bab ii tinjauan umum tentang syirkah dan...

21
19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SYIRKAH DAN WARALABA A. Syirkah 1. Pengertian Syirkah Kata syirkah merupakan kata dasar dalam bahasa Arab. Secara bahasa ada dua arti yang dilekatkan pada kata syirkah. Arti pertama adalah sebagai al-ikhtilath yaitu campuran atau percampuran yakni adanya percampuran harta antara dua orang atau lebih sehingga tidak dapat dibedakan lagi mana harta masing-masing pihak. 1 Arti kedua adalah syirkah diartikan sebagai kerjasama atau kemitraan dalam suatu usaha. 2 Dari pemaknaan secara harfiah tersebut kemudian pengertian syirkah secara istilah di kalangan para ahli berkembang menjadi aneka ragam yang diantaranya : 3 a. Idris Ahmad menyatakan bahwa syirkah sama dengan syarikat dagang yakni adanya kesepakatan antara dua orang atau lebih untuk bekerjasama dengan cara menyerahkan modal masing-masing dimana 1 Pengertian ini didasarkan pada pendapat Taqiyuddin sebagaimana dikutip dalam Hendi Suhendi, Fiqh Muamalat, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 125; Jumhur ulama juga berpendapat sama dalam mengartikan syirkah sebagai (per)campuran, lih. Ensiklopedi Hukum Islam, ed. Abdul Aziz Dahlan (et.al), Jakarta, Ichtiar Van Hoeve, 1996, hlm. 1711; lih juga Gemala Dewi dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Jakarta, Prenada Media, 2005, hlm. 118. 2 Arti syirkah yang dilekatkan pada makna kerjasama dapat dilihat pada Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah; Deskripsi dan Ilustrasi Edisi 2, Yogyakarta, Ekonisia, 2004, hlm. 67; M. Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah; Dari Teori ke Praktek, Jakarta, Gema Insani Press, 2001, hlm. 90; Ulama yang melekatkan arti syirkah kepada kerjasama salah satunya adalah Ibnu Rusyd sebagaimana tertulis dalam Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Nihayatul Muqtashid, t.kp, Darul Fikr, tt, hlm. 189. Sedangkan pemaknaan syirkah kepada arti kemitraan dapat dilihat dalam Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Algoud, Perbankan Syari’ah; Prinsip, Praktik, dan Prospek, terj. Burhan Wirasubrata, Jakarta, Serambi Ilmu Semesta, 2004, hlm. 69. 3 Tiga pengertian pertama dikutip dari Hendi Suhendi, op. cit., hlm. 125-126.

Upload: hoangnhu

Post on 23-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SYIRKAH DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta, Raja Grafindo Persada,

19

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG SYIRKAH DAN WARALABA

A. Syirkah

1. Pengertian Syirkah

Kata syirkah merupakan kata dasar dalam bahasa Arab. Secara

bahasa ada dua arti yang dilekatkan pada kata syirkah. Arti pertama adalah

sebagai al-ikhtilath yaitu campuran atau percampuran yakni adanya

percampuran harta antara dua orang atau lebih sehingga tidak dapat

dibedakan lagi mana harta masing-masing pihak.1 Arti kedua adalah

syirkah diartikan sebagai kerjasama atau kemitraan dalam suatu usaha.2

Dari pemaknaan secara harfiah tersebut kemudian pengertian syirkah

secara istilah di kalangan para ahli berkembang menjadi aneka ragam yang

diantaranya :3

a. Idris Ahmad menyatakan bahwa syirkah sama dengan syarikat dagang

yakni adanya kesepakatan antara dua orang atau lebih untuk

bekerjasama dengan cara menyerahkan modal masing-masing dimana

1 Pengertian ini didasarkan pada pendapat Taqiyuddin sebagaimana dikutip dalam

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalat, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 125; Jumhur ulama juga berpendapat sama dalam mengartikan syirkah sebagai (per)campuran, lih. Ensiklopedi Hukum Islam, ed. Abdul Aziz Dahlan (et.al), Jakarta, Ichtiar Van Hoeve, 1996, hlm. 1711; lih juga Gemala Dewi dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Jakarta, Prenada Media, 2005, hlm. 118.

2 Arti syirkah yang dilekatkan pada makna kerjasama dapat dilihat pada Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah; Deskripsi dan Ilustrasi Edisi 2, Yogyakarta, Ekonisia, 2004, hlm. 67; M. Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah; Dari Teori ke Praktek, Jakarta, Gema Insani Press, 2001, hlm. 90; Ulama yang melekatkan arti syirkah kepada kerjasama salah satunya adalah Ibnu Rusyd sebagaimana tertulis dalam Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Nihayatul Muqtashid, t.kp, Darul Fikr, tt, hlm. 189. Sedangkan pemaknaan syirkah kepada arti kemitraan dapat dilihat dalam Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Algoud, Perbankan Syari’ah; Prinsip, Praktik, dan Prospek, terj. Burhan Wirasubrata, Jakarta, Serambi Ilmu Semesta, 2004, hlm. 69.

