bab ii_adit

Upload: anto-tomodachirent-susilo

Post on 09-Oct-2015

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ssssssssssss

TRANSCRIPT

BAB II

BAB IIEKLPORASI ISU BISNIS2.1 Merumuskan Peta Pemikiran Konseptual Dalam rangka menciptakan suatu strategi pengembangan brand yang baik, maka diperlulkan suatu analisa yang menyeluruh dari brand Indra Bekti, yaitu analisa internal maupun analisa eksternal. Berdasarkan hal tersebut, akan dilakukan penilaian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan brand Indra Bekti, yang dapat dilihat dalam gambar berikut.

Gambar 2.1 Conceptual Framework2.2 Brand Audit Audit merek (brand audit) adalah sederet prosedur yang berfokus pada konsumen untuk menilai kesehatan merek, mengungkap sumber ekuitas mereknya, dan menyarankan cara untuk meningkatkan dan mengangkat ekuitasnya. Menurut Keller (2008:40) Brand Audit adalah pemeriksaan yang komprehensif untuk menilai kesehatan, sumber-sumber ekuitas dan memberikan saran untuk meningkatkan ekuitas merek tersebut. Brand audit terdiri dari 2 tahapan, yaitu:

1. Brand Inventory: kondisi internal dari suatu brand 2. Brand Explanatory : informasi yang dikumpulkan melalui survei untuk mengetahui pendapat konsumen terhadap merek tersebut

2.2.1 Brand Inventory (Analisa Internal) Menurut Keller (2008: 41) tujuan dari brand inventory adalah untuk menyediakan gambaran pengertian saat ini tentang bagaimana semua barang dan jasa dijual oleh perusahaan itu dipasarkan dan diberi merek. Menggambarkan setiap produk atau jasa membutuhkan semua asosiasi dari brand element yang diidentifikasi dan juga mendukung program pemasaran. Analisa internal dilakukan untuk mengetahui profil Indra Bekti dan bagaimana dia memposisikan dirinya di pasar saat ini. Dalam hal ini analisa yang akan dibahas adalah analisa mengenai segmentation, targeting, positioning (STP) serta bauran pemasaran atau yang dikenal dengan istilah marketing mix (4P).

2.2.1.1 Segmentation, Tergeting, Positioning (STP) Pada dasarnya strategi pemasaran memberikan arah dalam kaitannya dengan variabel-variabel seperti segmentasi pasar, identifikasi pasar sasaran, penetapan posisi, elemen bauran pemasaran dan biaya bauran pemasaran. Menurut Kotler & Keller (2009:292) Semua strategi pemasaran dibuat berdasarkan STP. Segmentation (Segmentasi), Targeting (Pembidikan), dan Positioning (Penetapan posisi). Tujuan pokok strategi STP adalah memposisikan suatu merek dalam benak konsumen sedemikian rupa sehingga merek tersebut memiliki keunggulan kompetitif berkesinambungan. STP merupakan inti dari strategi pemasaran (Kotler, 2003 : 268).

1. Segmentasi Segmentasi pasar adalah membagi-bagi pasar kedalam kelompok-kelompok pembeli khas berdasarkan kebutuhan karakteristik, atau perilaku yang mungkin membutuhkan produk atau bauran pemasaran yang terpisah (Kotler, 2006: 281).

Menurut Kotler dan Armstrong (2008: 172), Segmentasi Pasar (Market Segmentation) didefinisikan sebagai pembagian pasar menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil berdasarkan kebutuhan, karateristik, atau sifat yang membutuhkan produk dan strategi pemasaran masing-masing secara berbeda satu sama lain.

Beberapa tipe segmentasi pasar menurut Kotler & Armstrong (2008: 173-179) adalah:

a. Geografi (Geographic), sebagai contoh : negara, kota, benua.

b. Demografi (Demographic), sebagai contoh : umur, jenis kelamin, pendapatan.

c. Psikografi (Psychographic), sebagai contoh : kelas sosial, gaya hidup.

d. Sifat (Behavioral), sebagai contoh : skala penggunaan produk, keuntungan yang diinginkan dari produk, kesetiaan (loyalty) terhadap produk.

