bab iii kajian teoritis tentang pesantren, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/bab iii.pdf ·...

65
65 BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, NASIONALISME DAN ISLAM MODERAT A. Pengertian Pondok Pesantren 1. Terminologi Pondok Pesantren Secara terminologis dapat dijelaskan bahwa pendidikan pesantren adalah tempat dimana dimensi ekstorik (penghayatan secara lahir) Islam diajarkan. 1 dilihat dari segi bentuk dan sistemnya berasal dari India. Sebelum proses penyebaran Islam di Indonesia, sistem tersebut telah digunakan secara umum untuk pendidikan dan pengajaran agama Hindu. Setelah Islam masuk dan tersebar di indonesia, sistem tersebut kemudian diambil oleh Islam. Istilah pesantren sendiri seperti halnya istilah mengaji, langgar, atau surau di Minangkabau, Rangkang di Aceh bukan berasal dari istilah Arab, melainkan India. Namun bila kita menengok waktu sebelum tahun 60-an, pusat-pusat pendidikan tradisioanal di Indonesia lebih 1 Said Agil Siradj dkk, Pesantren Masa Depan, Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), hal. 85.

Upload: others

Post on 05-Dec-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

65

BAB III

KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN,

NASIONALISME DAN ISLAM MODERAT

A. Pengertian Pondok Pesantren

1. Terminologi Pondok Pesantren

Secara terminologis dapat dijelaskan bahwa pendidikan

pesantren adalah tempat dimana dimensi ekstorik (penghayatan

secara lahir) Islam diajarkan.1 dilihat dari segi bentuk dan

sistemnya berasal dari India. Sebelum proses penyebaran Islam di

Indonesia, sistem tersebut telah digunakan secara umum untuk

pendidikan dan pengajaran agama Hindu.

Setelah Islam masuk dan tersebar di indonesia, sistem

tersebut kemudian diambil oleh Islam. Istilah pesantren sendiri

seperti halnya istilah mengaji, langgar, atau surau di

Minangkabau, Rangkang di Aceh bukan berasal dari istilah Arab,

melainkan India. Namun bila kita menengok waktu sebelum tahun

60-an, pusat-pusat pendidikan tradisioanal di Indonesia lebih

1 Said Agil Siradj dkk, Pesantren Masa Depan, Wacana Pemberdayaan

dan Transformasi Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), hal. 85.

Page 2: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

66

dikenal dengan sebutan pondok, barangkali istilah pondok berasal

dari kata Arab funduq2.

Pesantren memiliki berbagai macam definisi menurut para

ahli. Asal etimologi dari pesantren adalah pesantrian yang berupa

tempat santri.3 Hal ini diperkuat dengan definisi pesantren oleh

Dhofier yang mengatakan bahwa “perkataan pesantren berasal dari

kata santri, yang dengan awalan pe di depan dan akhiran an berarti

tempat tinggal para santri.”4 Maka dapat diartikan bahwa

pesantren merupakan tempat para santri untuk melaksanakan

pendidikan dan lembaga itu dijadikan tempat tinggal bagi mereka

(asrama).

Kemudian juga pesantren memiliki arti lain, pesantren

berasal dari kata santri5, dengan awalan pe di depan dan akhiran

an berarti tempat tinggal para santri.6 Sedangkan asal-usul kata

2 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab Indonesia Al-Munawwir,

(Surabaya: Pustaka Progressif,1997), hal. 97. 3 Daulay, Putra Haidar. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan

Pendidikan Islam Di Indonesia. (Jakarta: Kencana Prana Media Group, 2009), hal.

61. 4 Dhofier Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, (Jakarta Barat: LP3ES, 2011),

hal. 41. 5 Abdul Munir Mulkhan, Runtuhnya Mitos Politik Santri, Strategi

Kebudayaan dalam Islam, (Yogyakarta: Sipress, 1994), hal. 1 6 Dhofier Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, Studi tentang Pandangan Hidup

Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1994), hal. 18.

Page 3: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

67

“santri”, dalam pandangan Nurcholish Madjid dapat dilihat.7

Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa “santri” berasal dari

perkataaan “sastri”, sebuah kata daari bahasa sansekerta yang

artinya melek huruf. Pendapat ini menurut Nurcholish Madjid

agaknya didasarkan atas kaum santri adalah kelas literary bagi

orang Jawa yang berusaha mendalami agama melalui kitab-kitab

bertulisan dan berbahasa Arab.di sisi lain, Zamakhsyari Dhofier

berpendapat, kata santri dalam bahasa India berarti orang yang

tahu buku-buku suci agama Hindu.atau secara umum dapat

diartikan buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku

tentang ilmu pengetahuan.8

2. Sejarah Pesantren

Sejarah pendidikan di Indonesia mencatat, bahwa pondok

pesantren merupakan bentuk lembaga pendidikan pribumi tertua di

Indonesia. Ada dua pendapat mengenai awal berdirinya pondok

pesantren di Indonesia. Pendapat pertama menyebutkan bahwa

pondok pesantren berakar pada tradisi Islam sendiri, dan pendapat

kedua mengatakan bahwa sistem pendidikan model pondok

7 Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan,

(Jakarta: Paramadina, 1997), hal. 19-20. 8 Dhofier Zamakhsyari, Tradisi Pesantren,… hal. 18.

Page 4: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

68

pesantren adalah asli Indonesia. Dalam catatan sejarah, Berdirinya

pondok pesantren bermula dari seorang Kiai yang menetap

(bermukim) disuatu tempat. Kemudian datanglah santri yang ingin

belajar kepadanya dan di luar. Turut pula bermukim di tempat itu.

Sedangkan biaya kehidupan dan pendidikan disediakan bersama-

sama oleh para santri dengan dukungan masyarakat di sekitarnya.

Hal ini memungkinkan kehidupan pesantren bisa berjalan stabil

tanpa dipengaruhi oleh gejolak ekonomi di luar.9

Pondok Pesantren dikenal di Indonesia sejak zaman

Walisongo. Karena itu Pondok pesantren adalah salah satu tempat

berlangsungnya intraksi antara guru dan murid, Kiai dan santri

dalam intensitas yang relatif dalam rangka mentransfer ilmu-ilmu

keislaman dan pengalaman.10

Dalam penanaman nilai nasionalisme dan pemahaman

Islam moderat tentu saja pondok pesantren memiliki sejarah yang

cukup panjang yang menjadikan sebuah peradaban dalam

membentuk karakter bangsa Indonesia. Nilai-nilai sejarah

pesantren tersebut ternyata menghasilkan pola umum pendidikan

9 Muhammad Daud Ali, Lembaga-lembaga Islam di Indonesia, (Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 149 10

Fatah Ismail, Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2002) , hal. 25

Page 5: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

69

Islam di Indonesia.11

Pesantren merupakan pusat perubahan

dibidang pendidikan, politik, social, budaya dan keagamaan. Di

Indonesia istilah pesantren lebih popular disebut pondok

pesantren, dan secara kultural berasal dari budaya pra-Islam, ini

terbukti dengan adanya pendidikan jawa kuno yang praktik

pendidikannya identik dengan pondok pesantren. Lembaga

pendidikan tersebut bernama prawiyatan. Kiai adalah adalah orang

yang mengajarkan ilmunya kepada seorang santri.12

Secara historis, pesantren tidak hanya mengandung makna

keislaman, tetapi juga makna keindonesiaan. Pesantrenpun tidak

terlepas dari makna keindonesiaan. Pesantren dan Indonesia

memiliki hubungan erat yang satu sama lain tidak bisa dipisahkan

karena melihat perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia tidak

terlepas dari pesantren itu sendiri. Sejak zaman penjajahan

pesantren meruapakan benteng utama dalam melawawan penjajah

dan Kiai sejak dari dulu sudah menanamkan nasionalisme dan

pemahaman moderat kepada santri-santrinya. Perjuangan dalam

11

Samsul Nizar, Sejarah Sosial & Dinamika Intelektual Pendidikan Islam

di Nusantara, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2013), hal. 111. 12

Siti Mariya Aninisa, Perspektif Nurcholish Madjid Tentang Tradisi

Pesantren Tradisional dan Modern di Pesantren Bani Hamid dan Pesantren

Almubarok, (Serang: UIN SMH Banten, 2017), hal. 45.

Page 6: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

70

melawan penajajah tersebut berasal dari Alquran dan Hadist yang

diajarkan langsung oleh Kiai kepada santri.13

Maka seyogyanya

pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang

mendidik seorang santri untuk belajar ilmu agama Islam, berjuang

memerdekakan Indonesia, menjaga ideologi dasar Negara

Indonesia yang telah dibentuk oleh para ulama, dan mengamalkan

ilmunya untuk pribadi dan masyarakat sekitar.

Pesantren secara umum terbagi menjadi dua yakni

pesantren salaf (tradisional) dan pesantren khalaf (modern).

Pesantren salaf identik dengan dalam kegiatannya berdasarkan

pola-pola pengajaran klasik atau lama, yaitu berupa berupa

pengajian kitab kuning dengan metode pembelajaran klasik atau

lama. Kemudian pondok pesantren salaf juga mempunyai

kurikulum sendiri berdasarkan ciri khas ala pondok

pesantrennya.14

Akan tetapi pengertian pesanten salafiah disini adalah

bentuk asli dari lembaga pesantren. Sejak pertama kali didirikan

13

Siti Mariya Aninisa, Perspektif Nurcholish Madjid Tentang Tradisi

Pesantren Tradisional dan Modern di Pesantren Bani Hamid dan Pesantren

Almubarok,…hal. 45. 14

Iskandar Engkuh, Iti Zubaidah, Sejarah Pendidikan Islam, (Bandung: PT

remaja Rosdakarya, 2014), hal.173.

Page 7: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

71

oleh Wali Songo, format pendidikan pesantren adalah bersistem

salaf. Harap dibedakan antara pesantren salaf atau salafiah sebagai

sebuah sistem pendidikan dengan aliran salafi wahabi. Secara

terminologi sosiologis, pesantren salafiah adalah sebuah pesantren

yang mengajarkan ilmu-ilmu agama saja kepada para santri. Atau,

kalau ada ilmu umum, maka itu diajarkan dalam porsi yang sangat

sedikit. Umumnya, ilmu agama yang diajarkan meliputi Alquran,

hadits, fikih, akidah, akhlak, sejarah Islam, faraidh (ilmu waris

Islam), ilmu falak, ilmu hisab, dan lain-lain. Semua materi

pelajaran yang dikaji memakai buku berbahasa Arab yang umum

disebut dengan kitab kuning, kitab gundul, kitab klasik.15

Sedangkan pondok pesantren khalaf adalah pesantren yang

memadukan antara unsur-unsur modern dan salaf. Dengan

demikian pondok pesantren modern ialah pendidikan pesanatren

yang diperbaharui pada sisi tertentu untuk disesuaikan dengan

system sekolahan. Pesantren ini selain menyelanggarakan

kepesantrenan juga menyelenggarakan kegiatan formal sekolah

baik sekolah (SD/SMP/SMA).16

15

Alkhoirot, Beda Pondok Pesantren Modern, Salafi dan Salafiah,

https://www.alkhoirot.com/beda-pondok-modern-dan-pesantren-salaf/, (di akses

pada tanggal 01 Agustus 2019) 16

Iskandar Engkuh, Iti Zubaidah, Sejarah Pendidikan Islam,… hal.173.

