bab ii tinjauan umum tentang notaris, akta notaris ... bab ii... · kewajiban saya sesuai dengan...
TRANSCRIPT
36
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG NOTARIS, AKTA NOTARIS
PERJANJIAN BUILD, OPERATE, AND TRANSFER
2.1. Tentang Notaris
2.1.1. Pengertian Jabatan Notaris
Pasal 1 PJN memberikan ketentuan tentang definisi notaris serta apa yang
menjadi tugas pokok notaris, yang menentukan sebagai berikut notaris adalah
pejabat umum (openbaar ambtenaar) yang satu-satunya berwenang untuk
membuat akta-akta tentang segala tindakan, perjanjian dan keputusan-keputusan
yang oleh perundang-undangan umum diwajibkan, atau para yang bersangkutan
supaya dinyatakan suatu surat otentik. Menetapkan tanggalnya, menyimpan
aktanya dan memberikan grosse (salinan sah), salinan dan kutipan, semuanya itu
sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga diwajibkan kepada pejabat atau
khusus menjadi kewajibannya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris dalam Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2004 Nomor
117 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia (TLNRI) Nomor 4432
Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut dengan
UUJN-P), Pasal 1 ayat (1) yang menentukan sebagai berikut notaris adalah
pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau
37
berdasarkan undang-undang lainnya. Menurut R. Soegondo Notodisoerjo, notaris
adalah pejabat umum openbare ambtenaren, karena erat hubungannya dengan
wewenang atau tugas dan kewajiban yang utama yaitu membuat akta-akta
otentik.24
Selain notaris, pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik
adalah pejabat lelang, pegawai pencatatan sipil burgerlijke stand, juru sita
deurwaarder, hakim, panitera pengadilan dan lain sebagainya.25
Seorang notaris
pada hakikatnya adalah seorang pejabat tempat bagi seseorang untuk memperoleh
nasehat yang bisa diandalkan. Dan segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkan
dianggap benar, sehingga menjadi pembuat dokumen yang kuat dalam suatu
peristiwa hukum.
Pengertian pejabat umum berdasarkan Pasal 1 PJN maupun Pasal 1 ayat
(1) UUJN-P notaris sebagai pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah serta
diberikan wewenang dengan tujuan untuk melayani kepentingan masyarakat
umum. Notaris bukanlah pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 1974 Nomor 55, dan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia (TLNRI) Nomor 3041 Pasal 1
huruf a yang menentukan sebagai berikut pegawai negeri adalah mereka yang
setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas
24
R. Soegondo Notodisoerjono, 1993, Hukum Notariat di Indonesia Suatu
Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 8. 25
R. Supomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita,
Jakarta, hal. 77.
38
dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan
berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Jabatan notaris tidak ditempatkan di lembaga eksekutif, legislatif, ataupun
yudikatif, notaris diharapkan memiliki posisi netral, sehingga apabila ditempatkan
di salah satu dari ketiga badan negara tersebut maka notaris tidak lagi dapat
dianggap netral. Dengan posisi netral tersebut, notaris diharapkan untuk
memberikan penyuluhan hukum untuk dan atas tindakan hukum yang dilakukan
notaris atas permintaan kliennya. Dalam hal melakukan tindakan hukum untuk
kliennya, notaris tidak boleh memihak kliennya, karena tugas notaris ialah untuk
mencegah terjadinya masalah.
Dari uraian-uraian tersebut di atas, maka notaris adalah pejabat umum
yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya
sebagaimana ditentukan dalam ketentuan yang berlaku. Untuk dapat diangkat
menjadi notaris seseorang harus memenuhi persyaratan-persyaratan berdasarkan
Pasal 3 UUJN-P, yang menentukan sebagai berikut :
a. Warga Negara Indonesia.
b. Bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa.
c. Berumur paling sedikit 27 tahun.
d. Sehat Jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat keterangan sehat
dari dokter dan psikiater.
e. Berijazah sarjana hukum dan lulus jenjang strata dua kenotariatan.
f. Telah menjalani magang atau nyata-nyata bekerja sebagai karyawan
notaris dalam waktu 24 bulan berturut-turut pada kantor notaris atas
prakarsa sendiri atau atas rekomendasi organisasi notaris setelah lulus
srata dua kenotariatan.
g. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau
tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang
untuk dirangkap dengan jabatan notaris.
39
h. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.
Sebelum menjalankan jabatannya notaris wajib mengucapkan sumpah atau
janji menurut agamanya dihadapan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atau
pejabat yang ditunjuk. Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud berbunyi sebagai
berikut :
Saya bersumpah/atau berjanji :
Bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia,
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,
Undang-Undang tentang Jabatan Notaris serta peraturan perundang-undangan
lainnya. Bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur,
saksama, mandiri dan tidak berpihak.
Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan
kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat dan
tanggung jawab saya sebagai Notaris.
Bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam
pelaksanaan jabatan saya.
Bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan nama atau dalih apapun tidak pernah dan
tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun.
Pengucapan sumpah/atau janji Jabatan notaris dilakukan dalam waktu
paling lambat 2 bulan terhitung sejak tanggal keputusan pengangkatan sebagai
40
notaris. Dalam hal tidak dilakukan sesuai waktu tersebut diatas maka keputusan
pengangkatan dapat dibatalkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Matome M. Ratiba memberikan pengertian mengenai notaris sebagai
berikut : “notary is a qualified attorneys which is admitted by the court and is an
officer of the court in both his office as notary and attorney and as notary he
enjoys special privileges.”26
Pendapat tersebut dapat memiliki arti bahwa notaris
adalah pengacara dengan spesifikasi tertentu yang diakui oleh pengadilan dan
merupakan petugas pengadilan, dan juga di kantornya sebagai notaris dan
pengacara, dan sebagai notaris ia menikmati hak-hak istimewa. Dari pendapat
tersebut dapat diketahui bahwa notaris memiliki dua peran, yaitu sebagai
pengacara dan sebagai notaris. Sebagai pengacara ia merupakan bagian dari
pengadilan, dan sebagai notaris ia memiliki hak-hak istimewa.
Notaris diperkirakan berasal dari zaman romawi pada abad ke II-III,
dimana pada masa itu notaris berfungsi sebagai pencatat pidato yang disebut
dengan Scribae, Tabellius, atau Notaries yang merupakan salah satu profesi
hukum yang ada.27
Istilah notarius oleh masyarakat romawi diberikan kepada
mereka yang melakukan pekerjaan menulis, dimana fungsi dari notarius sendiri
pada zaman tersebut tidaklah sama dengan fungsi notaris pada saat ini.28
26
Matome M. Ratiba, 2013, Convecaying Law For Paralegals And Law
Students, bookboon.com, Pretoria, hal. 28.
27Mkn unand, 2011, Sejarah Notaris, (14 Januari 2013), Diakses dari
http://mknunand.wordpress.com/2011/01/14/sejarah-notaris/.
28Abdul Ghofur Anshori, 2010, Lembaga Kenotariatan Indonesia
Perspektif Hukum dan Etika, Cetakan kedua, UII Press, Yogyakarta, hal. 8.
41
Pada abad ke V, notarius adalah merupakan pejabat kerajaan yang hanya
diberikan khusus kepada para penulis pribadi dari kaisar dan juga pegawai-
pegawai administrasi kerjaan. Mereka yang melayani masyarakat pada umumnya
dikenal dengan sebutan Tabelliones. Tabelliones adalah pejabat yang melakukan
penulisan untuk masyarakat umum (server publici), yang jika dilihat fungsi dari
pejabat ini sama dengan notaris saat ini namun tidak memiliki sifat ambtelijk yang
dikarenakan tulisan-tulisan yang dibuatnya bersifat autentik.29
Tabularii adalah pejabatyang mengurus administrasi, bertugas untuk
mengelola pembukuan keuangan pemerintah dan mempunyai wewenang untuk
membuat akta. Tabularii memiliki sifat ambtelijk karena memiliki hak untuk
menyatakan secara tertulis perbuatan-perbuatan hukum yang dikehendaki para
pihak, namun tulisan tersebut belum memiliki kekuatan autentik dan kekuatan
eksekusi.30
Selain di Romawi perkembangan lembaga notariat juga berkembang di
Perancis. Undang-Undang Perancis yang dinamakan Ventose Wet (undang-
Undang Nomor 25 Ventose Wet (Undang-Undang Nomor 25 Ventose an XI) yang
berlaku kira-kira sekitar tahun 1803 mengatur tentang Loi organique du
Notariat.31
Undang-undang ini diberlakukan juga di negara-negara jajahan
Perancis, termasuk Belanda. Ketentuan tersebut selanjutnya dijadikan landasan
hukum dalam pemberlakuan hukum notaris di Belanda.
