ayat muamalat jual beli

14
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi. Dengan berinteraksi, mereka dapat mengambil dan memberikan manfaat. Salah satu praktek yang merupakan hasil interaksi sesama manusia adalah terjadinya jual beli yang dengannya mereka mampu mendapatkan kebutuhan yang mereka inginkan. Islam pun mengatur permasalahan ini dengan rinci dan seksama sehingga ketika mengadakan transaksi jual beli, manusia mampu berinteraksi dalam koridor syariat dan terhindar dari tindakan-tindakan aniaya terhadap sesama manusia, hal ini menunjukkan bahwa Islam merupakan ajaran yang bersifat universal dan komprehensif. Melihat paparan di atas, perlu kiranya kita mengetahui beberapa tentang jual beli yang patut diperhatikan bagi kita yang kesehariannya melakukan kegiatan dengan transaksi jual beli, bahkan jika diteliti secara seksama, setiap orang tentulah bersentuhan dengan jual beli. Oleh karena itu, pengetahuan tentang jual beli yang disyariatkan mutlak diperlukan. Disini saya akan menguraikan satu ayat yang berkaitan dengan jual beli pada khususnya dan riba pada umumnya. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Tafsiran Surah Al-Baqarah ayat 275 ? 2. Bagaimana Hukum yang terkandung dalam Surah Al-Baqarah ayat 275?

Upload: taufik-rahman

Post on 21-Jul-2015

85 views

Category:

Education


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: ayat muamalat jual beli

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi. Dengan berinteraksi,

mereka dapat mengambil dan memberikan manfaat. Salah satu praktek yang merupakan hasil

interaksi sesama manusia adalah terjadinya jual beli yang dengannya mereka mampu

mendapatkan kebutuhan yang mereka inginkan. Islam pun mengatur permasalahan ini dengan

rinci dan seksama sehingga ketika mengadakan transaksi jual beli, manusia mampu

berinteraksi dalam koridor syariat dan terhindar dari tindakan-tindakan aniaya terhadap

sesama manusia, hal ini menunjukkan bahwa Islam merupakan ajaran yang bersifat universal

dan komprehensif.

Melihat paparan di atas, perlu kiranya kita mengetahui beberapa tentang jual beli yang

patut diperhatikan bagi kita yang kesehariannya melakukan kegiatan dengan transaksi jual

beli, bahkan jika diteliti secara seksama, setiap orang tentulah bersentuhan dengan jual beli.

Oleh karena itu, pengetahuan tentang jual beli yang disyariatkan mutlak diperlukan. Disini

saya akan menguraikan satu ayat yang berkaitan dengan jual beli pada khususnya dan riba

pada umumnya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Tafsiran Surah Al-Baqarah ayat 275 ?

2. Bagaimana Hukum yang terkandung dalam Surah Al-Baqarah ayat 275?

Page 2: ayat muamalat jual beli

2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Nash Ayat

Allah SWT telah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 275 yang berbunyi:

يطان من المس ذلك بأ الذين يأكلون الربا ال ي قومون إال كما ي قوم الذي ي تخبطه الش م ي ا الب الوا إ الربا ن له ما سلف وأمره ى ف وحرم الربا فمن جاءه موعظة من ربه فان ت ي إل الل ومن عاد فأولئك وأح الل الب

ا خالدون أصحاب الن في .ار ه

Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti

berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.

Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata

(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah

menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai

kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),

maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan

urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba),

maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya (275)

B. Sebab turunnya ayat

Kaum Tsaqif, penduduk kota Taif telah membuat kesepakatan dengan Rasulullah

SAW bahwa semua hutang mereka demikian juga piutang ( tagihan) yang berdasarkan riba

agar dibekukan dan dikembalikan hanya pokoknya saja. Setelah Fathu Makkah, Rasulullah

SAW menunjuk ‘Itab ibn Usaid sebagai gubernur Makkah yang juga meliputi kawasan Thaif.

