eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 bab ii.docx · web viewbab ii. dasar teori....

41
BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan alumunium pada pelat baja kapal AISI 2512 terhadap laju korosi di dalam media air laut. Penelitian ini menggunakan metode observasi lapangan dan eksperimen laboratorium. Spesimen uji pada penelitian ini adalah baja lambung kapal general cargo tipe AISI 2512 dan tiga jenis produk anoda korban paduan alumunium yaitu produk A (Al= 86.118%), produk B (Al= 85.097%), dan produk C (Al= 97.665%) serta menggunakan media air laut dengan salinitas 37 o / oo . Perhitungan laju korosi lambung kapal dilakukan berdasarkan arah vertikal dan memanjang kapal melalui perhitungan dan hasil observasi data ketebalan pelat baja hasil ultrasonic test. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa anoda korban yang dipasang pada kapal teleh memberikan perlindungan yang optimal dilihat dari laju korosi yang terjadi rata-rata 0.304 mm/tahun arah vertikal serta 0.327 mm/tahun arah memanjang kapal. Sedangkan hasil pengujian korosi di laboratorium dapat membuktikan bahwa dari ketiga jenis produk anoda korban paduan alumunium yang dipasang pada pelat baja kapal AISI 2512 yang memiliki kinerja yang paling optimal adalah anoda korban paduan alumunium produk C dengan laju korosi rata-rata paling rendah yaitu 0.065 mm/tahun. 5

Upload: others

Post on 27-Dec-2019

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

alumunium pada pelat baja kapal AISI 2512 terhadap laju korosi di dalam media air laut.

Penelitian ini menggunakan metode observasi lapangan dan eksperimen laboratorium.

Spesimen uji pada penelitian ini adalah baja lambung kapal general cargo tipe AISI 2512

dan tiga jenis produk anoda korban paduan alumunium yaitu produk A (Al= 86.118%),

produk B (Al= 85.097%), dan produk C (Al= 97.665%) serta menggunakan media air laut

dengan salinitas 37o/oo. Perhitungan laju korosi lambung kapal dilakukan berdasarkan arah

vertikal dan memanjang kapal melalui perhitungan dan hasil observasi data ketebalan pelat

baja hasil ultrasonic test. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa anoda korban yang

dipasang pada kapal teleh memberikan perlindungan yang optimal dilihat dari laju korosi

yang terjadi rata-rata 0.304 mm/tahun arah vertikal serta 0.327 mm/tahun arah memanjang

kapal. Sedangkan hasil pengujian korosi di laboratorium dapat membuktikan bahwa dari

ketiga jenis produk anoda korban paduan alumunium yang dipasang pada pelat baja kapal

AISI 2512 yang memiliki kinerja yang paling optimal adalah anoda korban paduan

alumunium produk C dengan laju korosi rata-rata paling rendah yaitu 0.065 mm/tahun.

Sunarto, 2011, menganalisa hasil pengukuran korosi struktur kapal ikan minajaya

menggunakan ultrasonic test. Dalam menghitung laju korosi yang terjadi pada lambung

kapal dilakukan dengan menggunakan metode Weight Gain Loss (WGL). Hasil dari

penelitian ini diketahui bahwa tingkat laju korosi komponen kapal minajaya selama 15

tahun beroperasi adalah berkisar antara 0.002-0.1 mm/tahun pada daerah lambung setinggi

maindeck dan 0.04-0.3 mm/tahun pada daerah deck struktur. Persentase keausan pada lajur-

lajur pelat lambung kapal minajaya kurang lebih sebesar 5% dan pada daerah deck struktur

adalah lebih kurang sebesar 13.8%, sehingga dapat dikatakan bahwa kapal masi layak

untuk digunakan. Dari penelitian ini diketahui jenis korosi yang terjadi adalah korosi

merata 91% dan korosi sumuran sebesar 9%.

Muazu, 2011, meneliti tentang pengaruh dari penambahan seng (Zn) pada

kemampuan anoda korban paduan alumunium (Al) dalam media air laut. Parameter –

5

Page 2: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

parameter yang digunakan dalam penilaian kemampuan dari anoda cor adalah efisiensi

anodik, efisiensi proteksi dan potensial polarisasi. Persentasi seng (Zn) dalam anoda

berkisar antara 1 sampai 8% Zn. Dalam penelitian ini anoda korban diuji untuk

memberikan proteksi pada mild steel dalam media air laut dengan temperature ruangan.

Diperoleh nilai efisiensi arus yang tertinggi adalah 86.69% yaitu pada paduan anoda denan

6% Zn. Potensial polarisasi yang diperoleh jika dipasangkan baja dan paduan anoda dasar

alumunium yang ditunjukkan pada diagram pourbaix dengan baja masih dalam daerah

immunity (cathodic region) yaitu ≤-0.5 V SHE dan anoda korban dalam daerah anodic.

Lebih lanjut lagi dimana pada minggu ke-7 dan ke-8, efisiensi proteksi yang diperoleh

adalah sebesar 99.26% dan 99.13% dengan menggunakan anoda korban paduan Al-6%Zn.

2.2 Pengertian Korosi

Korosi atau pengkaratan merupakan suatu bentuk pengerusakan dan serangan

yang tidak disengaja pada material logam, biasanya terjadi secara elektrokimia dan dimulai

pada bagian permukaan (Callister, 1940). Korosi juga dapat dikatakan proses kembalinya

material ke alam, melaui peoses ionisasi. Secara umum aktivitas korosi berupa

menghilangnya logam pada bagian yang terekspos (anoda). Korosi banyak terjadi dalam

banyak bentuk, ada yang terjadi di seluruh permukaan logam dan ada juga yang terjadi di

bagian tertentu saja. Korosi terjadi karena adanya aliran arus listrik dari suatu bagian ke

bagian yang lain pada permuakaan logam. Peristiwa aliran arus ini akan menyebabkan

hilangnya logam pada bagian yang melepaskan arus ke lingkungan, atau sering disebut

reaksi anoda atau oksidasi.

Terdapat empat unsur utama yang harus ada sehingga korosi dapat terjadi, antara

lain:

1. Anoda, tempat terjadinya reaksi oksidasi (melepaskan elektron)

2. Katoda, tempat terjadinya reaksi reduksi (menerima elektron).

3. Elektrolit, lingkungan tempat katoda dan anoda ter-ekpose.

4. Sambungan logam, katoda dan anoda harus disambung dengan menggunakan

sambungan logam (metallic pathway) agar arus listrik dapat mengalir.

6

Page 3: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

Gambar 2.1 Mekanisme terjadinya korosi (Ahmad, 2006).

Terlihat pada Gambar 2.1, pada anoda terjadi reaksi oksidasi dengan menghasilkan Fe2+ dan

elektron.

Fe (S) ↔ Fe2+(aq) + 2e (2-1)

Setelah terbentuknya ion besi (I), selanjutnya akan bereaksi dengan molekul air (H2O) yang

pada umumnya merupakan suatu reaksi hidrolisis yang mengakibatka pH meningkat

(Trethewey, 1991). Reaksi yang terjadi seperti pada Persamaan (2-2).

