bab iii hasil penelitian dan analisa a. kasus posisi...
TRANSCRIPT
30
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN ANALISA
A. KASUS POSISI DAN PENANGANAN OLEH MEDIATOR
1. Perselisihan PHK antara CV. Intan Karya Indah dengan pekerjanya
I’im Jajeri dan Romi Novianto
Perselisihan antara CV. Intan Karya Indah yang melakukan pemutusan
hubungan kerja terhadap pekerja yang bernama I’im Jajeri dan Romi
Novianto yang mulai bekerja sejak 1 Maret 2009 dan ditempatkan di kantor
SAMSAT UP3D dengan jabatan sebagai Petugas Kebersihan. Pada tanggal 28
April, pekerja dipanggil oleh pengusaha (Sdr. Bambang Sudarso dan Sdri.
Dewi Ratih) yang bertempat dikantor SAMSAT UP3D Pati, dan diberitahu
kalau pekerja telah melakukan kesalahan, yaitu pekerja selama 2 (dua) bulan
bekerja tidak maksimal (belum waktunya istirahat sudah istirahat dan
merokok di area bekerja), dan setelah itu pekerja tidak diperbolehkan bekerja
kembali.
Pendapat Mediator :
(a) Bahwa persoalan ini adalah masalah PHK karena kinerja pekerja dianggap
tidak memenuhi syarat (tidak maksimal), yaitu sering istirahat sebelum
waktunya istirahat dan merokok di tempat bekerja.
(b) PHK yang dilakukan penguaha adalah PHK bukan karena kesalahan
pekerja atau dianggap pengusaha melakukan efisiensi.
31
(c) Bahwa pekerja bersedia untuk di PHK asal sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dari kasus perselisihan hubungan industrial antara CV. Intan Karya
Indah dengan pekerjanya yang bernama I’im Jajeri dan Romi Novianto
tersebut di atas, menurut pendapat mediator PHK yang dilakukan adalah
karena pengusaha melakukan efisiensi, meskipun demikian menurut penulis
dari perbuatan yang dilakukan oleh pekerja terdapat indicator tentang kinerja
rendah, yaitu melakukan pelanggaran peraturan disiplin, bahwa pekerja sering
istirahat sebelum waktu yang ditentukan oleh perusahaan dan merokok saat
dalam lingkungan kerja.
2. Perselisihan PHK antara Pengusaha Hotel Graha Wisata dengan Co.
Serikat pekerja/serikat buruh dengan nama Pengurus Cabang Federasi
Serikat Pekerja Niaga Bank Jasa dan Asuransi (PCNBA).
Perselisihan pemutusan hubungan kerja antara pengusaha Hotel Graha
Wisata yang beralamat di jalan Raya Pati Kudus Km. 4, Pati, dengan Co.
serikat pekerja/serikat buruh dengan nama Pengurus Cabang Federasi Serikat
Pekerja Niaga Bank Jasa dan Asuransi (PCNBA), yang mulai bekerja berkisar
antara tahun 1997 s/d tahun 2006, mewakili 15 (lima belas) karyawan yang di
PHK. Pekerja di PHK oleh pengusaha dengan alasan para pekerja indisipliner
dan tidak terus terang menyetorkan uang sewa kamar terhadap perusahaan
selama bertahun-tahun, dan pada tanggal 06 Juni 2009 pekerja diberi
sosialisasi oleh perusahaan yang disampaikan oleh Ibu Indah Nur Qomari
32
tentang perusahaan yang merugi terus menerus selama dua tahun terakhir dan
kinerja pekerja yang tidak disiplin dalam bekerja maupun masalah keuangan
terhadap perusahaan, dan pada hari itu juga pekerja ditawari untuk diberi tali
asih sebesar RP 2.000.000,- (dua juta rupiah) per karyawan.
Pendapat Mediator
(a) Bahwa permasalahan ini adalah masalah PHK karena kinerja pekerja
indisipliner dan tidak mampu melakukan pekerjaan yang ditanganinya.
(b) PHK yang dilakukan penguaha adalah PHK bukan karena kesalahan
pekerja atau dianggap pengusaha melakukan efisiensi.
(c) Bahwa pekerja bersedia untuk di PHK asal sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sama halnya dengan pendapat mediator dari kasus yang pertama,
bahwa PHK yang yang dilakukan hanya karena pengusaha ingin melakukan
efisiensi. Akan tetapi dari PHK tersebut mengatakan bahwa karena pekerja
tidak berterus terang menyetorkan uang sewa kamar terhadap perusahaan
selama bertahun-tahun yang mengakibatkan perusahaan mengalami kerugian.
