makalah syirkah

23
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb Tiada yang pantas terucap selain puji syukur ke hadirat Allah SWT. Karena limpahan rahmat dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “SYIRKAH”dengan lancar dan tanpa kendala yang berarti. Shalawat berangkai salam senantiasa kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sebagai seorang Revolusioner Islam yang telah membuka jalan ilmu pengetahuan sehingga kita dijadikan orang yang beradab,berbudaya,dan berpengetahuan.Selesainya makalah ini tentunya tidak terlepas dari dukungan dar berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, penyusu mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada: 1.Orang tua yang telah memberikan berbagai dukungan. Adapun tujuan penyusunan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata pelajaran Fiqih, juga diharapkan dapat bermanfaat bagi ummat islam khususny penyusun dan pembaca dalam praktek Sirkah yang diterapkan dalam kehidupan sehari hari. Tentunya makalah ini tidakterlepa dari ketidak sempurnaan dan kekurangan. Untukitu, kritik dan saran yang bersifa membangun selalu kami harapkan, sehingga kedepannya kami

Upload: bagonk-kusudaryanto

Post on 25-Jun-2015

5.534 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Makalah Syirkah II

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Syirkah

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Tiada yang pantas terucap selain puji syukur ke hadirat Allah SWT. Karena limpahan

rahmat dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

“SYIRKAH”dengan lancar dan tanpa kendala yang berarti. Shalawat berangkai salam

senantiasa kami haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sebagai seorang

Revolusioner Islam yang telah membuka jalan ilmu pengetahuan sehingga kita dijadikan

orang yang beradab,berbudaya,dan berpengetahuan.Selesainya makalah ini tentunya tidak

terlepas dari dukungan dar berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh

karena itu, penyusu mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada:

1.Orang tua yang telah memberikan berbagai dukungan.

Adapun tujuan penyusunan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata pelajaran

Fiqih, juga diharapkan dapat bermanfaat bagi ummat islam khususny penyusun dan

pembaca dalam praktek Sirkah yang diterapkan dalam kehidupan sehari hari. Tentunya

makalah ini tidakterlepa dari ketidak sempurnaan dan kekurangan. Untukitu, kritik dan

saran yang bersifa membangun selalu kami harapkan, sehingga kedepannya kami dapat

memperbaiki diri demi peningkatan kualitas makalah selanjutnya.

Wassalamu’alaikumWr.Wb

Bagonk Kusudaryanto

Page 2: Makalah Syirkah

DAFTAR ISI

Kata pengantar ……………………………………………………….... 1

Daftar isi ………………………………………………………………. .2

BAB I

Pendahuluan ……………………………………………………………. 3

A. Latar belakang masalah ……………………………………….…….. 3

B. Tujuan penyusunan …………………………………………..……… 4

C. Kegunaan penyusunan ……………………………………….……… 4

BAB II

Pembahasan …………………………………………………………….. 5

A. Pengertian Syirkah …………………………………………...……… 5

B. Dasar Hukum Syirkah ………………………………………………... 6

C. Macam-macam Syirkah ………………………………...........……..... 7

D. Syarat dan Hukum Syirkah …………………..…………………….... 12

E. Mengakhiri syirkah ……………………………..…………………… 13

F. Hikmah Syirkah ………………………………………...……………. 14

G. Pratktek ………………………………………………………………. 14

BAB III

Penutup ……………………………………….…………………………. 15

A. Kesimpulan …….. …………………………………………………… 15

B. Daftar pustaka ………………………………………………………… 15

Page 3: Makalah Syirkah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam upaya memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari, manusia tidak akan terlepas

dari hubungan terhadap sesama manusia. Tanpa hubungan dengan orang lain, tidak

mungkin berbagai kebutuhan hidup dapat terpenuhi.

Terkait dengan hal ini maka perlu diciptakan suasana yang baik terhadap sesama

manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengadakan akad syirkah danagn pihak

lain. Di sini dipaparkan berbagai macam definisi dan teori-teori tentang Syirkah.

Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il madhi), yasyraku (fi’il

mudhari’), syarikan/syirkatan/syarikatan (mashdar/kata dasar); artinya menjadi sekutu

atau serikat (Kamus Al-Munawwir, hlm. 765). Kata dasarnya boleh dibaca syirkah, boleh

juga dibaca syarikah. Akan tetapi, menurut Al-Jaziri dalam Al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib al-

Arba’ah, 3/58, dibaca syirkah lebih fasih (afshah).

