bc-banda aceh

Upload: almira-raissa-ariman

Post on 16-Jul-2015

729 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

DRAFT

MATERI TEKNISPERSYARATAN TEKNIS PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG

( BUILDING CODE )

KOTA BANDA ACEH

Dibuat atas kerjasama:

Universitas Syah Kuala Banda Aceh denganD E P A R T E M E N P E K E R J A A N U M U M DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA Jal an Patti mura Nomor 20 Kebayoran Baru Jakarta 12110 Telepon (021) 727 99248

DAFTAR ISIBAB I TIPOLOGI KOTA BANDA ACEHBAGIAN I TIPOLOGI KOTA BANDA ACEH I.1. TINJAUAN ASPEK SOSIAL DAN EKONOMI 1. Sejarah Kota Banda Aceh 2. Sosial Budaya Masyarakat 3. Letak Gegrafis dan Administrasi 4. Hidrologi 5. Kependudukan 6. Perekonomian I..2. TINJAUAN ASPEK FISIK 1. Umum 2. Kondisi Fisik Wilayah sebelum Tsunami 3. Stuktur Kota Banda Aceh 4. Bentang Alam Kota Banda Aceh

BAGIAN II RENCANA TATA RUANG DAN WILAYAH II.1 REVIEW RTRW KOTA BANDA ACEH ------- ISINYA SAMA DGN YANG DI BAB II 1. Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota 2. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan wilyah Kota 3. Komponen-komponen Utama RTRW 2002-2010 II.2. SKENARIO TATA RUANG 1. Pindah ke Lokasi Aman 2. Tetapa di Lokasi Semula STRATEGI PENATAAN RUANG KOTA BANDA ACEH 1. Konsep Tata Ruang 2. Kegiatan yang Sifatnya Sederhan 3. Kegiatan yang sifatnya Intensif 4. Pelaksanaan Pembangunan 5. Peranana Fasilitas Sosial 6. Jumlah dan Bentuk Fasilitas 7. Pembangunan Iinfrastruktur ARAHAN PEMANFAATAN RUANG -------- ISINYA SAMA DGN YG BAB II 1. Zona Pantai 2. Zona Perikanan/Tambak 3. Zona Taman Kota

II.3.

II.4.

4. 5. 6. 7. 8. 9. II.5.

Zona Pemukiman Zona Landmark dan Pusat Pemerintahan Kota Zona Pemukiman Baru Zona Pusat Bisnis dan Pemerintahan Zona Pendidikan Tinggi Zona Pertanian

STRUKTUR RUANG 1. Penajaman Aspek Geology 2. Penelitian Bangunanyang masih Berdiri tetapi sudah rusak 3. Site Plan atau Urban Design Kawasan Pusat Kota 4. Site Plan Penataan Ruang Daerah Buffer Zone 5. Konsilidasai Pertanahan di daerah yang paling Rusak akibat Gempa 6. Penyiapan Zona Regulasi 7. Penyiapan Building Code 8. Mendorong Proses Legillasi di DPRD

BAGIAN III WILAYAH BENCANA GEMPA THUNAMI DAN BADAI III.1 PENGARUH TSUNAMI 1. Jangakauan Kerusakan Akibat Gempa dan Tsunami 2. Zonasi Kerusak,an 3. Arah Terjangan Gelombang III.2 III.3 III.4 ASPEK FISIK KOTA BANDA ACEH KARAKTERISTIK KOTA BANDA ACEH ZONASI FISIK

BAGIAN IV KETENTUAN UMUM DAN PENGERTIAN UMUM

BAGIAN V FUNGSI BANGUNAN GEDUNG

BAB II. KONSEP RENCANA TATA RUANGAN DAN WILAYAH KOTA BANDA ACEHBAGIAN I KETENTUAN UMUM I.1. KEBIJAKAN STRUKTUR DAN POLA PEMANFAATAN RUAMH KABUPATEN/KOTA 1. Sistem Kota 2. Struktur Kota 3. Kawasan Non Budidaya 4. Kawasan Budidaya I.2. ARAHAN PEMANFAATAN RUANG/KABUPATEN/KOTA 1. Mewujudkan penghidupan yang aman dan lebih baik; 2. Memberi pilihan kepada warga untuk bermukim; 3. Melibatkan masyarakat dalam penanggulangan bencana; 4. Menonjolkan karakteristik budaya dan agama; 5. Pendekatan penataan ruang partisipatif; 6. Memitigasi bencana; 7. Tata ruang memadukan pendekatan dari atas dan bawah; 8. Mengembalikan peran pemerintah daerah; 9. Perlindungan hak perdata warga; 10.Mempercepat proses administrasi pertanahan; 11.Pengaturan mengenai kompensasi; 12.Revitalisasi kegiatan ekonomi; 13.Mememulihkan daya dukun lingkungan; 14.Memulihkan sistem kelembagaan SDA dan LH; 15. Rehabilitasi strultur dan pola tata ruang; dan 16.Membangun kembali kota. ZONASI FISIK BANDA ACEH 1. Kawasan Lindung (Conservation, Zona V), 2. Kawasan Pengembangan Terbatas (Restricted Development Area, meliputi zona I, II, dan III), Kawasan Pengembangan (Promoted Development Area, zona IV). ARAHAN PEMANFAATAN RUANG BANDA ACEH 1. Zona pantai, 2. Zona perikanan/tambak, 3. Zona taman kota, 4. Zona permukiman, permukiman terbatas dan permukiman perkotaan, 5. Zona landmark dan pusat pemerintahan kota Banda Aceh, 6. Zona permukiman baru bagi penduduk yang ingin pindah,

I.3

I.4.

7.

Zona pusat bisnis dan pemerintahan provinsi dan fasilitas perkotaan berskala kota dan regional, 8. Zona pendidikan tinggi, dan 9. Zona pertanian. I.5. REVIS RTRW 2002-2010 (Qanun No.3/2003) 1. Arah Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota 2. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota KOMPONEN UTAMA RTRW TH 2002-2010 1. Pemukiman 2. Pengelolaan Kawasan Hijau & Kawasan Pemukiman 3. Sistem Prasarana & Transportsai, Telekomunikasi, Energi, Pengairan dan Prasarana Pengelolan Lingkungan

I.6.

BAB III PERSYARATAN PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG (BULDING CODE) KOTA BANDA ACEHBAGIAN I KETENTUAN UMUM I. 1. PENGERTIAN 11. Umum 22. Teknis I.2. MAKSUD DAN TUJUAN 11. Maksud 22. Tujuan

BAGIAN II PERUNTUKAN DAN INTENSITAS BANGUNAN II.1. PERUNTUKAN, FUNGSI DAN KLASIFIKASI BANGUNAN 11. Peruntukan Lokasi 22. Fungsi Bangunan 33. Klasifikasi Bangunan II.2. INTENSITAS BANGUNAN 11. Penentuan Letak Suatu daerah 22. Peruntukan Fungsi dan Klasifasi Bangunan 33. Luas Bangunan 4. Garis Sepadan Bangunan 5. Tata Letak Bangunan

BAGIAN III ARSITEKTUR DAN LINGKUNGAN III.1 ARSITEK BANGUNAN 11. Pengertian Umum 22. Kebutuhan Jumlah Pengembangan Ruang untuk satu Bangunan 33. Tampilan Arsitektur Bangunan bercirikan Lokalitas dan Tradisi Setempat 44. Tampilan Arsitektur pada Rehabilitasi Bangunan dan Terhadap Bangunan di Sekitarnya 55. Tampilan pada Rekonstruksi Bangunan dan Terhadapa Bangunan di Sekitarnya 66. Tampilan Bangunan Terhadap Keserasian Lingkungan 77. Penerapan Tampilan Arsitektur Tradisional/Lokal terhadap Bangunan Moderen 88. Tata Urutan Ruang berdasarkan Kedekatan Fungsi Ruang

lokal 1010. Tata Letak & Jarak Ruang pada Bangunan Utama 1111. Tatanan Ruang Dalam dan Pengembangannya 1212. Pengaturan Tata Letak Ruang dalam Satu Bangunan 1313. Penggunaan Jenis-jenis Material Bangunan 1414. Penggunaan Kombinasi Material Bangunan 1515. Sistem Konstruksi Bangunan dan Tipe-tipe

99. Tata Letak Ruang dan Jarak Ruang pada Bangunan yang bercirikan

III.2 TATA LETAK BANGUNAN 11. Bentuk Tatanan Bangunan 22. Orientasi Tatanan Pemukiman 33. Ketersediaan Sarana Dasar Bangunan dan Lingkungannya III.3 RUANG TERBUKA HIJAU 41. Fungsi Ruang Terbuka Hijau 52. Jenis Ruang Terbuka Hijau 63. Luas Maksimum dan Minimum III.4 SIRKULASI, PERTANDAAN, DAN PENCAHAYAAN RUANG LUAR BANGUNAN 71. Fasiltas Parkir 82. Pemisahan Jalan 93. Perletakan Saran Keamanan dan Lingkungan 104. Perletakan Pencahayaan Buatan III.5 PENGELOLAAN DAMPAK LINGKUNGAN 11. Ketentuan Pengelolaan Dampak Ligkungan 22. Ketentuan UPL dan UKL 33. Persyaratan Teknis Pengelolaan Dampak Lingkungan 44. Pengelolaan Daerah Bencana BAGIAN IV STRUKTUR BANGUNAN GEDUNG IV.1 PERSYARATAN STRUKTUR DAN BAHAN 11. Persyaratan Umum 22. Persyaratan Perencanaan Struktur IV.2 PEMBEBANAN 31. Analisa Struktur 42. Standar Teknis IV.3 STRUKTUR ATAS 11. Kontruksi Beton 22. Kontruksi Baja 33. Kontruksi Kayu 44. Kontruksi Dengan Bahan dan Teknologi Khusus 55. Pedoman Spesifik Untuk Tiap Jenis Konstruksi

IV.4 STRUKTUR BAWAH 11. Perencanaan Umum 22. Ketentuan Teknis Pondasi 33. Metode Perbaikan Tanah IV.5 KEANDALAN STRUKTUR 11. Keselamatan Struktur 22. Keruntuhan Struktur 33. Pemeriksaan dan Perawatan Bangunan IV.6 DEMOLISI STUKTUR 11. Kriteria Demolisi 22. Prosedur dan Metoda Demolisi BAGIAN V PENGAMANAN TERHADAP BAHAYA KEBAKARAN V.1 SISTEM PROTEKSI PASIF 11. Ketahanan Api dan Stabilitas 22. Tipe Konstruksi Tahan Api 33. Tipe Konstruksi Yang Diwajibkan 44. Kompartemensasi dan Pemisahan 55. Proteksi Bukaan V.2 SISTEM PROTEKSI AKTIF 11. Sistem Pemadam Kebakaran 22. Sistem Diteksi & Alarm Kebakaran 33. Pengendalian Asap Kebakaran 44. Pusat Pengendali Kebakaran 55. Pemeriksaan, Pengujian dan Pemeliharaan Sistem Kebakaran 66. Pemeriksaaan, Pengujian dan Pemeliharaan Deteksi dan Alarm BAGIAN VI SARANA JALAN MASUK DAN KELUAR VI.1 FUNGSI DAN PERSYARATAN KINERJA 11. Fungsi 22. Pesyaratan Kinerja VI.2 KETENTUAN JALAN KELUAR 11. Persyaratan Keamanan 22. Kebutuhan Jalan Keluar 33. Jalan Keluar Yang Diisolasi Terhadap Kebakaran 44. Jarak Jalur Menuju Pintu Keluar 55. Jarak antara Pintu-pintu Keluar Alternatif 66. Dimensi/ukuran Pintu Keluar 77. Jalur Lintasan Melalui Jalan Keluar Yang Diisolasi Tehadap Kebakaran 88. Tangga Luar Bangunan 99. Lintasan Melalui Tangga/ramp Yang Tidak Diisolasi Terhadap Kebakaran

1010. Keluar Melalui Pintu-pintu Keluar 1111. Pintu Keluar Horisontal 1212. Tangga, Ramp atau Eskalator Yang Tidak Disyaratkan 1313. Ruang Peralatan dan Ruang Motor Lift 1414. Jumlah Orang Yang Ditampung VI.3 KONTRUKSI JALAN KELUAR 11. Penerapan 22. Tangga dan Ramp Yang Diisolasi Terhadap Kebakaran 33. Tangga dan Ramp Yang Tidak Diisolasi Terhadap Kebakaran 44. Pemisahan Tanjakan dan Turunan Tangga 55. Ramp dan Balkon Akses Yang Terbuka 66. Lobby Bebas Asap 77. Instalasi pada Pintu Keluar dan Jalan Lintasan 88. Perlindungan pada Ruang di Bawah Tangga dan Ramp 99. Lebar Tangga 1010. Ramp Pejalan Kaki 1111. Lorong Yang Diisolasi Terhadap Kebakaran 1212. Atap sebagai Ruang Terbuka 1313. Injakan dan Tanjakan Tangga 1414. Bordes 1515. Ambang Pintu 1616. Balustrade 1717. Pegangan Rambat pada Tangga 1818. Pintu 1919. Pintu Ayun 2020. Pengoperasian Gerendel Pintu 2121. Masuk dari Pintu Keluar Yang Diisolasi Terhadap Kebakaran 2222. Rambu pada Pintu VI.4 AKSES BAGI PENYANDANG CACAT BAGIAN VII TRANSPORTASI DALAM GEDUNG VII.1 LIF 11. Kapasitas Lif 22. Lif Kebakaran 33. Peringatan Terhadap Pengguna Lif pada Saat Terjadi Kebakaran 44. Lif untuk Rumah Sakit 55. Sangkar Lif 66. Saf Lif 77. Mesin Lif dan Ruang Mesin Lif 88. Instalasi Listrik 99. Pemeriksaan, Pengujian dan Pemeliharaan VII.2 TANGGA BERJALAN DAN LANTAI BERJALAN BAGIAN VIII PENCAHAYAAN DARURAT, TANDA ARAH KELUAR, SISTEM PERINGATAN BAHAYA

