bab iii analisa data - repository.usm.ac.id
TRANSCRIPT
33
BAB III
ANALISA DATA
3.1. Gambaran Umum Lumbung Air
Lumbung Air merupakan bangunan yang berfungsi menampung air hujan dan
kelebihan air dari saluran irigasi desa di musim hujan. Selama musim kering air akan
dimanfaatkan oleh desa untuk memenuhi kebutuhan penduduk, ternak dan sedikit kebun.
Di musim hujan lumbung air tidak beroperasi karena air diluar lumbung air tersedia cukup
banyak untuk memenuhi ketiga kebutuhan diatas. Oleh karena itu pada setiap akhir musim
hujan sangat diharapkan lumbung air dapat terisi penuh air sesuai desain.
Ada berbagai langkah yang perlu ditempuh untuk mendesain lumbung air baku
adalah :
1. Penentuan lokasi dan tempat lumbung air
2. Pengukuran dan penyelidikan sederhana geoteknik
3. Penentuan tata letak
4. Analisa hidrologi
5. Penentuan tipe dan kedalaman lumbung air, dan stabilitas lereng
6. Desain bangunan dan jaringan intake
7. Desain sistem penjernih
8. Desain sistem pemanfaatan
9. Desain bangunan pelengkap
3.1.1. Penentuan Lokasi Dan Tempat Lumbung Air
Langkah pertama yang dilakukan dalam detail desain lumbung air baku adalah
menentukan lokasi lumbung air. Untuk memilih lokasi yang cocok untuk lumbung
air perlu dilakukan peninjauan ke tempat (site) dan mempertimbangkan beberapa
hal sebagai berikut :
a. Sumber air berasal dari Off Stream (tidak berasal dari pembendungan sungai).
b. Volume tampungan relatif kecil (berkisar 10.000 m3 – 50.000 m3).
c. Lahan disediakan oleh pemerintah daerah / masyarakat dan tidak bermasalah /
tidak ada ganti rugi.
34
d. Masyarakat sekitar lokasi lumbung air bersedia mengkonservasi lahan
sekitarnya.
Masyarakat penerima manfaat bersedia melaksanakan pengelolaan (OP).
3.1.2. Pengukuran Dan Penyelidikan Geoteknik Sederhana
Setelah lokasi dipilih, maka perlu dilakukan pengukuran geodetik dan
selanjutnya penyelidikan geoteknik sederhana.
Pengukuran diharapkan meliputi seluruh daerah tadah hujan dan tempat
lumbung air. Hasil pengukuran akan berupa peta situasi minimal berskala 1000
dengan perbedaan kontur (garis ketinggian) maksimum 0.50 m. Dengan peta
semacam ini diharapkan cukup untuk mendesain lumbung air.
Selanjutnya setelah pembuatan peta selesai penyelidikan geoteknik dapat
dilakukan secara sederhana dengan mengadakan pemboran tangan, pembuatan
sumur uji atau sondir. Penyelidikan ini bertujuan untuk menilai karakteristik
pondasi, bahan bangunan dan dinding lumbung air. Bila konstruksi dinding
Lumbung Air berupa tanah, maka perlu diambil sampel dan pengujian
dilaboratorium perlu dilakukan. Tanah, baik untuk pondasi maupun galian, perlu
diuji untuk mengetahui klasifikasi dan karakteristik dan pemadatannya saja,
sedangkan pengujian sifat mekaniknya (kekuatan geser dan konsolidasi) diamati
dan bila dirasa perlu harus diujikan di laboratorium mektan. Dengan demikian
pengujian di laboratorium yang diperlukan mencakup : kadar air asli (bila
Lempung), distribusi butir, batas konsistensi Atterberg, pemadatan Proctor (bila
lempung). Pengujian tersebut cukup sederhana dan cepat dilaksanakan.
3.1.3. Penentuan Tata Letak Lumbung Air Baku
Penentuan tata letak Lumbung Air disesuaikan dengan fungsinya yaitu untuk
memenuhi kebutuhan air baku masyarakat. Sehingga lokasi Lumbung Air haruslan
dekat dengan pemanfaat yaitu masyarakat/permukiman. Sedaangkan hasil
penyelidikan geoteknik antara lain menentukan secara tentatif tata letak lumbung
air baku. Tata letak ini kemudian diatur kembali sehingga diperoleh tata letak
lumbung air baku dengan memperhatikan berbagai aspek.
35
3.2. Penentuan Tipe Dan Tinggi Tubuh Lumbung Air
Tubuh lumbung air baku dapat dipilih dengan tipe galian, pasangan atau beton.
3.3. Geoteknik
Pembahasan geoteknik mencakup beberapa aspek utama yaitu :
Pondasi bangunan
Bahan bangunan
Kolam atau lumbung air
Dibawah ini setiap aspek diuraikan secara singkat dan diperlihatkan hubungan
antar aspek bila mana perlu :
3.3.1 Pondasi Bangunan
Pondasi bangunan bisa dibagi dalm dua kelompok besar yaitu (1). Batu
dan (2) Tanah :
1. Batu
Yang dimaksud dengan batu adalah semua bahan kulit bumi yang
tersemen dan sudah terkonsolidasi. Batu bisa berupa batuan beku, batuan
sedimen atau batuan malihan. Sebagai pondasi, batu pada umumnya
stabil kecuali, bila terdapat struktur yang rentan terhadap pergerakan.
Struktur ini bisa berupa bidang diskontinuitas atau batuan hancur yang
arah dan kemiringannya tidak menguntungkan. Pondasi jenis ini dapat
mendukung bangunan dari urugan tanah, maupun pasangan atau beton.
2. Tanah
Yang dimaksud dengan tanah adalah bahan kulit bumi yang belum
terkonsolidasi. Seperti diketahui dalam teknik sipil tanah bisa dibagi
dua kelompok besar, yaitu :
a. Tanah berkohesi atau berbutir halus misalnya lempung
b. Tanah tak berkohesi atau berbutir kasar, misalnya pasir Dari
definisi sederhana diatas jelas terlihat bahwa sifat umum tanah
adalah belum terkonsolidasi. Dengan demikian apabila tanh
dibebani maka akan mengalami konsolidasi Disamping itu
36
tanah juga merupakan bahan yang berkekuatan geser rendah.
Bangunan yang menumpang atasnya sangat potensial rusak
terhadap longsoran. Dengan demikian bangunan yang cocok
untuk pondasi tanah adalah tipe urugan.
3.3.2 Bahan Bangunan
Tubuh lumbung air bisa berupa galian pasangan batu atau beton ,
tergantung antara lain dari bahan bangunan yang tersedia ditempat. Bahan
bangunan tanah bisa dibagi dalam tiga kelompok, yaitu :
1. Tanah berkohesi misalnya lempung
2. Tanah tak berkohesi misalnya lanau dan pasir Pecahan batu
misalnya kerikil, kerakal atau pecahan batu gunung.
Tanah berkohesi (lempung)
Bahan ini bisa dipadatkan sedemikian rupa sehingga permeabilitasnya
cukup rendah.
Lempung biasanya terdapat sebagai hasil pelapukan batuan dan
terdapat dipermukaan tanah.
Ketebalannya bervariasi dari beberapa cm sampai beberapa meter.
Apabila cukup tebal tanah bisa digali dari kolam tanpa menimbulkan
efek negatif. Tetapi kalau tipis penggalian dikolam akan
menyebabkan batuan dasar tersingkap dan bisa meningkatkan
infiltrasi (kehilangan) air kolam. Bahan jenis ini sangat cocok untuk
urugan homogen tubuh lumbung air, inti kedap air, dan selimut
(blanket) kedap air didasdar dan dinding kolam
Pecahan batu
Yang dimaksud dengan pecahan batu adalh batu keras yang karena
proses alami atau perbuatan manusia terpecah-pecah
sehingga ukurannya sedemikian rupa sehingga pecahan tersebut
mudah dipakai sebagai bahan bangunan.
37
Pecahan batu bisa digunakan sebagai bahan urugan, pasangan batu,
dan beton untuk lumbung air.
Pecahan batu yang terbentuk oleh alam biasanya ditemukan didasar
alur sebagai endapan. Ukurannya bisa kerikil, kerakal, atau bongkah
yang umumnya berbentuk bulat atau menyudut. Bongkah yang
diameternya melebihi 50 cm biasanya harus dipecah agar mudah
dikerjakan.
