bab ii tinjauanpustaka 2.1. ergonomi 2 ... -...

32
5 BAB II TINJAUANPUSTAKA 2.1. Ergonomi 2.1.1. Definisi Ergonomi Ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu “ergon” berarti kerja dan “nomos” berarti hukum alam, dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan perancangan dan desain (Nurmianto, 1996). Fokus ergonomi melibatkan tiga komponen utama yaitu manusia, mesin dan lingkungan yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya.Interaksi tersebut menghasilkan suatu sistem kerja yang tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya yang dikenal dengan istilah worksystem (Bridger, 2003). Maksud dan tujuan disiplin ergonomi adalah mendapatkan pengetahuan yang utuh tentang permasalahan-permasalahan interaksi manusia dengan lingkungan kerja, selain itu ergonomi memiliki tujuan untuk mengurangi tingkat kecelakaan saat bekerja dan meningkatkan produktifitas dan efisiensi dalam suatu proses produksi. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas kerja secara keseluruhan menjadi lebih baik (Tarwaka, 2004). Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah: 1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja. 2. Meningkatkan kesejahteraan social melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produksi.

Upload: truongthuy

Post on 03-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5

BAB II

TINJAUANPUSTAKA

2.1. Ergonomi

2.1.1. Definisi Ergonomi

Ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu “ergon” berarti kerja dan

“nomos” berarti hukum alam, dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek

manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi,

psikologi, engineering, manajemen dan perancangan dan desain (Nurmianto, 1996).

Fokus ergonomi melibatkan tiga komponen utama yaitu manusia, mesin dan

lingkungan yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya.Interaksi tersebut

menghasilkan suatu sistem kerja yang tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan

yang lainnya yang dikenal dengan istilah worksystem (Bridger, 2003).

Maksud dan tujuan disiplin ergonomi adalah mendapatkan pengetahuan

yang utuh tentang permasalahan-permasalahan interaksi manusia dengan

lingkungan kerja, selain itu ergonomi memiliki tujuan untuk mengurangi tingkat

kecelakaan saat bekerja dan meningkatkan produktifitas dan efisiensi dalam suatu

proses produksi. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk

menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik

dalam beraktivitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia

baik fisik maupun mental sehingga kualitas kerja secara keseluruhan menjadi lebih

baik (Tarwaka, 2004). Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah:

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan

cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental,

mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

2. Meningkatkan kesejahteraan social melalui peningkatan kualitas kontak sosial,

mengelola dan mengkordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan

jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak

produksi.

6

3. Meciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu teknis,

ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan

sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi. (Tarwaka,

2004)

2.1.2. Manfaat Ergonomi

Menurut Pheasant (2003) ada beberapa manfaat ergonomi antara lain :

1. Peningkatan hasil produksi, yang berarti menguntungkan secara ekonomi.Hal

ini antara lain disebabkan oleh:

a. Efisiensi waktu kerja yang meningkat.

b. Meningkatnya kualitas kerja.

c. Kecepatan pergantian pegawai (labour turnover) yang relatif rendah.

2. Menurunnya probabilitas terjadinya kecelakaan yang berarti:

a. Dapat mengurangi biaya pengobatan yang tinggi. Biaya untuk pengobatan

lebih besar daripada biaya untuk pencegahan.

b. Dapat mengurangi penyediaan kapasitas untuk keadaan gawat darurat.

3. Dengan menggunakan antropometri dapat direncanakan atau didesain:

a. Pakaian kerja

b. Workspace

c. Lingkungan kerja

d. Peralatan atau mesin

e. Consumer product

2.1.3. Prinsip Ergonomi

Ergonomi merupakan ilmu yang mempelajari keserasian kerja dalam suatu

sistem (worksystem). Sistem ini terdiri dari manusia, mesin dan lingkungan kerja

(Bridger, 2003). Pada penerapannya jika pekerjaan menjadi aman bagi pekerja atau

manusia dan efisiensi kerja meningkat maka tercapai kesejahteraan

manusia.Keberhasilan aplikasi ilmu ergonomi dilihat dari adanya perbaikan

7

produktivitas, efisiensi, keselamatan dan diterimanya sistem desain yang dihasilkan

(mudah, nyaman dan sebagainya) (Pheasant, 1999).

Ergonomi dapat digunakan dalam menelaah sistem manusia dan produksi

yang kompleks yang berlaku dalam industri sektor informal. Dengan mengetahui

prinsip ergonomi tersebut dapat ditentukan pekerjaan apa yang layak digunakan

agar mengurangi kemungkinan keluhan dan menunjang produktivitas. Penerapan

ergonomi dapat dilakukan melalui dua pendekatan (Anies, 2005), diantaranya

sebagai berikut:

1. Pendekatan Kuratif

Pendekatan ini dilakukan pada suatu proses yang sudah atau sedang

berlangsung. Kegiatannya berupa intervensi, modifikasi atau perbaikan dari proses

yang telah berjalan. Sasaran dari kegiatan ini adalah kondisi kerja dan lingkungan

kerja. Dalam pelaksanaannya terkait dengan tenaga kerja dan proses kerja yang

sedang berlangsung.

2. Pendekatan konseptual

Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan sistem dan akan sangat efektif

dan efisien jika dilakukan pada saat perencanaan. Jika terkait dengan teknologi,

sejak proses pemilihan dan alih teknologi, prinsip-prinsip ergonomi telah

diterapkan. Penerapannya bersama-sama dengan kajian lain, misalnya kajian teknis,

ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Pendekatan holistik inidikenal dengan

pendekatan teknologi tepat guna.

Aplikasi ergonomi dapat dilaksanakan dengan prinsip pemecahan masalah.

Pertama, melakukan identifikasi masalah yang sedang dihadapi dengan

mengumpulkan sebanyak mungkin informasi. Kedua, menentukan prioritas

masalah dan masalah yang paling mencolok harus ditangani lebih dahulu.

Kemudian dilakukan analisis untuk menentukan alternatif intervensi.Beberapa hal

yang harus diperhatikan dalam penerapan ergonomi (Anies, 2005) :

1. Kondisi fisik, mental dan sosial harus diusahakan sebaik mungkin sehingga

didapatkan tenaga kerja yang sehat dan produktif.

8

2. Kemampuan jasmani dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan

antropometri, lingkup gerak sendi dan kekuatan otot.

3. Lingkungan kerja harus memberikan ruang gerak secukupnya bagi tubuh dan

anggota tubuh sehingga dapat bergerak secara leluasa dan efisien.

4. Pembebanan kerja fisik dimana selama bekerja peredaran darah meningkat 10-

20 kali. Meningkatnya peredaran darah pada otot-otot yang bekerja memaksa

jantung untuk memompa darah lebih banyak.

5. Sikap tubuh dalam bekerja. Sikap tubuh dalam bekerja berhubungan dengan

tempat duduk, meja kerja dan luas pandangan. Untuk merencanakan tempat

kerja dan perlengkapan yang dipergunakan, diperlukan ukuran-ukuran tubuh

yang menjamin sikap tubuh paling alamiah dan memungkinkan dilakukan

gerakan-gerakan yang dibutuhkan.