VIII.1 1SISTEM LAMPU DARURAT VIII.2 TANDA ARAH KELUAR VIII.3 SISTEM PERINGATAN BAHAYA BAGIAN IX INSTALANSI LISTRIK, PENANGKAL PETIR, DAN KOMUNIKASI DALAM GEDUNG IX.1 INSTALANSI LISTRIK 11. Perencanaan Instalansi Listrik 22. Jaringan Distribusi Listrik 33. Beban Listrik 44. Sumber Daya Listrik 55. Transformator Distribusi 66. Pemerikasaan dan Pengujian 77. Pemeliharaan IX.2 INSTALANSI PENANGKAL PETIR 11. Perencanaan Penangkal Petir 22. Instalansi Penangkal Petir 33. Pemeriksaan, Pengujian 44. Pemeliharaan IX.3 INSTALASI KOMUNIKASI DALAM GEDUNG 11. Perencanaan Komunikasi dalam Gedung 22. Instalansi Telepon 33. Instalansi Tata Suara 44. MATV BAGIAN X INSTALANSI GAS X.1 INSTALANSI GAS PEMBAKARAN 11. Jenis Gas 22. Jaringan Distribusi Gas Kota 33. Pemeriksaan dan Pengujian X.2 INSTALANSI GAS MEDIK 11. Jenis Gas 22. Jaringan Distribusi Gas Medik 33. Pemeriksaan dan Pengujian BAGIAN XI SANITASI DALAM GEDUNG XI. 1 SISTEM PLAMBING 11. Perencanaan Sistem Plumbing 22. Sistem Penyediaan Air Bersih 33. Sistem Penampungan Air Bersih 44. Sistem Plambing Air Bersih 55. Penggunaan Pompa

66. Sistem Penyediaan Air Panas 76. Sistem Distribusi Air Bersih 87. Pemeriksaan, Pengujian dan Pemeliharaan XI. 2 SISTEM PEMBUANGAN AIR LIMBAH 11. Sumber Air Limbah 22. Sistem Plambing Air Limbah 33. Pembunagan dan Pengelolaan Air Limbah 44. Sistem Penyaluran Air Limbah 55. Pemeriksaan, Pengujian dan Pemeliharaan XI. 3 SISTEM PENYALURAN AIR HUJAN 61. Kelengkapan Dalam Bangunan 72. Kelengkapan Diisekitar Bangunan Gedung 83. Persyaratan Saluran 94. Pemeriksaan, Pengujian dan Pemeliharaan XI. 4 SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH 101. Timbulan Sampah 112. Sistem Pewadahan 123. Potensi Reduksi 134. Sistem Pengumpulan XI. 5 SISTEM SANITASI KOMUNAL 141. Hidran Umum 152. MCK Umum 163. Pewadahan dan Pengumpulan Sampah Komunal 17 18 BAGIAN XII VENTILASI DAN PENGKONDISIAN UDARA XII.1 VENTILASI 11. Kebutuhan Ventilasi 22. Ventilasi Alami 33. Ventilasi Buatan XII.2 PENGKONDISIAN UDARA 11. Kebutuhan Pengkondisian Udara 22. Konservaasi Energi 33. Perhitungan Beban BAGIAN XIII PENCAHAYAAN XIII.1 KEBUTUHAN PENCAHAYAAN XIII.2 PENCAHAYAAN BUATAN XIII.3 PENCAHAYAAN ALAMI XIII.4 PENGENDALIAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN BAGIAN XIV KENYAMANAN, KEBISINGAN DAN GETARAN

XIV.1 KENYAMANAN TERMAL XIV.2 SIRKULASI UDARA XIV.3 PANDANGAN XIV.4 KEBISINGAN XIV.5 GETARAN

BAB IV TATA LAKSANA BANGUNAN GEDUNG I. PENGERTIAN II. PENYELENGGARAAN III. PERENCANAAN IV. PELAKSANAAN V. PENGAWASAN VI. PEMANFAATAN VII. PELESTARIAN VIII. PEMBONGKARAN IX. HAK DAN KEWAJIBAN PEMILIK DAN PENGGUNA BANGUNAN GEDUNG X. PERAN SERTA MASYARAKAT XI. PEMBINAAN XII. SANKSI XIII. PERIJINAN BAB V PENUTUP

LAMPIRAN

BAB I: TIPOLOGI BANDA ACEH

I. TIPOLOGI KOTA BANDA ACEHI.1 TINJAUAN ASPEK SOSIAL DAN EKONOMI 1. Sejarah Kota Banda Aceh Kota Banda Aceh adalah sebuah kota tua yang telah berusia 800 tahun. Banda Aceh lahir pada hari jumat tanggal 1 Ramadhan 601 H, bertepatan pada tanggal 22 April 1205 M yang merupakan awal pemerintahan Sultan Alaidin johan Syah, sebagai pendiri kerajaan Islam Aceh Darussalam. Istana kerajaan yang diberi nama Kandang Aceh didirikan oleh Sukltan Alaidin Johan Syah, terletak di Gampong Pande. Sebagai ibukota sebuah kerajaan Islam pada waktu itu, Banda Aceh dalam perjalanan sejarahnya telah pernah mengalami zaman gemilang dan telah pernah pula menderita masa suram yang mengerikan. Zaman gemilangnya Banda Aceh terjadi pada masa-masa pemerintahan Sultan Alaidin Ali mughaiyat Syah, Sultan Alaidin Abdul Kahar, Sultan Alaidin Iskandar muda Menkuta Alam, dan Sultanah Tajul Alam Safiatuddin. Sedangkan masa yang amat getir dalam sejarah Banda Aceh adalah masa terjadinya perang dijalan Allah selama 70 tahun sejak ultimatum kerajaan Belanda pada tanggal 26 Maret 1873. 2. Sosial Budaya Masyarakat Kehidupan social budaya masyarakat kota Banda Aceh atau masyarakat Aceh secara keseluruhan sangatlah kental dengan nilainilai ajaran Islam yang telah dimulai sejak berdirinya kerajaan Islam Aceh Darussalam pada tahun 1205 M. Hal ini tandai dari banyaknya bukti-bukti peninggalan sejarah, berupa tulisan-tulisan, mesjid-mesjid tua, kuburan-kuburan tengku (ulama), bukti-bukti peperangan melawan penjajah dengan semangat nila-nilai Islam seperti kuburan Kherkoff dan lain sebagainya. Nilai-nilai ajaran tersebut masih tetap menjadi pegangan hidup masyarakat Kota Banda Aceh atau masyarakat Aceh secara keseluruhan, bahkan dewasa ini telah diberlakukan pelaksanaan syariat Islam secara kaffah, walaupun dalam perjalanannya masih menghadapi banyak persoalan-persoalan yang memerlukan pembenahan-pembenahannya. Nilai-nilai kehidupan social budaya masyarakat tersebut tentunya merupakan acuan yang sangat mempengaruhi perwujudan dan perkembangan pembangunan dikota Banda Aceh dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup dan kehidupan masyarakat kota Banda Aceh.

3. Letak Geografis dan Administratif Kota Banda Aceh adalah kota pantai yang terletak diujung barat pulau Sumatera dengan luas wilayah 6136 ha. Topografi kota Banda Aceh memiliki ketinggian antara -0,45 sampai dengan +4,5m dari permukaan laut, merupakan dataran rendah dengan kemiringan lahan berkisar antara 0 2 %. Luas wilayah secara keseluruhan berdasarkan peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 1983 tentang perubahan batas wilayah Kota Madya Bnada Aceh adalah 6136 ha yang terdiri dari 20 kelurahan, 69 desa, dan 4 kecamatan. Selanjutnya pada tahun 2000 terjadi pemekaran wilayah kecamatan menjadi 9 kecamatan yang terdiri dari kecamatan Meuraxa, Banda Raya, Jaya Baru, Baiturrahman, Lueng Bata, kuta Alam, kuta Raja, Syiah Kuala, dan Ulee Kareng. Sedangkan jumlah kelurahan dan desa masih tetap yaitu 20 kelurahan dan 69 desa. 4. Hidrologi Menurut kondisi hidrologinya, ditengah-tengah kota mengaliri sungai Krueng Aceh yang membelah wilayah kota menjadi dua bagian. Sedangkan dibagian utara tedapat kanal banjir Krueng Aceh yang melintasi dari hulu sungai krueng Aceh didesa Baroy sampai kemenara kanal di pantai Desa Alue Naga. Disamping itu juga terdapat anak-anak sungai Krueng Aceh, yaitu Krueng Daroy, Krueng Doy, dan Krueng Lueng Paya, serta sungai-sungai kecil lainnya, yaitu Krueng Neng dan Krueng Titi Panyang. Sungai-sungai tersebut berfungsi sebagai saluran pembuang akhiri system drainase diwalayah kota Banda Aceh. Sementara itu kanal banjir berfungsi sebagai sarana pengendalian banjir kiriman yang mampu menampung debit banjir 5 tahunan sebesar 900 m/det dan sungai krueng Aceh sendiri mampu menampung debet banjir sebesar 400 m/det. Permasalahan banjir yang masih sering dialami warga kota Banda Aceh adalah banjir genangan akibat hujan local dan sewaktu-waktu bersamaan dengan banjir pasang purnama. Permasalahan banjir local yang sering melanda wilayah kota Banda Aceh tidak terlepas dari kondisi topografi yang relative datr dan rendah dari permukaan laut dimana sebagian wilayah dibagian utara dan barat lautan merupakan daerah rawan dan tambak yang sangat luas. Air tanah pada umumnya dapat dikategorikan sebagai air asin/payau, dan air tawar. Daerah yang banyak mengandung air asin/payau dapat dijumpai dibagian utara, timur, dan barat laut. Sedangkan kondisi air tawar pada umumnya terdapat dibagian selatan kota yang membentang dari kecamatan Baiturrahman sampai kecamatan Meuraxa. 5. Kependudukan. Jumlah penduduk kota Banda Aceh sebelum bencana gempa dan tsunami sebanyak 235.523 jiwa (tahun 2003) dengan tingkat pertumbuan 4,21%, sedangkan jumlah rumah tangga sebanyak

46.552 rumah tangga. Dalam hal jumlah penyebaran penduduk, terbesar terdapat dikecamatan kuta Alam sebanyak 53.840 jiwa dan terendah dikecamatan Ulee Kareng sebanyak 16.291 jiwa. Sementara itu tingkat kepadatan penduduk rata-rata sebesar 38 jiwa/ha, dengan penduduk terpadat terdapat dikecamatan Baiturrahman sebesar 74 jiwa/ha, dan yang terkecil kepadatannya terdapat di kecamatan Syiah Kuala sebesar 19 jiwa/ha. Dilihat dari segi pemeluk agama, sebahagian besar penduduk memeluk agama Islam (97,09%), Kristen Protestan (0,68%), Kristen katolik (0,62%), Hindu (0,02%), dan Budha (1,59%). 6. Perekonomian Kondisi ekonomi daerah dapat dilihat dari struktur ekonomi dan beberapa indicator lainnya,seperti tingkat pertumbuhan, tingkat inflasi, dan pendapatan regional perkapita berdasarkan PDRB kota Banda Aceh tahun 2003. Pertumbuhan ekonomi daerah setelah melewati masa krisis moneter telah memperlihatkan pertumbuhan positif, sedangkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 1998 (masa krisis) adalah sebesar -4,21 % sebagai akibat krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 yang selanjutnya berkembang menjadi krisis ekonomi dan krisis multidimensi. Pertumbuhan positif mulai terjadi pada tahun 1999 yaitu sebesar 0,88 % sampai pada tahun 2003 pertumbuhan sudah mencapai angka 4,25 %. Angka ini masih jauh dibawah angka pertumbuhan pada masa sebelum krisis yang berkisar antara 8 sampai 10 % rata-rata pertahun (1993-1996). PDRB kota Banda Aceh pada tahun 2003 sebesar Rp 522.317.850.000.- sedangkan Pendapatan Nasional perkapita adalah sebesar Rp 1.776.528,32. Angka ini masih dibawah angka sebelum krisis moneter yaitu sebesar Rp 1.938.523,31. Dalam hal ini struktur ekonomi daerah sampai tahun 2003 masih tetap didominasi oleh sector-sektor Pengangkutan dan Komunikasi (41,99 %),Perdagangan Hotel dan Restoran (22,40 %), Pertanian (12,32 %), dan jasa-jasa (10,73 %). Perkembangan angka inflasi selama 3 tahun terakhir (2001-2003) cenderung terjadi penurunan. Tahun 2001 angka inflasi sebesar 16,67 %, sedangkan tahun 2002 sebesar10,14 %, dan tahun 2003 sebesar 3,5 %. I.2. TINJAUAN ASPEK FISIK 1. Umum Seperti umumnya kota-kota di Indonesia, kota Banda Acehpun tumbuh dan berkembangs secara tidak terkendali, dengan konsentrasi kepadatan terjadi dipusat kota yaitu kawasan Mesjid Raya Baiturrahman dan pusat perdagangan pasar Aceh. Struktur kota memperlihatkan pola relative radial dengan pusat kawasan Mesjid Raya Baiturrahman dan Pasar Aceh. Terbentuknya struktur kota tersebut mengikuti pola jaringan jalan utama yang berbentuk radial dengan focus pusat kota (kawasan Mesjid Raya Baiturrahman dan Pasar Aceh). Kecenderungan munculnya fasilitas perdagangan dan jasa juga mengikuti pola jaringan jalan tersebut.Akibatnya beban

