bab ii tinjauan umum tentang pajak dan retribusi 2.1 ... bab 2.pdf · 2.1. hubungan pusat dan...
TRANSCRIPT
43
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PAJAK DAN RETRIBUSI
2.1. Hubungan Pusat dan Daerah
Praktek hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah sebagai
implementasi dari Pasal 18, 18A, dan 18B Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945. Normavitisasi terhadap keempat pasal tersebut, telah
melahirkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.55
Pasal-pasal tersebut merupakan satu
kesatuan sebagai dasar asas desentralisasi.56
Asas desentralisasi ini dikenal juga
dengan istilah desentralisasi territorial atau pola pembagian kewenangan vertikal
dalam negara kesatuan.57
Pemerintah daerah mempunyai hak otonomi merupakan implementasi dari
desentralisasi teritorial. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.58
Menurut Ateng Syarifudin, tujuan pemberian otonomi kepada daerah
adalah untuk memungkinkan daerah bersangkutan mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri, untuk dapat meningkatkan daya guna dan hasil guna
55R. Ibrahim, op.cit, h.11.
56
Bagir Manan, 1990. Hubungan antara Pusat dan Daerah Berdasarkan Asas Desentralisasi
Menurut UUD 1945, Bandung, Disertasi, Universitas Padjadjaran, (selanjutnya disebut Bagir
Manan I), h. 7.
57
Amrah Muslimin, 1978. Aspek-aspek Hukum Otonomi Daerah, Bandung, Penerbit Alumni,
cet. I, h. 15.
58
R. Ibrahim R. op.cit, h. 17.
43
44
penyelenggaraan pemerintah dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan
pelaksanaan pembangunan.59
Kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 merupakan kebijakan yang lahir dalam rangka menjawab dan memenuhi
tuntutan reformasi akan demokratisasi hubungan Pusat dan Daerah serta upaya
pemberdayaan Daerah. Otonomi Daerah menurut Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014, dipahami sebagai kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Hubungan pusat dengan daerah dalam hal kewenangan pemerintahan yang
diserahkan kepada daerah dalam rangka desentralisasi selanjutnya menjadi urusan
rumah tangga daerah yang bersangkutan. Pelaksanaan penyerahan kewenangan itu
harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan
prasarana, serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan
tersebut.60
2.2. Hakikat Otonomi Daerah
Hakikat otonomi ialah adanya kebebasan dan kemandirian dalam mengatur
dan mengurus seluruh atau sebagian urusan kelembagaan atau pemerintahan.
Adapun hakikat otonomi daerah dikemukakan oleh Bagir Manan, yaitu hakikat
otonomi ialah: kebebasan dan kemandirian satuan pemerintahan lebih rendah
59Ateng Syarifudin, 1990. Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II, Bandung, CV.
Mandar Maju, h. 9.
60
Lembaga Administrasi Negara, 2004, Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik
Indonesia, Jakarta, Raga Meulaba.
45
untuk mengatur dan mengurus sebagian urusan pemerintahan.61
P.J. Oud
merumuskan :
“Autonomie is dan het recht van de lagere huishouding om eigen zaken,
behoudens hoger toezicht, zelfstendig te regelen en te bestuen”.
Terjemahan bebasnya otonomi ialah hak dari suatu lingkungan rumah tangga
pemerintahan tingkatan lebih rendah untuk secara mandiri (bebas) mengatur dan
mengurus urusan-urusan mereka. Penggunaan atau pelaksanaan hak tersebut
tunduk pada pengawasan dari satuan pemerintahan tingkatan lebih atas.
Adapun yang menjadi tujuan otonomi daerah pada asasnya meliputi segi-segi
capaian demokratisasi, pembangunan, pemerataan, daya saing, pelestarian
lingkungan, pemberdayaan, efisiensi, efektivitas, keadilan, kemakmuran/
kesejahteraan, pelayanan, persatuan, kesatuan, kerukunan nasional, dan/atau
keutuhan negara.
Di negara-negara kesatuan dengan desentralisasi atau di negara-negara
kesatuan yang melaksanakan otonomi daerah, pemerintah pusat dan pemerintahan
daerah suatu negara kesatuan dengan desentralisasi dapat mempunyai penekanan
pada segi-segi tujuan otonomi daerah tertentu yang berbeda-beda sesuai dengan
keadaan, perkembangan, dan kebutuhan. Realisasi dari pencapaian tujuan otonomi
daerah itu antara lain dipengaruhi oleh dukungan kemajuan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni (ipteks) yang dihasilkan dari jumlah/kuantitas, mutu/kualitas,
relevansi, pemerataan, sarana dan prasarana, serta pendanaan pendidikan dalam
suatu negara kesatuan.
