bab iii isu di bidang pemberdayaan masyarakat,...

28
51 BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA DI KOTA SEMARANG Penyusunan Rencana Strategis BAPERMAS PEREMPUAN & KB Kota Semarang sangat terkait erat dengan isu yang muncul di bidang pengembangan sumber daya alam (SDA), lingkungan dan teknologi tepat guna (TTG); pengembangan ekonomi masyarakat; kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan perempuan dan keluarga berencana di Kota Semarang. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi isu beserta fakta- fakta pendukungnya pada masing-masing bidang tersebut. Berikut ini beberapa isu bidang pemberdayaan masyarakat, perempuan dan keluarga berencana (KB) di Kota Semarang yang berhasil diidentifikasi beserta fakta-faktanya: 3.1 ISU BIDANG PENGEMBANGAN SUMBER DAYA ALAM (SDA), LINGKUNGAN DAN TEKNOLOGI TEPAT GUNA (TTG) Keberlanjutan dan pengembangan SDA, lingkungan dan penerapan teknologi tepat guna dipengaruhi oleh peran serta dari masyarakat dan perempuan sebagai pihak yang terkait langsung yakni sebagai pengguna maupun sebagai pihak yang terkena dampak dari ketiga hal tersebut. Oleh karena itu diperlukan pengidentifikasian isu yang terkait dengan pengembangan sumber daya alam (SDA), lingkungan dan teknologi tepat guna, sebagai pertimbangan dan masukan dalam menetapkan Renstra BAPERMASPER & KB Kota Semarang. Isu-isu tersebut diantaranya sebagai berikut: 3.1.1 Masih Rendahnya Partisipasi Masyarakat Kota Semarang dalam Penggalian Potensi SDA dan Penerapan TTG Masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam penggalian potensi SDA salah satunya dapat dilihat pada pemanfaatan lahan. Lahan di Kota Semarang sebagian masih berupa lahan pertanian, terutama lahan yang terdapat di daerah pinggiran seperti daerah Gunungpati, Mijen, Ngaliyan, Tembalang, Pedurungan dan Genuk. Lahan-lahan tersebut sebagian masih menghasilkan beberapa komoditas pertanian. Dimana komoditas pertanian tersebut merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Kota Semarang. Sumber daya tersebut jika diolah akan turut berkontribusi pada tingkat

Upload: vuonghuong

Post on 20-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

51

BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, PEREMPUAN DAN

KELUARGA BERENCANA DI KOTA SEMARANG

Penyusunan Rencana Strategis BAPERMAS PEREMPUAN & KB Kota Semarang sangat

terkait erat dengan isu yang muncul di bidang pengembangan sumber daya alam (SDA),

lingkungan dan teknologi tepat guna (TTG); pengembangan ekonomi masyarakat;

kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan perempuan dan keluarga

berencana di Kota Semarang. Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi isu beserta fakta-

fakta pendukungnya pada masing-masing bidang tersebut. Berikut ini beberapa isu bidang

pemberdayaan masyarakat, perempuan dan keluarga berencana (KB) di Kota Semarang yang

berhasil diidentifikasi beserta fakta-faktanya:

3.1 ISU BIDANG PENGEMBANGAN SUMBER DAYA ALAM (SDA), LINGKUNGAN DAN

TEKNOLOGI TEPAT GUNA (TTG)

Keberlanjutan dan pengembangan SDA, lingkungan dan penerapan teknologi tepat

guna dipengaruhi oleh peran serta dari masyarakat dan perempuan sebagai pihak yang

terkait langsung yakni sebagai pengguna maupun sebagai pihak yang terkena dampak dari

ketiga hal tersebut. Oleh karena itu diperlukan pengidentifikasian isu yang terkait dengan

pengembangan sumber daya alam (SDA), lingkungan dan teknologi tepat guna, sebagai

pertimbangan dan masukan dalam menetapkan Renstra BAPERMASPER & KB Kota

Semarang. Isu-isu tersebut diantaranya sebagai berikut:

3.1.1 Masih Rendahnya Partisipasi Masyarakat Kota Semarang dalam Penggalian Potensi

SDA dan Penerapan TTG

Masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam penggalian potensi SDA salah satunya

dapat dilihat pada pemanfaatan lahan. Lahan di Kota Semarang sebagian masih berupa

lahan pertanian, terutama lahan yang terdapat di daerah pinggiran seperti daerah

Gunungpati, Mijen, Ngaliyan, Tembalang, Pedurungan dan Genuk. Lahan-lahan tersebut

sebagian masih menghasilkan beberapa komoditas pertanian. Dimana komoditas pertanian

tersebut merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat

Kota Semarang. Sumber daya tersebut jika diolah akan turut berkontribusi pada tingkat

Page 2: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

52

kesejahteraan masyarakat. Komoditas pertanian di Kota Semarang antara lain mencakup

tanaman bahan makanan seperti, padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah,

sayur-sayuran, buah-buahan, kacang hijau dan tanaman pangan lainnya. Berikut ini adalah

penjelasan singkat atas beberapa komoditas pertanian yang masih terdapat di Kota

Semarang:

Produksi Jagung

Secara umum komoditas jagung di Kota Semarang hanya dihasilkan oleh beberapa

kecamatan. Pada tahun 2003 Kota Semarang menghasilkan komoditas jagung sebanyak

271 ton. Adapun kecamatan yang menghasilkan komoditas jagung di Kota Semarang

pada tahun 2003 adalah Kecamatan Mijen (13 ton), Kecamatan Gunungpati (108 ton),

Kecamatan Tembalang (60 ton) dan Kecamatan Ngaliyan (1 ton). Untuk daerah lainnya

di Kota Semarang tidak menghasilkan komoditas jagung. Hal ini dikarenakan adanya

keterbatasan lahan pertanian di daerah-daerah lainnya di Kota Semarang. Adapun

rincian daerah pengahsil komoditas jagung di Kota Semarang Tahun 2003 dapat dilihat

pada Tabel III.1

Tabel III.1

Produksi Jagung di Kota Semarang Tahun 2003

No Kecamatan Kelurahan Produksi (ton) Persentase (%) Kecamatan

Persentase (%) Kelurahan

1 Gunungpati Pakintelan 108

65,74

50,00

Kalisegoro 24 11,11

Sekaran 10 4,63

2 Tembalang Rowosari 60 27,78 27,78

3 Mijen Jatibarang 10

6,02

4,63

Bubakan 2 0,93

Polaman 1 0,46

4 Ngaliyan Ngaliyan 1 0,46 0,46

Jumlah 216 100 100 Sumber: Potensi Desa Provinsi Jawa Tengah, 2003

27,78%

6,02%0,46%

65,74%

Gunungpati

Tembalang

Mijen

Ngaliyan

Gambar 3.1

Prosentase Produksi Komoditas Jagung Di Kota Semarang Tahun 2003 Sumber: Analisis Penyusun, 2009

Page 3: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

53

Produksi Kedelai

Sama halnya dengan komoditas jagung, komoditas kedelai hanya dihasilkan oleh

beberapa kelurahan di beberapa kecamatan di Kota Semarang. Produksi kedelai di Kota

Semarang pada tahun 2003 mencapai 684 ton. Produksi kedelai di Kota Semarang

antara lain dihasilkan oleh Kecamatan Mijen (324 ton), Kecamatan Gungungpati (167

ton), Kecamatan Semarang Timur (108 ton), Kecamatan Ngaliyan (11 ton), Kecamatan

Tembalang (51 ton), dan Kecamatan Banyumanik (23 ton). Sedangkan pada daerah lain

di Kota Semarang, komoditas kedelai tidak dihasilkan karena minimnya ketersediaan

lahan untuk area pertanian

Tabel III.2 Produksi Kedelai di Kota Semarang Tahun 2003

No Kecamatan Kelurahan Produksi (ton) Persentase (%)

Kecamatan Persentase (%)

Kelurahan

1 Gunungpati Sukorejo 34

24,42

4,79

Kalisegoro 108 15,79

Sadeng 25 3,65

2 Semarang Timur Purwosari 108 15,79 15,79

3 Mijen Jatibarang 108

47,37

15,79

Purwosari 108 15,79

Bubakan 108 15,79

4 Ngaliyan Gondoriyo 11 1,61 1,61

5 Tembalang Rowosari 42

7,46

6,14

Meteseh 5 0,73

Bulusan 4 0,58

6 Banyumanik Banyumanik 23 3,36 3,36

Jumlah 684 100 100 Sumber: Potensi Desa Provinsi Jawa Tengah, 2003

1,61%7,46%3,36%

24,42%

15,79% 47,37% Gunungpati

Semarang Timur

Mijen

Ngaliyan

Tembalang

Banyumanik

Gambar 3.2

Prosentase Produksi Komoditas Kedelai Di Kota Semarang Tahun 2003 Sumber: Analisis Penyusun, 2009

Produksi Ketela Pohon

Produksi ketela pohon di Kota Semarang pada tahun 2003 mencapai 548 ton. Produksi

komoditas ketela pohon diantranya dihasilkan di Kecamatan Gunungpati (318 ton),

Page 4: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

54

Kecamatan Tembalang (120 ton), Kecamatan Mijen (109 ton), Kecamatan Ngliyan (1

ton).