2.1.4. Ergonomi Industri

Terdapat perbedaan terminologi tentang ergonomi di berbagai belahan

dunia, salah satunya adalah Industrial Ergonomics ergonomi industri yang

menitikberatkan pada pelaksanaan ergonomi di bidang industri dan perkantoran

daripada penerapan ergonomi pada perancangan produk.

Ergonomi industri adalah penerapan dari berbagai ilmu pengetahuan yang

menghubungkan performansi manusia dengan suatu sistem kerja yang terdiri dari

pekerja, pekerjaan, peralatan dan perlengkapan, tempat kerja dan lingkungannya

(Alexander, 1986).

Menurut Alexander (1986) permasalahan ergonomi industri dikelompokkan

menjadi enam kelompok, yaitu :

1. Bentuk Fisik(Antropometri)

Berkaitan erat dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Tinggi mata,

jangkauan lengan, dan berat tubuh merupakan contoh jenis ukuran pada

antropometri. Mengupas tentang konflik antara manusia atau ukuran tubuh dengan

tempat atau ruang kerja.

2. Daya Tahan Tubuh(Sistem Kardiovaskular)

9

Masalah mengenai daya tahan tubuh dapat ditandai dengan tekanan pada

sistem Kardiovascular. Tekanan ini disebabkan oleh pekerjaan yang membutuhkan

tenaga ekstra kuat dan kebutuhan oksigen serta energi yang banyak. Pasokan energi

yang besar membutuhkan aliran darah dalam tubuh yang cepat, sehingga dapat

menimbulkan gangguan pada jantung dan pembuluh darah.

3. Kekuatan (Biomekanika)

Permasalahan pada kekuatan ditandai dengan usaha yang dilakukan pada

otot yang berlebihan. Permasalahan ini dapat dianalisis teknik biomekanika.

4. Lingkungan (faktor eksternal)

Kondisi lingkungan yang ada disekitar manusia dapat menjadi sumber

masalah dalam menjalankan aktivitas. Panas, kebisingan, dan getaran merupakan

sebagian contoh lingkungan yang dapat mengganggu pekerjaan. Perubahan pada

lingkungan, cara kerja dan pelatihan fisik manusia diarahkan pada terciptanya

lingkungan kerja yang nyaman.

5. Proses Berfikir (Kognitif)

Manusia memiliki daya ingat yang cukup pendek. Suatu kesulitan bagi

manusia untuk mengingat bilangan atau susunan yang terlalu rumit. Ketika proses

berfikir manusia mengalami gangguan, maka suatu kesalahan dapat terjadi. Fungsi

otak sebagai pengolah informasi melalui penginderaan tidak berjalan normal.

6. Manipulasi (Kinesologi)

Pekerjaan yang memerlukan kecepatan dan pergerakan yang teratur kadang

sulit dilakukan oleh manusia. Dengan demikian memerlukan manipulasi kontrol

berupa peralatan yang mengendalikan suatu pekerjaan. Dengan demikian kesalahan

manusia dalam mengendalikan pekerjaan dapat sedikit dihilangkan.

Bidang kajian yang ditangani ergonomi industri dikelompokkan

berdasarkan permasalahannya. Setiap jenis permasalahan memiliki jenis

metodologi penyelesaian yang berbeda pula. Ergonomi mengkaji permasalahan

tentang manusia, sehingga sangat tepat apabila masalah ergonomi industri melalui

jenis permasalahan sistem tubuh manusia.

10

2.2. Muskuloskeletal Disorders(MSDs)

2.2.1. Pengertian MSDs

Muskuloskeletal Disorders merupakan salah satu cedera yang sering

dialami pekerja dalam melakukan kegiatan MMH yaitu cedera pada otot, urat

syaraf, urat daging, tulang, persendian tulang, tulang rawan yang disebabkan oleh

aktivitas kerja (Apep dan Syafei, 2002).

Sedangkan menurut National Institute Of Occupational Safety And Health

(NIOSH) yang dimaksud Musculoskeletal Disorder adalah kondisi patologis yang

mempengaruhi fungsi normal dari jaringan halus sistem musculoskeletal yang

mencakup sistem saraf, tendon, otot dan struktur penunjang seperti bantalan tulang

punggung (discus intervertebral).

Cedera Musculoskeletal Disorder (MSDs) juga diterjemahkan sebagai

trauma kumulatif yang terjadi karena proses penumpukan cedera atau kerusakan

kecil-kecil pada sistem musculoskeletal akibat trauma berulang yang setiap kalinya

tidak sempat sembuh sempurna, sehingga membentuk kerusakan cukup besar untuk

menimbulkan rasa sakit. (Humantech, 1995).

Ada 2 jenis gaya dari gerakan otot yang dipengaruhi beban kerja fisik

terhadap tubuh, yaitu :

1. Gaya Dinamis

Tipe ini memiliki karakteristik dimana melibatkan otot yang berkontraksi

secara ritmis dan berelaksasi. Tekanan dan relaksasi menyebabkan darah

bersirkulasi dengan baik, dimana oksigen yang dibutuhkan dan yang akan

dikeluarkan oleh tubuh juga masih efektif didapatkan.

2. Gaya Statis.

Tipe ini memiliki karakteristik terjadi kontraksi yang lama, terjadi gangguan

pada aliran darah. Dimana supply oksigen dan hasil buangannya tidak berjalan

dengan baik. Tidak adanya oksigen dan glukosa yang akan diterima menyebabkan

gaya ini tidak akan bertahan lama. Akan terjadi sakit pada sistem otot yang juga

meningkatkan produk buangan termasuk asam laktat, yang akan berakumulasi di

jaringan otot.(Pulat, 1992).

11

2.2.2. Jenis-Jenis Muskuloskeletal Disorders (MSDs)

Ada beberapa jenis Musculoskeletal Disorder (MSDs) dengan faktor risiko,

gejala, dan jenis pekerjaan yang berbeda-beda seperti yang terdapat pada tabel 2.1.

berikut ini:

12

Tabel 2.1. Jenis-jenis MSDs, Gejala dan Faktor Risiko serta Pekerjaan yang Berpotensi Menimbulkannya

No Jenis MSDs Definisi Gejala

Faktor Risiko

Ergonomi di

Tempat Kerja

Pekerjaan

Berpotensi

1 Carpal Tunnel

Syndrome (CTS)

Gangguan tekanan atau

pemampatan pada syaraf

tengah, salah satu dari tiga

syaraf yang menyuplai tangan

dengan kemampuan sensorik

dan motorik. CTS pada

pergelangan tangan

merupakan terowongan yang

terbentuk oleh carpal tulang

pada tiga sisi dan ligamen

yang melintanginya.

Gatal dan mati rasa pada jari khususnya di

malam hari, mati rasa yang menyakitkan,

sensasi bengkak yangtidak terlihat,

melemahnya sensasi genggaman karena

hilangnya fungsi saraf sensorik.

Manual

handling,

postur, getaran,

repetisi, force

ataugaya yang

membutuhkan

peregangan,

frekuensi,

durasi dan

suhu.

Mengetik dan proses

pemasukan data,

kegiatan

manufaktur,

perakitan, penjahit

dan pengepakan atau

pembungkusan.