61Bagir Manan, 1993, Perjalanan Historis Pasal 18 UUD 1945 (Perumusan dan Undang-
Undang Pelaksanaannya). Karawang, Cetakan Pertama, Penerbit UNSIKA, (selanjutnya disebut
Bagir Manan II), h. 2
46
2.3. Daerah Otonom
Daerah otonom, atau disebut Daerah, ialah bentuk dari otonomi daerah,
sedangkan otonomi daerah itu sendiri ialah wujud dari desentralisasi. Daerah
otonom (daerah) ialah bentuk pemerintahan daerah dari kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut inisiatif/prakarsa sendiri dengan
memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dalam wadah negara kesatuan dengan desentralisasi.
Agar suatu daerah otonom terselenggara dengan baik membutuhkan berbagai
sumber daya. Bagir Manan mengemukakan :
1. Sumber daya alam, seperti luas wilayah yang memadai untuk
mendukung berbagai kegiatan perekonomian dan kegiatan lain yang
dapat menunjang pertumbuhan daerah dan masyarakat.
2. Sumber daya manusia, baik jumlah maupun mutu yang mampu
berpartisipasi menyelenggarakan pemerintahan.
3. Sumber keuangan, untuk menunjang pelaksanaan pemerintahan dan
pembangunan.62
2.4. Pengertian Pajak dan Pajak Daerah
Pajak merupakan sumber pendapatan yang sangat penting bagi Negara yang
merupakan iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang
wajib membayarnya menurut peraturan Perundang-Undangan dengan tidak
mendapatkan prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya
62ibid, h. 136
47
untuk membiayai pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.63
Di Indonesia dikenal berbagai jenis pajak yang diberlakukan yang meliputi
seluruh aspek kehidupan masyarakat. Agar lebih mengerti dan memahami
mengenai pajak dan juga pajak daerah, maka terlebih dahulu akan dibahas
mengenai definisi pajak menurut pendapat beberapa sarjana.
Definisi atau pengertian pajak menurut Djajadiningrat adalah suatu kewajiban
menyerahkan sebagian daripada kekayaan kepada Negara disebabkan suatu
keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi
bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah
serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari Negara secara langsung,
untuk memelihara kesejahteraan umum.64
Definisi atau pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro adalah “Iuran
rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)
dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”65
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:
1. Iuran dari rakyat kepada negara, yang berhak memungut pajak
hanyalah negara, iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
2. Berdasarkan undang-undang, pajak dipungut berdasarkan atau dengan
kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
63R. Santoso Brotodihardjo, 1995, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung, PT. Eresco, h. 2
64
Djoko Muljono, 2010, Hukum Pajak – Konsep, Aplikasi Dan Penuntun
Praktis,Yogyakartya, CV. Andi Offset, h. 1
65Y. Sri Pudyatmoko, 2008, Pengantar Hukum Pajak, Yogyakarta, CV. Andi Offset, h. 1
48
3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung
dapat ditunjuk, dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan
adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-
pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.66
P.J.A. Adriani memberikan definisi tentang pajak sebagai berikut:
Pajak adalah iuran pada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak ada prestasi
kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.67
N.J. Feldmann, dalam bukunya De overheidsmiddelen van Indonesia, Leiden,
1949, memberikan definisi mengenai pajak adalah sebagai berikut :
Belastingen zijn aan de overhead (Volgens algemene, door har
vastgestelde normen) verschuldigde afdwingbare pretties, waar
geentegenprestatie tegenover staat en uitsluitend dienen tot decking van
publieke uitgaven.
Terjemahan bebasnya Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan
terhutang kepada penguasa menurut norma-norma yang ditetapkannya secara
umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup
pengeluaran-pengeluaran umum.68
M.J.H Smeets, dalam bukunya De Economische Betekenis derBelastingen,
1951, mendefinisikan“pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terhutang
66 Mardiasmo MBA, 2008, Perpajakan edisi Revisi 2008. Yogyakarta, Penerbit Andi
Yogyakarta, h. 22
67
Bohari, 2002, Pengantar Hukum Pajak. Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, h. 23
68
R. Santoso Brotodihardjo,op.cit, h. 4
49
menurut norma-norma umum dan yang dapat dipaksakan tanpa adanya
kontraprestasi yang dapat ditunjukan dalam hal individual, maksudnya adalah
untuk membiayai pengeluaran pemerintah.”69
Dari beberapa pengertian pajak tersebut di atas lebih banyak bercorak
ekonomis, yaitu adanya peralihan kekayaan dan biaya/pengeluaran negara untuk
penyelenggaraan kepentingan umum (masyarakat). Pajak sebenarnya adalah
hutang, yaitu hutang anggota masyarakat kepada masyarakat. Hutang menurut
pengertian hukum adalah perikatan (verbintenis) yang didahului dengan adanya
perjanjian, namun perikatan dalam hukum pajak tidak didasarkan atas perjanjian
tetapi atas ketentuan undang-undang.