3 Tiga pengertian pertama dikutip dari Hendi Suhendi, op. cit., hlm. 125-126.

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SYIRKAH DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta, Raja Grafindo Persada,

20

pembagian keuntungan dan kerugian diperhitungkan menurut besar

kecilnya modal.

b. Menurut Sayyid Sabbiq syirkah ialah akad antara dua orang atau lebih

yang berserikat pada pokok harta benda (modal) dan keuntungan.

c. Hasbi Ash-Shiddieqie menjelaskan syirkah sebagai :

عقد بني شخصني فأكثر على التعاون ىف عمل إكتسايب واقتسام أرباحه

Artinya : “Akad yang berlaku antara dua orang atau lebih untuk ta’awun dalam bekerja pada suatu usaha dan membagi keuntungannya”.

d. Sulaiman Rasyid mendefinisikan syirkah sebagai akad dari dua orang

atau lebih untuk berserikat pada harta yang ditentukan oleh keduanya

dengan maksud mendapat keuntungan.4

Dari empat pemaknaan tentang syirkah di atas dapatlah diketahui

bahwa meskipun berbeda dalam redaksional akan tetapi esensi dari

pengertian syirkah tetaplah sama yakni kerjasama antara dua orang atau

lebih pada suatu usaha di mana keuntungan dan kerugian ditanggung

bersama sesuai dengan kesepakatan. Nama lain dari syirkah ditinjau dari

ilmu ekonomi antara lain adalah profit sharing5 dan perseroan6.

4 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Jakarta, At-Tahiriyah, 1959, hlm. 284. 5 Lih. Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, Yogyakarta, UPP AMPYKPN, tt, hlm.

101-dst. 6 Lih. Taqyudin an-Nabhani, Membangun Sistem EkonomiAlternatif; Perspektif Islam,

terj. M. Maghfur Wachid, Surabaya, Risalah Gusti, 2002, hlm. 153 – dst.

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SYIRKAH DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta, Raja Grafindo Persada,

21

2. Dasar Hukum Syirkah

Hukum dari pelaksanaan syirkah menurut hukum Islam adalah

boleh selama sesuai dengan ketentuan yang mengaturnya. Penegasan

hukum tentang syirkah telah tertulis dalam sumber-sumber hukum Islam

(al-Qur’an dan al-Hadits) yang diantaranya adalah :

a. Dasar hukum nash al-Qur’an

Q.S. Shad ayat 24

ريا من اخللطاء ليبغي ثقال لقد ظلمك بسؤال نعجتك اىل نعاجه وإنّ ك

اهم وظنلحت وقليل مبعضهم على بعض االّ الّذين امنوا وعملوا الص

نابأا و نما فتنه فاستغفر ربه وخرراكعداود أ

Artinya : “Daud berkata : ‘Sesungguhnya dia telah berbuat zalim

kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh dan amat sedikitlah mereka ini’. Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat”. (Q.S. Shad : 24)7

Q.S. an-Nisaa’ ayat 12

...فهم شركاء يف الثّلث ... Artinya : “Maka mereka berserikat pada sepertiga” (Q.S. an-Nisaa :

12)8

7 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang, Alwaah, 1995, hlm. 735-736. 8 Ibid., hlm. 117.

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SYIRKAH DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta, Raja Grafindo Persada,

22

Q.S. al-Maidah ayat 2

...وتعاونوا على الرب و التقوى ...

Artinya : “Dan tolong menolonglah kamu atas kebaikan dan taqwa ...” (Q.S. al-Maidah:2)9

b. Hadits Nabi

م وذهبت .وكان قد أدرك النيب ص: عن عبداهللا ابن هشام رضي اهللا عنه يا رسول اهللا بايعه، : م فقالت .به أمه زينب بنت محيد إىل رسول اهللا ص

كان خيرج اىل لسوق، فيشترى . فمسح رأ سه ودعا له) صغريهو: (فقال اشركنا، : الطّعام، فيلقاه ابن عمر و ابن الزبري رضي اهللا عنهم، فيقوالن له

م قد دعا لك با لربكة، فيشركهم، فربما أصاب الراحلة .فإنّ النيب ص ث ا اىل املرتلكما هي، فيبع

Artinya : “Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Hisyam r.a bahwa ibunya,

Zainab binti Humaid, membawanya ke hadapan Nabi Saw dan berkata,’Ya Rasulullah! Ambillah baiat darinya’. Tetapi Nabi Saw bersabda,’Ia masih terlalu muda untuk melakukannya’, seraya mengeluskan telapak tangannya ke atas kepalanya dan memohon Allah memberkahinya. ‘Abdullah bin Hisyam biasa pergi ke pasar untuk membeli bahan makanan. Ia ditemui oleh Ibn ‘Umar dan Ibn al-Zubair r.a keduanya berkata,’Jadilah mitraku, karena Nabi Saw telah berdo’a kepada Allah agar memberkahimu’. Demikianlah ia pun menjadi mitranya dan sangat sering ia memenangkan muatan unta dan mengirimnya ke rumah”.10

9 Ibid., hlm. 157. 10 Zainuddin Ahmad, Ringkasan Shahih Al-Bukhari, terj. Cecep Syamsul Hari dan

Tholib Anis, Bandung, Mizan, 2001, hlm. 454.

