bab ii tinjauan teori a. - abstrak.uns.ac.id fileabdominal, diseksi arteri vertebral, dan lainnya...

24
5 BAB II TINJAUAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Low Back pain (LBP) a. Definisi Low Back pain adalah suatu sensasi nyeri di daerah lumbosakral dan sakroiliakal, umumnya pada daerah L4-L5 dan L5-S1, nyeri ini sering disertai penjalaran ke tungkai sampai kaki (Harsono, 2009). LBP juga didefinisikan sebagai nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa di antara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. (Dunn et al, 2011). b. Etiologi Menurut Fauci et al (2008) LBP dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang terjadi pada tulang belakang, otot, diskus intervertebralis, sendi, maupun struktur lain yang menyokong tulang belakang. Kelainan tersebut antara lain kelainan congenital atau kelainan perkembangan yang terdiri dari spondilosis dan spondilolistesis, kiposkoliosis, spina bifida, gangguan korda spinalis, trauma minor yaitu regangan dan cedera whiplash, fraktur atau traumatik yaitu jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, traumatik yaitu osteoporosis, infiltrasi neoplastik, steroid eksogen, herniasi diskus intervertebral, degeneratif yaitu kompleks diskus-osteofit, gangguan diskus internal, stenosis spinalis dengan klaudikasio neurogenik, gangguan sendi vertebral, gangguan sendi atlantoaksial (misalnya arthritis rheumatoid), arthritis seperti : spondilosis, artropati facet atau

Upload: others

Post on 10-Oct-2019

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Kajian Pustaka

1. Low Back pain (LBP)

a. Definisi

Low Back pain adalah suatu sensasi nyeri di daerah lumbosakral

dan sakroiliakal, umumnya pada daerah L4-L5 dan L5-S1, nyeri ini

sering disertai penjalaran ke tungkai sampai kaki (Harsono, 2009).

LBP juga didefinisikan sebagai nyeri yang dirasakan di daerah

punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun nyeri

radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa di antara sudut iga terbawah

sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo-sakral

dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki.

(Dunn et al, 2011).

b. Etiologi

Menurut Fauci et al (2008) LBP dapat disebabkan oleh

berbagai kelainan yang terjadi pada tulang belakang, otot, diskus

intervertebralis, sendi, maupun struktur lain yang menyokong tulang

belakang. Kelainan tersebut antara lain kelainan congenital atau

kelainan perkembangan yang terdiri dari spondilosis dan

spondilolistesis, kiposkoliosis, spina bifida, gangguan korda spinalis,

trauma minor yaitu regangan dan cedera whiplash, fraktur atau

traumatik yaitu jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, traumatik yaitu

osteoporosis, infiltrasi neoplastik, steroid eksogen, herniasi diskus

intervertebral, degeneratif yaitu kompleks diskus-osteofit, gangguan

diskus internal, stenosis spinalis dengan klaudikasio neurogenik,

gangguan sendi vertebral, gangguan sendi atlantoaksial (misalnya

arthritis rheumatoid), arthritis seperti : spondilosis, artropati facet atau

6

6

sakroiliaka, autoimun (misalnya ankylosing spondilitis, sindrom

reiter), neoplasma : metastasis, hematologic, tumor tulang primer,

infeksi/inflamasi: osteomyelitis vertebral, abses epidural, sepsis

diskus, meningitis, arachnoiditis lumbalis, metabolik : osteoporosis,

hiperparatiroid, imobilitas, osteosklerosis, vascular : aunerisma aorta

abdominal, diseksi arteri vertebral, dan lainnya seperti nyeri alih dari

gangguan visceral, sikap tubuh, psikiatrik, pura-pura sakit serta

sindrom nyeri kronik.

c. Prevalensi

LBP sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, terutama di

negara-negara industri. Diperkirakan 70-85% dari seluruh populasi

pernah mengalami episode ini selama hidupnya. Prevalensi

tahunannya bervariasi dari 15-45%, dengan point prevalence rata-rata

30%. Data epidemiologi mengenai LBP di Indonesia belum ada,

namun diperkirakan 40% penduduk Jawa Tengah berusia di atas 65

tahun pernah menderita nyeri punggung, prevalensi pada laki-laki

18,2% dan pada wanita 13,6%. Insiden berdasarkan kunjungan pasien

ke beberapa rumah sakit di Indonesia berkisar antara 3-17% (Sadeli

dan Tjahyono, 2001).

d. Gambaran klinis

Gejala LBP bermacam-macam dan berbeda antara satu dengan

yang lain. Kebanyakan orang menganggap berbaring akan

meningkatkan nyeri yang datang tiap episode, tapi ada juga yang

mampu tidur tanpa rasa nyeri. Kebanyakan orang merasakan nyeri

ketika mereka membungkuk atau mengambil sesuatu, yang lain

merasa nyeri bila melengkungkan tubuh ke belakang.