Fe2+ + H2O → Fe(OH)+ + H+ (2-2)

Pada tahap selanjutnya ion besi II Fe(OH)+ akan dioksidasi oleh udara (O2), sehingga hasil

dari reaksi tersebut akan dihasilkan ion-ion besi (III) dan air (Trethewey, 1991), dengan

reaksi:

Fe(OH)+ + ½ O2 + 2H+ → 2 Fe(OH)2+ + H2O (2-3)

Kemudian terjadi reaksi hidrolisis kembali, yang menyebabkan keasaman meningkat lagi.

Fe(OH)2+ + H2O → Fe(OH)2+ + H+ (2-4)

Setelah itu terbentuklah hasil akhir berupa magnnetit (Fe3O4 dan karat FeO(OH)

(Trethewey, 1991), dengan reaksi berturut-turut:

2 Fe(OH)2+ + Fe2+ + 2H2O → Fe3O4 + 6 H+ (2-5)

Fe(OH)2+ + OH- → FeO(OH) + H2O (2-6)

7

Page 4: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

2.3 Jenis- jenis Korosi

Klasifikasi korosi berdasarkan bentuk dan tempat terjadinya antara lain; korosi

merata (uniform corrosion), korosi sumuran (pitting corrosion), korosi antar butir

(intergranular corrosion), korosi erosi (erosion corrosion), korosi galvanik (galvanic

corrosion), dan korosi celah (crevice corrosion) dan masih banyak yang lainnya.

1. Korosi Merata

Korosi merata (uniform corrosion) merupakan bentuk korosi yang paling lazim

terjadi dan dengan bentuk korosi yang terlihat merata di seluruh permukaan logam dengan

intesitas yang sama. Jenis korosi ini terjadi pada permukaan logam yang memiliki

komposisi sama. Korosi ini dapat diatasi dengan melakukan coating pada permukaan

logam.

Gambar 2.2 Korosi merata (pixabay.com).

2. Korosi Sumuran

Korosi jenis ini merupakan korosi yang terjadi dan terkonsentrasi pada daerah

tertetntu. Korosi ini biasanya disebabkan oleh klorida. Mekanisme terjadinya korosi ini

sama dengan korosi celah. Karena jaraknya yang saling berdekatan akan mengakibatkan

permukaan logam menjadi kasar. Korosi ini dapat terjadi akibat komposisi permukaan

logam yang tidak homogen, kerusakan lapisan pelindung (coating), terdapat endapan di

permukaan material, dan adanya bagian yang cacat.

8

Page 5: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

Gambar 2.3 Korosi sumuran (Callister, 1940).

3. Korosi Antar Butir

Korosi antar butir merupakan korosi yang terjadi pada graind boundary sebuah

logam atau alloy. Terjadinya korosi jenis ini biasanya disebabkan karena adanya impuritas

atau pengotor pada batas butir. Korosi ini terjadi secara lokal di sepanjang batas butir pada

logam paduan.

Gambar 2.4 Korosi antar butir (Callister,1940).

4. Korosi erosi

Korosi erosi merupakan pengerusakan akibat gabungan antara elektrokimia dan

kecepatan alir fluida yang tinggi pada permukaan logam. Korosi ini juga dapat terjadi pada

logam yang dilewati aliran fluida dengan kecepatan tinggi, atau juga dapat juga terjadi pada

fluida statis dengan logam yang bergerak dengan cepat, misalkan propeller kapal laut.

9

Page 6: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

Gambar 2.5 Korosi erosi (corrosion-doctors.org)

Bagian permukaan yang mengalami korosi erosi biasanya lebih bersih

dibandingkan dengan permukaan logam dengan korosi jenis lain. Korosi jenis ini dapat

dikendalikan dengan menggunakan material logam yang lebih keras, menurunkan

kecepatan atau merubah arah alir fluida.

5. Korosi Galvanik

Korosi galvanik pada sambungan dua buah logam yang jenisnya berbeda yang

berada dalam suatu cairan bersifat korosif. Logam yang lebih aktif atau anoda akan

mengalami korosi, sementara logam noble atau katoda tidak akan terkorosi. Pada tabel

galvanisasi, alumunium (Al) dan seng (Zn) lebih aktif dibandingkan dengan baja.

Tabel 2.1 Deret Galvanis (corrosioncop.com)

MetalVolts vs. Cu-CuSO4 Volts vs. Ag-AgClActive Or Anodic End Active or Anodic End

Magnesium -1.60 to -1.75 -1.55 to -1.70Zinc -1.10 -1.05

Alumunium -1.05 -1.00Clean Carbon Steel -0.50 to - 0.80 -0.45 to -0.75Rusted Carbon Steel -0.30 to -0.50 -0.25 to 0.45

Cast/Ductile Iron -0.50 -0.45Lead -0.50 -0.45

Steel in Concrete -0.20 -0.15Copper -0.20 -0.15

High Silicon Iron -0.20 -0.15Carbon. Graphite +0.30 +0.35

10

Page 7: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

Gambar 2.6 Korosi galvanik (Callister, 1940).

Korosi galvanik banyak terjadi pada alat yang menggunakan lebih dari satu jenis

logam sebagai komponennya, contohnya pada automotif. Jika alumunium terhubung

langsung dengan baja, maka di antara alumunium dan baja harus ditempatkan sebuah benda

non logam atau isolator untuk memisahkan kontak listrik antara keduanya. Namun,

mekanisme terjadinya korosi galvanik biasanya digunakan untuk proteksi pada komponen

baja, misalnya proteksi pada lambung kapal, tiang penyangga dermaga dan pipa-pipa

fluida.

6. Korosi Celah

Korosi celah merupakan korosi yang kejadiannya secara terkonsentrasi pada suatu

daerah tertentu. Korosi ini terjadi karena adanya suatu larutan elektrolit yang terperangkap

di dalam celah atau lubang. Misalkan pada suatu sambungan logam sejenis, permukaan

logam yang retak, dan baut. Larutan yang terperangkap akan mengakibatkan adanya

konsentrasi oksigen, sehingga terbentuk sel korosi. Daerah dengan konsentrasi oksigen

yang tinggi bertindak sebagai katoda dan daerah dengan konsentrasi rendah bertindak

sebagai katoda.

Gambar 2.7 Korosi celah (Callister, 1940).

