bab ii tinjauan teori - uksw

27
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Kepatuhan 2.1.1 Pengertian Kepatuhan Kepatuhan atau ketaatan (Compliance/adherence) adalah tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau oleh orang lain (Smet, 1994). Kepatuhan terhadap pengobatan membutuhkan partisipasi aktif pasien dalam manejemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien dan petugas kesehatan (Robert, 1999). Penderita yang patuh berobat adalah yang menyelesaikan pengobatan secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan sampai dengan 9 bulan (Depkes RI, 2000). Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasihat medis atau kesehatan dan menggambarkan penggunaan obat sesuai dengan petunjuk pada resep serta mencakup penggunaannnya pada waktu yang benar (Siregar, 2006) 2.1.2 Jenis-Jenis Kepatuhan Menurut Cramer (n.d). Jenis-jenis kepatuhan, yaitu 1. Kepatuhan penuh (Total complience) 13

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN TEORI - UKSW

14

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Kepatuhan

2.1.1 Pengertian Kepatuhan

Kepatuhan atau ketaatan (Compliance/adherence) adalah

tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang

disarankan oleh dokternya atau oleh orang lain (Smet, 1994).

Kepatuhan terhadap pengobatan membutuhkan partisipasi

aktif pasien dalam manejemen perawatan diri dan kerja sama antara

pasien dan petugas kesehatan (Robert, 1999).

Penderita yang patuh berobat adalah yang menyelesaikan

pengobatan secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama

minimal 6 bulan sampai dengan 9 bulan (Depkes RI, 2000).

Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang

individu dengan nasihat medis atau kesehatan dan menggambarkan

penggunaan obat sesuai dengan petunjuk pada resep serta

mencakup penggunaannnya pada waktu yang benar (Siregar, 2006)

2.1.2 Jenis-Jenis Kepatuhan

Menurut Cramer (n.d). Jenis-jenis kepatuhan, yaitu

1. Kepatuhan penuh (Total complience)

13

Page 2: BAB II TINJAUAN TEORI - UKSW

14

Pada keadaan ini penderita tidak hanya berobat secara teratur

sesuai batas waktu yang di tetapkan melainkan juga patuh

memakai obat secara teratur sesuai petunjuk.

2. Penderita yang sama sekali tidak patuh (Non complience)

Yaitu penderita yang putus obat atau tidak menggunakan obat

sama sekali.

2.1.3. Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat

kepatuhan menurut Brunner & Suddarth (2002), adalah :

1. Variabel demografi, seperti usia, jenis kelamin, status

sosio ekonomi dan pendidikan

2. Variabel penyakit seperti keparahan penyakit dan

hilangnya gejala akibat terapi

3. Variabel program teraupetik seperti kompleksitas

program dan efek samping yang tidak menyenangkan

4. Variabel psikososial seperti intelegensia, sikap terhadap

tenaga kesehatan, penerimaan, atau penyangkalan

terhadap penyakit, keyakinan agama atau budaya, dan

biaya finansial dan lainnya yang termasuk dalam

mengikuti regimen hal tersebut di atas juga di temukan

oleh Bart Smet (1994) dalam psikologi kesehatan.

Page 3: BAB II TINJAUAN TEORI - UKSW

15

Menurut Smet (1994), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

kepatuhan, yaitu

1. Komunikasi

Berbagai aspek komunikasi antara pasien dan dokter

mempengaruhi tingkat ketidaktaatan, misalnya informasi dengan

pengawasan yang kurang, ketidakpuasaan terhadap aspek

hubungan emosional dengan dokter, ketidakpuasaan terhadap

obat yang di berikan.

2. Pengetahuan

Ketetapan dalam memberikan informasi secara jelas dan

eksplisit terutama sekali penting dalam pemberian antibiotic

untuk mencegah timbulnya penyakit infeksi. Karena sering kali

pasien menghentikan obat tersebut setelah gejala yang di

rasakan hilang bukan saat obat itu habis.

3. Fasilitas kesehatan

Fasilitas kesehatan merupakan sarana penting di mana dalam

memberikan penyuluhan terhadap penderita, di harapkan

penderita menerima penjelasan dari tenaga kesehatan yang

meliputi jumlah tenaga kesehatan, gedung serbaguna untuk

penyuluhan dan lain-lain.

Sementara itu menurut Niven (2002) bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi kepatuhan, adalah

1. Penderita atau individu

Page 4: BAB II TINJAUAN TEORI - UKSW

16

a) Sikap atau motivasi pasien ingin sembuh

Motivasi atau sikap yang paling kuat adalah dalam diri

individu sendiri. Motivasi individu ingin tetap

mempertahankan kesehatannya sangat berpengaruh

terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku

penderita dalam kontrol penyakitnya.

b) Keyakinan

Keyakinan merupakan dimensi spiritual yang dapat

menjalani kehidupan. Penderita yang berpegang teguh

terhadap keyakinannya akan memiliki jiwa yang tabah

dan tidak mudah putus asa serta dapat menerima

keadaannya, demikian juga cara perilaku akan lebih baik.