Tabel III.3 Produksi Ketela Pohon di Kota Semarang Tahun 2003

No Kecamatan Kelurahan Produksi (ton) Persentase (%) Kecamatan

Persentase (%) Kelurahan

1 Gunungpati Pakintelan 256 58,03

46,72

Sekaran 62 11,31

3 Mijen Bubakan 109 19,89 19,89

4 Ngaliyan Gondoriyo 1 0,18 0,18

5 Tembalang Rowosari 120 21,90 21,90

Jumlah 548 100 100 Sumber: Potensi Desa Provinsi Jawa Tengah, 2003

0,18%19,89%21,90

58,03

Gunungpati

Mijen

Ngaliyan

Tembalang

Gambar 3.3 Prosentase Produksi Komoditas Ketela Pohon Di Kota Semarang Tahun 2003

Sumber: Analisis Penyusun, 2009

Produksi Ketela Rambat

Produksi ketela rambat di Kota Semarang pada tahun 2003 mencapai 378 ton, yang

tersebar di Kecamatan Mijen (113 ton), Kecamatan Ngaliyan (106 ton), Kecamatan

Gunungpati, (103 ton) Kecamatan Banyumanik (38 ton), Kecamatan Tembalang (106

ton) dan Kecamatan Semarang Utara (116 ton).

Tabel III.4 Produksi Kedelai di Kota Semarang Tahun 2003

No Kecamatan Kelurahan Produksi (ton) Persentase (%) Kecamatan

Persentase (%) Kelurahan

1 Gunungpati Pakintelan 70

27,84

18,92

Nongkosawit 15 4,05

Sadeng 6 1,62

Kalisegoro 5 1,35

Jatirejo 3 0,81

Cepoko 4 1,08

3 Mijen Jatibarang 6

30,54

1,62

Purwosari 1 0,27

Bubakan 106 28,65

Page 5: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

55

No Kecamatan Kelurahan Produksi (ton) Persentase (%) Kecamatan

Persentase (%) Kelurahan

4 Ngaliyan Ngaliyan 106 28,65 28,65

5 Tembalang Bulusan 6

2,43

1,62

Rowosari 3 0,81

6 Semarang Utara Purwosari 1 0,27 0,27

7 Banyumanik Banyumanik 38 10,27 10,27

Jumlah 370 100 100 Sumber: Potensi Desa Provinsi Jawa Tengah, 2003

30,54%

28,65%1,270%

27,84%

2,43%027%

Gunungpati

Mijen

Ngaliyan

Tembalang

Semarang Utara

Banyumanik

Gambar3.4

Prosentase Produksi Komoditas Ketela Rambat Di Kota Semarang Tahun 2003 Sumber: Analisis Penyusun, 2009

Produksi Padi

Produksi padi di Kota Semarang pada tahun 2003 mencapai 4441 ton. Produksi padi di

Kota Semarang sendiri tersebar di beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Gunung Pati

sebanyak 2358 ton (52,52%), Kecamatan Mijen sebanyak 1113 ton (27,9%), Kecamatan

Tembalang sebanyak 358 ton (8,80%), Kecamatan Ngaliyan sebanyak 381 ton (8,48%),

Kecamatan Semarang Utara sebanyak 131 ton (2,92%), Kecamatan Banyumanik

sebanyak 89 ton (1,98%) dan Kecamatan Semarang Barat sebanyak 2 ton (0,04%).

Adapun riciannya adalah sebagai berikut:

Tabel III.5

Produksi Padi di Kota Semarang Tahun 2003

No Kecamatan Kelurahan Produksi (ton) Persentase (%)

1 Gunungpati Pakintelan, Sadeng, Sekaran, Pongangan, Jatirejo, Ngijo, Patemon, Nongkosawit, Cepoko, Mangunsari, Kandri, Sumurejo, Kalisegoro

2358 53,10

2 Mijen Jatibarang, Polaman, Jatisari, Purwosari, Tambangan, Cangkiran dan Bubakan

1113 25,06

4 Ngaliyan Ngaliyan 381 8,58

5 Tembalang Meteseh 358 8,06

6 Semarang Barat - 2 0,05

7 Semarang Utara - 131 2,95

8 Banyumanik Banyumanik 89 2,21

Jumlah 4441 100 Sumber: Potensi Desa Provinsi Jawa Tengah, 2003

Page 6: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

56

2,21%0,05%

25,06% 8,58%

8,06%

2,95%

53,10%

Gunungpati

Mijen

Ngaliyan

Tembalang

Semarang Utara

Banyumanik

Semarang Barat

Gambar 3.5 Prosentase Produksi Komoditas Padi Di Kota Semarang Tahun 2003

Sumber: Analisis Penyusun, 2009

Produksi Kacang Tanah

Produksi komoditas kacang tanah di Kota Semarang pada tahun 2003 mencapai 124

ton. Produksi komoditas tersebut tersebar di beberapa kecamatan yaitu Kecamatan

Gunungpati (81 ton), Kecamatan Mijen (2 ton) dan kecamatan Tembalang (41 ton).

Sedangkan untuk daerah lainnya di Kota Semarang tidak mengahsilkan komoditas

kacang tanah. Untuk lebih detailnya dapat dilihat pada Tabel III.6

Tabel III.6 Produksi Kacang Tanah di Kota Semarang Tahun 2003

No Kecamatan Kelurahan Produksi (ton) Persentase (%) Kecamatan

Persentase (%) Kelurahan

1 Gunungpati Pakintelan 63 65,32

50,8

Sekaran 18 14, 52

2 Mijen Polaman 2 1,31 1,61

3 Tembalang Rowosari 41 33,06 33, 06

Jumlah 124 100 100 Sumber: Potensi Desa Provinsi Jawa Tengah, 2003

1,31%

33,06%

65,32% Gunungpati

Mijen

Tembalang

Gambar 3.6

Prosentase Produksi Komoditas Kacang Tanah Di Kota Semarang Tahun 2003 Sumber: Analisis Penyusun, 2009

Berdasarkan data beberapa komoditas pertanian di atas dapat diketahui bahwa pada

tahun 2003 produksi komoditas pertanian Kota Semarang sebanyak 6383 ton yang tersebar

di beberapa kecamatan. Dimana sebagian besar kecamatan penghasil komoditas pertanian

tersebut berada di daerah pinggiran Kota Semarang. Adapun komoditas pertanian terbesar

Page 7: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

57

yang dihasilkan adalah padi sebanyak 69,58% dari total komoditas pertanian yang dihasilkan,

kemudian disusul oleh komoditas kedelai sebesar 10,72 % dan yang paling sedikit adalah

komoditas kacang tanah yang hanya 1,94 % dari total komoditas yang dihasilkan di Kota

Semarang.

Tabel III.7

Produksi Pertanian Tanaman Pangan di Kota Semarang Tahun 2003

No Komoditas Kecamatan Produksi (ton) Persentase (%)

1 Jagung Gunungpati, Tembalang, Mijen, Ngaliyan

216 3,38

2 Kedelai Gunungpati, Semarang Timur, Mijen Ngaliyan, Tembalang, Banyumanik

684 10,72

3 Ketela Pohon Gunungpati, Mijen, Ngaliyan, Tembalang

548 8,59

4 Ketela Rambat Gunungpati, Mijen, Ngaliyan, Tembalang, Semarang Utara, Banyumanik

370 5,80

5 Padi Gunungpati, Mijen, Ngaliyan, Tembalang, Semarang Barat, Semarang Utara, Banyumanik

4441 69,58

6 Kacang Tanah Gunungpati, Mijen, Tembalang 124 1,94

Jumlah 6383 100 Sumber: Potensi Desa Provinsi Jawa Tengah, 2003 & analisis penyusun

0

500

10001500

2000

2500

3000

35004000

4500

Ju

mla

h

Jagung Kedelai Ketela

Pohon

Ketela

Rambat

Padi

Komoditas Produksi (ton)

Gambar 3.7 Jumlah Produksi Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Di Kota Semarang Tahun 2003

Sumber: Analisis Penyusun, 2009

Dengan jumlah penduduk yang tinggi dan membutuhkan ketersediaan pangan yang

cukup besar, sebenarnya pertanian tanaman pangan di Kota Semarang sangat berpotensi

untuk dikembangkan. Walapun jumlah produksi pertanian yang dihasilkan tidak terlalu besar

jika dibandingkan dengan produksi pertanian tanaman pangan di daerah sekitarnya seperti

Kabupaten Semarang yang mencapai 223.797 ton (www.semarangkab.go.id, diakses tanggal

17 Juni 2009), namun ada peluang yang bisa dijadikan sebagai media pemberdayaan

masyarakat dalam pengelolaan SDA.

Page 8: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

58

Potensi ini dapat dimanfaatkan menjadi kemampuan riil melalui penerapan teknologi

tepat guna dan ramah lingkungan untuk pemanfaatan sumber daya alam tersebut.