Menurut arti asli bahasa Arab (makna etimologis), syirkah berarti mencampurkan dua

bagian atau lebih sedemikian rupa sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu bagian

dengan bagian lainnya (An-Nabhani, 1990: 146). Adapun menurut makna syariat, syirkah

adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu

usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan (An-Nabhani, 1990: 146).

Menurut istilah para fuqaha’, syirkah adalah kerja sama untuk mendayagunakan

(tassaruf) harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh keduanya , yakni

saling mengizinkan kepada salah satunya untuk mendaya gunakan harta milik keduanya,

namun masing-masing memiliki hak untuk bertassaruf. (M. Rizal Qosim, 2009: 112)

Syirkah hukumnya ja’iz (mubah), berdasarkan dalil Hadis Nabi Shalallahu alaihi

wasalam berupa taqrîr (pengakuan) beliau terhadap syirkah. Pada saat beliau diutus

Page 4: Makalah Syirkah

sebagai nabi, orang-orang pada saat itu telah bermuamalah dengan cara ber-syirkah dan

Nabi Shalallahu alaihi wasalam membenarkannya. Nabi Shalallahu alaihi wasalam

bersabda, sebagaimana dituturkan Abu Hurairah ra : Allah ‘Azza wa Jalla telah

berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang ber-syirkah selama salah satunya

tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya berkhianat, Aku keluar dari

keduanya. [HR. Abu Dawud, al-Baihaqi, dan ad-Daruquthni].

Berdasarkan uraian diatas dan melihat pentingnya pembelajaran tentang Syirkah, maka

penyusun menyusun sebuah makalah yang berjudul “Syirkah”.

B. Tujuan penyusunan

Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah :

1. Ingin mengetahui Definisi, Dasar Hukum, Macam-macam Syirkah.

2. Ingin mengetahui Syarat –syarat dan Hikmah Syirkah

3. Untuk memenuhi tugas mata kuliyah Fiqih.

C. Kegunaan Penyusunan

Berikut merupakan kegunaan penyusunan makalah ini :

1. Untuk mengetahui Definisi, Dasar Hukum, Macam-macam Syirkah.

2. Untuk mengetahui Syarat –syarat dan Hikmah Syirkah.

3. Untuk menambah pengetahuan dan kemampuan penyusun dan pembaca dalam

mempraktikan syirkah di dalam kehidupan sehari-hari dengan benar.

Page 5: Makalah Syirkah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Syirkah

Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il mâdhi), yasyraku (fi’il

mudhâri‘), syarikan/syirkatan/syarikatan (mashdar/kata dasar); artinya menjadi sekutu

atau serikat (Kamus Al-Munawwir, hlm. 765). Kata dasarnya boleh dibaca syirkah, boleh

juga dibaca syarikah. Akan tetapi, menurut Al-Jaziri dalam Al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib al-

Arba‘ah, 3/58, dibaca syirkah lebih fasih (afshah). Secara Etimologi Syirkah dapat

diartikan percampuran. Yakni, mencampurkan dua bagian atau lebih sedemikian rupa

sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu bagian dengan bagian lainnya (An-Nabhani,

1990: 146).

Sedangkan menurut istilah (terminologi) para Fuqaha’, Syirkah adalah kerja sama untuk

mendaya gunakan (tassaruf) harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh

keduanya, yakni keduanya saling mengizinkan kepada salah satunya untuk

mendayagunakan harta milik keduanya, namun masing-masing memilik hak untuk

bertasarruf . Adapun menurut makna syariat, syirkah adalah suatu akad antara dua pihak

atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh

keuntungan (An-Nabhani, 1990: 146).

Ada beberapa definisi Syirkah yang di kemukakan oleh para ulama’ fiqh . Menurut

Mazhab Maliki, “ suatuu izin untuk bertindak secara hokum bagi dua orang yang berkerja

sama terhadap harta mereka”. Menurut Mazhab Syafi’I dan Hambali “Hak bertindak

hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yang mereka sepakati”. Menuru Mazhab

Hanafi, akad yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerja sama dalam modal dan

keuntunngan.”.

Page 6: Makalah Syirkah

B. Dasar Hukum

Syirkah hukumnya jâ’iz (mubah), berdasarkan dalil Hadis Nabi saw. berupa taqrîr

(pengakuan) beliau terhadap syirkah. Pada saat beliau diutus sebagai nabi, orang-orang

pada saat itu telah bermuamalah dengan cara ber-syirkah dan Nabi saw.

membenarkannya. Nabi saw. bersabda, sebagaimana dituturkan Abu Hurairah ra.:

Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang ber-

syirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya

berkhianat, Aku keluar dari keduanya. (HR Abu Dawud, al-Baihaqi, dan ad-Daruquthni).