Kemauan untuk melakukan kontrol penyakitnya dapat di

pengaruhi oleh keyakinan penderita, di mana penderita

memiliki keyakinan yang kuat akan lebih tabah terhadap

anjuran dan larangan kalau tahu akibatnya.

2. Dukungan keluarga

Dukungan keluarga merupakan bagian dari penderita yang

paling dekat dan tidak dapat di pisahkan. Penderita akan merasa

senang dan tentram apabila mendapat perhatian dan dukungan

dari keluarganya. Karena dengan dukungan tersebut akan

menimbulkan kepercayaan dirinya untuk menghadapi dan

mengelola penyakitnya dengan lebih baik, serta penderita mau

Page 5: BAB II TINJAUAN TEORI - UKSW

17

menuruti saran-saran yang di berikan oleh keluarga untuk

menunjang pengelolahan penyakitnya.

3. Dukungan sosial

Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari

anggota keluarga lain merupakan faktor-faktor penting dalam

kepatuhan terhadap program-program medis. Keluarga dapat

mengurangi ansietas yang di sebabkan oleh penyakit tertentu

dan dapat mengurangi godaan terhadap ketidaktaatan.

4. Dukungan petugas kesehatan

Dukungan petugas kesehatan merupakan faktor lain yang dapat

mempengaruhi perilaku kepatuhan. Dukungan mereka terutama

berguna pada pasien menghadapi bahwa perilaku sehat yang

baru tersebut merupakan hal penting. Begitu juga mereka dapat

mempengaruhi perilaku pasien dengan cara menyampaikan

antusias mereka terhadap tindakan tertentu dari pasien yang

telah mampu beradaptasi dengan program pengobatannya.

Peneliti tertarik untuk mengambil teori faktor-faktor yang

mempangaruhi kepatuhan pasien menurut (Niven, 2002), karena

menurut peneliti dapat di lakukan penelitian pada pasien rawat

jalan yang ada di RSJD Dr. Amino Gondohutomo semarang,

karena dapat mengetahui bentuk dukungan yang pasien

dapatkan selama kontrol dan semua kebenaran data dapat diuji

Page 6: BAB II TINJAUAN TEORI - UKSW

18

kambali pada keluarga, masyarakat/sosial dan petugas

kesehatan, melalui variabel yang dikemukakan oleh Niven.

2.2 Skizofrenia

2.2.1 Pengertian Skizofrenia

Skizofrenia dulu dikenal dengan istilah “dementia praecox”

yang berarti kemunduran (dementia) yang terjadi pada masa remaja

(praecox), karena gejala tersebut paling banyak muncul pada usia

remaja atau dewasa awal. Istilah ini dikenalkan oleh seorang dokter

perancis bernama Benedict Morel (1809-1873). Eugene Bleurer

(1911), seorang psikiater kebangsaan Swiss, mengenalkan

skizofrenia untuk mengganti istilah dementia praecox, karena di

dapati gejala-gejala yang sama bisa juga terjadi pada anak-anak dan

orang tua. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani yang berarti “jiwa

yang terbelah”. Jadi skizofrenia adalah ketidakmampuan untuk

melihat realita, kebingungan dalam membedakan mana yang realita

dan mana yang bukan realita. Skizofrenia merupakan penyakit jiwa

yang paling banyak terjadi di bandingkan dengan penyakit jiwa

lainnya. Penyakit ini menyebabkan kemunduran kepribadian pada

umumnya, yang biasanya mulai tampak pada masa puber, dan yang

paling banyak menderita adalah orang berumur antara 15-30 tahun

(Siswanto, 2007)

Page 7: BAB II TINJAUAN TEORI - UKSW

19

2.2.2 Prevalensi Skizofrenia

Pasien skizofrenia pada umumnya merupakan pasien

terbanyak penghuni rumah sakit jiwa hampir 95%. Data statistik

menunjukan gangguan skizofrenia merupakan salah satu bentuk

gangguan yang cukup umum. Satu dari 100 orang (1% populasi) di

duga mengalami gangguan ini. Prevalensi diantara pria dan wanita

tergolong seimbang. Namun tampaknya perkembangan gangguan

ini lebih awal di alami pria di bandingkan wanita yaitu mulai muncul

sekitar awal 20-an tahun pada pria dan akhir usia 20-an tahun pada

wanita (society for Neuroscience, 2002).

