bab ii tinjuan pustaka 2.1 sampah -...

16
6 BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Berdasarkan Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan (SNI 19-2454-2002), sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari bahan organik dan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Menurut Tchobanoglous (2002), sampah adalah material tidak berguna yang dihasilkan dari kegiatan manusia, sedangkan menurut Undang-Undang No 18 Tahun 2008 sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat. Menurut Damanhuri (2010), sampah adalah semua buangan yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan hewan yang berbentuk padat, lumpur, cair maupun gas yang dibuang karena tidak dibutuhkan atau tidak diinginkan lagi. Sampah dibedakan menjadi dua macam, yaitu sampah organik dan sampah non organik. Sampah dapat dihasilkan oleh berbagai sumber diantaranya rumah tangga, perkantoran, sekolah, pasar, dan tempat wisata. Jumlah sampah perkotaan akan meningkat seiring dengan pertumbuhan kehidupan sosial masyarakat. Penyediaan TPA harus menunjang semua sampah yang masuk sebagai tempat pengolahan sampah. Adanya penanganan dan pengolahan sampah yang optimal dari mulai sampah dari sumbernya hingga lahan yang tersedia sebagai pembuangan akhir merupakan permasalahan yang harus segera ditangani. Hal tersebut bertujuan agar pencemaran lingkungan akibat sampah dapat di kurangi yang dapat memberikan efek buruk bagi kehidupan masyarakat. 2.2 Sumber Sampah Sumber sampah sesuai Undang-Undang No.18 Tahun 2008 adalah asal timbulan sampah. Berdasarkan Peraturan Menteri PU No.3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Sarana dan Prasarana dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Sampah Rumah Tangga terdapat dua jenis sumber sampah yaitu :

Upload: vudung

Post on 05-Jun-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

6

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Sampah

Berdasarkan Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan

(SNI 19-2454-2002), sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari bahan

organik dan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar

tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan.

Menurut Tchobanoglous (2002), sampah adalah material tidak berguna yang

dihasilkan dari kegiatan manusia, sedangkan menurut Undang-Undang No 18

Tahun 2008 sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam

yang berbentuk padat. Menurut Damanhuri (2010), sampah adalah semua buangan

yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan hewan yang berbentuk padat, lumpur,

cair maupun gas yang dibuang karena tidak dibutuhkan atau tidak diinginkan lagi.

Sampah dibedakan menjadi dua macam, yaitu sampah organik dan sampah non

organik. Sampah dapat dihasilkan oleh berbagai sumber diantaranya rumah

tangga, perkantoran, sekolah, pasar, dan tempat wisata. Jumlah sampah perkotaan

akan meningkat seiring dengan pertumbuhan kehidupan sosial masyarakat.

Penyediaan TPA harus menunjang semua sampah yang masuk sebagai tempat

pengolahan sampah. Adanya penanganan dan pengolahan sampah yang optimal

dari mulai sampah dari sumbernya hingga lahan yang tersedia sebagai

pembuangan akhir merupakan permasalahan yang harus segera ditangani. Hal

tersebut bertujuan agar pencemaran lingkungan akibat sampah dapat di kurangi

yang dapat memberikan efek buruk bagi kehidupan masyarakat.

2.2 Sumber Sampah

Sumber sampah sesuai Undang-Undang No.18 Tahun 2008 adalah asal

timbulan sampah. Berdasarkan Peraturan Menteri PU No.3 Tahun 2013 tentang

Penyelenggaraan Sarana dan Prasarana dalam Penanganan Sampah Rumah

Tangga dan Sejenis Sampah Rumah Tangga terdapat dua jenis sumber sampah

yaitu :

7

Sampah Rumah Tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari

dalam rumah tangga, yang tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.

Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga adalah sampah rumah tangga yang

berasal dari kawasan kommersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas

sosial, fasilitas umum dan/atau fasilitas lainnya.