Dari perbuatan pekerja tersebut sudah termasuk dalam kategori kesalahan
berat ( UU no 13/2003 Pasal 158 ayat (1) huruf b). Dan penulis berpendapat
bahwa kesalahan berat dikategorikan sebagai kinerja rendah karena tidak
dapat melaksanakan kwajibannya dengan baik sebagai pekerja dan melakukan
pelanggaran terhadap peraturan-peraturan yang berlaku.
33
3. Perselisihan PHK antara PT BPR Juwana Artasurya dengan pekerjanya
bernama Anjar Novi Kristyowati, A.Md.
Perselisihan pemutusan hubungan kerja antara PT BPR JUWANA
ARTASURYA dengan pekerja bernama Anjar Novi Kristiyowati, A.Md yang
mulai bekerja di PT BPR JUWANA ARTASURYA sejak 25 November 1994
sebagai Staf Accounting, dan jabatan terakhir adalah sebagai Marketing Dana.
Pekerja di PHK dengan alasan karena pekerja tidak mampu memenuhi target
perusahaan, yaitu bahwa dalam 3 (tiga) bulan terakhir (Juli, Agustus dan
September), pekerja tidak dapat memenuhi target yang dibebankan kepada
pekerja, yaitu sebesar Rp. 2000.000.000,- (duaratus juta rupiah). Sesuai
dengan SK DIR No. 3/BPR-JAS/DIR/VI/2009, tanggal 25 Juni 2009 tentang
Mutasi Kerja dinyatakan bahwa target sebesar Rp. 200.000.000,- (duaratus
juta rupiah) apabila tidak tercapai selama 3 (tiga) bulan berturut-turut, maka
secara otomatis pekerja wajib mengundurkan diri. Berdasarkan hal tersebut
pekerja disarankan untuk mengundurkan diri, tetapi pekerja menolak, oleh
karena itu sekitar awal Oktober 2009, pengusaha mengeluarkan surat nomor
242/BPR-JAS/X/2009 tanggal 25 September 2009 tentang Mutasi Kerja, yang
pada intinya pekerja diberhentikan dengan hormat per tanggal 25 Spetember
2009,
34
Pendapat Mediator :
(a) Bahwa persoalan ini adalah masalah perselisahan PHK, yaitu PHK karena
pekerja tidak mampu memenuhi target perusahaan yang ditetapkan oleh
pengusaha
(b) Bahwa selama 3 (bulan) berturut-turut yaitu pada bulan Juli, Agustus,
September pekerja tidak mampu memenuhi target yang telah ditetapkan
oleh perusahaan, dan oleh karena itu pekerja dinyatakan mengundurkan
diri sesuai dengan SK DIR No. 3/BPR-JAS/DIR/VI/2009, tanggal 25
September 2009 tentang Mutasi Kerja.
(c) Bahwa pekerja bisa menerima PHK tersebut asal sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pada kasus perselisihan hubungan industrial di atas disebutkan bahwa
PHK yang dilakukan pengusaha terhadap karyawannya dikarenakan
karyawan tersebut tidak mampu memenuhi target perusahaan selama 3
(tiga) bulan berturut-turut yaitu sebesar Rp 200.000.000,-. Maka dalam hal
ini penulis berpendapat bahwa pekerja tersebut telah melakukan
wanprestasi, Karena tidak dapat memenuhi apa yang sudah diperjanjikan
sebelumnya, dapat dikatakan juga bahwa kinerja dari karyawan tersebut
adalah kinerja rendah. Karena seperti yang sudah disebutkan bahwa suatu
kinerja harus memiliki unsur prestasi, dan dalam kasus ini karyawan
tersebut tidak memiliki prestasi.
35
4. Perselisihan hubungan industrial antara PT. Bank Central Asia Tbk
cabang Pekalongan dengan Emma Meliyani.
Perselisihan hubungan industrial antara PT. Bank Central Asia Tbk
cabang Pekalongan dengan Emma Meliyani. Bahwa sejak tanggal 19
Desember 2007 sampai dengan 4 Januari 2008 pekerja telah mangkir tanpa
alasan. Pada tanggal 21,24 dan 27 Desember 2007 pihak perusahaan telah
memanggil pihak pekerja untuk masuk kerja, namun pekerja tidak memenuhi
panggilan pihak perusahaan. Bahwa pada tanggal 7 Januari 2008 pihak
perusahaan mengirimkan surat peringatan ketiga kepada pekerja, namun
pekerja tidak dating ke perusahaan. Bahwa pada tanggal 15 Januari 2008
pihak perusahaan memutuskan untuk melakukan PHK terhadap pekerja
karena pihak perusahaan sudah tiga kali memanggil dan sudah memberikan
surat peringatan ketiga namun pekerja tetap tidak datang.