2 Hand-

ArmVibration

Syndrome

(HAVS)

Gangguan pada pembuluh

darah dan saraf pada jari yang

disebabkan oleh getaran alat

atau bagian atau permukaan

benda yang bergetar dan

menyebar langsung ke tangan.

Dikenal juga sebagai getaran

yang menyebabkan white

finger, traumatic vasospatic

diseases atau fenomena

Raynaud’skedua.

Mati rasa, gatal-gatal dan putih pucat pada

jari, lebih lanjut dapat menyebabkan

berkurangnya sensitivitas terhadap

panas dan dingin.Gejala biasanya

muncul dalam keadaan dingin.

Getaran, durasi,

frekuensi,

intensitas

getaran, suhu

dingin.

Pekerjaan

konstruksi, petani

atau pekerja

lapangan, supir truk,

penjahit, pengebor,

pekerjaan memalu,

gerinda, penyangga

atau penggosok

lantai.

11

13

3

Low Back Pain

Syndrome (LBP)

Bentuk umum dari sebagian

besar kondisi patologis yang

mempengaruhi tulang,

tendon,syaraf, ligamen,

invertebraldisc dari lumbar

spine (tulang belakang).

Sakit di bagian tertentu yang dapat

mengurangi tingkat pergerakan

tulang belakang yang ditandai oleh kejang

otot. Sakit dari tingkat menengah sampai

yang parah dan menjalar sampai kaki.Sulit

berjalan normal dan pergerakan tulang

belakang menjadi berkurang. Saat ketika

mengendarai mobil batuk atau

menggantiposisi.

Pekerjaan

manual yang

berat, postur

janggal, force

atau gaya,

beban objek,

getaran,repetisi,

dan

ketidakpuasan

terhadap

pekerjaan.

Pekerja lapangan

atau bukan

lapangan,operator,

teknisi dan

manajernya,

profesional,sales,

pekerjaan yang

berhubungan dengan

tulis menulis dan

pengetikan, supir

truk,pekerjaan

manual handling,

penjahit dan

perawat.

4 Peripheral

NerveEntrapment

Syndromes

Pemampatan atau penjepitan

saraf pada tangan atau kaki

(saraf sensorik, motorik dan

autonomik).

Gejala secara umum pucat, terjadinya

perubahan warna dan terasa dingin pada

tangan atau kaki, pembengkakan,

berkurangnya sensitivitas dalam

genggaman, sakit dan lemahnya refleksi

tendon. Gejala khusus tergantung jenis

saraf yang kena.

Saraf sensorik: gatal,mati rasa dan sakit

pada area suplai,terasa sakit dan panas,

sakit seperti tumpulatau sensasi

pembengkakan yangtidak kelihatan.

Saraf motorik: lemah,kekakuan pada

otot,kesulitan memegangsebuah objek.

Postur,

repetisi,force

atau gaya,

getaran dan

suhu.

Operator register,

kasir, pekerjaan

perakitan dan

pekerja kantoran.

12

14

5 PeripheralNeurop

athy

Gejala permulaan yang

tersembunyi dan

membahayakan dari

dysesthesias dan

ketidakmampuan dalam

menerima sensasi.

Gatal-gatal yang sering timbul, mati

rasa, terasa sakit bila disentuh, lemahnya

otot dan munculnya atrophy yang merusak

jaringan saraf motorik, melambatnya

aliran konduksi saraf,berkurangnya

potensi atau amplitudo saraf sensorik dan

motorik.

Manual

handling, force,

repetisi, getaran

dan suhu.

Sektor manufaktur,

pekerja di sector

public dan industri

jasa.

6 Tendinitis

danTenosynovitis

Tendinitis merupakan

peradangan pada tendon,

adanya struktur ikatan yang

melekat pada masing-masing

bagian ujung dari otot

ketulang.

Tenosynovitis merupakan

peradangan tendon yang juga

melibatkan synovium

(perlindungan tendon

danpelumasnya).

Pegal, sakit pada bagian tertentu

khususnya ketika bergerak aktif seperti

pada siku dan lutut yang disertai dengan

pembengkakan. Kemerah-merahan,

terasa terbakar, sakit dan membengkak

ketika bagian tubuh tersebut beristirahat.

Force

ataugayaperega

ngan, postur,

pekerjaan

manual,

repetisi,berat

beban dan

getaran.

Industri perakitan

automobile,

pengemasan

makanan, juru

tulis,sales,

manufaktur.

Sumber : Weeks, Levy & Wagner (1991)

13

15

2.2.3. Faktor Risiko pada Pekerjaan Terkait MSDs

Pekerjaan fisik yang dilakukan di tempat kerja berhubungan dengan kapasitas otot pada

tubuh pekerja. Faktor fisik yang termasuk di dalamnya adalah (Pheasant, 1999) :

1. Postur Janggal

Postur tubuh mengalami deviasi secara signifikan terhadap posisi normal saat melakukan

pekerja. Postur janggal akan meningkatkan beban kerja dari otot sehingga merupakan pemberi

kontribusi yang signifikan terhadap gangguan ototrangka. Selain meningkatkan tenaga yang

dibutuhkan juga menyebabkan transfer tenaga otot menuju skeletal sistem menjadi tidak efisien.

2. Beban

Force atau pengerahan tenaga merupakan jumlah usaha fisik yang dibutuhkan

untukmenyelesaikan tugas atau gerakan. Pekerjaan menggunakan tenaga besar akanmemberikan

beban mekanik yang besar terhadap otot, tendon, ligamen dan sendi.Dengan adanya beban berat

dapat mengakibatkan kelelahan otot, tendon, danjaringan lainnya, iritasi dan inflamasi. Tenaga

yang dibutuhkan akan meningkat bila (NIOSH, 1997) :

a. Besarnya barang yang ditangani

b. Berat yang diangkat atau didorong meningkat

c. Postur janggal

d. Adanya getaran (getaran dari peralatan tangan membuat tenaga untuk menggenggam menjadi

lebih besar).

3. Frekuensi

Frekuensi dapat diartikan sebagai banyaknya gerakan yang dilakukan dalam suatu periode

waktu. Jika aktivitas pekerjaan dilakukan secara berulang, maka dapatdisebut sebagai repetitive.

Gerakan repetitive dalam pekerjaan, dapat dikarakteristikkan baik sebagai kecepatan pergerakan

tubuh, atau dapat diperluas sebagai gerakan yang dilakukan secara berulang tanpa adanya variasi

gerakan. Posisi atau postur yang salah dengan frekuensi pekerjaan yang sering dapatmenyebabkan

suplai darah berkurang, akumulasi asam laktat, inflamasi, tekanan pada otot, dan trauma mekanis.

Frekuensi terjadi sikap tubuh yang salah terkait dengan berapa kali terjadi repetitive motion dalam

melakukan suatu pekerjaan. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja

terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi (Bridger, 1995).