Ulama’ Fiqih menyatakan bahwa dibolehkannya akad Syirkah didasarkan pada firman

Allah SWT dalam surat An-Nisa’ (4 ) ayat 12:

Artinya :

... Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama

dalam bagian sepertiga itu ... (Q.S. An-Nisa’ /4 : 12)

Rasulullah SAW bersabda :

Artinya :

Allah taala berfirman, “Aku pihak ke tiga dari dua orang yang berserikat selagi masing-

masing dari keduanya tidak menghianati yang lain. Jika salah seorang dari keduanya

menghianati yang lain, aku keluar dari keduanya.” (H.R. Abu Daud dari Abu Hurairah :

2936)

C. Macam –macam Syirkah

Kerja sama terbagi atas dua macam, yaitu Syirkah milk dan Syirkah uqud :

a. Syirkah Milk

Syirkah Milk adalah kerja sama dua orang atau lebih yang memiliki barang tanpa

Page 7: Makalah Syirkah

adanya akad syirkah . kerja sama ini meliputi dua macam, yaitu syirkah milk ikhtiyar

dan syirkah milk al-jabr.

1) Syirkah milk ikhtiyar

Syirkah milk ikhtiyar adalah kerja sama yang muncul karena adanya kontrak

antara dua orang yang bersekutu .

2) Syirkah milk al-jabr

Syirkah milk al-jabr adalah kerja sama yang di tetapkan kepada dua oranng

atau lebih yang bukan didsarkan atas perbuatan kedunya (secara paksa).

b. Syirkah ‘Uqud

Syirkah Uqud merupakan bentuk transaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih

bersekutu dalam harta dan keuntungannya. Syirkah Uqud mempunyai lima bentuk,

yaitu :

(1) syirkah inan;

(2) syirkah abdan;

(3) Syirkah Mudharabah

(4) syirkah wujûh; dan

(5) syirkah mufâwadhah )

c. Syirkah Inan

Syirkah inân adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memberi

konstribusi kerja (‘amal) dan modal (mâl). Syirkah ini hukumnya boleh berdasarkan

dalil as-Sunnah dan Ijma Sahabat (An-Nabhani, 1990: 148).

Contoh syirkah inan: A dan B insinyur teknik sipil. A dan B sepakat menjalankan

bisnis properti dengan membangun dan menjualbelikan rumah. Masing-masing

memberikan konstribusi modal sebesar Rp 500 juta dan keduanya sama-sama bekerja

dalam syirkah tersebut.

Page 8: Makalah Syirkah

Dalam syirkah ini, disyaratkan modalnya harus berupa uang (nuqûd); sedangkan barang

(urudh), misalnya rumah atau mobil, tidak boleh dijadikan modal syirkah, kecuali jika

barang itu dihitung nilainya (qîmah al-‘urudh) pada saat akad.

Keuntungan didasarkan pada kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-

masing mitra usaha (syarîk) berdasarkan porsi modal. Jika, misalnya, masing-masing

modalnya 50%, maka masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%. Diriwayatkan

oleh Abdur Razaq dalam kitab Al-Jâmi’, bahwa Ali bin Abi Thalib ra. pernah berkata,

“Kerugian didasarkan atas besarnya modal, sedangkan keuntungan didasarkan atas

kesepakatan mereka (pihak-pihak yang bersyirkah).” (An-Nabhani, 1990: 151).

d. Syirkah ‘Abdan

Syirkah ‘abdan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya

memberikan konstribusi kerja (‘amal), tanpa konstribusi modal (mâl). Konstribusi kerja

itu dapat berupa kerja pikiran (seperti pekerjaan arsitek atau penulis) ataupun kerja fisik

(seperti pekerjaan tukang kayu, tukang batu, sopir, pemburu, nelayan, dan sebagainya)

(An-Nabhani, 1990: 150). Syirkah ini disebut juga syirkah ‘amal (Al-Jaziri, 1996: 67; Al-

Khayyath, 1982: 35).

Contohnya: A dan B. keduanya adalah nelayan, bersepakat melaut bersama untuk

mencari ikan. Mereka sepakat pula, jika memperoleh ikan dan dijual, hasilnya akan

dibagi dengan ketentuan: A mendapatkan sebesar 60% dan B sebesar 40%.