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SYIRKAH DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta, Raja Grafindo Persada,

23

إنّ األشعريني : (م .قال رسول اهللا ص: عنه قال عن أىب موسى رضي اهللامجعوا ما كان عندهم يف إذا أرملوا ىف الغزو، أو قلّ طعام عياهلم باملدينة،

ثوب واحد، مثّ اقتسموه بينهم يف إنان واحد با لسوية، فهم منى وأنا )منهم

Artinya : “Diriwayatkan dari Abu Musa r.a : Nabi Saw pernah bersabda,’Ketika makanan dari orang-orang dari suku Asy’ari berkurang dalam perang, atau makanan keluarga-keluarga mereka di Madinah berkurang, mereka mengumpulkan semua makanan yang masih ada dan menyimpannya di atas sebuah kain yang lebar. Kemudian mereka membagikannya secara merata di antara mereka dengan menggunakan sebuah mangkok. Demikianlah orang-orang ini adalah bagian dari diriku, dan aku adalah bagian dari mereka”.11

Selain sumber hukum berupa al-Qur’an dan Hadits Nabi, masalah

hukum syirkah juga dijelaskan Allah dalam sebuah Hadits Qudsi yang

berbunyi,

أنا ثالث الشريكني مامل خين : م عن ربه أنه يقول . رسول اهللا صييرو

أبو داود و ( خرجت من بينهما فاذا خان أحدمها صاحبهاحدمها صاحبه

)احلاكم و صححه

Artinya : “Diriwayatkan oleh Rasulullah Saw dari Allah bahwasanya

Allah berfirman : ‘Saya adalah ketiga dari dua orang yang bersyarikat itu, selama salah satu pihak tidak menghianati kawannya; jika salah satu menghianati kawannya maka Saya akan keluar dari antara mereka berdua itu”.(Riwayat Abu Daud dan Hakim dan ia sahkan)12

11 Ibid., hlm. 452. 12 Sebagaimana dikutip dalam Muhammad Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam

Islam, terj. Mu’amal Hamidy, Surabaya, Bina Ilmu, 1980, hlm. 376.

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SYIRKAH DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta, Raja Grafindo Persada,

24

3. Jenis-Jenis Syirkah

Ulama fiqh sebagaimana dikutip dalam “Ensiklopedi Islam”

sepakat membagi syirkah ke dalam dua bentuk yakni syirkah al-amlak dan

syirkah al-‘uqud. Masing-masing bentuk syirkah tersebut masih memiliki

cabang-cabang.13

Syirkah al-amlak adalah dua orang atau lebih memiliki harta

bersama tanpa melalui akad syirkah. Syirkah yang termasuk dalam syirkah

al-amlak ada dua bentuk yakni :14

a. Syirkah ikhtiyar15 yakni perserikatan yang muncul akibat tindakan

hukum orang yang berserikat. Contoh dalam syirkah ini adalah dua

orang atau lebih yang bersepakat bersyarikat atas barang yang dibeli,

hibah, wasiat, ataupun wakaf.

b. Syirkah jabr16 yaitu sesuatu yang ditetapkan menjadi milik dua orang

atau lebih tanpa kehendak dari mereka. Contoh dalam hal ini adalah

masalah harta warisan yang mereka terima dari orang yang telah wafat.

Syirkah al-Uqud adalah syirkah yang akadnya disepakati oleh dua

orang atau lebih untuk mengikatkan diri dalam prserikatan modal dan

keuntungan. Di kalangan ulama terjadi perbedaan mengenai bentuk

syirkah yang menjadi bagian dari syirkah al-uqud.

13 Ensiklopedi Hukum Islam, loc. cit. 14 Ibid., hlm. 1711-1712. 15 Syirkah ikhtiyar merupakan suatu syirkah yang didasarkan pada kebebasan memilih

dari orang yang berserikat. Ibid. 16 Syirkah jabr merupakan kebalikan dari syirkah iktiyar dimana dalam syirkah ini

orang yang berserikat tidak dapat memilih karena sudah terdapat aturan yang memaksa mereka untuk patuh di dalamnya. Ibid.

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SYIRKAH DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta, Raja Grafindo Persada,

25

Ulama Mazhab Hanbali membaginya ke dalam lima bentuk

yakni:17 a) syirkah al-‘inan yaitu kerjasama antara dua orang atau lebih

dalam modal dan kerja yang prosentase modal dan keuntungan tidak harus

sama dan disesuaikan dengan kesepakatan diantara pihak yang

bekerjasama,18 b) syirkah al-mufawadah atau kerjasama yang menekankan

pada kesamaan modal, tanggung jawab kerja, keuntungan, serta

tanggungan kerugian di antara pihak-pihak yang berserikat,19 c) syirkah al-

abdan adalah jenis kerjasama yang terkait dengan pekerjaan fisik dimana

pihak yang berserikat sepakat untuk melakukan pekerjaan yang diberikan

oleh pihak ketiga dengan pembagian keuntungan (upah) disesuaikan

dengan kesepakatan,20 d) syirkah al-wujuh yakni kerjasama antara pihak-

pihak yang berserikat tanpa disertai modal dan pembagian keuntungan

ataupun tanggungan kerugian sesuai dengan kesepakatan pihak yang

berserikat,21 dan e) syirkah al-mudarabah adalah jenis kerjasama antara

pemilik modal dengan pekerja ahli dimana keuntungan dibagi bersama

sesuai dengan kesepakatan.22 Sedangkan ulama Mazhab Maliki dan Syafi’i

membagi bentuk-bentuk syirkah al-uqud ke dalam empat bentuk

17 Ibid., hlm. 1711. 18 Lih. Said Sabiq sebagaimana dikutip dalam M. Ali Hasan, Berbagai Macam

Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 163-164; M. Syafi’i Antonio, op. cit., hlm. 92; Gemala Dewi dkk, op. cit., hlm. 121; Ensiklopedi Hukum Islam, op. cit., hlm. 1712.