29
Ibid.
30Abdul Ghofur Anshori, Op. Cit., hal. 9.
31Abdul Ghofur Anshori, Op. Cit., hal. 9.
42
Masuknya lembaga notariat di Indonesia, diawali dari sejarah lembaga
notariat itu sendiri, yaitu yang berasal dari negara-negara di eropa dan khususnya
dari negara Belanda. Belanda sebagai negara yang menjajah bangsa Indonesia,
yang mengatur peraturan tentang notariat tersebut. Sejak notaris yang pertama kali
diangkat sampai tahun 1822, lembaga notariat itu diatur dengan dua peraturan,
yaitu pada tahun 1625 dan 1765 dan selalu mengalami perubahan, sesuai dengan
kebutuhan yang dengan tiba-tiba dibutuhkan pada masa tersebut.
Pada tahun 1860, pemerintah Belanda merubah peraturan-peraturan yang
lama dengan Peraturan Jabatan Notaris dikenal dengan Reglement op Het Notaris
Ambt in Indonesie (Stb. 1860:3), yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1860.
Dengan diundangkan Peraturan Jabatan Notaris ini, maka diletakanlah dasar yang
kuat bagi pelembagaan notariat di Indonesia.32
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jabatan notaris
yang berlaku, sebagian besar masih di dasarkan pada peraturan perundang-
undangan peninggalan zaman kolonial Belanda, yaitu peraturan jabatan notaris
yang termuat dalam stbl. 1860 Nomor 3 yang sudah beberapa kali diubah.
Terakhir diubah dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun
1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara yang diundangkan pada
tanggal 13 Nopember 1954 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI)
Tahun 1954 Nomor 101 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
(TLNRI) Nomor 700. Selama hampir 144 tahun menjadi dasar yang kuat bagi
pelembagaan notariat di Indonesia, pada tanggal 6 Oktober 2004 Peraturan
32
G.H.S. Lumbun Tobing, 1983, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga,
Jakarta, hal. 20.
43
Jabatan Notaris telah dinyatakan tidak berlaku, pada tanggal tersebut telah
diundangkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2004 Nomor 117 dan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia (TLNRI) Nomor 4432 dibentuk
karena berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tentang jabatan
notaris peninggalan kolonial Hindia Belanda dianggap tidak sesuai dengan
perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat Indonesia, oleh karena itu perlu
diadakan pembaharuan dan pengaturan kembali secara menyeluruh dalam satu
undang-undang yang mengatur jabatan notaris. Sehingga dapat tercipta suatu
unifikasi hukum yang berlaku untuk semua penduduk di seluruh wilayah negara
Republik Indonesia.
Unifikasi hukum di bidang kenotariatan, undang-undang jabatan notaris ini
menjadi dasar yang baru bagi pelembagaan di Indonesia. Selama hampir 10 tahun
UUJN diberlakukan sebagai satu-satunya undang-undang yang mengatur tentang
jabatan notaris, akhirnya pada tahun 2014 diberlakukan revisi terhadap UUJN.
Revisi UUJN ini hanya diberlakukan pada sebagian pasal yang penting, yang
selanjutnya diundangkan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
yang (selanjutnya disebut dengan UUJN-P) yang diundangkan pada tanggal 15
Januari 2014 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2014
Nomor 3 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia (TLNRI) Nomor
5491.
44
Notaris dalam menjalankan jabatannya tidak hanya mengacu pada UUJN
dan UUJN-P. Aturan lain yang menjadi acuan dalam menjalankan jabatannya,
yaitu Kode Etik Profesi Notaris yang dibuat oleh Ikatan Notaris Indonesia
(selanjutnya disebut dengan INI) yang ditetapkan di Bandung pada tanggal 28
Januari 2008. Selain Kode Etik Profesi Notaris, Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (selanjutnya disebut dengan KUHPerdata) adalah aturan lain yang
berkaitan dalam pelaksanaan jabatan notaris. Terkait dalam jabatan notaris
khususnya pada Pasal 1868 KUHPerdata tentang akta otentik dan Pasal 1320
KUHPerdata tentang syarat sahnya perjanjian, pasal-pasal tersebut berkaitan
dengan kewenangan jabatan notaris dalam membuat perjanjian dan akta otentik.
2.1.2. Dasar Hukum Jabatan Notaris
Demi pelayanan bagi para anggota masyarakat yang memerlukan jasa-
jasanya wajar apabila setiap notaris memahami berbagai peraturan hukum
(undang-undang dan peraturan hukum lainnya). Ada berbagai macam dasr hukum
yang menjadi pegangan bagi para notaris dalam menjalankan jabatannya,
peraturan itu antara lain :
1. Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (stb 1860:3) sebagaimana telah
diubah terakhir dalam Lembaran Negara Tahun 1945 Nomor 101.
2. Ordonantie 16 September 1931 tentang Honorarium Notaris.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil
Notaris dan Wakil Notaris Sementara dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia (LNRI) Tahun 1954 Nomor 101 dan Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia (TLNRI) Nomor 700.
45
4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 1985 Nomor 73, dan
Tambahan Lembaran Negara Indonesia (TLNRI) Nomor 3316.
5. Udang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 1986 Nomor 20.
6. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2004 Nomor 34, dan Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4379.
7. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2004 Nomor 117, dan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia (TLNRI) Nomor 4432.
8. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN-P), dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2014 Nomor 3, dan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia (TLNRI) Nomor 5491.
9. Keputusan Bersama Keputusan Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman
Republik Indonesia Nomor KMA/006/SKB/VII/1987 nomor M.04.-
PR.08.05-tahun 1987 tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan, dan
Pembelaan Notaris.
10. Peraturan Menteri Hukum Republik Indonesia Nomor M-11.HT.03.01 Tahun
1988 tentang Wakil Notaris Sementara.
46
11. Keputusan Menteri Hukum Republik Indonesia Nomor M-01.UM.01.06
Tahun 1993 tentang Penetapan Biaya Pelayanan Jasa Hukum di Lingkungan
Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-undangan.
12. Keputusan Menteri Hukum Republik Indonesia Nomor M-13.HT.03.10
Tahun 1993 tentang Pembinaan Notaris.
13. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor M-01.HT.03.01 Tahun 2003 tentang Kenotarisan.
14. Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor M-01.HT.03.01 Tahun 2004 tanggal 16 Januari 2004 tentang Formasi
Notaris di Seluruh Indonesia.
2.1.3. Tugas dan Kewenangan Notaris
Notaris bertindak sebagai pelayan masyarakat karena diangkat oleh
pemerintah untuk melayani kebutuhan masyarakat akan dokumen-dokumen legal
yang sah. Dalam melaksanakan tugas sehari-hari notaris adalah pejabat yang
bertindak secara pasif dalam artian mereka menunggu masyarakat datang kepada
mereka untuk kemudian dilayani/atau menunggu datangnya bola dan tidak
menjemput bola.
Kewajiban menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai
sesuatu yang diwajibkan, sesuatu yang harus dilaksanakan atau dapat diartikan
juga sebagai suatu keharusan. Sehingga kewajiban notaris adalah sesuatu yang
harus dilaksanakan oleh notaris dalam menjalankan jabatannya, karena sudah
menjadi suatu keharusan yang diwajibkan oleh UUJN. Sebagai Jabatan dan
Profesi yang terhormat notaris mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus
47
dilaksanakan baik berdasarkan peraturan perundang-undangan yang khusus
mengatur mengenai notaris, yaitu UUJN maupun peraturan perundang-undangan
lainnya yang harus ditaati oleh notaris.
Berdasarkan Pasal 16 UUJN-P dijelaskan mengenai kewajiban notaris,
mengenai kewajiban notaris yang menentukan sebagai berikut :
1. Dalam menjalankan jabatannya, notaris wajib :
a. Bertindak amanah, jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan
menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum.
b. Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai
bagian dari protokol notaris.
c. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada
minuta akta.
d. Mengeluarkan grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta
berdasarkan minuta akta.
e. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-
undang ini, kecuali ada alasan untuk menolak.
f. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan
segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai
dengan sumpah/atau janji jabatan, kecuali undang-undang
menentukan lain.
g. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 bulan menjadi buku yang
memuat tidak lebih dari 50 akta, dan jika jumlah akta tidak dapat
dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari
satu buku, dan mencatat jumlah minuta akta, bulan, dan tahun
pembuatannya pada sampul setiap buku.
h. Membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak
diterimanya surat berharga.
i. Membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan
waktu pembuatan Akta setiap bulan.
j. Mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau
daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat
pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum dalam waktu 5 hari pada minggu pertama setiap bulan
berikutnya.
k. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada
setiap akhir bulan.
l. Mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara
Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan
nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan.
m. Membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh
paling sedikit 2 orang saksi, atau 4 orang saksi khusus untuk
48
pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada
saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; dan.
n. Menerima magang calon Notaris.