Pajak bila dilihat dan segi hukum merupakan perikatan yang timbul karena
undang-undang yang mewajibkan seseorang yang memenuhi syarat-syarat yang
telah ditentukan oleh undang-undang (tatbestand), untuk membayar sejumlah
uang kepada negara (kas negara) yang pelaksanaannya dapat dipaksakan, tanpa
mendapatkan suatu imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk yang digunakan
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara (rutin dan pembangunan) dan
yang digunakan sebagai alat/sarana untuk mencapai tujuan-tujuan negara/
pemerintah di luar bidang keuangan. Tatbestand itu sendiri artinya sebagai suatu
keadaan, perbuatan maupun peristiwa yang memberikan kedudukan hukum
tertentu pada seseorang berkaitan dengan hak dan kewajiban sehingga dapat
menimbulkan hutang pajak.
69Subiyakto Indra Kusuma, 1988, Mengenal Dasar-dasar Perpajakan, Surabaya, Usaha
Nasional, h. 13.
50
Secara normatif pengertian pajak dapat dilihat pada ketentuan Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan, disebutkan bahwa “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat”.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka dapat ditentukan mengenai
unsur-unsur pajak, adapun unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut70 :
1. Adanya masyarakat;
2. Adanya undang-undang yang mencerminkan adanya asas demokrasi,
perwakilan rakyat, musyawarah dan keadilan sosial;
3. Adanya pemungut pajak (penguasa);
4. Adanya subyek pajak (wajib pajak);
5. Adanya obyek pajak/Tatbestand (keadaan, perbuatan, peristiwa);
6. Adanya Surat Ketetapan Pajak (SKP), namun sifatnya fakultatif.
Berkaitan dengan unsur-unsur tersebut di atas dapat dikemukakan ciri-ciri
pajak yang membedakan antara pajak dengan pungutan lainnya yang dilakukan
oleh pemerintah. Adapun ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut71 :
70Rochmat Soemitro, 1992, Pengantar Singkat Hukum Pajak, Bandung PT. Eresco, Cet.
Ketiga, h. 1. 71
Santoso Brotodihardjo, op.cit. h. 7.
51
1. Merupakan peralihan kekayaan dari orang/badan ke sektor pemerintah
(baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah);
2. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dalam
artian bahwa pemungutan pajak harus mendapat persetujuan dari
masyarakat, mempunyai dasar hukum yang jelas, serta pelaksanaannya
dapat dipaksakan bagi setiap orang yang melanggarnya;
3. Tanpa adanya imbalan langsung yang dapat ditunjuk (tidak ada
kontraprestasi individual);
4. Pajak diperuntukkan untuk membiayai pengeluaran umum/
pemerintah, bila dari pemasukannya masih terdapat surplus,
dipergunakan untuk membiayai publik investment;
5. Pajak dapat pula mempunyai fungsi di luar fungsi budgeter, yaitu
fungsi mengatur.
Pajak daerah adalah pajak yang ditetapkan serta dipungut oleh pemerintah
daerah (daerah otonom) provinsi dan kabupaten/kota berdasarkan atas
kewenangan yang dimiliki. Menurut Rochmat Soemitro, pajak daerah adalah
sebagai berikut : “Pajak lokal atau pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh
daerah-daerah swatantra, seperti provinsi, kotapraja, kabupaten dan
sebagainya”.72Siagian merumuskan pengertian pajak daerah adalah sebagai
berikut “Pajak daerah adalah pajak negara yang diserahkan kepada daerah dan
dinyatakan sebagai pajak daerah dengan undang-undang”.73
72Josef Riwu Kaho, 2002, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia
(Identifikasi beberapa faktor yang mempengaruhi penyelenggaraannya), Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada, Cet. VI, h. 5.
73
ibid.