11

Page 8: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

2.4 Korosi Pada Media Air Laut

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya korosi pada media air laut,

yaitu hujan (rain), kadar gas dalam air laut (aerosis), embun (dew), kondensasi, dan tingkat

kelembaban (humidity), serta resistivitas. Pada dasarnya, lingkungan air laut mengandung

ion-ion klodrida (chloride ions) yang dimana digabungkan dengan tingginya tingkat

penguapan (moisture), kandungan unsur air laut dapat dilihat pada Tabel 2.2. Persentasi

oksigen (O2) juga berperan dalam mingkatnya korosifitas air laut. Korosi pada media air

laut bergantung pada:

1. Kadar klorida

2. pH (tingkat keasaman)

3. Kadar oksigen

4. Temperatur

Tabel 2.2 Unsur pokok dalam air laut (Benjamin, 2006)

Anion Part/Million Equevalents per Million

Part per Million per Unit Chlorinity

Chloride, Cl- 18,980.00 535.30 998.90Sulfate, SO4

2- 2,649.00 55.10 139.40Bicarbonate, HCO3

- 139.70 2.30 7.35Bromine, Br- 64.60 0.80 3.40Fluoride, F 1.30 0.10 0.07

Boric Acid, H3BO3 26.00 - 1.37Total 593.60

Cation Part/Million Equevalents per Million

Part per Million per Unit Chlorinity

Sodium, Na+ 10,556.10 159.00 555.60Magnesium, Mg2+ 1,272.00 104.60 66.95

Calcium, Ca2+ 400.10 20.00 21.06Potassium, K+ 380.00 9.70 20.00Strotium, Sr2+ 13.30 0.30 0.70

Total - 593.60 -

Media air laut merupakan lingkungan dengan tingkat korosif yang sangat tinggi

untuk material logam (besi dan baja). Air laut terutama mempunyai nilai resistivitas yang

sangat rendah yaitu ± 25 Ω-cm yang jika dibandingkan dengan nilai resistivitas air tawar

yaitu ± 4000 Ω-cm. Proses korosi di air laut merupakan suatu proeses elektrokimia yang

dimana didorong oleh beberapa faktor, antara lain:

12

Page 9: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

1. Sifat kimia dan fisika air laut

Kandungan garam yang terlarut dalam air laut dan temperatur sangat menentukan

penghantaran arus listrik pada air laut, yang dapat mempercepat terjadinya proses korosi.

Pada kadar garam yang sama, kenaikan temperatur air laut menyebabkan daya hantar listrik

air laut meningkat, sedangkan pada temperatur air laut yang sama dengan kadar garam yang

meningkat meyebabkan hantaran listrik air laut meningkat.

2. Sifat biologis air laut

Adanya pengaruh fouling yang merupakan pengotor berupa hewan dan tumbuhan

laut yang melekat pada lambung kapal akan menyebabkan terjadinya korosi. Korosi terjadi

ketika mikroorganisme bersel satu yang melekat pada lambung kapal dengan dibantu cat

sebagai pelekatnya. Hal tersebut mengakibatkan lebih mudahnya pengelupasan lapisan cat

yang merupakan tempat tumbuhnya hewan dan tumbuhan laut dan akan terus berkembang

biak.

Menempelnnya mikroorganisme pada lambung kapal menimbulkan pertukaran zat

sehingga menghasilkan zat-zat agresif seperti; NH4OH, CO2, H2S dan atom-atom agresif

yang kemudian melalui reaksi elektrokimia akan terbentuk oksigen. Gas oksigen dengan

proses chloropite dapat membentuk sulfit dan sulfat yang akan menghasilkan zat yang

mempengaruhi terjadinya korosi air laut.

3. Susunan Kimia Logam

Selain adanya kandungan Fe yang terdapat pada pelat baja kapal, terdapat juga

unsur lain seperti karbon (C), Silikon (Si), Mangan (Mn), Tembaga (Cu), Nikel (Ni),

Belerang (B), dan P.

4. Pembentukan Mill Scale Pada Pelat Baja

Pada mill scale terdapat tiga lapisan yaitu lapisan terluar Fe2O, lapisan tengah

Fe3O4 dan FeO, sedangkan lapisan yang berada dekat dengan pelat kapal adalah FeO dan

Fe. Perbedaan potesial elektrokimia antara pelat baja kapal ± 0.28 Volt, sehingga dengan

perbedaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya reaksi yang menimbulkan korosi air laut.

Lapisan Fe3O4 yang dihasilkan korosi air laut dapat menimbulkan daerah anoda seperti

13

Page 10: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

yang ditunjukkan pada Gambar 2.14, yang akan meluas sampai di bawah lapisan mill scale.

Pada daerah anoda yang kedua ini dapat menyebabkan korosi yang lebih besar

dibandingkan dengan daerah anoda pertama karena terdapatnya oksigen bebas yang dapat

bereaksi (Benjamin, 2006).

Pembentukan mill scale terdiri dari tiga lapisan, lapisan terluar adalah Fe2O,

lapisan tengah Fe3O4 dan FeO, sedangkan lapisan yang dekat pelat kapal adalah FeO dan

Fe. Perbedaan potensial elektrokimia antara pelat baja kapal ± 0.28 Volt. Perbedaan

potensial elektrokimia tersebut menyebabkan terjadi reaksi yang menimbulkan korosi air

laut pada pelat baja kapal. Lapisan Fe3O4 dari hasil korosi air laut dapat menimbulkan

daerah anoda seperti pada Gambar 2.8, yang akan tersu meluas sampai di bawah lapisan

mill scale. Daerah anoda yang kedua ini dapat menyebabkan korosi yang lebih besar

dibandingkan dengan daerah anoda yang pertama karena terdapat oksigen bebas yang dapat

dengan bebas bereaksi (Benyamin, 2006).

Gambar 2.8 Terjadi korosi di bawah mill scale (Benjamin, 2006).

2.5 Zona Korosi Air Laut

Laju korosi lambung kapal pada media air laut sangat tergantung pada posisi pelat

baja dipasang. Posisi tersebut antara lain zona di atas permukaan air laut dan zona di bawah

air laut (underwater) atau zona antara (tidal zone). Konsentrasi unsure klorida air laut

sangat dipengaruhi oleh kedekatan dan ketinggian dari permukaan air laut. Laju korosi akan

berkurang pada daerah yang lebih tinggi dari permukaan air laut karena berkurangnya

percikan air garam (media elektrolit) dan juga pada daerah tersebut temperatur lebih tinggi

dan kelembaban lebih rendah.

Laju korosi dalam lingkungan air laut tergantung pada posisi pelat baja kapa yang

dipasang, yaitu zona di atas permukaan air laut, zona di bawah permukaan air laut atau

14

Page 11: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

zona antara (tidal zone). Konsentrasi klorida air laut tergantung pada kedekatan dan

ketinggian dari permukaan air laut. Korosi berkurang pada daerah yang lebih tiggi dari

permukaan air laut. Karena kurangnya percikan air garam yang bekerja sebagai elektrolit

dan juga karena temperatur lebih tinggi dan kelembaban lebihi rendah.

Kemudian gelombang yang pecah pada permukaan pelat baja kapal yang dipasang

juga memberi kontribusi terhadap laju korosi pelat tersebut, terutama terjadi pada daerah

terdekat dengan permukaan air laut (splash zone) dan pada zone ini juga terjadi erosi seperti

pada Gambar 2.9, sehingga memperparah kerusakan pelat.