2. Kewajiban menyimpan minuta akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b tidak berlaku, dalam hal notaris mengeluarkan akta in originali.
3. Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
a. Akta pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun.
b. Akta penawaran pembayaran tunai.
c. Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak dibayarnya atau
tidak diterimanya surat berharga.
d. Akta kuasa.
e. Akta keterangan kepemilikan.
f. Akta lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
4. Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih
dari 1 rangkap, ditandatangani pada waktum bentuk, dan isi yang sama,
dengan ketentuan pada setiap akta tertulis kata-kata “BERLAKU
SEBAGAI SATU DAN SATU BERLAKU UNTUK SEMUA”.
5. Akta in originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama pemerima
kuasa hanya dapat dibuat dalam 1 rangkap.
6. Bentuk dan ukuran cap atau stempel sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf I ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
7. Pembacaan akta sebagaiamana dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak
wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan
karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami
isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup
akta serta pada setiap halaman minuta akta diparaf oleh penghadap, saksi,
dan notaris.
8. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikecualikan terhadap
pembacaan kepala akta, komparasi, penjelasan pokok Akta secara singkat
dan jelas, serta penutup akta.
9. Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m dan
ayat (7) tidak dipenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai
kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.
10. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak berlaku untuk
pembuatan Akta wasiat.
11. Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a sampai dengan huruf l dapat dikenai sanksi berupa :
a. Peringatan tertulis.
b. Pemberhentian sementara.
c. Pemberhentian dengan hormat; atau
d. Pemberhentian dengan tidak hormat.
12. Selain dikenai sanksi sebagaiamana dimaksud pada ayat (11),
pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf j dapat menjadi
alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian
biaya, ganti rugi, dan bunga kepada notaris.
49
13. Notaris yang melanggar ketentuan sebagimana dimaksud pada ayat (1)
huruf n dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis.
Berdasarkan Pasal 7 UUJN-P, dijelaskan mengenai kewajiban notaris yang
menentukan sebagai berikut :
1. Dalam waktu paling lambat 60 hari terhitung sejak tanggal pengambilan
sumpah/atau janji jabatan notaris, yang bersangkutan wajib :
a. Menjalankan jabatan dengan nyata.
b. Menyampaikan berita acara sumpah/atau janji jabatan notaris kepada
Menteri, Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas Daerah; dan
c. Menyampaikan alamat kantor contoh tanda tangan, dan paraf, serta
teraan cap atau stempel jabatan notaris berwarna merah kepada
Menteri dan pejabat lain yang bertanggungjawab di bidang
pertanahan Organisasi Notaris, Ketua Pengadilan Negeri, Majelis
Pengawas Daerah, serta Bupati/atau Walikota di tempat notaris
diangkat.
2. Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dikenakan sanksi berupa :
a. Peringatan tertulis.
b. Pemberhentian sementara.
c. Pemberhentian dengan hormat; atau
d. Pemberhentian dengan tidak hormat.
Berdasarkan Pasal 3 Kode Etik Notaris, notaris dan orang lain yang
memangku dan menjalankan jabatan notaris wajib :
1. Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik.
2. Menghormati dan menjungjung tinggi harkat dan martabat jabatan
notaris.
3. Menjaga dan membela kehormatan perkumpulan.
4. Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggungjawab,
berdasarkan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan notaris.
5. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada
ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan.
6. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan negara.
7. Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotarisan lainnya untuk
masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium.
8. Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut
merupakan satu-satunya kantor bagi notaris yang bersangkutan dalam
melaksanakan tugas jabatan sehari-hari.
9. Memasang 1 buah papan nama di depan/atau di lingkungan kantornya
dengan pilihan yaitu 100 cm x 40 cm, 150 cm x 60 cm, atau 200 cm x 80
cm, yang memuat :
50
a. Nama lengkap dan gelar yang sah.
b. Tanggal dan nomor Surat Keputusan pengangkatan yang terakhir
sebagai notaris.
c. Tempat kedudukan.
d. Alamat kantor dan nomor telepon/atau fax. Dasar papan nama
bewarna putih dengan huruf bewarna hitam dan tulisan di papan
nama harus jelas dan mudah dibaca. Kecuali di lingkungan kantor
tersebut tidak dimungkinkan untuk pemasangan papam nama
dimaksud.
10. Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang
diselenggarakan oleh perkumpulan; menghormati, mematuhi,
melaksanakan setiap dan seluruh keputusan perkumpulan.
11. Membayar uang iuran perkumpulan secara tertib.
12. Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang
meninggal dunia.
13. Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium
ditetapkan perkumpulan.
14. Menjalankan jabatan notaris terutama dalam perbuatan, pembacaan dan
penandatanganan akta dilakukan di kantornya kecuali alasan-alasan yang
sah.
15. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam
melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling
memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling
menghargaim saling membantu, serta selalu berusaha menjalin
komunikasi dan tali silaturahmi.
16. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak
membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya.
17. Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai
kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak
terbatas pada ketentuan yang tercantum dalam :
a. UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, berikut
perubahannya berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris selanjutnya disebut dengan (UUJN-P).
b. Penjelasan Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris selanjutnya disebut dengan (UUJN-P).
c. Isi Sumpah Jabatan Notaris.
d. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Notaris
Indonesia Larangan notaris berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris selanjutnya disebut
dengan (UUJN-P), yang menentukan sebagai berikut :
1. Notaris dilarang :
a. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya.
51
b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 hari kerja
berturut-turut tanpa alasan yang sah.
c. Merangkap sebagai pegawai negeri.
d. Merangkap sebagai pejabat negara.
e. Merangkap jabatan sebagai advokat.
f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai Badan
Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau
Badan Usaha Swasta.
g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah,
dan/atau Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan
notaris.
h. Menjadi Notaris Pengganti.
i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma
agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat
mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan notaris.
2. Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dikenakan sanksi berupa :
a. Peringatan tertulis.
b. Pemberhentian sementara.
c. Pemberhentian dengan hormat.
d. Pemberhentian dengan tidak hormat.
Berdasarkan Kode Etik Notaris, larangan bagi notaris yang memangku
dan menjalankan jabatan, notaris dilarang yang menentukan sebagai berikut :
1. Mempunyai lebih dari 1 kantor, baik kantor cabang ataupun kantor
perwakilan.
2. Memasang papan nama dan/atau tulisan yang berbunyi “Notaris/atau
Kantor Notaris” di luar wilayah kantor.
3. Melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun bersama-
sama, dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana
media cetak dan/atau elektronik, dalam bentuk :
a. Iklan.
b. Ucapan selamat.
c. Ucapan belasungkawa.
d. Ucapan terima kasih.
e. Kegiatan pemasaran.
f. Kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial, keagamaan, maupun
olahraga.
4. Bekerjasama dengan biro jasa/atau badan hukum yang pada hakekatnya
bertindak sebagai perantara untuk mencari /atau mendapatkan klien.
5. Menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah
dipersiapkan oleh pihak lain.
6. Mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangani.
52
7. Berusaha atau berupaya dengan jalan apapun, agar seseorang berpindah
dari notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditunjukkan langsung kepada
klien yang bersangkutan maupun melalui perantara orang lain.
8. Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-
dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan psikologis
dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat akta padanya.
9. Melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang
menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama
notaris.
10. Menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam jumlah
yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan perkumpulan.
11. Mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan
kantor notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari notaris yang
bersangkutan.
12. Menjelekan dan/atau mempersalahkan rekan notaris atau akta yang
dibuat olehnya. Dalam hal seorang notaris menghadapi dan/atau
menentukan suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata
didalamnya terdapat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau
membahayakan klien, maka notaris tersebut wajib memberitahukan
kepada rekan sejawat yang bersangkutan atas kesalahan yang dibuatnya
dengan cara yang tidak bersifat menggurui, melainkan untuk mencegah
timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang
bersangkutan atau rekan sejawat tersebut.
