bab iii

32
BAB III TINJAUAN PUSTAKA III.1 ACUTE KIDNEY INJURY III.1.1 Definisi Secara tradisional GGA adalah penurunan fungsi ginjal mendadak, dalam beberapa jam sampai minggu, diikuti dengan kegagalan ginjal untuk mengeksresikan sisa metabolik nitrogen dengan atau tanpa disertai terganggunya keseimbangan cairan dan nitrogen. Tabel 1. Kriteria RIFLE RISK Adalah jika kadar kreatinin serum meningkat 1,5 kali lebih tinggi atau Laju Filtrasi Glomerolus (LFG) menurun lebih dari 25% dibandingkan sebelumnya. Criteria lainnya adalah produksi urin menurun menjadi <0,5cc/kgBB/jam selama6jam. Selanjutnya Mehta dkk (2007) menambahkan satu criteria lain, yaitu kenaikan kadar kreatinin serum >0,3mg/dl, tanpa melihat kadar sebelumnya. INJURY 22

Upload: adefurymaharani

Post on 01-Dec-2015

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1 ACUTE KIDNEY INJURY

III.1.1 Definisi

Secara tradisional GGA adalah penurunan fungsi ginjal mendadak, dalam

beberapa jam sampai minggu, diikuti dengan kegagalan ginjal untuk

mengeksresikan sisa metabolik nitrogen dengan atau tanpa disertai terganggunya

keseimbangan cairan dan nitrogen.

Tabel 1. Kriteria RIFLE

RISK 

Adalah jika kadar kreatinin serum meningkat 1,5 kali lebih tinggi atau Laju

Filtrasi Glomerolus (LFG) menurun lebih dari 25% dibandingkan sebelumnya.

Criteria lainnya adalah produksi urin menurun menjadi <0,5cc/kgBB/jam

selama6jam.

Selanjutnya Mehta dkk (2007) menambahkan satu criteria lain, yaitu kenaikan

kadar kreatinin serum >0,3mg/dl, tanpa melihat kadar sebelumnya.

INJURY 

Adalah jika terjadi penurunan produksi urin (<0,5 cc/kgBB/jam) selama 12 jam,

atau kadar kreatinin meningkat 2 kali lipat lebih tinggi,atau LFG menurun 50%.

Pada tahap ini telah terjadi gangguan (injury) pada ginjal yang mungkin akan

menimbulkan AKI yang menetap. Pada tahap ini sudah mulai terlihat gejala klinik

AKI.

FAILURE

Jika kadar kreatinin meningkat 3 kali dibandingkan kadar sebelumnya, atau

22

penurunan LFG>75%, produksi urin menurun menjadi <0,3cc/kgBB/jam

berlangsung selama 24jam atau anuria selama12jam.

LOSS DAN END STAGE FAILURE

Kedua kriteria ini digunakan untuk menetapkan prognosis penurunan fungsi

ginjal. Jika penurunan fungsi ginjal menetap lebih dari 4minggu maka ini disebut

Loss (L). Jika penurunan fungsi ginjal menetap lebih dari 3bulan maka disebut

End-Stage Renal (E).

III.1.2 Klasifikasi (Menurut Lokasi)

a. Sebelum ginjal (pre-renal)

b. Di dalam ginjal (renal/instrinsik)

c. Atau sesudah ginjal (post renal).

III.1.3 Etiologi

a. Pre-renal

Berkurangnya volume cairan

- Dehidrasi

- Pendarahan

- Gastr-intestinal : muntah, diare

- Ginjal: diuretik

- Kulit: luka bakar, diaphoresis

- Peritoneum: pasca operasi

Berkurangnya volume efektif pembuluh darah (cardiac Output)

- Infarkmiokard, kardiomiopati, perikarditis (konstruktif atau tamponade

jantung), aritmia, disfungsi katup, gagal jantung, emboli paru, hipertensi

pulmonal, penggunaan ventilator.

23

Redistribusi cairan

- Hipoalbuminemia (sindroma nefrotik, sirosishepatic, malnutrisi), syok

vasodilator (sepsis,gagal hati), peritonitis, pancreatitis,rabdomiolisis, asites,

obat-obatan vasodilator.