Pemanfaatan potensi ini dapat dilaksanakan dengan optimal melalui keterlibatan

masyarakat dan dunia usaha. Akan tetapi hal ini terkendala dengan rendahnya partisipasi

masyarakat untuk mengembangkan pertanian Kota Semarang yang ditunjukkan dengan

sedikitnya penduduk Kota Semarang yang bermata pencaharian sebagai petani yakni hanya

2% (Podes Jawa Tengah Tahun 2003).

3.1.2 Masih Rendahnya Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan dan

Penerapan TTG

Masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan dapat dilihat

dari kondisi lingkungan dan sarana prasarana Kota Semarang. Partisipasi dan pemberdayaan

masyarakat dalam pengelolaan lingkungan dan penerapan TTG akan menetukan

keberlanjutannya lingkungan itu sendiri. Oleh karena itu uraian berikut akan memaparkan

sejumlah fakta yang terkait dengan kondisi lingkungan dan sarapras di Kota Semarang.

Kondisi Sanitasi (Jamban)

Sebagian besar kelurahan di Kota Semarang (92 %) telah memiliki sistem pembuangan

limbah yang berupa jamban sendiri, sedangkan lainnya menggunakan sistem pembuangan

bukan jamban (1%), jamban bersama (2 %), dan jamban umum (5 %). Penggunaan jamban

individu tersebar dan mendominasi hampir di setiap kecamatan di Kota Semarang,

sedangkan pengguna sistem pembuangan lain dirinci sebagai berikut :

Tabel III.8 Sistem Pembuangan di Kota Semarang

No Jenis sistem pembuangan Kecamatan Kelurahan

1 Sistem pembuangan bukan jamban Mijen Karangmalang

Banyumanik Jabungan

2 Sistem jamban bersama

Mijen Jatibarang

Gunungpati Mangungsari

Semarang Utara Kuningan

Tugu Randugarut , Mangunharjo

Ngaliyan Bamban Kerep

3 Sistem jamban umum

Mijen Kedungpane

Gunungpati Kandri

Semarang Timur Karangturi

Semarang Utara Dadapsari, Tanjungsari, dan Bandarharjo

Semarang Tengah Kembangsari

Ngaliyan Podorejo Sumber: www.semarang.go.id, Diakses 17 Juni 2009

Page 9: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

59

Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa sebagian besar lingkungan tempat

tinggal masyarakat di Kota Semarang sudah memiliki saluran pembuangan (jamban) sendiri.

Akan tetapi sebagian juga masih ada yang menggunakan sistem pembuangan bukan jamban,

sistem jamban bersama dan sistem jamban umum sebanyak 8 %. Kota Semarang yang

notabennya merupakan kota metropolitan seharusnya seluruh masyarakatnya sudah

menggunakan jamban sendiri. Angka 8% tersebut menjadi perhatian BAPERMASPER & KB

bersama dengan instansi terkait lainnya agar hal tersebut tidak menimbulkan pemasalahan,

khususnya yang terkait dengan kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat tinggal

masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan memberdayakan masyarakat setempat dalam

menjaga lingkungannya.

Kondisi Saluran Drainase

Sebagian besar kelurahan di Kota Semarang memiliki drainase dengan kondisi lancar

(86 %), sedangkan lainnya memiliki kondisi yang tergenang (2 %), tidak ada saluran (1 %) dan

tidak lancar (11%). Kondisi drainase lancar mendominasi sebagian besar kelurahan di Kota

Semarang, sedangkan kondisi drainase lainnya tersebar sebagai berikut :

Tabel III.9

Kondisi Drainase di Kota Semarang

No Kondisi Drainase Kecamatan Kelurahan

1 Tergenang Semarang Selatan Bulustalan

Semarang Utara Kuningan, Tanjungmas

2 Tidak ada saluran Mijen Polaman

Banyumanik Jabungan

3 Tidak lancar

Ngaliyan Ngadirgo

Pedurungan Tlogosari Kulon

Genuk Karangroto

Gayamsari Siwalan, Sambirejo, Kaligawe, Tambakrejo

Semarang Timur Kebonagung, Mlatibaru, Rejomulyo, Kemijen

Semarang Timur Bulu Lor, Plombokan, Panggung Lor, Dadap Sari

Semarang Tengah Karang Kidul

Semarang Barat Karang Ayu, Tawang Mas

Tugu Randugarut Sumber: www.semarang.go.id, Diakses 17 Juni 2009

Sama halnya dengan kondisi sanitasi, kondisi saluran drainase di Kota Semarang

sebagian juga masih bermasalah. Terutama pada daerah semarang bawah yang dekat

dengan daerah pesisir seperti yang diterangkan pada Tabel III.10 di atas. Kondisi kelancaran

dan opimalnya fungsi drainase di Kota Semarang erat kaitannya dengan prilaku masyarakat

Page 10: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

60

Kota Semarang itu sendiri. Dalam hal ini prilaku sebagian masyarakat yang masih membuang

sampah di sungai dan semakin bayaknya konversi lahan dari lahan non terbangun menjadi

terbangun di daerah Semarang atas seperti Gunungpati, Mijen dan daerah Kabupaten

Semarang, yang pada dasarnya sebagai daerah penyangga.

Pada sisi lain walaupun teknologi tepat guna dalam pengelolaan lingkungan sudah

banyak ditemukan, misalnya teknologi penjernihan air, komposting sampah, sumur resapan,

biopori, dan lain sebagainya; namun penerapannya di tingkat komunitas masih relatif minim.

Terkait dengan hal tersebut, maka keberadaan BAPERMASPER & KB memiliki peran yang

strategis untuk mengambil bagian dalam memberdayakan dan membangun perilaku

masyarakat yang sadar lingkungan.

3.2 ISU BIDANG PENGEMBANGAN EKONOMI MASYARAKAT

Ketidakberdayaan menjadi permasalahan klasik dalam pengembangan ekonomi

masyarakat. Sedangkan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan menjadi tujuan dari

pengembangan ekonomi masyarakat. Ketidakberdayaan secara ekonomi masyarakat dapat

ditinjau dari rendahnya tingkat pendapatan setiap rumah tangga. Pendapatan perkapita Kota

Semarang secara umum sebesar Rp 19 juta/tahun atau Rp 1,6 juta/bulan. Ini berarti

pendapatan rata-rata perkeluarga adalah Rp. 6,4 juta/bulan dengan asumsi keluarga terdiri 4

(empat) orang. Namun, pada kenyataannya sangat banyak keluarga yang hanya mempunyai

pendapatan Rp 640 ribu perbulan. Hal tersebut tentu saja merupakan suatu hal yang sangat

ironis.

Pada tahun 2003, 93% kelurahan di Kota Semarang memiliki jumlah persebaran

keluarga sejahtera dan prasejahtera yang relatif sedikit (0-210 keluraga/ kelurahan). Adapun

5% kelurahan memiliki jumlah persebaran keluarga sejahtera dan prasejahtera sedang (211-

685 keluraga/ kelurahan). Sedangkan kelurahan dengan jumlah persebaran keluarga

sejahtera dan prasejahtera kategori tinggi (686- 1626 keluraga/ kelurahan) masih 2 %.

Adapun pada tahun yang sama, persebaran masyarakat Kota Semarang yang menerima

surat miskin dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) kelompok yakni kelurahan dengan jumlah

penerima surat miskin rendah (0-28 orang/kelurahan), sedang (29-269 orang/kelurahan) dan

tinggi (270-562 orang/kelurahan). Terdapat beberapa kelurahan yang sebagian besar

masyarakatnya masih menerima surat miskin. Kelurahan yang tingkat penerimaan surat

miskinnya termasuk kategori sedang diantaranya sebagai berikut:

Page 11: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

61

Kecamatan Ngaliyan terdapat di Kelurahan Bamban Kerep

Kecamatan Gajahmungkur terdapat di Kelurahan Bendungan dan Kelurahan

Gajahmungkur

Kecamatan Banyumanik terdapat di Kelurahan Ngesrep

Kecamatan Semarang Selatan terdapat di Kelurahan Barusari, Kelurahan Mugasari,

Kelurahan Peterongan dan Kelurahan Lamper Tengah

Kecamatan Semarang Tengah terdapat di Kelurahan Kranggan, Kelurahan

Purwodinatan dan Kelurahan Kauman

Kecamatan Genuk terdapat di Kelurahan Terboyo Wetan, Kelurahan Trimulyo,

Kelurahan Genuksari, Kelurahan Penggaron Lor, dan Kelurahan Kudu

Sedangkan kelurahan yang tingkat penerimaan surat miskinnya termasuk kategori tinggi

hanya terdapat di empat kelurahan yang lokasinya berada di daerah pinggiran. Kelurahan

tersebut yakni:

Kelurahan Plalangan di Kecamatan Gunungpati,

Kelurahan Lamper Lor di Kecamatan Semarang Selatan,

Kelurahan Karangroto dan Kelurahan Bangetayu Wetan di Kecamatan Genuk.