2.2.3 Karakteristik Skizofrenia

Gangguan ini dicirikan dengan gangguan dalam proses

berpikir dimana terjadi distorsi yang berat terhadap

kenyataan/realita. misalnya penderita seolah-olah melihat atau

mendengar sesuatu padahal dalam kenyataannya tidak ada

(mengalami halusinasi). Ini yang menyebabkan penderitanya seolah-

olah berbicara, marah-marah, atau tertawa-tawa sendiri padahal

tidak ada yang lain di sekitarnya. Pasien juga sering tidak bisa di

ajak berkomunikasi karena kata-katanya menjadi kacau dan tidak

sesuai dengan isi pembicaraan selain itu muncul pikiran-pikiran

aneh, seperti merasa di kejar-kejar oleh orang lain, atau seolah-olah

mendapatkan wahyu (mengalami delusi).

Page 8: BAB II TINJAUAN TEORI - UKSW

20

Ciri lain dari penderita skizofrenia yaitu kehilangan kontrol

dan integrasi terhadap perilakunya sendiri, sehingga bila dia

memukul orang lain, misalnya dia mungkin merasa bahwa

tangannya tidak bisa di kuasai dan tangan tersebut memukul orang

lain dengan sendirinya. Pada penderita skizofrenia ini ada

disintegrasi pribadi dan kepecahan pribadi. Tingkah laku emosional

dan intelektualnya jadi ambigious (majemuk), serta mengalami

gangguan serius, juga mengalami regresi atau dimensia total.

Pasien selalu melarikan diri dari kenyataan hidup dan berdiam

dalam dunia fantasinya. Tampaknya pasien tidak memahami

lingkungannya, reaksinya selalu maniakal atau kegila-gilaan,

pikirannya melompat- lompat tanpa arah, karena ia menderita

gangguan intelektual yang berat. Juga perasaannya senantiasa tidak

cocok dengan realitas yang nyata (Kartono, 2002)

Laki-laki cenderung memiliki resiko yang sedikit lebih tinggi

untuk mengalami Skizofrenia (American Psychiatric Association,

2000). Perempuan cenderung mengalami gangguan pada usia yang

lebih lanjut daripada laki-laki, dengan usia awal kemunculan simtom

terjadi paling banyak antara usia 25 sampai pertengahan 30 tahun

untuk perempuan dan antara 15 sampai 25 tahun pada laki-laki

(American Psychiatric Association, 2000). Perempuan juga

cenderung mencapai tingkatan fungsi yang lebih tinggi sebelum

munculnya gangguan dan memiliki perjalanan penyakit yang kurang

Page 9: BAB II TINJAUAN TEORI - UKSW

21

parah daripada laki-laki (Hafner, dkk.,1999). Laki-laki penderita

skizofrenia tampak berbeda dari perempuan yang mengalami

gangguan ini dalam beberapa hal. Mereka cenderung mengalami

onset atau timbulnya gejala pada usia yang lebih muda, memiliki

tingkat penyesuaian diri yang lebih buruk sebelum menunjukan

tanda-tanda gangguan dan memiliki lebih banyak kendala kognitif,

defisit tingkah laku, dan reaksi lebih buruk terhadap terapi obat di

bandingkan perempuan yang mengalami skizofrenia (Ragland dkk.,

1999).

2.2.4 Penyebab Skizofrenia

Menurut (Durand & Barlow, 2007) untuk mengungkap penyebab

gangguan ini, yaitu: gen-gen yang mungkin terlibat dalam

skizofrenia, cara kerja kimiawi obat-obatan yang mungkin dapat

membantu banyak orang mengalami gangguan ini, dan

abnormalitas cara kerja otak pada penderita skizofrenia.

Menurut Kartono (2002) ada beberapa penyebab Skizofrenia,

yaitu :

1. Lebih dari separuh jumlah penderita skizofrenia mempunyai

keluarga psikotis atau sakit mental

2. Tipe kepribadian yang schizothyme (Schizotyme: Kepecahan

pribadi dengan jiwa yang kacau balau )

Page 10: BAB II TINJAUAN TEORI - UKSW

22

Asthenis (Tidak berdaya/bertenaga) dengan jiwa yang

cenderung menjadi schizofern dan bentuk jasmaniah

asthenis (tidak berdaya/ bertenaga), mempunyai

kecenderungan kuat menjadi schizofren.

3. Sebab-sebab organis: ada perubahan atau kerusakan pada

sistem syaraf sentral. Juga terdapat gangguan-gangguan

pada sistem kelenjar-kelenjar adrenal dan pituitary (kelenjar

di bawah otak). Kadangkala kelenjar thyroid dan kelenjar

adrenal mengalami atrofi berat. Dapat juga di sebabkan oleh

proses klimaterik dan gangguan-gangguan menstruasi.

Semua gangguan tadi menyebabkan degenerasi pada energi

fisik dan energi mentalnya.