4. Durasi

16

Durasi adalah lamanya waktu pekerja terpapar secara terus-menerus oleh faktor risiko

ergonomi. Pekerjaan yang menggunakan otot yang sama untuk durasi yang lama dapat

meningkatkan potensi timbulnya kelelahan, baik lokal atau dapat juga pada sekujur tubuh. Secara

umum dapat dikatakan, semakin lama durasi pekerjaan berisiko tersebut, maka waktu yang

diperlukan untuk pemulihan juga akan semakin lama. Maka dapat dikatakan bahwa durasi

merupakan faktor yang berkontribusi pada faktor risiko lainnya yang besarannya sangat tergantung

dengan sifat darifaktor risiko yang memapar pekerja.

2.2.4. Penanganan Resiko KerjaTerkait MSDs

Usaha terbaik dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja terutama pada bagian

muskuloskeletal adalah mengurangi dan menghilangkan pekerjaan yang beresiko terhadap

keselamatan kerja. Ini adalah prinsip dasar dalam usaha peningkatan keselamatan dan keamanan

kerja. Di bawah ini beberapa hal tindakan untuk mengurangi resiko gangguan muskuloskeletal

pada pekerjaan MMH:

1. Perancangan Ulang Pekerjaan

a. Mekanisasi. Penggunaan sistem mekanis untuk menghilangkan pekerjaan yang berulang.

Jadi dengan penggunaan peralatan mekanis mampu menampung pekerjaan yang banyak

menjadi sedikit pekerjaan.

b. Rotasi pekerjaan. Pekerja tidak hanya melakukan satu pekerjaan, namun beberapa

pekerjaan dapat dilakukan oleh pekerja tersebut. Tujuan dari langkah ini adalah pemulihan

ketegangan otot melalui beban kerjayang berbeda-beda.

c. Perbanyakan dan pengayaan kerja. Sebuah pekerjaan sebisa mungkin tidak dilakukan

dengan monoton, melainkan dilakukan dengan beberapa variasi. Tujuan dari langkah ini

adalah menghindari beban berlebih pada satu bagian otot dan tulang pada anggota tubuh.

d. Kelompok kerja. Pekerjaan yang dilakukan beberapa orang mampu membagi beban kerja

pada otot secara merata. Hal ini disebabkan anggota kelompok bebas melakukan pekerjaan

yang dilakukan.

2. Perancangan Tempat Kerja

Prinsip yang dilaksanakan adalah perancangan kerja memperhatikan kemampuan dan

keterbatasan pekerja. Tempat kerja menyesuaikan dengan bentuk dan ukuran pekerja agar aktivitas

17

MMH dilakukan dengan leluasa. Kondisi lingkukangan seperti cahaya, suara, lantai, dan lain-lain

juga perlu perhatian untuk menciptakan kondisi kerja yang nyaman.

3. Perancangan Peralatan dan Perlengkapan

Perancangan peralatan dan perlengkapan yang layak mampu mengurangi penggunaan

tenaga yang berlebihan dalam menyelesaikan pekerjan. Menyediakan pekerja dengan alat bantu

dapat mengurangi sikap kerja yang salah, sehingga menurunkan ketegangan otot.

4. Pelatihan Kerja

Program ini perlu dilakukan terhadap pekerjaan, karena pekerja melakukan pekerjaan

sebagai kebiasaan. Pekerja harus mengetahui mengenai pekerjaan yang berbahaya dan perlu

mengetahui bagaimana melakukan pekerjaan yang aman. Untuk melakukan suatu hal dengan

aman, maka dalam melaksanakan pelatihan kerja perlu memahami pedomannya. Alexander (1986)

mengungkapkan empat prinsip yang dipegang selama melakukan suatu pekerjaan adalah:

a. Berusaha untuk menjaga beban pengangkatan selalu dekat dengan tubuh (mencegah momen

pada tulangbelakang).

b. Berusaha untuk menjaga posisi pinggul dan bahu selalu dalam posisi segaris (mencegah

gerakan berputar pada tulang belakang).

c. Menjaga keseimbangan tubuh agar tidak mudah jatuh.

2.3. Antropometri

Istilah antropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan “metri” yang berarti

ukuran. Antropometri adalah pengetahuan yang menyangkut pengukuran tubuh manusia

khususnya dimensi tubuh (WignjosoebrotoS., 2000). Antropometri secara luas akan digunakan

sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam proses perancangan (design) produk

maupun sistem kerja yang akan memerlukan interaksi manusia.

Secara definisi antropometri dapat dinyatakan sebagai studi yang berkaitan dengan

pengukuran dimensi tubuh manusia. Manusia pada dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran

(tinggi, lebar dan sebagainya) berat dan lain- lainnya. Antropometri secara luas digunakan sebagai

pertimbangan-pertimbangan ergonomi dalam proses perancangan (desain) produk maupun sistem

kerja yang memerlukan interaksi manusia (WignjosoebrotoS.,2000).

Antropometri menurut Stevenson (1989) dan Nurmianto (1991) adalah suatu kumpulan

18

data numerik yang berhubungan dengan karakteristik tubuh manusia, ukuran, bentuk dan kekuatan

serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain.

2.3.1. Data Antropometri Dan Cara Pengukurannya

Manusia pada umumnya berbeda-beda dalam hal bentuk dan dimensi ukuran tubuhnya.

Beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran tubuh manusia (WignjosoebrotoS., 2000) yaitu:

a. Umur

Ukuran tubuh manusia akan berkembang dari saat lahir sampai sekitar 20 tahun untuk pria

dan 17 tahun untuk wanita. Setelah itu, tidaklagi akan terjadi pertumbuhan bahkan justru akan

cenderung berubah menjadi pertumbuhan menurun ataupun penyusutan yang dimulai sekitar

umur 40 tahunan.

b. Jenis Kelamin (sex)

Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya lebih besar dibandingkan dengan wanita,

kecuali untuk bagian tertentu seperti pinggul, dan sebagainya.

c. Suku ata Bangsa (Etnic)

Setiap suku, bangsa ataupun kelompok etnic akan memiliki karakteristik fisik yang

berbeda satu dengan yang lainnya. Dimensi tubuh suku bangsa negara Barat pada umumnya

mempunyai ukuran yang lebih besar daripada dimensi tubuh suku bangsa negara Timur.

d. Sosio Ekonomi

Tingkat sosio ekonomi sangat mempengaruhi dimensi tubuh manusia. Pada negara-negara

maju dengan tingkat sosio ekonomi tinggi, penduduknya mempunyai dimensi tubuh yang besar

dibandingkan dengan negara-negara berkembang.

e. Posisi Tubuh (Posture)

Sikap ataupun posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh oleh karena itu harus

posisi tubuh standar harus diterapkan untuk survei pengukuran. Berkaitan dengan posisi tubuh

manusia antropometri dibagi atas dua bagian, yaitu:

1. Antropometri Statis (Structural Body Dimensions),

Pengukuran manusia pada posisi diam dan linier pada permukaan tubuh. Ada beberapa

metode pengukuran tertentu agar hasilnya representative Disebut juga pengukuran dimensi

struktur tubuh dimana tubuh diukur dalam berbagai posisi standar dan tidak bergerak (tetap tegak

19

sempurna). Dimensi tubuh yang diukur dengan posisi tetap antara lain meliputi berat badan, tinggi

tubuh dalam posisi berdiri maupun duduk, ukuran kepala, tinggi atau panjang lutut pada saat

berdiri atau duduk, panjang lengan, dan sebagainya. Ukuran dalam hal ini diambil dengan percenti

leter tentu seperti 5-th percentile, 50-th percentile dan 95-th percentile.