Pendapat Mediator
Bahwa berdasarkan Pasal 168 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan “ Pekerja yang mangkir selama 5 (lima) hari
berturut-turut tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah
dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat
diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri.”
Mangkir selama 5 (lima) hari secara berturut-turut dapat dikatakan
melakukan tindakan indisipliner, karena secara sengaja tidak menjalankan
36
kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai seorang karyawan. Perbuatan
karyawan tersebut sudah melanggar ketentuan yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan dan melanggar perjanjian kerja bersama. Bahwa
perbuatan yang indisipliner dan tidak dapat dipertanggung jawabkan dari
karyawan tersebut sudah memenuhi unsur kinerja rendah.
Berdasarkan keempat kasus tersebut diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa kinerja rendah sebagai alasan kinerja adalah :
a. tidak memenuhi syarat/tidak disiplin karena belum waktunya istirahat
sudah istirahat dan merokok di lingkungan bekerja
b. tidak disiplin dan tidak menyetorkan uang sewa kamar selama bertahun-
tahun
c. tidak dapat memenuhi apa yang sudah ditargetkan oleh perusahaan
d. pekerja melakukan mengkir selama 5 (lima) hari berturut-turut
Dari kasus-kasus yang diproses melalui mediator penulis berkesimpulan,
bahwa kinerja rendah adalah “sikap kerja yang tidak disiplin dan ketidak
mampuan dalam memenuhi apa yang sudah menjadi tanggung jawabnya dan
sudah diperjanjikan”.
37
B. KASUS POSISI DAN PENANGANAN OLEH MAJELIS HAKIM
1. Perselisihan hubungan industrial antara Sawab sebagai penggugat
dengan Direksi Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian sebagai
tergugat.
Perselisihan hubungan industrial antara Sawab sebagai penggugat yang
bekerja sebagai Kepala Cabang Perum Pegadaian Blora (Jawa Tengah)
melawan Direksi Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian sebagai tergugat.
Bahwa pada tahun 2001 telah terjadi masalah berkaitan dengan operasional di
Cabang Blora, dimana sehubungan dengan hal itu tergugat melakukan PHK
terhadap penggugat dengan alasan sebagaimana pada dictum menimbang
huruf a SK PHK Surat Keputusan No.R.19/SDM.300323/2003 tanggal 4 April
2003 dimana penggugat telah melakukan pelanggaran disiplin yaitu :
1. Dalam kedudukannya selaku Kepala Cabang lalai atau tidak
melaksanakan fungsinya karena telah membuat keputusan diluar
kewenangan dalam penetapan penaksiran barang jaminan diserahkan
kepada bawahan yang bukan sebagai petugas penaksir, tidak memiliki
keahlian dibidang penaksir dan belum mempunyai SK fungsional
penaksir, sehingga penetapan taksirannya dapat dikualifikasikan
taksiran tinggi.
38
2. Bahwa penggugat selaku Kepala Cabang lemah dalam pengawasan,
kurang mengetahui harga pasar, sehingga dalam pemberian uang
pinjaman selalu ditentukan berdasarkan permintaan nasabah.
3. Bahwa memang benar ketika penggugat masih menjabat sebagai
Kepala Cabang Blora dalam kedudukannya sebagai Kuasa Pemutus
Kredit (KPK) telah teradi masalah yaitu adanya barang jaminan gadai
berupa traktor dan mesin diesel yang dilakukan tidak sesuai dengan
ketentuan dan norma-norma yang telah ditetapkan oleh perusahaan
berupa pemberian uang jaminan yang melebihi kriteria/batas toleransi
dari taksiran wajar, sehingga barang tersebut tidak ditebus oleh
nasabah yang mengakibatkan Kerugian Perusahaan Yang
Diperhitungkan (KPYD)
Pertimbangan Majelis
Bahwa kesalahan berat sebagaimana ketentuan Pasal 158 ayat (1)
huruf j dan Pasal 158 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003, yaitu melakukan
perbuatan di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima)
tahun atau lebih dan telah dibuktikan dengan adanya pengakuan penggugat
dan laporan kejadian yang dibuat oleh pihak berwenang di perusahaan serta
didukung oleh saksi-saksi. Perbuatan yang dilakukan penggugat telah
menimbulkan kerugian Negara, karena perusahaan tergugat yaitu Perum
39
Pegadaian merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) jo No. 103 tahun
2000.
Dalam pokok permasalahan perselisihan hubungan industrial di atas,
penulis beranggapan, bahwa selain kesalahan berat yang dilakukan pekerja
dapat dikatakan pula bahwa kinerja dari pekerja tersebut adalah kinerja
rendah, karena tidak memiliki standar prestasi dalam melakukan penaksiran
barang jaminan, pengawasan, kurangnya pengetahuan tentang harga pasar,
serta kurangnya tanggung jawab karena penaksiran barang jaminan
diserahkan kepada bawahan yang jelas-jelas bukan keahliannya.