Obstruksi renovaskuler

- Arteri-renalis (stenosis intravaskuler, embolus, laserasi thrombus)

- Vena renalis (thrombus intravaskuler, infiltrasitumor)

b. Renal

Tubular Nekrosis Akut

- Obat-obatan, iskemia, syok septic, obstruksi intratubeler, toksin.

- Nefritis Interstitial

- Obat-obatan, infeksi, metabolic, toksin, penyakit autoimun

- Glomerolonefritis akut

- Pascainfeksi, vaskulitis sistemik, glomerulonefritis membrano proliferatif,

idiopatik.

Oklusi mikro kapiler/ glomerular

- Emboli kolesterol, TTP, hemolitik uremic syndrome, DIC,

krioglobulinemia.

- Nekrosis Kortikal Akut

Obstruksi ureter

- Ekstrinsik : tumor, perdarahan /fibrosis retroperitoneum

- Instrinsik : batu, bekuan darah, tumor, nekrosis papilla ginjal.

24

Obstruksi kandung kemih atau uretra

- Tumor atau BPH, tumor kandung kemih, prolapsuteri, obstuksi folley

kateter.

III.1.4 Gambaran Klinis

a. Gambaran klinis

- Pusing

- Mulut kering

- Hipotensi

- Peningkatan frekuensi nadi

- Kulit kendur

- Cepat haus

- Penurunan berat badan

b. Perubahan urinalisa

- Proteinuria, hematurias dan leukosituria. Osmolalitas urin, <400 mOsm/kg,

berat jenisurin <1,020, Na urin >20 meq/L

- Peningkatan BUN dan kadar kreatinin.

- Terdapat peningkatan yang tetap dalam BUN dan laju peningkatannya

tergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan

masukan protein. Serum kreatininmeningkat pada kerusakan glomerulus.

c. Hiperkalemia

- Pasien yang mengalami penurunan laju filtrasi glomerulus tidak mampu

mengekskresikan kalium seluler kedalam cairan tubuh, menyebabkan

hiperkalemia berat (kadar serum K+ tinggi). Hiperkalemia menyebabkan

disritmia dan henti jantung.

25

d. Asidosis metabolik

- Pasien oliguria akut tidak dapat mengeliminasi muatan metabolik seperti

substan sijenis asam yang terbentuk oleh proses metabolik normal.

Selainitu, mekanisme buffer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan oleh

adanya penurunan kandungan karbondioksida darah dan pH darah.

Sehingga asidosis metabolic progresif menyertai gagal ginjal akut.

e. Abnormalitas

- Ca++ dan PO4- Peningkatan konsentrasi serum fosfat mungkin terjadi,

serum kalsium mungkin menurun sebagai respon terhadap penurunan

absorbsi kalsium di usus dan sebagai mekanisme kompensasi terhadap

peningkatan kadar serumfosfat

f. Anemia

- Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak

dapat dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eripoetin, lesi

gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah dan kehilangan

darah, biasanya dari saluran GI.

g. Foto thorax

- Dapat ditemukan udem pulmo.

III.1.5 Penatalaksanaan

a. Asupan cairan dibatasi dan disesuaikan dengan volume air kemih yang

dikeluarkan.

26

b. Asupan garam dan zat-zat yang dalam keadaan normal dibuang oleh ginjal,juga

dibatasi. Penderita dianjurkan untuk menjalani diet kaya karbohidrat serta

rendah protein,natrium dan kalium.

c. Antibiotik bisa diberikan untuk mencegah atau mengobati infeksi

III.2 NEFROLITHIASIS

III.2.1 Definisi

Merupakan suatu penyakit yang salah satu gejalanya adalah pembentukan

batu di dalam ginjal.

Gambar 1. Batu Ginjal

III.2.2 Etiologi

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan

gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan

keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara

epidemiologik terdapat beberapa faktor yang mempermudah terbentuknya batu

pada saluran kemih pada seseorang. Faktor tersebut adalah faktor intrinsik yaitu

27

keadaan yang berasal dari tubuh orang itu sendiri dan faktor ekstrinsik yaitu

pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.(3)

Faktor intrinsik antara lain :

1. Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.

2. Umur : penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun

3. Jenis kelamin : jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan

dengan pasien perempuan

Faktor ekstrinsik diantaranya adalah :

1. Geografis : pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu

saluran kemih yang lebih tinggi dari pada daerah lain sehingga dikenal

sebagai daerah stonebelt.