2. Antropometri Dinamis (Functional Body Dimensions),

Antropometri dinamis adalah pengukuran keadaan dan ciri-ciri fisik manusia dalam

keadaan bergerak atau memperhatikan gerakan-gerakan yang mungkin terjadi saat pekerja

tersebut melaksanakan kegiatannya. Hasil yang diperoleh merupakan ukuran tubuh yang nantinya

akan berkaitan erat dengan gerakan-gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan

kegiatan-kegiatan tertentu. Antropometri dalam posisi tubuh melaksanakan fungsinya yang

dinamis akan banyak diaplikasikan dalam proses perancangan fasilitas ataupun ruang

kerja.Terdapat tiga kelas pengukuran antropometri dinamis, yaitu:

a. Pengukuran tingkat ketrampilan sebagai pendekatan untuk mengerti keadaan mekanis dari

suatu aktifitas.

Contoh: Dalam mempelajari performansi atlet.

b. Pengukuran jangkauan ruang yang dibutuhkan saat kerja.

Contoh: Jangkauan dari gerakan tangan dan kaki efektif pada saat bekerja

yang dilakukan dengan berdiri atau duduk.

c. Pengukuran variabilitas kerja.

Contoh: Analisis kinematika dan kemampuan jari-jari tangan dari seorang

juru ketik atau operator komputer.

2.4. Nordic Body Map

Nordic Body Map adalah sistem pengukuran keluhan sakit pada tubuh yang dikenal dengan

musculoskeletal. Sebuah sistem muskuloskeletal (sistem gerak) adalah sistem organ yang

memberikan hewan (dan manusia) kemampuan untuk bergerak menggunakan sistem otot dan

rangka. Sistem muskuloskeletal menyediakan bentuk, dukungan, stabilitas, dan gerakan tubuh.

a. Kuisioner Nordic Body Map merupakan salah satu bentuk kuisioner checklist ergonomi.

Bentuk lain dari checklist ergonomi adalah checlist International Labour Organizatin (ILO).

20

b. Namun kuisioner Nordic Body Map adalah kuisioner yang paling sering digunakan untuk

mengetahui ketidaknyamanan pada para pekerja, dan kuisioner ini paling sering digunakan

karena sudah terstandarisasi dan tersusun rapi. (Kroemer, 2001).

Pengisian kuisioner Nordic Body Map ini bertujuan untuk mengetahui bagian tubuh dari

pekerja yang terasa sakit sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan pada stasiun kerja. Kuisioner

ini menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah dibagi menjadi 9 bagian utama diantaranya

leher, bahu, punggung bagian atas, siku, punggung bagian bawah, pergelangan tangan atau bagian

tangan, pinggang atau pantat, lutut, dan tumit atau kaki. Kuisioner ini juga mampu

menggambarkan persepsi pekerja apakah keluhan yang dirasakan berhubungan dengan pekerjaan

atau tidak. Pada pengisian kuisioner ini sebaiknya dilengkapi dengan pertanyaan umum

melingkupi usia, jenis kelamin, tinggi tubuh bobot badan, tangan yang dominan, lama menangani

pekerjaan dan lama jam kerja perminggu. Kelengkapan pertanyaan tersebut akan bermanfaat

mengetahi kelompok-kelompok keluhan yang dirasakan oleh pertanyaan tersebut. Berikut gambar

dan keluhan untuk kuisioner nordic body map:

Gambar 2.1. Gambar keluhan untuk Kuisioner Nordic Body Map

Sumber: Corlett, 1992 dalam Tarwaka dkk., 2004

21

Penjelasannya dari gambar sebagai berikut :

0. Sakit kaku pada bagian leher atas

1. Sakit kaku pada bagian leher bawah

2. Sakit dibahu kiri

3. Sakit dibahu kanan

4. Sakit lengan atas kiri

5. Sakit dipunggung

6. Sakit lengan atas kanan

7. Sakit pada pinggang

8. Sakit pada bokong

9. Sakit pada pantat

10. Sakit siku kiri

11. Sakit siku kanan

12. Sakit lengan bawah kiri

13. Sakit lengan bawah kanan

14. Sakit pada pergelangan tangan kiri

15. Sakit pada pergelangan tangan kanan

16. Sakit pada tangan kiri

17. Sakit pada tangan kanan

18. Sakit pada paha kiri

19. Sakit pada paha kanan

20. Sakit pada lutut kiri

21. Sakit pada lutut kanan

22. Sakit pada betis kiri

23. Sakit pada betis kanan

24. Sakit pada pergelangan kaki kiri

25. Sakit pada pergelangan kaki kanan

26. Sakit pada kaki kiri

27. Sakit pada kaki kanan

22

2.5. Persentil

Persentil adalah suatu nilai yang menunjukkan persentase tertentu dari orang yang

memiliki ukuran pada atau dibawah nilai tersebut. Sebagai contoh, persentil ke-95 akan

menunjukkan 95% populasi akan berada pada atau dibawah ukuran tersebut, sedangkan persentil

ke-5 akan menunjukkan 5% populasi akan berada pada atau dibawah ukuran itu. Dalam

antropometri, angka persentil ke-95 akan menggambarkan ukuran manusia yang “terbesar” dan

persentil ke-5 sebaliknya akan menunjukkan ukuran “terkecil”. Bilamana diharapkan ukuran yang

mampu mengakomodasikan 95% dari populasi yang ada, maka diambil rentang 2.5-th dan 97.5-th

persentil sebagai batas-batasnya (Wignjosoebroto, 1995).

Tabel 2.2. Macam persentil dan perhitungannya

Persentil Perhitungan

1-st x – 2.345

2.5-th x – 1.96

5-th x – 1.645

10-th x – 1.28

50-th X

90-th x + 1.28

95-th x + 1.645

97.5-th x + 1.96

99-th x + 2.345

Sumber:WignjosoebrotoS.,2000

Selanjutya untuk memperjelas data antropometri ditunjukkan seperti gambar berikut :

23

Gambar 2.2 Data antropometri yang diperlukan untuk perancangan

Sumber:WignjosoebrotoS.,2000

Keterangan gambar :

1 = Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai sampai dengan ujung

kepala)

2 = Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak

3 = Tinggi bahu posisi berdiri tegak

4 = Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus)

5 = Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam dalam posisi berdiri tegak

6 = Tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari atas tempat duduk atau pantat

sampai dengan kepala

7 = Tinggi mata dalam posisi duduk

8 = Tinggi bahu dalam posisi duduk

9 = Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus)

10 = Tebal atau lebar paha

11 = Panjang paha yang diukur dari ujung pantat sampai dengan ujung lutut

12 = Panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan bagian belakang dari

lutut atau betis

24

13 = Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk

14 = Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan paha

15 = Lebar dari bahu (bisa diukur dalam posisi berdiri ataupun duduk)