52
Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 menyebutkan pajak
daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah “Kontribusi wajib kepada Daerah
yang terutang oleh orang yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan dipergunakan untuk
keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pajak daerah adalah pajak negara
yang diserahkan kepada daerah otonom untuk dipungut berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang dipergunakan guna membiayai pengeluaran-
pengeluaran daerah, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan.
Pajak Daerah adalah pajak yang pengelolaannya ditangani oleh Pemerintah
Daerah, dalam hal ini Kepala Daerah, Gubernur, Walikota, Bupati.
Berdasarkan pengertian pajak daerah tersebut di atas, maka dapat diuraikan
ciri-ciri dari pajak daerah sebagai berikut :
1. Pajak daerah berasal dari pajak negara yang diserahkan kepada daerah
sebagai pajak;
2. Penyerahan berdasarkan undang-undang;
3. Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan undang-
undang dan/atau peraturan hukum lainnya;
4. Hasil pemungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai
penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangga daerah atau untuk
membiayai pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik.74
Pajak Daerah dibedakan sesuai yang mengelolanya, seperti berikut ini:75
74ibid, h. 131.
53
1. Pajak Provinsi
2. Pajak Kabupaten/Kota
2.5 Retribusi dan Retribusi Daerah
2.5.1 Pengertian Retribusi Daerah
Retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena
adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya secara
perorangan. Jasa tersebut dapat dikatakan bersifat langsung, yaitu hanya yang
membayar retribusi yang menikmati balas jasa dari negara.76 Sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan di Indonesia saat ini penarikan retribusi hanya
dapat dipungut oleh pemerintah daerah. Jadi retribusi yang dipungut adalah
retribusi daerah.
Retribusi diarahkan pada pelayanan pemerintah yang bersifat final (final
good), bukan pada pelayanan yang sifatnya intermediary service. Secara normatif,
retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin
tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan.77
Dasar hukum dari pengenaan retribusi antara lain: 78
1. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah
Dan Retribusi Daerah
2. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah
75Djoko Muljono, op.cit., h. 10.
76
Marihot P. Siahaan, op.cit.,h. 5.
77Adrian Sutedi, 2008, Hukum Pajak Dan Retribusi Daerah, ,Bogor, Ghalia Indonesia, h. 7.
78
Djoko Muljono, op.cit., h. 11.
54
3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah
Pengertian Retribusi sesuai Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 66
Tahun 2001 adalah pungutan sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah untuk
kepentingan Orang Pribadi atau Badan.
Berdasarkan Pasal 1 angka 64 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan “Retribusi Daerah
adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu
yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan”. Beberapa ciri yang melekat pada retribusi
daerah yang saat ini dipungut di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan undang-
undang dan peraturan daerah yang berkenaan;
2. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah;
3. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi (balas
jasa) secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang
dilakukannya;
4. Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh
pemerintah daerah yang dinikmati oleh orang atau badan;
55
5. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis,
yaitu jika tidak membayar retribusi, tidak akan memperoleh jasa yang
diselenggarakan oleh pemerintah daerah.79
Secara normatif retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas
jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
Secara teoritis retribusi mempunyai 2 fungsi yaitu:
1. sebagai alat untuk mengatur (mengendalikan) pemanfaatan prasarana dan
jasa yang tersedia; dan
2. merupakan pembayaran atas penggunaan prasarana dan jasa.
Alasan utama Pemerintah Daerah mengenakan retribusi terhadap berbagai
jenis pelayanan yang dilakukan adalah pertimbangan ekonomi. Perlunya efisiensi
penyediaan barang dan jasa pemerintah karena terbatasnya sumber dana dan daya
yang tersedia. Ada 3 (tiga) alasan Pemerintah Daerah mengenakan retribusi
daerah yaitu:
1. Retribusi dapat memperbaiki alokasi sumber daya pemerintah secara
signifikan.
2. Retribusi dapat menjadi lebih adil dibandingkan dengan perpajakan dalam
kondisi tertentu.
3. Retribusi dapat membantu pemerintah daerah untuk melakukan
diversifikasi sumber-sumber penerimaan daerah.
79 ibid, h. 7 .
56
Pengenaan retribusi sangat erat kaitannya dengan prinsip pemulihan biaya
(cost recovery). Dengan demikian retribusi ini ditujukan untuk menutupi biaya
operasi, pemeliharaan, depresiasi, dan pembayaran hutang. Adapun tarif retribusi
umumnya bersifat proporsional, dimana tarif yang sama diberlakukan untuk
seluruh konsumen, terlepas dari besarnya konsumsi masing-masing konsumen.80
Jika retribusi dipungut secara tepat, akan memberikan beberapa keuntungan,
antara lain:
1. Retribusi memberikan kepada konsumen suatu insentif untuk mendapatkan
pelayanan pemerintah yang tepat. Karena keterbatasan dana, retribusi
dapat menentukan pelayanan yang dibutuhkan masyarakat dan pemerintah
akan memberikan perhatian yang lebih besar terhadap pelayanan yang
diinginkan oleh masyarakat.
