bab ii landasan teoritis tentang pondok pesantren …repository.uinbanten.ac.id/225/2/bab ii.pdf ·...

26
11 BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PONDOK PESANTREN DAN PEMBENTUKAN MORALITAS SANTRI A. Pondok Pesantren 1. Pengertian Pondok Pesantren Pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu. Pondok mungkin berasal dari bahasa arab “Funduq” yang berarti “Hotel atau Asrama”. Pondok memang tempat penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh dari asalnya. Merupakan tempat tinggal kiai bersama santrinya dan bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 1 Perkataan pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe dan akhiran n yang berarti tempat tinggal santri. Pesantren juga disebut perguruan pengajian islam. Dengan nada yang sama Soegarda Poerbakawatja menjelaskan pesantren asal katanya adalah santri, yaitu seorang yang belajar agama islam, sehingga dengan demikian, pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar agama islam. Manfred Ziemek juga menyebutkan bahwa asal etimologi dari pesantren adalah pesantrian berarti “ tempat santri”. santri atau murid (umumnya sangat berbeda-beda ) mendapat pelajaran dari pemimpin pesantren (kiai) dan oleh para guru (ulama atau ustadz) 1 Abuddin Nata, Azyumardi Azra, sejarah pertumbuhan dan perkembangan lembaga-lembaga pendidikan islam di Indonesia (Jakarta : PT Grasindo,2001) hal. 89

Upload: others

Post on 09-Nov-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PONDOK PESANTREN …repository.uinbanten.ac.id/225/2/BAB II.pdf · pengajaran islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai atau ustadz

11

BAB II

LANDASAN TEORITIS

TENTANG PONDOK PESANTREN DAN

PEMBENTUKAN MORALITAS SANTRI

A. Pondok Pesantren

1. Pengertian Pondok Pesantren

Pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang

terbuat dari bambu. Pondok mungkin berasal dari bahasa arab

“Funduq” yang berarti “Hotel atau Asrama”. Pondok memang tempat

penampungan sederhana bagi para pelajar yang jauh dari asalnya.

Merupakan tempat tinggal kiai bersama santrinya dan bekerja sama

untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.1

Perkataan pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe

dan akhiran n yang berarti tempat tinggal santri. Pesantren juga disebut

perguruan pengajian islam. Dengan nada yang sama Soegarda

Poerbakawatja menjelaskan pesantren asal katanya adalah santri, yaitu

seorang yang belajar agama islam, sehingga dengan demikian,

pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar

agama islam. Manfred Ziemek juga menyebutkan bahwa asal etimologi

dari pesantren adalah pesantrian berarti “ tempat santri”. santri atau

murid (umumnya sangat berbeda-beda ) mendapat pelajaran dari

pemimpin pesantren (kiai) dan oleh para guru (ulama atau ustadz)

1 Abuddin Nata, Azyumardi Azra, sejarah pertumbuhan dan perkembangan

lembaga-lembaga pendidikan islam di Indonesia (Jakarta : PT Grasindo,2001) hal. 89

Page 2: BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PONDOK PESANTREN …repository.uinbanten.ac.id/225/2/BAB II.pdf · pengajaran islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai atau ustadz

12

Prof. Johns berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa

Tamil, yang berarti guru mengaji. Adapun C.C Berg. Berpendapat

bahwa istilah tersebut berasal dari shastri yang dalam bahasa India,

orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu, atau seorang sarjana

ahli kitab suci agama Hindu. Kata shastri berasal dari shastra yang

berarti buku suci, buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu

pengetahuan. Adanya kaitan antara istilah santri yang digunakan

setelah datangnya agama islam, dengan istilah yang digunakan sebelum

datangnya islam ke Indonesia bisa saja terjadi.2

Jadi pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan

pengajaran islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai

atau ustadz sebagai murid dengan mengambil tempat di

masjid/mushalla atau beranda masjid/mushalla, ruang kelas, atau emper

asrama, (pondok) untuk mengaji dan membahas buku-buku teks

keagamaan karya ulama masa lalu. 3

2. Karakteristik Pendidikan Pesantren

Untuk mengetahui karakteristik pendidikan pesantren, maka

dapat dilacak dari berbagai segi yang meliputi keseluruhan sistem

pendidikan sebagai berikut:

a. Materi Pelajaran dan Metode Pengajaran

Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren pada dasarnya

hanya mengajarkan agama, sedangkan sumber kajian atau mata

pelajarannya ialah kitab-kitab dalam bahasa Arab. Pelajaran agama

yang dikaji di pesantren ialah Al-Quran dengan tajwidnya dan

2 Haidar Putra Daulay, sejarah pertumbuhan dan pembaruan pendidikan

islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana prenada media group,2007) hal. 61 3 Mahmud, Model pembelajaran di Pesantren ( Jakarta: Media Nusantara,

2006) hal. 1

Page 3: BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PONDOK PESANTREN …repository.uinbanten.ac.id/225/2/BAB II.pdf · pengajaran islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai atau ustadz

13

tafsirnya, aqa‟id, dan ilmu kala,fiqh, dan usul fiqh, hadis dengan

musthalah hadis, bahasa arab dengan ilmu alatnya seperti nahwu,

sharaf, bayan, ma‟ani, badi‟ dan arudh, tarikh, mantik dan tasawuf.

Kitab yang dikaji di pesantren umumnya kitab-kitab yang ditulis dalm

abad pertengahan, yaitu antara abad ke-12 sampai dengan abad ke-15

atau lazim disebut dengan kitab kuning.