Dalam syirkah ini tidak disyaratkan kesamaan profesi atau keahlian, tetapi boleh berbeda

profesi. Jadi, boleh saja syirkah ‘abdan terdiri dari beberapa tukang kayu dan tukang batu.

Namun, disyaratkan bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan halal. (An-

Nabhani, 1990: 150); tidak boleh berupa pekerjaan haram, misalnya, beberapa pemburu

sepakat berburu babi hutan (celeng).

Page 9: Makalah Syirkah

Keuntungan yang diperoleh dibagi berdasarkan kesepakatan; nisbahnya boleh sama dan

boleh juga tidak sama di antara mitra-mitra usaha (syarîk).

Syirkah ‘abdan hukumnya boleh berdasarkan dalil as-Sunnah (An-Nabhani, 1990: 151).

Ibnu Mas’ud ra. pernah berkata, “Aku pernah berserikat dengan Ammar bin Yasir dan

Sa’ad bin Abi Waqash mengenai harta rampasan perang pada Perang Badar. Sa’ad

membawa dua orang tawanan, sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun.”

[HR. Abu Dawud dan al-Atsram].

Hal itu diketahui Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam dan beliau membenarkannya

dengan taqrîr beliau (An-Nabhani, 1990: 151).

e.Syirkah Mudharabah

Syirkah mudhârabah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu

pihak memberikan konstribusi kerja (‘amal), sedangkan pihak lain memberikan

konstribusi modal (mâl) (An-Nabhani, 1990: 152). Istilah mudhârabah dipakai oleh

ulama Irak, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya qirâdh (Al-Jaziri, 1996: 42; Az-Zuhaili,

1984: 836).

Contoh: A sebagai pemodal (shâhib al-mâl/rabb al-mâl) memberikan modalnya sebesar

Rp 10 juta kepada B yang bertindak sebagai pengelola modal (‘âmil/mudhârib) dalam

usaha perdagangan umum (misal, usaha toko kelontong).

Ada dua bentuk lain sebagai variasi syirkah mudhârabah. Pertama, dua pihak (misalnya,

A dan B) sama-sama memberikan konstribusi modal, sementara pihak ketiga (katakanlah

C) memberikan konstribusi kerja saja.

Kedua, pihak pertama (misalnya A) memberikan konstribusi modal dan kerja sekaligus,

sedangkan pihak kedua (misalnya B) hanya memberikan konstribusi modal, tanpa

konstribusi kerja. Kedua bentuk syirkah ini masih tergolong syirkah mudhârabah (An-

Nabhani, 1990: 152).

Page 10: Makalah Syirkah

Hukum syirkah mudhârabah adalah jâ’iz (boleh) berdasarkan dalil as-Sunnah (taqrîr Nabi

Shalallahu alaihi wasalam) dan Ijma Sahabat (An-Nabhani, 1990: 153). Dalam syirkah

ini, kewenangan melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak pengelola (mudhârib/‘âmil).

Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf. Namun demikian, pengelola terikat

dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.

Jika ada keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola

modal, sedangkan kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudhârabah

berlaku hukum wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung

kerusakan harta atau kerugian dana yang diwakilkan kepadanya (An-Nabhani, 1990:

152). Namun demikian, pengelola turut menanggung kerugian, jika kerugian itu terjadi

karena kesengajaannya atau karena melanggar syarat-syarat yang ditetapkan oleh

pemodal (Al-Khayyath, Asy-Syarîkât fî asy-Syarî‘ah al-Islâmiyyah, 2/66).

f. Syirkah Wujuh

Syirkah wujuh disebut juga syirkah ‘ala adz-dzimam (Al-Khayyath, Asy-Syarîkât fî asy-

Syarî‘ah al-Islâmiyyah, 2/49). Disebut syirkah wujûh karena didasarkan pada kedudukan,

ketokohan, atau keahlian (wujûh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujûh adalah

syirkah antara dua pihak (misal A dan B) yang sama-sama memberikan konstribusi kerja

(‘amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang memberikan konstribusi modal (mâl).

Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat. Syirkah semacam ini hakikatnya

termasuk dalam syirkah mudhârabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah

mudhârabah padanya (An-Nabhani, 1990: 154).

Bentuk kedua syirkah wujûh adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang ber-syirkah

dalam barang yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada

keduanya, tanpa konstribusi modal dari masing-masing pihak (An-Nabhani, 1990: 154).