2. Iklim dan temperatur

3. Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium

pada air yang dikonsumsi.

4. Diet : Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya

batu.

5. Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya

banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life.

III.2.3 Epidemiologi

Abad ke-16 hingga abad ke-18 tercatat insiden tertinggi penderita batu

saluran kemih yang ditemukan diberbagai negara di Eropa. Berbeda dengan eropa,

di negara-negara berkembang penyakit batu ini masih ditemukan hingga saat ini,

misalnya Indonesia, Thailand, India, Kamboja, dan Mesir

28

III.2.4 Efek Batu pada Saluran Kemih

Ukuran dan letak batu biasanya menentukan perubahan patologis yang

terjadi pada traktus urinarius :

a. Pada ginjal yang terkena

Obstruksi

Infeksi

Epitel pelvis dan calis ginja menjadi tipis dan rapuh.

Iskemia parenkim.

Metaplasia

b. Pada ginjal yang berlawanan

Compensatory hypertrophy

Dapat menjadi bilateral

III.2.5 Gambaran Klinis

Batu ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat.

Umumnya gejala berupa obstruksi aliran kemih dan infeksi. Gejala dan tanda

yang dapat ditemukan pada penderita batu ginjal antara lain :

1. Tidak ada gejala atau tanda

2. Nyeri pinggang, sisi, atau sudut kostovertebral

3. Hematuria makroskopik atau mikroskopik

4. Pielonefritis dan/atau sistitis

5. Pernah mengeluarkan baru kecil ketika kencing

6. Nyeri tekan kostovertebral

7. Batu tampak pada pemeriksaan pencitraan

8. Gangguan faal ginjal.

29

III.2.6 Diagnosis

Selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis,

penyakit batu ginjal perlu didukung dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium,

dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi saluran

kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal.

a. Anamnesis

Anamnesa harus dilakukan secara menyeluruh. Keluhan nyeri harus

dikejar mengenai onset kejadian, karakteristik nyeri, penyebaran nyeri, aktivitas

yang dapat membuat bertambahnya nyeri ataupun berkurangnya nyeri, riwayat

muntah, gross hematuria, dan riwayat nyeri yang sama sebelumnya. Penderita

dengan riwayat batu sebelumnya sering mempunyai tipe nyeri yang sama.

b. Pemeriksaan Fisik

Penderita dengan keluhan nyeri kolik hebat, dapat disertai takikardi,

berkeringat, dan nausea.

Masa pada abdomen dapat dipalpasi pada penderita dengan obstruksi berat

atau dengan hidronefrosis.

Bisa didapatkan nyeri ketok pada daerah kostovertebra, tanda gagal ginjal

dan retensi urin.

Demam, hipertensi, dan vasodilatasi kutaneus dapat ditemukan pada

pasien dengan urosepsis.

30

c. Pemeriksaan penunjang

Radiologi

Secara radiologi, batu dapat radiopak atau radiolusen. Sifat radiopak ini

berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga batu dari

jenis apa yang ditemukan. Radiolusen umumnya adalah jenis batu asam urat

murni.

Pada yang radiopak pemeriksaan dengan foto polos sudah cukup untuk

menduga adanya batu ginjal bila diambil foto dua arah. Pada keadaan tertentu

terkadang batu terletak di depan bayangan tulang, sehingga dapat luput dari

penglihatan. Oleh karena itu foto polos sering perlu ditambah foto pielografi

intravena (PIV/IVP). Pada batu radiolusen, foto dengan bantuan kontras akan

menyebabkan defek pengisian (filling defect) di tempat batu berada. Yang

menyulitkan adalah bila ginjal yang mengandung batu tidak berfungsi lagi

sehingga kontras ini tidak muncul. Dalam hal ini perludilakukan pielografi

retrograd.

Ultrasonografi (USG) dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani

pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan; alergi terhadap bahan kontras, faal

ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat

untuk melihat semua jenis batu, selain itu dapat ditentukan ruang/ lumen saluran

kemih. Pemeriksaan ini juga dipakai unutk menentukan batu selama tindakan

pembedahan untuk mencegah tertinggalnya batu.