19 Lihat dalam buku-buku pada M. Ali Hasan,, op. cit., hlm. 164; M. Syafi’i Antonio, loc. cit.; Gemala Dewi dkk, loc. cit.; Ensiklopedi Hukum Islam, loc. cit.

20 Lih. Gemala Dewi, op. cit., hlm. 122; M. Ali Hasan, loc. cit.; Ensiklopedi Hukum Islam, loc. cit.

21 Lih. M. Syafi’i Antonio, op. cit., hlm. 93.; Gemala Dewi, loc. cit.; Ensiklopedi Hukum Islam, loc. cit.; M. Ali Hasan, loc. cit.; Hendi Suhendi, op. cit., hlm. 130.

22 Lih. Gemala Dewi, loc. cit.; Ensiklopedi Hukum Islam, loc. cit.; M. Syafi’i Antonio, op. cit., hlm. 95.

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SYIRKAH DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta, Raja Grafindo Persada,

26

sebagaimana bentuk-bentuk syirkah dalam Mazhab Hanbali tanpa

menyertakan syirkah al-mudarabah. Alasan yang dikemukakan oleh

Mazhab Maliki dan Syafi’i adalah al-mudarabah merupakan akad

tersendiri dalam bentuk kerjasama lain dan tidak dinamakan dengan

perserikatan.23

Berbeda dengan dua Mazhab tersebut di atas, Hanafiyah membagi

syirkah uqud ke dalam tiga bentuk syirkah24 yakni syirkah uqud bi al-

mal,25 syirkah uqud bi al-abdan,26 dan syirkah uqud bi al-wujuh.27

Selain pandangan dari jumhur ulama terkait dengan pembagian

syirkah, ada beberapa pendapat mengenai pembagian syirkah yang

berbeda dengan apa yang disepakati oleh jumhur ulama. Menurut

Malikiyah, syirkah dibagi ke dalam tiga bentuk berupa syirkah al-irts

yakni serikat yang berlaku bagi para ahli waris yang menjadi pewaris dari

orang yang sama, syirkah al-ghonimah adalah serikat yang berlaku pada

para tentara terhadap harta rampasan perang dimana pembagian harus

sesuai dengan kesepakatan, dan syirkah al-mutaba’ain syai’a bainahuma

yaitu jenis serikat yang berlaku bagi pihak yang berserikat dalam hal

pembelian rumah maupun yang lainnya.28

23 Selain dua mazhab ini yang termasuk menentang/menolak adalah mazhab Hanafi, az-

Zahiri, dan Syiah Imamiah. Lih. Ensiklopedi Hukum Islam, op. cit., hlm. 1714. 24 Lih. Hendi Suhendi, op. cit., hlm. 129. 25 Syirkah al-uqud bi al-mal dibagi lagi ke dalam dua bentuk yakni syirkah al-uqud bi

al-mal al-mufawadah dan syirkah al-uqud bi al-mal al-‘inan. 26 Syirkah al-uqud bi al-abdan terbagi ke dalam syirkah al-uqud bi al-abdan al-

mufawadah dan syirkah al-uqud syirkah al-uqud bi al-abdan al-‘inan. 27 Syirkah al-uqud bi al-wujuh terbagi menjadi dua bentuk yakni syirkah al-uqud bi al-

wujuh bi al-mufawadah dan syirkah al-uqud bi al-wujuh bi al-‘inan. 28 Lih Hendi Suhendi, op. cit., hlm. 131.

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SYIRKAH DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta, Raja Grafindo Persada,

27

Gemala Dewi dkk dalam buku “Hukum Perikatan Islam di

Indonesia” membagi syirkah ke dalam tiga bentuk yakni syirkah ibahah

yakni perserikatan atau persekutuan semua orang untuk dibolehkan

menikmati manfaat sesuatu yang belum ada di bawah kekuasaan

seseorang, syirkah amlak atau perserikatan untuk memiliki sesuatu benda,

dan syirkah akad yakni perserikatan yang timbul dengan perjanjian.

Syirkah amlak dibagi lagi menjadi dua bentuk yaitu syirkah milik jabriyah

dan syirkah milik ikhtiyariyah. Sedangkan syirkah akad terbagi dalam

empat bentuk yakni syirkah syirkah amwal29, syirkah ‘amal/’abdan,

syirkah wujuh, dan syirkah mudharabah.30

4. Tata Cara Pelaksanaan Syirkah (Rukun, Syarat, dan Berakhirnya Suatu

Syirkah)

Pembahasan mengenai (tata cara) pelaksanaan syirkah tidak

terlepas dari pembahasan tentang rukun dan syarat syirkah serta kapan

berakhirnya suatu syirkah. Di kalangan ulama fiqh terdapat perbedaan

pendapat tentang rukun syirkah. Pada satu sisi jumhur ulama menyepakati

adanya empat rukun dalam syirkah yang terdiri dari sighah (lafal), ijab dan

kabul, kedua orang yang berakad, dan obyek akad. Di sisi lain ulama

Mazhab Hanafi berpendapat bahwa rukun syirkah (baik syirkah al-amlak

maupun al-uqud) hanya ada dua yaitu adanya ijab – ungkapan penawaran

melakukan perserikatan) dan kabul – ungkapan penerimaan penawaran.