Bidang pengembangan ekonomi masyarakat merupakan bidang yang menangani hal-

hal yang terkait dengan isu, permasalahan dan upaya-upaya bagaimana menumbuhkan

prakarsa khususnya masyarakat ekonomi lemah di bidang perekonomian. Dari sudut

pandang ini terdapat kaitan yang erat antar bidang pemberdayaan ekonomi masyarakat dan

bidang pemberdayaan perempuan. Upaya pengembangan ekonomi masyarakat ini salah

satunya dapat dilakukan dengan cara memberdayakan masyarakat secara umum ataupun

perempuan. Oleh karena itu perlu digali isu-isu yang terkait dengan bidang pengembangan

ekonomi masyarakat di Kota Semarang sebagai pertimbangan dan masukan dalam

menetapkan Renstra BAPERMASPER & KB Kota Semarang. Isu-isu tersebut diantaranya

sebagai berikut:

3.2.1 Rendahnya Kapasitas Sumber Daya Manusia untuk Pengembangan Ekonomi

Rendahnya kapasitas SDM untuk pengebangan ekonomi diakibatkan oleh berbagai

faktor diantaranya faktor struktural yakni masih rendahnya tingkat pendidikan, pendapatan

keluarga dan tetap eksisnya kemiskinan di Kota Semarang. Besarnya upah atau gaji yang

diterima dari suatu mata pencaharian ini sangat menentukan tingkat kesejahteraan

Page 12: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

62

masyarakat. Pada tahun 2003 sekitar 49% masyarakat Kota Semarang yang bekerja sebagai

buruh mendapatkan gaji sesuai batas UMR. Dimana dengan penghasilan sebesar itu dengan

kondisi harga yang terus meningkat, tentu saja sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

mulai dari makan, pendidikan dan kesehatan.

Buruh sebagai jenis mata pencaharian tergolong sebagai mata pencaharian yang

rentan dari berbagai macam ketidakpastian seperti PHK, eksploitasi hak buruh, dan

terjebaknya buruh dalam kemiskinan. Telah banyak usaha yang telah dilakukan oleh

masyarakat secara individual maupun berkelompok untuk keluar dari perangkap kemiskinan

namun mengalami kegagalan. Keinginan masyarakat secara umum untuk keluar dari jebakan

kemiskinan tersebut sulit dilakukan karena rendahnya kapasitas masyarakat yang

bersangkutan. Kegagalan-kegalan tersebut selanjutnya menciptakan sikap apatis yang ada

dimasyarakat. Oleh karena itu keberadaan BAPERMASPER & KB Kota Semarang diharapkan

mampu turut menyelesaikan permasalah ini dengan menumbuhkan dan meningkatkan

kapasistas ekonomi masyarakat sehingga kesejahteraan masyarakat dapat meningkat.

3.2.2 Masih Lemahnya Jejaring Pengembangan Ekonomi Masyarakat

Problem lain sebagai pemicu kegagalan masyarakat untuk keluar dari jebakan

kemiskinan dan menuju kemandirian ekonomi yaitu karena kurangnya kemampuan

masyarakat dalam mengakses faktor-faktor ekonomi terutama seperti bantuan modal,

teknis, peralatan, dan informasi. Kemampuan akses tersebut akan optimal jika jejaring

pengembangan ekonomi masyarakat sudah terbangun dengan baik dan mantap. Jejaring

tersebut akan mempermudah bertemunya kelompok masyarakat atau kelompok usaha

sebagai beneficaries, pemerintah sebagai fasilitator, maupun donor serta pihak-pihak

berkepentingan lainnya. Jejaring akan memberikan keuntungan bagi pengembangan

ekonomi masyarakat karena mampu mempercepat arus informasi dan pengetahuan,

disamping memudahkan dalam upaya mengalokasikan berbagai macam bantuan modal,

bantuan teknis, maupun peralatan. Oleh karena itu BAPERMASPER & KB memberikan

perhatian dalam rangka menanggulangi kemiskinan dengan cara melakukan pemberdayaan

ekonomi masyarakat terutama pada daerah-daerah yang masih tinggi angka kemiskinannya

dan membangun serta memperkuat jejaring pengembangan ekonomi lokal.

Page 13: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

63

3.3 ISU BIDANG KELEMBAGAAN DAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT

Isu di bidang kelembagaan dan sosial budaya ini dapat dikaitakan dengan besar

kecilnya tingkat partisipasi masyarakat Kota Semarang. Adapun beberapa isu permasalahan

yang dapat diidentifikasi dari bidang kelembagaan dan sosial di Kota Semarang diantaranya

sebagai berikut:

3.3.1. Masih Rendahnya Partisipasi Kelembagaan Masyarakat dalam Proses

Pembangunan

Sejauh ini ditengarai bahwa kelembagaan masyarakat yang ada di tingkat kelurahan

seperti (RT/RW) masih bersifat administratif saja. Peran kelembagaan tersebut selalu

diasosiasikan dengan lembaga yang membantu penerbitan surat pengantar bagi mereka

yang akan memproses permohonan KTP, Kartu Keluarga, dan mengorganisasikan keamanan

lingkungan secara swadaya. Jika diasumsikan terdapat hubungan yang korelatif antara

partisipasi kelembagaan masyarakat dengan keamanan lingkungan maka sejauh ini peran

kelembagaan masyarakat dapat dikatakan menurun karena berdasarkan data yang ada

tingkat kriminalitas di Kota Semarang cenderung mengalami kenaikan setiap tahunnya.

Kasus kriminalitas dari tahun 2002 hingga tahun 2006 mengalami kenaikan yang cukup

signifikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.10 berikut:

456

697652

693

777

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

2002 2003 2004 2005 2006

Gambar 3.8

Tingkat Kriminalitas Kota Semarang Tahun 2002-2006 Sumber : BPS Kota Semarang, 2006

Indikasi lain dari belum optimalnya partisipasi kelembangaan lokal dapat di lihat ketika

bantuan-bantuan atau stimulan yang diberikan oleh pemerintah belum bisa ditangkap

dengan baik dan teralokasikan sesuai kepada target sasaran program. Sehingga seringkali

Page 14: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

64

kita jumpai program-program bantuan yang tujuannya secara filosofis sangat ideal, namun

dalam implementasinya di lapangan tidak membawa hasil sebagaimana yang diharapkan

karena rendahnya kapasistas dan partisipasi kelembagaan lokal. Fenomena lain yang dapat

kita lihat sebagai indikasi dari menurunnya peran kelembangaan lokal adalah belum

maksimalnya partisipasi masyarakat dalam forum-forum seperti Musrenbang yang pada

hakikatnya adalah proses untuk menentukan usulan-usulan dan prioritas pembangunan bagi

masyarakat di tingkat lokal.

Peran kelembagaan masyarakat yang ada (RT/RW) tersebut dapat ditingkatkan untuk

menumbuhkembangan partisipasi masyarakat dalam berbagai bidang pembangunan yang

terkait dengan pengelolaan dan perlindungan SDA, penerapan TTG, penggalakan budaya KB

serta hidup sehat, dan lain sebagainya. Dari perspektif ini terlihat keterkaitan yang erat

diantara bidang kelembagaan dan bidang-bidang lainnya dalam rangka pemberdayaan

masyarakat.

3.3.2. Lunturnya Nilai-Nilai Budaya Masyarakat dalam Pembangunan

Partisipasi masyarakat di Kota Semarang yang belum optimal terkait erat dengan

lunturnya nilai-nilai budaya masyarakat yang merupakan esensi dari partisipasi itu sendiri.

Nilai-nilai budaya masyarakat seperti gotong royong, kerjasama, kepedulian, dan toleransi

semakin redup dan berganti dengan nilai-nilai seperti individualisme dan egoisme. Sejumlah

indikasi yang dapat dilihat diantaranya adalah semakin jarang dijumpainya kegiatan gotong

royong di lingkungan masyarakat, khususnya di daerah perkotaan, dalam rangka

pemeliharaan kebersihan, kesehatan, dan keamanan lingkungan. Bahkan sudah terdapat

anggapan bahwa urusan tersebut menjadi tanggung jawab aparatur pemerintah dan mulai

munculnya kecenderungan bahwa masyarakat menyerahkan urusan-urusan tersebut secara

komersial kepada pihak yang lain. Keakraban dan jiwa kerjasama diantara masyarakat

dengan demikian juga sedikit demi sedikit akan hilang.

Sebagai akibatnya terjadi sekat-sekat diantara masyarakat berdasarkan status sosial-

ekonomi. Kepedulian sosial kepada masyarakat lain semakin pudar dan jika kepedulian

tersebut masih ada hanya berlaku bagi mereka yang memiliki kepentingan yang sama. Sekat-

sekat diantara masyarakat berdasarkan status sosial-ekonomi ini makin jelas dan

menciptakan gated community. Keadaan ini tidak kondusif bagi pembangunan karena

menciptakan kecemburuan dan tensi sosial di masyarakat. Dari uraian diatas dapat

Page 15: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

65

disimpulkan bahwa upaya untuk menghidupkan kembali nilai-nilai budaya sangat diperlukan

dan menjadi salah satu isu dalam upaya pemberdayaan masyarakat.