Pecahan batu buatan manusia bisa diambil dari singkapan-singkapan
batuan. Pengambilan dan pemecahan bisa dilakukan dengan tenaga
manusia bila batuannya banyak mengandung retakan. Kalau
batuannya masif perlu digunakan alat berat atau bahan peledak.
3.3.3 Kolam Lumbung Air
Aspek geoteknik kolam lumbung air ada dua, yaitu : infiltrasi air dan
stabillitas dinding kolam.
1. Infiltrasi Air
Infiltrasi air bisa terjadi melalui rongga antar butir atau melalui
retakan.
a. Infiltrasi melalui rongga antar butir
Infiltrasi jenis ini umumnya terjadi pada tanah tak berkohesi,
misalnya pasir dan lanau atau tanah berkohesi yang
permeabilitasnya tinggi. Selain itu juga bisa terjadi pada
beberapa jenis batu misalnya batu pasir
b. Infiltrasi melalui retakan Infiltrasi jenis ini terjadi pda batu
yang mengandung banyak retakan yang bersifat terbuka dan
saling berhubungan. Infiltrasi melalui pondasi tubuh
lumbung air dapat menyebabkan stabilitas lumbung air
terganggu karena rembesan. Rembesan melalui pondasi lanau
atau pasir dapat menyebabkan terjadinya proses erosi buluh.
38
Sedangkan infiltrasi yang terjadi pada dinding lumbung air
menyebabkan kehilangan air pada lumbung air. Besarnya
kehilangan air tergantung pada sifat lulus air material dasar
dan dinding kolam. Untuk kebutuhan praktis, sifat lulus air
dalam hubungannya dengan kehilangan air tersebut dibagi
dalam tiga kelas yaitu : tidak lulus air semi lulus air, dan
sangat lulus air.
2. Stabilitas Lumbung air baku
Didaerah depresi (cekungan) pada umumnya bahan urugan terdapat
didalam lembah calon kolam lumbung air. Penggalian bahan
tersebut dari dasar kolam sekaligus akan menambah kapasitas
tampung lumbung air. Kemiringan galian harus dibuat dengan
mempertimbangkan kondisi geotekniknya. Dinding kolam bisa
terdiri atas tanah atau batu, atau keduanya.
Bila dinding kolam terdiri atas tanah maka lereng kolam
harus disesuaikan dengan sudut lereng alam dalam kondisi
jenuh.
Bila dinding lumbung air terdiri atas batu perlu diperhatikan
arah dan kemiringan bidang diskontinuitasnya. Yang
dimaksud dengan bidang diskontinuitas adalah semua
struktur yang menyebabkan masa batuan terpisah atau
bahkan terpecah pecah. Bidang itu bisa berupa perlapisan
atau kekar. Apabila bidang diskontinuitas miring kearah
kolam dengan sudut kemiringan berkisar antara 20˚ sampai
80˚ maka lereng cenderung tidak stabil dan berpotensi
longsor kedalam lumbung air.
3.3.4 Pengukuran dan Pemetaan
1. Pengukuran dan Pemetaan Situasi
Pengukuran Iengkap harus dilakukan, jika tidak tersedia / tidak
memenuhi syarat peta dasar skala 1:100 atau 1:200. Rincian pekerjaan
yang harus dilakukan Konsultan adalah sebagai berikut :
A. Persiapan.
39
a. Persiapan administrasi laporan, peralatan dan personil.
b. Pengumpulan data pendukung dari instansi terkait, antara lain :
Peta topografi 1 : 25000 atau 1 : 50000
Foto produk baru (jika ada) skala 1 : 10000 atau skala lebih
besar
Titik referensi yang akan digunakan.
Sistem Proyeksi (UTM).
Batas areal pengukuran.
Data-data yang diperlukan.
c. Survai lapangan pendahuluan dilakukan bersama-sama antara
Tim Konsultan dan Tim Direksi, untuk memperoleh informasi
antara lain :
Batas lokasi untuk pemetaan.
Data-data yang diperlukan.
B. Pemasangan Patok dan BM.
Pelaksanaan pemasangan patok dan BM sbb :
a. Patok terbuat dari kayu ukuran 5/7 atau bambu bulat, panjang ±
50 cm, ditanam 40 cm dan bagian atasnya ± 10 cm diberi cat
merah dan paku payung.
b. Patok dipasang sepanjang/melingkupi batas areal lokasi yang
berfungsi sebagai kerangka pengukuran. Apabila kerangka ini
terlalu besar agar dibuat menjadi beberapa Loop sesuai petunjuk
Direksi.
c. BM harus dipasang sebelum dilaksanakan pengukuran. BM
dipasang di tempat yang stabil, aman dari gangguan dan mudah
dicari. Setiap BM harus difoto, dibuat diskripsinya, diberi nomor
dan kode sesuai petunjuk direksi.
d. Pada BM dimana dilakukan pengamatan matahari harus dipasang
azimuth mark sebagai acuan azimuth.
e. Pemasangan BM harus direncanakan dan mendapat persetujuan
Direksi, sehingga memenuhi persyaratan.
Pemasangan BM sedapat mungkin diikatkan pada BM yang
40
terdekat, apabila tidak memungkinkan dapat diikatkan pada
bangunan permanen yang ada dengan elevasi lokal dengan
mengacu referensi pada peta topografi.
Bentuk dan konstruksi BM sesuai ketentuan yang berlaku
(KP).
C. Pengukuran Kerangka Horisontal.
Pelaksanaan pengukuran kerangka horisontal adalah sebagal
berikut :
a. Metode pengukuran adalah Polygon.
b. Alat ukur adalah Theodolite T-2 atau alat lain yang sejenis.
c. Alat ukur jarak yang digunakan adalah EDM atau roll meter
baja.
d. Jalur pengukuran polygon mengikuti jalur kerangka
pengukuran.
e. Sudut horisontal diukur 1 (satu) seri lengkap (B, LB).
f. Perbedaan sudut horisontal hasil bacaan biasa dan luar biasa
≤ 5”.
g. Untuk orientasi arah kontrol ukuran sudut bonus dilakukan
pengamatan matahari sesuai petunjuk Direksi.
h. Jarak antara patok diukur 2 (dua) kali atau bolak-balik,
perbedaannya harus ≤ 1: 1/7500 (L = jarak rata-rata).
i. Panjang seksi pengukuran polygon maksimum 2,5 km, dan
setiap ujungnya ditandai dengan BM.
D. Pengukuran Kerangka Vertikal.
Pelaksanaan pengukuran kerangka vertikal adalah sbb :
a. Menggunakan metode pengukuran sipat datar / waterpass.
b. Alat yang digunakan harus alat waterpass otomatis dan rambu
ukur yang dilengkapi dengan nivo.
c. Ketinggian/elevasi setiap titik polygon dan BM ditentukan
dengan pengukuran waterpass.
d. Sebelum dan sesudah pengukuran (setiap hari) harus dilakukan
checking garis bidik.
e. Metode pengukuran waterpass adalah double stand dan pergi-
pulang.
41
E. Ketelitian Pengukuran.
Pengukuran Polygon.
Salah penutup polygon 10” N, N = jumlab titik poligon.
Salah linier poligon 1: 7.500.
Pengukuran waterpass / sipat datar.
Perbedaan beda tinggi antara stand I dan stand II ≤ 2 mm.
Salah penutup beda tinggi 10 D mm, D = total jarak dalam
Km.
F. Penggambaran
a. Peta dasar pendahuluan skala 1 : 100 atau 1 : 200 harus
memperlihatkan keadaan pada saat dilakukan pengukuran.
b. Peta harus digambar di atas kertas kalkir 80/85 mg ukuran A1
(594 x 841 mm) dengan tata laksana penggambaran sesuai
dengan Kriteria Perencanaan (KP 07).
c. Ukuran tulisan, angka dan ketebalan garis harus sesuai dengan
Kriteria Perencariaan (KP 07).
d. Persetujuan Peta dan Dokumen.
e. Peta dasar harus mencerminkan kondisi lapangan yang ada dan
sebelum diserahkan harus dibahas terlebih dahulu untuk
mendapatkan persetujuan Direksi/Pemberi Pekerjaan/Pemilik
pekerjaan.
f. Buku Pengukuran dan Buku Diskripsi BM harus diperiksa oleh
Staf Pengawas (Supervisor Pengukuran).
3.3.5 Pengukuran Lokasi dan Site Bangunan Utama
a. Konsultan harus melakukan pengukuran lengkap pada Bangunan
Utama yang ada, sungai disekitarnya dan penampang melintang
dengan menggunakan alat Theodolit dan Waterpass.
b. Pekerjaan pengukuran sungai untuk bangunan utama ( lumbung air)
yang kondisinya masih baik, cukup dilakukan dengan “site survey”
sepanjang 100 meter ke hulu dan 100 meter ke hilir, demikian pula
untuk mata air / sumber.