2. Perselisihan hubungan industrial antara Suyatno sebagai penggugat
dengan PT. Sinar Pantja Djaja sebagai tergugat
Perselisihan hubungan industrial antara Suyatno sebagai penggugat yang
bekerja sebagai Buruh PT. Sinar Pantja Djaja melawan PT. Sinar Pantja Djaja
sebagai tergugat. Bahwa perselisihan ini berawal pada tanggal 2 April 2008,
dimana penggugat melakukan tugas rutinnya sebagai pekerja pada pihak
tergugat yaitu dengan angkat junjung benang ke truk, pada pukul 16.00 WIB,
sehabis angkat junjung benang penggugat bersama dengan rekan-rekan
kerjanya beristirahat di ruang logistic, dan tidak lama kemudian penggugat
bersama rekan-rekan kerjanya tertidur di tempat tersebut, pada saat yang
bersamaan pihak tergugat melihat penggugat yang sedang tertidur. Bahwa
sehubungan dengan pelanggaran yang dilakukan penggugat maka pada
40
tanggal 2 April 2008 tergugat langsung mengeluarkan surat skorsing kepada
pnggugat dengan surat bernomor 605/Per/SPD/IV/2008. Bahwa untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut diatas telah dilakukan serangkaian
perundingan bipartite namun dan dilakukan mediasi, namun tidak mencapai
kata sepakat. Bahwa kemudian dalam perkara ini penggugat mengajukan
permohonan kepada majelis hakim yang memeriksa perkara ini
Pertimbangan Majelis
1. Bahwa tidurnya pada saat jam kerja adalah bentuk kecerobohan dan
kelalaian dari penggugat sebagai karyawan/pekerja, yamg tentunya sangat
merugikan pihak tergugat dan akan menjadi preseden buruk bagi ribuan
pekerja lainnya serta keberlangsungan perusahaan
2. Bahwa kerugian yang timbul dari tidurnya penggugat pada saat jam kerja
adalah terjadinya kesalahan dan tidak terkontrolnya muatan
3. Bahwa tidurnya penggugat pada waktu jam kerja didasari adanya niatan
untuk melakukan tidur.
4. Bahwa penggugat sering melakukan pelanggaran-pelanggaran
Kedisiplinan merupakan salah satu unsur dalam suatu kinerja agar
tercipta kinerja yang baik dan optimal. Dalam hal ini penulis berpendapat
bahwa perbuatan dari pekerja tersebut dapat dikaatakan kinerja rendah.
Karena pada dasarnya perbuatan yang dilakukan oleh karyawan merupakan
sebuah pelanggaran terhadap kedisiplinan, yaitu dengan sengaja tidur saat
41
masih dalam waktu kerja yang mengakibatkan kerugian terhadap
perusahaan.
3. Perselisihan hubungan industrial antara PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero) sebagai penggugat dengan Suratman sebagai tergugat
Perselisihan hubungan industrial antara PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero) sebagai penggugat melawan Suratman yang bekerja sebagai
Karyawan BRI Banjarnegara sebagai tergugat. Bahwa pada saat tergugat
menjabat sebagai AO Komersial terdapat indikasi dimana yang bersangkutan
melakukan pelanggaran disiplin berupa :
• Menggunakan sebagian atau seluruh pinjaman
• Menggunakan setoran pinjaman sebagian atau seluruhnya
• Melakukan pungutan tidak resmi atau pembebanan biaya kepada nasabah
pada saat pengajuan permohonan dan pada saat realisasi
• Menerima uang atau yang disetarakan dengan itu, hadiah atau pemberian
dari pihak ketiga yang berkaitan dengan pekerjaan
Pelanggaran disiplin yang dilakukan tergugat tersebut masuk dalam
pelanggaran fundamental, yaitu :
a. Pelanggaran Fundamental aspek perkreditan/pembiayaan
b. Pelanggaran Fundamental aspek jasa bank lainnya
42
Berdasarkan dengan bukti-bukti dan pengakuan dari tergugat maka
tergugat telah melakukan pelanggaran fundamental kategori berat, karena
pelanggaran disiplin yang dilakukan telah memenuhi 3 (tiga) kriteria, yaitu:
a. Dilakukan dengan sengaja
b. Dilakukan dengan melanggar kewenangan yang dimiliki
c. Menimbulkan kerugian financial yang signifikan
Pertimbangan Majelis
Bahwa dari semua bukti-bukti yang diajukan penggugat yaitu berupa
bukti P-1, P-2, P-3, P-8 s/d P-13, P-25 s/d P-35, Majelis berpendapat bahwa
tergugat telah memenuhi kriteria telah melakukan pelanggaran disiplin sesuai
PKB dan peraturan disiplin PT. BRI.