4. Sebab-sebab psikologis: ada kebiasaan-kebiasaan infantil

yang buruk dan salah, sehingga pesien hampir selalu

melakukan maladjustment (salah-suai) terhadap

lingkungannya. Ada konflik diantara super-ego dan id

(Freud). Integrasi kepribadaiannya sangat miskin dan ada

kompleks- inferior yang berat.

2.2.5 Gejala Gangguan Skizofrenia

Menurut (Arumwardhani, 2011), ada beberapa gejala

Skizofrenia, Yaitu :

1. Tidak mampu menyaring (filtering) secara perseptual

Page 11: BAB II TINJAUAN TEORI - UKSW

23

a. Kesulitan untuk memusatkan perhatian

b. Sering mengeluh adanya ledakan (suara yang

menggelegar) pada rangsangan indera

c. Pikiran tidak mampu menampung semua informasi

d. Tidak mampu berkonsentrasi

2. Pemikirannya tidak terorganisir sama sekali

a. Kesulitan dalam memadukan beberapa pikiran

menjadi satu pemikiran logis

b. Pembicaraan yang sering melenceng dari pokok

persoalan, dan terjebak dengan persoalan yang ingin

dikatakannya

3. Distorsi emosi

a. Cenderung menunjukan masalah yang berkaitan

dengan emosi

b. Termasuk kecenderungan akan kesulitan dan

ketidakmampuan menikmati apapun yang

diperolehnya, bersikap apatis (masa bodoh), cemas,

ambivalen (suatu pertentangan perasaan yang terjadi

secara menyolok mengenai suatu pokok masalah),

dan menunjukan respon emosional yang tidak sesuai

dengan rangsang yang diterima.contoh: jika seorang

skizofrenia sedang berdiskusi serius dengan

seseorang, tiba-tiba dibenaknya terlintas pikiran yang

Page 12: BAB II TINJAUAN TEORI - UKSW

24

lucu maka ia bisa tertawa terbahak-bahak tanpa

mempedulikan rasa kebingungan orang berada

dihadapannya

4. Delusi dan halusinasi

Gangguan akan cara berpikir, merasa dan menangkap

suatu rangsang dan informasi (lihat ilusi dan halusinasi)

5. Menarik diri dari kenyataan

a. Penderita seringkali merasa dirinya tidak perperasaan

dan apatis terhadap dunia nyata

b. Terlalu memikirkan khayalan yang ada dalam dirinya,

lamunan dan pengalaman pribadinya

c. Tidak memiliki kemampuan dan kemauan untuk

berinteraksi dengan lingkungan

d. Merasa nyaman dengan dunia ciptaannya sendiri

e. Menganggap bahwa orang lain tidak mengerti akan

dirinya dan tidak sewaras dirinya

6. Perilaku kacau dan pembicaraan terganggu

a. Pada umumnya perilakunya sangat khusus

b. Pola pembicaraannya tidak jelas dalam susunan bahasa

dan logika

Penderita skizofrenia dapat muncul sejak masih

kanak-kanak, tetapi yang paling sering terjadi adalah

pada pertama kali muncul gejalanya ketika individu

Page 13: BAB II TINJAUAN TEORI - UKSW

25

tersebut memasuki usia remaja, atau saat masa awal

dewasa. Jika kondisi ini berkembang secara bertahap

dan bertahun-tahun, maka kondisi ini disebut proses

skizofrenia.

Proses ini cenderung menunjukan perilaku tertentu

pada masa kecil, seperti sering sakit, menarik diri dari

pergaulan dan kemampuan penyesuaian diri yang

kurang baik.

2.2.6 Ciri-ciri Utama Skizofrenia

Skizofrenia adalah penyakit pervasif yang

mempengaruhi lingkup yang luas dari proses psikologis,

mencakup kognisi, afek dan perilaku. (Arango,dkk 2000 dalam

Nevid 2005). Orang-orang dengan skizofrenia menunjukan

kemunduran yang jelas dalam fungsi pekerjaan sosial. Mereka

mungkin memiliki kesulitan dalam mempertahankan

pembicaraan, membentuk pertemanan, mempertahankan

pekerjaan, atau memperhatikan kebersihan pribadi mereka.

Namun demikian tidak ada satu pola perilaku yang unik pada

skizofrenia, demikian pula tidak ada satu pola perilaku yang

selalu muncul pada penderita skizofrenia. Penderita skizofrenia

mungkin menunjukan waham, masalah dalam berpikir asosiatif,

dan halusinasi, pada satu atau lain waktu, namun tidak selalu

Page 14: BAB II TINJAUAN TEORI - UKSW

26

semua tampil pada saat kebersamaan. Juga terdapat

perbedaan ragam atau jenis skizofrenia, dicirikan oleh pola-pola

perilaku yang berbeda.