pusat kota terus meningkat dengan berbagai dampak permasalahan yang ditimbulkannya. Sementara itu sub-sub pengembangan di kawasan pinggiran kota, seperti Keutapang, Ulee Lheue, Ulee Kareng, dan Kawasan Neusu, belum mampu mengimbangi sehingga berkurangnya konsentrasi kegiatan di pusat kota. Namun demikian dampak paska bencana tsunami dimana terjadinya pergeseran likasi kegiatan social ekonomi masyarakat sehingga telah mendorong semakin cepatnya berkembang sub-sub pengembangan di kawasan pinggiran tersebut, kecuali Ulee Lheue yang merupakan wilayah terkena bencana. 2. Kondisi Fisik Wilayah Sebelum Tsunami Kota Banda Aceh terletak di daerah dataran rendah, dengan jumlah penduduk sekitar 200.000 jiwa, dengan kepadatan yang terkonsentrasi pada pusat kota dan melebar ke barat dan ke arah pantai. Sebagai ibukota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Banda Aceh dilengkapi dengan prasarana dan sarana berskala regional dan nasional, dengan intensitas kegiatan perkotaan yang cukup tinggi. Bahkan sebagai pintu gerbang barat Indonesia, Banda Aceh juga memiliki fungsi-fungsi perhubungan internasional yang semakin mempertinggi fungsi-fungsi pelayanan kota ini. Dalam perjalanan sejarah bangsa, Banda Aceh juga mengambil peranpenting sebagai kutub perlawanan bangsa terhadap penjajah di wilayah yang paling lama bertahan terhadap tekanan penjajah dengan pusat perlawanannya berada di kota ini. Sebagai gerbang masuknya Islam ke Indonesia, kultur Aceh sangat lekat dengan spirit Islam, sehingga sebutan Aceh sebagai Serambi Mekah pun tidaklah berlebihan. Perhatikan Gambar 1.1 di bawah ini. Gambar 1.1 Kondisi Wilayah Fisik Kota Banda Aceh

Sumber : RIRWANS, buku I, 2005, hal. 43

3. Struktur Kota Banda Aceh Seperti umumnya kota-kota di Indonesia, Banda Aceh pun tumbuh hampir tidak terencana, dengan konsentrasi kepadatan di pusat-pusat kota (sekitar Mesjid Raya Baiturrahman), dan memanjang hampir linier mengikuti jalan utama yang relatif sejajar pantai, dan melebar ke arah pantai. Struktur kota memperlihatkan pola relatif radial dengan pusat Mesjid Raya Baiturrahman, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1.2 di bawah ini. Gambar 1.2 Struktur Kota Banda Aceh

Sumber : RIRWANS, Buku I, 2005, hal. 44

4. Bentang Alam Kota Banda Aceh Kota Banda Aceh berada pada dataran dengan ketinggian rata-rata di bawah 10 m, yang secara geologi merupakan dataran banjir Krueng Aceh. Ke arah hulu dataran ini menyempit dan memperlihatkan pola gelombang dengan ketinggian hingga 50 m di atas muka laut. Dataran ini diapit oleh perbukitan terjal di sebelah barat dan timur dengan ketinggian lebih dari 500 m, sehingga mirip kerucut dengan mulut menghadap ke arah laut. a. Ketinggian Dari interpretasi foto satelit dengan skala 1 : 10.000, diperoleh perkiraan ketinggian Banda Aceh sebagaimana terlihat pada gambar berikut ini. Gambar 1.3. Bentang Alam Kota Banda Aceh

Sumber : RIRWANS, Buku I, 2005, hal. 45 b. Kontur ketinggian Dari peta ketinggian tersebut dapat diperoleh perkiraan kontur ketinggian Kota Banda Aceh sebagaimana terlihat pada Gambar 1.4 berikut ini.

Gambar 1.4. Kontur Ketinggian Kota Banda Aceh

Sumber : RIRWANS, Buku I, 2005, hal. 43 c. Struktur Geologi Secara geologis, Pulau Sumatera dilalui oleh patahan aktif yang memanjang dari Banda Aceh di utara hingga Lampung di selatan, yang dikenal sebagai sesar Semangko (Semangko Fault). Patahan ini diperkirakan bergeser sekitar 11 cm per tahun, dan tentunya merupakan daerah rawan gempa. Pada daerah pernukitan dan pegunungan, di samping rawan gempa Sesar Semangko ini juga menyimpan potensi longsong akibat pergeserannya. Gambar berikut ini menunjukkan sistem patahan sumatera, baik sepanjang sesar semangko, mau pun patahan-patahan terkait pada dasar laut di timur Sumatera. Secara grafis apabila patahanpatahan tersebut diplotkan pada Peta Banda Aceh maka akan diperoleh gambaran kedudukan patahan-patahan tersebut terhadap Kota Banda Aceh sebagaimana terlihat pada Gambar di bawah ini. Terlihat di sini bahwa garis patahan tersebut berada pada perbukitan yang mengapit Kota Banda Aceh di barat dan di timur.

Gambar 1.5. Struktur Geologi Kota Banda Aceh

Sumber : RIRWANS, Buku I, 2005, hal 48

II. RENCANA TATA RUANG DAN WILAYAH II.1. SKENARIO TATA RUANG Berdasarkan Blue Print, Rencana Tata Ruang Kota Banda Aceh akan dilakukan dengan melakukan perbaikan pola dan struktur dengan memberikan dua pilihan bagi masyarakat, yaitu : 1. Pindah ke lokasi aman bagi masyarakat yang ingin pindah 2. Tetap di lokasi semula yang telah dilengkapi berbagai sarana dan prasarana perlindungan. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu : a. Fungsi-fungsi penting kota, seperti kantor pemerintahan, rumah sakit dalam jangka panjang sebaiknya dipindah ke daerah aman b. Perlu adanya fasilitas pelindungan dan penyelematan c. Penggunaan teknologi bangunan tahan gempa dan tsunami d. Pengaturan kembali fungsi-fungsi kota secara ruang dalam wujud zonasi berdasarkan tingkat potensi kerusakan e .Penataan permukiman nelayan dan non-nelayan di sekitar pantai dan bagi yang ingin pindah diberikan alternatif lain yang aman. STRATEGI PENATAAN RUANG KOTA BANDA ACEH Strategi penataan ruang Kota Banda Aceh dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Konsep tata ruang skala kota ini perlu terus disempurnakan dengan memadukannya dengan rencana tata ruang skala lingkungan. 2. Kegiatan yang sifatnya sederhana dan sudah jelas posisi atau lokasinya dapat segera dilaksanakan. 3. Kegiatan-kegiatan yang sifatnya rumit dan jangka panjang atau mempunyai implikasi yang luas terhadap aspek-aspek sosial, budaya, ekonomi dan lingkungan dalam kawasan perkotaan perlu dilakukan secara hati-hati dan terencana.

II.2

4. Pelaksanaan pembangunan dimulai dengan pembenahan permukimandengan Participatory Planning 5. Penentuan fasilitas sosial di lingkungan permukiman dan sub-pusat dilakukan bersamaan dengan pertimbangan jumlah sebaran penduduk yang akan mendiami. Untuk ini perlu dilakukan survei minat tempat tinggal. 6. Jumlah dan bentuk fasilitas perlindungan dan penyelamatan ditentukan dengan skala wilayah perencanaan tata ruang.

7. Pembangunan infrastruktur kota dilakukan dengan mengikuti struktur yang ada, tanpa perubahan yang berarti kecuali di sekitar pelabuhan penyeberangan ke Sabang, yang masih akan distudi terlebih dahulu.

II.3 STRUKTUR RUANG Struktur Ruang Perkotaan Kota Banda Aceh dikembangkan dengan sub pusat kota dan sistem infrastruktur kota. Sistem sub-pusat kota diarahkan pada pengembangan dua pusat perkotaan di sekitar pusat kota, yaitu sub pusat kota, yaitu sub pusat kota Neusu Jaya, Keutapang, Lambaro, Pineung, Darul Imarah, Lhoknga, Lampeneurut, dan Pekan Ateuk. Sistem jaringan jalan antara lain jalan lingkar kota yang menghubungkan sub pusat kota-kota dan melintasi sepanjang bagian utara kota di sisi dalam hutan kota, kemudian didukung oleh jaringan jalan poros BaratTimur kota jalan Cut Nyak Dhien hingga Tgk. Daud Beureuh, proros utaraselatan dari jalan Syiah Kuala hingga jalan baru. Sistem infrastruktur kota lainnya antara lain air bersih, drainase, listrik, telekomunikasi diwujudkan dengan mengikuti sistem jaringan jalan yang diusulkan. Khusus untuk sistem drainase ditata dengan keberadaan drainase alam seperti sungai. Kegiatan lanjutan dari arahan kebijakan penataan ruang ini adalah penyempurnaan atau revisi rencana tata ruasng wilayah kota Banda Aceh pasca gempa dan tsunami hingga dilegalisasi dalam bentuk peraturan daerah (Perda), meliputi : 1. Penajaman aspek geologi baik potensi gempa, tsunami, gunung berapi, longsor, dan banjir berikut implikasi keruangannya. 2. Penelitian bangunan yang masih berdiri tetapi sudah rusak 3. Site plan atau urban design kawasan pusat kota (Landmark dan sebelah Lambaro) 4. Site plan penataan ruang daerah buffer zone (Zona 1, 2, 3), berikut jenis tanaman atau bangunan tahan gempa. 5. Konsolidasi pertanahan didaerah yang paling rusak akibat gempa dan tsunami 6. Penyiapan Zona Regulation 7. Penyiapan Building Code 8. Mendorong proses legalisasi di DPRD

Gambar 2.1 Struktur Ruang Kota Banda Aceh

Sumber : RIRWANS, Buku I, 2005, hal. 62.

III. WILAYAH BENCANA BAHAYA GEMPA, TSUNAMI, DAN BADAI

III.1. PENGARUH TSUNAMI Gelombang tsunami yang terjadi tanggal 26 Desember 2004 yang lalu telah meluluhlantakkan Banda Aceh. Diperkirakan kerusakan mencapai tidak kurang dari 60 % perkotaan, baik bangunan maupun infrastukturnya. Gambar berikut ini menunjukkan kondisi Banda Aceh pasca tsunami, yang diambil pada tanggal 30 Desember 2004 dengan sumber SPOT 5 colour (2,5 m), titik berwarna merah menunjukkan lokasi Mesjid Baiturrahman. 1. Jangkauan Kerusakan Akibat Gempa dan Tsunami Dari peta tersebut diatas dapat diidentifikasi jangkauan dan tingkat kerusakan akibat gempa dan tsunami sebagaimana terlihat pada Gambar 3.1 berikut ini. Gambar 3.1 Jangkauan Kerusakan

Sumber : RIRWANS, Buku I, 2005, hal. 51 2. Zonasi Kerusakan Berdasarkan jangkauan dan tingkat kerusakan tersebut, maka kerusakan akibat gempa bumi dan tsunami di Aceh dapat dibedakan atas 4 zona kerusakan sebagai berikut:

Apabila dikembalikan pada peta sebelum bencana, maka zona-zona kerusakan tersebut terlihat pada Gambar 3.2 berikut. Gambar 3.2 Zonasi Kerusakan

Sumber : RIRWANS, Buku I, 2005, hal. 52

2. Arah Terjangan GelombangTerjangan gelombang menunjukkan arah yangrelatif tegak lurus garis pantai, baik yang langsung dari barat seperti pada daerah Lhoknga, maupun yang dari utara setelah pembelokkan dari pulaupulau di ujung Sumatera dan Kepulauan Andaman. Pola kerusakan akibat terjangan tsunami yang sejajar garis pantai, dengan gradasi kerusakan yang melemah tegak lurus menjauhi pantai, mengindikasikan juga bahwa arah terjangan gelombang tegak lurus garis pantai. Perhatikan Gambar 3.3. Gambar 3.3 Arah Terjangan Tsunami