Dalam kasus ini pelanggaran yang dilakukan oleh karyawan sudah
termasuk kategori kesalahan berat, dimana dalam Undang-undang no. 13
tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 158 (1a) menyebutkan bahwa
pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja dengan alasan
pekerja tersebut telah melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan
barang dan/atau uang milik perusahaan.
Berdasarkan ketiga kasus tersebut diatas, yang diproses melalui
Pengadilan Hubungan Industrial yang dapat dikaitkan dengan kinerja rendah
seperti :
43
a. lalai atau tidak melaksanakan fungsinya karena telah membuat keputusan
diluar kewenangan dalam penetapan penaksiran barang jaminan
diserahkan kepada bawahan yang bukan sebagai petugas penaksir
b. lemah dalam pengawasan dan kurang mengetahui harga pasar
c. adanya barang jaminan gadai yang dilakukan tidak sesuai dengan
ketentuan dan norma-norma yang telah ditetapkan oleh perusahaan berupa
pemberian uang jaminan yang melebihi kriteria/batas toleransi dari
taksiran wajar
d. tidur saat dalam jam/waktu bekerja
e. melakukan kesalahan berat seperti ;
• Menggunakan sebagian atau seluruh pinjaman
• Menggunakan setoran pinjaman sebagian atau seluruhnya
• Melakukan pungutan tidak resmi atau pembebanan biaya kepada
nasabah pada saat pengajuan permohonan dan pada saat realisasi
• Menerima uang atau yang disetarakan dengan itu, hadiah atau
pemberian dari pihak ketiga yang berkaitan dengan pekerjaan
Dari alasan-alasan PHK yang diproses melalui Pengadilan Hubungan
Industrial, penulis berkesimpulan bahwa kinerja rendah adalah “sikap
kerja yang indispliner yang disertai dengan pelangaran-pelanggaran
terhadap peraturan perusahaan maupun perundang-undangan, dimana
telah melakukan kesalahan berat”.
44
Adapun dari ke-7 (tujuh) kasus di atas terdapat indikator-indikator yang dapat
dikualifikasikan sebagai kinerja rendah, seperti istirahat sebelum waktunya, merokok
dalam lingkungan kantor, tidur saat dalam waktu kerja, mangkir, bahkan melakukan
kesalahan-kesalahan berat. Kesalahan berat dapat dikualifikasikan sebagai kinerja
rendah karena sudah pasti melakukan pelanggaran terhadap peraturan-peraturan,
perjajian kerja dan menimbulkan kerugian bagi perusahaan atau dapat dikatakan
sudah tidak memenuhi kriteria sebagai pekerja yang baik. Jadi, suatu kinerja pekerja
akan dinilai bagus/baik apabila kinerja dari seorang pekerja memiliki prestasi, sikap
disiplin, kecakapan dan tanggung jawab dalam bekerja.
Dari kesimpulan-kesimpulan mengenai kinerja rendah sebagai alasan PHK, baik
yang ditinjau melalui mediator maupun majelis hakim, bahwa kinerja rendah itu
memiliki unsur perbuatan yang melanggar peraturan, baik peraturan perundang-
undangan, peraturan perusahaan, maupun dalam perjanjian kerja, dimana perbuatan-
perbuatan tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Karena dalam
sebuah perusahaan menuntut agar karyawannya untuk selalu memberikan prestasi
yang tinggi, disiplin dan tanggung jawab serta dapat bekerja sama.