Nyeri pada kaki juga merupakan bagian dari masalah. Nyeri

kebanyakan pada punggung atau samping luar paha dan kemudian

7

7

menjalar ke kaki. Nyeri yang menjalar pada kaki disebut sciatica

karena nyeri berasal dari perangsangan pada nervus ischiadikus,

perangsangan pada nervus ischiadikus sering menjadi lebih nyeri bila

bersin atau batuk.

Pada episode akut, LBP dapat menjadi sangat akut untuk

beberapa hari atau seminggu dan akan lebih meningkat. Pada 2-4

minggu kemudian penderita akan merasa lebih baik. Episode

panjangnya waktu nyeri berbagai macam pada tiap penderita, begitu

juga dengan intensitas tiap episode nyeri dan seberapa mampu

penderita dapat menahan nyerinya (Epi, 2012).

e. Klasifikasi Low Back pain

Menurut Bimariotejo (2009) berdasarkan perjalanan klinisnya

LBP dibagi menjadi 2 jenis yaitu 1) acute Low Back pain ditandai

dengan rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba, rentang wakunya

hanya sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa

nyeri ini dapat hilang atau sembuh. Acute Low Back pain dapat

disebabkan karena luka traumatic seperti kecelakaan mobil atau

terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian tersebut

selain dapat merusak jaringan, juga dapat melukai otot, ligament dan

tendon. Pada kecelakaan yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah

lumbal masih dapat sembuh sendiri. Sampai saat ini penatalaksanaan

awal nyeri punggung akut terfokus pada istirahat dan pemakaian

analgesik. 2) chronic Low Back pain, rasa nyeri pada chronic Low

Back pain bisa menyerang lebih dari 3 bulan. Rasa nyeri ini dapat

berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki

onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic

Low Back pain dapat terjadi karena osteoarthritis,

8

8

reumathoidarthritis, proses degenerasi discus intervertrebalis dan

tumor.

f. Prognosis

Menurut Pengel et al (2003:323) acute Low Back pain

mempunyai prognosis yang bagus. Pemusatan berarti pengurangan

58% dari nilai awal rasa sakit dan ketidakmampuan dalam waktu satu

bulan. Namun menurut Kamper et all (2010, p.181) seperempat

sampai sepertiga orang dengan akut Low Back pain masih memiliki

gejala 6-12 bulan setelah konsultasi. Dalam hal kekambuhan, secara

umum sekitar 60% orang mengalami kekambuhan dan 30% telah

mengulangi episode tidak bekerja atau istirahat (Hestbaek et al,

2006:471).

g. Faktor resiko

Faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya LBP adalah faktor

personal, usia, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan, kelenturan

mobilitas sendi tulang punggung, kekuatan otot sekitar pinggang,

riwayat nyeri panggul sebelum bekerja, merokok dan alkohol,

psikososial, faktor lingkungan (job risk factor), pekerjaan fisik yang

berat, pekerjaan mengangkat, pekerjaan mendorong, pekerjaan

menarik, duduk atau berdiri lama dan kecelakaan (Epi, 2012).