13. Membentuk kelompok sesana rekan sejawat yang bersifat ekslusif
dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga,
apalagi menutup kemungkinan bagi notaris lain untuk berpartisipasi.
14. Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
15. Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum tersebut sebagai
pelanggaran terhadap kode etik notaris, antara lain namun tidak terbatas
pada pelanggaran-pelanggaran terhadap :
a. Ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, berikut perubahannya berdasarkan Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang
selanjutnya disebut dengan (UUJN-P).
b. Penjelasan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris selanjutnya disebut dengan (UUJN-P).
c. Isi sumpah jabatan notaris.
d. Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah
Tangga dan/atau keputusan-keputusan lain yang telah ditetapkan
oleh organisasi Ikatan Notaris Indonesia tidak boleh dilakukan oleh
anggota.
53
Wewenang umum dari seorang notaris itu terbatas pada lapangan hukum
perdata privaat rechtelijk terrain.33
Adapun akta-akta yang pembuatannya juga
ditugaskan kepada pejabat lain atau oleh Undang-Undang dikecualikan
pembuatannya dari notaris antara lain :
1. Akta pengakuan anak luar kawin (Pasal 281 KUHPerdata).
2. Akta Berita Acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotik (Pasal 1227
KUHPerdata).
3. Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi (Pasal
1405 ayat (7) dan Pasal 1406 ayat (3) KUHPedata).
4. Akta protes wesel dan cek (Pasal 143 ayat (1), Pasal 218b dan Pasal 218c
KUH Dagang).
5. Akta catatan sipil (Pasal 4 KUHPerdata).34
Untuk pembuatan akta-akta yang dimaksud di atas dalam angka 1 sampai
dengan angka 4 tersebut merupakan wewenang pejabat lain, notaris masih tetap
berwenang membuat akta-akta tersebut, artinya baik notaris maupun pejabat lain
yang bukan notaris sama-sama memiliki kewenangan untuk membuat akta otentik
tersebut, akan tetapi mereka yang bukan notaris hanya untuk perbuatan itu saja,
yaitu yang secara tegas sudah diatur dalam undang-undang. Untuk akta yang
dimaksud dalam angka 5, notaris tidak turut berwenang membuatnya, hanya
pegawai kantor catatan sipil saja yang berwenang membuat akta-akta tersebut.
33
Komar Andasasmita, 1981, Notaris Dengan Sejarah, Peranan, Tugas,
Kewajiban, Rahasia Jabatannya, Sumur Bandung, Bandung, hal. 95.
34Sjaifurrachman, 2011, Aspek Pertanggung Jawaban Notaris Dalam
Pembuatan Akta, Mandar Maju, Bandung, hal. 64.
54
Kewenangan notaris berdasarkan Pasal 15 ayat (1), (2), dan (3) UUJN-P,
yang menentukan sebagai berikut :
1. Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-
undangan dan/atau yang dikenhendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan
akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang.
2. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), notaris
berwenang pula :
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat
di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.
b. Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus.
c. Membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat
yang bersangkutan.
d. Melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya.
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan
akta.
f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan.
g. Membuat akta risalah lelang.
3. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2), notaris
mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
Pasal 15 ayat (2) huruf g UUJN-P yang menentukan sebagai berikut,
bahwa notaris berwenang membuat akta risalah lelang. Pengertian risalah lelang
tidak ditemukan dalam UUJN tersebut. Berdasarkan Pasal 1 ayat 28 Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
yang menentukan sebagai berikut risalah lelang adalah berita acara pelaksanaan
lelang yang dibuat oleh pejabat lelang yang merupakan akta otentik dan
mempunyai kekuatan pembuktian sempurna bagi para pihak. Berdasarkan Pasal 1
ayat 13 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 yang menentukan
55
sebagai berikut pejabat lelang adalah orang yang khusus diberi wewenang oleh
menteri keuangan melaksanakan penjualan barang secara lelang.
Oleh karena itu pemberian kewenangan notaris untuk membuat akta
risalah lelang sebagaimana dimaksud berdasarkan Pasal 15 ayat (2) huruf g
UUJN-P tidak dapat diterapkan begitu saja. Artinya seorang notaris tidak dapat
serta merta memangku jabatan sebagai pejabat lelang. Berdasarkan penjelasan di
atas pengangkatan pejabat lelang dilakukan oleh Menteri Keuangan (selanjutnya
disebut MENKEU), sedangkan pengangkatan notaris dilakukan oleh Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut MENKUMHAM).
Notaris dalam menjalankan tugas kewenangannya sebagai pejabat umum
memiliki ciri utama, yaitu pada kedudukannya (posisinya) yang tidak memihak
dan mandiri (independen), bahkan dengan tegas dikatakan “bukan sebagai salah
satu pihak”, notaris selaku pejabat umum di dalam menjalankan fungsinya
memberikan pelayanan kepada menyangkut antara lain di dalam pembuatan akta
otentik sama sekali bukan pihak dari yang berkepentingan. Notaris, sekalipun ia
adalah aparat hukum bukanlah sebagai “penegak hukum”, notaris sungguh netral
tidak memihak kepada salah satu dari mereka yang berkepentingan.35
Sebagai
gambaran mengenai ruang lingkup tugas dan wewenang notaris dalam membuat
akta otentik, dapat dipahami melalui kutipan di bawah ini :36
1. Bahwa kewenangan notaris membuat akta otentik itu hanya apabila hal
itu diminta atau dikehendaki oleh pihak-pihak yang berkepentingan atau
dengan kata lain, akta itu adalah bukti adanya perbuatan hukum pihak
pihak, bukan notaris yang melakukan perbuatan hukum yang
bersangkutan.
35
Ibid, hal. 65.
36Ibid.
56
2. Bahwa kewenangan notaris membuat akta otentik ditentukan dan sangat
tergantung dari adanya kemauan atau kehendak pihak-pihak yang akan
melakukan perbuatan hukum tersebut, tanpa adanya pihak-pihak yang
berkepentingan yang melakukan perbuatan hukum mustahil notaris dapat
mewujudkan suatu akta otentik.
3. Notaris tidak mungkin membuat akta otentik atas kemauannya sendiri
tanpa adanya pihak-pihak, juga tidak berwenang mengambil keputusan
sendiri untuk menyatakan membuat atau membatalkan sendiri akta itu
artinya notaris tidak boleh dan tidak berwenang melakukan perbuatan
hukum secara jabatan (secara ambtshalve).
4. Notaris tidak berwenang untuk membuat akta di bidang hukum publik
(publiek rechtelijke acten), kewenangannya terbatas pada pembuatan
akta-akta di bidang hukum perdata saja. Demikian pula notaris tidak
berwenang membuat atau mengeluarkan atau menerbitkan suatu “surat
keputusan” (beschiking) karena hal itu menjadi kewenangan dari Pejabat
Tata Usaha Negara.
2.1.4. Tanggung Jawab Notaris
Tanggung jawab berdasarkan kamus umum bahasa Indonesia adalah
keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Bertanggung jawab berdasarkan
kamus umum bahasa Indonesia adalah kewajiban menanggung, memikul jawab,
menanggung segala sesuatunya atau memberikan jawab dan menanggung akibat.37
Tanggung jawab merupakan suatu bentuk kesadaran manusia akan tingkah laku
atau perbuatannya baik dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja.
Tanggung jawab perwujudan kedasaran dan kewajiban seseorang untuk
menanggung hasil dari perbuatan yang dilakukannya. Setiap manusia memiliki
rasa tanggung jawab dan rasa tanggung jawab itu harus disesuaikan dengan apa
yang telah dilakukannya. Wujud tanggung jawab juga berupa pengabdian dan
pengorbanan dimana pengabdian dan pengorbanan meupakan perbuatan yang baik
37
Ika Damayanti, (tanpa tahun), diakses dari:
http://www.academia.edu//36335945/Manusia dan Tanggung Jawab Serta
Pengabdian, pada hari Senin, tanggal 5 November 2014, pukul 10.00 WITA.
57
untuk kepentingan manusia itu sendiri. Secara umum tanggung jawab dapat dibagi
menjadi empat macam tanggung jawab, yang menentukan sebagai berikut :
1. Tanggung jawab kepada diri sendiri, merupakan tanggung jawab atas
perbuatan, tingkah laku serta tindakannya sendiri.38
Tanggung jawab terhadap
diri sendiri menuntut kesadaran setiap orang untuk senantiasa memenuhi
kewajibannya sendiri dalam mengembangkan kepribadian sebagai manusia
pribadi.