Sumber : RIRWANS, Buku I, 2005, hal. 52

III.2. ASPEK FISIK KOTA BANDA ACEH Dari aspek-aspek bentang alam, struktur geologi, kerusakan akibat gempa bumi dan tsunami,serta pengaruh arah terjangan gelombang diatas, maka dapat dilakukan superimposed seluruh aspek tersebut untuk menentukan karakteristik fisik Kota Banda Aceh. III.3. KARAKTERISTIIK KOTA BANDA ACEH Dengan menggabungkan seluruh aspek fisik tersebut, maka secara umum karakeristik fisik Banda Aceh dapat dikelompokkan. III.4 ZONASI FISIK KOTA BANDA ACEH Dengan karakteristik fisik demikian,maka dapat ditentukan arahan zonasi fisik Banda Aceh, yang secara garisbesar terbagi atas Kawasan Lindung (Conservation, Zona V), Kawasan Pengembangan Terbatas (Restristic Development Area, meliputi zona I, II, dan III), kawasan Pengembangan ( Promoted Development Area, zona IV ) sebagai berikut : Gambar 3.4. Aspek Fisik Kota Banda Aceh

Gambar 3.5 Karakteristik Fisik Banda Aceh

Sumber : RIRWANS, Buku I, 2005, hal. 54

Gambar 3.6 Zonasi Fisik Banda Aceh

IV. KETENTUAN UMUM PENGERTIAN UMUM Dalam Rancangan Materi Teknis Kota Banda Aceh ini ada beberapa ketentuan/pengertian umum yang dikenal, yaitu sebagai berikut : 1. Kota adalah Kota Banda Aceh. 2. Pemerintah Kota adalah Pemerintah Kota Banda Aceh 3. Walikota adalah Walikota Banda Aceh. 4. Dinas adalah Dinas Tata Kota dan Permukiman Kota Banda Aceh 5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Tata Kota dan Permukiman Kota Banda Aceh. 6. Bagian Wilayah Kota yang selanjutnya disebut BWK,merupakan pembagian kawas fungsi kota yang ditetapkandalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh. 7. Peta adalah suatu benda yang terbuat dari kertas atau sejenisnya yang memuat gambar mengenai suatu lokasi/wilayah dengan skala tertentu yang dapat memberikan informasi mengenai batas-batas wilayah dengan menunjukkan adanya jalan, sungai, gunung, daratan, lautan, termasuk peta akibat bencana gempa/tsunami. 8. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu tempat dan kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada diatas dan/atau didalam tanah dan/atau air yang berfungsi sebagai tempat manusi melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau temapt tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. 9. Bangunan permanen adalah bangunan yang ditinjau dari segi konstruksi dan umur bangunan dinyatakan lebih dari 15 tahun. 10. Bangunan semi permanen adalah bangunan yang ditinjau dari segi konstruksi dan umur bangunan dinyatakan lebih dari 15 tahun. 11. Bangunan sementara adalah bangunan yang ditinjau dari konstruksi dan umumr bangunan dinyatakan kurang dari 5 tahun 12. Kavling/pekarangan adlah suatu perpetakan tanah, yang menurut pertimbangan Pemerintah Kota dapat dipergunakan untuk tempat mendirikan bangunan. 13. Mendirikan bangunan adalah pekerjaan mengadakan bangunan seluruhnya atau sebagian baik membangun bangunan baru maupun menambah, merubah dan/atau memperbaiki bangunan yang ada termasuk pekerjaan menggali, menimbun, atau meratakan tanah yang berhubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan tersebut. 14. Merobohkan bangunan adalah pekerjaan meniadakan sebagian atau seluruh bagian bangunan ditinjau dari segi fungsi bangunan dan/atau konstruksi. 15. Garis Sempadan adalah garis khayal yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan atau as sungai atau as pagar yang merupakan batas antara bagian persil yang boleh dibangun dan yang tidak boleh dibangun bangunan. 16. Kooefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah bilangan pokok atas perbandingan antara total luas lantai dasar bangunan dengan luas kavling/persil.

17. Koofisien Lantai Bangunan (KLB) adalah bilangan pokok tas perbandingan antara luas daerah hijau dengan luas kavling/persil. 18. Koofisien Daerah Hijau (KDH) adalah bilangan pokok atas perbandingan antara luas daerah hijau dengan luas kavling/persil. 19. Tinggi bangunan adalah jarak yang diukur dari permukaan tanah, dimana bangunan tersebut didirikan, sampai dengan titik puncak dari bangunan. 20. Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat IMB adalah izin yang memberikan untuk mendirikan, memperluas, merubah, dan memperbaiki/merehab bangunan gedung.

V. FUNGSI BANGUNAN GEDUNG 1. 2. 3. 4. 5. Fungsi bangunan gedung diwilayah Kota meliputi fungsi hunian, pemerintah, keagamaan, usaha, sosial dan budaya serta fungsi khusus. Bangunan gedung fungsi hunian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi bangunan untuk rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret, dan rumah tinggal sementara. Bangunan gedung fungsi pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi bangunan untuk kegiatan pemerintahan. Bangunan gedung fungsi keagamaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi mesjid, meunasah, musholla, gereja, pura, wihara, dan kelenteng. Bangunan gedung fungsi usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi bangunan gedung untuk perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal dan pergudangan. Banguan gedung fungsi sosial dan budaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi bangunan gedung untuk pendidikan, kebudayaan, pelayanan kesehatan, laboratorium dan pelayanan umum. Bangunan gedung fungsi khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi bangunan gedung yang fungsinya mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi untuk kepentingan nasional atau penyelenggaraannya dapat membahayakan masyarakat sekitar nya dan/atau mempunyai resiko bahaya tinggi dan penetapannya dilakukan oleh menteri yang membidangi bangunan gedung berdasarkan usulan menteri terkait. Bangunan gedung dapat memiliki lebih dari satu fungsi

6. 7.

8.

BAB II: KONSEP RENCANA TATA RUANG DAN WILAYAH KOTA BANDA ACEHBAGIAN I. KETENTUAN UMUM / PENGERTIAN UMUM I.1 KEBIJAKAN STRUKTUR KABUPATEN/KOTA DAN POLA PEMANFAATAN RUANG

1. Sistem Kota a. Meminimalisasikan perubahan struktur, hirarki, kepadatan dan tata guna lahan eksisting b. Mengembangkan jalan eksisting dan menambah jalan baru sebagai jalur penyelamatan c. Merehabilitasi/merekonstruksi kawasan kota yang terkena tsunami d. Meningkatkan aksesibilitas kota dari arah laut maupun udara dalam rangka evakuasi, distribusi logistik maupun rehabilitasi kota/kawasan 2. Struktur Kota a. Mempertahankan kerangka kota yang ada yang merangkai seluruh wilayah kota. b. Merehabilitasi kerangka kota yang ada. c. Membangun kota dan kawasan yang tahan menghadapi bencana. d. Memanfaatkan alur sungai sebagai kerangka kota. e. Meningkatkan fungsi dan peran ruang-ruang struktural utama. 3. Kawasan Non Budidaya a. Kawasan Lindung i. Merehabilitasi dan mereboisasi kawasan lindung yang rusak akibat bencana tsunami. ii. Mengkonservasi dan memproteksi kawasan hutan lindung, hutan kota dan hutan mangrove sebagai fungsi lindung dan pertanahan terhadap bencana tsunami. iii. Mengembangkan dan menambah kawasan sabuk hijau sebagai fungsi pertahanan terhadap bencana dan konservasi alam iv. Memanfaatkan kawasan sabuk hijau dan escape hill untuk ruang terbuka hijau. b. Kawasan Pantai dan Pesisir Mengembalikan fungsi dan pemanfaatan lahan kawasan pantai/pesisir seperti semula dengan menerapkan mitigasi bencana. c. Kawasan Sungai Menata kawasan sungai dengan menerapkan mitigasi bencana. 4. Kawasan Budidaya

a. Kawasan Permukiman i. Membangun kembali permukiman kota yang rusak beserta fasilitasnya. ii. Melengkapi permukiman yang ada dengan fasilitas mitigasi bencana. iii. Mengembangkan bangunan penyelamatan/rumah vertikal pada kawasan-kawasan yang berkepadatan tinggi. iv. Menciptakan kawasan permukiman baru. b. Kawasan Bersejarah Mengkonservasi dan merevitalisasi kawasan bersejarah yang masih ada. I.2. ARAHAN PEMANFAATAN RUANG KABUPATEN/KOTA Arahan pemanfaatan ruang kabupaten/kota bertujuan untuk memberi beberapa alternatif konsep pemanfaatan ruang yang dapat dijadikan pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun atau merevisi rencana tata ruang wilayahnya, serta dalam menyusun rencana tata ruang wilayah yang lebih rinci, misalnya rencana detail tata ruang kota dan rencana tata bangunan dan lingkungan. Arahan pemanfaatan ruang kabupaten/kota disusun dengan mempertimbangkan 16 (enam belas) kebijakan penatan ruang, yaitu: 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. I.3 mewujudkan penghidupan yang aman dan lebih baik; memberi pilihan kepada warga untuk bermukim; melibatkan masyarakat dalam penanggulangan bencana; menonjolkan karakteristik budaya dan agama; pendekatan penataan ruang partisipatif; memitigasi bencana; tata ruang memadukan pendekatan dari atas dan bawah; mengembalikan peran pemerintah daerah; perlindungan hak perdata warga; mempercepat proses administrasi pertanahan; pengaturan mengenai kompensasi; revitalisasi kegiatan ekonomi; memulihkan daya dukun lingkungan; memulihkan sistem kelembagaan SDA dan LH; rehabilitasi strultur dan pola tata ruang; dan membangun kembali kota.

ZONASI FISIK BANDA ACEH Arahan zonasi fisik Banda Aceh sebagian besar terdiri dari atas 1. Kawasan Lindung (Conservation, Zona V), 2. Kawasan Pengembangan Terbatas (Restricted Development Area, meliputi zona I, II, dan III), Kawasan Pengembangan (Promoted Development Area, zona IV).

I.4

ARAHAN PEMANFAATAN RUANG BANDA ACEH

Pola pemanfaatan ruang kawasan perkotaan Banda Aceh dan sekitarnya yang disesuaikan dengan karakteristik wilayah yang rawan bencana, meliputi: 1. Zona pantai, 2. Zona perikanan/tambak, 3. Zona taman kota, 4. Zona permukiman, permukiman terbatas dan permukiman perkotaan, 5. Zona landmark dan pusat pemerintahan kota Banda Aceh, 6. Zona permukiman baru bagi penduduk yang ingin pindah, 7. Zona pusat bisnis dan pemerintahan provinsi dan fasilitas perkotaan berskala kota dan regional, 8. Zona pendidikan tinggi, dan 9. Zona pertanian. I.5 REVISI RTRW -TAHUN 2002-2010 (MENURUT QANUN No 3/2003) Memuat beberapa hal yang menjadi bahan arahan untuk Perencanaan Tata Ruang Kota Banda Aceh paska bencana. 1. Arah pemanfaatan ruang wilayah kota dalam rangka melindungi masyarakat dan mendorong keekonomisan pemanfaatan lahan; Pemanfaatan lahan diorientasikan berpusat di wilayah pusat kota (kawasan perkantoran di Kecamatan Baiturahman dan sekitarnya), sedangkan Sub Pusat dikembangkan di wilayah Ulee Lheue, Ulee Kareng, dan Banda Raya. Arahan perkembangan lahan dengan 3 sub pusat dimaksudkan untuk mendistribusikan pelayanan secara merata ke semua wilayah (timur, selatan, barat) dan mendorong pertumbuhannya. BWK pusat kota diarahkan sebagai Kota Lama Banda Aceh. Saran Umum Tata Ruang: Sebagai upaya mitigasi bencana arah pemanfaatan lahan lebih diarahkan ke wilayah timur dan selatan dengan topografi yang lebih tinggi. Konsekuensinya untuk ke-2 sub pusat kota Ulee Kareng dan Badaraya- masih tetap dapat dikembangkan sedangkan Ulee Lheue pengembangan secara terbatas. Sub pusat Ulee Lheue tetap dilengkapi prasarana pelabuhan. 2. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah kota; Struktur Pemanfaatan Ruang : pusat kota ditetapkan di kawasan yang didominasi jasa pemerintahan dengan 3 sub pusat. Pola pemanfaatan lahan permukiman dengan model neighbourhood unit (NU) dimana ada cluster-cluster permukiman dengan fasilitas dan utilitasnya. BWK Pusat (Baitur Rahman) diproyeksikan berkepadatan penduduk = 76 -100 jiwa/Ha (tinggi). BWK Ulee Lheue dan Ulee Kareng diarahkan dengan kepadatan sedang (51 - 75 jiwa/Ha), sedangkan BWK Bandaraya diarahkan dengan kepadatan rendah (31/50 jiwa/Ha). Saran Umum Tata Ruang: Pemanfaatan lahan dengan pola NU masih tetap dipertahankan. Bahkan dengan kondisi lahan dan permukiman paska bencana ini semestinya pola NU lebih dipertegas lagi penerapannya dalam bentuk