2. Target Definisi Targeting menurut Keegan & Green (2008: 220), adalah proses pengevaluasian segmentasi dan pemfokusan strategi pemasaran pada sebuah negara, propinsi, atau sekelompok orang yang memiliki potensi untuk memberikan respon. Sedangkan definisi target pasar (target market) menurut Kotler dan Armstrong (2008: 183), adalah sekelompok pembeli (buyers) yang memiliki kebutuhan atau karakteristik yang sama yang menjadi tujuan dari promosi perusahaan.

Berdasarkan segmentasi pasar Indra Bekti di atas, maka target pasar Indra Bekti adalah:

a. Jenis kelamin : Pria dan wanita

b. Kota : Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan (Kota-kota besar di Indonesia)

c. Usia : Segala jenis usia

d. Tingkat pendidikan : Semua tingkat pendidikane. Status : belum menikah, menikah, janda / duda

f. Gaya hidup : penonton televisi, pengguna internet

g. Pemilik event organizer, pemilik stasiun televisi dan radio, production house 3. Positioning Definisi Positioning menurut Kotler dan Keller (2006: 288), adalah suatu usaha perusahaan untuk memberikan gambaran (image) di dalam pikiran konsumen ketika melihat atau mendengar tentang produk atau brand dari perusahaan tersebut. Tujuan akhir dari Positioning ini adalah terbentuknya suatu proporsi nilai (value) sebuah produk pada seorang konsumen yang menciptakan suatu alasan meyakinkan mengapa mereka harus membeli produk tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Indra Bekti, positioning dari Indra Bekti sebagai presenter yang menghibur, lucu, akrab, dan kekonyolan-kekonyolan yang ia buat membuat penonton tak pernah jenuh. Dengan posisi seperti ini, Indra Bekti memberikan janji kepada konsumen bahwa Indra Bekti mampu membawakan sebuah program dengan cara yang seru.

Menurut Kotler (2006 :246 ) ciri-ciri dari segmen yang menguntungkan untuk menjadi target adalah :

a. Measurable. Ukuran, kemampuan membeli dan karakter-karakter dari segmen tersebut harus dapat diukur.

b. Substantial. Segmen tersebut harus cukup besar dan cukup menguntungkan bagi perusahaan untuk dimasuki.

c. Accessible. Segmen tersebut bisa dimasuki dan dilayani dengan efektif.

d. Differentiable. Segmen tersebut dapat dibedakan dan memberikan respon yang beda terhadap program dan bauran pemasaran dibandingkan dengan segmen lainnya.

e. Actionable. Adanya suatu program pemasaran yang efektif yang bisa diformulasikan untuk menarik dan melayani segmen tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, segmentasi presenter Indra Bekti dapat dikatakan sudah efektif. Hal ini dikarenakan secara ukuran segmentasi Indra Bekti luas dan masih profitable serta Indra Bekti dapat menjangkau keseluruhan segmentasi dari anak-anak, remaja, dewasa dan orang tua. Saat ini Indra Bekti hanya mengisi acara Ceriwis secara penuh, sedangkan acara lain seperti YKS, Fesbuker, Indonesia Lawak Klub hanya sebagai bintang tamu. Positioning presenter Indra Bekti sudah memiliki distinctive value sehingga konsumen dapat melihat perbedaan Indra Bekti dengan kompetitornya. Konsumen sudah yakin bahwa semua acara yang dibawakan oleh Indra Bekti akan membuat acara tersebut menjadi rame dan tidak membosankan. Indra Bekti menyadari bahwa dia dibayar untuk membuat acara menjadi enak ditonton untuk semua kalangan, sehingga Indra Bekti akan menampilkan penampilan yang maksimal dan tidak mengecewekan semua pihak. Kotler mengatakan positioning yang tidak jelas dan membuat konsumen bingung akan membuat sebuah brand tidak lagi menjadi pilihan utama konsumen (Kotler, 2003 : 299).