2. Tanggung jawab kepada keluarga. Tanggung jawab ini merupakan tanggung
jawab atas keselamatan, kesejahteraan dan kelestarian rumah tangganya serta
dapat hidup dengan sebaik-baiknya dengan memenuhi segenap kebutuhan.
3. Tanggung jawab kepada masyarakat, bangsa dan negara. Pada hakikatnya
manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan manusia lainnya, sesuai dengan
kedudukannya sebagai mahluk sosial sehingga ia harus berkomunikasi
dengan manusia lain. Hal ini menyebabkan setiap manusia harus bertanggung
jawab terhadap apapun bentuk perbuatannya kepada manusia lain. Tanggung
jawab ini demi terciptanya pergaulan hidup yang baik serta mempertahankan
nama baik terhadap lingkungan serta negaranya.
4. Tanggung jawab kepada tuhan. Manusia harus senantiasa bertakwa kepada
tuhan, hal ini dapat dilakukan dengan menjalankan segala perintahnya dan
menjauhi segala larangannya sesuai dengan agama dan keyakinan masing-
masing individu, larangan tersebut dilakukan dengan cara tidak berbuat
38
Ibid.
58
sesuatu perbuatan yang menyebabkan kerugian baik kepada diri sendiri
maupun orang lain.
Setiap orang wajib bertanggung jawab tidak terkecuali pada diri seorang
notaris. Dalam menjalankan tugas dan jabatannya notaris dengan melakukan
tindakan dalam pembuatan akta otentik. Akta tersebut merupakan sebuah
kebutuhan bagi masyarakat (para penghadap) dan akta tersebut dapat dijadikan
sebagai alat bukti apabila dikemudian hari terjadi suatu sengketa. Oleh karena itu
notaris berkewajiban untuk bertanggung jawab terhadap akta otentik yang
dibuatnya karena masyarakat mempercayakan notaris sebagai seorang yang ahli
dalam bidang kenotariatan.
2.2. Tentang Akta Notaris
2.2.1. Bentuk Akta Notaris
Dari pengertian yang terdapat berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata maka
bentuk akta otentik ada dua, yang menentukan sebagai berikut :
a. Akta parte atau partij akta
Akta parte ialah akta yang dibuat oleh para pihak dihadapan pejabat umum
(notaris) yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta itu dibuat. Dalam akta ini
notaris hanya menuangkan kehendak dan kemauan para pihak yang merupakan isi
dari akta tersebut. Isi dalam akta bukanlah keinginan notaris, tetapi keinginan dari
para pihak yang tertuang dalam akta tersebut, peran notaris hanyalah memberikan
otentisitas pada akta tersebut.
59
b. Akta pejabat atau relaas akta
Akta pejabat ialah akta yang dibuat oleh notaris sebagai pejabat umum
yang memuat uraian secara otentik tentang semua peristiwa atau kejadian yang
dilihat, dialami, dan disaksikan oleh notaris sendiri dalam menjalankan
jabatannya. Misalnya akta berita acara dan akta risalah.
Berdasarkan penjelasan di atas terdapat perbedaan antara partij akta
dengan relaas akta adalah sebagai berikut :
a. Akta parte atau partij akta
Undang-undang mengharuskan adanya penandatanganan oleh para pihak,
dengan ancaman kehilangan otensitasnya atau hanya mempunyai kekuatan
pembuktian sebagai akta dibawah tangan. Setidak-tidaknya notaris mencantumkan
keterangan alasan tidak di tandatanganinya akta oleh salah satu pihak pada akhir
akta, misalnya salah satu pihak mengalami cidera tangan sehingga tidak bisa
menandatangani akta. Sebagai gantinya maka menggunakan cap jempol dan
alasan tersebut harus dicantumkan dalam akta notaris dengan jelas oleh notaris
yang bersangkutan.
b. Akta pejabat atau relaas akta
Tidak menjadi persoalan terhadap orang-orang yang hadir menandatangani
akta atau tidak, akta tersebut masih sah sebagai alat pembuktian. Misalnya para
pemegang saham telah pulang sebelum akta ditandatangani, notaris cukup
menerangkan dalam akta.
Perbedaan di atas sangat penting dalam kaitannya dengan pembuktian
sebaliknya terhadap isi akta. Dengan demikian terhadap kebenaran isi akta pejabat
60
atau akta relaas tidak dapat digugat, kecuali dengan menuduh bahwa akta tersebut
palsu. Sedangkan pada partij akta, isi akta dapat digugat tanpa menuduh
kepalsuannya dengan menyatakan bahwa keterangan dari pihak tidak benar.
Pembuatan akta, baik relaas akta partij akta menjadi dasar utama atau inti
dalam pembuatan akta otentik yaitu harus ada keinginan atau kehendak
(wilsvorming) dan permintaan para pihak. Jika keinginan dan permintaan para
pihak tidak ada maka pejabat umum tidak akan membuat akta yang dimaksud.
2.2.2. Jenis-Jenis Akta Notaris
Akta notaris adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh notaris
berdasarkan Pasal 1870 KUHPerdata dan HIR pasal 165 (Rbg 285) yang
mempunyai kekuatan pembuktian mutlak dan mengikat. Akta notaris merupakan
bukti yang sempurna sehingga tidak perlu lagi dibuktikan dengan pembuktian lain
selama ketidak benarannya tidak dapat dibuktikan. Berdasarkan Pasal 1866
KUHPerdata dan HIR 165, akta notaris merupakan alat bukti tulisan atau surat
pembuktian yang utama sehingga dokumen ini merupakan alat bukti persidangan
yang memiliki kedudukan yang sangat penting. Jenis-jenis akta yang boleh dibuat
oleh notaris, yang menentukan sebagai berikut :
1. Pendirian Perseroan Terbatas (PT.), perubahan, dan juga risalah Rapat Umum
Pemegang Saham.
2. Pendirian yayasan.
3. Pendirian badan usaha – badan usaha lainnya.
4. Kuasa untuk menjual.
5. Perjanjian sewa menyewa, perjanjian pengikatan jual beli
61
6. Keterangan hak waris.
7. Wasiat.
8. Pendirian CV termasuk perubahannya.
9. Pengakuan hutang, perjanjian kredit, dan pemberian hak tanggungan.
10. Perjanjian kerjasama, kontrak kerja.
11. Segala bentuk perjanjian yang tidak dikecualikan kepada pejabat lain.
2.2.3. Sahnya Akta Notaris
Akta notaris merupakan perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang
mengikat bagi mereka yang membuatnya, oleh karena itu syarat-syarat sahnya
suatu perjanjian harus dipenuhi. Pasal 1868 KUHPerdata yang menentukan
sebagai berikut suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang
ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai
umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya.
Dalam hukum perjanjian ada akibat hukum tertentu jika syarat subjektif
dan syarat objektif tidak dipenuhi. Jika syarat subjektif tidak terpenuhi, maka
perjanjian dapat dibatalkan sepanjang ada permintaan oleh orang-orang tertentu
atau yang berkepentingan. Syarat subjektif ini senantiasa dibayangi ancaman
untuk dibatalkan oleh para pihak yang berkepentingan dari orang tua, wali atau
pengampu.Agar ancaman seperti itu tidak terjadi, maka dapat dimintakan
penegasan dari mereka yang berkepentingan, bahwa perjanjian tersebut akan tetap
berlaku dan mengikat para pihak. Jika syarat objektif tidak dipenuhi, maka
perjanjian batal demi hukum, tanpa perlu ada permintaan dari para pihak, dengan
demikian perjanjian dianggap tidak pernah ada dan tidak mengikat siapapun.
62
Perjanjian yang batal mutlak dapat juga terjadi, jika suatu perjanjian yang
dibuat tidak dipenuhi, padahal aturan hukum sudah menentukan untuk perbuatan
hukum tersebut harus dibuat dengan cara yang sudah ditentukan atau berlawanan
dengan kesusilaan atau ketertiban umum. Karena perjanjian sudah dianggap tidak
ada, maka sudah tidak ada dasar lagi bagi para pihak untuk saling menuntut atau
menggugat dengan cara dan bentuk apapun. Misalnya jka suatu perjanjian wajib
dibuat dengan akta notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut
PPAT), tapi ternyata tidak dilakukan, maka perbuatan hukum atau perjanjian
tersebut batal demi hukum.