Bani Amr ibn Umar adalah orang yang biasa meminjamkan uang secara riba kepada bani

Mughirah sejak zaman jahiliyah dan Bani Mughiroh senantiasa membayarkannya. Setelah

kedatangan Islam, mereka memiliki kekayaan yang banyak. Karenanya, datanglah Bani Amer

untuk menagih hutang dengan tambahan riba, tetapi Bani Mughirah menolak. Maka

diangkatlah masalah itu kepada Gubernur ‘Itab ibn Usaid dan beliau menulis kepada

Rasulullah SAW. Maka turunlah ayat ini. Rasulullah Saw lalu menulis surat balasan yang

Page 3: ayat muamalat jual beli

3

isinya “ Jika mereka ridha atas ketentuan Allah SWT diatas maka itu baik, tetapi jika mereka

menolaknya maka kumandangkanlah ultimatum perang kepada mereka1

C. Mufrodat

Beberapa mufrodat yang penting antara lain adalah :2

(يأكلون ) : arti harfiyahnya adalah memakan, disini berarti mengambil atau

memanfaatkan. Karena itulah tujuan utamanya. Maksudnya bahwa kebanyakan

bentuk dalam mengambil manfaat adalah memakannya.

(يقومون ) : maksudnya bangkit dari kubur mereka

(يتخبطهم) : artinya kesurupan atau kemasukan syetan.

(الخبط) : berjalan tidak stabil3

( gila : (المس

D. Macam-macam tafsiran dari beberapa kitab tafsir

1. Tafsir An-Nur

يطان من المس الذين يأكلون الربا ال ي قومون إال كما ي قوم الذي ي تخبطه الش“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti

berdirinya orang yang dibanting setan.”

“Mengambil” diserupakan dengan “Makan” untuk menegaskan bahwa apa yang

sudah dimakan tidak bisa dikembalikan, demikian pula halnya riba, apa yang sudah diambil

tidak bisa dikembalikan. Para pemakan riba disamakan dengan orang yang kemasukan setan,

berjalan tidak menentu arahnya. Gerak-gerik mereka seperti orang gila atau kemasukan setan.

Kata “berdiri” dalam ayat ini, yang dimaksud adalah: gerak-gerik, sikap, dan perilaku, yang

diperlihatkan oleh pemakan riba. Tetapi jumhur ulama berpendapat, yang dimaksud dengan

kata “berdiri” dalam ayat ini adalah berdiri dari kubur(makam) pada hari kebangkitan. Allah

menjadikan di antara tanda-tanda pemakan riba pada hari kiamat adalah bangkit dari kubur

dalam kondisi seperti kemasukan setan.

1 Tafsir At-Thabari, jilid 6 hal 33 dan Tafsir Al-Munir oleh Dr. Wahbat Az-Zuhaili, Darul Fikr Al-

Mu’ashir Libanon, juz 3, hal. 84-85 2 Ibid 3 Terjemah tafsir Al -Maraghi juz 3 h.96

Page 4: ayat muamalat jual beli

4

الربا م ي ا الب الوا إ ذلك بأن

“Yang demikian akabat mereka berkata: sesungguhnya jual-beli itu hampir sama

dengan riba.”

Mereka(para pemakan riba) ketika itu memandang riba adalah halal sebagaimana

layaknya jual beli. Orang boleh menjual sesuatu yang semula harganya seribu rupiah menjadi

dua ribu rupiah, tentu hal yang sama berlaku dalam transaksi peminjaman uang (kredit).

وحرم الربا ي وأح الل الب

“padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

Allah telah menghalalkan jual beli, karena dalam jual beli ada pertukaran dan

pergantian, ada barang yang mungkin hargana bertambah pada masa mendatang. Tambahan

harga itu adalah jasa dari kemanfaatan yang diperoleh dari harga barang tersebut.

Allah mengharamkan riba, karena dalam riba tak ada pertukaran dan tambahan

pembayaran, bukan karena kompensasi, tetapi semata-mata karena penundaan waktu

pembayaran. Dalam jual beli ada hal-hal yang menghendaki kehalalannya, sedangkan dalam

riba terdapat mafsadat yang menghendaki keharamannya. Dalam jual beli, kepentingan

pembeli dari barang pembeliannya selalu diperhatikan.

2. Tafsir Ibnu Katsir

وحرم الربا ي الربا وأح الل الب م ي ا الب الوا إ ذلك بأن

“Yang demikian itu karena mereka berpendapat, sesungguhnya jual beli itu sama

dengan riba, Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. ”

Karena mereka telah menentang hukum Allah, dan berkata: “bahwa jual beli itu sama

dengan riba”, seakan-akan mereka akan mempergunakan qiyas yang terbalik dan keliru,

sebab mereka sekiranya akan mengadakan qiyas tentu berkata:”Riba itu sama saja dengan

jual beli yang halal dengan cara riba”.