Undang-Undang No 18 Tahun 2008 sumber sampah adalah asal timbulan

sampah. Menurut Damanhuri (2010), sumber sampah yang berasal dari rumah

tinggal merupakan sampah yang dihasilkan dari kegiatan atau lingkungan rumah

tangga atau sering disebut dengan istilah sampah domestik. Menurut Direktur

Pengembangan PLP (2011), sumber sampah dapat diklasifikasikan sebagai

sumber sampah yang berasal dari daerah perumahan, komersial, umum, dan

sosial. Sumber sampah yang berasal dari perumahan dibagi atas perumahan

masyarakat berpenghasilan tinggi, perumahan masyarakat berpenghasilan

menengah, dan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah. Sumber sampah

dari daerah komersial adalah sumber sampah yang berasal dari kawasan

perniagaan, dan hiburan. Sumber sampah dari umum adalah sampah yang berasal

dari sarana/prasarana perkotaan yang digunakan untuk kepentingan umum.

Sedangkan sumber sampah sosial adalah sampah yang dihasilkan dari

sarana/prasarana perkotaan yag digunakan untuk kepentingan sosial atau bersifat

sosial.

Menurut Diktat Kuliah Teknik Lingkungan Enri Damanhuri 2010, sumber

sampah adalah :

Berasal dari penghasil sampah seperti pasar, rumah tangga, pertokoan

(kegiatan komersial/perdagangan), penyapu jalan, taman, atau tempat umum

lainnya, dan kegiatan lain seperti dari industri dengan limbah sejenis sampah.

Sampah yang dihasilkan manusia sehari-hari kemungkinan mengandung

limbah berbahaya, seperti sisa baterai, sisa oli/minyak rem mobil, sisa bekas

pemusnah nyamuk, sisa biosida tanaman, dsb.

Berdasarkan Diktat Pengolahan Sampah Enri Damanhuri FTSL ITB 2008,

penanganan sampah pada Landfill tradisional (Sanitary Landfill) memiliki

penjelasan sebagai berikut :

8

Cara yang dikenal di Indonesia

Sampah diletakkan lapis per lapis (0,5 m – 0,6 m) sampai ketinggian 1,2 m -1,5

m.

Urugan sampah membentuk sel-sel dan membutuhkan operasi alat berat agar

penimbunan bisa teratur.

Kepadatan sampah dicapai dengan alat berat biasa (loader atau dozer) dan

mencapai 0,6 – 0,8 ton/m3.

Membutuhkan penutupan harian 10 cm – 30 cm, paling tidak dalam 48 jam.

Kondisi di lapisan (lift) teratas bersifat aerob (ada oksigen), sedangkan di

bagian bawah anaerob (tidak ada oksigen) sehinggan dihasilkan gas metan.

2.3 Timbulan Sampah

Menurut Perda Kabupaten Malang No. 10 Tahun 2012 tentang Pengelolaan

Sampah, timbulan sampah adalah sampah yang timbul (terkumpul) pada suatu

wilayah tertentu. Timbulan sampah menurut Undang-Undang No 18 Tahun 2008

adalah setiap orang dan atau akibat proses alam yang menghasilkan sampah

sehingga menghasilkan timbulan sampah.

Dalam menentukan timbulan sampah di Indonesia, khususnya di Kabupaten

Malang penerapan satuan volume timbulan sampah dapat menimbulkan kesalahan

dalam interpretasi karena terdapat faktor kompaksi yang harus diperhitungkan

(Damanhuri, 2010). Faktor kompaksi itu sendiri terjadi akibat terbebaninya

lapisan akibat sedimen yang berada di atasnya, sehingga menyebabkan hubungan

antar butir menjadi lebih dekat dan juga air yang terkandung dalam pori-pori

lapisan tertekan keluar (Wikipedia.org),

Menurut Damanhuri (2010), timbulan sampah adalah banyaknya sampah

dalam satuan berat : kilogram per orang per hari (Kg/Orang/Hari) atau kilogram

per meter-persegi bangunan perhari (Kg/m2/h) atau kilogram per tempat tidur per

hari (Kg/bed/hari), dalam satuan volume: liter/orang/hari (L/Orang/hari), liter per