Page 8: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

72

B. Karateristik Pesantren Salafiyah

1. Lingkungan Pesantren Salafiyah

Pesantren salafiah dalam catatan sejarah berdirinya

Indonesia menjadi salah satu rahim yang menetaskan para pejuang

yang selain militan, juga bertanggung jawab penuh terhadap tugas

serta lingkungannya. Hal itu karena pesantren salafiah merupakan

benteng bagi para santri sebelum benar-benar diterjunkan ke

medan pertempuran. Hal itu tampak pada medan pertempuran 22

oktober 1945 di Surabaya. Para santri keluaran pesantren yang

benar-benar belajar selama menimba ilmu dipesantren, umumnya

memang akan berkarakter militan, religius sekaligus bertanggung

jawab terhadap kewajibannya. Pesantren yang dimaksud di sini

tentu saja pesantren salafiah yang berhaluan Ahl al-Sunnah Wa al-

Jama‟ah, dan nasionalis, bukan berhaluan radikal yang bisa

ditemukan dengan mudah pada masa sekarang.17

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang

tumbuh subur sebagai perwujudan dari strategi umat Islam untuk

tetap mempertahankan eksistensinya terhadap pengaruh

17

Ahmad Muhakamurrohman, Jurnal Pesantren: Santri, Kiai, Dan Tradisi,

(Vol. 12, No. 2, Juli - Desember 2014), hal. 110.

Page 9: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

73

penjajahan Barat dan juga tidak bisa lagi menampung para

santrinya yang belajar disurau atau Masjid.18

Menurut Manfred Ziemek asal kata pesantren adalah “pe-

santri-an” yang artinya tempat santri.19

Jadi pesantren adalah

tempat para santri untuk menuntut ilmu (Agama Islam). Pesantren

adalah sebuah kawasan yang khas yang ciri-cirinya tidak dimiliki

oleh kawasan yang lain. Karenanya tidak berlebihan jika Kiai

Abdurrahman Wahid atau Gusdur menyebut pesantren sebagai

sub-kultur tersendiri. Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam

sistem pendidikan pesantren secara tradisional yang

menjadikannya khas adalah kiai, santri, masjid, pondok dan

pengajaran kitab-kitab klasik.20

Secara garis besar, tipologi pesantren bisa dibedakan

paling tidak menjadi tiga jenis, walaupun agak sulit untuk

membedakan secara ekstrim diantara tipe-tipe tersebut yaitu

salafiyah (tradisional), khalafiyah (modern) dan terpadu.21

Pesantren Salafiyah adalah tipe pesantren yang hanya mengajarkan

18

Zuhairini, Dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992),

hal. 212. 19

Haidar Putra Daulay, Historisitas dan Eksistensi Pesantren dan

Madrasah, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001), hal. 7. 20

Dhofier Zamakhsyari, Tradisi Pesantren..., hal. 44-60 21

Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren, Pendidikan Alternatif Masa

Depan, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), hal. 45.

Page 10: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

74

ilmu-ilmu agama Islam, atau kitab-kiab klasik yang ditulis oleh

para ulama terdahulu. Metode pengajaran yang digunakan

hanyalah metode bandongan, sorogan, hafalan dan musyawarah.

Khalafiyah adalah tipe pesantren modern, yang di dalamnya

mengajarkan ilmu-ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu pengetahuan

umum, tetapi masih tetap mengajarkan kitab-kitab klasik seperti

pesantren salafiyah. Pola kepemimpinan pesantren tipe ini

biasanya kolektif-demokratis, sehingga tugas dan wewenang telah

dideskripsikan secara jelas, sehingga tidak ada pemusatan

keputusan pada figur seorang kiai. Sistem yang digunakan adalah

sistem klasikal, dan evaluasi yang digunakan telah memiliki

standar yang jelas dan modern.

Karakteristik lembaga pesantren tidak bisa dipisahkan dari

system kultural tidak pula dapat diletakkan pada semua pesantren

secara seragam karena setiap pesantren memiliki karakternya

masing-masing. Pesantren bukanlah semacam sekolah atau

madrasah, walaupun dalam lingkungan pesantren sekarang ini

telah banyak pula didirikan unit-unit pendidikan klasikal dan

kursus-kursus. Pesantren mempunya kepemimpinan, ciri-ciri

khusus semacam kepribadian yang diwarnai oleh karakteristik

Page 11: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

75

pribadi Kiai, unsur-unsur pimpinan pesantren; bahkan juga aliran

keagamaan tertentu yang dianut.22

Tradisi pesantren merupakan salah satu bentuk budaya

hasil akulturasi budaya Indonesia dengan ajaran Islam. Oleh

karena itu tradisi pesantren tidak kita temui selain di Indonesia,

khususnya di Pulau Jawa, dimana praktek keislaman masih banyak

diwarnai dengan budaya lokal. Oleh karena itu umat Islam di Jawa

khususnya dan muslim Indonesia pada umumnya perlu berhati-hati

serta harus mampu membedakan antara apa yang benar-benar

Islam universal dan apa yang Jawa lokal. Karena walaupun

akulturasi budaya telah diakui, namun jelas ada perbedaan antara

budaya lokal dan universalisme Islam. Dalam hal ini tradisi

pesantren mengandung nilai intrinsik Islam yang universal, yaitu

kewajiban rnelaksanakan ajaran agama Islam. Akan tetapi di

samping itu ia juga mengandung nilai instrumental yang lokal

yaitu model akulturasinya diambil dari budaya Jawa. Sehingga di

tempat lain akan sangat mungkin nilai universal Islam itu

dilakukan dengan tradisi yang berbeda.23

22

Samsul Nizar, Sejarah Sosial & Dinamika Intelektual Pendidikan Islam

DI Nusantara,… hal.110. 23

Juwariyah, Jurnal Ciri-Ciri Pendidikan Islam Tradisional: Potret

Kehidupan Pesantren Di Pulau Jawa, (Vol. 1. No 2, Agustus 2003-Januari-2004),

hal. 140.

Page 12: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

76

Karakteristik pesantren bukan hanya mengajak bangsa

Indonesia ini untuk mandiri dalam tatanan ekonomi dan politik

saja. Tapi juga pesantren mengajak kita untuk mandiri soal

kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Yang menjadi acuan

pendidikan pondok pesantren adalah dasar-dasar kehidupan

berbangsa dan bermasyarakat, yang diperoleh dari pertama kali

masuknya Islam ke Nusantara ini, dan juga sebagian ada yang

mengambil inspirasi darimasa Hindu-Budha (seperti pewayangan)

untuk kemudian diolah sesuai dengan karakteristik pesantren.24

Menurut Nurcholis Madjid tradisi pesantren salafiah dalam

kesahariannya sangat menarik untuk dikaji, khususnya bagaimana

lingkungan pesantren salafiah masih banyak masyarakat yang

beranggapan salafiah itu ketinggalan informasi actual. Pondok

pesantren salafiah mempunyai lingkungan yang unik atau ciri khas

tersendiri dari mulai masjid, aula pondok, kamar mandi, dan

pimpinan pondok pesantren. Kamar santrinya sempit, jumlah

kamar mandinyapun tidak sebanding dengan jumlah santri,

halamanya tidak teratur, ruangan belajar atau kelasnya tidak

memenuhi metodik-didaktik atau ilmu pendidikan yang

24

Ahmad Baso, Pesantren Studies 2a, (Jakarta: Pustaka Afid, 2013), hal.

50-51

Page 13: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

77

semestinya, ditambah dengan bentuk ruanganya yang tidak

efisien.25

Secara historis, karakteristik pesantren tidak hanya

mengandung makna keislaman, tetapi juga makna keindonesiaan.

Pesantren pun tidak terlepas dari makna keindonesiaan. Pesantren

dan Indonesia mempunya hubungan erat, keduanya saling

berkaitan satu sama lain, tidak bisa dipisahkan karena melihat

perjuangan kemerdekaan tidak terlepas dari perjuangan pesantren

itu sendiri. Perjuangan tersebut dari ajaran Islam yang berasal dari

Alquran dan Hadist yang diajarkan langsung oleh Kiai kepada

santri. Maka dapat dikatakan bahwa pesantren seyogyanya adalah

lembaga pendidikan tradisional Islam yang mendidik para santri,

untuk memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam

sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari.26

2. Figur Kepemimpinan

Pesantren sebagai sebuah institusi pendidikan maupun

lembaga keagamaan cukup menarik dicermati dari berbagai sisi.

Terlebih saat muncul istilah-istilah era tinggal landas, modernitas,

25

Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan,…

hal. 74-75. 26

Samsul Nizar, Sejarah Sosial & Dinamika Intelektual Pendidikan Islam

DI Nusantara,… Hal. 114

Page 14: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

78

globalisasi, pasar bebas, dan lain sebagainya. Fokus perbincangan

adalah bagaimana peran atau posisi pesantren sebagai sebuah

institusi pendidikan di tengah arus modernisasi atau globalisasi,

apakah pesantren akan tetap teguh mempertahankan posisinya

sebagai lembaga “tafaqquh fi al-din” yang bercorak tradisional

atau pesantren ikut-ikutan melakukan proses “pemodernisasian”

sistem, mulai dari perombakan kurikulum sampai pada manajemen

pengelolaan. Hal itu tentu tergantung dengan model manajemen

dan kepemimpinan seorang kiai yang diterapkan di sebuah pondok

pesantren dalam merespons perubahan tersebut. Secara umum,

dari segi kepemimpinan, pesantren masih terpola secara

sentralistik dan hierarkis, terpusat pada seorang kiai. Kiai sebagai

salah satu unsur dominan dalam kehidupan sebuah pesantren. Ia

mengatur irama pekembangan dan keberlangsungan kehidupan

suatu pesantren dengan keahlian, kedalaman ilmu, karisma, dan

keterampilannya. Tidak jarang sebuah pesantren tidak memiliki

manajemen pendidikan yang rapi, sebab segala sesuatu terletak

pada kebijaksanaan dan keputusan kiai.27

27

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah

Pertumbuhan dan Perkembangan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), hal. 49.

Page 15: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

79

Seorang Kiai dalam budaya pesantren memiliki berbagai

macam peran, termasuk sebagai ulama, pendidik dan pengasuh,

penghubung masyarakat, pemimpin, dan pengelola pesantren.

Peran yang begitu kompleks tersebut menuntut kiai untuk bisa

memosisikan diri dalam berbagai situasi yang dijalani. Dengan

demikian, dibutuhkan sosok kiai yang mempunyai kemampuan,

dedikasi, dan komitmen yang tinggi untuk bisa menjalankan

peranperan tersebut.

Studi kepemimpinan pondok pesantren tidak dapat

dilepaskan dari perlunya pemahaman atas subtansi pendidikan

yang dikembangkan pesantren, yaitu pendidikan agama Islam.

Karakteristik pendidikan agama Islam diidentifikasi oleh Wahid

sebagai berikut: Pertama, pada dasarnya pendidikan agama Islam

bukanlah upaya untuk mewariskan paham atau pola keagamaan

tertentu kepada anak didik, melaikan penekanannya terletak pada

proses agar anak didik dapat memperoleh kemampuan

metodologis untuk dapat memahami kesan pesan dasar yang

diberikan agama.28

28

Kasful Anwar US, Jurnal Kepemimpinan Kiai Pesantren: Studi terhadap

Pondok Pesantren di Kota Jambi (Jambi: Kontekstualita, Vol. 25, No. 2, 2010), Hal.

227.

Page 16: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

80

Kedua, pendidikan agama tidak terpaku pada romantisme

yang berlebihan untuk melihat kebelakang dengan penuh

emosional, akan tetapi lebih diarahkan pada pembentukan

kemampuan berpikir proyektif dalam menyikapi tantangan

kehidupan. Ketiga, bahan-bahan pengajaran agama hendaknya

dapat diintegrasikan dengan penumbuhan sikap kepedulian sosial,

di mana anak didik akan menjadi terlatih untuk mempersepsi

realitas berdasarkan pemahaman teologi yang diperoleh dari

persepsi realitas berdasarkan pemahaman dikembangkan wawasan

emansipatoris dalam penyelenggaraan pendidikan agama sehingga

anak didik memperoleh kesempatan berpartisipasi dalam rangka

menumbuhkan kemampuan metodologis dalam mempelajari

substansi atau materi agama.29

Keempat, pendidikan agama sebaiknya diarahkan untuk

menanamkan keharuan emosional keagamaan, kebiasan-kebiasaan

berprilaku yang baik, dan juga sikap-sikap terpuji dalam

lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, sehingga anak didik

memiliki kemampuan menggunakan agama sebagai sistem makna

29

Kasful Anwar US, Jurnal Kepemimpinan Kiai Pesantren: Studi terhadap

Pondok Pesantren di Kota Jambi, …Hal. 227.