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang

dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan

menentukan penyebab batu.

31

III.2.7 Jenis-jenis Batu Ginjal

a. Batu Kalsium

Batu kalsium adalah jenis batu ginjal yang paling populer dan paling

sering terjadi. Batu kalsium biasanya dalam bentuk kalsium oksalat, namun bisa

juga dalam bentuk kalsium fosfat atau kalsium karbonat.

Kadar oksalat tinggi dapat ditemukan pada beberapa jenis buah dan sayuran. Hati

kita juga menghasilkan oksalat. Faktor-faktor seperti menu makanan, kelainan

metabolisma atau penyakit-penyakit tertentu dapat meningkatkan resiko batu

kalsium oksalat.

Asam oksalat di dalam tubuh berasal dari metabolisme asam amino dan

asam askorbat (vitamin C). Asam askorbat merupakan prekursor okalat yang

cukup besar, sejumlah 30%-50% dikeluarkan sebagai oksalat urine. Manusia tidak

dapat melakukan metabolisme oksalat, sehingga dikeluarkan melalui ginjal. Jika

terjadi gangguan fungsi ginjal dan asupan oksalat berlebih di tubuh (misalkan

banyak mengkonsumsi nenas), maka terjadi akumulasi okalat yang memicu

terbentuknya batu oksalat di ginjal/kandung kemih.

Batu kalsium lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Orang yang

pernah mengalami batu ginjal kalsium sangat mungkin akan mengalaminya lagi di

kemudian hari.

b. Batu Asam Urat

Batu asam urat dapat terbentuk jika terlalu banyak asam urat di dalam urin.

Batu asam urat biasa dialami oleh orang yang mengalami dehidrasi, orang

memiliki penyakit asam urat, dan orang yang menjalani kemoterapi. Batu asam

urat lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.

Dianjurkan untuk mengurangi asupan daging, ikan dan unggas, karena

makanan tersebut menyebabkan meningkatnya kadar asam urat di dalam air

kemih. Untuk mengurangi pembentukan asam urat bisa diberikan allopurinol.

Batu asam urat terbentuk jika keasaman air kemih bertambah, karena itu untuk

menciptakan suasana air kemih yang alkalis (basa), bisa diberikan kalium sitrat.

Dan sangat dianjurkan untuk banyak minum air putih.

32

Makanan Yang harus dihindari

Makanan yang mengandung kadar kapur (kalsium) tinggi bisa berbahaya

menaikkan kadar kalsium dalam darah dan air kencing sehingga kadarnya

melebihi ambang batas aman dengan akibat terbentuk kristal batu. Bila kristal

batu terbentuk dalam jumlah banyak dan saling menempel akan menjadi batu

ginjal. Bahan makanan yang paling berbahaya untuk terbentuknya batu ginjal

terutama lemak dan protein hewani, mengkonsumsi terlalu banyak protein hewani

seperti telur dan daging ayam, sapi, kambing dll akan menimbulkan kenaikan

kadar kalsium (kapur) dalam darah dan air kencing dengan akibat terbentuk kristal

batu dan batu ginjal.

c. Batu Sistin

Meskipun jarang terjadi, batu sistin dapat terbentuk jika terlalu banyak

sistin menumpuk dalam urin. Sistin adalah jenis asam amino yang merupakan

komponen yang menyusun otot, syaraf, dan jaringan-jaringan tubuh lainnya. Batu

sistin terjadi pada orang yang memiliki kelainan menurun yang disebut sistinuria

(kadar sistin dalam urin di atas normal karena masalah transportasi sistin di

ginjal). Kelainan ini menurun dalam keluarga dan dialami pria maupun wanita.

d. Batu Struvit

Struvit adalah senyawa ammonium magnesium fosfat. Batu struvit

mengandung mineral magnesium dan ammonia hasil limbah. Batu struvit disebut

juga batu infeksi karena batu struvit terbentuk sebagai respon terhadap infeksi,

misalnya infeksi saluran kemih (urinary tract infection). Batu ini dapat tumbuh

sangat besar (dibandingkan jenis batu ginjal lainnya) dan dapat menyumbat ginjal,

ureter, atau kandung kemih. Batu struvit lebih banyak ditemukan pada wanita

yang memiliki infeksi saluran kemih. Batu tersebut terbentuk di pelvis dan kalik

ginjal bila produksi ammonia bertambah dan pH urin tinggi, sehingga kelarutan

fosfat berkurang. Hal ini terjadi akibat infeksi bakteri pemecah urea (yang

33

terbanyak dari spesies Proteus dan Providencia, Peudomonas eratia, semua spesies

Klebsiella, Hemophilus, Staphylococus, dan Coryne bacterium) pada saluran urin.