meter-persegi bangunan per hari (L/m2/hari), liter per tempat tidur perhari

(L/bed/hari). Menurut Direktur Pengembangan PLP (2011), timbulan sampah

merupakan jumlah volume sampah yang dihasilkan perkapita. Banyaknya sampah

9

yang dihasilkan dalam satuan berat (kilogram per orang per hari, atau kilogram

per tempat tidur per hari) dan dalam satuan volume (liter/orang/hari, liter/m2/hari.

Dari timbunan sampah tersebut maka dapat diperoleh jumlah volume sampah di

Kabupaten Malang perharinya, sehingga dapat diketahui jumlah sampah

pertahunnya. Selain itu timbunan sampah dapat digunakan untuk mengetahui

tingkat pelayanan di Kabupaten Malang.

Berdasarkan Diktat Kuliah Enri Damanhuri TL-3104 (Versi 2010), rata-rata

timbulan sampah biasanya akan bervariasi dari hari ke hari, antara satu daerah

dengan daerah lainnya, dan antara satu negara dengan negara lainnya. Variasi ini

terutama disebabkan oleh perbedaan, antara lain :

Jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhannya.

Tingkat hidup: makin tinggi tingkat hidup masyarakat, makin besar timbulan

sampahnya.

Musim: di negara Barat, timbulan sampah akan mencapai angka minimum

pada musim panas.

Cara hidup dan mobilitas penduduk.

Iklim: di negara Barat, debu hasil pembakaran alat pemanas akan bertambah

pada musim dingin.

Cara penanganan makanannya.

Timbulan sampah baik untuk sekarang mupun dimasa mendatang

merupakan dasar dari perncanaan,perancangan,dan pengkajian sistem pengelolaan

persampahan. Apabila pengamatan lapangan belum tersedia, maka untuk

menghitung besaran sistem, dapat digunakan angka timbulan sampah sebagai

berikut (Damanhuri,2010) :

1. Satuan timbulan sampah kota besar = 2-2,5 l/orang/hari, atau 0,4-0,5

kg/orang/hari.

2. Satuan timbulan sampah kota sedang/kecil = 1,5 -2 l/orang/hari, atau 0,3-0,4

kg/orang/hari.

Kabupaten Malang masuk ke dalam kota besar. Untuk itu sebagai acuan

dalam memperkirakan volume sampah dapat digunakan sebesar 0,4 - 0,5

kg/orang/hari.

10

Volume timbulan sampah rata-rata perkapita perhari menurut Direktur

Pengembangan PLP (2011), dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :

Timbulan sampah perkapita

V = 𝑽𝒔

𝒑

Dengan :

V = Volume timbulan sampah per orang (m³/orang/hari)

Vs = Total Volume sampah yang terkumpul (m³ /hari)

P = Jumlah Penduduk (orang)

Volume sampah = jumlah penduduk x timbulan sampah perkapita (kg)

Volume sampah pasar dll = 10% x jumlah sampah penduduk asli

Volume sampah total = volume sampah + volume sampah pasar dll

Adapun untuk memproyeksikan volume sampah harian digunakan

pendekatan sebagai berikut :

Qn = Pn x V

Dimana:

Qn = Timbulan Sampah per hari pada tahun ke n.

Pn = Jumlah penduduk pada tahun ke n.

V = Volume timbulan sampah rata-rata per orang per hari.