Metode yang lazim dipergunakan dalam pendidika pesantren

ialah wetonan, sorogan, dan hafalan. Menurut Imran Arifin dalam

bukunya “ kepemimpinan kyai”, metode wetonan adalah kyai membaca

suatu kitab yang sama, kemudian semua santri membaca kitab yang

sama, kemudian santri mendengarkan dan menyimak tentang bacaan

kyai tersebbut.4Metode sorogan adalah kegiatan pembelajaran santri

yang lebih menitikberatkan pada pengembangan kemampuan

perseorangan (individu), di bawa bimbingan seorang ustadz atau kyai.5

b. Jenjang Pendidikan

Jenjang pendidikan dalam pesantren tidak dibatasi seperti dalam

lembaga-lambaga pendidikan yang memakai system klasikal.

Umumnya, kenaikan tingkat seorang santri di tandai dengan tamat dan

bergantian kitab yang dipelajarinya. Apabila seorang santri telah

menguasai satu kitab atau beberapa kitab dan telah lulus imtihan (ujian)

yang diuji oleh kiainya, maka ia berpindah ke kitab lain. Jadi jenjang

pendidikan tidak di tandai dengan naiknya kelas seperti dalam

4 Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam ( Jakarta:

Ciputat Pers, 2006), hal. 154 5 Mahmud, Model-model pembelajaran di pesantren ( Jakarta: Media

Nusantara, 2006), hal 51

Page 4: BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PONDOK PESANTREN …repository.uinbanten.ac.id/225/2/BAB II.pdf · pengajaran islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai atau ustadz

14

pendidikan formal, tetapi pada penguasaan kitab-kitanya telah

ditetapkan dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.

c. Fungsi Pesantren

Pesantren tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan,

tetapi juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga berfungsi

sebagai lembaga sosial dan penyiaran agama. Sementara Azyumardi

Azra menyatakan bahwa ada tiga fungsi pesantren tradisional. Pertama,

transmisi dan transfer ilmu Islam. Kedua,memelihara tradisisi Islam,

dan ketiga, reproduksi ulama.

d. Prinsip- prinsip Pendidikan Pesantren

Sesuai dengan fungsinya yang komperensif dan pendekatannya

yang holistic, pesantren memiliki prinsip-prinsip utama dan

menjalankan pendidikannya. Setidak-tidaknya ada dua belas prinsip

yang dipegang teguh pesantren: (1) theocentric (2) sukarela dan

pengabdian, (3) kearifan, (4) kesederhanaan, (5) kolektivitas, (6)

mengatur kegiatan bersama, (7) kebebasan terpemimpin,(8)

kemandidrian, (9) pesantren adalah tempat mencari ilmu dan

mengabdi,(10) mengamalkan ajaran agama, (11) belajar di pesantren

bukan untuk mencari izajah, (12) restu kiai, semua perbuatan yang

dilakukan oleh setiap warga pesantren sangat bergantung pada

kerelaan dan do’a hari kita.

e. Sarana dan Tujuan Pesantren

Dalam bidang sarana, pesantren tradisional ditandai oleh ciri

khas kesederhanaan sejak lingkungan atau kompleks pesantren sangat

sederhana. Tentu saja kesederhanaan secara fisik kini sudah berubah

total dan pesantren yang mempunyai gedung yang megah.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PONDOK PESANTREN …repository.uinbanten.ac.id/225/2/BAB II.pdf · pengajaran islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai atau ustadz

15

Tujuan pendidikan pesantren adalah menciptakan dan

mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman

dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi

masyarakat dengan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat, sebagai

rasul, yaitu yang menjadi pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian

Nabi Muhamad Saw (mengikuti sunahnya) mampu berdiri sendiri,

bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau

menegakkan islam dan kejayaan umat islam ditengah-tengah

masyarakat, dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan

kepribadian Indonesia.

f. Kehidupan Kyai dan Santri

Pesantren adalah sebuah kehidupan yang unik sebagaimana

dapat dilihat dari penampilan lahiriahnya. Pesantren adalah kompleks

dengan lokasi yang biasanya terpisah dari kehidupan sekitarnya. Dalam

kompleks itu berdiri beberapa rumah kiai atau pengasuh pesantren,

masjid sebagai tempat pengajaran diberikan, dan tempat penginapan

santri tempat pengajaran diberikan, dan tempat penginapan santri

(bilik). Menurut Zamakhsyari Dhofier, baik pesantren khalafi maupun

salafi, kecuali pondok Gontor, tetap mempertahankan unsur-unsur

tradisional, yaitu pondok, masjid pengajaran kitab-kitab islam klasik,

santri, dan kiai.6

3. Peranan Pondok Pesantren

Dalam kehidupan sosial keagamaan masyarakat Indonesia dan

termasuk kehidupan politik, pondok pesantren memiliki peranan yang

sangat penting dalm mengembangkan kehidupan di wilayah Indonesia.