Enzim urease yang dihasikan bakteri di atas menguraikan urin menjadi amonia

dan karbonat. Amonia bergabung dengan air membentuk amonium sehingga pH

urine makin tinggi. Karbon dioksida yang terbentuk dalam suasana pH basa/tinggi

akan menjadi ion karbonat membentuk kalsium karbonat.

e. Batu Urat

Terjadi pada penderita gout (sejenis rematik), pemakaian urikosurik (misal

probenesid atau aspirin), dan penderita diare kronis (karena kehilangan cairan, dan

peningkatan konsentrasi urine), serta asidosis (pH urin menjadi asam, sehingga

terjadi pengendapan asam urat).

f. Batu Sistina

Sitin merupakan asam amino yang kelarutannya paling kecil.

Kelarutannya semakin kecil jika pH urin turun/asam. Bila sistin tak larut akan

berpresipitasi (mengendap) dalam bentuk kristal yang tumbuh dalam sel

ginjal/saluran kemih membentuk batu.

g. Batu Kalium Fosfat

Terjadi pada penderita hiperkalsiurik (kadar kalsium dalam urine tinggi)

dan atau berlebih asupan kalsium (misal susu dan keju) ke dalam tubuh.

III.2.8 Penalaksanaan

34

a. Terapi medis dan simtomatik

Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu.

Terapi simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain itu dapat

diberikan minum yang berlebihan/ banyak dan pemberian diuretik.

b. Litotripsi

Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan

untuk membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini

disebut nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling sering dilakukan

adalah ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) yang adalah

tindakan memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan menggunakan

gelombang kejut.

c. Tindakan bedah

Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, alat

gelombang kejut, atau bila cara non-bedah tidak berhasil.

III.3 GLOMERULONEFRITIS

III.3.1 Definisi

Adalah penyakit yang sering dijumpai dalam praktik klinik sehari-hari dan

merupakan pemyebab penting penyakit ginjal tahap akhir (PGTA).

III.3.2 Etiologi

Ada beberapa penyebab glomerulonefritis, diantaranya mutasi gen seperti

congenital nephrotic syndrome, Alport’s syndrome (kelainan pada tipe IV

kolagen), dan lysosomal storage disease. Hipertensi sistemik & sklerosis

menyebabkan stres, iskemik, akumulasi lipid oksidant yg pada akhirnya

menyebabkan glomerulosklerosis kronik. Penyakit diabetes melitus juga dapat

menyebabkan glomerulonefritis oleh karena keadaan hiperglikemia yang lama dan

35

glikosilasi end product  yang menyebabkan penebalanmembran basal glomerulus.

Pada reaksi autoantibodi dapat menyebabkan sistemik lupuseritematous maupun

post streptococcal glomerulonephritis (PSGN) yang menyebabkan imun deposit

pada membran basal glomerulus. Adanya infeksi virus, bakteri, dan jamur  juga

dapat menyebabkan glomerulonefritis. Bakteri penyebab PSGN disebut

nephrogenic strains yaitu streptococcus M types yang menyebabkan infeksi kulit

dan tenggorokan. Bakteri lain seperti Staphylococcus, Salmonella, Pneumonia,

Treponema pallidum (syphillis), dll.

III.3.3 Klasifikasi

Ada beberapa klasifikasi untuk glomerulonefritis. Berdasarkan sumber

terjadinyakelainan, GN dibedakan atas primer dan sekunder. Glomerulonefritis

primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan GN

sekunder apabila kelainanginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti

diabetes melitus, lupus eritematosussistemik (SLE), mieloma multipel,

amiloidosis, atau hipertensi.