Sebab Allah itu maha Mengetahui dan sangat bijaksana, yang mengetahui hakikat dan

akibat dari segala sesuatu yang berguna maka dibolehkannya, dan yang berbahaya maka

diharamkannya, karena Allah itu lebih kasih sayang kepada hamba-Nya melebihi dari kasih

sayang ibu terhadap anaknya yang bayi.

Page 5: ayat muamalat jual beli

5

3. Tafsir Maraghi

وحرم الر ي الربا وأح الل الب م ي ا الب الوا إ باذلك بأن

“Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata

(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, , Dan Allah telah

menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.

Jika mereka memakan riba, maka riba akan dianggap sebagai yang dihalalkan, sama

seperti jual beli . Dalam keyakinan si pemakan, hal tersebut sama bolehnya dengan

seseorang menjual barang dagangan yang harganya sepuluh dirham, misalnya dengan

bayaran kontan, atau dua puluh dirham dengan kredit. Karena anggapan membolehkan tadi,

maka dalam keyakinan mereka dibolehkan pula memberikan sepuluh dirham terhadap orang

yang membutuhkannya, dengan syarat ia akan mengembalikannya menjadi dua puluh

dirham setelah setahun. Sebab dibolehkannya ini menurut keyakinannya adalah sama, yakni

perbedaan masa waktu.

Demikianlah alasan mereka, menurut apa yang mereka khayalkan. Padahal, analogi

mereka ini sama sekali tidak benar. Karenanya, Allah berfirman yang menegaskan bahwa

riba itu haram sedang jual beli itu halal.

Dalam hal jual beli, ada hal-hal yang menyebabkan dihalalkannya jual beli, dan dalam

masalah riba, ada factor-faktor yang menyebabkan haramnya riba. Penyebab dihalalkannya

jual beli, karena selamanya pihak pembeli bisa memanfaatkan apa yang dibeli dalam artian

hakiki. Misalkan, kita membeli beras, maka sekali-kali kita tidak membeli kecuali untuk

dimakan atau untuk dijual lagi (sebagai perdagangan). Disamping itu, harga yang ditetapkan

berimbang dengan barang yang dijual secara rela antara penjual dan pembeli, dan dengan

pilihan antar keduanya.

E. Hukum yang terkandung di dalam ayat tersebut

Ayat yang melarang riba ini bila disimak lebih jauh mengandung banyak pengertian

hukum, diantaranya :

Dibolehkannya semua praktek jual beli yang tidak ada larangan syar`i di dalamnya.

Jual beli sendiri memiliki arti memiliki harta dengan harta melalui ijab qabul dengan

keridhaan keduanya.

Diharamkannya riba

Page 6: ayat muamalat jual beli

6

F. Definisi Jual Beli

Secara etimologi, al-bay’u ,berarti mengambil dan memberikan sesuatu (jual beli)البيع

dan merupakan derivat (turunan) dari الباع (depa) karena orang Arab terbiasa mengulurkan

depa mereka ketika mengadakan akad jual beli untuk saling menepukkan tangan sebagai

tanda bahwa akad telah terlaksana atau ketika mereka saling menukar barang dan uang.

Adapun secara terminologi, jual beli adalah transaksi tukar menukar yang

berkonsekuensi beralihnya hak kepemilikan, dan hal itu dapat terlaksana dengan akad, baik

berupa ucapan maupun perbuatan.4

Kata buyu’ adalah bentuk jama’ dari bai’ artinya jual-beli. Sering dipakai dalam

bentuk jama’ karena jual-beli itu beraneka ragam bentuknya. Bai’ Secara istilah ialah

pemindahan hak milik kepada orang lain dengan imbalan harga. Sedangkan syira’

(pembelian) ialah penerimaan barang yang dijual (dengan menyerahkan harganya kepada si

penjual). Dan seringkali masing–masing dari kedua kata tersebut diartikan jual beli.

Jual beli adalah kegiatan saling menukar, terdiri dari 2 kata, yaitu jual ( al-bai’) dan

beli (al-syirâ`), merupakan 2 kata yang biasanya digunakan dalam pengertian yang sama.