Page 17: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

81

untuk mendefinisikan setiap keadaan dari sudut refleksi iman dan

pengetahuannya.30

Figur kepemimpinan Kiai tetap menjadi kharisma dimata

santri dan juga masyarakat bagi seorang Kiai atau guru dipesantren

menurut Nurcholis Madjid, bahwa seorang Kiai atau guru dalam

belajar bagi para santri adalah sebagai orang yang mutlak harus

dihormati, bahkan para santri menganggapnya Kiai atau guru

mempunyai kekuatan Ghaib yang bisa memberikan keberkahan

atau keberuntungan dan juga bisa memberikan kemudhorotan atau

kesusahan. Hal yang sangat ditakuti oleh santri sampai saat ini jika

seorang guru kecewa kepada santri karena kesalahan

perbuatannya, karena dampaknya akan menyebabkan ilmunya

tidak bermanfaat. Oleh karena itu para santri sampai saat ini selalu

memberikan penghormatan yang terbaik kepada Kiainya untuk

tetap menjadi seorang murid yang taat terhadap gurunya agar

ilmunya bisa bermanfaat.31

Kepemimpinan karismatik Kiai di pondok pesantren

ditimbulkan oleh keyakinan santri dan masyarakat sekitar

30

Kasful Anwar US, Jurnal Kepemimpinan Kiai Pesantren: Studi terhadap

Pondok Pesantren di Kota Jambi,… Hal. 227. 31

Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, …hal. 23.

Page 18: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

82

komunitas pondok pesantren bahwa kiai sebagai perpanjangan

tangan Tuhan dalam menyampaikan ajaran-Nya. Fenomena

keyakinan tersebut dimanifestasikan dalam sikap taklid (mengikuti

dengan tidak mengetahui ilmunya) yang hampir menjadi tradisi

dalam kehidupan keseharian santri dan jamaahnya. Menurut

Wahjosumidjo, karisma kepemimpinan kiai terkait dengan luasnya

penguasaan kajian ilmu agama pada kiai dan konsistensi

pengamalan ilmu agama dalam kehidupan keseharian kiai.32

Dengan asumsi bahwa karisma dapat diidentikkan dengan

power kiai, maka kepemimpinan karismatik kiai dapat pula

ditelaah dengan konsep sumber kewibawaan. Berdasarkan

pendekatan tersebut, keberhasilan memimpin lebih disebabkan

oleh keunggulan wibawa seseorang dalam memimpin organisasi

sehingga proses hubungan yang disebut komunikasi dua arah

antara atasan dengan bawahan sering terjadi. Kewibawaan

pemimpin berkaitan pula dengan ruang lingkup utamanya, yaitu

pola pemakaian kewibawaan yang terbaik, cara menggunakan

kewibawaan pemimpin yang berhasil, dan seberapa banyak

32

Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren, (Jakarta: Gema Insani Press,

1997). hal 45.

Page 19: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

83

kewibawaan secara optimal seorang pemimpin. Kreativitas

berpikir kepemimpinan pondok pesantren lebih cenderung pada

kiai sebagai figur sentral.33

Oleh sebab itu, diperlukan kesadaran khusus bagi kiai

untuk dapat menerima dan menerapkan berbagai gagasan yang

mampu membawa pondok pesantren ke arah yang lebih baik.

Kreativitas berpikir dan sikap inovatif Kiai sebetulnya tidak

terlepas dari beberapa faktor, di antaranya visi dan misi Kiai itu

sendiri serta adanya rasa ketakutan yang mendalam pada gagasan-

gagasan baru yang dianggap akan menyesatkan dan membawa

komunitas pondok pesantren ke arah yang lebih buruk.

Berdasarkan beberapa literatur, terdapat pembagian dua model

kepemimpinan Kiai di pesantren yakni kepemimpinan individual

dan kepemimpinan kolektif.

Nadjib Hassan menjelaskan didalam buku “Pesantren Akar

Pendidikan Islam Nusantara” menggambarkan bahwa profil

kepemimpinan Kiai di pesantren memiliki keuinikan yang cukup

bervariasi. Profil kepemimpinan Kiai dalam mengelola pesantren

memiliki kecenderungan sebagai berikut. Pertama, Kiai dengan

33

Kasful Anwar, Jurnal Kepemimpinan Kiai Pesantren: Studi terhadap

Pondok Pesantren di Kota Jambi,… hal. 228.

Page 20: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

84

profil kepemimpinan masyarakat (community leader) yaitu

seorang Kiai yang dikenal kebesarannya, baik kebesaran

pribadinya maupun psantrennya, karena sang Kiai memiliki

jabatan dalam social keagamaan, politik atau memiliki jabatan

kekuasaan tertentu.34

Kedua, Kiai berprofil kepemimpinan keilmuan (intellectual

leader) yaitu, seorang kiai yang memiliki kebesaran pribadi dan

pesantrennya karena sang Kiai dianggap memiliki keahlian ilmu

secara mendalam yang dijadikan rujukan atau panutan oleh

masyarakat dalam menyelesaikan persoalan keagamaan. Bidang

ilmu itu misalnya ilmu fiqh, ilmu hadist dan lain-lain.

Ketiga, Kiai berprofil kepemimpinan rohani (spiritual

leader) yaitu Kiai yang kebesaran pribadi atau pesantrennya,

karena sang Kiai itu memiliki kemampuan dalam urusan

pribadatan (imam masjid), menjadi mursyid (guru) thariqah, dan

menjadi panutan moral keagamaan.35

Keempat, Kiai dengan kepemimpinan administratif

(administrative leader), yaitu Kiai yang hanya berperan sebagai

34

A. Helmy Faishal Zaini, Pesantren Akar Pendidikan Islam Nusantara,

(P3M, 2015), Hal. 71-72. 35

A. Helmy Faishal Zaini, Pesantren Akar Pendidikan Islam

Nusantara,…Hal. 71-72.

Page 21: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

85

penanggung jawab, sedangkan pembinaan proses pembelajaran

pesantren diserahkan kepada seorang yang dianggap memiliki

kualifikasi sesuai dengan visi misi pesantrennya.

Kelima, Kiai dengan profil kepemimpinan emosional

(emotional leader) yaitu kebesara kepemimpinan Kiai yang lebih

didasarkan kepada ikatan nilai-nilai kebesaran seorang Kiai

tertentu, contoh Abuya KH. Muhtadi Dimyati merupakan salah

satu Kiai kharismatik di Banten dan juga sebagai pengasuh di

pondok pesantren. Akan tetapi kebesarannya lebih dikenal sebagai

ahli thoriqoh syadiliyyah, baik ditingkat daerah maupun nasional.

Keenam, Kiai yang berprofil kepemimpinan ekonomi

(economic leader), yaitu Kiai yang mengelola pesantren dengan

cara pemberdayaan potensi ekonomi masyarakat dan para

santrinya. Dan ketujuh Kiai yang berkepemimpinan eksoteris

(exoteric leader), yaitu Kiai yang mengelola pesantren dengan

cara menonjolkan aspek formal yang dimiliki oleh pesantren.36

Karena itu peranan Kiai dan kepemimpinan Kiai sangatlah

penting, menurut Martin Van Bruinessen kepemimpinan Kiai

36

A. Helmy Faishal Zaini, Pesantren Akar Pendidikan Islam Nusantara,…

Hal. 71-72.

Page 22: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

86

adalah merupakan unsur-unsur kunci Islam Tradisional dalam

lembaga pesantren yang sangat menetukan dalam kharismanya

yang akan menjadikan sikap hormat, dan kepatuhan yang menjadi

nilai pertama dalam menanamkannya kepada santri, hingga akan

selalu terwujudnya dalam kepatuhan yang lebih luas sampai

kepada ulama-ulama sebelumnya seperti kepada para ulama yang

telah mengarang kitab-kitab klasik yang dipelajarinya.37

Dalam kharismanya seorang Kiai, menurut Martin Van

Bruinessen yang dalam percakapannya dengan Abdurrahman

Wahid, bahwa seorang Kiai dijadikan sandaran yang dapat

memberikan keberkahan, bahkan kuburannya bisa dijadikan

keramat karena didasarkan kepada kekuatan spiritual dan

kemampuannya yang mempunyai relasi dengan alam ghaib.

Adanya konsep wasilah sebagai mata rantai yang terus

bersambung dari seorang guru, hidup atau mati, melalui guru guru

terdahulu dan wali, hingga sampai kepada Nabi dan kepada Tuhan,

dianggap penting sebagai keselamatan.38

37

Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat: Tradisi-

tradisi Islam di Nusantara, (Bandung: Mizan, 1995), Hal. 8. 38

Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat: Tradisi-

tradisi Islam di Nusantara, …Hal. 20.

Page 23: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

87

3. Tujuan Pendidikan Pesantren

Tujuan pesantren merupakan bagian terpadu dari faktor-

faktor pendidikan. Tujuan merupakan rumusan hal-hal yang

diharapkan dapat 19 tercapai melalui metode, sistem dan strategi

yang diharapkan. Dalam hal ini tujuan menempati posisi yang

amat penting dalam proses pendidikan sehingga materi, metode

dan alat pengajaran harus disesuaikan dengan tujuan yang

diharapkan Pada dasarnya pesantren sebagai lembaga pendidikan

islam, tidak memiliki tujuan yang formal tertuang dalam teks

tertulis. Namun hal itu bukan berarti pesantren tidak memiliki

tujaun, setiap lembaga pendidikan yang melakukan suatu proses

pendidikan, sudah pasti memiliki tujuan-tujuan yang diharapkan

dapat dicapai, yang membedakan hanya apakah tujuan-tujuan

tersebut tertuang secara formal dalam teks atau hanya berupa

konsep-konsep yang tersimpan dalam fikiran pendidik. Hal itu

tergantung dari kebijakan lembaga yang bersangkutan.39

Sebagai acuan pokok pelaksanaan pendidikan pesantren

mengacu pada tujuan terbentuknya pesantren baik tujuan umum

39

Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam,

Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan dan Perkembangannya,

(Jakarta: 2003), hal. 9.

Page 24: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

88

maupun tujuan khusus. Tujuan umum pesantren adalah

membimbing peserta didik untuk menjadi manusia yang

berkepribadian Islam yang dengan ilmu agamanya ia sanggup

menjadi penyampai ajaran Islam dalam masyarakat sekitar melalui

ilmu dan amalnya. Sedangkan tujuan khusus pesantren adalah

mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam

agama yang diajarkan oleh kyai yang bersangkutan serta

mengamalkannya dalam masyarakat.40

Menurut Azyumardi Azra,

pesantren yang menjadi karakteristik dari lembaga pondok

pesantren salafiah memiliki tiga fungsi, yaitu: (1) transmisi dan

transfer ilmu-ilmu Islam, (2) memelihara tradisi Islam, (3)

melahirkan ulama.41

Menurut keputusan hasil musyawarah/lokakarya

intensifikasi pengembangan pondok pesantren yang dilakukan di

Jakarta pada tanggal 2 s/d 6 mei 1978, tujuan umum pesantren

yaitu membina warga negara agar berkepribadian muslim sesuai

dengan ajaran-ajaran agama Islam dan menanamkan rasa

keagamaan tersebut. Pada segi kehidupannnya serta

40

Arifin HM, Kapila Selecta Pendidikan Islam dan Umum, (Jakarta: Bumi

Aksara, 1991), hal. 248. 41

Azyumardi Azra, Pesantren Komunitas dan Perubahan dalam Buku

Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren, (Jakarta: Paramadina, 1997), hal. Xxi.

Page 25: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

89

menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama,

masyarakat dan Negara.