Tabel 2. Klasifikasi Glomerulonefritis

36

Glomerulonefritis primer

Glomerulonefritis proliferatif difusa akuta (GN)

Glomerulonefritis progresif (kresentik) cepat

Glomerulonefritis membranosa 

Nefrosis lemak (penyakit perubahan minimal)

Glomerulosklerosis segmental fokal

Glomerulonefritis proliferatif membranosa 

Nefropati IgA

Glomerulonefritis kronis

Glomerulonefritis Sekunder

Lupus eritematosus sistemik 

Diabetes melitus

Amiloidosis

Sindrom goodpasture

Poliarteritis nodosa

Granulomatosis wegener

Purpura henoch-schonlein

Endokarditis bakterial

Kelainan Herediter

Sindrom alport

penyakit fabry

Berdasarkan histopatologik, glomerulonefritis dapat kita bedakan seperti

tabel diatas, diantaranya perubahan minimal disebut juga nefrosis lipoid atau

penyakit podosit, pada mikroskop elektron terlihat adanya penyatuan podosit.

Perubahan proloferaitf yaitu endapan imunoglobulin, komplemen, dan fibrin akan

menyebabkan proliferasi sel-selendotel mesangium, dan epitel, yang pada

akhirnya dapat melingkari dan menyumbat rumbai glomerulus. Perubahan

membranosa yaitu adanya endapan epimembranosa dari bahan imun di sepanjang

GBM mengakibatkan GBM menebal, tetapi hanya sedikit atau hampir tidak ada

37

peradangan atau proliferasi sel meskipun lumen kapiler akhirnya akan mengalami

obliterasi. Perubahan membrano proliferatif disebut juga GN

mesangiokapiler,lobular, atau hipokomplementemik, bahan kompleks imun

diendapkan antara GBM danendotel sehingga GBM menebal dan terjadi

proliferasi sel-sel mesangium, sehinggaglomerulus tampak berlobus atau seperti

“kumparan kawat” jika dilihat dengan mikroskopcahaya. Ada juga yang

dinamakan glomerulonefritis fokal yaitu lesi proliferatif atausklerosis yang terjadi

secara acak di seluruh ginjal, dan sering kali hanya mengenaisebagian dari rumbai

glomerulus.

Berdasarkan distribusi, dibagi 3 antara lain difus yaitu mengenai semua

glomerulus,fokal yaitu mengenai hanya sebagian glomerulus yang abnormal, dan

lokal yaitu mengenaihanya rumbai glomerulus yang abnormal, misalnya satu

simpai kapiler.

Berdasarkan klinis glomerulonefritis dapat dibagi 3 yaitu akut, subakut,

dan kronik.Akut yaitu jenis gangguan klasik dan jinak yang hampir selalu diawali

oleh infeksistreptokokus dan disertai endapan kompleks imun pada membrana

basalis glomerulus(GBM) dan perubahan proliferatif seluler. Subakut merupakan

bentuk glomerulonefritisyang progresif cepat, ditandai dengan perubahan-

perubahan prolifertif seluler nyata yangmerusak glomerulus. Kronik yaitu

glomerulonefritis progresif lambat yang berjalan menuju perubahan sklerotik dan

obliteratif pada glomerulus.

Berdasarkan mekanisme kekebalan patogenik dan pola imunofloresensi

dapatdibedakan atas kompleks imun grnular dan nefrotoksik (anti-GBM) linear.

Kompleks imungranular yaitu reaksi antibodi (Ab) terhadap antigen (Ag)

nonglomerular eksogen maupunendogen berperan dalam pembentukan kompleks

Ab-Ag dalam sirkulasi dan secara pasif terperangkap dalam GBM. Sedangkan

nefrotoksik (anti-GBM) linear merupakan bentuk antibodi yang bereaksi dengan

GBM pasien sendiri sebagai antigennya (anti-GBM atauantibodi antiginjal).

III.3.4 Patogenesis

38

Glomerulonefritis adalah penyakit akibat respon imunologik dan hanya

jenistertentu saja yang secara pasti telah diketahui etiologinya. Proses imunologik

diatur oleh beberapa faktor imunogenetik yang menentukan bagaimana individu

merespons suatu kejadian. Secara garis besar dua mekanisme terjadinya GN yaitu

circulating immunecomplex dan terbentuknya deposit kompleks imun secara in-

situ.