2.2.1.2 Analisa Bauran Pemasaran (4 P)

Untuk menyampaikan nilai (value) kepada konsumen, sebuah perusahaan harus mengembangkan sebuah sistem pemasaran yang terintegrasi. Menurut Kotler dan Armstrong (2008: 48), alat ini disebut sebagai Marketing Mix yang didefinisikan sebagai alat pemasaran taktis (tactical marketing tools) yang dapat dikendalikan, dan digunakan oleh organisasi untuk menghasilkan sebuah respon yang diinginkan oleh konsumen. Alat pemasaran ini dapat disimpulkan menjadi 4 variabel (4Ps) yaitu Product, Price, Place, Promotion.

1. Product (Produk) Saat ini brand portfolio dari Indra Bekti adalah :

a. TV presenter

b. Sony Music singer

c. Prambors radio announcer

d. MC

e. owner INBEK entertainmentDari segi penampilan, Indra Bekti saat ini bergaya funky layaknya anak muda seperti gambar berikut ini:

Gambar 2.2 Penampilan Indra Bekti Saat Ini

Berdasarkan brand portfolio Indra Bekti dapat disimpulkan bahwa Indra Bekti sudah secara jelas menentukan produk seperti apa yang ingin ditawarkan kepala konsumen. Indra Bekti merupakan artis serba bisa, sangat terkenal di dunia hiburan tanah air sebagai presenter, penyanyi, artis film, dan juga pelawak. Menurut Keller (2008), Points of Differences (POD) adalah atribut atau benefit dari suatu brand yang dapat diasosiasikan oleh konsumen dan tidak akan mereka temui pada brand kompetitor. Di tengah persaingan yang ketat Indra Bekti memiliki keunikan tersendiri dibandingkan artis yang lain.

2. Price (Harga) Harga (Price) merupakan sejumlah uang (biaya) yang harus dibayar oleh konsumen atas sebuah produk. Untuk kegiatan off-air Indra Bekti menetapkan harga antara Rp. 50.000.000,- sampai dengan harga Rp 65.000.000,- Sementara untuk kegiatan on-air di radio ataupun televisi tergantung kesepakatan dengan pihak radio ataupun stasiun televisi.

Harga yang ditawarkan Indra Bekti sudah memiliki added value karena konsumen merasakan adanya keunikan dalam diri Indra Bekti yaitu kocak, pintar, dapat membuat suasana menjadi ramai, apa adanya dan funky.

3. Place (Tempat atau Distribusi) Saat ini distribution channels untuk Indra Bekti masuk dalam manajemen yang dipimpinnya yaitu INBEK Plus Entertainmen. Kegiatan yang dilakukan melalui on-air, off-air dan media on-line. Kegiatan on-line melalui program televisi dan radio, sedangkan media on-line dilakukan melalui facebook, twitter, instagram.

Berdasarkan hal tersebut, distribution channel Indra Bekti masih bergantung pada media televisi dan radio dan juga kegiatan off-air saja. Indra Bekti memang secara aktif ada di media online seperti Twitter dan Facebook.