2.2.7 Tipe- Tipe Skizofrenia

Menurut Kartono (2002), ada 3 tipe Skizofrenia, yaitu:

1. Skizofrenia Hebefrenik

2. Skizofrenia Katatonik

3. Skizofrenia Paranoid

1. Skizofrenia Hebefrenik

Hebefrenik adalah mental atau jiwa menjadi tumpul.

Kesadarannya masih jernih, akan tetapi kesadaran Akunya

sangat terganggu. Berlangsungnya disintergrasi total, tanpa

memiliki identitas, dan tidak bisa membedakan diri sendiri

dengan lingkungannya. Orang yang mengalami derealisasi

dan depersonalisasi berat akan dihinggapi macam-macam

ilusi dan delusi, sebab pikirannya selalu melantur. Halusinasi

dan delusi biasanya aneh-aneh, pendek-pendek dan cepat

berganti-ganti. Pikirannya kacau melantur, banyak tersenyum

dengan muka yang perat-perot tanpa ada perangasang

sedikitpun.

Page 15: BAB II TINJAUAN TEORI - UKSW

27

Pasien dengan skizofrenia hebefrenik biasanya terjadi

regresi total dalam tingkah-lakunya dan pasien menjadi

kekanak-kanakan. Kehidupan perasaan yang tampaknya

menumpul itu bisa di sertai dengan kepekaan yang berlebih-

lebihan (over sensivitas). Pasien juga menjadi jorok dan kotor

sekali, selalu ingin ngeloyor kemana-mana dan tidak

mengenal sopan-santun lagi, kadang suka memperlihatkan

alat kelaminnya dan melakukan onani di hadapan orang lain.

Reaksi tingkah lakunya menjadi kegila-gilaan, suka tertawa-

tawa dan kadang menangis tersedu-sedu. Perasaan dari

skizofrenia hebefrenik mudah tersinggung, sering di hinggapi

sarkasme (sindiran tajam) dan kerapkali menjadi eksplosif

meledak marah-marah tanpa suatu sebab pun. Pasien juga

makan secara berlebihan dan berceceran, buang air besar

atau air kecil sembarang dan bahkan melakukannya di

celana dan berpakaian seperti bayi.

2. Skizofrenia Katatonik (catatonic)

Penderita seperti menjadi kaku (Catatonic= kaku).

Dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a) Urat-uratnya menjadi kaku dan mengalami

choreaflexibility (waxy flexibility), yaitu badan jadi

kaku beku. Pasien sering menderita catalepsy

yaitu keadaan tidak sadar, seluruh badannya

Page 16: BAB II TINJAUAN TEORI - UKSW

28

menjadi kaku, tidak pejal dan tidak bisa

dibengkokan. Jika pasien telah mengambil posisi

tertentu, misalnya berdiri, berjongkok, kaki di atas

dan kepala di bawah, miring dan lain-lain maka ia

akan bertingkah laku sedemikain untuk berjam-jam

atau berhari-hari, dirinya seperti dalam keadaan

tidur yang hypnotik (kena sihir).

b) Ada pola tingkah laku yang stereotypis, aneh-aneh

atau gerak-gerak otomatis yang tidak terkendalikan

oleh kemauan

c) Ada gejala stupor, yaitu bisa merasa, seperti

terbius. Sikapnya negatif dan pasif sekali di sertai

delusi-delusi kematian, mau ingin mati rasanya

d) Kadang-kadang di sertai catatonic excitement yaitu

jadi meledak-ledak dan ribut hiruk-pikuk, tanpa

sebab dan tanpa tujuan apa pun.

e) Mengalami regresi total.

3. Skizofrenia Paranoid

Penderita diliputi macam-macam delusi dan

halusinasi yang terus berganti-ganti coraknya dan tidak

teratur, serta kacau balau. Sering merasa iri hati, cemburu

dan curiga. Pada umumnya emosinya beku dan sangat

apatis. Pasien tampaknya lebih “waras” dan tidak sangat

Page 17: BAB II TINJAUAN TEORI - UKSW

29

ganjil dan aneh jika di bandingkan dengan penderita

skizofrenia jenis lainnya. Akan tetapi pada umumnya pasien

bersikap sangat bermusuh terhadap siapa pun juga, merasa

dirinya penting, sering sangat fanatik religius secara

berlebihan dan kadang kala bersifat hipokondris.

Orang yang telah didiagnosa mengalami skizofrenia

biasanya sulit di pulihkan. Jika bisa sembuh, itu pun

memakan waktu yang sangat lama (bertahun-tahun) dan

tidak bisa seperti semula lagi. Bila tidak berhati-hati dan

mengalami stres yang berlebihan, besar kemungkinan akan

kambuh lagi dan menjadi lebih para.