Page 11: Makalah Syirkah

Misal: A dan B adalah tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu A dan B ber-syirkah wujûh,

dengan cara membeli barang dari seorang pedagang (misalnya C) secara kredit. A dan B

bersepakat, masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli. Lalu keduanya

menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya

dikembalikan kepada C (pedagang).

Dalam syirkah wujûh kedua ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan

berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki; sedangkan kerugian ditanggung

oleh masing-masing mitra usaha berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki,

bukan berdasarkan kesepakatan. Syirkah wujûh kedua ini hakikatnya termasuk dalam

syirkah ‘abdan (An-Nabhani, 1990: 154).

Hukum kedua bentuk syirkah di atas adalah boleh, karena bentuk pertama sebenarnya

termasuk syirkah mudhârabah, sedangkan bentuk kedua termasuk syirkah ‘abdan.

Syirkah mudhârabah dan syirkah ‘abdan sendiri telah jelas kebolehannya dalam syariat

Islam (An-Nabhani, 1990: 154).

Namun demikian, An-Nabhani mengingatkan bahwa ketokohan (wujûh) yang dimaksud

dalam syirkah wujûh adalah kepercayaan finansial (tsiqah mâliyah), bukan semata-

semata ketokohan di masyarakat. Maka dari itu, tidak sah syirkah yang dilakukan seorang

tokoh (katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang dikenal tidak jujur, atau

suka menyalahi janji dalam urusan keuangan. Sebaliknya, sah syirkah wujûh yang

dilakukan oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para pedagang dia dianggap memiliki

kepercayaan finansial (tsiqah mâliyah) yang tinggi, misalnya dikenal jujur dan tepat janji

dalam urusan keuangan (An-Nabhani, 1990: 155-156).

g. Syirkah Mufawadhah

Syirkah mufâwadhah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan

semua jenis syirkah di atas (syirkah inân, ‘abdan, mudhârabah, dan wujûh) (An-Nabhani,

1990: 156; Al-Khayyath, 1982: 25). Syirkah mufâwadhah dalam pengertian ini, menurut

An-Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah ketika berdiri sendiri,

Page 12: Makalah Syirkah

maka sah pula ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya (An-Nabhani, 1990:

156).

Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian

ditanggung sesuai dengan jenis syirkah-nya; yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai

porsi modal (jika berupa syirkah inân), atau ditanggung pemodal saja (jika berupa syirkah

mudhârabah), atau ditanggung mitra-mitra usaha berdasarkan persentase barang

dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujuh).

Contoh: A adalah pemodal, berkonstribusi modal kepada B dan C, dua insinyur teknik

sipil, yang sebelumnya sepakat, bahwa masing-masing berkonstribusi kerja. Kemudian B

dan C juga sepakat untuk berkonstribusi modal, untuk membeli barang secara kredit atas

dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C.

Dalam hal ini, pada awalnya yang ada adalah syirkah ‘abdan, yaitu ketika B dan C

sepakat masing-masing ber-syirkah dengan memberikan konstribusi kerja saja. Lalu,

ketika A memberikan modal kepada B dan C, berarti di antara mereka bertiga terwujud

syirkah mudhârabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai pengelola.

Ketika B dan C sepakat bahwa masing-masing memberikan konstribusi modal, di

samping konstribusi kerja, berarti terwujud syirkah inân di antara B dan C. Ketika B dan

C membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya,

berarti terwujud syirkah wujûh antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti

ini telah menggabungkan semua jenis syirkah yang ada, yang disebut syirkah

mufawadhah.

Page 13: Makalah Syirkah

D. Syarat dan Rukun Syirkah

Syarat – syarat yang berhubunagn dengan Syirkah menurut Hanafiyah dibagi menjadi

empat bagian sebagi berikut.

a. sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah, baik dengan harta maupun

dengan yang lain. Dalam hal ini, terdapat dua syarat, yaitu :

1). yang berkenaan benda yang diakadkan adalah harus dapat diterima sebagai

perwalian;

2. yang berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus jelas dan

dapat diketahui dua pihak, misalnya setengah dan sepertiga.

b. sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta) terdapat duaperkarayang harus

dipenuhi, yaitu :

1). modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah uang (alat pembayaran);

2). yang dijadikan modal (harta pokok) ada ketika akad syirkah dilakukan, baik

jumlahnya sama maupun berbeda.

c. sesuatu yang bertalian dengan syirkah mufawadah, disyaratkan :

1) modal (pokok harta) harus sama;

2) bagi yang ber-syirkah ahli untuk kafalah (jaminan)

3) bagi yang dijadikan objek akad di syariatkan syirkah umum, yakni pada semua

macam jual beliatau perdagangan.

d. syarat yang bertalian dengan syirkah ‘inan sama dengan syarat-syarat syirkah

mufawadah.