Gambar 2.9 Laju korosi berdasarkan zona korosi (Benjamin, 2006)

Laju korosi juga didorong oleh salinitas atmosfir (kadar garam di udara yang

tergantung pada letak geografis) seperti yang dijelaskan pada Gambar 2.10 serta pengaruh

perubahan lingkungan air laut terhadap korosi baja Tabel 2.3.

Gambar 2.10 laju korosi pengaruh dari salinitas udara (Benjamin, 2006).

15

Salinity (mg NaCl/m2/d

Corr

osio

n (g

/mdm

2mon

th)

Page 12: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

Tabel 2.3 Pengaruh perubahan lingkungan air laut terhadap korosi baja (Fontana, 1986).

Faktor dalam air laut

Pengaruh pada besi dan baja

Ion kloridaSangat korosif terhadap logam ferrous. Logam ferrous dan carbon steel

tidak dapat dipasifkan (garam air laut mengandung klorida lebih dari 55%)

Daya hantar listrikDaya hantar yang tinggi memungkinkan anoda dan listrik pada katoda

tetap berhubungan walaupun terpisah jauh, Sehingga dapat meningkatkan tingkat korosifitas logam.

OksigenKorosi yang terjadi pada baja dikontrol secara katodik. Oksigen akan mengakibatkan depolarisasi pada katoda, sehingga pada kandungan oksigen yang tinggi memiliki tingkat korosifitas yang lebih tinggi.

Kecepatan aliran air laut

Dengan adanya arus dan gelombang laut yang besar dapat meningkatkan laju korosi, dalam hal ini terjadi:

1. Menghancurkan lapisan pelindung anti karat (coating).2. Menghasilkan oksigen lebih yang dapat mempercepat penetrasi dan

membuka rongga di permukaan baja.Temperatur Temperatur sangat berpengaruh pada tingkat korosifitas.

Fouling (Biologis)Pengotor berupa hewan dan tumbuhan laut akan meningkatkan laju korosi

baja.

TeganganTegangan yang secara terus-menerus dapat menyebabkan fatique,

terutama yang disebabkan oleh korosi akan dapat mempercepat terjadinya cacat dan kegagalan struktur.

PencemaranPeningkatan kadar sulfida dalam polutan dapat menyebabkan pencemaran

air dan meningkatkan tingkat korosifitas pada baja.Silt dan sedimen

tersuspensiErosi yang terjadi pada permukaan baja oleh bahan yang tersuspensi

dalam air laut akan meningkatkan korosifitas baja.

Terbentuknya lapisan

Lapisan karat dan kerak mineral (garam-garam kalsium dan magnesium) akan mengganggu teradinya proses difusi oksigen ke permukaan katoda

sehingga dapat memperkecil tingkat korosifitas baja.

2.5.1 Salinitas Air Laut

Korosi pada media air laut (elektrolit) dipengaruhi juga oleh tingkat kadar garam

atau salinitas air laut. Salinitas diartikan sebagai konsentrasi rata-rata zat garam yang

terkandung dalam air laut, atau dapat juga diartikan sebagai kadar seluruh ion-ion yang

terlarut dalam air.

Salinitas air laut dinyatakan dengan satuan per seribu (o/oo) salinitas air laut ini

bervariasi antara: 33,00 o/oo. Konsentrasi garam terlarut atau ion/molekul dalam air laut

dapat dilihat pada Tabel 2.4.

16

Page 13: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

Tabel 2.4 Konsentrasi ion/molekul pada air laut densitas 1,023 gram/cm3 pada 25 oC

(Anggono, 2000).

Garam Salinitas (o/oo)33 35 37

NaCl 23.13 24.53 25.93MgCl2 4.90 5.200 5.497Na2SO4 4.09 4.090 4.090CaCl2 1.09 1.160 1.230KCl 0.66 0.695 0.735

NaHCO3 0.201 0.201 0.201KBr 0.101 0.101 0.101

H3BO3 0.027 0.027 0.027SrCl2 0.024 0.025 0.026NaF 0.003 0.003 0.003

2.5.2 Keasaman (pH) Air Laut

Pada bagia permukaan air laut memiliki tingkat keasaman yang lebih tinggi. Hal

ini disebabkan oleh kadar konsentrasi karbon anorganik berupa 93% HCO3-, 6% CO3-, dan

1% CO2-. Ion karbonat relative lebih tinggi pada bagian permukaan dan hampir selalu

dalam keadaan jenuh kalsium karbonat (CaCO3). Hal tersebut dapat menyebabkan

pengendapan jenuh (calcerous scales) di permukaan logam. Konsentrasi CO2 dan O2

memiliki hubungan yang sangat erat dengan tingkat keasaman (pH) air laut karena

berkaitan erat dengan proses fotosintesa dan oksidasi biokimia, seperti pada persamaan

berikut:

CH 2O2+O2CO2+H 2 O (2-7)

Reaksi yang terjadi dari kiri ke kanan yaitu dimana O2 terlarut digunakan dan CO2

dihasilkan. CO2 yang dihasilkan akan menigkat keasaman air laut (pH turun) dan

menurunkan kejenuhan karbonat. Pengerasan kerak terjadi pada pH yang lebih tinggi

dimana ion OH- dihasilkan selama reduksi oksigen terlarut.

2.5.3 Korosi Pelat Baja Lambung Kapal

Kebanyakan kapal merupakan kapal baja yang dimana sebagian besar

konstruksinya terbuat dari baja paduan dengan komposisi yang disesuaikan oleh Biro

Klasifikasi kapal (Standar: ABS, BKI, DNW, RINA, GL, LR, BV, NK, KR, CCS dan lain

sebagainya) dengan kelas baja: A, B, C, D, dan E. (Grade: A, B, D, E, AH32-AH40,

17

Page 14: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

DH32-DH40, A32, A36, D32, D36 and etc) dengan tebal 8 mm s/d 100 mm, lebar: 1500

mm s/d 2700, panjang: 6 m s/d 13 m (BKI, 2006).

Baja yang digunakan sebagai kontruksi kapal pada umumnya dibagi menjadi 3

bagian, yaitu baja kontruksi kapal biasa, baja kontruksi dengan tegangan tinggi, dan baja

tempa. Baja untuk kontruksi kapal memiliki yang telah mendapat persetujuan dari BKI,

seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Sifat mekanis baja kapal (BKI, 2006).