2. Jika tidak terdapat subsidi yang berarti dari penerimaan umum pemerintah,
retribusi dalam banyak hal dapat memperbaiki alokasi sumber-sumber
swasta.
3. Retribusi biasanya mendukung penggunaan kapasitas yang ada secara
efisien dan dengan demikian dapat mengurangi kebutuhan akan perluasan
pelayanan.
4. Penerimaan yang direncanakan dari retribusi dapat menjadi elemen
penting dalam memutuskan apakah perlu mengadakan proyek baru
berkaitan dengan penyediaan pelayanan.81
80Adrian Sutedi, op.cit.,h. 7 .
81
Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan,
2007, Pedoman Nasional Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, Jakarta, Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan, h. 45 .
57
2.5.2 Objek dan Golongan Daerah
Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang
menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati
oleh Orang Pribadi atau Badan. Berdasarkan kelompok jasa yang menjadi objek
retribusi daerah dapat dilakukan penggolongan retribusi daerah. Penggolongan
jenis retribusi dimaksudkan guna menetapkan kebijakan umum tentang prinsip
dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi daerah. Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 objek retribusi diatur dalam Pasal 108 ayat (1), yang terdiri atas Jasa
Umum, Jasa Usaha, dan Perizinan Tertentu. Hal ini membuat objek retribusi
terdiri dari tiga kelompok jasa sebagaimana disebut di bawah ini :
a. Jasa umum, yaitu jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah
untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh
orang pribadi atau badan. Jasa umum antara lain meliputi pelayanan kesehatan
dan pelayanan persampahan. Jasa yang tidak termasuk jasa umum adalah jasa
urusan umum pemerintahan.
b. Jasa usaha, yaitu jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah, dengan
menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula
disediakan oleh sektor swasta. Jasa usaha antara lain meliputi penyewaan aset
yang dimiliki/dikuasai oleh pemerintah daerah, penyediaan tempat
penginapan, usaha bengkel kendaraan, tempat pencucian mobil dan penjualan
bibit.
c. Perizinan tertentu, yaitu kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka
pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk
58
pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan,
pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana,
atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga
kelestarian lingkungan. Mengingat bahwa fungsi perizinan dimaksudkan
untuk mengadakan pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan,
pada dasarnya pemberian izin oleh pemerintah daerah tidak harus dipungut
retribusi. Akan tetapi dalam melaksanakan fungsi tersebut pemerintah daerah
mungkin masih mengalami kekurangan biaya yang tidak selalu dapat,
dicukupi dari sumber-sumber penerimaan daerah yang telah ditentukan
sehingga perizinan tertentu masih dipungut retribusi.82
Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 150, disebutkan bahwa
jenis-jenis Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha dan Retribusi Perizinan
Tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah berdasarkan kriteria sebagai berikut :
a. Retribusi Jasa Umum
1. Retribusi Jasa Umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi
Jasa Usaha atau Retribusi Perizinan Tertentu.
2. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi.
3. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang
diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan
dan kemanfaatan umum.
82ibid, h. 435.
59
4. Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi.
5. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai
penyelenggaraannya.
6. Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien serta merupakan salah
satu sumber pendapatan daerah yang potensial.
7. Pemungutan Retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan
tingkat dan/ atau kualitas pelayanan yang lebih baik.
b. Retribusi Jasa Usaha :
1. Retribusi Jasa Usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi
Jasa Umum atau Retribusi Perizinan Tertentu
2. Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang
seyogianya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum atau terdapatnya
harta yang dimiliki / dikuasai Daerah yang bisa dimanfaatkan secara penuh
oleh Pemerintah Daerah
3. Retribusi Perizinan Tertentu :
1. perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang
diserahkan kepada Daerah dalam rangka asas desentralisasi;
2. perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi
kepentingan umum;
3. biaya yang menjadi beban Daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut
dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin
tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari Retribusi perizinan.
Ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
60
Berdasarkan Pasal 152, Pasal 153, dan Pasal 154 Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 menyebutkan bahwa prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif
retribusi ditentukan sebagai berikut :
a. Untuk Retribusi Jasa Umum, berdasarkan kebijakan daerah dengan
mempertimbangkan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan
masyarakat, aspek keadilan dan efektivitas pengendalian atas pelayanan
tersebut;
b. Untuk Retribusi Jasa Usaha, berdasarkan pada tujuan untuk memperoleh
keuntungan yang layak;
c. Untuk Retribusi Perizinan Tertentu, berdasarkan pada tujuan untuk menutup
sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang
bersangkutan.
2.5.3. Jenis Retribusi Jasa Umum
Jenis-jenis retribusi jasa umum diatur dalam Pasal 110 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai berikut :
a. Retribusi Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan di Puskesmas, balai
pengobatan, dan Rumah Sakit Umum Daerah.Retribusi Pelayanan Kesehatan
ini tidak termasuk pelayanan pendaftaran.
b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan
Pelayanan persampahan/kebersihan meliputi pengambilan, pengangkutan, dan
pembuangan serta penyediaan lokasi pembuangan/pemusnahan sampah rumah
61
tangga, industri dan perdagangan, tidak termasuk pelayanan kebersihan jalan
umum dan taman.
c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan
Sipil
Akta Catatan Sipil meliputi Akta Kelahiran, Akta Perkawinan, Akta
Perceraian, Akta Pengesahan dan Pengakuan Anak, Akta Ganti Nama bagi
Warga Negara Asing, dan Akta Kematian.
d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat
Palayanan pemakaman dan pengabuan mayat meliputi pelayanan penguburan/
pemakaman termasuk penggalian dan pengurukan, pembakaran/pengabuan
mayat, dan sewa tempat pemakaman atau pembakaran /pengabuan mayat yang
dimiliki atau dikelola pemerintah daerah.
e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum
Pelayanan parkir di tepi jalan umum penyediaan pelayanan parkir di tepi jalan
umum yang ditentukan pemerintah daerah. Karena jalan menyangkut
kepentingan umum, penetapan jalan umum sebagai tempat parkir mengacu
kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f. Retribusi Pelayanan Pasar
Pelayanan pasar adalah fasilitas pasar tradisional/sederhana berupa pelataran
dan los yang dikelola oleh pemerintah daerah dan khusus disediakan untuk
pedagang, tidak termasuk yang dikelola oleh BUMN, BUMD dan pihak
swasta.
g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
62
Pelayanan pengujian kendaraan bermotor adalah pelayanan pengujian
kendaraan bermotor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kendaraan
Pelayanan pemeriksaan alat pemadam kendaraan adalah pelayanan
pemeriksaan dan atau perizinan oleh pemerintah daerah terhadap alat-alat
pemadam kendaraan yang dimiliki dan atau dipergunakan oleh masyarakat.
i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta
Peta adalah peta yang dibuat oleh pemerintah daerah, seperti peta dasar (peta
garis) peta foto, peta digital, peta tematik, dan peta teknis (peta struktur).
j. Retribusi Penyediaan dan/ atau Penyedotan Kakus
Pelayanan penyedotan kakus adalah pelayanan penyedotan kakus/jamban yang
dilakukan oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola BUMD dan
pihak swasta.
k. Retribusi Pengolahan Limbah Cair
Pelayanan pengolahan limbah cair adalah pelayanan pengolahan limbah cair
rumah tangga, perkantoran dan industri yang dikelola dan atau dimiliki oleh
pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh BUMD dan pihak
swasta.
l. Retribusi Pelayanan Tera / Tera Ulang
m. Retribusi Pelayanan Pendidikan, dan
n. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi
63
Subjek retribusi jasa umum adalah Orang Pribadi atau badan yang
menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan.
2.5.4. Jenis Retribusi Jasa Usaha
Jenis-jenis retribusi jasa usaha diatur dalam Pasal 127 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 sebagai berikut :
a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
Pelayanan pemakaian kekayaan daerah, antara lain pemakaian tanah dan
bangunan, pemakaian ruangan untuk pesta, pemakaian kendaraan/alat-alat
berat/alat-alat besar milik daerah. Tidak termasuk dalam pengertian pelayanan
pemakaian kekayaan daerah adalah penggunaan tanah yang tidak mengubah
fungsi dari tanah tersebut, seperti pemancangan tiang listrik/telepon, maupun
penanaman pembentangan kabel listrik/telepon di pinggir jalan umum.
b. Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan
Pasar grosir dan atau pertokoan adalah pasar grosir berbagai jenis barang dan
fasilitas pasar/pertokoan yang dikontrakkan, yang disediakan/diselenggarakan
oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang disediakan oleh BUMD dan
pihak swasta.