Syarat sahnya perjanjian tersebut diwujudkan dalam akta notaris. Syarat
subjektif dicantumkan dalam awal akta, dan syarat objektif dicantumkan dalam
badan akta sebagai isi akta. Isi akta merupakan perwujudan berdasarkan Pasal
1338 KUHPerdata yang menentukan sebagai berikut mengenai kebebasan
berkontrak dan memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada para pihak
mengenai perjanjian yang dibuatnya.
Jika dalam awal akta, terutama syarat-syarat para pihak yang menghadap
notaris tidak memenuhi syarat subjektif, maka atas permintaan orang tertentu akta
tersebut dapat dibatalkan. Jika dalam isi akta tidak memenuhi syarat objektif,
maka akta tersebut batal demi hukum. Berdasarkan Pasal 38 ayat (3) huruf a
UUJN yang menentukan sebagai berikut syarat subjektif dan syarat objektif
bagian dari badan akta, maka timbul kerancuan, antara akta yang dapat dibatalkan
dengan akta yang batal demi hukum, sehingga jika diajukan untuk membatalkan
63
akta notaris karena tidak memenuhi syarat subjektif, maka dianggap membatalkan
seluruh badan akta, termasuk membatalkan syarat objektif.
Akta notaris sebagai alat bukti agar mempunyai kekuatan pembuktian
yang sempurna, jika seluruh ketentuan prosedur atau tata cara pembuatan akta
dipenuhi. Jika ada prosedur yang tidak dipenuhi, dan prosedur yang tidak
dipenuhi tersebut dapat dibuktikan, maka akta tersebut dengan proses pengadilan
dapat dinyatakan sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai
akta di bawah tangan. Jika sudah berkedudukan seperti itu, maka nilai
pembuktiannya diserahkan kepada Hakim.
2.2.4. Kekuatan Mengikat Akta Notaris
Kekuatan hukum akta notaris adalah sebagai alat bukti yang sempurna,
dalam penyidikan akta notaris digunakan sebagai alat bukti dalam proses
penyidikan. Agar mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, seluruh
ketentuan prosedur dan tata cara pembuatan akta notaris sesuai dengan undang-
undang jabatan notaris. Jika ada prosedur yang tidak dipenuhi, dan prosedur yang
tidak dipenuhi tersebut dapat dibuktikan, maka akta tersebut sebagai akta yang
mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawa tangan.
Pasal 1868 KUHPerdata yang menentukan sebagai berikut suatu akta
otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-
undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk
itu di tempat di mana akta dibuatnya. Pada akta notaris melekat nilai kekuatan
pembuktian yang sempurna dan mengikat, artinya apabila akta notaris yang
diajukan telah memenuhi syarat formil dan materiil serta tidak ada terbukti
64
sebaliknya, maka akta notaris mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna
dan mengikat, sehingga kebenaran isi yang tercantum di dalamnya harus dianggap
benar oleh hakim. Dengan nilai kekuatan pembuktian yang sempurna, akta notaris
dapat berdiri sendiri tanpa memerlukan alat bukti lainnya, artinya pada akta
notaris tidak melekat kekuatan yang mengikat. Oleh karena itu hakim bebas untuk
menilai kekuatan pembuktian pada akta notaris, karena batas minimal pembuktian
dalam Hukum Acara Pidana adalah sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang sah,
sebagaimana ditentukan berdasarkan Pasal 183 KUHAP
Dalam proses penyidikan alat bukti surat atau akta notaris dari segi formal,
akta notaris adalah alat bukti yang sah dan sempurna, sedangkan dari segi materiil
alat bukti surat akta notaris tidak dapat berdiri sendiri. Alat bukti surat akta notaris
harus dibantu lagi dengan dukungan paling sedikit 1 alat bukti yang lain guna
memenuhi apa yang telah ditentukan oleh asas batas minimum pembuktian yang
diatur berdasarkan Pasal 183 KUHAP. Akibat hukum terhadap akta notaris yang
memuat keterangan palsu, apabila pihak yang mendalilkan dapat membuktikannya
maka akta notaris tersebut batal demi hukum. Adapun perjanjian yang tertulis
dalam akta tersebut batal demi hukum, karena tidak memnuhi syarat obyektif
yaitu sebab yang halal atau dapat dibatalkan karena tidak memenuhi syarat
subyektif suatu perjanjian.
65
2.3. Perjanjian BOT
2.3.1. Pengertian BOT
Dalam rangka mengembangkan dan memantapkan iklim investasi di
Indonesia ada beberapa kendala yang saat ini masih dirasakan oleh para investor
antara lain, masalah infrastruktur yang kurang memadai, insentif yang kurang
bersaing, masalah stabilitas dan masalah kepastian dan pelaksanaan hukum.
Masalah kepastian hukum ini merupakan masalah yang unik, karena masalah
kepastian hukum tidak bisa dipisahkan dari masalah keadilan dan tujuan yang
hendak dicapai. Diadakan pengaturan untuk memberikan informasi tentang aturan
main dan hal-hal atau kondisi-kondisi yang dipenuhi atau tidak boleh dilakukan
oleh pelaku bisnis, lembaga-lembaga penunjang dan aparat pemerintah terkait.
Agar mendapat gambaran yang jelas dan benar tentang aturan main yang
harus dipenuhi atau kondisi-kondisi yang harus dipenuhi serta kondisi-kondisi
yang justru tidak boleh untuk dilakukan. Kepastian hukum akan muncul apabila :
1. Suatu pengaturan tidak mengatur dengan jelas akan hal-hal tersebut.
2. Pengaturan dapat menimbulkan implementasi yang beragam.
3. Pengaturan belum mempunyai peraturan pelaksanaan lebih lanjut.
4. Peraturan pelaksanaan tidak sesuai dengan atau bahkan bertentangan dengan
peraturan yang lebih tinggi yang mendasarinya.
5. Suatu peraturan bertentangan dengan peraturan yang sebelumnya sudah ada,
dan yang lama belum dicabut.
6. Suatu peraturan bertentangan dengan peraturan yang mencakup hal yang
sama, yang dikeluarkan oleh instansi/atau departemen teknis lainnya.
66
7. Suatu peraturan tidak dilaksanakan sebagaimana seharusnya termasuk di
dalamnya adanya kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan peraturan tertulis.
8. Para pihak terkait tidak dapat melaksanakan apa yang menjadi hak dan
kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perjanjian BOT dapat didefinisikan sebagai perjanjian antara dua pihak,
dimana pihak yang satu menyerahkan penggunaan tanah miliknya untuk diatasnya
didirikan suatu bangunan komersial. Oleh pihak kedua dan pihak kedua berhak
mengoperasikan dan mengelola bangunan komersial untuk jangka waktu tertentu
dengan memberikan fee atau tanpa fee kepada pemilik tanah, dan pihak kedua
wajib mengembalikan tanah beserta bangunan komersial di atasnya dalam
keadaan dapat dan siap dioperasikan kepada pemilik tanah.
Berdasarkan Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 248/KMK.04/1995 yang menentukan sebagai berikut tentang Perlakuan
Pajak Penghasilan Terhadap Pihak-Pihak Yang Melakukan Kerjasama Dalam
Bentuk Perjanjian Bangun, Guna, Serah (Build, Operate, and Transfer).
Disebutkan bahwa yang dimaksud dengan bangun, guna, serah adalah suatu
bentuk perjanjian kerjasama yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah
dengan investor, yang menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan
hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian bangun,
guna, serah (BOT), dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada
pemegang hak atas tanah setelah masa bangun, guna, serah (BOT) berakhir.
67
Perjanjian BOT yang dibuat antara pemerintah dengan swasta, lebih
disebabkan oleh karena adanya suatu tuntutan kepada pemerintah daerah untuk
mengembangkan daerahnya. Namun tidak tersedianya dana yang cukup untuk
merealisasikannya, sehingga pemerintah harus mengadakan kerjasama dengan
pihak swasta, dimana swasta bertindak sebagai penyandang dana (investor).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/atau Daerah, dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia (LNRI) Tahun 2006 Nomor 20 dan Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia (TLNRI) Nomor 4609, Pasal 27 ayat (1) yang menentukan
sebagai berikut bangun, guna, serah dan bangun, serah, guna barang milik
negara/atau daerah dapat dilaksanakan dengan persyaratan sebagai berikut :
a. Penggunaan barang memerlukan bangunan dan fasilitas bagi penyelenggaraan
pemerintah negara/atau daerah untuk kepentingan pelayanan umum dalam
rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi, dan
b. Tidak tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/atau
Daerah untuk penyediaan bangunan dan fasilitas dimaksud.