No Jenis BajaKekuatan

Tarik (kg/mm2)

Tegangan Luluh

(kg/mm2)

Regangan Patah(%)

Keterangan

1 Baja kapal biasa 41 – 50 ≥ 24 ≥ 22

Begian kapal yang mendapat beban

kecil

2Baja

tegangan tinggi

1. 48 - 602. 50 – 63

≥ 32Min. ≥ 36 ≥ 22

Bagian kapal yang menerima tegangan

tinggi3 Baja tempa Min. 41 - - Poros, kopling

Pemakaian pelat baja untuk kontruksi kapal memiliki resiko kerusakan yang

tinggi, terutama terjadinya korosi pada pelat baja yang merupakan proses elektrokimia,

akibat interaksi dengan air laut yang memiliki resistivitas sangat rendah ± 25 Ω-cm jika

dibandingkan dengan resistivitas air tawar ± 4000 Ω-cm (Caridis, 1995) dan sesuai

dengan posisi pelat pada lambung kapal. Korosi pada pelat lambung kapal seperti pada

Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Lambung kapal Tugboat Bontang 04 (Sumber: PT Badak NGL Bontang)

18

Lambung kapal

Page 15: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

Posisi pelat baja lambung kapal terbagi dalam tiga bagian yaitu:

1. Selalu tercelup air/ underwater plate (pelat lajur alas, pelat lajur bilga, dan pelat lajur

sisi, sampai sarat minimal).

2. Keluar masuk air (pelat lajur sisi mulai dari sarat minimal sampai sarat air maksimal).

3. Tidak tercelup air (pelat lajur sisi mulai sarat maksimal sampai dengan dek utama).

Korosi yang dapat terjadi pada pelat baja kapal dapat dibedakan menjadi beberapa

jenis (Carridis, 1995), yaitu:

1. Korosi merata (uniform corrosion), seluruh permukaan pelat terkena korosi, biasanya

terjadi pada daerah pelat yang berada di atas garis air.

2. Korosi sumuran (pitting corrosion), pada permukaan baja terjadi pelobagan yang

semakin lama akan terus bertambah dalam dan akhirnya dapat menembus pelat.

3. Korosi tegangan (stress corrosion), korosi yang terjadi pada bagian yang menerima

tegangan yang relatif tinggi.

4. Korosi erosi (errosion corrsion), korosi yang terjadi pada material yang menerima

tumbukan partikel cairan mengalir dengan sangat cepat.

5. Korosi celah (crevice corrosion), korosi yang terjadi pada celah, daerah jepitan,

sambungan dan daerah yang ditutupi binatang dan tumbuhan kecil.

2.6 Metode Pemeriksaan dan Deteksi Korosi

Peran engineer kaitannya dengan korosi, selain mengetahui teknik

pengendaliannya, namun harus mengetahui bagaimana mendeteksi secara dini bahwa

korosi telah berlangsung dan membahayakan, sedangkan operasi dari equipment tetap

berlangsung. Oleh karena itu, diperlukan suatu teknik pemeriksaan (inspeksi) dan deteksi

yang memenuhi dua syarat sekaligus, yaitu:

1. Mampu mendeteksi tanpa merusak sistem peralatan yang bersangkutan (non destructive

test).

2. Mampu medeteksi tanpa harus menghentikan operasi pabrik (on line monitoring).

Karena adanya pembatasan seperti di atas maka tidak semua teknik inspeksi

dapoat diterapkan. Teknik-teknik yang memenuhi kedua syarat di atas dan umum

digunakan, antara lain:

19

Page 16: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

1. Visual Inspection

Inspeksi visual merupakan metode yang paling banyak digunakan dan merupakan

teknik yang efektif untuk mendeteksi dan mengevaluasi korosi. Visual inspection

menggunakan indera pengelihatan (mata) untuk melihat langsung keadaan permukaan dan

sudut sempit untuk mengetahui korosi yang terjadi. Metode ini juga menggunakan indera

perasa (tangan/kulit) yang juga sangat efektif untuk mendeteksi korosi. Alat– alat yang juga

digunakan pada inspeksi ini adalah kaca, borescopes, optical micrometers, anda depth

gauges.

2. Ultrasonic test

Pemeriksaan secara ultrasonic menggunakan gelombang suara pada tingkat

frekuensi antara 200,000 sampai dengan 25,000,000 cps (cycles per second) sebagai media.

Frekuensi tersebut ditransmisikan ke material yang diperiksa melalui suatu lapisan tipis

minyak (couplant) tertentu sebagai media penghubung. Instrumen ultrasonik bekerja atas

dasar prinsip “resonansi” dan “pulse echo”.

Ultrasonic test merupakan salah satu bentuk pengujian NDT yang sangat sensitif

dan paling banyak digunakan pada material yang terbuat dari metal, non metal, dan non

magnetik. Pengujian ini menggunakan frekuensi gelombang suara yang tinggi (sekitar 0.5

sampai 15 MHz). Metode ini digunakan untuk melakukan pengukuran tebal dan lebar

korosi, selain itu juga dapat digunakan untuk mendeteksi/mengevaluasi sebuah aliran,

menentukan karakteristik keretakan (cacat) internal maupun eksternal suatu material dan

untuk kebutuhan medis seperti sonography, ultrasonic therapeutic, dan lain sebagainya.

Dengan menggunakan pengujian ini dapat diketahui letak dan ukuran cacat yang kecil

walaupun hanya satu sisi yang dapat diakses dari material uji.

Ultrasonic test menggunakan energi akustik pada frekuensi yang tinggi. Energi

tersebut langsung diarahkan ke spesimen yang akan diuji dan jumlah energi yang

direfleksikan atau ditransmisikan oleh spseimen dimonitor sehingga dapat langsung

diketahui kondisi dari spesimen uji tersebut. Pada metode ultrasonic ini biasanya

digunakan couplant yaitu cairan yang digunakan sebagai medium perambatan yang baik

dari tranduser ultrasonik dengan benda yang akan diuji. Hal tersebut dilakukan karena

20

Page 17: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

gelombang suara yang dihasilkan memiliki sifat perambatan yang kurang baik pada media

udara.

Ultrasonic test pada kapal, khususnya pada lambung kapal yang dapat dilakukan

ketika kapal mengalami doking. Istilah perbaikan kapal (lambung) sering disebut replating

(penggantian pelat).

Metode ultrasonik memiliki beberapa keuntungan, sebagai berikut:

1. Memiliki penetrasi yang tinggi sehingga dapat digunakan pada material dengan

ketebalan sampai 6 meter (tergantung pada sensitivitas alatnya).

2. Memiliki sensitivitas yang tinggi sehingga dapat mendeteksi cacat yang sangat kecil.

3. Memiliki akurasi yang lebih baik daripada metode NDT yang lainnya dalam

menentukan posisi, orientasi ukuran dan bentuk cacat internal.

4. Hanya membutuhkan minimal satu sisi bagian dari meterial uji.

5. Tidak berbahaya bagi operator dan orang disekitarnya.

6. Hasilnya dapat diproses melalui komputer untuk mengetahui karakteristik cacat dan

untuk menentukan sifat-sifat material.

Kelemahan metode ultrasonik:

1. Hasilnya tidak dapat didokumentasikan.

2. Bagaian yang tidak rata, ketidakteraturan bentuk, komponen yang sangat kecil atau

sangat tipis, atau yang tidak homogen sulit diinspeksi.

3. Dibutuhkan kuplan antara tranduser ultrasonik dengan bagian yang sedang diinspeksi.

4. Dibutuhkan referensi standar untuk pengkalibrasian dan untuk mengetahui karakteristik

cacat.

5.