Adapun tujuan khusus pesantren adalah:

a. Mendidik siswa/santri anggota masyarakat untuk menjadi

seorangmuslim yang bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak

mulia,memiliki kecerdasan, keterampilan dan sehat lahir batin

sebagai warga negara yang berpancasila.

b. Mendidik siswa/santri untuk menjadikan manusia muslim

selaku kaderkader ulama dan mubaligh yang berjiwa ikhlas,

tabah, tangguh, wiraswasta dalam mengamalkan sejarah Islam

secara utuh dan dinamis.

c. Mendidik siswa/santri untuk memperoleh kepribadian dan

mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan

manusia-manusia pembangunan dirinya dan bertanggung

jawab kepada pembangunan bangsa dan negara.

d. Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro

(keluarga) dan regional (pedesaan/masyarakat lingkungannya).

e. Mendidik siswa/santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap

dalam berbagai sektor pembangunan, khususnya pembangunan

mental-spiritual.

Page 26: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

90

f. Mendidik siswa/santri untuk membantu meningkatkan

kesejahteraan masyarakat lingkungan dalam rangka usaha

pembangunan masyarakat bangsa.42

C. Nasionalisme

1. Konsep Nasionalisme

Definisi nasionalisme secara baku belum ditemukan

kesepakatan diantara para ahli. Namun jika ditelusuri dari

beberapa sumber diantaranya istilah nasionalisme merupakan

padanan kata dari nation atau naissance (prancis), patria atau

tierra (spanyol), yang mengandung makna sebagai tanah kelahiran

atau tempat dimana seseorang dilahirkan di suatu daerah dari

sebuah wilayah kerajaan atau Negara.43

Nasionalisme44

adalah suatu paham yang menciptakan dan

mempertahankan kedaulatan sebuah negara, dengan mewujudkan

satu konsep identitas bersama untuk mencapai, mempertahankan,

dan mengabdikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan

42

Rohadi Abdul Fatah, Rekontruksi Pesantren Masa Depan, (Jakarta Utara:

PT. Listafariska Putra, 2005), hal. 56-57. 43

Santri Ngalah, Tarekat dan Semangat Nasionalisme, (Universitas

Yudharta Pasuruan : 2018), hal. 27. 44

Nasionalisme adalah kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang

secara potensial atau actual bersama-sama mencapai, mempertahankan identitas,

integritas, kemakmuran dan kekuatan suatu bangsa atau juga dibahasakan dengan

semangat kebangsaan.

Page 27: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

91

bangsa itu; semangat kebangsaan.45

Nasionalisme adalah konsep

modern yang muncul pada abad ke-17, bersama dengan lahirnya

konsep negara-bangsa. Di Barat (Eropa), nasionalisme muncul

sebagai wujud perlawanan terhadap feodalisme (kekuasaan absolut

yang dimiliki pemuka agama dan bangsa).46

Nasionalisme juga

mempunyai arti paham kebangsaan (persatuan bangsa) dan cinta

tanah air.

Menurut Smith Nasionalisme adalah tekad untuk hidup

suatu bangsa di bawah suatu Negara yang sama, terlepas dari

perbedaan etnis, ras, agama ataupun golongan. Tekad untuk hidup

bersama di bawah suatu negara yang sama melepaskan diri dari

segala macam perbedaan merupakan suatu bentuk untuk

menjauhkan segala bentuk diskriminasi.47

Sedangkan menurut Kiai Abdurrauf Najih nasionalisme

atau kebangsaan sama dengan istilah al-qaumiyyah dalam bahasa

Arab mempunyai arti sebuah kondisi atau sikap yang di dalamnya

terdapat kesepakatan bersama kelompok, suku atau komunitas

45

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

1988), hal. 610. 46

Abdullah Ubaid & Muhammad Bakir, Nasionalisme dan Islam NU Nusa

- tara, (Jakarta: Kompas, 2015), hal. 16. 47

Smith, Anthony D, Nasionalisme Teori Ideologi Sejarah, (Jakarta:

Erlangga, 2012), hal..65

Page 28: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

92

apapun dalam sebuah wilayah tertentu.48

Kemudian Kiai Syarif

Djamhari menjelaskan bahwa nasionalisme adalah suatu paham

yang menunjukan sebuah kecintaan kepada tanah kelahiran.

Dalam khasanah kitab klasik istilah itu dikenal dengan hubbul

wathon minal iman.49

Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan

bahwa nasionalisme merupakan perwujudan cita-cita yang sama

dari seluruh komponen bangsa untuk mendirikan atau

mempertahankan suatu negara kebangsaan.

Negara bangsa yang merupakan perkembangan termodern

mulai muncul pertama kali di dunia Barat pada abad 18.

Kehadiran negara bangsa merupakan pengganti negara dinasti

yang mulai pudar semenjak revolusi Perancis dan revolusi Industri

di Inggris, Italia, Jerman dan negara-negara Eropa lainnya.

Perkembangan ini dimungkinkan oleh munculnya paham

kebangsaan atau nasionalisme yang mengikat kesatuan dan

solidaritas masyarakat yang tergabung dalam kesadaran itu.

Dengan demikian, antara negara bangsa dan nasionalisme

merupakan elemen yang saling menunjang, dimana satuan

48

Ali Maschan Moesa, Nasionalisme Kiai: Konstruksi Sosial Berbasis

Agama,….hal. 202. 49

Ali Maschan Moesa, Nasionalisme Kiai: Konstruksi Sosial Berbasis

Agama,….hal. 205.

Page 29: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

93

geografis tertentu sekaligus menjadi batasan bangsa. Nasionalisme

menjadi faktor penentu yang mengikat semangat serta loyalitas

untuk mewujudkan cita bersama mendirikan sebuah negara

bangsa. Landasan nasionalisme dibangun oleh kesadaran sejarah,

cinta tanah air dan cita politiknya.50

Maka dalam konteks Negara Indonesia, istilah

nasionalisme secara normative dapat kita telusuri dari landasan

ideologis dan konstitusinya. Secara ideologis bahwa konsep

nasionalisme tersirat didalam Pancasila bahwa Negara Indonesia

sebagai bangsa dan Negara didasarkan pada semangat persatuan

dan kesatuan guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia. Sedangkan berdasarkan UUD 45: “atas berkat

rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh

keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas,

maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaanya”.51

Berdirinya NKRI tidak pernah terlepas dari rasa nasionalisme

kecintaan terhadap tanah airnya sungguh sangat luar biasa dan

peran ulama bukan hanya menghiasi semangat nasionalisme dalam

memperjuangkan kemerdekaan NKRI saja tapi juga turut andil

50

Azman, Jurnal Nasionalisme Dalam Islam, (Makasar: UIN Alauddin

Makasar, (Vol. 6 / No. 2 / Desember, 2017), hal 267. 51

Undang-undang Dasar 1945

Page 30: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

94

dalam melahirkan ideologi bangsa yakni pancasila. peristiwa 10

november dilatar belakangi oleh fatwa resolusi jihad 22 oktober

1945 yang dipelopori oleh KH. Hasyim Asy‟ari sebagai konteks

rasa nasionalisme terhadap tanah airnya.52

Habib Luthfi menjelaskan bahwa cinta tanah air sama

dengan mencintai Nabi Muhammad SAW, dan kecintaan terhadap

tanah air merupakan cerminan keimanan.53

Lebih lanjut cinta

tanah air (hubbul wathon minal iman) Adalah berfikir, bersikap,

dan berbuat yang menunjukan kesetiaan, kepedulian dan

penghargaan yang tinggi terhadap bangsa dan Negara dan rela

berkorban demi NKRI.54

Sedangkan definisi lain ialah cinta tanah

air adalah perasaan yang timbul dari dalam hati sanubari seorang

warga Negara, untuk mengabdi, memelihara, melindungi tanah

ainya dari segala ancaman dan gangguan, rela berkorban demi

kepentingan bangsa dan negaranya, mencintai adat dan budaya

yang ada dinegaranya dengan melestarikannya dan melestarikan

alam dan lingkungan.55

Dapat disimpulkan bahwa nasionaslime

52

Santri Ngalah, Tarekat & Semangat Nasionalisme,… hal. 146. 53

Ines Fiera Wijayanti, Pemikiran Habib Luthfi Bin Yahya Tentang

Nasionalisme, (Semarang: Universitas Negeri Semarang, 2017), hal. 124-125. 54

Nailul Huda, Hamim Hr, Mondok Sebagai Potret Cinta Tanah Air, (Jawa

Timur: Santri Salaf Press, 2018), hal. 334. 55

Nailul Huda, Hamim Hr, Mondok Sebagai Potret Cinta Tanah Air,… hal.

335.

Page 31: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

95

adalah mencintai negeri (tanah air) sesuai dengan perannya

masing-masing.

Cinta tanah air merupakan fitrah manusia. Cinta tanah air

ibaratkan cinta pada diri sendiridan jiwanya, meskipun apa

adanya, bahkan sering kali bangga akan keindahan dan kebagusan

dirinya. Dasarnya menurut Mas mashur adalah: “Tiap jiwa

mempunyai roh, dan tiap-tiap roh itu bertanah air pada jiwanya,

tidak ubahnya sebagai saya yang bertanah air pada jiwa dan badan

saya. Dan kewajiban bagi saya untuk menjaganya, memeliharanya,

mencintainya kepada tanah air yang bertempat pada jiwa saya

itu.56

Sebagai seorang santri (pelajar) di pesantren kita tetap dapat

menunjukan rasa nasionalisme atau cinta tanah air yaitu

diantaranya:

a. Belajar tekun hingga kita juga dapat ikut mengabdi dan

membangun Negara kita agar tidak ketinggalan dengan Negara

lain.

b. Menjaga adat dan budaya serta melestarikan lingkungan.

c. Mempertahankan ideologi bangsa pancasila dan UUD 1945.

d. Berbakti pada nusa dan bangsa.

56

Azman, Jurnal Nasionalisme Dalam Islam, (Makasar: UIN Alauddin

Makasar, (Vol. 6 / No. 2 / Desember, 2017), hal 267.

Page 32: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

96

e. Berbakti pada orang tua (Ibu, Bapak, dan Guru).

Menurut KH. Yasri Marzuki, secara historis, nasionalisme

berasal dari realitas sejarah zaman nabi di kota Madinah. Madinah

pada saat nabi berhijrah adalah sebuah kota yang didiami oleh

banyak golongan, yakni kaum Yahudi, kaum Nasrani, kaum

penyembah berhala, kaum majusi dan juga umat Islam (kaum

Muhajirin dan Anshar). Semua kelompok tersebut disatukan oleh

nabi Muhammad bukan atas dasar sentimen agama, akan tetapi

nabi Muhammad mempersatukan mereka dengan sentimen

kepemilikan bersama atas kota yang mereka tempati dan

bagaimana cara mempertahankan Madinah dari segala macam

ancaman yang datang dari luar.57

Bagi umat Islam di Indonesia,

nasionalisme Indonesia berpijak dari semangat juang para kiai

sejak zaman Belanda. Fatwa Jihad yang dikeluarkan oleh KH.

Hasyim Asy‟ari pada tanggal 22 Oktober tahun 1945 merupakan

wujud nyata dari nasionalisme bangsa Indonesia.58

Negara bangsa atau nation state sebagai fakta politik

Indonesia sekarang merupakan hasil perjuangan para pemimpin

terdahulu. Negara bangsa yang merupakan perkembangan

57

Ali Maschan Moesa, Nasionalisme Kiai: Konstruksi Sosial Berbasis

Agama,… hal. 174. 58

Agus Suntoyo, Fatwa & Resolusi Jihad Sejarah Perang Rakyat Semesta

di Surabaya 10 November 1945, (Jakarta: Lesbumi PBNU, 2017), hal. 153.

Page 33: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

97

termodern mulai muncul pertama kali di dunia Barat pada abad 18.

Kehadiran negara bangsa merupakan pengganti negara dinasti

yang mulai pudar semenjak revolusi Perancis dan revolusi Industri

di Inggris, Italia, Jerman dan negara-negara Eropa lainnya.