1) Faktor personal

a. Usia

Sejalan dengan meningkatnya usia akan terjadi degenerasi

pada tulang dan keadaan ini terjadi ketika usia 30 tahun

(Bridger, 2008). Pada usia 30 tahun terjadi degenerasi yang

berupa kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi

jaringan parut, pengurangan cairan. Hal tersebut menyebabkan

stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang. Semakin tua

9

9

seseorang, semakin tinggi resiko seseorang mengalami

penurunan elastisitas tulang yang menjadi pemicu timbulnya

gejala LBP. Keluhan LBP biasanya dialami seseorang pada

usia kerja yaitu 24-65 tahun (Kantana, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian Collins dan O’Sullivan (2009)

yang dilakukan pada 200 perempuan dan 132 laki-laki dengan

jenis pekerjaan yang berbeda di Irlandia dan rentang umur

anatara 18-66 tahun, diperoleh keluhan pada tulang belakang,

bahu dan bagian leher lebih banyak dialami pada pekerja yang

muda daripada pekerja yang tua.

b. Jenis Kelamin

Prevalensi terjadinya LBP lebih banyak terjadi pada

perempuan daripada laki-laki, beberapa penelitian

menunjukkan bahwa perempuan lebih sering tidak masuk

bekerja karena LBP (Hoy et al, 2010).

Menurut Michael (2001) dalam hasil studinya menemukan

bahwa perempuan memiliki asosiasi kuat dalam munculnya

LBP. Wanita memiliki resiko dua kali lipat.

Kekuatan otot wanita hanya 60% dari kekuatan otot pria.

Hal tersebut mengakibatkan keluhan musculoskeletal banyak

dialami wanita (Oborne, 1995).

c. Berat badan

Indeks masa tubuh (IMT) dapat digunakan sebagai

indikator kondisi status gizi. Dihitung dengan rumus BB2/TB

(berat badan2/tinggi badan), adapun menurut WHO (2005)

dikategorikan menjadi tiga yaitu kurus (< 18,5) normal (18,5-

25) dan gemuk (25-30) serta obesitas (> 30). Kaitan IMT

dengan Low Back pain adalah semakin gemuk seseorang maka

10

10

bertambah besar risikonya untuk mengalami Low Back pain.

Hal ini dikarenakan seseorang dengan kelebihan berat badan

akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan

dengan mengontraksikan otot punggung bawah. Dan bila ini

berlanjut terus menerus, akan meyebabkan penekanan pada

bantalan saraf tulang belakang (Tan dan Horn, 1998).

Kegemukan dan obesitas mengarah pada konsekuensi

kesehatan yang serius. Risiko semakin meningkat seiring

dengan meningkatnya BMI. Indeks massa tubuh merupakan

faktor risiko utama untuk penyakit kronis seperti

musculoskeletal disorders terutama osteoarthritis. Penelitian

Heliovaara (1987), yang dikutip NIOSH (1997) menyebutkan

bahwa tinggi seseorang berpengaruh terhadap timbulnya

herniated lumbar disc pada jenis kelamin wanita dan pria, tapi

pada berdasarkan IMT, hanya berpengaruh pada jenis kelamin

pria. berdasarkan hasil penelitian Karuniasih (2009) terhadap

52 orang supir bus travel, 90,4% keluhan muskuloskeletal

dialami oleh supir yang memiliki indeks masa tubuh > 25

telah mengalami.

2) Faktor lingkungan

a. Akses terhadap pelayanan kesehatan

Akses biasanya didefinisikan sebagai akses ke

pelayanan, provider dan institusi. Menurut beberapa ahli

akses lebih daripada pelengkap dari pelayanan kesehatan

karena pelayanan dapat dijangkau apabila tersedia akses

pelayanan yang baik. Atau dengan kata lain, akses ke

pelayanan terbentuk dari hubungan antara pengguna dan

sumber daya pelayanan kesehatan (Anasab, 2015).

11

11

b. Aksesbilitas lingkungan

Aksesibilitas berarti seberapa mudah, aman dan bebas

lingkungan dapat di akses oleh semua orang. Suatu

lingkungan dikatakan bebas hambatan jika semua bagian

dapat di akses misalnya jalan, tempat-tempat umum,

transportasi (Unal, 2007).

Kemudahan akses untuk menjangkau di lingkungan dapat

berpengaruh terhadap kenyamanan seseorang. Apabila sulit

menjangkau, semakin lama akan terasa tidak nyaman dan

timbul rasa pegal pada lengan. Beberapa keluhan merupakan

gejala gangguan kesehatan karena karena pengaruh faktor

tersebut, salah satunya adalah nyeri punggung (Pramayu,

2013).

c. Tingkat pendidikan

Menurut undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa jenjang pendidikan

formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah

dan pendidikan tinggi. Dalam masyarakat, kejadian LBP

tidak mengenal tingkat pendidikan, semua tingkat pendidikan

bias terkena LBP (Depkes RI, 2007).

d. Persepsi

Persepsi dalam LBP merupakan kesadaran seseorang

terhadap nyeri yang menyebabkan LBP dimana stimulus

nyeri ditrasnsmisikan ke otak, individu akan mengartikan den

bereaksi (Potter dan Perry, 2005).