42
c. Pengukuran Bangunan Utama baru dilakukan pengukuran sebagai
berikut:
Lebar sungai 20 < B < 40; skala 1 : 200
Lebar sungai B > 40 m; skala 1 : 500 Patok dipasang tiap jarak
profil 25 m dan tiap jarak profil 5 m untuk sekitar bendung
sepanjang 25 m ke hulu dan 25 m ke hilir
Hasil pengukuran, penghitungan dan penggambaran harus sesuai
dengan Kritenia Perencanaan (KP 07).
3.3.6 Penyelidikan Geoteknik
A. Penyelidikan Geoteknik
Ketentuan ini hanya berlaku, jika pekerjaan yang bersangkutan
memerlukan penyelidikan geoteknik, jika tidak maka ketentuan
mengenai penyelidikan geologi teknik dianggap tidak ada.
Penyelidikan ini dimaksud untuk mendapatkan data tanah dasar di
sekitar lokasi bangunan yang akan digunakan untuk pekerjaan detail
desain bangunan. Lingkup pekerjaan penyelidikan geoteknik ini
meliputi pengeboran dangkal, Dutch Cone Penetrometers (Sondir),
sumur uji, pengambilan contoh tanah asli (undisturbed sample) dan
contoh tanah tidak asli (disturbed sample) serta analisa laboratonium
guna mengetahui sifat-sifat tanah dasar tersebut.
Jumlah titik penyelidikan untuk rnasing-masing lokasi bangunan
harus disesuaikan dengan kebutuhan. Sedang jumlah titik—titik
sondir dan boring keseluruhan dalam paket pekerjaan ini juga sesuai
dengan kebutuhan di lapangan atas persetujuan Direksi.
Spesifikasi kegiatan penyelidikan geoteknik ditentukan sebagai
berikut ini :
a. Pemboran Dangkal (Hand Auger Boring).
b. Pemboran dangkal dapat menggunakan Hand Operated Auger
type Iwan atau Helical guna pengambilan contoh tanah untuk
penyelidikan laboratonium dan identifikasi strata tanah
43
permukaan.
c. Pemboran harus dilaksanakan sampai mencapai kedalaman 5
meter dan permukaan tanah setempat.
d. Metode pemboran harus mengacu pada standar ASTM D 1452-
2.
B. Sondir (Dutch Cone Penetrometer).
a. Penyelidikan sondir ini dimaksudkan untuk mengetahui
gambaran daya dukung tanah dasar rencana bendung dan
harga conus dan jumlah hambatan pelekatan.
b. Alat sondir yang digunakan minimal dengan berat 2 ton dan
dapat digunakan hingga tekanan conus 200 kg/cm2 atau hingga
kedalaman 25 meter.
c. Kecepatan penetrasi harus dibuat 1 cm/sec dengan interval
pengetesan antara 20 cm s/d 25 cm.
d. Hasil dari sondir harus menunjukkan hubungan antara tekanan
conus, jumlah hambatan pelekat untuk kedalaman dengan
interval 20 cm s/d 25cm.
C. Sumur Uji
a. Cocok untuk tanah lempung lembek sampai kuat, tanah
lempung berpasir dan berbatu-batu.
b. Pekerjaan sumur uji dimaksudkan untuk rnengetahui jenis
lapisan dan tebal dengan tujuan baik untuk fondasi maupun
bahan timbunan yang menyangkut propertis tanah baik indeks
maupun sifat-sifat teknis.
c. Tata cara dan metode pelaksanaan mengacu pada ASTM D
2937-71.
d. Khusus untuk daerah yang diusulkan sebagai quarry sangat
diperlukan.
D. Pengambilan Contoh Tanah Asli (Undisturbed Sample).
a. Pengambilan contoh tanah asli dimaksudkan untuk penyelidikan
contoh tanah di laboratorium yang meliputi Index Properties dan
44
Engineering Properties dan tanah hasil pemboran. Pengambihan
contoh tanah asli dimulai pada kedalaman 1,50 meter dan
permukaan tanah setempat.
b. Metode pelaksanaan harus mengacu pada standand ASTM D
158-67.
E. Pengambilan Contoh Tanah Tidak Asli (Disturbed Sample).
a. Pengambilan contoh tanah tidak asli baru dilaksanakan jika hasil
dan contoh tanab asli sangat kurang untuk identifikasi tanah di
laboratorium. Pengambilan contoh tanah ini dilaksanakan
setelah pelaksanaan pemboran.
b. Contoh tanah tidak asli ditujukan untuk observasi visual tanah
dan physical properties test yang meliputi : Natural Moisture
Content, Spesifikasi Gravity Test, Grainsize Analysis Test, serta
Liquid & Plastic Limit Test.
c. Penyelidikan Contoh Tanah.
Contoh tanah asli hasil pemboran harus tersusun secara
rapi dalam satu cone-box guna keperluan diskripsi visual
tanah. Cone box ini harus diserahkan kepada Direksi di
akhir pekerjaan penyelidikan tanah, dilengkapi dengan 1
set toto dan 2 set dokumen Laporan Hasil Penyelidikan
Geoteknik.
Contoh tanah tidak asli harus diteliti di laboratorium
(index properties) yang meliputi :
- Kadar Air Tanah
- Specific Gravity Tanah.
- Analisa ayakan yang termasuk prosentase lempung, pasir
dan kerikil.
- Klasifikasi tanah, berat volume tanah .
Angka pori dan kadar pori. Contoh tanah asli juga harus
diteliti sifat fisiknya ditambah dengan sifat-sifat teknis
(properties teknis) meliputi :
- Permeability Test
45
- Consolidation Test
- Unconfined Compression Test (jika dibutuhkan).
- Tri Axial Test (UU Test)
- Direct Shear Test (jika dibutuhkan).
Khusus untuk contoh tanah asli hasil test pit pada quarry
perlu dilakukan test pemadatan tanah (Standart Proctor
ASTM 0-698) guna mendapatkan kadar air optimum.
Dengan kepadatan standart praktis 80 % - 90 %. Contoh
tanah ini kemudian harus dilakukan uji Permeability dan
Triaxial Test untuk mencari kemampuan rembesan dan
sudut geser dari tanah setelah dipadatkan.
F. Laporan Penyelidikan Geoteknik.
Hasil penyelidikan harus dicantumkan dalam Laponan Hasil
Penyelidikan Geoteknik, yang mencakup :
a. Lokasi dan waktu penyelidikan.
b. Metode penyelidikan.
c. Hasil penyehidikan tanah/analisa laboratonium.
d. Gambar-gambar sket hasil bor dan lain-lain.
3.3.7 Perhitungan Hidrologi
Perhitungan hidrologi diperlukan untuk rnendapatkan data ketersediaan air
dan data debit banjir rencana yang diperlukan untuk perhitungan hidrolis
bangunan. Apabila tidak tersedia data debit, perhitungan debit dapat
menggunakan data curah hujan selama minimum 5 tahun hujan lima harian
selama sepuluh tahun terakhir pada stasiun curah hujan yang ada di wilayah
Daerah Pengaliran Sungai (DPS) serta daerah persawahan.
Analisa Hidrologi untuk perencanaan lumbung, meliputi tiga hal, yaitu :
1. Aliran masuk (inflow) yang mengisi lumbung air baku.
2. Tampungan lumbung air baku.
3. Kapasitas dan dimensi bangunan pelimpah ( Spilway )
Untuk Menghitung semua besaran tersebut di atas lokasi dari rencana harus
ditentukan dsan digambarkan dalam peta. Hal ini dilakukan supaya
46
penetapan dari hujan rata-rata dan evapotranspirasi (penguapan penuh) yang
tergantung dari lokasi dari lokasi dapat ditentukan. Disamping itu luas
daerah tadah Hujan atau cekungan harus sudah dihitung. Luas genangan
lumbung air diperkirakan dan elevasi dasar alur di tempat lumbung air serta
elevasi tertinggi di daerah cekungan juga harus ditentukan.
