda Swasta23 Akademi Pertanian Iskandar Muda Swasta24 Akademi Teknik Indonesia Cut Meutia Swasta
Sumber : Kopertis Wilayah I
Berdasarkan proyeksi pertumbuhan jumlah penduduk, maka perkiraan kebutuhan
fasilitas pendidikan di kota Banda Aceh tahun 2026 dapat dilihat pada Tabel III.34.
Laporan AkhirIII - 65
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
TABEL III.34PROYEKSI KEBUTUHAN FASILITAS PENDIDIKAN KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2006 SAMPAI DENGAN 2026
NO
JENIS FASILITAS
STANDAR PENDUDUK
PENDUKUNG (Jiwa)
STANDAR LUAS
LAHAN (m2)
KEBUTUHAN UNIT SEKOLAH TAHUN (Unit)
KEBUTUHAN LUAS LAHAN TAHUN (m2)
2006 2011 2016 2021 2026 2006 2011 2016 2021 20261 TK 1000 1200 206 241 276 311 346 247433 289433 331433 373433 415433
2 SD 1600 3600 129 151 173 194 216 463937 542687 621437 700187 778937
3 SLTP 4800 2700 43 50 58 65 72 115984 135672 155359 175047 194734
4 SLTA 4800 2700 43 50 58 65 72 115984 135672 155359 175047 194734Sumber: Hasil Analisis
3.6.2.3.6.2. FASILITAS KESEHATANFASILITAS KESEHATAN
Fasilitas kesehatan yang tersedia di Kota Banda Aceh diketegorikan dalam 9
bentuk yaitu berupa puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, poliklinik
desa, posyandu, Rumah bersalin, Rumah sakit umum, Rumah sakit jiwa, Rumah sakit ibu
dan anak. Berdasarkan data dari BPS tahun 2004 dan 2005 (lihat Tabel III.35) maka
dapat diketahui kondisi sebelum dan sesudah tsunami.
TABEL III.35JUMLAH SARANA KESEHATAN KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2004-2005
No. Jenis Sarana KesehatanJumlah
2004 20051. Puskesmas 9 62. Puskesmas Pembantu 33 93. Puskesmas Keliling 8 124. Poliklinik Desa 8 145. Posyandu 105 806. Rumah Bersalin 12 127. Rumah sakit umum 7 88. Rumah sakit jiwa 1 19. Rumah sakit ibu dan anak 0 1
Jumlah 183 143Sumber: BPS 2004-2005
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah penyediaan fasilitas
kesehatan mengalami penurunan mencapai 21,8% dari kondisi sebelum tsunami.
Laporan AkhirIII - 66
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
Penurunan terbesar terjadi terutama pada penyediaan puskesmas pembantu dengan
penurunan mencapai 72,7% pada pasca tsunami.
Berdasarkan proyeksi pertumbuhan jumlah penduduk, maka perkiraan kebutuhan
fasilitas kesehatan di kota Banda Aceh tahun 2026 dapat dilihat pada Tabel III.36.
TABEL III.36PROYEKSI KEBUTUHAN FASILITAS KESEHATAN KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2006 SAMPAI DENGAN 2026
N OJENIS
FASILITAS
STANDAR PENDUDUK
PENDUKUNG (Jiwa)
STANDAR LUAS LAHAN
(m2)
KEBUTUHAN UNIT TAHUN (Unit)
KEBUTUHAN LUAS LAHAN TAHUN (m2)
2006 2011 2016 2021 2026 2006 2011 2016 2021 20261 Puskesmas 120000 2400 2 2 2 3 3 4124 4824 5524 6224 69242 Puskesmas
Pembantu 30000 1200 7 8 9 10 12 8248 9648 11048 12448 13848
3 BKIA dan RS Bersalin 10000 1600 21 24 28 31 35 32991 38591 44191 49791 55391
4 Balai Pengobatan 3000 300 69 80 92 104 115 20619 24119 27619 31119 34619
5 Apotek 10000 350 21 24 28 31 35 7217 8442 9667 10892 121176 Praktek
Dokter5000 100 41 48 55 62 69 4124 4824 5524 6224 6924
7 Posyandu 2500 100 82 96 110 124 138 8248 9648 11048 12448 13848Sumber: Hasil Analisis
3.6.3.3.6.3. FASILITAS PERIBADATANFASILITAS PERIBADATAN
Di daerah Kota Banda Aceh, hampir merata desa memiliki Masjid dan Musholla,
karena mayoritas penduduk di Kota Banda Aceh adalah beragama Islam. Hanya di
Kecamatan Kuta Alam dan Kuta Raja terdapat tempat ibadah umat Kristen, Hindu dan
Budha. (Lihat Tabel III.37).