2.3 Kontrol

2.3.1 Pengertian Kontrol

Kontrol didefinisikan dalam hal pencapaian outcomes

atau rencana yang diinginkan, (Hyland 1987 dalam Walker,

2001)

Kontrol adalah cara untuk memeriksa, menyelidiki

serta mengawasi (Bakir, 2009)

Kontrol mengacu pada kemampuan dari anggota

kelompok kultural tertentu untuk merencanakan aktivitas

Page 18: BAB II TINJAUAN TEORI - UKSW

30

yang mengontrol sifat dan faktor lingkungan. (Giger, dkk

1995 dalam Perry & Potter, 2005)

2.3.2 Beberapa Pandangan Tentang Kontrol

1) Kontrol (kata kerja) mengacu pada tindakan yang diambil

oleh diri sendiri dan/atau orang lain untuk mencapai hasil

yang di inginkan.

2) Kontrol (kata benda) mengacu pada pencapaian hasil

yang diinginkan melalui tindakan yang diambil oleh diri

sendiri dan juga orang lain.

2.3.3 Teori Kontrol

Kontrol adalah kunci dalam konsep psikologi kesehatan.

Kontrol memiliki aplikasi penting dalam menangani stres, koping,

adaptasi dan dapat menjalankan promosi kesehatan, pendidikan

kesehatan, rehabilitasi, dapat melakukan perawatan terhadap

penyakit akut maupun kronis. Kontrol pun memiliki implikasi

penting untuk pengelolaan hubungan antara pasien atau klien

dengan para professional kesehatan dalam pengaturan

perawatan kesehatan. (Walker, 2001 )

Pengendalian kontrol juga digunakan terutama untuk

mengacu pada pencapaian hasil yang diinginkan atau, dengan

menggunakan bahasa teori sistem yaitu tujuan sistem, kriteria

atau hasil yang diinginkan sehingga menjamin kelangsungan

Page 19: BAB II TINJAUAN TEORI - UKSW

31

hidup individu dan spesies, melindungi kesehatan individu dan

kesejahteraan, dan memenuhi tuntutan budaya, ideologi, sosial

dan material. Kata kontrol umumnya digunakan untuk merujuk

kepada kedua proses pencapaian dan hasil. (Hyland, 1987 dalam

Walker 2001 )

2.3.4 Kontrol dari Segi Psikologi Kesehatan

Meskipun kontrol sering digunakan untuk merujuk kepada

kontrol pribadi, namun penulis menegaskan/ menggambarkan

bahwa kontrol juga dilakukan atas dukungan orang lain, atau bahkan

keyakinan akan kekuatan ekternal orang lain didalam konteks

kesehatan didalamnya termasuk keluarga, kerabat, teman, dokter

dan professional kesehatan lainnya. Dalam segi psikologis

kesehatan, kontrol biasanya dikaitkan dengan hasil positif dan

adaptasi, namun kontrol mungkin dalam beberapa keadaan

dikaitkan dengan menyimpang atau maladaptif mungkin tergantung

pada perspektif yang berbeda dari aktor dan pengamat. (Hyland,

1987 dalam Walker 2001 )

2.3.5 Kontrol Pribadi

Kontrol mencerminkan keyakinan individu tentang ketersediaan

yang aktual atau potensial dari kontrol yang dicapai oleh diri sendiri

dan orang lain dalam berbagai jenis situasi. Peneliti ketika mengacu

pada kontrol menyiratkan bahwa keberhasilan dari kontrol pribadi

Page 20: BAB II TINJAUAN TEORI - UKSW

32

dapat dicapai dengan bantuan orang lain. Sebagian besar penelitian

mendukung bahwa kontrol pribadi pada umumnya menguntungkan

dalam kaitannya dengan hasil kesehatan fisik dan psikologis.

Namun, ketergantungan total pada kontrol pribadi mungkin akan

maladaptif dalam situasi tak terkendali. Oleh sebab itu

keseimbangan kontrol pribadi dan dukungan sosial harus seimbang

sehingga dapat mencapai hasil diinginkan pada saat seseorang ada

dalam kesulitan, sakit atau cacat. (Walker, 2001)

2.4 Kesehatan Jiwa

2.4.1 Pengertian Kesehatan Jiwa

Organisasi kesehatan dunia (WHO) mendefinisikan

kesehatan sebagai “ keadaan sehat fisik, mental, dan sosial bukan

semata-mata bukan keadaan tanpa penyakit atau kelemahan”

definisi ini menekankan kesehatan sebagai suatu keadaan sejahtera

yang positif, bukan keadaan sekedar tanpa penyakit. Orang yang

memiliki kesejahteraan emosional, fisik dan sosial dapat memenuhi

tanggung jawab kehidupan, berfungsi dengan efektif dalam

kehidupan sehari-hari, dan puas dengan hubungan interpersonal,

dan diri mereka sendiri. Tidak ada satupun definisi universal

kesehatan jiwa, tetapi kita dapat menyimpulkan kesehatan jiwa

seseorang dari perilakunya. Karena perilaku seseorang dapat di lihat

Page 21: BAB II TINJAUAN TEORI - UKSW

33

atau di tafsirkan berbeda oleh orang lain, yang bergantung kepada

nilai dan keyakinan, maka penentuan kesehatan jiwa menjadi sulit

(Videbeck, 2008)

Kesehatan jiwa menurut Undang-undang No 3 tahun 1966,

adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,

intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan

perkembangan itu selaras dengan keadaan orang lain (Riyadi, dkk

2009).

Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional,

psikolois dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang

memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang

positif dan kestabilan emosi. Kesehatan jiwa memiliki banyak

komponem dan dipengaruhi oleh berbagai faktor (Johnson,1997):

1. Otonomi dan kemandirian : Individu dapat melihat ke dalam

dirinya untuk menemukan nilai dan tujuan hidup. Opini dan

harapan orang lain di pertimbangkan, tetapi tidak mengatur

keputusan dan perilaku individu tersebut. Individu yang

otonom dan mandiri dapat bekerja secara interdependen

atau kooperatif dengan orang lain tanpa kehilangan

otonominya.

Page 22: BAB II TINJAUAN TEORI - UKSW

34

2. Memaksimalkan potensi diri: Individu memiliki orientasi pada

pertumbuhan dan aktualisasi diri. Ia tidak puas dengan status

quo dan secara kontinu berusaha tumbuh sebagai individu

3. Menoleransi ketidakpastian hidup: Individu dapat

menghadapi tantangan hidup sehari-hari dengan harapan

dan pandangan positif walaupun tidak mengetahui apa yang

terjadi di masa depan

4. Harga diri: Individu memiliki kesadaran yang realistis akan

kemampuan dan keterbatasannya.

5. Menguasai lingkungan : Individu dapat menghadapi dan

mempengaruhi lingkungan dengan cara yang kreatif,

kompoten, dan sesuai kemampuan

6. Orientasi realistis: Individu dapat membedakan dunia nyata

dari dunia impian, fakta dari khayalan, dan bertindak secara

tepat.

7. Manajemen stres: Individu dapat menoleransi stres

kehidupan, merasa cemas atau berduka sesuai keadaaan,

dan mengalami kegagalan tanpa rasa hancur. Ia

menggunakan dukungan dari keluarga dan teman untuk

mengatasi krisis karena mengetahui bahwa stres tidak akan

berlangsung selamanya.

Ada suatu interaksi konstan diantara faktor tersebut, dengan

demikian, kesehatan jiwa seseorang merupakan suatu keadaan

Page 23: BAB II TINJAUAN TEORI - UKSW

35

yang dinamik atau selalu berubah. Faktor yang mempengaruhi

kesehatan jiwa seseorang dapat di kategorikan sebagai faktor

individual meliputi struktur biologis, memiliki keharmonisan hidup,

vitalitas, menemukan arti hidup, kegembiraan atau daya tahan

emosional, spiritualitas dan memiliki identitas yang positif (Seaward,

1997). Faktor interpersonal meliputi komunikasi yang efektif,

membantu orang lain, keintiman dan mempertahankan

keseimbangan antara perbedaan dan kesamaan. Faktor

sosial/budaya meliputi keinginan untuk bermasyarakat, memiliki

penghasilan yang cukup, tidak menoleransi kekerasan, dan

mendukung keragaman individu.

2.4.2 Ciri-Ciri Orang Yang Sehat Jiwa

Menggambarkan ciri-ciri tingkah laku yang normal atau sehat

biasanya relatif agak sulit dibanding dengan tingkah laku yang tidak

normal. Ini di sebabkan karena tingkahlaku yang normal seringkali

kurang mendapatkan perhatian karena tingkahlaku tersebut di

anggap wajar, sedangkan tingkahlaku abnormal biasanya lebih

mendapatkan perhatian karena biasanya tidak wajar dan aneh

(Siswanto, 2007)

Ciri-ciri individu yang sehat atau normal menurut Warga

dalam Siswanto, (2007) pada umumnya sebagai berikut:

1. Bertingkahlaku menurut norma-norma sosial yang di akui

Page 24: BAB II TINJAUAN TEORI - UKSW

36

2. Mampu mengelola emosi

3. Mampu mengaktualkan potensi-potensi yang dimiliki

4. Dapat mengikuti kebiasaan-kebiasaan sosial

5. Dapat mengenali resiko dari setiap perbuatan dan kemampuan

tersebut di gunakan untuk menuntun tingkahlakunya

6. Mampu menunda keinginan sesaat untuk mencapai tujuan jangka

panjang

7. Mampu belajar dari pengalaman

8. Biasanya gembira

Menurut Killander dalam (Sutardjo,dkk 2004) yaitu ciri-ciri

individu yang memiliki sehat jiwa atau mental tampaknya sederhana

tetapi seringkali sukar terlihat dalam kenyataannya sehari-hari.