16 = Lebar pinggang atau pantat

17 = Lebar dari dada dalam keadaan membusung

18 = Lebar perut

19 = Panjang siku yang diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari-jari

dalam posisi tegak

20 = Lebar kepala

21 = Panjang tangan diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari-jari dalam

posisi tegak

22 = Lebar telapak tangan

23 = Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar-lebar ke samping kiri

kanan

24 = Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai

dengan telapak tangan yang terjangkau harus keatas (vertikal)

25 = Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak, diukur seperti no.24 tetapi

dalam posisi duduk

26 = Jarak tangan yang terjulur kedepan diukur dari bahu sampai ujung jari tangan

Data antropometri dibuat sesuai dengan ukuran tubuh laki-laki dan perempuan, harga rata-

rata, standar deviasi serta persentil tertentu (5th-95th dan sebagainya)

2.6. Dinamika Posisi Duduk

Dinamika posisi duduk dapat lebih mudah digambarkan dengan mempelajari sistem

penyangga dan keseluruhan struktur tulang yang terlibat di dalam geraknya. Menurut

Tichauer,“sumbu penyangga dari batang tubuh yang diletakkan dalam posisi duduk adalah sebuah

garis pada bidang datar koronal, melalui titik terendah dari tulang duduk (ischialtuberotisies) di

atas permukaan tempat duduk”. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

25

Gambar 2.3 Potongan Tulang Duduk (IschialTuberotisies) Posisi Duduk

Sumber: Panero J dan Zelnik M.,2003

Pengamatan Branton pertama menunjukkan bahwa 75% dari keseluruhan berat badan

hanya disangga oleh daerah seluas 4 inci2 atau 26cm2 persegi dari tulang duduk ini. Data lain

menunjukkan bahwa gaya tekan (kompresi) yang terjadi pada daerah-daerah kulit pantat dan

landasan kursi yang keras besarnya sekitar 40 sampai 60psi, sedangkan tekanan pada jarak

beberapa inci besarnya hanya 4psi. Tekanan-tekanan ini menimbulkan perasaan lelah dan tidak

nyaman, serta menyebabkan subyek mengubah posisi duduknya agar mencapai kondisi yang

nyaman. Bertahan pada posisi duduk dalam jangka waktu yang lama tanpa mengubah-ubah

posisinya, di bawah tekanan kompresi yang terjadi, dapat menyebabkan kurangnya aliran darah

pada suatu daerah (ischemia), gangguan pada sirkulasi darah, menyebabkan nyeri, sakit dan rasa

kebal (mati rasa).

Pengamatan Branton yang kedua menunjukkan bahwa secara struktural, tulang duduk

membentuk sistem penopang atas duatitik yang pada dasarnya tidak stabil. Oleh karenanya,

landasan tempat duduk saja tidak cukup untuk menciptakan kestabilan. Secara teoritis, kaki,

telapak kaki dan punggung, yang juga bersinggungan dengan bagian lain dari tempat duduk selain

dari bagian landasannya, seharusnya juga dapat turut menciptakan kestabilan yang dimaksud.

Sebenarnya titik pusat gaya berat dari tubuh pada posisi duduk tegak lurus terletak sekitar

1 inchi atau 2,5cm di depan pusar, seperti ditunjukkan pada gambar 2.4. Branton mengungkapkan

bahwa sistem massa pada keberadaannya memang tidak stabil di atas tempat duduk (Panero J dan

ZelnikM.,2003)

26

Gambar 2.4 Pusat Gaya Berat Manusia Pada Posisi Duduk

Sumber: Panero J dan ZelnikM.,2003

2.7. Sikap Duduk

Melakukan pekerjaan dikantor, disekolah, dipabrik, di pasar, dan di rumah tidak terlepas

dari posisi duduk. Duduk memerlukan lebih sedikit energi daripada berdiri, karena hal ini dapat

mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Seorang operator yang bekerja sambil duduk

memerlukan sedikit istirahat dan secara potensial lebih produktif, disamping itu operator tersebut

juga lebih kuat bekerja dan oleh karena itu lebih cekatan dan mahir. Namun sikap duduk yang

salah akan merupakan penyebab adanya masalah-masalah punggung. Demikian juga dengan anak-

anak sekolah yang sebagian besar waktunya digunakan untuk berada dibangku sekolah. Apabila

kejadian pada industri terjadi pada anak-anak sekolah, maka akan dapat mengakibatkan kelainan

pada susunan tulang belakang dan gangguan-gangguan lainnya.

2.7.1. Duduk Lama Menyebabkan Nyeri Pinggang Bawah

Duduk lama dengan posisi yang salah akan menyebabkan otot-otot pinggang menjadi

tegang dan dapat merusak jaringan lunak sekitarnya. Terutama bila duduk dengan posisi terus

membungkuk. Posisi itu menimbulkan tekanan tinggi pada bantalan syaraf tulang belakang yang

mengakibatkan hernianukleus pulposus. Seseorang yang melakukan pekerjaan dengan sikap

duduk yang salah akan menderita pada bagian punggungnya. Tekanan pada bagian tulang

belakang akan meningkat pada saat duduk, dibandingkan dengan saat berdiri atau berbaring. Jika

diasumsikan tekanan tersebut 100%, maka cara duduk yang tegang atau kaku (erectposture) dapat

27

menyebabkan tekanan tersebut mencapai 140% dan cara duduk yang dilakukan dengan

membungkuk kedepan menyebabkan tekanan tersebut mencapai 190%. Sikap duduk tegang lebih

banyak memerlukan aktivitas otot atau urat saraf belakang dari pada sikap duduk yang condong

kedepan (Nurmianto,1991).

Setelah duduk selama 15-20 menit, otot-otot punggung biasanya mulai letih dan nyeri

pinggang bawah. Penelitian terhadap murid sekolah di Skandinavia menemukan 41,6% menderita

nyeri pinggang bawah selama duduk dikelas, terdiri dari 30% yang duduk selama satu jam,

dan70% yang duduk lebih dari satu jam.

Hal-hal yang harus dihindari selama duduk supaya tidak terjadi nyeri pinggang bawah

antara lain jangan duduk pada kursi yang terlalu tinggi, duduk dengan membengkokkan pinggang,

atau duduk tanpa sandaran di pinggangbawah (pendukung lumbar). Selain itu, selama duduk perlu

menghindari duduk dengan mencondongkan kepala ke depan karena dapat menyebabkan

gangguan pada leher, duduk dengan lengan terangkat karena dapat menyebabkan nyeri pada bahu

dan leher.

2.8. Perancangan Kursi

Tempat duduk yang nyaman untuk digunakan untuk jangka waktu yang lama adalah

tempat duduk yang memperhatikan juga faktor kepuasan psikologis.

2.8.1. Pendekatan-Pendekatan Untuk Perancangan Kursi

Menurut Nurmianto (1991), pendekatan-pendekatan yang dilakukan dalam perancangan

kursi antaralain:

a. Merancang Penyangga Lumbar pada Posisi Duduk

Pendekatan ini menekankan pada ketentuan dari sandaran punggung yang dapat disetel

untuk menyangga daerah lumbar atau daerah yang lebih rendah pada tulang belakang. Ini dapat

mengurangi usaha otot yang diperlukan untuk menjaga suatu sikap duduk yang kaku atau tegang.