Berdasarkan proyeksi pertumbuhan jumlah penduduk, maka perkiraan kebutuhan
fasilitas peribadatan di kota Banda Aceh tahun 2026 dapat dilihat pada Tabel III.38.
TABEL III.37JUMLAH FASILITAS PERIBADATANDI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2003
Laporan AkhirIII - 67
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
Kecamatan Masjid Surau / langgar
Gereja Gereja katolik
Pura Vihara Kelenteng
Meuraxa 10 29 0 0 0 0 0Banda Raya 6 23 0 0 0 0 0Baiturrahman 17 21 0 0 0 0 0Lueng Bata 2 10 0 0 0 0 0Kuta Alam 23 27 3 1 0 1 1Kuta Raja 6 9 0 0 1 0 0Syiah Kuala 11 18 0 0 0 0 0Ulee Kareng 7 6 0 0 0 0 0Jaya Baru 7 20 0 0 0 0 0JUMLAH 89 163 3 2 1 4 1
Sumber : Podes Kota Banda Aceh,Tahun 2003
TABEL III.38PROYEKSI KEBUTUHAN FASILITAS PERIBADATAN KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2006 SAMPAI DENGAN 2026
NO
JENIS FASILITAS
STANDAR PENDUDUK
PENDUKUNG (Jiwa)
STANDAR LUAS LAHAN
(m2)
KEBUTUHAN UNIT TAHUN (Unit)
KEBUTUHAN LUAS LAHAN TAHUN (m2)
2006 2011 2016 2021 2026 2006 2011 2016 2021 20261 Masjid
Skala Kecamatan
120000 4000 2 2 2 3 3 6873 8040 9206 10373 11540
2 Masjid Skala Lingkungan
30000 1750 7 8 9 10 12 12028 14070 16111 18153 20195
Sumber: Hasil Analisis
3.6.4. PERKANTORANPERKANTORAN DAN PELAYANAN UMUM DAN PELAYANAN UMUM
Untuk kebutuhan sarana perkantoran dan Pelayanan Umum berdasarkan wilayah
yang terkena dampak maka Kantor Kecamatan diperlukan di 6 kecamatan yang terkena
dampak kecuali Kecamatan Baiturrahman, Lueng Bata dan Ulee Kareng. Sedangkan
Kantor Desa/Kelurahan diperlukan antara lain di daerah berikut:
1. Kecamatan Meuraxa, meliputi: Kel. Ulee Lheue, Kel. Deah Glumpang, Kel. Deah
Teungoh, Kel. Deah Baro, Kel. Lambung, Kel. Gampong Pie, Kel. Gampong Blang, Kel.
Lamjabat, Kel. Asoenanggro, Kel. Surien, Kel. Gampong Baro, Kel. Pungee Ujong, Kel.
Pungee Jurong, Kel. Lampaseh Kota, Kel. Lampaseh Aceh.
2. Kecamatan Kuta Raja, meliputi: Kel. Gampong pande, Kel. Gampong Jawa, Kel.
Merduati, Kel. Keudah, Kel. Lampaseh Kota, Kel. Kampung Baru.
Laporan AkhirIII - 68
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
3. Kecamatan Jaya Baru, meliputi: Kel. Ulee Pata, Kel. Lampoh Daya, Kel. Bitai, Kel.
Lam jamee, Kel. Emperom.
4. Kecamatan Kuta Alam, meliputi: Kel. Lampulo, Kel. Lamdingin, Kel. Bandar Baru.
5. Kecamatan Syiah Kuala, meliputi: Kel. Dayah Raya, Kel. Alue, Naga, Kel. Tibang,
dan Kel. Jeulingke.
6. Kecamatan Baiturrahman, meliputi: Kel. Sukaramai
Untuk kantor Pos Hansip di 6 kecamatan tidak diperlukan, hanya diperlukan pos
pengamanan untuk para pengungsi 1 unit di masing-masing kecamatan. Sedangkan untuk
Kantor Pos Pembantu diperlukan di pusat Kota Banda Aceh di perlukan di Kecamatan Kuta
Alam 1 unit, Baiturrahman 1 unit, Jaya Baru 1 unit dan Syiah Kuala 1 unit. Serta sarana
PLN, PDAM, Telkom, dan Polsek diperlukan 1 unit di masing-masing wilayah yang terkena
dampak untuk melayani masyarakat yang sedang membangun kembali wilayahnya yang
terkena tsunami.