C. Alasan-Alasan PHK Menurut UU No. 13 Tahun 2003
PHK yang dilakukan oleh perusahaan pasti mempunyai latar belakang atau alasan
kenapa karyawan tersebut diberhentikan. Alasan-alasan PHK yang dilakukan bisa
dikarenakan :
1. PHK Karena Undang-Undang
45
Berdasarkan UU no 13 tahun 2003 terdapat sejumlah alasan-alasan PHK, antara
lain :
a. Pekerja tidak memenuhi syarat atau kriteria perusahaan ketika masih dalam
masa percobaan (Pasal 154 ayat 2),
b. Karena terbukti melakukan tindak pidana dalam hubungan kerja berdasarkan
putusan peradilan yang telah berkekuatan hukum tetap,
c. Karena setelah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana
mestinya karena dalam proses perkara pidana bukan dalam hubungan kerja
(Pasal 160 ayat 4),
d. Karena pekerja tidak dapat melakukan pekerjaan karena ditahan berdasarkan
Pasal 160 ayat (4) sebelum 6 (enam) bulan ternyata terbukti bersalah
melakukan tindak pidana (Pasal 160 ayat 5),
e. Karena pekerja melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama sesudah pekerja
diberikan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga secara berturut-turut
(Pasal 161 ayat 1),
f. Karena terjadi perubahan status dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan
hubungan kerja (Pasal 163 ayat 1),
g. Karena penggabungan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan
kerja (Pasal 163 ayat 1),
h. Karena peleburan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan
kerja (Pasal 163 ayat1),
46
i. Karena perubahan atau pergantian kepemilikan perusahaan dan pekerja tidak
bersedia melanjutkan hubungan kerja (Pasal 163 ayat 1),
j. Karena perubahan status dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh
di perushaannya (Pasal 163 ayat 2),
k. Karena penggabungan dan pengusaha tdak bersedia menerima pekerja/buruh di
perusahaannya (Pasal 163 ayat 2),
l. Karena peleburan dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh di
perusahaannya (Pasal 163 ayat2),
m. Karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian
secara terus menerus selama 2 (dua) tahun yang dibuktikan dengan laporan
keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik (Pasal
164 ayat 1 dan 2),
n. Karena perusahaan tutup disebabkan perusahaan melakukan efisiensi (Pasal
164 ayat 3),
o. Karena perusahaan mengalami pailit (Pasal 165),
p. Karena pekerja/buruh memasuki usia pensiun (Pasal 154c)
q. Karena pekerja/buruh mangkir kerja selama 5 (lima) hari kerja atau lebih secara
berturut-turut tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah
dan telah dipanggil pegusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis. Pemutusan
kerja dilakukan karena dikualifikasikan mengundurkan diri (Pasal 168 ayat 1),
r. Karena berakhirnya masa kerja dalam perjanjian kerja waktu tertentu (Pasal 61
ayat 1).
47
2. PHK Karena Keinginan Perusahaan
Keinginan perusahaan dapat menyebabkan diberhentikannya seorang karyawan
baik secara terhormat maupun dipecat tergantung status kepegawaian yang
bersangkutan.1
Keinginan perusaahan memberhentikan karyawan disebabkan karena hal-hal
berikut :
a. Karyawan tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya.
b. Perilaku dan disiplinnya kurang baik.
c. Melanggar peraturan-peraturan dan tata tertib perusahaan.
d. Tidak dapat bekerja sama dan terjadi konflik dengan karyawan lain.
e. Melakukan tindakan amoral dalam perusahaan.
3. PHK Karena Keinginan Karyawan
Undang-undang no 13 tahun 2003 juga menentukan sejumlah syarat atau
kondisi yang dapat dijadikan alasan bagi pekerja untuk melakukan pemutusan
hubungan kerja terhadap pengusaha. Dalam Pasal 169 ayat (1) ditentukan
pemutusan hubungan kerja dapat terjadi dalam keadaan dimana pengusaha
melakukan perbuatan sebagai berikut:
a. Melakukan penganiayaan, menghina secara kasar serta mengancam
pekerja/buruh,
b. Membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, 1 File. Upi. edu
48
c. Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga)
bulan berturut-turut atau lebih,
d. Tidak melakukan atau memenuhi kewajiban yang telah diperjanjikan kepada
pekerja/buruh,
e. Memerintahkan pekerja/buruh untuk melakukan/melaksanakan pekerjaan diluar
yang telah dijanjikan atau disepakati, atau,
f. Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan dan
kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak pernah
dicantumkan dalam perjanjian kerja.
Adapun alasan-alasan lain yang menyebabkan karyawan mengundurkan diri, antara
lain :2
a. pindah ke tempat lain untuk mengurus orang tua,
b. ikut suami (untuk pegawai wanita)
c. kesehatan yang kurang baik
d. untuk melanjutkan pendidikan, atau
e. berwiraswasta
4. PHK Karena Pensiun (Pasal 154 huruf c UU no 13/2003)
Pensiun adalah pemberhentian karyawan atas keinginan perusahaan, undang-
undang, ataupun keinginan karyawan sendiri. Keinginan perusahaan
mempensiunkan karyawan karena produktivitas kerjanya rendah sebagai akibat
usia lanjut, cacat fisik, kecelakaan dalam melaksanakan pekerjaan, dan sebagainya. 2 Ibid
49
Undang-undang mempensiunkan seseorang karena telah mencapai batas usia dan
masa kerja tertentu. Misalnya usia 55 tahun dan minimum masa kerja 15 tahun.
Keinginan karyawan adalah pensiun atas permintaan sendiri dengan mengajukan
surat permohonan setelah mencapai masa kerja tertentu, dan permohonannya
dikabulkan oleh perusahaan.