Data
1. Data yang diperlukan
Dalam mempelajari dan menentukan debit banjir dan aliran masuk ke
Lumbung air baku diperlukan :
a. Data hujan harian maksimum, dan hujan bulanan dari pos hujan
yang terdekat, lebih dari satu pos hujan akan lebih baik.
b. Data penguapan peluh (evapotranspirasi) dan penguapan
(evaporasi) bulanan yang berlaku untuk wilayah studi
c. Peta topografi daerah lumbung air baku dengan sekala 1 : 500
sampai 1 : 2000
d. Posisi lokasi rencana lumbung air baku dalam bujur dan lintang
geografi
e. Kondisi penutup lahan di daerah tadah hujan
Hujan rata-rata bulanan di dalam daerah tadah hujan
Daerah tadah hujan dan kolam lumbung air baku relatif sangat keci
sehingga prakiraan aliran sudah cukup teliti bila diambil secara bulanan.
Apalagi di daerah semi kering pada umumnya aliran dasar tidak ada dan
lumbung air tidak dibangun di sungai. Dalam keadaan seperti itu aliran
masuk ke lumbung air hanya dapat diperkirakan dari curah hujan rata-rata
bulanan dihitung melalui data dari pos hujan terdekat.
Pos hujan dipilih dengan persyaratan sbb :
Pilih satu pos hujan yang jaraknya terdekat dengan lumbung air,
kurang dari 10 km
47
Jika tidak ada pos hujan dengan jarak lebih kecil dari 10 km, cari pos
lain dengan jarak antara 11 km – 20 km, tetapi jumlahnya harus
minimal 2 pos hujan.
Bila kedua pos dengan jarak antara 11 – 20 km tidak dapat
diketemukan, cari 3 pos hujan atau lebih di sekeliling lokasi dengan
jarak kurang dari 50 km.
Rumus untuk menghitung hujan rata-rata bulanan Sbb :
Rjan = 1/n (Rjan)i
RFeb = 1/n (RFeb)i
RMar = 1/n (RMar)i
Rjan = Hujan rata-rata bulanan untuk bulan januari di daerah tadah
hujan (mm/bulan)
(Rjan)i = Hujan rata-rata bulanan untuk bulan januari di pos ke i
(mm/bulan)
n = Jumlah pos Hujan
Curah Hujan Rancangan
Curah hujan rancangan adalah curah hujan terbesar tahunan dengan suatu
kemungkinan periode ulang tertentu. Metode analisis rancangan tersebut
pemilihannya sangat bergantung dari kesesuaian parameter statistik dari
data yang bersangkutan atau dipilih berdasarkan pertimbangan teknis-teknis
lainnya.
Berdasarkan analisa parameter statistik distribusi frekuensi yang digunakan
untuk perhitungan curah hujan rancangan adalah distribusi Gumbell dan
Haspers.
48
Debit Banjir Rencana
Debit banjir rencana adalah besarnya debit yang direncanakan untuk dapat
melewati lumbung dalam periode ulang tertentu. Untuk perencanaan
lumbung biasanya ditetapkan periode ulang 50 tahun. Debit banjir dengan
periode ulang 50 tahun diartikan bahwa banjir yang didesain akan terjadi 50
tahun sekali. Penentuan besarnya debit banjir rencana dan periode ulang
yang akan terjadi berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
a. Biaya pembangunan dan biaya pemeliharaan bangunan pengendali
banjir akan semakin mahal, apabila periode ulang yang ditentukan
semakin besar.
b. Besarnya kerugian yang akan ditimbulkan, bila bangunan pengendali
banjir dirusak oleh banjir yang terjadi, apabila periode ulang yang
ditentukan sangat kecil.
c. Umur ekonomis dari bangunan pengendali banjir.
Ketersediaan Air
Pentingnya air bagi kehidupan manusia, bahwa sejak dulu sudah ada
gagasan untuk mengalihkan aliran dari alur buatan dengan maksud untuk
mengalirkan air ke tempat-tempat tertentu dimana air sangat dibutuhkan
untuk tanaman atau manusia. Air diatur dan dikendalikan guna untuk
berbagai tujuan luas diantaranya untuk kebutuhan air baku dan irigasi.
Penyediaan air irigasi, pengembangan tenaga hidrolik serta penyempurnaan
pelayanan sebagai contoh adalah pemanfaatan air untuk tujuan yang lebih
berguna.
Perhitungan ketersediaan air dimaksudkan agar dapat menentukan berapa
banyaknya air yang tersedia pada aliran sungai yang dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan pengairan sesuai dengan tingkat kebutuhan. Untuk
kepentingan tersebut diperlukan data-data curah hujan efektif, limpasan (run
off), luas daerah tangkapan hujan serta data lainnya. Metode yang
digunakan untuk mengetahui ketersediaan air untuk keperluan irigasi yaitu :
49
1) Metoda analisa frekuensi Haspers
Rumus-rumus yang dipergunakan untuk menghitung debit banjir rencana
dengan metode Haspers adalah sebagai berikut :
)μ(SRR Tx
_
T Untuk jumlah data, n < 30
n
)R(RRS i
_2
ix
Untuk jumlah data, n > 30
1n
)R(RRS i
_2
ix
dengan :
RT = hujan dengan periode ulang tertentu
R = hujan maksimum rata-rata, mm
Sx = Standar deviasi
Sx =μ
RRt
Rt = curah hujan absolut maksimum, mm
T = periode ulang, tahun
T =m
1n
M = no. ranking curah hujan harian maksimum yang disusun dari
harga terbesar ke harga terkecil
µ = Standard variabel untuk periode ulang tertentu
50
Tabel 3.7. Standard Variabel,
Periode Ulang
(tahun)
Standar Variabel
(t)
5
10
20
50
100
200
500
1000
0,644
1,265
1,893
2,753
3,431
4,412
5,130
5,920
Sumber. Banjir Rencana Untuk Bangunan Air, Ir. Joes Loebis M. Eng
1) Metoda analisa frekuensi Gumbel
Untuk dapat memperkirakan besar curah hujan harian frekuensi Gumbel
digunakan pendekatan dengan cara statistik yang dapat menghasilkan suatu
persamaan regresi yang diplot pada lembar kertas grafik Gumbel (Gumbel
Probability Paper).
Rumus-rumus yang dugunakan untuk menghitung Debit banjir sama dengan
metode Haspers, hanya dalam perhitungan curah hujan untuk periode ulang
tahun tertentu berbeda, yaitu dengan menggunakan rumus.
Persamaan Regresi : RT =
TY
1α
μ
Dengan :
51
n
_
Y1
Rα
μ
n
RiR
SnSx
α1
Sx = standard deviasi
Sx = 1n
RR2
Yn = reduced mean, tabel 4.3
Sn = reduced standard deviation, tabel 4.4
Yn, Sn = fungsi daripada jumlah data pengamatan, n
YT =
T1
1lnln
Dari hasil perhitungan persamaan regresi tersebut kemudian diplot pada
Gumbel probability paper, dengan XT sebagai ordinat dan YT sebagai absis.