Secara etimologi, al-bai’ (jual beli) merupakan bentuk isim mashdar dari akar kata bahasa

Arab bâ’a , maksudnya: penerimaan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Kata al-bai’ dalam

bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata al-syirâ`(beli). Dua

kata ini masing-masing mempunyai makna dua (jual dan beli) yang satu sama lain bertolak

belakang. Secara terminologi, jual-beli adalah pertukaran harta dengan harta yang lain

berdasarkan tujuan tertentu, atau pertukaran sesuatu yang disukai dengan yang sebanding atas

dasar tujuan yang bermanfaat dan tertentu, serta diiringi dengan ijab dan qabul .

Menurut Sayyid Sâbiq, jual-beli adalah pertukaran harta atas dasar saling rela, atau

memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat dibenarkan. Apabila akad pertukaran

(ikatan dan persetujuan) dalam jual-beli telah berlangsung, dengan terpenuhinya rukun dan

syarat, maka konsekuensinya penjual akan memindahkan barang kepada pembeli. Demikian

pula sebaliknya, pembeli memberikan miliknya kepada penjual, sesuai dengan harga yang

disepakati, sehingga masing-masing dapat memanfaatkan barang miliknya menurut aturan

dalam Islam. Dalam konteks modern, terminologi jual-beli digunakan untuk menunjukkan

4 Taudhihul Ahkam, 4/211

Page 7: ayat muamalat jual beli

7

proses pemindahan hak milik barang atau aset yang mayoritas mempergunakan uang sebagai

medium pertukaran.

Menurut Ulama Hanafiyah jual beli adalah saling menukar harta dengan harta melalui

cara tetentu atau tukar menukar ssesuatu yang diingini dengan yang sepadan melalui cara

tertentu yang bermanfaat.

Di dalam Fiqhus sunnah (3/46) disebutkan bahwa al-bay’u adalah transaksi tukar

menukar harta yang dilakukan secara sukarela atau proses mengalihkan hak kepemilikan

kepada orang lain dengan adanya kompensasi tertentu dan dilakukan dalam koridor syariat.

Al ‘Allamah As Sa’diy mengatakan bahwa di dalam jual beli terdapat manfaat dan

urgensi sosial, apabila diharamkan maka akan menimbulkan berbagai kerugian. Berdasarkan

hal ini, seluruh transaksi (jual beli) yang dilakukan manusia hukum asalnya adalah halal,

kecuali terdapat dalil yang melarang transaksi tersebut.5

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, profesi apakah yang paling baik?

Maka beliau menjawab, bahwa profesi terbaik yang dikerjakan oleh manusia adalah segala

pekerjaan yang dilakukan dengan kedua tangannya dan transaksi jual beli yang dilakukannya

tanpa melanggar batasan-batasan syariat. (Hadits shahih dengan banyaknya riwayat,

diriwayatkan Al Bazzzar 2/83, Hakim 2/10; dinukil dari Taudhihul Ahkam 4/218-219).

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

عري وا عري بالش هب والفضة بالفضة والب ر بالب ر والش هب بالذ لا ب الذ سواءا بسواء لتمر بالتمر والملح بالملح ملفت هذه الصناف فبيعوا كيف شئت ا بيد فإذا اخت ا ب يدا يد إذا كان يدا

Artinya: “Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma

dengan kurma, garam dengan garam, sama beratnya dan langsung

diserahterimakan. Apabila berlainan jenis, maka juallah sesuka kalian namun

harus langsung diserahterimakan/secara kontan” (HR. Muslim: 2970)

Kebutuhan manusia untuk mengadakan transaksi jual beli sangat urgen, dengan

transaksi jual beli seseorang mampu untuk memiliki barang orang lain yang diinginkan tanpa

melanggar batasan syariat. Oleh karena itu, praktek jual beli yang dilakukan manusia

5 Taisir Karimir Rahman 1/116.

Page 8: ayat muamalat jual beli

8

semenjak masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga saat ini menunjukkan bahwa

umat telah sepakat akan disyariatkannya jual beli (Fiqhus Sunnah,3/46).

Kebutuhan manusia menuntut adanya jual beli, karena seseorang sangat

membutuhkan sesuatu yang dimiliki orang lain baik, itu berupa barang atau uang, dan hal itu

dapat diperoleh setelah menyerahkan timbal balik berupa kompensasi. Dengan demikian,

terkandung hikmah dalam pensyariatan jual beli bagi manusia, yaitu sebagai sarana demi

tercapainya suatu keinginan yang diharapkan oleh manusia (Al Mulakhos Al Fiqhy, 2/8).