29 Syirkah amwal adalah prserikatan dalam hal modal/harta. Syirkah ini terbagi dalam

dua bentuk yakni syirkah al-inan dan syirkah al-mufawadah. 30 Lih. Gemala Dewi, op. cit., hlm. 121-122.

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SYIRKAH DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta, Raja Grafindo Persada,

28

Bagi ulama Mazhab Hanafi orang yang berakad dan obyeknya bukan

merupakan rukun syirkah tetapi termasuk syarat syirkah.31

Secara umum syarat syirkah terdiri dari tiga hal yakni :32

a. Perserikatan tersebut merupakan transaksi yang dapat diwakilkan.

b. Prosentase pembagian keuntungan untuk masing-masing pihak yang

berserikat dijelaskan pada saat berlangsungnya akad.

c. Keuntungan itu diambilkan dari hasil laba harta perserikatan dan bukan

dari harta lain.

Selain tiga syarat di atas tersebut, ada beberapa syarat khusus

dalam pelaksanaan syirkah yang mencakup pelaksanaan syirkah al-amlak

maupun syirkah al-uqud. Syarat khusus bagi syirkah al-amlak dibahas

dalam permasalahan wasiat, hibah, wakaf, dan waris (ilmu faraid). Sedang

syarat khusus yang berlaku pada bentuk syirkah al-uqud diantaranya

adalah :33

a. Dalam syirkah al-amwal modal perserikatan haruslah jelas dan tunai,

bukan berbentuk utang dan bukan pula berbentuk barang. Terdapat

perbedaan antara para ulama mengenai penyatuan modal dalam

syirkah al-amwal. Jumhur ulama yang terdiri dari Mazhab Hanafi,

Maliki, dan Hanbali berpendapat bahwa modal tersebut tidak harus

disatukan karena akda perserikatan mengandung makna perwakilan

dalam bertindak hukum dan diperbolehkan modal masing-masing

pihak tidak disatukan. Sedangkan ulama Mazhab Syafi’i, az-Zahiri,

31 Lih. Ensiklopedi Hukum Islam, op. cit., hlm. 1714. 32 Ibid. 33Ibid., hlm. 1714-1715.

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SYIRKAH DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta, Raja Grafindo Persada,

29

dan Zaidiah berpendapat bahwa modal masing-masing pihak harus

disatukan sebelum terjadi akad. Hal ini didasarkan pada pemaknaan

syirkah pada arti percampuran, sehingga modal harus disatukan

sehingga tidak diketahui lagi perbedaannya. Ibnu Rusyd lebih memilih

jalan tengah dan menyatakan bahwa akan lebih baik apabila modal

masing-masing pihak disatukan untuk mengurangi unsur-unsur

keraguan dan kecurigaan antar pihak yang berserikat.

b. Syarat khusus dalam syirkah al-amal terbagi menjadi dua sesuai

dengan bentuk syirkah dalam syirkah al-amal. Pertama adalah syarat

khusus dalam syirkah al-amal yang berbentuk al-mufawadah yang

meliputi empat syarat khusus yakni : a) Kedua belah pihak cakap

dijadikan wakil; b) Modal yang diberikan masing-masing pihak harus

sama; c) Semua pihak berhak untuk bertindak hukum dalam seluruh

obyek perserikatan; dan d) Lafal yang digunakan dalam perserikatan

adalah lafal al-mufawadah. Kedua adalah syarat khusus syirkah al-

amal yang berbentuk al-‘inan yang terdiri dari satu hal yakni yang

berakad adalah orang-orang yang cakap bertindak sebagai wakil.

Meskipun jumhur ulama menyepakati pendapat ini, namun Mazhab

Hanafi dan Zaidiah berpendapat bahwa apabila salah satu syarat dari

al-mufawadah tidak dipenuhi oleh pihak-pihak yang berserikat maka

secara langsung syirkah al-mufawadah akan berubah menjadi syirkah

al-inan.

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SYIRKAH DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta, Raja Grafindo Persada,

30

c. Syarat khusus syirkah al-wujuh juga dibedakan sesuai dengan bentuk

yang terdapat dalam syirkah tersebut. Dalam syirkah al-wujuh yang

berbentuk al-mufawadah syaratnya adalah : a) Pihak yang berserikat

adalah orang-orang yang cakap dijadikan wakil; b) Modal yang

diberikan semua pihak yang berserikat harus sama jumlahnya; c)

Pembagian kerjanya sama; dan d) Keuntungan dibagi bersama.

Sedangkan syarat khusus bagi syirkah al-wujuh yang berbentuk al-

‘inan adalah adanya kebolehan perbedaan besar modal diantara pihak

yang berserikat dan pembagian keuntungan disesuaikan dengan

prosentase modal masing-masing.

Di luar tiga jenis syirkah di atas, Gemala Dewi berpendapat bahwa

rukun dan syarat khusus berlaku dalam syirkah al-mudarabah yang

meliputi :34 a) Pemodal dan pengelola; b) Adanya sighat; c) Adanya

modal; d) Nisbah keuntungan.