Perhitungan Debit Banjir Rencana
Dasar perhitungan debit banjir rencana adalah dengan metoda Haspers,
dengan menggunakan data curah hujan harian maksimum (R24) yang
diperoleh dari analisa dengan metoda-metoda berikut :
Metoda Haspers
Metoda Gumbel
Bentuk persamaan untuk menghitung debit banjir dengan metoda Haspers
adalah :
FqQ βα
52
0.7
0.7
F0.0751F0.0121
α
12F
15t103,7t
11 4
3
2
0.40t
β
t3.60r
q
0.300.80 iL0.10t
Untuk t < 2 jam
}t)(2)R(260{0.00081tRt
r 2T
T
Untuk 2 jam < t < 19 jam
1tRt
r T
Untuk 19 jam < t < 30 hari
1tR0.707r T
dengan :
Q = Debit, m3 /det
q = Hujan maksimum yang dinyatakan dalam, m3/det/km2
F = Luas daerah tangkapan hujan/cathment area, km2
t = Durasi (waktu), jam
53
r = intensitas curah hujan rata-rata selama t, mm
α = Koefisien pengaliran air hujan yang mengalir dari suatu daerah
β = Koefisien reduksi dari banyaknya hujan yang jatuh dari suatu
daerah
L = Panjang sungai yang diamati
1) Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
Nakayasu dari Jepang telah menyelidiki hidrograf satuan pada beberapa
sungai di Jepang. Dari hasil penyelidikannya tersebut, Nakayasu telah
membuat rumus hidrograf satuan sintetik. Rumus tersebut adalah
sebagai berikut :
)TT(0.33.6RAC
Q0.3p
0p
Dengan :
Qp = Debit puncak banjir (m3/det)
C = Koefisien pengaliran Nakayasu
R0 = Hujan satuan (mm)
A = Luas daerah pengaliran
T0.3 = Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit puncak sampai
menjadi 30 % dari debit puncak (jam)
Tp = Tenggat waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir
(jam)
Bagian lengkung naik (rising limb) hidrograf satuan Nakayasu (lihat
gambar 3.1) mempunyai persamaan :
2.4
ppa T
tQQ
Dengan :
Qa = Limpasan sebelum mencapai debit puncak (m3/det)
t = waktu (jam)
54
Bagian lengkung turun (decreasing limb) mempunyai persamaan :
Untuk Qd > 0.3 Qp
0.3
p
T
Tt
pd 0.3QQ
Untuk 0.3 Qp > Qd > 0.32 Qp
0.3
0.3p
T1.5
T0.5Tt
pd 0.3QQ
Untuk 0.32 Qp > Qd
0.3
0.3p
T2
T1.5Tt
pd 0.3QQ
Untuk menghitung tenggat waktu dari permulaan hujan sampai puncak
banjir, menggunakan persamaan sebagai berikut :
Tp = tg + 0.8 tr
dengan :
tr = (0.5 sampai 1) tg
Tg = Waktu konsentrasi (jam)
dimana untuk :
L < 15 km
tg = 0.20 L0.7
L > 15 km
tg = 0.4 + 0.058 L
dengan :
L = Panjang alur sungai (km)
Sedangkan untuk menghitung waktu yang diperlukan oleh penurunan debit,
dari debit puncak sampai menjadi 30 % dari debit puncak adalah dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
T0.3 = tg
55
dengan nilai adalah :
Untuk daerah pengaliran biasa = 2
Untuk bagian naik hidrograf yang lambat sedangkan bagian menurun
yang cepat = 1.5
Untuk bagian naik hidrograf yang cepat sedangkan bagian menurun
yang lambat = 3
Ketersediaan dan Ketersediaan data dan Informasi Sumber daya
air
Untuk mendukung pengelolaan sumber daya air, Pemerintah dan
Pemerintah daerah menyelenggarakan pengelolaan sistem informasi sumber
daya air sesuai dengan kewenangannya. Informasi sumber daya air meliputi
:
1. Kondisi hidrolis, hidrologis, hidrometeorologis dan hidrogeologis
2. Kebejakan sumber daya daya air
3. Prasarana sumber daya air
4. Teknologi sumber daya air
5. Lingkungan pada sumber daya air
6. Lingkungan pada sumber daya air dan sekitarnya, serta
7. Kegiatan sosial ekonomi budaya masyarakat yang terkait dengan
sumber daya air
Analisa Evapotranspirasi
Evapotranspirasi merupakan faktor penting dalam memprediksi debit dari
data curah hujan dan klimatologi dengan Metoda Mock. Alasannya adalah
karena evapotranspirasi ini memberikan nilai yang besar untuk terjadinya
debit dari suatu daerah pengaliran sungai. Evapotranspirasi diartikan
sebagai kehilangan air dari lahan dan permukaan air dari suatu daerah
pengaliran sungai akibat kombinasi proses evaporasi dan transpirasi. Lebih
rinci tentang evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi aktual
diuraikan di bawah ini.
56
1) Evapotranspirasi Potensial
Evapotranspirasi potensial adalah evapotranspirasi yang mungkin
terjadi pada kondisi air yang tersedia berlebihan. Faktor penting yang
mempengaruhi evapotranspirasi potensial adalah tersedianya air yang
cukup banyak. Jika jumlah air selalu tersedia secara berlebihan dari
yang diperlukan oleh tanaman selama proses transpirasi, maka jumlah
air yang ditranspirasikan akan relatif lebih besar dibandingkan apabila
tersedianya air di bawah keperluan.
Beberapa rumus empiris untuk menghitung evapotranspirasi potensial
adalah: rumus empiris dari Thornthwaite, Blaney-Criddle, Penman
dan Turc-Langbein-Wundt. Dari rumus-rumus empiris di atas, Metoda
Mock menggunakan rumus empiris dari Penman. Rumus empiris
Penman memperhitungkan banyak data klimatologi yaitu temperatur,
radiasi matahari, kelembaban, dan kecepatan angin sehingga hasilnya
relatif lebih akurat. Perhitungan evaporasi potensial Penman
didasarkan pada keadaan bahwa agar terjadi evaporasi diperlukan
panas.
Menurut Penman besarnya evapotranspirasi potensial diformulasikan
sebagai berikut :
0,27A0,27DAHE
dengan:
H = energy budget
H = R (1-r) (0,18 + 0,55 S) - B (0,56 – 0,092 de ) (0,10 + 0,9 S)
D = panas yang diperlukan untuk evapotranspirasi, dan
D = 0,35 (ea – ed) (k + 0,01w)
dimana:
A = slope vapour pressure curve pada temperatur rata-rata, dalam
mmHg/oF.
57
B = radiasi benda hitam pada temperatur rata-rata, dalam
mmH2O/hari.
ea = tekanan uap air jenuh (saturated vapour pressure) pada
temperatur rata-rata, dalam mmHg.
Besarnya A, B dan ea tergantung pada temperatur rata-rata.
Hubungan temperatur rata-rata dengan parameter
evapotranspirasi ini ditabelkan sebagai berikut.
Tabel 3.7. Hubungan Temperatur Rata-rata dengan Parameter Evapotranspirasi
A, B dan ea
Temperatur
(0C)8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
A
(mmHg/0F)
0.30
4
0.34
2
0.38
5
0.43
2
0.48
4
0.54
1
0.60
3
0.67
1
0.74
6
0.82
8
0.91
7
1.01
3
B
(mmH2O/hari)
12.6
0
12.9
0
13.3
0
13.7
0
14.8
0
14.5
0
14.9
0
15.4
0
15.8
0
16.2
0
16.7
0
17.1
0
ea
(mmHg)8.05 9.21
10.5
0
12.0
0
13.6
0
15.5
0
17.5
0
19.8
0
22.4
0
25.2
0
28.3
0
31.8
0
R = radiasi matahari, dalam mm/hari. Besarnya tergantung letak
lintang. Besarnya radiasi matahari ini berubah-ubah menurut
bulan, seperti ditabelkan berikut ini.
Tabel 3.7. Nilai Radiasi Matahari pada Permukaan Horizontal di Luar
Atmosfir, dalam mm/hari
BulanJan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des
Tahun
50 LU 13.7 14.5 15.0 15.0 14.5 14.1 14.2 14.6 14.9 14.6 13.9 13.4 14.39
00 14.5 15.0 15.2 14.7 13.9 13.4 13.5 14.2 14.9 15.0 14.6 14.3 14.45
50 LS 15.2 15.4 15.2 14.3 13.2 12.5 12.7 13.6 14.7 15.2 15.2 15.1 14.33
100 LS 15.8 15.7 15.1 13.8 12.4 11.6 11.9 13.0 14.4 15.3 15.7 15.8 14.21
58
R = koefisien refleksi, yaitu perbandingan antara radiasi
elektromagnetik (dalam sembarang rentang nilai panjang
gelombang yang ditentukan) yang dipantulkan oleh suatu
benda dengan jumlah radiasi yang terjadi, dan dinyatakan
dalam persentasi.
Koefisien Refleksi sangat berpengaruh pada evapotranspirasi. Berikut
adalah nilai koefisien refleksi yang digunakan dalam Metoda Mock.
Tabel 3.5. Koefisien Refleksi, r
No PermukaanKoefisien Refleksi
[r]
1 Rata-rata permukaan bumi 40 %2 Cairan salju yang jatuh diakhir musim – masih segar 40 – 85 %3 Spesies tumbuhan padang pasir dengan daun berbulu 30 – 40 %4 Rumput, tinggi dan kering 31 – 33 %5 Permukaan padang pasir 24 – 28 %6 Tumbuhan hijau yang membayangi seluruh tanah 24 – 27 %7 Tumbuhan muda yang membayangi sebagian tanah 15 – 24 %8 Hutan musiman 15 – 20 %9 Hutan yang menghasilkan buah 10 – 15 %10 Tanah gundul kering 12 – 16 %11 Tanah gundul lembab 10 – 12 %12 Tanah gundul basah 8 – 10 %13 Pasir, basah – kering 9 – 18 %14 Air bersih, elevasi matahari 450 5 %15 Air bersih, elevasi matahari 200 14 %
S = rata-rata persentasi penyinaran matahari bulanan, dalam persen
(%).
100%xterjadiyangradiasijumlah
ndipantulkayangnetikelektromagradiasir
59
ed = tekanan uap air sebenarnya (actual vapour pressure), dalam
mmHg.