G. Syarat-syarat Sah Jual Beli

Kondisi umat ini memang menyedihkan, dalam praktek jual beli mereka meremehkan

batasan-batasan syariat, sehingga sebagian besar praktek jual beli yang terjadi di masyarakat

adalah transaksi yang dipenuhi berbagai unsur penipuan, keculasan dan kezaliman.

Lalai terhadap ajaran agama, sedikitnya rasa takut kepada Allah merupakan sebab

yang mendorong mereka untuk melakukan hal tersebut, tidak tanggung-tanggung berbagai

upaya ditempuh agar keuntungan dapat diraih, bahkan dengan melekatkan label syar’i pada

praktek perniagaan yang sedang marak belakangan ini walaupun pada hakikatnya yang

mereka lakukan itu adalah transaksi ribawi.

Jika kita memperhatikan praktek jual beli yang dilakukan para pedagang saat ini,

mungkin kita dapat menarik satu konklusi, bahwa sebagian besar para pedagang dengan

“ringan tangan” menipu para pembeli demi meraih keuntungan yang diinginkannya, oleh

karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ال ب لى ول ي د أح الل الب ي يا رسول الل أوليس ال ار الفج ار ه يكذبون ويلفون إن التج ثون ف يد كن ون ويأث

Artinya: “Sesungguhnya para pedagang itu adalah kaum yang fajir (suka berbuat maksiat),

para sahabat heran dan bertanya, “Bukankah Allah telah menghalalkan praktek

jual beli, wahai Rasulullah?”. Maka beliau menjawab, “Benar, namun para

pedagang itu tatkala menjajakan barang dagangannya, mereka bercerita tentang

dagangannya kemudian berdusta, mereka bersumpah palsu dan melakukan

perbuatan-perbuatan keji.” (Musnad Imam Ahmad 31/110, dinukil dari Maktabah

Asy Syamilah; Hakim berkata: “Sanadnya shahih”, dan beliau disepakati Adz

Page 9: ayat muamalat jual beli

9

Dzahabi, Al Albani berkata, “Sanad hadits ini sebagaimana yang dikatakan oleh

mereka berdua”.6

Oleh karena itu seseorang yang menggeluti praktek jual beli wajib memperhatikan

syarat-syarat sah praktek jual beli agar dapat melaksanakannya sesuai dengan batasan-batasan

syari’at dan tidak terjerumus ke dalam tindakan-tindakan yang diharamkan .

Diriwayatkan dari Amirul Mu’minin ‘Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu, beliau

berkata,

ف سونا إال من ي فقه، وإ ال أك الربا ال يب

Artinya: “Yang boleh berjualan di pasar kami ini hanyalah orang-orang yang faqih

(paham akan ilmu agama), karena jika tidak, maka dia akan menerjang riba.”

Berikut beberapa syarat sah jual beli yang dirangkum dari kitab Taudhihul ahkam

4/213-214, Fikih Ekonomi Keuangan Islam dan beberapa referensi lainnya- untuk diketahui

dan direalisasikan dalam praktek jual beli agar tidak terjerumus ke dalam praktek perniagaan

yang menyimpang.

Pertama, persyaratan yang berkaitan dengan pelaku praktek jual beli, baik penjual maupun

pembeli, yaitu:

Hendaknya kedua belah pihak melakukan jual beli dengan ridha dan sukarela,

tanpa ada paksaan. Allah ta’ala berfirman:

بالباط إال نك ب ي ا الذين آمنوا ال تأكلوا أموالك يا أي راض منك أن تكون تارةا عن ت

Artinya; “… janganlah kalian saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang

batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang timbul dari kerelaan di antara

kalian…” (QS. An-Nisaa’: 29)

Kedua belah pihak berkompeten dalam melakukan praktek jual beli, yakni dia

adalah seorang mukallaf dan rasyid (memiliki kemampuan dalam mengatur uang),

sehingga tidak sah transaksi yang dilakukan oleh anak kecil yang tidak cakap,

orang gila atau orang yang dipaksa.7 Hal ini merupakan salah satu bukti keadilan

6 lihat Silsilah Ash Shahihah 1/365; dinukil dari Maktabah Asy Syamilah).