Selain hal tersebut, turut menjadi pertimbangan pemegang hak atas tanah
untuk melakukan perjanjian BOT adalah sebagai berikut :
1. Resiko selama proses konstruksi pembangunan dan masa operasional beralih
kepada investor.
2. Investor merupakan pihak yang berpengalaman dalam bidangnya, sehingga
pemegang hak atas tanah memanfaatkan segala kelebihan yang dimiliki
68
investor untuk menjalankan proses pembangunan dan operasional, baik dalam
teknologi maupun dalam sumber daya manusia.
3. Pemegang hak atas tanah akan memperoleh fasilitas dan sarana pendukung
yang lengkap setelah masa kerjasama BOT berakhir.
Perjanjian BOT yang dibuat antara pemerintah dengan swasta, lebih
disebabkan oleh karena adanya suatu tuntutan kepada pemerintah daerah untuk
mengembangkan daerahnya. Namun tidak tersedianya dana yang cukup untuk
merealisasikannya, sehingga pemerintah harus mengadakan kerjasama dengan
pihak swasta, dimana swasta bertindak sebagai penyandang dana (investor).
2.3.2. Dasar Hukum
Berkembangnya iklim bisnis di Indonesia memaksa hukum untuk dapat
menyesuaikan posisinya dalam masyarakat sekarang ini. Fungsi hukum sebagai
pemberi kepastian dan pelindung akan hak-hak setiap orang berperan penting
dalam setiap transaksi bisnis yang dilakukan oleh para pelaku bisnis.
Hukum memberi peluang akan terciptanya bermacam jenis dan bentuk
perjanjian, baik perjanjian yang sesuai dengan ketentuan KUHPerdata maupun
ketentuan-ketentuan yang tidak sesuai dengan KUHPerdata. Hal ini dikarenakan
hukum perikatan menganut sistem terbuka sehingga seluruh pasal tentang
perikatan dapat dikesampingkan selama tidak melanggar syarat sahnya suatu
perikatan dan nilai-nilai kesusilaan dan ketertiban umum. berdasarkan Pasal 1338
KUHPerdata yang menentukan sebagai berikut semua perjanjian yang dibuat oleh
para pihak secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya, pasal tersebut digunakan sebagai dasar hukum bagi segala macam
69
jenis perjanjian yang dibuat oleh para pelaku bisnis, termasuk didalamnya adalah
perjanjian BOT.
Perjanjian BOT tercipta karena adanya suatu kebutuhan untuk
mengembangkan suatu daerah tertentu namun terbentur dengan masalah
pendanaan. Sehingga menunjuk investor sebagai sumber pendanaan untuk
membangun dan mengelola daerah tersebut selama jangka waktu tertentu dengan
diikuti oleh penyerahan tanah dan bangunan kepada pemegang hak atas tanah. Hal
ini tidak diatur dalam KUHPerdata, menurut para ahli perjanjian ini disebut
dengan perjanjian innominaat, yaitu perjanjian timbul, tumbuh dan berkembang
dalam praktek kehidupan masyarakat sehari-hari.
Dalam KUHPerdata tidak mengatur tentang perikatan jenis ini, namun
KUHPerdata mengatur tentang sewa menyewa dan pinjam pakai, dimana
karakteristik keduanya terdapat dalam perjanjian BOT. Dikatakan adanya
karakteristik sewa menyewa dan pinjam pakai adalah karena pada dasarnya
perjanjian BOT adalah pengalihan penguasaan tanah untuk sementara waktu, baik
dengan kewajiban pembayaran oleh investor kepada pemegang hak atas tanah,
ataupun tidak.
Hingga saat ini belum ada suatu aturan perundang-undangan yang khusus
mengatur tentang BOT, dalam sudut pandang hukum perjanjian, perjanjian BOT
adalah suatu perjanjian yang menimbulkan perikatan dan karenanya perjanjian
BOT berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.
Sedangkan dalam sudut pandang hukum agraria, yang menjadi obyek dalam
perjanjian BOT adalah tanah, sehingga segala hal mengenai tanah yang diatur
70
dalam perjanjian BOT harus sepenuhnya tunduk pada UUPA dan seluruh
peranturan perundang-undangan yang berlaku tentang tanah.
Dalam pelaksanaan perjanjian BOT diatur berbagai peraturan pelaksanaan,
yang menentukan sebagai berikut :
a. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 248/KMK.04/1995
tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Terhadap Pihak-Pihak yang Melakukan
Kerjasama Dalam Bentuk Perjanjan Bangun, Guna, Serah (Build, Operate
and Transfer).
b. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor Se-38/Pj.4/1995 tentang
Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Sehubungan Dengan
Perjanjian Bangun, Guna, Serah.
c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/atau Daerah.
d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007, tentang Tata Cara
Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindah
Tanganan Barang Milik Negara.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/atau Daerah.
f. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 tentang Tata Cara
Permohonan Dan Penyelesaian Pemberian Hak Atas Bagian-Bagian Tanah
Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya (peraturan ini sudah dicabut, namun
hingga saat ini belum ada penggantinya).
71
2.3.3. Jenis-Jenis Perjanjian BOT
1. Perjanjian Build, Operate, Own (BOO)
Perjanjian build, operate, own (selanjutnya disebut dengan (BOO) yang
menentukan sebagai berikut setelah selesai pembangunan proyek tersebut, maka
kepemilikan proyek yang bersangkutan justru beralih kepada investor. Sementara
dalam masa operasi (kosensi), pihak investor wajib membayar sewa kepada pihak
pemilik. Dengan demikian pihak pemilik hanya menerima imbalan atas
penyerahan proyek yang bersangkutan untuk kemudian bahkan kepemilikannya
diserahkan kepada pihak kontraktor. Dibandingkan dengan sistem BOT, dalam
sistem BOO tergolong jarang dilaksanakan.39
2. Perjanjian Build, Own, Operate, Transfer (BOOT)
Perjanjian ini dilakukan sebagai perpaduan antara model perjanjian BOT
dengan model perjanjian BOO. Dengan sistem BOOT ini, pihak investor juga
mempunyai masa tertentu setelah selesainya pembangunan proyek untuk
mengoperasikan sambil memungut hasil revenue sebagai imbalan dari jasanya
dalam membangun proyek yang bersangkutan.40
Perjanjian BOOT Berbeda
dengan model perjanjian model BOT, kedudukan pihak investor dalam masa
operasi tidak hanya sebagai operator saja, melainkan sudah merupakan pemilik
dari proyek yang bersangkutan, walaupun nantinya kepemilikan dan penguasaan
atas proyek tersebut setelah masa operasi berakhir diserahkan kembali kepada
pihak pemilik.
39
Munir Fuady, 1998, Kontrak Pembangunan Mega Proyek, Citra Aditya
Bakti, Bandung, hal. 53.
40Ibid
72
Dengan demikian, dalam masa operasi kedudukan pihak investor lebih
kuat daripada sistem BOT, karena pada saat ini kontraktor sudah merupakan
pemilik dari proyek yang bersangkutan. Hal ini penting artinya bagi investor,
dalam hal pencarian dana dari pihak ketiga, maka proyek yang bersangkutan
sudah langsung dapat menjadi jaminan hutangnya dan kedudukan kreditur
menjadi semakin kuat.
3. Perjanjian Build, Transfer, Operate (BTO)
Perjanjian build, transfer, operate (selanjutnya disebut dengan BTO),
merupakan variasi dari sistem build, operate, and transfer (selanjutnya disebut
dengan BOT). dalam sistem BTO, begitu selesai pembangunan proyek tersebut,
langsung saja proyek yang bersangkutan diserahkan kepada pihak pemilik.41
Dengan demikian segala resiko yang timbul setelah penyerahan tersebut
sepenuhnya menjadi tanggungjawab dari pihak pemilik. Kemudian pihak pemilik
mempersilahkan pihak investor untuk mengoperasionalkan bangunan tersebut
termasuk memungut hasil/atau revenue dari proyek tersebut untuk jangka waktu
tertentu, yang merupakan imbalan dari pelaksanaan pembangunan proyek
tersebut. Berbeda dengan sistem BOT yang serah terima proyek baru dilakukan
setelah berakhirnya hak operasional dari pihak investor selama masa konsesi.
4. Perjanjian Kerjasama Operasi (KSO)
Sistem Kerjasama Operasi (selanjutnya disebut dengan KSO), melakukan
operasional proyek secara bersama antara pemilik dengan investor, dengan hasil
dibagi antara kedua belah pihak. Apabila pihak pemilik harus pula menaruh
41
Ibid, hal. 55.