Bentuk peranan-peranan itu antara lain:

6 Mahmud, ibid hal 117

Page 6: BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PONDOK PESANTREN …repository.uinbanten.ac.id/225/2/BAB II.pdf · pengajaran islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai atau ustadz

16

a. Peran Intrumental

Upaya pendidiakn secara nasional tak pelak lagi memerlukan

sarana-sarana sebagai media untuk mengejawantahkan tujuan-

tujuannya. Sarana-sarana itu selain dibentuk secara formal juga

nonformal murni swadaya dari masyrakat. Dalam tataran inilah peranan

pondok pesantren sebagai alat pendidikan nasional tampak sangat

partisipatif. Peranan instrumental pondok pesantren demikian itu dalam

kenyataannya memang cukup kuat meskipun perkembangannya sampai

dewasa ini masih sangat dibutuhkan lebih serius.

b. Peranan keagamaan

Dalam pelaksanaannya, pondok pesantren melaksanakan proses

pembinaan pengetahuan, sikap dan kecakapan yang menyangkut segi

keagamaan. Tujuan intinya adalah mengusahakan terbentuknya

manusia berbudi luhur dengan pengamalan keagamaan yang konsisten.

Pendidikan nasional sendiri bertujuan antara lain menciptakan manusia

bertakwa. Untuk kepentingan ini, pendidikan agama dikembangkan

secara terpadu baik melalui sekolah umum maupun madrasah. Pondok

pesantren juga menyelenggarakan pembinaan terhadap mental dan

sikap para santri untuk hidup mandiri meningkatkan keterampilan dan

berjiwa entrepreneurship karena didalam pondok pesantren mereka

hidup bersama dan masing-masing memiliki kewajiban dan hak yang

saling mereka juga dan hormati.7

7 Iskandar Engku, Siti Jubaidah, Sejarah Pendidikan Islami (Bandung: PT

Remaja Rosdakarya Offset, 2014) hal. 176-177

Page 7: BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PONDOK PESANTREN …repository.uinbanten.ac.id/225/2/BAB II.pdf · pengajaran islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai atau ustadz

17

B. Pembentukan Moralitas Santri

1. Pengertian moralitas

Dari etomologis perkataan moral berasal dari bahasa latin

“mores” yang berasal dari suku kata “mos”. Mores berarti adat istiadat,

kelakuan, tabiat, watak, akhlak, yang kemudian artinya berkembang

menjadi sebagai kebiasaan dalam bertingkah laku yang baik, susila.

Moralitas berarti yang mengenai kesusilaan (kesopanan, sopan santun,

keadaban) orang yang susila adalah orang yang baik budi bahasanya.

Di dalam kamus bahasa Indonesia bahwa moral adalah penentuan baik

buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.

Menurut W.J.S. Poerdaminta moral merupakan ajaran tentang

baik buruknya perbuatan dan kelakuan. Dalam masyarakat Indonesia

moral yang domaksud adalah moral pancasila, termasuk didalamnya

nilai-nilai UUD 1945. Perkembangan moral manusia secara individu

melalui beberapa tahap seperti :

a. Orientasi penghukuman dan kepatuhan

b. Orientasi nisbi instrumental

c. Orientasi kesejajaran interpersonal

d. Orientasi pemeliharaan otorisasi dan tata kemasyarakatan

e. Orintasi persetujuan masyarakat secara legal

f. Orientasi asas-asas etika universal8

Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah

yang digunakan untuk menentukan batas-batas dan sifat, perangai,

kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan

benar, salah, baik, atau buruk.

8 Hamid Darmadi, Dasar konsep pendidikan moral ( Bandung: Alvabeta,

2012), hal 50

Page 8: BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PONDOK PESANTREN …repository.uinbanten.ac.id/225/2/BAB II.pdf · pengajaran islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai atau ustadz

18

Selanjutnya pengertian moral di jumpai pula dalam the

Advanced Leaner’s Dictionary of Current English. Dalam buku ini

dikemukakan beberapa pengertian moral sebagai berikut:

1) Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan benar dan salah, baik,

dan buruk;

2) Kemampuan untuk memahami perbedaan antara benar dan

salah;

3) Ajaran Atau gambaran tingkah laku yang baik.9

Moralitas dapat didefinisikan dengan berbagai cara. Namun,

secara umum moralitas dapat dikatakan sebagai kapasitas untuk

membedakan yang benar dan yang salah, bertindak atas perbedaan

tersebut. Dalam definisi ini, individu yang matang secara moral tidak

membiarkan masyarakat untuk mendikte mereka karena mereka tidak

mengharapkan hadiah atau hukuman yang berwujud ketika memenuhi

atau memenuhi standar moral. Mereka mengiternalisasi prinsip moral

yang mereka pelajari dan memenuhi gagasannya, walaupun tidak ada

tokoh otoritas yang hadir untuk menyaksikan atau mendorong mereka.

Moralitas memiliki tiga komponen, yaitu komponen afektif atau

emosional terdiri dari berbagai jenis perasaan (seperti perasaan bersalah

atau malu, perhatian terhadap perasaan orang lain, dan sebagainya)

yang meliputi tindakan benar dan salah yang memotivasi pemikiran dan

tindakan moral. Komponen kognitif yang merupakan pusat dimana

seseorang melakukan konseptualisasi benar dan salah dan membuat

keputusan tentang bagaimana seseorang berprilaku ketika mengalami

godaan untuk berbohong, curang, atau melanggar aturan moral lainnya.

9 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta : Rajawali pers, 2012) hal. 92

Page 9: BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PONDOK PESANTREN …repository.uinbanten.ac.id/225/2/BAB II.pdf · pengajaran islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai atau ustadz

19

Komponen afektif moralitas (moral affect) merupakan berbagai

jenis perasaan yang menyertai pelaksanaan prinsip etika. Islam

mengajarkan pentingnya rasa malu untuk melakukan perbuatan yang

tidak baik sebagai sesuatu yang penting. Hadis menyatakan:

Artinya: Dari ibnu Umar r.a., ia berkata bahwa Rasullah Saw.