Untuk itu, perlu di kemukakan rincian pengertian ciri-ciri tersebut

sesuai dengan maksudnya, sebagai berikut:

1. Kematangan emosional

Terdapat tiga dasar emosi, yaitu cinta takut dan marah. Kita

mencintai hal yang membuat kita senang, takut kalau ada hal yang

mengancam rasa aman kita, dan marah kalau ada yang

mengganggu atau jalan dan usaha untuk mencapai apa yang kita

inginkan. Ketiga dasar emosi ini diturunkan dan bersifat universal.

2. Kemampuan menerima realitas

Page 25: BAB II TINJAUAN TEORI - UKSW

37

Adanya perbedaan antara dorongan, keinginan, dan ambisi disatu

pihak, serta peluang dan kemampuan dipihak lain, adalah hal yang

biasa terjadi. Orang yang memiliki kemampuan untuk menerima

realitas antara lain memperlihatkan perilaku mampu memecahkan

masalah dengan segera dan menerima tanggung jawab. Bahkan

kalau memungkinkan, ia mampu mengendalikan lingkunagn dan

kalau tidak mungkin tidak sukar untuk menyesuaikan diri dengan

lingkungan, terbuka untuk pengalaman dan gagasan baru, membuat

tujuan-tujuan yang realistis, serta melakukan yang terbaik sampai

merasa puas atas hasil usahanya tersebut.

3. Hidup bersama dan bekerja sama dengan orang lain

Hal ini menyangkut hakekat dirinya sebagai makhluk sosial

(homosocius), yang tidak sekedar mau dan bersedia serta mampu

bekerja sama untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi daripada

dikerjakan sendiri, melainkan juga karena tidak dapat bertahan hidup

sendiri. Manusia adalah makhluk solider. Ciri normal secara sosial ini

antara lain terlihat pada adanya kemampuan dan kemauan untuk

mempertimbangkan minat dan keinginan orang lain dalam tindakan-

tindakan sosialnya. Mampu menemukan dan memanfaatkan

perbedaan pandangan dengan orang lain, dan mempunyai tanggung

jawab sosial serta merasa bertanggung jawab terhadap nasib orang

lain.

4. Memiliki filsafat atau pandangan hidup

Page 26: BAB II TINJAUAN TEORI - UKSW

38

Yang dimaksud dengan memiliki filsafat adalah memiliki pegangan

hidup yang dapat senantiasa membimbingnya untuk berada dalam

jalan yang benar, terutama saat menghadapi atau berada dalam

situasi yang mengganggu atau membebani. Filsafat hidup ini memiliki

dua muatan utama, yaitu makna hidup dan pola hidup. Jadi orang

yang sehat mental senantiasa dibimbing oleh makna dan nilai hidup

yang menjadi pegangannya. Ia tidak akan terbawa begitu saja oleh

arus situasi yang berkembang dilingkungannya maupun perasaan

dan suasana hatinya sendiri yang bersifat sesaat.

2.4.3 Kriteria Sehat Jiwa

Menurut WHO, sehat diartikan sebagai suatu keadaan

sempurna baik fisik, mental dan sosial serta bukan saja keadaan

terhindar dari sakit maupun kecacatan.

Kriteria sehat jiwa menurut (Riyani & Purwanto, 2009) meliputi:

1. Sikap positif terhadap diri sendiri

Individu dapat menerima dirinya secara utuh, menyadari adanya

kelebihan dan kekurangan dalam diri dan menyikapi kekurangan

atau kelemahan tersebut dengan baik.

2. Tumbuh kembang dan beraktualisasi diri

Individu mengalami perubahan kearah yang normal sesuai dengan

tingkat pertumbuhan dan perkembangan serta dapat

mengekspresikan potensi dirinya

Page 27: BAB II TINJAUAN TEORI - UKSW

39

3. Integrasi

Individu menyadari bahwa semua aspek yang dimilikinya adalah

satu kesatuan yang utuh dan mampu bertahan terhadap stres dan

dapat mengatasi kecemasannya

4. Persepsi sesuai dengan kenyataan

Pemahaman individu terhadap stimulus ekternal sesuai dengan

kenyataan yang ada. Persepsi individu dapat berubah jika ada

informasi baru, dan memiliki empati terhadap perasaan dan sikap

orang lain.

5. Otonomi

Individu dapat mengambil keputusan secara bertanggung jawab

dan dapat mengatur kebutuhan yang menyangkut dirinya tanpa

bergantung pada orang lain.