= ea x h.
h = kelembaban relatif rata-rata bulanan, dalam persen (%).
k = koefisien kekasaran permukaan evaporasi (evaporating
surface). Untuk permukaan air nilai k = 0,50 dan untuk
permukaan vegetasi nilai k = 1,0.
w = kecepatan angin rata-rata bulanan, dalam mile/hari.
Substitusi persamaan-persamaan di atas menghasilkan:
dalam bentuk lain:
jika:
maka :
E = F1 x R(1 - r) - F2 x (0,1 + 0,9S) + F3 x (k + 0,01w)
dan jika:
E1 = F1 x R(1 - r)
E2 = F2 x (0,1 + 0,9S)
E3 = F3 x (k + 0,01w)
maka bentuk yang sederhana dari persamaan evapotranspirasi potensial
menurut Penman adalah:
E = E1 - E2 + E3
Formulasi inilah yang dipakai dalam Metoda Mock untuk menghitung
besarnya evapotranspirasi potensial dari data-data klimatologi yang
0,27A
0,01wkdeae0,350,270,9S0,1de0,092-0,5B0,55S0,18r1RAE
0,01wk0,27A
deae0,35x0,270,9S0,1
0,27Ade0,0920,56AB
r1R0,27A
0,55S0,18AE
0,27A
0,55S0,18AS)f(T,1F
0,27A
deae0,35x0,27h)f(T,3F
60
lengkap (temperatur, lama penyinaran matahari, kelembaban relatif, dan
kecepatan angin). Besarnya evapotranspirasi potensial ini dinyatakan
dalam mm/hari. Untuk menghitung besarnya evapotranspirasi potensial
dalam 1 bulan maka kalikan dengan jumlah hari dalam bulan itu.
2) Evapotranspirasi Aktual
Jika dalam evapotranspirasi potensial air yang tersedia dari yang
diperlukan oleh tanaman selama proses transpirasi berlebihan, maka
dalam evapotranspirasi aktual ini jumlah air tidak berlebihan atau
terbatas. Jadi evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang
terjadi pada kondisi air yang tersedia terbatas. Evapotranspirasi aktual
dipengaruhi oleh proporsi permukaan luar yang tidak tertutupi
tumbuhan hijau (exposed surface) pada musim kemarau. Besarnya
exposed surface (m) untuk tiap daerah berbeda-beda. F.J. Mock
mengklasifikasikan menjadi tiga daerah dengan masing-masing nilai
exposed surface sebagai berikut.
Tabel 3.6. Exposed Surface,m
No M Daerah
1 0 % Hutan primer, sekunder
2 10 – 40 % Daerah tererosi
3 30 – 50 % Daerah ladang pertanian
Selain exposed surface evapotranspirasi aktual juga dipengaruhi oleh
jumlah hari hujan (n) dalam bulan yang bersangkutan.
Menurut Mock rasio antara selisih evapotranspirasi potensial dan
evapotranspirasi aktual dengan evapotranspirasi potensial dipengaruhi
oleh exposed surface (m) dan jumlah hari hujan (n), seperti ditunjukan
dalam formulasi sebagai berikut.
Sehingga: n18
20m
EΔE
P
61
Dari formulasi diatas dapat dianalisis bahwa evapotranspirasi
potensial akan sama dengan evapotranspirasi aktual (atau E = 0)
jika :
a. Evapotranspirasi terjadi pada hutan primer atau hutan sekunder.
Dimana daerah ini memiliki harga exposed surface (m) sama
dengan nol.
b. Banyaknya hari hujan dalam bulan yang diamati pada daerah itu
sama dengan 18 hari.
Jadi evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi potensial yang
memperhitungkan faktor exposed surface dan jumlah hari hujan
dalam bulan yang bersangkutan. Sehingga evapotranspirasi aktual
adalah evapotranspirasi yang sebenarnya terjadi atau actual
evapotranspiration, dihitung sebagai berikut :
A. Jumlah Penguapan (Vs)
Didaerah semi kering penguapan dari kolam lumbung air baku
akan relatif cukup besar jumlahnya apalagi aliran masuk
dimusim kering tidak ada. Dengan demikian jumlah penguapan
selama musim kemarau perlu diperhitungkan dalam penentuan
selama musim kemarau perlu diperhitungkan dalam penentuan
kapasitas atau tinggi atau kedalaman lumbung air. Penguapan
dipermukaan kolam lumbung air dapat dapat dihitung seperti
berikut ini :
Ve = 10 . Akt . Ekj
Ve = jumlah penguapan dari kolam lumbung air selama
musim kemarau.
Akt = luas permukaan kolam lumbung air pada setengah
tinggi (ha)
n1820m
PEΔE
62
Ekj = penguapan bulanan dimusim kemarau pada bulan ke j
(mm/bulan), didapatkan dengan mengalikan besaran
penguapan panci A dengan koefisien
B. Ketersediaan Air
Air yang akan masuk kedalam lumbung air terdiri atas dua
kelompok yaitu : (1) air permukaan dari saluran irigasi atau
anak sungai atau sungai, dan (2) air hujan effektif yang
langsung jatuh diatas permukaan lumbung air.
Dengan demikian jumlah air yang masuk kedalam lumbung
dapat dinyatakan seperti berikut ini :
Vh = Vj + 10.Akt. Rj atau Vh = Vj
Vh = volume air yang dapat mengisi kolam lumbung air
selama musim hujan (m3)
Vj = Aliran bulanan pada bulan j (m3/bulan)
Vj = Jumlah aliran total selama musim hujan (m3)
Rj = Curah hujan bulanan pada bulan j (mm/bulan)
Rj = Curah hujan total selama musim hujan mm),curah
hujan musim kemarau diabaikan
Akt = Luas permukaan kolam lumbung air (Ha)
Volume air Vh merupakan jumlah air maksimum yang dapat
mengisi kolam lumbung air. Oleh karena itu air yang tersedia ini
harus dibandingkan dengan kapasitas tampung yang diperlukan
(Vh) dalam menentukan kapasitas total/tinggi lumbung air.
Kebutuhan total untuk tampungan hidup (Vu) adalah :
63
Vu = Jh x JKK x Qu
JKK = jumlah KK perdesa.
Jh = jumlah hari selama musim kemarau
Qu = Kebutuhan air untuk penduduk, ternak, dan kebun
(l/hari/KK)
3.4. Ruang Sedimen (Vs)
Ruang untuk sedimen perlu disediakan dikolam lumbung air baku mengingat daya
tampungnya kecil, walaupun daerahj tadah hujan disarankan agar ditanami
(rumput) untuk mengendalikan erosi. Berdasarkan pengamatan pada beberapa
lumbung air yang ada, secara praktis ruang setinggi 1 meter diatas kolam telah
cukup untuk menampung sedimen (Vs).
3.5. Kapasitas Tampung yang Dibutuhkan
Lumbung air baku yang akan dibangundi daerah semi kering akan menampung
penuh air di musim hujan dan kemudian dioperasikan selama musim kemarau
untuk melayani berbagai kebutuhan. Di daerah semi kering musim hujan akan
berlangsung pendek 3 sampai 5 bulan, sedangkan musim kemarau berlangsung > 6
bulan yaitu 7 sampai 9 bulan. Dengan demikian kapasitas tampung lumbung air
baku yang dibuuhkan harus dapat memenuhi kebutuhan di atas, dan juga harus
mempertimbangkan kehilangan air oleh penguapan di kolam dan resapan resapan
di dasar dan dinding kolam, serta menyediakan ruangan untuk sedimen. Jadi
kapasitas tampung yang diperlukan (Vn) untuk sebuah lumbung air baku adalah :
Vn = Vu+ Vi+ Ve+ Vs
Vn = kapasitas tampung total yang diperlukan suatu desa (m3)
Vu = volume hidup untuk melayani berbagai kebutuhan (m3)
64
Ve = jumlah penguapan dari kolam selama musim kemarau (m3)
Vi = jumlah resapan melalui dasar, dinding dan tubuh lumbung air
selama musim kemarau (m3)
Vs = ruangan yang disediakan untuk sedimen (m3)
Namun demikian dalm menentukan kapasitas total suatu lumbung air harus pula
mempertimbangkan volume perdebit air yang tersedia (Vh) dan kemampuan
topografi untuk menampung air (Vp). Apabila air yang tersedia atau kemampuan
topografi kecil maka lumbung air harus didesain dengan kapasitas yang lebih kecil
daripada kebutuhan maksimum suatu desa.