3.4 ISU BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

Salah satu bidang yang terdapat di BAPERMASPER & KB adalah bidang pemberdayaan

perempuan dan perlindungan anak. Hal ini terkait dengan masih banyaknya permasalahan

perempuan dan anak di Kota Semarang yang belum tertangani secara tuntas dan bahkan

belum semua permasalahan tersebut dapat terungkap. Perempuan dan anak merupakan

salah satu bagian penting yang harus ditangani terkait dengan adanya upaya pemberdayaan

perempuan dan anak di Kota Semarang. Beberapa isu dan permasalahan yang terkait dengan

keduanya, yaitu:

3.4.1. Rendahnya Kemandirian dan Pelecehan Terhadap Harkat Martabat Perempuan

Rendahnya kemandirian dan pelecehan terhadap harkat dan martabat perempuan di

Kota Semarang pada dasarnya saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan

lainnya. Beberapa indikasinya adalah dengan tingginya angka kekerasan terhadap

perempuan dan anak-anak di Kota Semarang. Permasalahan tingginya angka kekerasan

terhadap perempuan dan anak-anak di Kota Semarang terkait dengan masih sedikitnya

permasalahan-permasalahan terkait yang berhasil ditangani secara tuntas. Hal ini

disebabkan masih sedikitnya pihak-pihak yang dapat menyampaikan dan mewakili

permasalahan tersebut. Masih sedikit pihak yang mau peduli terhadap permasalah

perempuan dan anak. Hal ini dibuktikan dengan adanya catatan bahwa angka tertinggi

kekerasan terhadap perempuan di Provinsi Jawa Tengah terjadi di Kota Semarang, yaitu

sebanyak 150 kasus (Kompas, 2007). Selain itu juga menurut hasil kajian yang dilakukan

Legal Resources Center untuk Keadilan Gender dan Hak Asasi Manusia Semarang, sepanjang

tahun 2007 terdapat rata-rata empat sampai lima perempuan meninggal perbulannya akibat

kekerasan berbasis gender (Kompas, 2007).

Melihat fakta di atas, maka kasus-kasus seperti di atas dan kasus-kasus lainnya yang

terkait dengan perempuan dan anak hendaknya dapat ditangani dan diminimalisir oleh

BAPERMASPER & KB Kota Semarang. Penempatan perempuan pada kursi parlemen dan

melibatkannya dalam organisasi-organisasi masyarakat merupakan suatu hal penting yang

harus dipertimbangkan. Dengan demikian, kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan

Page 16: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

66

dapat sedikit banyak diatasi. Selain itu, dengan memberikan proporsi kursi parlemen bagi

perempuan, maka isu mengenai adanya ketidaksetaraan gender dapat juga dihindari.

Indikasi kedua ditunjukan dengan rendahnya partisipasi perempuan dalam Organisasai

Masyarakat (ORMAS) dan aktivitas perekonomian. Rendahnya partisipasi perempuan dalam

ORMAS dan aktivitas perekonomian berhubungan dengan adanya isu gender. Permasalahan

gender muncul sebagai salah satu permasalahan perkotaan di Kota Semarang dikarenakan

adanya rasa ketidakadilan dari sebagian perempuan dalam memperoleh hak-hak mereka. Di

Kota Semarang sendiri permasalahn gender ini dapat terlihat dari komposisi jumlah

perempuan di DPRD Kota Semarang 2004-2009 yakni hanya sebanyak 6 (enam) orang sekitar

13,33% dari 45 orang anggota DPRD Kota Semarang. Dimana jumlah tersebut belum

merepresentasikan partisipasi sesuai undang-undang. Rendahnya partisipasi perempuan ini

nantinya akan terkait dengan banyaknya permasalahan perempuan dan anak di Kota

Semarang yang dapat terungkap dan terselesiakan. Jadi peran serta perempuan dalam suatu

pemerintahan maupun ORMAS akan sangat membantu dalam pengungkapan dan

penyelesaian permasalahan perempuan dan anak di Kota Semarang, sehingga permasalahan

ini dapat diminimalisir dan bahkan teratasi semua.

3.4.2. Belum Terpenuhinya Hak-Hak Dasar Anak

Anak-anak memiliki setidaknya 5 (lima) hak dasar diantaranya hak untuk mendapatkan

pendidikan dasar hingga tingkat sekolah menengah pertama, berhak bebas dari kekerasan

dan eksploitasi yang dilakukan oleh pihak manapun, dan hak mendapatkan kehidupan yang

layak. Walaupun angka partisipasi sekolah (APS) pada tingkat SD hingga SMP di Kota

Semarang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain, namun di sisi lain masih

sering kita jumpai fenomena-fenomena yang dapat dikategorikan sebagai eksploitasi anak.

Pada sudut-sudut kota dan kawasan strategis perkotaan sering kita temui anak-anak balita

yang digunakan sebagai ‘alat’ untuk menarik simpati para pengemis. Belum lagi anak-anak

jalanan dengan berbagai profesi seperti pengemis, pengamen, penyemir sepatu, dan penjaja

koran tidak sedikit kita temukan di berbagai penjuru kota.

Belum terpenuhinya hak anak juga dapat dilihat dari hak untuk mendapatkan hidup

yang layak.

Kalau kita lihat saat ini di Kota Semarang masih terdapat permasalahan gizi buruk pada anak

balita. Hal ini umumnya terjadi pada balita di keluarga dengan tingkat kesejahteraan yang

Page 17: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

67

rendah. Permasalahan gizi buruk pada balita ini dapat diindikasikan melalui indikator

Human Development Index (HDI). Berdasarkan profil kesehatan Kota Semarang (2005),

terdapat kecenderungan peningkatan jumlah balita penderita gizi buruk selama lima tahun

terakhir. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2003 hingga 2005 terjadi fluktuasi jumlah

penderita gizi buruk, dari 0,63 pada tahun 2003 meningkat menjadi 1,23 pada tahun 2004

dan mengalami penurunan pada tahun 2005 menjadi 0,94. Demikian juga dengan jumlah

balita penderita gizi kurang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel III.1 berikut ini:

Tabel III.10 Prevalensi Status Gizi Balita Kota Semarang Tahun 2003-2005

Status Gizi Prevalensi (Kasus)

2003 2004 2005

Gizi buruk 0,63 1,23 0,94

Gizi kurang 9,75 11,56 11,09

Gizi baik 86,65 83,68 85,98

Gizi lebih 2,97 3,53 1,99 Sumber: Profil Kesehatan Kota Semarang, 2005

Adapun data yang diperoleh dari Harian Suara Merdeka, disebutkan bahwa pada tahun

2005, Dinas Kesehatan Kota Semarang mencatat dari 109.025 balita terdapat 530 anak yang

berat badannya di bawah garis merah, dan 17 di antaranya positif menderita gizi buruk Pada

tahun 2006, dari 121.215 balita di Kota Semarang, 776 balita atau 0,64% diantaranya

berberat badan BGM. Namun dari 776 balita tersebut, 80 diantaranya paling rentan menjadi

gizi buruk. Hal tersebut dapat diindikasikan dari berat badan yang jauh dari rata-rata (Suara

Merdeka, 2006).

3.5 ISU BIDANG KELUARGA BERENCANA DI KOTA SEMARANG

Pada Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana

(BAPERMASPER & KB) salah satu bidang yang penting yaitu bidang keluarga berencana. Hal

ini terkait dengan masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat mengenai pentingnya

turut serta mensukseskan program KB. Selain itu juga masih terdapat beberapa

permasalahan yang terkait dengan KB di Kota Semarang sebagai berikut:

3.5.1 Rendahnya Kesejahteraan dan Ketahanan Keluarga

Ketahanan dan pemberdayaan keluarga berhubungan dengan bagaimana suatu

keluarga dapat melangsungkan hidupnya, dan bertahan pada kondisi yang baik dari segala

Page 18: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

68

bentuk permasalahan kehidupan keluarga. Ketahanan dan pemberdayaan ini dapat dikaitkan

dengan bagaimana suatu keluarga dapat memenuhi kebutuhan kesehatan dan gizi keluarga

serta bekerja. Akan tetapi secara umum sebagian besar keluarga di Kota Semarang

kesadaran mengenai pemenuhan gizi dan kebutuhan kesehatan masih relatif rendah.