pengaturan perumahan dan fasilitasnya yang mengelompok. RTRW Kota, Konsolidasi lahan (LC), dan perencanaan desa/kelurahan akan menjadi media bagi pengembangan masing-masing unit permukiman. Selanjutnya kepadatan penduduk diorientasikan ke wilayah timurselatan. Khususnya BWK Bandaraya, kepadatan penduduknya dapat lebih ditingkatkan. Sedangkan Ulee Lheue kepadatan penduduk dibatasi. I.6 Komponen Utama RTRW -Tahun 2002-2010 1. Permukiman Wilayah selatan dengan kepadatan penduduk rendah (31-50 jiwa/Ha) dan wilayah timur (51 - 75 jiwa/ha) ditingkatkan kemampuan daya dukungnya. Kepadatan yang optimal untuk setiap kawasan perlu dikaji lebih lanjut dengan ketersediaan dan kelayakan lahannya serta kebutuhan lahan dan proyeksinya. Relokasi lahan di wilayah utara dan barat Kota Banda Aceh diarahkan lokasi penggantinya di kedua BWK (selatan dan timur). 2. Pengelolaan Kawasan Hijau Dan Kawasan Permukiman Kawasan hijau tersebar dengan komposisi 20 % dari luas lahan Kota Banda Aceh. Kawasan hijau yangt berfungsi memberikan perlindungan yang serupa akan disediakan kawasan perlindungan alam (mangrove, api-api, dsb) di sepanjang pesisir pantai utara-barat dengan dibatasi ringroad atau media lainnya. 3. Sistem Prasarana Transportasi, Telekomunikasi, Energi, Pengairan, dan Prasarana Pengelolaan Lingkungan ; Terminal Regional di Desa Mibo yang masuk dalam RTRW lama tetap dapat dikembangkan. Sedangkan untuk rencana sub terminal di Ulee Lheue dapat dipindahkan. Pelabuhan Ulee Lheue merupakan kawasan koridor KAPET (Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu) Sabang. Pelabuhan ini tetap dapat dikembangkan secara terpadu dengan fasilitas seperti: dermaga, perkantoran, pergudangan, terminal, dsb) dengan konstruksi yang lebih memadai. Utilitas dan prasarana pendukung permukiman lainnya disediakan mengikuti pembangunan perumahan dengan berpegangan pada efisiensi penyediaan utilitas dan prasarana pendukung. Pola cluster/NU di setiap lokasi permukiman. Infratruktur lain akan disesuaikan dengan kebutuhan, kelayakan lahan, dan mitigasi bencana. Tabel Zonafikasi Fisik Berdasarkan RTRW Zona 1 Kecamatan Meuraxa Permukiman penduduk menyebar di (BWK Barat Kota), setiap unit pelayanan lingkungan, meliputi Desa Ulee Lheue, dengan kepadatan sedang atau 51 75 Deah Glumpang, Deah orang/ha. KDB untuk perumahan Baro, Deah Teungoh, maksimum 60 %, khususnya di BWK Gampong Pie, dan Desa Barat Kota dan Timur Kota, sedangkan

Asoe Nanggroe Kecamatan Kuta Raja (BWK Pusat Kota), meliputi Desa Gampong Pande dan Gampong Jawa Kecamatan Kuta Alam (BWK Pusat Kota), meliputi Desa Lampulo Kecamatan Syiah Kuala (BWK Timur Kota), meliputi Desa Dayah Raya dan Alue Naga Kecamatan Jaya Baru (BWK Barat Kota), meliputi Desa Ulee Rata Zona 2 Kecamatan Meuraxa (BWK Barat Kota), meliputi Desa Lambung, Gampong Blang, Cot Lamkuweh, Lamjaba, Surien, Blang Oi, Gampong Baro, Lampaseh Aceh, Lampaseh Kota, Punge Jurong dan Desa Punge Ujong Kecamatan Kuta Raja (BWK Pusat Kota) meliputi Desa Peulanggahan, Keudah, dan Merduati Kecamatan Kuta Alam (BWK Pusat Kota), Desa Kampung Mulia dan Lamdingin Kecamatan Syiah Kuala (BWK Timur Kota), meliputi Desa Tibang dan Jeulingke Kecamatan Jaya Baru

BWK Pusat kota berkepadatan tinggi 76 100 orang/ha, dengan KDB untuk perumahan adalah maksimal 80 %. Penempatan perdagangan dan jasa dengan jumlah sedang dan KDB maksimum 80 %. Penempatan fasilitas pendidikan dasar dan menengah. Fasilitas pendidikan tinggi diarahkan di BWK Timur Kota dan BWK Pusat Kota. Penempatan pelayanan kesehatan, untuk tingkat Rumah Sakit dan Puskesmas, khusunya di BWK Timur Kota, BWK Barat Kota. Perkantoran dan pelayanan umum, dengan jumlah terbatas, untuk skala kecamatan, dengan KDB maksimum 80 %

Permukiman penduduk menyebar di setiap unit pelayanan lingkungan, dengan kepadatan sedang atau 51 75 orang/ha. KDB untuk perumahan maksimum 60 %, khususnya di BWK Barat Kota dan Timur Kota, sedangkan BWK Pusat kota berkepadatan tinggi 76 100 orang/ha, dengan KDB untuk perumahan adalah maksimal 80 %. Penempatan perdagangan dan jasa dengan jumlah sedang, yang di sebar di setiap BWK. Penempatan pelayanan kesehatan, untuk tingkat Rumah Sakit dan Puskesmas Perkantoran dan pelayanan umum, dengan jumlah terbatas, untuk skala kecamatan, yang disebar di setiap BWK.

Zona 3.

(BWK Barat Kota), meliputi Desa Punge Blang Cut, Punge Jurong, dan Desa Punge Ujong Kecamatan Kuta Alam (BWK Pusat Kota), meliputi Desa Kampung Laksana, Kampung Kramat, dan Bandar Baru Kecamatan Syiah Kuala (BWK Timur Kota), meliputi Desa Kamong Pineung dan Dusun Prada Kecamatan Jaya Baru (BWK Barat Kota), meliputi Desa Lampoh Daya, Bitai, Emperom, Lamteumen Barat dan Lamteumen Timur Kecamatan Baiturrahman (BWK Pusat Kota), meliputi Desa Sukaramai dan Kampung Baro Kecamatan Kuta Alam (BWK Pusat Kota), meliputi Desa Kuta Alam dan Beurawe, Kecamatan Syiah Kuala (BWK Timur Kota), meliputi Desa Lamgugop dan Ie Masen Kaye Adang Kecamatan Jaya Baru (BWK Barat Kota), meliputi Desa Batoh, Lampaloh, Blang Cut, Suka Damai, Lamseupeng, Panteriek, Lueng Bata, Cot Mesjid, Lamdom Kecamatan Baiturrahman (BWK

Permukiman penduduk menyebar di setiap unit pelayanan lingkungan, dengan kepadatan sedang atau 51 75 orang/ha. KDB untuk perumahan maksimum 60 %, khususnya di BWK Barat Kota dan Timur Kota, sedangkan BWK Pusat kota berkepadatan tinggi 76 100 orang/ha, dengan KDB untuk perumahan adalah maksimal 80 %. Penempatan perdagangan dan jasa dengan jumlah sedang, yang di sebar di setiap BWK. Penempatan pelayanan kesehatan, untuk tingkat Rumah Sakit dan Puskesmas Perkantoran dan pelayanan umum, dengan jumlah terbatas, untuk skala kecamatan, yang disebar di setiap BWK.

Zona 4.

Permukiman penduduk menyebar di setiap unit pelayanan lingkungan, dengan kepadatan sedang atau 51 75 orang/ha. KDB untuk perumahan maksimum 60 %, khususnya di BWK Barat Kota dan Timur Kota, sedangkan BWK Pusat kota berkepadatan tinggi 76 100 orang/ha, dengan KDB untuk perumahan adalah maksimal 80 %. Sedangkan BWK Selatan kota merupakan kawasan permukiman dengan kepadatan rendah, atau 31 50 orang/ha, dengan KDB untuk perumahan maksimal 40 %. Penempatan perdagangan dan jasa dengan jumlah sedang, yang di sebar di setiap BWK. Penempatan pelayanan kesehatan, untuk tingkat Rumah Sakit dan Puskesmas Perkantoran dan pelayanan umum, dengan jumlah terbatas, untuk skala kecamatan, yang disebar di setiap BWK.

Pusat Kota), meliputi Desa Neusu Jaya, Neusu Aceh, Ateuk, Dayah Teungoh, Ateuk Jawo Kecamatan Banda Raya (BWK Selatan Kota), meliputi Desa Geuce Kaye Jato, Geuce Meunara, Geuce Komplek, Geuce Inem, Lhong Raya, Lamlagang, Lampuot, Mibo, Lhong Cut dan Peuyerat Kecamatan Ulee Kareng (BWK Selatan Kota), meliputi Desa Lambhuk, Ie Masen Ulee Kareng, Lamteh, Lam Geulumpang, Ilie, Pango Raya dan Pango Deah

BAB III:PERSYARATAN PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG KOTA BANDA ACEHI. KETENTUAN UMUMI.1 PENGERTIAN 1. Umum Dalam Pedoman Persyaratan Teknis Pembangunan Bangunan Gedung ini yang dimaksud dengan: a. Daerah adalah Kota Banda Aceh b. Kepala Daerah adalah Walikota Kota Banda Aceh c. Dinas Bangunan adalah Dinas Teknis di Daerah yang mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan pengaturan, pembinaan, dan pengendalian pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung yang berada di Daerah yang bersangkutan. d. Pengawas/Pemilik Bangunan adalah pejabat atau tenaga teknis profesional yang ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Kepala Daerah atau ketentuan yang berlaku untuk bertugas mengawasi/menilik bangunan gedung. 2. Teknis a. Air kotor adalah semua air yang bercampur dengan kotorankotoran dapur, kamar mandi, kakus dan peralatan-peralatan pembuangan lainnya. b. Atrium adalah suatu ruang dalam suatu bangunan yang menghubungkan 2 atau lebih tingkat/lantai, di mana: i. seluruh atau sebagian ruangnya tertutup pada bagian atasnya oleh lantai atau atap, termasuk struktur atap kaca; ii. termasuk setiap ruang yang berbatasan/ berdekatan tetapi tidak terpisahkan oleh pembatas; iii. tidak termasuk lorong tangga, lorong ramp, atau ruang dalam shaft. c. Bangunan gedung adalah bangunan yang didirikan dan atau diletakkan dalam suatu lingkungan sebagian atau seluruhnya pada, di atas, atau di daiam tanah dan/atau perairan secara tetap yang berfungsi sebagai tempat manusia untuk melakukan kegiatan bertempat tinggal, berusaha, bersosial-budaya, dan kegiatan lainnya. d. Bangunan turutan adalah bangunan sebagai tambahan atau pengembangan dari bangunan yang sudah ada. e. Bangunan umum adalah bangunan yang berfungsi untuk tempat manusia berkumpul, mengadakan pertemuan, dan melaksanakan

f. g.

h.

i. j. k. l. m. n.

o. p.q.

r.s.

t.u.

v. w.

kegiatan yang bersifat publik lainnya, seperti keagamaan, pendidikan, rekreasi, olah raga, perbelanjaan, dsb. Bangunan Induk adalah bangunan yang mempunyai fungsi dominan dalam suatu persil Baku Tingkat Getaran mekanik dan getaran kejut adalah batas maksimal tingkat getaran mekanik yang diperbolehkan dan usaha atau kegiatan pada media padat sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan serta keutuhan bangunan. Baku tingkat Kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dituang kelingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Daerah Hijau Bangunan, yang selanjutnya disebut DHB adalah ruang terbuka pada bangunan yang dimanfaatkan untuk penghijauan. Demolisi adalah kegiatan merobohkan atau membongkar bangunan secara total. Dinding Pembatas adalah dinding yang menjadi pembatas antara bangunan. Dinding Luar adalah suatu dinding bangunan terluar yang bukan merupakan dinding pembatas. Dinding Luar Non-struktural adalah suatu dinding luar yang tidak memikul beban dan bukan merupakan dinding panel. Garis Sempadan Bangunan merupakan jarak bebas minimum dari bidang terluar suatu massa bangunan terhadap: i. Batas lahan yang dikuasai, ii. Bata tepi sungai/pantai, iii. Antar massa bangunan lainnya, atau iv. Rencana saluran, jaringan tegangan tinggi listrik, jaringan pipa gas dan sebagainya. Garis sempadan pagar adalah garis bagian luar dari pagar persil atau pagar pekarangan. Garis sempadan loteng adaiah garis yang terhitung dan tepi jalan berbatasan yang tidak diperkenankan didirikan tingkat bangunan. Getaran adalah gerakan bolak-balik suatu massa melalui keadaan seimbang terhadap suatu titik acuan. Getaran kejut adalah getaran yang berlangsung secara tiba-tiba dan sesaat. Getaran mekanik adalah getaran yang ditimbulkan oleh sarana dan peralatan kegiatan manusia. Getaran seismik adalah getaran tanah yang disebabkan oleh peristiwa alam dan kegiatan manusia. Jarak antara bangunan adalah jarak terkecil antara bangunan yang diukur antara permukaan-permukaan denah bangunan. Jaringan persil adalah jaringan sanitasi dan jaringan drainasi dalam persil. Jaringan saluran umum kota adalah jaringan sarana dan prasarana saluran umum perkotaan, seperti jaringan sanitasi dan jaringan drainasi.