Jumlah pertumbuhan penduduk pada tahun 2016 dan 2026 dapat dihitung

dan diprediksi menggunakan beberapa metode, menurut Direktur Pengembangan

PLP (2011), metode tersebut adalah sebagai berikut:

a. Metode Aritmatik mengasumsikan bahwa jumlah penduduk pada masa depan

akan bertambah dengan jumlah yang sama setiap tahun, formula yang

digunakan pada metode ini adalah sebagai berikut:

Pn = Po (1 + r dn )

Dimana :

Pn = jumlah penduduk di tahun ke n

Po = jumlah penduduk pada tahun awal

r = laju pertumbuhan penduduk

dn = periode waktu antara tahun dasar dan tahun n (dalam tahun)

11

b. Metode Geometrik mengasumsikan bahwa jumlah penduduk akan bertambah

secara geometrik menggunakan dasar perhitungan bunga majemuk, laju

pertumbuhan penduduk dianggap sama untuk setiap tahun, berikut formula

yang digunakan pada metode ini adalah :

Pn = Po (1 + r )dn

Dimana :

Pn = jumlah penduduk di tahun ke n

Po = jumlah penduduk pada tahun awal

r = laju pertumbuhan penduduk

dn = periode waktu antara tahun dasar dan tahun n (dalam tahun)

c. Metode Least Square adalah pertumbuhan jumlah penduduk secara terus-

menerus setiap hari dengan angka pertumbuhan konstan, berikut formula

yang digunakan pada metode ini adalah :

Y = a + bx

Dimana :

Y = nilai variabel berdasarkan garis regresi

a = konstanta

b = koefisien arah regresi linear

x = variabel independen

Pengambilan jumlah sampel sampah untuk mengetahui jumlah sampah yang

dihasilkan per orang per harinya dapat digunakan cara sebagai berikut:

S = Cd x √𝑃𝑠

Dimana :

S = jumlah contoh (jiwa)

Cd = koefisien perumahan

Ps = populasi (jiwa)

K = S : N

Dimana :

K = jumlah contoh (KK)

N = jumlah jiwa per keluarga ( 5 orang )

12

2.4 Tingkat Pelayanan Pengumpulan Sampah

Di Kabupaten Malang masih banyak ditemui tumpukan sampah yang tidak

pada tempatnya dan dibuang di badan sungai. Minimnya pengetahuan masyarakat

tentang dampak dari sampah berakibat berkurangnya sikap peduli dan empati

pada lingkungan sekitar. Paradigma pengelolaan sampah yang digunakan kumpul-

angkut-buang merupakan andalan utama sebuah kota dalam menyelesaikan

masalah sampahnya berupa pemusnahan dengan landfilling pada sebuah TPA.

Pemerintah menyadari bahwa permasalahan sampah telah menjadi permasalahan

nasional yang harus segera dicari solusinya. Tiap kota-kota di seluruh wilayah

Indonesia menghadapi masalah persampahan.

Proporsi pelayanan sampah di Indonesia disajikan pada Tabel 2.1.

Meningkatnya pembangunan kota, pertambahan penduduk, meningkatnya

aktifitas dan tingkat sosial ekonomi masyarakat khususnya di Kabupaten Malang

akan berdampak terhadap meningkatnya volume timbulan sampah yang dihasikan

masyarakat dari hari ke hari dengan segala upaya pengolahan sampah yg tepat.

Tabel 2.1 Proporsi pelayanan sampah di Indonesia

Pulau Penduduk

(juta-jiwa)

Penduduk

dilayani

(juta-jiwa)