Hal ini dibuktikan dengan Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS)

di Kota Semarang pada tahun 2008 yang hanya berjumlah 1066 kelompok dengan jumlah

anggota UPPKS sebanyak 23.345 orang. Dari angka tersebut sekitar 17.392 orang (74,50%)

merupakan anggota penerima bantuan modal, 10.888 orang (46,64%) anggota yang

berusaha dan 12.475 (56,36%) merupakan anggota yang tidak berusaha. Selain itu, jika

ditinjau dari beberapa aspek peran serta masyarakat untuk ikut dalam UPPKS sebagian

mengalami kenaikan dan penurunan dari 2007 ke 2008. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada tabel berikut ini:

Tabel III.11 Peranserta Masyarakat dalam Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS)

di Kota Semarang Tahun 2007-2008

No Uraian 2007 2008 Perkembangan

1 Perbandingan keluarga Prasejahtera dan Sejahtera 1

a. Jumalah anggota 25.904 23.345 Turun

b. Anggota berusaha 12.511 10.888 Turun

c. Pesentase 48,30 % 46,64 % Turun

2 Perbandingan Bina Keluarga Balita

a. Jumlah kelompok BKB 289 288 Turun

b. Jumlah Kelompok BKB aktif 278 285 Naik

c. Jumlah keluarga aktif 5.350 5882 Naik

d. Rata-Rata Keluarga/Kelompok 19-20 22-23 Naik

3 Perbandingan Bina Keluarga Remaja (BKR)

a. Jumlah kelompok BKR 157 148 Turun

b. Jumlah Kelompok BKR aktif 149 143 Turun

c. Jumlah keluarga aktif 3.096 3.345 Naik

d. Rata-Rata Keluarga/Kelompok 20-221 24-25 Naik

4 Perbandingan Bina Keluarga Lansia (BKL)

a. Jumlah kelompok BKL 178 211 Naik b. Jumlah Kelompok BKL aktif 173 206 Naik c. Jumlah keluarga aktif 4.175 6.196 Naik d. Rata-Rata Keluarga/Kelompok 20-21 29-30 Naik

Sumber: BKB Kota Semarang, 2008

Berdasarkan pada kondisi tersebut maka dapat disimpulkan beberapa permasalahan yang

muncul yakni sebagai berikut: (1) Keterbatasan kader yang mampu dan bersedia, (2)

Keterbatasan sarana (APE, Kartu Kembang Anak, Buku Pedoman Kader), (3) Keterbatasan

dana operasional untuk pembinaan, pelatihan dan pelaporan, (4) Keterbatasan modal pada

Page 19: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

69

bunga rendah, dan (5) Keterbatasan kemampuan anggota kelompok dalam mengelola,

memasarkan, menjaga mutu produksi dan pengelolaan keuangan

Tingkat kesejahteraan masyarakat Kota Semarang terkait juga dengan kondisi

kesehatan ibu dan anak. Kualitas kesehatan ibu dan anak dalam suatu keluarga berhubungan

dengan kemampuan suatu keluarga dalam mengakses kesehatan yang berkualitas.

Permasalahan gizi buruk pada anak balita sebagaimana telah diuraikan diatas erat kaitannya

dengan tingkat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dikarenakan pada balita

pada keluarga dengan tingkat kesejahteraan rendah biasanya asupan gizi dan kondisi

kesehatannya kurang diperhatikan.

Kurangnya berat badan balita di Kota Semarang dapat disebabkan oleh banyak hal,

antara lain kurangnya gizi atau adanya kemungkinan menderita penyakit lain. Kekurangan

gizi sangat dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan masyarakat, kontaminasi makanan dan

minuman balita akibat lingkungan yang tidak sehat dan prioritas hidup lainnya selain

makanan bergizi. Di sisi lain, anggaran khusus untuk mengantisipasi bergesernya kasus BGM

menjadi gizi buruk belum maksimal. Oleh karenanya, diperlukan suatu tindakan tegas dari

semua pihak untuk mengurangi jumlah balita penderita gizi kurang dan buruk demi

peningkatan kualitas sumber daya manusia Kota Semarang yang lebih baik.

Indikasi lain dari rendahnya kesejahteraan dan ketahanan keluarga adalah tingginya

angka kematian ibu melahirkan. Hal ini didasarkan pada profile kesehatan Kota Semarang

bahwa pada tahun 2005 angka kematian ibu melahirkan di Kota Semarang mencapai 449

jiwa dan cenderung berfluktuasi dari tahun ke tahun. Apabila dibandingkan dengan angka

kematian ibu di tingkat nasional (307 jiwa), angka tersebut dinilai lebih tinggi, walaupun jika

dibandingkan dengan angka kematian ibu melahirkan di tingkat Jawa Tengah (509 jiwa)

masih lebih rendah (Kartu Penilaian Pengentasan Kemiskinan Kota Semarang, 2005 dan

Profil Kesehatan Kota Semarang, 2005).

Page 20: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

70

Gambar 3.9

Perkembangan Jumlah Kematian Ibu di Kota Semarang Tahun 2002-2005 Sumber: Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005

Gambar 3.10

Perbandingan Jumlah Kematian Ibu Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah dan Indonesia Tahun 2005 Sumber: Kartu Penilaian Pengentasan Kemiskinan Kota Semarang, 2005

3.5.2. Pertumbuhan Penduduk yang Relatif Tinggi

Tingginya pertumbuhan penduduk diakibatkan salah satunya oleh angka pertumbuhan

alamiah dimana tingkat fertilitas yang masih relatif tinggi. Hal ini disebabkan karena tingkat

kesadaran masyarakat di Kota Semarang untuk mengikuti program keluarga berencana (KB)

masih sangat rendah. Pada tahun 2008 pencapaian peserta KB baru Kota Semarang adalah

PB 39.286 jiwa atau 117,57% dari jumlah PPM yakni 33.414 jiwa. Sedangkan pencapaian

peserta KB baru adalah 196.876 jiwa atau 79,63% dari total pasangan usia subur (PUS)

sebanyak 247.228 jiwa.

Disamping itu partisipasi pria dalam Berpartisipasi dalam KB masih rendah.

Berdasarkan data dari badan KB Kota Semarang partisipasi pria dalam pemakaian alat

Page 21: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

71

kontrasepsi sebsar 14.337 jiwa (7,28%) dari total peserta KB aktif (196.876 jiwa). Keaktifan

tersebut dapat dirinci dengan penggunaan MOP sebanyak 2.484 (17,32%) dan Kondom

sebanyak 11.853 jiwa (82.67%).

Partisipasi dalam mengadopsi IUD juga sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan

dengan data penggunaan IUD tahun 2008 bagi peserta KB baru sebanyak 2.235 (5,69%) yang

mengalami kenaikan dari tahun 2007 sebanyak 1.724 jiwa. Sedangkan untuk peserta KB lama

penggunaan IUD mengalami penurunan pada tahun 2008 sebanyak 15.346 jiwa (6,21%) dan

2007 sebanyak 15.403 jiwa.

Masih adanya kasus komplikasi kegagalan KB diduga menjadi penyebab lain belum

optimalnya pembudayaan KB guna menekan pertumbuhan penduduk. Pada tahun 2008

kasus komplikasi dan kegagalan KB mengalami kenaikan. Dimana untuk kasus komplikasi KB

pada tahun 2007 sebanyak 6 kasus dan pada 2008 menjadi 12 kasus. Sedangkan untuk

kegagalan KB pada tahun 2007 sebanyak 10 kasus dan 2008 menjadi 15 kasus.

Permasalahan tingginya laju pertumbuhan alami penduduk terkait juga dengan tidak

berfungsinya secara optimal kelembagaan dan jejaring KB. Program Penguatan Kelembagaan

dan jaringan KB di Kota Semarang, erat kaitannya dengan Institusi Masyarakat Perkotaan

(IMP). Institusi ini merupakan institusi di tingkat lini lapangan (kelurahan ke bawah) sebagai

tenaga relawan yang mempunyai peran bantu pelaksanaan program keluarga berencana,

sehingga mempunyai peran yang sangat strategis serta sebagai ujung tombak suksesnya

program KB Nasional. IMP ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Tabel III.12

Klasifikasi IMP di Kota Semarang

No Uraian PPKBD Sub PPKBD KLP. KS

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1 Dasar 0 0 176 12,12 1.789 20,79

2 Berkembang 25 14,12 593 43,62 3.374 43,40

3 Mandiri 152 87,88 595 43,62 3.080 38,80 Sumber: BKB Kota Semarang, 2008

Berdasarkan beberapa data di atas maka dapat disimpulkan permasalahan bidang

Program Penguatan Kelembagaan dan jaringan KB adalah sebagai berikut: (1) Keterbatasan

kuantitas dan kulitas Kader terkait dengan adanya kesulitan pengkaderan; (2) Dana

Operasional bari sampai di tingkat PPKBD/ SKD; dan (3) Pemahaman Program KB Sebagai

investasi jangka panjang belum dipahami masyarakat luas.

Page 22: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

72

Terkait permasalahan bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera, tentu saja

keberadaan BAPERMASPER & KB di Kota Semarang diharapkan dapat menjembatani dalam

penetapan kebijakan yang terkait dan penyelesaian permasalahan di atas. Teratasinya

permasalahan di atas, diharapkan tingkat kesejahteraan masyarakat di Kota semarang dapat

meningkat.

Pertumbuhan penduduk yang tinggi juga terkait dengan kurang efektifnya

penanganan permasalahan keseharan dan reproduksi remaja (KRR). Pada kenyataannya

masih sedikit masyarakat Kota Semarang yang memahami pengetahuan dan permasalahan

yang terkait dengan reproduksi remaja. Akibatnya muncul permasalahan terkait dengan

reproduksi remaja yakni masih sangat terbatasnya akses informasi tentang KRR di

masyarakat. Hal ini mendorong ketidaktahuan remaja yang memasuki usia perkawinan pada

usia yang belum matang. Di Kota Semarang jumlah PUS yang berada di bawah usia 20 tahun

yakni sebesar 1 %. Kondisi ini juga didukung dengan masih sedikitnya Pusat Informasi dan

Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK KRR) yang hanya berjumlah 19 kelompok di

Kota Semarang.