Perkembangan ini dimungkinkan oleh munculnya paham

kebangsaan atau nasionalisme yang mengikat kesatuan dan

solidaritas masyarakat yang tergabungdalam kesadaran itu.59

Dengan demikian antara negara bangsa dan nasionalisme

merupakan elemen yang saling menunjang, dimana satuan

geografis tertentu sekaligus menjadi batasan bangsa. Nasionalisme

menjadi faktor penentu yang mengikat semangat serta loyalitas

untuk mewujudkan cita bersama mendirikan sebuah negara

bangsa. Landasan nasionalisme dibangun oleh kesadaran sejarah,

cinta tanah air dan cita politiknya. Dalam konteks negara

Indonesia, nasionalisme melahirkan Pancasila sebagai ideologi

negara. Perumusan Pancasila sebagai ideologi negara terjadi dalam

BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan

Indonesia).60

59

Azman, Jurnal Nasionalisme Dalam Islam, (Vol. 6 / No. 2 / Desember

2017), hal. 267. 60

Badri Yatim, Soekarno Islam dan Nasionalisme, …hal. 155.

Page 34: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

98

2. Agama dan Nasionalisme

Belakangan ada sebagian masyarakat atau kelompok

tertentu yang kembali mempertentangkan antara nasionalisme dan

agama. Bahkan tidak tangung-tangung mereka mengatakan bahwa

nasionalisme bertentangan dengan nilai-nilai ke Islaman. Padahal

kalau kita melihat sejarah para ulama nusantara, mereka

menjadikan nasionalisme dan agama sebagai senjata untuk

mengusir penjajah dari bumi Indonesia, dan juga dengan

nasionalisme justru bisa mempersatukan bangsa Indonesia yang

beragam suku dan budayanya menjadi satu Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Teringat sebuah pepatah mengatakan bangsa yang besar

adalah bangsa yang mencintai Bangsa dan Negaranya. Menjadikan

tanah kelahirannya adalah tanah air yang harus dipertahankan.

Sehingga banyak ulama mengungkapkan bahwa “Hubbul wathon

minal iman” (cinta tanah air merupakan sebahagian dari iman).

Walupun statmen tersebut bukanlah sebuah hadist, tetapi ucapan

ulama. Hanya saja maknanya sah dan dibenarkan, baik jika

ditafsirkan dengan surga, atau dengan tanah kelahiran.

Sebagaimana Imam Al Ashma‟i menyatakan:

Page 35: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

99

سمعج أعشابا قل: إرا أسدث أن حعشف انشجم

فاوظش كف حذىى إنى أطاو، حشق إنى إخاو“Aku mendengar seorang badui berkata: jika kau ingin

mengenal (kepribadian) seseorang, maka lihatlah bagaimana

simpatinya kepada tanah airnya, dan kerinduannya kepada

sahabat-sahabatnya”.61

Agama dan nasionalisme (Negara) merupakan dua hal

yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya saling membutuhkan pada

lainnya. Agama adalah pondasi sedangkan Negara adalah

penjaganya. Agama tanpa Negara sia-sia. Karena menegakan

berbagai perintah, anjuran maupun menghindarkan larangannya

secara optimal perlu melibatkan Negara. Sebaliknya Negara

(nasionalisme) tanpa agama akan hancur. Karena agama

membekali pemeluknya dengan kelengkapan aturan sesuai posisi

masing-masing untuk dipertanggung jawabkan dihadapan Allah

SWT. Agama merupakan prinsip yang menjadi landasan bagi para

pemeluknya untuk melakukan amal terbaik sesuai bidang masing-

masing, termasuk para penyelenggra Negara dalam menetukan

kebijakan yang membawa kemaslahatan bagi warganya.62

61

Syamsyuddin Al Sakhowi, Al Maqosid Al Hasanah, …hal. 297. 62

Tim Bathsul Masail Himasal, Fikih Kebangsaan Merajut Kebersamaan

di Tengah Khebinnekaan, (Jawa Timur: Lirboyo Press dan LTN Himasal Pusat,

2018), hal. 12.

Page 36: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

100

KH. Hasyim Asy‟ari seorang ulama besar sebagai pendiri

NU dan pelopor utama gerakan Resolusi Jihad untuk membela

tanah Air Indonesia, juga pada masa-masa sebelumnya sangat-

sangat menamkan nilai-nilai kebangsaan kepada semua santrinya.

Sebagai penulis yang produktif, dapat dijumpai pemikiran-

pemikiran beliau. Baik dalam fiqih, tasawwuf, akidah, akhlak,

hadist, atau yang lainnya. Beliau mengajak kepada semua

kalangan untuk bergabung dengan NU sekaligus menguraikan

kenapa harus ber-NU. Penulis kutipkan dari Muqoddimah Qonun

Asasi, beliau menyatakan:

الأغىاء انفقشاء مه جمعا حبعكم مه كهكم فهما انمباسكت انجمعت زي إنى الأقاء انضعفاء ادخها انعهماء، وضت بجمعت انمسمت

الاحصال الاحذاد، الأنفت انداد، بانمذبت إصلاح أمان عذل جمعت فإوا أجساد؛ بأساح

عهى غصت الأخاس بأفاي دهة إوا إدسان، دسه رنك ف بانخىاصخ عهكم. الأششاس غلاصم دعة شافت بمعظت ىانك ما عهى انخعان .قاضت دجت مخلافت

“Kemarilah kalian semuanya, baik dari orang miskin dan kaya, lemah dan kuat ke Organisasi yang penuh dengan keberkahan ini, yang bernama Organisasi Nahdlatul Ulama (kebangkitan para ulama). Masuklah kalian ke dalamnya dengan cinta dan kasih, kasing sayang dan persatuan, berkesinambungan antara ruh dan jasad; karena ia adalah organisasi keadilan, keamanan, pembenahan, dan perbaikan.

Page 37: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

101

Ia terasa manis di dalam penuturan orang-orang yang baik, ialah penghalang bagi keburukan orang-orang yang buruk. Dan wajib atas kalian untuk saling tolong menolong dengan (cara yang) baik atas urusan itu semua dengan nasehat yang menjadi pengobat, ajakan yang memperbaiki, dan argumentasi yang memutuskan (perselisihan).”

63

Islam dan nasionalisme saling mengisi dan saling

melengkapi satu sama lain, Islam saja tanpa adanya nasionalisme

akan kering, sebaliknya nasionalisme saja tanpa adanya Islam juga

akan kering. Hadrotussyekh KH. Hasyim Asy‟ari mengatakan

“nasionalisme dan Islam adalah dua kutub yang tidak

bersebrangan”, keduanya saling melengkapi. KH. Abdurrahman

Wahid atau yang lebih dikenal dengan sebutan Gus Dur juga

mengatakan “Agama dan nasionalisme tidak bisa berdiri sendiri”.

Ini artinya nasionalisme yang di Indonesia berbeda dengan

yang ada di barat, nasionalisme yang ada di Indonesia dipadukan

dengan nilai-nilai ke Islaman sehingga keduanya menjadi pondasi

kita bangsa Indonesia. Dalam muktamar NU tahun 1936 di

Banjarmasin, para ulama menegaskan bahwasannya, “ukhuwah

Islamiyah harus bersinergi dengan ukhuwah wathaniyah”.64

Rasa

kebangsaan Nahdlatul Ulama tumbuh dilandasi dengan nilai-nilai

63

Hasyim Asy‟ari, Muqoddimah Al Qanun Al Asasi, hal. 2 64

Kacung, Nasionalisme NU dan Politik Kebangsaan, (Pustaka Compass, :

Tangerang, 2014), hal. 2.

Page 38: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

102

keagamaan pesantrenan. Inilah yang menjadikan perbedaan antara

nasionalisme NU dan nasionalime yang ada di Barat (sekuler).

Nasionalime merupakan paham kebangsaan dan kecintaan rakyat

terhadap tanah airnya. Nasionalisme bisa muncul karena adanya

kesadaran dari rakyat yang ingin lepas dari para penjajah asing,

kemudian dari semangat perlawanan terhadap penjajah itulah

kemudian semangat nasionalisme di Indonesia muncul.65

Nasionalisme di Barat muncul karena adanya gerakan

restrukturisasi, yang semula segala sesuatu terhadap kekuasaan,

tersentral pada Raja. Upaya untuk mendobrak sentral inilah yang

dikenal dengan revolusi perancis. Sementara di Indonesia

nasionalisme muncul karena adanya semangat dalam melawan

penjajah. 66

Cinta tanah air merupakan bagian dari pada iman

Hubbul wathon minal iman sebagaimana dijelaskan didalam

Alquran.

65

Nurani Sayomukti, Soekarno dan Nasakom, (Garasi, :Yogyakarta, 2008),

hal. 186. 66

Kacung, Nasionalisme NU dan Politik Kebangsaan,…hal. 2.

Page 39: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

103

“Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al Quran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. Katakanlah: "Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang dalam kesesatan yang nyata". (Q.S Al-Qashash: 85).

67

Asbabun nuzul ayat ini sangat berkaitan dengan kecintaan

dan kerinduan Nabi Muhammad SAW kepada tanah airnya,

sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Muqatil bahwa ketika

Nabi Muhammad SAW keluar dari tempat persembunyiannya gua

hira. Di dalam perjalanannya menuju Madinah, ia mengambil jalan

yang tidak biasa dilewati orang, khawatir kalau Nabi diketahui

oleh orang yang sedang mencarinya. Setelah ia merasa aman ia

kembali kepada jalan biasa dan singgalah Nabi beristirahat di

Juhfah satu tempat yang terletak antara Makkah dan Madinah.68

Di sinilah Nabi Muhammad merasakan kerinduan pada

tanah airnya dan turunlah Malaikat Jibril kepadanya dan berkata:

“apakah engkau rindu dengan negrimu, tanah tumpah darahmu ?

“Nabi Muhammad menjawab: “ya, saya sangat rindu”. Berkata

Jibril: “Sesunggunya Allah SWT Sesungguhnya yang mewajibkan

67

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Bandung: PT

Syaamil Cipta Media), hal. 396. 68

Nailul Huda dan Hamim, Tasawuf Kebangsaan Perspektif Imam Al-

Ghazali, (Santri Salaf Press, :Jawa Timur, 2018), hal. 297.

Page 40: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

104

atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Alquran benar-benar akan

mengembalikan kamu ke tempat kembali.69

Dalam memahami ayat ini para mufasir berpendapat bahwa

ini merupakan bentuk isyaroh atau petunjuk bahwa hubbul wathon

minal iman cinta tanah air merupakan bagian dari pada iman.

Dalam potret sirah nabawiyah lainnya dikisahkan ditengah

perjalanan hijrah ke Madinah, Rosulullah SAW sangat

merindukan Makkah, tanah kelahirannya. Jibril dating bertanya

kepada Nabi Muhammad SAW “apakah engkau merindukan

negerimu?” Rosulullah SAW menjawab “ya”. Lalu turunlah ayat:

Artinya : “Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Alquran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali (Makkah).” (QS. Al-Qashash: 85).

70

Menurut Ismail Haqqi dalam tafsir Ruh Al-Bayan, pada

ayat itu terdapat isyarat bahwa cinta tanah air merupakan bagian

dari pada iman.71

Sahabat Umar Bin Khatab juga mengatakan

“seandainya tidak ada cinta tanah air, niscaya akan semakin

69

Fakhruddin Ar-Razi, Mafatih Al-Ghaib, hal. 115. 70

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Bandung: PT

Syaamil Cipta Media), hal. 396. 71

Tim Bathsul Masail Himasal, Fikih Kebangsaan Merajut Kebersamaan

di Tengah Khebinnekaan, hal. 16.