% Penduduk

Dilayani

Sumatera 49,3 23,5 48

Jawa 137,2 80,8 59

Bali dan Nusa Tenggara 12,6 6,0 47

Kalimantan 12,9 6,0 46

Sulawesi, Maluku, dan Papua 20,8 14,2 68

Total 232,7 130,3 56

Sumber: Damanhuri, 2010

Kondisi sarana dan prasarana pengelolaan sampah yang terbatas sehingga

permasalahan sampah semakin hari semakin kompleks dan diperlukan dana yang

tidak sedikit dalam pengelolaan sampah tersebut. Oleh karena itu, pemerintah

13

wajib memberikan anggaran dana lebih untuh pengoptimalan TPA di seluruh

Indonesia

Di samping itu masalah yang sering muncul dalam proses penanganan

sampah juga meliputi masalah biaya operasional yang tinggi dan semakin sulitnya

ruang yang pantas untuk pembuangan sampah di TPA. Sebagai akibat biaya

operasional yang tinggi, kebanyakan TPA di Indonesia hanya mampu

mengumpulkan dan membuang, sebagian besar ditangani dan dibuang dengan

cara yang tidak saniter, boros dan mencemari lingkungan sekitar pembuangan

sampah.

Tingkat pelayanan digunakan untuk mengukur keefektifan pengangkutan

sampah dari sampah yang dihasilakan perkapita sampai ke TPA. Tingkat

pelayanan TPA menurut Direktur Pengembangan PLP (2011), dapat dihitung

dengan menggunakan cara sebagai berikut:

Tingkat pelayanan = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖 𝑎𝑛𝑔𝑘𝑢𝑡

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑘𝑎𝑛 x 100%

2.5 Pengelolaan dan Penanganan sampah

Pengelolaan sampah di Kabupaten Malang telah mempunyai payung hukum

yaitu Perda No.10 Tahun 2012 tentang Pengelolaan sampah dan Perda No.10

Tahun 2010 tentang Retribusi Jasa Umum (termasuk retribusi sampah).

Pengelolaan sampah menurut Undang-Undang No 18 tahun 2008 adalah kegiatan

yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan

dan penanganan sampah. Menurut Direktur Pengembangan PLP (2011),

pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang bersangkut paut dengan

pengendalian timbulnya sampah, pengumpulan, transfer, dan transportasi,

pengolahan dan pemrosesan akhir atau pembuangan sampah, dengan

mempertimbangkan faktor kesehatan lingkungan, ekonomi, teknologi, konservasi,

estetika, dan faktor-faktor lingkungan lainnya yang erat kaitannya dengan respon

masyarakat.

14

Aspek-aspek pengelolaan sampah dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Aspek-Aspek Pengelolaan Persampahan

(Sumber: Direktur Pengembangan PLP 2011)

Menurut Direktur Pengembangan PLP (2011), ada dasarnya pengelolaan

sampah dilihat sebagai komponen-komponen yang saling mendukung antara satu

dengan yang lain, yang memiliki tujuan terciptanya lingkungan yang sehat dan

bersih. Pola penanganan sampah dari tiap-tiap sumber sampah perlu terlebih

dahulu diketahui karakteristik dari sampah yang ada sehingga pola penanganan

yang dipilih akan lebih tepat dan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Pola

pengelolaan persampahan yang ada meliputi: pewadahan, pengumpulan,

pengangkutan, dan pembuangan akhir.

Sedangkan menurut UU No.18 Tahun 2008, sistematika pengelolaan

sampah memiliki kesinambungan meliputi pengurangan dan penanganan sampah.

Kegiatan pengurangan meliputi:

a. Pembatasan timbulan sampah

b. Pendauran ulang sampah; dan/atau

c. Pemanfaatan kembali sampah

Aspek Teknis

Operasional

Aspek Peran

Serta Masyarakat

Aspek Hukum dan

Peraturan

Aspek

Organisasi

Aspek

Pembiayaan

Pengelolaan

Limbah Padat

15

Untuk kegiatan penanganan sampah menurut UU No.18 Tahun 2008

meliputi:

a. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan

jenis, jumlah dan/atau sifat sampah;

b. Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber

sampah ke tempat penampungan sampah (TPS) atau tempat pengolahan

sampah ke tempat penampungan sementara (TPS 3R), atau tempat pengolahan

sampah terpadu;

c. Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari

tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah

3R terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir (TPA) atau tempat pengolahan

sampah terpadu (TPST);

d. Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi,dan jumlah

sampah; dan/atau

e. Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu

hasil pengolahan sebelumnyake media lingkungan secara aman.