12

12

e. Dukungan keluarga

Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi

sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial

berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan.

Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan,

dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu

berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai

akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi

keluarga (Friedman, 1998).

Wills (1985) dalam Friedman (1998) menyimpulkan

bahwa baik efek-efek penyangga (dukungan sosial menahan

efek-efek negatif dari stres terhadap kesehatan) dan efek-efek

utama (dukungan sosial secara langsung mempengaruhi

akibat-akibat dari kesehatan) pun ditemukan. Sesungguhnya

efek-efek penyangga dan utama dari dukungan sosial

terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi

bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial

yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya

mortalitas, lebih mudah sembuh dari 9 sakit dan dikalangan

kaum tua, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi (Ryan

dan Austin dalam Friedman, 1998).

2. Edukasi Proper Body Mechanics

a. Definisi

Body Mechanic adalah pemanfaatan otot yang benar untuk

menyelesaikan tugas dengan aman dan efisien tanpa ketegangan yang

berlebihan pada setiap otot atau sendi (Albloushi, 2012).

13

13

Body Mechanic juga didefinisikan cara kita bergerak selama

kegiatan setiap hari. Mekanika tubuh yang baik mungkin dapat

mencegah atau memperbaiki masalah dengan postur (cara berdiri,

duduk, atau berbaring.) Mekanika tubuh yang baik juga dapat

melindungi tubuh, terutama punggung, dari rasa sakit dan cedera.

Menggunakan mekanika tubuh yang baik adalah penting untuk semua

orang (Drug.com, 2012).

Edukasi Proper Body Mechanics adalah pemberian informasi

tentang pemanfaatan otot yang benar untuk menyelesaikan tugas

dengan aman dan efisien tanpa ketegangan yang berlebihan pada setiap

otot atau sendi (Albloushi, 2012).

b. Prinsip body mechanics

Sebelum membahas tentang prinsip-prinsip body mechanics perlu

dilihat dulu mengenai centre of gravity dan line of gravity.

Centre of gravity merupakan titik utama pada tubuh yang akan

mendistribusikan massa tubuh secara merata.

Gambar 2.1. centre of gravity

Line of gravity merupakan garis imajiner yang berada vertikal

melalui pusat gravitasi dengan pusat bumi.

14

14

Gambar 2.2. Line of gravity

Menurut Albloushi (2012) prinsip body mechanic adalah sebagai

berikut:

1) Menjaga pusat stabil gravitasi, meliputi: 1) menjauhkan badan dari

center gravitasi rendah, 2) menjaga punggung tetap dalam posisi

tegak, pembebanan pada lutut dan pinggul.

Gambar 2.3. Menjaga pusat stabil gravitasi

2) Mempertahankan wide of base support, dengan mempertahankan

wide of base support maka akan memberikan stabilitas maksimum

15

15

saat mengangkat beban, hal ini dilakukan dengan cara : 1 )

menjaga kedua kaki terpisah (ada jarak), 2) menempatkan satu kaki

sedikit di depan kaki yang lain, 3) memfleksikan lutut untuk

menahan goncangan, 4) mengangkat beban dengan kaki sebagai

tumpuan

Gambar 2.4. Mempertahankan Wide of Base Support

3) Menjaga garis gravitasi : 1) menjaga punggung tetap lurus, 2)

mengangkat beban dengan didekatkan pada tubuh.

Gambar 2.5. Menjaga garis gravitasi

4) Menjaga proper body alignment, meliputi : 1) menarik perut ke

dalam dan ke atas, 2) menjaga punggung tetap rata. 3) kepala tetap

dijaga dalam posisi tegak, 4) menjaga posisi dagu, 5) menjaga

berat badan ke depan dengan didukung oleh kaki.