3.6. Jumlah Resapan (Vi)
Air di dalam kolam lumbung air akan meresap masuk kedalam porii atau rongga
didasar dan dinding kolam. Besarnya resapan ini tergantung dari sifat lulus air
material dasar dan dinding lumbung air. Sedangkan sifat ini tergantung pada jenis
butiran tanah atau struktur batu pembentuk dasar. Secara teoritik perhitungan
resapan air ini cukup rumit dan sulit dilakukan. Tetapi berdasarkan beberapa
analisis teoritik oleh Puslitbang Pengairan (1993) pada 15 tempat lumbung air di P.
Timor, P. Flores dan P. Sumba dapat ditentukan cara praktis untuk menentukan
besarnya resapan air kolam :
Vi = K . Vu
Vi = jumlah resapan tahunan ( m3)
Vu = jumlah air untuk berbagai kebutuhan (m3)
K = faktor yang nilainya tergantung dari sifat lulus air material dasar
dan dinding kolam lumbung air
K = 10%, bila dasar dan dinding kolam lumbung air praktis rapat air (
K ≤ 10 -5 cm/det), termasuk penggunaan lapisan buatan (selimut
lempung, geomembran”Rubber Sheet”, semen – tanah)
65
K = 25%, bila dasar dan dinding kolam lumbung air bersifat semi
lulus air (K = 10-3 – 10-4 cm/det)
3.7. Menentukan Kapasitas Tampung Desain (Vd)
Untuk menentukan atau memilih kapasitas tampung desain sesuatu lumbung air
(Vd) harus membandingkan ketiga hal, yaitu,
a. Volume tampungan yang diperlukan (Vn) untuk menyediakan :
i. Kebutuhan penduduk, hewan, dan kebun (Vu) disuatu desa
ii. Volume cadangan untuk kehilangan air karena penguapan (Ve), dan
resapan (Vi)
iii. Ruangan untuk menampung sedimen (Vs) diperkirakan 0.05 – 0.01 Vu
Vn = Vu+ Ve + Vi + Vs
b. Volume air yang tersedia (potensial) selama musim hujan (Vh), yang
merupakan jumlah air maksimum yang dapat mengisi kolam lumbung air.
c. Daya tampung (potensi) topografi untuk menampung air (Vp), yaitu volume
maksimum kolam lumbung air yang terbentuk karena dibangunnya suatu
lumbung air.
Dari ketiga besaran tersebut yaitu : Vn, Vh, dan Vp dipilih yang terkecil sebagai
volume atau kapasitas tampung desain suatu lumbung air (Vd). Bilamana Vh / Vp
yang menentukan , maka kemampuan lumbung air melayani penduduk akan
berkurang yaitu tidak sebesar yang diperlukan (Vn).
Vu = Vd - Ve - Vi - Vs
dimana
Vd = kapasitas desain lumbung air sebesar nilai terkecil dari Vn, Vh, Vn
JKK =uh
u
QJ
V
66
3.8. Skematik Fasilitas Lumbung Air Baku
SKEMATIK LUMBUNG AIR BAKU DAN BANGUNAN PELENGKAP
Saluran Irigasi / Sungai / Anak Sungai
1 2
3
45
6
7
8
9
1010
11
KETERANGAN :
1. Bangunan Pengatur M. A 8. Sumur Pengambilan2. Saluran PemasukanTempat Cuci3. Bangunan Pengukur Debit4. Lumbung Air Baku 9 . Pagar Pengaman5. Saluran / Pipa Untuk Proses Penjernihan 10. Pelimpah6. Bak Penjernihan 11. Saluran Pembuang7. Pipa Distribusi
MASUK
A A
9
8
6 5
10211
4± 3m
PENAMPANG MELINTANG RENCANA LUMBUNG AIR DAN BANGUNAN PELENGKAP
Potongan A-A
67
3.9. Bangunan Pelengkap
3.9.1 Bangunan Pengatur Muka Air
Pintu Skot Balok
Dilihat dari segi konstruksi, pintu skot balok merupakan peralatan yang
sederhana. Balok – balok profil segiempat itu ditempatkan tegak lurus
terhadap potongan segiempat saluran. Balok – balok tersebut disangga
didalam poneng atau alur yang lebih lebar 0.03 meter – 0.05 meter dari
tebal balok – balok itu sendiri. Dalam bangunan – bangunan lumbung
dengan lebar bukaan pengontrol 2.0 m atau lebih kecil lagi, profil-profil
balok seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.1. biasa dipakai :
Gambar 3.9. Koefisien debit untuk aliran diatas skot balok potongan segiempat (Cv 1.0)
68
Perencanaan Hidrolis
Aliran pada skot balok dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan tinggi
debit berikut :
5.113
2
3
2hbgCCQ vd
dimana :
Q = debit (m3/det)
Cd = Koefisien debit
Cv = Koefisien kecepatan datang
G = percepatan gravitasi, m/det2 (≈9.8)
b = lebar normal, m
h = kedalaman air diatas skot balok, m
3.9.2 Bangunan Pengukur Debit
Agar pengelolaan air baku menjadi efektif, maka debit harus diukur dan
diatur pada hulu ssaluran pemasukan.
Berbagai macam bangunan dan peralatan telah dikembangkan intuk maksud
ini. Namun demikian, untuk menyederhanakan pengelolaan air baku hanya
beberapa jenis bangunan saja yang boleh digunakan.
Rekomendasi penggunaan bangunan tertentu didasarkan pada faktor penting
antara lain :
Kecocokan bangunan untuk keperluan pengukuran debit.
Ketelitian pengukuran dilapangan
Bangunan yang kokoh, sederhana dan ekonomis
Rumus debit sederhana dan teliti
69
Eksploitasi dan pembacaan papan duga mudah
Pemeliharaan sederhana dan mudah
Cocok dengan kondisi setempat dan dapat diterima oleh para
pemanfaat.
Tabel 3.9. Perbandingan antara bangunan-bangunan pengukur debit yang
umum dipakai
3.10. Analisa Stabilitas Struktur
Terhadap beberapa bangunan yang telah direncanakan selanjutnya dilakukan
analisa stabilitas struktur terhadap gaya-gaya yang akan bekerja pada bangunan
tersebut. Stabilitas yang ditinjau disesuaikan dengan kontruksi sifat bangunan itu
sendiri. Misal terhadap lereng lumbung air maka akan dilakukan analisa stabilitas
lereng lumbung air terhadap longsoran dengan berbagai variasi kondisi, demikian
pula halnya analisa stabilitas bangunan pengendali sedimen akan dilakukan
peninjauan stabilitas terhadap guling, geser dan sebagainya.
A. Parameter desain
Guna keperluan perhitungan analisa stabilitas, maka terlebih dahulu
ditentukan parameter-parameter yang dipakai dalam perhitungan. Nilai
parameter ini diperoleh dari hasil uji laboratorium mekanika tanah maupun
70
berdasarkan asumsi yang berlaku umum. Adapun harga parameter tersebut
disajikan pada tabel 3.10.
Tabel 3.10. Parameter design
Parameter tanah untuk Pondasi Notasi Satuan Nilai
Berat isi tanah basah w (ton/m3)
Berat isi tanah kering d (ton/m3)
Koeffisien geser dengan tanah dasar f (ton/m2)
Sudut geser dalam o
Specific Gravity GS
Parameter tanah untuk Timbunan
lereng lumbung air
Berat isi tanah basah/jenuh sat (gr/cm3)
Berat isi tanah kering d (gr/cm3)
Sudut geser dalam o
Kohesi C (kg/cm2)
Specific Gravity GS
Parameter lain-lain
Berat Jenis air + sedimen w (ton/m3)
Berat Jenis pasangan batukali bk (ton/m3)
71
3.11. Analisa Stabilitas Lereng Lumbung Air
Analisa stabilitas lumbung air dilakukan terutama ditujukan untuk mengetahui
stabilitas lereng lumbung air terhadap kelongsoran. Tinjauan dilakukan pada
beberapa kondisi yakni :
- kondisi sesaat setelah dibangun
- kondisi pada saat muka air tinggi (banjir)
- kondisi penurunan muka air tiba-tiba (rapid drawdown)
Cara yang dipakai untuk menghitung stabilitas lereng adalah suatu limit
equilibrium method (cara keseimbangan batas), yaitu dengan menghitung besarnya
kekuatan geser yang diperlukan dengan kekutan geser yang ada, dari perbandingan
tersebut didapatkan faktor keamanan.