Hanafiyah juga membedakan syarat syirkah menjadi empat bagian

yaitu :

a. Sesuatu yang bertalian dengan segala bentuk syirkah baik dengan harta

maupun yang lainnya. Syarat dalam hal ini ada dua yakni : 1) Yang

berkenaan dengan benda yang diakadkan adalah harus dapat diterima

sebagai perwakilan; 2) Yang berkenaan dengan keuntungan harus ada

kejelasan pembagian keuntungan dan diketahui oleh dua belah pihak.

34 Pembahasan masalah rukun dan syarat al-mudarabah dijelaskan dalam Gemala Dwi,

op. cit., hlm. 128.

Page 13: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SYIRKAH DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta, Raja Grafindo Persada,

31

b. Sesuatu yang berkaitan dengan syirkah mal (harta) terdapat dua syarat

yang harus ada dan dipenuhi yakni : 1) Yang dijadikan modal sebagai

obyek akad syirkah adalah alat pembayaran (nuqud); 2) Modal (harta

pokok) harus ada ketika pelaksanaan akad.

c. Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mufawadah terdapat tiga syarat

berupa : 1) Modal (pokok harta) jumlahnya harus sama; 2) Pihak yang

bersyirkah harus ahli dalam kafalah; dan 3) Obyek akad disyaratkan

syirkah umum yakni pada semua macam jual beli atau perdagangan.

d. Syarat syirkah ‘inan sama dengan syirkah mufawadah.35

Sedangkan menurut Malikiyah dalam buku yang sama – Fiqh

Muamalat – syarat syirkah hanya terdiri dari merdeka, baligh dan pintar.36

Menurut ulama fiqh, secara umum ada empat hal yang

menyebabkan berakhirnya suatu syirkah yaitu : a) Salah satu pihak

mengundurkan diri; b) Salah satu pihak yang berserikat meninggal dunia;

c) Salah satu pihak kehilangan kecakapannya dalam bertindak hukum;

d) Salah satu pihak murtad maupun melarikan diri ke negeri yang

berperang dengan negeri muslim.37

Hendi Suhendi dalam buku Fiqh Muamalat memberikan enam hal

yang menyebabkan berakhirnya suatu syirkah yang tiga diantaranya adalah

sama dengan kesepakatan ulama fiqh dengan ditambah tiga hal yang

meliputi : a) Salah satu pihak di bawah pengampunan; b) Salah satu pihak

35 Hendi Suhendi, op. Cit., hlm. 128 36 Ibid. 37 Ensiklopedi Hukum Islam, op. cit., hlm. 1715.

Page 14: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SYIRKAH DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta, Raja Grafindo Persada,

32

jatuh bangkrut yang berakibat hilang pula kuasa atas saham syirkah;

c) Modal syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama syirkah.38

Sedangkan sebab-sebab khusus yang menyebabkan berakhirnya

syirkah menurut ulama fiqh antara lain : a) Dalam syirkah al-amwal akad

dinyatakan batal apabila sebagian atau bahkan seluruh modal dari

perserikatan hilang; b) Syirkah al-mufawadah akan berakhir apabila modal

masing-masing pihak tidak sama kuantitasnya.39

Apabila syirkah telah berakhir dan pihak-pihak yang terkait di

dalamnya ingin kembali mengadakan perserikatan, maka pihak-pihak

tersebut harus memulai dari awal lagi.

B. Waralaba

1. Sejarah Singkat Waralaba

Sistem waralaba (franchise) diperkenalkan pertama kali pada satu

abad yang lalu oleh pabrik mesin jahit Singer di Amerika Serikat.

Pengenalan sistem tersebut ternyata mendapat respon positif dari para

pengusaha, terutama kelas menengah ke bawah, sehingga dengan cepat

dan mudah berkembang menjadi trademark baru dalam dunia usaha di

Amerika Serikat.40

Meski diperkenalkan oleh pabrik mesin jahit, pada

perkembangannya sistem waralaba malah menjadi favorit para pengusaha

38 Lih. Hendi Suhendi, op. cit., hlm. 65-66. 39 Ensiklopedi Hukum Islam, loc. cit. 40 Suharmoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Jakarta, Kencana, 2004,

hlm. 82.

Page 15: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SYIRKAH DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta, Raja Grafindo Persada,