2.6 Metode

Pengurukan sampah sangat penting sebagai pemrosesan akhir sampah untuk

mengurangi timbunan sampah di Kabupaten Malang terutama di 7 kecamatan

yang dilayani oleh TPA Talangagung Kecamatan Kepanjen yang dari tahun ke

tahun terus meningkat. Metode pengurukan sampah yang digunakan adalah :

2.6.1 Controlled Landfill

Menurut Diktat Kuliah Pengolahan Sampah Enri Damanhuri (2010), Di

Indonesia dikenal terminologi Controlled Landfill atau lahan urug terkendali.

Controlled Landfill merupakan metode pembuangan sampah yang lebih

berkembang dibanding open dumping, tetapi belum sebaik sanitary landfill.

Perbaikan atau peningkatan antara lain dengan kegiatan penutupan sampah secara

berkala. Bila dalam sanitary landfill diinginkan adanya penutupan harian, dan

pada open dumping urugan sampah sama sekali tidak dilakukan, maka controlled

landfill penutupan ditunda sampai 5-7 hari, sesuai dengan siklus hidup lalat.

Namun terminologi controlled landfill ini kerap disalah artikan, bila secara

16

berkalasebuah TPA sudah menerapkan penutupan, maka itu dianggap sebagai

controlled landfill.

Metode controlled landfill ini memiliki kelebihan dan kekurangan, di

antaranya (Damanhuri, 2010),

Kelebihan controlled landfill :

Dampak terhadap lingkungan dapat diperkecil.

Lahan dapat digunakan kembali setelah selesai dipakai.

Estetika lingkungan cukup baik.

Kekurangan controlled landfill :

Operasi lapangan relatif lebih sulit.

Biaya investasi, operasi, perawatan cukup besar.

Memerlukan personalia lapangan yang cukup terlatih.

2.7 Kebutuhan Lahan

2.7.1 Prediksi Kebutuhan Lahan

Kebutuhan lahan merupakan hal yang harus direncanakan dengan baik.

Volume sampah yang terus meningkat membutuhkan lahan yang cukup juga

untuk menampung sampah tersebut. Kebutuhan lahan menurut Direktur

Pengembangan PLP (2011), dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

Kebutuhan Lahan (m2/tahun) =

volume sampah x 365 hari/tahun

kedalaman sampah terkompaksi

Dimana :

Volume sampah (m3/hari) =

sampah yang dihasilkan ton/hari x 1000 kg/ton

massa jenis sampah terkompaksi

Sampah yang dihasilkan (ton/hari) =

populasi penduduk x sampah yang dihasilkan Kg/perkapita hari

1000 Kg/ton

17

2.7.2 Nilai Guna Usia Lahan

Nilai guna usia lahan dapat dihitung dengan cara sebagai berikut

Usia lahan dengan ketinggian rencana 10 meter (lahan kosong).

Usia guna lahan = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑘𝑎𝑛

𝑘𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛

Usia lahan dengan ketinggian rencana 4 meter (lahan aktif).

a. Volume yang dihasilkan = volume sampah yang masuk

massa jenis sampah terkompaksi

Massa jenis sampah terkompaksi = 1.000 Kg/m3 (Damanhuri 2010)

b. Kebutuhan lahan (m3/tahun) =

luas lahan yang dibutuhkan perharix 365 hari

tinggi rencana tumpukan sampah

c. Usia guna lahan tahun = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑘𝑎𝑛

𝑘𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛

2.8 Alat Berat

Alat berat digunakan untuk membantu manusia dalam melakukan pekerjaan

pembangunan suatu struktur bangunan (Rostiyanti 2014). Fungsi alat berat yang

digunakan di TPA terdiri dari 3 fungsi utama yaitu :

1. Pembuangan, penumpukan, penyebaran, perataan, pemadatan, dan

pengurukan sampah dengan tanah urukan adalah pekerjaan utama dari

Traktor Roda Rantai, Loader Roda Rantai, Kompaktor pemadatan sampah.