3.6 REKAPITULASI ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASAYARAKAT, PEREMPUAN DAN

KELUARGA BERENCANA DI KOTA SEMARANG

Berdasarkan pada uraian di atas maka isu dan permasalahn yang muncul tiap bidang di

atas yang terkait dengan bidang pemberdayaan perempuan dan anak, masyarakat dan

kelurga berencana dapat diringkas dalam tabel berikut ini:

TABEL III.13

Isu Bidang Perempuan dan Anak, Pemberadayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana di Kota Semarang

No ISU FAKTA

1 Masih Rendahnya Partisipasi Masyarakat Kota Semarang dalam Penggalian Potensi SDA dan Penerapan TTG

Belum dikembangkannya potensi pertanian tanaman pangan di Kota Semarang:

Jumlah produksi beberapa komoditas tanaman pangan mencapai 6.383 ton pada tahun 2003 dengan luas lahan pertanian 27.093,84 Ha yang terdiri dari lahan sawah 3.976,03 ha dan lahan ladang 23.117,81 ha (www.semarang.go.id, diakses tanggal 17 Juni 2009).

Rendahnya partisipasi masyarakat untuk mengembangkan pertanian Kota Semarang yang ditunjukkan dengan sedikitnya penduduk Kota Semarang yang bermata pencaharian sebagai petani yakni hanya 2% (Podes Jawa Tengah Tahun 2003).

Kecenderungan penduduk Kota semarang lebih memilih bekerja di luar bidang peternakan dan pertanian

Page 23: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

73

No ISU FAKTA

2 Masih Rendahnya Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan dan Penerapan TTG

Belum semua keluarga di Kota Semarang sudah memiliki sistem pembuangan limbah berupa jamban sendiri:

92 % Kelurahan di Kota Semarang telah memiliki sistem pembuangan limbah berupa jamban sendiri, 1% menggunakan sistem pembuangan bukan jamban, 2 % menggunakan jamban bersama, dan 5 % menggunakan jamban umum

Beberapa lokasi di Kota Semarang masih memiliki beberapa permasalahan saluran drainase:

Sebagian besar kelurahan di Kota Semarang memiliki drainase dengan kondisi lancar (86 %), sedangkan lainnya memiliki kondisi yang tergenang (2%), tidak ada saluran (1 %) dan tidak lancar (11%).

Saluran drainase pada daerah Semarang bawah yang dekat dengan daerah pesisir masih bermasalah

Minimnya Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Penerapan TTG:

Teknologi tepat guna dalam pengelolaan lingkungan sudah banyak ditemukan, misalnya teknologi penjernihan air, komposting sampah, sumur resapan, biopori, dan lain sebagainya; namun penerapannya di tingkat komunitas masih relatif minim.

3 Rendahnya Kapasitas Sumber Daya Manusia untuk Pengembangan Ekonomi

Sebagian besar masyarakat di Kota Semarang bermata pencaharian sebagai buruh

Mata pencaharian yang mendominasi di sebagian besar kelurahan di Kota Semarang adalah buruh sebesar 49%, kemudian disusul oleh mata pencaharian sebagai PNS sebesar 7%, petani sebesar 2%, pedagang sebesar 2%, pengusaha sebesar 2% dan pensiunan 1%. Sedangkan sisanya sebesar 38% yang bermata pencaharian lain-lain

Di Kota Semarang terdapat beberapa daerah yang masyarakatnya masih miskin:

Masih terdapat beberapa kelurahan yang tingkat penerimaan surat miskinnya masuk kategori tinggi yakni Kelurahan Plalangan di Kecamatan Gunungpati, Kelurahan Lamper Lor di Kecamatan Semarang Selatan, serta Kelurahan Karangroto dan Bangetayu Wetan di Kecamatan Genuk

Rendahnya pendapatan rumah tangga per bulan:

Pendapatan perkapita Kota Semarang Rp 19 juta/tahun (Rp 1,6 juta/bulan)

Pendapatan perkeluarga adalah Rp. 6,4 juta/bulan dengan asumsi keluarga terdiri empat orang

Pada kenyataannya sangat banyak keluarga yang hanya mempunyai pendapatan Rp 640 ribu perbulan (www. berpolitik.com, 2008)

4 Masih Lemahnya Jejaring Pengembangan Ekonomi Masyarakat

Kegagalan masyarakat untuk keluar dari jebakan kemiskinan dan menuju kemandirian ekonomi:

Kurangnya kemampuan masyarakat dalam mengakses faktor-faktor ekonomi terutama seperti bantuan modal, teknis, peralatan, dan informasi.

Kemampuan akses tersebut akan optimal jika jejaring pengembangan ekonomi masyarakat sudah terbangun dengan baik dan mantap.

Jejaring tersebut akan mempermudah bertemunya kelompok masyarakat atau kelompok usaha sebagai beneficaries, pemerintah sebagai fasilitator, maupun donor serta pihak-pihak berkepentingan lainnya.

Jejaring akan memberikan keuntungan bagi pengembangan ekonomi masyarakat karena mampu mempercepat arus informasi dan

Page 24: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

74

No ISU FAKTA

pengetahuan, disamping memudahkan dalam upaya mengalokasikan berbagai macam bantuan modal, bantuan teknis, maupun peralatan.

5 Masih Rendahnya Partisipasi Kelembagaan Masyarakat dalam Proses Pembangunan

Peran kelembagaan masih bersifat administratif saja:

Ditengarai bahwa kelembagaan masyarakat yang ada di tingkat kelurahan seperti (RT/RW) masih bersifat administratif saja. Peran kelembagaan tersebut selalu diasosiasikan dengan lembaga yang membantu penerbitan surat pengantar bagi mereka yang akan memproses permohonan KTP, Kartu Keluarga, dan mengorganisasikan keamanan lingkungan secara swadaya.

Indikasi lain dari belum optimalnya partisipasi kelembangaan lokal dapat di lihat ketika bantuan-bantuan atau stimulan yang diberikan oleh pemerintah belum bisa ditangkap dengan baik dan teralokasikan sesuai kepada target sasaran program. Sehingga seringkali kita jumpai program-program bantuan yang tujuannya secara filosofis sangat ideal, namun dalam implementasinya di lapangan tidak membawa hasil sebagaimana yang diharapkan.

Peran kelembagaan masyarakat yang ada (RT/RW) tersebut dapat ditingkatkan untuk menumbuhkembangan partisipasi masyarakat dalam berbagai bidang pembangunan yang terkait dengan pengelolaan dan perlindungan SDA, penerapan TTG, penggalakan budaya KB serta hidup sehat, dan lain sebagainya. Dari perspektif ini terlihat keterkaitan yang erat diantara bidang kelembagaan dan bidang-bidang lainnya dalam rangka pemberdayaan masyarakat.

6 Lunturnya Nilai-Nilai Budaya Masyarakat dalam Pembangunan

Nilai-nilai budaya masyarakat semakin redup dan berganti dengan nilai-nilai seperti individualisme dan egoisme:

Semakin jarang dijumpainya kegiatan gotong royong di lingkungan masyarakat, khususnya di daerah perkotaan, dalam rangka pemeliharaan kebersihan, kesehatan, dan keamanan lingkungan.

Anggapan bahwa urusan tersebut menjadi tanggung jawab aparatur pemerintah dan mulai munculnya kecenderungan bahwa masyarakat menyerahkan urusan-urusan tersebut secara komersial kepada pihak yang lain. Keakraban dan jiwa kerjasama diantara masyarakat dengan demikian juga sedikit demi sedikit akan hilang.

Terjadi sekat-sekat diantara masyarakat berdasarkan status sosial-ekonomi. Kepedulian sosial kepada masyarakat lain semakin pudar menciptakan gated community.

Keadaan ini tidak kondusif bagi pembangunan karena menciptakan kecemburuan dan tensi sosial di masyarakat.

Kasus lingkungan dan pelanggaran hak kaum miskin kota sebagai akibat lunturnya nilai budaya masyarakat:

Berdasar catatan LBH Kota Semarang terjadi kasus-kasus lingkungan sebagian besar terjadi dan 60% kasus pelanggaran hak kaum miskin kota (Suara Merdeka, 2004)

7 Rendahnya Kemandirian dan Pelecehan Terhadap Harkat Martabat Perempuan

Tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak:

Angka tertinggi kekerasan terhadap perempuan di Provinsi Jawa Tengah terjadi di Kota Semarang, yaitu sebanyak 150 kasus (Kompas, 2007)

Sepanjang tahun 2007 terdapat rata-rata empat sampai lima perempuan meninggal perbulannya akibat kekerasan berbasis jender berdasarkan Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia Semarang, (Kompas, 2007)

Page 25: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

75

No ISU FAKTA

Rendahnya partisipasi perempuan dalam ORMAS dan perekonomian:

Jumlah anggota DPRD perempuan Kota Semarang 2004-2009 sebanyak 6 orang, sekitar 13,33% dari 45 orang anggota DPRD Kota Semarang

Rendahnya partisipasi perempuan dalam Pilkada:

Rendahnya partisipasi perempuan dalam pilkada merepresentasikan tingkat kesetaraan gender dan etnis, di Kota Semarang

Berdasar hasil pilkada putaran pertama di 160 daerah, masih sedikitnya jumlah kepala daerah perempuan yang terpilih Dari 160 kepala daerah yang terpilih, hanya ada 6 perempuan yang menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah (1,8%) (MediaIndonesiaOnline, 2005)

Hasil pemilu legislatif menunjukkan bahwa dari 550 kursi DPR, sebanyak 61 kursi diisi oleh perempuan (11%)

8 Belum Terpenuhinya Hak-Hak Dasar Anak

Fenomena eksploitasi anak dan anak jalanan:

Pada sudut-sudut kota dan kawasan strategis perkotaan sering kita temui anak-anak balita yang digunakan sebagai ‘alat’ untuk menarik simpati para pengemis.