73
equity-nya, maka dibentuk suatu joint venturecompany, sehingga yang terbentuk
adalah usaha patungan, sementara hasilnya akan dibagi sesuai dengan
sharemasing-masing dalam perusahan patungan tersebut, misalnya dalam bentuk
deviden.42
Pada umumnya setelah terbentuk badan kerjasama operasi atau perusahaan
patungan maka badan atau perusahaan ini akan mencari dana pinjaman yang akan
dipakai sebagai dana untuk membangun proyek yang bersangkutan. Pinjaman
tersebut akan diambil dari hasil operasional proyek yang bersangkutan. Dengan
demikian pihak investor berkewajiban menyerahkan equity dan bersama-sama
dengan pihak pemilik menyelesaikan proyek yang bersangkutan. Dalam rangka
mengupayakan mobilisasi dana swasta untuk pembiayaan pembangunan
infrastruktur pemerintah telah mengeluarkan Impres 5/1988 dan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 740/KMK.00/1989 yang intinya mengatur dan
mendorong kemitraan sektor pemerintah swasta dalam bentuk Kerjasama Operasi
(selanjutnya disebut dengan KSO), kontrak manajemen, usaha patungan, maupun
penempatan saham BUMN melalui pasar modal atau direct placement.
2.3.4. Unsur-Unsur Sahnya Perjanjian BOT
Untuk mengetahui apakah suatu perjanjian adalah sah atau tidak sah, maka
perjanjian tersebut harus diuji dengan beberapa syarat. Terdapat 4 syarat
keabsahan kontrak yang diatur berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, yang
merupakan syarat pada umumnya, sebagai berikut :
a. Syarat sah yang subyekif berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata
42
Ibid, hal. 56.
74
Disebut dengan syarat subyektif karena berkenaan dengan subyek
perjanjian. Konsekuensi apabila tidak terpenuhinya salah satu dari syarat
subyektif ini adalah bahwa kontrak tersebut dapat “dapat dibatalkan” atau
“dimintakan batal” oleh salah satu pihak yang berkepentingan. Apabila tindakan
pembatalan tersebut tidak dilakukan, maka kontrak tetap terjadi dan harus
dilaksanakan seperti suatu kontrak yang sah.
1. Adanya kesepakatan kehendak (Consensus, Agreement)
Dengan syarat kesepakatan kehendak dimaksudkan agar suatu kontrak
dianggap saah oleh hukum, kedua belah pihak mesti ada kesesuaian pendapat
tentang apa yang diatur oleh kontrak tersebut. Oleh hukum umumnya diterima
teori bahwa kesepakatan kehendak itu ada jika tidak terjadinya salah satu unsur-
unsur sebagai berikut :
a. Paksaan (dwang, duress).
b. Penipuan (bedrog, fraud).
c. Kekhilafan (dwaling, mistake).
Berdasarkan Pasal 1321 KUHPerdata menentukan sebagai berikut tiada
sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperoleh
dengan paksaan atau penipuan.
2. Wewenang/Kecakapan berbuat menurut hukum (Capacity)
Syarat wewenang berbuat adalah bahwa pihak yang melakukan kontrak
haruslah orang yang oleh hukum memang berwenang membuat kontrak tersebut.
Berdasarkan Pasal 1330 KUHPerdata yang menentukan sebagai berikut bahwa
setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan, kecuali undang-undang
75
menentukan bahwa ia tidak cakap. Mengenai orang-orang yang tidak cakap untuk
membuat perjanjian dapat kita temukan berdasarkan Pasal 1330 KUHPerdata
yang menentukan :
a. Orang-orang yang belum dewasa.
b. Mereka yang berada dibawah pengampuan.
c. Wanita yang bersuami. Ketentuan ini dihapus dengan berlakunya Undang-
Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Berdasarkan Pasal 31
undang-undang ini menentukan bahwa hak dan kedudukan suami istri
adalah seimbang dan masing-masing berhak untuk melakukan perbuatan
hukum.
b. Syarat sah yang objektif berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata
Disebut dengan syarat objektif karena berkenaan dengan obyek perjanjian.
Konsekuensi hukum apabila tidak terpenuhinya salah satu objektif akibatnya
adalah kontrak yang dibuat batal demi hukum. Jadi sejak kontrak tersebut dibuat
kontrak tersebut telah batal.
3. Obyek/atau Perihal tertentu
Dengan syarat perihal tertentu dimaksudkan bahwa suatu kontrak haruslah
berkenaan dengan hal yang tertentu, jelas dan dibenarkan oleh hukum. Mengenai
hal ini dapat kita temukan berdasarkan Pasal 1332 KUHPerdata dan Pasal 1333
KUHPerdata. Pasal 1332 KUHPerdata yang menentukan sebagai berikut hanya
barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok suatu
perjanjian. Berdasarkan Pasal 1333 KUHPerdata yang menentukan sebagai
76
berikut suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang
paling sedikit ditentukan jenisnya.
4. Kausa yang diperbolehkan (halal)
Suatu kontrak haruslah dibuat dengan maksud/atau alasan yang sesuai
dengan hukum yang berlaku. Jadi tidak boleh dibuat kontrak untuk melakukan
hal-hal yang bertentangan dengan hukum, berdasarkan Pasal 1337 KUHPerdata
yang menentukan sebagai berikut suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang
oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau
ketertiban umum. Pasal 1335 KUHPerdata yang menentukan sebagai berikut
suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu
atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan. Suatu kontrak dapat dianggap
sah oleh hukum, haruslah memenuhi beberapa persyaratan yuridis tertentu.
Terdapat 4 persyaratan yuridis agar suatu kontrak dianggap sah, yang menentukan
sebagai berikut :
1. Syarat sah yang objektif berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata
a. Objek/atau Perihal tertentu.
b. Kausa yang diperbolehkan/atau dihalalkan dan /atau dilegalkan.
2. Syarat sah yang subjektif berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata
a. Adanya kesepakatan dan kehendak.
b. Wenang berbuat.
3. Syarat sah yang umum di luar Pasal 1320 KUHPerdata
a. Kontrak harus dilakukan dengan itikad baik.
b. Kontrak tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku.
77
c. Kontrak harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan.
d. Kontrak tidak boleh melanggar kepentingan umum.
4. Syarat sah yang khusus
a. Syarat tertulis untuk kontrak-kontrak tertentu.
b. Syarat akta notaris untuk kontrak-kontrak tertentu.
c. Syarat akta pejabat tertentu (selain notaris) untuk kontrak-kontrak tertentu.
d. Syarat izin dari pejabat yang berwenang untuk kontrak-kontrak tertentu.
Dengan demikian dapat diuraikan terdapat unsur-unsur yang harus
dipenuhi dalam perjanjian BOT, sebagai berikut :
a. Adanya tanah yang menjadi objek kerjasama.
b. Adanya perjanjian kerjasama antara pemegang hak atas tanah dengan
investor.
c. Adanya pemberian hak untuk menguasai tanah oleh pemegang hak atas tanah
kepada investor.
d. Adanya kewajiban investor untuk mendirikan bangunan.
e. Adanya jangka waktu operasional.
f. Adanya kewajiban menyerahkan penguasaan tanah berikut kepemilikan
bangunan diatasnya kepada pemegang hak atas tanah setelah masa kerjasama
berakhir.
Apabila salah satu unsur tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut tidak
dapat dikategorikan sebagai perjanjian BOT. melihat unsur-unsur yang
terkandung dalam perjanjian BOT maka harus dilihat bahwa ada suatu pemisahan
yang tegas antara pemegang hak atas tanah dengan investor. Pemegang hak atas
78
tanah adalah sebagai pihak yang memiliki penguasaan secara yuridis dan investor
sebagai pihak yang memiliki penguasaan fisik.
Secara umum ada 2 hal yang menjadi latar belakang terciptanya
pemanfaatan tanah secara BOT, yaitu :
1. Adanya pemilik tanah atau pemegang hak atas tanah, yang ingin membangun
suatu bangunan komersial di atas tanahnya tetapi tidak mempunyai biaya dan
ada investor yang bersedia membiayai pembangunan tersebut.
2. Ada investor yang ingin membangun suatu bangunan komersial tetapi tidak
mempunyai tanah yang tepat untuk berdirinya bangunan komersial tersebut
dan ada pemilik tanah yang bersedia menyerahkan tanahnya untuk tempat
berdirinya bangunan komersial tersebut.