Bersabda: Malu itu pertanda dari iman. (HR. Bukhari dan

muslim)

Malu dikatakan sebagai bagian dari iman karena rasa malu

dapat menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak bermoral.

Komponen kognitif moralitas (moral reasoning) merupakan

pikiran yang ditunjukan seseorang ketika memutuskan berbagai

tindakan yang benar atau yang salah. Islam mengajarkan bahwa Allah

mengilhamkan kedalam jiwa manusia dua jalan yaitu jalan kefasikan

dan ketakwaan. Manusia memiliki akal untuk memilih jalan mana yang

ia akan tempuh. Firman Allah SWT :

Artinya: … dan jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)-Nya, maka Allah

mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.

Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan

merugilah orang yang mengotorinya. (QS Al-Syams [91]: 7-10)10

10

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya ( Jakarta : Adhawul

Bayan: CV Dua Sehat, 2012), hal 595

Page 10: BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PONDOK PESANTREN …repository.uinbanten.ac.id/225/2/BAB II.pdf · pengajaran islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai atau ustadz

20

Pilihan manusia tentang jalan yang akan ia pilih dalam konflik

ini menentukan apakah ia menjadi orang yang baik atau tidak.

Komponen prilaku moralitas (moral behavior) merupakan

tindakan yang konsisten terhadap tindakan moral seseorang dalam

situasi dimana mereka harus melanggarnya. Islam menggambarkan

memilih melakukan jalan yang benar sesuai menempuh jalan yang

mendekati lagi sukar. Sebagaimana Firman Allah SWT :

Artinya: “Dan kami telah menunjukan kepadanya dua jalan.

Tetapi dia tidak menempuh jalan yang mendaki lagi sukar.” (QS Al-

Balad [90]: (10-11)11

Melakukan sesuatu pada jalan yang benar merupakan pilihan

bagi umat Islam, meskipun sulit.

Berdasarkan kutipan diatas, dapat dipahami bahwa moral

adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap

aktivitas manusia dengan nilai (ketentuan)baik, atau buruk,benar atau

salah. Jika dalam kehidupan sehari-hari dikatakan bahwa orang tersebut

bermoral, maka yang dimaksudkan adalah bahwa orang tersebut

tingkah lakunya baik.12

2. Perkembangan Moral

Hasil penelitian Piaget mengungkapkan bahwa pada tahap

oprasional konkret (8-12 tahun), anak sudah dapat memahami dan

11

Ibid, hal 194 12

Aliah B.Purwakania Hasan, psikologi perkembangan islam (Bandung : PT

Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 262

Page 11: BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PONDOK PESANTREN …repository.uinbanten.ac.id/225/2/BAB II.pdf · pengajaran islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai atau ustadz

21

menghargai aturan-aturan. Mereka sudah dapat membedakan antara

perbuatan yang baik dan perbuatan yang jelek, serta akibat-akibatnya.

Selanjutnya Elkin menegaskan bahwa seiring dengan perkembangan

kognitif, remaja mulai mengenal sifat egosentrisme yang merupakan

titik awal mendamaikan struktur kognitif dan dinamika kepribadian.

Istilah egosentrisme sering salah dipahami. Egosentrisme tidaklah

sinonim tidak mengutamakan diri sendiri (self isness) atau

mementingkan diri seendiri (self-centeredness) tetapi lebih mengacu

kepada karakteristik universal yang memusat pada pandangan individu,

dan ketidakmampuan untuk memahami pandangan lain ( the universal

characteristic of being centered on an individual point of view and

unable to see the views of others). Segala sesuatu dilihat atau di pahami

sebagaimana anak melihat atau memahaminya, dan mereka sama sekali

tidak mampu memandang atau memahami, sebagaimana orang lain

memandang atau memahaminya.

Kolhberg, ahli psikologi perkembangan moral dan tokoh

pengembangan teori Piaget, mengidentifikasi isu dilemma moral

remaja yang dapat menimbulkan konflik, termasuk hukuman, property,

afiliasi, otoritas, karakter atau watak, norma atau aturan-aturan,

kesepakatan (contrac), kebenaran, kebebasan, kehidupan dan seks.

Sebagai contoh, jika seorang remaja pada posisi dilema antara otoritas

dan afiliasi, maka remaja dapat menggunakan pemikiran moral untuk

mengambil keputusan, termasuk mengikuti standar moral, konskuensi,

kewajaran, dan kesadaran moral dengan perspektif sosial untuk

Page 12: BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PONDOK PESANTREN …repository.uinbanten.ac.id/225/2/BAB II.pdf · pengajaran islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai atau ustadz

22

mendukung pilihan itu. Tahap- tahap perkembangan moral kolbergh

tampak dalam tabel 1.1 berikut ini.13

Tabel 2.1

Teori Enam Tahap Perkembangan Pertimbangan Moral

Versi Kolbergh 14

Tingkat Tahap Konsep Moral

Tingkat I Moralitas

Prekonvensional

(usia 4-10 tahun)

Tahap 1:

memperhatikan

ketaatan dan hukum

Tahap 2:

memperhatikan

pemuas kebutuhan

1. Anak menentukan

keburukan berdasarkan

tingkat hukuman akibat

keburukan tersebut;

2. Prilaku baik dihubungkan

dengan penghindaran diri

dari hukuman.