Gambar 2.12 Ultrasonic test.

21

Page 18: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

3. Liquid Dye Penetrant

Inspeksi untuk korosi tegangan yang luas atau korosi retak lelah pada logam

ferrous atau nonferrous dapat dilakukan dengan menggunakan proses liquid dye penetrant.

4. Weightloss

Pemeriksaan laju korosi material dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu

dengan jalan memasang contoh-contoh dari material tersebut pada aliran proses (“on

stream”). Contoh-contoh tersebut, yang berbentuk lempengan/pelat/kupon berukuran 80 x

25 mm ditempatkan di dalam rak dan diisolasi secara elektrik dari peralatan yang

bersangkutan dan dari sesamanya. Berat masing- masing kupon sebelum dipasang

ditentukan dengan cermat dan setelah selang waktu tertentu kupon dikeluarkan secara

bertahap dan ditentukan lagi beratnya. Dengan demikian dapat dihitung kehilangan berat

kupon per satuan waktu, yang menyatakan laju korosi material yang bersangkutan di dalam

sistem tertentu.

Dengan menggunakan metode ini terlihat bahwa informasi yang diperoleh adalah

nilai laju korosi kupon, bukan dari peralatan atau material system sendiri. Meskipun

demikian, nilai tersebut dapat dijadikan indikasi dari keadaan korosi yang sedang

berlangsung. Metode ini biasanya membutuhkan waktu yang panjang.

Cara lain yang dapat memberikan indikasi mengenai proses korosi yang sedang

berlangsung, yaitu dengan mengukur kadar ion Fe2+ di dalam aliran (stream). Bila

konsentrasi menunjukkan gejala meningkat, maka itu sudah merupakan indikasi bahwa laju

korosi meningkat.

5. Corossion Meter

Pemeriksaan laju korosi material secara tidak langsung dapat dilakukan dengan

alat yang disebut “corrosion meter”. Alat ini bekerja menurut prinsip “elektrokimia” dan

serupa dengan “weightloss”, namun waktu yang dibutuhkan hingga mendapatkan hasil

lebih singkat.

Prinsip kerja dari alat ini yaitu pada aliran sistem (on stream) ditempatkan sebuah

kupon berupa contoh dari material yang bersangkutan, sebuah probe pembanding dan

probe pembantu. Melalui probe pembantu, contoh material tersebut digeser dari

22

Page 19: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

kesetimbangan reaksi elektrokimianya. Besarnya pergeseran tersebut diukur melalui probe

pembanding dan dari hubungan “potensial–arus” yang diperoleh kemudian, laju korosi

material dapat ditentukan dengan mudah.

Dilihat dari segi waktu dan pelaksanaanya pengukuran, cara ini sangat peraktis.

Tetapi hanya terbatas untuk sistem dimana lingkungan yang ditinjau adalah cairan dengan

konduktivitas listrik tinggi. Untuk lingkungan gas atau uap, metode pengukuran ini tidak

dapat dilakukan.

6. Radiography (X-Ray test)

Pemerikasaan secara radiografi pada dasarnya serupa dengan ultrasonic, hanya

saja yang dipancarkan adalah radiasi sinar-gamma atau radiasi sinar-x. hasil yang diperoleh

direkam pada film negatif foto. Pada foto akan terlihat titik-titik hitam atau “dark spot”

yang menyatakan jarak antara kedua sisi material atau jarak antara salah satu sisi dengan

cacat di dalam material.

Radiogaphy adalah salah satu bentuk pengujian yang berisfat tidak merusak benda

uji (non destructive test). Metode pengujian ini digunakan untuk mendapatkan gambaran

permananen dari bagian permukaan maupun bagian sub surface material. Kebanyakan

pengujian ini digunakan untuk menguji keretakan atau cacat pada hasil pengelasan, produk

coran, forging, pengukuran tebal material, pemetaan korosi, mengetahui adanya benda di

dalam suatu alat, mengukur bulk density dari suatu material, pengukuran porositas beton,

dan lain sebagainya.

Gambar 2.13 Radiography test.

23

Page 20: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

2.7 Laju Korosi

Laju korosi diartikan sebagai banyaknya korosi yang terjadi dalam unit waktu

(Priyotomo, 2008). Korosi sangat bergantung pada lingkungan, misalnya temperatur, pH,

oksigen, kecepatan alir fluida, dan zat – zat oksidator. Untuk menghitung laju korosi, yang

paling banyak digunakan adalah metode Weight Gain Loss (WGL), dimana laju korosi

dapat dihitung dengan persamaan: (Trethewey, 1991)

CR=8.76× Wρ × A × T (2-8)

Dengan:

CR = Laju korosi (mm/th)

8.76 = Nilai konversi

W = Kehilangan berat (g)

ρ = Berat jenis (g/cm3)

A = Luas permukaan (m2)

T = Umur operasi kapal (jam)

2.8 Metode Pencegahan dan Pengendalian Korosi Pada Kapal

Dalam hal ini pencegahan dimaksudkan hanya untuk mengurangi/menghambat

terjadinya korosi, bukan menghilangkan korosi secara total. Terdapat dua jenis metode

pencegahan dan pengendalian korosi yang dapat digunakan pada kapal, yaitu metode

pengecatan (coating) dan metode proteksi katodik.

2.8.1 Pelapisan (coating)

Coating merupakan perlindungan yang pertama bagi material. Dalam

pengaplikasiannya coating harus dilakukan langkah-langkah yang sudah sesuai dengan

standar agar diperoleh hasil yang maksimal.

1. Persiapan Permukaan

a. Scraping

Scraping atau sekrap dilakukan dengan alat bantu untuk menghilangkan fouling

yang berupa kerang (tritip) atau hewan dan tumbuhan laut yang menempel pada

lambung kapal.

b. Fresh water cleaning

24

Page 21: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

Untuk membersihkan lambung kapal digunakan air dengan tekanan tinggi.

c. Sand balsting NACE 2/SSPC-SP 10

Selain bahan cat dan system pengecatannya, persiapan permukaan sangat

penting juga. Jika permukaan struktur logam yang akan dicat itu bersih, maka hasil

pengecatannya akan lebih indah dan tahan lam dan pelaksanaan pekerjaan pengecatan

akan lebih mudah. Metode persiapan permukaan yang dapat digunakan antara lain:

1. Solvent cleaning

2. Hand tool cleaning

3. Power tool cleaning

4. Flame cleaning

5. White metal blast cleaning

6. Commercial blast cleaning

7. Brush-off blast cleaning

8. Acid pickling

9. Near white blast cleaning

Cara lain yang biasa digunakan dalam persiapan permukaan, yaitu blast cleaning, baik

white metal blast cleaning, near white blast cleaning, commercial blast cleaning,

maupun brush-off blast cleaning.

Pada blast cleaning, struktur disemprot dengan butiran-butiran pasir atau

material abrasif lainnya sehingga kerak atau karat yang terdapat pada permukaan

terkelupas dan menjadi kasar.