x. Kamar adalah ruangan yang tertutup seluruhnya atau sebagian, untuk tempat kegiatan manusia, selain kamar untuk MCK dan dapur. y. Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. z. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah koefisien perbandingan antara luas lantai dasar bangunan terhadap luas persil/ kaveling/ blok peruntukan. aa. Koefisien Daerah Hijau (KDH) adalah angka prosentase perbandingan antara luas ruang terbuka di luar bangunan yang diperuntukkan bagi pertamanan/ penghijauan dengan luas tanah perpetakan/ daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan tata bangunan yang ada. bb. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah koefisien perbandingan antara luas keseluruhan lantai bangunan terhadap luas persil/ kaveling/ blok peruntukan cc. Koefisien Tapak Basement (KTB) adalah angka prosentasi perbandingan luas tapak basement dengan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai dengan rencana tata ruang dan tata bangunan yang ada. dd. Lubang Atrium adalah ruang dari suatu atrium yang dikelilingi oleh batas pinggir bukaan lantai atau oleh batas pinggir lantai dan dinding luar. ee. Mendirikan Bangunan i. Mendirikan, memperbaiki, memperluas, mengubah atau membongkar secara keseluruhan atau sebagian suatu bangunan; ii. Melakukan pekerjaan tanah untuk keperluan pekerjaanpekerjaan yang dimaksud pada butir 2.w.i. ff. Pekarangan adalah bagian yang kosong dari suatu persil/ kaveling/blok peruntukan bangunan. gg. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah pedoman rencana teknik, program tata bangunan dan lingkungan, serta pedoman pengendalian pelaksanaan yang umumnya meliputi suatu lingkungan/kawasan (urban design and development guidelines). hh. Ruang persiapan adalah ruang yang berhubungan dengan, dan berbatasan ke suatu panggung pada bangunan klas 9b yang dipergunakan untuk barang-barang dekorasi panggung, peralatan, ruang ganti, atau sejenisnya. ii. Rumah adalah bangunan yang terdiri atas ruangan atau gabungan ruangan yang borhubungan satu sama lain, yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. jj. Sambungan jaringan adalah penghubung antara sesuatu jaringan persil dengan jaringan saluran umum kota. kk. Tingkat kebisingan adalah ukuran energi bunyi yang akan dinyatakan dalam satuan Desibel disingkat dB. ll. Tinghat Ketahanan Api (TKA), adalah tingkat ketahanan api yang dipersyaratakan pada bagian atau komponen bangunan sesuai

ketentuan butir V.1.2 dalam ukuran waktu satuan menit, dengan kriteria-kriteria berurut yaitu aspek ketahanan struktural, integritas, dan insulasi. Contoh: TKA 90/-/60 berarti hanya terdapat persyaratan TKA untuk ketahanan struktural 90 menit dan insulasi 60 menit. mm. Tinggi bangunan adalah jarak antara garis potong permukaan atap dengan muka bangunan bagian luar dan permukaan lantai denah bawah. I.2 MAKSUD DAN TUJUAN 1. Maksud Pedoman Persyaratan Teknis Pembangunan Bangunan Gedung ini dimaksudkan sebagai acuan persyaratan teknis yang diperlukan dalam mengatur dan mengendalikan penyelenggaraan bangunan gedung di Kota Banda Aceh, termasuk dalam rangka proses perijinan pelaksanaan dan pemanfaatan bangunan, serta pemeriksaan kelaikan fungsi/keandalan bangunan gedung. 2. Tujuan Tujuan Pedoman Persyaratan Teknis ini bertujuan untuk dapat terwujudnya bangunan gedung sesuai fungsi yang ditetapkan dan yang memenuhi persyaratan teknis, yaitu Persyaratan Tata Bangunan dan lingkungan meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan, arsitektur dan pengendalian dampak lingkungan, serta persyaratan keandalan bangunan. 2.1 Persyaratan Tata Bangunan dan Lingkungan a. Peruntukan dan Intensitas: i. menjamin bangunan gedung didirikan berdasarkan ketentuan tata ruang dan tata bangunan yang ditetapkan di Daerah yang bersangkutan, ii. menjamin bangunan dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya, iii. menjamin keselamatan pengguna, masyarakat, dan lingkungan. b. Arsitektur dan Lingkungan: i. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang didirikan berdasarkan karakteristik lingkungan, ketentuan wujud bangunan, dan budaya daerah, sehingga seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya. ii. menjamin terwujudnya tata ruang hijau yang dapat memberikan keseimbangan dan keserasian bangunan terhadap lingkungannya. iii. menjamin bangunan gedung dibangun dan dimanfaatkan dengan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.

2.2 Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung a. Strukfur Bangunan: i. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung beban yang timbul akibat perilaku alam dan manusia. ii. menjamin keselamatan manusia dari kemungkinan kecelakaan atau luka yang disebabkan oleh kegagalan struktur bangunan. iii. menjamin kepentingan manusia dari kehilangan atau kerusakan benda yang disebabkan oleh perilaku struktur. iv. menjamin perlindungan properti lainnya dari kerusakan fisik yang disebabkan oleh kegagalan struktur. b. Ketahanan terhadap Kebakaran dan Petir: i. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dapat mendukung beban yang timbul akibat perilaku alam dan manusia pada saat terjadi kebakaran. ii. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dibangun sedemikian rupa sehinga mampu secara struktural stabil selama kebakaran, sehingga: (1) cukup waktu bagi penghuni melakukan evakuasi secara aman; (2) cukup waktu bagi pasukan pemadam kebakaran memasuki lokasi untuk memadamkan api; (3) dapat menghindari kerusakan pada properti lainnya. c. Sarana Jalan Masuk dan Keluar: i. menjamin terwujudnya bangunan gedung yang mempunyai akses yang layak, aman dan nyaman ke dalam bangunan dan fasilitas serta layanan di dalamnya. ii. menjamin terwujudnya upaya melindungi penghuni dari cedera atau luka saat evakuasi pada keadaan darurat iii. menjamin tersedianya aksesibilitas bagi penyandang cacat, khususnya untuk bangunan fasilitas umum dan sosial. d. Transportasl dalam Gedung: i. menjamin tersedianya alat transportasi yang layak, aman, dan nyaman di dalam bangunan gedung. ii. menjamin tersedianya aksesibiltas bagi penyandang cacat khususnya untuk bangunan fasilitas umum dan sosial. e. Pencahayean Darurat, Tanda arah Keluar, dan Sistem Peringatan Bahaya: i. menjamin tersedianya pertandaan dini yang informatif di dalam bangunan gedung apabila terjadi keadaan darurat; ii. menjamin penghuni melakukan evakuasi secara mudah dan aman, apabila terjadi keadaan darurat. f. Instalasi Listrik, Penangkal Petir dan Komunikasi: i. menjamin terpasangnya instalasi listrik secara cukup dan aman dalam menunjang terselenggaranya kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya; ii. menjamin terwujudnya keamanan bangunan gedung dan penghuninya dari bahaya akibat petir;

iii. menjamin tersedianya sarana komunikasi yang memadai dalam menunjang terselenggaranya kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya. g. Instalasi Gas: i. menjamin terpasangnya instalasi gas secara aman dalam menunjang terselenggaranya kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya; ii. menjamin terpenuhinya pemakaian gas yang aman dan cukup; iii. menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan secara baik. h. Sanitasi dalam Bangunan: i. menjam di dalam in tersedianya sarana sanitasi yang memadai dalam menunjang terselenggaranya kegiatan bangunan gedung sesuai dengan fungsinya; ii. menjamin terwujudnya kebersihan, kesehatan dan memberikan kenyamanan bagi penghuni bangunan dan lingkungan; iii. menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan sanitasi secara baik. i. Ventilasi dan Pengkondisian Udara: i. menjamin terpenuhinya kebutuhan udara yang cukup, baik alami maupun buatan dalam menunjang terselenggaranya kegiatan dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya; ii. menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan tata udara secara baik. j. Pencahayaan: i. menjamin terpenuhinya kebutuhan pencahayaan yang cukup, baik alami maupun buatan dalam menunjang terselenggaranya kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya; ii. menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan pencahayaan secara baik. k. Kebisingan dan Getaran: i. menjamin terwujudnya kehidupan yang nyaman dari gangguan suara dan getaran yang tidak diinginkan; ii. menjamin adanya kepastian bahwa setiap usaha atau kegiatan yang menimbulkan dampak negatif suara dan getaran perlu melakukan upaya pengendalian pencemaran dan atau mencegah perusakan lingkungan.

II. PERUNTUKAN DAN INTENSITAS BANGUNANII.1 PERUNTUKAN FUNGSI DAN KLASIFIKASI BANGUNAN 1. Peruntukan Lokasi 1.1 Pembagian Zona

a. Zona I (Kawasan Terbangun Kepadatan Sangat Rendah) Tempat-tempat dengan ketinggian dataran 0 5 m dpl pasang tertinggi, jarak dari pantai ke daratan 0 2000 m. Ketinggian dataran sedang > 25 m, jarak dari pantai ke daratan 0 200 m b. Zona II (Kawasan Kepadatan Rendah) Tempat-tempat dengan ketinggian rendah > 5 m dpl pasang tertinggi, jarak dari pantai ke daratan 200 4000 m. c. Zona III (Kawasan Kepadatan Sedang) Tempat-tempat dengan ketinggian rendah > 5 m dpl pasang tertinggi, jarak dari pantai ke daratan > 4000 m. Permukiman dengan kepadatan sedang d. Zona IV (Kawasan Kepadatan Tinggi) e. Tempat-tempat dengan ketinggian rendah > 5 m dpl pasang tertinggi, jarak dari pantai ke daratan > 4000 m. Permukiman dengan kepadatan tinggi. Kawasan Pengembangan (promoted development area) 1.2. Zonafikasi Fisik Arahan

Bangunan gedung yang akan didirikan di Kecamatan dan dalam wilayah Kecamatan harus diselenggarakan sesuai dengan arahan peruntukan yang diatur dalam pembagian zona sebagai berikut: a. Kawasan Terbangun Kepadatan Sangat Rendah (ZONA I): i. Kecamatan Meuraxa: Ulee Lheue, Deah Glumpang, Deah Baro, Deah Teungoh, Gampong Pie, dan Asoe Nanggroe ii. Kecamatan Kuta Raja: Gampong Pande dan Gampong Jawa iii. Kecamatan Kuta Alam Lampulo iv. Kecamatan Syiah Kuala: Dayah Raya dan Alue Naga v. Kecamatan Jaya Baru: Ulee Rata vi. Kecamatan Baiturrahman vii Kecamatan Banda Raya viii. Kecamatan Ulee Kareng b. Kawasan Terbangun Kepadatan Rendah (ZONA II): i. Kecamatan Meuraxa: Lambung, Gampong Blang, Cot Lamkuweh, Lamjaba, Surien, Blang Oi, Gampong Baro, Lampaseh Aceh, Lampaseh Kota, Punge Jurong dan Punge Ujong ii. Kecamatan Kuta Raja: Peulanggahan, Keudah, dan Merduati

iii. Kecamatan Kuta Alam: Kampung Mulia dan Lamdingin iv. Kecamatan Syiah Kuala: Tibang dan Jeulingke v. Kecamatan Jaya Baru: Punge Blang Cut vi. Kecamatan Baiturrahman vii Kecamatan Banda Raya viii. Kecamatan Ulee Kareng c. Kawasan Terbangun Kepadatan Sedang (ZONA III): i. Kecamatan Meuraxa: ii. Kecamatan Kuta Raja: iii. Kecamatan Kuta Alam: Kampung Laksana, Kampung Kramat, dan Bandar Baru iv. Kecamatan Syiah Kuala: Pineung dan Prada v. Kecamatan Jaya Baru: Lampoh Daya, Bitai, Emperom, Lamteumen Barat dan Lamteumen Timur vi. Kecamatan Baiturrahman: Sukaramai dan Kampung Baro vii. Kecamatan Banda Raya viii. Kecamatan Ulee Kareng d. Kawasan Terbangun Kepadatan Tinggi (ZONA III): i. Kecamatan Meuraxa: ii. Kecamatan Kuta Raja: iii. Kecamatan Kuta Alam: Kuta Alam dan Beurawe iv. Kecamatan Syiah Kuala: Lamgugop dan Ie Masen Kaye Adang v. Kecamatan Jaya Baru: Batoh, Lampaloh, Blang Cut, Suka Damai, Lamseupeng, Panteriek, Lueng Bata, Cot Mesjid, Lamdom vi. Kecamatan Baiturrahman: Neusu Jaya, Neusu Aceh, Ateuk, Dayah Teungoh, Ateuk Jawo vii. Kecamatan Banda Raya: Geuce Kaye Jato, Geuce Meunara, Geuce Komplek, Geuce Inem, Lhong Raya, Lamlagang, Lampuot, Mibo, Lhong Cut dan Peuyerat viii. Kecamatan Ulee Kareng: Lambhuk, Ie Masen Ulee Kareng, Lamteh, Lam Geulumpang, Ilie, Pango Raya dan Pango Deah 2. Fungsi Bangunan a. Fungsi dan klasifikasi bangunan merupakan acuan untuk persyaratan teknis bangunan gedung, baik ditinjau dari segi intensitas banguanan arsitektur dan lingkungan, keselamatan, keamanan, kesehatan, kenyamanan, maupun dari segi keserasian bangunan terhadap lingkungannya. b. Penetapan fungsi dan klasifikasi bangunan yang bersifat sementara harus dengan mempertimbangkan tingkat permanensi, keamanan, pencegahan dan penanggulangan terhadap bahaya kebakaran, dan sanitasi yang memadai. c. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan fungsi utama bangunan. d. Fungsi bangunan dapat dikelompokkan dalam fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial dan budaya, dan fungsi khusus.