2. Peralatan berat yang menangani tanah urukan sampah akan melakukan

pengurukan sampah dengan tanah setiap hari. Bila pengurukan tanah

menjadi pekerjaan utama alat berat, maka pemilihannya dapat dilakukan

dengan memilih alat-alat berat khusus yang dilengkapi dengan peralatan

pengurukan tanah.

3. Alat-alat pendukur termasuk didalamnya Motor Grader, Back Hoe Loader,

Hydraulic Excavator, Mobil tangki air, Air compressor, Mobil service,

Pompa Air, Generating Set dan lain lainnya, perlu diadakan sebagai alat

bantu TPA.

Alat berat yang biasa digunakan dalam pengurukan sampah adalah

excavator, bulldozer dan wheel loader.

18

Excavator digunakan untuk memindahkan dan mengumpulkan sampah yang

turun dari dump truck namun dengan jarak yang pendek, bulldozer digunkan

untuk memindahkan sampah yang telah di kumpulkan excavator untuk

dipindahkan dengan jarak yang lebih jauh, sedangkan vibra compactor digunakan

untuk memadatkan sampah yang telah di kumpulkan bulldozer dan excavator.

Alat berat yang digunakan TPA Talangagung adalah 2 unit excavator. Alat berat

tersebut dioperasikan secara masimal selama 6 jam/hari.

Produktivitas alat berat adalah perbandingan antara hasil yang dicapai

dengan seluruh sumber daya yang digunakan. Faktor yang mempengaruhi

produktivitas alat berat adalah kapasitas dan waktu siklus alat menurut Rostiyanti

(2014). Secara umum produktivitas alat dapat dihitung dengan menggunakan cara

sebagai berikut :

Produktivitas alat = 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠

𝐶𝑇

Produktivitas alat = 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑥 60

𝐶𝑇 𝑥 𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖

Untuk produktivitas alat berat yang digunakan di TPA Talangagung

Kepanjen memiliki rumusan sebagai berikut:

2.8.1 Excavator

Excavator adalah alat serba guna yang digunakan untuk menggali tanah,

memuat material ke dump truck, mengangkat material, mengikis tebing, dan

meratakan (Buntarto, 2016). Produktivitas dari excavator dapat dihitung dengan

cara sebagai berikut:

Produktivitas (m3/jam) = 𝑉 𝑥

60

𝐶𝑇 𝑥 𝑆𝑥 𝐵𝐹𝐹 𝑥 𝑒𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖

Dimana CT = waktu siklus

S = faktor koreksi untuk kedalaman dan sudut putar

Tabel mengenai waktu siklus (Tabel 2.2), faktor koreksi (Tabel 2.3), dan BFF

(Tabel 2.4) adalah sebagai berikut :

19

Tabel 2.2 Waktu Siklus Backhoe

Jenis Material Ukuran Alat

£ 0,76 m3

0,94 – 1,72 m3 1,72 m

3

Kerikil, pasir, tanah organik 0,24 0,30 0,40

Tanah, Lempung lunak 0,30 0,375 0,50

Batuan, lempung keras 0,375s 0,462 0,60

Sumber: Rostiyanti (2014)

Tabel 2.3 Faktor Koreksi (S) untuk Kedalaman dan Sudut Putar

Kedalaman penggalian

(% dari maksimal)

Sudut Putar (o)

45 60 75 90 120 180

30 1,33 1,26 1,21 1,15 1,08 0,95

50 1,28 1,21 1,16 1,10 1,03 0,91

70 1,16 1,10 1,05 1,00 0,94 0,83

90 1,04 1,00 0,95 0,90 0,85 0,75

Sumber: Rostiyanti (2014)