c. Retribusi tempat pelelangan
Tempat pelelangan adalah tempat yang secara khusus disediakan oleh
pemerintah daerah untuk melakukan pelelangan ikan, ternak, hasil bumi, dan
hasil hutan termasuk jasa fasilitas lainnya yang disediakan di tempat
pelelangan. Termasuk dalam pengertian tempat pelelangan adalah tempat yang
64
dikontrak oleh pemerintah daerah dari pihak lain untuk dijadikan sebagai
tempat pelelangan.
d. Retribusi Terminal
Pelayanan terminal adalah pelayanan penyediaan tempat parkir untuk
kendaraan penumpang dan bus umum, tempat kegiatan usaha, dan fasilitas
lainnya di lingkungan terminal, yang dimiliki dan atau dikelola oleh
pemerintah daerah. Dengan ketentuan ini, pelayanan peron tidak dipungut
retribusi.
e. Retribusi Tempat Khusus Parkir
Pelayanan tempat khusus parkir adalah pelayanan penyediaan tempat parkir
yang khusus disediakan, dimiliki, dan atau dikelola oleh pemerintah daerah,
tidak termasuk yang disediakan dan dikelola oleh BUMD dan pihak swasta.
f. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa
Pelayanan tempat penginapan/pesanggrahan/villa milik daerah adalah
pelayanan penyediaan tempat penginapan/pesanggrahan/villa yang dimiliki
dan atau yang dikelola oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola
oleh BUMD dan pihak swasta.
g. Retribusi Rumah Potong Hewan
Pelayanan rumah potong hewan adalah penyediaan fasilitas rumah
pemotongan hewan ternak termasuk pelayanan pemeriksaan kesehatan hewan
sebelum dan sesudah dipotong, yang dimiliki dan atau dikelola oleh
pemerintah daerah.
h. Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan
65
Pelayanan kepelabuhan adalah pelayanan pada pelabuhan kapal perikanan dan
atau bukan kapal perikanan, termasuk fasilitas lainnya di lingkungan
pelabuhan kapal yang dimiliki dan atau dikelola oleh pemerintah daerah, tidak
termasuk yang dikelola oleh BUMN, BUMD, dan pihak swasta.
i. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga
Pelayanan tempat rekreasi dan olah raga adalah tempat rekreasi, pariwisata,
dan olah raga yang dimiliki dan atau dikelola oleh pemerintah daerah.
j. Retribusi Penyeberangan di Air
Pelayanan penyeberangan di air adalah pelayanan penyeberangan orang atau
badan dengan menggunakan kendaraan di air yang dimiliki dan atau dikelola
oleh pemerintah daerah, tidak termasuk yang dikelola oleh BUMD dan pihak
swasta.
k. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah
Penjualan produksi usaha daerah adalah penjualan hasil produksi usaha
pemerintah daerah antara lain bibit/benih tanaman, bibit ternak, dan bibit ikan,
tidak termasuk penjualan produksi usaha BUMN, BUMD dan pihak swasta.
Subjek retribusi jasa usaha adalah Orang Pribadi atau badan yang
menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan.
2.5.5. Jenis Retribusi Jasa Tertentu
Jenis-jenis retribusi perizinan tertentu diatur dalam Pasal 141 Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009, adalah sebagai berikut :
a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
66
Izin mendirikan bangunan adalah pemberian izin untuk mendirikan satu
bangunan. Temasuk dalam pemberian izin ini adalah kegiatan peninjauan
desain dan pemantauan pelaksanaan pembangunannya, agar tetap sesuai
dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang yang berlaku, dengan
tetap memerhatikan Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Luas
Bangunan (KLB), Koefisien Ketinggian Bangunan (KKB), dan pengawasan
penggunaan bangunan yang meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi
syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut.
b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
Izin tempat penjualan minuman beralkohol adalah pemberian izin untuk
melakukan penjualan minuman beralkohol di suatu tempat tertentu.
c. Retribusi Izin Gangguan
Izin gangguan adalah pemberian izin tempat usaha/kegiatan kepada orang
pribadi atau badan di lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya,
kerugian dan gangguan, tidak termasuk tempat usaha/kegiatan yang telah
ditentukan oleh pemerintah daerah.
d. Retribusi Izin Trayek.
Izin trayek adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan untuk
menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa
trayek tertentu. Pemberian izin oleh pemerintah daerah dilaksanakan sesuai
dengan kewenangan masing-masing daerah.
e. Retribusi Izin Usaha Perikanan.