e. Bangunan dengan fungsi hunian meliputi bangunan gedung dengan fungsi utama hunian yang merupakan: i. Rumah tinggal tunggal ii. Rumah tinggal deret iii. Rumah tinggal susun iv. umah tinggal vila v. Rumah tinggal asrama f. Bangunan dengan fungsi usaha meliputi bangunan gedung dengan fungsi utama untuk: i. Bangunan perkantoran: perkantoran pemerintah, perkantoran niaga, dan sejenisnya. ii. Bangunan perdagangan: pasar, pertokoan, pusat perbelanjaan, mal, dan sejenisnya. iii. Bangunan Perhotelan/Penginapan: hotel, motel, hostel, penginapan, dan sejenisnya. iv. Bangunan Industri : industri kecil, industri sedang, industri besar/berat. v. Bangunan Terminal: stasiun kereta, terminal bus, terminal udara, halte bus, pelabuhan laut. vi. Bangunan Penyimpanan: gudang, gedung tempat parkir, dan sejenisnya. vii Bangunan Pariwisata: tempat rekreasi, bioskop, dan sejenisnya. g. Bangunan dengan fungsi umum, sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung dengan fungsi utama untuk : i. Bangunan pendidikan: sekolah taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah lanjutan, sekolah tinggi/universitas. ii. Bangunan pelayanan kesehatan: puskesmas, poliklinik, rumah bersalin, rumah sakit klas A, B. & C, dan sejenisnya. iii. Bangunan peribadatan: mesjid, gereja, pura, kelenteng, dan vihara. iv. Bangunan kebudayaan : museum, gedung kesenian, dan sejenisnya h. Bangunan dengan fungsi khusus meliputi bangunan gedung dengan fungsi utama yang mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi, atau tingkat resiko bahaya tinggi : seperti bangunan kemiliteran, bangunan reaktor, dan sejenisnya. i. Dalam suatu persil, keveling, atau blok peruntukan dimungkinkan adanya fungsi campuran (mixed use), sepanjang sesuai dengan peruntukan lokasinya dan standar perencanaan lingkungan yang berlaku. j. Setiap bangunan gedung, selain terdiri dari ruang-ruang dengan fungsi utama, juga dilengkapi dengan ruang fungsi penunjang, serta dilengkapi pula dengan instalasi dan kelengkapan bangunan yang dapat menjamin terselenggaranya fungsi bangunan, sesuai dengan persyatatan pokok yang diatur dalam Pedoman Teknis ini. 3. Klasifikasi Bangunan

Klasifikasi bangunan atau bagian dari bangunan ditentukan berdasarkan fungsi yang dimaksudkan di dalam perencanaan, pelaksanaan, atau perubahan yang diperlukan pada bangunan. a. Klas 1 : Bangunan Hunian Biasa Adalah satu atau lebih bangunan yang merupakan: i. Klas 1a : bangunan hunian tunggal yang berupa: (1) satu rumah tunggal; atau (2) atu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masingmasing bangunannya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk rumah deret, rumah taman, unit town house , villa, atau ii. Klas 1b : rumah asrama/kost, rumah tamu, hostel, atau sejenisnya dengan luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang secara tetap, dan tidak terletak diatas atau dibawah bangunan hunian lain atau bangunan klas lain selain tempat garasi pribadi. b. Klas 2: Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian yang masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah. c. Klas 3:Bangunan hunian diluar bangunan klas 1 atau 2, yang umum digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang yang tidak berhubungan, termasuk: i. rumah asrama, rumah tamu, losmen; atau ii. bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel; atau iii. bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah; atau iv. panti untuk orang berumur, cacat, atau anak-anak; atau v. bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan yang menampung karyawan-karyawannya. d. Klas 4: Bangunan Hunian Campuran Adalah tempat tinggal yang berada didalam suatu bangunan klas 5, 6, 7, 8 atau 9 dan erupakan tempat tinggal yang ada dalam bangunan tersebut e. Klas 5: Bangunan kantor Adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha profesional, pengurusan administrasi, atau usaha komersial, diluar bangunan klas 6, 7, 8, atau 9. f. Klas 6: Bangunan Perdagangan Adalah bangunan toko atau bangunan lain yang dipergunakan untuk tempat penjualan barang-barang secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk: i. ruang makan, kafe, restoran,; atau ii. ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari suatu hotel atau motel; atau iii. tempat potong rambut /salon, tempat cuci umum; atau iv. pasar, ruang penjualan, ruang pamer, atau bengkel. g. Klas 7: Bangunan Penyimpanan/Gudang Adalah bangunan gedung yang dipergunakan penyimpanan, termasuk: i. tempat parkir umum; atau

ii. gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau cuci gudang. h. Klas 8: Bangunan Laboratorium/lndustri/Pabrik Adalah bangunan gedung laboratorium dan bangunan yang dipergunakan untuk tempat pemrosesan suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang produksi dalam rangka perdagangan atau penjualan. i. Klas 9: Bangunan Umum adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu: i. Klas 9a: bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagianbagian dari bangunan tersebut yang berupa laboratorium; ii. Klas 9b: bangunan pertemuan, temmasuk bengkel kerja, laboratorium atau sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall, bangunan peribadatan, bangunan budaya atau sejenis, tetapi tidak temmasuk setiap bagian dari bangunan yang merupakan klas lain. J. Klas 10: Adalah bangunan atau struktur yang bukan hunian: i. Klas 10a: bangunan bukan hunian yang merupakan garasi pribadi, carport, atau sejenisnya; ii. Klas 10b: struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding penyangga atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau sejenisnya. k. Bangunan-bangunan yang tidak diklasifikasikan khusus Bangunan atau bagian dari bangunan yang tidak termasuk dalam klasifikasi bangunan 1 s/d 10 tersebut, dalam Pedoman Teknis dimaksudkan dengan klasifikasi yang mendekati sesuai dengan peruntukannya Bangunan yang penggunaannya insidentil Bagian bangunan yang penggunaannya insidentil dan sepanjang mengakibatkan gangguan pada bagian bangunan lainnya, dianggap memiliki klasifikasi yang sama dengan bangunan utamanya. m. Klasifikasi jamak Bangunan dengan klasifikasi jamak adalah bila beberapa bagian dari bangunan harus diklasifikasikan secara terpisah, dan: i. bila bagian bangunan yang memiliki fungsi berbeda tidak melebihi 10% dari luas lantai dari suatu tingkat bangunan, dan b' laboratorium, klasifikasinya disamakan dengan klasifikasi bangunan utamanya; ii. Klas-klas 1a, 1b, 9a, 9b, 10a dan 10b adalah klasifikasi yang terpisah; iii. Ruang-ruang pengolah, ruang mesin, ruang mesin lift, ruang boiler atau sejenisnya diklasifikasikan sama dengan bagian bangunan dimana ruang tersebut terletak II .2 INTENSITAS BANGUNAN l.

1. Penentuan letak suatu daerah didasarkan tiga pertimbangan, yaitu ;

a. Elevasi (e) muka tanah terhadap + 0,00 meter Low WaterSea (LWS) atau surut terendah. Elevasi terbagi dengan dalam tiga kelompok yaitu elevasi 0,00 sampai dengan kurang dari 5 meter LWS, elevasi 5 sampai dengan 15 meter LWS dan lebih dari 15 meter LWS. b. Jarak (j) dari garis pantai Berdasarkan jarak yang diukur dari garis pantai, dapat dibagi atas tiga zone yaitu Zone I kurang dari 5 km, Zone II antara 5-20 km dan Zone III lebih dari 20 km. c. Zone gempa yang mungkin terjadi Berdasarkan zone gempa, untuk bangunan non rumah : zone gempa dapat terbagi dalam dua bagian yaitu Zone 3,4,5 dengan acceleration maksimum masing-masing 0,15g, 0,20 g, 0,25g dan Zone 6 dengan acceleration maksimum 0,3g. Untuk rumah tinggal zone gempa yang digunakan adalah Zone 6 dengan acceleration maksimum 0,3g. Nilai g sebesar 9,81 m2/detik. 2. Peruntukan, Fungsi dan Klasifikasi Bangunan a. Fungsi Lahan i. Zona 1 (1) Permukiman (a) Permukiman nelayan yang semula telah ada di zone ini tidak boleh diperluas, namun boleh ditingkatkan kualitasnya. (b) Kepadatan bangunan sangat rendah didukung bangunan tahan gempa/ bangunan tradisional (panggung). (c) Untuk menempatkan permukiman nelayan dengan jumlah yang terbatas atau dibawah 31 orang/ha. Non Rumah Tinggal (a) Zone ini berfungsi untuk tambak, hutan bakau, rekreasi pantai,dan kawasan lindung pantai (dengan penanaman bakau, cemara, dan kelapa). (b) Sebagai zona untuk menempatan Tsunami Park Memorial Zone (TPMZ) yang berfungsi sebagai pusat wisata, pusat informasi, penelitian, dan pengembangan pengetahuan masyarakat tentang Tsunami. (c) Untuk menempatkan fasilitas pelayanan kota lainnya seperti yang berkaitan dengan kelistrikan, telekomunikasi, dan air bersih, dengan jumlah yang terbatas. Misalnya gardu listrik, BTS, dsb. ii. Zona 2 (1) Permukiman (a) Permukiman masih dimungkinkan diperluas dengan persyaratan bangunan dan lingkungan yang ketat.

i.

(1)

(b) Kepadatan bangunan rendah didukung bangunan tahan gempa/ bangunan tradisional (panggung). (c) Perencanaan sistem drainase yang handal (kanal).terutama pada daerah yang mempunyai elevasi < 5 meter LWS. (d) Untuk menempatkan permukiman dengan kepadatan rendah atau 31 50 orang/ha (2) Non Rumah Tinggal (a) Kepadatan bangunan rendah didukung bangunan tahan gempa/ bangunan tradisional (panggung). (b) Perencanaan sistem drainase yang handal (kanal).terutama pada daerah yang mempunyai elevasi < 5 meter LWS. (c) Tidak disarankan untuk kegiatan komersial atau kegiatan sosial lainnya terutama untuk daerah yang mempunyai radius < 20 Km dari garis pantai. (d) Untuk menempatkan industri-industri yang terkait dengan perikanan. (e) Untuk menempatkan fasilitas komersial dengan jumlah yang sangat terbatas, seperti pasar untuk tingkat gampong yang menjual sayur, ikan, dan kebutuhan rumah tangga lainnya. (f) Untuk menempatkan fasilitas pelayanan kota lainnya seperti yang berkaitan dengan kelistrikan, telekomunikasi, dan air bersih, dengan jumlah yang terbatas. Misalnya gardu listrik, BTS, dsb. (g) Untuk menempatkan berbagai utilitas perkotaan, seperti drainase pada setiap pinggir jalan. iii. Zone 3 Permukiman (a) Permukiman dapat diperluas dengan persyaratan bangunan dan lingkungan yang ketat. (b) Kepadatan permukiman sedang didukung bangunan tahan gempa. (c) Perencanaan sistem drainase yang handal (kanal), terutama pada daerah yang mempunyai elevasi < 5 meter LWS. (d) Untu-k menempatkan permukiman dengan kepadatan sedang atau 51 75 orang/ha (2) Non Rumah Tinggal (a) Lahan untuk kawasan komersial dimungkinkan untuk dikembangkan secara terbatas dengan mempertahankan nilai-nilai heritage. (b) Kepadatan bangunan sedang didukung bangunan tahan gempa. (c) Perencanaan sistem drainase yang handal (kanal), terutama pada daerah yang mempunyai elevasi < 5 meter LWS. (d) Untuk menempatkan fasilitas komersial dengan jumlah yang sangat terbatas, seperti pasar untuk tingkat

kecamatan yang menjual sayur, ikan, dan kebutuhan rumah tangga lainnya, dan beberapa pertokoan. (e) Untuk menempatkan perkantoran dan pelayanan umum dengan skala pelayanan tingkat kecamatan, misalnya kantor camat, kantor lurah, dsb. (f) Untuk menempatkan fasilitas untuk pendidikan dasar dan menengah dengan skala pelayanan di tingkat kecamatan, seperti SD, SLTP, dan SLTA. (g) Untuk menempatkan fasilitas pelayanan kota lainnya seperti yang berkaitan dengan kelistrikan, telekomunikasi, dan air bersih, dengan jumlah yang terbatas. Misalnya gardu liatrik, BTS, dsb. (h) Untuk menempatkan berbagai utilitas perkotaan, seperti drainase pada setiap pinggir jalan. iv. Zone 4 (1) Permukiman (a) Lahan untuk permukiman yang dapat diperluas dengan persyaratan bangunan dan lingkungan yang ketat. (b) Kepadatan permukiman tinggi didukung oleh bangunan tahan gempa. (c) Untuk menempatkan permukiman penduduk dengan kepadatan tinggi atau 76 100 orang/ha (2) Non Rumah Tinggal (a) Lahan untuk fasilitas umum, sarana pemerintahan dan perdagangan skala kecamatan dan kota. (b) Bangunan tahan gempa, fungsi-fungsi semula didorong untuk dikembangkan, dengan insentif keringanan pajak, pengendalian harga tanah, serta kelengkapan dan kehandalan infrastruktur. Untuk menempatkan fasilitas komersial dengan jumlah yang sangat terbatas, seperti pasar untuk tingkat kota yang menjual sayur, ikan, dan kebutuhan rumah tangga lainnya dan pertokoan. (c) Untuk menempatkan perkantoran dan pelayanan umum dengan skala pelayanan tingkat perkotaan, misalnya kantor-kantor dinas, rental office, kantor pemerintahan, diklat, dsb. (d) Untuk menempatkan fasilitas untuk pendidikan dasar, menengah, dan tinggi skala pelayanan di tingkat perkotaan, seperti SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi. (e) Untuk menempatkan fasilitas pelayanan kota lainnya seperti yang berkaitan dengan kelistrikan, telekomunikasi, dan air bersih, dengan jumlah yang terbatas. Misalnya gardu listrik, BTS, dsb. (f) Untuk menempatkan berbagai utilitas perkotaan, seperti drainase pada setiap pinggir jalan. b. Bangunan Pada Kawasan Lindung i. Zona 1 dan Zona 2 (1) Perumahan dan Permukiman