16

16

Gambar 2.6. Menjaga Proper Body Alignment

a. Teknik body mechanic

Menurut Albloushi (2012) teknik body mechanic meliputi :

1) Lifting, teknik lifting meliputi : 1) menggunakan otot-otot kaki

yang paling kuat untuk mengangkat, 2) menekuk pada lutut dan

pinggul, menjaga punggung lurus, 3) mengangkat lurus keatas,

dalam satu gerakan halus.

Gambar 2.7. Teknik Lifting

2) Reaching, teknik reaching meliputi : 1) berdiri tegak di depan dan

di dekat objek, 2) menghindari gerakan memutar, 3) menggunakan

bangku atau tangga untuk benda yang tinggi, 4) menjaga

keseimbangan dan base of support, 5) sebelum memindahkan

objek, memastikan bahwa objek itu tidak terlalu besar atau terlalu

berat.

17

17

Gambar 2.8. Teknik Reaching

3) Pivoting, teknik pivoting meliputi : 1) menempatkan satu kaki

sedikit di depan yang lain, 2) memutar kedua kaki pada waktu yang

sama, berputar pada salah satu tumit kaki dan kaki yang lain, 3)

menjaga pusat gravitasi yang baik saat memegang atau membawa

benda.

Gambar 2.9. Teknik Pivoting

3. Tindakan Pencegahan Kekambuhan

a. Pengertian Tindakan Pencegahan Kekambuhan

Tindakan adalah kemampuan yang dihasilkan oleh fungsi motorik

manusia yaitu berupa keterampilan untuk melakukan sesuatu.

Keterampilan melakukan sesuatu tersebut, meliputi keterampilan

motorik, keterampilan intelektual, dan keterampilan social (Dave

dalam Cartono, 2007).

18

18

Klasifikasi ranah psikomotorik menurut Dave dalam Cartono

(2007) adalah:

1) Persepsi (Perception)

Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam

membantu gerakan. Persepsi ini mencakup kemampuan untuk

mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau

lebih, berdasarkan pembedaan antara cirri-ciri fisik yang khas pada

masing-masing rangsangan. Adanya kemampuan ini dinyatakan

dalam suatu reaksi yang menunjukkan kesadaran akan hadirnya

rangsangan (stimulasi) dan perbedaan antara seluruh rangsangan

yang ada.

2) Kesiapan (Set)

Kesiapan fisik, mental dan emosional untuk melakukan

gerakan. Kesiapan mencakup kemampuan untuk menempatkan

dirinya dalam keadaan akan memulai suatu gerakan atau rangkaian

gerakan. Kemampuan ini dinyatakan dalam bentuk kesiapan

jasmani dan rohani.

3) Respon Terpimpin (Guided Response)

Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang

kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.

4) Mekanisme (Mechanism)

Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari

sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap. Ini mencakup

kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerakan dengan

lancar karena sudah dilatih secukupnya tanpa memperhatikan

contoh yang diberikan.

19

19

5) Respons Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response)

Gerakan motoris tersadar yang terampil yang di dalamnya

terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks. Gerakan kompleks

mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu ketrampilan,

yang terdiri atas beberapa komponen, dengan lancar, tepat dan

efisien. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu rangkaian

perbuatan yang berurutan dan menggabungkan beberapa

subketrampilan menjadi suatu keseluruhan gerak-gerik yang

teratur.

6) Penyesuaian (Adaptation)

Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat

disesuaikan dalam berbagai situasi. Adaptasi ini mencakup

kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola

gerak-gerik dengan kondisi setempat atau dengan menunjukkan

taraf ketrampilan yang telah mencapai kemahiran.

7) Penciptaan (Origination)

Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan

situasi atau permasalahan tertentu. Penciptaan atau kreativitas

adalah mencakup kemampuan untuk melahirkan aneka pola gerak-

gerik yang baru, seluruhnya atas dasar prakarsa dan inisiatif

sendiri.

Keterampilan motorik menurut Dave dalam Cartono (2007), dibagi

dalam lima jenjang, yaitu: peniruan, penggunaan, ketepatan,

perangkaian, dan naturalisasi. Secara visual jenjang keterampilan

motorik tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

1) Peniruan (Imitation) adalah mengamati perilaku dan pola setelah

orang lain. Kinerja mungkin kualitas rendah.

20

20

2) Penggunaan (Manipulation) adalah mampu melakukan tindakan

tertentu dengan mengikuti instruksi dan berlatih.