67
Selain jenis-jenis retribusi daerah yang ditetapkan dalam Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009, yaitu retribusi jasa umum, jasa usaha, dan perizinan
tertentu, kepada daerah diberikan kewenangan untuk menetapkan jenis retribusi
daerah lainnya yang dipandang sesuai untuk daerahnya. Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2009 Pasal 150 menentukan bahwa “Jenis Retribusi selain yang
ditetapkan dalam Pasal 110 ayat (1), Pasal 127 dan Pasal 141 sepanjang
memenuhi kriteria ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah”. Ketentuan ini
dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam mengantisipasi
situasi dan kondisi serta perkembangan perekonomian daerah pada masa
mendatang yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan masyarakat atas
pelayanan pemerintah daerah, tetapi tetap memperhatikan kesederhanaan jenis
retribusi daerah dan aspirasi masyarakat serta memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan. Retribusi lainnya antara lain penerimaan negara bukan retribusi yang
telah diserahkan kepada daerah.
Subjek retribusi perizinan tertentu adalah Orang Pribadi atau badan yang
memperoleh izin tertentu dari Pemerintah Daerah.
2.6. Perbedaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Dalam praktik di masyarakat, pungutan daerah sering disamakan antara pajak
daerah dan retribusi daerah. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa keduanya
merupakan pembayaran kepada pemerintah. Pandangan ini tidak sepenuhnya
benar karena pada dasarnya terdapat perbedaan yang besar antara pajak dan
retribusi daerah yang dipungut di Indonesia.
68
Secara tradisional untuk membedakan apakah suatu pelayanan cocok dibiayai
dengan pajak atau retribusi adalah dengan membedakan apakah jenis layanan
tersebut merupakan public goods atau private goods. Public goods adalah layanan
yang konsumsinya tidak mempengaruhi kesempatan konsumsi orang lain (non-
rivalry) dan sulit atau mahal untuk menghindarkan orang lain yang tidak bersedia
membayar untuk mengkonsumsinya (non-excludable) atau sulit untuk
menghindarkan orang lain mendapatkan manfaat dari layanan tersebut (free-
rider). Dengan kata lain, layanan tersebut disediakan secara kolektif dan tidak
diskriminatif. Sebaliknya private goods adalah layanan yang konsumsinya
mempengaruhi kesempatan konsumsi orang lain atau hanya memberikan manfaat
bagi orang tertentu. Secara teoritis, layanan yang bersifat public goods dibiayai
dari pajak, dan layanan yang bersifat private goods dibiayai dari retribusi.83
Pungutan yang diberlakukan oleh pemerintah merupakan penarikan sumber
daya ekonomi (secara umum dalam bentuk uang) oleh pemerintah kepada
masyarakat guna membiayai pengeluaran yang dilakukan pemerintah untuk
melaksanakan tugas pemerintahan atau melayani kepentingan masyarakat.
Penarikan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakatnya,
harus memenuhi syarat yaitu harus ditetapkan dengan undang-undang atau
peraturan lainnya, dapat dipaksakan, mempunyai kepastian hukum, dan adanya
jaminan kejujuran dan integritas si pemungut (petugas yang ditunjuk oleh
pemerintah) serta jaminan bahwa pungutan tersebut akan dikembalikan lagi
83Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan,
op.cit. h. 44.
69
kepada masyarakat. Dengan adanya jaminan tersebut pungutan dapat dilaksanakan
kepada masyarakat.84
Berdasarkan pengertian dan ciri-ciri dari pajak daerah dan retribusi daerah
yang telah diuraikan pada subbab di atas maka antara pajak daerah dan retribusi
daerah memiliki perbedaan yang prinsipil, walapun keduanya sama-sama
merupakan pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah), yaitu sebagai
berikut :
a. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi
individu oleh pemerintah (tidak ada imbalan langsung yang diperoleh si
pembayar pajak). Dengan kata lain, tidak ada hubungan langsung antara
jumlah pembayaran pajak dengan kontra prestasi secara individu sedangkan
Pihak pembayar retribusi mendapatkan kontra prestasi (balas jasa) secara
langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya.
b. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis, yaitu
jika tidak membayar retribusi tidak akan memperoleh jasa yang
diselenggarakan oleh pemerintah daerah, sedangkan pada pajak memiliki sifat
dapat dipaksakan, artinya wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban
pembayaran pajak, dapat dikenakan sanksi, baik sanksi pidana maupun denda
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
84 Marihot P. Siahaan, op.cit. h. 5.