3.6.5.3.6.5. HARAPAN DAN ASPIRASI STAKEHOLDERSHARAPAN DAN ASPIRASI STAKEHOLDERS
Sebelumnya merencanakan wilayah yang terkena dampak bencana, harapan
masyarakat pada para stakeholder perlu melakukan beberapa pertimbangan terhadap
perencanaan wilayah Provinsi Banda Aceh, khususnya Kota Banda Aceh. Diantaranya:
3.6.6. PERTIMBANGANPERTIMBANGAN SOSIAL-BUDAYA SOSIAL-BUDAYA
Masyarakat Banda Aceh pada umumnya terdiri dari pedagang, nelayan dan petani
dan sangat kuat ibadatnya dengan nilai budaya yang Islami. Pembangunan ke depan
harus memperhatikan nilai budaya dan Islami yang hidup dalam masyarakat, dengan
demikian Rencana Tata Ruang didasarkan pada nilai-nilai ini. Untuk Land Mark kota yang
berfokus pada Mesjid Baiturahman dan menjadi dasar dari Urban Design kota – kota.
Disamping itu situs-situs budaya harus juga diperhatikan agar perkembangan Banda Aceh
kedepan tidak mencabut masyarakat Aceh dari akar budaya dan nilai Islamnya.
Kehidupan nelayan disepanjang pantai perlu diberi ruang dan teknologi agar
kehidupannya lebih baik lagi.
3.6.7. PERTIMBANGANPERTIMBANGAN EKONOMI EKONOMI
Laporan AkhirIII - 69
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
Ekonomi Banda Aceh didukung oleh sektor jasa, perikanan, pertanian serta
wisata. Penataan kembali kota harus di upayakan untuk memperkuat sektor ini sehingga
semakin modern dan dapat meningkatkan kesempatan kerja. Untuk nelayan dan petani
perlu diperhatikan dengan sarana TPI dan infrastruktur pendukungnya. Dibidang wisata,
kiranya Tsunami dapat diambil hikmah untuk sektor wisata mengingat kejadian tanggal
26 Desember 2004 yang lalu adalah suatu kejadian besar di dunia.
Ekonomi kota berbasis pada kelautan wisata dan jasa, diharapkan pembangunan
prasarana dapat mendukung transformasi sektor Basik ini menjadi semakin modern
sehingga secara terus menerus dapat meningkatkan nilai tambah dan penyerapan
terhadap angkatan kerja.
3.6.8. PERTIMBANGANPERTIMBANGAN INFRASTRUKTUR INFRASTRUKTUR
Pertimbangan infrastruktur perlu diarahkan untuk meningkatkan pelayanan sosial-
ekonomi kota. Disamping itu juga untuk meningkatkan keamanan kawasan kota; yaitu
mengatasi banjir dan juga perlu ditata agar dapat juga melindungi kota dari kemungkinan
serangan tsunami dimasa yang akan datang.
Dari berbagai diskusi dengan stakeholder dikawasan perkotaan Banda Aceh dan
sekitarnya bebarapa keinginan pengembangan kota kedepan dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Pengembangan kota dilakukan dengan penanganan kawasan
bersyarat antara lain dilakukan dengan pengaman (Buffer Zone) dan peringatan dini
bencana Tsunami dan bila diperlukan dan diinginkan dapat melakukan “relokasi” ke
kawasan yang lebih aman, dengan dukungan infrastruktur penghubung yang
memadai dan baik.
2. Pengembangan Kota didasarkan pada nilai budaya dan Islami yang
berkembang di masyarakat Aceh
3. Pengembangan Kota harus dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan melindungi hak masyarakat akan tanahnya.
4. Pengembangan kota harus dapat meningkatkan ekonomi
masyarakat dan ekonomi kotanya.
5. Pengembangan kota harus dapat melindungi bahaya kota dari
bahaya bencana (gempa bumi, tsunami, banjir dan longsor).
Laporan AkhirIII - 70
Revisi RTRW Kota Banda Aceh 2006 - 2026
6. Pengembangan kota harus dapat menjaga dan meningkatkan
kelestarian lingkungan kota.
7. Pengembangan infrastruktur harus dapat meningkatkan pelayanan
kota.
8. Sebagian penduduk memilih ingin bermukim kembali, dengan
syarat pengamanan (Buffer Zone) dan peringatan dini bencana tsunami.
9. Sebagian lainnya ingin pindah ke kawasan yang lebih aman, dengan
dukungan infrastruktur penghubung yang memadai dan baik.
10. Pusat - pusat pelayanan fasilitas sosial dan utilitas harus berada di
lokasi yang aman.
11. Kegiatan usaha dan pasar untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari
dapat berjalan kembali normal.
12. Identitas kota dan masyarakat (yang bersifat religius dan budaya)
tetap dipertahankan.
13. Pembangunan kota dan kawasan tetap memperhatikan prinsip-
prinsip hak kepemilikan tanah dan property.
14. Menerapkan pembangunan kota yang menganut prinsip-prinsip
manajemen Disaster yang berbasis tata ruang
Laporan AkhirIII - 71