Saat ini placement dari Indra Bekti belum maksimal karena belum memanfaatkan media online secara maksimal dan juga media cetak seperti majalah. Setiap channel perlu ditingkatkan agar dapat menjangkau seluruh target secara lebih baik sehingga masyarakat tidak mudah melupakan Indra Bekti. 4. Promotion Promosi (Promotion) dapat diartikan sebagai sejumlah aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengkomunikasikan keunggulan atau manfaat dari produk mereka dan meyakinkan konsumen untuk membelinya (Kotler dan Armstrong, 2008: 48). Salah satu cara promosi dari personal branding adalah dengan sering tampil di televisi, radio ataupun media lainnya. Oleh karena itu, promosi Indra Bekti sangat bergantung pada kinerja manager dengan cara terus menjalin hubungan baik dengan pihak stasiun televisi, radio ataupun pemimpin media lainnya. Indra Bekti juga secara aktif ada di media online seperti Twitter dan Facebook tapi belum dipergunakan secara maksimal untuk mempromosikan kegiatan-kegiatan off-air yang dilakukan Indra Bekti. Kegiatan promosi yang dilakukan oleh Indra Bekti masih perlu ditingkatkan, yaitu dengan cara semakin sering tampil di televisi, radio, media cetak serta juga media online. Kegiatan off-air juga memegang peranan penting agar masyarakat terus percaya memakai jasa Indra Bekti sebagai presenter, oleh karenanya Indra Bekti perlu meningkatkan kegiatan on-air dan off-air. Media sosial seperti Twitter dan Facebook merupakan media yang efektif untuk menjalin hubungan yang interaktif dengan konsumen, oleh karenanya Indra Bekti masih perlu memaksimalkan media online dengan membangun portal yang bisa dijadikan wadah bagi para konsumen untuk mengenal Indra Bekti lebih dalam serta mengetahui kegiatan-kegiatan on-air serta off-air Indra Bekti. Portal ini pun bisa digunakan Indra Bekti untuk mendapatkan masukan dari konsumen dengan melakukan komunikasi interaktif dengan mereka. Berdasarkan uraian keempat variabel bauran pemasaran, yang harus menjadi fokus utama untuk ditingkatkan dan dibenahi adalah produk dan promosi. Indra Bekti perlu strategi yang jelas dan juga meningkatkan kualitas diri serta penampilan agar memiliki points of differences dibandingkan dengan kompetitornya. Semakin unik karakter yang ditonjolkan, maka konsumen akan lebih mudah untuk mengingat Indra Bekti. Sementara itu dari aspek promosi Indra Bekti harus semakin sering tampil di kegiatan on-air ataupun off-air agar bisa menjadi pilihan utama konsumen dalam mencari presenter yang berkualitas. Placement Indra Bekti pun perlu diperluas dengan menjangkau media cetak serta online. Dengan memperkuat dan memperluas channel akan meningkatkan brand equity Indra Bekti di mata konsumen.

2.2.2 Analisa Eksternal

Meskipun gambaran sebagian dari sebuah brand seperti yang diperlihatkan oleh brand inventory sangat berguna, persepsi konsumen yang sesungguhnya belum tentu terlihat dari persepsi konsumen yang direncanakan oleh program pemasaran. Jadi, langkah kedua dari brand audit adalah untuk menyediakan informasi detil mengenai apa yang konsumer pikir mengenai sebuah brand dengan menggunakan pengertian brand exploratory. Menurut Keller (2008: 43) brand exploratory adalah sebuah riset yang mengarah pada pengertian tentang apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh konsumer mengenai suatu brand dan sesuai dengan kategori produknya dalam rangka untuk mengidentifikasi sumber dari brand equity-nya.

2.2.2.1 Analisa Five Competitive Forces Ada 5 sisi yang harus dilihat dalam menganalisi kondisi persaingan yang ada menurut teori Five Competitive Forces dari Michael Porter, yakni persaingan dalam industri sejenis, ancaman pendatang baru, ancaman produk substitusi, kekuatan tawar menawar dari konsumen maupun supplier.Five Competitive Forces adalah konsep yang diperkenalkan oleh Michael E. Porter untuk analisa industri dan untuk mengembangkan strategi bisnis. Menurut Porter, strategi suatu perusahaan harus sesuai dengan peluang dan tantangan yang ada pada lingkungan eksternalnya (Wheelen dan Hunger, 2008: 82).