33

dealer dan pabrik mobil yang mayoritas mendasarkan kerjasamanya

dengan model franchise (waralaba). Bahkan kalangan ini pula yang

menjadi pioneer lahirnya Undang-Undang tentang waralaba yang diawali

dengan pembuatan dan pemberlakuan aturan kerjasama di kalangan

pengusaha dealer dan pabrik mobil yang termuat dalam The Automobile

Dealer Act pada tahun 1956. Dari sinilah kemudian berkembang aneka

ragam ide terkait dengan aturan-aturan dalam bisnis waralaba.41

Kemajuan pesat yang ditunjukkan melalui sistem waralaba di

Amerika Serikat mendapat pengakuan dari IFA (International Franchising

Association) yang menyebutkan bahwa sistem waralaba telah berhasil

dalam mengembangkan usaha, khususnya usaha kelas kecil. Pernyataan ini

didukung dengan data lapangan yang menyatakan bahwa satu dari dua

belas usaha di Amerika Serikat berbentuk waralaba dan berhasil menyerap

delapan juta tenaga kerja serta mencapai angka empat puluh satu persen

dari seluruh bisnis eceran di Amerika.42

Sedangkan di Indonesia, sistem waralaba dikenal pada awal dekade

90-an. Namun perkembangan waralaba – khususnya di kalangan usahawan

lokal – tidak begitu signifikan. Hanya sedikit pengusaha lokal yang

menerapkan sistem waralaba dalam mengembangkan usahanya. Akan

tetapi hal berbeda Tepatnya ketika Pemerintah Indonesia memberikan

41 Aturan atau undang-undang yang diberlakukan di kalangan dealer tersebut memacu

beberapa perusahaan di beberapa daerah (negara) bagian Amerika untuk membuat aturan-aturan seputar franchising. Selanjutnya untuk mengetahui lebih jelas tentang perkembangan undang-undang waralaba di Amerika lihat Pengaturan Waralaba di Amerika serikat dalam Gunawan Widjaja, Waralaba, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 43-74.

42 Suharmoko, loc. cit.

Page 16: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SYIRKAH DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta, Raja Grafindo Persada,

34

dukungan terhadap penerapan sistem waralaba dengan keluarnya Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba pada

tanggal 18 Juni 1997. Selain Peraturan tersebut, sistem waralaba di

Indonesia juga memiliki landasan hukum berupa Surat Keputusan yang

dikeluarkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik

Indonesia dengan nomor 259/MPP/KEP/7/1997 tentang Ketentuan dan

Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Waralaba pada tanggal 30 Juli 1997.43

2. Pengertian Waralaba

Waralaba atau franchise menjadi fenomena tersendiri sebagai

wacana di kalangan tokoh ekonomi Indonesia. Berbagai arti pun

disematkan oleh para tokoh ekonomi tersebut yang diantaranya :

a. Gunawan Widjaja memberikan definisi waralaba sebagai pemberian

lisensi untuk mempergunakan sistem, metode, tata cara, prosedur,

metode pemasaran dan penjualan, serta hal lain yang telah ditentukan

oleh pemberi waralaba dan tidak boleh diabaikan oleh penerima

waralaba.44

b. Suryana memaknai waralaba sebagai suatu persetujuan lisensi menurut

hukum antara suatu perusahaan penyelenggara dengan penyalur atau

perusahaan lain untuk melaksanakan usaha yang di dalamnya

mencakup penggunaan nama, merek dagang, dan prosedur

penyelenggaraan secara standar dari franchisor (pemberi waralaba)

43 Gunawan Widjaja, op. cit., hlm. 1. 44 Gunawan Widjaja, Lisensi atau Waralaba, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2004,

hlm. 20.

Page 17: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SYIRKAH DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta, Raja Grafindo Persada,

35

oleh franchise (penerima waralaba) yang berkelanjutan dan

dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu.45

c. Sedangkan menurut Suharmoko waralaba adalah sebuah perjanjian

pemberian lisensi/izin oleh franchisor kepada franchise untuk

melakukan pendistribusian barang dan jasa di wilayah dan jangka

waktu tertentu di bawah nama dan identitas franchisor.46

Selain pendapat para tokoh tersebut, Pemerintah Republik

Indonesia juga memberikan batasan arti waralaba sebagai suatu perikatan

di mana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau

menggunakan hak atas kekayaan intelektuan atau penemuan atau ciri khas

yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan

yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau

penjualan barang atau jasa.47

Dari beberapa pengertian tentang waralaba tersebut di atas dapatlah

disimpulkan bahwa waralaba adalah suatu bentuk kerjasama dalam hal

pemberian izin usaha yang di dalamnya mencakup : a) Pemberi waralaba

(franchisor)48; b) Penerima waralaba (franchise)49; c) Surat perjanjian50; d)

45 Suryana, Kewirausahaan : Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses Edisi

Revisi, Jakarta, Salemba Empat, 2003, hlm. 82. 46 Suharmoko, loc. cit. 47 Batasan pengertian yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia ini dapat dilihat pada

Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba dan juga Pasal 1 Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No. 259/MPP/KEP/7/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Waralaba.

48 Pemberi waralaba adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimilikinya. Lih. Suharmoko, op. cit., hlm. 84.

49 Penerima waralaba adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak dari pihak lain (pemberi waralaba) untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki oleh pemberi waralaba. Ibid.

Page 18: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SYIRKAH DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta, Raja Grafindo Persada,

36

Barang atau jasa yang menjadi kesepakatan obyek kerjasama; e) Wilayah

kerja dan jangka waktu tertentu; f) Imbalan51 yang diterima oleh pemberi

waralaba.

3. Bentuk Waralaba

Bentuk waralaba sebagai sistem kerjasama usaha dalam prakteknya

dapat dibedakan menjadi dua jenis :52

a. Waralaba Produk dan Merek Dagang (Product and Trade Franchise)

yakni waralaba yang terwujud melalui pemberian lisensi/hak dari

pemberi waralaba kepada penerima waralaba untuk menjual produk

yang dikembangkan oleh pemberi waralaba yang juga disertai dengan

penggunaan merek dagang di mana pemberi waralaba akan

memperoleh pembayaran royalti, baik royalti di muka maupun royalti

berjalan, sebagai imbalan. Waralaba jenis ini biasa digunakan oleh

dealer mobil dan stasiun pompa bensin.