Pada kawasan ini tidak sesuai untuk lahan permukiman, permukiman khusus hanya untuk nelayan tidak boleh ada bangunan rumah tinggal. Untuk permukiman yang dari semula telah ada akan direlokasi ke kawasan budidaya. (2) Bangunan Non Rumah Tinggal Digunakan sebagai bangunan untuk sarana penelitian kelautan dan perikanan, keamanan, navigasi, konservasi, pertambakan dan perikanan, seperti tempat pendaratan ikan, pelelangan ikan, cool storage, stasiun bahan bakar nelayan (Lampulo). ii. Zona 3 dan Zona 4 (1) Perumahan dan Permukiman Di kawasan lindung tidak diperbolehkan ada bangunan rumah tinggal. Permukiman yang telah ada akan direlokasi ke kawasan budidaya. (2) Bangunan Non Rumah Tinggal Kawasan kepadatan sedang dipergunakan untuk keamanan dan mitigasi. c. Bangunan pada Kawasan Budidaya i. Zona 1 (1) Perumahan dan Permukiman Permukiman yang semula telah ada dengan kepadatan yang sangat rendah (dibawah 31 jiwa/ha) pada kawasan budidaya ini tidak boleh dikembangkan, diperluas atau ditambah baru. Permukiman yang ada hanya boleh ditingkatkan kualitasnya. (2) Bangunan Non Rumah Tinggal Bangunan non rumah tinggal yang berada di zone ini adalah untuk keperluan penelitian, konservasi, penempatan fasilitas untuk pelabuhan dan pembangkit energi, seperti di Ulee Lheue, dan bangunan-bangunan untuk pengawasan pantai. ii. Zona 2 (1) Perumahan dan Permukiman Permukiman yang ada tidak boleh dikembangkan/ diperluas/ ditambah baru, hanya boleh ditingkatkan kualitasnya dengan persyaratan bangunan dan lingkungan yang ketat. (2) Bangunan Non Rumah Tinggal Untuk bangunan komersial skala rumah tangga, pendidikan, sosial dan budaya, untuk keamanan, pemeliharaan tambak, bangunan air, bangunan pompa, gardu pembangkit energi, terbatas untuk kebutuhan di tingkat desa. iii. Zona 3 (1) Perumahan dan Permukiman Permukiman yang ada ditingkatkan kualitasnya, tidak diperbolehkan pembangunan rumah baru hingga kawasan lindung. (2) Bangunan Non Rumah Tinggal

Bangunan untuk fasilitas pendidikan, kesehatan, ibadah, perdagangan, sosial dan pemerintahan skala lingkungan dan kecamatan. iv. Zona 4 (1) Perumahan dan Permukiman Permukiman yang ada pada kawasan lindung di kawasan kepadatan tinggi tidak boleh dikembangkan, diperluas, atau ditambah baru hingga kawasan lindung (76-100 jiwa/ha). Permukiman yang ada hanya boleh ditingkatkan kualitasnya. (2) Bangunan non rumah tinggal Bangunan untuk tujuan fasilitas pendidikan, kesehatan, ibadah, perdagangan, sosial dan pemerintahan skala kecamatan dan kota. d. Klasifikasi Bangunan i. adalah (1) Klas 1, Bangunan Hunian Biasa, adalah satu atau lebih bangunan yang merupakan : (a) Klas la : bangunan hunian tunggal yang berupa : (i) satu rumah tunggal termasuk rumah panggung; atau (ii) satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masing-masing bangunannya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk rumah deret, rumah taman, unit town house, villa, atau (b) Klas 1b : rumah asrama/kost, rumah tamu, hostel, atau sejenisnya dengan luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang secara tetap, dan tidak terletak diatas atau dibawah bangunan hunian lain atau bangunan klas lain selain tempat garasi pribadi. (2) Klas 9, Bangunan Umum adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu : (a) Klas 9a : bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian dari bangunan tersebut yang berupa laboratorium; (b) Klas 9b : Bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium atau sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall, bangunan peribadatan, bangunan budaya atau sejenis. Tetapi tidak termasuk setiap bagian dari bangunan yang merupakan klas lain. (3) Klas 10, adalah bangunan atau struktur yang bukan hunian : (a) Klas l0a : bangunan bukan hunian yang merupakan garasi pribadi, carport, atau sejenisnya; (b) Klas l0b : struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding penyangga atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau sejenisnya. Zona 1 Klasifikasi bangunan yang diperbolehkan berada pada zone ini

ii. Zona 2 (1) Klas 1, Bangunan Hunian Biasa, adalah satu atau lebih bangunan yang merupakan : (a) Klas la : bangunan hunian tunggal yang berupa (i) satu rumah tunggal termasuk rumah panggung; atau (ii) satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masing-masing bangunannya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk rumah deret, rumah taman, unit town house, villa, atau (b) Klas 1b : rumah asrama/ kost, rumah tamu, hostel, atau sejenisnya dengan luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang secara tetap, dan tidak terletak diatas atau dibawah bangunan hunian lain atau bangunan klas lain selain tempat garasi pribadi. (2) Klas 2, Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian yang masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah. (3) Klas 6, Bangunan Perdagangan, adalah bangunan toko atau bangunan lain yang dipergunakan untuk tempat penjualan barang-barang secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk: (a) ruang makan, kafe, restoran; atau (b) ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari suatu hotel atau motel; atau (c) tempat potong rambut/salon, tempat cuci umum; atau (d) pasar, ruang penjualan. ruang pamer, atau bengkel. (4) Klas 8, Bangunan Laboratorium/ Industri/ Pabrik, adalah bangunan gedung laboratorium dan bangunan yang dipergunakan untuk tempat pemrosesan suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang produksi dalam rangka perdagangan atau penjualan. (5) Klas 9, Bangunan Umum, adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu : (a) Klas 9a : bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian dari bangunan tersebut yang berupa laboratorium; (b) Klas 9b : Bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium atau sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall, bangunan peribadatan, bangunan budaya atau sejenis. Tetapi tidak termasuk setiap bagian dari bangunan yang merupakan klas lain. (6) Klas 10, adalah bangunan atau struktur yang bukan hunian : (a) Klas l0a : bangunan bukan hunian yang merupakan garasi pribadi, carport, atau sejenisnya; (b) Klas l0b : struktur yang berupa-pagar, tonggak, antena, dinding penyangga atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau sejenisnya. iii. Zona 3 dan Zona 4

(a)

(a)

Bangunan Hunian Biasa, adalah satu atau lebih bangunan yang merupakan : (a) Klas la : bangunan hunian tunggal yang berupa : (i) satu rumah tunggal termasuk rumah panggung; atau (ii) satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masing-masing bangunannya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk rumah deret, rumah taman, unit town house, villa, atau (b) Klas 1b : rumah asrama/kost, rumah tamu, hostel, atau sejenisnya dengan luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang secara tetap, dan tidak terletak diatas atau dibawah bangunan hunian lain atau bangunan klas lain selain tempat garasi pribadi. (2) Klas 2, Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian yang masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah. (3) Klas 3, Bangunan hunian di luar bangunan klas 1 atau 2, yang umum digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang yang tidak berhubungan, termasuk : (a) rumah asrama, rumah tamu, losmen; atau (b) bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel; atau (c) bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah; atau (d) panti untuk orang berumur, cacat, atau anak-anak; atau (e) bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan yang menampung karyawankaryawannya. (4) Klas 4, Bangunan Hunian Campuran, adalah tempat tinggal yang berada di dalam suatu bangunan klas 5, 6, 7, 8 atau 9 dan merupakan tempat tinggal yang ada dalam bangunan tersebut. (5) Klas 5, Bangunan kantor, adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha profesional, pengurusan administrasi, atau usaha komersial, di luar bangunan klas 6, 7, 8, atau 9. (6) Klas 6, Bangunan Perdagangan, adalah bangunan toko atau bangunan lain yang dipergunakan untuk tempat penjualan barang-barang secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk: ruang makan, kafe, restoran; atau (b) ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari suatu hotel atau motel; atau (c) tempat potong rambut/ salon, tempat cuci umum; atau (d) pasar, ruang penjualan. ruang pamer, atau bengkel. (7) Klas 7, Bangunan Penyimpanan/ Gudang adalah bangunan gedung yang dipergunakan penyimpanan, termasuk : tempat parkir umum; atau (b) gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau cuci gudang.

(1) Klas 1,

(8) Klas 8, Bangunan Laboratorium/ Industri/ Pabrik, adalah

bangunan gedung laboratorium dan bangunan yang dipergunakan untuk tempat pemrosesan suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang produksi dalam rangka perdagangan atau penjualan. (9) Klas 9, Bangunan Umum, adalah bangunan gedung yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu : (a) Klas 9a: bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian dari bangunan tersebut yang berupa laboratorium; (b) Klas 9b: Bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium atau sejenisnya di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hall, bangunan peribadatan, bangunan budaya atau sejenis, tetapi tidak termasuk setiap bagian dari bangunan yang merupakan klas lain. (10) Klas 10, adalah bangunan atau struktur yang bukan hunian : (a) Klas l0a : bangunan bukan hunian yang merupakan garasi pribadi, carport, atau sejenisnya; (b) Klas l0b : struktur yang berupa-pagar, tonggak, antena, dinding penyangga atau dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau sejenisnya. 3. Luas Bangunan a. Luas hunian untuk setiap orang Luas hunian untuk setiap orang di setiap zone adalah sama. Kebutuhan ruang perorang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia di dalam rumah, meliputi aktivitas tidur, makan, kerja, duduk, mandi, kakus, cuci dan masak serta ruang gerak lainnya. Kebutuhan ruang per orang minimal adalah 9 m2. b. Luas Lahan per Unit Bangunan i. Permukiman Luas lahan per unit bangunan untuk setiap zone adalah sama. Kebutuhan luas kapling minimum untuk rumah yang dihuni oleh 3-4 orang adalah 90 m2; luas lahan efektif = 72 m290 m2; luas lahan ideal = 200 m2. Kebutuhan luas kapling didasarkan atas: (1) kebutuhan luas hunian, (2) keamanan, (3) kebutuhan kesehatan dan kenyamanan yang meliputi aspek pencahayaan, penghawaan, suhu udara dan kelembaban dalam ruangan serta pertimbangan pada kondisi tertentu dimungkinkan memenuhi standar ruang internasional (12 m2 per orang). ii. Bangunan Non Rumah Tinggal Luas kavling minimum bangunan non-rumah tinggal menyesuaikan standar kebutuhan masing-masing klas bangunan.

c. Luas lantai bawah bangunan terhadap luas kavling lahan (KDB) i. Zona 1 Koefisien perbandingan antara luas lantai dasar bangunan terhadap luas persil/ kavling/ blok peruntukan adalah sangat rendah yaitu maksimum 40%. ii. Zona 2 Koefisien perbandingan antara luas lantai dasar bangunan terhadap luas persil/ kavling/ blok peruntukan adalah rendah yaitu maksimum 60%. Koefisien ini disesuaikan dengan perkembangan kota, kebijaksanaan intensitas pembangunan, daya dukung lahan/ lingkungan, serta keseimbangan dan keserasian lingkungan. iii. Zona 3 Koefisien perbandingan antara luas lantai dasar bangunan terhadap luas persil/ kavling/ blok peruntukan adalah sedang yaitu 60%-80%. Koefisien ini disesuaikan dengan perkembangan kota, kebijaksanaan intensitas pembangunan, daya dukung lahan/ lingkungan, serta keseimbangan dan keserasian lingkungan. iv. Zona 4 Koefisien perbandingan antara luas lantai dasar bangunan terhadap luas persil/ kavling/ blok peruntukan adalah sangat rendah yaitu 60%-80%. Koefisien ini disesuaikan dengan perkembangan kota, kebijaksanaan intensitas pembangunan, daya dukung lahan/ lingkungan, serta keseimbangan dan keserasian lingkungan. d. Luas seluruh lantai bangunan terhadap luas kavling bangunan (KLB) i. Zona 1 Luas seluruh lantai bangunan terhadap luas kavling lahan (KLB) untuk zone ini adalah rendah, yang disesuaikan dengan persyaratan building envelop lahan, perkembangan kota, kebijaksanaan intensitas pembangunan, daya dukung lahan/ lingkungan, serta keseimb