Hal ini juga dapat mengurangi kecenderungan tulang belakang kearah bentuk khyphosis. Sandaran

kursi juga menstabilkan sikap duduk dan menghasilkan suatu reaksi terhadap gerakan yang agak

sedikit mendorong kedepan selama bekerja.

28

Gambar 2.5 Penyangga Belakang Kursi

Sumber: Panero J dan Zelnik M.,2003

Persyaratan adanya bantalan punggung akan bermanfaat untuk mengatasi sakit punggung.

Banyak sandaran tempat duduk (pesawat terbang, teater, dan lain-lain) yang tidak mempunyai

penyangga empuk yang berguna sebagai bantalan penyangga. Kursi eksekutif saat ini umumnya

dikembangkan dengan penyangga ruas belakang bagian bawah (lumbar), sedangkan tempat

duduk mobil yang dapat disetel semakin banyak dikagumi.

b. Perancangan Tempat Duduk yang Miring Kedepan

Pada umumya permukaan duduk dimiringkan sekitar 5 kearahbelakang untuk

mengurangi kemungkinan operator meluncur kedepan. Mandal (1981) memperkirakan

kemiringan bangku kedepan sampai 15 dari permukaan, 20 dari lekukan lumbar. Oleh karena

itu, perancangan kursi harus lebih sedikit miring ke depan dengan tujuan agar operator merasa

condong dengan meja kerja sehingga akan lebih mudah untuk melakukan aktivitas diatas meja

kerja.

c. Postur Duduk Berlutut

Kursi keseimbangan adalah suatu hasil logika terhadap problema dari perubahan tekukan

tulang belakang jika duduk. Perputaran pinggul dapat dikurangi dengan cepat dan rotasi pinggul

hampir dapat dihilangkan. Akan tetapi kelemahannya seseorang akan dapat meluncur pada kursi

ini jika kursi model seperti ini tidak dilengkapi sandaran untuk lutut. Kursi keseimbangan banyak

menawarkan kenyamanan pada penderita nyeri atau sakit punggung, namun kursi ini juga

menimbulkan banyak masalah seperti kesulitan untuk perubahan sikap duduk; tekanan pada lutut;

dan putaran dari kaki dan ibu jari kaki.

d. Perancangan Sudut Sandaran Kursi Sampai Suatu Posisi “Semi-Reclining”

29

Hal ini akan mengurangi reaksi pada berat badan bagian atas sepanjang punggung, dan

sepanjang tulang belakang. Suatu sandaran punggung yang sesuai untuk kursi panjang

(kursimalas) dan yang paling penting lagi untuk tempatduduk kendaraan adalah samasudut 110.

E. Grandjean(1987) memberikan suatu sudut yang sejenis untuk kursi panjang (kursimalas).

2.8.2. Ukuran(DimensiKursi)

Ukuran-ukuran kursi seharusnya didasarkan pada data antropometri yang sesuai, dan

ukuran-ukurannya ditetapkan. Penyesuaian tinggi dan posisi sandaran punggung sangat

diharapkan, tetapi belum praktis dalam banyak keadaan (transportasi umum, gedung-gedung

pertunjukkan, restoran, dan-lain-lain). Dalam pemilihan ukuran kursi harus diperhatikan

jangkauan penyesuaian untuk tinggi tempat duduk. Adapun dalam hal ini dibedakan menjadi:

a. Kursi Rendah yang Digunakan pada Bangku dan Meja (Desk and Tables)

Tujuan perancangan kursi ini adalah membiarkan kaki untuk istirahat langsung diatas

lantai dan menghindari tekanan pada sisi bagian bawah paha. Terlalu rendahnya sebuah tempat

duduk akan dapat menimbulkan masalah- masalah baru pada tulang belakang. Menurut Panero J

dan Zelnik M jika suatu landasan tempat duduk terlalu rendah dapat menyebabkan kaki condong

menjulur ke depan, menjauhkan tubuh dari keadaan stabil dan akan menjauhkan punggung dari

sandaran sehingga penopangan lumbar tidak terjaga dengan tepat, seperti yang ditunjukkan

gambar 2.6. Oleh karena itu ukuran antropometri membentuk dasar untuk tinggi tempat duduk

yang jaraknya dari tumit kaki sampai permukaan yang lebih rendah dari paha

disampinglututdenganlekukanpadasudut900

Gambar 2.6 Landasan Tempat Duduk Yang Terlalu Rendah

30

Sumber: Panero J dan Zelnik M.,2003

Jika suatu landasan tempat duduk terlalu tinggi letaknya, bagian bawah paha akan tertekan

dan menghambat peredaran darah, seperti yang ditunjukkan gambar 2.7. Telapak kaki yang tidak

dapat menapak dengan baik diatas permukaan lantai akan mengakibatkan melemahnya stabilitas

tubuh, ketebalan sol sepatu dapat ditambah dalam hal ini dengan memberikan suatu tinggi tempat

duduk yang maksimum. Untuk menghindari kompresi paha diharapkan tinggi tempat duduk

adalah 5th

persentil wanita dan 95th

persentil pria. Untuk tinggi tempat duduk yang tetap dapat

menyebabkan kesalahan pada ketinggian yang rendah.

Gambar 2.7 Landasan Tempat Duduk Yang Terlalu Tinggi

Sumber: Panero J dan Zelnik M.,2003

Sebuah gambaran dari susunan dasar kursi yang menjamin bahwa penyangga lumbar yang

baik akan tersedia dan hal ini memberikan variasi yang mudah dari sikap duduk dengan

permukaan tempat duduk yang horisontal dan tingginya dapat dengan mudah disetelseperti pada

gambar berikut :

31

Gambar 2.8 Perancangan Kursi Duncan

Sumber: Nurmianto,1991

b. Kursi yang Tinggi

Tinggi bangku untuk pekerjaan sambil berdiri didasarkan pada tinggi siku saat berdiri.

Bangku-bangku seperti ini diharapkan dapat dirancang, namun bangku ini tidak dapat digunakan

setiap waktu. Kursi tinggi dengan tinggi tempat duduk yang dapat disetel dapat menyangga badan

bagian atas sedemikian rupa sehingga tinggi siku berada beberapa sentimeter diatas pekerjaan.

Ukuran yang biasanya ada dalam antropometri adalah jarak vertikal dari titik terendah dari

tekukan siku sampai permukaan untuk duduk yang horisontal. Masalah utama yang timbul dari

kursi seperti ini adalah terbatasnya gerak untuk lutut. Perancangan ulang untuk kursi yang

memiliki ruang untuk lutut lebih diinginkan. Jelasnya sebuah sandaran kaki merupakan bagian

yang paling penting dari suatu kursi yang tinggi, tanpa sandaran tersebut beban kaki bagian bawah

akan dipindahkan pada sisi dalam darilipat paha. Sandaran kaki seharusnya dapat disetel untuk

tinggi yang tidak bergantung pada tinggi tempat duduk, untuk panjang kaki yang lebih rendah.

Berikut adalah contoh kursi tinggi yang banyak digunakan di industri terlihat pada gambar 2.9.