3) Ketepatan (Precision) adalah mengulangi pengalaman serupa agar

menuju perubahan kea rah yang lebih baik.

4) Perangkaian (Articulation) adalah koordinasi serangkaian tindakan,

mencapai keselarasan dan konsistensi internal.

5) Naturalisasi (Naturalitation) adalah setelah kinerja tingkat tinggi

menjadi alami, tanpa perlu banyak berpikir tentang hal itu.

Pencegahan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007),

adalah proses, cara, tindakan mencegah atau tindakan menahan agar

sesuatu tidak terjadi. Dengan demikian, pencegahan merupakan

tindakan.

Kekambuhan merupakan peristiwa timbulnya kembali gejala-gejala

yang sebelumnya sudah memperoleh kemajuan (Stuart dan Laralia, 2001).

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

tindakan pencegahan kekambuhan merupakan tindakan menahan agar

tidak terjadi kembali gejala-gejala LBP.

b. Cara pencegahan kekambuhan LBP

Berikut ini merupakan beberapa cara yang dapat dilakukan untuk

mencegah kekambuhan LBP yaitu (Nainggolan, 2014):

1) Penerapan proper body mechanics dalam kehidupan sehari-hari.

2) Menghindari kebiasaan merokok

3) Melakukan latihan untuk penguatan otot

4) Mendesain kembali lingkungan kerja yang ergonomis (Devo dan

Weinstein, 2001).

5) Hidup rileks dengan cara: olahraga, mendengarkan music (Siagian,

2013)

21

21

B. Landasan Teori

Health Belief Model merupakan teori perubahan perilaku kesehatan

dan model psikologis yang digunakan untuk memprediksi perilaku

kesehatan dengan berfokus pada persepsi dan kepercayaan individu

terhadap suatu penyakit. Teori ini dikembangkan oleh Rosenstock (1966),

ditindaklanjuti oleh Becker dan rekan pada tahun 1974, 1984 dan 1988

Priyoto (2014).

Health Belief Model menggunakan tiga dasar pertimbangan Priyoto

(2014) yaitu

1. Adanya kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka

menghindari suatu penyakit atau memperkecil resiko kesehatan

2. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya

merubah perilaku

3. Perilaku itu sendiri

Menurut (Rosenstock, 1966, 1974 cit. Priyoto, 2014) Health Belief

Model mencakup 5 unsur utama yaitu

1. Kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility)

Resiko pribadi atau kerentanan adalah salah satu persepsi yang

lebih kuat dalam mendorong orang untuk mengadopsi perilaku sehat.

Semakin besar resiko yang dirasakan, semakin besar kemungkinan

terlibat dalam perilaku untuk mengurangi resiko.

2. Bahaya/kesakitan yang dirasakan (perceived severity)

Perceived severity berkaitan dengan keyakinan atau kepercayaan

individu tentang keseriusan atau keparahan penyakit. Persepsi

keseriusan sering didasarkan pada informasi medis atau pengetahuan,

juga dapat berasal dari keyakinan seseorang bahwa dia akan mendapat

kesulitan akibat penyakit dan akan membuat atau berefek pada

hidupnya secara umum.

22

22

3. Manfaat yang dirasakan (perceived benefit)

Perceived benefit berkaitan dengan manfaat yang akan dirasakan

jika mengadopsi perilaku yang dianjurkan atau merupakan persepsi

seseorang tentang nilai atau kegunaan dari suatu perilaku baru dalam

mengurangi resiko terkena penyakit. Orang-orang cenderung

mengadopsi perilaku baru akan mengurangi resiko mereka untuk

berkembangnya suatu penyakit.

4. Hambatan yang dirasakan (perceived barries)

Perubahan perilaku bukan merupakan sesuatu yang dapat terjadi

dengan mudah bagi kebanyakan orang, unsur lain dari teori health

belief model adalah masalah hambatan yang dirasakan untuk

melakukan perubahan. Hal ini berhubungan dengan proses evaluasi

individu sendiri atas hambatan yang dihadapi untuk mengadopsi

perilaku baru. Persepsi tentang hambatan yang akan dirasakan

merupakan unsur yang signifikan dalam menentukan apakah terjadi

perubahan perilaku atau tidak. Seseorang harus percaya bahwa manfaat

dari perilaku baru lebih besar daripada konsekuensi melanjutkan

perilaku lama. Hal tersebut memungkinkan hambatan yang harus

diatasi dan perilaku baru yang akan diadopsi.