Gambar 2.14 Material abrasive untuk sand blasting.

Berdasarkan standar NACE 2/SSPC-SP 10, dimana isinya adalah pembersihan

permukaan dengan sang blast, ketika dilihat tanpa ada pembesaran, lambung kapal

25

Page 22: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

harus bersih dari semua kemungkinan adanya kandungan minyak (oil), kotoran, korosi,

cat, produk korosi lainnya, dan benda – benda asing kecuali noda. Noda yang ada pada

lambung kapal tidak boleh lebih dari 5% untuk setiap 1 inch2 luasan pelat.

Tujuan dari sand blasting adalah selain untuk membersihkan kotoran yang

masiih menempel, juga untuk membentuk profil permukaan pelat menjadi lebih kasar,

sehingga coating atau cat dapat menempel dengan maksimal pada permukaan logam.

2. Proses coating

a. Primer coat

Primer coat merupakan dasar atau alas dimana sistem coating lainnya

ditempatkan. Kunci daya adhesi sangat bergantung pada coating ini. Primer coating

harus menempel kuat pada logam dan pada sistem coating di atasnya.

Fungsi dari primer coat antara lain:

1. Adhesion yaitu ikatan yang kuat pada logam.

2. Cohesion yaitu kekuatan internal yang tinggi.

3. Inertness yaitu ketahanan yang kuat terhadap korosi dan kimia.

4. Intercoat bond yaitu sebagai ikatan yang kuat pada intermediate coat.

5. Distension yaitu cukup fleksibel.

b. Intermediate coat

Sebagai barrier protection tambahan dan disebut juga sebagai body coat untuk

menambah tebal dan ketahanan. Body coat harus menempel dengan kuat pada primer

dan juga pada top coat.

Fungsi dari intermediate coat adalah untuk menambah sistem coating,

memberikan ketahanan yang tinggi terhadap kimia dan transfer uap air, memberi

hambatan arus listrik, kohesi yang kuat dan memberikan ikatan yang kuat antara primer

dan top coat.

c. Top coat (anti fouling)

Merupakan suatu lapisan penyekat (a resinous seal) di atas primer dan

intermediate coat. Top coat merupakann pertahanan pertama terhadap chemical yang

agresif, air atau lingkungan elektrolit.

26

Page 23: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

Fungsi dari top coat adalah sebagai lapisan penyekat dalam sistem coating,

memberntuk lapisan pertahanan pertama terhadap lingkungan, memberikan ketahanan

terhadap chemical, air dan cuaca, memberikan ketangguhan dan ketahanan aus serta

memberikan estetika (keindahan).

2.8.2 Metode Proteksi Katodik

Proteksi katodik merupakan bentuk proteksi tambahan untuk mengurangi laju

korosi yang terjadi pada struktur. Terdapat dua jenis sistem dari metode proteksi ini, yaitu

sistem anoda korban dan impressed current (arus paksa).

1. Proteksi Katodik Anoda korban (Sacrificial Anodes Cathodic Protection System)

Sistem anoda korban merupakan metode proteksi katodik yang banyak digunakan

untuk melindungi struktur dari korosi. Metode yang juga disebut anoda tumbal ini banyak

digunakan pada struktur dalam tanah dan media air laut. Jenis paduan yang banyak

digunakan adalah paduan alumunium, zinc dan magnesium. Untuk struktur dalam tanah

yang umum digunakan adalah anoda paduan magnesium, sedangkan untuk struktur pada

media air laut digunakan anoda paduan alumunium dan zinc.

Anoda korban merupakan logam yang sangat aktif yang dilekatkan (untuk

melindungi) pada logam yang kurang aktif agar korosi terjadi pada anoda korban dan

melemahkan korosi pada logam yang dilindungi. Dengan kata lain, anoda akan mengalami

korosi terlebih dahulu untuk melindungi material.

Anoda korban biasanya digunakan untuk beberapa aplikasi, antara lain:

1. Melindungi lambung kapal

2. Melindungi ballast tanks

3. Melindungi heat exchanger

4. Sea chest

Frekuensi penggantian anoda korban tergantung pada dimana anoda tersebut

digunakan. Pada anoda korban yang dipasang pada kapal, pengecekan dilakukan setiap

kapal mengalami doking yaitu antara 2 sampai 3 tahun. Jika anoda korban habis terkorosi

maka material anoda yang digunakan memiliki kualitas yang rendah, sehingga jumlah

anoda harus ditambah untuk melindungi material. Pada umumnya, anoda korban diganti

setiap kapal mengalami doking.

27

Page 24: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

Gambar 2.15 Proteksi katodik sistem anoda korban (Purwanta, 2012).

2. Proteksi Katodik Arus Tanding (Impressed Current Cathodic Protection System)

Pada sistem proteksi dengan menggunakan arus tanding (impressed current) arus

disuplai dari sumber daya DC eksternal, yang pada umumnya menggunakan rectifier

sebagai penyearah yang akan mengkonversi satuan daya input AC menjadi output DC

sesuai kebutuhan. Sebagai bahan anoda digunakan “inert” (non-consumable atau low rate

consumable material). Anoda pada arus tanding (ICCP) terhubung ke terminal positif unit

penyearah, sementara struktur yang akan dilindungi dihubungkan ke terminal negatif.

Tegangan yang berbeda pada rectifier akan menyebabkan arus DC mengalir dari anoda ke

permukaan struktur yang dilindungi melalui elektrolit.

Saat ini terdapat beberapa tipe anoda pada sistem impressed current, seperti high

silicon chrome cast iron, mixed metal oxide, lead silver, platinized titanium, dll. Dalam

pemilihan jenis anoda harus mempertimbangkan struktur yang akan dilindungi dan

lingkungan (elektrolit) dimana struktur berada.

Gambar 2.16 Arus korosi yang terjadi sistem arus tanding (impressed current)

(Purwanta, 2012).

28

Page 25: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

Gambar 2.17 Sistem proteksi katodik impressed current (ICCP) (Purwanta, 2012).

2.9 Perlindungan Korosi dengan Anoda Korban

Terdapat dua jenis perlindungan katodik, yaitu dengan metode anoda korban

(sacrificial anode) dan metode arus tanam (impressed current). Anoda korban relatif lebih

mudah dipasang bila dibandingkan dengan mtode arus tanding. Keuntungan lainnya adalah

tidak diperlukannya peralatan listrik yang mahal dan tidak ada kemungkinan salah arah

dalam pengaliran arus (Trethewey, 1991).

Barangkali yang paling sederhana untuk menjelaskan cara kerja dari proteksi

anoda korban adalah menggunakan sel korosi basah seperti Gambar 2.18. Kaidah umum

dari sel korosi basah adalah bahwa dalam suatu sel, anodalah yang terkorosi, sedangkan

katoda tidak mengalami korosi atau terproteksi. Anoda-anoda yang dihubungkan ke

struktur dengan mengefektifkan perlindungan terhadap korosi dengan cara ini adalah

disebut anoda korban (sacrificial anodes). Dalam hal ini dapat digunakan deret galvanik

untuk memilih suatu bahan yang akan menjadi anoda. Untuk lingkungan pantai, jenis anoda

yang biasa digunakan adalah seng dan alumunium (Threthewey, 1991).