5. PHK Karena Kontrak kerja/perjanjian kerja berakhir (Pasal 61 ayat 1b UU no
13/2003)
Karyawan kontrak akan dilepas atau diberhentikan apabila kontrak kerjanya
berakhir. Pemberhentian berdasarkan berakhirnya kontrak kerja tidak
menimbulkan konsekuensi karena telah diatur terlebih dahulu.
6. PHK Karena Kesehatan karyawan
Kesehatan karyawan dapat menjadi alasan untuk pemberhentian karyawan.
Inisiatif pemberhentian bisa berdasarkan keinginan perusahaan ataupun keinginan
karyawan itu sendiri. Meskipun dalam pasal 153 UU no 13 tahun 2003
mengatakan pengusaha dilarang melakukan PHK karena “pekerja/buruh
berhalangan masuk karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak
melampaui 12 (dua belas) bulansecara terus-menerus”. Akan tetapi dalam pasal
172 mengatakan “pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan,
mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya
setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan dapat mengajukan pemutusan
hubungan kerja…..”
50
7. PHK Karena Meninggal Dunia (Pasal 154d UU no 13/2003)
Karyawan yang meninggal dunia secara otomatis putus hubungan kerjanya
dengan perusahaan. Perusahaan memberikan pesangon atau uang pensiun bagi
keluarga yang ditinggalkan sesuai dengan peraturan yang ada sesuai pasal 166 UU
no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
8. PHK Karena Perusahaan dilikuidasi
Sesuai dalam pasal 164 ayat (1) UU no 13/2003 yang menyebutkan
“pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh
karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara
terus-menerus salama 2 (dua) tahun…….”
Karyawan akan dilepas jika perusahaan dilikuidasi atau ditutup karena bangkrut.
Bangkrutnya perusahaan harus berdasarkan hukum yang berlaku, sedang karyawan
yang dilepas harus mendapat pesangon sesuai dengan ketentuan pemerintah. (pasal
164 UU no 13/2003)
9. PHK Karena Melakukan Kesalahan Berat
Dalam UU no 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 158 mengatakan
“Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan
alas an pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut” :
a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik
perusahaan;
b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan
perusahaan;
51
c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau
mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan
kerja;
d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
e. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau
pengusaha di lingkungan kerja;
f. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
g. dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya
barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
h. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam
keadaan bahaya di tempat kerja;
i. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya
dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau
j. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
D. Kinerja Rendah Sebagai Alasan PHK
Dari 9 (Sembilan) alasan-alasan PHK menurut UU No. 13 Tahun 2003 seperti
yang sudah disebutkan di atas, terdapat beberapa alasan yang bisa dijadikan
indikator sebagai kinerja rendah, diantaranya adalah :
1. pekerja mangkir selama 5 (lima) hari berturut-turut tanpa keterangan tertulis,
52
2. tidak memenuhi syarat atau kriteria perusahaan ketika masih dalam masa
percobaan,
3. Perilaku dan disiplinnya kurang baik,
4. Melanggar peraturan-peraturan dan tata tertib perusahaan,
5. Tidak dapat bekerja sama dan terjadi konflik dengan karyawan lain,
6. karena produktivitas kerjanya rendah sebagai akibat usia lanjut, cacat fisik,
kecelakaan dalam melaksanakan pekerjaan, dan sebagainya,
7. melakukan kesalahan berat juga dapat dikatakan/dikategorikan sebagai kinerja
rendah, seperti melakukan tindakan amoral dilingkungan perusahaan, minum
minuman keras, memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga
merugikan perusahaan atau dengan ceroboh/sengaja merusak atau
membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang
menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
Adapun menurut pendapat-pendapat para ahli bahwa suatu kinerja haruslah
memiliki unsur sebagai berikut :
1. Kualitas
2. Kuantitas
3. Prestasi/kemampuan kerja
4. Kedisiplinan
5. Kreatifitas
6. Kerja sama
7. Kecakapan dalam bekerja
53
8. Tanggung jawab
Jadi, apabila suatu kinerja tidak memiliki unsur-unsur tersebut di atas, maka dapat
dikatakan sebagai kinerja rendah.
Dari pendapat-pendapat para ahli dan UU no. 13 tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan, maka penulis mempunyai kesimpulan tentang konsep kinerja
rendah, yaitu :
1. Konsep Kinerja Rendah Secara Umum
Dalam konsep kinerja, dalam bekerja seorang pekerja dituntut haruslah
memiliki prestasi, disiplin kerja dan bertanggung jawab, apabila standar tersebut
tidak dimiliki oleh seorang pekerja maka dapat dikatakan kinerja pekerja
tersebut rendah. Jadi menurut pendapat penulis, berdasarkan definisi yang telah
dikemukakan mengenai konsep kinerja, bahwa kinerja rendah secara umum
dapat disimpulkan sejauh mana kemampuan pekerja dalam melakukan suatu
pekerjaan tidak memiliki standar kualitas dan kuantitas dalam hal
prestasi/kemampuan kerja, disiplin kerja dan tanggung jawab kerja, sehingga
dalam pelaksanaan tugas yang diberikan oleh perusahaan untuk pencapaian
suatu tujuan organisasi dan pencapaian hasil kerja dari pekerja tidak dapat
memberikan kontribusi terhadap perusahaan atau bisa dikatakan tidak
maksimal.