Terdapat 5 faktor eksternal yang mempengaruhi perubahan pada industri, yaitu kompetisi antara pesaing (rivalry among existing competitor), ancaman dari pemain baru (threat of new entrants), kekuatan dari produk atau jasa substitusi (threat of subtitutes products or services), kekuatan tawar menawar dari pembeli (bargaining power of buyers), dan kekuatan tawar menawar dari pemasok (bargaining power of supplier). Semakin tinggi ancaman dari setiap faktor, membuat sebuah perusahaan ataupun produk semakin sulit untuk meningkatkan harga serta mendapatkan profit yang tinggi. 2.2.2.2 Analisa Brand Equity Indra Bekti Menurut Kotler dan Keller (2009: 263), ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek dapat tercermin dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak dalam hubungannya dengan merek, dan juga harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan.Ekuitas merek dapat diartikan dengan kekuatan dari sebuah merek. Menurut Morgan (2000: 76), dari sisi perusahaan, melalui merek yang kuat perusahaan dapat mengelola aset-aset mereka dengan baik, meningkatkan arus kas, memperluas pangsa pasar, menetapkan harga premium, mengurangi biaya promosi, meningkatkan penjualan, menjaga stabilitas, dan meningkatkan keunggulan kompetitif.Costumer-based brand equity (CBBE) model adalah pendekatan brand equity dari perspektif konsumer (individual ataupun organisasi). Model ini berguna untuk memahami needs dan wants dari konsumer karena kekuatan dari suatu brand sangat tergantung pada apa yang dipikirkan oleh konsumen terhadap brand tersebut. Keller mendefinisikan CBBE sebagai efek berlainan yang muncul sebagai bentuk reaksi konsumer atas suatu brand (Keller, 2008:48). Oleh karena itu, suatu brand dikatakan memiliki CBBE yang positif ketika konsumer beraksi secara positif ketika brand tersebut melebarkan produk yang dipasarkan, tidak sensitif ketika harga dinaikan dan juga berusaha mencari brand ketika jalur distribusinya diperbaharui. CBBE model menggambarkan 4 tahap untuk dalam membangun brand yang selalu ditanyakan oleh konsumen secara implisit, yaitu: a. Brand Identity (siapakah kamu?)

b. Brand Meaning (apakah kamu?)

c. Brand Responses (apa saja yang saya pikirkan atau rasakan terhadap kamu?)

d. Brand Relationship (hubungan seperti apa yang saya dan kamu miliki?) Keempat tahap ini digambarkan dalam sebuh piramida CBBE sebagai berikut:

Gambar 2.3 Piramida CBBE (Keller, 2008:60)Untuk mengetahui kekuatan brand equity Indra Bekti terkini, maka dilakukan survei atau riset CBBE dari Indra Bekti. Berikut ini adalah hasil riset dari brand equity Indra Bekti.

1. Brand Salience Menurut Kotler dan Keller (2006: 262) Brand Selience berhubungan dengan aspek-aspek awareness dari sebuah brand, seperti seberapa sering dan mudah sebuah brand diingat dan dikenali dalam berbagai situasi pembelian atau konsumsi. Brand awareness memiliki beberapa tingkatan dari tingkatan yang paling rendah (tidak menyadari brand) sampai tingkatan yang paling tinggi yaitu Top of Mind, yang bisa digambarkan dalam sebuah piramida. Piramida brand awareness dari rendah sampai tingkat tertinggi adalah sebagai berikut:

Sumber: Durianto et al. (2004: 55)Gambar 2.4 Piramida Brand Awarenessa. Unware of Brand (tidak menyadari brand) adalah tingkat paling rendah dalam piramida brand awareness di mana konsumen tidak menyadari adanya suatu brand.

b. Brand Recognition (pengenalan brand) adalah tingkat minimal brand awareness, di mana pengenalan suatu brand muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall).

c. Brand Recall (pengingatan kembali brand) adalah pengingatan kembali brand tanpa bantuan (unaided recall).

d. Top of Mind (puncak pikiran) adalah brand yang disebutkan pertama kali oleh konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen, atau brand tersebut merupakan brand utama dari berbagai brand yang ada dalam benak konsumen.