Page 41: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

105

hancur sebuah daerah yang terpuruk. Maka dengan cinta tanah

air sebuah daerah akan menjadi lebih maju”.72

Berdasarkan sejarah nasionalisme sudah di praktikan oleh

Nabi Muhammad SAW ketika berada di kota madinah dengan

sebutan “Piagam Madinah”. Menurut KH. Abdurrauf piagam

madinah bukanlah perjanjian agama, melainkan sebuah perjanjian

yang menyangkut urusan hubungan sesama manusia di dunia (al-

mu‟amalah ad-dunyawiyah) tanpa membedakan agama, suku, dan

kabilah. Artinya piagam madinah tidak sama dengan statute agama

menurut Kiai Abdurrauf, perjanjian itu hanya sebuah instrument

(wasilah) untuk mewujudkan tujuan Islam yang ingin

menyelamatkan semua makhluk di dunia sampai di akhirat.73

Dari rasa kecintaan terhadap tanah airnya KH. Wahab

Chasbullah kemudian membuat sya‟ir yang begitu sangat indah

untuk dijadikan semangat dalam mencintai tanah air Indonesia.

Syair ini dikenal dengan nama Syubbanul Wathon.74

طه طه ا نه طه ا نه ا نه

72

Nailul Huda dan Hamim, Tasawuf Kebangsaan Perspektif Imam Al-

Ghazali, (Santri Salaf Press, :Jawa Timur, 2018), hal. 296. 73

Ali Maschan Moesa, Nasionalisme Kiai: Konstruksi Sosial Berbasis

Agama,… hal. 174. Hal. 203. 74

Nailul Huda, Hamim Hr, Cinta Tanah Air Dalam Bingkai Ihya

„Ulumuddin di Sertai Kisah Walisongo, (Jawa Timur: Santri Salaf Press, 2018), hal.

1.

Page 42: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

106

مان طه مه ال دب ان

لا حكه مه انذشمان

طه م ان ا أ ض او

لادي سا ب إوذو

ان انفخاما أوج عى

ك ماكم مه أح

طامذا هق دماما“Pusaka hati wahai tanah airku

Cintamu dalam imanku

Jangan halangkan nasibmu

Bangkitlah hai bangsaku!

Indonesia negriku

Engkau Panji Martabatku

S‟yapa datang mengancammu

„Kan binasa di bawah durimu!”.

Kiai Wahab Hasbullah telah membuktikan diri bahwa

semangat nasionalisme sangat efektif diwujudkan melalui ranah

pendidikan. Hal ini dilakukan dengan masif di berbagai pesantren

sehingga peran kalangan pesantren sendiri diakui oleh Dr.

Soetomo (Bung Tomo) sebagai lembaga yang sangat berperan

dalam membangun keilmuan kokoh bagi bangsa Indonesia

sekaligus dalam pergerakan nasional untuk mewujudkan

kemerdekaan.

Walhasil, nasionalisme tidak perlu dipertentangkan dengan

Islam, bahkan sebenarnya justru dapat menjadi media

mengejawantahkan ajaran-ajarannya. Semangat nasionalisme

Page 43: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

107

hubbul wathon juga secara tidak langsung dapat menjadi bagian

dari aqidah setiap muslim.

3. Nasionalisme Kiai NU dan Pesantren

Di tengah problematika umat saat ini dalam menghadapi

tantangan, rasa kebangsaan terhadap tanah airnya Hubbul Wathon

Minal Iman, perlu penulis jabarkan kembali secara eksplisit

tentang sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia yang telah

diperjuangkan oleh para Kiai. Perlu diketahui karena semangat

nasionalisme dan patriotisme umat Islam khususnya para

punggawa Ulama NU dan para santri telah berhasil mengusir

penjajah dan mempertahankan kemerdekaan NKRI.75

Sejak lahir hingga sekarang, Kiai dan pesantren menarik

dikaji dari segala aspek, baik dari sisi luarnya, kehidupan sehari-

harinya, potensi dirinya, isi pendidikannya, maupun metode dan

pengajarannya. Pesantren mempunyai daya tarik yang luar biasa

dari zaman dulu hingga sekarang, salah satu daya tarik pesantren

adalah pesantren bukan hanya menjadi wadah pendidikan saja,

tapi pesantren merupakan wajah khas pendidikan Indonesia.76

75

Kacung, Nasionalisme NU dan Politik Kebangsaan,…hal. 1 76

Jamal Ma‟mur Asmani, Peran Pesantren Dalam Kemerdekaan dan

Menjaga NKRI, (Yogyakarta: Pressindo, 2011), hal. 209.

Page 44: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

108

Dalam bahasa Nurcholis Madjid, pesantren mengandung makna

keaslian Indonesia (indegeneous).

Dijelaskan didalam buku “kritik ideologi radikal” dalam

sambutannya KH. Maimoen Zubair selaku mustasyar PBNU dan

juga pengasuh pondok pesantren Al-Anwar Sarang, beliau

menjelaskan bahwa setiap orang itu harus memiliki jiwa

nasionalisme. Ayah saya KH. Zubair mengajarkan saya rasa

nasionalisme semenjak saya masih kecil. Ulama-ulama dahulu

juga demikian, mereka selalu banggan dengan daerah asalnya.

Nama belakang mereka pasti dikasih nama daerah asalnya. Seperti

Syaikh Nawawi Al-Bantani dari Banten, Syaikh Mahmuzh At-

Turmusi dari Termas, dan lain-lain.77

Nasionalisme ini penting,

supaya paham keislaman dan kebangsaan berjalan bersama. Kalau

paham kebangsaan dan keislaman tidak bergandengan, Negara

akan konflik dan gegeran terus.78

Sejarah pesantren, Kiai dan santri NU tidak bisa dilepaskan

dalam kemerdekaan RI, karena Kiai dan pesantren NU punya

peran dan andil yang sangat besar dalam memperjuangkan

kemerdekaan Indonesia. Hal ini bisa dilihat ketika zaman

77

Maimoen Zubair, Sambutan di Dalam Buku “Kritik Ideologi Radikal”,…

hal. XXVIII. 78

Zainul Milal Bizawie, Laskar Ulama – Santri & Resolusi Jihad,

(Tangerang: Pustaka Compass, 2014), hal. 100.

Page 45: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

109

penjajahan pesantren merupakan basis perlawanan atau dijadikan

gudang persenjataan untuk melawan penjajah. Kiai dan pesantren

dalam mengusir penjajah bukan hanya mempertahankan tanah

airnya saja tapi juga mempertahankan paham Islam Ahlusunnah

Wal Jama‟ah, Islam yang moderat yang melebur dengan budaya,

selagi budaya itu tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Nasionalisme Kiai dan pesantren, sepanjang masa

perjuangan kemerdekaan RI. Khusunya ulama dan santri yang

tergabung dalam NU, telah meletakan kepentingan bangsa dan

negera jauh lebih penting. Mengkaji perjuangan para pejuang

bangsa Indonesia yang dimuat didalam buku Laskar Ulama Dan

Santri, tidak heran Kiai NU dimasa kini selalu menerikan NKRI

Harga mati yang tidak bisa ditawar lagi. Kiai NU tetap

mempertahankan empat pilar kebangsaan yakni, NKRI, pancasila,

UUD 1925, dan bhineka tunggal ika.79

Bagi Gus Dur, pancasila

sangatlah penting bagi eksistensi Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Gus Dur menyatakan bahwa. “tanpa pancasila Negara

akan bubar”. Pancasila ia seperangkat alat asas, dan ia aka nada

79

Zainul Milal Bizawie, Laskar Ulama – Santri & Resolusi Jihad,… hal.

100.

Page 46: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

110

selamanya. Pancasila adalah gagasan tentang Negara yang harus

kita miliki dan kita perjuangkan.80

Mempertahankan NKRI sejatinya mempertahankan Islam.

Sebab, dalam konteks keindonesiaan, agama bisa tegak bila

masyarakatnya bersatu damai. Tidak mungkin agama bersatu

damai tanpa memegang teguh prinsip Negara yang telah disepakati

seluruh anak bangsa dengan segala kemajemukannya.

Mempertahankan NKRI yang merupakan bagian dari empat pilar

bangsa: pancasila, bhineka tunggal ika, UUD 1945, dan NKRI

adalah manifestasi siyasah syar‟iyah yang paling efektif untuk

mengakomodir kemaslahatan hidup beragama, berbangsa dan

bernegara dibumi nusantaradengan segala keberagamannya.

Yang diantaranya dengan pertimbangan sebagai berikut:

a. Menghindari sikap penghianatan konsensus bangsa, dimana

consensus tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam.

b. Menghindari pertikaian antar pemeluk agama, karena secara

factual tidak mungkin menjadikan warga Indonesia menganut

satu agama.

80

Nur Khalik Ridwan, Negara Bukan-Bukan, (Yogyakarta: Ircisod, 2018),

di kutip dalam cover buku.

Page 47: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

111

c. Menghindari terjadinya perang saudara akibat perebutan

kekuasaan yang dilakukan secara inkonstitusional.

d. Menghindari terjadinya disintegrasi bangsa.81

Dalam konteks ini Kiai Nahdlatul Ulama lintas generasi

konsisten meneguhkan sikapnya atas eksistensi NKRI.

Sebagaimana berikut:

a. Merujuk resolusi jihad 22 oktober 1945, mempertahankan dan

menegakan NKRI menurut hukum agama Islam adalah wajib,

termasuk sebagai suatu kewajiban bagi tiap-tiap muslim dan

jihad fi sabilillah.82

b. NKRI merupakan upaya final dari perjuangan seluruh

penduduk Indonesia termasuk umat Islam didalamnya dalam

mendirikan Negara.

c. NKRI adalah Negara yang sah menurut hukum Islam, yang

menjadi wadah berkiprah melaksanakan dakwah akomodatif,

selektif serta bertaqwa sesempurna mungki, tidak usah mencari

atau membuat bentuk Negara yang baru.

d. NU mempunyai tanggung jawab terhadap kehidupan

kebangsaan, kenegaraan, baik dahulu, sekarang, maupun masa

81

Tim Bathsul Masail Himasal, Fikih Kebangsaan Merajut Kebersamaan

di Tengah Khebinnekaan,… hal. 22. 82

Agus Suntoyo, Fatwa dan Resolusi Jihad Sejarah Perang Rakyat

Semesta di Surabaya 10 November 1945,…hal. 153.

Page 48: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

112

yang akan mendatang, sesuai dengan keputusan muktamar NU

ke-29 di Cipasung Tasikmalaya, 1 Rajab 1415 H/4 Desember

1994 M.83

D. Islam Moderat

1. Definisi Islam Moderat

Islam sebagai agama samawi terakhir memiliki banyak ciri

khas (khashais) yang membedakannya dengan agama yang lain.

Ciri khas Islam yang paling menonjol adalah tawassuth, ta‟adul,

tasamuh dan tawazun. Ini adalah beberapa ungkapan yang

memiliki arti sangat berdekatan atau bahkan sama. Oleh karena

itu, tiga kata tersebut bisa disatukan menjadi wasathiah. Watak

wasathiah Islam ini dinyatakan oleh Allah sendiri dalam

Alquran.84

Artinya : “dan begitu juga kami jadikan kalian umat yang

wasath (moderat) agar kalian menjadi saksi (atas perbuatan)

83

Tim Bathsul Masail Himasal, Fikih Kebangsaan Merajut Kebersamaan

di Tengah Khebinnekaan, …hal. 24. 84

Asror Baisuki, Jurnal Penanaman Karakter Moderat di Mahad Aly

Situbondo, (Jakarta: Pendidikan Agama dan Keagamaan, 2017), hal. 460.

Page 49: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

113

manusia dan rosul menjadi saksi bagi kalian”. (QS. Al-

Baqoroh; 143)85

Kata “wasath” dalam ayat di atas, jika merujuk kepada

tafsir klasik seperti Al-Tabari atau Al-Razi, mempunyai tiga

kemungkinan pengertian, yakni: umat yang adil, tengah-tengah,

atau terbaik. Ketiga pengertian itu, pada dasarnya, saling berkaitan.

Ibnu „Asyur memberikan dua makana terhadap kata “wasath.”