Tabel 2.4 Faktor Koreksi BFF untuk Alat Gali

Material BFF (%)

Tanah dan tanah organic 80 – 110

Pasir dan kerikil 90 – 100

Lempung keras 65 – 95

Lempung basah 50 – 90

Batuan dengan peledakan buruk 40 – 70

Batuan dengan peledakan baik 70 – 90

Sumber: Rostiyanti (2014)

2.8.2 Dump Truck

Dump truck merupakan kendaraan yang digunakan untuk mengangkut material

kontruksi maupun yang lain. Dump truck dapat memindahkan material pada jarak

menengah sampai jarak jauh (500-up). Isi muatannya diisikan oleh alat pemuat,

20

sedangkan untuk membongkar muatannya alat berat ini dapat bekerja sendiri

dengan mengangkat bagian bak dengan menggunakan teknologi hidrolik (Ahmad

Kholil, 2012). Produktivitas dari dump truck dapat dihitung dengan cara sebagai

berikut :

Jarak sampah yang dipindahkan = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘

𝐿𝑜𝑎𝑑 𝐹𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟

Jumlah pengangkutan oleh dump truck :

= Berat kosong + (berat jenis tanah x berat maksimal)

Waktu siklus = t1 + t2 + t3 + t4

Produktivitas Kecepatan Truk = 𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑥 60

𝐶𝑇 𝑥 𝐽𝑜𝑏 𝑒𝑓𝑓

Jumlah truk = Produktivitas bak dump truck / Produktivitas Truk

2.9 Biaya Pengoperasian Alat Berat

Biaya pengoperasian alat berat akan muncul setiap alat berat tersebut

digunakan. Biaya tersebut meliputi bahan bakar, pelumas, perawatan, dan

perbaikan alat berat. Selain beberapa hal tersebut dalam biaya penggunaan alat

berat tersebut meliputi pengadaan dan pengembalian alat berat. Untuk mendapat

biaya total penggunaan alat berat dilakukan beberapa langkah yaitu penentuan

biaya.

2.9.1 Bahan Bakar Alat Berat

a. Bahan Bakar

Bensin : konsumsi BBM perjam = 0.06 x HP x eff

Solar : konsumsi BBM perjam = 0.04 x eff (Rostiyanti, 2014)

b. Pelumas

Konsumsi pelumas perjam = Qp = 𝑓 x ℎ𝑝 x 0.006

7.4+

c

𝑡 (Rostiyanti, 2014)

Dimana f = faktor pengoperasian

hp = horse – power

c = kapasitas crankcase

t = lama penggunaan pelumas

21

c. Perawatan Alat Berat

Biaya perawatan perjam = harga alat : 5 (dikalikan asumsi pemeliharaan

dari deperesiasi) (Rostiyanti, 2014)

d. Biaya Kepemilikan Alat Berat (Rosiyanti, 2014)

A = P (A I P,i%,n)

Jika nilai sisa alat diperhitungkan, maka nilai S pun diubah menjadi nilai

tahunan dan rumusnya adalah :

A = P(𝑖(1+𝑖)ˆ𝑛

(1+𝑖)ˆ𝑛−1) – s(

𝑖

(1+𝑖)ˆ𝑛−1)

Atau jika menggunakan simbol yang ada maka rumusnya adalah :

A = P( A I P, i%, n) - S(A I F, i%,n )

Untuk menghitung biaya kepemilikan tahunan tanpa memperhitungkan

bunga ditentukan oleh rumus :

A = 𝑃 (𝑛+1)

2𝑛ˆ2

Jika nilai sisa diperhitungkan :

A = (𝑃(𝑛+1)+ 𝑆(𝑛−1)

2𝑛ˆ2)

Biaya pengoperasian = BBM + Pelumas + pemeliharaan dan perawatan

+ Gemuk

Biaya total/jam = total biaya pengoperasian + biaya kepemilikan perjam