Secara umum masyarakat mengenal Indra Bekti, tingkat keterkenalan Indra Bekti dalam tahap Brand Recall. Hal ini dikarenakan kemunculan Indra Bekti yang sudah mulai jarang di televisi. Saat ini hanya muncul dalam acara Ceriwis secara pernanen, sedangkan acara-acara lainnya hanya sebagai bintang tamu.

2. Brand Performance Menurut Kotler dan Keller (2006: 262) Brand Performance berhubungan dengan kemampuan produk dan jasa dalam memenuhi kebutuhan fungsional konsumen. Terdapat 5 atribut serta keuntungan yang biasanya ditemukan dalam brand performance, yaitu:

a. Bahan dasar utama dan fitur tambahan

b. Reability (konsistensi performa dari masa ke masa), durability (daya tahan suatu product), serviceability (kemudahan memperbaiki produk)

c. Efektifitas dan efisiensi pelayanan

d. Style dan design e. Harga Secara brand performance Indra Bekti terkenal presenter, artis film, dan juga pelawak. Selain menggeluti beberapa bidang di dunia hiburan, Indra Bekti juga mulai mengembangkan beberapa bisnis yang masih berhubungan dengan dunia keartisan. Mengawali karir sebagai seorang model, Bekti begitu jatuh cinta terjun ke dunia hiburan. Ia pun mulai merambah ke dunia tarik suara, presenter hingga bintang film. Dan puncaknya, Bekti kini mempunyai manajemen artis yang bernama Inbek Management.

3. Brand Imagery

Menurut Kotler dan Keller (2006: 262) Brand Imagery menyangkut extrinsic property produk dan jasa, termasuk cara brand dalam memenuhi kebutuhan psikologis atau sosial pelanggan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di mata konsumen Indra Bekti adalah sebagai presenter yang ramah, menyenangkan, kocak, dan ceria.

4. Brand Judgments Menurut Kotler dan Keller (2006: 263) Brand Judgement berfokus pada pendapat dan penilaian personal konsumen terhadap brand. Berdasarkan hasil riset, konsumen melihat Indra Bekti sebagai sebuah brand yang mudah untuk disukai karena dianggap menyenangkan, humoris, menarik dan ramah seperti yang dijelaskan sebelumnya pada brand performance dan juga brand imagery. 5. Brand Feelings Menurut Kotler dan Keller (2006: 263) Brand Feelings merupakan respon dan reaksi emosional konsumen terhadap brand. Loyalitas konsumen terhadap Indra Bekti masih kurang, hal ini dikarenakan masyarakat agak lupa dengan keberadaan Indra Bekti sebagai seorang presenter ataupun artis. Karena Indra Bekti jarang tampil di televisi dan sudah lama tidak membuat suatu gebrakan.6. Brand Resonance Menurut Kotler dan Keller (2006: 263) Brand Resonance mengacu pada karakteristik relasi yang dirasakan pelanggan terhadap brand sampai kepada perasaan dimana pelanggan merasa tersinkronisasi dengan brand. Ada empat kategori bentuk hubungan antara konsumen dengan brand, yaitu:

a. Behavioral loyalty (kondisi dimana konsumen sangat loyal pada brand tertentu, akan membeli brand tersebut kapanpun)

b. Attitudinal attachment (konsumen merasa ada hubungan yang spesial anatara dirinya dengan brand tertentu)

c. Sense of community (konsumen merasa adanya hubungan dengan para konsumen lain yang menggunakan brand yang sama)

d. Active engagement (konsumen senang merekomendasikan suatu brand pada orang lain dan juga selalu ingin mencari tahu lebih dalam mengenai brand tersebut)

Secara umum konsumen belum berada dalam tahap resonansi, hal ini ditandai dengan tidak adanya adanya komunitas penggemar Indra Bekti.