5. Variabel modifikasi (modifying variable)

Empat konstruksi utama dari persepsi dapat dimodifikasi oleh

variabel lain, seperti budaya, tingkat pendidikan, pengalaman masa

lalu, keterampilan, tingkat sosial ekonomi, norma dan motivasi.

Variabel tersebut adalah karakteristik individu yang mempengaruhi

persepsi pribadi.

6. Syarat untuk bertindak (cues to action)

Health Belief Model menunjukkan perilaku juga dipengaruhi oleh

isyarat untuk bertindak. Isyarat untuk bertindak adalah peristiwa-

23

23

peristiwa, orang, atau hal-hal yang menggerakkan orang untuk

mengubah perilaku mereka. Isyarat untuk bertindak ini dapat berasal

dari informasi dari media masa, nasihat dari orang-orang sekitar,

pengalaman pribadi atau keluarga, artikel dan lain sebagainya.

Gambar 2.10. The Basic Health Belief Model

C. Penelitian yang relevan

1. Penelitian dengan judul ” The Effect of Body Mechanics Instruction on

Work Performance Among Young Workers” McCauley (1990)

penelitian ini dilakukan pada tiga puluh pekerja muda (usia 14-19

tahun) yang bekerja sebagai tukang kebun dan penjaga yang dibagi

menjadi dua kelompok dengan RCT, kelompok 1 mendapat perlakuan

berupa menerima instruksi body mechanics, kelompok 2 tidak

menerima perlakuan. Instruksi perlakuan berfokus pada tulang belakang

dan keselarasan di tempat kerja. Instruksi diberikan pada subyek

sebelum hari pertama kerja dan berlanjut sampai dua sesi pekerjaan.

Efek intervensi dievaluasi melalui pengamatan body mechanics selama

Perceived

Susceptibility

Perceived

Severity

Perceived

Benefits

Perceived Costs

Cues to Action

Likehood of

Behaviour

24

24

bekerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok yang

menerima instruksi lebih baik secara signifikan daripada kelompok

kontrol. Penelitian ini juga membahas tentang peran okupasi terapis

dalam memberikan proper body mechanics di lingkungan kerja sebagai

upaya untuk mencegah terjadinya Low Back pain. Perbedaan penelitian

ini dengan penelitian yang aklan dilakukan adalah penelitian ini

menggunakan rancangan eksperimental berupa pemberian edukasi

proper body mechanics sedangkan penelitian yang akan dilakukan

rancangan penelitian adalah cross sectional.

2. Penelitian dengan judul “ Efficacy of the pilates method for pain and

disability in patients with chronic nonspecific low bac pain” Miyamoto

et al (2013) dimana penelitian ini menguji efektifitas metode pilates

(terhadap kelompok intervensi dan kelompok kontrol) pada orang

dewasa dengan Low Back pain kronis dengan randomized controlled

trials. Data diambil dari eligible studies dan dikombinasikan dengan

menggunakan pendekatan meta-analisis. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pilates tidak lebih baik daripada jenis latihan lain untuk