Gambar 2.18 Sel korosi basah sederhana (Trethewey, 1991).

29

Page 26: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

Perlindungan dari anoda korban paduan seng (Zn) akan baik jika logam tersebut

terlarut dengan laju yang kurang lebih konstan. Seng murni yang terdapat di pasaran, akan

mengalami korosi dengan membentuk selapis kulit kedap air yang akan mempengaruhi

keluaran arus anoda.

Perlindungan yang akan diberikan seng akan baik jika logam tersebut dapat

dilarutkan dengan laju yang kurang-lebih konstan. Seng murni yang tersedia di pasaran,

terkorosi di air laut dengan membentuk selapis kulit kedap air yang sangat membatasi

keluaran arusnya. Di antara bahan–bahan pengotor, besi merupakan bahan yang paling

menimbulkan efek merusak pada anoda, dengan kelarutan dalam seng begitu rendah yaitu

<0.0014 sehingga apabila berlebih maka kelebihan-kelebihan tersebut berupa pertikel-

pertikel terpisah. Pada akhirnya hal tersebutlah yang akan menyebabkan terbentuknya sel

galvanik lokal yang menghasilkan lapisan seng hidroksida/seng karbonat yang tidak dapat

larut dan tidak menghantarkan listrik, dan mengakibatkan anoda menjadi tidak efektif

(Tretheway, 1991).

Anoda korban yang dianjurkan untuk digunakan pada kapal berdasarkan Biro

Klasifikasi Indonesia dalam Regulation For the Corrosion Protection and Coating System,

sesuai Tabel 2.6 dan 2.7.

Tabel 2.6 Anoda korban allumunium aplikasi dalam air laut (BKI, 2004).

Elemen KI-Al1 (%W) KI-Al2 (%W) KI-Al3 (%W)Si ≤0.10 ≤0.10 Si + Fe

≤0.10Fe ≤0.10 ≤0.13Cu ≤0.005 ≤0.005 ≤0.02Mn N/A N/A 0.15-0.50Zn 2.0-6.0 4.0-6.0 2.0-5.0Ti - - 0.01-0.05Ln 0.01-0.03 - 0.01-0.05Sn - 0.05-0.15 -

Other ≤0.10 ≤0.10 ≤0.10Al Residue Residue Residue

Potensial (T=20oC) -1.05 VoltAg/AgCl/See

-1.05 VoltAg/AgCl/See

-1.05 VoltAg/AgCl/See

ɛ (T=20oC) 2000 Ah/kg 2000 Ah/kg 2000 Ah/kgEfficiency (T=20oC) 95% 95% 95%

30

Page 27: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

Tabel 2.7 Anoda korban seng aplikasi dalam media air laut (BKI, 2004).

Elemen Kl-Zn1 (%W) Kl-Zn2 (%W)AL 0.100-0.500 ≤0.0100Cd 0.025-0.070 ≤0.0040Cu ≤0.005 ≤0.0050Fe ≤0.005 ≤0.0014Pb ≤0.006 ≤0.0060Zn >99.22 ≥99.880

Potensial (T=20oC) -1.03 VoltAg/AgCl/See

-1.03 VoltAg/AgCl/See

ɛ (T=20oC) 780 Ah/kg 780 Ah/kgEfficiency (T=20oC) 95% 95%

2.10 Perhitungan Kebutuhan Anoda Korban

Luas permukaan basah merupakan rancang bangun luas permukaan lambung

kapal yang tercelup di dalam air laut sangatlah diperlukan. Data luas permukaan basah

digunakan untuk menentukan berapa banyak anoda yang diperlukan, tempat dan posisi

peletakan anoda korban, dan lain-lain.

Jika area individu permukaan basah (Ac) tiap unit dikalikan dengan desain arus

densitas (ic), maka akan diperoleh; (BKI, 2004)

Ic=A l×ic (2-9)

Dengan Ic adalah permintaan arus (A), Al adalah area yang akan diproteksi, dan ic

adalah faktor desain arus densitas yang mengacu pada aturan PT BKI yaitu 0.02 A/m2.

Sedangkan area individu atau area yang akan diproteksi, diperoleh dengan menggunakan

rumus:

Al=(2 D )+b × LBP xCb (2-10)

dengan:

Al = Luas area yang diproteksi (m2)

LBP = Panjang antara garis tegak (area terendam) (m)

D = Sarat air/draft design (m)

b = Lebar Kapal/breadth (m)

Cb = Faktor blok kapal

31

Page 28: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

Dengan menggunakan data Ic dari Persamaan (2-9), maka dapat dihitung total

kebutuhan massa anoda korban (M rumus: (BKI, 2004)

M=I c ×T × 8760

ε (2-11)

Dengan

Ic : Permintaan arus desain (A)

T : Umur proteksi katodik (tahun)

8760 : Nilai dari per tahun dijadikan per jam

ɛ : Eletrochemical efficiency (Ah/kg)

2.11 Kemampuan Material Anoda Korban (ɛ)

Pada Tabel 2.8 diberikan nilai electrochemical effiency (ɛ) dari anoda korban yang

dapat digunakan dalam perhitungan mendesain berat anoda korban yang dibutuhkan.

Tabel 2.8 Rekomendasi desain kapasitas elektrik dan desain potensial sirkuit tertutup untuk

material anoda di temperatur lingkungan air laut (DNV RP B401, 2010).

Macam

material anodaEnviroment

Electrochemical

efficiency (Ah/kg)

Closed Circuit

Potential (v)

AlSeawater 2000 -1.05

Sediment 1500 -0.95

ZnSeawater 780 -1.00

Sediment 700 -0.95

2.12 Prediksi Nilai Laju Korosi

Prinsip dasar yang digunakan dalam melakukan prediksi laju korosi adalah

dengan menggunakan Hukum Faraday. Prinsip dasar prediksi laju korosi ini akan

meggunakan densitas arus proteksi (is dalam A/m2) yang diperoleh dari hasil perancangan

sistem proteksi katodik. Prediksi nilai laju korosi akan menggunakan Persamaan (2-12),

(Fontana, 1986):

CR . pred=Ka

M a ×is

2× ρ(2-12)

32

Page 29: eprints.unram.ac.ideprints.unram.ac.id/9127/4/15 BAB II.docx · Web viewBAB II. DASAR TEORI. Tinjauan Pustaka. Sasono, 2010, meneliti tentang efektivitas penggunaan anoda korban paduan

Dengan:

CR. pred. = Laju korosi (mm/th)

Ka = Nilai konversi = 32.8 ×10−4

Ma = Massa Atom Fe = 55.847

n = Jumlah elektron yang alirkan

is = Densitas arus proteksi (µA/cm2)

ρ = Densitas baja (7.9 g/cm3)

33