Rukun syirkah menurut jumhur ulama’yang pokok ada 3 (tiga) yaitu:

• Akad (ijab-kabul), disebut juga shighat;

• Dua pihak yang berakad (‘âqidâni), syaratnya harus memiliki kecakapan (ahliyah)

melakukan tasharruf (pengelolaan harta);

• Obyek akad (mahal), disebut juga ma’qûd ‘alayhi, yang mencakup pekerjaan (amal)

dan/atau modal (mâl) (Al-Jaziri, 1996: 69; Al-Khayyath, 1982: 76; 1989: 13).

Sedangkan menurut ulama’ Mazhab Hanafi rukun syirkah hanya ada dua, yaitu ijab

dan qabul. Sedangkan orang yang berakad dan objeknya bukan termasuk rukun, tetapi

Page 14: Makalah Syirkah

syarat.

E. Mengakhiri Syirkah

1. Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak yang lain.

2. Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk mengolah harta.

3. Salah satu pihak meninggal dunia.

4. Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama syirkah.

F. Hikmah Syirkah

Hikmah yang diperoleh dari praktik syirkah adalah.

a. menggalang kerja sama untuk saling menguntungkan antara pihak-pihak yang ber-

syirkah;

b. membantu meluaskan ruang rezeki karena tidak merugikan secara ekonomi.

G. praktik Syirkah

A datang ke B dan menyera kan modal uang sebesar Rp.1000.000,00 untuk dijadikan

modal kerja kepada seseorang (untuk berdagang). Seandainya pengelola uang tersebut

memperoleh keuntungan dari usaha tadi maka keuntungan itu dibagi sesuai dengan

kesepakatan antara kedua belah pihak, misalnya 40% keuntungan untuk pemodal dan

60% untuk pengelola atau dibagi secara sama, yang penting ada kesepakatan antara

kedua belah pihak dengan tidak saling merugikan, melainkan saling menguntungkan.

Page 15: Makalah Syirkah

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pengertian-pengertian diatas dapat di tarik kesimpulan, bahwa syirkah adalah

persekutuan dalam urusan harta oleh dua orang atau lebih yang melakukan akad untuk

urusan harta, yang modalnya bisa dibagi dua atau berdasarkan keputusan bersama.

Biasanya syirkah dilakukan di perusahaan, yang mana dari mereka ada yang mempunyai

saham dan ada yang menjalankan saham. Syirkah akan berlaku jika masing-masing pihak

berakad untuk melakukan syikrah itu. Syarat-syarat syirkah pun harus terpenuhi dengan

jelas, agar syirkah tersebut sah.

B. Daftar Pustaka

http://hitsuke.blogspot.com/2009/05/syirkah-makalah.html

http://images.google.co.id/imglanding?q=syirkah&imgurl=http://i42.tinypic.com/

33c1xcn_th.gif&imgrefurl=http://www.seruan-global.com/iqtishadiyah/hukum-hukum-

syirkah.html&usg=__bf3omWCLbNGAnmTpWco9gj6Ngz0=&h=136&w=160&sz=19&

hl=id&um=1&itbs=1&tbnid=j4MZpRT3VRDWwM:&tbnh=83&tbnw=98&

prev=/images%3Fq%3Dsyirkah%26um%3D1%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a

%26sa%3DN%26rls%3Dorg.mozilla:en-US:official%26channel%3Ds%26tbs

%3Disch:1&um=1&client=firefox-a&sa=N&rls=org.mozilla:en-

US:official&channel=s&tbs=isch:1&start=3#tbnid=j4MZpRT3VRDWwM&start=7

http://jacksite.wordpress.com/2007/06/19/hukum-syirkah/

direktorat pembinaan pendidikan agama islam pada sekolah umum departemen agama.

1994.

Pendidikan agama islam untuk SMU atau SMK kelas 3. bandung. Lubuk agung bandung

Pengamalan Fiqih. Qosim M. Rizal. 2009. Solo. Tiga Serangkai.