Prilaku baik dihubungkan

dengan pemuasan keinginan

dan kebutuhan sendiri tanpa

mempertimbangkan

kebutuhan orang lain;

Tingkat II Moralitas

konvensional

(usia 10-13 tahun)

Tahap

3:Memperhatikan

1. Anak dan remaja

berprilaku sesuai dengan

aturan dan patokan moral

agar memperoleh

persetujuan orang

13

Syamsul Bachri Thalib, psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris

Aplikatif ( Jakarta:Kencana,2010) hal 14

Muhibbin Syah, psikologi Belajar (Jakarta: Rajawali Pers, 2013) hal. 41-

42

Page 13: BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PONDOK PESANTREN …repository.uinbanten.ac.id/225/2/BAB II.pdf · pengajaran islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai atau ustadz

23

citra”anak baik”

Tahap 4:

memperhatikan

hukum dan

peraturan

dewasa, bukan untuk

menghindari hukuman;

2. Perbuatan baik dan buruk

dinilai berdasarkan

dengan tujuannya. Jadi,

ada perkembangan

kesadaran terhadap

perlunya aturan.

1. Anak dan remaja

memiliki sikap pasti

terhadap wewenang dan

peraturan ;

2. Hukum harus ditaati oleh

semua orang.

Tingkat III Moralitas

Pascakonvensional

(usia 13 tahun ke

atas)

Tahap 5:

memperhatikan hak

perseorangan

1. Remaja dan dewasa

mengartikan prilaku baik

sebagai hak pribadi sesuai

dengan aturan dan

patokan social;

2. Perubahan hukuman dan

aturan dapat diterima jika

diperlukan untuk

mencapai hal-hal yang

paling baik;

3. Pelanggaran hukum dan

aturan dapat terjadi

Page 14: BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PONDOK PESANTREN …repository.uinbanten.ac.id/225/2/BAB II.pdf · pengajaran islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai atau ustadz

24

Tahap 6:

memperhatikan

prinsip-prinsip etika

karena alasan-alasan

tertentu.

1. Keputusan mengenai

prilaku-prilaku social

berdasarkan atas prinsip-

prinsip moral pribadi

yang bersumber dari

hukum universal yang

selaras dengan kebaikan

umum dan kepentingan

oranglain.

2. Keyakinan terhadap

moral pribadi dan nilai-

nilai tetap melekat

meskipun sewaktu-waktu

berlawanan dengan

hukum yang dibuat untuk

mengekalkan aturan

social. Contoh seorang

suami yang istrinya

sedang sakit keras dan ia

tidak punya uang boleh

jadi akan mencuri obat

atau mencuri uang untuk

membeli obat untuk

menyalamatkan nyawa

Page 15: BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PONDOK PESANTREN …repository.uinbanten.ac.id/225/2/BAB II.pdf · pengajaran islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai atau ustadz

25

istrinya itu. Ia yakin

bahwa di satu sisi tidakan

mencuri merupakan

keharusan, sedang disisi

lain melestarikan

kehidupan manusia itu

merupakan kewajiban

moral yang lebih tinggi

daripada mencuri itu

sendiri.

Adapun tahap –tahap perkembangan moral menurut Kolhberg

yang disarikan oleh Hardiman (1987) sebagai berikut:

a. Tingkat Prakonvensional

Pada tingkat ini seorang sangat tanggap terhadap aturan-

aturan kebudayaan dan penilaian baik atau buruk, tetapi ia menafsirkan

baik atau buruk ini dalam rangka maksimilasi kenikmatan atau akibat-

akibat dari tindakannya. Kecendrungan utamnya dalam interaksi

dengan orang lain adalah menghindari hukuman atau mencapai atau

maksimalisasi kenikmatan.

b. Tingkat Konvensional

Pada tingkat ini seseorang menyadari dirinya sebagai

seorang individu di tengah-tengah keluarga, masyarakat dan bangsanya.

Keluarga, masyarakat, bangsa dinilai memiliki kebenarannya sendiri,

karena jika menyimpang dari kelompok ini akan terisolasi. Maka itu,

kecendrungan orang pada tahap ini adalah menyesuiakan diri dengan

aturan-aturan masyarakat dan mengidentifikasikan dirinya terhadap

Page 16: BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PONDOK PESANTREN …repository.uinbanten.ac.id/225/2/BAB II.pdf · pengajaran islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai atau ustadz

26

kelompok sosialnya. Kalau pada tingkat ini perasaan dominan adalah

malu.

c. Tingkat Pasca-Konvensional atau Tingkat Otonom

Pada tingkat ini, orang bertindak sebagai subyek hukum dengan

mengatasi hukum yang ada. Orang pada tahap ini sadar bahwa hukum

sadar bahwa hukum merupakan kontrak sosial demi ketertiban dan

kesejahtraan umum, maka jika hukum tidak sesuai dengan martabat

manusia, hukum dapat dirumuskan kembali perasaan yang muncul pada

tahap ini adalah rasa bersalah dan yang menjadi ukuran keputusan

moral adalah hati nurani.15

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan

karakter, akhlak, moral, budi pekerti dan etika manusia

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi moral manusia.

Dari sekian banyak faktor tersebut para ahli menggolongkannya

kedalam dua bagian, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. 16

1. Faktor intern

Terdapat banyak hal yang mempengaruhi faktor internal ini,

diantaranya adalah:

a. Insting atau naluri

Insting adalah suatu sifat yang dapat menumbuhkan

perbuatan yang menyampaikan pada tujuan dengan berfikir lebih

dahulu kea rah tujuan itu dan tidak didahului latihan perbuatan itu.