Pertama, menurut etimologi, kata wasath berarti sesuatu yang ada

di tengah, atau sesuatu yang memiliki dua belah ujung yang

ukurannya sebanding. Kedua, menurut terminologi bahasa, wasath

adalah nilai-nilai Islam yang dibangun atas dasar pola pikir yang

lurus dan pertengahan, tidak berlebihan dalam hal tertentu.86

Kemudian juga kata moderat asalnya dari bahasa inggris

moderate artinya mengambil sikap tengah: tidak berlebih lebihan

pada satu posisi tertentu, ia berada sikap yang tegak lurus dengan

kebenaran. Moderator seorang penengah, yang mampu menyatukan

dua kubu persoalan secara seimbang dan harmonis, dengan tanpa

mengorbankan nilai-nilai kebenaran. Dalam bahasa arab disebut al-

85

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Bandung: PT

Syaamil Cipta Media), hal. 22. 86

Nur dan Lubis, Konsep Wasathiyah Dalam Al-Quran (Studi Komparatif

Antara Tafsir Al-Tahrîr Wa at-Tanwîr Dan Aisar at-Tafâsîr),( 4 No. 2 : 2015), hal.

25.

Page 50: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

114

wasath. Imam al-Ashfahani mengartikan kata wasath dengan,

seimbang tidak terlalu ke kanan (ifrath) dan tidak terlalu ke kiri

(tafrith), di dalamnya terkandung makna keadilan, keistiqomahan,

kebaikan, keamanan dan kekuatan.87

2. Konsep Islam Moderat

Islam sebagai agama terakhir memiliki banyak ciri khas

yang membedakannya dengan agama lain, ciri khas yang paling

menonjol adalah tawasuth, ta‟adul, tasamuh, tawazun, oleh karena

itu tiga ungkapan tersebut disatukan menjadi “wasathiyyah” watak

wasathiyyah Islam ini dikatakan oleh Allah dalam Alquran.88

Artinya :

“dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat

Islam), umat penengan (adil dan pilihan, agar kamu menjadi

saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad)

menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (Qs. Al-Baqarah:

143).89

87

Asror Baisuki, Jurnal Penanaman Karakter Moderat di Mahad Aly

Situbondo,.. hal. 462. 88

Afifudin Muhajir, Membangun Nalar Islam Moderat, (Situbondo:

Tanwirul Afkar, 2018), hal. 1-2. 89

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Bandung: PT

Syaamil Cipta Media), hal. 22.

Page 51: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

115

Yang kedua yakni sikap i‟tidal yang berarti tegak lurus atau

menjunjung tinggi keadilan ini berdasarkan dari firman Allah SWT

pada Alquran surat Al-Maidah ayat 8.90

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-

orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah,

menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali

kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk

Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat

kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya

Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Qs. Al-

Maidah: 8).91

Ketiga adalah sikap tasammuh (toleran) yang berarti

menghargai perbedaan serta mengahargai orang yang mempunyai

prinsip hidup yang tidak sama, namun bukan berarti membenarkan

90

Danial Hilmi, Jurnal Mengurai Islam Moderat sebagai Agen Rahmatan

Lil „Alamin,(Malang: UIN Malang), hal. 69. 91

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Bandung: PT

Syaamil Cipta Media), hal. 108.

Page 52: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

116

atau mengakui keyakinan yang berbeda tersebut dalam

meneguhkan apa yang diyakini.92

Artinya:

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut". (QS. Thaha: 44).

93

Yang terakhir adalah sikap tawazun (menciptakan

kesetaraan/keadilan) yang berarti seimbang dalam segala hal,

termasuk dalam penggunaan dalil naqli (dalil yang bersumber dari

Al-Qur‟an dan Hadits) maupun dalil aqli (dalil yang bersumber dari

akal pikiran rasional). Firman Allah SWT.94

Sedangkan Islam moderat (wasathiyah) menurut MUI

(Majelis Ulama Indonesia) adalah sikap hidup prilaku manusia

tidak condong ke kanan dan ke kiri, artinya bahwa ajaran moderat

mengajarkan kepada manusia untuk tidak berlebihan dalam segala

hal. Sikap wasathiyah juga tak memperkenankan seorang muslim

untuk berprilaku ekstrem menjalankan agama. Dan sikap

92

Munawir, Aswaja NU Center dan Perannya sebagai Benteng Aqidah,

(Surakarta: LP2IM Surakarta, 2016), hal. 64. 93

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Bandung: PT

Syaamil Cipta Media), hal. 314. 94

Abdul Hakim, Model Pendidikan Islam Anti Radikalisme Di Pesantren

Al-Hikmah 2 Benda Sirampog Kab. Brebes, (Semarang: UIN Walisongo, 2017), hal.

143.

Page 53: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

117

wasathiyah juga tak memperkenankan prilaku seorang muslim

untuk meremehkan pelaksanaan ajaran agama.95

Dalam konteks Indonesia, Islam Moderat yang

mengimplementasikan Ummatan Wasathan terdapat pada dua

golongan yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

Keduanya mencerminkan ajaran Ahlussunnah wa al-Jama‟ah yang

mengakui toleransi serta kedamaian dalam berdakwah. Sikap

moderasi NU pada dasarnya tidak terlepas dari akidah Ahlusunnah

wa al-Jama'ah (Aswaja) yang dapat digolongkan paham moderat.96

Dalam Anggaran Dasar NU dikatakan, bahwa NU sebagai

Jam‟iyah Diniyah Islamiyah berakidah Islam menurut paham

Ahlussunah wa al-Jama‟ah dengan mengakui mazhab empat, yaitu

Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali. Penjabaran secara terperinci,

bahwa dalam bidang akidah, NU mengikuti paham Ahlussunah wal

Jama‟ah yang dipelopori oleh Imam Abu Hasan Al-Asy'ari, dan

Imam Abu Mansyur Al-Maturidi. Dalam bidang fiqih, NU

mengikuti jalan pendekatan (al-mazhab) dari Mazhab Abu Hanifah

95

Suara Majelis Ulama Indonesia, Islam Wasathiyah: Ruh Gerak MUI,

(Jakarta: Majalah Mimbar Ulama, 2016), hal. 3. 96

Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama: Biografi KH. Hasyim

Asy‟ari, (Yokyakarta: Lkis Printing Cemerlang, 2000), Hal. 64.

Page 54: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

118

Al-Nu'man, Imam Malik ibn Anas, Imam Muhammad ibn Idris Al-

Syafi'i dan Ahmad ibn Hanbali. Dalam bidang tasawuf mengikuti

antara lain Imam al-Junaid al-Bagdadi dan Imam al-Ghazali, serta

imam-imam yang lain.97

Bentuk Wasathiyah Nahdlatul Ulama diantaranya dengan

menganut para imam sebagaimana disebut di atas, maka mereka

semua berfaham Ahlussunnah wa al-Jama‟ah yang selalu menjadi

penengah atas berbagai faham yang ekstrim dan liberal.

Menjalankan dakwah dengan lembut, ikut terlibat dalam aktivitas

sosial serta merasuk ke berbagai struktur sosial mulai dari pedesaan

sampai perkotaan.98

Perkataan Ahlusunnah wal jama'ah dapat diartikan sebagai

"para pengikut tradisi Nabi Muhammad dan ijma (kesepakatan)

ulama".99

Sementara itu, watak moderat (tawassuth) merupakan ciri

Ahlussunah waljamaah yang paling menonjol, di samping juga

i'tidal (bersikap adil), tawazun (bersikap seimbang), dan tasamuh

97

Mujamil Qomar, NU Liberal; Dari Tradisionalisme Ahlusunnah ke

Universalisme Islam, (Bandung: Mizan, 2002), Hal. 62. 98

Danial Hilmi, Islam Moderat: Konsepsi Interpretasi dan Aksi, (Malang:

UIN Maulana Malik Ibrahim, 2016), Hal. 68. 99

Zamakhsyari Dhofier, Tradi Pesantren; Studi Tentang Pandangan Hidup

Kiai, (Jakarta: LP3ES, 1994), hal. 148.

Page 55: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

119

(bersikap toleran), sehingga ia menolak segala bentuk tindakan dan

pemikiran yag ekstrim (tatharruf) yang dapat melahirkan

penyimpangan dan penyelewengan dari ajaran Islam. Dalam

pemikiran keagamaan, juga dikembangkan keseimbangan (jalan

tengah) antara penggunaan wahyu (naqliyah) dan rasio ('aqliyah)

sehingga dimungkinkan dapat terjadi akomodatif terhadap

perubahan-perubahan di masyarakat sepanjang tidak melawan

doktrin-doktrin yang dogmatis. Masih sebagai konsekuensinya

terhadap sikap moderat, Ahlussunah waljamaah juga memiliki

sikap-sikap yang lebih toleran terhadap tradisi di banding dengan

paham kelompok-kelompok Islam lainnya. Bagi Ahlussunah,

mempertahankan tradisi memiliki makna penting dalam kehidupan

keagamaan. Suatu tradisi tidak langsung dihapus seluruhnya, juga

tidak diterima seluruhnya, tetapi berusaha secara bertahap di-

Islamisasi (diisi dengan nilai-nilai Islam).100

Aswaja kepanjangan dari “Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah”.

Artinya orang-orang yang menganut atau mengikuti sunnah Nabi

Muhammad SAW, dan Wal Jama‟ah berarti mayoritas umat atau

100

Miftahudin, Islam Moderat Konteks Indonesia Dalam Perspektif

Historis, (Mozaik, Volume V Nomor 1, Januari 2010), Hal. 51.

Page 56: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

120

mayoritas sahabat Nabi Muhammad SAW. Jadi definisi Ahlus

Sunnah Wal Jama‟ah yaitu: “Orang-orang yang mengikuti sunnah

Nabi Muhammad SAW dan mayoritas sahabat (maa ana alaihi wa

ashabii), baik di dalam syariat (hukum Islam) maupun aqidah dan

tasawuf. Aswaja menurut KH. Hasyim Asy‟ari mereka yang secara

aqidah mengikuti Abu Hasal Al Asy‟ari.”101

Untuk menegakkan prinsip-prinsip ajaran ahlu sunnah wal

jama‟ah dan prinsip dasar organisasi, maka KH. Hasyim Asy‟ari

merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), dan juga

merumuskan kitab I‟tiqad Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah. Kedua kitab

tersebut, kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU, yang

dijadikan dasar dan rujukan sebagai warga NU dalam berpikir dan

bertindak dalam bidang sosial, keagamaan, dan po1itik. 102

Khusus untuk membentengi keyakinan warga NU agar tidak

terkontaminasi oleh paham-paham sesat yang dikampanyekan oleh

kalangan modernis, KH. Hasyim Asy‟ari menulis kitab risalah

Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah yang secara khusus menjelaskan soal

bid‟ah dan sunah. Sikap lentur NU sebagai titik pertemuan

101

Fatih Syuhud, Ahlussunah Wal Jama‟ah: Islam Wasathiyah Tasamuh

Cinta Damai, (Malang: Pustaka Alkhoirot, 2017), hal. 2. 102

Munawir, Aswaja NU Center dan Perannya sebagai Benteng Aqidah,

(Vol. 1, Nomor 1, 2016), Hal. 62.

Page 57: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

121

pemahaman aqidah, fikih, dan tasawuf versi Ahlus Sunnah Wal

Jama‟ah telah berhasil memproduksi pemikiran keagamaan yang

fleksibel, mapan, dan mudah diamalkan pengikutnya. Dalam

perkembangannya kemudian para ulama‟ NU di Indonesia

menganggap bahwa Aswaja yang diajarkan oleh KH Hasyim

Asy‟ari sebagai upaya membumikan atau menginstitusikan prinsip-

prinsip tawasuth (moderat), tasamuh (toleran) dan tawazzun

(seimbang) serta ta‟addul (keadilan). Prinsip-prinsip tersebut

merupakan landasan dasar dalam mengimplimentasikan Aswaja.103

Didirikannya Jam‟iyah NU oleh Kiai di pesantren untuk

melestariskan paham moderat Ahlussunah wal jama‟ah, dengan

tujuan memlihara, a) melestarikan, mengembangkan dan

mengamalkan paham Islam Ahlussunah wal jama‟ah yang

menganut pola madzham empat: Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam

Syafi‟I, Imam Hambali, b) mempersatukan langkah para ulama dan

para pengikut-pengikutnya, dan c) melakukan kegiatan-kegiatan

103

Munawir, Aswaja NU Center dan Perannya sebagai Benteng Aqidah,…

hal. 62.