Mekanisme pertama apabila Ag dari luar memicu terbentuknya Ab

spesifik,kemudian membentuk kompleks imun Ag-Ab yang ikut dalam sirkulasi.

Kompleks imunakan mengaktivasi sistem komplemen yang kemudian berikatan

dengan kompleks Ag-Ab.Kompleks imun yang mengalir dalam sirkulasi akan

terjebak pada glomerulus danmengendap di sub-endotel dan mesangium. Aktivasi

sistem komplemen akan terus berjalansetelah terjadi pengendapan kompleks

imun. Mekanisme kedua apabila Ab secara langsung berikatan dengan Ag yang

merupakan komponen glomerulus. Alternatif lain apabila Agnon-glomerulus yang

bersifat kation terjebak pada bagian anionik glomerulus, diikuti pengendapan Ab

dan aktivasi komplemen secara fokal.

Kerusakan glomerulus tidak langsung disebabkan oleh endapan kompleks

imun.Berbagai faktor seperti proses inflamasi, sel inflamasi, mediator

inflamasi,dan komplemen berperan pada kerusakan glomerulus. Faktor lain

seperti proses imunologik yangmendasari terbentuknya Ag-Ab, lokasi

pengendapan, komposis dan jumlah endapan serta jenis Ab berpengaruh terhadap

kerusakan glomerulus.

Proses inflamasi diawali dengan melekatnya sel inflamasi pada permukaan

selendotel. Molekul CD31 atau PECAM-1 (platelete-endothelial cell adhesion

molecule-1) yang dilepaskan oleh sel endotel akan merangsang aktivasi sel

inflamasi. Reaksi inimenyebabkan ekspresi molekul adhesi integrin pada

permukaan sel inflamasi meningkatdan perlekatan sel inflamasi dengan sel

endotel semakin kuat. Proses selanjutnya adalahmigrasi sel inflamasi melalui

celah antar sel endotel (transendothelial migration). Ditambah dengan adanya efek

39

kemotaktik dari sel-sel inflamasi, maka akan menarik sel-selinflamasi yang lain

menuju tempat inflamasi. Akibatnya semakin banyak sel inflamasiyang datang

sehingga proses inflamasi menjadi semakin berat.

Keterlibatan komplemen pada GN sebagai pencegah masuknya Ag, tetapi

dapat pula menginduksi reaksi inflamasi. Dua jalur aktivasi sitem komplemen

yaitu klasik danalternatif. Kompleks imun yang mengandung IgG atau IgM akan

mengaktivasi jalur klasik sedangkan aktivasi jalur alternatif dipicu oleh kompleks

imun yang mengandung IgA atauIgM. Jalur-jalur ini bertemu pada pada C3, dari

titik tersebut dan seterusnya, untuk keduanya, rangkaina yang sama menyebabkan

lisis membran sel.

III.3.5 Diagnosa

a. Gejala Klinis

Gejala klinik GN merupakan konsekuensi langsung akibat kelainan

struktur danfungsi glomerulus. Penderita yang khas mengalami sindroma nefritis

akut 1-2 minggusetelah infeksi streptokokus. Kadang-kadang gejala ringan, tetapi

tidak jarang anak datangdengan gejala berat. Glomerulonefritis ditandai dengan

hematuria / kencing berwarnamerah daging, proteinuria, penurunan fungsi ginjal,

dan perubahan ekskresi garam dengan akibat edema yang terbatas disekitar mata

atau dapat juga diseluruh tubuh, kongesti alirandarah, dan hipertensi. Pada

sindroma nefritik ditemukan hematuria dan proteinuria,gangguan fungsi ginjal,

retensi air dan garam serta hipertensi. Pada sindroma nefrotik ditandai dengan

proteinuria masif, edema anasarka, hipoalbuminemia, dan

hiperlipidemia.Glomerulonefritis kronik ditandai dengan proteinuria persisten

dengan atau tanpahematuria disertai penurunan fungsi ginjal progresif lambat.

b. Pemeriksaan Laboratorium

40

Analisa urin memperlihatkan adanya sel-sel darah merah, seringkali

bersamadengan silinder sel darah merah dan proteinuria, leukosit polimorfnuklear

tidak jarangditemukan, jumlah urin mengurang, serta berat jenis meninggi.