Setiap perbuatan manusia lahir dari suatu kehendak yang digerakan

oleh naluri (nsting). Naluri merupakan tabiat yang dibawa sejak lahir

15

Asri Budiningsih, pembelajaran moral ( Jakarta: Rineka Cipta,2013) hal.

30 16

Heri Gunawan, pendidikan Karakter (Bandung: Alfabeta, 2012) hal.19-22

Page 17: BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PONDOK PESANTREN …repository.uinbanten.ac.id/225/2/BAB II.pdf · pengajaran islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai atau ustadz

27

yang merupakan suatu pembawaan yang asli. Para ahli psikolog

membagi insting manusia sebagia pendorong tingkah laku kedalam

beberapa bagian diantaranya naluri makan, naluri berjodoh naluri

kebapak-an, naluri berjuang dan naluri ber-Tuhan.

Pengaruh naluri pada diri seseorang sangat tergantung pada

penyalurannya. Naluri dapat menjerumuskan manusia pada kehinaan

(degredasi), tetapi dapat juga mengankat kepada derajat yang tinggi

(mulia), jika naluri disalurkan kepada hal yang baik dengan tuntunan

kebenaran.

b. Adat atau kebiasaan

Salah satu faktor penting dalam tingkah laku manusia adalah

kebiasaan, karena sikap dan prilaku yang menjadi akhlak (karakter)

sangat erat sekali dengan kebiasaan, yang dimaksud dengan kebiasaan

adalah perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga mudah untuk

dikerjakan. Faktor kebiasaan ini memegang peranan yang sangat

penting dalam membentuk dan membina akhlak (karakter).

Sehubungan kebiasaan merupakan merupakan perbuatan yang diulang-

ulang sehingga mudah dikerjakan maka hendaknya menusia

memaksakan diri untuk mengulang-ulang perbuatan yang baik sehingga

mudah dikerjakan maka hendaknya manusia memaksakan diri untuk

mengualang-ulang perbuatan yang baik sehingga menjadi kebiasaan

dan terbentuklah akhlak (karakter).

c. Kehendak/kemauan (iradah)

Kemauan ialah kemauan untuk melangsungkan segala ide

dan segala yang dimaksud, walau disertai dengan berbagai rintangan

dan kesukaran-kesukaran, namun sekali-kali namun sekali-kali tidak

mau tunduk kepada rintangn-rintangan tersebut. Salah satu kekuatan

Page 18: BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PONDOK PESANTREN …repository.uinbanten.ac.id/225/2/BAB II.pdf · pengajaran islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai atau ustadz

28

yang berlindung dibalik tingkah laku adalah kehendak atau kemauan

keras. Itulah yang menggerakan dan merupakan kekuatan yang

mendorong manusia dengan sunggu-sungguh untuk berprilaku

(berakhlak), sebab dari kehendak itulah menjelma suatu niat yang baik

dan buruk dan tanpa kemauan pula semua ide, keyakinan kepercayaan

pengetahuan menjadi pasif tak kana ada artinya atau pengaruhnya bagi

kehidupan.

d. Suara Batin atau Suara hati

Di dalam diri manusia terdapat suatu kekuatan yang

sewaktu-waktu memberikan pringatan (isyarat) jika tingkah laku

manusia berada diambang bahaya dan keburukan, kekuatan tersebut

adalah suara batin atau suara hati (dlamir). Suara btin berfungsi

memperingatkan bahaya perbuatan buruk dan berusaha untuk

mencegahnya, disamping dorongan untuk melakukan perbuatan baik.

Suara hati dapat terus didika dan dituntut akan menaiki jenjang

kekuatan rohani.

e. Keturunan

Keturunan merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi

perbuatan manusia. Dalam kehidupan kita dapat melihat anak-anak

yang berprilaku menyerupai orang tuanya bahkan nenek moyangnya,

sekalipun sudah jauh. Sifat yang diturunkan itu pada garis besarnya ada

dua macam yaitu:

1. Sifat jasmaniyah, yakni kekuatan dan kelemahan otot-otot dan

urat sarap orang tua yang dapat diwariskan kepada anaknya.

2. Sifat ruhaniyah, yakni lemah dan kuatnya suatu naluri dapat

diturunkan pula oleh orang tua yang kelak mempengaruhi

prilaku anak cucunya.

Page 19: BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PONDOK PESANTREN …repository.uinbanten.ac.id/225/2/BAB II.pdf · pengajaran islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai atau ustadz

29

2. Faktor Ekstern

Selain faktor intern (yang bersifat dalam ) yang dapat

mempengaruhi moral manusia, juga terdapat faktor ekstern (yang

bersifat luar) diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Pendidikan

Pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan untuk

mendidik manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang serta

memiliki potensi atau kemampuan sebagaimana metinya.17

Pendidikan moral (moral education) digunakan untuk

mengajarkan etika dan cendrung pada penyamaian nilai benar atau

salah. Mengingat basis moral pada umumnya mengacu pada moral

agama, masalah mendasar dari pendidikan moral adalah karena ajaran

agama bersifat subjektif mengikat kepada yang meyakininya.18

Pendidikan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

pembentukan moral, seorang sehingga baik dan buruknya akhlak

seseorang sangat tergantung pada pendidikan. Pendidikan ikut

mematangkan kepribadian manusia sehingga tingkah lakunya sesuai

dengan pendidikan yang telah diterima oleh seseorang baik pendidikan

formal, informal maupun non formal.