Gambar 2.9 Kursi Tinggi Yang Banyak Digunakan Di Industri

Sumber: Nurmianto,1991

c. Kedalaman Tempat Duduk

Pertimbangan dasar lainnya dari perancangan sebuah kursi adalah kedalaman landasan

tempat duduk. Bila kedalaman landasan tempat duduk terlalu besar, bagian depan dari permukaan

32

atau ujungdari tempat duduk tersebut akan menekan daerah tepat dibelakang lutut, memotong

peredaran darah pada bagian kaki, seperti ditunjukkan pada gambar 2.10 dibawah.

Gambar 2.10 Landasan Tempat Duduk Yang Terlalu Lebar

Sumber: Panero J dan Zelnik M.,2003

Bila kedalaman landasan tempat duduk terlalu sempit, akan menimbulkan situasi yang

buruk pula, yaitu dapat menimbulkan perasaan terjatuh atau terjungkal dari kursi dan akan

menyebabkan berkurangnya penopangan pada bagian bawah paha, seperti ditunjukkan pada

gambar 2.11 dibawah.

Gambar 2.11 Landasan Tempat Duduk Yang Terlalu Sempit

Sumber: Panero J dan Zelnik M.,2003

2.9. Kriteria Kursi Yan Gideal

Perancangan kursi kerja harus dikaitkan dengan jenis pekerjaan, posture yang diakibatkan,

gaya yang dibutuhkan, arah visual (pandangan mata), dan kebutuhan akan perlunya merubah

posisi (postur). Kursi tersebut haruslah terintegrasi dengan bangku atau meja.

Kursi untuk kerja dengan posisi duduk adalah dirancang dengan metode “floor-up” yaitu

berawal pada permukaan lantai, untuk menghindari tekanan dibawahpaha. Setelah ketinggian

33

kursi dapat ditentukan kemudian barulah menentukan ketinggian mejakerja yang sesuai dan

konsisten dengan ruang yang diperlukan untuk paha dan lutut. Adapun kriteria kursi kerja yang

ideal adalah sebagai berikut:

1. Stabilitas Produk

Diharapkan suatu kursi mempunyai empat atau limakaki untuk menghindari

ketidakstabilan produk. Kursi lingkar yang berkaki lima dirancang dengan posisi kaki kursi berada

pada bagian luar proyeksi tubuh. Sedangkan kursi dengan kaki gelinding sebaiknya dirancang

untuk permukaan yang berkarpet.

2. Kekuatan Produk

Kursi kerja haruslah dirancang sedemikian rupa sehingga kompak dan kuat dengan

konsentrasi perhatian pada bagian-bagian yang mudah retak dilengkapi dengan sistem mur-baut

ataupun keling pasak pada bagian sandaran tangan (arm-rest) dan sandaran punggung (back-rest).

Kursi kerja tidak boleh dirancang pada populasi dengan persentil kecil dan seharusnya cukup kuat

untuk menahan beban pria yang berpersentil 99th.

3. Mudah Dinaik Turunkan (Adjustable)

Ketinggian kursi hendaknya mudah diatur saat kita duduk, tanpa harus turun dari kursi.

4. Sandaran Punggung

Sandaran punggung sangat penting untuk menahan beban punggung kearah belakang

(lumbarspine). Hal ini haruslah dirancang agar dapat digerakkan naik-turun maupun maju

mundur. Selain itu harus dapat pula diatur fleksibilitasnya sehingga sesuai dengan bentuk

punggung.

5. Fungsional

Bentuk tempat duduk tidak boleh menghambat berbagai macam alternatif perubahan

postur(posisi).

6. Bahan Material

Tempat duduk dan sandaran harus dilapisi dengan material cukup lunak.

7. Kedalaman Kursi

Kedalaman kursi (depanbelakang) harus sesuai dengan dimensi panjang antara lutut

(popliteal) dan pantat(buttock).

8. Lebar Kursi

34

Lebar kursi minimal sama dengan lebar pinggul wanita 5 persentil populasi.

9. Lebar Sandaran Kursi

Lebar sandaran punggung seharusnya sama dengan lebar punggung wanita persentil 5

populasi. Jika terlalu lebar maka akan mempengaruhi kebebasan geraksiku.

10. Bangku Tinggi

Kursi untuk bangku tinggi harus diberi sandaran kaki yang dapat digerakkan naik turun.

Sedangkan berikut ini adalah rekomendasi bangku atau kursi untuk menulis yang dianjurkan

Mandal (1981) seperti terlihat pada gambar 2.12 berikut ini.

Gambar 2.12 Rekomendasi Pada Bangku Atau Kursi Untuk Menulis

Sumber : Mandal,dalamNurmianto, 1991

2.10. Aplikasi Ergonomi Untuk Perancangan Tempat Kerja

Menurut Nurmianto perancangan tempat kerja pada dasarnya merupakan suatu aplikasi

data antropometri, tetapi masih memerlukan dimensi fungsional yang tidak terdapat pada data

statis. Dimensi-dimensi tersebut lebih baik diperoleh dengan cara pengukuran langsung daripada

data statis. Misalnya gerakan menjangkau, mengambil sesuatu, mengoperasikan suatu alat.

2.10.1. Daerah Kerja Horisontal

Diperlukan untuk mendefinisikan batasan-batasan dari suatu daerah kerja horisontal untuk

memastikan bahwa material atau alat kontrol tidak ditempatkan begitu saja diluar jangkauan

tangan. Begitu juga untuk batasan daerah kerja vertikal. Rekomendasi R.R Farley untuk daerah

kerja horizontal yang telah dikembangkan secara meluas seperti terlihat pada gambar 2.13 berikut

ini.

35

Gambar 2.13 Batasan-Batasan Daerah Kerja

Sumber: Nurmianto,1991

2.10.2. KemiringanPermukaanKerja

Kemiringan permukaan kerja pada operator antara lain ditunjukkan pada meja-meja

sekolah, papan gambar dan podium. Sebenarnya telah bertahun-tahun peralatan kerja dipabrik

atau industri telah dimiringkan kearah operator, manfaatnya seseorang dapat duduk lebih

kebelakang dengan sedikit memiringkan kepalanya. Suatu kemiringan 120

akan menghasilkan

peningkatan yang signifikan tanpa adanya kekhawatiran jatuhnya obyek karena terlalu miring.

Namun hal tersebut tidak boleh mempengaruhi ketinggian tempat kerja sehingga lengan atas tidak

harus diangkat keatas (abduksi).

2.11. Pengujian Data

2.11.1. Uji Keseragaman Data

Uji keseragaman data dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh pada

pengamatan sudah seragam atau belum dan dapat menentukan nilai rata-ratanya. Untuk

melakukan uji keseragaman, data yang telah diperoleh diplot ke dalam grafik dengan batas kendali

atas dan batas kendali bawah sebagai acuannya. Jika data melewati kedua batas tersebut data akan

dihilangkan dan perhitungan keseragaman diulang. Perhitungan batas kendali menggunakan

36

persamaan sebagai berikut :

BKA= + 2SD …………………………………… (1)

BKB= - 2SD …………………………………… (2)

Dimana :

= Nilai rata-rata

SD = Standar deviasi

Nilai standar deviasi diperoleh dengan persamaan:

SD = ............................................... (3)