Page 58: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

122

yang bertujuan utuk menciptakan kemaslahatan masyarakat,

kemajuan bangsa dan, ketinggia harkat martabat manusia.104

Jadi Islam ahlussunah wal jama‟ah adalah ajaran (wahyu

Allah SWT) disampaikan kepada Nabi Muhammad kepada para

sahabatnya dan beliau amalkan serta diamalkan oleh para

sahabatnya. Paham Aswaja NU mencakup aspek aqidah, syar‟iyah

dan akhlak. Ketiganya merupakan satu kesatuan yang mencakup

seluruh aspek keagamaan dalam Islam. Didasarkan pada manhaj

(pola pemikiran) Asy‟ariyah dan maturidiyah dalam bidang aqidah,

empat imam madzhab besar dalam bidang fiqh (Hanafi, Maliki,

Syafi‟I, Hambali) dan dalam bidang tasawuf menganut manhaj

Imam Al-Ghazali, dan Imam Alqasim Al-Junaidi Al-Baghdadi.105

Menurut A. Fatih Syuhud seorang penganut Aswaja yang

betul-betul memahami esensi Aswaja akan memiliki perilaku yang

tidak hanya toleran, menghargai perbedaan, dan cinta damai kepada

non-muslim yang tidak berbuat dzalim. Menurutnya pertama

aswaja secara fitrah selalu toleran terhadap perbedaan aqidah

104

Tim PWNU Jawa Timur, Aswaja An-Nahdliyah: Ajaran Ahlusuunah

Wal Jama‟ah Yang Berlaku di Lingkungan Nahdlatul Ulama, (Jawa Timur: Lajnah

Ta‟lif Wa Nasyr NU, 2017), Hal. 1. 105

Hasyim Asy‟ari, Risalah Ahlussunah Wal Jama‟ah: Analisis Tentang

Hadis Kematian, Tanda-tanda Kiamat, dan Pemahaman Tentang Sunah dan Bid‟ah,

(Jakarta: LTN PBNU, 2011), Hal. 12.

Page 59: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

123

madzhab. Kedua toleran terhadap perbedaan fiqh dengan adanya

empat madzhab fiqh yang diakui sebagai bagian dari Aswaja, maka

itu bermakna bahwa terkadang ada empat pandangan fiqh yang

berada dalam pandangan yang sama. Dan ketiga pandangan fiqh

yang berbeda dalam masalah yang sama.106

Ciri utama aswaja Nahdlatul Ulama adalah moderat

(tawasuth) dan (i‟tidal) tengah-tengah atau adil (seimbang). Yakni

selalu seimbang dalam menggunakan dalil, antara dalil naqli dan

dalil aqli, antara pendapat jabariyah dan pendapat qadariyah dan

sikap moderat dalam mengahadapi perubahan dunyawiyah. Dalam

masalah fiqh sikap pertengahan antara “ijtihad” dan “taqlid” buta,

yaitu dengan cara bermadzhab. Ciri sikap ini adalah tegas dalam

sikap qath‟iyyat dan toleran dalam hal zhaniyyat.107

Di kalangan Nahdliyin misalnya, terdapat banyak tokoh,

pemikir, dan atau ulama yang dikenal memiliki karakter pemikiran

moderat. Para tokoh moderat ini kebanyakan mengisi jajaran

struktur kepengurusan di tingkat pusat atau Pengurus Besar (PB),

baik di jajaran Majlis Syuro atau Dewan Tanfidz. Di antara nama-

106

Fatih Syuhud, Ahlussunah Wal Jama‟ah: Islam Wasathiyah Tasamuh

Cinta Damai,… hal. v. 107

Tim PWNU Jawa Timur, Aswaja An-Nahdliyah: Ajaran Ahlusuunah

Wal Jama‟ah Yang Berlaku di Lingkungan Nahdlatul Ulama,…Hal. 3-4.

Page 60: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

124

nama kiai NU yang bisa disebut sebagai tokoh moderat adalah KH.

Sahal Mahfudz, KH. Hasyim Muzadi, KH. Abdurrahman Wahid,

KH. Salahuddin Wahid, Prof. Dr. KH. Said Aqil Sirodj, KH.

Masdar Farid Mas‟udi, dan masih banyak lagi yang lain. Sementara

itu, di kalangan Muhammadiyah, terdapat nama-nama seperti KH.

Ahmad Dahlan, Hamka, Buya Syafi‟i Ma‟arif, Din Syamsuddin,

dan seterusnya, yang dikenal luas karena arus pemikiran

moderatnya.108

Tawasuth (moderat) dalam menyikapi budaya ialah

mempertahankan budaya lama yang masih baik dan menerima

budaya baru yang lebih baik.109

Dalam sikap ini Aswaja Nahdlatul

Ulama tidak apriori menolak atau menerima dari keduanya. Model

keberagamaan NU, sebagaimana disebutkan, mungkit tepat apabila

dikatakan sebagai pewaris para wali di Indonesia. Diketahui, bahwa

usaha para wali untuk menggunakan berbagai unsur non-Islam

merupakan suatu pendekatan yang bijak. Bukankah al-Qur‟an

menganjurkan sebuah metode yang bijaksana, yaitu “serulah

manusia pada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasehat yag

108

Danial Hilmi, Islam Moderat: Konsepsi Interpretasi dan Aksi,… Hal.

68-69. 109

Perlu hati-hati, kaidah ini yang mengusung adalah Jamaludin Al-

Afgani. Sehingga, kalimat “lama yang masih baik” dan “baru yang lebih baik” tentu

menurut versinya, dan belum tentu versi kita.

Page 61: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

125

baik” (QS. An-Nahl: 125).32 Dalam mendinamiskan

perkembangan masyarakat, kalangan NU selalu menghargai

budaya dan tradisi lokal. Metode mereka sesuai dengan ajaran

Islam yang lebih toleran pada budaya lokal.110

Hal yang sama merupakan cara-cara persuasif yang

dikembangkan Walisongo dalam meng-Islam-kan pulau Jawa dan

menggantikan kekuatan Hindu-Budha pada abad XVI dan XVII.

Apa yang terjadi bukanlah sebuah intervensi, tetapi lebih

merupakan sebuah akulturasi hidup berdampingan secara damai.

Ini merupakan sebuah ekspresi dari “Islam kultural” atau “Islam

moderat” yang di dalamnya ulama berperan sebagai agen

perubahan sosial yang dipahami secara luas telah memelihara dan

menghargai tradisi lokal dengan cara mensubordinasi budaya

tersebut ke dalam nilai-nilai Islam, selagi budaya tidak

bertentangan dengan ajaran agama Islam, agama akan lebih kuat

jika dibangun dengan berdasarkan budaya setempat, contoh baju

batik adalah budaya nusantara, baju batik akan lebih baik lagi jika

110

Miftahudin, Islam Moderat Konteks Indonesia Dalam Perspektif

Historis, Hal. 52.

Page 62: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

126

dipake sholat, artinya antara budaya agama saling menguatkan satu

sama lain.111

Kekuatan Islam Moderat tidak lepas dari peran Walisongo

yang mampu mengakomodasi kultur budaya masyarakat setempat

sehingga dapat mengislamkan masyarakat khususnya Tanah Jawa.

Dua golongan NU dan Muhammadiyah telah berhasil

merealisasikan Islam Moderat serta membendung setiap

radikalisasi yang muncul di tengah masyarakat. Oleh karena itu,

dirasa perlu untuk menjadikan Islam Moderat sebagai kiblat ajaran

Islam yang sebenarnya dengan berlandaskan Islam yang Rahmatan

Lil „Alamin.112

Sebagai jawaban atas berkembangnya paham dan gerakan

kelompok yang intoleran, dan mudah mengkafirkan (takfiri), maka

perlu dirumuskan ciri-ciri Ummatan Wasathan untuk

memperjuangkan nilai-nilai ajaran Islam yang moderat dalam

kehidupan keagamaan, kemasyarakatan, kebangsaan, dan

kenegaraan. Sikap moderat adalah bentuk manifestasi ajaran Islam

sebagai rahmatan lil „alamin rahmat bagi segenap alam semesta.

111

Miftahudin, Islam Moderat Konteks Indonesia Dalam Perspektif

Historis, Hal. 52. 112

Danial Hilmi, Islam Moderat: Konsepsi Interpretasi dan Aksi, Hal. 71.

Page 63: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

127

Sikap moderat perlu diperjuangkan untuk lahirnya umat terbaik

(khairu ummah).

Adapun ciri-ciri umat moderat adalah Pemahaman dan

praktik amaliah keagamaan seorang muslim moderat memiliki ciri-

ciri sebagai berikut:

1. Tawassuth (mengambil jalan tengah), yaitu pemahaman dan

pengamalan yang tidak ifrâth (berlebih-lebihan dalam

beragama) dan tafrîth (mengurangi ajaran agama);

2. Tawâzun (berkeseimbangan), yaitu pemahaman dan

pengamalan agama secara seimbang yang meliputi semua aspek

kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi, tegas dalam

menyatakan prinsip yang dapat membedakan antara inhiraf

,(penyimpangan,) dan ikhtilaf (perbedaan);

3. I‟tidâl (lurus dan tegas), yaitu menempatkan sesuatu pada

tempatnya dan melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban

secara proporsional;

4. Tasâmuh (toleransi), yaitu mengakui dan menghormati

perbedaan, baik dalam aspek keagamaan dan berbagai aspek

kehidupan lainnya;

Page 64: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

128

5. Musâwah (egaliter), yaitu tidak bersikap diskriminatif pada

yang lain disebabkan perbedaan keyakinan, tradisi dan asal usul

seseorang;

6. Syûra (musyawarah), yaitu setiap persoalan diselesaikan

dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan

prinsip menempatkan kemaslahatan di atas segalanya;

7. Ishlâh (reformasi), yaitu mengutamakan prinsip reformatif

untuk mencapai keadaan lebih baik yang mengakomodasi

perubahan dan kemajuan zaman dengan berpijak pada

kemaslahatan umum (mashlahah „ammah) dengan tetap

berpegang pada prinsip al-muhafazhah „ala al-qadimi al-shalih

wa al-akhdzu bi al-jadidi al-ashlah (melestarikan tradisi lama

yang masih relevan, dan menerapkan hal-hal baru yang lebih

relevan);

8. Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas), yaitu kemampuan

mengidentifikasi hal ihwal yang lebih penting harus

diutamakan untuk diimplementasikan dibandingkan dengan

yang kepentingannya lebih rendah;

9. Tathawwur wa Ibtikâr (dinamis dan inovatif), yaitu selalu

terbuka untuk melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan

Page 65: BAB III KAJIAN TEORITIS TENTANG PESANTREN, …repository.uinbanten.ac.id/4820/5/BAB III.pdf · pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang mendidik seorang santri

129

perkembangan zaman serta menciptakan hal baru untuk

kemaslahatan dan kemajuan umat manusia;

10. Tahadhdhur (berkeadaban), yaitu menjunjung tinggi akhlak

mulia, karakter, identitas, dan integritas sebagai khairu ummah

dalam kehidupan kemanusiaan dan peradaban.113

113

Afrizal Nur dan Mukhlis, Jurnal Konsep Wasathiyah dalam Al-Qur‟an,

(Riau, UIN Suska An-Nur, Vol. 4 No. 2, 2015), hal. 212-213.