Penilaian secara keseluruhan atas model CBBE, bahwa konsumen sudah memiliki awareness akan tetapi belum memiliki informasi yang mendalam tentang Indra Bekti. Indra Bekti sudah berhasil memenuhi kebutuhan fungsional mereka yaitu dengan memberikan hiburan yang menarik dengan gaya khas funky layaknya anak muda baik dari segi tampilan maupun bicaranya. Hubungan yang tercipta antara Indra Bekti dengan konsumen masih belum terbangun secara mendalam, belum ada ikatan emosional yang muncul ketika konsumen melihat penampilan Indra Bekti yang menyebabkan loyalitas terhadap Indra Bekti pun masih rendah.2.2.3 Analisa SWOT

Menurut Kurtz (2008: 45), SWOT analisis adalah suatu alat perencanaan strategik yang penting untuk membantu perencana untuk membandingkan kekuatan dan kelemahan internal orgnisasi dengan kesempatan dan ancaman dari external. Analisa ini digunakan untuk memetakan kekuatan dan kelemahan Indra Bekti untuk menghadapi pesaing dengan melihat peluang dan ancaman yang ada. Berikut ini adalah analsia SWOT dari Indra Bekti:

1. Strength (Kekuatan) a. Presenter segala jenis segment dan mampu membuat suasana menjadi gembira

b. Berpengalaman dalam dunia artis lebih dari 15 tahunc. Artis multitalent

d. Memiliki manajemen artis

e. Pernah memenangkan Panasonic Award sebagai pembawa acara Talkshow Ceriwis2. Weaknesses (Kelemahan) a. Acara yang dibawakannya (Ceriwis) sudah membosankanb. Sudah jarang muncul di media Televisic. Belum memiliki strategi pemasaran produk dan juga kegiatan promosi yang masih kurang

d. Di mata konsumen Indra Bekti mulai dianggap kurang lucu3. Opportunity (Peluang) a. Tidak banyak presenter yang multitalent

b. Semakin banyaknya stasiun televisi secara otomatis banyak acara dan membutuhkan seorang presenter

c. Seorang artis yang mampu membuat buku tentang kehidupannya

4. Threats (Ancaman) a. Mulai tergeserkan oleh presenter muda dan mampu mengikuti kemauan konsumen

b. Sebagai pemilik manajemen artis, secara otomatis akan mengutamakan pekerjaan artis binaanyac. Tidak menjadi endorser produk apapun, sehingga jarang muncul di televisi

2.2.4 Akar Masalah Setelah melakukan analisa internal dan eksternal, maka akar masalah dari rendahnya brand equity Indra Bekti dapat ditentukan melalui metoda Kepner Tregoe, yaitu mencari akar masalah melalui 4 tahapan (kepner-tregoe.com,n.d):

1. Describe the problem (menjelaskan masalah yang ada)

2. Identify possible cause (melakukan identifikasi segala hal yang mungkin menjadi akar masalah)

3. Evaluate possible cause (melakukan evaluasi atas semua identifikasi yang dilakukan sebelumnya)

4. Confirm True Cause (menetapkan akar masalah)

Berdasarkan metoda Kepner Tregoe di atas, maka untuk menentukan akar masalah Indra Bekti dapat terlihat dalam gambar 2.5 berikut ini:

Gambar 2.5 Akar Masalah Indra BektiDescrible the problem:

Permintaan konsumen terhadap Indra Bekti

Identify possible cause and evaluate possible cause

Analisa STP:

Positioning tidak jelas

Analisa 4P:

Tidak ada strategi penjualan produk yang jelas

Tidak ada POD

Promosi kurang

Analisa 5 Porter:

Lima aspek ancaman tinggi

Analisa Brand Equitu:

Belum loyal

Belum ada ikatan emosional (resonansi)

Akar Masalah:

STP (Segmentasi, Target, Positioning) tidak jelas

Tidak memiliki POD

Kompetisi tinggi

Why?

Why?

Why?

Why?