Kekuatan geser tanah dapat dinyatakan secara umum dengan rumus sebagai
berikut:
'tan)(' ucs
dimana,
s = kekuatan geser tanah
= tegangan normal pada bidang geser
'c = cohesion intercept interm of effective stress
' = angle of shearing resistance in term of effective stress
Pertama dianggap bahwa akan terjadi kelongsoran pada suatu bidang gelincir
tertentu, dan dihitung gaya dan momen yang menyebabkan kelongsoran pada
bidang tersebut, akibat berat tanah. Ini disebut penggerak (sliding force) atau
momen penggerak (turning moment). Kemudian dihitung gaya dan moment yang
melawan kelongsoran, akibat kekuatan geser tanah. Ini disebut momen melawan
(resisting moment).
72
Perbandingan antara momen melawan (resisting moment) dengan momen
penggerak (turning moment) merupakan faktor keamanan terhadap kelongsoran
pada bidang geser yang bersangkutan. Cara ini dilakukan beberapa kali pada
bidang gelincir lain sampai didapat nilai faktor keamanan terkecil.
Ada dua cara yang biasa digunaan dalam perhitungan stabilitas lereng, yaitu cara
biasa (cara Fellinius atau cara USBR) dan cara Bishop yang telah digunakan pada
tahun 1955. Sebagai contoh ditinjau lereng dan bidang gelincir seperti pada
Gambar 3.2 berikut, untuk melakukan perhitungan ini lereng perlu dibagi dalam
sejumlah segmen, supaya ketidak seragaman tanah dapat diperhitungkan juga
supaya gaya normal pada bidang geser dapat ditentukan.
Gambar 3.11. Diagram gaya pada perhitungan Stabilitas Lereng
R
S
s = c' + P' tan s l F
X
b
W
l
S =
c' l
S
P' tan
c' l
S
Gaya pada segmen P' tan
c' lF
F
P' tan
En
Xn
P'
Xn+1 WEn+1
F
Xn
P'
En+1
P
P S
ul
P
Xn - Xn+1
ul
P P'
S
ul
P
En - En+1
Xn - Xn+1
73
Momen Penggerak segmen = Wx, dimana W = berat segmen.
Momen penggerak seluruhnya diperoleh dengan menjumlahkan momen dari setiap
segmen.
Jadi momen penggerak seluruhnya
= Wx
= sin.. RWx
= sin. WR
Faktor keamanan (SF) menurut definisi yang paling sering digunakan, adalah
perbandingan antara kekuatan geser yang ada dengan kekuatan geser yang
diperlukan untuk mempertahankan kestabilan.
Jadi kalau kekuatan geser = s, maka kekuatan geser untuk mempertahankan
Kestabilan =F
s
Bilamana S = gaya pada dasar segmen,
Maka S =F
lssehingga
Momen melawan segmen = RF
ls
Momen melawan seluruhnya = RF
ls
= lsF
R
Dengan mempersamakan momen melawan dan momen penggerak, maka :
lsF
RWR sin
74
Sehingga :
sinW
lsF
Dengan menggunakan cara tegangan efektif (Effective Stress Analysis), nilai s pada
persamaan (2) diganti dengan rumus kekuatan geser seperti pada rumus (1),
sehingga :
sin
]tan)('[
W
lullcF
]tan)('[
sin
1
luPlc
W
dimana P ialah gaya normal pada dasar segmen yang bersangkutan. Nilai ,w dan
l dapat diperoleh secara langsung untuk setiap segmen, sedangkan 'c dan ' dapat
ditentukan di laboratorium. Nilai tegangan air pori (u) juga dapat diukur
dilapangan. Hanya nilai P yang belum diketahui.
Gaya normal (P) ini tidak dapat ditentukan dengan cara menghitung keseimbangan
statis (karena terdapat keadaan statis tidak tertentu), sehingga harus dipakai suatu
cara pendekatan untuk menentukan besarnya (P).
Pada cara Bishop besarnya P diperoleh dengan menguraikan gaya-gaya lain pada
arah vertikal, yaitu :
cossin'
)(cos)(sin'tan
)( 1 luF
lcXXWluP
FluP nn
sehingga :
F
uF
cXXW
luPnn
sin'tancos
)cossin'
(1)()(
1
75
Pada cara Bishop ini, nilai )( 1 nn XX dianggap sama dengan nol, sehingga
F
uF
cW
luP
sin'tancos
)cossin'
(1
Jadi :
F
buWbcW
F
tan'tan1
sec]'tan)('[
sin
1
dimana :
W = berat tanah pada slice yang ditinjau
'C dan ' = effective shear strength parameter
b = lebar slice
u = tegangan air pori
= sudut antara garis singgung pada dasar slice dengan bidang
horizontal
Dengan kata lain, pada cara Bishop dianggap bahwa gaya-gaya pada batas
vertikal segmen bekerja pada arah horizontal. Dengan anggapan ini, juga karena
faktor keamanan pada setiap segmen dijadikan sama, maka besarnya )( 1 nn EE
menjadi tertentu, sehingga P dapat diketahui.
Nilai F pada persamaan (3) terdapat baik pada sebelah kiri maupun sebelah kanan.
Karena itu untuk menghitung besarnya F harus digunakan cara iterative (ulangan).
Besarnya faktor keamanan terhadap bahaya longsoran dengan menggunakan cara
tegangan efektif (effective stress analysis), yaitu sebesar :
Tanpa gempaFK = 1.50
Dengan gempa FK = 1.20
76
Adapun perhitungan detail stabilitas lereng lumbung air disajikan dalam Laporan
penunjang (Nota desain/design calculation).
Dari hasil tersebut diatas dapat diketahui bahwa stabilitas lereng lumbung air pada
kondisi normal sebagian besar tidak stabil, hal ini terkait dengan material bahan
timbunan yang pada umumnya berupa material lepas (non plastis), sehingga untuk
itu perlu dilakukan penyelidikan tambahan untuk memperoleh sumber material
pengganti pada lokasi rencana borrow area yang lain dengan tanah yang bersifat
plastis. Alternatif lain adalah, dilakukan treatment pada material timbunan dengan
menambahkan kapur sebagai bahan pengikat sehingga material lebih bersifat
plastis dan butiran material saling terikat sebagai akibat adanya material kapur,
bila hal ini dilakukan maka perlu dilakukan pengujian campuran untuk
mengetahui kompisisi campuran yang tepat antara bahan timbunan dengan
material pengikat dengan demikian akan dihasilkan bahan timbunan yang
memenuhi syarat.
3.12. Analisa Stabilitas Bangunan Lereng
Sebagaimana halnya konstruksi lereng lumbung air, maka dilakukan analisa
stabilitas. Analisa stabilitas bangunan meliputi :
a. Stabilitas terhadap guling
b. Stabilitas terhadap geser
c. Stabilitas terhadap daya dukung.
a) Stabilitas Terhadap Guling
Untuk mengamankan bangunan terhadap bahaya guling, maka resultante dari
gaya-gaya yang bekerja pada bangunan tersebut harus bekerja di dalam
wilayah KERN. Hal ini dapat ditunjukkan dengan rumus sebagai berikut :
e < =6
b2
77
dimana :
e = Eksentrisitas resultante gaya (m)
b2 = Lebar dasar bangunan (m)
b) Stabilitas Terhadap Geser
Untuk mengamankan bangunan terhadap kemungkinan terjadinya geser di
antara dasar bangunan dengan tanah dasar, maka faktor keamanan bangunan
tersebut terhadap geser harus lebih besar dari 1,20. Faktor keamanan ini
dihitung berdasarkan rumus berikut ;
Ns =H
V.f
dimana :
Ns = Faktor keamanan terhadap geser (Ns > 1,20)
F = Koefisien geser antara dasar bangunan dan tanah dasar
V = Jumlah gaya vertikal (ton)
H = Jumlah gaya horisontal (ton)
c) Stabilitas Terhadap Daya Dukung
Tekanan pada tanah akibat beban bangunan harus lebih kecil dari pada daya
dukung tanah dasar. Selain itu tegangan yang terjadi di bagian hulu bangunan
tidak boleh menyebabkan tegangan tarik pada tubuh bangunan. Kedua hal ini
dapat diperiksa berdasarkan rumus sebagai berikut :
1,2 =
.b
e.61
b
V.
22
dimana :
1 = Tekanan tanah maksimum (t/m2)
78
2 = Tekanan tanah minimum (t/m2)
V = Jumlah gaya vertikal yang bekerja pada bangunan (ton)
b2 = Lebar dasar bangunan (m)
e = Eksentrisitas resultante gaya (m)