1) Lingkungan

Lingkungan (milie) adalah suatu yang melingkungi suatu

tubuh yang hidup, seperti tumbuh-tumbuhan, keadaan tanah, udara dan

peraulan manusia lainnya atau juga dengan alam sekitar. Itulah

sebabnya manusia harus bergaul dan dalam pergaulan itu saling

17

Heri Jauhari Muchtar, fikih Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2005), hal. 12 18

Lanny Octavia dkk, pendidikan Karakter Berbasis Tradisi esantren

(Jakarta : Rumah Kitab, 2014), hal. 15

Page 20: BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PONDOK PESANTREN …repository.uinbanten.ac.id/225/2/BAB II.pdf · pengajaran islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai atau ustadz

30

mempengaruhi pikiran, sifat dan tingkah laku . Adapun lingkungan

kebagi ke dalam dua bagian.

a) Lingkungan yang bersifat kebendaan

Alam yang melingkungi manusia merupakan faktor yang

mempengaruhi dan menentukan tingkah laku manusia. Lingkungan

alam ini dapat mematahkan atau mematangkan pertumbuhan bakat

yang dibawa seseorang.

b) Lingkungan Pergaulan yang bersifat kerohanian

Seseorang yang hidup dalam lingkungan yang baik secara

langsung atau tidak langsung dapat membentuk kepribadian menjadi

baik, begitu pula sebaliknya seseorang yang hidup dalam lingkungan

kurangnya mendukung dalam pembentukan akhlaknya maka

setidaknya dia akan terpengaruh lingkungan tersebut.

D. Santri

1. Pengertian Santri

Menurut Nurcholish Madjid ada dua pendapat tentang

santri. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa “santri” berasal dari

kata sastri, sebuah kata dari bahasa sanskerta yang artinya melek huruf.

Kedua yang mengatakan bahwa perkataan santri sesungguhnya berasal

dari bahasa jawa dari kata cantrik, berarti seseorang yang selalu

mengikuti seorang guru kemana guru itu pergi menetap. Zamakhsyari

Dhofer berpendapat bahwa kata santri berasal dari bahasa India yang

berarti orang yang tahu buku-buku suci agama, atau secara umum dapat

Page 21: BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PONDOK PESANTREN …repository.uinbanten.ac.id/225/2/BAB II.pdf · pengajaran islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai atau ustadz

31

diartikan buku-buku suci, buku-buku agama, atau buku-buku tentang

ilmu pengetahuan.19

Dengan demikian santri adalah mereka yang berasal di

pondok pesantren dan mereka yang menjalankan ajaran-ajaran islam

yang telah ditetapkan dalam Al-Qur‟an dan hadits.

2. Macam-macam Santri

Santri merupakan unsur pokok dari suatu pesantren,

biasanya terdiri dari dua kelompok yaitu:

a. Santri mukim ialah santri yang berasal dari daerah yang jauh

menetap dalam pondok pesantren.

b. Santri kalong yaitu santri-santri yang berasal dari daerah-

daerah sekitar pesantren dan biasanya mereka tidak menetap

dalam pesantren. Mereka pulang ke rumah masing-masing

setiap selesai mengikuti suatu pelajaran di pesantren.20

3. Teknik Mengorganisir Santri

a. Keterampilan Mengorganisir Santri

Santri sebagai bagian dari komponen utama pesantren

tentunya memegang peranan penting dalam keberlangsungan

pendidikan pesantren. Mengingat varian latar belakang heterogenitas

santri, dari segi kultur, sosial ekonomi dan pendidikan, serta

membaurnya pengasramaan santri tanpa membedakan usia, maka

diperlukan system pengorganisasian khusus untuk santri.

19

Tim Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim, Pendidikan

Islam (Dari Paradigma Klasik Hingga Kontemporer) (Malang: UIN-Malang

Press,2009) hal. 83-84 20

Enung K Rukiati, Fenti Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam Di

Indonesia (Bandung: CV Pustaka Setia, 2004) hal. 105

Page 22: BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PONDOK PESANTREN …repository.uinbanten.ac.id/225/2/BAB II.pdf · pengajaran islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai atau ustadz

32

b. Sistem Pengorganisasian Santri

Meski pengorganisasian santri pada awalnya muncul

inisiatif santri, tapi ada baiknya kalau hal tersebut menjadi kebijakan

pesantren. Sebab, dalam banyak kasus, pengorganisasian santri yang

dilakukan atas insiatif santri sendiri seringkali menimbulkan konflik

atau “blok-blokan” dan persaingan tidak sehat antar organisasi santri.

c. Tertib Administrasi

Administrasi santri umumnya menyangkut penerimaan

santri, santri bermasalah, dan santri pindahan, kedisiplinan, kesulitan

belajar, evaluasi, serta bimbingan dan penyuluhan.21

E. Kerangka Berpikir

Aspek moral, akhlak mulia dan kehidupan sehari-hari harus

menjadi perhatian kita agar segala perbuatan dan tingkah laku kita

menjadi baik. Pesantren tidak hanya melahirkan tokoh- tokoh nasional

yang berpengaruh di negeri ini, tetapi juga di akui telah berhasil

membentuk watak tersendiri, dimana bangsa Indonesia yang mayoritas

beragama islam ini dikenal bangsa yang akomodatif dan penuh dengan

tenggang rasa. Moralpun sangat penting yang harus di miliki oleh

setiap insan karena gerak gerik dan perbuatan manusia itu harus

mempunyai nilai yang tinggi dimata Allah maupun di mata manusia.

Terutama bagi remaja yang masih mencari jati dirinya harus di bina

karena pada masa remaja masih labil dalam berpikir dan tanpa berpikir

panjang lagi dalam bertindak.