7 Fikih Ekonomi Keuangan Islam, hal. 92

Page 10: ayat muamalat jual beli

10

agama ini yang berupaya melindungi hak milik manusia dari kezaliman, karena

seseorang yang gila, safiih (tidak cakap dalam bertransaksi) atau orang yang

dipaksa, tidak mampu untuk membedakan transaksi mana yang baik dan buruk

bagi dirinya sehingga dirinya rentan dirugikan dalam transaksi yang dilakukannya.

Wallahu a’lam.

Kedua, yang berkaitan dengan objek/barang yang diperjual belikan, syarat-syaratnya yaitu:

Objek jual beli (baik berupa barang jualan atau harganya/uang) merupakan barang

yang suci dan bermanfaat, bukan barang najis atau barang yang haram, karena

barang yang secara dzatnya haram terlarang untuk diperjualbelikan.

Objek jual beli merupakan hak milik penuh, seseorang bisa menjual barang yang

bukan miliknya apabila mendapat izin dari pemilik barang. Rasulullah shallallahu

‘alaihi wa sallam bersabda,

ما ليس عندك ال تب

“Janganlah engkau menjual barang yang bukan milikmu.” (HR. Abu Dawud

3503, Tirmidzi 1232, An Nasaa’i VII/289, Ibnu Majah 2187, Ahmad III/402 dan

434; dishahihkan Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilaly) Seseorang diperbolehkan

melakukan transaksi terhadap barang yang bukan miliknya dengan syarat pemilik

memberi izin atau rida terhadap apa yang dilakukannya, karena yang menjadi tolok

ukur dalam perkara muamalah adalah rida pemilik.8 Hal ini ditunjukkan oleh

persetujuan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap perbuatan Urwah tatkala

beliau memerintahkannya untuk membeli kambing buat beliau. (HR. Bukhari bab

28 nomor 3642)

Objek jual beli dapat diserahterimakan, sehingga tidak sah menjual burung yang

terbang di udara, menjual unta atau sejenisnya yang kabur dari kandang dan

semisalnya. Transaksi yang mengandung objek jual beli seperti ini diharamkan

karena mengandung gharar (spekulasi) dan menjual barang yang tidak dapat

diserahkan.

Objek jual beli dan jumlah pembayarannya diketahui secara jelas oleh kedua belah

pihak sehingga terhindar dari gharar. Abu Hurairah berkata: “Rasulullah

8 Lihat Fiqh wa Fatawal Buyu’ hal. 24

Page 11: ayat muamalat jual beli

11

shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli hashaath (jual beli dengan

menggunakan kerikil yang dilemparkan untuk menentukan barang yang akan

dijual) dan jual beli gharar.” (HR. Muslim: 1513)

Selain itu, tidak diperkenankan seseorang menyembunyikan cacat/aib suatu barang

ketika melakukan jual beli. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ا فيه عيب إ عا باع من أخيه ب ي ال ي لمسل أخو المسل ب ي نه له ال المسل

“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Tidak halal bagi seorang

muslim menjual barang dagangan yang memiliki cacat kepada saudaranya sesama muslim,

melainkan ia harus menjelaskan cacat itu kepadanya” (HR. Ibnu Majah nomor 2246, Ahmad

IV/158, Hakim II/8, Baihaqi V/320; dishahihkan Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali)

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

ليس منا ، والمكر والداع ف النار نا ف من غش

“Barang siapa yang berlaku curang terhadap kami, maka ia bukan dari golongan

kami. Perbuatan makar dan tipu daya tempatnya di neraka” (HR. Ibnu Hibban 567, Thabrani

dalam Mu’jamul Kabiir 10234, Abu Nu’aim dalam Al Hilyah IV/189; dihasankan Syaikh

Salim Al Hilaly)

Sebagian orang beranggapan bahwa jual beli tidaklah berbeda dengan riba, anggapan

mereka ini dilandasi kenyataan bahwa terkadang para pedagang mengambil keuntungan yang

sangat besar dari pembeli. Atas dasar inilah mereka menyamakan antara jual beli dan riba?!.

Alasan ini sangat keliru, Allah ta’ala telah menampik anggapan seperti ini. Allah ta’ala

berfirman:

يطان من المس ذلك بأن الربا الذين يأكلون الربا ال ي قومون إال كما ي قوم الذي ي تخبطه الش م ي ا الب الوا إ وحرم الربا وأح ي الل الب

Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti

berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.

Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata

(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah

menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah: 275)

Tidak ada pembatasan keuntungan tertentu sehingga diharamkan untuk mengambil

keuntungan yang lebih dari harga pasar, akan tetapi semua itu tergantung pada hukum

Page 12: ayat muamalat jual beli

12

permintaan dan penawaran, tanpa menghilangkan sikap santun dan toleran (disadur dari Fikih

Ekonomi Keuangan Islam, hal. 87 dengan beberapa penyesuaian). Bahkan Nabi shallallahu

‘alaihi wa sallam menyetujui tatkala sahabatnya Urwah mengambil keuntungan dua kali lipat

dari harga pasar tatkala diperintah untuk membeli seekor kambing buat beliau shallallahu

‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari bab 28 nomor 3642)

Namun, yang patut dicermati bahwa sikap yang lebih sesuai dengan petunjuk para

ulama salaf dan ruh syariat adalah memberikan kemudahan, santun dan puas terhadap

keuntungan yang sedikit sehingga hal ini akan membawa keberkahan dalam usaha. Ali

radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Hai para pedagang, ambillah hak kalian, kalian akan

selamat. Jangan kalian tolak kentungan yang sedikit, karena kalian bisa terhalangi

mendapatkan keuntungan yang besar.”

Adapun seseorang yang merasa tertipu karena penjual mendapatkan keuntungan

dengan menaikkan harga di luar batas kewajaran, maka syariat kita membolehkan pembeli

untuk menuntut haknya dengan mengambil kembali uang yang telah dibayarkan dan

mengembalikan barang tersebut kepada penjual, inilah yang dinamakan dengan khiyarul

gabn bisa dilihat pada pembahasan berbagai jenis khiyar. Wallahu ta’ala a’lam bish shawab.

Demikianlah beberapa penjelasan ringkas mengenai tafsiran surah Al-Baqarah ayat

275 tentang jual beli pada khusunya dan riba pada umumnya . Semoga bermanfaat bagi kita

kaum muslimin muslimat. Amien

Page 13: ayat muamalat jual beli

13

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Pada prinsipnya boleh melakukan kegiatan jual beli apa saja dalam segala bentuk jual

beli selama didasarkan pada sikap sama-sama ridha dari kedua belah pihak dan selama tidak

dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.

Secara terminologi, jual-beli adalah pertukaran harta dengan harta yang lain

berdasarkan tujuan tertentu, atau pertukaran sesuatu yang disukai dengan yang sebanding atas

dasar tujuan yang bermanfaat dan tertentu, serta diiringi dengan ijab dan qabul . Menurut

Sayyid Sâbiq, jual-beli adalah pertukaran harta atas dasar saling rela, atau memindahkan hak

milik dengan ganti yang dapat dibenarkan

Rukun dan syarat Jual beli:

a. Adanya orang-orang yang berakad (al-muta’aqidain) , syaratnya: merdeka, baligh,

berakal, saling ridha antara penjual dan pembeli, memiliki kompetensi dalam melakukan

aktifitas jual beli

b. Sighat (ijab dan qabul) , syaratnya, ijab dan qabul harus selaras baik spesifikasi barang

dan harga yang disepakati, tidak mengandung klausul yang bersifat menggantungkan

keabsahan transaksi pada kejadian yang akan datang

c. Barang yang dibeli (mabi’) , syaratnya: suci, ada manfaat, barang dapat diserahkan,

barang milik penuh penjual,barang diketahui sipenjual dan pembeli

d. Nilai tukar pengganti (tsaman) . harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas

jumlahnya, dapat diserahkan pada waktu akad atau transaksi, apabila jual beli dilakukan

dengan sisten barter, maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang

diharamkan syara’.

Page 14: ayat muamalat jual beli

14

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Sarwat, http://www.ustsarwat.com

As-Shiddiqy, Muhammad Hasbi, Teungku, Tafsir Alqur’anul Majid An-Nur, Semarang:

PT.Pustaka Rizqi Putera, 2000

Bahreisy, Salim dan Bahreisy, Said, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, Surabaya: PT. Bina

Ilmu, 1982

Mardani, Ayat-Ayat Dan Hadits Ekonomi Syari’ah, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012

Musthafa Al-Maraghi, Ahmad, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, Juz 3