mengurangi intensitas nyeri. Namun pilates lebih baik daripada

intervensi minimal untuk mengurangi nyeri jangka pendek dan

disabilitas

3. Penelitian yang berjudul “Awareness of occupational Low Back pain: a

survey of 244 midwives” Ye et al (2014) bahwa penelitian ini bertujuan

untuk menginvestigasi kesadaran tentang Low Back pain akibat kerja

dan pengetahuan yang berhubungan dengan pencegahan dan

pengukuran pemeliharaan kesehatan diantara bidan, dan untuk

determinasi insiden Low Back pain diantara mereka. Metode penelitian

yang digunakan adalah survey dengan kuesioner Roland-Morris

Disability Questionnaire (Chinese version), survey dilakukan kepada

25

25

244 bidan dari kelas 1 sampai kelas 3 di rumah sakit di Tianjin China

kemudian dilakukan analisis statistik. Hasilnya diantara 244 bidan,

hanya 18,4% yang mengetahui definisi occupational Low Back pain,

28,3% mengetahui mekanisme patogenetik dan 54,1% mengetahui

bahwa Low Back pain berbahaya. Sekitar 9,4%-85,2 % dari bidan pada

akhirnya menggunakan metode untuk mencegah terjadinya

occupational Low Back pain dengan proper body mechanics. Proper

body mechanics. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan

dilakukan adalah populasi penelitian yaitu bidan, metode penelitian

dilakukan dengan survey dan tujuannya untuk menginvestigasi

kesadaran tentang Low Back pain akibat kerja, sedangkan penelitian

yang akan dilakukan populasi penelitian yaitu pasien dengan Low Back

pain di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUD Dr. Moewardi,

menggunakan teknik sampling berupa purposive sampling dan untuk

mengetahui hubungan antara faktor personal, faktor lingkungan dan

edukasi proper body mechanics dengan tindakan pencegahan

kekambuhan Low Back pain.

4. Penelitian yang berjudul “The Role of Physical Exercise and Inactivity

in Pain Recurrence and Absenteeism From Work After Active

Outpatient Rehabilitation for Recurrrent or Chronic Low Back pain”

oleh Taimela et al (2000) dengan dengan metode seratus duapuluh lima

pasien dengan LBP dilakukan aktif exercise selama 12 minggu,

kemudian pasien ditanya tentang kekambuhan nyeri setelah menjalani

aktif exercise, didapatkan hasil bahwa pasien setelah dilakukan aktif

exercise ternyata mengalami kekambuhan nyeri yang lebih sedikit

daripada sebelum menjalani aktif exercise, dengan p < 0.01.

5. Penelitian dengan judul “Endurance of Trunk Muscle in Persons with

Chronic Low Back pain : Assessment, Performance, Trainning” oleh

26

26

Dev (1997) bahwa kurangnya daya tahan otot trunk merupakan faktor

penting dalam LBP. Dalam makalah tersebut membahas beberapa

metode untuk menguji daya tahan fleksor trunk dan otot ekstensor

dalam situasi statis dan dinamis, dan menyajikan hasil pengujian daya

tahan pada pasien dengan kronis LBP dibandingkan dengan kohort

nonimpaired. Persepsi diri tentang kebugaran mempengaruhi beberapa

hasil tes. Metode untuk meningkatkan daya tahan tubuh dibahas

bersama dengan manfaat diamati dari program pelatihan.Perbedaan

penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada

penelitian ini rancangan penelitian berupa kohort sedangkan pada

penelitian yang akan dilakukan berupa cross sectional.

27

27

D. Kerangka Berpikir

Secara ringkas kerangka teori penelitian ini berdasarkan Health

Belief Model adalah sebagai berikut:

Gambar 2.11. Kerangka berpikir

Perceived susceptibility

-Umur

-Jenis kelamin

Tindakan

pencegahan

kekambuhan Low

Back pain

Perceived severity

-Persepsi terhadap Low Back pain

-Pekerjaan

Perceived benefit

-Edukasi proper body mechanics

-Akses terhadap pelayanan kesehatan

-Aksesibilitas lingkungan

Perceived barrier

-Pekerjaan

Cues of action

-Edukasi Proper body mechanics

Modifiying variable

-Tingkat pendidikan

-Dukungan keluarga

28

28

E. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir, maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah

1. Ada hubungan positif antara faktor personal meliputi umur, jenis

kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan dan persepsi terhadap Low

Back pain, dengan tindakan pencegahan kekambuhan Low Back pain

di Instalasi Rehabilitasi Medik RS Dr. Moewardi Surakarta.

2. Ada hubungan positif antara faktor lingkungan meliputi akses terhadap

layanan kesehatan, aksesibilitas lingkungan, dan dukungan keluarga

dengan tindakan pencegahan kekambuhan Low Back pain di Instalasi

Rehabilitasi Medik RS Dr. Moewardi Surakarta.

3. Ada hubungan yang positif antara edukasi proper body mechanics

dengan tindakan pencegahan kekambuhan Low Back pain di Instalasi

Rehabilitasi Medik RS Dr. Moewardi Surakarta.

4. Variabel edukasi Proper Body mechanics paling dominan

berhubungan dengan tindakan pencegahan kekambuhan Low Back

Pain.