Anak-anak jalanan dengan berbagai profesi seperti pengemis, pengamen, penyemir sepatu, dan penjaja koran tidak sedikit kita temukan di berbagai penjuru kota.

Meningkatnya jumlah penderita gizi buruk Balita:

masih terdapat permasalahan gizi buruk pada anak balita. Hal ini umumnya terjadi pada balita di keluarga dengan tingkat kesejahteraan yang rendah.

Prevalensi Status Gizi Balita Kota Semarang Tahun 2003-2005 adalah sbb:

Status Gizi

Prevalensi (Kasus)

2003 2004 2005

Gizi buruk 0,63 1,23 0,94

Gizi kurang

9,75 11,56 11,09

Gizi baik 86,65 83,68 85,98

Gizi lebih 2,97 3,53 1,99 Sumber: Profil Kesehatan Kota Semarang, 2005

9 Pertumbuhan Penduduk yang Relatif Tinggi

Masih Relatif rendahnya partisipasi Pria dalam Ber KB:

Partisipasi pria dalam pemakaian alat kontrasepsi sebsar 14.337 jiwa (7,28%) dari total peserta KB aktif (196.876 jiwa). Keaktifan tersebut dapat dirinci dengan penggunaan MOP sebanyak 2.484 (17,32%) dan Kondom sebanyak 11.853 jiwa (82.67%) (Sumber: Badan KB Kota semarang)

Masih rendahnya partisipasi IUD:

Penggunaan IUD tahun 2008 bagi peserta KB baru sebanyak 2.235 (5,69%) yang mengalami kenaikan dari tahun 2007 sebanyak 1.724 jiwa.

Peserta KB lama penggunaan IUD mengalami penurunan pada tahun 2008 sebanyak 15.346 jiwa (6,21%) dan 2007 sebanyak 15.403 jiwa

Masih adanya kasus Komplikasi Kegagalan KB:

Kasus komplikasi KB pada tahun 2007 sebanyak 6 kasus dan pada 2008 menjadi 12 kasus.

Kegagalan KB pada tahun 2007 sebanyak 10 kasus dan 2008 menjadi 15 kasus.

Page 26: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

76

No ISU FAKTA

Permasalahan Terkait dengan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR):

Masih adanya umur istri pada PUS yang berada di bawah usia 20 tahun yakni sebesar 1 %.

Masih sedikitnya Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK KRR) yakni hanya 19 kelompok di Kota Semarang.

10 Rendahnya Kesejahteraan dan Ketahanan Keluarga

Jumlah Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS):

di Kota Semarang pada tahun 2008 hanya 1066 kelompok dengan jumlah anggota UPPKS sebanyak 23.345 orang. Dari sekian anggota, 17.392 orang (74,50%) diantaranya merupakan anggota trima bantuan modal, 10.888 orang (46,64%) anggota yang berusaha dan 12.475 (56,36%) merupakan anggota yang tidak berusaha

Tingginya angka kematian ibu melahirkan:

Berdasar Kartu Penilaian Pengentasan Kemiskinan Kota Semarang, 2005 dan Profil Kesehatan Kota Semarang, 2005:

Tahun 2005 angka kematian ibu melahirkan di Kota Semarang sebanyak 449 jiwa dan cenderung meningkat

Angka kematian ibu melahirkan Indonesia < Angka kematian ibu melahirkan Kota Semarang < Angka kematian ibu melahirkan Jawa Tengah = 307 jiwa< 449 jiwa < 509 jiwa)

Sumber: Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2005

Sumber: Analisis Penyusun, 2009

Page 27: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

77

BAB IV RANCANGAN VISI-MISI

BAPERMAS PEREMPUAN & KB KOTA SEMARANG

Berdasarkan analisa terhadap potensi dan kendala serta peluang dan tantangan dan

aspirasi dari pengalaman Bapermasper KB Kota Semarang, terdapat beberapa kata kunci

(keywords) yang harus melandasi Visi dan Misi Bapermas perempuan & KB Kota Semarang.

Kata kunci tersebut adalah:

1. Integrasi dan Sinergi:

Integrasi dan sinergi dalam visi diharapkan pertama, membawa perubahan cara berfikir

(mind set) organisasi Bapermas perempuan dan KB yang berasal dari berbagai latar belakang

organisasi yang sebelumnya terpisah menjadi satu kesatuan organisasi untuk mengemban

tupoksi yang hanya bisa ditempuh secara bersama dan terpadu. Kedua, integrasi dan sinergi

diharapkan dimanifestasikan dalam perumusan dan implementasi program/ kegiatan

Bapermas perempuan & KB Kota Semarang. Integrasi dan sinergisitas program/ kegiatan

Bapermas perempuan & KB dapat diwujudkan dalam bentuk berikut ini:

Integrasi Lokasi atau Area

Integrasi Pembiayaan

Intergasi Waktu Pelaksanaan

Ketiga, integrasi dan sinergisitas dapat menciptakan efektifitas pelaksanaan dan

maksimasi hasil program/ kegiatan yang nyata ditengah-tengah keterbatasan pembiayaan

program pembangunan dibandingkan program/ kegiatan yang dilakukan secara terpisah

atau inkremental.

2. Keberlanjutan:

Keberlanjutan dalam visi diharapkan agar program-program yang telah dijalankan dapat:

Pertama, diteruskan capaiannya secara kuantitas maupun kualitasnya. Secara kuantitas

program/ kegiatan yang dilakukan diharapkan dapat direplikasikan pada lokasi-lokasi atau

wilayah yang memerlukan. Secara kualitas program/ kegiatan yang sudah diterapkan di

suatu lokasi harus selalu di monitoring dan di evaluasi untuk ditinggkatkan derajat

capaiannya secara nyata.

Page 28: BAB III ISU DI BIDANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT, …beta.semarangkota.go.id/content/image/files/Renstra--BAB III-IV Isu... · kelembagaan dan sosial budaya masyarakat serta pemberdayaan

78

Kedua, program-program pemberdayaan masyarakat dan penerapan TTG yang

dihasilkan tidak hanya berorientasi pada upaya pengalian potensi ekonomi, namun juga

menekankankan pada penumbuhan kesadaran masyarakat dalam upaya-upaya pelestarian

lingkungan hidup.

Atas dasar pertimbangan diatas maka Visi Bapermas perempuan & KB Kota Semarang

adalah sebagai berikut:

“Terwujudnya Keterpaduan Program Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan Dan

Keluarga Berencana Menuju Masyarakat Sejahtera”

Dari telaah isu yang telah dilakukan pada bagian sebelumnya, kelembagaan

merupakan aspek yang mendesak dan wajib diberdayakan dalam semua bidang baik

pengembangan ekonomi, pengelolaan SDA, penerapan TTG, dan Keluarga Berencana.

Dengan kata lain peningkatan kapasitas kelembagaan merupakan instrumen penting dalam

mendorong terwujudnya pemberdayaan masyarakat di berbagai bidang yang menjadi

tupoksi Bapermasper dan KB Kota Semarang. Adapun perempuan masyarakat juga tidak

akan berhasil tanpa menempatkan perempuan sebagai salah satu kelompok target dan

sasaran program dan kegiatan pemberdayaan.

Adapun Misi yang diharapkan adalah misi organisasi dan bukan misi yang

merepresentasikan masing-masing bidang yang ada di Bapermas perempuan & KB Kota

Semarang. Dalam rangka mencapai rancangan visi diatas, misi Bapermas perempuan & KB

adalah sebagai berikut:

1. Menggali potensi masyarakat, kearifan tradisional, dan menumbuhkan kesadaran

masyarakat dalam berpartisipasi dalam pembangunan Kota Semarang di bidang

pengembangan ekonomi, pengelolaan SDA, penerapan TTG, dan pelaksanaan KB

2. Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat dan peran serta perempuan dalam

pengembangan ekonomi, pengelolaan SDA, penerapan TTG, dan pelaksanaan KB

3. Memperkuat jejaring kelembagaan pengembangan ekonomi, pengelolaan SDA,

penerapan TTG, dan pelaksanaan KB

4. Merumuskan, melaksanakan, dan melakukan monitoring serta evaluasi program dan

kegiatan pemberdayaan masyarakat lintas bidang (pengembangan ekonomi,

pengelolaan SDA, penerapan TTG, dan pelaksanaan KB)

5. Mengembangkan dan melakukan pembinaan pada wilayah-wilayah yang strategis

sebagai pilot area pemberdayaan masyarakat