2. Konsep Kinerja Rendah Secara Khusus (menurut hukum)
Meskipun di dalam peraturan prundang-undangan khususnya yang mengatur
mengenai ketenagakerjaan (UU no 13/2003) tidak tercantum hal mengenai
54
konsep/pengertian kinerja rendah. Akan tetapi terdapat istilah yang dapat
digunakan sebagai rujukan hukum mengenai kinerja rendah, yaitu Kompetensi
(Pasal 1 butir 10 UU no 13 tahun 2003), yang berarti “kemampuan kerja setiap
individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang
sesuai dengan standar yang ditetapkan”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kinerja rendah berarti melakukan pekerjaan
yang tidak memenuhi kompetensi atau tidak kompeten karena tidak memenuhi
standar pengetehuan, ketrampilan, dan sikap kerja yang menjadi kriteria dari
perusahaan.
Berdasarkan 7 (tujuh) kasus yang sudah disebutkan, yang terdapat dalam UU
no. 13 tahun 2003 yaitu :
1. Pasal 158 ,yaitu melakukan kesalahan berat seperti, adanya barang jaminan
gadai yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dan norma-norma yang
telah ditetapkan oleh perusahaan berupa pemberian uang jaminan yang
melebihi kriteria/batas toleransi dari taksiran wajar, sehingga barang
tersebut tidak ditebus oleh nasabah yang mengakibatkan Kerugian
Perusahaan Yang Diperhitungkan (KPYD).
2. Pasal 168 ayat (1), yaitu Mangkir selama 5 (lima) hari secara berturut-turut.
Selain kinerja rendah itu dikatakan tidak kompeten, penulis juga berpendapat
dari beberapa alasan-alasan PHK yang terdapat dalam peraturan perundang-
undangan (UU no 13/2003), kinerja rendah bisa disimpulkan, bahwa “ketidak
mampuan untuk memenuhi syarat dan kriteria dalam hal melakukan pekerjaan yang
55
sudah diperjanjikan dalam suatu perjanjian kerja bersama, dimana
sikap/perilakunya yang tidak disiplin dan tindakan melakukan kesalahan berat telah
melanggar ketentuan-ketentuan/peraturan-peraturan dan tata tertib yang berlaku,
baik peraturan perusahaan maupun perundang-undangan yang mengakibatkan
kerugian bagi perusahaan”.
Berdasarkan hasil penelitian dari 7 (tujuh) kasus yang sudah ada, terdapat
beberapa indikator yang dapat dikatakan sebagai kinerja rendah, seperti halnya :
1. Pekerja yang mangkir selama 5 (lima) hari berturut-turut tanpa keterangan
tertulis. Mangkir dapat dikatakan kinerja rendah Karena tidak memiliki
kedisiplinan yang menjadi salah satu unsur dari kinerja.
2. Tidak dapat memenuhi target yang sudah ditetapkan perusahaaan, lalai,
lemah dalam pengawasan dapat dikatakan kinerja rendah karena tidak
memenuhi syarat atau kriteria perusahaan yaitu dalam hal
prestasi/kemampuan kerja dan kecakapan kerja
3. Tidur saat jam kerja, merokok dalam lingkungan tempat bekerja dan istirahat
sebelum waktunya dapat dikatakan kinerja rendah karena Perilaku dan
disiplinnya kurang baik yang melanggar peraturan-peraturan dan tata tertib
perusahaan
4. Melakukan kesalahan berat juga dapat dikatakan/dikategorikan sebagai
kinerja rendah, seperti menggunakan sebagian atau seluruh pinjaman,
melakukan pungutan tidak resmi atau pembebanan biaya kepada nasabah
56
pada saat pengajuan permohonan dan pada saat realisasi, memberikan
keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan atau
dengan ceroboh/sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya
barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
Dari indikator-indikator di atas, maka kinerja rendah dapat diartikan “sikap
kerja yang tidak disiplin dan kurangnya tanggung jawab dalam hal perbuatannya
yang telah melanggar peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan, serta kurangnya
kemampuan, kecakapan dan sistematika untuk menyelesaikan pekerjaannya,
sehingga tidak dapat mencapai hasil yang sudah ditetapkan dan menjadi tujuan
suatu organisasi/perusahaan”.