21

Amin Haedari, Ishom El-Saha, Pesantren dan Madrasah

Diniyah(Jakarta:Diva Pustaka,2004) hal.43-50

Page 23: BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PONDOK PESANTREN …repository.uinbanten.ac.id/225/2/BAB II.pdf · pengajaran islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai atau ustadz

33

Sistem nilai atau sistem moral yang dijadikan kerangka acuan

yang dijadikan rujukan cara berprilaku lahiriah dan rohaniah manusia

muslim ialah nilai dan moralitas yang diajarkan oleh agama islam

sebagai wahyu Allah, yang diturunkan kepada utusannya yaitu nabi

Muhamad SAW.

Nilai dan moralitas islami adalah bersifat menyeluruh, bulat,

terpadu, dan terpecah –pecah menjadi bagian-bagian yang satu sama

lain berdiri sendiri. Suatu bulatan nilai dan moralitas itu mengandung

aspek normatif (kaidah, pedoman) dan operatif ( menjadi landasan amal

perbuatan.

System moral islam itu menurut Sayyid Abul „Ala Al-Maududi,

adalah memiliki ciri-ciri yang sempurna, berbeda dengan system moral

non islam.22

Ciri-ciri tersebut terletak pada tiga hal yang dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Keridaan Allah merupakan tujuan hidup muslim. Dan keridaan

Allah ini menjadi sumber moral yang tinggi dan menjadi jalan

bagi evolusi moral kemanusiaan. Sikap mencari keridaan allah

memberikan sanksi moral untuk mencintai dan takut kepada

Allah yang pada gilirannya mendorong manusia untuk menaati

hukum moral tanpa paksaan dari luar.

2. Semua lingkup kehidupan manusia senantiasa ditegakan ditasa

moral islami sehingga moralitas islami berkuasa penuh atas

semua urusan kehidupan manusia, sedang bahwa nafsu dan

22

Muzayyin Arifin, filsafat pendidikan islam (Jakarta :Bumi Aksara,2012)

hal. 130

Page 24: BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PONDOK PESANTREN …repository.uinbanten.ac.id/225/2/BAB II.pdf · pengajaran islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai atau ustadz

34

vested interest picik tidak diberi kesempatan menguasai

kehidupan manusia.

3. Islam menuntut manusia agar melaksanakan sistem kehidupan

yang didasarkan atas norma-norma kebajikan dan jauh dari

kejahatan. Ia memerintahkan perbuatan yang makruf dan

menjauhi kemungkaran, bahkan manusia di tuntut agar

menegakan keadilan dan menumpas kejahatan dan segala

bentuknya. Kebajikan harus di menangkan atas kejahatan.

Getaran hati nurani harus dapat mengalahkan prilaku jahat dan

nafsu rendah.

Pendapat di atas didasarkan berdasarkan firman Allah SWT :

Artinya:“orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukannya

bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat,

menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari perbuatan

yang mungkar, dan kepada Allah lah kembali semua urusan .“ (

QS. Al-Hajj: 41).23

Santri Al-Hasanah yang merupakan terdiri dari anak remaja dan

dewasa, akan tetapi kebanyakan santri Al-Hasanah kebanyakan dari

kalangan remaja, di usia remaja yang mana dalam mendidik yang mana

dalam mendidik santri pada usia ini biasanya agak lebih sulit

dibandingkan dengan santri yang usianya pada tingkat usia dewasa.

23

Departemen Agama RI, Al-Quran dan terjemahnya ( Jakarta: Adhwul

bayan: cv. Dua Sehati )hal.338

Page 25: BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PONDOK PESANTREN …repository.uinbanten.ac.id/225/2/BAB II.pdf · pengajaran islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai atau ustadz

35

Dengan demikian dalam mendidik santri pada usia remaja harus secara

perlahan-lahan.

Pondok pesantren merupakan wadah bagi para santri dalam

membentuk moralnya yang kurang baik dari sebelum ia menjadi

seorang santri. Karena di pondok pesantren diajarkan berbagai ilmu

baik muamalahnya ataupun sosialnya. Terutama dalam pendidikan

moral santri diutamakan.

Berdasarkan kerangka pemikiran itulah diduganya terdapat

adanya pengaruh yang signifikan antara pondok pesantren terhadap

pembentukan moralitas santri. Adapun pengaruh kedua variabel

tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Bagan 2.1 kerangka Berpikir

PENGARUH

Pondok Pesantre

(Variabel X)

Idikator:

1. 1. Materi pelajaran dan Metode

Pengajaran

2. 2. Jenjang Pendidikan

3. 3. Prinsip-prinsip pendidikan

pesantren

4. sarana dan tujuan

pesantren

5.

Moralitas Santri

(Variabel Y)

Indikator:

1. Berkelakuan baik

2. Menerapkan dalam

kehidupan

3. Taat pada perintah

agama

RESPONDEN

Page 26: BAB II LANDASAN TEORITIS TENTANG PONDOK PESANTREN …repository.uinbanten.ac.id/225/2/BAB II.pdf · pengajaran islam dimana di dalamnya terjadi interaksi aktif antara kyai atau ustadz

36

D. Hipotesi Penelitian

Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat

sementara dan bersifat teoritis dalam permasalahan penelitian.

Dengan demikian, hipotesis yang dilakukan dan diajukan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan dari pondok

pesantren terhadap pembentukan moralitas santri

2. Ho : Tidak terdapat pengaruh yang signifiakan dari

pondok pesantren terhadap pembentukan moralitas

santri