50 Surat perjanjian waralaba salah satu syarat yang harus ada dalam suatu waralaba

sebagaimana telah diatur dalam Pasal 2 PP No. 16 Tahun 1997. Peraturan tersebut juga mengatur bahwa perjanjian yang dibuat harus ditulis dalam bahasa Indonesia yang baku dan juga berlaku hukum Indonesia. Lih. Gemala Dewi dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Jakarta, Prenada Media, 2005, hlm. 196-197; Dalam sebuah surat perjanjian waralaba memauat catatan segala kesepakatan dalam waralaba di mana hak pembuat dimiliki oleh pihak pemberi waralaba. Lih. Suharmoko, op. cit., hlm. 85.

51 Imbalan atau fee yang diperoleh oleh pemberi waralaba sebagai kompensasi dari pelaksanaan waralaba ada dua jenis yakni: Pertama, imbalan yang bersifat langsung dan bernilai moneter (direct monetary compensation) yang meliputi lump sum payment atau sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh penerima waralaba saat terjadi kesepakatan perjanjian dan royalty uang yang diperoleh pemberi waralaba dari penerima waralaba berdasarkan presentase yang dihitung dari jumlah produksi dan atau penjualan barang dan atau jasa baik disertai ikatan ataupun tidak disertai jumlah minimum maupun maksimum. Kedua, imbalan yang berbentuk nilai moneter yang bersifat tidak langsung (inderct and nonmonetary compensation) yang meliputi keuntungan sebagai akibat penjualan barang modal atau bahan mentah, pembayaran dalam bentuk deviden ataupun bunga pinjaman, dan lain sebagainya. Gemala Dewi, loc. cit.

52 Gunawan Widjaja, Waralaba, op. cit., hlm. 13-14; Suharmoko, op. cit., hlm. 83-84.

Page 19: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SYIRKAH DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta, Raja Grafindo Persada,

37

b. Waralaba Format Bisnis (Business Format Franchise) yang memiliki

batasan sebagai pemberian sebuah lisensi oleh seseorang (pemberi

waralaba) kepada pihak lain (penerima waralaba) yang meliputi

pemberian hak untuk berusaha/berdagang dengan menggunakan merek

atau nama dagang dari pemberi waralaba serta seluruh paket yang

terdiri dari seluruh elemen yang diperlukan untuk membuat seseorang

yang belum terlatih dalam bisnis dan untuk menjalankannya dengan

bantuan terus menerus atas dasar-dasar yang telah ditentukan

sebelumnya.

Perbedaan antara kedua jenis waralaba di atas terletak pada adanya

usaha untuk mengembangkan kuantitas produk semata pada satu sisi

(waralaba produk atau merek dagang) dan usaha untuk mengembangkan

kuantitas produk serta kualitas sumber daya manusia di sisi lain (waralaba

format bisnis). Sebagai sistem yang tidak hanya memfokuskan pada

peningkatan kuantitas produk saja namun juga menitikberatkan pada

peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka dalam waralaba format

bisnis harus mencakup :

a. Konsep bisnis yang menyeluruh dari pemberi waralaba.

b. Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek

pengelolaan bisnis sesuai dengan konsep pemberi waralaba.

Page 20: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SYIRKAH DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta, Raja Grafindo Persada,

38

c. Proses bantuan dan bimbingan yang terus menerus dari pihak pemberi

waralaba.53

Gemala Dewi dalam bukunya menjelaskan bahwa dalam waralaba

format bisnis seorang penerima waralaba (franchise) berhak menerima

dari pemberi waralaba (franchisor) berupa :54

a. Brand name yang meliputi logo, peralatan, dan lain-lain sesuai dengan

yang dimiliki oleh pemberi waralaba.

b. Sistem dan manual operasional bisnis sesuai dengan standar yang

ditetapkan oleh franchisor.

c. Dukungan dalam beroperasi, berupa pelatihan-pelatihan dan bantuan-

bantuan.

d. Pengawasan (monitoring) terhadap kesesuaian sistem yang telah

dijalankan dengan standar sistem dari franchisor.

e. Penggabungan promosi (joint promotion)

f. Pemasokan. Ini berlaku bagi sistem waralaba format bisnis tertentu,

misalnya dalam usaha makanan dan minuman di mana franchisor

merangkap sebagai supplier dari makanan/minuman tersebut, bahkan

terkadang franchisor juga memasok mesin-mesin dan peralatan yang

diperlukan.

53 Hal ini dinyatakan Martin Mandelson sebagaimana dikutip Gunawan Widjaja dalam Waralaba, loc. cit.; dan juga Gemala Dewi, op. cit., hlm. 195.

54 Ibid.

Page 21: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SYIRKAH DAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), Jakarta, Raja Grafindo Persada,

39

4. Tata cara Pelaksanaan Waralaba di Indonesia

Aturan-aturan tentang waralaba di Indonesia diatur secara lengkap

dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.

259/MPP/KEP/7/1997.55

55 Surat Keputusan Menperindag no. 259 tahun 1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara

Pelaksanaan Pendaftaran Waralaba yang diatur dalam delapan bab dan 26 pasal. Bandingkan dengan PP No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. (Terlampir)