Anemia normokromik ringan dapat terjadi akibat hemodelusi dan hemolisis

ringan. Kadar C3 serum biasanyamenurun. Laju endap darah meninggi, kadar Hb

menurun sebagai akibat hipervolemia(retensi air dan garam). Ureum dan kreatinin

darah meningkat, titer anti streptolisinumumnya meningkat

III.3.6 Penatalaksanaan

Tidak ada pengobatan yang khusus yang dapat mempengaruhi

penyembuhankelainan di glomerulus. Meskipun dianjurkan pemberian terapi

antibiotik sistemik selama 10 hari, biasanya dengan penisilin, untuk membatasi

penyebaran organisme nefritogenik,tidak ada bukti bahwa terapi antibiotik

mempengaruhi riwayat alamiah glomerulonefritis.

Untuk mengatasi hipertensi yang dialami, kurangi sodium dengan

pemberiandiuretik intravena dan dapat diberi Ca 2+ channel antagonist,

vasodilator, dan ACE-inhibitor.

Perawatan inap di rumah sakit disarankan kepada semua anak dengan

gejalaoliguria dan disertai hipertensi. Penanganan di rumah sakit meliputi

pemantauan intake dan output cairan, peningkatan berat badan, dan periksa

tekanan darah harian.

Istirahat (bedrest ) untuk pasien yang merasa sakit, hipertensi, dan adanya

edema pulmonal. Istirahat mutlak dilakukan selama 3-4 minggu. Hal ini untuk

memberikesempatan pada ginjal untuk menyembuh.

Kurangi diet protein hanya jika pasiennya mengalami uremia, serta

kurangi dietgaram. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein sebanyak 1

gr/kg BB/hari danrendah garam sebanyak 1 gr/hari. Bila ada anuria atau muntah,

maka diberikan IVFDdengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa

41

komplikasi pemberian cairandisesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan jika ada

komplikasi seperti gagal jantung,edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah

cairan yang diberikan harus dibatasi.

III.4 KOLELITHIASIS

III.4.1 Definisi

Merupakan timbunan kristal didlm kantung empedu / didlm saluran

empedu.

III.4.2 Etiologi

Kolelithiasis dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya sebagai

berikut :

a. Obstruksi duktus sistikus oleh batu, tumor 

b. Regurgitasi enzim pankreas, ke dalam duktuskoledokus

c. Inflamasi oleh bakteri

d. 80 % kasus komponen utama batu ampedu:Kolesterol dan sebagian kecil

sisanya dari garam Calsium

III.4.3 Klasifikasi

Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu

digolongkankan atas 3 (tiga) golongan, yaitu :

a. Batu kolesterol

Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%

kolesterol. 

b. Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat)

42

Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan

mengandungkalsium-bilirubinat sebagai komponen utama

c. Batu pigmen hitam

Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan

kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi

III.4.4 Patogenesis

III.4.5 Manifestasi Klinis

a. Anamnesis : mungkin asimtomatik, “kolik” biliaris serangan di kuadran kanan

atas atau nyeri di epigastrium yang mulainyamendadak, terus-menerus, menghilang

perlahan, dan berlangsung selama 30menit hingga 3 jam. Berhubungan dengan

nausea. Bisa dicetuskan olehmakanan berlemak.

b. Pemeriksaan fisik : tidak demam, nyeri tekan pada abdomen kuadran

kananatas.

III.4.6 Penatalaksanaan

a. Pada keadaan serangan dipuasakan

b. Batu kanton gempedu Kolesistektomi

c. Disertai batu saluran empedu

- Kolesistektomi + koledokolitotomi

- + antibiotika pofilaksis

ampisilin1giv + aminoglikosida 60 mg iv (1x)

atau sefalosporin generasiIII 1gi.v. (1x), kombinasi dengan

metronidazo l0,5gri.v. (dripdalam30menit)

d. Disertai radang (kolesistitis / kolangitis) + antibiotikaterapi : kombinasi tripel

antibiotika :

43

- Ampisilin 3x1g/hari i.v

- Aminoglikosida 3x6 mg/hari i.v.

- Metronidazol 3x0,5 g i.v.(drip dlm 30 mnt)

-

atau antibiotika ganda:

Sefalosporin gen.III 3x1g/hari i.v.+ metronidazol 3x1 g/hari i.v

44